2004 12 wp dominasi pembiayaan nonbagihasil di perbankan syariah indonesia

77
PPSK Working Paper Series No: WP/04/02 DOMINASI PEMBIAYAAN NON-BAGI HASIL DI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA: MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI Ascarya Diana Yumanita Ahmad Arief Desember 2004 Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan

Upload: trianto-b-utama

Post on 21-Jan-2016

79 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

PPSK Working Paper Series No: WP/04/02

DOMINASI PEMBIAYAAN NON-BAGI HASIL DI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA: MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI

Ascarya Diana Yumanita Ahmad Arief

Desember 2004

Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan

Page 2: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2 Gedung A Lt. 18 Jakarta Indonesia 10100 @ 2004 Bank Indonesia Desember 2004 Working Paper ini merupakan hak cipta dari Bank Indonesia, seluruh kutipan atas paper ini harus merujuk kepada working paper Bank Indonesia. Pandangan yang disampaikan oleh penulis merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak harus merupakan pandangan Bank Indonesia.

Page 3: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

iii

@ 2004 Bank Indonesia WP/04/02

Bank Indonesia Working Paper

Dominasi Pembiayaan Non-Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia: Masalah dan Alternatif Solusi

Ascarya, Diana Yumanita, dan Achmad Arief Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan

ABSTRAK Dominasi pembiayaan non-bagi hasil atau rendahnya pembiayaan bagi hasil di

perbankan syariah merupakan fenomena global yang dihadapi perbankan syariah dimanapun berada. Dalam paper ini, masalah ini dianalisis dengan pendekatan Analytic Network Process (ANP), yang diawali dengan focus group discussion (FGD) dan indepth interview dengan kalangan pakar dan perbankan untuk memahami masalah dan merancang kerangka ANP yang sesuai. Kemudian dilakukan survey kuesioner kepada pakar dan perbankan dalam kerangka ANP.

Masalah ini dapat dikelompokkan ke dalam empat aspek, yaitu 1) internal perbankan; 2) nasabah; 3) regulasi; dan 4) pemerintah dan institusi lain. Dari hasil analisis ditemukan bahwa masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil pada akhirnya mengerucut pada dua masalah pokok dari aspek internal perbankan dan regulasi, yaitu masalah kurangnya pemahaman dan kualitas SDI perbankan syariah dan masalah kurangnya regulasi yang mendukung. Alternatif pemecahan yang diusulkan adalah meningkatkan pemahaman dan kualitas SDI dengan menetapkan anggaran pendidikan dan insentif, fit and proper test untuk para pimpinan, training untuk kebutuhan jangka pendek, dan menggalakkan pendirian lembaga pendidikan ekonomi dan perbankan Islam untuk kebutuhan jangka panjang. Selain itu juga meninjau kembali regulasi yang dirasa memberatkan, seperti aturan kolektibilitas, dan membuat aturan-aturan yang bersifat memberikan insentif untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan bagi hasil. Sementara itu, strategi kebijakan yang dianggap paling tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah di perbankan syariah adalah dengan menerapkan directed market driven strategy, dimana aturan-aturan yang dibuat bersifat mengarahkan perbankan syariah agar berjalan pada rel syariah yang benar menuju arah perkembangan yang diinginkan.

Email address: [email protected]

Page 4: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

iv

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 5: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

v

Daftar Isi Halaman Judul ...................................................................... i

Abstrak ................................................................................ iii

Daftar Isi ............................................................................. v

Bab 1 Pendahuluan ................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .............................................................. 2

1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................... 3

1.3 Metodologi ................................................................... 3

Bab 2 Landasan Teori ............................................................. 5

Bab 3 Karakteristik Bank Syariah di Beberapa Negara ...................... 9

3.1 Sudan ......................................................................... 9

3.1.1 Peran Bank of Sudan ................................................. 9

3.1.2 Kedudukan Dewan Syariah Nasional ............................... 11

3.1.3 Komposisi Pembiayaan .............................................. 11

3.2 Malaysia ...................................................................... 13

3.2.1 Peran Bank Negara Malaysia ........................................ 14

3.2.2 Kedudukan Dewan Syariah Nasional ............................... 14

3.2.3 Komposisi Pembiayaan .............................................. 14

3.3 Negara Lain .................................................................. 16

3.4 Indonesia ..................................................................... 16

3.4.1 Peran Bank Indonesia ................................................ 18

3.4.2 Kedudukan Dewan Syariah Nasional ............................... 18

3.4.3 Komposisi Pembiayaan .............................................. 19

Bab 4 Berbagai Penyebab Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil ......... 21

Bab 5 Hasil ANP ..................................................................... 27

5.1 Hasil Focus Group Discussion ............................................. 27

5.1.1 Karakteristik Kelompok Responden ............................... 27

5.1.2 Persepsi Responden Terhadap Masalah Pembiayaan Bagi Hasil 28

5.1.3 Usulan Solusi .......................................................... 29

5.2 Hasil Indepth Interview .................................................... 31

Page 6: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

vi

5.2.1 Karakteristik Kelompok Responden ............................... 31

5.2.2 Persepsi Responden Terhadap Masalah Pembiayaan Bagi Hasil 31

5.2.3 Usulan Solusi .......................................................... 32

Bab 6 Analisis Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil ........................ 35

6.1 Kerangka ANP ............................................................... 35

6.1.1 Hierarki atau Jaringan Kontrol ..................................... 35

6.1.2 Jaringan Pengaruh ................................................... 38

6.2 Data Kuesioner ............................................................. 39

6.3 Hasil ANP .................................................................... 39

6.3.1 Karakteristik Responden ........................................... 39

6.3.2 Pengolahan Data .................................................... 40

6.3.3 Hasil ANP ............................................................. 40

6.3.4 Analisis Hasil ANP ................................................... 43

Bab 7 Kesimpulan dan Rekomendasi .......................................... 47

7.1 Kesimpulan ................................................................. 47

7.2 Rekomendasi ............................................................... 50

Daftar Pustaka ...................................................................... 53

LAMPIRAN

1. Prosedur untuk Mendapatkan Skala Rasio ............................... 55

2. Supermatriks dalam ANP ................................................... 57

3. Identifikasi Penyebab Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil ......... 61

4. Hasil Focus Group Discussion .............................................. 63

5. Hasil Indepth Interview .................................................... 67

6. Contoh Pengisian Kuesioner dengan Skala Numerik ................... 71

Page 7: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia tahun 1992, bank syariah mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia. Secara perlahan bank syariah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang menghendaki layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah agama Islam yang dianutnya, khususnya yang berkaitan dengan pelarangan praktek riba, kegiatan yang bersifat spekulatif yang serupa dengan perjudian, ketidakjelasan, dan pelanggaran prinsip keadilan dalam bertransaksi, serta keharusan penyaluran pembiayaan dan investasi pada kegiatan usaha yang etis dan halal secara Syariah.

Perkembangan bank syariah yang pesat baru terasa semenjak Pemerintah dan Bank Indonesia memberikan komitmen besar dan menempuh berbagai kebijakan untuk mengembangkan bank syariah dengan serius, khususnya sejak perubahan UU perbankan dengan UU No. 10 tahun 1998. Berbagai kebijakan tersebut tidak hanya menyangkut perluasan jumlah kantor dan operasi bank-bank syariah untuk meningkatkan sisi penawaran, tetapi juga pengembangan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan sisi permintaan. Perkembangan yang pesat terutama tercatat sejak dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia yang memberi izin kepada bank konvensional untuk mendirikan suatu unit usaha syariah (UUS). Semenjak itu kantor dan operasi bank syariah tumbuh dimana-mana seperti jamur di musim hujan.

Dari pertumbuhan jumlah kantor, dua bank umum syariah telah beroperasi di Indonesia dengan peningkatan dari 55 kantor pada akhir tahun 2000 menjadi 321 kantor sampai akhir Juni 2004. Sementara itu, tiga UUS yang memiliki 7 kantor pada akhir tahun 2000 telah tumbuh 91% per tahun, dan sampai akhir Juni 2004 telah menjadi 10 UUS dengan 58 kantor. Selain itu, pangsa total aset perbankan syariah terhadap total aset seluruh perbankan yang baru 0,17% pada akhir tahun 2000 telah tumbuh 65% per tahun, dan sampai akhir Juni 2004 telah menjadi 0,94%. Sampai saat ini telah bertambah lagi satu bank umum syariah, yaitu Bank Syariah Mega Indonesia, selain beberapa UUS yang akan segera dibuka oleh sejumlah bank konvensional seperti Bank Niaga dan Bank Permata.

Perkembangan yang pesat juga dapat dilihat pada mobilisasi dan penyaluran dana perbankan syariah. Dari sisi simpanan masyarakat, dana pihak ketiga yang pada akhir tahun 2000 berjumlah Rp.1,03 trilliun telah tumbuh 77,76% per tahun, dan pada

Page 8: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

2

akhir Juni 2004 telah menjadi Rp.8.48 triliun. Dari sisi penyaluran dana atau pembiayaan yang diberikan yang pada akhir tahun 2000 berjumlah Rp.1,27 trilliun telah tumbuh 63,29% per tahun, dan pada akhir Juni 2004 telah menjadi Rp.8.42 triliun. Lebih dari itu, perbankan syariah di Indonesia juga mempunyai prestasi yang tidak dimiliki oleh perbankan syariah dimanapun di dunia dengan angka FDR (financing to deposit ratio) yang rata-rata sebesar 99.32% pada akhir Juni 2003. Angka ini jauh di atas LDR (loan to deposit ratio) perbankan konvensional di Indonesia yang hanya sebesar 53.1% pada akhir Juni 2003.

Namun demikian, jika dilihat lebih jauh lagi, khususnya terkait dengan komposisi pembiayaan di bank syariah, maka tampak bahwa komposisi pembiayaan di bank syariah pada akhir tahun 2003 terdiri dari pembiayaan musyarakah sebesar 5,53%, pembiayaan mudharabah sebesar 14,36%, pembiayaan murabahah sebesar 71,53%, dan pembiayaan lainnya sebesar 12,01%. Komposisi ini menunjukkan bahwa dominasi pembiayaan non-bagi hasil, terutama murabahah, masih sangat besar yaitu 80,11%. Sementara itu, pembiayaan bagi hasil, mudharabah dan musyarakah, hanya sebesar 19,89%. Padahal pola pembiayaan bagi hasil, selain merupakan esensi pembiayaan syariah, juga lebih cocok untuk menggiatkan sektor riil, karena meningkatkan hubungan langsung dan pembagian risiko antara investor dengan pengusaha.

Sebagian besar ulama dan pakar juga sependapat bahwa bank syariah merupakan bank yang berprinsip utama bagi hasil, sehingga pembiayaan bagi hasil seharusnya lebih diutamakan dan dominan dibandingkan dengan pembiayaan non-bagi hasil. Sementara sebagian pakar yang lain memandang wajar kecenderungan pembiayaan non-bagi hasil bank syariah, khususnya pada tahap awal pengembangan mengingat berbagai kendala yang dihadapi.

Terlepas dari perdebatan tersebut, fenomena pembiayaan non-bagi hasil

merupakan permasalahan penting yang perlu di bahas. Berbagai permasalahan dan

solusi yang tepat perlu dicari untuk meningkatkan pembiayaan bagi hasil perbankan

syariah. Terlebih lagi, dominasi pembiayaan non-bagi hasil cenderung merupakan

masalah yang multi dimensi yang telah terjadi sejak lama dan tidak ada

kecenderungan untuk berubah, malahan secara perlahan pembiayaan bagi hasil

cenderung menurun sehingga pembiayaan bagi hasil malahan terlihat seakan-akan

seperti pembiayaan sekunder saja. . Implikasi dari tingginya pembiayaan non bagi

hasil ini adalah terbentuknya persepsi publik bahwa perbankan syariah hampir tidak

ada bedanya dengan perbankan konvensional. Persepsi yang demikian akan

Page 9: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 3

membentuk suatu risiko reputasi tersendiri yang dikhawatirkan akan menimbulkan

sinisme dikalangan masyarakat bahwa bisnis perbankan syariah hanya merupakan

pergantian nama saja sedangkan ‘mind-set’ pelakunya tetaplah konvensional.

Permasalahan menjadi semakin penting karena kondisi yang demikian juga terjadi di

negara-negara yang menerapkan sistem perbankan syariah, terutama di negara-negara

yang menerapkan dual banking system, seperti di Mesir, Bangladesh, dan Malaysia.

Dominasi pembiayaan non-bagi hasil jelas bukanlah kondisi ideal yang diinginkan. Industri perbankan syariah bersama-sama dengan pemerintah maupun Bank Indonesia harus terus mempersiapkan sistem maupun infrastruktur dengan mencari solusi yang tepat untuk meningkatkan pembiayaan bagi hasil. Terlebih lagi, sesuai dengan Blue Print Perbankan Syariah Nasional proporsi pembiayaan bagi hasil perbankan syariah Indonesia ditargekan akan mencapai 40% dari seluruh pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah pada tahun 2008-2011. Persiapan itu jelas tidak dapat dilakukan secara mendadak, melainkan mau tidak mau harus mulai dipersiapkan dari sekarang, karena perkembangan pesat yang sedang berlangsung perlu diarahkan agar tidak terlanjur berkembang ke arah yang tidak diinginkan.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

• Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi fakor-faktor yang mempengaruhi dominasi pembiayaan non bagi hasil di perbankan Syariah Indonesia, kemudian untuk dapat dipakai sebagai landasan dalam memberikan berbagai alternatif pemecahan dan strategi kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.

• Tujuannya adalah untuk memberikan masukan-masukan kepada stakeholder terkait seperti, industri perbankan syariah, nasabah peminjam, Bank Indonesia, maupun pemerintah untuk dapat mengambil policy action yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang ada, dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.

1.3 METODOLOGI

Untuk sampai kepada tujuan penelitian yang diinginkan, beberapa tahapan dilakukan. Focus Group Discussion (FGD) dan indepth interview dilakukan untuk mendapatkan gambaran mendalam mengenai masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil ini. Hasilnya kemudian dipergunakan sebagai dasar merancang model dalam

Page 10: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

4

kerangka metode Analytic Network Process (ANP) beserta model kuesionernya untuk mendapatkan data yang diperlukan. Setelah itu, survey menggunakan kuesioner ini dilakukan kepada pakar dan perbankan yang dianggap paling menguasai dan ahli tentang masalah ini. Untuk melengkapi analisis dilakukan benchmarking di beberapa negara yang ada perbankan syariahnya. Secara lebih detil, tahapan tersebut adalah:

1. Focus Group Discussion (FGD), yaitu suatu forum diskusi yang diadakan untuk memperoleh data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dan berhubungan dengan skim pembiayaan bagi hasil di Bank Syariah, serta pandangan-pandangan dan harapan-harapan dari masing-masing responden. Responden FGD adalah kalangan perbankan Syariah sendiri, nasabah peminjam, akademisi, pakar, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), MUI, Dewan Syariah Nasional, Bank Indonesia, maupun pemerintah.

2. Indepth Interview, yaitu wawancara secara mendalam untuk menjaring informasi yang lebih detil khususnya dari pakar-pakar Syariah maupun pelaku perbankan Syariah yang tidak terjaring di dalam FGD.

3. Benchmarking, yaitu melihat kondisi dan praktek perbankan Syariah di negara lain, masalah dominasi pembiayan non bagi hasil, dan alternatif solusi/kebijakan yang mereka terapkan. Hal ini dilakukan dengan survey literatur untuk Pakistan dan Bangladesh, serta survey lapangan untuk Malaysia dan Sudan.

4. Survey, yaitu pengumpulan data yang dititikberatkan bagi kalangan perbankan Syariah maupun pakar untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk analisa kuatitatif dalam kerangka analisis yang akan digunakan.

