2008 06 isei perkembangan ekonomi syariah ch13 mencari bentuk sinergi optimal sistem keuangan...

22
MENCARI BENTUK SINERGI OPTIMAL SISTEM KEUANGAN KONVENSIONAL DAN SISTEM KEUANGAN ISLAM 1 A s c a r y a Center for Central Banking Education and Studies, Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin 2, Radius Prawiro Tower, 18 th fl., Jakarta 10110, Indonesia Email: [email protected] ; Phone: 6221-3817345 ; Fax: 6221-3501912 ABSTRACT In a country adopting dual financial/banking system (conventional and Islamic), monetary authority has the responsibility to maintain financial/monetary stability and synergy of both systems. This study analyses and compares conventional and Islamic monetary system, theoretically, based on the three main features of monetary system ( fiat money vs. Islamic money, fractional reserve banking system vs. 100 percent reserve banking system, and interest vs. profit-and-loss sharing/PLS), as well as empirically, where only interest vs. PLS that differentiate the two. The results show that interest is negatively correlated with investment and economic growth, while return of PLS is positively correlated with investment and economic growth. Therefore, the optimum synergy in the dual financial/banking system can be achieved when monetary policy in conventional system benchmarks its policy rate to the PLS market return in Islamic financial market of Islamic syste, which will ensure optimum market efficiency that maximize distributive social welfare and justice. JEL Classification: E52, G18, G28 Keywords: Sistem Moneter Islam, Sistem Keuangan Islam, Sistem Keuangan/ Perbankan Ganda 1. PENDAHULUAN 1.1 Lalar Belakang Beberapa tahun belakangan ini, sistem keuangan internasional semakin berkembang luas. Fenomena ini, dimana liberalisasi pasar modal dan pergerakan modal secara bebas, kemajuan teknologi serta maraknya inovasi baik jasa maupun produk-produk keuangan, telah juga berkontribusi dalam menciptakan tingkatan globalisasi keuangan yang tidak dapat diketahui. Globalisasi keuangan selanjutnya akan memberikan keuntungan-keuntungan yang besar namun juga risiko-risiko yang baru. Seiring 1 Published in ISEI Perkembangan Ekonomi Syariah, Ch.13, 2008.

Upload: grassroot-solidarity

Post on 04-Jan-2016

103 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

MENCARI BENTUK SINERGI OPTIMAL SISTEM KEUANGAN

KONVENSIONAL DAN SISTEM KEUANGAN ISLAM1

A s c a r y a Center for Central Banking Education and Studies, Bank Indonesia

Jl. M.H. Thamrin 2, Radius Prawiro Tower, 18th fl., Jakarta 10110, Indonesia Email: [email protected]; Phone: 6221-3817345 ; Fax: 6221-3501912

ABSTRACT

In a country adopting dual financial/banking system (conventional and Islamic), monetary authority has the responsibility to maintain financial/monetary stability and synergy of both systems. This study analyses and compares conventional and Islamic monetary system, theoretically, based on the three main features of monetary system ( fiat money vs. Islamic money, fractional reserve banking system vs. 100 percent reserve banking system, and interest vs. profit-and-loss sharing/PLS), as well as empirically, where only interest vs. PLS that differentiate the two. The results show that interest is negatively correlated with investment and economic growth, while return of PLS is positively correlated with investment and economic growth. Therefore, the optimum synergy in the dual financial/banking system can be achieved when monetary policy in conventional system benchmarks its policy rate to the PLS market return in Islamic financial market of Islamic syste, which will ensure optimum market efficiency that maximize distributive social welfare and justice.

JEL Classification: E52, G18, G28 Keywords: Sistem Moneter Islam, Sistem Keuangan Islam, Sistem Keuangan/

Perbankan Ganda

1. PENDAHULUAN

1.1 Lalar Belakang

Beberapa tahun belakangan ini, sistem keuangan internasional semakin berkembang

luas. Fenomena ini, dimana liberalisasi pasar modal dan pergerakan modal secara

bebas, kemajuan teknologi serta maraknya inovasi baik jasa maupun produk-produk

keuangan, telah juga berkontribusi dalam menciptakan tingkatan globalisasi keuangan

yang tidak dapat diketahui. Globalisasi keuangan selanjutnya akan memberikan

keuntungan-keuntungan yang besar namun juga risiko-risiko yang baru. Seiring 1 Published in ISEI Perkembangan Ekonomi Syariah, Ch.13, 2008.

Page 2: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

2

dengan perkembangan lembaga keuangan konvensional, lembaga keuangan syariah

pun mulai tumbuh dengan pesat. Perkembangan yang sangat pesat khususnya terjadi

pada perbankan syariah. Namun, tentu saja perkembangan perbankan syariah ini pun

perlu juga diikuti dengan perkembangan lembaga keuangan syariah lainnya, seperti

pasar modal syariah, dan asuransi syariah.

Dibalik pertumbuhan lembaga keuangan dan instrumen syariah yang cukup

menggembirakan, masih cukup banyak permasalahan yang dihadapi. Hal tersebut

antara lain disebabkan oleh belum tersedianya sarana/infrastruktur lainnya, seperti

pembentukan lembaga peradilan khusus syariah, komitmen yang nyata dari regulator,

kebijakan pajak, dan lain lain. Perkembangan lembaga keuangan syariah tidak dapat

hanya bertumpu pada perkembangan perbankan syariah sebagai suatu lembaga

tersendiri. Di dalam sejarah perkembangannya di dunia, perkembangan perbankan

syariah tidak terlepas dari perkembangan sistem keuangan syariah secara keseluruhan,

seluruh aspek dan infrastruktur dalam sitem keuangan syariah pada dasarnya saling

terkait.

Dengan sistem keuangan syariah yang ada saat ini, dimana sebagian besar sistem

keuangan masih didominasi oleh sistem konvensional, maka diperlukan suatu

keselarasan agar keduanya dapat memberikan kontribusi yang besar di dalam

perekonomian. Kondisi di atas yang selanjutnya menggiring kepada permasalahan

bagaimana mensinergikan kedua sistem yang memiliki karakteristik yang berbeda

dalam suatu kesatuan kelembagaan agar diperoleh manfaat yang maksimal bagi

kesejahteraan masyarakat.

1.2 Tujuan

Kajian ini ditujukan untuk mencari bentuk sinergi ideal antara sistem keuangan

konvensional dan Islam dalam suatu kerangka stabilitas sistem keuangan yang

memaksimalkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan meminimalkan

ketidakadilan dan inefisiensi.

