208114945-gizi-buruk

50
BAB I PENDAHULAN I. Latar Belakang Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Pada tahun 2012, Indonesia merupakan Negara dengan kasus gizi buruk terbanyak nomor 5 di dunia. Jumlah balita yang kekurangan gizi di Indonesia sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan 4,5 persen dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa. Berdasarkan data status gizi balita Kabupaten Boyolali tahun 2013 didapatkan 9 kasus balita gizi buruk, dimana 3 kasus diantaranya adalah gizi buruk di Kecamatan Nogosari. Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus bangsa. Keadaan ini berpengaruh pada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangai secara tepat dan cepat. Banyak faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi gizi buruk. Menurut UNICEF sebab langsungnya adalah 1

Upload: paula-cohen

Post on 20-Nov-2015

218 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULANI. Latar BelakangAnak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia.

Pada tahun 2012, Indonesia merupakan Negara dengan kasus gizi buruk terbanyak nomor 5 di dunia. Jumlah balita yang kekurangan gizi di Indonesia sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan 4,5 persen dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa.Berdasarkan data status gizi balita Kabupaten Boyolali tahun 2013 didapatkan 9 kasus balita gizi buruk, dimana 3 kasus diantaranya adalah gizi buruk di Kecamatan Nogosari.

Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus bangsa. Keadaan ini berpengaruh pada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangai secara tepat dan cepat.Banyak faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi gizi buruk. Menurut UNICEF sebab langsungnya adalah kurangnya asupan gizi dari makanan dan penyakit bawaan yang mengakibatkan mudah terinfeksi penyakit DBD, HIV/ AIDS, TB, dan lain-lain. Sedangkan sebab tak langsung meliputi meliputi pola asuh anak, ketersedian pangan, layanan kesehatan dan sanitasi. Kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan diduga menjadi penyebab utama terjadinya gizi buruk. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangai dengan dua pendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, puskesmas perawatan, pusat pemulihan gizi (PPG) atau therapeutic feeding center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan dengan rawat jalan.

Perawatan gizi buruk di rumah tangga memerlukan kehatihatian dan ketelitian. Hal ini mengingat kondisi fasilitas di rumah tangga seperti kebersihan lingkungan, keadaan air bersih, sirkulasi udara yang sangat berbeda dengan kondisi di fasilitas kesehatan. Selain itu, perawatan kasus gizi buruk dirumah tangga memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kondisi pasien maupun kesiapan petugas. Keberhasilan perawatan ditingkat rumah tangga memerlukan partisipasi dan kepatuhan keluarga untuk mematuhi anjuran dari petugas kesehatan. Hal ini dapat terjadi jika petugas kesehatan dapat memberikan bimbingan, bantuan dan pendampingan bagi keluarga.II. Tujuan

A. Tujuan umumMeningkatkan status gizi dan menurunkan angka kematian anak gizi buruk.B. Tujuan khusus1. Dilakukannya penapisan anak gizi buruk 2. Diketahuinya penyebab kasus gizi buruk melalui pendekatan HL.Blum.3. Terselenggaranya kegiatan perawatan anak gizi buruk sesuai standar4. Tercapainya peningkatan status gizi anak5. Dilakukannya pemantauan dan evaluasi pelayanan anak gizi burukIII. Sasaran

1. Anak gizi buruk

2. Keluarga anak gizi buruk

IV. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah dapat memberikan informasi dalam penanganan dan pemantauan penderita gizi buruk pada balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Nogosari dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi terlebih dahulu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKAI. Gizi Buruk

A. Definisi

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Anak balita sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun . Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur , dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut.

B. Klasifikasi

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.

1. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.

Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Tanda tipe kwashiorkor sebagai berikut :

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

3. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.C. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk

Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:

1.Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia

Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan sering/cair 23 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok.

2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah < 36o Celcius. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan dengan cara ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut atau dengan membungkus anak dengan selimut tebal dan meletakkan lampu di dekatnya. Selama masa penghangatan dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur setiap 30 menit sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil tetap dibungkus dengan selimut/pakaian rangkap agar tidak jatuh kembali pada keadaan hipotermia.

3. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan dehidrasi adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan:

a. Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap 1/2jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus KEP disebut ReSoMal.b. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat minum, lakukan rehidrasi intravena (infus) RL/Glukosa 5% dan NaCl dgn perbandingan 1:1.

4. Pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit

Pada semua KEP Berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :

a. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.b. Defisiensi Kalium (K) dan Magnesium (Mg).Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu minimal 2 minggu.Berikan makanan tanpa diberi garam/rendah garam, untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr kecil dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral dalam bentuk makanan lumat.Contoh bahan makanan sumber mineral

Sumber Zink

: daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam

Sumber Cuprum

: daging, hati.

