207258006 deviden dan kualitas laba

Upload: mohammad-syukri

Post on 16-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

deviden et kualitas laba

TRANSCRIPT

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    1/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    PENGARUH DIVIDEN TERHADAP KUALITAS LABA PERUSAHAAN

    Kris Semionta Ginting, 040912056

    Mahasiswa Prodi S1 Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

    Email: [email protected]

    Puput Tri Komalasari

    Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

    Email:[email protected]

    ABSTRACT

    The objectives of this study is to examine the impact of dividend paying, size of dividend

    paid and persistence in dividend payment on earnings quality. The sample of the study is

    manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2003 to 2011, with as manyas 71 firms. Earning quality is measured using ADA, AQ, AAQ and SMOOTH. Using multiple

    regression analysis, it was found that dividend paying, size of dividend paid and persistence in

    dividend payment had no significant effect on the earning quality. Thus, dividend payment can

    not be used as a signal or indicator of earning quality.

    Keyword: Dividen, Earning Quality, Earning Management.

    PENDAHULUAN

    Keterkaitan dividen dengan laba dapat dijadikan informasi (signaling theory) sebagai

    dasar analisis oleh investor untuk memperoleh gambaran mengenai kinerja perusahaan dan

    besarnya dividen yang mungkin didapatkan investor dari laba tersebut. Penelitian-penelitian

    terdahulu banyak menguji mengenai signaling theory, seperti penelitian Modligiani dan Miller

    (1961), Bhattacharya (1979) dan Miller dan Rock (1985), mengungkapkan bahwa dividen

    mengungkapkan prospek laba perusahaan dimasa yang akan datang dan pengumuman

    dividen akan diikuti oleh penyesuaian harga saham.

    Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai dividen cenderung melihat hubungan

    antara perubahan dividen yang dibagikan dengan perubahan laba atau kinerja perusahaan

    maupun harga saham dimasa depan. Sementara penelitian yang membahas tentang

    hubungan dividen dengan aspek kualitas laba perusahaan, masih sedikit.

    Melihat pentingnya informasi mengenai laba, diharapkan perusahaan menyanjikannyasesuai dengan fakta sebenarnya tentang kondisi keuangan perusahaan. Agar informasi

    mengenai laba tersebut tidak menyesatkan dan dapat memberikan informasi bagi pengguna

    untuk mengambil keputusan, maka dibutuhkan laporan laba yang berkualitas.

    Laba yang kurang berkualitas bisa terjadi karena adanya perbedaan kepentingan

    (agency conflict) antara manajemen dengan pemegang saham sehingga menimbulkan

    asimetric information. Tingginya asimetri informasi memungkinkan manajer mengelola laba

    sedemikian rupa yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga laba yang dihasilkan kurang

    berkualitas.

    mailto:[email protected]:[email protected]
  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    2/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    Caskey dan Hanlon (2005), mereka mengemukakan bahwa kecurangan dalam laporan

    keuangan (fraudulent) merupakan indikasi dari kualitas laba yang buruk dan menemukan dari

    sampel mereka bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan adalah perusahaan yang

    lebih jarang membayar dividen atau dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan sampel

    perusahaan tidak curang (non-fraudulent). Tong dan Miao (2011), mengungkapkan bahwa

    pembagian dividen berhubungan positif dengan kualitas laba, dan terdapat dua alasan

    mengapa dividen dapat menjadi indikasi kualitas laba yang baik. Pertama, terlalu mahal bagimanajer untuk membagikan dividen tunai atas laba yang tidak merefleksikan kinerja

    perusahaan, sebab dibutuhkan arus kas yang sebenarnya untuk membagikan dividen tersebut.

    Dalam hal ini, pembagian dividen mengurangi ketidakpastian atas perkiraan arus kas dan

    mengurangi manipulasi yang mungkin dilakukan oleh pihak manajemen. Alasan kedua,

    berdasarkan teori keagenan (agency theory), pembagian dividen dapat berperan dalam

    mengurangi biaya konflik keagenan antara manajer dan pemegang saham. Pembagian

    dividen meningkatkan kemungkinan manajer untuk memperoleh pendanaan eksternal,

    sehingga manajer akan diawasi oleh bank, bursa saham, dan penyedia dana. Oleh karena itu,

    perusahaan yang membagikan dividen diekspektasikan memiliki kualitas laba yang lebih baik

    dibandingkan perusahaan yang tidak membagikan dividen.

    Menurut penelitian Skinner dan Stoles (2008), perusahaan yang membagikan dividen

    memiliki laba yang persisten dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membagikandividen. Selain itu, perusahaan yang membagikan dividen dalam jumlah yang relatif kecil

    memiliki kualitas laba yang yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang

    membagikan dividen dalam jumlah relatif besar. Penelitian Caskey dan Hanlon (2005) juga

    membuktikan bahwa perusahaan yang tidak menaikkan atau menurunkan dividen yang

    dibagikannya cenderung memiliki kualitas laba yang buruk dibandingkan perusahaan yang

    menaikkan ukuran dividen yang dibagikan. Tong dan Miao (2011), yang dalam penelitiaannya

    menggunakan berbagai proksi kualitas laba juga membuktikan adanya hubungan positif

    antara pembagian dividen, jumlah dividend dan persistensi dividen terhadap kualitas laba

    perusahaan.

    Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penelitian kali ini

    akan meneliti hubungan pembagian dividen beserta besar kecilnya dividen yang dibagikan

    terhadap kualitas laba. Selain itu, penelitian ini juga meneliti persistensi pembagian dividenterhadap kualitas laba.

    Tinjauan Pustaka

    Hubungan Dividen dengan Kualitas Laba

    Kinerja perusahaan yang telah dicapai oleh pihak manajemen diinformasikan kepada

    pemegang saham melalui laporan keuangan. Salah satu indikator kinerja perusahaan adalah

    laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa besarnya

    kompensasi yang akan didapatkan oleh manajemen tergantung dari besarnya laba yang

    mampu dihasilkan perusahaan. Ketika pemilik tidak dapat memonitor secara sempurna aktivitas

    manajemen, maka manajemen dapat menentukan kebijakan yang mengarah pada

    peningkatan tingkat kompensasi yang akan diperoleh manajemen, yang salah satunya adalah

    kebijakan akuntansi.

    Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kinerja keuangan

    perusahaan yang sesungguhnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya

    tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan.

    Pihak manajemen yang telah didelegasikan oleh pemegang saham untuk mengelola

    dan mengambil keputusan perusahaan, memiliki informasi yang superior dibandingkan para

    pemegang saham, hal inilah yang dapat menjadi masalah keagenan antara manajer dengan

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    3/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    pemegang saham. Dengan dilakukannya pembayaran dividen, maka dapat mengurangi dan

    mencegah permasalahan ini.

    Kemampuan untuk membayar dividen tergantung dari ketersediaan kas perusahaan.

    Terlalu mahal bagi manajer untuk membagikan dividen atas laba yang tidak merefleksikan

    kinerja perusahaan, sebab dibutuhkan arus kas yang sebenarnya untuk membagikan dividen

    tersebut. Dalam hal ini, pembagian dividen mengurangi ketidakpastian atas perkiraan arus kasdan mengurangi manipulasi yang mungkin dilakukan oleh pihak manajemen.

