2008 fag 1

127
KAJIAN FORMULASI DAN ISOTERMIK SORPSI AIR BUBUR JAGUNG INSTAN FENNY AGUSTINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Upload: tahir-sapsal

Post on 02-Jul-2015

11.722 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2008 Fag 1

KAJIAN FORMULASI DAN ISOTERMIK SORPSI AIR

BUBUR JAGUNG INSTAN

FENNY AGUSTINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

Page 2: 2008 Fag 1

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Fenny Agustina NRP F251050131

Page 3: 2008 Fag 1

ABSTRACT

FENNY AGUSTINA. Study of Formulation and Water Sorption Isothermic of Instant Corn Porrigde. Supervised by Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc and Dr. Ir. BAMBANG HARYANTO, M.Si.

The objectives of the research were to find the best formulation of instant corn porrigde and to study the water sorption isothermic of the product to predict its shelf life. The material used was corn (Zea mays L.) var Pioneer 11. This research consisted of dry instant corn grits production, instant corn flour production and instant corn porridge formulation. Product analyses were physical analyses (yield, bulk density, porosity, rehydration, sorption and volume swelling, viscosity, wettability and colours), chemical analyses (moisture content, ash content, protein content, carbohydrate content, fat content, and calorie value), sensory evaluation (hedonic), and water sorption isothermic.

Pre-gelatinization process using a drum dryer significantly affected the chemical and physical characteristis of the instant corn flour produced. The best instant corn grit was produced through slow freezing process followed by oven drying. The best instant corn flour was produced by pre-gelatinization process using a drum dryer at 4 rpm speed. The most accepted instant corn porridge formulation had the composition of : 35 g of dry instant corn grits, 10 g of instant corn flour, 25 g of maltodextrin and 30 g of milk powder.

The instant corn porridge had a sigmoic isothermic sorption curve. The isothermic sorption curve implied three fractions of bound water, the first fraction (Mp) was 3.43% (db) to be equivalent to Aw = 0.13, the second fraction (Ms) was 20.78% (db) to be equivalent to Aw = 0.86 and the third fraction (Mt) was 37.83%(db) to be equivalent to Aw = 1. The product packaged in alufo had a longer shelf life than those package in PP and PE. Instant corn porridge product was predicted to have a 4.5 years shelf life in 85% storage RH . Key words : Instant corn porrigde, water sorption isothermic, shelf life

Page 4: 2008 Fag 1

RINGKASAN

FENNY AGUSTINA. Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan. Dibimbing oleh Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc dan Dr.Ir. BAMBANG HARYANTO, M.Si.

Produksi jagung menempati urutan kedua setelah beras. Sebagai bahan pangan alternatif seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, proses pengolahan jagung dituntut untuk mengikuti trend dan selera konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam penyajian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula bubur jagung instan yang paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna pendugaan umur simpan produk.

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung (Zea mays L) varietas Pioner 11. Penelitian ini terdiri dari proses pembuatan grits jagung instan kering, pembuatan tepung jagung instan dan formulasi bubur jagung instan. Analisis produk diantaranya analisis fisik (rendemen, densitas kamba, porositas, rasio rehidrasi, penyerapan dan pengembangan volume, viskositas, wetabillity dan warna), analisis kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan nilai kalori), uji organoleptik (hedonik) serta kajian isotermik sorpsi air guna menduga umur simpan produk bubur jagung instan yang terbaik.

Proses pregelatinisasi pada pembuatan tepung jagung instan dengan menggunakan pengering drum (drum dryer) memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisik dan kimia dari tepung jagung instan yang dihasilkan. Penelitian ini menghasilkan komponen penyusun bubur jagung yang terpilih diantaranya grits jagung instan yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat dan dikeringkan dengan alat pengering oven. Tepung jagung instan terbaik dihasilkan melalui proses pregelatinisasi menggunakan alat pengering drum dengan kecepatan putaran 4 rpm. Formulasi bubur jagung instan yang paling disukai memiliki komposisi sebagai berikut : grits jagung instan kering 35 gr, tepung jagung instan 10 gr, maltodekstrin 25 gr dan susu bubuk 30 gr. Pemilihan produk berdasarkan nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis dari semua atribut dari uji organoleptik. Kajian isotermik sorpsi air dari produk bubur jagung instan menghasilkan kurva isotermik sorpsi yang berbentuk sigmoid. Berdasarkan analisis dari kurva isotermik sorpsi tersebut dihasilkan susunan tiga daerah fraksi air terikat yang dibatasi oleh Mp, Ms dan Mt yang tiap-tiap fraksi tersebut berkesetimbangan dengan aw sebagai berikut : ATP yang dibatasi oleh Mp=3.43% (bk), yang berkesetimbangan dengan aw= 0.13 ; ATS yang dibatasi oleh Ms=22.78% (bk) berkesetimbangan dengan aw=0.86 ; ATT yang dibatasi oleh Mt=37.83. Produk bubur jagung instan yang dikemas dengan kemasan alufo memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan dengan kemasan PP dan PE. Pada RH penyimpanan 85% produk yang dikemas dengan kemasan alufo mempunyai umur simpan selama 4.5 tahun, dengan kemasan PP selama 0.5 tahun dan dengan kemasan PE selama 0.5 tahun.

Page 5: 2008 Fag 1

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan narasumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah,

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 6: 2008 Fag 1

KAJIAN FORMULASI DAN ISOTERMIK SORPSI AIR BUBUR JAGUNG INSTAN

FENNY AGUSTINA Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

Page 7: 2008 Fag 1

Judul Tesis : Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan Nama : Fenny Agustina NRP : F 251050131

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Ketua

Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.S Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Lulus : .................. Tanggal Ujian : 07 Juli 2008

Page 8: 2008 Fag 1

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang

merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi dalam sebagai tugas akhir

pada Program Studi Ilmu Pangan di Institut Pertanian Bogor dengan judul

“Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si selaku ketua

dan anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tulisan ini.

Kepada ayahanda, ibunda dan suami tercinta, penulis mengucapkan

banyak terima kasih atas do’a, kasih sayang dan dukungan yang luar biasa selama

penulis menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Pangan IPB. Kepada kerabat

keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a, penulis juga

mengucapkan terima kasih.

Terima kasih yang mendalam penulis haturkan kepada ketua Program

Studi Ilmu Pangan Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Betty

Sri Laksmi Jenie, MS yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama

penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pangan (IPN). Selain itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh teknisi laboratorioum : Bu

Rub & Pak Gatot, Pak Sobirin, Pak Wahid, Mas Edi & Teh Ida, Pak Yahya,

Pak Koko, Pak Sidik, Pak Nur & Bu Sri, Pak Iyas, Mbak Ari, Bu Antin dan

Pak Rozak atas segala bantuan dan kerjasama yang telah terjalin selama

penulis melaksanakan penelitian. Kepada Mbak Mar, terima kasih banyak

untuk perhatian dan bantuan dalam urusan administrasi selama penulis

melaksanakan studi di Ilmu Pangan.

Buat teman-teman IPN angkatan 2005, khususnya Hana terima kasih

untuk perhatian dan keluarga baru yang penulis dapatkan selama menetap di Kota

Bogor. Untuk Kak Cynthia, Uda Akhyar terima kasih untuk perhatian dan suka

dukanya selama penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampai pada rekan-rekan

IPN 2005 Mpok Nori, Yonathan, Kak erni, Mbak ema, Fitri, Henny, Dek Dian,

Mas Haris (Yogya), Yoga dan Ayusta untuk setiap keceriaan, perhatian dan

Page 9: 2008 Fag 1

pengertiannya selama penulis menjalankan studi di IPN. Penulis juga

mengucapkan terima kasih buat adik-adik kost-ku yang baik “Sunda karya dan

Exs Andhika House” (Vinny, Tiche, Uuk, Wawa, Aghe, Irma, Ella, Deva, mbak

Firda & dek Faras, mbak Eka, Ike, Isil, Nunu, Mike, Nokie, Zahro) untuk

perhatian dan persaudaraan yang telah terjalin. Tak lupa penulis mengucapkan

terima kasih kepada rekan-rekan Prima Photocopy (Mas Wiwid, Mas Sandy, Mas

Pardi, Mas Tri, Mas Hary dll) buat bantuan, canda tawa dan dukungan yang

diberikan.

Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan, penulis

mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca, karena penulis

menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Penulis juga

mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan

penulisan ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bogor, Juli 2008

Fenny Agustina

Page 10: 2008 Fag 1

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 17 Agustus 1981. Suatu anugerah terbesar dari AllaH SWT karena penulis memiliki sepasang orang tua yang sangat menyayangi penulis. Ayah H. Razali Kidam Akhmad, SE dan ibu Hj. Nurlaili Razali, S.Pd adalah kedua orangtua yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melihat dunia dan suami tercinta Hidayat Zain, ST yang telah membuat hidup ini lebih berwarna. Penulis merupakan putri tunggal.

Pada tahun 2000, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Batam dan pada tahun yang bersamaan lulus UMPTN dan diterima sebagai mahasiswi di Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang.

Pada tahun 2005, penulis memperoleh gelar Sarjana Peternakan. Pada tahun yang sama, Allah SWT memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan strata dua. Penulis diterima sebagai mahasiswi Pascasarjana Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota Forum Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan (FORMASIP) dan aktif mengikuti berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan di dalam maupun di luar lingkungan kampus.

Page 11: 2008 Fag 1

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN JUDUL i PRAKATA ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN x 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 2 1.3 Hipotesis 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Tanaman Jagung 3 2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum 4 2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia 5

2.2 Karakterisasi Biji Jagung 6 2.2.1 Sifat Morfologi Jagung dan Anatomi Biji Jagung 6 2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung 7

2.3 Pangan Instan 8 2.4 Pengeringan 9 2.5 Pengering Silinder (drum dryer) 10 2.6 Pengering fluidized bed 11 2.7 Kesetimbangan Air 11 2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA) 14 2.9 Umur Simpan (Shelf life) 18

3. BAHAN DAN METODE 20 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 20 3.2 Bahan dan Alat 20 3.3 Tahapan Penelitian 20

3.3.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih 21 3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering 23 3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan 24 3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan 25

3.4 Metode Analisis 26 3.4.1 Analisis Sifat Fisik 26 3.4.2 Uji Organoleptik 28 3.4.3 Analisis Kimia 29 3.4.4 Kajian Isotermik Sorpsi Air dan Pendugaan Umur Simpan 31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 34

4.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih 34 4.2 Pembuatan dan Karakteristik Grits Jagung Instan kering 35

Page 12: 2008 Fag 1

4.2.1 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering 35 4.2.2 Pengaruh Jenis Pengeringan Terhadap Grits Jagung

Instan Kering 36 4.2.3 Karakteristik Fisik Grits Jagung Instan Kering 41

4.2.3.1 Rendemen 41 4.2.3.2 Porositas 43 4.2.2.3 Rasio Rehidrasi 44 4.2.3.4 Penyerapan dan Pengembangan Volume Nasi Jagung 47 4.2.3.5 Sifat Birefringence 49

4.2.4 Karakteristik Kimia Grits Jagung Instan Kering 51 4.2.4.1 Kadar Air 52 4.2.4.2 Kadar Abu 53 4.2.4.3 Protein 53 4.2.4.4 Lemak 54 4.2.4.5 Karbohidrat 54 4.2.4.6 Kalori/ Energi 55

4.3 Pembuatan dan Karakteristik Tepung Jagung Instan 55 4.3.1 Karakteristik Fisik Tepung Jagung Instan 55

4.3.1.1 Viskositas 55 4.3.1.2 Daya serap air (wettability) 57 4.3.1.3 Densitas Kamba 58 4.3.1.4 Warna 59

4.3.2 Karakteristik Kimia Tepung Jagung Instan 62 4.3.2.1 Kadar Air 62 4.3.2.2 Kadar Abu 63 4.3.2.3 Protein 64 4.3.2.4 Lemak 64 4.3.2.5 Karbohidrat 65 4.3.2.6 Kalori/ Energi 65

4.4 Produk Bubur Jagung Instan 66 4.4.1 Uji Organoleptik 66

4.4.1.1 Tekstur 66 4.4.1.2 Kekentalan 67 4.4.1.3 Warna 68 4.4.1.4 Rasa 69 4.4.1.5 Aroma 71 4.4.1.6 Penerimaan umum (overall) 72

4.4.2 Komposisi Kimia 73 4.5 Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan 74

4.5.1 Analisis Fraksi Air Terikat 76 4.5.1.1 Penentuan Kapasitas Air Terikat Primer (Mp) 76 4.5.1.2 Penentuan Kapasitas Air Terikat Sekunder (Ms) 78 4.5.1.3 Penentuan Kapasitas Air Terikat Tersier (Mt) 80

4.5.2 Susunan Tiga Daerah Fraksi Air Terikat 82 4.5.3 Pendugaan Umur Simpan Bubur Jagung Instan 83

4.6 Analisa Biaya Bubur Jagung Instan 86

Page 13: 2008 Fag 1

5. SIMPULAN DAN SARAN 90 5.1 Simpulan 90 5.2 Saran 92

DAFTAR PUSTAKA 93 LAMPIRAN 101

Page 14: 2008 Fag 1

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram baha 7

2 Kelembaban relatif larutan garam jenuh 14

3 Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan 26

4 Faktor pengali untuk setiap spindel dan rpm yang digunakan 27

5 Garam jenuh pada berbagai aw yang dipergunakan dalam percobaan pengukuran kesetimbangan air 32

6 Rendemen hasil penggilingan jagung pipilan (biji jagung) 34

7 Hasil analisis proksimat grits jagung instan 52

8 Hasil rata-rata analisis warna tepung jagung instan 60

9 Hasil analisis proksimat tepung jagung instan 62

10 Hasil analisis proksimat bubur jagung instan 74

11 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bubur jagung instan 75

12 Konstanta persamaan BET pada bubur jagung instan 78

13 Konstanta persamaan Logaritma pada bubur jagung instan 80

14 Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan 82

15 Susunan tiga daerah fraksi air terikat bubur jagung instan 82

16 Parameter-parameter pengukuran umur simpan bubur jagung instan 85

17 Investasi peralatan dalam pembuatan bubur jagung instan 87

18 Biaya tetap dalam pembuatan bubur jagung instan 87

19 Biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung instan 88

20 Studi sensitivitas dari produk bubur jagung instan 88

Page 15: 2008 Fag 1

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Tanaman jagung (Zea mays L.) 4

2 Struktur biji jagung 6

3 Lima tipe kurva isotermi sorpsi air 15

4 Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air bahan pangan dan pembagian tiga daerah ikatan 16

5 Peta stabilitas bahan makanan 17

6 Prosedur tahapan penelitian secara lengkap 21

7 Prosedur pembuatan grits jagung bersih 22

8 Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan 23

9 Diagram alir pembuatan tepung jagung instan 24

10 Diagram alir pembuatan bubur jagung instan 25

11 Jagung pipilan, alat penggiling multimill, ayakan dan fludized bed dryer 35

12 Grits jagung bersih 35

13 Visualisasi nasi jagung instan sebelum dikeringkan 36

14 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dikeringkan dengan fluidized bed dryer 38

15 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan dengan fluidized bed dryer 39

16 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dikeringkan dengan oven 39

17 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan dengan oven 41

18 Rendemen grits jagung instan kering 42

19 Porositas grits jagung instan kering 43

20 Perubahan grits jagung instan kering selama prose rehidrasi 45

21 Grits jagung instan yang telah mengalami rehidrasi 45

22 Rasio rehidrasi grits jagung instan kering 46

23 Penyerapan air nasi jagung instan 47

24 Pengembangan volume nasi jagung instan 48

25 Bentuk granula pada grits jagung instan kering yang telah mengalami proses pengeringan dibawah mikroskop polarisasi perbesaran 400x 50

26 Viskositas tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm 56

Page 16: 2008 Fag 1

27 Wetabilitty tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm 58

28 Densitas kamba tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm 59

29 Lingkaran warna 60

30 Tepung jagung instan dengan kecepatan 4 rpm (a), tepung jagung instan dengan kecepatan 6 rpm (b) 61

31 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur bubur jagung instan 67

32 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan kekentalan bubur jagung instan 68

33 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan warna bubur jagung instan 69

34 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan rasa bubur jagung instan 70

35 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan aroma bubur jagung instan 71

36 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan overall bubur jagung instan 72

37 Kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan 76

38 Plot data kapasitas air terikat primer bubur jagung instan dengan metode BET 77

39 Plot data kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dengan metode Logaritma 79

40 Plot data kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan dengan metode polinomial ordo 2 81

41 Data kemiringan kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan 84

Page 17: 2008 Fag 1

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Alat pengering silinder (drum dryer) 101

2 Alat pengering fluidized bed (fludized bed dryer) 102

3 Alat tanak laboratorium 103

4 Formulir uji hedonik bubur jagung instan 104

5 Data uji organoleptik 105

Page 18: 2008 Fag 1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan pangan masih menjadi masalah bagi bangsa

Indonesia saat ini. Ditinjau dari sisi ketersediaan dan kecukupan pangan pokok

berbasis karbohidrat, negara masih sangat bergantung pada komoditas beras.

Kondisi negara yang makanan pokonya hanya bergantung pada satu jenis

makanan pokok saja (dalam hal ini beras) akan menghadapi masalah bila terjadi

gangguan pada sistem produksi dan distribusi. Oleh karena itu diversifikasi

pangan menjadi sangat penting artinya.

Di Indonesia, jagung merupakan komoditas serealia kedua setelah beras

dimana data produksi jagung dari tahun 2000 hingga 2007 mengalami

peningkatan yang cukup besar. kurang lebih dari 9.5 juta ton (tahun 2000)

meningkat menjadi 13.3 juta ton (tahun 2007). Jagung mempunyai peranan

penting dalam hal penyediaan bahan pangan, bahan baku industri dan pakan

ternak. Sebagai bahan pangan, jagung dapat dimanfaatkan sebagai tepung

komposit untuk substitusi terigu.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,

proses pengolahan pangan jagung, dituntut untuk mengikuti trend dan selera

konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam

penyajian. Salah satu contohnya dengan menghasilkan produk pangan instan,

seperti beras instan, bubur instan, mi instan, puding instan dan lain-lain.

Bubur merupakan jenis makanan yang mudah untuk dikonsumsi karena

tekstur bubur yang lunak, dan pilihan rasa yang beraneka ragam sesuai dengan

selera dan keinginan konsumen. Di Amerika Tengah dan Amerika Selatan seperti

Meksiko dan Brazil jagung diolah menjadi produk bubur. Di Meksiko bubur

jagung dikenal dengan nama atole atau pinole, sedangkan di Brazil bubur jagung

dikenal dengan sebutan mingau, carisca dan pamonila (Serna-Salvidar et al.

2001)

Penelitian dalam usaha meningkatkan nilai tambah jagung di Indonesia

sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah bubur jagung instan. Namun bubur

jagung tersebut bentuknya masih seperti bubur bayi (produk MP-ASI).

Page 19: 2008 Fag 1

2

Panggabean (2004) dan Bahrie (2005) telah melakukan penelitian pembuatan

prototipe bubur jagung instan yang juga terbuat dari bahan baku jagung, dari saran

penelitian disebutkan masih diperlukan peningkatan mutu tekstur dan

penampakan juga pengembangan cita rasa dari bubur jagung instan yang

dihasilkan. Dengan melakukan modifikasi penambahan grits jagung instan dan

beberapa bahan penunjang seperti maltodekstrin dan susu bubuk dalam formulasi

pembuatan bubur jagung instan diharapkan produk bubur yang dihasilkan

berkualitas lebih baik dan lebih dapat diterima konsumen.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian adalah menghasilkan formula bubur jagung instan yang

paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna pendugaan umur simpan

produk.

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Memberikan alternatif bentuk pangan olahan jagung menjadi makanan cepat

saji.

2. Meningkatkan nilai tambah jagung sebagai salah satu sumber pangan.

3. Mendukung program diversifikasi pangan berbasis jagung

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah bahwa dengan

didapatkannya formulasi yang optimal pada proses pembuatan produk akan

memberikan karakteristik bubur jagung instan yang berkualitas baik dari segi fisik,

kimia dan organoleptik serta umur simpan yang lama.

Page 20: 2008 Fag 1

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L) adalah tanaman sejenis rumput-rumputan yang sering

disebut maize. Jagung berasal dari Meksiko dan merupakan hasil evolusi tanaman

rumput liar Teosinte (Zea mayssp. Mexciana) (Johnson 1991). Berawal dari Peru

dan Meksiko, tanaman jagung berkembang ke daerah Amerika Tengah dan

selatan kemudian berlayar ke Eropa dan bagian utara Afrika. Di awal abad ke-16,

jagung sampai di India dan Cina. Tanaman jagung masuk ke Indonesia dibawa

bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16 melalui Eropa, India dan Cina

(Suprapto dan Rasyid 2002).

Secara botanis jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Klas : Monocotyledonae

Ordo : Glumifolrae

Famili : Gramineae

Genus : Zea

Species : mays

Jagung tergolong ke dalam tanaman berumah satu. Bunga jantan tanaman

jagung terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina terbentuk

dipertengahan batang tanaman. Biji jagung berkeping tunggal dan tumbuh

berderet rapi pada tongkolnya. Pada setiap tanaman jagung terdapat satu atau

kadang-kadang terdapat dua buah tongkol jagung (Suprapto dan Rasyid 2002).

Tongkol jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung

dan rambut. Kelobot merupakan kelopak buah yang membungkus dan melindungi

biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol jagung berkisar 12 – 15 lembar.

Tongkol jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan untuk

pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol (Effendi dan Sulastiasti

1991). Gambar Jagung terlihat pada Gambar 1 (http: //www.bima.ipb.ac.id/ image

2007).

Page 21: 2008 Fag 1

4

Gambar 1. Tanaman jagung (Zea mays L)

Biji jagung berbentuk bulat dan tumbuh melekat di tongkol jagung.

Susunan biji jagung pada tongkol jagung berbentuk spiral. Jumlah biji jagung

dalam satu tongkol berkisar antara 300-1000 biji jagung. Bagian rambut dari

tongkol jagung merupakan tangkai putik yang muncul melalui sela-sela deret biji

dan tumbuh menjulur keluar dari kelebot. Rambut memiliki cabang-cabang yang

halus yang berfungsi untuk menangkap tepung sari pada saat pembuahan (Effendi

dan Sulastiati 1991).

2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum

Menurut Hughes dan Metcalve (1972) jagung mempunyai beberapa sub

species yaitu :

• Soft corn (Zea mays amylacea)

Jagung ini disebut juga jagung tepung. Jenis ini banyak ditanam di

Amerika Serikat, Kolombia, Peru, Bolivia dan Afrika Selatan. Biji jagung ini

hampir seluruhnya mengandung pati yang lunak.

• Pod corn (Zea mays tunicata)

Jagung ini mempunyai kulit yang menutupi bijinya, yang tidak

terdapat pada jagung jenis lain. Dengan demikian, jagung ini menjadi tahan lama

dan daya kecambahnya tetap baik. Jagung ini tidak di tanam di Indonesia.

Page 22: 2008 Fag 1

5

• Pop corn (Zea mays everata)

Pop corn atau jagung berondong mempunyai biji berbentuk

runcing, kecil dan keras, berwarna putih atau kuning. Kalau dibakar bijinya

meletus. Tongkol jagung jenis ini umumnya berukuran kecil.

• Flint corn (Zea mays indurata)

Flint corn atau jagung mutiara memiliki ukuran biji sedang. Bagian

atas biji jagung berbentuk bulat dan tidak berlekuk, serta hampir seluruhnya

mengandung lapisan tepung yang keras. Biji jagung berwarna putih, kuning dan

merah. Jagung ini agak tahan terhadap serangan hama bubuk, sehingga lebih tahan

kalau disimpan. Di Indonesia jagung ini cukup disukai. Jagung ini banyak

ditanam di Eropa, Asia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

• Dent corn (Zea mays indentata)

Dent corn disebut juga jagung gigi kuda, karena bentuknya seperti

gigi kuda. Biji jagung jenis ini mempunyai lekukan pada bagian atas. Lekukan ini

terjadi karena pengerutan lapisan tepung yang lunak ketika biji mengering. Jagung

jenis ini umumnya kurang tahan terhadap hama bubuk.

• Sweet corn (Zea mays sacharata)

Sweet corn atau jagung manis mempunyai rasa manis dan bila

dikeringkan bijinya menjadi keriput. Jagung jenis ini sering dipanen waktu masih

muda untuk direbus atau dibakar.