Sumber Mangan

: beras, kacang tanah, kedelai.

Sumber Magnesium :kacang-kacangan, bayam.

Sumber Kalium

: jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat, bayam, daging tanpa lemak.

5. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi

Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut:UMUR

ATAU

BERAT BADANKOTRIMOKSASOL

(Trimetoprim + Sulfametoksazol)

Beri 2 kali sehari selama 5 hariAMOKSISILIN

Beri 3 kali sehari untuk 5 hari

Tablet dewasa

80 mg trimeto

prim + 400 mg sulfametok

sazolTablet Anak

20 mg trimeto

prim + 100 mg sulfametok

sazolSirup/5ml

40 mg trimeto

prim + 200 mg sulfametok

sazolSirup

125 mg

per 5 ml

2 sampai 4 bulan

(4 - < 6 kg)12,5 ml2,5 ml

4 sampai 12 bulan

(6 - < 10 Kg)25 ml5 ml

12 bln s/d 5 thn

(10 - < 19 Kg)137,5 ml10 ml

6. Pemberian makanan, balita KEP berat

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, yaitu fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

a. Tahap StabilisasiTujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula WHO 75/modifikasi/Modisco dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :

Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa

Energi : 100 kkal/kg/hari

Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari

Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari) Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet

Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik

7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita

Fase ini meliputi 2 fase setelah fase stabilisasi yaitu transisi dan rehabilitasi :

a. Fase Transisi (minggu II)

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan untuk menghindari resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

Ganti formula khusus awal dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2.9 gr/100 ml) dalam jangka waktu 48 jam . Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asal kandungan energi dan protein sama

Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kg bb/kali pemberian (200 ml/kg bb/hari).Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi: Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari

Protein 4-6 gram/kg bb/hari

b. Fase Rehabilitasi (Minggu IIIVII)

1) Formula WHO-F 135/pengganti/modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

2) Energi : 150220 kkal/kg bb/hari.

3) Protein : 46 gr/kgbb/hari.

4) Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.

5) Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

FASEWAKTU PEMBERIANJENIS MAKANANFREKWENSIJUMLAH CAIRAN (ml) SETIAP MINUM MENURUT BB ANAK

4 Kg

6 Kg8 Kg10 Kg

StabilisasiHari 1-2

Hari 3-4

Hari 5-7F75/modifikasi/Modisco

F75/modifikasi/Modisco

F75/Modifikasi/Modisco 12 x ( dg ASI )

12 x ( tanpa ASI)

8 x ( dg ASI)

8 x (tanpa ASI)

6 x (dg ASI)

6 x (Tanpa ASI)45

45

65

65

90

9065

65

100

100

130

130-

90

-

130

-

175-

110

-

160

-

220

TransisiMinggu 2-3

F100/modifi

kasi/Modisco I

Atau II4 x ( dg ASI )

6 x ( tanpa ASI)

130

90

195

130

-

175-

220

Rehabilita

Si

BB < 7 KgMinggu 3-6

F135/modifi

kasi/Modisco III, ditambah

Makanan lumat/makan

lembik

sari buah

3 x ( dg/tanpa ASI )

3 x 1 porsi

1 x90

-

100

100

-

100

150

-

100175

-

100

BB >7 KgMakanan lunak/makan

An biasa

Buah3 x 1 porsi

1 2 x 1 buah-

--

--

--

-

Cara Membuat: a. Larutan Formula WHO75

Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan elektrolit, diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum

Larutan modifikasi :

Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung, minyak. Tambahkan air sehingga mencapai 1 L (liter) dan didihkan hingga 5-7 menit.

b. Larutan Formula WHO 100 dan modifikasi Formula WHO 100

Cara seperti membuat larutan Formula WHO 75Larutan modifikasi :Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan ulekan (blender, dengan ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus disaring dengan air secukupnya. Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak, dan larutan elektrolit. Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih selama 5-7 menit.

c. Larutan elektrolit

Bahan untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas :

KCL

224 g

Tripotassium Citrat

81 g

MgCL2.6H2O

76 g

Zn asetat 2H2O

8,2 g

Cu SO4.5H2O

1,4 g

Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)

Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO 75, Formula WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan tersebut tidak tersedia, 1000 mg Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan elektrolit tersebut bisa didapat dari 2 gr KCL atau sumber buah-buahan antara lain sari buah tomat (400 cc)/jeruk (500cc)/pisang (250g)/alpukat (175g)/melon (400g).

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro

Semua pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral, walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan BB nya mulai naik (pada minggu II). Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari :

a. Tambahan multivitamin lainb. Bila BB mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat/sirup besic. Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis tunggal.d. Vitamin A oral 1 kali. e. Dosis tambahan disesuaikan dgn baku pedoman pemberian kapsul vitamin A

9. Berikan stimulasi dan dukungan emosionalPada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya diberikan : kasih sayang, ciptakan lingkungan menyenangkan,.lakukan terapi bermain terstruktur 15-30 menit/hari, rencanakan aktifitas fisik setelah sembuh, tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain)

10. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah

Bila BB anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas/bidan di desa.