    Berdasarkan teori keagenan (agency theory), pembagian dividen meningkatkan

    kemungkinan manajer untuk memperoleh pendanaan eksternal, sehingga manajer akan

    diawasi oleh bank, bursa saham, dan penyedia dana. Glassman (2005) menyatakan bahwa

    pembayaran dividen akan menyebabkan perusahaan cenderung untuk tidak melaporkan laba

    yang direkayasa yang tidak menghasilkan arus kas yang sebenarnya untuk pembayaran

    dividen. Burton Malkiel (2003) juga berpendapat bahwa ketika laba yang dilaporkan

    dipandang secara skeptis, dividen akan memberikan sinyal yang kuat pada investor tentang

    kekuataan finansial dan kredibilitas laba yang dilaporkan. Oleh karena itu, perusahaan yang

    membagikan dividen diekspektasikan memiliki kualitas laba yang lebih baik dibandingkan

    perusahaan yang tidak membagikan dividen.

    Pengukuran Kualitas Laba

    Proksi pertama yakni ADA (absolute value of the performance-adjusted discretionary

    accruals) merupakan model dari Kothari (2001). Model Kothari mengontrol faktor kinerja

    perusahaan (ROA) dalam modifikasinya atas model Modified Joness (1991). Model Modified

    Joness mencoba memperbaiki kelemahan model Jones yang hanya menggunakan

    perubahan laba dengan menambahkan perubahan piutang untuk estimasi model. Estimasi

    tersebut mengasumsikan bahwa semua perubahan dalam penjualan kredit merupakan

    manipulasi. ADA menangkap tindakan oportunistik manajemen atas laporan keuangan

    sehingga mengindikasikan akurasi laporan keuangan atas kinerja operasi saat ini. Semakin

    tinggi nilai ADA semakin rendah kualitas laba. ADA diperoleh dari nilai absolut residual dari

    persamaan berikut:

    ( )

    +

    Dimana:

    = Total akrual perusahaan, yaitu laba sebelum pos luar biasa (EBEI) dikurangi arus kasoperasi (CFO) dibagi total aset pada perusahaan i dan tahun t.

    = Total aset perusahaan i pada tahun t.= Perubahan penjualan perusahaan i pada tahun t. = Perubahan piutang perusahaan i pada tahun t. = Nilai dari property, plant, dan equipment perusahaan i pada tahun t. = Return on asset perusahaan i pada tahun t-1 = Errorpenelitian perusahaan i pada periode t

    Proksi kedua (AQ) dan ketiga (AAQ) berdasarkan Dechow and Dichevs (2002), dimanadalam kedua model ini menggambarkan apakah arus kas yang dilaporkan dengan basis akrual

    benar-benar mencerminkan arus kas sebenarnya. Model Dechow menangkap estimasi dari

    arus kas operasi periode sebelumnya, saat ini, dan periode yang akan datang pada

    perubahan modal kerja. Residual dari estimasi tersebut merefleksikan akrual yang tidak

    berhubungan dengan realiasi cash flow; dan standar deviasi dari residual tersebut merupakan

    kualitas akrual pada level perusahaan, dimana standar deviasi tinggi menunjukkan kualitas

    akrual rendah. Selanjutnya, kualitas akrual digunakan sebagai pengukur kualitas laba (Sloan,

    1996; Dechow dan Dichev, 2002; Francis, 2004). Kesalahan estimasi dalam akrual menyebabkan

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    4/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    menurunnya kemampuan akrual dalam proyeksi arus kas yang sebenarnya yang dapat

    digunakan untuk mendukung aktivitas perusahaan yang mengeluarkan kas, seperti dividen.

    Model ini juga menunjukkan bahwa perhitungan akrual menstabilkan dan memperbaiki

    pengakuan arus kas sehingga laba lebih baik lagi dalam merefleksikan kinerja masa kini dan

    indikator kinerja masa yang akan datang.

    Proksi kedua yakni AQ (Accrual Quality) diperoleh dari standar deviasi residual model inisecara tahunan. Model ini menangkap variabilitas kesalahan estimasi dalam proyeksi akrual

    terhadap arus kas laba yang dilaporkan beberapa periode. Rumus proksi kedua adalah:

    , t= t-4,t

    Menghitung nilai residual:

    (a)

    Menghitung CACCit

    Dimana:

    = NilaiAccrual Qualityperusahaan i pada tahun t = Standar deviasi = Nilai residual dari persamaan (a) perusahaan i pada tahun t = Akrual lancar (current accruals) dibagi dengan total asset perusahaan i pada tahun t. = Perubahan current assetperusahaan i pada tahun t. = Perubahan current liability perusahaan i pada tahun t.= Perubahan kas dan setara kas perusahaan i pada tahun t. = Perubahan utang jangka pendek perusahaan i pada tahun t. = Arus kas operasi dibagi dengan total aset perusahaan i pada tahun t. = Perubahan penjualan dibagi dengan total asset perusahaan i pada tahun t. = Aset tetap bruto dari property, plant, dan equipment perusahaan i pada tahun tdibagi dengan total asset perusahaan i pada tahun t.

    = Errorpenelitian perusahaan i pada periode t

    Proksi ketiga adalah AAQ (Absolute value of the residuals accrual quality), sama seperti

    AQ, nilai AAQ diperoleh dari model Dechow dan Dichev (2002). AAQ adalah nilai absolut dari

    residu estimasi persamaan diatas dalam satu tahun.

    ,

    Dimana:

    = Nilai absolut residual perusahaan i pada tahun t = Nilai residual dari persamaan (a) perusahaan i pada tahun t

    Proksi keempat adalah SMOOTH, proksi ini ingin menunjukkan apakah terjadinya

    perataan dalam laba perusahaan. Hasil dari perataan laba ini akan menunjukkan managerial

    discretion pada laporan keuangan yang bertujuan efisiensi daripada tindakan oportunis darimanajemen. Semakin kecil rasio tersebut menunjukkan laba semakin smooth, sehingga

    dipandang laba semakin sustainable. Dengan kata lain, semakin smoothberarti semakin tinggi

    kualitas laba. Sebaliknya, jika rasio tersebut semakin besar menunjukkan laba semakin fluktuatif,

    berarti semakin rendah kualitas laba, dan dipandang sebagai kekaburan laba (earnings

    opacity) (Sunarto:2009).

    Perataan laba diukur dengan rumus:

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    5/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    Dimana:

    NI = Laba bersih sebelum pos luar biasa perusahaan i pada tahun t.

    CFO = Arus kas oprasional perusahaan i pada tahun t.

    Asset = Total asset perusahaan i pada tahun t. = Standar deviasi dari t-4 hingga t.

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas LabaTong dan Miao (2011) mengatakan bahwa dari penelitian sebelumnya telah dikemukakan

    beberapa faktor yang memiliki hubungan dengan dividen dan kualitas laba, diantaranya:

    1. Ukuran Perusahaan (Size)

    Menurut penelitian Watts dan Zimmerman (1978), perusahan besar cenderung

    menghindari manajemen laba untuk menghindari eksposur dari luar perusahaan.

    Selain itu perusahaan yang besar dapat dikatakan lebih mampu menghasilkan laba

    dibandingkan perusahaan dengan total aset yang kecil. Size dihitung dari logaritma

    natural total asset.

