2015 unable to upload -...

14
PENATALAKSANAAN FRAKTUR NASAL Anton Abby Chandra, Boedy Setya Santoso Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya PENDAHULUAN Fraktur nasal adalah fraktur yang paling sering terjadi pada fraktur kepala leher dan menempati urutan ketiga dari seluruh fraktur tubuh manusia. Fraktur nasal umumnya tidak mengancam jiwa, tetapi apabila penanganannya tidak tepat dapat menimbulkan gangguan fungsi hidung dan kosmetik. 1,2,3 Fraktur nasal sering berupa fraktur sederhana, tetapi komunitif dan dapat disertai dengan luka terbuka pada kulit luar hidung. Hidung merupakan unsur estetika wajah karena terletak pada pusat wajah dan menonjol pada bidang sagital wajah serta sedikit mengandung tulang. Akibatnya hidung menjadi struktur wajah yang paling lemah dan paling rentan terhadap cedera. 3,4 Fraktur nasal merupakan 40% dari seluruh kejadian fraktur dibagian wajah dan lebih dari 50% fraktur nasal yang tidak ditangani secara adekuat atau terlambat di dalam penanganannya akan memerlukan tindakan rinoplasti atau septorinoplasti. 5,6,7 Hanya dibutuhkan sedikitnya kekuatan sebesar 25 pounds sudah dapat menyebabkan fraktur nasal. Trauma langsung dapat menyebabkan fraktur pada tulang, kartilago dan septum sehingga menyebabkan hilangnya struktur penyangga. Trauma kraniofasial dapat menyebabkan hidung depresi disebut saddle nose. 3,4 Trauma tumpul seperti yang terjadi pada kegiatan olah raga, kecelakaan lalu lintas, perkelahian adalah merupakan penyebab tersering fraktur nasal. Kecelakaan motor cenderung menyebabkan fraktur nasal yang berat dan sering disertai dengan trauma maksilofasial. 3 Insidens fraktur nasal sangat tinggi, dan meningkat seiring bertambahnya usia. Jarang terjadi pada pada anak usia kurang dari 5 tahun. Kasus yang dilaporkan pada dewasa sekitar 39-45% sedangkan pada remaja sekitar 45%. Insidens fraktur nasal pada pria 2-3 kali lebih banyak dibandingkan pada wanita. Puncak insidens fraktur nasal terjadi pada usia dekade kedua sampai tiga. Penyebab fraktur nasal pada anak kurang lebih sama dengan dewasa, tetapi banyak kasus fraktur nasal pada anak disebabkan karena terjatuh saat bermain atau kasus penyiksaan anak. 1,2,5 Diperkirakan rata-rata sebesar 51 200 fraktur nasal per tahun terjadi di Amerika. Namun angka ini dapat jauh lebih besar karena banyak penderita tidak datang untuk berobat atau kasusnya tidak dilaporkan. 5,6 Fraktur nasal jarang menimbulkan komplikasi yang berat, tetapi apabila dalam menegakkan diagnosis dan penanganannya tidak adekuat maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah yang serius. 1 Komplikasi jangka panjang dapat berupa deformitas hidung, obstruksi hidung, perforasi septum dan komplikasi lain seperti sinusitis kronis. Hal tersebut dapat menetap atau makin memburuk dalam beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya trauma. 5,7 Fraktur nasal pada bayi dan anak sering kali diabaikan tetapi dampaknya

Upload: phambao

Post on 20-Jun-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENATALAKSANAAN FRAKTUR NASAL

Anton Abby Chandra, Boedy Setya Santoso

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya PENDAHULUAN Fraktur nasal adalah fraktur yang paling sering terjadi pada fraktur kepala leher dan menempati urutan ketiga dari seluruh fraktur tubuh manusia. Fraktur nasal umumnya tidak mengancam jiwa, tetapi apabila penanganannya tidak tepat dapat menimbulkan gangguan fungsi hidung dan kosmetik.1,2,3 Fraktur nasal sering berupa fraktur sederhana, tetapi komunitif dan dapat disertai dengan luka terbuka pada kulit luar hidung. Hidung merupakan unsur estetika wajah karena terletak pada pusat wajah dan menonjol pada bidang sagital wajah serta sedikit mengandung tulang. Akibatnya hidung menjadi struktur wajah yang paling lemah dan paling rentan terhadap cedera.3,4 Fraktur nasal merupakan 40% dari seluruh kejadian fraktur dibagian wajah dan lebih dari 50% fraktur nasal yang tidak ditangani secara adekuat atau terlambat di dalam penanganannya akan memerlukan tindakan rinoplasti atau septorinoplasti.5,6,7

Hanya dibutuhkan sedikitnya kekuatan sebesar 25 pounds sudah dapat menyebabkan fraktur nasal. Trauma langsung dapat menyebabkan fraktur pada tulang, kartilago dan septum sehingga menyebabkan hilangnya struktur penyangga. Trauma kraniofasial dapat menyebabkan hidung depresi disebut saddle nose.3,4 Trauma tumpul seperti yang terjadi pada kegiatan olah raga, kecelakaan lalu lintas, perkelahian adalah merupakan penyebab tersering fraktur nasal. Kecelakaan motor cenderung