Nasehatkan kepada orang tua untuk :

Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas

Pelayanan di Posyandu untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.

Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat

Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu

Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal

-Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

D. Kriteria Balita Gizi Buruk yang Dirawat di Rumah Tangga

Balita gizi buruk yang boleh dirawat dirumah tangga sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:1.Sudah melewati fase Stabilisasi (masa kritis).2.Tidak menerita komplikasi atau tnda-tanda gawatdarurat medis yang mengancam jiwanya, misalnya campak, diare, peneumonia, kejang, dan kesadaran menurun (letargis)3.Ada tim penanggulangan gizi buruk ditingkat puskesmas dan petugas yang bisa melakukan kunjungan rumah secara terjadwal4.Fasilitas dirumah tangga memungkinkanII. Rubella KongenitalA. Definisi

Congenital Rubella Syndrome (CRS) merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang di bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Cacat bawaan yang paling sering dijumpai ialah tuli sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular, dan retardasi mental.B. Epidemiologi

CRS pertama kali dilaporkan pada tahun 1941 oleh Norman Greg1 seorang ahli optalmologi Australia yang menemukan katarak bawaan di 78 bayi yang ibunya mengalami infeksi rubella di awal kehamilannya. Berdasarkan data dari WHO paling tidak 236 ribu kasus CRS terjadi setiap tahun di negara berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemi. Pada tahun 1999, ditemukan 7 kasus Rubella Kongenital di Indonesia. C. EtiologiRubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, family Togaviridae. Virus dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita. Pada waktu terdapat gejala klinis virus ditemukan pada sekret nasofaring, darah, feses dan urin. Virus rubela tidak mempunyai pejamu golongan intervetebrata dan manusia merupakan satu-satunya pejamu golongan vertebrata. Cara penularannya terjadi melalui percikan ludah ketika batuk, bersin dan udara yang terkontaminasi. D. Patofisiologi

Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Dalam ruangan tertutup, virus rubella dapat menular ke setiap orang yang berada di ruangan yang sama dengan penderita. Masa inkubasi vir us rubella berkisar antara 1421 hari. Masa penularan 1 minggu sebelum dan 4 hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada episode ini, Virus rubella sangat menular.

Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung. Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan terhambat. Dalam secret, faring dan urin bayi dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah banyak yang dapat menginfeksi bila bersentuhan langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan CRS dapat bertahan hingga beberapa bu lan atau kurang dari 1 tahun setelah kelahiran.

Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan sel akibat virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta terjadi selama viremia ibu, menyebabkan daerah (area) nekrosis yang tersebar secara fokal di epitel vili korealis dan sel endotel kapiler. Sel ini mengalami deskuamasi ke dalam lumen pembuluh darah, menunjukkan bahwa virus rubella dialihkan ke dalam sirkulasi janin sebagai emboli sel endotel yang terinfeksi.

Hal ini selanjutnya mengakibatkan infeksi dan kerusakan organ janin. Selama kehamilan muda mekanisme pertahanan janin belum matang dan gambaran khas embriopati pada awal kehamilan adalah terjadinya nekrosis seluler tanpa disertai tanda peradangan. Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek.

Organ janin dan bayi yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi yang sehat. Virus rubella juga dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara apoptosis. Apabila infeksi terjadi pada 012 minggu usia kehamilan, maka terjadi 8090% risiko infeksi janin. Infeksi maternal pada usia kehamilan 1530 minggu risiko infeksi janin menurun menjadi 1020%. Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung oleh perkembangan progresif respon imun janin, baik yang bersifat humoral maupun seluler, dan adanya antibodi maternal yang dialihkan secara pasif.

E. Diagnosis

1. Manifestasi Klinis

Rubella merupakan penyakit infeksi di antaranya 2050% kasus bersifat asimptomatis. Gejala rubella hampir mirip dengan penyakit lain yang disertai ruam. Gejala klinis untuk mendiagnosis infeksi virus rubella pada orang dewasa atau pada kehamilan adalah:

a. Infeksi bersifat akut yang ditandai oleh adanya ruam makulopapular. Ruam muncul di muka dan menyebar ke bawah. Sambil menyebar ke bawah, ruam yang muncul di atas biasanya menghilang. Ruam dapat terasa gatal dan terjadi hingga tiga hari. Dengan berlalunya bintik-bintik ini, kulit yang terkena kadangkala megelupas halus. Namun, Menurut para peneliti hanya pada 15-50% penderita Rubella yang memperlihatkan gejala bintik-bintik merah di kulit.b. Suhu tubuh >37,2Cc. Atrhalgia/artrhitis, limfadenopati biasanya di bagian belakang leher atau di belakang telinga, konjungtivitis.