• Waxy corn (Zea mays cerantina)

Waxy corn memiliki biji menyerupai lilin. Molekul pati jagung

jenis ini berbeda dari molekul pati jenis lain. Pati waxy corn mirip glikogen dan

menyerupai tepung tapioka. Jagung jenis ini tidak ditanam di Indonesia,

kebanyakan terdapat di Asia Timur antara lain Birma Utara, Filipina, Cina sebelah

timur dan Mansuria.

2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia

Jenis jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah jagung gigi kuda,

jagung mutiara, jagung berondong dan jagung manis. Jenis jagung yang penting

sebagai makanan pokok adalah jenis jagung gigi kuda dan jagung mutiara.

Page 23: 2008 Fag 1

6

Saat ini berbagai varietas unggul telah dianjurkan untuk ditanam di daerah

rendah seperti varietas Arjuna, varietas IPB-4, varietas H-6, varietas Bromo,

varietas Bogor-Composite-2, varietas Genjah Kertas, varietas Kretek. Sedangkan

untuk daerah tinggi disarankan untuk menanam varietas Bastar Kuning, varietas

Bima, varietas Pandu (Panggabean 2004).

2.2 Karakterisasi Biji Jagung

Biji jagung menrupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan

berat rata-rata 250-300 mg. Biji jagung memiliki bentuk tipis, dan bulat melebar

yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung

diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki

struktur embrio yang sempurna, serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu

baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson

1991).

2.2.1 Sifat Morfologi dan Anatomi Biji Jagung

Biji jagung tersusun dari 4 bagian terbesar yaitu : perikarp (5%),

endosperm (82%), lembaga (12%) dan tip cap (1%). Endosperm merupakan

bagian biji jagung yang mengandung pati. Endosperm jagung terdiri atas

endosperm keras (horny endosperm) dan endosperm lunak (floury endoperm).

Endosperm keras terdiri dari sel-sel yang lebih kecil dan rapat, demikian pula

halnya dengan susunan granula pati didalamnya. Sedangkan endoperm lunak

mengandung pati yang lebijh banyak dengan susunan tidak serapat pada bagian

endosperm keras (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Gambar 2. memperlihatkan

struktur dari biji jagung.

Gambar 2. Struktur biji jagung

Page 24: 2008 Fag 1

7

2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung

Menurut Jugenheimer (1976), komposisi kimia jagung bervariasi

tergantung pada varietas, cara menanam, iklim dan tingkat kematangan.

Komposisi kimia jagung putih (white corn) tidak jauh berbeda dengan jagung

kuning (yellow corn), tetapi jagung putih tidak mengandung vitamin A.

Komposisi kimiawi tersebut diatas tidak menyebar merata pada bagian-bagian biji

jagung (Utomo 1982).

Diantara biji-bijian kandungan vitamin A jagung paling tinggi

sebesar 440 SI. Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 gram

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram bahan.

Komponen Jagung kuning segar

Jagung kuning pipilan

Jagung kuning giling

Tepung jagung kuning

Maizena

Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Bagian yang dapat dimakan (%)

140.0 4.7 1.3 33.1 6.0

118.0 0.7

4 35.0 0.24 8.0 60.0 90.0

307.0 7.9 3.4 63.6 9.0

14 8.0 2.1

440.0 0.33 0.0 24.0 90.0

361.0 8.7 4.5 72.4 9.0

380.0 4.6

350.0 0.27 0.0 13.1 100.0

335.0 9.2 3.9 73.7 10.0 256.0 2.4

510.0 0.38 0.0 12.0 100.0

343.0 0.3 0.0 85.0 20.0 30.0 1.5 0.0 0.00 0.0 14.0 100.0

Sumber : Rukmana (1997)

Lemak jagung terutama terdapat pada bagian lembaga, yaitu sebesar 85%

dari total lemak (Berger 1962). Menurut Inglett (1970) komposisi utama lemak

jagung adalah trigliserida. Jagung juga mengandung protein yang disebut zein,

sebanyak 9%. Protein tersebut terutama pada bagian endosperm. Protein utama

dalam jagung adalah glutelin dan dikenal sebagai glutenin.

Kandungan gula jagung sebesar 1-3 % dengan komponen terbesar adalah

sukrosa. Sukrosa terdapat pada bagian lembaga sebanyak 75% dan bagian

endosperm sebanyak 25%. Glukosa, fruktosa dan rafinosa terdapat dalam jagung

dalam jumlah kecil. Dalam biji jagung terdapat serat kasar sebanyak 2.1 – 2.3 %.

Pada bagian pericarp (kulit sekam) terdapat 41-46% hemiselulosa (Inglett 1970).

Page 25: 2008 Fag 1

8

Serealia umumnya kurang akan vitamin C dan vitamin, tetapi banyak

mengandung vitamin B. Vitamin yang terdapat dalam jagung antara lain thiamin,

niasin, riboflavin dan piridoksin. Walaupun jagung mengandung niasin tetapi

sekitar 50-80% berada dalam bentuk ikatan niacytin, sehingga jagung masih

dikatakan kekurangan niasin. Kekurangan niasain dapat menyebabkan penyakit

pelagra (Kent 1975).

Kandungan mineral dalam jagung terutama terdapat pada bagian lemabga,

yaitu hampir 75% dari total mineral. Jagung kaya akan posfor dan kalium, tetapi

miskin kandungan kalsium. Kandungan magnesium, natrium dan klorin sangat

sedikit dalam jagung (Berger 1962).

2.3 Pangan Instan

Produk pangan instan berkembang pesat pada masa sekarang ini dengan

beraneka jenis dengan beraneka jenis bentuknya. Berdasarkan konsep dasar proses

instanisasi produk makanan, maka yang dianggap penting adalah perbaikan-

perbaikan proses yang mengarah kepada perlatan mekanis dalam pembuatannya

yang berpengaruh kepada proses kemudahan dalam penyeduhan (penyajian),

pengemasan dan kondisi penyimpanan (Panggabean 2004).

Produk pangan instan merupakan jenis produk pangan yang mudah untuk

disajikan dalam waktu yang relatif singkat. Pangan instan adalah produk pangan

yang dibuat untuk mengatasi masalah penggunaan produk pangan yang sering

dihadapi, misalnya penyimpanan, transportasi, tempat dan waktu konsumsi

(Hartomo dan Widiatmoko 1993 dalam Hartono 2004).

Australian of Technological Science and Engineering (2000) dalam

Husain (2006) menyatakan bahwa pangan instan merupakan suatu produk pangan

yang penyajiannya melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan

berbagai proses pemasakan. Bahrie (2005) menyatakan bahwa, pada dasarnya

pembuatan produk pangan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar air

sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaan. Bentuk pangan instan

biasanya mudah ditambah air (dingin atau panas) dan mudah larut sehingga

mudah disantap.

Page 26: 2008 Fag 1

9

Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah

untuk dicerna. Biasanya bubur dibuat dari beras, kacang hijau, beras merah, atau

bahan-bahan lainnya. Sedangkan bubur instan adalah salah satu jenis pangan

instan yang merupakan makanan cepat saji dan praktis untuk dikonsumsi.

Penyajian bubur instan dapat dilakukan dengan menambahkan air panas ataupun

susu, sesuai dengan selera (Fellows dan Ellis 1992).

Hartomo dan Widiatmoko (1993) menjelaskan bahwa ada tiga kriteria

yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat membentuk produk pangan instan,

diantaranya : 1). Sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, 2). Tidak

memiliki lapisan gel yang tidak permiabel sebelum digunakan yang dapat

menghambat laju pembasahan, 3). Rehidrasi produk tidak menghasilkan produk

yang menggumpal dan mengendap.

2.4 Pengeringan

Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara

stimultan Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk

menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan

akan dilepaskan dari permukan bahan ke udara kering (Pramono 1993).

Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena

perbedan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan

dari pengeringan antara lain adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai

batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat

menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti agar bahan memilki masa

simpan yang lama (Taib et al. 1988). Disi lain, pengeringan menyebabkan sifat

asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan

tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi 1989).

Desrosier (1988) menjelaskan bahwa proses pengeringan umumnya

digunakan pada bahan pangan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan

penjemuran dan pengeringan dengan alat pengeringan. Kelemahan dari

penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah terkontaminasi

oleh kotoran atau debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk yang

dikeringkan. Di sisi lain pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat

Page 27: 2008 Fag 1

10

pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi

sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminsasi dari debu, serangga, bururng atau

tikus dapat dihindari. Sealin itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk

yang dihasilkan (Desrosier 1988).

2.5 Pengering Silinder (drum dryer)

Pengeringan silinder merupakan tipe alat pengering yang terdiri dari satu

atau lebih silinder dan terbuat dari logam yang berputar sesuai dengan porosnya

pada posisi horizontal yang dilengkapi dengan pemansan internal oleh uap air, air

atau media cairan pemanas lainnya. Umpan bubur dan pasta dikeringkan pada

permukaan drum yang dipanaskan oleh uap panas dan berputar perlahan-;lahan.

Lapisan yang telah kering dikikis dan dikumpulkan dalam bentuk kerak

(Mujumdar 2000).

Secara umum alat pengering silinder memiliki dua tipe, yaitu silinder

tunggal dan silinder ganda. Pada silinder tunggal, pembentukan film atau lapisan

dilakukan dengan mencelupkan silinder pada bubur atau larutan, sedangkan

silinder ganda didisain dengan dua silinder yang puncaknya paralel dan bahan

yang akan dikeringkan dimasukkan dari bagian atas pada daerah di antara dua

drum (APV Crepaco 1992). Prinsip kerja alat pengering silinder adalah silinder

berputar dengan tenaga pengerak motor, dipanaskan dari bagian dalam dengan

menggunakan steam. Panas permukaan drum mencapai suhu 120-170oC. Lapisan

bahan yang akan dikeringkan disebarkan secara merata pada permukaan atas

silinder. Sebelum mencapai putaran penuh, bahan akan mengering dan dikikis

oleh pisau yang ada disepanjang permukaan silinder dengan arah melintang.

Produk akhir ditampung di bawah permukaan silinder (Hariyadi et al. 2000).

Menurut Parker (2003), pengeringan silinder dapat digunakan untuk

mengeringkan bahan pangan berbentuk cair, pasta, pure dan bubur. Susu, bubur

kentang, pasta tomat dan pakan merupakan contoh bahan pangan yang

menggunkaan pengeringan silinder dimana suhu permukaan yang tinggi

menyebabkan bahan kering.

Keuntungan menggunakan alat pengering silinder adalah kecepatan

pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Sedangkan

Page 28: 2008 Fag 1

11

kekurangannya antara lain adalah pengeringan dengan alat ini hanya dapat

dilakukan pada bahan yang berbentuk cairan, pasta atau bubur yang memiliki

ketahanan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu ± 2 – 30 detik

(Mujumdar 2000).

2.6 Pengering Fluidized Bed

Pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang biasa digunakan

untuk mengeringkan bahan berbentuk butiran. Pada alat ini, udara panas

dihembuskan melalui dasar partikel makanan dengan kecepatan yang tinggi untuk

mengatasi kekuatan gravitasi dalam produk dan mempertahankan partikel dalam

bentuk suspensi (Jayaraman dan Gupta 1995).

Menurut Hariyadi et al. (2000) menjelaskan prinsip kerja pengering

fluidized bed adalah udara panas yang berasal dari heater electric dialirkan

dengan bantuan fan. Aliran udara bergerak dengan tipe vertikel, dimana udara

panas digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel

bahan yang dikeringkan. Proses tersebut akan mengakibatkan seluruh permukaan

bahan bersentuhan dengan udara panas.

Keuntungan dari pengering jenis ini adalah intensitas pengering dan

efisiensi suhu tinggi, pengawasan mutu seragam dan teliti, lama pengeringan

bahan dapat diubah-ubah, waktu pengeringan lebih singkat dibandingkan dengan

tipe pengering lainnya, peralatan operasi dan pemeliharaan sangat sederhana,

proses dapat diukur secara otomatis tanpa adanya kesulitan dan beberapa proses

dapat dikombinasikan dengan menggunakan pengering fluidized bed ini (Anonim

2007).

2.7 Kesetimbangan air

Bahan pangan berinteraksi dengan molekul air yang terkandung

didalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Interaksi molekul air dengan

bahan pangan dan lingkungan dapat dilihat dari isotermi sorpsi airnya Isotermi

sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH

kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan baku atau aktivitas air pada

suhu tertentu (Handoko 2004).

Page 29: 2008 Fag 1

12

Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan

aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban

relatif (RH) dan kelembaban mutlak (Syarief dan Halid 1993).

Kandungan air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau basis kering (dry basis).

Kadar air basis basah (Mw) adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap

berat bahan. Kadar air berat kering (Md) adalah perbandingan berat air bahan

pangan terhadap berat berat kering bahan atau padatannya. Hubungan antara kadar

air basis basah dengan kadar air basis kering dapat dinyatakan dengan rumus

berikut :

MwMwx

Md−

=100100

Kadar air keseimbangan adalah kadar air saat tekanan uap air bahan

setimbang dengan lingkungannya. Pada saat terjadi keseimbangan, jumlah uap air

yang menguap dari bahan ke udara sama dengan jumlah air yang masuk ke bahan.

Kadar air kesetimbangan yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar

air keseimbangan desorpsi, sedangkan apabila terjadi karena bahan menyerap air

disebut menyerap air disebut kadar air kesetimbangan absorpsi.

Fennema (1985) memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air

dalam bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dengan

pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan

bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun

kerusakan kimiawi. Ditambahkan oleh Purnomo (1995) yang menjelaskan kriteria

ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air,

konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas

air (Aw).

Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan pangan biasanya

dinyatakan dengan aktivitas air (aw), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan

untuk reaksi oksidasi lemak, reaksi enzimatis, reaksi pencoklatan non enzimatis

atau jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk

pertumbuhannya (Troller dan Christian 1978). Aw dapat dinyatakan sebagai

potensi kimia yang kisaran nilainya bervariasi dari 0,0 – 1,0. Pada nilai Aw 0,0

Page 30: 2008 Fag 1

13

berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas

selama proses kimia, sedangkan nilai Aw 1,0 berarti potensi air dalam proses

kimia dalam kondisi maksimal.

Menurut Winarno (1997) kandungan air dalam bahan makanan

mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba dinyatakan dalam

Aw. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh

dengan baik, misalnya Aw bakteri = 0,90 ; Aw khamir = 0,80 – 0,90 dan Aw

kapang = 0,60 – 0,80.

Berdasarkan hukum Raoult, aktivitas air berbanding lurus dengan jumlah

mol zat terlarut dan berbanding terbalik dengan jumlah mol pelarut. Hukum ini

hanya berlaku untuk larutan, tidak berlaku untuk bahan padat. Hukum ini dapat

dinyatakan dengan persamaan berikut :

)( 21

2

nnnAw +

=

Keterangan :

n1 = Jumlah mol zat terlarut,

n2 = Jumlah mol pelarut (air),

n1 + n2 = Jumlah mol larutan

Aktivitas air suatu bahan pangan dapat didefenisikan secara fisika dengan

persamaan berikut :

100%100 ERHx

PPA

Tow =⎥

⎤⎢⎣

⎡=

Keterangan : Aw = Aktivitas air

P = Tekanan uap air dalam bahan pangan

Po = Tekanan uap jenuh pada suhu yang sama

ERH = Kelembaban relatif kesetimbangan (%)

Beberapa jenis garam dan asam dapat digunakan untuk mengontrol

aktivitas air atau kesetimbangan relatif seperti yang tercantum dalam Tabel 2.

Supriadi (2004) menjelaskan bahwa untuk membuat kurva isotermik sorpsi,

dilakukan penyimpanan bahan dalam beberapa desikator yang telah diisi dengan

larutan garam jenuh sampai dicapai kesetimbangan pada semua larutan sekitar 1-2

Page 31: 2008 Fag 1

14

minggu. Kesetimbangan dicapai pada saat tekanan uap air pada bahan sama

dengan tekanan uap air lingkungan sekitar.

Tabel 2. Kelembaban relatif larutan garam jenuh

RH (%) pada suhu Larutan garam jenuh

20oC 25oC 30oC

Lithium klorida Kalium asetat Magnesium bromida Magnesium klorida Kalium karbonat Magnesium nitrat Natrium bromida Tembaga klorida Lithium asetat Strontium klorida Natrium klorida Amonium sulfat Kadmium klorida Kalium bromida Lithium sulfat Kalium klorida Kalium kromat Natrium benzoat Barium klorida Kalium nitrat Kalium sulfat Natrium phospat

12 23 31 33 44 52 57 68 70 73 75 79 82 84 85 86 88 88 91 94 97 98

11 23 31 33 43 52 57 67 68 71 75 79 82 83 85 86 87 88 90 93 97 97

11 23 30 32 42 52 57 67 66 69 75 79 82 82 85 84 86 88 89 92 97 96

Sumber : Rockland (1969) dalam Puspitawulan (1997)

2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA)

Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan

RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas air pada suhu

tertentu (Labuza 1968). Handoko (2004) menjelaskan bahwa isotermik sorpsi air

dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva isotermik sorpsi yang khas pada setiap

bahan pangan. Ditambahkan oleh Purnomo (1995), bentuk kurva Isotermi sorpsi

air (ISA) bagi setiap bahan pangan khas. Hal ini berkaitan dengan struktur, sifat

fisikokimia dan kimia, serta komponen penyusun bahan pangan.

Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva

absoprsi isotermi dalam 5 tipe (Gambar 3), antara lain tipe 1 adalah tipe langmuir,

tipe 2 adalah tipe sigmoid atau S, sedangkan tipe lainnya tidak memiliki nama

Page 32: 2008 Fag 1

15

khusus. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui pada umumnya kurva isotermi

sorpsi air tidak linier (Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi 1995)

Aw Aw

Keterangan : I =Tipe Langmuir; II =Tipe Sigmoid; III, IV dan V = tidak memiliki nama khusus

Gambar 3. Lima tipe kurva isotermi sorpsi air

Kurva isotermi sorpsi air dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu melalui

proses absorbsi (dimulai dari kondisi bahan yang kering) atau melalui proses

desorpsi (dimulai dari kondisi bahan yang basah). Pada proses absorpsi terjadi

penyerapan uap air dari udara ke dalam bahan pangan, dan sebaliknya proses

desorpsi bahan pangan melepaskan uap air ke udara (Labuza 1968). Kedua cara

tersebut biasanya menghasilkan perbedaan yang ditunjukkan dengan tidak

berhimpitnya kedua kurva. Fenomena ini disebut histeresis.

Model analisa logaritma dapat digunakan untuk menentukan kapasitas air

ikatan sekunder. Medel ini merupakan analogi perambatan panas dalam kaleng.

Dalam hal ini kurva isotermi sorpsi air diplot sebagai hubungan kadar air terhadap

(1-Aw). Plug dan Esselen (1963) dalam Soekarto (1978) menemukan hubungan

linier jika perambatan panas diplot sebagai log (To-T) yang merupakan perbedaan

suhu retort dan suhu pusat kaleng, terhadap waktu (t). Dengan memplot nilai log

(1-Aw) terhadap m juga dihasilkan garis lurus. Berdasarkan analog tersebut,

didapatkan model matematik empirik sebagai berikut :

=− )1( wALog b x m + a

Keterangan : m = Kadar air (g air/g bahan kering) pada aktivitas air (Aw) b = Faktor kemiringan a = Titik potong pada ordinat

Page 33: 2008 Fag 1

16

Penerapan model ini pada produk pangan menghasilkan garis lurus patah

dua. Soekarto (1978) mengartikan bahwa garis lurus pertama mewakili ikatan

sekunder, dan garis lurus kedua mewakili air ikatan tersier. Titik potong kedua

garis ini merupakan titik peralihan dari air ikatan sekunder dan air ikatan tersier,

dan dianggap sebagai batas atas atau kapasitas air ikatan sekunder.

Labuza (1968) membagi kurva isotermi sorpsi air menjadi tiga bagian,

Daerah A menunjukkan absorpsi lapisan air satu lapis molekul (daerah

monolayer), daerah B menunjukkan absorpsi tambahan diatas lapisan monilayer

(daerah multilayer), dan daerah C menunjukkan air terkondensasi pada pori-pori

bahan. Hal yang serupa juga dikemukan oleh Duchworth (1974) dalam Troller

dan Christian (1978) (Gambar 4).

Keterangan :

A = daerah monolayer ; B = daerah multilayer ; C = daerah kondensasi kapiler Gambar 4. Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air pada bahan pangan dan

pembagian tiga daerah ikatan.

Peranan faktor hidratasi bahan pangan dan lingkungannya sangat dominan

dalam terjadinya penyimpangan mutu atau kerusakan bahan pangan. Labuza

(1968) menyajikan ambang batas tingkat hidratasi (Aw) dalam hubungannya

dengan kecepatan reaksi kerusakan. Hubungan ini digambarkan dalam bentuk

peta yang disebut dengan peta stabilitas (Gambar 5) .

Peta stabilitas ini menggambarkan hubungan berbagai jenis kerusakan

sebagai fungsi dari aktivitas air (Aw) dan kadar air yang ditelusuri berdasarkan

kurva ISA dari bahan pangan tertentu.

Page 34: 2008 Fag 1

17

Gambar 5. Peta stabilitas bahan makanan yang menyerupai fungsi dari faktor

hidratasi (Labuza 1968).

Pada daerah I, molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui

suatu ikatan hidrogen berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan

molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat,

protein atau garam. Air tipe ini terikat kuat dan seringkali disebut air terikat dalam

arti sebenarnya.

Derajat peningkatan air sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi yang

terjadi sangat lambat dan tidak terukur. Reaksi yang nyata dalam bahan makanan

adalah peningkatan oksidasi lemak. Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah

II karena keaktifan katalis meningkat dengan adanya pengembangan volume

akibat penyerapan air.

Pada daerah II, molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan

molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air

murni. Bila sebagaian air pada daerah II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan

reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi browning,

hidrolisis atau oksidasi lemak akan dikurangi.

Air pada daerah III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan

matriks bahan seperti membran, kapiler, serat dan lainnya. Air ini disebut air

bebas. Air ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan

mikroorganisme dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air pada daerah

ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12 – 25% dengan

Aw kira-kira 0,80 tergantung dari jenis bahan dan suhu.

Page 35: 2008 Fag 1

18

2.9 Umur simpan (Shelf life)

Penentuan umur simpan suatu produk dapat dilakukan dengan mengamati

perubahan yang terjadi pada produk selama penyimpanan sampai tidak dapat

diterima oleh konsumen. Arpah dan Syarief (2000) menjelaskan, umur simpan

adalah selang waktu saat produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada

sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi, sedangkan menurut

Floros (1993) umur simpan merupakan waktu yang diperlukan oleh produk

pangan dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai pada level atau tingkatan

degradasi mutu tertentu.

Umur simpan bahan pangan yang dikemas dipengaruhi oleh faktor-faktor

sebagai berikut : (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme

berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap sir dan oksigen, dan

kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, (2) ukuran kemasan

dalam hubungannya dengan volume dan (3) kondisi atmosfir (terutama suhu dan

kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum

digunakan (Syarief dan Halid 1993).

Nilai aw merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menduga

kerusakan makanan atau menentukan waktu pengeringan yang diperlukan untuk

produk yang stabil. Menurut Labuza (1982), aw bahan pangan sangat menentukan

bahwa faktor-faktor yang menentukan waktu penerimaan air dalam bahan pangan

adalah sorpsi isotermi air, permeabilitas film kemasan, rasio luas permukaan

kemasan terhadap berat kering, kadar air awal, kadar air kritis, RH dan suhu

penyimpanan produk.

Labuza (1982) telah mengembangkan model matematik yang dapat

digunakan untuk memperkirakan waktu penerimaan air yaitu sebagai berikut :

ts =

bPox

WsAx

xk

McMeMiMeLn

ts −−

=

Keterangan :

ts = umur simpan produk (hari) Me = kadar sir keseimbangan (% bk) Mi = kadar air awal (% bk) Mc = kadar air kritis (% bk)

Page 36: 2008 Fag 1

19

Ws = berat bahan (g) Po = tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg) k/x = permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) B = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan

Me) Penentuan umur simpan dengan metode pendekatan air kritis ini

dilakukan berdasarkan tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity /RH),

metode tersebut menggunakan prinsip kadar air keseimbangan dan kadar air kritis

(Labuza 1982). Heldman dan Sigh (1981) menjelaskan bahwa kadar air

keseimbangan adalah kadar air pada tekanan uap air yang setimbang dengan

lingkungannya, atau kadar air bahan pada saat setimbang dengan lingkungannya

pada suhu dan RH tertentu (Hall 1980). Pada saat itu bahan tidak lagi menyerap

maupun melepaskan molekul-molekul air dari dan ke udara. Hal tersebut terjadi

jika bahan telah disimpan pada lingkungan tertentu pada jangka waktu yang lama

(Brooker et al. 1974).