1.3 Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam kajian ini adalah metode studi literatur dan analisis

deskriptif dengan membandingkan antara kondisi sistem keuangan ganda yang ada

Page 3: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

3

saat ini, dengan kondisi yang ideal yang akan dicapai, dengan memperhatikan

keterbatasan yang ada.

2. EKONOMI DAN KEUANGAN ISLAM KONTEMPORER

Sistem ekonomi dan keuangan Islam kontemporer berkembang dalam dominasi penuh

sistem ekonomi dan keuangan konvensional yang kapitalistik. Dominasi kapitalisme

ini mau tidak mau mempunyai andil besar dalam mempengaruhi perkembangan

sistem ekonomi dan keuangan Islam yang tidak selalu dapat langsung beroperasi

murni sesuai dengan Syariah. Selain itu, ekonom Muslim sendiri masih banyak yang

dihinggapi inferiority complex yang beranggapan bahwa sistem kapitalis lebih baik

dari sistem Islam, karena bukti-bukti negara maju yang demikian sejahtera. Lebih

jauh lagi, implementasi sistem Islam dalam dunia kapitalis menghadapi banyak

kendala operasional yang menyebabkannya sulit untuk diterapkan secara murni dan

kaffah. Dengan berbagai kondisi lingkungan dan kendala yang ada, sistem ekonomi

dan keuangan Islam berkembang lebih pragmatis, permisif, dan lebih banyak

mengekor kepada apa yang ada di sistem konvensional.

Ms: uang beredar; i: tingkat bunga; Tx: pajak; Tr: subsidi; Z: zakat; If: infaq; Sh: shadaqah; Wq: Waqf; IFIs: Islamic Financial Institutions. Sumber: Sakti (2007), dengan penyesuaian.

Gambar 2.1. Struktur Ekonomi Islam Kontemporer

Money Market

Real Market Households

Social Institution

Ms, i, Tx, Tr Z, If, Sh, Wq

Monetary Sector Real Sector

IFIs

Financial Authority

Firms

Page 4: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

4

Berdasarkan gambar 2.1 terlihat bahwa terdapat perbedaan lingkungan operasional

keuangan Islam secara konseptual dengan apa yang berlaku di keuangan

konvensional. Keuangan Islam pada hakikatnya menggambarkan aktivitas ekonomi

riil menggunakan berbagai jenis transaksi seperti perdagangan dan investasi serta

jasa-jasa keuangan. Dari gambar ini juga terlihat bahwa dalam dual financial/banking

system dibanyak negara Muslim saat ini, keuangan Islam menjadi elemen penguat

sektor riil yang mengimbangi sektor moneter. Bahkan sektor sosial ekonomi Islam

semakin menambah kuat struktur perekonomian riil. Namun kekuatan

pengimbangannya sangat tergantung pada porsi atau kontribusi keuangan Islam

berikut sektor sosialnya terhadap perekonomian nasional.

Dari gambar ini juga sebenarnya dapat disimpulkan bahwa bentuk instrumen moneter

Islam adalah kebijakan-kebijakan yang mampu semakin memperlancar arus uang ke

sektor riil atau semakin menekan uang beredar yang menganggur untuk masuk ke

sektor riil. Misalnya seperti sertifikat-sertifikat investasi yang ditawarkan pemerintah

terkait dengan projek-projek pembangunan yang menjadi tugas mereka. Namun perlu

disadari bahwa ketika sebuah perekonomian menerapkan dual financial system dalam

sistem ekonominya, maka dapat saja terjadi fenomena dilematis atau trade off antara

keuangan Islam dan konvensional terutama ketika porsi keuangan syariah masih kecil.

Contoh yang sangat sederhana adalah ketika atas alasan tertentu seperti menghindari

capital outflow, Bank Sentral menentukan kebijakan tingkat suku bunga yang jauh

melebihi tingkat bagi hasil di perbankan syariah (padahal bagi hasil tersebut

merupakan refleksi dari tingkat keuntungan yang terjadi di sektor riil). Hal ini akan

kemudian membuat kontraksi yang cukup berarti di sisi penghimpunan dana

perbankan syariah (kecuali ketika nasabah bank syariah semakin tidak sensitif dengan

fluktuasi tingkat bunga atau dengan kalimat sederhana, nasabah bank syariah

memiliki keimanan yang cukup baik untuk tidak terpengaruh pada pergerakan tingkat

bunga yang mereka nilai haram). Dengan perkembangan ekonomi dan keuangan

Islam yang tidak selalu langsung dapat menerapkan Syariah secara murni, sistem

keuangan Islam berkembang lebih ke arah duplikasi konvensionalnya, seperti dapat di

baca pada gambar 2.2 (Saiful Ashar Rosly, 2005).

Page 5: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

5

Gambar 2.2 Sistem Keuangan Islam Kontemporer

3. SISTEM MONETER KONVENSIONAL DAN SISTEM

MONETER ISLAM

Sistem ekonomi Islam tidak mengenal adanya dikotomi sejajar antara sektor riil dan

sektor moneter. Sektor moneter secara terbatas hanya didefinisikan sebagai sektor

yang terkait dengan arus uang di aktivitas investasi baik oleh swasta maupun

pemerintah, dimana aktivitas investasi ini juga pada dasarnya sangat tergantung

dengan aktivitas riil di pasar. Karakteristik utama sistem moneter Islam yang dapat

dibedakan dari sistem moneter konvensional dapat dibaca pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Karakteistik Sistem Moneter Konvensional dan Sistem Moneter Islam

No. Konvensional Islam 1. Fiat Money Full Bodied/Fully Backed Money

2. Fractional Reserve Banking System 100 Percent Reserve Banking System

3. Interest Profit and Loss Sharing

Ketiga karakteristik utama sistem moneter konvensional tersebut sangat mendasar

dalam proses penciptaan uang oleh sektor perbankan. Bunga mempunyai sejumlah

Islamic Financial System

Indirect Financial Market

Direct Financial Market

Islamic Bond Market

Islamic Equity Market

Islamic Finance Co

Islamic Merchant

Banks

Islamic Commercial

Banks

Islamic Unit

Trusts

lslamic Insurance

Islamic Financial Market

Deficit Sector

Surplus Sector

Islamic Capital Market

Islamic Money Market

Page 6: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

6

efek negatif terhadap ekonomi. Tiga karakteristik utama sistem moneter Islam

tersebut akan dibahas satu-persatu dalam bab ini.