Gambar 1. Ruam makulopapular pada RubellaGejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :

1. Sindroma rubella congenital, yang meliputi 4 defek utama yaitu :

a Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.

b Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal.

c Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.

d Retardasimentaldan beberapa kelainan lain antara lain:

e Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash )

f Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis

2. Extended sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi ( hipogamaglobulin ).

3. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.

2. Pemeriksaan penunjang:

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan pasien terinfeksi virus Rubella adalah pemeriksaan serologis respon imun. Respon imun yang diperiksa adalah IgM dan IgG Rubella.

a. IgM

Muncul 2-3 hari setelah ruam

Kadar puncak dicapai sekitar 1-4 minggu

Dapat dideteksi pada 3-8 minggu

Menetap hingga 6-12 bulan

b. IgG Terdeteksi 5-10 hari setelah ruam (bisa lebih awal)

Kadar puncak dicapai sekitar 15-30 hari

Menurun perlahan sampai beberapa tahun hingga mencapai titer rendah dan konstan

Jika hasil IgG (-) dan IgM (-)

Lakukan vaksinasi, baru diperbolehkan hamil 3 bulan setelah vaksinasi

Jika hasil IgG (-) dan IgM (+)

Tidak boleh hamil selama 3 bulan, infeksi harus diobati terlebih dahulu. Jika sudah sembuh, tidak perlu melakukan vaksinasi lagi karena sudah memiliki kekebalan.

Jika hasil IgG(+) dan IgM(-)

Berarti pernah terinfeksi dan antibodi yang terdapat dalam tubuh, dapat melindungi dari virus rubella. Bila hamil, bayi akan terhindar dari sindrom rubella konginetal.

Jika hasil IgG(+) dan IgM(+)

Sedang terinfeksi, harus mendapat pengobatan.Terdapat dua macam pemeriksaan untuk mengetahui adanya rubella kongenital pada janin, yaitu dengan PCR dan chorionic villus sampling. Kedua pemeriksaan tersebut harus dilakukan pada minggu keenam sampai minggu kedelapan setelah infeksi dan harus dilakukan pada umur kehamilan 22 minggu. Metode pertama yaitu teknik PCR dengan sample dari amniosintesis dan fetal blood testing yang memberikan tingkat sensitifitas dan spesifisitas 100%. Metode kedua adalah memeriksa adanya IgM dari darah janin melalui chorionic villus sampling.Berdasarkan gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital(CRS, Congenital Rubella Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. CRS confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut :

Virus rubella yang dapat diisolasi.

Adanya IgM spesifik rubella

Menetapnya IgG spesifik rubella

2. CRS compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidak lengkap. Didapatkan 2 defek dari item a , atau masing-masing satu dari item a dan b.

a. Katarak dan/ atau glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital, tuli, retinopati.

b. Purpura, splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo ensefalitis, penyakit tulang radiolusen.F. Penatalaksanaan1. Jika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan adalah simptomatis. Adamantanamin hidroklorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in vitro dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan.

2. Pada bayi yang dilakukan tergantung kepada organ yang terkena : Gangguan pendengaran diatasi dengan pemakaian alat bantu dengar, terapi wicara dan memasukkan anak ke sekolah khusus Lesi jantung diatasi dengan pembedahan Gangguan penglihatan sebaiknya diobati agar penglihatan anak berada pada ketajaman yang terbaik Jika keterbelakangan mentalnya sangat berat, mungkin anak perlu dimasukkan ke institusi khusus.

G. Pencegahan Rubella Kongenital1. Pemberian injeksi intramuskuler globulin imun serum (GIS) yang diberikan dengan dosis besar dalam 7-8 hari pasca pemajanan. pada orang yang rentan, proteksi pasif dari atau pelemahan penyakit dapat diberikan secara bervariasi dengan

2. Pemberian vaksinasi MMR Mumps, Measles, Rubella) pada anak usia 12-18 bulan. Bila pada usia tersebut belum diberikan, vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun. Sedangkan vaksinasi ulangan dianjurkan pada usia 10-12 tahun atau 12-18 tahun 3. Bila sedang hamil dan belum mengetahui apakah tubuh terlindungi dari infeksi Rubella dianjurkan melakukan pemeriksaan anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM.BAB IIILAPORAN KASUS

3.1.IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. A.Z

Jenis kelamin: Laki-laki

Umur

: 1 tahun 5 bulan

Agama

: Islam

Alamat : Putat, keyongan, Nogosari

3.2.ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal 11 Desember 2013 pukul 11.00 WIB di puskesmas Nogosari

3.2.1. Keluhan Utama

Perkembangan motorik dan sensorik anak terlambat

3.2.2. Riwayat Penyakit SekarangPada saat ini usia 1 tahun 5 bulan pasien baru akan belajar merangkak, pasien baru bisa mengangkat pantat, dan tengkurap. Untuk perkembangan verbal, pasien baru bisa mengoceh tidak bermakna ( tidak mengandung arti ).