    2. Pertumbuhan Eksternal (Book To Market)

    Book to market ratio (BTM) adalah perbandingan antara nilai buku per lembar

    saham dengan nilai pasar saham. Nilai dari rasio ini ditentukan pada respon pasar(eksternal). Nilai buku per lembar saham sangat mencerminkan nilai perusahaan.

    Bagi investor, rasio BTM yang tinggi mencerminkan perusahaan tersebut masih

    undervalue dan memiliki prospek untuk mencapai nilai ekonomis sewajarnya. Rasio

    BTM yang rendah mengindikasikan perusahaan tersebut dihargai lebih mahal karena

    sedang bertumbuh dan memiliki profitabilitas yang tinggi. Nilai perusahaan yang

    tinggi (BTM rendah) akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan

    kedepan. Hal itu juga menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai

    perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga

    tinggi (Soliha dan Taswan, 2002). Perusahaan yang memiliki prospek pertumbuhan

    yang tinggi cenderung untuk memanipulasi laba untuk mempertahankan

    pertumbuhan yang tinggi. BTM dihitung dari nilai buku ekuitas dibagi nilai pasar

    ekuitas.

    3. Pertumbuhan Internal (Growth)

    Pertumbuhan secara internal perusahaan didasarkan pada pertumbuhan penjualan

    yang mampu dihasilkan. Menurut McNichols (2002), perusahaan yang sedang

    bertumbuh memiliki akrual yang tinggi, sehingga perusahaan yang memiliki

    prtumbuhan yang tinggi dapat lebih leluasa untuk melakukan manajemen laba.

    Growthdihitung dari perubahan penjualan dibagi penjualan awal.

    4. Pengembalian Terhadap Aset (ROA)

    Merupakan ukuran efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan

    memanfaatkan aset yang dimilikinya. Semakin besar nilai ROA menunjukkan semakin

    tinggi profitabilitas suatu perusahaan, karenanya perusahaan yang memiliki

    profitabilitas tinggi cenderung tidak akan melakukan manajemen laba. Dengan

    demikian, variabel ini diduga memiliki hubungan positif terhadap proksi kualitas laba.

    ROA diukur dari laba operasi sebelum pos luarbiasa (EBEI) dibagi total asset.

    5. Kinerja Perusahaan (Loss)

    Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi cenderung untuk menghindari

    manajemen karena kenyataannya perusahaan mampu untuk bertumbuh. Namun

    akan berbeda apabila perusahaan mengalami kerugian, praktik manajemen laba

    akan cenderung dilakukan untuk mempertahankan nilai perusahaan. Menurut Lang

    dan Lundholm (1993), determinan penting perilaku pengungkapan dan pelaporan

    adalah kinerja perusahaan. Lee dkk. (2006) menyatakan bahwa kualitas laba

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    6/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    berhubungan positif dengan kinerja perusahaan. Loss diukur dengan memberikan

    nilai 1 apabila perusahaan memperoleh laba negatif dan bernilai 0 bila berlaba

    positif.

    6. Umur Perusahaan (Age)

    Umur perusahaan dapat mencerminkan kemapanan suatu perusahaan. Perusahan

    yang lebih mapan diharapkan memiliki kualitas laba yang lebih baik. Perusahaan

    yang telah berada pada tahap maturitycenderung membagikan dividen dan tidakbertumbuh pesat lagi. Hasil studi Dechow dkk. (2003) menunjukkan bahwa

    karakteristik discretionary accruals yang relatif besar terdapat pada perusahaan

    dengan laba kecil disertai dengan karakteristik umur perusahaan yang lebih kecil.

    Umur perusahaan dihitung dari logaritma umur perusahaan sejak listing di bursa

    dalam satuan bulan.

    7. Laba Ditahan

    Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang diputuskan

    untuk tidak dibagikan kepada pemegang saham. Perusahaan yang memiliki kinerja

    baik pasti mampu untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan

    maka semakin tinggi pula laba ditahan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan

    yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung menghindari manajemen laba. Laba

    ditahan diukur dari laba ditahan perusahaan dibagi total asset.8. Struktur Utang (Leverage)

    Praktik manajemen laba lebih potensial dilakukan pada perusahaan yang memiliki

    struktur utang yang tinggi untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang. Jika

    utang meningkat, penggunaan debt covenant menjadi semakin diperlukan untuk

    mengurangi konflik keagenan. Kagagalan memenuhi perjanjian utang dapat

    mengakibatkan perusahaan menanggung biaya yang tinggi, sehingga perusahaan

    termotivasi untuk melakukan manajemen laba, Dichev and Skinner (2002). Leverage

    diukur dari total hutang dibagi total ekuitas.

    9. Intensitas Modal (Capital intensity)

    Penggunaan Intensitas modal didefinisikan sebagai rasio antar fixed asset seperti

    peralatan, mesin dan berbagai property terhadap asset total. Rasio ini

    menggambarkan seberapa besar asset perusahaan diinvestasikan dalam bentuk

    fixed asset untuk peningkatan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi rasio ini makasemakin tinggi kemungkinan profitabilitas suatu perusahaan, karenanya perusahaan

    yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung tidak akan melakukan manajemen

    laba. Intensitas modal dihutung dari asset tetap dibagi total asset.

    10. Level Kompetisi (M_INDEX)

    Market index menunjukkan level kompetisi dalam suatu industri. Perusahaan yang

    memiliki pangsa pasar besar (M_INDEX tinggi) memiliki profitabilitas tinggi dan stabil

    (lebih mapan) sehingga tidak perlu melakukan manajemen laba dan memiliki laba

    yang berkualitas. Dengan demikian variabel ini diduga memiliki hubungan yang

    positif terhadap proksi kualitas laba. M_Index diperoleh dari penjualan perusahaan

    dibagi total penjualan dalam satu industri.

    11. Volatilitas Arus Kas Operasional

    Menurut penelitian Hribar dan Nichols (2007), pengujian kualitas laba kurangtercermin apabila volatilitas arus oprasional tidak terkontrol. Arus kas yang

    berfluktuatif dikhawatirnya dapat menjadi sinyal yang buruk, sehingga manajemen

    termotivasi untuk melakukan manajemen laba untuk menstabilkan arus kas. Dengan

    demikian variabel ini diduga memiliki hubungan yang negatif terhadap proksi

    kualitas laba. Volatilitas arus kas diperoleh dari standar deviasi empat tahun arus kas

    operasional dibagi total asset.

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    7/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    Hipotesis

    H1: Pembagian dividen berpengaruh positif terhadap kualitas laba..

    H2: Jumlah dividen yang dibagikan berpengaruh positif terhadap kualitas laba.

    H3: Pembagian dividen secara persisten berpengaruh positif terhadap kualitas laba.

    Model Analisis

    Model Pertama

    Model Kedua

    Model Ketiga

    Keterangan:

    = Kualitas laba yang diproyeksikan oleh ADA, AQ, AAQ,dan SMOOTH.

    = Pembagian dividen, yang bernilai 1 jika perusahaan membagikan dividentunai, dan bernilai 0 jika perusahan tidak membagikan dividen pada tahun t.

    = Pembagian dividen, yang bernilai 1 jika perusahaan membagikan dividenyang besar atau payout ratio yang lebih dari 0.25, tetapi tidak lebih besar dari 2.0

    pada tahun t dan bernilai 0 jika tidak demikian.