3.1 Fiat Money vs Islamic Money

Fiat money adalah sesuatu (biasanya dalam bentuk kertas atau koin) yang diakui

sebagai alat tukar yang sah di suatu negara karena ditetapkan oleh pemerintahnya

yang tidak memiliki nilai atau back up sesuai nilai nominalnya. Penciptaan

(penerbitan) fiat money memunculkan daya beli baru dari sesuatu yang tidak ada.

Dengan demikian, fiat money memberikan keuntungan yang tidak adil, yang biasa

disebut seigniorage, bagi pihak yang diberi kuasa untuk menerbitkannya. Penciptaan

keuntungan tanpa adanya ‘iwad (countervalue) berupa ownership risk (ghurmi), value

added (ikhtiyar), atau liability (daman) dikategorikan sebagai riba oleh Ibnu Arabi.

Dalam sistem ekonomi yang menggunakan fiat money, otoritas negara yang diberi

kewenangan untuk menerbitkan uang (biasanya bank sentral, otoritas moneter,

departemen keuangan, atau institusi lain yang ditunjuk) mendapatkan keuntungan

seigniorage ini. Akibatnya, daya beli uang secara agregat akan turun (atau terjadi

inflasi) sesuai dengan persentase uang yang ditambahkan dalam perekonomian. Pihak

yang dirugikan adalah seluruh rakyat yang memegang uang. Sebagai contoh, apabila

ongkos mencetak uang Rp100.000 adalah Rp2.000, maka seigniorage yang tercipta

adalah Rp98.000.

Sementara itu, uang dalam Islam adalah full bodied money, atau uang (emas dan

perak) yang mempunyai nilai intrinsik sama dengan nilai nominalnya, dan fully

backed money, atau uang (kertas atau koin) yang nilai nominalnya di back up 100

persen dengan emas yang disimpan oleh otoritas yang menerbitkannya. Dalam

penerbitan uang baru ini tidak ada daya beli baru yang diciptakan (tidak ada

seigniorage), sehingga tidak mengandung unsur riba. Lebih jauh lagi, dalam

penerbitan uang baru, biaya pencetakan menjadi tanggungan pemerintah, sehingga

tidak ada pihak yang dirugikan karenanya.

Dalam sistem ekonomi Islam yang menggunakan uang jenis ini, otoritas negara yang

diberi kewenangan untuk menerbitkan uang tidak mendapatkan keuntungan

seigniorage, malahan harus mengeluarkan biaya untuk pencetakannya. Jumlah uang

yang diterbitkan dan ditambahkan dalam perekonomian disesuaikan dengan

Page 7: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

7

pertumbuhan value added-nya, sehingga secara umum dalam ekonomi Islam tidak

bersifat inflatoir dan cenderung stabil. Oleh karena itu, nilai dinar dan dirham dari

dulu tidak pernah berubah. Harga seekor kambing dari dulu setara dengan 1-2 dinar,

dan harga seekor ayam dari dulu juga hanya satu dirham. Dengan uang jenis ini

masyarakat tidak dirugikan dengan adanya inflasi seperti yang ditimbulkan oleh

penerbitan fiat money.

Penggunaan fiat money hanya menguntungkan negara besar, seperti Amerika Serikat

dengan US dollar-nya dan Uni Eropa dengan euro-nya, dimana mata uangnya

dipergunakan secara luas diseluruh dunia. Mereka menyedot kekayaan negara lain,

terutama negara-negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang

berlimpah, dan menukarkannya hanya dengan kertas. Sebagai contoh, dengan hanya

mengeluarkan uang untuk mencetak sebesar US$1 untuk US$100, dapat dibayangkan

berapa keuntungan atau seigniorage yang diperoleh oleh Amerika dari setiap lembar

dollar yang dicetak. Dengan dinar dan dirham, transaksi menjadi lebih adil, dan

semua negara berkedudukan seimbang.

Mahmud Abu Saud dalam bukunya “Interest Free Banking” (1976) menyatakan

bahwa “kecuali kita menstandarisasi uang kita dan menstabilkan nilainya, dengan

membiarkan nilai obyek yang kita ukur berfluktuasi, perekonomian tidak akan dapat

dipertahankan dalam keadaan baik dan sehat”. Hanya dengan standar uang emas

(dinar) dan perak (dirham) nilai mata uang bisa stabil.

3.2 Fractional Reserve Banking System vs 100 Percent Reserve Banking

System

Fractional reserve banking system artinya bahwa bank hanya diwajibkan untuk

menyimpan cadangan dalam persentase tertentu dari dana simpanan yang dihimpun.

Cadangan wajib minimum perbankan bervariasi yang umumnya berada di sekitar 5%

- 20%. Dengan sistem ini perbankan memiliki kemampuan menciptakan jenis lain dari

fiat money, yaitu uang bank (demand deposits, termasuk uang elektronik), melalui

penciptaan simpanan berlipat (multiple deposit creation). Dalam hal ini uang

diciptakan ketika bank memberikan pinjaman. Sebagai ilustrasi, jika cadangan wajib

ditetapkan 10%, simpanan Rp1 juta, pertama-tama dibukukan sebagai Simpanan di

sisi liability dan cadangan tunai di sisi asset. Karena cadangan wajib ditetapkan 10%,

maka bank dapat memberikan pinjaman sebesar Rp9 juta, sehingga total simpanan

Page 8: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

8

menjadi Rp10 juta.

Neraca

Cadangan 1 juta Simpanan 1 juta

Neraca

Cadangan 1 juta Simpanan 1 juta

Pinjaman 9 juta Simpanan (pinjaman) 9 juta

Formula dari penciptaan simpanan berlipat dapat dituliskan (Meera, 2004):

D = 1/r x R

Dimana, D = perubahan dalam total simpanan

r = rasio cadangan wajib (contoh, 10%)

R = perubahan dalam cadangan (contoh, simpanan baru Rp1 juta)

Dengan contoh tersebut, simpanan Rp1 juta dapat menciptakan uang (simpanan) baru

sembilan kali simpanan awal sebesar Rp9 juta, sehingga total simpanan menjadi Rp10

juta. Dengan demikian, fractional reserve banking system juga memberikan

keuntungan seigniorage yang tidak adil bagi pihak bank yang melalui sistem ini diberi

kuasa untuk menciptakan uang baru. Sekali lagi, penciptaan keuntungan tanpa adanya

‘iwad dikategorikan sebagai riba oleh Ibnu Arabi. Hal ini juga mengakibatkan daya

beli uang secara agregat akan turun (atau terjadi inflasi) sesuai dengan persentase

uang yang ditambahkan dalam perekonomian. Pihak yang dirugikan oleh penerbitan

fiat money baru oleh bank adalah juga seluruh rakyat yang memegang uang.