5. Metode Analisis, yaitu metoda analisis kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Analytic Network Process (ANP) untuk mencari masalah-masalah utama yang paling dominan dan menentukan urutan prioritasnya, untuk dipergunakan mencari prioritas alternatif solusi dan strategi kebijakan yang tepat, sehingga dapat memberikan masukan policy recommendations yang tepat dan optimal.

Page 11: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 5

Bab 2

LANDASAN TEORI

Analytic Network Process atau ANP adalah teori umum pengukuran relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu yang mencerminkan pengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemen yang saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol (Saaty, 1999). ANP merupakan teori matematika yang memungkinkan seseorang untuk memperlakukan dependence dan feedback secara sistematis yang dapat menangkap dan mengkombinasi faktor-faktor tangible dan intangible (Azis, 2003). ANP merupakan pendekatan baru dalam proses pengambilan keputusan yang memberikan kerangka kerja umum dalam memperlakukan keputusan-keputusan tanpa membuat asumsi-asumsi tentang independensi elemen-elemen pada level yang lebih tinggi dari elemen-elemen pada level yang lebih rendah dan tentang independensi elemen-elemen dalam suatu level. Malahan ANP menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti pada hierarki yang digunakan dalam Analytic Hierarchy Process (AHP), yang merupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah influence ‘pengaruh’, sementara konsep utama dalam AHP adalah preferrence ‘preferensi’. AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang cluster dan elemen merupakan kasus khusus ANP.

Dengan feedback, alternatif-alternatif dapat bergantung/terikat pada kriteria seperti pada hierarki tetapi dapat juga bergantung/terikat pada sesama alternatif. Lebih jauh lagi, kriteria-kriteria itu sendiri dapat tergantung pada alternatif-alternatif dan pada sesama kriteria (baca gambar 2.1). Sementara itu, feedback meningkatkan prioritas yang diturunkan dari judgements dan membuat prediksi menjadi lebih akurat. Oleh karena itu, hasil dari ANP diperkirakan akan lebih stabil. Dari jaringan feedback pada gambar 2.1 dapat dilihat bahwa simpul atau elemen utama dan simpul-simpul yang akan dibandingkan dapat berada pada cluster-cluster yang berbeda. Sebagai contoh, ada hubungan langsung dari simpul utama C4 ke cluster lain (C2 dan C3), yang merupakan outer dependence. Sementara itu, ada simpul utama dan simpul-simpul yang akan dibandingkan berada pada cluster yang sama, sehingga cluster ini terhubung dengan dirinya sendiri dan membentuk hubungan loop. Hal ini disebut inner dependence.

Dalam suatu jaringan, elemen dalam suatu komponen/cluster bisa saja berupa orang (contoh, individu di Bank Indonesia) dan elemen dalam komponen/cluster yang lain bisa saja juga berupa orang (contoh, individu di DPR). Elemen dalam suatu

Page 12: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

6

komponen/cluster dapat mempengaruhi elemen lain dalam komponen/cluster yang sama (inner dependence), dan dapat pula mempengaruhi elemen pada komponen/cluster yang lain (outer dependence) dengan memperhatikan setiap kriteria. Yang diinginkan dalam ANP adalah mengetahui keseluruhan pengaruh dari semua elemen. Oleh karena itu, semua kriteria harus diatur dan dibuat prioritas dalam suatu kerangka kerja hierarki kontrol atau jaringan, melakukan perbandingan dan sintesis untuk memperoleh urutan prioritas dari sekumpulan kriteria ini. Kemudian kita turunkan pengaruh dari elemen dalam sistem feedback dengan memperhatikan masing-masing kriteria. Akhirnya, hasil dari pengaruh ini dibobot dengan tingkat kepentingan dari kriteria, dan ditambahkan untuk memperoleh pengaruh keseluruhan dari masing-masing elemen.

Gambar 2.1

Perbedaan Hierarki dan Jaringan

Tujuh pilar AHP dapat dijadikan titik awal dari ANP1. ANP merupakan gabungan dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari hierarki kontrol atau jaringan dari kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi. Bagian kedua adalah jaringan pengaruh-pengaruh diantara elemen dan cluster.

AHP dan ANP sama-sama menggunakan skala rasio. Prioritas-prioritas dalam skala rasio merupakan angka fundamental yang memungkinkan untuk dilakukannya perhitungan operasi aritmatika dasar seperti penambahan dan pengurangan dalam skala yang sama, perkalian dan pembagian dari skala yang berbeda, dan

1 Untuk lebih jelasnya baca Thomas L. Saaty “The Seven Pillars of the Analytic Hierarchy Process” (2003).

■■■■■

■■■

■■■■

■ Tujuan

Kriteria

Subkriteria

Loop menunjukkan bahwa setiap elemen hanya tergantung pada dirinya sendiri

Komponen, Cluster (Level)

Elemen

C3■■■

■■ C1■■

■■■ C2■

C4■■■■

Hierarki Linier Jaringan Feedback

Sumber: Azis (2003)

Feedback

Page 13: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 7

mengkombinasikan keduanya dengan pembobotan yang sesuai dan menambahkan skala yang berbeda untuk memperoleh skala satu dimensi. Perlu diingat bahwa skala rasio juga merupakan skala absolut. Kedua skala tersebut diperoleh dari pairwise comparison ‘pembandingan sepasang-sepasang’ dengan menggunakan judgements atau rasio dominasi pasangan dengan menggunakan pengukuran aktual. Dalam hal penggunaan judgements, dalam AHP seseorang bertanya: ”Mana yang lebih disukai atau lebih penting?”, sementara dalam ANP seseorang bertanya: “Mana yang mempunyai pengaruh lebih besar?” Pertanyaan terakhir jelas memerlukan observasi faktual dan pengetahuan untuk menghasilkan jawaban-jawaban yang valid, yang membuat pertanyaan kedua lebih obyektif dari pada pertanyaan pertama. Prosedur untuk mendapatkan skala rasio dapat dibaca pada lampiran 1, sedangkan supermatriks dalam ANP dapat dibaca pada lampiran 2.

Page 14: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

8

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 15: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 9

BAB 3 KARAKTERISTIK BANK SYARIAH

DI BEBERAPA NEGARA

Untuk dapat melihat permasalahan rendahnya pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah Indonesia dengan lebih obyektif dan komprehensif, perlu dilakukan perbandingan dengan negara lain yang juga menerapkan sistem perbankan syariah, untuk melihat kondisi perbankan Syariah serta praktek perbankan Syariah yang dijalankan di negara lain, masalah rendahnya pembiayan bagi hasil, dan alternatif solusi/kebijakan yang mereka terapkan. Beberapa negara tersebut antara lain Sudan yang menerapkan sistem ekonomi Islam penuh dan Malaysia yang menerapkan dual banking system seperti di Indonesia.

3.1 SUDAN

Sudan merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam secara penuh, dimana seluruh sistem keuangannya menerapkan prinsip-prinsip syariah di dalam operasionalnya. Sistem perbankan merupakan sistem yang pertama kali diterapkan secara islami pada tahun 1984, baru kemudian diterapkan sistem keuangan secara islami penuh pada tahun 1992.

Dengan jumlah penduduk yang mencapai 38 juta jiwa, luas wilayah yang mencapai 2,5 juta km persegi (1,25 kali luas Indonesia), dan jumlah penduduk muslim yang mencapai 70%, jumlah bank disana hanya sebanyak 26 bank. Artinya paling tidak satu bank menangani 1,02 juta penduduk. Jumlah tersebut relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perbankan di Indonesia, paling tidak dengan jumlah penduduk muslim sebesar 206 juta penduduk dengan jumlah bank syariah sebanyak 14 (3 BUS dan 11 UUS), satu bank menangani sebesar 14,7 juta penduduk.

3.1.1 Peran Bank of Sudan

Bank of Sudan memiliki peranan yang sangat besar di dalam perkembangan perbankan syariah di Sudan. Dalam hal ini BOS memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan perbankan Islam yang benar-benar sesuai dengan Syariah. Hal ini terlihat pada kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan oleh BOS dalam rangka mendorong pertumbuhan pembiayaan musyarakah dan mudharabah.

Page 16: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

10

Sejak awal berdirinya perbankan syariah di Sudan, pada umumnya skim pembiayaan lebih banyak menggunakan murabahah. Dengan latar belakang demikian, maka pada tahun 2000 BOS mengeluarkan kebijakan kredit dalam rangka menekan pertumbuhan skim murabahah. Kebijakan kredit yang dikeluarkan adalah kebijakan yang cenderung memberikan disinsentif kepada perbankan dalam praktek pembiayaan murabahah, yaitu dengan mematok komposisi pembiayaan murabahah sebesar 30% dari total pembiayaan bank. Disamping itu, juga bank sentral mematok besarnya margin yang dapat diambil bank dalam skim murabahah paling tinggi sebesar 10% (angka ini disesuaikan dengan tingkat inflasi). Namun, demikian semua kebijakan tersebut tidak mengikat, artinya tidak ada sanksi kepada bank jika tidak mencapai komposisi tersebut.

Ketentuan lain yang mendorong pembiayaan bagi hasil adalah ketentuan perhitungan ATMR pembiayaan mudharabah dan musyarakah sebesar 100% yang sama dengan perhitungan ATMR kredit pada bank konvensional. Disamping itu, perhitungan kolektabilitas pembiayaan mudharabah dan musyarakah lebih ringan dibandingkan dengan perhitungan kolektabilitas pembiayaan murabahah:

Pembiayaan mudharabah dan musyarakah diklasifikasikan lancar sampai dengan tiga bulan setelah jangka waktu berakhir, tanpa melihat kondisi pembiayaan maupun bagi hasil yang diberikan (untung/rugi). Pembiayaan mudharabah dan musyarakah diklasifikasikan non performing (kurang lancar) apabila telah melebihi tiga bulan setelah jangka waktu berakhir namun belum dilunasi.

Pembiayaan murabahah sudah dapat diklasifikasikan sebagai non performing (kurang lancar) apabila terdapat tunggakan yang melebihi satu bulan.

3.1.2 Kedudukan Dewan Syariah Nasional

Berbeda dengan Indonesia, kedudukan Dewan Syariah (Sharia Supervisory Boards) di Sudan masuk ke dalam struktur organisasi bank sentral, dalam hal ini setingkat dengan deputi gubernur. Sehingga seluruh fatwa yang dikeluarkan oleh DSN dapat langsung dipositivisasi oleh bank sentral.

Fungsi dari DSN ini adalah mengeluarkan fatwa yang terkait dengan sharia compliance. Disamping itu juga jika ada perbedaan pendapat mengenai prinsip-prinsip syariah dapat diselesaikan di Sharia Supervisory Boards ini. Disamping Sharia Supervisory Boards, bank-bank juga diwajibkan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah yang beranggotakan paling sedikit sebanyak tiga orang.

Page 17: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 11

3.1.3 Komposisi Pembiayaan

Dilihat dari komposisi pembiayaan mudharabah dan musyarakah di Sudan, meskipun kebijakan untuk menghambat penyaluran pembiayaan kepada skim murabahah, tampak bahwa lonjakan kepada skim pembiayaan yang lain tidak terlalu signifikan. Menurut, Dr. Ahmed Ali Abdalah pencapaian komposisi tersebut masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Dr. Ahmed, ada bank yang sukses dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah dan musyarakah tetapi ada juga bank yang tidak sukses melakukan pembiayaan tersebut. Bank yang umumnya tidak sukses dalam pembiayaan tersebut berasal dari bank-bank konvensional, karena ketentuan beralih kepada bank syariah. Artinya sumber daya yang tersedia tidak siap atau belum cukup memiliki pengalaman dengan bentuk-bentuk pembiayaan bank syariah, dan cenderung bersikap layaknya conventional bankers. Disamping itu, kalangan perbankan juga memiliki orientasi bisnis yang tinggi serta tidak memiliki mental yang kuat untuk mengambil risiko menyebabkan bank-bank tersebut cenderung membiayai skim murabahah.

Sedangkan bank-bank yang sukses, artinya yang komposisi skim pembiayaan bagi hasilnya cukup tinggi, lebih banyak dimiliki oleh bank-bank yang pada awal berdirinya sudah menggunakan sistem syariah. Sumber daya insani di bank-bank ini lebih siap menghadapi risiko karena memiliki pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan bank-bank yang sebelumnya berbasiskan konvensional.

Tabel 3.1

Perkembangan Komposisi Pembiayaan di Sudan

1999 2000 2001 2002 2003 Mudharabah 9.8% 1.7% 4.8% 2.5% 6.9% Musharakah 29.3% 52.0% 26.9% 25.8% 23.4% Murabahah 45.1% 29.1% 38.0% 30.0% 36.7%

Others 13.4% 14.7% 25.5% 37.5% 33%

Sumber : Bank Of Sudan (Bank Sentral Sudan), diolah

Pada tabel 3.1 tampak bahwa skim musyarakah lebih diminati dibandingkan dengan skim mudharabah. Hal ini disebabkan oleh:

a. Skim mudharabah dinilai lebih berisiko karena 100% dana berasal dari bank. Tidak adanya partisipasi nasabah didalam pembiayaan tersebut akan menyebabkan risiko ketidakhati-hatian dari nasabah akan semakin tinggi.

Page 18: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

12

b. Kultur masyarakat Sudan yang cenderung lebih senang mencari pembiayaan dibandingkan dengan menyimpan dana. Dengan musyarakah dimaksudkan agar nasabah berpartisipasi juga dalam hal keuangan, sehingga diharapkan akan tercipta dorongan untuk menabung pada masyarakat Sudan.

Dengan komposisi yang demikian, bahwa porsi pembiayaan bagi hasil dan non bagi hasil relatif seimbang, tingkat non performing financing (NPF) secara keseluruhan hanya mencapai 2,8%. Keberhasilan ini terkait dengan kemampuan bank dalam memilih nasabah dan proyek yang akan dibiayai. Adapun langkah-langkah yang diambil oleh bank dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah:

• Melakukan evaluasi terhadap karakter nasabah, bahwa nasabah harus jujur dan memiliki akhlak yang baik. Umumnya, bank meminta nasabah memiliki record di bank tersebut paling tidak dua tahun, atau nasabah memiliki jaminan personal dari pihak lain (personal guarantee). Apabila nasabah merupakan nasabah baru, akan diuji dulu dengan jumlah pembiayaan yang kecil, baru bertahap akan meningkat;

• Melakukan evaluasi terhadap nasabah dan proyek sebelum penyaluran pembiayaan, termasuk meminta feasibility study. Karakter nasabah pembiayaan harus dapat dipercaya, memiliki track record baik, dan memiliki pengalaman minimum tiga tahun atas proyek yang akan dibiayai. Proyek harus profitable, dengan commodity yang tidak musiman serta memiliki banyak pasar/pembeli;

• Penyaluran pembiayaan hanya disalurkan pada proyek-proyek yang telah dikuasai oleh bank, untuk menghidari kecurangan yang dilakukan oleh nasabah;

• Melakukan montoring secara berkala terhadap pembiayaan yang telah disalurkan termasuk melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang diberikan oleh nasabah;

• Membuat rekening khusus bagi setiap pembiayaan yang disalurkan untuk menampung transaksi yang dilakukan nasabah. Rekening ini dapat digunakan bank sebagai sarana monitoring;

• Meminta collateral bila diperlukan, untuk mengurangi moral hazard dari nasabah. Eksekusi collateral dilakukan apabila ditemukan kecurangan atau salah penggunaan oleh nasabah;

• Untuk pembiayaan musyarakah, minimum share capital yang harus dipenuhi nasabah sebesar 20%; dan

Page 19: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 13

• Umumnya barang atau komoditi yang dibiayai bukan merupakan barang yang musiman atau sedikit permintaannya, dan juga bukan merupakan barang yang monopoli.