    = Pembagian dividen, yang bernilai 1 jika perusahaan membagikan dividensecara kontinyu dari t-4 sampai t, dan berniali 0 jika sebaliknya.

    = Ukuran perusahaan yang diproyeksikan dengan logaritma natural dari totalasset.

    = Prospek pertumbuhan perusahaan yang diproyeksikan dengan book to marketratio.

    = Prospek pertumbuhan perusahaan yang diproyeksikan denganpertumbuhan penjualan.

    = Return on asset perusahaan.

    = Kinerja perusahaan, yang bernilai 1 jika laba sebelum pos luar biasa (EBEI)kurang dari nol, bernilai 0 jika sebaliknya pada tahun t.

    = Umur perusahaan yang diproyeksikan oleh logaritma natural dari lamanyaperusahaan listing(dalam satuan bulan).

    = Laba ditahan dibagi total asset perusahaan pada tahun t.

    = Struktur utang perusahan yang diproyeksikan dengan debt equity ratio.

    = Intensitas modal perusahaan I pada tahun t

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    8/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    =Level kompetisi dalam industri yang diproyeksikan dengan Market Index.

    = Volatilitas oprasional yang diproyeksikan dengan standar deviasi dari arus kasoprasional dideflasikan dengan total asset dari t sampai t-4.

    =Interceptpersamaan regresi

    =Errorpenelitian perusahaan I pada periode t.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Deskripsi Hasil Penelitian

    Tabel 1

    Deskripsi DataPEMBAGIAN DIVIDEN BESAR DIVIDEN PERSISTENSI DIVIDEN

    Membagikan Tidak Membagikan Besar Kecil Persisten Tidak Persisten

    44.72% 55.28% 75.59% 24.41% 44.09% 55.91%Sumber: Data diolah..

    Selama periode penelitian, terdapat 284 jumlah observasi yang memenuhi kriteria. Daritotal 284 observasi, sebanyak 44,72% (127 observasi) membagikan dividen, sedangkan sisanya

    55,28% (157 observasi) tidak membagikan dividen. Diantara 127 observasi yang membagikan

    dividen, sebanyak 75.59% atau 96 observasi tergolong membagikan dividen dalam jumlah

    besar (payout ratio 25%). Sedangkan sisanya 24.41% membagikan dividen dalam jumlah kecil.

    Dari observasi yang membagikan dividen terdapat sejumlah 44,09% (56 observasi) membagikan

    dividen secara persisten sedangkan sisanya 55.91% (71 observasi) tidak membagikan dividen

    secara persisten.

    Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata dari variabel ADA, AQ dan AAQ

    masing-masing sebesar 0.0698, 0.0885 dan 0.7916. Artinya rata-rata kesalahan akrual yang di

    proyeksikan ADA, AQ dan AAQ sebesar 6.98%, 8.85% dan 7.91% dari nilai aset. Variabel SMOOTH

    dalam penelitian ini rata-rata bernilai 1.16. Nilai terbesar serta terkecil dari SMOOTH masing-

    masing bernilai 29.26 dan 0.04. Nilai SMOOTH yang tinggi mengindikasikan perusahaan laba

    semakin fluktuatif, berarti semakin rendah kualitas laba, dan dipandang sebagai kekaburan

    laba.

    PEMBAHASAN

    Pengaruh Dividen dengan Kualitas Laba

    Beradasarkan hasil uji pengaruh secara parsial yang dapat dilihat dalam tabel 2,

    menunjukkan bahwa variabel DIV memiliki pengaruh positif terhadap keempat proksi kualitas

    laba ADA, AQ, AAQ dan SMOOTH. Namun tidak satupun yang menunjukkan hasil signifikan.

    Dalam penelitian ini hasil yang tidak signifikan, menunjukkan bahwa pembagian dividen

    yang dilakukan perusahaan tidak berarti menjamin perusahaan itu terbebas dari praktik

    manajemen laba dan mencerminkan perusahaan memiliki laba yang berkulitas. Berdasarkan

    bird in hand theory yang menyatakan bahwa investor lebih tertarik terhadap pembayarandividen perusahaan dan signaling theoryyang menunjukkan dividen dapat meningkatkan nilai

    perusahaan, maka pembagian dividen yang dilakukan oleh perusahaan bukan ingin

    menunjukkan bahwa perusahaan memiliki laba yang berkualitas karena tersedianya kas, tetapi

    lebih kepada mengurangi konflik keagenan dan meningkatkan nilai perusahaan.

    Breeden (2003) dalam Rahmad (2009) juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan

    antara membayar dividen dan kualitas laba, kemampuan membayar dividen lebih tergantung

    dengan keadaan dan kebutuhan kas perusahaan. Dong, dkk (2005) juga menyatakan bahwa

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    9/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    investor menolak bahwa pembayaran dividen oleh perusahaan, menunjukkan bahwa

    perusahaan tersebut bebas dari manipulasi.

    Pengaruh Jumlah Dividen dengan Kualitas Laba

    Dari tabel 3 menunjukkan variabel BIG_DIV berpengaruh secara positif (bertanda

    negatif) terhadap keempat proksi kualitas laba, namun tidak ada yang berpengaruh secara

    signifikan. Hal ini berarti bahwa besarnya jumlah dividen belum tentu mencerminkan kualitaslaba perusahaan.

    Hasil yang tidak signifikan dalam penelitian ini diduga karena dalam kebijakan dividen

    perusahaan tentu harus memperhatikan berbagai faktor terlebih dahulu sebelum dibagikan.

    Misalnya model residual dividen, dimana sebelum membagikan dividen perusahaan

    mempertimbangkann kesempatan investasi perusahaan, struktur modal dan laba ditahan untuk

    kebutuhan modal, jika terdapat sisa laba maka dividen akan dibagikan. Hasil penelitian Savov

    (2006) juga menyatakan bahwa investasi berpengaruh negatif terhadap dividen, yang berarti

    apabila perusahaan melakukan investasi maka tidak cukup kas untuk dibayarkan dividen. Hal

    ini juga sesuai dengan masalah keagenan apakah laba yang dihasilkan akan dibagiakan

    dalam bentuk dividen atau dilakukan investasi sehingga dapat meningkatkan pendapatan

    dimasa mendatang. Hasil tidak signifikan ini juga sesuai dengan penelitian Skinner dan Soltes

    (2009) yang menunjukkan bahwa jumlah dividen tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitaslaba. Skinner dan Soltes (2009) berargumen bahwa status pembagian dividenlah yang lebih

    tepat sebagai indikator kualitas laba, terlepas dari berapa jumlah dividen yang dibagikan.

    Pengaruh Persistensi Pembagian Dividen dengan Kualitas Laba

    Sama halnya dengan variabel DIV dan BIG_DIV, variabel PDIV dalam tabel 3 juga

    menunjukkan pengaruh positif (bertanda negatif) kepada keempat proksi kualitas laba, yaitu

    ADA, AQ, AAQ dan SMOOTH. Namun tidak ada satupun yang menunjukkan pengaruh yang

    signifikan.