Sementara itu, 100 percent reserve banking system tidak memberikan peluang bagi

bank untuk menciptakan uang baru, karena 100 persen cadangan harus

disimpan/dikembalikan ke bank sentral. Bank maksimum hanya dapat menyalurkan

pembiayaan sampai sebesar simpanan awal saja. Dengan demikian, tidak ada daya

beli baru yang diciptakan (tidak ada seigniorage), sehingga tidak mengandung unsur

riba, tidak menimbulkan efek inflasi, dan tidak ada pihak yang dirugikan.

Sebagai ilustrasi, simpanan Rp1 juta, pertama-tama dibukukan sebagai simpanan di

sisi liability dan cadangan tunai di sisi asset. Karena cadangan wajib ditetapkan 100%,

Page 9: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

9

maka bank hanya dapat memberikan pinjaman sebesar Rp1 juta juga, sehingga di sisi

asset cadangan bberubah menjadi pinjaman Rp1 juta.

Neraca

Cadangan 1 juta Simpanan 1 juta

Neraca

Pinjaman 1 juta Simpanan 1 juta

3.3 Sistem Bunga vs Sistem Bagi Hasil

Sebagai alternatif sistem bunga dalam ekonomi konvensional, ekonomi Islam

menawarkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing), ketika pemilik modal (surplus

spending unit) bekerja sama dengan pengusaha (deficit spending unit) untuk

melakukan kegiatan usaha. Apabila menghasilkan keuntungan dibagi berdua, apabila

menderita kerugian juga ditanggung bersama. Sistem bagi hasil menjamin adanya

keadilan dan tidak ada pihak yang tereksploitasi (didzalimi). Sistem bagi hasil dapat

berbentuk musyarakah atau mudharabah dengan berbagai variasinya.

Ryandono (2006) memberikan ilustrasi, perbedaan prinsip yang dengan mudah dapat

dikenali untuk membedakan sistem bagi hasil pada sistem ekonomi syari’ah dan

sistem bunga pada sistem ekonomi konvensional adalah pada sistem return bagi

nasabahnya. Bank konvensional, sistem return-nya adalah sistem bunga yaitu

persentase terhadap dana yang disimpan ataupun dipinjamkan dan ditetapkan diawal

transakasi sehingga berapa nilai nominal rupiahnya akan dapat diketahui besarnya dan

kapan akan diperoleh dapat dipastikan tanpa melihat laba rugi yang akan terjadi nanti.

Bank syari’ah sistem return-nya adalah sistem bagi hasil (profit loss sharing) yaitu

nisbah (persentase bagi hasil) yang besarnya ditetapkan diawal transaksi yang bersifat

fixed tetapi nilai nominal rupiahnya belum dapat diketahui dengan pasti melainkan

melihat laba rugi yang akan terjadi nanti.

Pada bank konvensional, nasabah akan menerima atau membayar fixed return yang

disebut bunga. Penabung akan mendapatkan bunga, yaitu persentase terhadap dana

yang ditabung, sedangkan peminjam (debitur) akan membayar bunga, yaitu

persentase terhadap dana yang dipinjam oleh nasabah. Bank syari’ah, nasabah akan

Page 10: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

10

menerima atau membayar return bersifat tidak fixed yang disebut bagi hasil. Bagi

penabung akan menerima bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang diperoleh

dari dana yang ditabung oleh nasabah yang kemudian dikelola oleh pihak bank.

Peminjam (debitur) akan membayar bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang

diperoleh dari dana yang dipinjam oleh nasabah yang kemudian dikelolanya.

Bunga yang diterapkan pada sistem ekonomi konvensional harus tetap dibayarkan

oleh pihak bank kepada nasabah walaupun bank tidak mendapatkan keuntungan atau

dalam keadaan yang bagaimanapun bunga harus dibayarkan tidak melihat apakah laba

atau rugi. Bagi debitur juga harus membayar tingkat bunga yang telah disepakati baik

dalam kondisi laba maupun rugi. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem perbankan

syari’ah yang menerapkan sistem bagi hasil, pada kondisi terjadi laba maka akan

membayar tingkat persentase bagi hasil yang telah disepakati, dalam kondisi impas

tidak ada pembayaran dan pada kondisi mengalami kerugian maka kerugian tersebut

juga dibagi bersama antara nasabah dengan pihak bank. Dalam perbankan syariah

hubungan antara nasabah dan bank adalah dalam bentuk kemitraan.

Sistem syari’ah tidak ada yang dieksplotasi dan tidak ada yang mengeksploitasi, risiko

yang merupakan kondisi yang tidak pasti dimasa akan datang ditanggung bersama dan

apabila mendapat keuntungan yang tinggi juga dibagi bersama sesuai dengan

kesepakatan diawal. Mengapa demikian? Karena, ekonomi syari’ah melarang sesuatu

(misalnya laba atau rugi) yang tidak pasti dimasa akan datang dibuat pasti dan

ditentukan pada saat sekarang. Disi lain juga melarang sesuatu yang sudah pasti

dibuat menjadi tidak pasti agar dapat melakukan spekulasi atau mengambil

keuntungan untuk kepentingannya sendiri dengan merugikan atau merusak

perekonomian secara umum.

Pada sistem perbankan konvensional dapat terjadi eksploitatori, predatori dan

intimidasi. Eksploitasi dapat terjadi pada saat tingkat bunga tinggi dan tingkat bunga

rendah. Pada saat suku bunga tinggi yang dieksploitasi adalah debitur dan ini

umumnya terjadi pada kondisi ekonomi sedang berkinerja buruk. Pada kondisi ini

debitur mendapat keuntungan yang rendah atau bahkan mengalami kerugian tetapi

tetap diharuskan membayar bunga yang tinggi. Pada kondisi buruk ini dapat terjadi

proses predatori (yang kuat memakan yang lemah) dan intimidasi (memaksa

membayar bunga walaupun tidak memungkinkan) kepada debitur. Pada kondisi

kinerja ekonomi membaik umumnya suku bunga rendah maka pada kondisi ini pihak

Page 11: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

11

krediturlah yang dieksploitasi, debitur mendapat keuntungan yang tinggi tetapi

kreditur hanya mendapat bagian (bunga) yang rendah.