Proses tercapainya kadar sir suatu bahan dengan lingkungannya karena

bahan kehilangan sebagian kandungan airnya disebut sebagai desorpsi, sedangkan

bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungannya yang

mempunyai kelembaban relatif lebih, maka bahan tersebut mencapai kadar air

keseimbangan melalui proses absorpsi. Proses desorpsi dan absorpsi ini disebut

isotermis sorpsi air (Labuza 1968).

Page 37: 2008 Fag 1

20

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium AP4 (Agricultural Pilot Plant

and Processing Project) IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan

Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Mei 2007 sampai dengan Februari 2008.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bubur jagung instan adalah

jagung lokal varietas P11 (Pioner 11) diperoleh dari Bojonegoro, Jawa Timur.

Bahan lain yang digunakan antara lain air minum dalam kemasan komersial, susu

bubuk komersial, dan maltodekstrin komersial, bahan kimia seperti beberapa

garam jenuh : MgCl2, CH3COOK, NaOH, K2CO3, KI, NaCl, KCl, BaCl2, K2CrO4,

NH4H2PO4 dan K2SO4 yang digunakan untuk kajian ISA dan bahan lainnya untuk

analisis fisik dan kimia.

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alat penggiling

multi mill, timbangan digital, ayakan 18 mesh dan 80 mesh, baskom, pengering

silinder, pengering oven, pengering fluidized bed, desikator, kompor, panci,

sendok pengaduk dan alat-alat untuk analisa fisik dan kimia.

3.3 Tahapan Penelitian

Metode percobaan terdiri atas empat tahap. Pada tahap pertama dilakukan

proses pembuatan grits jagung bersih. Pada tahap kedua dilakukan proses

pembuatan grits jagung instan dan pembuatan tepung jagung instan. Pada tahap

ketiga dilakukan proses pembuatan bubur jagung instan dengan modifikasi. Pada

tahap akhir dari penelitian ini dilakukan uji organoleptik, analisis proksimat dan

kajian isotermi sorpsi air (ISA). Tahapan dari seluruh kegitan penelitian secara

lengkap disajikan pada Gambar 6.

Page 38: 2008 Fag 1

21

Biji jagung TAHAP I (Tahap Persiapan)

Perhitungan rendemen. TAHAP II Perhitungan rendemen, Uji rasio dehidrasi, Penyerapan air dan pengembangan volume sifat birefringence, porositas dan uji proksimat. Uji viskositas,

wettability, densitas kamba, warna dan uji proksimat

TAHAP III

Uji Organoleptik dan uji proksimat

TAHAP IV

Gambar 6. Prosedur tahapan penelitian secara lengkap

3.3.1 Pembuatan Grits Jagung bersih

Pembuatan grits jagung bersih diawali dengan penggilingan biji jagung

utuh (kering) menggunakan alat penggiling multi mill. Selanjutnya dilakukan

pencucian atau pembilasan grits jagung dengan air sampai bersih, kemudian

direndam 1 jam dalam air setelah itu ditiriskan. Pada akhir tahap ini dilakukan

proses pengeringan dengan menggunakan alat pengering fluidized bed . Hasil

akhir dari serangkaian proses ini adalah grits jagung yang sudah bersih. Diagram

Pembuatan grits jagung

Pembuatan grits jagung instan kering

Pembuatan tepung jagung

instan

Pembuatan bubur jagung instan

Kajian Isotermi Sorpsi Air (ISA)

Tekno Ekonomi

Page 39: 2008 Fag 1

22

alir proses pembuatan grits jagung bersih secara lengkap dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7. Prosedur pembuatan grits jagung bersih (Modifikasi Serna Salvidar et al. 2001)

dedak

Biji jagung utuh

Dicuci atau dibilas dengan air hingga benar-benar bersih

Pengeringan dengan menggunakan pengering fluidized bed pada suhu 65oC, selama 20 menit

Diayak dengan menggunakan ayakan 18 mesh

Digiling dengan menggunakan alat penggiling multi mill

Grits jagung bersih

Perhitungan rendemen

Grits jagung kotor

Kotoran

Direndam dalam air selama 1 jam

Grits ditiriskan

Page 40: 2008 Fag 1

23

3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering

Setelah diperoleh fraksi grits jagung bersih, proses dilanjutkan dengan

pembuatan grits jagung matang atau instan yaitu grits jagung yang sudah bersih

ditambah air (1:3) kemudian ditanak atau dimasak (diaron dan dikukus) pada suhu

±75oC selama 30 menit. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuka sifat poros

dari jagung dan tahap awal terjadinya mekanisme gelatinisasi dari pati jagung.

Gambar 8. Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan kering

(Modifikasi Husain 2006)

Sifat pati yang tergelatinisasi inilah yang dimanfaatkan untuk pembuatan

produk instan. Grits jagung yang telah ditanak didinginkan pada ruang. Kemudian,

dibagi menjadi dua. Bagian pertama langsung dikeringkan dan bagian kedua

melewati proses pembekuan cepat di dalam freezer dan selanjutnya di-thawing

pada suhu ruang (27oC) kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan

dua cara yaitu dengan menggunakan pengering oven yang suhu ±60oC, selama 6

jam dan pengering fluidized bed (60oC, selama 20 menit) sehingga dihasilkan

Dicampur dengan air dan ditanak (1:3) pada suhu ± 75oC selama 30 menit

Didinginkan pada suhu ruang

Dibekukan di dalam freezer(-20oC, 44 jam)

Di-thawing

Pengering oven (±60oC, 6 jam)

Grits jagung instan

Perhitungan rendemen, uji rasio rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume, sifat birefringence, porositas dan uji proksimat

Grits jagung

Pengering fluidized bed (60oC, 20 menit)

Page 41: 2008 Fag 1

24

produk akhir yaitu grits jagung matang atau instan. Analisa yang dilakukan

terhadap grits jagung matang ini antara lain perhitungan rendemen, uji rasio

rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume nasi jagung, sifat

birefringence, dan porositas. Diagram alir proses pembuatan grits jagung matang

atau instan secara lengkap disajikan pada Gambar 8.

3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan

Pembuatan tepung jagung instan diawali dengan penggilingan grits jagung

bersih dicampurkan dan ditanak atau dimasak dengan air (1:5) pada suhu ±85oC

selama 15 menit sehingga menghasilkan adonan bubur jagung, kemudian

dikeringkan dengan menggunakan alat pengering silinder dengan kecepatan

putaran silinder 4 dan 6 rpm. Pada pengeringan dengan menggunakan pengering

silinder hasil yang didapatkan berupa hancuran lembaran-lembaran tipis. Proses

selanjutnya lembaran-lembaran tipis tersebut dihancurkan dengan menggunakan

disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh dan hasil akhirnya adalah tepung

jagung instan. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan dapat diilustrasikan

pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan (Modifikasi Bahrie 2005)

Pengering silinder dengan V = 6 rpm

Penghancuran dengan menggunakan disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh

Grits jagung bersih

Dicampurkan dengan air (1:5) dan dimasak pada suhu ±85oC selama 15 menit

Adonan bubur jagung

Dikeringkan

Lembaran-lembaran tipis

Tepung jagung instan

Pengering silinder dengan V = 4 rpm

Uji viskositas, wettability, densitas kamba, warna dan uji proksimat

Page 42: 2008 Fag 1

25

3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan

Setelah diperoleh hasil yang terbaik dari grits jagung instan dan tepung

jagung instan, maka dilakukan formulasi produk sehingga dihasilkan bubur

jagung instan yang diharapkan. Grits jagung instan kering dicampurkan dengan

tepung jagung instan, maltodekstrin dan susu bubuk menjadi satu adonan kering.

Untuk penyajiannya, adonan kering bubur jagung instan tersebut ditambah air

hangat ±150 ml (1-3 bagian air /berat adonan) dan bubur jagung siap untuk

dikonsumsi.

Tiap-tiap formula (Tabel 3) yang diperoleh kemudian diuji organoleptik

untuk melihat sejauhmana daya terima dari panelis terhadap produk. Pengujian ini

dilakukan dengan skala hedonik atau tingkat kesukaan konsumen. Sampel yang

paling disukai diuji nilai gizinya melalui uji proksimat. Prosedur atau tahapan

pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Diagram alir pembuatan bubur jagung instan

Grits jagung instan kering Tepung jagung instan

Susu bubuk

Maltodekstrin

Pencampuran

Bubur jagung instan

Uji organoleptik, uji proksimat dan kajian ISA

Page 43: 2008 Fag 1

26

Tabel 3. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan (dalam 100 gr bahan)

Campuran bahan (gr) Formulasi Tepung

jagung instan Grits jagung instan kering maltodektrin Susu bubuk

A B C D

10 10 10 10

35 40 45 50

25 20 15 10

30 30 30 30

3.4 Metode Analisis

3.4.1 Analisis Sifat Fisik

• Grits Jagung Instan Kering

1. Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono 1992)

Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung didasarkan pada

perbandingan antara berat grits jagung akhir dengan berat biji jagung awal yang

digunakan. Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung instan

didasarkan pada perbandingan antara berat grits jagung instan kering dengan berat

grits jagung awal yang digunakan. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rendemen (%) = Berat grits jagung instan Berat grits jagung bersih

2. Porositas (Suliantari 1988)

Ke dalam gelas ukur berukuran 25 ml dimasukkan butiran-butiran grits

instan sampai tanda tera, kemudian ditambahkan toluen sampai butiran tersebut

terendam lalu diukur volume toluen yang dibutuhkan. Perhitungannya adalah

sebagai berikut :

Dimana : N = Porositas Vc = Volume Toluen V = Volume total

3. Uji rasio rehidrasi (Oktavia 2002)

Sampel sebanyak 10 gr dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambah

dengan 100 ml aquadest. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam waterbath

×100%

%100xVVN c=

Page 44: 2008 Fag 1

27

bersuhu 80oC selama 10 menit. Hasil pemasakan dibiarkan sampai mencapai suhu

kamar, kemudian sampel yang telah mengalami rehidrasi ditimbang. Rasio

rehidrasi dihitung dengan rumus :

Rasio rehidrasi = Berat sampel setelah rehidrasi (g) Berat sampel sebelum rehidrasi (g)

4. Penyerapan air dan pengembangan volume (Hubeis 1985)

Penyerapan air dihitung dengan cara memasak grits jagung bersih yang

didapatkan, kemudian membandingkan berat nasi jagung dengan berat grits

jagung awal. Dirumuskan sebagai berikut :

Penyerapan air nasi (%) = Berat nasi jagung – berat grits jagung Berat grits jagung

6. Sifat Birefringence (Sugiyono et al. 2004)

Sampel ditimbang 0.1 g dan ditambahkan akuades 0.9 ml. Suspensi yang

terbentuk diteteskan di atas gelas obyek dan ditutupi dengan gelas penutup.

Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop polarisasi.

• Tepung Jagung Instan

1. Uji viskositas metode Brookfield

Pengukuran viskositas dilakukan dengan alat viskometer Brookfield.

Sejumlah sampel kira-kira 5% dimasukkan ke dalam wadah gelas. Lalu spindel

dipasang pada alat viskometer dengan kecepatan putar tertentu. Baca kekentalan

sampel setelah alat dikunci dan dihentikan. Nilai viskositas terukur dalam satuan

cP (centiPoise). Nilai viskositas (cP) = Angka pembacaan x Faktor pengali

(Tabel 4).

Tabel 4. Faktor pengali untuk tiap spindel dan rpm yang digunakan Kecepatan putaran No.

Spindel 6 12 30 60 1 2 3 4

10 50 200 1000

5 25 100 500

2 10 40 200

1 5 20 100

100% ×

Page 45: 2008 Fag 1

28

2. Daya serap air / wettability metode wetting time (Park et al. 2001)

Waktu basah didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh tepung

dari sejak tepung dimasukkan ke dalam air hingga semua tepung basah. Sampel

tepung sebanyak 0.4 g dimasukkan ke dalam air sebanyak 40 ml dalam botol kecil.

Daya dispersi dilakukan pada suhu kamar tanpa pengadukan, waktu dicatat

dengan menggunakan stopwatch.

3. Densitas kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1992)

Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menyiapkan sampel kering

dan gelas ukur 50 ml. Pada tahap awal dilakukan penimbangan dan pencatatan

berat gelas ukur (a gr) kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml

sampai tanda tera. Kemudian dilakukan pengukuran berat gelas ukur yang berisi

sampel (b gr). Densitas kamba dapat dihitung dengan rumus :

Densitas kamba ml

grab50

)( −=

4. Warna, metode Hunter (Floyed et al. 1995)

Sampel tepung diukur dengan menggunakan chromameter CR-200

sehingga diperoleh nilai L, a dan b.

Dimana : L = Kecerahan a = warna merah jika bertanda + dan hijau jika bertanda – b = warna kuning jika bertanda + dan biru jika bertanda –

3.4.2 Uji Organoleptik Bubur Jagung Instan (Soekarto 1985)

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah jenis uji penerimaan. Skala

hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki.

Penelitian ini menggunakan 30 orang panelis tidak terlatih dari mahasiswa ilmu

pangan dan mahasiswa ilmu dan teknologi pangan. Adapun tingkatan atau skala

yang digunakan dalam pengujian diantaranya sangat suka, suka, agak suka, netral,

agak tidak suka, tidak suka dan sangat tidak suka. Dalam uji ini panelis diminta

mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya. Dalam

analisis skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka

Page 46: 2008 Fag 1

29

menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala hedonik ini secara tidak

langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan.

Tahap awal dalam penyedian sampel bubur jagung dilakukan dengan

melakukan formulasi komponen-komponen penyusun bubur jagung instan sesuai

dengan Tabel 3. Kemudian adonan bubur jagung instan kering ditambahkan air

panas/hangat (suhu 75oC) sebanyak 1 – 3 bagian/ berat adonannya (± 150 ml).

Bubur jagung yang telah diseduh dengan air disajikan secara acak dan dalam

memberikan penilaian panelis tidak boleh mengulang-ulang atau membanding-

bandingkan sampel yang disajikan. Pengujian terhadap uji hedonik harus

dilakukan secara spontan. Untuk itu panelis dapat mengisi formulir isian

(Lampiran 4). Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam bentuk tabel, untuk

kemudian dipilih formula yang paling disukai dengan melihat nilai rata-rata skor

tingkat kesukaan terhadap beberapa atribut organoleptik yang diujikan,

diantaranya tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan penerimaan secara umum

(overall).

3.4.3 Analisis Kimia

• Grits Jagung Instan, Tepung Jagung Instan dan Bubur Jagung instan

1. Kadar air (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang

sebelumnya telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam dan

diketahui beratnya. Sampel yang telah dikeringkan sampai mencapai berat

konstan kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Perbedaan berat

sebelum dan sesudah pengeringan dihitung sebagai persen kadar air.

Kadar air dapat dihitung dengan persamaan :

%100)(% xa

babbairKadar −= ; %100)(% x

bbabkairKadar −

=

Dimana : a = berat sampel mula-mula (gr)

b = berat sampel setelah dikeringkan (gr)

Page 47: 2008 Fag 1

30

2. Kadar abu metode Tanur (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin yang

sebelumnya telah diabukan dalam tanur pada suhu 600oC selama 1 jam dan

diketahui beratnya. Selanjutnya sampel yang telah diabukan dalam tanur pada

suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.

Dapat dihitung dengan rumus :

Kadar abu (%bb) %100xsampelberat

labuberat=

Kadar abu (%bk) %100)(%100

)(%x

bbairkadarbblabukadar

−=

3. Kadar lemak metode Sokhlet (AOAC 1984)

Sebanyak 5 g sampel yang telah dikeringkan, dibungkus dengan kertas

saring lalu dimasukkan ke dalam labu sokhlet. Sementara itu petroleum eter

dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya. Selanjutnya

diekstraksi selama 5 jam. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak lalu

dikeringkan dalam oven 105oC. Kadar lemak ditentukan dengan rumus sebagai

berikut :

Kadar lemak (%bb) = Berat labu akhir – berat labu awal Berat sampel Kadar lemak (%bk) = Kadar lemak (% bb) 100 – Kadar air (bb) 4. Kadar protein metode mikro Kjeldahl (AOAC 1984)

Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g kemudian dimasukkan ke dalam labu

kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4 pekat,

setelah itu didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna hijau jernih,

dibiarkan sampai dingin, lalu ditambahkan 35 ml air suling dan 10 ml NaOH

pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Hasil destruksi

ditampung dalam erlenmayer 125 ml yang berisi H3BO3 dan indikator, lalu

dititrasi dengan HCl 0.02 N, larutan blanko dianalisis seperti sampel. Kadar

nitrogen dihitung berdasarkan rumus :

%100x

%100x

Page 48: 2008 Fag 1

31

% N = (HCl – blanko)ml x N HCl x 14.007 Mg sampel

Kadar protein (%bb) = 6.25 x % N

Kadar protein (%bk) = Kadar protein (%bb)

100 – kadar air(%bb)

5. Kadar karbohidrat by difference

Kadar karbohidrat dihitung menggunakan analisis by difference yaitu

dengan mengggunakan rumus :

Kadar karbohidrat (%bb) = 100 - % (protein + lemak + air + abu)

Kadar karbohidrat (%bk) = 100 - %bk (protein + lemak + abu)

6. Energi (Almatsier 2002)

Perhitungan nilai kalori makanan dapat dilakukan dengan menggunakan

faktor atwater menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai energi

faal makanan tersebut. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Energi (kkal/100g) = (4 kkal/g x kadar karbohidrat g/100g) + (9 kkal/g x kadar

lemak g/100g) + (4 kkal/g x kadar protein g/100g)

3.4.4 Kajian Sorpsi Isotermik Air dan Pendugaan Umur Simpan

Pendugaan umur simpan berdasarkan rumus yang dikembangkan oleh

Labuza (1968) dengan menggunakan pendekatan kadar air kritis yang dihitung

berdasarkan kurva isotermi sorpsi air (ISA). Kajian ini dilakukan pada sampel

yang terbaik dari formulasi pembuatan bubur jagung instan yang telah diperoleh

sebelumnya. Kurva isotermi sorpsi air yang dibuat merupakan kurva hubungan

antara kadar air kesetimbangan dengan nilai aw atau RH penyimpanan.

Sebagai tahap awal dilakukan persiapan larutan garam jenuh. Garam-garam

jeniuh yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Sejumlah

garam ditimbang dan dimasukkan ke dalam desikator, sambil diaduk ditambahkan

sejumlah air sampai jenuh dan berlebih untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga

kelembaban relatif yang dihasilkan tetap dan tidak mempengaruhi proses sorpsi.

Selanjutnya mengikuti metode yang telah dilakukan oleh Supriadi (2004). Sampel

digiling halus kemudian dikeringkan dengan menggunakan absorben kapur api

%100x

%100x

Page 49: 2008 Fag 1

32

(CaO) sampai memperoleh kadar air 2-3 % bk. Tiap sampel seberat ±2 gram

ditempatkan di dalam cawan porselen. Kemudian sampel disetimbangkan dalam

desikator yang sebelumnya telah dilakukan pengaturan RH antara 7 – 97% dengan

menggunkaan larutan garam-garam jenuh pada suhu sekitar 27oC. Selanjutnya

sampel yang dimasukkan ke dalam desikator, disetimbangkan sampai diperoleh

berat konstan (perubahan berat lebih kecil dari 0,5 gram). Penentuan kadar air

kesetimbangan dilakukan dengan metode oven (Apriyantono et al. 1989).

Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh data kadar air kesetimbangan yang

digunakan untuk menentukan kurva isotermi Sorpsi Air tepung jagung instan, aw

kritikal serta air terikat.

Tabel 5. Garam jenuh pada berbagai aw yang dipergunakan dalam percobaan

pengukuran kesetimbangan air

Garam jenuh aw NaOH 0.06 CH3COOK 0.22 MgCl2 0.32 K2CO3 0.43 KI 0.69 NaCl 0.75 KCl 0.84 K2CrO4 0.86 BaCl2.2H2O 0.9 NH4H2PO4 0.91 K2SO4 0.97

Rockland (1969) dalam Kadirantau (2000)

Tahap berikutnya dilakukan penentuan kadar air kritis dan umur simpan

pada produk yang telah disimpan pada berbagai kondisi RH. Kadar air kritis

ditentukan berdasarkan uji organoleptik (oleh para panelis). Produk yang

dinyatakan telah ditolak oleh panelis secara organoleptik, diukur kadar airnya dan

dinyatakan sebagai kadar air kritis produk. Produk yang yang diuji umur simpan

nya dikemas dalam kemasan alufo, PP dan PE kemudian disimpan pada suhu

ruang dan kondisi RH penyimpanan 85%. Umur simpan produk diperkirakan

berdasarkan laju perubahan kadar air dengan pendekatan kadar air kritis dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Page 50: 2008 Fag 1

33

bPox

WsAx

xk

McMeMiMeLn

ts −−

=

dimana, ts = umur simpan produk (hari)

Me = kadar air keseimbangan (% bk) Mi = kadar air awal (% bk) Mc = kadar air kritis (% bk) Ws = berat bahan kering (g) Po = tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg) k/x = permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) B = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara

Mi dan Me) Umur simpan produk bubur jagung instan diperkirakan sebagai waktu

pada saat kadar air produk sama dengan kadar air kritis. Kadar air`kritis produk

tersebut merupakan kadar air pada saat produk telah mengalami perubahan fisik

(basah atau lembab, dan menggumpal). Kondisi suhu dan kelembaban relatif yang

cukup tinggi digunakan untuk mempercepat tercapainya kadar air kritis.

Page 51: 2008 Fag 1

34

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih

Pembuatan grits jagung merupakan tahap persiapan dari penelitian ini.

Grits jagung yang dihasilkan selanjutnya akan melalui mekanisme instanisasi dan

menghasilkan produk akhir berupa grits jagung instan. Grits jagung instan ini

merupakan salah satu bahan baku atau penyusun dalam pembuatan bubur jagung

instan disamping tepung jagung instan, susu skim bubuk, dan maltodekstrin bubuk.

Grits jagung instan diperoleh dengan cara menggiling biji jagung pipilan

dengan menggunakan alat penggiling multi mill (Gambar 11). Selanjutnya diayak

(18 mesh). Rendemen grits jagung bersih yang dihasilkan setelah penggilingan

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rendemen hasil penggilingan jagung pipilan

Komponen Rendemen (%)

Grits jagung bersih Dedak + menir Kotoran : tin cap, pericarp, germ Hilang

47,27 29,09 22,73 0,91

Rendemen grits jagung bersih yang dihasilkan melalui proses penyosohan

ini relatif rendah. Rendahnya rendemen grits jagung bersih dipengaruhi oleh mutu

jagung yang digunakan. Berat jagung pipilan akan mengalami penurunan apabila

jagung pipilan tersebut sudah rusak akibat serangan serangga selama proses

penyimpanan atau pengangkutan. Kondisi tersebut akan mempengaruhi jumlah

rendemen grits jagung setelah disosoh. Menurut Imed dan Nawangsih (1995),

serangga yang banyak merusak hasil pertanian terutama dari jenis kumbang

(coleoptera) dan ngengat (lepidoptera). Akibat hama ini, beras dan jagung dapat

kehilangan berat mecapai 23% setelah disimpan beberapa bulan.

Pada proses pembuatan grits jagung bersih dilakukan proses pembersihan

dan pencucian grits jagung dengan cara merendam grits jagung dalam air ±1 jam.

Kotoran, kulit, tin cap, serta germ akan terangkat karena memiliki bobot yang

ringan. Kemudian dilanjutkan dengan menyaring kotoran kulit, tin cap, serta germ

Page 52: 2008 Fag 1

35

tersebut. Proses ini dilakukan berulang kali sehingga mendapatkan grits jagung

yang bersih. Untuk proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat

pengering fluidized bed (fluidized bed dryer) (Gambar 11) dengan suhu 60oC,

selama ± 20 menit. Grits jagung yang sudah bersih dan kering diproses lebih

lanjut menjadi bahan-bahan penyusun bubur jagung instan. Faktor perendaman

dan pembilasan grits jagung kotor setalah disosoh juga memberikan pengaruh

terhadap jumlah rendemen grits jagung bersih yang dihasikan. Proses pembuatan

grits jagung bersih dapat dilihat pada Gambar 12.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 11. Jagung pipilan (a), Alat penggiling multi mill (b), Ayakan (c) dan fluidized bed dryer (d))

Gambar 12. Grits jagung bersih

4.2 Pembuatan dan Karakteristik Grits Jagung Instan Kering

4.2.1 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering

Proses pembuatan grits jagung instan kering diawali dengan penanakan

grits jagung bersih dengan perbandingan air sebanyak 1:3. Proses awalnya grits

Pencucian

Page 53: 2008 Fag 1

36

jagung tersebut diaron terlebih dahulu selanjutnya dikukus hingga mengalami

gelatinisasi, yang ditandai dengan terbentuk nasi jagung. Nasi jagung yang

terbentuk berwarna kuning terang, mengembang dengan baik, saling lengket satu

sama lain (Gambar 13).

