205043456-wetland

11
CONSTRUCTED WETLAND 1. Pengertian Constructed Wetland Lahan basah buatan (constructed wetland) adalah sebuah daerah yang dirancang dan dibuat oleh manusia, yang terdiri dari substrat-substrat jenuh, vegetasi yang timbul maupun tenggelam, kehidupan satwa, dan air, yang menyerupai lahan basah alami (natural wetland) untuk dipergunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan manusia (Hammer D.A., 1989). 2. Fungsi wetland buatan Fungsi dari lahan basah buatan salah satunya adalah untuk keperluan pengolahan air limbah, lahan basah ini dapat didefinisikan sebagai ekosistem buatan manusia yang didesain khusus untuk memurnikan air tercemar dengan memanfaatkan proses fisika, kimia dan biologi pada suatu kondisi yang saling berintergrasi seperti yang biasa terjadi dalam system lahan basah alami. 2.1.1 Fungsi Ekologis Wetland Selain berfungsi untuk mengolah air limbah, lahan basah buatan juga memiliki fungsi ekologis yaitu: a. Sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan Tumbuhan dan mikroorganisme merupakan komponen utama pada lahan basah yang berfungsi sebagai pengolah air limbah, selain tumbuhan dan mikroorganisme pada lahan buatan yang berskala besar bisa dijadikan sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan dan tempat berkembang biak ikan dan burung air. Tingginya tingkat keaneka ragaman pada lahan basah biatan dapatmenjadi indicator bagus atau tidaknya kualitas lingkungan dari lahan basah buatan (Gelt, 1997). b. Sebagai tempat pengolah air limbah Berbagai sumber air limbah baik air limbah domestic, pertanian, industry, pertambangan maupun air tercemar dari run-off dapat diolah/dimurnikan dalam lahan basah buatan. Selain sebagai tempat pengolah air limbah wetland buatan ini dapat difungsikan

Upload: tora-rato

Post on 04-Feb-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

wetland adalah salah satu metode penanganan air asam tambang

TRANSCRIPT

Page 1: 205043456-WETLAND

CONSTRUCTED WETLAND

1. Pengertian Constructed WetlandLahan basah buatan (constructed wetland) adalah sebuah daerah yang dirancang dan dibuat oleh

manusia, yang terdiri dari substrat-substrat jenuh, vegetasi yang timbul maupun tenggelam, kehidupan satwa, dan air, yang menyerupai lahan basah alami (natural wetland) untuk dipergunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan manusia (Hammer D.A., 1989).

2. Fungsi wetland buatanFungsi dari lahan basah buatan salah satunya adalah untuk keperluan pengolahan air limbah, lahan

basah ini dapat didefinisikan sebagai ekosistem buatan manusia yang didesain khusus untuk memurnikan air tercemar dengan memanfaatkan proses fisika, kimia dan biologi pada suatu kondisi yang saling berintergrasi seperti yang biasa terjadi dalam system lahan basah alami.

2.1.1 Fungsi Ekologis WetlandSelain berfungsi untuk mengolah air limbah, lahan basah buatan juga memiliki fungsi ekologis yaitu:

a. Sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan

Tumbuhan dan mikroorganisme merupakan komponen utama pada lahan basah yang berfungsi sebagai pengolah air limbah, selain tumbuhan dan mikroorganisme pada lahan buatan yang berskala besar bisa dijadikan sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan dan tempat berkembang biak ikan dan burung air. Tingginya tingkat keaneka ragaman pada lahan basah biatan dapatmenjadi indicator bagus atau tidaknya kualitas lingkungan dari lahan basah buatan (Gelt, 1997).

b. Sebagai tempat pengolah air limbah

Berbagai sumber air limbah baik air limbah domestic, pertanian, industry, pertambangan maupun air tercemar dari run-off dapat diolah/dimurnikan dalam lahan basah buatan. Selain sebagai tempat pengolah air limbah wetland buatan ini dapat difungsikan untuk memperbaiki kualitas air dari sungai atau danau dengan cara air dari sungai atau danau dibelokkan ke dalam wetland buatan dan didiamkan selama beberapa waktu agar terjadi proses purifikasi secara alami sebelum akhirnya dialirkan kembali kedalam badan sungai atau danau.