Praktek sistem bunga baik pada kondisi ekonomi baik maupun buruk telah terjadi

ketidak adilan dalam pembagian hasil atau dengan kata lain terjadi eksploitatori,

predatori dan intimidasi, ketiga karakteristik inilah yang merupakan sifat dasar dari

ribawi. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah ribawi itu dihapuskan dari sistem

perekonomian karena hanya akan menciptakan inefisiensi dan instabilitas dalam

perekonomian.

3.4 Dampak Sistem Moneter dalam Perekonomian

Beberapa pakar, seperti Bernard Lietaer dan Tareq el-Diwany, telah mengidentifikasi

dampak buruk dari suku bunga, yaitu (Meera, 2004):

1. Suku bunga memerlukan pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus, bahkan

pada saat standar hidup tetap tidak berubah;

2. Suku bunga mendorong kompetisi sesama pelaku ekonomi;

3. Suku bunga membuat kekayaan terkonsentrasi di tangan kelompok minoritas

dengan membebani pajak kepada kelompok mayoritas.

Secara komprehensif Meera (2004) menggambarkan pengaruh dari penerapan sistem

moneter konvensional yang dapat menimbulkan krisis perbankan, problem ekonomi,

dan kekacauan politik yang disebabkan oleh kehancuran uang.

Dalam perekonomian konvensional, sistem riba, fiat money, commodity money,

fractional reserve system dalam perbankan, dan diperbolehkannya spekulasi

menyebabkan penciptaan uang (kartal dan giral) dan tersedotnya uang di sektor

moneter untuk mencari keuntungan tanpa risiko. Akibatnya, uang atau investasi yang

seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif sebagian besar lari ke sektor

moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutkan sektor riil. Penciptaan

uang tanpa adanya nilai tambah akan menimbulkan inflasi. Pada akhirnya, tujuan

pertumbuhan ekonomi akan terhambat (baca gambar 3.1).

Page 12: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

12

Gambar 3.1 Implikasi Bunga pada Perekonomian

Sementara itu, dengan sistem zakat, sistem bagi hasil, dan pelarangan spekulasi dalam

perekonomian Islam, akan mendorong iklim investasi yang akan tersalur dengan

lancar ke sektor riil untuk tujuan yang sepenuhnya produktif. Hal ini akan menjamin

terdistribusinya kekayaan dan pendapatan serta menumbuhkan sektor riil. Dengan

meningkatnya produktivitas dan kesempatan bekerja dan berusaha pada akhirnya

pertumbuhan ekonomi terdorong, dan pada akhirnya akan tercapai kesejahteraan

masyarakat (baca gambar 3.2).

Gambar 3.2 Implikasi Bagi Hasil pada Perekonomian

4. SINERGI SISTEM KEUANGAN KONVENSIONAL DAN SISTEM

KEUANGAN ISLAM

Dalam dunia yang didominasi sistem kapitalis, sistem moneter Islam kontemporer

belum dapat lepas dari pengaruhnya. Bahkan, baru sebagian kecil komponen utama

sistem moneter Islam yang dapat mulai diterapkan, yaitu pelarangan riba yang diganti

dengan sistem bagi hasil. Dua komponen utama lain, sistem uang dan sistem

perbankan, belum dapat diimplementasikan dan masih mengikuti model

konvensional, yaitu fiat money dan fractional reserve banking system (baca tabel 4.1).

Sumber: Sakti (2006)

Investasi Bagi Hasil

Distribusi Kekayaan & Pendapatan

Menumbuhkan Sektor Riil

Produktivitas & Kesempatan

Mendorong Laju Ekonomi

Sumber: Sakti (2006)

Menyusutkan Sektor Riil

Penciptaan & Konsentrasi Uang

Menghambat Laju Ekonomi

Inflasi

Sistem Riba

Page 13: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

13

0 0

A

F

E

D

C

B

Tabel 4.1 Perbandingan Sistem Moneter Konvensional, Islam Konsep, dan Islam

Kontemporer

No. Konvensional Islam Konsep Islam Kontemporer 1. Fiat Money Islamic Money Fiat Money

2. Fractional Reserve Banking System

100 Percent Reserve Banking System

Fractional Reserve Banking System

3. Interest Profit and Loss Sharing Profit and Loss Sharing

Dengan masih diadopsinya fiat money dan fractional banking system, money creation

yang bersifat inflatoir masih ada dalam sistem keuangan Islam. Dengan demikian,

bank syariah yang beroperasi dalam fractional reserve banking system juga

menciptakan uang bank (giro dan uang elektronik), namun memfokuskan penggunaan

uang ciptaan ini sesuai dengan prinsip syariah.

Dengan memperhatikan hal-hal di atas, untuk mensinergikan sistem keuangan

konvensional dan sistem keuangan Islam, perhatian perlu difokuskan pada

perbandingan sistem bunga dan sistem bagi hasil secara lebih mendalam.

4.1 Kajian Ekonomi Empiris Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil

Secara konseptual, perbandingan system bunga dan bagi hasil telah dibahas di subbab

terdahulu. Untuk mendapatkan kesimpulan yang meyakinkan akan dibahas kajian

empirisnya yang dilakukan oleh Ryandono (2006), yang intinya dapat dibaca pada

gambar 4.1.

Sumber: Ryandono (2006)

(a) (b) (c) Investasi

G1

Interest

Investasi

Bagi hasil Pertumbuhan

Ekonomi

InvestasiI0 I0’ I1’ I1

r0

I0’ I1’

r1 Bh1

Bh0

0

G0

Page 14: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

14

Gambar 4.1 Dampak Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil pada Investasi dan

Perekonomian

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan investasi upward-sloping atau positif,

yang berarti bahwa jika diinginkan pertumbuhan ekonomi atau output yang

meningkat, maka kebutuhan investasi meningkat juga (panel a). Hubungan antara

suku bunga dan investasi downward-sloping atau negatif, yang menunjukkan bahwa

jika suku bunga naik, maka investasi akan turun, karena semakin banyak proyek-

proyek investasi yang menjadi tidak layak untuk dibiayai. Suku bunga dapat

diumpamakan seperti bendungan. Jika bendungan semakin tinggi, maka semakin

sedikit air yang dapat melewati bendungan karena semakin banyak air yang tertahan

(panel b). Sementara itu, hubungan antara return bagi hasil dan investasi upward-

sloping atau positif, karena ketika return bagi hasil naik, maka investasi akan semakin

bergairah dan menguntungkan (panel c).