3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada saat usia 1 bulan, pasien menderita batuk lebih dari 1 minggu disertai sesak nafas, dan berat badan nya tidak naik selama 1 bulan dari kelahiran. Kemudian pasien diperiksakan ke dokter spesialis anak, oleh dokter tersebut pasien dirujuk ke RS Dr Moewardi Surakarta, karena dicurigai adanya kelainan jantung bawaan.

Di RS Dr Moewardi pasien ditangani oleh dokter spesialis anak konsultan. Setelah diperiksa lebih lanjut diantaranya dengan echocardiografi, didapatkan hasil adanya kelainan jantung bawaan PDA ( patent ductus arteriosus ) sebesar 4mm dan VSD ( ventricular septal defect ) dengan diameter 4 cm. Semenjak saat itu setiap hari pasien mengkonsumsi obat-obatan, antara lain : digoxin, carnic, lectona, isprinol, aspar K, dan furosemid

Setelah umur 3 bulan perkembangan sensorik ( mata ) pasien juga mengalami kelainan, pergerakan mata pasien belum bisa mengikuti arah panggilan (suara). Oleh dokter spesialis anak dikonsulkan ke dokter spesialis mata. Dari pemeriksaan mata, oleh dokter disarankan untuk pemeriksaan laboratorium IgM dan IgG rubella, didapatkan hasil adanya virus rubella (+) sehingga pasien saaat itu mengalami katarak kongenital, pada umur 3 bulan. Pasien harus menjalani operasi katarak pada kedua matanya. Setelah operasi, pasien diberikan kacamata khusus, dan kontrol rutin setiap 2 bulan. Obat yang dikonsumsi adalah optimax. Untuk tindakan pemasangan lensa direncanakan pada saat usia pasien 3 tahun

3.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga

Rubella (-) Cerebral palsy (-)

DM (-) Kakak pasien lahir normal, dan keadaan sehat.

TORCH tidak diketahui

3.2.5. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama ayah , ibu, seorang kakak, dan seorang nenek. Ayahnya bekerja sebagai staf di yayasan SMA Al Firdaus, sedangkan ibunya bekerja sebagai guru di SD IT. Biaya kesehatan ditanggung sendiri. Kesan status ekonomi menengah kebawah.

3.2.6. Riwayat Kehamilan

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. ANC rutin di dokter spesialis kandungan. Riwayat konsumsi obat selama hamil disangkal, akan tetapi ibu pasien mengaku pernah menderita otitis dan telah di periksakan ke dokter spesialis THT. Riwayat memelihara hewan peliharaan seperti kucing, kelinci, sapi, dll disangkal. Selama hamil ibu pasien suka mengkonsumsi sate kambing. Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah mengalami perdarahan.

3.2.7. Riwayat Persalinan

G2P2A0, dengan persalinan spontan umur kehamilan cukup bulan dengan ditolong bidan desa.

BB = 2800 gram

PB = lupa

Lahir langsung menangis (+)

Sianosis (-)

Ikterik (-)

3.2.8. Riwayat Imunisasi

Berapa kali Umur

BCG

1x

0 bulan

DPT

3x

2, 4, 6 bulan

Polio

5x

0, 2, 4, 6, 8

Hepatitis B

3x

0, 1, 6 bulan

Campak

1x

9 bulan

Kesan imunisasi dasar : lengkap

3.2.9. Riwayat Gizi

Pasien mendapatkan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan, pada saat usia 7 bulan diberikan tambahan susu formula lactogen. Dan diberikan makanan tambahan bubur cerelac, bubur pepaya, dan bubur kacang hijau sampai sekarang. Saat ini pasien belum mengkonsumsi nasi karena tidak mau dan gigi belum ada yang tumbuh.