menyebabkan fraktur nasal yang berat dan sering disertai dengan trauma maksilofasial.3 Insidens fraktur nasal sangat tinggi, dan meningkat seiring bertambahnya usia. Jarang terjadi pada pada anak usia kurang dari 5 tahun. Kasus yang dilaporkan pada dewasa sekitar 39-45% sedangkan pada remaja sekitar 45%. Insidens fraktur nasal pada pria 2-3 kali lebih banyak dibandingkan pada wanita. Puncak insidens fraktur nasal terjadi pada usia dekade kedua sampai tiga. Penyebab fraktur nasal pada anak kurang lebih sama dengan dewasa, tetapi banyak kasus fraktur nasal pada anak disebabkan karena terjatuh saat bermain atau kasus penyiksaan anak.1,2,5 Diperkirakan rata-rata sebesar 51 200 fraktur nasal per tahun terjadi di Amerika. Namun angka ini dapat jauh lebih besar karena banyak penderita tidak datang untuk berobat atau kasusnya tidak dilaporkan.5,6 Fraktur nasal jarang menimbulkan komplikasi yang berat, tetapi apabila dalam menegakkan diagnosis dan penanganannya tidak adekuat maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah yang serius.1 Komplikasi jangka panjang dapat berupa deformitas hidung, obstruksi hidung, perforasi septum dan komplikasi lain seperti sinusitis kronis. Hal tersebut dapat menetap atau makin memburuk dalam beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya trauma.5,7 Fraktur nasal pada bayi dan anak sering kali diabaikan tetapi dampaknya

baru dirasakan ketika anak tersebut berusia remaja atau dewasa yaitu dapat menimbulkan gangguan deformitas hidung dan wajah.6 Diagnosis dan penanganan yang tepat pada fraktur nasal akan menurunkan insidens gejala sisa fraktur nasal dan juga mengurangi tindakan rinoplasti atau septorinoplasti akibat keterlambatan diagnosis dan penanganan fraktur nasal yang tidak tepat.2 Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk membahas dan memahami tentang cara penatalaksanaan yang tepat pada penderita fraktur nasal. 1. Anatomi Hidung Tulang hidung terdiri dari beberapa tulang yang berpasang-pasangan dan berbentuk seperti piramid. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari os nasalis, pros frontalis os maksila dan pros nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alaris mayor, beberapa pasang kartilago alaris minor dan tepi anterior kartilago septum di bagian tengah. Pros. frontalis os. maksila di bagian lateral saling berartikulasi satu sama lain pada bagian tengah.2,5,8 Bagian superior tulang hidung lebih tebal dibanding bagian inferior dan melekat pada pros frontalis os. maksila. Bagian ini lebih tahan terhadap cedera, bagian inferior lebih tipis dan lebih luas serta melekat pada kartilago nasalis lateralis superior. Fraktur nasal sering terjadi pada daerah transisi kedua bagian ini yang disebut area keystone (Gambar 1)

Namun pada beberapa kasus, fraktur nasal melibatkan struktur proksimal dari tulang hidung seperti os. frontal sampai lamina kribosa. Fraktur ini biasa disebut fraktur Nasoorbitaetmoid dan umumnya lebih banyak meniumbulkan komplikasi, dan luka patologi sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius.7

Gambar 1. Anatomi Hidung.2

Kartilago nasalis lateralis superior yang berpasangan ini berfungsi menjaga kartilago quadrangularis tetap pada posisi garis tengah sedangkan kartilago nasalis lateralis inferior ini lebih berfungsi untuk kontur hidung. Secara umum fraktur kartilago sangat jarang terjadi yang disebabkan karena kartilago lebih lentur. Perlu tenaga yang lebih besar untuk menimbulkan kerusakan pada kartilago dibandingkan pada tulang hidung atau septum. Dinding medial hidung adalah septum nasi yang merupakan elemen terpenting dari seluruh struktur hidung.7 Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid di bagian posterior, bagian inferior adalah vomer yang berbentuk seperti kapak, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago quadrangularis dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh

mukosa hidung.8 Pada anak, septum berkontribusi ikut memberikan bentuk wajah dan sebagai pusat pertumbuhan sampai berusia 12-13 tahun. Trauma septum pada anak yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan gangguan perkembangan bentuk wajah.7

Vaskularisasi hidung berasal dari cabang a. karotis interna dan eksterna. Distribusi vaskularisasi nasal sangat penting untuk evaluasi dan penanganan bila terjadi perdarahan hidung.7 A. optalmika merupakan cabang a karotis interna yang memberikan vaskularisasi pada bagian superior intranasal termasuk a. etmoidale anterior dan posterior. Pada hidung luar melalui a. dorsalis nasal dan a. eksternal nasal (Gambar 2A). A. karotis eksterna memberikan vaskularisasi ekstranasal melalui a. infra orbita cabang a. maksilaris interna, a. labialis superior, a. angularis cabang arteri fasialis.2,8 A. karotis eksterna menvaskularisasi intranasal bagian posteroinferior melalui a. spenopalatina hingga konka media dan a palatina mayor. A. spenopalatina ini kemudian bercabang menjadi dua yaitu a. posterolateral nasal dan septal. Cabang septal ini kemudian beranastomosis dengan a etmoidale anterior. Anastomosis ini penting untuk menghubungkan sistem arteri intranasal dan ekstranasal.1,9,10 Drainase vena berjalan sesuai aliran arterinya dan mengalir melalui v. fasialis dan pleksus pterigoid ke dalam v. jugularis interna dan atau v. optalmika bermuara ke dalam sinus kavernosus.2 Pada intranasal drainase vena dari os. etmoid masuk ke dalam cavum orbita dan berhubungan dengan v. optalmika, sinus cavernosus dan sistem vena duramater. Pada bagian posterior drainase vena mengikuti v. spenoplatina ke dalam fossa dan pleksus pterigopalatina yang berhubungan dengan sistem vena duramater. Drainase vena

posterosuperior hidung ini berpotensi dapat menyebabkan infeksi ekstra kranial menyebar ke dalam intra kranial.9,10 Inervasi intranasal dilakukan oleh n. etmoidale, n. spenoidale, dan n. nasopalatina. Hidung bagian luar di inervasi oleh n. etmoidale anterior, n. infraorbitalis, n. infratroklearis dan supratroklearis (Gambar 2B) n. supratroklearis dan n. infratroklearis merupakan cabang n. optalmikus memberikan inervasi sensorik kulit bagian proksimal dan lateral dorsum nasi. n etmoidale anterior memberikan inervasi kulit bagian distal dorsum nasi dan apeks nasi.5,7,9 Nervus ini muncul diantara sisi kaudal os. nasal dan kartilago nasalis lateralis superior. Cedera pada saraf ini saat insisi dapat menyebabkan matirasa pada daerah tersebut. Ganglion spenopalatina yang berasal dari ujung konka media memberikan inervasi di bagian posterior kavum nasi. Cabang interna n etmoidale anterior dan posterior serta n nasopalatina saling menyilang pada bagian superior dan posterior intranasal untuk memberikan inervasi sensorik pada sebagian besar septum nasi.2