Pada ekonomi konvesional (panel b) ketika pertumbuhan ekonomi berada pada

tingkat G0, ekspektasi output dari investasi (area O.r0.C.I0’) lebih besar dari ekspektasi

ouput total perekonomian (area O.G0.A.I0 pada panel a). Ketika pertumbuhan

ekonomi ingin ditingkatkan menjadi G1 (ekspektasi output total perekonomian

menjadi O.G1.B.I1), suku bunga meningkat menjadi r1 sehingga menurunkan

ekspektasi output menjadi O.r1.D.I1’. Kesenjangan output (O.r0.C.I0’ - O.G0.A.I0 atau

O.G1.B.I1 - O.r1.D.I1’) mengakibatkan terjadinya eksploitasi, predatori, dan tekanan

(intimidasi) dalam aktivitas ekonomi. Dengan demikian, sistem bunga dapat

menghambat dan mendistorsi pembangunan ekonomi, serta menjadi penyebab tidak

sinkronnya sistem moneter dan fiskal suatu perekonomian. Suku bunga atau riba

terbukti dapat merusak perekonomian dengan menimbulkan instabilitas dan

inefisiensi, serta merusak ukhuwah manusia dalam melaksanakan aktivitas untuk

memenuhi kebutuhannya.

Sementara itu, pada ekonomi Islam (panel c) ketika pertumbuhan ekonomi berada

pada tingkat G0, ekspektasi output investasi (area O. Bh0.E.I0’) sama besarnya dengan

ekspektasi ouput total perekonomian (area O.G0.A.I0 pada panel a). Ketika

pertumbuhan ekonomi ingin ditingkatkan menjadi G1 (ekspektasi output total

perekonomian menjadi O.G1.B.I1), return bagi hasil meningkat menjadi Bh1 sehingga

menaikkan ekspektasi output menjadi O. Bh1.F.I1’ yang juga sama besarnya dengan

Page 15: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

15

ekspektasi output total perekonomian O.G1.B.I1. Kesenjangan output tidak terjadi,

sehingga tidak mengakibatkan terjadinya eksploitasi, predatori, dan tekanan

(intimidasi) dalam aktivitas ekonomi. Dengan demikian, bagi hasil terbukti lebih sehat

dan adil yang dapat memacu perekonomian dengan terciptanya stabilitas dan efisiensi,

baik secara makro maupun mikro. Selain itu, dalam perekonomian, sektor moneter

dan sektor fiskal akan selalu berjalan sinkron dan seiring dengan kepentingan dan

tujuan yang sama.

4.2 Sinergi Sistem Keuangan Konvensional dan Islam

Di negara yang menerapkan sistem keuangan ganda, otoritas moneter dan keuangan

mempunyai tugas untuk menjaga stabilitas keuangan yang mencakup ke dua sistem

keuangan tersebut dan mensinergikan keduanya untuk mencapai manfaat yang

maksimal bagi kesejahteraan rakyat. Menggabungkan dan mensinergikan sistem

keuangan konvensional dan syariah memerlukan infrastuktur, instrumen, dan sistem

operasi yang dirancang dengan cermat yang tetap mengacu pada filosofi dan esensi

dasar ke dua sistem keuangan tersebut, dan tidak meleburkan salah satu sistem ke

dalam sistem yang lain. Bercampur tapi tidak lebur untuk menciptakan harmoni yang

selaras. Sinergi yang harmonis yang diciptakan oleh otoritas moneter dan keuangan

akan menjamin stabilitas sistem keuangan negara secara keseluruhan, mendorong

berkembangnya ekonomi di sektor riil, meningkatkan pertumbuhan yang berorientasi

pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat yang merata.

Di negara-negara yang mulai menerapkan sistem keuangan ganda, kebijakan moneter/

keuangan pada umumnya masih terpisah dan parsial, belum diselaraskan dan

dioptimalkan untuk mencapai tujuan kesejahteraan rakyat. Instrumen kebijakan

moneter konvensional menggunakan suku bunga sebagai patokannya (policy rate).

Sementara itu, instrumen kebijakan moneter Islam menggunakan berbagai jenis

berdasarkan berbagai akad, namun pricingnya pada umumnya masih mengacu pada

policy rate konvensionalnya. Sehingga, kecenderungannya lembaga keuangan Islam

berperilaku seperti lembaga keuangan konvensionalnya. Sebagai contoh, perbankan

syariah di Malaysia memiliki portofolio pembiayaan yang 99% berakad murabahah

atau bai’ bithaman ajil/BBA, dan hanya kurang dari 1% yang berbagi hasil

(mudharabah atau musyarakah). Selain itu, financing to deposit ratio/FDR-nya hanya

berkisar 60%, seperti loan to deposit ratio/LDR bank konvensionalnya.

Page 16: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

16

Dengan kebijakan yang tidak membedakan perlakuan masing-masing lembaga

keuangan sesuai dengan esensi dan karakteristiknya, lembaga keuangan Islam

berkembang dengan berperilaku seperti lembaga keuangan konvensionalnya. Keadaan

ini membuat bank syariah hampir tidak ada bedanya dengan bank konvensional dan

keberadaan bank syariah dengan karakteristiknya yang lebih berorientasi ke

pengembangan sektor riil tidak begitu terasa. Lebih jauh lagi, suku bunga dalam

sistem keuangan konvensional pun memiliki kelemahan mendasar yang sifatnya

eksploitatif, predatori, dan intimidatif dalam aktivitas ekonomi, sehingga sistem

bunga merupakan penghambat dan pendistorsi pembangunan ekonomi dan menjadi

penyebab tidak sinkronnya sistem moneter dan fiskal suatu perekonomian. Dengan

demikian, perlu dicari benchmark lain yang lebih sesuai untuk terjadinya sinergi

harmonis antara sistem keuangan konvensional dan Islam.

4.2.1 Keseimbangan Investasi dalam Ekonomi Islam

Permintaan akan investasi dalam ekonomi Islam secara empiris telah diilustrasikan

pada gambar 4.6 yang berbentuk upward sloping terhadap expexted return bagi hasil.

Artinya, semakin tinggi expected return bagi hasil bagi pengusaha, maka permintaan

investasi akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan teori permintaan investasi dalam

ekonomi Islam.