3.3. STATUS GIZI

Jenis kelamin : Laki-laki BB

: 6 kg

PB

: 70cm

LLA

: 13cm

LD

: 28cm

LP

: 22cm

Usia

: 1 tahun 5 bulan

Perhitungan Z score

WAZ = BB median = 6 11,3 = -4,41 (gizi buruk)

SD

1,20HAZ = TB median = 70 81,4 = -3,93 (sangat pendek)

SD

2,90

WHZ = BB median = 6 8,5 = -3,12 (sangat kurus)

SD

0,8

Kesan : gizi buruk

3.4. PERKEMBANGAN

4 bulan

: tengkurap

9 bulan

: mengangkat kepala

12 bulan: guling-guling

13 bulan: mengoceh

15 bulan: belajar merangkak ( mengangkat pantat )

Kesan : perkembangan motorik, dan sensorik terlambat

3.5. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Jenis kelamin : laki-laki

Usia

: 1 tahun 5 bulan

Berat badan : 6 kg

Panjang badan : 70cm Tanda vital :

Nadi: 80 x/menit isi cukup, irama regular, equalitas sama

Frek.nafas

: 24 x/menit

Suhu

: 36,5o C

KU/Kesadaran: kompos mentisKulit: kering (-), keriput (-)

Kepala: mesocephal, simetris

Rambut

: warna kemerahan, jarang, mudah dicabut (-)Mata:conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-), mata kering (-/-), strabismus konvergen (-)

Telinga: ukuran normal, discharge (-/-), nyeri (-/-), bengkak (-/-)

Hidung: simetris, nafas cuping hidung ( - ), secret (-/-)

Mulut: bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)

Leher:simetris, pembesaran kelenjar limfe(-), kaku kuduk (-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi:iktus kordis teraba di sela iga IV linea midclavikula sinistra, tidak kuat angkat

Perkusi:tidak dilakukan

Paru-paru

Inspeksi: simetris, tidak ada retraksi, nafas kussmaul (-)

Palpasi: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi: suara dasar vesikuler

Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen

Inspeksi: perut tampak sedikit cembung

Palpasi: supel, nyeri tekan (-), turgor baik, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

Perkusi: timpani

Auskultasi: peristaltik (+) normal

Genital : laki-laki, tidak ada kelainan

Ekstremitas

SuperiorInferior

Sianosis-/--/-

Akral dinginOedem -/--/--/--/-

Capillary refill< 2< 2

GerakanBebas / BebasBebas / Bebas

Kekuatan5/55/5

Turgor kulitNormalNormal

3.6. DIAGNOSA BANDING

3.6.1. Gizi buruk marasmik-kwashiokor

3.6.2. Penyakit Jantung Bawaan ( PDA dan VSD )

3.6.4. Infeksi oportunistik rubella

3.7.DIAGNOSA

Gizi buruk marasmik-kwashiokor dengan penyakit jantung bawaan dan infeksi oportunistik virus rubella

3.8.USULAN PENATALAKSANAAN

3.8.1. Pemberian Surat Rujukan ke RS pusat rujukan

Pemberian surat rujukan yang berlaku setiap bulan, hal ini bertujuan untuk mewujudkan penatalaksanaan ditingkat berjenjang dari fasilitas pelayanan primer ke tingkat sekunde ( RS daerah dan selanjutnya ke RS rujukan provinsi ) agar penatalaksanaan komprehensif dan paripurna

3.8.2. Pemberian Makanan Tambahan

Pemberian makanan tambahan berupa susu formula (lactogen) dan biscuit, maupun bubur cerelac dari dinas kesehatan boyolali memberikan 3 bulan pertama. Selanjutnya didapatkan dari puskesmas yang diambil dari dana sukarela maupun dana BOK, pemberian tidak dilakukan secara rutin ( terjadwal ) atau diberikan jika ada

3.8.3 Edukasi tentang cara pengolahan variasi makanan bergizi

Sosialisasi mengenai kombinasi gizi seimbang dan variasi pembuatan makanan yang dapat diberikan untuk menu makanan sehari-hari pasien. Hal ini bertujuan untuk tumbuh kejar pasien dan untuk memenuhi kebutuhan gizi. Pada pasien ini baru diperkenalkan formula modisco/F100. Cara pembuatan formula 100 (F100) yaitu dengan campuran gula pasir 80gr, susu skim/full cream 60 gram, dan minyak zaitun 85gr dalam 1 liter airContoh Resep Modifikasi FormulaBubur sari formula

Bahan :

Tepung beras: 25 gr (5 sendok makan )

Gula pasir: 10 gr ( 1 sendok makan )

Formula 75: 100 cc

Santan kental: 50 gr kelapa (5 sendok makan )

Air: 200 cc (1 gelas)

Cara Membuat :

Campur tepung beras, gula pasir, dan air diaduk sampai matang, angkat langsung campur dengan larutan formula 75 kemudian diaduk sampai rata. Siap dihidangkan dengan santan kental