Gambar 2. Vaskularisasi hidung (A) dan inervasi hidung (B).10

2. Patofisiologi Fraktur Nasal Tipe dan berat-ringannya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, jenis dan mekanisme trauma. Objek yang kecil dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan kerusakan yang hebat dibandingkan dengan objek besar tapi kecepatan rendah.3

Mekanisme terjadinya fraktur nasal

harus dipahami dengan benar agar penatalaksaannya dapat dilakukan dengan tepat. Pada penderita dewasa muda cenderung lebih mudah terjadi dislokasi, pada orang tua cenderung terjadi fraktur komunitif sedangkan pada anak umumnya terjadi terjadi fraktur greenstick. Hal ini disebabkan karena tulang hidung anak masih banyak terdapat tulang rawan, dan berisiko terjadi hematom septum.2,5,11,12

Avulsi dan dislokasi kartilago nasalis lateralis superior os nasal dan septum akan menyebabkan cekungan pada pertengahan dorsum nasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan robekan arteri yang keluar antara os. nasal dan kartilago sehingga dapat terjadi hematom dorsum nasi.2 Fraktur nasal sering disertai cedera septum. Cedera septum nasi dapat berupa fraktur sederhana, dislokasi atau fraktur komunitif yang dapat menyebabkan deformitas dan disfungsi hidung berupa obstruksi jalan napas. Bagian tipis septum yang cenderung mudah terjadi fraktur adalah kartilago quadrangularis dan lamina perpendikularis os etmoid. Fraktur inkomplet pada septum menyebabkan lepasnya artikulasi kartilago sehingga kelak dapat menimbulkan gangguan pada pusat pertumbuhan dan menyebabkan deformitas.2,3,5,11 Trauma lateral menyebabkan fraktur depresi ipsilateral, deformitas dorsum nasi bentuk C atau S, fraktur dinding medial os maksila dan deformitas septum.2,12 Trauma anterior menyebabkan fraktur apeks nasi, dorsum nasi menjadi rata dan melebar disebut saddle nose dan deformitas septum. Saddle nose diklasifikasikan atas dua yaitu anterior, bila yang terlibat adalah bagian kartilago, posterior bila yang terkena bagian tulang. Karakteristik saddle nose adalah berkurangnya tinggi dorsum nasi, istilah lainnya adalah pug nose atau boxers nose. Saddle nose

menyebabkan berbagai derajat sumbatan hidung.3 Trauma inferior menyebabkan pola fraktur yang lebih kompleks disertai faktur dan dislokasi septum.3,13 Tipe fraktur nasal antara lain berupa tipe fraktur depresi yaitu apabila kekuatan trauma dari frontal cukup besar sehingga menyebabkan open book fracture dimana septum menjadi kolaps dan os. nasal melebar. Bahkan pada kekuatan trauma yang lebih kuat dapat menyebabkan fraktur komunitif os. nasal dan pros. frontalis os maksila menjadi rata dan dorsum nasi menjadi lebar, tipe fraktur angulasi atau fraktur bilateral yaitu trauma dari arah lateral yang dapat menyebabkan fraktur depresi unilateral sisi trauma atau dapat juga pada kedua sisi os. nasal dan deviasi septum serta fraktur greenstick yang banyak terjadi pada anak (Gambar 3)

Gambar 3. Contoh pola fraktur nasal.2

3. Klasifikasi Fraktur Nasal Klasifikasi fraktur nasal sangat penting untuk menentukan rencana penanganan fraktur nasal. Banyak klasifikasi fraktur nasal yang pernah dibuat sebelumnya. Murray dkk menjelaskan klasifikasi fraktur nasal berdasarkan keriteria patologi yang ditimbulkan. (Tabel 1) Murray juga mengatakan bahwa deviasi nasal ke lateral lebih dari setengah dari lebar

hidung mengindikasikan adanya keterlibatan cedera pada septum. Tabel 1. Klasifikasi trauma nasal.7 Tipe 1

Cedera terbatas pada jaringan lunak

Tipe IIa

Simple, unilateral nondisplaced fracture

Tipe IIb

Simple, bilateral nondisplaced fracture

Tipe III

Simple, displaced fracture

Tipe IV

Closed comminuted fracture

Tipe V

Open comminuted fracture atau complicated fracture

4. Diagnosis Fraktur Nasal Diagnosis fraktur nasal berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dilakukan secara cermat, hal ini penting karena sangat menentukan dalam menegakan diagnosis fraktur nasal dan penanganan yang tepat sehingga komplikasi jangka panjang dapat dihindari.7 Adanya udim nasal, laserasi, ekimosis periorbital, perlunakan nasal, deformitas nasal, krepitasi, hematom, obstruksi nasal, kerusakan mukosa dan epistaksis makin menyokong dugaan terjadinya fraktur nasal.11 Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis sedangkan pemeriksaan radiologi baru dikerjakan apabila ada kecurigaan terjadi fraktur maksilofasial (Tabel 2)