Setelah didinginkan beberapa menit pada suhu ruang nasi jagung dibagi

menjadi 2 bagian. Bagian pertama dikeringkan pada suhu ruang dan bagian kedua

dibekukan dalam freezer dengan temperatur -20oC selama 44 jam (metode

pembekuan lambat) setelah 44 jam dilakukan proses thawing pada suhu ruang.

Kemudian kedua bagian nasi jagung tersebut dikeringkan dengan menggunakan

alat pengering oven (oven dryer) pada suhu ± 60oC selama 6 jam dan pengering

fluidized bed (fluidized bed dryer) pada suhu 60oC selama 20 menit. Tujuan

dilakukannya pembekuan lambat untuk memecah struktur koloid pati. Pecahnya

struktur koloid pati akan menyebabkan air didalam jaringan koloid pati dilepaskan

ketika proses thawing. Pelepasan air dari dalam jaringan koloid pati akan

memberikan ruang kosong, sehingga tekstur pati akan berpori atau menyerupai

spons. Struktur bahan yang berpori bersifat cepat menyerap air (Chan dan Toledo

1976).

Gambar 13. Nasi jagung instan sebelum dikeringkan. 4.2.2 Pengaruh Jenis Pengeringan Terhadap Grits Jagung Instan Kering

Salah satu bentuk aplikasi teknologi dalam mengolah bahan pangan yang

paling umum dan sering dilakukan adalah pengeringan. Menurut Pramono (1993),

pengeringan didefenisikan sebagai suatu proses pindah panas dan menghilangkan

kandungan air secara stimultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering

akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air

yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering.

Page 54: 2008 Fag 1

37

Berdasarkan prinsip kerjanya pengeringan merupakan metode untuk

mengeluarkan atau menghilangkan sebahagian air dari suatu bahan pangan dengan

cara menguapkanya, sehingga kadar air seimbang dengan kondisi udara normal

atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis,

enzimatis dan kimiawi (Subarna et al. 2007).

Pada penelitian ini dilakukan proses pengeringan yang menggunakan dua

jenis pengering untuk menentukan satu jenis pengeringan terbaik. Karakteristik

khusus yang menjadi penilaian sampel yang dikeringkan adalah produk yang

berwarna seragam, dan bersifat poros sehingga memiliki waktu rehidrasi yang

singkat.

1. Pengering fluidized bed

Alat pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang bekerja

dengan prinsip pengeringan oleh udara panas yang kontak langsung dengan bahan

yang akan dikeringkan. Menurut Subarna et al. (2007), alat pengering juga dapat

dibedakan menjadi pengering tekanan atmosfir (misalnya tray dryer dan fluidized

bed dryer) dan pengering vakum (misal oven vakum dan freeze dryer). Dalam

pengering tekanan atmosfer, panas yang diperlukan untuk penguapan ditransfer

dengan aliran udara yang disirkulasikan. Secara garis besar pengering fluidized

bed memiliki tiga komponen utama yang terdiri atas kipas (fan), medium pemanas

(heater), dan medium pengeringan (dryer) (Hanni et al. 1976) (Lampiran 2.).

Grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pendinginan

pada suhu ruang dan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering fluidized

bed ini cukup kering, menggumpal (lengket satu sama lainnya) karena pada

beberapa bagian grits (bagian luar) sudah kering dengan baik sedangkan pada

bagian dalam masih terlihat basah, sehingga dalam proses pengeringan tersebut

nasi jagung instan (grits jagung instan kering) akan menjadi hangus pada bagian

luarnya dan lama kelamaan akan menjadi kecoklatan (Gambar 14). Terjadinya

perubahan tersebut disebabkan oleh mekanisme perpindahan panas yang terjadi

dipermukaan berlangsung secara cepat. Didukung oleh Desrosier (1988) dimana

terjadinya pemanasan pada permukaan bahan secara cepat akibatnya permukaan

bahan yang kontak langsung dengan udara pengering memiliki kadar air yang

lebih rendah dibandingkan bagian dalam bahan. Sehingga apabila proses

Page 55: 2008 Fag 1

38

pengeringan tetap berlangsung maka bahan menjadi berwarna kecoklatan.

Menurut Hovman (1995) yang menjelaskan dimana pada awal pengeringan bahan

masih memiliki kandungan air yang besar. Hal ini menyebabkan volume bahan

menjadi berat sehingga udara panas menagalir dengan kecepatan yang rendah.

Setelah udara panas kontak dengan bahan, air didalam mengalami penguapan.

Penguapan air tersebut menyebabkan penurunan tekanan aliran udara yang

menigkatkan laju alir udara. Proses pengeringan tercapai ketika bahan tersuspensi

dengan udara panas.

Gambar 14. Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer.

Adapun grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses

pembekuan lambat terlebih dahulu dan kemudian dikeringkan dengan pengering

Fluidized bed menghasilkan grits jagung instan yang kurang kering, karena

sebagian besar hanya bagian atasnya yang terlihat kering namun pada bagian

tengah dan dalam masih basah (lembab), ukuran grits instan yang dihasilkan tidak

seragam, terjadi sedikit perubahan warna menjadi lebih gelap (Gambar 15).

Menurut Husain (2006), umumnya kerusakan-kerusakan fisik yang terjadi

pada proses pengeringan jagung adalah penurunan tingkat kecerahan atau

perubahan warna yang tidak diharapkan dan case hardening. Terjadinya Case

hardening pada bahan yang mengandung banyak gula terlarut, dalam proses

pengeringan air beserta gula-gula terlarut bergerak dari dalam ke permukaan

bahan. Air akan menguap sedangkan gula beserta padatan lainnya, tetap tinggal

dipermukaan bahan dan lama kelamaan akan mengeras dan menyebabkan air yang

berada dalam bahan tidak dapat menguap keluar (Muljohardjo 1987).

Page 56: 2008 Fag 1

39

Gambar 15. Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dan dikeringkan

dengan fluidized bed dryer. 2. Pengering Oven

Proses pendinginan sampel nasi jagung pada suhu ruang dan dikeringkan

dengan menggunakan alat pengering oven menghasilkan grits jagung instan

kering yang sangat kering baik pada bagian luar maupun bagian dalam, tekstur

sangat keras (kasar), menggumpal sulit untuk dipisahkan dan ukuran relatif tidak

seragam, dari segi warna tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan dan

grits jagung instan kering yang dihasilkan tidak poros (Gambar 16).

Gambar 16. Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan oven.

Menurut Husain (2006), kualitas produk yang dikeringkan tergantung pada

kondisi pengeringan. Pendinginan pada suhu ruang yang diberlakukan pada

sampel tersebut belum mampu untuk mengeluarkan air yang terjebak dalam pati

jagung sehingga masih berada didalam, dengan demikian terbentuklah grits instan

yang menggumpal dan tidak poros. Faktor-faktor internal dan eksternal dari bahan

sangat mempengaruhi kecepatan proses pengeringan. Karathanos et al. (1996)

menjelaskan bahwa porositas produk dipengaruhi oleh cara pengering dimana

Page 57: 2008 Fag 1

40

pengeringan yang tidak cepat dan tepat akan menyebabkan tidak terbentuknya

struktur berpori pada produk.

Grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pembekuan

lambat (freezer -20oC) dan dikeringkan dengan pengering oven menghasilkan

penampakan grits instan yang baik. Grits jagung instan yang dihasilkan kering

sempurna (bagian luar dan dalam), warna tidak berubah, tekstur agak keras,

bersifat poros, ukuran cendrung seragam, dan hanya sebagian kecil grits yang

menggumpal seperti terlihat pada Gambar 17. Menurut Sjoholm dan Gekas (1995),

dengan terdapatnya perangkat blower pada pengering oven dapat meningkatkan

laju pengeringan dengan cara mengalirkan udara secara cepat di sekeliling bahan.

Sebagai dampaknya nasi atau grits jagung instan yang dihasilkan memiliki sifat

atau penampakan seperti yang diinginkan.

Terbentuknya sifat poros pada grits jagung instan yang dihasilkan melalui

pembekuan lambat ini disebabkan tekstur bahan berubah karena dinding sel

pecah yang mengakibatkan bahan menjadi poros. Didukung oleh Hamm dan

Gottesmann (1984) yang menjelaskan bahwa pembekuan lambat dapat merusak

bahan pangan yang dibekukan karena kristal es yang dihasilkan ukurannya besar

dimana kristal es yang berukuran relatif besar dapat merusak dinding sel,

kerusakan mitokondria, kehilangan struktur protein dan pelepasan enzim. Menurut

Husain (2006) metode pembekuan lambat memberikan porositas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan metode aron kukus.

Penampakan dan sifat mutu dari grits jagung instan yang dihasilkan

dipengaruhi oleh karakeristik pengeringan atau ditentukan oleh metode

pengeringan yang tepat. Proses pengeringan akan menghasilkan struktur poros

yang akan memudahkan air untuk meresap ke dalam produk pada waktu rehidrasi.

Oleh sebab itu, dari ke dua jenis pengering yang digunakan dalam penelitian ini

maka pengering oven merupakan jenis alat pengering yang terpilih.

Page 58: 2008 Fag 1

41

Gambar 17. Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dan dikeringkan

dengan oven 4.2.3 Karakteristik Fisik Grits jagung Instan Kering

4.2.3.1 Rendemen

Pengukuran rendeman dari sampel grits jagung instan kering ini dilakukan

dengan membandingkan berat produk yang dihasilkan dengan berat bahan baku

(grits jagung bersih). Dari perhitungan data, didapatkanlah nilai rendemen grits

jagung instan kering dari beberapa metode pembuatannya, adapun nilai rendemen

untuk masing-masing grits instan yang dihasilkan adalah sebagai berikut : grits

yang didinginkan di suhu ruang kemudian di keringkan dengan pengering

fluidized bed (ruang-FB) mempunyai rata-rata rendemen sebesar 87.35%, grits

jagung instan yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan

pengering oven (ruang-OV) mempunyai rata-rata rendeman 88.45%, sedangkan

untuk grits instan yang melalui proses pembekuan lambat (disimpan dalam freezer

suhu -20oC, selama 44 jam) dan dikeringkan dengan pengering fluidized bed

(freeze-FB) rata-rata rendemennya 81.05%, selanjutnya grits (freeze-OV) memilki

rata-rata rendemen sebesar 77.92% (Gambar 18).

Dari data rata-rata rendemen sampel grits jagung instan kering yang

dihasilkan mengalami penurunan dari berat awal bahan baku yang digunakan. Hal

tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Adapun faktor yang mempengaruhi

rendeman sampel diantaranya proses penyosohan biji jagung untuk mendapatkan

grits jagung bersih sebagai bahan baku dalam pembuatan grits jagung instan ini.

Pada saat pengecilan ukuran biji jagung (proses penyosohan) biji jagung akan

pecah menjadi menir besar, menir kecil, grits jagung pecah dedak, kulit biji dan

lembaga, selanjutnya untuk mendapatkan grits jagung bersih, akan melalui tahap

Page 59: 2008 Fag 1

42

penampian dan perendaman dalam air selama ±1 jam pada saat proses tersebut

grits jagung banyak mengalami kehilangan berat akibat komponen-komponen pati

atau molekul-molekul protein larut dalam larutan perendam dan terbuang selama

pencucian dengan demikian akan mempengaruhi besarnya rendemen yang dimilki

sampel tersebut.

Menurut Husain (2006) Proses perendaman dapat menurunkan rendemen

dari nasi jagung instan, hal ini disebabkan karena adanya pengeluaran gel pada

saat pemasakan yang ditandai dengan air pemasakan menjadi keruh. Dalam hal ini

terjadi telah terjadi proses gelatinisasi dimana bila grits jagung yang dimasak telah

tergelatinisasi sempurna maka kandungan karbohidrat yang sebagian besar dalam

bentuk pati menjadi berkurang dan menyebabkan berat yang dihasikan akan

semakin kecil dan berdampak pada rendemen yang semakin kecil pula.

Pembekuan lambat yang diikuti proses thawing, juga memberikan pengaruh yang

besar terhadap berat grits jagung instan kering yang dihasilkan.

Gambar 18. Rendemen grits jagung instan kering ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Keterangan : T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan fluidized bed dryer T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan oven dryer F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan

fluidized bed dryer F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven

dryer.

87.9 88.7

81.477.9

86.8 88.2

80.7 77.94

0

20

40

60

80

100

T-FB T-OV F-FB F-OVPerlakuan

Ren

dem

en (%

)

Page 60: 2008 Fag 1

43

4.2.3.2 Porositas

Porositas merupakan bagian yang tidak ditempati oleh partikel atau bahan

padatan, dimana sifat-sifat bulk ditentukan oleh sifat fisik dan kimia yang dimiliki

bahan (seperti komposisi dan kadar air), geometri, ukuran dan sifat-sifat

permukaan partikel serta sistem secara keseluruhan (Wirakartakusumah et al.

1992). Selain itu pula, sifat fisik ini juga ditentukan oleh bahan asal dan proses

pengolahannya.

Pada dasarnya produk pangan instan dihasilkan dengan cara

menghilangkan kadar air sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaan.

Bentuk pangan instan biasanya mudah larut apabila ditambahkan air

(dingin/panas) hingga mudah di santap. Dari hasil perhitungan menghasilkan grits

jagung instan yang mengalami pembekuan lambat dan dikeringkan dengan

pengering oven memiliki nilai persentase porositas terbesar (rata-rata 79%)

dibandingkan dengan grits jagung instan kering lainnya (Gambar 19).

Gambar 19. Porositas grits jagung instan kering ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Keterangan : T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan fluidized bed dryer T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan oven dryer F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan

fluidized bed dryer F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven

dryer.

68 6676 78

62 6470

80

0

20

40

60

80

100

T-FB T-OV F-FB F-OV

Perlakuan

Poro

sita

s (%

)

Page 61: 2008 Fag 1

44

Menurut penelitian Husain (2006) bahwa metode pembekuan lambat

memberikan porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode aron kukus.

Proses pembekuan dan penyimpanan beku akan meningkatkan pengembangan

molekul-molekul pati melalui ikatan hidrogen, kemudian akan melepaskan air

yang terdapat dalam bahan setelah proses thawing sehingga bahan berstruktur

mikrosponge. Grits jagung instan kering yang sudah poros ini akan dengan cepat

menyerap air.

Terbentuknya sturuktur poros atau terbukanya pori-pori pada grits jagung

instan kering yang dibekukan sebelumnya, faktor jenis pengering dan suhu

pengeringan yang digunakan juga memegang peranan penting terhadap sifat

porositas bahan tersebut, dimana bila suhu pengering tidak tepat dalam waktu

yang cepat maka sifat poros bahan akan menutup (Husain 2006).

4.2.3.3 Rasio rehidrasi

Pada penelitian ini, uji rasio rehidrasi dilakukan dengan menggunakan

seperangkat alat tanak laboratorium (altanalab) yang terdiri atas cawan-cawan

kaca, dandang (panci kukusan) dan tatakan yang desain khusus untuk meletakan

cawan kaca (Lampiran 3). Nilai rasio rehidrasi grits jagung instan kering yang

hasilkan dapat dihitung dengan cara menghitung perbandingan antara berat akhir

produk dengan berat awal bahan dalam satuan persentase (%).

Latar belakang dilakukannya pengujian rasio rehidrasi ini adalah untuk

mengetahui seberapa banyak air yang dapat diserap oleh grits jagung instan

melaui proses pengukusan, selain itu dapat mengetahui seberapa besar grits

jagung instan dapat mengembang. Perubahan grits jagung instan kering yang telah

mengalami rehidrasi dapat dilihat pada Gambar 20.

Pada Gambar 21, terlihat grits jagung instan yang dihasilkan melalui

proses pembekuan lambat mengembang dengan baik bila dibandingkan dengan

grits yang hanya didinginkan pada suhu ruang, teksturnya tampak lebih lembut

dan lengket satu sama lain. Didukung oleh pendapat Winarno (2002) yang

menyatakan bahwa pati merupakan unit-unit glukosa yang terdiri dari fraksi

amilosa dan amilopektin. Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi

mengembang dalam air panas. Pengembangan granula pati bersifat reversible

Page 62: 2008 Fag 1

45

(bolak-balik) jika tidak melewati suhu gelatinisasi tetapi ketika telah melewati

suhu gelatinisasi maka akan terjadi perubahan struktur granulanya. Terdapat tiga

fase mekanisme galatinisasi. Fase pertama air secara perlahan-lahan dan bolak

balik berimbisi ke dalam granula. Fase kedua granula akan mengembang dengan

cepat dan akhirnya kehilangan sifat birefringencenya pada suhu 60-85oC dan fase

ketiga bilamana suhu terus naik maka molekul-molekul amilosa terdifusi keluar

granula akibatnya granula hanya mengandung amilopektin saja dan membentuk

gel.

(a) (b)

Gambar 20. Perubahan grits jagung instan kering selama prose rehidrasi

(a) Grits jagung instan kering sebelum mengalami rehidrasi (b) Grits jagung instan setelah mengalami rehidrasi

Freeze-OV Freeze-FB

Ruang-OV Ruang-FB

Gambar 21. Grits jagung instan yang telah mengalami rehidrasi

Page 63: 2008 Fag 1

46

Dari segi warna yang dihasilkan oleh keempat sampel yang sudah

mengalami rehidrasi tersebut, sampel freeze-OV yang tidak mengalami perubahan

warna yang terlalu signifikan, sedangkan untuk ke tiga sampel lainnya mengalami

perubahan warna dari kuning terang menjadi lebih kuning pucat.

Dari hasil perhitungan rata-rata persentase rasio rehidrasi yang dipaparkan

pada Gambar 22, grits jagung instan freeze-OV mempunyai nilai tertinggi yaitu

dengan 5.96 %, selanjutnya diikuti grits freeze-FB 5.81 %, grits ruang-FB 4.59

dan grits ruang-OV 4.47 %.

Tingginya persentase rasio rehidrasi yang dimiliki sampel grits freeze-OV

tidak terlepas dari pengaruh proses pembekuan lambat dan diikuti proses thawing

sampel sebelum dikeringkan. Dengan adanya proses pembekuan lambat tersebut

maka sampel tersebut akan menjadi lebih poros dan lebih mudah menyerap air

serta mengembang dengan baik. Didukung oleh pendapat Liu et al. (1993),yang

menjelaskan bahwa proses pembekuan akan menghasilkan kristal es yang dapat

merusak struktur dinding sel membran tetapi meminimalkan reaksi-reaksi kimia

dan biokimia. Akibatnya sampel tersebut akan lebih cepat menyerap air.

Gambar 22. Rasio rehidrasi grits jagung instan ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Keterangan : T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan fluidized bed dryer T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan oven dryer F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan

fluidized bed dryer F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven

dryer.

4.64 4.49

5.89 6.1

4.54 4.44

5.72 5.81

0

1

2

3

4

5

6

7

T-FB T-OV F-FB F-OV

Perlakuan

Ras

io r

ehid

rasi

(%)

Page 64: 2008 Fag 1

47

Keterangan : T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan fluidized bed dryer T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan oven dryer F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan

fluidized bed dryer F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan

oven dryer.

4.2.3.4 Penyerapan air dan pengembangan volume nasi jagung

Sama halnya dalam pengukuran rasio rehidrasi, penyerapan air dan

pengembangan volume nasi jagung instan dilakukan dengan menggunakan alat

tanak laboratorium. Salah satu tujuan dilakukannya pengukuran penyerapan air

nasi jagung instan ini adalah untuk memperoleh tekstur nasi yang optimum.

Dimana banyak air yang dapat diserap oleh nasi jagung instan dihitung dengan

melihat perbandingan berat nasi jagung instan yang dihasilkan dengan berat grits

jagung bersih (awal). Hasil perhitungan yang diilustrasikan pada Gambar 23,

sampel grits instan freeze-OV mempunyai nilai penyerapan air tertinggi rata-rata

457.3 %, setelah itu diikuti sampel grits instan freeze-FB dengan rata-rata 429 %,

grits instan ruang-FB rata-rata 372.3 % dan ruang-OV dengan rata-rata 343 %.

Gambar 23. Penyerapan air nasi jagung instan kering ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Adanya perbedaan persentase penyerapan air dari tiap-tiap sampel nasi

jagung instan yang dihasilkan dipengengaruhi oleh suhu pengeringan yang

digunakan. Didukung oleh pendapat Husain (2006) yang menjelaskan kandungan

protein dan suhu gelatinisasi mempunyai efek pada laju penyerapan air dan waktu

378.5350

428456.5

366336

430458

0

100

200

300

400

500

T-FB T-OV F-FB F-OV

Perlakuan

Peny

erap

an a

ir na

si ja

gung

(%)

Page 65: 2008 Fag 1

48

pemasakan. Fraksi protein yang paling dominan adalah glutenin, yang bersifat

tidak larut dalam air, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan

pengembangan volume butir padi selama pemanasan.

Pengukuran persentase pengembangan volume nasi jagung instan dihitung

berdasarkan perbandingan antara tinggi nasi jagung yang dihasilkan dengan tinggi

grits jagung bersih (awal). Pengembangan volume nasi jagung instan yang

dihasilkan mempunyai korelasi atau hubungan positif dengan penyerapan air dari

nasi jagung. Nilai persentase pengembangan volume nasi jagung instan tertinggi

dimiliki oleh grits jagung instan freeeze-OV dengan rata-rata 81.9%, sama halnya

dengan persentase penyerapan air nasi tertinggi dari sampel grits jagung instan

juga dimiliki oleh grits jagung instan freeeze-OV (Gambar 24). Menurut

Mohapatra dan Bal (2005) menjelaskan bahwa produk beras dengan kemampuan

mengikat air tinggi menyebabkan produk memiliki tekstur yang lembut, rasio

pengembangan tinggi, viskositas maksimum dan mengurangi waktu pemasakan.

Gambar 24. Pengembangan volume nasi jagung instan kering ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Keterangan : T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan fluidized bed dryer T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan

dikeringkan dengan oven dryer F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan

dengan fluidized bed dryer F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan

49.48

30.6823.42

97.47

14.77

45.72

21.5

66.26

0

25

50

75

100

T-FB T-OV F-FB F-OV

Perlakuan

Peng

amba

ngan

vol

ume

nasi

jagu

ng (%

)

Page 66: 2008 Fag 1

49

Pada keempat perlakuan, antara ulangan 1 dan 2 memperlihatkan rentang

angka yang cukup jauh. Hal ini disebabkan faktor lama pengeringan yang dialami

oleh kedua ulangan tersebut, faktor teknis seperti kerusakan alat juga dapat

mengakibatkan grits jagung instan yang dihasilkan tidak terlalu kering, sehingga

ketika di kukus, grits jagung tersebut tidak mengembang dengan sempurna.

Faktor utama adalah kualitas dari biji jagung yang digunakan, apabila biji jagung

yang digunakan telah mengalami penurunan mutu akibat serangan hama, sehingga

biji jagung secara fisik telah rusak (berlubang-lubang), sehingga nasi jagung yang

dihasilkan tidak mengembang dengan baik.

4.2.3.5 Sifat Birefringence

Sifat birefringence merupakan sifat granula pati yang mampu

merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga terlihat kontras gelap terang yang

tampak warna biru-kuning.Warna biru kuning pada permukaan granula pati

disebabkan adanya perbedaan indeks refleksi dalam granula pati. Sifat

birefringence pada pati dapat dipengaruhi oleh proses gelatinisasi dimana

gelatinisasi merupakan fenomena umum yang terjadi pada pengolahan pati.

Dikemukan oleh Belitz dan Grosch (1999) secara konsep mekanisme gelatinisasi

adalah hilangnya sifat birefringence granula pati akibat penambahan air secara

berlebihan dan pemanasan dalam waktu dan suhu tertentu, sehingga granula pati

membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula.