Penawaran investasi dalam ekonomi Islam dapat berasal dari swasta, pemerintah, dan

sosial. Dalam Islam, masyarakat yang memiliki harta/dana lebih dianjurkan untuk

berinvestasi dan tidak membiarkan dananya menganggur atau idle. Penumpukan

(hoarding) dana atau uang dalam Islam dilarang, karena uang merupakan public

goods yang dimaksudkan untuk memperlancar transaksi dalam perekonomian. Kalau

harta dibiarkan idle, maka (apabila telah memenuhi nizab/nilai dan haul/jangka

waktu) akan terkena zakat harta (mal) sebesar 2,5%. Lebih jauh lagi, telah dibuktikan

dalam Misanam (2007) bahwa implikasi dari law of diminishing return on investment

membuat seorang Muslim akan tetap menginvestasikan kelebihan hartanya hingga

expected return dari investasi tersebut sama dengan -2,5% (negatif tingkat zakat).

Dengan demikian, penawaran investasi dari masyarakat (swasta) tidak responsif

terhadap expected return bagi hasil.

Selain itu, investasi pemerintah yang utamanya untuk pembangunan infrastruktur

tidak terlalu memikirkan return, sehingga penawaran investasi pemerintah juga tidak

Page 17: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

17

responsif terhadap expected return. Selain itu, dalam ekonomi Islam ada investasi

sosial dari dana-dana sosial seperti wakaf, infaq, dan shadaqah, yang otomatis sifatnya

juga tidak untuk mencari keuntungan, sehingga juga tidak responsif terhadap expected

return. Dengan demikian, karena sifat tidak responsifnya penawaran investasi swasta,

pemerintah, dan sosial, kurva penawaran investasi dalam Islam berbentuk vertikal,

seperti diilustrasikan pada gambar 4.8. Hal-hal yang dapat mempengaruhi pasar

investasi, antara lain kebijakan yang mampu menjaga tingkat return riil pada level

yang menarik dan peningkatan keimanan kolektif masyarakat sehingga dana sosial

terakumulasi menjadi investasi sosial secara maksimal.

Gambar 4.8 Keseimbangan Investasi dalam Ekonomi Islam

Sementara itu, hal-hal yang menentukan tingkat return sektor riil yang dapat

meningkatkan produktivitas dan menciptakan iklim usaha yang kondusif, antara lain

manajemen perusahaan yang efisien, teknologi, birokrasi, dan kepastian hukum.

Dengan tingkat expected return bagi hasil optimal (πe*) pada perpotongan kurva

permintaan dan penawaran investasi, pertumbuhan ekonomi optimal (G*) akan dapat

dicapai, seperti diilustrasikan pada gambar 4.9. Ekspektasi output investasi pada

ekonomi Islam yaitu luasan O. πe*.A.II sama besarnya dengan ekspektasi ouput total

perekonomian yaitu luasan O.G*.B.I*. Oleh karena itu, tingkat investasi disini adalah

tingkat investasi optimal yang tidak terjadi kekurangan atau kelebihan seperti pada

ekonomi konvensional, sehingga tidak terjadi terjadi eksploitasi, predatori, atau

tekanan (intimidasi) dalam aktivitas ekonomi.

Sumber: Sakti (2007)

Id = kY + h(πe) Is = Ip + Ig

πe*

Bagi Hasil

Investasi II 0

Page 18: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

18

Gambar 4.9 Pertumbuhan Ekonomi Optimal dalam Ekonomi Islam

4.2.2 Kondisi untuk Mencapai Sinergi

Seperti telah dijelaskan di atas, tingkat expected return bagi hasil optimal (πe*) pada

ekonomi Islam yang diturunkan dari tingkat investasi optimal akan menghasilkan

tingkat pertumbuhan ekonomi optimal (G*), yang tidak memicu eksploitasi, predatori,

maupun intimidasi.

Tingkat πe* ini dapat dijadikan benchmark bagi otoritas moneter untuk menetapkan

policy rate yang dapat memaksimalkan kesejahteraan dan meminimalkan inefisiensi,

karena tingkat suku bunga r* yang setara dengan πe* adalah tingkat suku bunga yang

meminimalkan gap antara permintaan dan penawaran investasi pada ekonomi

konvensional, sehingga akan menghasilkan tingkat investasi yang menghasilkan

dampak negatif eksploitasi, predatori, dan intimidasi yang paling minimal. Kondisi ini

diilustrasikan pada gambar 4.10.

Gambar 4.10 Sinergi Sistem Keuangan Konvensional dan Sistem Keuangan

Islam

Bagi Hasil

Id

Is

πe* G*

I*

Pertumbuhan Ekonomi

Inv

Interest

r*

IC Inv Inv0 0 0

A B C

II

Bagi Hasil

Investasi

Id Is

πe*

Investasi

G*

I*

Pertumbuhan Ekonomi

0 0

B A

II

Page 19: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

19

Dengan demikian, sinergi sistem keuangan konvensional dan Islam dalam suatu

negara yang menganut dual financial/banking system akan dapat terjadi ketika

keuangan konvensional dan Islam diperbolehkan untuk beroperasi berdampingan

sesuai dengan paradigma dan karakteristik masing-masing. Pelaku-pelaku dalam

masing-masing sistem dapat bercampur dan berbaur, tetapi tidak lebur, karena

identitas masing-masing tetap dijaga. Satu-satunya instrumen pemersatu ke dua sistem

agar dapat mencapai tujuan utama dalam memaksimalkan kesejahteraan masyarakat

dan meminimalkan inefisiensi adalah melalui penggunaan expected return bagi hasil

yang terjadi di pasar keuangan Islam untuk menetapkan policy rate yang berlaku pada

sistem keuangan konvensional.

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Sistem keuangan dan moneter konvensional memiliki tiga subsistem utama, yaitu fiat

money, fractional reserve banking system, dan bunga (riba). Ke tiga subsistem ini,

ditambah dengan diperbolehkannya memperdagangkan uang dan spekulasi

menyebabkan penciptaan uang baru (kartal, giral, dan elektronik) dan tersedotnya

uang ke sektor moneter untuk mencari keuntungan tanpa risiko. Akibatnya, uang atau

investasi yang seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif sebagian besar

lari ke sektor moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutkan sektor riil.

Penciptaan uang tanpa adanya nilai tambah akan menimbulkan inflasi. Pada akhirnya,

tujuan pertumbuhan ekonomi akan terhambat.