3.2 MALAYSIA

Malaysia merupakan salah satu negara yang menjadi pelopor berdirinya bank yang berbasiskan Islam di Asia Tenggara ini. Tidak berbeda dengan di Indonesia, penduduk Muslim Malaysia pun hanya memanfaatkan jasa bank konvensional sebelum berdirinya bank yang berbasiskan syariah. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, dorongan untuk mendirikan bank yang berbasiskan Islam pun sangat kuat. Sebagai contoh, pada tahun 1980 The Bumiputera Economic Congresss mendesak pemerintah untuk mendirikan bank Islam di negara tersebut. Usaha lain seperti yang dilakukan oleh National Steering Committee pada tahun 1981 membuat suatu kajian dan rekomendasi kepada pemerintah tentang semua aspek pendirian maupun operasional bank Islam, termasuk masalah hukum, aspek religius, dan aspek operasional kepada pemerintah. Semenjak itu berdirilah Bank Islam pertama di Malaysia yaitu “Bank Islam Malaysia Berhad” pada bulan Juli tahun 1983.

Tidak berbeda dengan Indonesia, sistem perbankan yang dianut oleh perbankan Malaysia juga menggunakan dual banking system. Sehingga, pertumbuhan perbankan Islam sejak berdirinya hingga sekarang tidak terlalu menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Namun, pangsa perbankan syariah di Malaysia terhadap perbankan nasional masih lebih tinggi daripada pangsa perbankan syariah di Indonesia, yaitu sebesar 9.7%, sedangkan Indonesia masih sekitar 1%. Bahkan didalam financial framework-nya BNM mentargetkan pangsa perbankan syariah sebesar 20% pada tahun 2010.

Pada dasarnya lembaga keuangan yang berbasiskan Islam sudah berdiri di Malaysia sejak tahun 1963 yang bernama “Lembaga Tabung Haji”. Lembaga keuangan ini dimaksudkan untuk menutupi biaya perjalanan ibadah haji kaum Muslim di Malaysia. Namun, dana tersebut di gunakan untuk membiayai kembali sektor-sektor yang produktif dengan tujuan untuk menghindari riba.

Pemerintah juga memegang peranan yang cukup penting di dalam perkembangan bank syariah di kemudian harinya. Salah satu usaha pemerintah untuk mendorong perkembangan bank syariah adalah dengan mengeluarkan kebijakan yang disebut “Skim Perbankan Islam” (SPI) pada bulam Maret 1993. SPI memberikan izin kepada bank-bank konvensional maupun lembaga keuangan konvensional lainnya

Page 20: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

14

untuk menawarkan produk-produk atau jasa-jasa yang berasaskan syariah dengan menggunakan sarana infrastruktur termasuk karyawan maupun cabang-cabang yang sudah ada. Dengan dikeluarkannya SPI jumlah bank syariah berkembang dengan pesat, dari hanya tiga bank pada tahun 1993, jumlah lembaga keuangan syariah meningkat hingga mencapai 36 buah. Dan pada tahun 1999, Bank Islam yang kedua berdiri yaitu “Bank Muamalat Malaysia Berhad.”

3.2.1 Peran Bank Negara Malaysia

Berbeda dengan Bank of Sudan dimana bank sentral cenderung memberikan kebijakan yang mengarahkan pasar, Bank Negara Malaysia cenderung mengikuti keinginan pasar. Sehingga bank sentral belum memasukkan target mudharabah dan musyarakah, karena dilihat dari permintaan belum tinggi.

Peran bank sentral yang paling besar di dalam bank syariah adalah bahwa setiap produk yang dikeluarkan oleh perbankan syariah harus mendapatkan persetujuan dari Bank Negara Malaysia. Sampai dengan saat ini jumlah produk perbankan syariah yang telah disetujui oleh Bank Negara Malaysia mencapai 58 produk. Persetujuan produk ini tidak akan bertentangan dengan fatwa karena kedudukan dewan syariah nasional berada di dalam bank sentral.

3.2.2 Kedudukan Dewan Syariah Nasional

Kedudukan Dewan Syariah Nasional di Malaysia hampir sama dengan kedudukan DSN di Sudan, yaitu masuk ke dalam struktur organisasi bank sentral. Namun, kedudukannya tidak setingkat dengan deputi gubernur melainkan dibawah Islamic Banking and Takaful Department. Dengan demikian, seluruh fatwa yang dikeluarkan oleh DSN juga dapat langsung dipositivisasi oleh bank sentral, seperti di Sudan.

3.2.3 Komposisi Pembiayaan

Sejak berdirinya bank syariah yang pertama, komposisi pembiayaan cenderung tidak berubah, lebih banyak kepada pembiayaan murabahah. Saat ini (posisi Juni 2004) total pembiayaan perbankan syariah mencapai 11% dari total pembiayaan perbankan seluruhnya. Sedangkan komposisi pembiayaan mudharabah dan musyarakah hanya sebesar 0.5%, masih lebih rendah dari Indonesia. Skim pembiayaan murabahah dan Bai Bithaman Ajil lebih mendominasi.

Page 21: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 15

Tabel 3.2

Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah di Malaysia, Juni 2004

2004 Mudharabah + Musyarakah 0.5% Murabahah + Bai Bithaman Ajil 53.1% Hire Purchase 27.2% Others 19.2 %

Hal yang membedakan perkembangan bank Islam di Indonesia dengan Malaysia adalah produk pasar modal SUKUK. Sukuk ini sudah banyak digunakan oleh perbankan syariah di Malaysia. Sedangkan di Indonesia penggunaan sukuk sebagai suatu instrumen keuangan syariah masih diperdebatkan dan baru sedikit dipergunakan.

Dilihat dari regulasi bank sentralnya, belum ada kebijakan yang mendorong peningkatan skim pembiayaan bagi hasil. Dalam hal ini, bank sentral cenderung melihat permintaan pasar (market driven). Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya pembiayaan bagi hasil ini, menurut BNM, antara lain :

a. Umumnya masih terpengaruh oleh paradigma konvensional, biaya monitoring yang tinggi dan cenderung memiliki profit yang lebih rendah;

b. Cenderung tidak mau mengambil risiko dengan kondisi asymmetric information;

c. Risiko dan moral hazard yang lebih tinggi didalam praktek pembiayaan bagi hasil;

d. Permintaan terhadap skim pembiayaan ini juga relatif sedikit, karena debitur cenderung memilih pembiayaan dengan bunga sehingga bisa mengatur cash flow-nya; dan

e. Perusahaan cenderung tidak ingin melakukan join management atau pembagian keuntungan terutama untuk proyek-proyek yang sangat menguntungkan.

Sedangkan menurut Samad dan Hasan2, berdasarkan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembiayaan bagi hasil tidak terlalu diminati oleh nasabah karena beberapa faktor sebagai berikut :

a. Kurangnya SDI (bankers) yang memiliki pengetahuan cukup, khususnya dalam: 1. Menyeleksi proyek bagi hasil yang menguntungkan; 2. Mengelola proyek bagi hasil; dan 3. Mengeavaluasi tingkat keuntungan dari suatu proyek;

2 The Performance of Malaysian Islamic Bank During 1984-1997: An Exploratory Study, International Journal of Islamic

Financial Services, Vol. 1 No 3.

Page 22: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

16

b. Skim pembiayaan lain lebih menguntungkan dan lebih kecil resikonya;

c. Kurang menyetujui dengan adanya join manajement dengan bank; dan

d. Dari sisi bank, tingginya biaya monitoring.

3.3 NEGARA LAIN

Selain Sudan dan Malaysia masih banyak negara-negara lain di timur maupun di barat yang mempunyai bank syariah. Negara lain yang menerapkan fully islamic banking/financial system adalah Pakistan, Iran, dan Irak. Negara lain yang menerapkan dual banking system adalah Mesir, Bangladesh, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan lain-lain.

Mesir merupakan negara yang pertama kali mencoba mendirikan bank syariah Mit Ghamr pada tahun 1963. Di Bangladesh, bank syariah muncul pertama kali pada tahun 1983 dengan berdirinya Islamic Bank Bangladesh Limited (IBBL). Sampai sekarang sudah terdapat lima BUS dan dua UUS.

Sementara itu, Pakistan menghapus bunga dari sistem perekonomian secara bertahap pada periode 1980-1985 dengan komitmen penuh pemerintah. Strategi yang diterapkan adalah dengan mendirikan BUS di sektor swasta dan bank komersial diberikan mendirikan cabang bank syariah dan kantor kas syariah. Salah satu BUS yang besar adalah Al Baraka Islamic Bank, yang memiliki komposisi pembiayaan bagi hasil hanya 2%.

Secara umum perbankan syariah di manapun memiliki masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil, baik yang menerapkan fully islamic financial system atau yang menerapkan dual banking system. Dari sekian banyak negara yang memiliki bank syariah, hanya Sudan saja yang mempunyai success story dalam meningkatkan pembiayaan bagi hasil di perbankan syariahnya.

3.4 INDONESIA

Perkembangan perbankan syraiah di Indonesia dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sebelum tahun 1998 dan fase setelah tahun 1998. Fase pertama ini diawali dengan berdirinya Bank Muamalat pada tahun 1992, namun jauh sebelum berdirinya Bank Muamalat konsep perbankan syariah ini sudah merupakan bahawan diskusi ulama, cendikiawan Islam pada awal tahun 1980-an. Bahkan saat itu juga dilakukan uji coba terhadap bentuk lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip bagi hasil yaitu

Page 23: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 17

Baitul Tamwil Salman Bandung dan kopoerasi Ridho Gusti di Jakarta. Wacana lembaga keuangan seperti ini diangkat kembali pada lokakarya dan munas MUI tahun 1990, bahkan para ulama sepakat untuk mendorong pemerintah agar terwujud suatu lembaga keuangan khususnya perbankan yang berlandaskan prinsip bagi hasil. Pada akhirnya pemerintah mulai mengakomodasi keinginan ini untuk memberikan kesempatan kepada bank untuk melakukan usaha dengan sistem bagi hasil yang tertuang didalam UU perbankan No. 7 tahun 1992.

Fase kedua adalah fase setelah dikeluarkannya undang-undang No 10 tahun 1998, dimana pemerintah semakin menunjukkan komitmennya kepada perbankan syariah dengan memberikan landasan hukum yang kuat dengan mengizinkan perbankan konvensional untuk membuka unit usaha syraiah. Kebijakan ini tentu saja membuka jalan bagi perkembangan perbankan syariah, karena sejak Bank Muamalat didirkan pada tahun 1992, tidak ada lagi bank syariah yang berdiri. Namun, sejak dikelaurkannya undang-undang tersebut beberapa bank konvensional mulai membuka unit-unit usaha syariahnya. Maraknya unit-unit usaha syariah yang dibuka pasca UU tersebut juga didorong oleh kenyataan bahwa bank syariah terbukti tidak mengalami goncangan yang signifikan pada saat terjadi krisis pada pertengahan tahun 1997.

Pada tahap-tahap selanjutnya pemerintah maupun Bank Indonesia semakin menunjukkan komitmennya untuk mengembangkan perbankan syariah. Dalam UU No. 23 1999, dikemukakan bahwa Bank Indonesia bertanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi bank, termasuk bank umum syariah dan BPRS, BI berwenang untuk melakukan pengawasan moneter berdasarkan prinsip syariah, dan seiring dengan kebijakan tersebut pula tim peneliti BI untuk perbankan syariah dibentuk. Pada tahun yang sama bank syraiah kedua juga dibuka yaitu Bank Syariah Mandiri, sebelumnya merupakan bank konvensional yaitu Bank Susila Bakti yang dikonvert menjadi bank syariah. Sejak itu, perbankan syaraih berkembang dengan pesat. Bank Syariah Mandiri merupakan bank yang paling cepat ekspansinya, saat ini pun kantor cabanga BSM sudah menyebar hampir di seluruh propinsi di Indonesia.

Jika dibandingkan dengan perkembangan jumlah bank maupun jumlah kantor cabang bank syariah, perkembangan perbankan di Indonesia jauh lebih cepat dibandingkan dengan Malaysia. Dalam jangka waktu 12 tahun, jumlah perbankan syariah di Indonesia sudah mencapai dua BUS dengan 321 kantor bank, dan 10 UUS dengan 58 kantor bank (data per Juni 2004).

Grafik 3.1

Jumlah Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia, Periode 1992-2004

Page 24: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

18

Jum lah Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 1992-2004

0

20

40

60

80

100

120

140

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Kantor Kas

Kantor Pusat Operasional/ Kantor Cabang

Kantor Cabang Pem bantu

Kantor Pusat/Unit Usaha Syariah

Sebelum UU No. 10 Tahun 1998 Setelah UU No. 10 Tahun 1998

3.4.1 Peran Bank Indonesia

Bank Indonesia memiliki peran yang besar dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia sejak diberi amanah dalam pengaturan perbankan dan moneter syariah yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 1999. Sejak itu BI membentuk Tim Peneliti untuk perbankan syariah yang pada tahun 2001 menjadi unit kerja setingkat biro (Biro Perbankan Syariah), dan kemudian menjadi Direktorat Perbankan Syariah pada akhir tahun 2003.

Strategi BI dalam pengembangan perbankan syariah lebih bersifat market driven, seperti yang tertuang dalam blue print. Namun demikian BI juga mempunyai target-target yang ingin dicapai sampai tahun 2011 dalam tiga tahapan. Salah satunya adalah target proporsi pembiayaan bagi hasil diharapkan dapat mencapai 40% pada tahun 2011. Untuk itu usaha-usaha kearah itu secara tidak langsung mulai dilakukan dengan memberikan pelatihan pemberian pembiayaan bagi hasil bagi AO perbankan syariah, melakukan standarisasi akad-akad pembiayaan dalam rangka pemurnian operasi bank syariah, melakukan sosialisai perbankan syariah kepada masyarakat, melakukan penelitian terkait, mengadakan seminar nasional maupun internasional, dan lain sebagainya.

3.4.2 Kedudukan Dewan Syariah Nasional

Page 25: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 19

Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha lembaga keuangan syariah (bank, asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya) dengan prinsip syariah.

Kedudukan Dewan Syariah Nasional di Indonesia independen berada diluar bank sentral, tidak seperti di Sudan dan Malaysia. Dengan kedudukan DSN yang independen ini, fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN, meskipun dipergunakan sebagai rujukan perbankan syariah, namun tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Setelah fatwa-fatwa DSN tersebut dipositivisasi oleh Bank Indonesia menjadi suatu peraturan, barulah fatwa-fatwa tersebut harus dipatuhi oleh perbankan.

Diluar hal tersebut diatas, DSN sangat aktif dalam mengeluarkan fatwa-fatwa yang diperlukan oleh perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya dalam menjalankan operasinya. Sehingga peran DSN tidak khusus untuk bank syariah, namun lebih luas untuk semua lembaga keuangan syariah. Sampai saat ini DSN telah mengeluarkan 42 fatwa.

3.4.3 Komposisi Pembiayaan

Porsi pembiayaan bagi hasil sejak tahun 2000 menunjukkan kecenderungan yang terus menurun dan baru mulai meningkat lagi di tahun 2003. Sementara itu porsi murabahah menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Porsi pembiayaan bagi hasil yang sekitar 20% dan non-bagi hasil 80% ini masih lebih baik dari Malaysia, namun belum sebaik di Sudan. Pangsa pembiayaan bank syariah yang baru mencapai 1,64% dari total perbankan nasional (per Juni 2004) masih jauh jika dibandingkan dengan Malaysia.

Tabel 3.3

Perkembangan Komposisi Pembiayaan di Indonesia

2000 2001 2002 2003 Mudharabah 29.8% 19.6% 15.2% 14.4% Musharakah 2.5% 2.6% 1.8% 5.5% Murabahah 61.0% 69.3% 70.9% 71.5%

Others 6.7% 8.5% 12.1% 8.6%

Tabel 3.4 memperlihatkan perbandingan secara umum keadaan perbankan syariah di Indonesia, Malaysia, dan Sudan.