Husain (2006) menjelaskan bahwa, secara alami bentuk pati beragam

tergantung pada sumbernya. Granula pati jagung berbentuk polihedral atau bulat

dengan ukuran 36 mikron (Belitz dan Grosch 1999). Untuk menghasilkan grits

jagung instan kering yang diinginkan, grits jagung telah melewati proses-proses

pengolahan mulai dari penyosohan dan pencucian akan mengalami perubahan

bentuk alami granula patinya menjadi tidak beraturan. Didukung oleh pendapat

Honseney (1998) yang menjelaskan adanya penetrasi panas selama proses

penggilingan atau penyosohan dapat merusak jaringan, menyebabkan terjadinya

peningkatan derajat ketidakteraturan dan menyebabkan banyaknya molekul pati

yang terpisah serta menurunkan sifat kristal.

Page 67: 2008 Fag 1

50

Proses instanisasi yang umumnya menggunakan sumber panas melalui

proses pengaronan atau pengukusan serta proses pengeringan memberikan

pengaruh yang sangat besar terhadap bentuk granula pati dari grits jagung instan

kering yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop

polarisasi bentuk granula grits-grits jagung instan kering yang dihasilkan terlihat

pada Gambar 25.

Berdasarkan visualisasi dibawah, dapat dilihat dari keempat jenis grits

jagung instan (T-FB, T-OV, F-FB dan F-OV), hanya grits jagung instan yang

didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan pengering fluidized bed

tidak memperlihatkan perubahan bentuk granula pati yang siginifikan. Dimana,

sifat birefringence dan bentuk granula dari granula pati masih bisa dipertahankan.

Sifat birefringence dari granula pati merupakan sifat fisik bahan yang dapat

merefleksikan cahaya terpolarisasi yang apabila dilihat di bawah mikroskop akan

tampak kristal gelap terang (biru-kuning). Perlakuan panas yang diberikan pada

grits instan ruang-FB ini hanya berupa proses penanakan grits kemudian melewati

pendinginan disuhu ruang kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering

fluidized bed pada suhu 60oC, selama 20 menit sehingga panas yang diterima

sampel lebih sedikit dibandingkan ketiga sampel lainnya sehingga proses

gelatinisasi belum terjadi dengan sempurna.

T-FB T-OV

F-FB F- OV

Gambar 25. Bentuk granula pati grits jagung instan kering yang telah mengalami

proses pengeringan di bawah mikroskop polarisasi perbesaran 400x

Page 68: 2008 Fag 1

51

Untuk ketiga sampel lainnya (ruang-OV, freeze-FB dan freeze-OV)

memperlihatkan perubahan bentuk granula pati yang sangat signifikan, bentuknya

granula sudah pecah dan sudah tidak beraturan dan sudah kehilangan sifat

birefringencenya. Proses instanisasi yang dialami oleh sampel grits jagung instan

tersebut memberikan efek terhadap granula pati. Sampel mengalami proses

gelatinisasi sempurna sehingga menyebabkan pecahnya granula pati dan

hilangnya sifat sampel yang dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi

(birefringence). Greenwood (1979) menjelaskan pada proses gelatinisasi terjadi

pengerusakan ikatan hidrogen antar intramolekuler. Ikatan hidrogen ini

mempunyai fungsi untuk mempertahankan struktur integritas granula.

Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga

terjadi pembengkakan pati. Dengan demikian semakin banyak jumlah gugus

hidroksil dari molekul pati maka kemampuan menyerap air juga akan semakin

besar. Peningkatan kelarutan juga diikuti oleh peningkatan viskositas. Hal ini

disebabkan air yang sebelumnnya bebas bergerak diluar granula pati menjadi

terperangkap dan tidak dapat bergerak bebas lagi setalah mengalami gelatinisasi.

Adapun sifat birefringence pati dapat hilang dengan pemanasan di atas suhu

gelatinisasi pati yang disebabkan oleh pecahnya ikatan molekul pati sehingga

ikatan hidrogen mengikat lebih banyak molekul air. Penetrasi air menyebabkan

peningkatan derajat ketidakteraturan dan meningkatnya molekul pati yang

terpisah serta penurunan keberadaan sifat kristal sehingga jika pemanasan

dilanjutkan maka sifat kristal akan hilang demikian pula sifat birefringence

(Muchtadi dan Budiatman 1991).

4.2.4 Karakteristik Kimia Grits jagung Instan

Berdasarkan uji fisik yang telah dilakukan terhadap beberapa sampel grits

jagung instan kering yang dihasilkan, grits jagung instan freeze-OV merupakan

grits instan yang terpilih sebagai salah satu komponen penyusun dari produk

bubur jagung instan. Grits jagung instan freeze-OV yang selanjutnya di uji

karakteristik kimianya (analisis proksimat). Hasil analisis proksimat dari sampel

uji dapat dilihat pada Tabel 7.

Page 69: 2008 Fag 1

52

Tabel 7. Hasil analisis proksimat grits jagung instan kering.

Komponen gizi Persentase (% bk)

Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat Energi (kkal)

6.3 0.3 7.3 0.3 92.1 400.5

4.2.4.1 Kadar Air

Kestabilan mutu suatu bahan pangan selama penyimpanan, sangat

dipengaruhi oleh kadar air yang dimilikinya. Karena kadar air yang tinggi dalam

suatu bahan pangan akan memberikan kesempatan tumbuhnya mikroorganisme

dan mengaktifkan enzim-enzim yang dapat menyebabkan kerusakan bahan

tersebut.

Adapun hasil analisis proksimat dari sampel uji, didapatkan kadar air

sebesar 6.3 (% bk). Sama halnya dengan tepung jagung instan, grits jagung instan

juga belum memiliki standar mutu (SNI), oleh karena itu sebagai bahan

pertimbangan digunakan SNI dari jagung yaitu SNI 01-3920-1995, dan data-data

hasil penelitian tentang grits jagung instan sebelumnya. Menurut SNI 01-3920-

1995, maksimum kadar air yang dimiliki oleh jagung adalah 14 % (b/b). Adanya

perbedaan kadar air yang signifikan antara sampel uji (grits instan) dan jagung,

dilatarbelakangi oleh faktor pengolahan seperti proses pemasakan, pembekuan,

dan pengeringan. Menurut penelitian Husain (2006), dihasilkan grits jagung

instan dengan kadar air sebesar 6.03 (%bk).

Menurut Desrosier (1998), bahwa pengeringan merupakan salah satu cara

mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan

cara menyerapnya dengan menggunakan energi panas. Kandungan air bahan

pangan biasanya dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak

dapat tumbuh lagi pada bahan pangan tersebut.

Adanya proses pembekuan lambat yang dilakukan selama 44 jam pada

tahapan pembuatan grits jagung instan memberi pengaruh terhadap kadar air

bahan. Syah et al. (2005) menjelaskan bahwa proses pembekuan mampu

mereduksi air yang terdapat dalam produk. Didukung oleh pendapat Husain

Page 70: 2008 Fag 1

53

(2006) yang menjelaskan bahwa semakin lama waktu pembekuan maka, semakin

banyak air dalam bahan yang akan tereduksi akibatnya kadar air produk yang

dibekukan akan lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pembekuan.

4.2.4.2 Kadar Abu

Kadar abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan

organik. Dimana, kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral

yang terdapat dalam suatu bahan terdiri atas garam organik dan garam

anorganik.Yang termasuk garam organik adalah garam-garam asam malat, oksalat,

asetat, pektat sedangkan yang tergolong garam anorganik diantaranya dalam

bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat (Sudarmadji et al. 1996).

Hasil analisis proksimat grits jagung instan yang diuji mengandung kadar

abu sebesar 0.3 (%bk). Didukung oleh pendapat Husain (2006), yang menjelaskan

bahwa kandungan kadar abu pada bahan pangan nabati lebih rendah dibandingkan

dengan bahan pangan hewani akibat keberadaan beberapa mineral seperti kalsium,

besi dan fosfor yang terkandung pada bahan pangan hewani.

4.2.4.3 Protein

Menurut Deman (1997), Protein diartikan sebagai suatu komponen

makronutrien yang merupakan susunan dari rantai-rantai asam amino yang terikat

satu sama lain dalam ikatan peptida dan memiliki berat molekul antara 5000

hingga beberapa juta. yang Hasil analisis proksimat menunjukkan grits jagung

instan kering yang diuji mengandung kadar protein sebesar 7.3 (%bk). Bila

dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriadi (2004)

yang menghasilkan beras jagung instan berkadar protein sebesar. 11 % bk untuk

jagung varietas motor dan 10.5 %bk untuk jagung varietas pulut, selain itu Husain

(2006) dalam penelitiannya dalam pembuatan grits jagung instan dengan

menggunakan metode pembekuan lambat, selama menghasilkan grits instan

berkadar protein sebesar 9.89 (%bk).

Adanya perbedaan nilai kadar protein grits jagung instan yang dihasilkan

dengan grits jagung instan lainnya, dipengaruhi oleh mekanisme panas yang

diberikan pada proses pembuatan grits jagung instan. Menurut Zhang et al. (2005)

Page 71: 2008 Fag 1

54

yang mengemukakan bahwa pembekuan dapat merubah struktur protein dan

merusak ikatan hidrogen dari polipeptida dan mengurangi kemampuan daya ikat

air (water holding capacity).

4.2.4.4 Lemak

Istilah lemak (lipida) meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk

lemak dan minyak yang umumnya dikenal dalam makanan, fosfolipida, sterol dan

ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia. Fennema

(1985) dalam Sediaoetomo (2006) menjelaskan lemak merupakan sekelompok

ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur C, H dan O yang mempunyai sifat

dapat larut dalam zat-zat pelarut (zat pelarut lemak) seperti petroleum benzene

dan eter. Lemak di dalam makanan yang memegang peranan penting adalah

lemak netral (glycerin). Lipida atau lemak mempunyai sifat larut dalam pelarut

non polar misalnya etanol, eter, kloroform dan benzena (Almatsier 2002).

Analisis proksimat menghasilkan kadar lemak grits jagung instan sebesar

0.3 (%bk). Setiawati et al. (2000) yang menjelaskan bahwa lemak terdapat pada

hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Sebagai

bahan perbandingan lemak grits jagung instan kering lebih rendah dibandingkan

lemak yang terkandung pada jagung pipilan. Hardinsyah dan Briawan (1994),

kadar lemak yang dimiliki oleh jagung pipilan baru 3.4 % (bk). Rendahnya kadar

lemak grits jagung instan tersebut dipengaruhi oleh proses penyosokan dan

perendaman dalam pembuatan grits jagung bersih. Bagian biji jagung yang

banyak mengandung lemak seperti endosperm dan perikarp banyak hilang selama

proses penyosohan biji jagung. Proses penyosohan dengan menggunakan alat

penyosoh multi mill mengakibatkan lepasnya bagian perikarp dan endosperm dari

biji jagung, dan selanjutnya akan ikut terbuang bersama air yang digunakan untuk

merendam dan mencuci biji jagung setelah penyosokan.

4.2.4.5 Karbohidrat

Kadar karbohidrat yang terkandung dalam suatu bahan pangan dapat

diketahui dengan metode perhitungan yaitu dengan metode difference. Dimana,

perhitungan tersebut dilakukan dengan cara mengurangkan 100% dengan kadar

Page 72: 2008 Fag 1

55

abu, kadar protein dan kadar lemak. Dari hasil kalkulasi tersebut didapatkanlah

kadar karbohidrat sampel grits jagung instan kering sebesar 92.1 (%bk). Kadar

karbohidrat yang dimiliki sampel uji masih relatif tinggi.

4.2.4.6 Kalori

Tingginya kandungan kalori bertujuan untuk mencegah dan mengurangi

kerusakan jaringan tubuh guna menambah berat badan hingga mencapai normal

(Bagian Gizi RS. dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia,

2001). Ditambahkan oleh Almatsier (2002) yang menyatakan bahwa manusia

membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan

melakukan aktivitas fisik. Perhitungan dari analisis proksimat menghasilkan kadar

kalori (jumlah energi) yang terkandung dalam grits jagung instan kering yang

dihasilkan adalah sebesar 400.5 kkal. Kandungan kalori yang dimiliki grits jagung

instan kering masih lebih tinggi dibandingkan dengan kalori yang terkandung

dalam jagung pipilan yaitu sebesar 307 kkal/100 gr. Tingginya nilai kalori grits

jagung instan yang dihasilkan dipengaruhi oleh kadar karbohidrat, lemak dan

protein yang dimilikinya, dimana dari hasil analisa nilai gizi grits jagung instan

memiliki kadar karbohidrat, lemak, dan protein lebih tinggi dibandingkan jagung

pipilan sehingga dapat dikatakan grits jagung instan kering masih memenuhi

standar mutu yang ditetapkan (Hardinsyah dan Briawan 1994).

4.3 Pembuatan dan Karakteristik Tepung Jagung Instan

4.3.1 Karakteristik Fisik Tepung Jagung Instan

4.3.1.1 Viskositas

Viskositas atau kekentalan merupakan daya tahan aliran yang diberikan

oleh suatu cairan. Daya tahan ini merupakan hasil pergerakan molekul didalam

cairan akibat gerakan brown dan gaya kohesi antar molekul (Radley 1992).

Pengukuran viskositas sampel dilakukan dengan menggunakan alat viskometer

brookfield dimana spindel yang digunakan adalah no.3, kecepatan 30 rpm dengan

faktor pengali 40.

Dari hasil pengukuran didapatkan data, semakin cepat perputaran alat

pengering silinder nilai viskositas yang dihasilkan semakin tinggi (Gambar 26).

Page 73: 2008 Fag 1

56

Perputaran silinder dengan kecepatan 4 rpm mengakibatkan bahan atau sampel

mengalami kontak dengan panas lebih lama dibandingkan dengan kecepatan 6

rpm. Hal ini mempengaruhi sifat viskositas dari bahan tersebut. Didukung oleh

pendapat Lii et al. (1995) dalam Husain (2006) yang menjelaskan bahwa

pemanasan yang berlebihan dapat menurunkan viskositas gel karena rusaknya

ikatan hidrogen, pecahnya struktur dari pembengkakan granula pati. Selain itu,

ukuran granula pati berbanding lurus terhadap nilai viskositas, semakin besar

ukuran granula maka nilai viskositas bahan akan semakin meningkat.

Dari dua ulangan yang dilakukan, dalam pembuatan tepung jagung instan

dengan kecepatan silinder 6 rpm memperlihatkan angka yang cukup berbeda. Hal

ini dipengaruhi oleh adanya perlakuan panas yang diberikan pada sampel

(pemasakan dan pengeringan). Suhu pengering silinder yang kurang terpantau

menghasilkan tepung jagung instan ulangan 1 lebih kering dibandingkan dengan

ulangan 2. Besar kecilnya nilai viskositas dipengaruhi oleh suhu awal gelatinisasi.

Adanya proses gelatinisasi tersebut menyebabkan penyerapan air kedalam granula

pati sehingga granula semakin membengkak hingga pada suatu titik

pembengkakan bersifat irreversible (tidak dapat kembali ke ukuran semula

(Winarno 2002). Pembengkakan granula pati menyebabkan peningkatan

viskositas larutan pari secara bertahap selama kenaikan suhu hingga tercapai

sebuah puncak viskositas (Parker 2003).

600

1240

800

1720

100

600

1100

1600

4rpm 6rpm

Kecepatan putaran silinder

Vis

kosi

tas

(%)

Gambar 26. Viskositas tepung jagung instan ( Ulangan 1, Ulangan 2 ).

Page 74: 2008 Fag 1

57

4.3.1.2 Daya Serap Air (wettabilityy)

Wettability adalah waktu yang dibutuhkan oleh sampel tepung dalam hal

menyerap air. Untuk itu kualitas tepung jagung instan yang dihasilkan salah

satunya ditentukan oleh daya dispersi yang dimilikinya. Semakin besar daya

dispersi bahan pangan maka semakin mudah larut tanpa harus dilakukan

pengadukan. Menurut Bahrie (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi daya

dispersi suatu bahan pangan adalah porositas, polaritas dan komposisi kimia

bahan.

Barbosa-Canovas & Vega-Mercado (1996) menjelaskan bahwa terdapat

beberapa sifat fungsional dari bahan yang dikeringkan, yaitu 1) wettability,

merupakan kemampuan tepung untuk menyerap air. Sifat ini dipengaruhi oleh

proses aglomerasi, jumlah yang terserap, adanya partikel non-aglomerat ;

2) sinkability, merupakan kemampuan tepung untuk tenggelam setelah dibasahi

air. Sifat ini dipengaruhi oleh densitas partikel; 3) solubility, merupakan kecepatan

untuk melarut atau disebut juga dengan total kelarutan. Sifat ini dipengaruhi oleh

daya pengembangan dan adanya flek ; 4) dispersibility, merupakan kemampuan

tepung untuk terdistribusi seluruhnya pada air tanpa membentuk gumpalan. Sifat

ini dipengaruhi oleh ukuran partikel dan keberadaan aglomerat.

Pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengering silinder

ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap daya serap air tepung jagung

instan yang dihasilkan. Tepung jagung instan yang dihasilkan dengan putaran

silinder 4 rpm mempunyai daya serap air yang lebih cepat dibandingkan dengan 6

rpm seperti yang terlihat pada Gambar 27. Hal ini disebabkan karena dengan

kecepatan 4 rpm tepung yang dihasilkan akan lebih kering dan lebih bersifat poros

sehingga lebih cepat menyerap air, jika dibandingkan dengan kecepatan 6 rpm.

Page 75: 2008 Fag 1

58

9.98

15.44

5.13

12.27

0

6

12

4 rpm 6 rpm

Kecepatan putaran silinder

Day

a se

rap

air

(det

ik)

Gambar 27. Daya serap air tepung jagung instan ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Besar kecilnya daya serap air tepung jagung instan dipengaruhi oleh kadar

air dan suhu gelatinisasi bahan tersebut. Gomez dan Aguilera (1983) menjelaskan

daya dispersi dan indeks penyerapan air bahan dipengaruhi oleh adanya denaturasi

protein, gelatinisasi pati dan pembengkakan serat kasar yang terjadi selama proses

pengolahan. Ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari

makromolekul yaitu pati tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar pati

yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar kemampuan produk

menyerap air.

4.3.1.3 Densitas Kamba

Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat bahan dengan

volume ruang yang ditempatinya dan dinyatakan dalam satuan g/ml. Nilai densitas

kamba menunjukkan porositas dari suatu bahan. Perhitungan densitas kamba ini

sangat penting, selain dalam hal konsumsi terutama juga dalam hal pengemasan

dan penyimpanan. Menurut Panggabean (2004), makanan dengan densitas kamba

yang tinggi menunjukkan kepadatan produk ruang yang kecil.

Dari pengukuran didapatkan densitas kamba tepung jagung instan dengan

kecepatan silinder 4 rpm lebih tinggi dibanding kecepatan 6 rpm (Gambar 28).

Dari grafik di bawah ini dapat dijelaskan tepung jagung instan yang dihasilkan

dengan kecepatan silinder 4 rpm lebih tinggi dibandingkan dengan 6 rpm, hal ini

berhubungan dengan lamanya sampel kontak dengan panas sehingga akan

Page 76: 2008 Fag 1

59

memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kadar air sampel. Dengan putaran

silinder dengan kecepatan 4 rpm, menyebabkan sampel semakin lama kontak

dengan silinder (sumber panas) maka produk yang dihasilkan juga akan semakin

kering dan mempunyai kadar air lebih rendah dibandingkan dengan tepung yang

dihasilkan dengan putaran silinder berkecepatan 6 rpm.

0.34 0.320.34 0.33

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

4 rpm 6 rpm

Kecepatan putaran silinder

Dens

itas

kam

ba (g

r/m

l)

Gambar 28. Densitas kamba tepung jagung instan ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Menurut Husain (2006), yang menjelaskan densitas kamba tepung santan

dipengaruhi oleh kadar air bahan. Kadar air tepung yang rendah tersebut

disebabkan besarnya volume air yang menguap pada saat pengeringan, sebagai

akibatnya semakin rendah kadar air tepung yang terbentuk maka, semakin kecil

volume butiran tepung sehingga makin besar pula densitas kamba tepung yang

dihasilkan.

4.3.1.4 Warna

Warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang

sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut

secara keseluruhan (Meilgaard et al. 1999).Tingkatan derajat putih sampel dapat

ditetapkan dengan melakukan pengukuran rasio jumlah sinar yang dipantulkan

oleh permukaan bahan pangan (diffuse reflection) dengan sinar yang dipantulkan

oleh permukaan berwarna putih (MgO atau BaSO4). Sinar pantul ini diukur pada

panjang gelombang yang berbeda-beda, khususnya pada panjang gelombang di

Page 77: 2008 Fag 1

60

daerah berwarna merah, hijau dan biru (Apriyantono et al. 1989). Pada sampel

tepung jagung instan pengukuran derajat putih warna dilakukan dengan

menggunakan Chromameter (Minolta CR-200).

Pada sistem Hunter terdapat tiga parameter yaitu : L, a dan b. Untuk

mengetahui seberapa besar nilai L, a dan b dapat di lihat pada lingkaran warna

(Gambar 29). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna

akromatis putih, abu-abu dan hitam. Notasi a menyatakan warna kromatik

campuran merah hijau dengan nilai a positif untuk merah dan dengan nilai a

negatif untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-

kuning dengan nilai b positif untuk warna kuning dan nilai b negatif untuk warna

biru. Hasil pengukuran dengan menggunakan Chromameter diperoleh nilai L, b

dan a dari tepung jagung instan yang dihasilkan dengan kecepatan putaran silinder

4 rpm dan kecepatan 6 rpm seperti yang tersaji pada Tabel 8.

Gambar 29. Lingkaran warna

Tabel 8 Hasil rata-rata analisis warna tepung jagung instan

Tepung jagung instan L a b 4 rpm 6 rpm

58.52 58.58

+3.23 +3.03

+16.48 +15.59

Dari Tabel 8, nilai L dari kedua tepung jagung instan yang dihasilkan

belum memperlihatkan karakteristik cerah, karena belum mendekati nilai 100.

Nilai a dari kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan cendrung berwarna

merah karena nilainya positif (+2.23 dan +3.03), hal yang sama juga terlihat dari

nilai b kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan dengan nilai yang positif

Page 78: 2008 Fag 1

61

yang artinya tepung jagung instan lebih ke warna kuning cerah. Penampakan

kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 30.

Gambar 30. Tepung jagung instan dengan kecepatan silinder 4 rpm (a) dan tepung jagung instan dengan kecepatan silinder 6 rpm.

Berdasarkan nilai L, a dan b dapat dihitung nilai derajat putih dari kedua

jenis tepung jagung instan yang dihasilkan. Dari hasil perhitungan, derajat putih

tepung jagung instan yang dihasilkan dengan kecepatan putaran silinder 4 rpm

(55.25) lebih kecil bila dibandingkan dengan 6 rpm (55.64). Adanya penurunan

tingkat kecerahan tersebut dipengaruhi oleh suhu pengering silinder dan lamanya

sampel kontak dengan panas. Hendy (2007) menjelaskan selain suhu, kecepatan

putaran silinder juga turut mempengaruhi hasil akhir yang didapatkan. Semakin

pelan putaran silinder berarti semakin lama kontak antara produk dan silinder.

Lamanya kontak produk dengan panas mengakibatkan produk cepat menjadi

kering dan gosong (kecoklatan). Sebaliknya jika silinder terlalu cepat maka

kontak antara produk dengan panas kurang sehingga produk masih belum kering

sempurna (basah). Doni (2002) menyatakan bahwa penurunan tingkat kecerahan

sampel tepung yang dihasilkan dengan menggunakan pengering drum dipengaruhi

oleh penggunaan panas yang tinggi pada saat proses pengeringan. Penurunan

tingkat kecerahan (warna) sampel yaitu terbentuknya hasil reaksi pencoklatan

Maillard antara gugus gula pereduksi dari jagung.

Perlakuan panas yang diberikan sebelum sampel dikeringkan dalam hal ini

adalah proses pengaronan atau pengukusan biji jagung dalam waktu yang lama

juga dapat menyebabkan penurunan derajat putih. Proses pengolahan yang kurang

(a) (b)

Page 79: 2008 Fag 1

62

sempurna dan adanya reaksi komponen bahan organik meneybabkan produk

tepung memiliki derajat keputihan yang rendah (Grace 1997).

4.3.2 Karakteristik Kimia Tepung Jagung Instan

Pengujian karakteristik kimia sampel tepung jagung instan bertujuan untuk

mengetahui komposisi nilai gizi yang terkandung dalam sampel uji tersebut.