Tabel 2. Diagnosis fraktur nasal.10

4.1 Anamnesis Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma tumpul pada midface. Mekanisme terjadinya cedera harus dipahami dengan benar karena dapat memperkirakan derajat berat-ringannya cedera. Anamnesis yang lengkap meliputi usia penderita, mekanisme, arah, kekuatan, lokasi, dan waktu terjadinya trauma. Perlu ditanyakan pula apakah fraktur nasal terjadi karena kecelakaan bermotor, perkelahian dengan atau tanpa senjata, atau karena terjatuh. Objek trauma yang berbeda menyebabkan pola patologis yang timbul berbeda pula. Misalnya pukulan akibat perkelahian umumnya dari arah lateral dengan energi rendah dapat menyebabkan fraktur depresi pada dinding ipsilateral, out fracture pada sisi kontralateral dan sering menyebabkan deformitas septum. Arah trauma dari frontal yang disebabkan karena kecelakaan bermotor umumnya melibatkan kekuatan energi tinggi, sehingga menyebabkan cedera yang lebih berat berupa fraktur komunitif dan deformitas septum.5,6,14 Waktu terjadinya cedera, penting untuk ditanyakan. Hal ini berkaitan dengan prosedur penatalaksanaan dan prognosis hasil pengobatan. Bila cedera baru saja terjadi, udim masih belum banyak sehingga pemeriksaan fisik dan manipulasi mudah dikerjakan, teknik reduksi tertutup adalah prosedur yang paling ideal dikerjakan. Sedangkan bila datang terlambat dimana udim sudah banyak terjadi maka pemeriksaan fisik menjadi lebih terbatas. Dalam hal ini

reposisi sebaiknya ditunda 3-5 hari sampai udim berkurang sehingga evaluasi dapat dilakukan secara lebih detail.13 Perlu ditanyakan juga riwayat medis sebelumnya apakah pernah mengalami fraktur sebelumnya atau pernah menjalani operasi hidung sebelumnya. Alkohol sering berhubungan dengan fraktur nasal maka dapat pula ditanyakan perihal konsumsi alkohol sebelum cedera.5,6

4.2 Pemeriksaan Fisik Setelah memastikan kondisi pasien stabil, airway bebas dan ventilasi adekuat maka pemeriksaan fisik dapat dilakukan. Pemeriksaan fisik paling akurat dilakukan sebelum timbul udim yaitu sekitar 2-3 jam setelah cedera. Pemeriksaan tidak boleh terfokus hanya pada hidung saja, terutama apabila penyebab traumanya hebat seperti pada kecelakaan bermotor. Hal ini disebabkan karena pada trauma hebat, fraktur nasal sering disertai cedera kepala-leher yang dapat membahayakan patensi trakea. Oleh karena itu sebelum melakukan pemeriksaan fisik harus dipastikan betul airway dan ventilasi dalam keadaan adekuat. Trauma pada midface kemungkinan dapat juga disertai dengan fraktur struktur hidung lainnya seperti mandibula, arkus zigoma, dan gigi. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dan palpasi dan harus dilakukan secara hati-hati. Inspeksi untuk melihat adakah laserasi mukosa nasal, adakah kartilago atau tulang yang terekspose, udim dan deformitas hidung, perubahan patologis warna kulit, kesimetrisan dan gerakan bola mata. Palpasi untuk mencari iregularitas tulang, dan pergerakan fragmen fraktur atau krepitasi.5

Pemeriksaan intranasal dapat dengan rinoskopi anterior apabila tidak mempunyai fasilitas endoskopi. Evaluasi mukosa cavum nasi, posisi

septum nasi dan mencari adakah hematom septum. Pemeriksaan dapat dimulai dari distal ke proksimal. Fraktur nasal dapat disertai epistaksis, nyeri, udim, buntu hidung dan perdarahan subkonjungtiva, sedangkan tanda yang lebih spesifik adalah ditemukannya krepitasi, laserasi mukosa hidung, fraktur atau dislokasi septum. Adanya krepitasi pada jaringan lunak menunjukan bahwa cedera lebih berat, sedangkan adanya matirasa menunjukan telah terjadi cedera pada n. infraorbitalis.6,14 Bentuk hidung sebelum cedera dapat membantu memperkirakan seberapa berat cedera yang terjadi. Foto nasal sebelum cedera dapat diperoleh dari kartu identitas atau kartu izin mengemudi pasien. Dokumentasi pada fraktur nasal sangat penting dengan tujuan untuk legalitas hukum dan untuk menilai hasil pengobatan.3,5 Pada fraktur nasal apabila penderita datang setelah timbul udim maka pemeriksaan dan reposisi ditunda dulu. Untuk sementara penderita dapat diberikan analgesik dan berobat jalan sambil diinstruksikan agar beristirahat, kompres es dan menjaga elevasi kepala. Follow-up, evaluasi, dan penanganan baru dapat dilakukan setelah udim berkurang, umumnya terjadi dalam 3-5 hari. Reposisi harus segera dilakukan dalam waktu 5-10 hari setelah cedera. Bila reposisi tidak memungkinkan dalam 10 hari pertama, maka fragmen fraktur mulai terbentuk kalus dan setelah lebih dari 2 minggu fraktur menjadi tidak lagi mudah digerakan sehingga manipulasi menjadi lebih sulit lagi. Penyembuhan sempurna harus ditunda beberapa bulan sebelum dapat dikerjakan rinoplasti korektif.15 Apabila setelah cedera, penderita mengeluh buntu hidung berat atau total, maka hal tersebut kemungkinan dapat disebabkan karena adanya hematom septum. Hematom septum ini sering dikaitkan dengan

cedera septum nasi walaupun tidak selalu.12 Adanya hematom septum tampak pada inspeksi yaitu daerah yang fluktuatif berwarna sedikit kemerahan atau keunguan sepanjang salah satu atau kedua dinding septum (Gambar 4). Hematom septum menyebabkan terpisahnya perikondrium dari kartilago septum, tetapi tidak menimbulkan robekan mukosa. Ruang potensial tersebut berisi darah dari robekan vena kecil yang mensuplai perikondrium. Apabila tidak ditangani hematom septum akan mudah terinfeksi dan kartilago septum menjadi nekrosis dan dapat menyebabkan deformitas berbentuk saddle nose. Pada anak dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan menjadi faktor predisposisi terjadinya deeformitas atau cacat pada wajah.5,6,7,15