Page 26: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

20

Tabel 3.4

Tabel Perbandingan Antara Indonesia, Malaysia dan Sudan

Hasil Studi Banding No. Keterangan Indonesia Malaysia Sudan

1 Sistem Ekonomi Kapitalistik Kapitalistik Islam 2 Sistem Perbankan Dual Banking System Dual Banking System Islamic System 3 Awal berdirinya Bank Islam 1992 1983 1984 4 Kontribusi kedalam sistem

perbankan Des’03: 1% 11% 100%

a. Aset: 0.74% 9.7% - b. DPK: 0.64% 10.4% - c. Pembiayaan: 1.16% 10.3% - d. TARGET 2011: 5% 2010: 20% -

5 Komposisi Pembiayaan ‘03: a. Mudharabah 14.36% 6.2% b. Musyarakah 5.53% 42.9% c. Murabahah 71.53% + BBA: 53.1% 33.7% d. Others 8.58% 46.40% 17.2%

6 Regulasi: a. Portfolio - - Murabahah max 30% b. Margin - - Murabahah max 10%

c. Kolektibilitas Bagi hasil lebih ketat dari murabahah

- Bagi hasil lebih longgar dari murabahah

7 Kedudukan Dewan Syariah Independen, di luar bank sentral

Di dalam BS (dibawah Islamic Banking and Takaful Department)

Di dalam bank sentral (di bawah Gubernur)

8 Jumlah Bank Islam: a. Bank Syariah 3 2 25 (Agriculture Bank

dan Investment Bank) b. Bank Syariah (window) 11 7

9 Praktek Perbankan Syariah: a. Mudharabah Ada collateral Tidak ada collateral Collateral +125% untuk

non capital b. Musyarakah Ada collateral Tidak ada collateral Collateral +125% untuk

non capital c. Murabahah Tidak ada gudang Tidak ada gudang Ada gudang d. Persetujuan Produk Rekomendasi Bank

Sentral Persetujuan Bank Sentral

-

10 Non Performing Financing 2.34% ? 2.80% 11 Sumber Daya Insani Hampir semuanya

dari bank konvensional

Hampir semuanya dari bank konvensional

Sebagian besar dari BK, keculi di 2 bank syariah sejak awal

12 Penduduk: a. Jumlah penduduk 234,893,453 23,092,940 38,114,160 b. Komposisi Muslim : 88% Muslim : 58% Muslim : 70%

Page 27: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 21

Bab 4

BERBAGAI PENYEBAB DOMINASI PEMBIAYAAN NON BAGI HASIL

Dominasi pembiayaan non bagi hasil atau rendahnya pembiayaan bagi hasil pada portfolio pembiayaan bank Syariah ternyata merupakan fenomena global yang terjadi tidak hanya di perbankan syariah di Indonesia, melainkan juga terjadi di perbankan Syariah di seluruh dunia. Lebih jauh lagi, fenomena ini terjadi tidak hanya di bank syariah yang baru atau belum lama berdiri (yang masih dalam masa transisi), melainkan juga terjadi di bank syariah yang sudah cukup lama berdiri (yang sudah dianggap established). Namun demikian, menurut Chapra (2000) tahap-tahap kearah perbaikan telah tampak. Sebagai contoh, dari data International Association of Islamic Banks atau IAIB tahun 1996, proporsi murabahah yang sebelumnya mencapai 90% dari total pembiayaan telah turun menjadi 40,3%. Sementara itu, pembiayaan mudharabah dan musyarakah telah meningkat menjadi 7,2% dan 12,7%. Namun, penggunaan pembiayaan bagi hasil di perbankan Syariah masih sangat marginal, yang angkanya masih dibawah 20%.

Permasalahan penggunaan pembiayaan bagi hasil yang masih sangat rendah ini merupakan masalah yang tidak sederhana, bahkan merupakan masalah yang memiliki multi dimensi. Beberapa pakar telah mencoba mengidentifikasi sumber-sumber penyebab terjadinya masalah yang kelihatannya sulit diuraikan ini. Iqbal dan Llewellyn (2002) merangkum masalah-masalah umum penyebab kecilnya pembiayaan bagi hasil, yaitu:

a. Adanya masalah asymmetric information, sehingga keputusan diambil berdasar informasi yang tidak lengkap, yang dapat menguntungkan salah satu pihak.

b. Adanya masalah adverse selection, dimana pengusaha yang menjalankan usaha yang menguntungkan enggan untuk membagi keuntungannya yang besar dengan bank Syariah ketika pembiayaan dengan bunga masih memungkinkan.

c. Adanya masalah moral hazard, dimana pengusaha bersikap tidak jujur, tidak transparan, dan memiliki dua laporan keuangan untuk menghindar pajak dan untuk menyembunyikan keuntungan yang sebenarnya.

d. Tidak adanya struktur insentif yang mendorong para pihak untuk bertindak saling menguntungkan dan tidak merugikan pihak lain.

Page 28: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

22

e. Pembiayaan bagi hasil mempunyai sifat rentan terhadap problem keagenan (agency problems) karena pengusaha memiliki disinsentif untuk berusaha lebih keras dan memiliki insentif untuk melaporkan keuntungan yang lebih kecil dibandingkan dengan pengusaha-pemilik dengan pembiayaan sendiri. Hal ini menyebabkan keengganan penanam modal untuk menanggung risiko dan keengganan pengusaha untuk berbagi keuntungan, yang pada akhirnya menyebabkan pembiayaan bagi hasil kurang menarik.

f. Pembiayaan bagi hasil memerlukan monitoring yang lebih besar yang sering tidak dapat dipenuhi oleh bank.

Dar dan Presley (2000) mengemukakan berbagai kemungkinan penyebab terjadinya masalah ini, yaitu:

a. Problem keagenan.

b. Pembiayaan bagi hasil memerlukan adanya hak kepemilikan yang jelas dan berlaku efisien. Sementara itu, hak kepemilikan tidak begitu jelas dan tidak dilindungi di sebagian besar negara Muslim, sehingga pembiayaan bagi hasil kurang menarik atau cenderung mengalami kegagalan apabila digunakan.

c. Perbankan dan perusahaan investasi Syariah harus menawarkan bentuk-bentuk pembiayaan yang relatif berisiko lebih kecil dibandingkan mudharabah dan musyarakah dengan semakin sengitnya kompetisi dari perbankan dan lembaga keuangan konvensional yang sudah mapan dan lebih kompetitif.

d. Keterbatasan peran investor (shareholder) dalam manajemen yang menyebabkan mereka menjadi tidak memiliki hak suara atau tidak dapat berpartisipasi dalam manajemen dan pengambilan keputusan, sehingga mereka hanya sebagai sleeping partner.

e. Pembiayaan modal (equity financing) tidak dapat digunakan untuk membiayai proyek-proyek jangka pendek disebabkan oleh tingginya risiko yang mengikutinya. Hal ini menyebabkan bank dan lembaga keuangan syariah bergantung pada bentuk pembiayaan lain, seperti murabahah, untuk memastikan tingkat likuiditas tertentu.

f. Perlakuan pajak yang tidak adil juga dirasakan sebagai salah satu penghambat utama pengunaan pembiayaan bagi hasil. Keuntungan merupakan obyek pajak sedangkan bunga bebas dari pajak. Hal-hal semacam ini membuat pembiayaan bagi hasil menjadi kurang dapat diandalkan sebagai sarana bagi keuntungan.

Page 29: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 23

g. Pasar sekunder untuk perdagangan instrumen keuangan Syariah, khususnya mudharabah dan musyarakah, tidak ada. Akibatnya mereka gagal untuk secara efektif memobilisasi sumber-sumber dana.

Sementara itu, Dar dan Presley sendiri juga berpendapat adanya masalah ketidakseimbangan antara hak-hak manajemen dan kontrol sebagai penyebab utama masalah ini (terutama untuk pembiayaan mudharabah).

Chapra (2000) berpendapat bahwa masalah kecilnya penggunaan bentuk pembiayaan bagi hasil antara lain:

a. Bank Syariah belum dapat menanggung risiko yang lebih besar dengan meningkatkan penggunaan bentuk pembiayaan utama bagi hasil yang lebih berisiko, karena bank belum memiliki perlengkapan yang cukup pada tahapan evolusi saat ini untuk memenej risiko yang lebih tinggi ini. Mereka tidak memiliki bentuk keahlian yang dibutuhkan untuk memproses, memonitor, menyelia dan mengaudit berbagai proyek bagi risiko. Sehingga mereka berusaha untuk mengambil risiko yang tidak lebih besar dari sumber daya insani dan keuangan yang ada ditangan mereka.

b. Sebagian besar depositor masih bersifat risk averse dan masih belum terbiasa dan sepenuhnya menerima kemungkinan rugi karena sudah terbiasa dengan sistem perbankan konvensional selama berpuluh-puluh tahun.

c. Permintaan yang masih kecil terhadap pembiayaan bagi hasil dari para nasabah.

d. Adverse selection.

e. Moral hazard.

f. Masalah pajak yang tidak adil menjadi penghambat karena bunga tidak kena pajak sedangkan dividen terkena pajak, sehingga menyuburkan penggunaan pembiayaan utang (bentuk pembiayaan sekunder).

g. Institusi-institusi pendukung belum ada atau belum lengkap untuk mendorong penggunaan bentuk pembiayaan utama.

h. Pasar keuangan Syariah tidak ada. Hal ini menyulitkan bank syariah untuk menyalurkan surplus dananya atau mendapatkan akses likuiditas yang sesuai Syariah.

i. Dukungan otoritas moneter yang beragam. Otoritas moneter yang tidak/kurang mendukung tidak melakukan inisiatif-inisiatif untuk mengadakan perubahan-

Page 30: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

24

perubahan peraturan dan institusional yang diperlukan untuk mendukung bekerjanya sistem perbankan syariah dengan baik.

Khan (1995) mengemukakan adanya masalah aversion to risk dari pihak bank dan moral hazard dari pihak nasabah sebagai penyebab utama kurang populernya penggunaan bentuk pembiayaan bagi hasil di bank syariah. Bank syariah menghindar dari investasi yang berisiko karena takut kehilangan kepercayaan dari depositor ketika bagi hasil kepada depositor menurun akibat volatilitas investasinya. Kemudian, informasi asimetri antara bank sebagai investor dan nasabah sebagai pengusaha merupakan faktor kedua. Bank khawatir bahwa pengusaha akan menyampaikan laporan keuangan dan keuntungan yang palsu.

Sarker (1999) membagi masalah perbankan syariah ke dalam masalah operasi makro dan mikro. Yang berhubungan dengan pembiayaan bagi hasil antara lain:

Makro:

a. Tidak adanya satu kata dalam aturan-aturan syariah; b. Kurangnya SDI yang ahli dan trampil dalam perbankan dan syariah; c. Kompetisi yang ketat di sektor keuangan; d. Tidak adanya prosedur operasional yang seragam;

Mikro:

e. Biaya informasi yang meningkat; f. Belum siap menghadapi risiko yang lebih besar; g. Tidak adanya buku petunjuk syariah; h. Tidak adanya metodologi analisa dan pengukuran risiko investasi syariah; i. Aturan perpajakan yang tidak mendukung; j. Tidak adanya petunjuk manajemen syariah.

Algaoud dan Lewis (2001) mencatat beberapa hal yang menyebabkan pembiayaan bagi hasil sulit dilakukan:

a. Pembiayaan bagi hasil sulit digunakan untuk membiayai modal kerja usaha, karena fleksibilitas dari fasilitas overdraft tidak mudah ditiru menurut ketentuan Islam.

b. Pembiayaan bagi hasil juga sulit diberikan untuk pendanaan usaha kecil, karena tidak adanya personal guarantee maupun collateral.

c. Bank Syariah belum mampu atau tidak mau untuk membiayai proyek-proyek jangka panjang dengan pembiayaan bagi hasil, karena rumit dan makan waktu

Page 31: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 25

dari sisi prosedur, kurangnya pengalaman dan keahlian dari sisi SDI, dan kurangnya fleksibilitas penggunaan dana akibat modal tertanam untuk jangka waktu yang lama .

d. Masalah keagenan (agency problems) dan informasi asimetri (asymmetric information) menimbulkan masalah adverse selection dan moral hazard.

Mulyawan (2001) menyebutkan adanya tiga hal penyebab ketidaksuksesan penggunaan pembiayaan bagi hasil:

a. Penggunaan bentuk pembiayaan utama yang bersifat full-equity based investment menyebabkan berkurangnya fleksibilitas penggunaan dana oleh para pemilik dana yang sewaktu-waktu dibutuhkan untuk memenuhi keperluannya;

b. Tidak seluruh masyarakat Muslim bersifat risk seeker atau memiliki tingkat preferensi risiko yang tinggi. Sebagian besar masyarakat Muslim mungkin bersifat risk averse; dan

c. Dana pihak ketiga tersebut rawan terhadap masalah keagenan (agency problems), dengan tidak adanya lembaga pengawasan yang berkualitas.

Al-Jarhi (2002) menyatakan moral hazard dan adverse selection merupakan dua penyebab utama sedikitnya penggunaan kontrak bagi hasil. Suatu bank dapat menghadapi masalah moral hazard ketika suatu perusahaan yang memperoleh pembiayaan dari bank menggunakan dana tersebut untuk tujuan selain dari yang telah ditetapkan semula. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan usaha dan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kembali. Sementara itu, suatu bank dapat menghadapi masalah adverse selection ketika bank gagal memilih mitra usaha yang baik. Adverse selection terjadi pada kondisi ekonomi yang baik, sedangkan moral hazard terjadi pada kondisi ekonomi yang sedang memburuk.

Parinduri (2003) mempunyai pandangan yang sama dengan Al-Jarhi (2002) dengan menyebutkan adverse selection dan moral hazard sebagai penyebab dominan kecilnya porsi mudharabah dan musyarakah di bank syariah. Dalam masalah adverse selection, pengusaha dengan proyek yang berpotensi untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi cenderung untuk mendatangi bank konvensional. Kalau ke bank syariah, mereka akan memilih kontrak utang sederhana seperti murabahah. Akibatnya produk bagi hasil bank syariah seperti mudharabah dan musyarakah mungkin terutama diminati oleh pengusaha dengan proyek berkeuntungan rendah. Untuk menghindari kerugian di lingkungan di lingkungan bisnis yang dijangkiti adverse

Page 32: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

26

selection, bank syariah terpaksa mengutamakan kontrak utang seperti murabahah. Kalaupun menyetujui kontrak bagi hasil, harus dipelajari dengan sangat hati-hati. Dalam masalah moral hazard, Parinduri menyatakan bahwa tak semua pengusaha jujur. Bank juga tak mudah menilai laporan keuangan mana yang benar dan mana yang dimanipulasi untuk kepentingan pengusaha. Banyak pengusaha mungkin tak mau berterus terang tentang kondisi keuangan perusahaannya karena mereka tak mau laporan keuangannya mampir di atas meja petugas pajak. Secara teoritis, semakin parah masalah adverse selection dan moral hazard suatu ekonomi, maka semakin dominan kontrak utang dibanding kontrak bagi hasil. Unfortunately, negara-negara muslim termasuk negara-negara paling korup di dunia.

Dari pembahasan pada subbab 4.1, berbagai penyebab dominasi pembiayaan non-bagi hasil dapat dilihat dari empat sisi, yaitu: 1) internal bank syariah; 2) nasabah; 3) regulasi; dan 4) pemerintah dan institusi lain. Daftar selengkapnya dapat dibaca pada lampiran 3.