Adapun uji kimia (analisa proksimat) yang dilakukan meliputi : kadar air, kadar

abu, lemak, protein, karbohidrat dan nilai kalori (energi). Pengujian karakteristik

kimia ini hanya dilakukan pada sampel tapung jagung instan yang terpilih melalui

uji fisik (viskositas, daya dispersi, densitas kamba dan warna), dimana dalam hal

ini tepung jagung instan yang terpilih adalah tepung jagung yang dihasilkan

dengan kecepatan putaran silinder 4 rpm. Hasil analisis proksimat tepung jagung

instan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil analisis proksimat tepung jagung instan.

Komponen gizi Persentase (% bk)

Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat Energi (kalori) (Kkal)

7.6 0.2 7.2 0.3 92.3 400.8

4.3.2.1 Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot

bahan. Terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu berdasarkan

bobot kering dan bobot basah (Husain 2006). Eksistensi atau keberadaan air

dalam suatu bahan pangan merupakan parameter utama yang terlibat dalam

kebanyakan reaksi perusakan bahan pangan. Didukung oleh pendapat Winarno

(2002) yang menjelaskan bahwa kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi

penampakan, tekstur, cita rasa pangan, daya tahan produk, kesegaran dan

penerimaan konsumen.

Berdasarkan hasil analisis proksimat sampel tepung jagung instan yang

dihasilkan menggunakan pengering silinder dengan kecepatan 4 rpm ini diperoleh

Page 80: 2008 Fag 1

63

kadar air sebesar 7.6 (% bk). SNI mengenai tepung jagung instan belum ada

sehingga sebagai bahan perbandingan pada penelitian ini digunakan SNI tepung

jagung, dimana SNI 01-3727-1995, kadar air maksimum tepung jagung sebesar

10 % (b/b). Dengan demikian, tepung jagung instan tersebut masih memenuhi

standar maksimum kadar air sebagai bahan pangan.

Proses pengeringan dan instanisasi tepung jagung instan dengan

menggunakan pengering drum dilakukan pada suhu 120-170oC dan kecepatan

putaran silinder 4 rpm, menghasilkan kadar air yang masih relatif lebih rendah

dari standar. Didukung oleh Brennan et al. (1974) yang menjelaskan salah satu

keuntungan penggunaan pengering silinder adalah kecepatan pengeringan yang

tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Kelemahan alat pengering ini

adalah hanya dapat digunakan pada bahan yang berbentuk bubur atau pasta dan

bahan yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu singkat.

4.3.2.2 Kadar Abu

Kadar abu dalam suatu bahan pangan, mengindikasikan terdapatnya

kandungan mineral berupa mineral anorganik yang memiliki resistensi cukup

tinggi terhadap suhu pemasakan. Didukung oleh pendapat Husain (2006)

menjelaskan abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan organik.

Komponen utama yang umum terdapat pada senyawa organik alami adalah

kalium, natrium, kalsium, magnesium, mangan dan besi.

Analisis proksimat sampel jagung instan menghasilkan data kadar abu

sebesar 0.2 (% bk). Tujuan dilakukannya pengukuran kadar abu pada bahan

pangan antara lain (1). Untuk mengetahui indeks kemurnian tepung,

(2). Mengetahui indeks kemurnian gula tebu, (3). Untuk mendeteksi adanya

pemalsuan dan (4). Sebagai parameter kebersihan adanya kontaminasi (Fadillah

2005). Rendahnya kadar abu yang dimiliki dampel tepung jagung instan ini

diduga kandungan mineral dalam tepung santan instan sangat rendah. Sebagai

perbandingan kadar abu dalam bahan pangan nabati lebih rendah dibanding pada

pangan hewani.

Page 81: 2008 Fag 1

64

4.3.2.3 Protein

Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C,

H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 2002).

Adapun metode pengukuran kadar protein sampel tepung jagung instan ini adalah

metode kjeldahl yang merupakan metode standar AOAC, dimana pengukuran

didasarkan atas pengukuran kandungan nitrogen total di dalam bahan pangan.

Menurut Fadillah (2005), kandungan nitrogen rata-rata di dalam protein adalah

sekitar 16%, oleh karena itu faktor 6.25 (100:16) dapat digunakan untuk

mengkonversi nitrogen menjadi protein.

Kadar protein tepung jagung instan yang dihasilkan melalui analisis

proksimat adalah sebesar 7.2 (%bk). Selain itu proses pengeringan dengan

menggunakan pengering silinder pada suhu tinggi (120-170oC) akan

mengakibatkan denaturasi molekul protein yang terkandung didalam sampel

tepung jagung instan tersebut. Didukung oleh pendapat Yu et al. (2006) yang

menjelaskan bahwa proses pengeringan akan menyebabkan kerusakan protein

seperti denaturasi, struktur agregasi dan berkurangnya aktivitas enzim rehidrasi.

Disamping itu kerusakan protein ditandai dengan perubahan seluruh struktur

sekunder protein (Bischof et al. 2002).

4.3.2.4 Lemak

Kadar lemak pada bahan pangan merupakan komponen yang heterogen,

oleh karena itu analisis terhadap komponen penyusun lemak menjadi sangat

kompleks. Lemak digolongkan pada kelompok lipida dimana sifat khas yang

dimilikinya adalah tidak dapat larut dalam pelarut air, namun komponen ini

cendrung larut dalam pelarut organik seperti, benzena, eter dan kloroform

(Husain 2006).

Pendapat Winarno (2002) menjelaskan bahwa lemak merupakan sumber

energi yang lebih penting dibandingkan dengan protein dan karbohidrat karena

satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan energi sebesar 9 kkal,

sedangkan protein dan karbohidrat hanya menghasilkan 4 kkal.

Berdasarkan hasil uji proksimat terhadap sampel tepung jagung instan

didapatkan kadar lemak sebesar 0.3 (%bk). Rendahnya kadar lemak yang dimiliki

Page 82: 2008 Fag 1

65

sampel uji ini disebabkan adanya pengaruh penanakan grits jagung bersih sebagai

tahapan mekanisme instanisasi. Didukung oleh pendapat Garcia–Arias

et al. (2003) yang menjelaskan bahwa pemasakan dapat menyebabkan perubahan

kimia dan fisik yang dapat meningkatkan atau menurunkan nutrisi dalam bahan

pangan.

4.3.2.5 Karbohidrat

Karbohidrat suatu bahan merupakan polihidroksi aldehid atau polihidroksi

keton yang memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber

energi utama bagi manusia dan hewan (Gaman dan Sherrington, 1992). Dari hasil

perhitungan, didapatkanlah kadar karbohidrat dari sampel tepung jagung instan

sebesar 92.3 (% bk). Karbohidrat tergolong komponen zat gizi yang merupakan

sumber pemasok energi utama bagi tubuh. Pada penelitian ini sampel tepung

jagung instan dihitung kadar karbohidratnya dengan menggunakan metode

by difference. Menurut Winarno (2002), metode by difference, yaitu penentuan

karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dimana penentuannya dilakukan

bukan melalui analisis, melainkan melalui perhitungan.

4.3.2.6 Energi

Menurut Almatsier (2002) kebutuhan energi seseorang sesuai yang

dikeluarkan FAO/WHO pada tahun 1985 adalah konsumsi energi berasal dari

makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia

mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai.

Dari hasil perhitungan sampel jagung instan yang diuji mempunyai kadar kalori

atau jumlah energi 400.8 kkal. Lain hal nya dengan penelitian yang dilakukan

Husain (2006) dalam pembuatan tepung santan instan yang juga menggunakan

pengering drum menghasilkan tepung santan instan dengan nilai kalori (energi)

sebesar 413.13 kkal. Seperti yang kita diketahui, kadar lemak tepung jagung

instan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 0.5 (%bk). Bila

dibandingakan dengan tepung santan instan yang memiliki kadar lemak lebih

besar yaitu 7.14 (% bk).Sesuai yang dijelaskan oleh Husain (2006), bahwa produk

yang berkadar lemak tinggi maka akan semakin tinggi pula nilai kalorinya.

Page 83: 2008 Fag 1

66

4.4 Pembuatan Produk Bubur Jagung Instan 4.4.1 Uji organoleptik

Pengujian secara organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan

penilaian dengan alat pengindera yaitu indera penglihatan, pencicip, pembau dan

pendengar. Melalui hasil pengujian organolpetik akan diketahui daya penerimaan

panelis (konsumen) terhadap produk tersebut (Soekarto 1985).

Uji organoleptik formula bubur jagung instan ini meliputi uji kesukaan

(hedonik) dan rating hedonik. Adapun parameter mutu yang diujikan adalah

tekstur, kekentalan, warna, aroma, rasa dan penerimaan umum (overall). Penilaian

dilakukan menggunakan skala hedonik yang menunjukkan tingkat kesukaan

panelis terhadap produk. Skala yang digunakan pada uji hedonik ini adalah skala

1 sampai 7, dimana skala 1 menyatakan sangat tidak suka dan skala 7 menyatakan

sangat suka. Pengujian dilakukan pada 30 orang panelis yang merupakan jumlah

minimum panelis pada uji hedonik. Formulir penilaian panelis selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 4.

4.4.1.1 Tekstur

Menurut Peckham (1969) dalam Sanusi (2006), menjelaskan bahwa setiap

bahan makanan mempunyai sifat tekstur tersendiri tergantung pada keaadan fisik,

ukuran dan bentuk sel yang dikandungnya. Penilaian terhadap tekstur dapat

berupa kekerasan, elastisitas atau kerenyahan. Tekstur formula bubur jagung

instan ini sangat dipengaruhi oleh grits jagung instan kering yang merupakan

salah satu komponen penyusunnya. Grits jagung instan kering yang dihasilkan

berbentuk granul-granul yang bentuknya asimetris, sehingga setelah melewati

beberapa proses pengolahan (pemasakan, pendinginan, pembekuan, thawing dan

pengeringan) akan memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda, sehingga bila

dikombinasikan dengan bahan penyusun bubur instan lainnya diasumsikan akan

memberi pengaruh pada tekstur bubur jagung instan. Adapun rataan dari nilai

kesukaan terhadap tekstur formula bubur jagung instan dapat dilihat pada

Gambar 31.

Page 84: 2008 Fag 1

67

Berdasarkan rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bubur

jagung instan dari keempat formula yang diujikan, formula A mempunyai nilai

rata-rata tertinggi sebesar 4.43. Dari Gambar 31 terlihat adanya penurunan nilai

kesukaan terhadap tekstur formula bubur jagung instan, hal ini diduga karena

adanya peningkatan jumlah grits jagung instan kering yang ditambahkan dalam

komposisi bubur instan yang dihasilkan. Dilihat dari rataan yang diperoleh, untuk

atribut tekstur panelis lebih memilih formula A dibandingkan ketiga formula

lainnya.

Gambar 31. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur bubur jagung instan.

4.4.1.2 Kekentalan

Kekentalan (viskositas) merupakan pengukuran daya tahan suatu larutan

untuk mengalir (Toledo 1991). Dalam formulasi bubur jagung instan ini

digunakan bahan-bahan penyusun yang dapat mempengaruhi kekentalan produk,

diantaranya maltodekstrin dan susu bubuk dan komponen utama yakni grits

jagung instan kering dan tepung jagung instan. Menurut Bahrie (2005), kekentalan

Keterangan :

Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr, maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr, maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

4.43 4.23 4.173.90

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A B C D

Formula

Sko

r kes

ukaa

n te

kstu

r

Page 85: 2008 Fag 1

68

suatu bahan dapat dipengaruhi oleh ukuran granula pati, pH, kadar gula dan

kandungan amilosanya.

Hasil perhitungan rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap kekentalan

keempat formula bubur jagung instan memperlihatkan formula A memiliki rata-

rata teringgi dengan nilai 4.83 bila dibandingkan dengan ketiga formula lainnya

(Gambar 32). Dilihat dari segi teknis penyediaan bubur jagung instan ini, faktor

banyaknya air (panas/dingin) yang ditambahkan pada komponen-komponen

penyusun bubur juga ikut memberi pengaruh terhadap kekentalan bubur jagung

instan yang dihasilkan. Dari rataan yang didapatkan, panelis lebih memilih

formula A sebagai formula yang kekentalannya paling disukai.

Gambar 32. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan kekentalan bubur

jagung instan. 4.4.1.3 Warna

Tingkat kesukaan panelis (konsumen) juga ditentukan oleh atribut warna

yang dimiliki produk tersebut. Pembentukan warna pada produk bubur jagung

instan ini dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusunnya.

Keterangan :

Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr, maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr, maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

4.83 4.63 4.60 4.53

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A B C D

Formula

Skor

kes

ukaa

n ke

kent

alan

Page 86: 2008 Fag 1

69

Dari hasil perhitungan rata-rata skor kesukaan terhadap warna bubur

jagung instan (Gambar 33), panelis lebih memilih warna pada formula A

dibandingkan ketiga formula lainnya, karena memperlihatkan nilai rata-rata

teringgi (5.37). Warna bubur jagung instan dipengaruhi oleh jumlah grits jagung

instan yang ditambahkan pada formula D lebih banyak dibandingkan dengan

formula A, B dan C. Selain itu komponen penyusun lainnya seperti maltodekstrin

dan susu bubuk juga memberi kontribusi yang cukup besar terhadap daya terima

panelis dari segi warna. Formula A mengandung maltodektrin dalam jumlah yang

paling besar. Seperti yang diketahui maltodektrin merupakan bubuk yang

berwarna putih terang, dengan demikian bubur jagung instan yang dihasilkan akan

mempunyai warna yang lebih kuning pucat.

Gambar 33. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan warna bubur

jagung instan. 4.4.1.4 Rasa

Atribut rasa merupakan atribut yang sangat penting dalam menentukan

keputusan konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk makanan. Rasa

Keterangan :

Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr, maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr, maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

5.37 5.27 5.27 5.07

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A B C D

Formula

Sko

r ke

suka

an w

arna

Page 87: 2008 Fag 1

70

dimulai melalui tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah)

hingga akhirnya terjadi keseluruhan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa dan

tekstur sebagai keseluruhan rasa makanan yang dinilai.

Rasa pada produk bubur jagung instan ini terutama disebabkan oleh

penambahan susu bubuk pada tiap-tiap formula yang diuji. Nilai rataan kesukan

terhadap rasa dari formula bubur jagung instan disajikan pada Gambar 34.

Gambar 34. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan rasa bubur jagung

instan. Hasil perhitungan rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap rasa bubur

jagung instan memperlihatkan formula A merupakan formula yang paling disukai

karena memiliki nilai rata-rata tertinggi (5.23) dibandingkan formula B, C dan D.

Panelis menjatuhkan pilihan terbanyak pada formula A karena, grits jagung instan

yang ditambahkan pada formula tersebut lebih sedikit dibandingkan ketiga

formula uji lainnya dimana susu bubuk yang ditambahkan jumlahnya konstan

untuk semua formula uji, sehingga terjadi peningkatan rasa manis, dan lebih

disukai panelis.

Keterangan :

Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr, maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr, maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

5.234.90

4.33 4.20

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A B C D

Formula

Skor

kes

ukaa

n ra

sa

Page 88: 2008 Fag 1

71

4.4.1.5 Aroma

Suatu industri pangan menganggap sangat penting untuk melakukan uji

aroma, karena dapat diketahui dengan cepat bahwa produknya disukai atau tidak

disukai (Soekarto 1985). Aroma formula bubur jagung instan ini terutama

dihasilkan oleh tepung jagung instan, grits jagung instan dan susu bubuk.

Dari hasil perhitungan rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap aroma,

panelis lebih memilih formula A sebagai formula yang memiliki aroma yang

paling disukai, dimana nilai rata-rata tingkat kesukaan tertinggi sebesar 5.30

(Gambar 35). Panelis lebih cendrung memilih sampel yang aroma susu nya lebih

terasa dibandingkan sampel lainnya, namun disamping itu aroma jagung masih

bisa dibedakan dengan jelas.

Gambar 35. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan aroma bubur

jagung instan.

Keterangan :

Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr, maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr, maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

5.304.83 4.60 4.50

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A B C D

Formula

Skor

kes

ukaa

n ar

oma

Page 89: 2008 Fag 1

72

4.4.1.6 Penerimaan umum (overall)

Penerimaan umum (overall) terhadap sampel bubur jagung instan ini

dinilai dengan uji rangking hedonik. Uji rating hedonik dilakukan untuk

mengetahui formula yang paling disukai atau diterima oleh panelis (konsumen).

Dimana hasil rataan tingkat kesukaan terhadap sampel uji dapat dilihat pada

Gambar 36.

Gambar 36. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan overall bubur

jagung instan.

Dari Gambar 35, berdasarkan penerimaan secara umum produk sampel

bubur jagung instan formula A paling disukai oleh panelis dibandingkan dengan

ketiga formula uji lainnya. Karena memiliki nilai rata-rata skor tingkat kesukaan

tertinggi yaitu 5.00.

Dari serangkaian pengujian organolpetik yang dilakukan terhadap sampel

bubur jagung instan ini, dapat disimpulkan bahwa formula A yang terdiri atas

tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr

dan susu bubuk 30 gr merupakan formula yang terpilih, karena lebih disukai atau

Keterangan :

Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr, maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr, maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.

Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr, maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

5.004.70

4.27 4.23

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A B C D

Formula

Skor

kes

ukaa

n ov

eral

l

Page 90: 2008 Fag 1

73

dapat diterima oleh panelis dibandingkan ketiga formula lainnya. Selain itu

jatuhnya pilihan sampel terbaik atau sampel yang dapat diterima, karena formula

A memiliki nilai rata-rata skor tingkat kesukaan tertinggi untuk semua atribut

penilaian organoleptik (tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan overall).

4.4.2 Komposisi Kimia

Definisi dari bubur instan sendiri adalah makanan dengan tekstur yang

lunak sehingga mudah untuk dicerna. Bubur dapat dibuat dari beras, kacang hijau,

beras merah, atau dari beberapa campuran penyusun. Dalam pengolahannya,

bubur dapat dibuat dengan memasak bahan penyusun dengan air, seperti bubur

nasi atau mencampurkan dengan santan (seperti bubur kacang hijau), ataupun

mencampurkannya dengan susu, yang dikenal dengan bubur susu.

Menurut Fellows dan Ellis (1992), bubur instan merupakan bubur yang

memiliki komponen penyusun bubur yang bersifat instan, sehingga dalam

penyajian tidak diperlukan proses pemasakan. Penyajian bubur instan dapat

dilakukan dengan menambahkan air panas atau susu, sesuai dengan selera.

Pada penelitian ini formulasi dalam pembuatan bubur jagung instan

dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan penyusun yang sudah terpilih dari

tahapan-tahapan penelitian sebelumnya. Adapun komponen penyusun bubur

jagung instan yang akan diformulasikan adalah tepung jagung instan yang

dihasilkan dengan putaran silinder dengan kecepatan 4 rpm, grits jagung instan

kering yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat dan kemudian

dikeringkan dengan menggunakan pengering oven dengan suhu ± 60oC, selama 6

jam, dan komponen tambahan lainnya seperti maltodekstrin dan susu bubuk.

Formulasi yang disusun dapat dilihat pada Tabel 4.

Analisis nilai zat gizi (proksimat) yang dilakukan terhadap bubur jagung

instan ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, karbohidrat

dan nilai energi (kalori). Setelah dilakukannya uji proksimat, dilanjutkan dengan

uji organolpetik terhadap sampel bubur jagung instan untuk melihat seberapa

besar daya terima panelis. Hasil analisis proksimat bubur jagung instan dapat

dilihat pada Tabel 10.

Page 91: 2008 Fag 1

74

Tabel 10. Hasil analisis proksimat (nilai gizi) bubur jagung instan.

Komponen gizi Persentase (% bk)

Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat Energi (kkal)

5.1 1.2 7.6 0.5 90.7 397.8

Produk jagung instan yang terpilih mengandung karbohidrat (90.7%),

protein (7.6%), sedangkan kadar kadar airnya rendah (5.1%), berkadar lemak

rendah (0.5%) karena lemak hanya disuplai dari susu bubuk saja, dan energi nya

bernilai 397.8 kkal per 100 gr bahan.

4.5 Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan

Bahan pangan sebagai salah satu komoditas pertanian, baik yang belum

diolah maupun yang sudah diolah secara alamiah mempunyai sifat higroskopis,

yaitu kemampuan suatu bahan dalam menyerap molekul air dari udara di

sekitarnya dan sebaliknya juga kemampuan bahan yang dapat melepaskan

sebagian air yang terkandung ke udara. Adanya sifat-sifat hidratasi suatu bahan

dapat dilihat dari korelasi antara kadar air bahan tersebut dengan kondisi

kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanannya. Dalam hal ini

dapat dijelaskan melalui kurva isotermik sorpsi air yang dihasilkan dari bahan

tersebut.

Penentuan isotermik sorpsi air dari sampel bubur jagung instan dilakukan

dengan cara absorpsi, karena produk yang dihasilkan tersebut memiliki

kecendrungan untuk menyerap air dari udara di sekelilingnya dibandingkan

dengan melepaskan komponen air yang terkandung di dalamnya. Sebagai tahap

awal sampel bubur jagung instan kering tersebut diturunkan kadar air nya

serendah mungkin mendekati 2 – 3 %, dengan cara memasukkan sampel ke

dalam desikator yang berisikan kapur api (CaO). Keseimbangan sampel bubur

jagung instan dalam desikator tersebut dilakukan selama ± 14 hari.

Tahap selanjutnya, sampel yang telah disimpan dalam desikator kapur

tersebut ditimbang dan kemudian disimpan dalam beberapa desikator yang

Page 92: 2008 Fag 1

75

berisikan garam jenuh pada beberapa tingkatan. Penggunan garam jenuh tersebut

bertujuan untuk mempertahankan RH (kelembaban relatif) didalam desikator agar

selalu konstan. Penyimpanan dilakukan sampai sampel uji tersebut telah mencapai

kadar air kesetimbangan. Adapun hasil pengamatan kadar air kesetimbangan dari

sampel bubur jagung instan diilustrasikan pada Tabel 11. Kadar air kesetimbangan

Bubur jagung instan (BJI) selanjutnya diplot dengan aw, hingga membentuk kurva

isotermik sorpsi air. Kurva isotermik sorpsi air Bubur jagung instan dapat dilihat

pada Gambar 37.

Tabel 11. Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bubur jagung instan

Garam jenuh aw Kadar Air Kesetimbangan (Me) (%bk)

NaOH 0.06 4.35 CH3COOK 0.22 5.52 MgCl2 0.32 5.74 K2CO3 0.43 6.25 KI 0.69 12.87 NaCl 0.75 16.72 KCl 0.84 21.46 K2CrO4 0.86 27.22 BaCl2.2H2O 0.9 28.11 * NH4H2PO4 0.91 30.31** K2SO4 0.97 40.69 ***

* Berjamur ringan ** Berjamur sedang *** Berjamur berat

Page 93: 2008 Fag 1

76

Gambar 37. Kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan

Dari kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan yang dihasilkan

memperlihatkan bentuk kurva isotermik yang sigmoid. Hal ini didukung oleh

pendapat Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva

absoprsi isotermi dalam 5 tipe (Gambar 3), antara lain tipe 1 adalah tipe Langmuir,

tipe 2 adalah tipe Sigmoid atau S, sedangkan tipe lainnya tidak memiliki nama

khusus.

4.5.1 Analisis Fraksi Air Terikat

Menurut Labuza (1968) dan Soekarto (1978), kurva isotermik sorpsi air

dibagi menjadi tiga bagian, yaitu daerah air terikat primer atau monolayer, daerah

terikat air sekunder atau multilayer dan daerah terikat tersier yaitu air

terkondensasi pada pori-pori bahan.

4.5.1.1 Penentuan Kapasitas Air terikat Primer (Mp)

Daerah air terikat primer merupakan daerah yang menunjukkan fraksi air

yang terikat sangat kuat, dengan entalpi penguapan lebih besar dari pada entalpi

penguapan air murni, merupakan bagian dari padatan karena air diabsorpsi pada

sisi aktif bagian polar padatan. Air terikat primer dapat ditentukan dengan kurva

3.43

20.78

37.83

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

aw

Ka

kese

timba

ngan

(Me)

(%bk

)

b

a c

Page 94: 2008 Fag 1

77

isotermik sorpsi pada kelembaban relatif lebih kecil atau sama dengan 45 %

dengan menggunakan model persamaan yang dijelaskan oleh Brunnauer, Emmet

dan Teller (1983), persamaan tersebut yaitu :

( ) xawMmCc

MmMawaw 11

1−

+=−

dimana, M = kadar air basis kering (%); Mm = kadar air monolayer (%);

aw = aktivitas air dan c = tetapan energi absorpsi. Persamaan di atas dapat dirubah

menjadi model regresi : Y = a + bx, dimana :

Pada perhitungan air terikat primer bubur jagung instan dilakukan

perhitungan kapasitas air yang menggunakan kisaran aw 0.06 – 0.43 yang dapat

dilihat pada Tabel 10.