    Hasil tidak signifikan ini diduga karena pembagian dividen secara persisten tentu hanya

    bisa dilakukan oleh perusahaan yang tergolong berfundamental baik dan berpengasilan yang

    relatif stabil atau dapat digolongkan sebagai perusahaan besar (big firm). Skiner dan Soltes

    (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa, perusahaan-perusahaan yang membagikandividen cenderung merupakan kelompok yang homogen dengan kualitas laba yang lebih baik

    dibandingkan perusahaan-perusahaan yang tidak membagikan dividen, sehingga

    memampukan mereka membagikan dividen, terlepas dari jumlah yang dibagikan. Karakteristik

    data dalam penelitian ini mirip dengan karakteristik data penelitian Skiner dan Soltes (2009),

    dimana dalam penelitian ini hanya terdapat 15 perusahaan yang tergolong membagikan

    dividen secara persisten dan berjumlah besar (payout ratio 0.25). Selain itu, mungkin juga

    dikarenakan masih sedikitnya jumlah observasi yang membagikan dividen secara persiten,

    membuat hasil penelitian ini tidak signifikan. Dalam penelitian ini, dari 284 observasi hanya 56

    observasi atau 19,7% yang tergolong membagikan dividen secara persisten. Dengan demikian

    sebesar 80,3% sisa dari total observasi, tentu tidak dapat dikatakan memiliki kualitas laba yang

    rendah.

    Pengaruh Size dengan Kualitas Laba

    Dalam model pertama, kedua dan ketiga, keempat proksi kualitas laba menunjukkan

    hubungan yang positif (bertanda negatif), tetapi hanya hanya proksi AQ dan AAQ saja yang

    signifikan. Perusahaan besar cenderung memiliki laba yang berkualitas karena perusahaan

    besar dapat dikatakan lebih mampu untuk menghasilkan dan mempertahankan laba

    dibandingkan perusahaan kecil, sehingga praktik manajemen laba cenderung dihindari. Selain

    itu perusahaan juga ingin menghindari eksposur dari luar, karena perusahaan besar biasanya

    diperhatikan oleh banyak orang.

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    10/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    Alasan bahwa tidak signifikannya ADA dan SMOOTH mungkin disebabkan

    pembentukan rumus kualitas laba itu sendiri. Proksi ADA mengukur kualitas laba berdasarkan

    akrual dan proksi SMOOTH mengukur perataan laba perusahaan. Sedangkan AQ dan AAQ

    berdasarkan arus kas perusahaan. Dalam hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhitungan

    kualitas laba berdasarkan arus kas lebih menangkap manajemen laba yang dilakukan

    perusahaan.

    Pengaruh BTM dengan Kualitas Laba

    Dalam model pertama, kedua dan ketiga, variabel BTM berhubungan positif (bertanda

    negatif) hanya pada proksi ADA, sedangkan ketiga proksi lainnya yakni AQ, AAQ dan SMOTH

    menunjukkan arah sebaliknya, terdapat hubungan negatif (bertanda positif) namun tidak

    signifikan antara BTM dengan ketiga proksi laba. Dugaan apabila perusahaan memiliki BTM

    rendah yang berarti memiliki nilai perusahaan tinggi, cenderung untuk melakukan manajemen

    laba untuk mempertahankan nilai perusahaan yang tinggi tidak terbukti. Perbedan hasil

    penelitian dengan dugaan, mungkin karena perusahaan yang memiliki BTM tinggi dihargai

    terlalu murah (underpricing), sehingga perlu melakukan manajemen laba untuk menaikkan nilai

    perusahaan. Sementara perusahaan yang memiliki BTM rendah telah mengindikasikan prospek

    pertumbuhan perusahaan kedepan sehingga lebih mampu untuk menghasilkan keuntungan

    kedepannya tanpa perlu melakukan manajemen laba. Selain itu alasan lainnya mungkinkarena periode penelitian yang juga menyertakan tahun 2007-2008. Dimana pada tahun

    tersebut terjadi krisis global, yang mempengaruhi harga saham di Indonesia. Selain itu

    perbedaan hasil antara proksi laba, mungkin dikarenakan dari rumus proksi laba itu sendiri.

    Proksi ADA mengukur kualitas laba yang memfokuskan pada tingkat akrual perusahaan,

    sedangkan proksi AQ, AAQ memfokuskan pada arus kas operasi perusahaan, dan SMOOTH

    memfokuskan pada peraataan laba perusahaan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Tom

    Miao (2011) menunjukkan proksi SMOOTH menunjukkan arah sebaliknya dari dugaan, hal ini

    berarti berbedanya proksi kualitas laba yang digunakan akan menyebabkan perbedaan hasil

    pula.

    Pengaruh GROWTH dengan Kualitas Laba

    Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga hubungan pertumbuhan penjualan

    (GROWTH) terhadap proksi kualitas laba ADA, AQ, AAQ dan SMOOTH berpengaruh secaranegatif (bertanda positif) namun tidak signifikan.

    Alasan tidak signifikannya hasil penelitian mungkin dikarenakan perusahaan tersebut

    memang memperoleh laba yang sebenarnya dari pertumbuhan penjualannya sesuai dengan

    konsidisi ekonomi. Selain itu, pertumbuhan penjualan tentu akan menaikkan laba perusahaan

    sehingga praktik manajemen laba tidak perlu untuk dilakukan manajemen.

    Pengaruh ROA dengan Kualitas Laba

    Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga menunjukkan adanya hubungan

    yang positif (bertanda negatif) namun tidak signifikan hanya pada proksi AQ saja. Sedangkan

    ketiga proksi lainnya ADA, AAQ dan SMOOTH menunjukkan arah yang sebaliknya namun tidak

    signifiakan. Dugaan semakin besar nilai ROA menunjukkan semakin tinggi profitabilitas suatu

    perusahaan, karenanya perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung tidak akanmelakukan manajemen laba tidak terbukti. Perbedaan hasil penelitian ini diduga karena

    perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi merasa perlu untuk melakukan manajemen laba

    dikarenakan adanya motif untuk mengurangi pembayaran pajak serta menjaga agar target

    pendapatan periode berikutnya tidak terlalu berat untuk dicapai.

    Pengaruh LOSS dengan Kualitas Laba

    Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga, hanya proksi AAQ dan SMOOTH

    saja menunjukkan adanya pengaruh negatif (bertanda positif) dan signifikan pada variabel

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    11/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    LOSS. Sedangkan proksi ADA dan AQ dari ketiga model menunjukkan hasil sebaliknya, yaitu

    berhubungan positif (bertanda negatif), namun hanya proksi ADA yang signifikan. Dugaan

    bahwa apabila perusahaan mengalami kerugian (LOSS), praktik manajemen laba akan

    cenderung dilakukan untuk mempertahankan nilai perusahaan hanya terbukti bila

    mengunakan proksi kualitas laba AAQ dan SMOOTH. Sedangkan hasil sebaliknya ditunjukkan

    bila menggunakan proksi ADA dan AQ. Perbedaan hasil dalam penelitian ini diduga karena

    perbedaan rumus perhitungan proksi kualitas laba itu sendiri. Rumus proksi ADA telahmengikutsertakan ROA dalam perhitungannya, dimana dalam perhitungan ROA telah

    memasukkan unsur discretionary accrual, sehingga discretionary accrualyang ingin ditunjukkan

    dalam ADA menjadi bias atau kurang tertangkap oleh proksi ADA. Dechow (2009) juga

    mengatakan bahwa perhitungan residual dengan kontrol performa (ROA) akan menambahkan

    gangguan (noise)saat mengukur discretionary accrual.Selain itu, Hasil penelitian Tom dan Miao

    (2011) juga menunjukkan terjadinya perbedaan arah dan signifikan pada proksi ADA.