Sistem keuangan dan moneter Islam, secara konsep, memiliki tiga subsistem utama

yang berbeda dengan yang ada di konvensional, yaitu Islamic money (full

bodied/fully backed money), 100 percent reserve banking system, dan bagi hasil. Ke

tiga subsistem ini, ditambah dengan sistem zakat dan pelarangan spekulasi, akan

mendorong iklim investasi yang akan tersalur dengan lancar ke sektor riil untuk

tujuan yang sepenuhnya produktif. Hal ini akan menjamin terdistribusinya kekayaan

dan pendapatan serta menumbuhkan sektor riil. Dengan meningkatnya produktivitas

dan kesempatan bekerja dan berusaha pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan

terdorong, dan akan tercapai kesejahteraan masyarakat.

Page 20: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

20

Sementara itu, sistem keuangan dan moneter Islam kontemporer, khususnya dalam

negara yang menganut dual financial/banking system, seperti Indonesia, belum

memiliki semua subsistem yang diperlukan. Dua subsistem utama yang masih

mengikuti subsistem konvensionalnya adalah penggunaan fiat money dalam

perekonomian dan penerapan fractional reserve banking system pada perbankan

syariah. Dengan demikian, pencapaian tujuan-tujuan ekonomi Islam juga masih jauh

dari optimal. Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan dalam memaksimalkan

kesejahteraan rakyat dan meminimalkan inefisiensi perlu diupayakan sinergi antara

sistem keuangan konvensional dan Islam.

Sinergi sistem keuangan konvensional dan Islam dalam suatu negara yang menganut

dual financial/banking system akan dapat terjadi ketika keuangan konvensional dan

Islam diperbolehkan untuk beroperasi berdampingan sesuai dengan paradigma dan

karakteristik masing-masing. Pelaku-pelaku dalam masing-masing sistem dapat

bercampur dan berbaur, tetapi tidak lebur, karena identitas masing-masing tetap

dijaga. Sedangkan instrumen pemersatu ke dua sistem agar dapat mencapai tujuan

utama dalam memaksimalkan kesejahteraan masyarakat dan meminimalkan

inefisiensi adalah melalui penggunaan expected return bagi hasil yang terjadi di pasar

keuangan Islam untuk menetapkan policy rate yang berlaku pada sistem keuangan

konvensional.

Dalam negara yang menganut dual financial/banking system tetapi ekonominya masih

didominasi oleh sistem keuangan konvensional, sistem keuangan Islam akan

terdominasi dan bahkan masih menggunakan benchmark konvensional, yaitu policy

rate. Untuk mencapai sinergi, perlu adanya komitmen dan kebijakan pemerintah

untuk menerapkan expected return bagi hasil sebagai policy rate kebijakan moneter

pada sistem keuangan konvensional.

5.2 Rekomendasi

1. Dalam rangka memurnikan implementasi system keuangan Islam, Pemerintah

harus memiliki kemauan, keberanian, dan komitmen politik untuk secara bertahap

menerapkan mata uang Islami dan 100 percent reserve banking system.

Pemerintah juga harus mempunyai perencananaan jangka panjang untuk

membangun semua infrastruktur, sistem, perundang-undangan, peraturan, dan

Page 21: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

21

segala sesuatu yang dibutuhkan agar lembaga keuangan Syariah dapat beroperasi

secara penuh sesuai dengan Syariah.

2. Kebijakan moneter yang optimal dalam suatu Negara yang menerapkan system

keuangan/perbankan ganda harus mengacu suku bunga kebijakannya pada tingkat

bagi hasil di pasar Syariah untuk mencapai tujuan utama dalam memaksimalkan

pemerataan kesejahteraan sosial dan keadilan, serta meminimalkan inefisiensi.

3. Lembaga keuangan Syariah seyogyanya tidak mengikuti suku bunga pasar ketika

menetapkan tingkat bagi hasil kepada nasabah, melainkan menghitung tingkat

bagi hasil sendiri berdasarkan keuntungan pasar dan biaya dan pendapatan

operasional perusahaan.

4. Lembaga keuangan Syariah sebaiknya memperluas basis nasabah mereka dengan

menaikkan persentase nasabah loyal dan menurunkan persentase nasabah

mengambang dengan cara sosialisasi nasional yang terintegrasi dan terpadu,

edukasi, dan promosi.

REFERENSI

Ascarya and Yumanita, Diana (ed) (2005), Strategi Pengembangan Lembaga

Keuangan Syariah di Indonesia, Proceedings, Nasional Seminar, Bank Indonesia, September 15.

Astiyah, Siti dan Anugrah, D. Fajar (2006), “Kebijakan Moneter Tepadu dalam Dual Banking System”, Working Paper, Biro Riset Ekonomi, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia.

International Islamic University Malaysia (2002), 2002 International Conference on Stable and Just Global Monetary System: Viability of the Islamic Gold Dinar, Proceedings, International Islamic University Malaysia, Kuala Lumpur, August 19-20.

Izhar, Hilmun and Asutay, Mehmet (2007), “The Controllability and Reliability of Monetary Policy in Dual Banking System: Evidence from Indonesia”, Paper, presented at IIUM International Conference on Islamic Banking and Finance (IICiBF), Kuala Lumpur, Malaysia, 23-25 April.

Kaleem, Ahmad (2000), “Modeling Monetary Stability under Dual Banking System: The Case of Malaysia.” International Journal of Islamic Financial Services, Vol.2, No.1.

Meera, A.K.M (2004), The Theft of Nations: Returning to Gold, Pelanduk Publications, Selangor Darul Ehsan, Malaysia.

Page 22: 2008 06 ISEI PerkembangaN EkonomI SyariaH Ch13 Mencari Bentuk Sinergi Optimal Sistem Keuangan Konvensional Dan Sistem Keuangan Islam

22

Meera, A.K.M and Larbani, Moussa (2006), “Seigniorage of Fiat Money and the Maqasid al-Shariah: The Unattainableness of the Maqasid”, Humanomics, 22, 1.

Misanam, Munrokhim et.al. (2007), Text Book Ekonomi Islam, Bank Indonesia dan P3EI-UII.

Rosly, Saiful Azhar., (2005), Critical Issues on Islamic Banking and Financial Markets, Dinamas Publishing, Kuala Lumpur, Malaysia.

Ryandono, M.N. Hadi (2006), “Mempertanyakan Kebenaran Paradigma Hubungan Bunga, Investasi (Kredit), dan Pertumbuhan Ekonomi: Haramnya Sistem Bunga (Riba) Secara Teortik dan Empirik”, Paper, disampaikan pada Seminar dan Kolokium Nasional, ITB, Bandung, September.

Sakti, Ali (2007), Sistem Ekonomi Islam: Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern, Paradigma & Aqsa Publishing, Jakarta.