Gambar 4. Hematom septum.14

Pemeriksaan intranasal memerlukan beberapa peralatan antara lain suksion, nasal sprai untuk anastesi dan vasokontriksi, spekulum hidung dan lampu kepala. Sebelum melakukan pemeriksaan intranasal dilakukan anestesi dan vasikontriksi dekongestan. Obat topikal dapat berupa solusio kokain 5-10% yang sangat efektif sebagai anestesi dan vasokontriksi kuat, alternatif lain dapat berupa lidokain, bupivakaine dan pantokaine spray. Vasokontriksi topikal seperti oxymetazoline dan phenylephrine hydrochloride dapat berfungsi juga untuk mengontrol perdarahan dan mengurangi udim intranasal.

Campuran antara oxymetazoline atau phenylephrine dan lidokain 4% dengan perbandingan 1:1 mempunyai efek yang sama efektifnya dengan kokain. Penderita diperiksa dalam posisi duduk senyaman mungkin. Hidung diposisikan seoptimal mungkin sehingga dapat terlihat cavum nasi dari segala sudut. Kelainan yang didapat harus dicatat dan bila terjadi epistaksis dan seberapa banyak harus dicatat juga. Adanya rinorea CSF dapat merupakan indikasi trauma intra kranial, dan fraktur sudah meluas sampai lamina kribosa, sinus frontalis, dan komplek nasoethmoid. Stabilitas prosesus ini dinilai dengan palpasi secara bimanual yaitu dengan memakai klemp Kelly dibagian dalam dan jari dibagian luar hidung.1,12

4.3 Radiologi Penggunaan foto polos nasal untuk menegakan diagnosis fraktur nasal masih merupakan perdebatan. Hal ini disebabkan karena banyaknya salah persepsi antara garis sutura yang normal dengan garis fraktur, selain itu foto polos nasal juga tidak dapat mendeteksi adanya cedera tulang rawan yang banyak terjadi pada anak.2,3 CT Scan memiliki sensitifitas dan spesifitas lebih besar untuk diagnosis fraktur nasal. Namun biayanya relatif lebih mahal, mempunyai efek samping radiasi yang lebih besar dan tidak begitu besar perannya dalam penatalaksanaan fraktur nasal. Untuk fraktur nasal saja, penggunaan CT Scan tidak dianjurkan kecuali ada kecurigaan fraktur maksilofasial.3 CT Scan digunakan untuk menilai sejauh mana cedera tulang yang terjadi. Potongan CT Scan yang paling tepat untuk mengevaluasi midfacial, orbital dan sinus frontalis adalah potongan koronal dan aksial. Untuk cedera yang lebih luas yang melibatkan nasoorbitoetmoid kombinasi potongan koronal dan aksial serta penggunaan CT Scan tiga

dimensi sangat direkomendasikan untuk mengetahui lokasi fraktur dan pergeseran fragmen fraktur. Beberapa penulis menyatakan radiologi diperlukan sebagai dokumen medikolegal untuk fraktur nasal. 2

5. Diagnosis Banding Fraktur Nasal Fraktur nasal sederhana tanpa komplikasi adalah fraktur yang paling sering terjadi diantara semua fraktur tulang wajah, tetapi tetap harus dibedakan dengan fraktur maksilofacial dan fraktur nasoethmoid. Fraktur nasoetmoid adalah fraktur yang terjadi pada kompleks nasoethmoid yang sering menyebabkan robeknya duramater dan terjadi rhinorea CSF. Fraktur zigoma umumnya menyababkan deformitas berbentuk V dengan tiga bagian yang terpisah pada arkus zigoma. Pada pemeriksaan fisik terjadi trismus otot temporalis dalam berbagai derajat. Tripod atau fraktur zigomatikomasilaris umumnya disebabkan karena benturan keras pada pipi melibatkan satu atau lebih sendi yang menghubungkan antara zigoma, os nasal dan maksila dengan lantai dasar orbita. Kadang juga dijumpai parastesia ipsilateral sepanjang n infraorbita dan cabang n fasialis. Benturan keras pada inferior maksila dapat menyebabkan fraktur alveolar yang ditemukan pada daerah batas superior gigi sehingga menyebabkan gigi lepas atau ekimosis ginggiva.9

6. Terapi Fraktur Nasal Sebelum dilakukan tindakan, penting halnya untuk memberikan informed concent berupa penjelasan tentang prosedur teknik operasi yang akan dipilih, risiko operasi, termasuk kemungkinan cacat persisten. Pada pasien anak juga harus di jelaskan tentang risiko dari cederanya atau risiko pembedahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan normal hidung. Tujuan

dari penatalaksanaan fraktur nasal adalah mengembalikan fragmen fraktur kembali ke posisi seanatomis mungkin dan menghindari komplikasi jangka panjang (Tabel Tabel 3. Tujuan akhir terapi fraktur nasal.10

Terapi fraktur nasal sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain usia pasien, waktu terjadinya cedera, waktu reposisi, pilihan anestesi dan teknik reposisi. Diperlukan kehati-hatian dalam menentukan klasifikasi

fraktur nasal karena untuk menentukan prosedur teknik yang nantinya akan dipilih. Fraktur sederhana tanpa perpindahan fraktur tidak memerlukan penanganan khusus, sedangkan pada kasus lain mungkin diperlukan reposisi baik tertutup atau terbuka (Gambar 5).