Proses pengolahan air limbah pada wetland yaitu dengan memanfaatkan tumbuhan air dan mikroorganisme sebagai pengolah polutan serta matahari sebagai sumber energinya. Mikroorganisme ini menempel pada akar tumbuhan air dan melakukan proses penguraian terhadap zat pencemar dimana akar tanaman air menghasilkan okisgen sehingga tercipta kondisi aerobic yang mendukung penguraian tersebut.

Page 2: 205043456-WETLAND

c. Mengatur sistem hidrologis

Wetland memiliki kemampuan dalam mengatur system hidrologi. Pada musim penghujan wetland merupakan kawasan penyangga yang menampung kelebihan air agar tidak langsung membanjiri dataran rendah di sebelah hilirnya.

Ketika beban puncak curah hujan terjadi, wetland meredam besarnya aliran air yang keluar dari sana. Sebaliknya, pada musim kemarau ketika curah hujan rendah, wetland melepaskan sedikit demi sedikit cadangan air yang dikandungnya ke perairan yang berhubungan dengannya (termasuk juga akuifer). Dengan demikian, wetland berfungsi untuk mengurangi besarnya fluktuasi aliran yang mengalir di perairan. Sama halnya dengan fungsi hutan di daerah pegunungan, wetland berperan sebagai regulator aliran air, namun dengan daya tampung yang jauh lebih besar (Khiatuddin, 2003).

2.1.2 Manfaat Ekonomis Rawa BuatanManfaat ekonomis dari wetland yaitu mampu menghasilkan berbagai jenis tumbuhan dan hewan bernilai ekonomis. Tumbuhan bernilai ekonomis yang dapat dijumpai di sekitar wetland buatan antara lain adalah sagu, nipah, bakau, dan bambu. Berbagai tumbuhan air yang hidup di dalam perairan wetland buatan juga dapat memberikan keuntungan ekonomis, antara lain dengan menjadikannya sebagai makanan ternak, input reaktor gas bio, kompos, tanaman hias kolam, ataupun input industri kerajinan. Cyperus papyrus dan Typha adalah contoh tumbuhan rawa yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Jenis tumbuhan air lain yang dapat digunakan sebagai input industry kerajinan adalah Eceng gondok (Eichorrnia crassipes).

Dari kelompok hewan, organisme bernilai ekonomis yang biasa dijumpai di ekosistem wetland buatan adalah ikan. Ikan-ikan tersebut biasanya sengaja ditebarkan untuk menambah daya guna wetland buatan. Jenis-jenis ikan yang ditebarkan itu antara lain adalah Karper rumput (Ctenopharyngodon idella), Wuchang (Megalobrama amblyocephala), Karper perak (Hypophthalmicthys molitirix), Mas (Cyprinus carpio), Mujair (Oreochromis mossambicus), dan Nila (O. niloticus) (Khiatuddin, 2003).

Selain menghasilkan berbagai tumbuhan dan hewan yang bernilai ekonomis, wetland juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi, dimana wetland didesain dengan bentang alam yang indah dan eksotis sehingga mampu menarik masyarakat untuk berkunjung guna melihat flora maupun fauna yang hidup di wetland buatan.