Page 33: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 27

Bab 5

HASIL PENELITIAN Beberapa metode digunakan dalam penelitian ini untuk menjaring informasi

dan data yang diperlukan dalam analisis. Metode yang telah dipakai antara lain focus group discussion (FGD) dan indepth interview. FGD dilakukan sebanyak sembilan kali dengan kelompok responden berasal dari berbagai stakeholder perbankan syariah yang beragam, dan indepth interview dilakukan sebelas kali dengan berbagai pakar perbankan syariah.

5.1 HASIL FOCUS GROUP DISCUSSION

FGD yang dilakukan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memperoleh data/informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pembiayaan bagi hasil dipandang dari sudut masing-masing responden/grup, serta pandangan dan harapan mereka untuk perbaikannya. FGD yang diselenggarakan meliputi sembilan kelompok yaitu:

I. Perbankan Syariah – Account Officer; II. Perbankan Syariah – Ritel/Non Korporasi; III. Nasabah Pembiayaan; IV. Perbankan Syariah – Korporasi; V. Pakar Perbankan Syariah; VI. Perbankan Syariah vs Nasabah Pembiayaan; VII. Perbankan Syariah vs Pakar; VIII. Perbankan Syariah vs Pakar vs Bank Indonesia dan Pemerintah; dan IX. Pakar vs Bank Indonesia.

Secara umum, hasil FGD terlihat seperti pada Lampiran 4.

5.1.1 Karakteristik Kelompok Responden

Kelompok responden FGD, yang terdiri dari berbagai kelompok stakeholder, memiliki beragam pemahaman mengenai esensi perbankan syariah dan produk-produknya. Ironisnya, responden yang paling tidak memahami esensi perbankan syariah adalah mereka yang setiap hari berkecimpung dalam praktek, yaitu kalangan dari bank syariah dan nasabahnya, serta kalangan dari pemerintah. Hal ini dapat

Page 34: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

28

dipahami karena bank syariah relatif masih baru di Indonesia dan gaungnya masih belum cukup kuat di masyarakat luas. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika pemahaman masyarakat, khususnya nasabah dan pemerintah masih sangat kurang. Dengan pesatnya pertumbuhan bank syariah, kebutuhan akan SDI yang mempunyai motivasi, pemahaman, dan pengetahuan yang memadai menjadi sangat kurang, karena mereka rata-rata berasal dari bank konvensional yang hanya dibekali dengan training seadanya (umumnya hanya 2 – 3 hari). Paradigma bank konvensional masih melekat kental dan sangat mempengaruhi cara kerja mereka sehingga sebagian masyarakat menganggap bank syariah tidak ada bedanya dengan bank konvensional, hanya ditambah label “syariah”. Lebih jauh lagi, motivasi untuk mentaati prinsip-prinsip syariah sering dinomor-duakan oleh kepentingan bisnis.

Sementara itu, kelompok yang benar-benar memahami esensi perbankan syariah adalah dari kalangan pakar, akademisi, DSN-MUI, Masyarakat Ekonomi Syariah, dan regulator, serta sebagian kecil dari kalangan bank syariah, yang kesemuanya rata-rata merupakan pioneer-pioneer munculnya bank syariah di Indonesia yang masih mempunyai idealisme dan motivasi kuat untuk mengembangkan ekonomi dan perbankan syariah di Indonesia yang benar-benar sesuai dengan syariah dan menyeluruh.

5.1.2 Persepsi Responden Terhadap Masalah Pembiayaan Bagi Hasil

Persepsi responden FGD terhadap masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah cukup beragam, kadang-kadang kurang netral, dan ada kecenderungan untuk menyalahkan pihak lain dari pada mengakui kesalahan diri sendiri. Namun demikian, dari hasil diskusi tercapai kesepakatan terhadap beberapa hal pokok yang diyakini sebagai penyebab utama yang meliputi lima masalah dari sisi internal bank syariah, satu masalah dari sisi nasabah, dua masalah dari sisi regulasi, dan satu masalah dari sisi pemerintah dan institusi lain.

a. Internal

Lima masalah dari sisi internal utama yang disepakati adalah: 1) Pemahaman terhadap esensi bank syariah kurang; 2) Orientasi bisnis lebih diutamakan; 3) Kualitas dan kuantitas SDI belum memadai; 4) Aversion to effort; dan 5) Aversion to risk. Kelima masalah ini sebenarnya dapat dikembalikan kepada dua masalah pokok SDI di perbankan syariah, yaitu: a) masalah paradigma dan pemahaman; dan b) masalah kualitas dan kuantitas. Apabila telah terjadi ‘switching mind’ di semua level bank

Page 35: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 29

syariah, terutama pada level direksi, maka semua masalah internal ‘insyaAllah’ dapat teratasi.

b. Nasabah:

Dari sisi nasabah, satu masalah utama yang disepakati yaitu tentang pemahaman nasabah terhadap esensi bank syariah yang masih rendah. Masalah ini juga dapat dikatakan sebagai pokok masalah dari sisi nasabah yang dapat memunculkan masalah ikutan lainnya seperti masalah nasabah yang masih risk averse, moral hazards, maupun perilaku yang masih berpindah-pindah antara bank syariah dan bank konvensional.

c. Regulasi

Setelah masalah internal, masalah utama terbanyak kedua yang disepakati adalah dari sisi regulasi yaitu: 1) Kurangnya insentif untuk mendorong pembiayaan bagi hasil; dan 2) Kurangnya kebijakan pendukung. Hal ini terjadi karena adanya ketentuan kolektibilitas dan agunan yang dirasa memberatkan bank dan nasabah, yang justru membatasi pemberian pembiayaan bagi hasil.

d. Pemerintah dan Institusi Lain

Dari sisi pemerintah dan institusi lain, masalah utama yang masih mengganjal adalah masih kurangnya komitmen dan dukungan pemerintah yang menyeluruh dari semua departemen terkait untuk pengembangan perbankan syariah secara umum, khususnya pengembangan pembiayaan bagi hasil.

5.1.3 Usulan Solusi

Meskipun masalah utama yang disepakati sebagai penyebab rendahnya pembiayaan bagi hasil sebagian besar (lima masalah) merupakan masalah internal bank syariah, namun usulan solusi terbanyak dari sisi regulasi (sembilan), kemudian dari sisi internal (lima), kemudian dari sisi pemerintah dan institusi lain (tiga), dan yang terakhir dari sisi nasabah (satu). Dari kedelapanbelas usulan solusi tersebut, yang disepakati oleh sebagian besar respoden ada tiga yang prioritas utama dan tiga yang prioritas kedua. Selain itu terdapat juga tiga usulan solusi lain yang dikemukakan oleh lebih dari satu kelompok responden.

a. Usulan Prioritas Utama

Empat usulan solusi prioritas petama yang disepakati menyangkut solusi dari tiga sisi, yaitu internal, nasabah, dan regulasi. Solusi-solusi tersebut adalah:

Page 36: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

30

1. Peningkatan pemahaman SDI tentang esensi perbankan syariah sehingga dapat merubah paradigma konvensional mereka menjadi syariah, dan peningkatan pengetahuan/kualitas mengenai operasional perbankan syariah sehingga mereka memiliki jiwa kewirausahaan yang diperlukan untuk dapat memberikan pendampingan dan pelayanan yang berkualitas (internal);

2. Bank syariah diharapkan tidak takut-takut untuk mengembangkan produk-produk bagi hasil yang menarik, yang disukai, simpel dan mudah bagi nasabah, yang tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sedangkan masalah fikihnya bisa diserahkan kepada yang lebih berkompeten, seperti DSN-MUI (internal);

3. Sosialisasi tentang perbankan syariah dan produk-produknya kepada masyarakat luas di berbagai forum, seperti pengajian, khotbah jum’at, acara tv/radio, bahkan kalau mungkin masuk ke dalam kurikulum pendidikan sedini mungkin. Lebih khusus lagi (dalam jangka pendek) sosialisasi kepada calon nasabah potensial sehingga mereka bisa menjadi mitra usaha yang baik dan tidak selalu membanding-bandingkan dengan bank konvensional dan tidak mau enaknya sendiri (nasabah); dan

4. Revisi aturan tentang kolektibilitas dan agunan untuk pembiayaan bagi hasil sehingga lebih aplikatif dan tidak memberatkan bagi bank maupun nasabah namun malah mendorong mereka untuk lebih suka memasarkan dan menggunakan skim pembiayaan bagi hasil (regulasi).

b. Usulan Prioritas Kedua

Tiga usulan solusi prioritas kedua yang disepakati meliputi satu dari sisi pemerintah dan institusi lain dan dua dari sisi regulasi yang berhubungan erat dengan usulan solusi prioritas utama, yaitu:

5. Adanya sistem insentif bagi bank yang berhasil menyalurkan pembiayaan bagi hasil dalam jumlah yang ditentukan, misalnya dicerminkan dalam tingkat kesehatan bank, sehingga manajemen bank syariah akan mendukung dan berlomba-lomba untuk menyalurkan pembiayaan bagi hasil lebih banyak (regulasi); dan

6. Fit and Proper test untuk direksi yang ketat, dimana mereka harus paham benar mengenai esensi perbankan syariah sehingga semua kebijakan dan langkah-langkah yang diambil akan selalu memperhatikan visi, misi, dan tujuan dari bank syariah, dan tidak hanya memikirkan dari sisi keuntungan bisnis saja (regulasi).

Page 37: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 31

7. Dukungan/political will dari pemerintah untuk pengembangan perbankan syariah, khususnya pembiayaan bagi hasil, misalnya dengan mengatur sebagian proyek-proyek pemerintah dan BUMN harus dilakukan dengan prinsip syariah, khususnya bagi hasil (pemerintah dan institusi lain).

5.2 HASIL INDEPTH INTERVIEW

Indepth Interview yang dilakukan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memperoleh data/informasi dari para ahli yang tidak hadir dalam FGD dan/atau untuk menggali lebih dalam dan detil tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pembiayaan bagi hasil dipandang dari sudut masing-masing responden, serta pandangan dan harapan mereka untuk perbaikannya. Indepth interview yang dilakukan meliputi sebelas pakar dari kalangan ulama, akademisi, konsultan, regulator, praktisi perbankan syariah, dan praktisi modal ventura. Secara umum, hasil indepth interview terlihat seperti pada Lampiran 5.

5.2.1 Karakteristik Kelompok Responden

Kelompok responden indepth interview, yang terdiri dari para pakar dari berbagai kelompok stakeholder, pada umumnya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai esensi perbankan syariah dan produk-produknya (kecuali satu responden nasabah dan satu responden ekonom), serta memiki idealisme dan motivasi kuat untuk mengembangkan ekonomi dan perbankan syariah di Indonesia yang benar-benar sesuai dengan syariah secara menyeluruh. Namun demikian, pandangan-pandangan mereka tidak selalu sama melainkan sangat beragam, luas dan komprehensif, sehingga masukan-masukan yang diberikan juga cukup luas, mendalam, komprehansif, dan mencakup keseluruhan aspek-aspek perbankan syariah, baik internal maupun eksternal. Karena sebagian besar responden adalah bukan dari pihak perbankan syariah, pandangan-pandangan mereka lebih netral, tidak memihak, dan menginginkan kebaikan untuk masyarakat luas.

5.2.2 Persepsi Responden Terhadap Masalah Pembiayaan Bagi Hasil

Persepsi responden indepth interview terhadap masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah cukup bervariasi namun tetap netral, dan tidak ada kecenderungan untuk menyalahkan salah satu pihak, karena masalah ini merupakan

Page 38: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

32

masalah yang tidak sederhana dan meliputi banyak stakeholder terkait. Namun demikian, dari hasil interview kepada masing-masing responden ada kesamaan pandangan terhadap beberapa hal pokok yang diyakini sebagai penyebab utama yang meliputi lima masalah dari sisi internal bank syariah, satu masalah dari sisi nasabah, dan satu masalah dari sisi regulasi. Surprisingly, meskipun banyak perbedaan pandangan, apa yang disepakati oleh responden indepth interview ternyata sama dengan apa yang disepakati oleh responden FGD.

Masalah utama dari sisi internal adalah masalah SDI yaitu masalah paradigma dan pemahan, serta masalah kualitas dan kuantitas, yang memerlukan usaha untuk merubah mindset mereka dari konvensional ke syariah untuk semua level, terutama level direksi. Masalah utama dari sisi nasabah adalah masalah kurangnya pemahaman mereka terhadap esensi bank syariah, yang memerlukan upaya sosialisasi dan edukasi secara luas dan gencar. Masalah utama dari sisi regulasi adalah kurangnya kebijakan pendukung untuk pemakaian pembiayaan bagi hasil, yang memerlukan upaya regulator untuk merevisi ketentuan yang menghambat dan membuat ketentuan yang lebih mendorong pemakaian pembiayaan bagi hasil. Sementara itu, dari sisi pemerintah dan institusi lain, para pakar kelihatannya berpandangan bahwa political will merupakan faktor eksogen yang sudah given, karena bisa saja political will dari pemerintah akan berbeda setiap pergantian pimpinan pemerintahan. Oleh karena itu, tugas kita adalah mengembangkan dan mempromosikan perbankan syariah di Indonesia dengan sungguh-sungguh sehingga tidak akan ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mendukungnya. Oleh karena itu, tugas kita adalah mengembangkan dan mempromosikan perbankan syariah di Indonesia dengan sungguh-sungguh sehingga tidak akan ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mendukungnya.

Namun demikian, dari sisi yang lebih teknis, satu hal yang perlu diperbaiki dan ditata kembali adalah fungsi/peran, struktur, dan hubungan antara berbagai institusi penting, seperti DPS, DSN, dan BI, (dan konsultan jika memungkinkan) agar terjadi hubungan kerja yang harmonis dan sinergis.

5.2.3 Usulan Solusi

Usulan-usulan solusi yang diberikan oleh responden indepth interview sebagian besar ditujukan untuk regulasi dan internal bank, serta satu dari sisi nasabah. Dari kedelapanbelas usulan solusi yang diberikan, yang disepakati oleh sebagian besar respoden ada tiga yang prioritas utama dan empat yang prioritas kedua, serta empat usulan solusi lain yang perlu juga diperhatikan oleh regulator dan bank syariah.

Page 39: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 33

a. Usulan Prioritas Utama

Tiga usulan solusi prioritas petama yang disepakati menyangkut solusi dari tiga sisi, yaitu internal, nasabah, dan regulasi. Solusi-solusi tersebut adalah:

1. Peningkatan kualitas/pemahaman SDI (internal); 2. Sosialisasi perbankan syariah dan produknya (nasabah); dan 3. Edukasi wajib bagi Direksi secara berkelanjutan agar terjadi mindset switching

dari paradigma konvensional ke syariah sehingga akan berimbas pada operasi bank syariah secara keseluruhan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, dan pada akhirnya tujuan perbankan nasional dapat tercapai (regulasi).

b. Usulan Prioritas Kedua

Lima usulan solusi prioritas kedua yang disepakati meliputi satu dari sisi internal dan empat dari sisi regulasi yang berhubungan erat dengan usulan solusi prioritas utama, yaitu:

4. Dukungan dari pihak manajemen untuk meningkatkan pemberian pembiayaan bagi hasil, yang dicerminkan dalam rencana kegiatan dan anggaran perusahaan maupun dalam kebijakan manajemen lainnya, seperti pemberian insentif bagi Account Officer atau pimpinan cabang yang berhasil menyalurkan pembiayaan bagi hasil sejumlah tertentu (internal);

5. Revisi aturan kolektibilitas dan agunan untuk pembiayaan bagi hasil (regulasi); 6. Adanya sistem insentif dan sistem reward and punishment sehingga prestasi akan

dihargai sedangkan kegagalan juga ada konsekuensinya, sehingga bank syariah akan terdorong, dan mau tidak mau, mengagendakan peningkatan pembiayaan bagi hasil dalam setiap rencana tahunannya (regulasi); dan

7. Regulasi tegas untuk peningkatan pembiayaan bagi hasil yang sejalan dengan sistem insentif dan sistem reward and punishment untuk lebih memastikan pencapaian tujuan peningkatan pembiayaan bagi hasil (regulasi).