Gambar 5. Prosedur penatalaksanaan

fraktur nasal.7

Pemilihan prosedur teknik operasi berdasarkan permasalahan yang terjadi pada masing-masing individu dan tidak ada satupun prosedur teknik yang dapat

memuaskan semua pasien.7 Pertamakali yang harus dilakukan adalah mengontrol perdarahan bila terjadi epistaksis. Laserasi atau luka terbuka harus dibersihkan dan dilakukan debridement atau bila perlu dilakukan penjahitan. Bila didalam evaluasi tidak ditemukan deformitas sebaiknya tidak dilakukan manipulasi terlalu jauh dan tidak perlu digips. Sebaliknya bila ditemukan deformitas maka reposisi harus segera dilakukan.4,11 6.1 Usia Reposisi nasal pada anak atau orang tua perlu mendapat perhatian khusus. Hal ini disebabkan karena pada orang tua tulang hidung cenderung lebih rapuh, lebih pendek, dan proses penyembuhannya memakan waktu lebih lama. Oleh karena itu perlu ditekankan kepada penderita usia tua akan hasil akhir yang dicapai dan sering penanganan hanya berupa konservatif. Rinoplasti pada penderita anak harus dikerjakan dengan penuh ketelitian mengingat variasi anatomi pada anak berbeda dengan dewasa. Harus dihindari kerusakan pada daerah pusat pertumbuhan nasal karena dapat menyebabkan deformitas wajah. Pembedahan septum pada anak dilakukan setelah anak tersebut berusia 13-14 tahun karena dianggap pada usia tersebut pertumbuhan septum sudah lengkap.7

6.2 Waktu Waktu terbaik untuk melakukan reposisi adalah segera setelah cedera atau 1-3 jam pertama setelah cedera. Hal ini disebabkan karena belum banyak timbul udim sehingga mudah dalam melakukan evaluasi dan manipulasi. Pada penderita fraktur nasal tanpa

komplikasi yang kooperatif dan datang saat awal cedera dapat segera dilakukan reposisi tertutup. Namun apabila pasien dating terlambat dimana udim sudah banyak terjadi maka reposisi dapat ditunda dalam waktu 3-5 hari sampai udim berkurang dan dilakukan evaluasi ulang. Pada dewasa reposisi tertutup harus dilakukan 5-10 hari setelah cedera sebelum terbentuk kalus. Reposisi nasal 2-3 minggu setelah cedera menjadi lebih sulit lagi karena deformitas menjadi permanen. Pada anak proses tersebut berlangsung lebih cepat sehingga fraktur nasal pada anak harus segera ditangani dengan benar. Karena apabila tidak sering kali memerlukan tindakan osteotomi dan rekonstruksi tulang.1,3,4,14 6.3 Anestesi Pertimbangan pemilihan anestesi pada tindakan reposisi fraktur nasal adalah dengan melihat berat-ringannya cedera dan kenyamanan penderita. General anestesi mungkin diperlukan pada trauma berat yang memerlukan intervensi pembedahan. Pada kasus fraktur nasal sederhana anestesi lokal dengan atau tanpa sedasi menjadi pilihan utama. Anestesi lokal dirasa lebih aman, lebih efektif dan lebih adekuat dibandingkan dengan general anestesi. Namun pada penderita anak yang tidak kooperatif dapat dipertimbangkan pemilihan general anestesi.1 Apabila terjadi hematom septum harus segera ditangani. Dilakukan aspirasi atau insisi pada bagian dasar hematom dengan bantuan lokal anestesi. Kemudian evakuasi bekuan darah, untuk mencegah reakumulasi kembali darah, dapat dilakukan pemasangan drain steril pada tempat hematom. Antibiotik propilaksis dapat diberikan untuk mencegah terjadinya abses septum. Tampon anterior dapat juga diaplikasikan pada kedua sisi septum untuk menyangga dan memberikan

tekanan pada septum (Gambar 6) Pasien diberikan pengertian akan kemungkinan terjadi deformitas saddle nose yang disebabkan oleh karena nekrosis septum.4,13,14

Gambar 6. Penanganan hematom

septum.14

6.4 Reposisi Tertutup Pada umumnya fraktur nasal baik itu fraktur depresi atau deviasi septum dapat direposisi dengan reposisi tertutup. Reposisi tertutup ini dapat dikerjakan dalam waktu 3 jam pertama setelah cedera sebelum timbul udim atau antara 3-10 hari sesudah udim berkurang dan sebelum terbentuk kalus.3,12 Reposisi tertutup menggunakan beberapa instrumen sederhana terdiri dari elevator Boies, forsep Walsham dan forceps Asch yang dapat digunakan untuk fraktur depresi septum dan os nasal. Instrumen ini dapat digunakan secara bergantian. (Gambar 7)

Gambar 7. Instrumen Reposisi

Tertutup.14

Forcep Walsham atau Asch dapat digunakan untuk reposisi fraktur nasal atau dislokasi septum. Kelemahan dari penggunaan instrumen ini yaitu dapat merusak mukosa hidung diantara gigi forceps sehingga dapat menimbulkan hematom (Gambar 8A)3 Reposisi tertutup adalah cara yang paling ideal untuk diterapkan pada jenis fraktur nasal tip atau fraktur nasal depresi pada satu sisi. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan cara memberikan pasta kokain atau melalui tampon yang telah diberikan campuran lidokain dan phenylephrine untuk mengurangi perdarahan. Selain itu dapat juga dengan cara menyuntikan lidokain epinephrine 1-2% disepanjang daerah yang di inervasi n infra orbita dan n supratroklear dan

dasar anterior septum nasi. Setelah dianestesi, elevator Boies dimasukan lebih dalam ke lubang hidung sampai di bawah fragmen fraktur depres sekitar 1 cm sudut nasofrontal. Kemudian elevator Boeis dengan tuntunan ibu jari dibagian luar secara perlahan mencoba menaikan fraktur yang mengalami fraktur depresi dan mendorong ke sisi kontralateral sehingga fraktur kembali ke posisi anatomi (Gambar 8B). Tindakan manipulasi ini harus dilakukan dengan hati-hati dan mengutamakan kenyamanan pasien. Jika manipulasi ini sulit dilakukan berarti fraktur sudah terbentuk kalus.3,5,15 Reduksi tertutup yang adekuat pada nasal piramid adakalanya menyebabkan reduksi spontan dislokasi septum. Namun apabila hal ini tidak terjadi maka dapat digunakan forsep Asch untuk elevasi dorsum nasi dan mengembalikan septum ke posisi anatomi.5