3. Mekanisme penghilangan bahan polutan pada wetlandProses-proses yang terjadi di dalam wetland secara lengkap meliputi proses-proses fisik, fisik-kimia,

dan biokimia. Proses-proses fisik terdiri dari proses sedimentasi, filtrasi, pemangsaan, dan pemanasan. Proses-proses fisik-kimia terdiri dari proses adsorbsi bahan pencemar oleh tanaman air, sedimen, dan subtrat organik. Novotny dan Olem (1984),

Sedangkan proses-proses biokimia terdiri dari proses penguraian zat pencemar oleh bakteri yang menempel pada permukaan subtrat/media, perakaran tanaman, dan serasah serta penyerapan nutrien dan zat-zat pencemar lainnya oleh tanaman. Pada proses penguraian oleh bakteri; proses penguraian

Page 3: 205043456-WETLAND

secara aerobik (misalnya nitrifikasi) terjadi di zona aerobic dekat perakaran, proses anoksik (misalnya denitrifikasi) terjadi di daerah yang agak jauh dari perakaran, dan proses anaerobik terjadi di zona anaerobik dimana tidak terdapat oksigen.

4. Tipe-Tipe Wetland Menurut Novotny dan Olem, 1994 yang dikutip oleh Widyastuti, 2005, wetland dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu :

4.1. Wetland  dengan aliran diatas permukaan tanah (Free Water Surface System)Free Water Surface (FWS) System biasanya berupa kolam atau saluran-saluran yang dilapisi lapisan impermeable di bawah saluran atau kolam yang berfungsi untuk mencegah merembesnya air keluar kolam atau saluran. Kemudian kolam tersebut terisi tanah sebagai tempat hidup tanaman yang hidup.

4.2. Wetland dengan aliran dibawah permukaan tanah (Sub-surface Flow System)Pada Sub-surface Flow (SSF) system, pengolahan limbah terjadi ketika air mengalir secara perlahan melalui tanaman yang ditanam pada media berpori, misalnya gravel, kerikil dan tanah. Dalam sistem ini tanaman melalui akar rhizoma yang mentransfer oksigen kedalam media subsurface dan menciptakan kondisi aerobik (Robert, et all). Proses pengolahan air limbah terjadi melalui proses filtrasi, absorbsi oleh mikroorganisme dan adsorbsi polutan oleh tanah. Removel bahan organik pada sistem SSF dibatasi oleh dua faktor yaitu waktu tinggal dan transfer O2 (Crites, 1998 dalam Yuanita, 2000)

Kedua sistem diatas merupakan reaktor biologis attached growth dan berfungsi sebagaimana trickling filter dan biological contractors. Kemampuan sistem sangat dipengaruhi oleh waktu detensi air limbah dalam reaktor serta beban limbah yang masuk, kondisi biota dan keterbatasan oksigen dalam sistem.

(Anonymous, 2006) Sub-surface Flow (SSF) mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan Free Water Surface (FWS) karena sistem SFS ditutup dengan pasir atau tanah, sehingga tidak ada resiko langsung terhadap potensi timbulnya nyamuk itu karena air limbah mengalir dibawah permukaan media serta sistem ini mampu memberikan transfer oksigen yang lebih banyak daripada sistem FWS. Pengaliran air limbah dibawah media juga memberikan proteksi thermal yang lebih baik pada suhu dingin. Dengan input yang sama lahan yang dibutuhkan untuk sistem SSF lebih kecil daripada FWS.

Untuk mengatasi kemungkinan clogging pada SSF dapat dilakukan dengan mengatur media pada bagian inlet digunakan dengan diameter besar. Media dengan diameter besar mempunyai konduktivitas hidraulik besar dan mampu mengurangi terjadinya clogging di bagian awal reaktor. Setelah zona inlet yang berdiameter besar digunakan media dengan diameter kecil. Media dengan diameter kecil memberi manfaat berupa tersedianya area permukaan yang lebih banyak yang dapat digunakan untuk membantu pengolahan. Rongga udara yang lebih kecil lebih kompatibel bagi vegetasi akar dan rhizoma. Selain itu dengan diameter yang lebih kecil konduktivitas hidrauliknya lebih rendah dan kondisi aliran lebih mendekati linier.

Page 4: 205043456-WETLAND

5. Wetland sebagai pengolah air limbah domestic Air limbah domestik adalah air buangan manusia yang berasal dari perumahan, daerah komersial, institusi dan fasilitas sejenis (Metcalf dan Eddy, 1991). Menurut Mara D. dalam Mukhlis, 2003 air limbah domestik didefinisikan sebagai air buangan tubuh manusia yang berupa tinja atau kemih (black water) serta buangan dapur dan kamar mandi (grey water).