    Sedangkan proksi AQ, yang dalam perhitungannya melalui standar deviasi empat tahun

    membuat discretionary accrual menjadi tidak terlihat namun hasil berbeda apabila hanya

    dalam satu tahun (perhitungan proksi AAQ).

    Pengaruh AGE dengan Kualitas Laba

    Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga, hubungan variabel AGEmenunjukkan adanya pengaruh positif (bertanda negatif) pada proksi AQ dan AAQ, tetapi

    hanya proksi AAQ saja yang signifikan. Sedangkan proksi ADA dan SMOOTH menunjukkan arah

    sebaliknya tetapi tidak signifikan. Perusahaan yang lebih berumur lebih mampu untuk

    menghasilkan laba (mapan) sehingga tidak perlu melakukan manajemen laba (laba

    berkualitas) terbukti bila menggunakan poksi AAQ sebagai kualitas labanya. Sedangkan hasil

    yang berbeda diduga karena perusahaan yang telah mencapai maturity tidak lagi

    membutuhkan dana yang banyak untuk melakukan ekspansi sehingga kurang dari

    pengawasan eksternal, selain itu perusahaan yang mencapai maturity lebih cenderung untuk

    melakukan praktik manajemen laba karena adanya kekhawatiran akan dilikuidasi (Ross, 2008)

    Pengaruh RE dengan Kualitas Laba

    Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga hanya proksi AQ, AAQ dan

    SMOOTH saja yang menunjukkan adanya pengaruh positif (bertanda negatif) yang signifikanpada variabel RE. Proksi AAQ signifikan pada model kedua saja, sementara model pertama

    dan ketiga tidak signifikan. Sedangkan untuk proksi ADA menunjukkan pengaruh sebaliknya

    yakni negatif terhadap variabel RE, namun tidak signifikan.

    Semakin tinggi laba yang dihasilkan maka semakin tinggi pula laba ditahan

    perusahaan. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung

    menghindari manajemen laba. Alasan proksi ADA menunjukkan hal sebaliknya, mungkin

    dikarenakan keterkaitan pembentukan rumus ADA itu sendiri. ADA mengukur kualitas laba

    berdasarkan pendapatan (akrual), sedangkan proksi lainnya berdasarkan arus kas. Hasil

    penelitian ini menunjukkan perhitungan kualitas laba berdasarkan arus kas lebih menangkap

    manajemen laba yang dilakukan perusahaan.

    Pengaruh LEV dengan Kualitas LabaDalam model penelitian pertama dan kedua dan ketiga menunjukkan adanya

    pengaruh negatif (bertanda positif) signifikan hanya pada proksi ADA, AQ dan AAQ.

    Sedangkan proksi SMOOTH berpengaruh positif (bertanda negatif) signifikan. Adanya

    hubungan negatif (bertanda positif) antara leverage dengan kualitas laba disebabkan karena

    kagagalan memenuhi perjanjian utang dapat mengakibatkan perusahaan menanggung biaya

    yang tinggi. Untuk mengindari biaya yang tinggi ini, perusahaan cenderung termotivasi untuk

    melakukan manajemen laba, Dichev and Skinner (2002).

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    12/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    Alasan proksi SMOOTH menunjukkan adanya hubungan positif signifikan (bertanda

    negatif) antara leverage dengan kualitas laba mungkin disebabkan karena semakin tinggi

    potensi kegagalan memenuhi perjanjian hutang, pihak kreditur akan lebih mengawasi

    perusahaan sehingga perusahaan berusaha menunjukkan laba yang lebihsmoothagar terlihat

    berkualitas. Sehingga berbedanya hasil SMOOTH sebenanrnya menunjukkan bahwa

    perusahaan melakukan manajemen laba. Selain itu, mungkin berbedanya hasil yang

    ditunjukkan oleh SMOOTH sebenanrnya menunjukkan bahwa perusahaan melakukanmanajemen laba dengan cara men-smoothinglaba dan arus kasnya.

    Pengaruh CAP dengan Kualitas Laba

    Dalam model pertama dan kedua dan ketiga, proksi ADA, AQ dan AAQ menunjukkan

    adanya pengaruh positif (bertanda negatif) signifikan dengan intensitas modal (CAP)

    Sedangkan proksi SMOOTH menunjukkan pengaruh sebaliknya yakni negatif (bertanda positif)

    namun tidak signifikan.

    Intensitas Modal (Capital intensity) menggambarkan seberapa besar asset perusahaan

    diinvestasikan dalam bentuk fixed asset untuk peningkatan profitabilitas perusahaan. Sehingga

    semakin tinggi rasio ini maka semakin tinggi kemungkinan profitabilitas suatu perusahaan, oleh

    karenanya perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung tidak akan melakukan

    manajemen laba.

    Hasil berbeda yang ditunjukkan proksi SMOOTH, mungkin disebabkan karena rasio

    intensitas modal yang bersifat sensitif terhadap pendapatan (revenue) dan biaya (cost).

    Dimana semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi pula bentuk aset tetap (fix asset)

    perusahaan. Artinya kemungkinan profitabilitas perusahaan semakin tinggi karena

    memanfaatkan aset tetapnya. Begitu pula sebaliknya, kemungkinan perusahaan merugi juga

    semakin tinggi karena biaya yang harus ditanggung dari tingginya aset tetap yang dimiliki.

    Sehingga manajemen termotivasi untuk melakukan praktik manajemen laba.

    Pengaruh M-INDEX dengan Kualitas Laba

    Pada model pertama, kedua dan ketiga hanya proksi ADA yang menunjukkan adanya

    hubungan positif (bertanda negatif) tidak signifikan dengan M-INDEX. Sedangkan proksi AQ,

    AAQ dan SMOOTH menunjukkan arah sebaliknya yaitu berpengaruh negatif, namun signifikanhanya pada AQ. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar besar berada pada level kompetisi

    rendah yang memiliki profitabilitas tinggi dan stabil (lebih mapan) sehingga tidak perlu

    melakukan manajemen laba dan memiliki laba yang berkualitas.

    Hasil penelitian yang berbeda arah mungkin menunjukkan bahwa semakin tinggi pangsa pasar

    (kompetisi rendah) perlu untuk melakukan manajemen laba, untuk mengurangi biaya pajak

    serta menjaga agar target pendapatan berikutnya tidak terlalu berat untuk dicapai. Karena

    perusahaan yang biasanya telah menguasai pangsa pasar telah memasuki tahap maturedan

    tidak berekspansi lagi.