Setelah dilakukan reposisi nasal, dilakukan fiksasi dengan penggunaan gips sebagai fiksasi eksterna dan tampon antibiotik sebagai fiksasi interna. Fiksasi ini bertujuan untuk mempertahankan posisi fraktur setelah dilakukan reposisi. Gips dipertahankan selama 7-14 hari sedangkan tampon antibiotik dipertahankan selama 3-7 hari. Sementara itu penderita dapat diberikan antibiotik dan analgetik oral, pasien dapat rawat jalan.1,3

6.5 Reposisi Terbuka Reposisi terbuka untuk fraktur nasal sederhana jarang dilakukan. Reposisi terbuka hanya dilakukan apabila reposisi tertutup mengalami kegagalan atau terjadi reposisi yang tidak sempurna. Pada beberapa kasus, reposisi terbuka digunakan untuk kasus fraktur third plane, Fraktur yang melibatkan orbita, maksila atau fraktur Le fort pada daerah midface paling sering dilakukan pendekatan tehnik endonasal rinoplasti. Pendekatan ini memberikan hasil kosmetik yang memuaskan karena memungkinkan untuk dapat langsung melakukan manipulasi fragmen fraktur dengan minimal invasif. Pada kasus yang melibatkan orbita dan sinus frontal pendekatan eksterna dilakukan dengan cara melakukan insisi bawah hidung dan pada kasus fraktur yang lebih kompleks mungkin diperlukan tehnik degloving, pendekatan koronal atau bahkan rinotomi lateral.1

Fraktur os nasal dan kartilago septum yang sudah mengalami kalsifikasi, reposisi terbuka diawali dengan melakukan insisi hemitransfixion septum nasi sisi yang mengalami dislokasi. Akses lebih lanjut ke garis fraktur diperoleh melalui insisi yang dibuat antar kartilago nasalis lateralis superior sehingga memungkinkan elevasi dorsum nasi, kartilago, dan periosteum

A

B

Gambar 8. Reposisi tertutup dengan forceps Walsham (A) dan elevator Boies (B).2

nasal. Garis fraktur dapat di akses melalui insisi pada apertura piriformis. Umumnya sering ditemukan dislokasi kartilago quadrangularis atau deformitas bentuk C. Adakalanya segmen kartilago yang dekat dengan fraktur harus direseksi. Reseksi secara radikal pada kartilago atau tulang sebaiknya dihindari untuk mengurangi timbulnya fibrosis dan kontraktur.9 Elevator Cottle digunakan untuk melepas kartilago septum dari selubungnya sehingga memungkinkan septum nasi kembali spontan pada garis tengah.1

Pada deformitas septum bentuk C dilakukan pemisahan kartilago nasalis lateralis superior dari dorsal septum. Setelah itu dilakukan jahitan pada periosteum os nasal sebelah anterior dan kartilago septum bagian inferior.1 Fragmen fraktur yang tidak stabil seperti pada fraktur komunitif dapat difiksasi dengan fine interosseous wire atau miniplate dan minidrill nomer delapan, hindari penggunaan plate. Wire tidak boleh teraba dibawah kulit. Tampon intranasal jarang diperlukan. Diberikan antibiotik selama minimal 5 hari. Cedera septum mungkin diperlukan pemasangan gips. Cangkok tulang mungkin diperlukan pada kasus fraktur komunitif yang berat.1,11 Kompres dingin dianjurkan selama 24 jam sampai 48 jam untuk mengurangi timbulnya udim.10 7. Keterlambatan Penatalaksanaan Fraktur Nasal Jika pasien fraktur nasal datang terlambat dalam hitungan bulan atau bahkan tahunan setelah cedera maka manipulasi sudah tidak memungkinkan lagi sehingga diperlukan rinoplasti atau septorinoplasti. Dilakukan elevasi kulit dari rangka hidung dan mobilisasi os nasal dengan memotong dibagian lateral kemudian dilakukan reposisi ke posisi anatomi. Prosedur tersebut sangat sulit dilakukan, sehingga

penanganan fraktur nasal secara dini dan adekuat lebih penting.4,11

8. Fraktur Nasal Anak Penanganan fraktur nasal pada anak berbeda dengan dewasa dimana pada anak perlu perhatian lebih khusus pada daerah septum nasi dan maksila anterior. Karena pada daerah tersebut terdapat pusat pertumbuhan yang masih terus berkembang sampai anak berusia 13-14 tahun sehingga sebisa mungkin hindari kerusakan pada daerah tersebut. Komplikasi jangka panjang dapat berupa gangguan fungsi hidung dan pertumbuhan yang mengakibatkan kecacatan secara kosmetik. Pada kasus fraktur nasal sederhana mungkin dapat terjadi penyembuhan secara spontan dengan hanya dilakukan fiksasi eksterna dengan gips pada bagian dorsum nasi. Tehnik reduksi tertutup dengan manipulasi harus dilakukan dengan hati-hati dan dipastikan dengan benar, tidak ada tindakan kita yang menyebabkan kerusakan pada pusat pertumbuhan. Harus dihindari reseksi berlebihan dan mungkin diperlukan septorinoplasti untuk mengembalikan bentuk dan fungsi hidung yang terganggu saat remaja.1,12