8. Menata kembali fungsi, struktur, dan hubungan DSN, DPS, BI, (dan Konsultan) sehingga pekerjaan tidak tumpang-tindih dan terjadi sinergi yang harmonis diantara mereka untuk bekerja sungguh-sungguh untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan bank syariah secara benar, terutama mengoptimalkan fungsi DPS agar lebih berdaya guna. Jangan sampai terjadi masing-masing institusi berjalan sendiri-sendiri dengan arah yang berbeda-beda yang mungkin tidak sejalan dengan blue print pengembangan perbankan syariah nasional (regulasi/pemerintah).

Page 40: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

34

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 41: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 35

Bab 6

ANALISIS DOMINASI PEMBIAYAAN NON BAGI HASIL

Masalah dominasi pembiayaan non-bagi hasil di Perbankan Syariah Indonesia akan dianalisis dengan menggunakan Analytic Network Process (ANP) seperti yang telah dijelaskan pada bab 2. Setelah memperoleh data dan informasi dari FGD dan indepth interview, terdapat empat langkah utama yang harus dilakukan dalam analisis ini. Pertama adalah merancang kerangka ANP dari masalah yang akan dianalisis, lengkap dengan semua cluster, elemen, dan hubungan-hubungannya. Kedua adalah mengumpulkan data melalui kuesioner, yang dirancang sesuai dengan kerangka jaringan feedback yang telah dibuat, yang diisi oleh pihak-pihak yang ahli di bidang perbankan syariah, yaitu kalangan perbankan syariah dan para pakar. Ketiga adalah memproses data dengan kerangka ANP menggunakan perangkat lunak ANP. Keempat adalah menganalisis tiga supermatrix (unweighted, weighted, dan limiting) yang dihasilkan yang selanjutnya dipergunakan sebagai dasar untuk memberikan policy recommendation yang sesuai untuk mengatasi masalah yang ada.

6.1 KERANGKA ANP

ANP merupakan gabungan dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari hierarki kontrol atau jaringan dari kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi. Bagian kedua adalah jaringan pengaruh-pengaruh diantara elemen dan cluster.

6.1.1 Hierarki atau Jaringan Kontrol

Jaringan feedback pada gambar 6.1 memperlihatkan kerangka umum untuk analisis. Jaringan ini memiliki 5 buah cluster yaitu: 1) tujuan, 2) aspek, 3) masalah, 4) pemecahan, dan 5) strategi. Cluster “aspek” memiliki empat elemen, cluster “masalah” memiliki sepuluh elemen, cluster “pemecahan” memiliki lima elemen, dan cluster “strategi” memiliki tiga elemen. Secara lebih rinci, jaringan feedback yang digunakan dalam analisis ini diperlihatkan pada gambar 6.2. Masalah dominasi pembiayaan non-bagi hasil dapat dilihat dari empat sisi atau aspek, yaitu aspek internal bank syariah, aspek nasabah, aspek regulasi, dan aspek pemerintah dan institusi lain.

Page 42: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

36

Gambar 6.1

Jaringan Feedback Dominasi Pembiayaan Non-Bagi Hasil 1

Dari hasil FGD dan indepth interview, masalah-masalah pada masing-masing aspek mengerucut pada sepuluh masalah utama yang meliputi lima masalah dari sisi internal bank syariah, dua masalah dari sisi nasabah, dua masalah dari sisi regulasi, dan satu masalah dari sisi pemerintah dan institusi lain.

a. Internal

1) Pemahaman terhadap esensi bank syariah kurang; 2) Orientasi bisnis sangat dominan; 3) Kualitas dan kuantitas SDI belum memadai; 4) Bank syariah masih bersikap averse to effort; dan 5) Bank syariah masih bersikap averse to risk.

b. Nasabah:

6) Pemahaman nasabah terhadap esensi bank syariah yang masih rendah; dan 7) Nasabah masih bersikap averse to risk.

c. Regulasi

8) Kurangnya insentif untuk mendorong pembiayaan bagi hasil; dan 9) Kurangnya kebijakan pendukung.

A1 A2 A3 A4

M1 M2 M3 M4 M5 M6M7 M8M9 M10

S1 S2 S3

Tujuan

Aspek

Masalah

GOAL

Pemecahan P1 P2 P3 P4 P5

Strategi Feedback

Page 43: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 37

Gambar 6.2

Jaringan Feedback Dominasi Pembiayaan Non-Bagi Hasil 2

Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil

NASABAH INTERNAL REGULASI PEMERINTAH

Pema

hama

n Ese

nsi B

ank S

yaria

h

Orien

tasi B

isnis

Lebih

Diut

amak

an

Kuali

tas da

n Kua

ntitas

SDI

Aver

se to

Effo

rt

Aver

se to

Risk

Pema

hama

n Ese

nsi B

ank S

yaria

h

Kura

ngny

a Keb

ijaka

n Pen

duku

ng

Kura

ngny

a Ins

entif

Kura

ngny

a Duk

unga

n Pem

erint

ah

Penin

gkata

n Pe

maha

man/

Kuali

tas S

DI

Sosia

lisas

i Pe

rban

kan S

yaria

hda

n Pro

dukn

ya

Revis

i Reg

ulasi

Pend

ukun

g/ Ins

entif/

Teg

as

Peng

emba

ngan

Pr

oduk

Inov

atif,

simpe

l

MARKET DRIVEN STRATEGY

SUPPLY LED STRATEGY

DIRECTED MARKET DRIVEN STRATEGY

Mena

ta fun

gsi,

struk

tur, h

ubun

gan,

DPS,

DSN

, BI

Aver

se to

Risk

Tujuan

Pemecahan

Aspek

Masalah

Strategi

Page 44: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

38

d. Pemerintah dan Institusi Lain

10) Kurangnya komitmen dan dukungan pemerintah yang menyeluruh.

Dari hasil FGD dan indepth interview, berbagai usulan alternatif solusi pemecahan masalah pada akhirnya dapat dirangkum menjadi lima alternatif:

1. Peningkatan pemahaman/kualitas SDI (internal);

2. Pengembangan produk yang menarik dan simpel (internal);

3. Sosialisasi perbankan syariah dan produknya (nasabah);

4. Revisi semua regulasi yang kurang mendukung, memberlakukan sistem insentif, dan/atau menerapkan regulasi tegas (regulasi); dan

5. Menata kembali fungsi, struktur, dan hubungan DSN, DPS, BI, (dan Konsultan, jika memungkinkan) agar tercipta sinergi yang harmonis (pemerintah/institusi lain).

Lebih jauh lagi, untuk mengembangkan perbankan syariah Indonesia menuju the real Islamic bank yang diinginkan, dan khususnya untuk meningkatkan porsi pembiayaan bagi hasil, tiga strategi pengembangan diusulkan:

1. Market driven strategy, yaitu strategi mengikuti keinginan/keadaan pasar sehingga diharapkan pemerintah/regulator tidak membuat kebijakan/regulasi langsung yang mengandung unsur intervensi yang akan mengganggu pasar, namun sebaliknya membuat regulasi agar mekanisme pasar berjalan lancar;

2. Supply led strategy, yaitu strategi untuk mengarahkan pasar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah/regulator dengan membuat regulasi-regulasi langsung ke arah tujuan; dan

3. Directed market driven strategy, yaitu strategi mengikuti pasar dengan mengarahkan secara tidak langsung kearah yang diinginkan.

6.1.2 Jaringan Pengaruh

Bagian kedua dari kerangka ANP adalah jaringan pengaruh-pengaruh diantara elemen dan cluster. Secara garis besar jaringan interaksi dan pengaruh diantara cluster dapat dibaca pada gambar 6.1, dan secara lebih rinci jaringan interaksi dan pengaruh diantara elemen antar cluster dapat dibaca pada gambar 6.2. Cluster “tujuan” mempunyai hubungan ke arah cluster “aspek” dan “strategi”. Cluster “aspek” mempunyai hubungan ke arah cluster “masalah”. Cluster “masalah

Page 45: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 39

mempunyai hubungan ke arah cluster “pemecahan” dan “strategi”. Hubungan feedback terjadi antara cluster “strategi” dengan cluster “pemecahan”, “masalah”, dan “aspek”, antara cluster “pemecahan” dan “masalah”, dan antara cluster “masalah” dan “aspek”.

6.2 DATA KUESIONER

Dalam rangka mendapatkan data primer tentang persepsi para pakar dan kalangan perbankan syariah terhadap masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah Indonesia, dalam kerangka model ANP yang telah dirancang, survey menggunakan kuesioner dilakukan. Responden terdiri dari kalangan pakar dan perbankan di DKI dan sekitarnya.

Dalam analisis ANP jumlah sampel/responden tidak digunakan sebagai patokan validitas. Syarat responden yang valid dalam ANP adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli di bidangnya. Oleh karena itu, responden yang dipilih dalam survey ini adalah para pakar perbankan syariah dan para ‘syariah bankers’ yang sehari-harinya berkecimpung dengan segala urusan bank syariah.

Pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa pairwise comparison (pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui mana diantara keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan) dan seberapa besar perbedaannya (pada skala 1-9) dilihat dari satu sisi. Skala numerik 1-9 yang digunakan merupakan terjemahan dari penilaian verbal seperti pada Lampiran 6 yang juga memperlihatkan contoh pengisian kuesionernya.

6.3 HASIL ANP

6.3.1 Karakteristik Responden

Pada dasarnya responden yang diambil dalam survey ini adalah merupakan responden FGD dan indepth interview yang dianggap paling paham tentang perbankan syariah ditambah dengan beberapa responden lain yang dianggap memiliki pemahaman yang mendalam tentang perbankan syariah. Jumlah responden dalam survey ini meliputi sembilan orang pakar dan sembilan orang wakil dari BUS dan UUS. Responden pakar merupakan orang pilihan yang mewakili berbagai kalangan baik akademisi, praktisi, pemerintah, maupun ulama. Sedangkan responden perbankan juga merupakan orang pilihan yang mewakili semua BUS dan UUS yang sudah cukup

Page 46: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

40

lama beroperasi, dengan jabatan minimal setingkat kepala divisi sampai dengan direktur utama.

Dalam metode ANP jumlah responden tidak penting, yang paling penting adalah responden yang dipilih merupakan orang yang menguasai dan kompeten pada bidangnya. Dari kalangan perbankan, dipilih sembilan responden yang mewakili tiga BUS yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mega Indonesia, dan enam UUS yang sudah lama beroperasi yaitu Bank BNI Syariah, Bank IFI Syariah, BRI Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Danamon Syariah, dan BII Syariah. Sedangkan dari kalangan pakar, dipilih responden dengan jumlah yang sama dengan jumlah responden dari kalangan perbankan dengan alasan untuk menjaga keseimbangan jumlah responden dan mempermudah dalam melakukan analisis.

6.3.2 Pengolahan Data

Hasil survey yang diperoleh diolah terlebih dahulu per masing-masing individu responden dengan menggunakan kerangka ANP seperti disajikan pada gambar 6.1 dan 6.2. Data yang diolah dari masing-masing responden tersebut menghasilkan tiga supermatriks yang memberikan urutan prioritas aspek-aspek terpenting dan masalahnya, alternatif pemecahan masalah, dan pilihan strategi kebijakan yang tepat menurut masing-masing responden.

Selanjutnya hasil pengolahan tersebut dikelompokkan menjadi kelompok pakar dan kelompok perbankan untuk menghasilkan urutan prioritas berdasarkan kelompok. Untuk memperoleh hasil tersebut, dari sembilan responden dalam satu kelompok dihitung rata-rata dan modusnya. Nilai rata-rata dan/atau modus3 inilah yang digunakan untuk menentukan urutan prioritas.

Disamping hasil urutan prioritas berdasarkan masing-masing kelompok, dihitung juga urutan prioritas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan membuat rata-rata maupun mencari modus dari keseluruhan responden sebanyak 18 orang tersebut.

6.3.3 Hasil ANP

Data yang telah diolah seperti disebutkan diatas menghasilkan tabel ANP sebagaimana berikut (rincian selengkapnya disajikan di dalam lampiran) : 3 Dalam metode ANP, data yang diperlukan dapat diperoleh melalui dua cara. Pertama, satu data yang diperoleh merupakan konsensus dari sekelompok responden yang dikumpulkan secara bersamaan. Kedua, pengumpulan data dilakukan secara terpisah untuk masing-masing responden, dalam kasus ini metode ANP membolehkan menggunakan modus atau rata-rata untuk mendapatkan satu hasil urutan prioritas.

Page 47: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 41

Tabel 6.2 Hasil ANP

KETERANGAN PAKAR PERBANKAN TOTAL NR R M NR R M NR R M ASPEK

INTERNAL 0.323 1 1 0.320 1 1 0.322 1 1 NASABAH 0.178 4 0.222 3 0.200 4 REGULASI 0.277 2 2 0.274 2 2 0.276 2 2 PEMERINTAH 0.222 3 0.183 4 0.202 3

INTERNAL

Kurangnya pemahaman esensi BS 0.073 4 0.080 4 1 0.077 3 Orientasi bisnis lebih diutamakan 0.071 5 0.063 5 0.067 5 Kurangnya kualitas dan kuantitas SDI 0.074 2 1 0.082 2 1 0.078 2 1 BS bersikap averse to effort 0.074 2 0.081 3 0.077 3 BS bersikap averse to risk 0.083 1 1 0.083 1 0.083 1 2

NASABAH Kurangnya pemahaman esensi BS 0.094 1 0.118 1 0.106 1 Nasabah bersikap averse to risk 0.078 2 0.094 2 0.086 2

REGULASI Kurangnya kebijakan pendukung 0.153 1 1 0.134 1 1 0.144 1 1 Kurangnya insentif 0.122 2 0.105 2 2 0.113 2

PEMERINTAH Kurangnya dukungan pemerintah 0.179 1 0.159 1 0.169 1

PEMECAHAN

Peningkatan pemahaman, kualitas SDI 0.229 2 1 0.201 2 2 0.215 2 1 Pengembangan produk inovatif, simpel 0.155 5 0.182 5 0.169 5 Sosialisasi pbkan syariah & produknya 0.157 4 0.198 3 1 0.177 4 Revisi regulasi pdukung, insentif, tegas 0.257 1 2 0.228 1 2 0.243 1 2 Menata fungsi,strktur,hub DPS,DSN, BI 0.201 3 0.192 4 0.197 3

STRATEGI KEBIJAKAN

Market Driven Strategy 0.191 3 0.275 2 0.233 3 Supply Led Strategy 0.366 2 2 0.299 3 2 0.333 2 2 Directed Market Driven Strategy 0.443 1 1 0.426 1 1 0.435 1 1

NR: nilai rata-rata; R: ranking rata-rata; M: ranking berdasarkan modus

a. Menurut Pakar

Page 48: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

42

Masalah utama rendahnya pembiayaan bagi hasil terletak pada aspek internal perbankan dan regulasi. Dari aspek internal perbankan, masalah utama yang dianggap paling penting adalah bank syariah yang masih bersikap averse to risk dan kurangnya kualitas dan kuantitas SDI. Sedangkan dari aspek regulasi, kurangnya kebijakan pendukung merupakan hal yang utama.

Untuk menanggulangi masalah tersebut kalangan pakar berpendapat bahwa solusi yang menjadi prioritas utama adalah solusi meningkatkan pemahaman dan kualitas SDI perbankan syariah di semua level jabatan dan menyempurnakan regulasi yang bersifat mendorong peningkatan pembiayaan bagi hasil serta memberikan insentif bagi kalangan perbankan syariah.