Dari hasil plot data aw dan kadar air kesetimbangan didapatkan persamaan

garis lurus Y = 0.2853x – 0.0063 dengan titik potong pada ordinat (a) dan faktor

kemiringan (b). Adapun plot BET isotermik sorpsi air tepung jagung instan dapat

dilihat pada Gambar 38.

Gambar 38. Plot data kapasitas air terikat primer bubur jagung instan dengan

metode BET. Dari persamaan regresi linier diatas, dapat dihitung nilai Mp dari sampel

uji tersebut. Berikut ini perhitungan Mp untuk sampel bubur jagung instan. Dari

( ) MpxCCb

MpxCa

MawawY 1;1;

1−

==−

=

y = 0.2853x - 0.0063R2 = 0.9883

0.00

0.04

0.08

0.12

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5aw

aw/(1

-aw

)Me

Page 95: 2008 Fag 1

78

plot aw terhadap aw/(1-aw), diperoleh persamaan Y = 0.2853x – 0.0063. Nilai

a = 0.0063, nilai b = 0.2853 dan nilai c = (b/a + 1) = 46.29, sehingga nilai

Mp = (1/a x c) = 3.43. Perhitungan kapasitas air terikat primer bubur jagung instan

dapat dilihat pada Tabel 12. Untuk perhitungan aw primer (ap) dilakukan dengan

mensubtitusikan nilai x = Mp ke dalam persamaan yang didapatkan pada kurva

linier BET.

Tabel 12. Konstanta persamaan BET pada bubur jagung instan

Sampel Plot aw(X) terhadap aw/(1-aw)Me Konstanta BET Persamaan R2 C Mp

aw primer

BJI Y = 0.2853x-0,0063 0.9883 46.29 3.4294 0.13

Dari hasil perhitungan, dihasilkan kapasitas air terikat primer bubur jagung

instan sebesar 3.43 %. Hasil yang didapat nilainya lebih kecil bila dibandingkan

dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriadi (2004) tentang

pembuatan nasi jagung instan yang terbuat dari dua varietas jagung (varietas

motor dan varietas pulut) dihasilkan kapasitas air terikat primernya sebesar 4.76

dan 5.02. Kecilnya kapasitas air terikat primer bubur jagung instan diduga pada

daerah ini memiliki ikatan hidrogen sangat kuat dengan energi ikatan yang besar

sehingga molekul air sulit untuk dilepaskan.

4.5.1.2 Penentuan Kapasitas Air terikat Sekunder (Ms)

Untuk menentukan kapasitas air terikat sekunder, dapat dilihat dari titik

peralihan dari air terikat sekunder ke air terikat tersier. Menurut Soekarto (1978).

Kapasitas air terikat sekunder dapat dihitung dengan menggunakan model analisa

logaritmik. Adapun rumus matematik empiris nya adalah sebagai berikut :

( ) ( ) aMbawLog +=−1

dimana M = kadar air bahan (gr air/gr bk), a = titik potong dengan ordinat,

b = faktor kemiringan dan aw = aktivitas air.

Dalam penentuan kapasitas air terikat sekunder digunakan kisaran aw 0.32

sampai 0.91 dengan menggunakan dua garis berpotongan, terdapat garis lurus

patah dua, garis lurus pertama diartikan mewakili air terikat sekunder dan garis

lurus kedua mewakili air terikat tersier serta titik potong tersebut menunjukkan

Page 96: 2008 Fag 1

79

peralihan dari air terikat sekunder ke air terikat tersier, dimana wilayah peralihan

tersebut disebut sebagai batas atas atau kapasitas air terikat sekunder (Gambar 39).

Gambar 39. Plot data kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dengan

metode Logaritma.

Berdasarkan hasil plot antara kadar air kesetimbangan (% bk) dengan

(1-aw) didapatkan dua persamaan, yaitu Y = 0.0385x–0.0201 dengan R2= 0.975

dan Y = 0.0274x + 0.2328 dengan R2 = 0.8835. Dengan menggunakan dua

persamaan regresi tersebut, dapat dihitung kapasitas air terikat sekunder, dimana

x1 = x2 = Ms, perhitungannya adalah sebagai berikut :

Y = 0.0385x–0.0201 ....................... Persamaan (1)

Y = 0.0274x + 0.2328 ..................... Persamaan (2)

Jadi, 0.0385x1 – 0.0201 = 0.0274x2 + 0.2328

0.0385x1 - 0.0274x2 = 0.2328 + 0.0201

0.0111 Ms = 0.2529

Ms = 20.78 % bk

Untuk perhitungan aw sekunder (as) sama halnya dengan pada perhitungan

aw primer (ap) sebelumnya yaitu, dilakukan dengan mensubtitusikan nilai x = Mp

tersebut pada salah satu persaman regresi yang didapatkan dari kurva linier

logaritma. Nilai aw sekunder (as) untuk sampel bubur jagung instan sebesar 0.86.

Hasil perhitungan kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dapat dilihat

pada Tabel 13.

y = 0.0385x - 0.0201R2 = 0.975

y = 0.0274x + 0.2328R2 = 0.8835

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 5 10 15 20 25 30 35

M (% bk)

1-aw

Page 97: 2008 Fag 1

80

Tabel 13. Konstanta persamaan logaritma pada bubur jagung instan

Parameter Bubur Jagung Instan a1 -0.0201 b1 0.0385 R2

1 0.975 a2 0.2328 b2 0.0274 R2

2 0.8835 Ms 20.78 as 0.86

Kapsitas air terikat sekunder untuk sampel bubur jagung instan yang

didapat lebih besar dibandingkan dengan kapasitas air primer. Menurut Supriadi

(2004), yang menjelaskan tingginya kapasitas air terikat sekunder dari pada

kapasitas air terikat primer pada sampel beras jagung instan diduga karena

kapasitas air terikat sekunder merupakan lapisan air yang diikat karena pengaruh

lapisan air monolayer yang mempunyai tangan sisa untuk mengikat air lainya

sehingga tingkat kepolaran makromolekul masih berperan dan tidak dipengaruhi

oleh proses pemanasan.

4.5.1.3 Penentuan Kapasitas Air terikat Tersier (Mt)

Daerah air terikat tersier merupakan daerah yang menunjukkan fraksi air

terikat lemah, dimana daerah tersebut memiliki sifat mendekati air bebas dan tidak

dijumpai adanya energi pengikatan yang lebih besar dibandingkan pada air murni,

dan daya tarik menarik antara kutub positif molekul air dengan kutub negatif

molekul air lainnya sehingga menyebabkan terjadinya penggabungan molekul-

molekul air melalui ikatan hidrogen (Van den berg dan Bruin 1981). Ditambahkan

oleh Kadirantau (2000) yang menjelaskan dengan melakukan ekstrapolasi

terhadap kurva isotermik sorpsi air dapat diperkirakan kadar air bahan saat

tekanan uap air jenuh, yaitu pada saat aw = 1 (RH = 100%). Kadar air pada aw = 1

ini merupakan dugaan kisaran tentang batas air yang terkondensasi atau kapasitas

air terikat tersier.

Penentuan kapasitas air terikat tersier pada sampel bubur jagung instan

ini dilakukan dengan menggunakan metode polinomial ordo 2, dimana data yang

digunakan adalah data pengamatan dengan kisaran aw antara 0.43 sampai dengan

Page 98: 2008 Fag 1

81

0.91. Sebagai tahap awal dilakukan plot antara kisaran aw yang digunakan dengan

kadar air kesetimbangan yang dihasilkan. Adapun kurva hasil plot tersebut dapat

dilihat pada Gambar 40.

Dari kurva di bawah, didapatkan satu persamaan regresi yang dapat

digunakan dalam penentuan kapasitas air terikat tersier, yaitu

Y = 112.42x2 – 105.89x + 31.304 dengan nilai R2 = 0.9338. Pada saat aw = 1,

dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :

Y = 112.42x2 – 105.89x + 31.304

Y= Me ( kadar air kesetimbangan (%bk)), x = aw, sehingga ketika

RH = 100 atau aw = 1, maka :

Y = 112.42 (1)2 +(– 105.89)(1) + 31.304

Y = 112.42 +(– 105.89) + 31.304

Y = 37.834

Gambar 40. Plot data kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan

dengan metode polinomial ordo 2 Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier sampel bubur jagung instan

dapat dilihat pada Tabel 14. Pada metode polinomial ordo 2 ini terdapat beberapa

parameter yang digunakan untuk menghitung kapasitas air terikat tersier dari

produk bubur jagung instan. Parameter-parameter tersebut diambil berdasarkan

persamaan regresi melalui pendekatan polimomial ordo 2, diantaranya slope atau

kemiringan dari persamaan yang didapatkan (a, b dan c). Dari persamaan yang

y = 112.42x2 - 105.89x + 31.304R2 = 0.9338

0

10

20

30

40

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1aw

Ka

kese

imba

ngan

(%bk

)

Page 99: 2008 Fag 1

82

dihasilkan Y = 112.42x2 – 105.89x + 31.304 dengan nilai R2 = 0.9338, sehingga

nilai a = 112.42, nilai b = -105.89 dan nilai c = 31.304 (Gambar 40).

Tabel 14. Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan

Pendekatan Parameter Bubur jagung instan

Polinomial ordo 2

a b c

R2

Mt

112.42 -105.89 31.304 0.9338 37.84

4.5.2 Susunan Tiga Daerah Fraksi Air Terikat

Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas air terikat, dapat ditentukan tiga

batas daerah fraksi air terikat dari sampel bubur jagung instan, dimana kestabilan

bahan pangan (sampel) ditentukan oleh tiga daerah air terikat tersebut. Didukung

oleh pendapat Rockland dan Beuchat (1985) yang mejelaskan dari ketiga daerah

kurva sorpsi isotermik dapat ditentukan dimana daerah terjadinya berbagai reaksi

kimia seperti reaksi pencoklatan, reaksi oksidasi, dan daerah pertumbuhan kapang,

jamur dan bakteri.

Batas tiga daerah fraksi air terikat didasarkan pada nilai tertinggi dari

masing-masing daerah yang meliputi fraksi air terikat primer (ATP) yang dibatasi

oleh Mp, fraksi air terikat sekunder (ATS) yang dibatasi oleh Ms dan air terikat

tersier (ATT) yang dibatasi oleh Mt. Untuk susunan fraksi air terikat dari sampel

bubur jagung instan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Susunan tiga daerah fraksi air terikat bubur jagung instan

Parameter Bubur Jagung Instan Mp 3.43 Awp 0.13

Fraksi air terikat primer

ATP 3.43 Ms 20.78 Aws 0.86

Fraksi air terikat Sekunder

ATS 17.35 Mt 37.83 Fraksi air terikat

tersier ATT* 17.05 *Mt diambil dari model dengan r2 tertinggi ( polinomial)

Page 100: 2008 Fag 1

83

Hasil perhitungan kapasitas air terikat pada tiga daerah tersebut, dapat

digunakan untuk pendugaan besarnya kadar air kritis secara absorbsi. Dengan

demikian selama penyimpanan sampel bubur jagung instan dapat diduga atau

diperkirakan tingkat kestabilannya dengan berdasarkan pada kurva isotermik

sorpsi air yang dihasilkan oleh sampel tersebut.

4.5.3 Pendugaan Umur Simpan Bubur Jagung Instan

Menurut Floros (1993) umur simpan merupakan waktu yang diperlukan

oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level

atau tingkatan degradasi mutu tertentu. Ditambahkan oleh Supriadi (2004) yang

menjelaskan bahwa umur simpan adalah selang waktu antara bahan pangan mulai

diproduksi hingga tidak dapat lagi diterima oleh konsumen akibat adanya

penyimpangan mutu. Pendugaan umur simpan berdasarkan kurva isotermik sorpsi

air menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Labuza (1982), yaitu :

bPox

WsAx

xk

McMeMiMeLn

ts −−

=

Keterangan : ts : Umur simpan produk (hari) Me : Kadar air kesetimbangan produk (% bk) Mi : Kadar air awal produk (% bk) Mc : Kadar air kritis produk (% bk) Ws : Berat kering produk dalam kemasan (gr) Po : Tekanan uap air murni/ jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg) k/x : konstanta permeabilitas uap air kemasan (gr/m2.hari. mmHg) A : Luas Permukaan kemasan (m2) b : Kemiringan kurva isotermik sorpsi (yang diasumsikan linier

antara Mi dan Me ) Persamaan regresi yang didapat dari hasil plot antara kelembahan relatif

ruang penyimpanan sampel dan kadar air kesetimbangannya (% bk) (Gambar 41)

adalah Y = 0.211x + 0.3288 dengan R2 = 0.8995. RH distribusi atau RH ruang

penyimpanan yang digunakan adalah 85%, pada suhu 30oC dan tekanan uap air

jenuh dengan Mi = 5.10% (bk). Kemasan yang digunakan berukuran (15 x 10 x

2)cm2 untuk setiap berat kering produk dalam kemasan (Ws) 28.47 gram.

Page 101: 2008 Fag 1

84

Gambar 41. Data kemiringan kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan

Pendugaan umur simpan produk bubur jagung instan dilakukan pada

beberapa kemasan diantaranya alufo, plastik PP dan plastik PE. Pada penelitian ini

data permeabilitas kemasan menggunakan data sekunder dimana nilai

permeabilitas kemasan alufo, plastik PP dan platik PE masing-masing adalah 0.02,

0.185 dan 0.169 g/m2.mmHg.hari (Histifarina 2002 ; Marleni 2007).

Dari hasil perhitungan pada Tabel 16, dihasilkan umur simpan dari bubur

jagung instan yang dikemas dengan alufo lebih lama dibandingkan dengan

kemasan plastik PP dan plastik PE. Lamanya umur simpan bubur jagung instan

tersebut disebabkan karena permeabilitas uap air kemasan alufo yang sangat

rendah yaitu 0.02 gr/m2.mmHg.hari, sehingga dapat menghambat laju transmisi

uap air ke dalam kemasan. Rendahnya permeabilitas uap air kemasan alufo juga

berfungsi untuk menjaga sifat higroskopis bubur jagung instan dari kerusakan

mutu (tumbuhnya jamur) yang disebabkan adanya penetrasi uap air dari luar

kemasan.

y = 0.211x + 0.3288R2 = 0.8995

0

5

10

15

20

25

0 20 40 60 80 100

Kelembaban relatif (%)

Ka K

eset

imba

ngan

(%bk

)

Page 102: 2008 Fag 1

85

Tabel 16. Parameter-parameter pengukuran umur simpan bubur jagung instan

RH 85% Parameter Sampel bubur jagung instan aw Me (%bk) Mi (%bk) Mc (%bk) k/x (g/m2.mmHg. hari)

alufo PP PE

Ws (gr) A(m2) Po ( mm.Hg) b (g.H2O/g bk) Umur simpan/ Ts (bulan)

alufo PP PE

0.85 23.02 5.10 21.02

0.02 0.19 0.17 28.47 0.03 31.82 0.26

53.8 (4.5 thn) 5.7 (0.5 thn) 6.3 (0.5 thn)

Limonu (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

masa simpan makanan yang dikemas adalah ukuran kemasan dalam hubungannya

dengan volume, kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana

kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, ketahanan

keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau termasuk

perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat, keaadaan alamiah atau sifat

makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap

air dan oksigen serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia, internal dan fisik.

Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriadi (2004),

umur simpan untuk produk beras jagung instan yang dihasilkan dengan

menggunakan kemasan alufo lebih lama dibandingkan produk bubur jagung

instan ini yaitu 27 bulan untuk jagung varietas motor dan 33 bulan untuk jagung

varietas pulut. Seperti yang diketahui komposisi bahan yang terkandung dalam

produk bubur jagung instan cukup banyak. Selain komponen utama yang berasal

dari jagung, ada bahan tambahan lain seperti maltodekstrin dan susu bubuk.

Komponen tambahan yang terdapat dalam bahan produk tersebut akan

mempengaruhi umur simpan dari produk tersebut.

Page 103: 2008 Fag 1

86

4.6 Analisis Biaya Bubur Jagung Instan

Biaya dapat didefenisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi yang

diukur dengan uang, yang dikeluarkan sebelum dan sesudah mencapai tujuan

tertentu (Revinaldo 1992). Tujuan dilakukannya perhitungan ekonomi (analisis

biaya) pada pembuatan bubur jagung instan ini adalah memberikan informasi

yang berhubungan dengan peluang usaha (bisnis) dan memancing minat

masyarakat untuk mengembangkan industri olahan jagung tersebut sebagai salah

satu usaha tambahan untuk membantu perekonomian keluarga.

Nama Produk : Bubur jagung instan

Jumlah Produksi : 2500 sachet per hari

Harga Jual : Rp. 2.500,- per sachet

Periode Produksi : 25 hari

Pemasukan

Penjualan bubur jagung instan per bulan

25 hari x 2500 sachet x Rp. 2.500,- = Rp.156.250.000,-

Investasi Peralatan

Menurut Revinaldo (1992) biaya-biaya yang tergolong ke dalam biaya

tetap, antara lain biaya investasi mesin atau peralatan, bangunan, gaji tenaga

manajemen, bunga modal dan biaya overhead tetap lainnya. Biaya penyusustan

mesin atau peralatan dan gedung yang digunakan untuk produksi dihitung dengan

metode garis lurus dengan umur ekonomisnya. Investasi peralatan yang digunakan

dalam pembuatan bubur jagung instan dapat dilahat pada Tabel 17.

Biaya Pengeluaran per Bulan

Biaya yang dikeluarakan untuk suatu produksi dapat dibedakan menjadi

dua kelompok yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarakan

dalam pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat pada Tabel 18.

Page 104: 2008 Fag 1

87

Tabel 17. Investasi peralatan dalam pembuatan bubur jagung instan Alat Umur teknis Harga

Ayakan 18 mesh 3 tahun Rp. 150.000.- Ayakan 80 mesh 3 tahun Rp. 150.000.- Pengadaan wadah( baskom, sendok,tirisan) 3 tahun Rp. 50.000.- Timbangan 3 tahun Rp. 100.000.- Gayung ukur 1 L 3 tahun Rp. 15.000.- Panci, Kompor 3 tahun Rp. 150.000.- Mesin Sealer 3 tahun Rp. 125.000.- Multi mill * 5 tahun Rp. 10.000.000.- Drum dryer * 5 tahun Rp. 255.000.000.- Fluidized bed dryer * 5 tahun Rp. 25.500.000.- Oven dryer * 5 tahun Rp. 35.000.000.- Freezer * 5 tahun Rp. 15.000.000.-

Total Investasi Rp. 341.240.000.- * Diasumsikan : harga multi mill Rp. 10.000.000.- harga drum dryer Rp. 255.000.000.- harga fludized bed dryer Rp. 25.500.000.- harga oven dryer Rp. 35.000.000.- harga freezer Rp. 15.000.000.-

Tabel 18. Biaya tetap dalam pembuatan bubur jagung instan

Jenis biaya Rincian Harga Penyusutan peralatan ** Penyusutan multi mill Rp. 166.667.- Penyusutan drum dryer Rp. 4.250.000.- Penyusutan fluidized bed dryer Rp. 425.000.- Penyusutan oven dryer Rp. 583.333.- Penyusutan freezer Rp. 250.000.- Penyusutan peralatan lain Rp. 20.556.- Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 5.695.556.- Sewa tempat Rp. 7.500.000.- Rp. 625.000.- Tenaga kerja : Pimpinan 3 org x 3.000.000.- Rp. 9.000.000.- Kariyawan 20 org x Rp. 750.000.- Rp.15.000.000.- Listrik dan telepon Rp. 1.500.000.-

Total biaya tetap Rp. 31.820..556.- ** perhitungan penyusutan peralatan adalah harga/umur teknis/12

Biaya yang tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya yang besarnya

berubah sesuai dengan perbuahan volume produksi. Peningkatan volume produksi

akan menaikkan biaya variabel total, akan tetapi biaya variabel per satuan produk

tetap (Revinaldo 1992). Perhitungan biaya variabel yang digunakan dalam

pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat dari Tabel 19.

Page 105: 2008 Fag 1

88

Tabel 19. Biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung instan

Nama bahan Jumlah per hari

Jumlah per bulan

harga satuan Harga

Jagung pipilan 45 kg 1125 kg Rp. 10.000.- Rp. 11.250.000.- Maltodekstrin 25 kg 625 kg Rp. 12.000.- Rp. 7.500.000.- susu bubuk 30 kg 750 kg Rp. 15.000.- Rp. 11.250.000.- kemasan alufo (pembungkus) 2500 sachet 62500 sachet Rp. 500.- Rp. 31.250.000.- total biaya variabel Rp. 61.250.000.- Total pengeluaran (Biaya tetap + Biaya Variabel) Rp. 93.070.556.-

Keuntungan

Keuntungan produksi dapat dihitung berdasarkan selisih antara jumlah

pemasukan yang didapat dengan total biaya pengeluaran yang dikeluarkan.

Pemasukan = Rp.156.250.000,-

Pengeluaran = Rp. 93.070.556.-

Keuntungan Per Bulan = Rp. 63.179.444.-

Pada umumnya, selama proses produksi berlangsung akan terjadi

perubahan-perubahan nilai harga, baik dari segi bahan baku, harga jual maupun

kondisi perekonomian dan perputaran uang di pasaran. Kondisi tersebut dapat

mempengaruhi pendapatan atau keuntungan perusahan. Untuk mengatuhinya,

dilakukan studi sensitivitas terhadap produk yang dihasilkan. Menurut

Rieuwpassa (2005) studi sensitivitas menunjukkan persen perubahan keuntungan

jika beberapa faktor mengalami perubahan. Studi sensitivitas produk bubur jagung

instan dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Studi sensitivitas dari produk bubur jagung instan Kasus Faktor Keterangan Keuntungan +/- (%)

0 1

2

3

4

Basis Harga Produksi Jagung pipilan Susu bubuk

Harga turun menjadi Rp. 2000.-/ sachet Kapasitas produksi naik menjadi 2700 sachet/ hari Harga jagung pipilan naik menjadi Rp. 11.000.-/ kg Harga susu bubuk naik menjadi Rp. 15.000.-/ kg

Rp.63.179.444.- Rp. 31.929.444.-

Rp. 73.179.444-

Rp.62.054.444.-

Rp. 62.429.444.-

- 49.46%

+ 15.83%

- 1.19%

- 1.78%

Page 106: 2008 Fag 1

89

Berdasarkan Tabel 13, penurununan harga produk bubur jagung instan

sebesar Rp. 500.- memperlihatkan terjadinya penurunan keuntungan sebesar

49.46%. Untuk menyiasatinya, produsen harus mengusahakan harga produk tetap

stabil. Peningkatan kapasitas produksi sebesar 2700 sachet/hari, memberikan

peningkatan keuntungan perusahaan sebesar 15.83%. Kondisi tersebut

dipengaruhi oleh kemampuan tenaga kerja dan kapasitas alat yang masih

mencukupi kebutuhan dalam produksi.

Penurunan keuntungan perusahaan akan terjadi juga karena adanya

perubahan harga dari komponen biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung

instan (harga jagung pipilan dan susu bubuk). Kenaikan harga jagung pipilan

sebesar Rp. 11.000.-/ kg nya akan menurunkan keuntungan perusahaan sebesar

1.78%, sedangkan naiknya harga susu bubuk sebesar Rp. 16.000.-/kg perusahaan

akan mengalami penurunan keuntungan sebesar 1.19%. Kondisi ini

memperlihatkan keuntungan dalam memproduksi produk bubur jagung instan

sangat dipengaruhi oleh harga bahan dan perubahan beberapa nilai komponen

biaya.

Page 107: 2008 Fag 1

90

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa simpulan sebagai

berikut :

1. Tepung jagung instan yang dihasilkan dengan menggunakan kecepatan

putaran silinder 4 rpm memiliki karakteristik fisik yang lebih baik

dibandingkan dengan tepung yang dihasilkan dengan kecepatan silinder

6 rpm, sehingga terpilih sebagai salah satu bahan penyusun bubur jagung

instan.

2. Grits jagung instan yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat

(suhu -20oC, selama 44 jam) dan dikeringakan dengan menggunakan

pengering oven menjadi grits jagung yang terpilih sebagai bahan penyusun

bubur jagung instan, karena memiliki karakteristik fisik terbaik yaitu

rendemen dengan rata-rata 87.35 %, rata-rata porositas sebesar 79%,

dengan rata-rata rasio rehidrasi sebesar 5.96 %, memiliki daya penyerapan

air nasi dengan rata-rata air tertinggi rata-rata 457.3 %, dan volume

pengembangan nasi dengan rata-rata 81.9%.