Air limbah yang masih baru berupa cairan keruh berwarna abu-abu dan berbau tanah, tetapi tidak terlalu merangsang. Bahan ini mengandung padatan berukuran besar yang terapung atau tersuspensi (misal tinja, jerami dan lain-lain), padatan tersuspensi yang lebih kecil (misal irisan sayuran), serta polutan dalam bentuk larutan sejati. Bahan ini tidak sedap dipandang dan sangat berbahaya, terutama karena jumlah mikroorganisme pathogen yang dikandungnya (Mukhlis, 2003).

Air limbah domestik terdiri dari komponen–komponen fisik, kimia dan biologi. Beberapa kontaminan penting yang terdapat dalam air limbah yaitu (Metcalf dan Eddy, 1991) :

Padatan tersuspensi, substansi zat ini dapat menstimulasi pembentukan deposit lumpur dan kondisi anaerobik pada badan air.

Bahan organik biodegradable meliputi senyawa protein, karbohidrat dan lemak. Bahan organik yang tinggi dalam air dapat menurunkan kandungan oksigen didalamnya.

Nutrien, keberadaan nutrien menyebabkan terjadinya eutrofikasi dalam badan air dan dapat menyebabkan polusi air tanah.

Bahan organik non-biodegradable (zat oaganik yang sulit terurai) adalah bahan yang terutama disintesis secara buatan dan bertahan lama di alam karena sulit didegradasi, meliputi surfaktan, phenol dan pestisida.

Mikroorganisme pathogen. Bahan inorganik terlarut, misalnya kalsium, natrium dan sulfat. Priority pollutant, yaitu senyawa organik dan inorganik yang bersifat karsinogenik,

mutagenik dan teragenik serta toksik akut.

5.1. Konsep perencanaan Wetland Terdapat beberapa ketentuan dalam membangun wetland yaitu:

Unit wetland harus didahului dengan bak pengendap untuk menghindari cloging pada media koral oleh partikel-partikel besar.

Konstruksi berupa bak/kolam dari pasangan batu kedap air dengan kedalaman ± 1 m. Kolam dilengkapi pipa inlet dan pipa berlubang untuk outlet. Kolam diisi dengan media koral (batu pecah atau kerikil) diameter 5 mm s/d 10 mm.

setinggi/setebal 80 cm Ditanami tumbuhan air dicampur beberapa jenis yang berjarak cukup rapat, dengan

melubangi lapisan media koral sedalam 40 cm untuk dudukan tumbuhan. Dialirkan air limbah setebal 70 cm dengan mengatur level (ketinggian) outlet yang

memungkinkan media selalu tergenang air 10 cm dibawah permukaan koral

Page 5: 205043456-WETLAND

Disain luas kolam berdasarkan Beban BOD yang masuk per hari dibagi dengan Loading rate pada umumnya. Untuk Amerika Utara = 32,10 kg BOD/Ha per hari. Untuk daerah tropis kira-kira = 40 kg BOD/Ha per hari.

Process flow diagram for a typical treatment plant via subsurface flow constructed wetlands (SFCW)

https://en.wikipedia.org/wiki/Sewage_treatment

Page 6: 205043456-WETLAND

https://www.ufz.de/index.php?en=19163

Vertical flow type of constructed wetlands

Page 7: 205043456-WETLAND

Newly planted constructed wetland Same constructed wetland, two years later.

Constructed Wetland in Bulgaria

http://www.wecf.eu/english/about-wecf/issues-projects/projects/constructed-wetland.php

Constructed wetland for the treatment of domestic wastewater as decentralised solution

Page 8: 205043456-WETLAND

Technical drawing vertical-flown subsurface constructed wetland (Otterwasser):

Square VTF constructed wetland in the frontyard of a single family home

http://www.wetlandspacific.com/vegetative-tertiary-filter