Usulan solusi untuk menanggulangi permasalahan tersebut diatas menurut pakar akan lebih efektif apabila dilaksanakan secara tidak langsung dengan menggunakan directed market driven strategy. Hasil pandangan pakar tersebut diatas tidak berbeda apabila dilihat dari rata-rata maupun modus.

b. Menurut Perbankan

Sama halnya dengan pandangan pakar, masalah utama rendahnya pembiayaan bagi hasil menurut perbankan juga terletak pada aspek internal perbankan dan regulasi. Perbedaannya terletak dari aspek internal perbankan yang lebih menekankan kepada masalah kurangnya pemahaman esensi bank syariah. Disamping itu kalangan perbankan juga memandang masalah kurangnya kualitas dan kuantitas SDI di perbankan syariah. Namun, hasil tersebut jika dilihat dari modus. Jika dilihat berdasarkan rata-ratanya,masalah utamanya adalah kecenderungan bank syariah yang averse to risk.

Untuk menanggulangi masalah tersebut kalangan perbankan berpendapat bahwa solusi yang menjadi prioritas utama adalah sosialisasi perbankan syariah dan produknya serta meningkatkan pemahaman mengenai esensi perbankan syariah kepada semua level jabatan di perbankan syariah. Sedangkan urutan prioritas pemecahan masalah berdasarkan rata-rata, kalangan perbankan cenderung mengutamakan penyempurnaan regulasi baru peningkatan pemahaman, tidak berbeda dengan urutan prioritas berdasarkan pendekatan modus.

Usulan solusi untuk menanggulangi permasalahan tersebut diatas kalangan perbankan berpendapat sama dengan kalangan pakar yaitu dengan menggunakan directed market driven strategy.

Page 49: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 43

c. Hasil Keseluruhan Responden

Jika dilihat hasil perhitungan responden secara keseluruhan, tampak bahwa urutan prioritasnya tidak berbeda dengan pendapat pakar. Dimana masalah utama terletak pada aspek internal perbankan dan regulasi.

Kurangnya kualitas dan kuantitas SDI serta kecenderungan perbankan syariah yang averse to risk merupakan masalah utama dalam aspek internal perbankan. Sedangkan permasalahan utama dari aspek regulasi adalah kurangnya kebijakan yang mendukung. Oleh sebab itu solusi yang paling utama untuk menangani kedua permasalahan tersebut adalah meningkatkan pemahaman dan kualitas SDI serta penyempurnaan regulasi yang mendorong peningkatan pembiayaan bagi hasil serta memberikan insentif bagi kalangan perbankan syariah.

Strategi yang sesuai dengan kondisi diatas adalah dengan menerapkan directed market driven strategy.

6.3.4 Analisis Hasil ANP

Dari hasil ANP diatas, terlihat bahwa antara kalangan perbankan dan pakar memiliki persepsi yang sama dalam melihat permasalahan rendahnya pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah Indonesia yaitu terpusat pada aspek internal perbankan dan regulasi.

Pada aspek internal perbankan, kurangnya pemahaman, kualitas, dan kuantitas SDI di perbankan syariah merupakan permasalahan utama. Kurangnya pemahaman SDI perbankan syariah terutama disebabkan karena hampir semua SDI perbankan syariah berasal dari perbankan konvensional sehingga perilaku mereka cenderung seperti perilaku seorang conventional bankers, bukan Islamic bankers. Selain itu, rendahnya kualitas SDI perbankan syariah, selain karena mereka datang dari bank konvensional, pada umumnya mereka tidak diberi training yang memadai sebagai bekal mereka untuk dapat bekerja dengan baik sebagai Islamic bankers. Hal ini selaras dengan pendapat sebagian pakar bahwa pangkal masalah yang timbul di internal perbankan syariah adalah masalah paradigma atau mindset. Mereka berpendapat apabila masalah ini dapat terselesaikan, maka masalah-masalah lain akan terpecahkan atau menjadi bukan masalah lagi.

Pengalaman di negara Sudan menunjukkan bahwa keberhasilan dari pembiayaan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) sangat ditentukan oleh pihak

Page 50: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

44

perbankan yang benar-benar memahami seluk-beluk bisnis yang akan dibiayai. Sehingga perbankan yang sukses dalam menyalurkan pembiayaan berbasis bagi hasil adalah perbankan yang dari awalnya memang berbisnis secara syariah, dimana para bankersnya memiliki pengalaman bisnis yang mendalam, sehingga tidak berperilaku menghindar dari risiko. Dalam kaitannya dengan hasil survey menunjukkan bahwa bank syariah di Indonesia cenderung menghindari risiko. Kondisi ini tidak terlepas dari keterbatasan SDI yang ada di perbankan syariah. Hal ini sangat terkait erat dengan paradigma konvensional yang dibawa oleh SDI ketika mereka pindah ke perbankan syariah. Oleh sebab itu perubahan cara berpikir atau paradigma dari konvensional ke syariah dari SDI perbankan syariah sepertinya diperlukan untuk dapat mengatasi masalah-masalah SDI ini, masalah-masalah internal perbankan syariah lainnya, maupun beberapa masalah eksternal yang dirasa memberatkan. Sebagai contoh, ketentuan mengenai jaminan untuk pembiayaan bagi hasil di Sudan dipatok sebesar 125%, dan jaminan ini bukan untuk menjamin modal atau capital, melainkan untuk menjamin penyalahgunaan atau kelalaian nasabah. Namun demikian, hal ini tidak menjadi hambatan bagi bank maupun nasabah untuk memilih pembiayaan bagi hasil.

Dari aspek regulasi pun antara perbankan maupun pakar memiliki persepsi yang sama, yaitu kebijakan yang ada kurang mendukung terhadap penyaluran pembiayaan bagi hasil. Salah satu contoh kebijakan yang paling banyak disoroti adalah masalah ketentuan kolektabilitas bagi skim pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang dirasa memberatkan bank. Apabila hal ini memang merupakan keadaan yang dirasakan oleh sebagian besar pelaku perbankan syariah, maka aturan-aturan yang kurang mendukung perlu untuk dievaluasi kembali. Sementara itu, ketentuan-ketentuan yang bersifat mendorong dan memberi insentif untuk penyaluran pembiayaan bagi hasil perlu dipertimbangkan. Dalam hal ini kebijakan BOS dapat juga dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dimana tingkat peringatan kolektibilitas untuk pembiayaan bagi hasil dibuat lebih longgar dari pembiayaan murabahah. Pembiayaan mudharabah dan musyarakah diklasifikasikan lancar sampai dengan tiga bulan setelah jangka waktu berakhir, tanpa melihat kondisi pembiayaan maupun bagi hasil yang diberikan (untung/rugi). Sementara itu, pembiayaan murabahah sudah dapat diklasifikasikan sebagai non performing (kurang lancar) apabila terdapat tunggakan yang melebihi satu bulan.

Masalah berikutnya yang perlu juga mendapat perhatian adalah kurangnya dukungan pemerintah dan institusi terkait yang menyeluruh yang juga menghambat penyaluran pembiayaan bagi hasil. Salah satunya adalah belum jelasnya fungsi, struktur, dan hubungan antara Dewan Syariah Nasional (DSN), Dewan Pengawas

Page 51: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 45

Syariah (DPS), dan Bank Indonesia sebagai regulator dan pengawas. Kejelasan fungsi, struktur, dan hubungan diantara institusi terkait tersebut sangat diperlukan agar kerjasama yang sinergis dan harmonis dapat tercipta untuk bersama-sama mendorong penyaluran pembiayaan bagi hasil. Beberapa negara, seperti Malaysia dan Sudan, menempatkan DSN di dalam bank sentral sehingga kerja sama lebih efektif. Untuk itu perlu dilakukan kajian apakah hal ini dapat diterapkan di Indonesia.

Dilihat dari sisi sumber permasalahan antara perbankan dengan pakar memiliki persepsi yang sama, namun dalam hal solusi yang perlu diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut, antara perbankan dengan pakar terdapat perbedaan. Dari sisi pakar solusi yang harus ditempuh adalah dengan meningkatkan pemahaman dan kualitas SDI, serta merevisi regulasi pendukung dan memberikan insentif untuk mendorong perbankan syariah meningkatkan pembiayaan bagi hasilnya. Sementara itu, dari sisi perbankan cenderung untuk menggalakkan sosialisasi perbankan syariah dan produknya kepada masyarakat, sedangkan masalah SDI dan regulasi ditempatkan pada prioritas kedua. Hal ini cukup mengagetkan, karena diawal permasalahan yang menjadi prioritas adalah masalah internal, namun solusi yang dikemukakan lebih untuk nasabah. Hasil ini memberikan indikasi bahwa kalangan perbankan masih reluctant untuk memperbaiki kondisi kualitas SDI-nya, meskipun hal itu disadari merupakan suatu masalah yang penting. Namun demikian, secara keseluruhan alternatif pemecahan yang diusulkan sejalan dengan masalah yang dianggap penting.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah utama rendahnya pembiayaan bagi hasil disebabkan oleh masalah internal yang menyangkut pemahaman dan kualitas SDI, serta masalah eksternal yang menyangkut regulasi yang kurang mendukung. Alternatif pemecahannya dari sisi internal dengan meningkatkan pemahaman dan kualitas SDI, sedangkan dari sisi eksternal dengan meninjau kembali regulasi yang ada dan mengeluarkan aturan insentif.

Dengan masalah dan alternatif pemecahan yang diajukan, kalangan pakar dan perbankan menyepakati bahwa strategi pemecahan yang sesuai adalah dengan menerapkan directed market driven strategy, dimana regulator tidak melepaskan begitu saja perkembangan dan praktek perbankan syariah kepada pasar, tetapi tidak juga mengekang gerak perbankan syariah, namun dengan memberikan arahan serta target indikatif yang harus dicapai oleh perbankan syariah. Sama seperti kebijakan yang diambil oleh otoritas perbankan di Sudan, dimana Bank of Sudan memberikan target indikatif terhadap porsi maksimal pembiayaan murabahah (non-bagi hasil) yang boleh dimiliki oleh perbankan syariah disana.

Page 52: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

46

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 53: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 47

Bab 7

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1 Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab-bab terdahulu dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:

1. Masalah dominasi pembiayaan non-bagi hasil atau rendahnya pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah seyogyanya dilihat secara proporsional karena beberapa hal. Pertama, masalah ini hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang saling kait-mengait yang dihadapi oleh perbankan syariah. Namun demikian masalah ini harus juga mendapat perhatian yang serius karena masalah ini juga dapat mendatangkan reputation risk sebagai akibat label syariah yang menempel pada lembaga keuangan ini.

2. Kedua, masalah ini sebenarnya bukanlah masalah yang sifatnya esensial (ushul), namun sifatnya cabang (furu’), karena pembiayaan bagi hasil dan non-bagi hasil sama-sama diperbolehkan secara Syariah. Namun, sebagian pakar berpendapat bahwa pembiayaan non-bagi hasil, khususnya murabahah, merupakan bentuk pembiayaan sekunder yang mestinya dipergunakan sementara saja pada masa awal pertumbuhan sebelum bisa menggunakan pembiayaan bagi hasil, dan/atau porsinya semestinya tidak mendominasi pembiayaan keseluruhan. Selain itu, pandangan mainstream berpendapat bahwa bentuk pembiayaan bagi hasil-lah yang menceminkan the real islamic bank.

3. Ketiga, masalah dominasi non-bagi hasil, khususnya murabahah, merupakan masalah yang menyertai perkembangan suatu bank syariah, karena pada tahap awal pertumbuhan (formatif) bank syariah harus menghadapi berbagai masalah lain yang menyertai pertumbuhan, khususnya membangun SDI dengan paradigma baru yang sesuai dengan tuntutan Syariah. Namun apabila dibiarkan tanpa arahan, masalah ini dapat menjadi berkepanjangan, atau dianggap sebagai bukan masalah, seperti keadaan di Malaysia.

4. Keempat, masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil merupakan fenomena global yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara-negara lain yang menerapkan dual banking system maupun fully Islamic banking/financial system, namun negara yang menerapkan fully Islamic banking/financial system

Page 54: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

48

mempunyai kemungkinan lebih besar untuk dapat mengatasi masalah ini, karena perangkat dan infrastrukturnya yang mendukung. Sudan dapat digunakan sebagai contoh negara yang berhasil meningkatkan pembiayaan bagi hasil di perbankan syariahnya.

5. Sebagian pakar berpendapat bahwa masalah-masalah yang ada di perbankan syariah berawal dari satu hal pokok yaitu paradigma atau mindset para pelakunya, khususnya SDI perbankan syariah. Apabila pokok masalah ini terselesaikan sebenarnya masalah-masalah lain menjadi hilang dengan sendirinya. Contoh di Sudan menunjukkan bahwa bank yang dari awal berprinsip syariah terbukti tidak mengalami banyak kesulitan dan sukses dalam menyalurkan pembiayaan bagi hasil, sedangkan bank yang harus mengkonversi diri menjadi bank syariah, karena peraturan, tidak begitu sukses dilapangan. Perusahaan modal ventura syariah di Indonesia juga tidak mengalami kesulitan dengan bagi hasil.

6. Masalah lain yang lebih penting menurut sebagian pakar adalah masalah kemurnian pembiayaan murabahah, karena disinyalir murabahah dipraktekkan tidak sesuai dengan murabahah yang sebenarnya. Hal ini perlu segera mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.

7. Masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil, dalam penelitian ini, pada akhirnya mengerucut pada dua masalah pokok dari aspek internal perbankan dan regulasi, yaitu masalah kurangnya pemahaman dan kualitas SDI perbankan syariah dan masalah kurangnya regulasi yang mendukung. Masalah lain yang berikutnya perlu mendapat perhatian adalah dari aspek pemerintah dan institusi lain, yaitu masalah kurangnya dukungan pemerintah dan institusi terkait yang menyeluruh. Alternatif pemecahan yang diusulkan adalah meningkatkan pemahaman dan kualitas SDI serta meninjau kembali regulasi yang dirasa memberatkan, seperti aturan kolektibilitas, dan membuat aturan-aturan yang bersifat memberikan insentif untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan bagi hasil. Sementara itu, strategi kebijakan yang dianggap paling tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah di perbankan syariah adalah dengan menerapkan directed market driven strategy, dimana aturan-aturan yang dibuat bersifat mengarahkan perbankan syariah agar berjalan pada rel syariah yang benar menuju arah perkembangan yang diinginkan.

8. Kurangnya pemahaman SDI perbankan syariah terutama disebabkan karena hampir semua SDI perbankan syariah berasal dari perbankan konvensional sehingga perilaku mereka cenderung seperti perilaku seorang conventional

Page 55: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 49

bankers, bukan Islamic bankers. Selain itu, rendahnya kualitas SDI perbankan syariah, selain karena mereka datang dari bank konvensional, pada umumnya mereka tidak diberi training yang memadai sebagai bekal mereka untuk dapat bekerja dengan baik sebagai Islamic bankers.

9. Dalam masalah kurangnya regulasi yang mendukung, salah satu contoh kebijakan yang paling banyak disoroti adalah masalah ketentuan tingkat peringatan kolektabilitas bagi skim pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang tidak sama dan lebih ketat dibandingkan dengan skim-skim lain yang dirasa memberatkan bank.

10. Masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil terbukti merupakan masalah yang multi dimensi yang mencakup berbagai pihak terkait, sehingga perlu adanya kesadaran bahwa masalah ini adalah masalah bersama yang memerlukan komitmen semua pihak terkait agar penyelesaian masalah dapat dilakukan secara komprehensif, sinergis, tuntas, dan berkesinambungan.

11. Antisipasi terhadap masalah-masalah pokok yang ditemukan perlu segera dilakukan agar perkembangan pesat perbankan syariah tetap mengarah sesuai dengan arah dan tujuan pengembangan perbankan syariah yang kita inginkan bersama.