    Pengaruh CFO_STD dengan Kualitas Laba

    Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga menunjukkan bahwa volatilitas arus

    kas yang berhubungan negatif (bertanda positif) hanya pada proksi ADA, AQ dan AAQ, tetapihanya ADA dan AAQ yang signifikan. Sedangkan hasil berbeda ditunjukkan oleh proksi

    SMOOTH yang berhubungan positif (bertanda negatif) dan signifikan. Kualitas laba kurang

    tercermin apabila volatilitas arus oprasional tidak terkontrol, Hribar dan Nichols (2007). Arus kas

    yang berfluktuatif dikhawatirnya dapat menjadi sinyal yang buruk, sehingga manajemen

    termotivasi untuk melakukan manajemen laba untuk menstabilkan arus kas. Sedangkan hasil

    yang tidak signifikan oleh AQ disebabkan perhitungan proksi AQ itu sendiri. Proksi AQ

    menghitung standar deviasi empat tahun, sehingga discretionary accrual yang ingin ditangkap

    dalam AQ kurang terlihat. Sementara berbedanya hasil yang ditunjukkan oleh SMOOTH,

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    13/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    mungkin sebenanrnya menunjukkan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba dengan

    cara men-smoothinglaba dan arus kasnya.

    KESIMPULAN

    Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan dividen terhadap kualitas laba.

    Selain itu penelitian ini juga ingin mencoba berbagai pengukuran proksi kualitas laba yakniADA, AQ, AAQ dan SMOOTH. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan

    perusahaan di sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2003-

    2011 dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh pembagian dividen, besarnya dividen yang

    dibayarkan dan persistensi pembagian dividen tidak terbukti signifikan terhadap kualitas laba

    yang diproksikan ADA, AQ, AAQ dan SMOOTH. Hal ini berarti dividen tidak mengandung

    informasi terkait kualitas laba.

    Meskipun demikian, penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan, yakni jumlah sampel

    yang hanya terbatas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2003-

    20011. Selain itu, proksi kualitas laba sendiri masih terbatas kemampuannya dalam

    menggambarkan laba yang berkualitas mengingat sampai saat ini belum ada kesepakatan

    bersama tentang ukuran laba yang berkualitas. Proksi kualitas laba yang digunakan dalam

    penelitian ini hanya menguji empat proksi kualitas laba saja, masih ada proksi kualitas labalainnya yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

    Terlepas dari keterbatasan tersebut, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi

    berbagai pihak, yakni emiten dalam kebijakan dividennya, serta pengguna laporan keuangan

    dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini juga berkontribusi terhadap penelitian yang

    sudah ada tentang kandungan informasi yang dimiliki oleh dividen, mengingat penelitian yang

    menganalisis hubungan dividen dan kualitas laba masih jarang.

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    14/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    DAFTAR PUSTAKA

    Bhattacharya, S. 1979. Imperfect information, dividend policy, and "the bird in the hand" Fallacy.

    Journal of Economics, Vol. 10, No. 1: 259- 270.

    Boulton, Thomas J., Scott B. Smart, dan Chad J. Zutter. 2011. Earnings Quality and International

    IPO Underpricing.The Accounting Review 86: 483-505.

    Breeden, R.2003. Restoring Trust: Report to The Hon. Jed S, Rakoff, The United Satates District

    Court for the Southern District of New York, on Corporate Governance for the Futher of

    MCI, Inc.

    Burton Malkiel. 2003. The dividend bounce. Wall Street Journal: Opinion.

    Caskey, J., dan M. Hanlon. 2005. Do dividends indicate honesty? The relation between dividends

    and the quality of earnings. Working paper, University of Michigan.

    Darmadji, Tjiptono dan Fakhruddin, Hendy M. 2001. Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Salemba

    Empat.

    Dechow, P., R. Sloan and A. Sweeney. 1995. Detecting Earnings Managements. The Accounting

    Review Vol.70.

    Glassman, J. 2005. When numbers dont add up. Kiplingers (August): 32-34.

    Gordon, M. 1961. The investment, financing, and valuation of the corporation. Review of

    Economics and Statistics.

    Indonesia Capital Market Directory 2003-2011. Jakarta : ECFIN

    Jensen, M. 1986. Agency costs of free cash flow, corporate finance, and takeovers. The

    American Economic Review, Vol. 76, No. 2: 323-329.

    Kusuma H. 2005. Dampak Manajemen Laba Terhadap Relevansi Informasi Akuntansi: BuktiEmpiris dari Indonesia. Jurnal Ekonomi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Petra.

    Kothari, S., A. Leone, dan C. Wasley. 2001. Performance matched discretionary accruals

    measures. Journal of Accounting and Economics 39: 163197.

    Lang, M., dan R. Lundholm. 1993. Cross-sectional determinants of analyst ratings of corporate

    disclosures. Journal of Accounting Research 31: 246271.

    Lee, Chi-Wen Jevons, Laura Yue Li, dan Heng Yue. 2006. Performance, Growth, and Earnings

    Management. Review of Accounting Studies11(2/3): 305-344.

    Lintner, J. 1956. Distribution of Incomes of Corporations Among Dividends, Retained Earnings,

    and Taxes. The American Economic Review, Vol. 46, No. 2: 97-113.

    Litzenberger, R dan K.Ramaswamy, 1980, "Dividends, Short Selling Restrictions, Tax Induced

    Investor Clientele and Market Equilibrium", Journal of Finance 35(2), 469-482.

    Mahmudi. 2001, Manajemen Laba (Earning Management): Sebuah Tinjauan Etika Akuntansi,

    Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 3, No.2, Agustus.

    McNichols, M. 2002. Discussion of the quality of accruals and earnings: The role of accrual

    estimation errors. The Accounting Review 77: 6169.

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    15/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    McNichols, M. 2000. Research design issues in earnings management studies. Departement of

    accounting Stanford University

    Miller, M., dan F. Modigliani. 1961. Dividend policy, growth and the valuation of shares. The

    Journal of Business 34.

    Miller, M. dan K. Rock. 1985. Dividend policy under asymmetric information. The Journal ofFinance 40: 10301051.

    Nasser, e.m & Herlina. 2003. Pengaruh Size, Profitabilitas dan Leverage Terhadap Perataan Laba

    Pada Perusahaan Go Publik. Jurnal Ekonomi, vol 7(3), hal 291-305.

    Nuryani, Siti. 2009. Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Hutang, Kebijakan Dividen dan Perataan

    Laba. Fakultas Ekonomi. Universitas Airlangga.

    Rahmad, Elly. 2009. Manajemen Laba, Investasi dan kebijakan dividen pada perusahaan.

    Fakultas Ekonomi. Universitas Airlangga.

    Ross, S. A., R. W. Westerfield dan B. D. Jordan. 2008. Corporate finance fundamentals 8th

    edition: international student edition. New York: McGraw-Hill/ Irwin.

    Sirait, Febriela. 2012. Hubungan Pembagian Dividen Dengan Kualitas Laba. Universitas Indonesia

    Savov, S. 2006. Earning Manajemen, Investment and dividen payment. Working paper, University

    of Mannheim.

    Sharpe, William F.,Gordon J Alexander and Jeffery V. Bailey. 1997. Investasi jilid I dan II (Edisi

    Bahasa Indonesia). Pearson Education Asia Pte. Ltd dan PT. Prenhallindo.

    Skinner, D. J. dan E. Soltes. 2009. What do dividends tell us about earnings quality? Review of

    Accounting Studies.

    Sun, Lan and Subhrendu Rath. The Effect of Firm Performance on Modeling Discretionary

    Accruals: An Evaluation of Accrual Models.

    Sunarto. 2008. Peran Persistensi Laba Memperlemah Hubungan Antara Earnings Opacity

    Dengan Cost of Equity dan Trading Volume Activity.