3. Dari empat formula yang diuji pada penelitian tahap ketiga, diperoleh

formula A sebagai formula bubur jagung instan yang terpilih melalui uji

organoleptik dengan komposisi yang terdiri atas tepung jagung instan 10

gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr dan susu bubuk 30

gr. Pemilihan produk bubur jagung instan yang terpilih berdasarkan nilai

rata-rata tingkat kesukaan tertinggi untuk setiap atribut yang digunakan

pada uji organoleptik (tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan

penerimaan secara umum /overall).

4. Komposisi kimia formula A sebagai formula bubur jagung instan yang

terpilih terdiri atas kadar air 5.1 %, kadar abu 1.2 %, kadar protein 7.6 %,

kadar lemak 0.5 %, karbohidrat 90.7 % dan energi (kalori) sebesar

397.8 kkal.

5. Kurva isotermik sorpsi air dari bubur jagung instan menghasilkan susunan

tiga daerah fraksi air terikat diantaranya : nilai ATP (air terikat primer)

yang dibatasi oleh Mp (batas daerah air terikat primer) sebesar 3.43 % (bk)

Page 108: 2008 Fag 1

91

yang seimbang dengan aw (ap) sebesar 0.13, fraksi ATS (air terikat

sekunder) yang dibatasi oleh Ms(batas daerah air terikat sekunder) sebesar

20.78 % (bk) dan berkeseimbangan dengan aw (as) sebesar 0.86, dan

terakhir adalah fraksi ATT (air terikat tersier) yang dibatasi oleh Mt (batas

daerah air terikat tersier) dengan nilai sebesar 37.83 % (bk) yang

berkeseimbangan dengan aw = 1.Sedangkan untuk nilai ATP dari bubur

jagung instan yang dibatasi oleh Mp dan berkeseimbangan dengan aw =

0.13 sebesar 3.43 % (bk), selanjutnya nilai fraksi ATS yang dibatasi oleh

Ms dan berkeseimbangan dengan aw = 0.86 bernilai 17.35 % (bk), dan

untuk fraksi ATT yang dibatasi oleh Mt dan berkeseimbangan dengan aw

= 1 bernilai 17.05 % (bk).

6. Hasil perhitungan umur simpan produk bubur jagung instan yang disimpan

pada RH penyimpanan 85% dan dikemas dalam kemasan alufo selama

53.8 bulan (4.5 tahun), kemasan plastik PP selama 5.7 bulan (0.5 tahun)

dan kemasan plastik PE selama 6.3 bulan (0.5 tahun).

Page 109: 2008 Fag 1

92

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut antara lain

sebagai berikut :

1. Guna meningkatkan nilai tambah produk dan pengembangan produk baru

perlu dilakukan penelitian lanjut tentang penambahan flavor atau bahan

tambahan makanan lain sehingga dapat menciptakan prototipe bubur

jagung instan yang lain.

2. Diperlukan pengembangan produk bubur jagung instan dari beberapa

komoditi varietas lokal lainnya.

3. Untuk mendapatkan waktu pemasakan yang lebih singkat, diperlukan

penelitian selanjutnya dengan meningkatkan waktu pregelatinisasinya.

4. Diperlukan penelitian scale up proses ke skala pilot dan analisa tekno-

ekonomi sebelum dimasuk ke skala industri.

Page 110: 2008 Fag 1

93

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

[Anonim]. 2007. Drying. www. frigmaires.com/drying/drying3.htm [5 Feb 2007]

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemists. Washington DC. USA: Association of Official Analitical Chemist.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemists. Washington DC. USA: Association of Official Analitical Chemist.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Yasni S, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas –IPB..

APV Crepaco. 1992. Dryer : Technology and Engineering. Di dalam: In Hui YH. editor. Encyclopedia of Food Science and Technology. Toronto: John Wiley and Sons Inc.

Arpah M, R Syarief. 2000. Evaluasi model-model pendugaan umur simpan pangan dari difusi hukum fick unidireksional. Bul. Tekno.dan Industri Pangan XI 1:1

Australian Academy of Technological Science and Engineering. 2000. Instant and convenience foods. Australia Sciences and Technology Heritage Centre. [terhubung berkala]. http:// www. austech. unimelb.edu. au/tia/135. html ] [20 Feb 2005].

Badan Standar Nasional. Standar mutu Jagung SNI 01-3920-1995. Jakarta

Badan Standar Nasional. Standar mutu Tepung Jagung SNI 01-3727-1995. Jakarta

Bagian Gizi RS. dr. Cipto Mangunkusumo, Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2001. Penuntun Diit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bahrie S. 2005. Optimasi proses pada proses pengolahan bubur jagung menggunakan alat pengering drum (drum dryer). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Barbosa Canovas GV, Vega Marcado H. 1996. Dehydration of Food. New York: Chapman and Hall.

Be Miller JN, Whistler RL. 1996. Carbodydrates Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry (Ed) 3rd Ed. New york: Marcel. Dekker. Inc. PP: 157-220.

Page 111: 2008 Fag 1

94

Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Berlin: Springer,

Berger J. 1962. Maize Production and Manuring of Maize. Geneva: Center d’Etude de I’Azole.

Berry D. 2005. From starch to maltodextrin food productions design. (26 Maret 2006)

Bischof JC, Wolker WF, Tsuetkova NM, Oliver AE, Crowe JH. 2002. Lipid and protein changes due to freezing in dunning AT-1 cells. J. Cryobiology 45: 22- 32.

Brennan JG, Buthers JR, Cowel ND, Lily AVE. 1974. Food Engineering Operations. London: Applied Science Publisher Ltd.

Brooker OB, FW Bekker- Arkema & CW Hall.1974. Drying Cereal Grains. USA : The AVI Publ. Company Inc.Westport Connecticut

Chan WS, Toledo RT. 1976. Dynamic of freezing and their effects on water holding capacity of a gelatinized starch gel. J. Food Science 41 (2): 301-303.

Deman JM. 1989. Principle of Food Chemistry. Kosasih Padmawinata Penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Kimia Makanan edisi ke-2..

Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Muljohardjo M, Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Technology of Food Preservation.

Doni A. 2002. Karakteristik bubur instan dari buah sukun (Artocarpus altilis) yang diolah dengan pengering drum. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Effendi S, Sulastiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta: Yasaguna.

Fadillah HN. 2005. Vertifikasi formulasi mi jagung instan dalam rangka penggandaan skala. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Fellows PJ, Ellis. 1992. Food Processing Technology: Principles and Practice. England: Ellis Horwood.

Fennema OR. 1985. Food Chemistry Ed 2nd.New York: Marcel Dekker.

Floros JD, Gnanasekharan V. 1993. Shelf Life Prediction on Packged Foods. London: Elsevier Publisher.

Floyd CD, Rooney LW, Bockholt AJ. 1995. Measuring desirable and undesirable color in white and yellow food corn. J Cereal chem 72 (5) : 488-490.

Page 112: 2008 Fag 1

95

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A, Sardjono, Penerjemah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Terjemahan dari : The Science of Food, an Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology.

Garcia Arias MT, Pontes EA, Garcia Linares MC, Garcia-Fernandez MC, Sanchez-Muniz FJ.2003. Cooking freezing reheating (CFR) of sardine (Sardine Pilchardus) fillets effects of different cooking and reheating procedures on the proximate and fatty acid compositions. J. Food Chem 83 : 349-356

Gomez MH, Aguilera JM.1983. Changes in the starch fraction during extrusion cooking of corn. J. Food Science 48 (2) : 378-381

Grace MR. 1997. Cassava Processing. Rome: Food Agriculture Organization of The United Nation.

Grennwood CT, Muhro DN. 1979. Carbohydrates. Di dalam: Prestley RJ, editor. Effect of Heat on Food Stufs. London: Applied Science Publisher Ltd.

Hall CW. 1980. Drying and Storage of Agricultural. USA: Westport Connecticut The AVI Publ. Company

Hadiwiyoto S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Hamm R, Gottesmann H. 1984. Release of mitocondrial enzymes by freezing and thawing of meat: structural and analytical aspects. Proc Euro Meat Reswork Meating 3 : 152-155.

Handoko DD. 2004. Kajian isotermi sorpsi dekstrin pati garut (Maranta arundinaceae L.) pada berbagai tingkat hidrolisis. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor..

Hanni PF, Parkas DF, Brown GE. 1976. Design and operating parameters for a continous centrifugal fluidized bed dryer (CFB). J. Food Science 41: 1172-1176

Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Hariyadi P, Purnomo EH, Tirtasujana D,Kusumah TD, Sudiana N. 2000. Penuntun Praktikum Satuan Operasi Industri Pangan. Bogor: Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Yogyakarta: Andi Offset.

Page 113: 2008 Fag 1

96

Hartono NAD. 2004. Pengaruh jenis jagung terhadap pembuatan beras jagung instan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Heldman SM, Singh RP.1981. Food Process Engineering. USA : Westport Connecticut The AVI Publ. Company

Hendy. 2007. Formulasi bubur instan berbasis singkong (Manihot esculenta Crantz) sebagai pangan pokok alternatif. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Histifarina D. 2002. Kajian pembuatan kentang tumbuk instan (Mashed Potato Instant) dan stabilitasnya selama penyimpanan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor..

Hoseney RC. 1998. Principles of Cereal Science of Technology 2nd Ed. St. Paul, Minesota: American Assoc of Cereal Chem, Inc.

Hovman S.1995. Drying of Fruits and Vegatables.Di dalam: Mujumdar, editor. Handbook of Industrial Dryring ed 2nd. New York: Marcell Dekker.Inc.

http: //www.bima.ipb.ac.id/ image, 5 Feb 2005

Hubeis M. 1985. Pengembangan metode uji kepulenan nasi. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hughes HD, Metcalve DS. 1972. Crop Production Third Edition. London: Collier-Mc Millan Limited.

Husain H. 2006. Optimasi proses pengeringan grits jagung dan santan sebagai bahan baku bassang instan, makanan tradisional makasar. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Imad HP, Nawingsih AA. 1995. Menyimpan bahan pangan. Jakarta: Penerbit swadaya.

Inglett GE. 1970. Corn: Culture, Processing, Products. Westport: The AVI Publishing Company, Inc.

Jayaraman, Gupta D. 1995. Drying of Fruits and Vegatables. Di dalam: Mujumdar AS. Handbook of Industrial Drying Ed 2nd. New York: Marcel Dekker.Inc.

Johnson LA. 1991. Corn: Production, processing and utilitation. Di dalam Lorenz KJ, Kulp K, editor. Handbook of Cereal Science and Technology. New York: Marcel Dekker Inc.

Jugenheimer RW. 1976. Corn : Improvement, Seed Production and Uses. New York: A Willey-Interscience Publication. John Willey and Sons.

Page 114: 2008 Fag 1

97

Kadirantau DME. 2000. Kajian isothermi sorpsi air (ISA) dan stabilitas tepung ketan selama penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Karathanos VT, Kanellopoulos NK, Belessiotis VG. 1996. Development of porous structure during air drying of agricultural plant product. J. Food Eng 29 :167-183.

Kent JDW. 1975. Technology of Cereal Ed 2nd. New York: Pergamon Press Oxford.

Labuza TP.1968. Sorption Phenomena in Foods. Food Tech 22 (3) : 263-270.

1982. Shelf Life Dating of Food. Westport, Connecticut: Food and Nutrition Press. Inc..

Lii CY, Shao YY, Tseng KH. 1995. Gelation mechanism and rheological properties of rice starch. J. Chemistry 73(a): 415.

Limonu M. 2007. Pengaruh perlakuan sebelum pengringan terhadap karakteristik fisiko-kimia dan penentuan umur simpan jagung muda instan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Liu K, Philips RD, HmcWatters KAY. 1993. Induced hard to cook state in cowpeas by freeze thawing and calcium chloride soaking. J. Cereal Chem 70(2) : 193-195.

Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Ed.. Boca Raton: CRC Press,

Mohapatra D, Bal S. 2005. Cooking quality and instrumental textural atributes of cooked rice for different milling fractions. J. Food Eng 73(2006) :253-259.

Muchtadi TR. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi TR, Budiatman. 1991. Teknologi Pangan Lanjut. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Muljohardjo M. 1987. Pengeringan Bahan Pangan. Makalah yang disampaikan dalam kasus singkat pengeringan bahan pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadja Mada.

Page 115: 2008 Fag 1

98

Mujumdar AS. 2000. Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Induatrial. Tambunan AH, Wulandari D, Hartulistiyoso E, Nelwan. LO, Penerjemah. Bogor: IPB Press. Terjemahan dari: Mujumdar’s Practical Guide to Industrial Drying.

Octavia RY. 2002. Pengaruh larutan Na2HPO4 dan Na sitrat serta suhu pengeringan pada pembuatan nasi instan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Panggabean KD. 2004. Pengembangan produk bubur jagung instan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Park DJ, Imm JY, Ku KH. 2001. Improved dispersibility of green tea powder by microparticulation and formulation. J. Food Sci 66 (6) : 793-798.

Parker R. 2003. Introduction of Food Science. United State : Dielmar.

Peckham GC. 1969. Foundation of food preperation 2nd ed. London: The Mac Millan Co. Calier. Mac Millan Ltd.

Perdana D. 2003. Dampak penerapan ISO 9001 terhadap peningkatan mutu berkesinambungan pada proses produksi bubur bayi instan di PT. gizindo prima nusantara. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pramono L. 1993. Mempelajari karakateristik pengeringan teh hitam CTC (Curing Tearing Crushing) tipe FBD (Fluidized Bed Dryer). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Purnomo H. 1988. Mempelajari pengaruh umur panen dan cara kemas terhadap sifat fisiko kimia jagung manis (Zea mays saccharata) selama penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Purnomo H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya Dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press.

Puspitawulan AM. 1997. Mempelajari sorpsi isotermi dan kerenyahan Cookies pada berbagai kondisi penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Radley JA. 1992. Examination anda Analysis of starch Starch Produces. London: Applied Science Publishers Ltd.

Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Penelian Organoleptik. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Page 116: 2008 Fag 1

99

Rieuwpassa F. 2005. Biskuit konsentrat protein ikan dan probiotik sebagai makanan tambahan untuk meningkatkan antibodi IgA dan status gizi anak balita. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rivinaldo D. 1992. Analisa biaya pengolahan kelapa parut kering (Desiccated coconut). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rizvi SSH. 1995. Thermodynamis Properties of Foods Dehydration Di dalam Engineering Properties of Foods. Rao MA editor. New York and Bassel: Marcel Dekker Inc.

Rockland LB. 1969. Water activity and storage stability. J. Food Tech Vol. 23: 11-18.

Rockland LB, Beuchat LR. 1985. Water Activity, Theory and Application to Food. New York and Bassel : Marcel Dekker. Inc

Rukmana R. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius.

Sanusi A. 2006. Formulasi sagu instan sebagai makanan tinggi kalori. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Serna Salvidar, Sergio O, Gomez MH, Rooney LW. 2001. Food Uses of Regular and Specialty Corn and Their Dry-Milled Fraction. Arnel R. Hallauer editor. Specialty Corn 2nd. New York: CRS Press.

Setiawati E, Istalaksana P, Murtiningrum. 2000. Karakterisasi fisik dan kimia beberapa jenis pati uwi (Dioscorea sp) asal Irian Jaya. Hyphere V (02) :1-8

Sjoholm I, Gekas V. 1995. Apple shrinkage upon drying. J. Food Eng 25:123-130

Sediaoetomo AD. 2006. Ilmu Gizi : Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta : Dian Rakyat

Soekarto ST. 1978. Pengukuran air ikatan dan peranannya pada pengawetan pangan. Bul. PATPI Vol. 3 No 4. 4 – 18.

1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri dan Hasil-hasil Pertanian. Jakarta: Penerbit Bharata Karya Aksara.

Subarna, Adawiyah DR, Syamsir ER, Wulandari N, Hariyadi P, Kusnandar F. 2007. Penuntun Praktikum Teknik Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty kerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada.

Page 117: 2008 Fag 1

100

Sugiyono, Soekarto ST, Hariyadi P, Supriadi A. 2004. Kajian optimasi teknologi pengolahan beras jagung instan. J. Teknol dan Industri Pangan XV (2) : 119-128.

Suliantari. 1988. Pengaruh penambahan lipid terhadap sifat fisiko kimia beras instan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suprapto HS, Rasyid M. 2002. Bertanam Jagung. Jakarta: Penerbit Swadaya

Supriadi A. 2004. Optimasi teknologi pengolahan beras jagung instan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Syah D et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Taib G, Said G, Wiraatmadja S.1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Tolledo RT. 1991. Fundamental of Food Procces Engineering. New York: Chapman dan Hall.

Troller JA, Christian JHB. 1978. Water Activity and Food. New York: Academic Press.

Utomo HP. 1982. Pengaruh kehalusan tepung dan konsentrasi NaOH terhadap mutu tepung pati jagung (Zae mays L.) hasil pengolahan cara kering. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Van Den Berg, Bruin S.1981. Water Activity and its estimation in Food System Theoretical Aspect. Di dalam Rockland LB, Stewart GF editor. Water Activity ; Influences on Food Quality. New York: Marcel Dekker. Inc

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan gizi. Jakarta: PT. Gramedia.

Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarif AM. 1992. Sifat Fisik Pangan. Bogor : Direktorat Jendral dan Pendidikan Tinggi PAU-Pangan dan Gizi. IPB Press.

Yu Z, Johnston KP, William RO. 2006. Spray freezing into liquid versus spray-freeze drying : influence of atomization on protein aggregation and biological activity. Eur J. of Pharm Sci 27 : 9-18.

Zhang RH, Mustafa AF, Ng-Kwai-Hang KF, Zhao X. 2005. Effect of freezing on composition and fatty acid profiles of sheep milk and cheese. Small Ruminant Res 2005 : 1-8.

Page 118: 2008 Fag 1

101

Lampiran 1. Alat pengering silinder

Page 119: 2008 Fag 1

102

Lampiran 2. Alat pengering fluidized bed (fluidized bed dryer)

Page 120: 2008 Fag 1

103

Lampiran 3. Alat tanak laboratorium (altanalab)

Page 121: 2008 Fag 1

104

Lampiran 4

FFOORRMMUULLIIRR UUJJII HHEEDDOONNIIKK PPRROODDUUKK BBUUBBUURR JJAAGGUUNNGG IINNSSTTAANN

Nomor Hp : Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jenis Sampel Produk : Bubur Jagung Instan Petunjuk :

Setelah anda mencicipi sampel, nyatakanlah penilaian anda terhadap beberapa kriteria diantaranya : tekstur, kekentalan, warna, aroma, rasa dan penampilan secara keseluruhan (overall) berdasarkan tingkat kesukaan anda dengan peringkat no 1 – 7 pada kolom yang tersedia dibawah ini.

Kode sampel

Tekstur

Kekentalan Warna Aroma Rasa Overall

817

708

907

909

Kriteria Penilaian :

1 : Sangat tidak suka 2 : Tidak suka 3 : Agak tidak suka 4 : Netral 5 : Agak suka 6 : Suka 7 : Sangat suka

Komentar Anda :

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

Page 122: 2008 Fag 1

105

Lampiran 5 Data uji organoleptik 1. TEKSTUR

SAMPEL PANELIS 708 817 907 909

1 7 6 6 5 2 5 5 6 6 3 5 2 4 3 4 3 2 3 3 5 3 3 3 3 6 3 3 4 2 7 5 5 4 4 8 6 5 5 6 9 6 6 4 3 10 3 5 5 2 11 2 2 4 5 12 4 3 2 1 13 7 6 4 5 14 4 5 5 3 15 6 6 7 6 16 3 3 2 2 17 6 6 6 6 18 5 5 5 5 19 4 4 3 3 20 5 4 6 6 21 6 3 3 5 22 4 4 3 4 23 2 5 3 6 24 1 3 6 3 25 6 4 3 5 26 4 5 5 4 27 6 6 6 3 28 6 5 3 3 29 3 3 2 3 30 3 3 3 2

Jumlah 133 127 125 117 Rata-rata 4.43333 4.23333 4.16667 3.9

Page 123: 2008 Fag 1

106

2. KEKENTALAN SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 5 4 4 2 5 5 4 6 3 4 5 5 5 4 3 5 3 5 5 5 6 6 4 6 6 2 6 6 7 4 5 3 3 8 5 4 5 6 9 6 7 6 5 10 5 2 3 3 11 2 3 6 6 12 6 5 2 3 13 6 7 4 5 14 4 5 6 3 15 6 6 6 6 16 6 3 5 3 17 6 6 5 5 18 4 4 5 6 19 5 5 4 5 20 3 1 5 4 21 5 6 5 4 22 3 6 5 3 23 6 2 4 4 24 3 2 6 5 25 4 6 4 6 26 5 5 3 5 27 6 3 5 3 28 6 6 5 4 29 5 6 2 3 30 5 6 6 6

Jumlah 145 139 138 136 Rata-rata 4.83333 4.63333 4.6 4.53333

Page 124: 2008 Fag 1

107

3. WARNA SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 4 7 3 2 6 4 5 6 3 6 6 6 6 4 4 4 4 4 5 6 6 6 6 6 6 5 5 3 7 5 4 4 5 8 6 6 6 6 9 5 5 4 4 10 6 6 5 5 11 5 5 5 5 12 6 6 6 6 13 6 5 6 7 14 4 6 6 5 15 6 6 6 6 16 6 6 6 6 17 6 6 6 6 18 6 5 6 6 19 4 4 5 4 20 2 5 4 3 21 6 6 6 6 22 4 4 4 4 23 6 6 5 5 24 4 6 5 3 25 5 5 5 5 26 6 3 3 5 27 6 6 4 4 28 5 6 6 6 29 6 6 6 6 30 6 6 6 6

Jumlah 161 158 158 152 Rata-rata 5.36667 5.26667 5.26667 5.06667

Page 125: 2008 Fag 1

108

4. RASA SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 7 6 5 2 6 6 4 6 3 4 3 3 4 4 5 3 4 5 5 6 5 4 4 6 6 7 3 4 7 4 3 4 5 8 6 6 6 4 9 6 5 6 6 10 5 5 3 3 11 6 6 4 4 12 5 6 3 2 13 7 7 5 7 14 6 4 5 4 15 1 4 6 1 16 5 4 4 5 17 5 5 4 5 18 5 5 5 4 19 6 5 5 5 20 4 3 6 5 21 6 3 3 5 22 4 4 4 3 23 2 5 2 3 24 5 3 6 5 25 7 6 4 6 26 6 6 4 3 27 6 6 4 3 28 6 5 4 3 29 6 5 5 3 30 5 5 4 4

Jumlah 157 147 130 126 Rata-rata 5.23333 4.9 4.33333 4.2

Page 126: 2008 Fag 1

109

5. AROMA SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 4 4 5 2 4 4 4 5 3 5 5 5 4 4 5 3 5 4 5 6 6 6 6 6 6 6 4 6 7 6 6 4 4 8 6 5 3 5 9 4 4 3 5 10 5 6 6 2 11 5 6 4 6 12 5 4 4 3 13 7 6 5 7 14 6 4 5 5 15 3 4 6 3 16 6 5 5 6 17 6 5 5 6 18 6 6 4 5 19 6 5 4 4 20 6 5 1 3 21 5 5 5 5 22 5 5 5 5 23 5 6 4 4 24 4 4 6 2 25 6 3 7 6 26 4 3 5 4 27 6 6 6 6 28 6 6 4 3 29 6 5 5 3 30 3 3 4 3

Jumlah 159 145 138 135 Rata-rata 5.3 4.833333 4.6 4.5

Page 127: 2008 Fag 1

110

6. OVERALL SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 6 5 4 2 6 5 4 6 3 5 2 3 4 4 5 3 3 5 5 5 5 4 4 6 5 5 4 4 7 5 5 4 4 8 6 5 5 4 9 6 5 6 5 10 5 5 3 3 11 5 5 4 4 12 4 5 3 2 13 7 7 5 6 14 5 4 5 4 15 4 6 7 3 16 5 5 4 5 17 6 6 5 6 18 5 5 5 5 19 6 5 4 5 20 2 3 4 5 21 6 3 4 5 22 4 4 3 4 23 3 5 4 5 24 2 3 6 5 25 6 4 4 5 26 5 6 5 3 27 5 6 3 4 28 6 5 4 3 29 6 5 5 3 30 4 3 3 2

Jumlah 150 141 128 127 Rata-rata 5 4.7 4.26667 4.23333