Nilai Gizi:-Energy: 381,9 k kal-Protein: 4,35 gr-Lemak: 27,5 gr-Karbohidrat: 47,5 gr2.Puding agar-agar formulaBahan:-Agar- agar = 3 setengah (stngah bungkus)-gula pasir= 10 gr (2 sendok makan )-santan kelapa= 25 gr (2 setengah sendok makan)-air untuk santan =100 cc (setengah gelas)-F 100 =200 ccCara membuat:Campur bahan agar-agar, gula, dan santan diaduk sampai mendidih. Setelah mendidih angkat dari api kemudian masukkan F100 dan diaduk rata. Masukkan kedalam cetakan yang telah disiapkanNilai gizi:-Energy: 326,1 kkal-Protein: 6,6 gr-Lemak: 22,1 gr-Karbohidrat: 32,9 grCONTOH RESEP MODIFIKASI MODISCO1.Burjo modiscoBahan:-Kacang hijau: 25 gr-Gula pasir: 10 gr-Santan kental: 100 gr kelapa-Gula merah: 10 gr-Modisco setengah: 100 cc-Daun pandan dan garam secukupnyaCara membuat:Masak kacang hijau setengah matang,buatadonan air yaitu dengan santan dan modisco dicampur jadi satu rebus sampai mendidih sambil diaduk agar santan tidak pecah. Kemudian masukkan gula merah yang sudah dicairkan dan gula pasir serta kacang hijau , dan masak kembali hingga matang jangan lupa tambahkan daun pandan dan garam secukupnya.sajikan untuk 1 porsi.Nilai gizi :-Energi: 598,45kkal-Protein: 12,55 grr-Lemak: 37,0 gr-Karbohidrat: 59,53 gr2.Puntik mandalika modiscoBahan:-Pisang: 100 gr-Gula pasir: 10 gr-Telur:25 gr-Santan kental: 50 gr-Modisco III: 100 ccCara membuat:Pisang diambil dagingnya lalu dihaluskan, semua bahan dan modiscoIII dicampur menjadi satu, dan kemudian dicetak menurut selera. Terakhirdikukus sampai matang kurang lebih 30 menit.Nilai gizi-Energi : 495,4 kkal-Protein: 9,3 gr-Lemak: 29,3 gr-Karbohidrat : 52,2 gr3.8.5. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi

Pada KEP berat dengan adanya infeksi oportunistik tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak. Bila terjadi infeksi berikan antibiotik spektrum luas. Pada kasus infeksi oportunistik rubella. Untuk meningkatkan pertahanan tubuh dan nafsu makan multivitamin setiap hari juga harus ditambahkan.

3.8.7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita

3.8.7.1. Fase Transisi (minggu II)

Ganti formula khusus awal (energi 75 kal dan protein 0.9 1.0 gr/100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2.9 gr/100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asal kandungan energi dan protein sama. Naikkan dengan 10 ml/kali sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali pemberian (200 ml/kg bb/hari).

3.8.7.2. Fase Rehabilitasi (Minggu IIIVII)

1) Formula WHO-F 135/pengganti/modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

2)Energi : 150220 kkal/kgBB/hari( 900-1320 kkal/hari

3) Protein : 46 gr/kgbb/hari.( 24 36 gr/hari

.3.8.8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro

3.8.8.1 Bila BB mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat/sirup besi.

3.8.8.2. Bila pasien diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis tunggal.

3.8.8.3. Vitamin A oral 1 kali.

3.8.8.4. Dosis tambahan disesuaikan dgn baku pedoman pemberian kapsul vitamin A3.8.9. Berikan stimulasi dan dukungan emosionalPada kasus KEP berat dengan penyakit jantung bawaan dan infeksi oportunistik rubellaini dapat terjadi keterlambatan perkembangan motoric, sensorik, mental dan perilaku, karenanya diberikan: kasih sayang, ciptakan lingkungan menyenangkan dan tidak mengucilkan, lakukan terapi bermain terstruktur 15-30 menit/hari, rencanakan aktifitas fisik serta waktu beristirahat secukupnya. BAB IV

MASALAH DAN PEMBAHASANNoHL-BlumUraianAnalisa masalah

1Perilaku Ketidaktahuan orangtua mengenai penyakit TORCH (penyebab, penularan, dan pencegahan ) pada kehamilanKetidaktahuan pentingnya pengecekan torch sebelum merencanakan kehamilan

Kurangnya sosialisasi dari tenaga kesehatan di pusat kesehatan terdekat mengenai infeksi TORCH

2Keturunan (genetik)

: keluarga laki-laki yang masih

hidup

: keluarga laki-laki yang sudah

meninngal

: keluarga perempuan yang masih

hidup

: keluarga perempuan yang sudah

meninggal

: klien

: tinggal satu rumah

Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit seperti pasien

Kakek pasien meninggal dunia 2 bulan yang lalu karena sakit stroke yang dideritanya sejak kurang lebih 8 tahun yang lalu

3Lingkungan Data Individu dan keluargaPasien adalah anak kedua. Pasien tinggal serumah dengan ayah, ibu, seorang kakak dan neneknya Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai staf di yayasan al firdaus sedangkan ibunya bekerja sebagai guru di SD IT sekitar Rp 1.500.000 dan ayahnya sekitar Rp 2.000.000 Lingkungan Rumah

Rumah terbuat dari terbuat dari tembok bata, dengan alas semen. Luas rumah kurang lebih 20x50 m, sekat rumah terbuat dari kayu triplek. Terdapat 3 kamar. 1 kamar tamu dan ruang tv, 1 kamar mandi, dan 1 dapur. Ventilasi udara cukup.