9. Prognosis Fraktur Nasal Secara umum prognosis fraktur nasal sederhana tanpa komplikasi adalah baik dan dapat sembuh dalam waktu 2 sampai 3 minggu dengan memberikan hasil kosmetik dan fungsi hidung yang cukup baik. Komplikasi kosmetik jangka panjang dapat terjadi sesudah reposisi tertutup atau terbuka. Komplikasi kosmetik ini juga dapat disebabkan karena hematom septum yang tidak ditangani dengan baik. Apabila terjadi malunion atau deformitas dapat dilakukan reduksi atau rekontruksi lebih lanjut bergantung berat ringannya cedera dan faktor kesulitannya. Septorinoplasti merupakan prosedur standart yang

dilakukan pada kasus reposisi fraktur nasal yang gagal atau yang terlambat ditangani.1

10 Komplikasi Fraktur Nasal Fraktur nasal memiliki komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera berupa cedera pada ligamen kantus medius, cedera duktus lakrimalis, nyeri hidung, hematom septum yang bila tidak ditangani dapat menyebabkan deformitas saddle nose, fraktur lamina kribiformis yang menyebabkan rinore CSF dan anosmia, epistaksis persisten dan obstruksi jalan napas. Komplikasi lambatnya adalah deformitas hidung, perforasi dan nekrosis septum saddle nose, kontraktur karena jaringan parut dan nyeri hidung yang terus menerus.3,12 Emergensi pada fraktur nasal antara lain perdarahan hebat, sumbatan hidung pada pasien neonatus, hematom septum pada pasien anak, rinore CSF, dan gangguan penglihatan. Emergensi fraktur nasal harus segera ditangani (Tabel 4) Tabel 4. Emergensi fraktur nasal dan penanganannya.10

RINGKASAN

Fraktur nasal adalah fraktur yang paling sering terjadi pada daerah kepala-leher dan menempati posisi ke tiga fraktur yang terjadi pada seluruh tubuh. Diagnosis fraktur nasal berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sedangkan pemeriksaan radiologi masih menjadi perdebatan atau tidak dianjurkana kecuali fraktur melibatkan daerah maksilofasial. Tanda dan gejala fraktur

nasal antara lain deformitas, epistaksis, udim, perlunakan, krepitasi, dan obstruksi hidung. Diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat akan menghindari terjadinya komplikasi jangka panjang yaitu terjadinya kecacatan kosmetik dan gangguan fungsi hidung. Adanya hematom septum harus segera dideteksi dan diatasi karena untuk mencegah terjadinya nekrosis septum sehingga dapat mengakibatkan deformitas saddle nose. Pasien dengan deviasi piramid hidung hampir selalu berkorelasi dengan terjadinya fraktur septum nasi yang serius. Banyak kasus fraktur nasal dapat ditangani dengan pendekatan reposisi tertutup. Namun pada fraktur yang lebih kompleks dengan deviasi hidung lebih dari setengah lebar nasal bridge sering memerlukan pendekatan reposisi terbuka. Penanganan dan rekonstruksi fraktur nasal dengan keterlambatan penanganan adalah prosedur yang sulit dilakukan dan mungkin hanya bisa dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. Oleh karena itu penanganan fraktur nasal secara dini dan tepat adalah lebih penting.

DAFTAR PUSTAKA

1 Sniegel JH. Nasal trauma. In: Lalwani AK, ed. Current diagnosis & treatment otolaryngology head and neck surgery. 3thed. New York: The McGraw-Hill; 2011.p.265-78.

2 Chegar BE, Tatum SA. Nasal fractures. In: Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, Harker LA, et al, eds. Cummings otolaryngology head and neck surgery. 4thed. Phyladelphia: Mosby Inc; 2005.p.287-95.

3 Huriyati E, Fitria H. Penatalaksanaan fraktur os nasal lama dengan komplikasi saddle nose. Jurnal kesehatan andalas 2012;1:1-8. Available from: http://jurnal.fk.unand.ac.id Accessed Agustus 29, 2014.

4 Rosenfeld JV. Injuries of the nose. In: Rosenfeld JV , ed. Practical management of head and neck injury. Sidney: Saunders Elsevier; 2012.p.73-6.

5 Narayan D. Nasal fracture surgery. Trauma resource center 2012;4:1-5. Avalaible from: http://emedicine.medscape.com/article/295807-overview Accessed Agustus 30, 2014.

6 Perkins SW, Dayan SH. Management of nasal trauma. Aesthetic plastic surgery 2002; 10: 1-13.

7 Kelley BP, Downey CR, Stal S. Evaluation and reduction of nasal trauma. In: Hollier LH,ed. Facial trauma. New York: Thieme Medical Publisher Inc; 2010.p.339-47.

8 Soetjipto D, Mangunkusumo E. Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2000. hal 89-91.

9 Jafek BW. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses. In: Jafek BW, Murrow BW, eds. ENT secrets. 3thed. New York: Elsevier Inc; 2007.p.100-7.

10 Bailey BJ. Nasal fractures. In: Bailey BJ, Johnson JT, Shawn D, eds. Head and neck surgery otolaryngology. 4thed. Phyladelpia: Lippincot Williams & Wilkins; 2006.p.996-1008.

11 Dhingra PL. Trauma to the face In: Dhingra PL, ed. Disease of ear, nose and throat. 4thed. New delhi: Elsevier Ltd; 2004.p.172-3.

12 Pasha R, Doer TD, Mathog RH. Head and neck trauma. In: Pasha R,ed. Otolaryngology head and neck surgery. New York: Thieme Medical Publisher Inc; 2005.p.468-72.

13 Vata A, Narula A, Bradley PJ. Trauma, injuries, and foreign bodies. In: Ludman H, Bradley PJ, eds. ABC of ear, nose, and throat. 4thed. London: Blackwell Publishing Ltd; 2007.p.79.

14 Kucik CJ, Clenney T, Phelan J. Management of acute nasal fractures. American family physician 2004; 70: 1315-20.

15 Thiagarajan B, Ulaganathan V. Fracture nasal bones. Otolaryngology online journal 2013; 3: 1-15.