    Sundjaja, Ridwan S dan Inge Barlian. 2002. Manajemen Keuangan Satu, Edisi Keempat. Jakrta:

    Prenhallindo.

    Tong, Y, dan B. Miao.2011. Are dividends associated with the quality of earnings? Accounting

    Horizons 25:183205.

    Watts, R., dan J. Zimmerman. 1990. Positive accounting theory: A ten-year perspective. The

    Accounting Review 65: 131156.

    Weston, fred J. dan Brigham, F. Eugene. 1989. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Edisi

    Kesembilan. Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    16/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    LAMPIRAN

    Tabel 2

    Deskripsi Data Periode Pengamatan

    N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

    ADA 284 .00008 .41782 .0698063 .06341744

    AQ 284 .00627 .39651 .0885715 .06603209

    AAQ 284 .00040 .67339 .0791639 .08549809

    SMOOTH 284 .04062 29.26287 1.1624446 2.73256862

    SIZE 284 10.74654 18.54163 13.8701589 1.47951683

    BTM 284 .02270 30.11185 1.6702986 2.57605848

    GROWTH 284 -.89119 53.39483 .3460234 3.19391565

    ROA 284 -.16060 .59665 .1106983 .12293966

    AGE 284 3.43399 5.85220 5.1509677 .32468039

    RE 284 -1.86593 .76617 .1500869 .39680346

    LEV 284 .04135 .99560 .4950129 .23837763

    CAP 284 .00330 .83754 .3410930 .20040768

    M_INDEX 284 .00036 .91470 .1564547 .21944072

    CFO_STD 284 .00318 .74397 .0751551 .07178081

    Tabel 3

    Pengaruh Pembagian Dividen Terhadap Kualitas Laba (model pertama)

    B Sig. B Sig. B Sig. B Sig.

    DIV + - -0.004 0.630 -0.013 0.165 -0.009 0.411 -0.191 0.221SIZE + - -0.004 0.173 -0.013 0.000 -0.007 0.064 -0.004 0.950

    BTM + - -0.001 0.489 0.002 0.172 0.001 0.610 0.024 0.316

    GROWTH - + 0.000 0.717 0.000 0.785 0.000 0.982 0.011 0.565

    ROA + - 0.035 0.337 -0.007 0.849 0.036 0.436 0.291 0.652

    LOSS - + -0.024 0.060 -0.017 0.218 0.028 0.074 0.810 0.001

    AGE + - 0.007 0.491 -0.007 0.550 -0.038 0.008 0.221 0.251

    RE - - 0.006 0.599 -0.025 0.043 -0.019 0.172 -1.065 0.000

    LEV + + 0.045 0.007 0.076 0.000 0.070 0.001 -1.473 0.000

    CAP + - -0.037 0.051 -0.047 0.018 -0.041 0.080 0.164 0.636

    H_INDEX - + -0.028 0.155 0.057 0.007 0.012 0.640 0.347 0.330

    CFO_STD - + 0.326 0.000 0.074 0.155 0.137 0.023 -1.771 0.044

    Constant

    F Statistic

    Sig. F

    R Square

    Adj. R Square

    Hubungan Tanda ADA

    0.064

    VARIABEL BEBAS

    8.440

    .000b

    0.272

    0.24

    AQ

    0.272

    7.043

    .000b

    0.238

    0.204

    Kualitas Laba

    SMOOTH

    0.676

    7.797

    .000b

    0.259

    0.226

    AAQ

    0.338

    4.722

    .000b

    0.182

    0.143

  • 5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba

    17/17

    Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg

    Tabel 4

    Pengaruh Besar Dividen Terhadap Kualitas Laba (model kedua)

    Tabel 5

    Pengaruh Persistensi Dividen Terhadap Kualitas Laba (model ketiga)

    B Sig. B Sig. B Sig. B Sig.

    DIV + - -0.014 0.108 -0.003 0.763 -0.003 0.809 -0.194 0.206

    SIZE + - -0.004 0.199 -0.014 0.000 -0.008 0.039 -0.011 0.848

    BTM + - -0.001 0.597 0.002 0.218 0.001 0.660 0.025 0.304

    GROWTH - + 0.000 0.767 0.000 0.730 0.000 0.954 0.011 0.563

    ROA + - 0.043 0.237 -0.015 0.697 0.031 0.511 0.301 0.641

    LOSS - + -0.024 0.065 -0.017 0.212 0.028 0.077 0.814 0.000

    AGE + - 0.009 0.420 -0.008 0.512 -0.038 0.007 0.228 0.237

    RE - - 0.009 0.447 -0.030 0.012 -0.023 0.097 -1.093 0.000

    LEV + + 0.043 0.010 0.081 0.000 0.073 0.001 -1.453 0.000

    CAP + - -0.037 0.049 -0.049 0.016 -0.042 0.072 0.147 0.671

    H_INDEX - + -0.024 0.226 0.059 0.007 0.013 0.611 0.410 0.252

    CFO_STD - + 0.331 0.000 0.072 0.171 0.137 0.024 -1.737 0.049

    Constant

    F Statistic

    Sig. F

    R Square

    Adj. R Square

    Hubungan TandaVARIABEL BEBAS

    0.141

    AAQ

    0.391

    4.659

    .000b

    0.18

    ADA

    0.119

    8.711

    .000b

    0.278

    0.246

    AQ

    0.295

    6.843

    .000b

    0.233

    0.199

    SMOOTH

    0.705

    7.809

    .000b

    0.26

    0.227

    Model Kedua

    B Sig. B Sig. B Sig. B Sig.DIV + - -0.001 0.909 -0.014 0.254 -0.004 0.786 -0.085 0.678

    SIZE + - -0.005 0.163 -0.012 0.001 -0.008 0.063 -0.013 0.831

    BTM + - -0.001 0.447 0.002 0.246 0.001 0.691 0.020 0.400

    GROWTH - + 0.000 0.701 0.000 0.790 0.000 0.960 0.012 0.536

    ROA + - 0.031 0.377 -0.018 0.630 0.028 0.531 0.140 0.826

    LOSS - + -0.024 0.060 -0.016 0.234 0.028 0.076 0.809 0.001

    AGE + - 0.007 0.520 -0.009 0.425 -0.039 0.006 0.197 0.308

    RE - - 0.005 0.691 -0.026 0.033 -0.022 0.118 -1.129 0.000

    LEV + + 0.047 0.005 0.079 0.000 0.073 0.001 -1.413 0.000

    CAP + - -0.038 0.050 -0.053 0.009 -0.044 0.068 0.111 0.753H_INDEX - + -0.028 0.177 0.064 0.004 0.013 0.601 0.389 0.290

    CFO_STD - + 0.324 0.000 0.061 0.245 0.133 0.029 -1.886 0.034

    Constant

    F Statistic

    Sig. F

    R Square

    Adj. R Square

    Hubungan TandaVARIABEL BEBAS ADA

    0.068

    8.414

    .000b

    0.271

    0.239

    Model Ketiga

    SMOOTH

    0.880

    7.648

    .000b

    0.256

    0.222

    AQ

    0.280

    6.974

    .000b

    0.236

    0.202

    AAQ

    0.349

    4.661

    .000b

    0.18

    0.141