Masyarakat

Hubungan dengan masyarakat sekitar baik. Namun penyakit pasien dirahasiakan dari nenek dan tetanggaKurangnya keterbukaan orangtua mengenai penyakit pasien kepada nenek maupun tetangga. Dengan jumlah penghasilan tersebut, keluarga merasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan terutama untuk membeli susu formula dan pengobatan pasien. Sehingga sedang diusahakan untuk mendapatkan kartu jamkesmas Lingkungan rumah tidak ada masalah Hubungan dengan tetangga cukup baik, akan tetapi keluarga tidak terbuka dengan keadaan sebenarnya. Pasien setiap hari diasuh oleh neneknya jika kedua orang tuanya pergi bekerja.

4Pelayanan kesehatan-Pelayanan kesehatan terdekat yaitu Bidan desa. Pelayanan kesehatan tersebut dapat dijangkau dengan mudah (berjalan kaki, angkutan umum, sepeda motor, maupun mobil).-Pelayanan puskesmas dalam 1 wilayah yaitu UPT Puskesmas Nogosari -pemberian PMT oleh dinkes 3x (3 bulan pertama)- tidak ada masalah

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN5.1.1. Pada kasus ini, pasien didiagnosa sebagai kasus gizi buruk berdasarkan kriteria WAZ, HAZ dan WHZ.5.1.2. Dari pemeriksaan fisik dan gejala klinis mengarah pada gizi buruk tipe marasmik-kwashiokor.5.1.3. Melalui pendekatan HL Blum pada kasus pasien gizi buruk ini, didapatkan masalah pada faktor perilaku,, lingkungan dan masyarakat. 5.1.4. Peningkatan status gizi anak dapat dipantau melalui garis KMS.5.1.5. Dilakukannya pemantauan dan evaluasi pelayanan pasien gizi buruk secara berkesinambungan oleh tenaga kesehatan yang terkait.5.2. SARAN

5.2.1 Pengelolaan gizi buruk membutuhkan kerjasama dan perhatian dari berbagai sektor, sehingga dibutuhkan peran aktif petugas kesehatan dan pihak-pihak terkait untuk melakukan pengelolaan tersebut

BAB VI

PENUTUP

Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini.

Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi penerus bangsa. Untuk mengetahui penyebab tingginya kasus gizi buruk tersebut, kami melakukan kegiatan kunjungan rumah pada salah satu anak gizi buruk dalam wilayah UPT Puskesmas Nogosari melalui pendekatan analisa faktor-faktor menurut HL Blum.

Demikian laporan kasus ini kami susun dalam rangka sebagai salah satu kegiatan Dokter Internship di UPT Puskesmas Nogosari. Semoga dapat menjadikan informasi dan sebagai dasar kebijakan dalam melakukan program pengelolaan gizi buruk untuk wilayah kerja UPT Puskesmas Nogosari. Saran dan kritik yang membangun senantiasa kami harapkan untuk kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKAArisman. 2004. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

Cuixia Tian, Syed Asad Ali and Jrn-Hendrik Weitkamp. 2010. Journal Congenital Infection. http://www.sense.org.uk/publication/all pubs/rubella/R03.htm.Kadek, S. Darmadi. 2007. Gejala Rubella Kongenital Berdasarkan Pemeriksaan Serologis dan RNA Virus. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret 2007: 63-71

Kasdu, Dini. 2005. Solusi Problem Kehamilan. Jakarta: Puspa Swara

Lorraine Dontigny, Montral (Qubec) Marc-Yvon Arsenault, Montral (Qubec) Marie-Jocelyne Martel. 2008. Journal Rubella in Pregnancy. http://www.cdc.gov/nip/publications/pink/rubella.pdf.Nasar, dkk. 2001. Pedoman Tata Laksana Gizi Buruk. Jakarta: IDAI

Nency, Y., Arifin. 2005. Gizi Buruk: Ancaman Generasi yang Hilang. Inovasi Edisi Vol. 5/XVII/November/2005: Inovasi Online

Reef, P. Strebel, A. Dabbagh,2M. Gacic-Dobo, et.al . 2009. Progress Toward Control of Rubella and Prevention of Congenital Rubella Syndrome. http://www.deafblind.com/crs.htlmlSantoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta

An. AZ

1