12. Dari beberapa negara yang di survey, Sudan dapat dipergunakan sebagai contoh yang dapat dipedomani oleh kalangan perbankan dan regulator di Indonesia. Bank syariah yang sukses di Sudan memiliki SDI yang benar-benar paham tentang esensi bank syariah, sehingga cara berpikir dan cara kerja mereka benar-benar sebagai Islamic bankers. Pemahaman mengenai berbagai usaha yang dibiayai bank juga mereka kuasai benar, karena mereka pada umumnya mempunyai latar belakang usahawan sebelum bekerja di bank sehingga jiwa kewirausahaan ada pada mereka. Dalam ber-murabahah bank syariah di Sudan memiliki stok barang dalam gudangnya, yang berarti bahwa mereka menjalankan murabahah secara benar. Sementara itu, regulasi yang diterapkan oleh Bank of Sudan menggunakan strategi directed market driven. Dalam skim murabahah BOS hanya memberikan batasan indikatif, yang tidak mengikat, tentang maksimum porsi pembiayaan maksimum 30% dengan margin maksimum 10%. Selain itu, aturan kolektibilitas pembiayaan bagi hasil dibuat lebih longar dari pembiayaan murabahah. Kesemua aturan-aturan ini dirancang untuk lebih memberikan insentif dalam penyaluran pembiayaan bagi hasil.

Page 56: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

50

7.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini maka ada beberapa rekomendasi yang dapat diambil yaitu:

1. Masalah dominasi pembiayaan non-bagi hasil atau rendahnya pembiayaan bagi hasil harus dilihat secara proporsional oleh semua stakeholders, termasuk regulator dalam mengeluarkan kebijakan, dengan memperhatikan semua aspek yang terkait seperti aspek kesesuaian dengan prinsip syariah, tahapan pertumbuhan bank syariah, kemurnian operasinya (termasuk kemurnian akad-akad pembiayaannya), pembangunan SDI, dan sebagainya.

2. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDI dapat dilakukan secara berjenjang, dimulai dengan jenjang jabatan yang paling atas, khususnya terkait dengan fit and proper test direktur utama yang berkesinambungan secara berkala. Fit and proper test bagi direktur perbankan harus dibedakan dengan fit and proper test bagi pimpinan bank konvensional. Dalam hal ini, tambahan ”ghirah” yang dimiliki oleh calon pimpinan utama bank syariah seharusnya dijadikan persyaratan utama. Sehingga dengan ”ghirah” yang tinggi ini komitmen yang diharapkan untuk menjalankan perbankan benar-benar sesuai dengan syariah dapat terwujud.

3. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDI perbankan syariah dapat dilakukan dalam dua strategi, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, dari sisi internal perbankan perlu untuk meningkatkan training-training kepada pegawai pada semua level jabatan, termasuk level jabatan tertinggi. Disamping itu, spesialisasi AO (Account Officer) terhadap suatu bisnis juga perlu ditingkatkan. Dalam jangka panjang, pendidikan khusus mengenai ekonomi/perbankan Islam perlu untuk digalakkan, baik dalam bentuk lembaga tersendiri yang mengkhususkan pendidikan di bidang ekonomi dan perbankan Islam, maupun pendirian jurusan ekonomi dan perbankan Islam pada istitusi pendidikan umum. Dalam hal ini, peran aktif pemerintah (c.q. Departemen Pendidikan Nasional) dan swasta yang berkecimpung dalam dunia pendidikan sangat diharapkan.

4. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDI perbankan syariah dari sisi bank sentral selaku regulator dapat dilakukan dengan memberikan batasan anggaran pendidikan minimum yang harus dikeluarkan oleh bank syariah. Selain itu pemerintah atau bank sentral dapat pula memberikan insentif dalam biaya pendidikan ini dengan cara, misalnya, setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh

Page 57: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 51

bank syariah, pemerintah atau bank sentral akan berpartisipasi sebesar satu rupiah juga, atau proporsi lain yang memungkinkan. Dapat juga bank sentral bertindak sebagai penyelenggara training, sedangkan pihak bank tinggal mengirim SDI-nya untuk ikut serta.

5. Kurangnya regulasi yang mendukung pembiayaan bagi hasil dapat disikapi dengan dua cara. Pertama, melihat kembali regulasi-regulasi yang sudah ada. Apabila terdapat regulasi yang dirasa memberatkan, menghambat, atau perlu penyempurnaan, maka perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan. Kedua, dalam perancangan regulasi yang akan dikeluarkan, perlu selalu diupayakan agar dampaknya positif terhadap peningkatan pembiayaan bagi hasil.

6. Mengenai hal pertama, ketentuan mengenai tingkatan peringatan kolektibilitas untuk pembiayaan bagi hasil perlu ditinjau kembali agar tidak memberatkan bank. Regulasi di Sudan yang lebih memberikan kelonggaran tingkat kolektibilitas untuk pembiayaan bagi hasil dan dibarengi dengan seleksi nasabah yang ketat dapat dipakai sebagai contoh.

7. Mengenai hal kedua, pihak regulator dapat mencontoh apa yang dilakukan oleh Bank of Sudan dengan memberikan target indikatif porsi maksimum pembiayaan murabahah dan memberlakukan margin maksimum pembiayaan murabahah pada level tertentu. Regulator dapat juga memberikan target indikatif porsi minimum pembiayaan bagi hasil. Target-target indikatif ini dapat dibuat secara bertahap, misalnya porsi pembiayaan non-bagi hasil maksimum 80% tahun 2006, 70% tahun 2008, dan 60% tahun 2010. Atau, porsi bagi hasil minimal mencapai 20% tahun 2006, 30% tahun 2008, dan 40% tahun 2010. Selain itu, sistem insentif dapat juga diterapkan untuk lebih memacu perbankan syariah meningkatkan porsi pembiayaan bagi hasilnya. Insentif ini bisa dalam bentuk kemudahan-kemudahan atau peningkatan tingkat kesehatan.

8. Purifikasi terhadap pelaksanaan praktek perbankan syariah merupakan agenda utama yang harus terus mendapat perhatian, kerana dengan adanya proses purifikasi ini perbankan syariah diarahkan untuk terus memperbaiki praktek-prakteknya untuk meningkatkan kemurniannya terhadap prinsip-prinsip syariah yang harus dipegang teguh (syaria compliance). Dengan meningkatnya kemurnian operasinya maka komposisi pembiayaan non-bagi hasil yang mendominasi akan terkurangi dengan sendirinya, dan pada akhirnya dapat menurunkan reputation risk.

Page 58: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

52

9. Masalah kemurnian praktek murabahah perbankan syariah di Indonesia perlu segera mendapat perhatian. Penelitian mengenai masalah ini harus segera dilakukan agar penyelesaian masalah rendahnya pembiayaan bagi hasil dapat dilakukan dengan lebih komprehensif. Hal ini perlu dilakukan karena semua persoalan yang dibawa oleh lembaga yang memiliki label syariah dapat mendatangkan reputation risk karena label kesyariahannya itu.

10. Dari sisi regulator, bahwa strategi directed market driven yang sebaiknya diterapkan. Perkembangan dan praktek perbankan syariah semestinya tidak sepenuhnya diserahkan kepada pasar, tetapi tidak juga secara ketat diatur oleh regulator, namun lebih kepada regulator yang memberikan arahan kemana perbankan syariah ini akan dikembangkan.

11. Masalah orientasi kualitas atau orientasi kuantitas juga merupakan hal yang perlu diarahkan oleh regulator. Perkembangan perbankan syariah secara kuantitas sangat diperlukan. Namun demikian, untuk menuju kepada perbankan syariah Indonesia menjadi the real islamic bank perlu juga melengkapi strategi pengembangan yang berorientasi kuantitas dengan strategi pengembangan yang berorientasi kualitas, agar perkembangan pesat perbankan syariah Indonesia tidak menuju ke arah yang tidak kita inginkan.

12. Kajian cost-benefit dan advantage-disadvantage mengenai posisi DSN diluar atau didalam bank sentral perlu dilakukan, untuk dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam mengefektifkan hubungan kerja DSN dan bank sentral. Selain itu, pemberdayaan fungsi DPS dengan membakukan wewenang, tanggung-jawab, dan hubungan kerja dengan pihak manajemen maupun DSN dan bank sentral perlu kiranya segera dilakukan.

Page 59: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 53

Daftar Pustaka

Afzal-ur-Rahman (1990), Economic Doctrines of Islam, vol. 1-3, 3rd edition, Islamic Publication Ltd., Lahore, Pakistan.

Ahmed, Ziauddin et.al. (1996), Money and Banking in Islam, International centre for Research in Islamic Econmics, King Abdul Aziz University, Jeddah and Institute of Policy Studies, Islamabad.

Algaoud, Latifa M. and Lewis, Mervyn K. (2001), Perbankan Syariah, terjemahan, Serambi, Jakarta.

Al-Omar, Fuad and Abdel-Haq, Mohammed (1996), Islamic Banking: Theory, Practice and Challenges, Oxford University Press, Karachi and Zed Books Ltd., New Jersey, USA.

Antonio, M. Syafi’i (2001), Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta.

Arifin, Zainul (1999), Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek, Alvabet, Jakarta.

Ashker, ..... (1987),

Bank Indonesia (2002), Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, Bank Indonesia, Jakarta.

Chapra, M. Umer (1985), Towards a Just Monetary System, Islamic Economics Series – 8, The Islamic Foundation, United Kingdom.

Chapra, M. Umer (2000), The Future of Economics: An Islamic Perspective, Islamic Economics Series – 21, The Islamic Foundation, United Kingdom.

Direktorat Perbankan Syariah (2004), Statistik Perbankan Syariah, beberapa penerbitan, Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta.

Direktorat Perbankan Syariah (2004), Himpunan Ketentuan Perbankan Syariah Indonesia Mei 1999 - Desember 2003, Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta.

Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (2004), Booklet Perbankan Indonesia 2004, Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta.

Khan, M. Fahim (1995), Essays in Islamic Economics, Economics Series – 19, The Islamic Foundation, United Kingdom.

Page 60: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

54

RAFA Consulting (2004), Pelatihan Dasar Perbankan Syariah, RAFA Consulting dan Bank Indonesia, Jakarta.

Saeed, Abdullah (1999), Islamic Banking and Interest: A study of the Prohibition of Riba and its Contemporary Interpretation, EJ Brill, Leiden.

Saleh, ..... (1992),

Shiddiqi, ..... (1985),

Usmani, M. Taqi (1999), An Introduction to Islamic Finance, Idaratul Ma’arif, Karachi.

Page 61: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 55

LAMPIRAN 1

PROSEDUR UNTUK MENDAPATKAN SKALA RASIO4

Misalkan A1, A2, A3, ..., An adalah n elemen suatu matriks didalam suatu hierarki. Pembandingan pasangan dari elemen-elemen (Ai, Aj) yang harus kita lakukan dicerminkan oleh A = (aij), matriks n x n, dimana i, j = 1, 2, 3, ..., n. Definisikan suatu set bobot numerik w1, w2, w3, ..., wn yang mencerminkan perbandingan yang diperoleh, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

A1 A2 An

⎥⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢⎢

=

nnn

n

n

n wwww

wwwwwwwwwwww

A

AA

A

/........./............................../......///......//

.

.

1

22212

12111

2

1

Karena setiap baris merupakan perkalian tetap dari baris pertama, maka A memiliki unit rank. Dengan mengalikan A dan vektor bobot w,

Aw = nw (1)

Untuk mendapatkan skala dari rasio matriks, sistem berikut harus dipecahkan:

(A-nI)w = 0 (2)

Dari sini jelas bahwa solusi nontrivial dapat diperoleh jika dan hanya jika det(A-nI) lenyap, contohnya, persamaan karakteristik A. Sehingga, n adalah eigenvalue dan w adalah eigenvector dari A. Apabila A memiliki unit rank, semua eigenvalue-nya adalah nol, kecuali satu. Jadi, trace dari A adalah sama dengan n.

Jika setiap entry ‘komponen’ di A dinyatakan dengan aij, maka aij = 1/aji (reciprocal property) terpenuhi, dan juga ajk = aik/aij (consistency property). Secara definisi, aii = ajj = 1 (ketika membandingkan dua elemen yang sama). Sehingga, jika kita akan meranking sejumlah n elemen, sebagai contoh, A memiliki ukuran n x n, jumlah input yang diperlukan (dari pembandingan pasangan) adalah kurang dari n2 ; yaitu hanya sama dengan jumlah komponen dari sub-diagonal bagian dari A (baca Saaty, 1994). Jadi, jika ada tiga elemen dalam suatu level tertentu dari suatu hierarki, maka hanya tiga pembandingan pasangan yang diperlukan.

4 Azis (2003), hal. 3-4.

Page 62: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

56

Namun demikian, secara umum nilai yang tepat dari wi/wj sulit diketahui karena pembandingan pasangan yang kita buat hanyalah suatu perkiraan, yang berarti bahwa masih terdapat gangguan. Meskipun reciprocal property tetap berlaku, consistency property tidak lagi berlaku. Dengan mengambil eigenvalue terbesar yang dinyatakan dengan λmax,

AP wP = λmax . wP (3)

Dimana AP adalah matriks aktual atau yang diketahui (matrik A dengan gangguan). Meskipun persamaan (1) dan (3) tidak identik, jika wP diperoleh dari memecahkan persamaan (3), matriks yang komponen-komponennya adalah wi/wj masih merupakan matriks yang konsisten; matriks ini merupakan estimasi matriks A yang konsisten, meskipun AP sendiri tidak harus konsisten. Perhatikan bahwa AP akan konsisten jika dan hanya jika λmax = n. Sepanjang nilai yang tepat dari wi/wj tidak bisa diperoleh, yang merupakan hal yang lumrah dalam kasus nyata disebabkan adanya bias dalam pembandingan, λmax akan selalu lebih besar dari atau sama dengan n (jadi, pengukur konsistensi dapat diperoleh berdasarkan pada deviasi λmax dari n).

Ketika lebih dari dua elemen dibandingkan, masalah konsistensi dapat

dihubungkan dengan kondisi transitivitas: jika 21 AA f dan 32 AA f , maka 31 AA f .

Jelaslah sudah bahwa dalam memecahkan w, asumsi transitivitas tidak mesti diperlukan; pembandingan yang dimasukkan tidak harus mencerminkan konsistensi penuh. Namun demikian, seperti telah diperlihatkan sebelumnya, matriks yang dihasilkan dan vektornya masih tetap konsisten. Vektor w yang konsisten inilah yang mencerminkan ranking prioritas dari elemen-elemen dalan setiap level. Jadi, dalam hierarki standar dengan tiga level (tujuan, kriteria, dan alternatif kebijakan), elemen-elemen pada setiap level dibandingkan sepasang-sepasang dengan memperhatikan elemen-elemen dalam level diatasnya, dan vektor yang dihasilkan untuk level dasar mencerminkan ranking dari alternatif kebijakan.

Page 63: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 57

LAMPIRAN 2

SUPERMATRIKS DALAM ANP

AHP dan ANP, keduanya menggunakan prosedur untuk mendapatkan skala rasio seperti yang telah diuraikan. Adanya pengaruh-pengaruh feedback dalam ANP membutuhkan matriks besar yang dikenal dengan supermatriks yang berisi suatu set dari sub-matriks. Supermatriks ini diharapkan dapat menangkap pengaruh dari elemen-elemen pada elemen-elemen lain dalam jaringan.

Misalkan suatu cluster dinyatakan dengan Ch, h = 1, 2, ..., N, dan diasumsikan bahwa

cluster ini memiliki elemen sejumlah nh yang dinyatakan dengan hhnhh eee ,...,, 21 ,

gambar 2.2 memperlihatkan supermatriks dari hierarki seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.2

Supermatriks dari Hierarki

Ketika level paling bawah/dasar mempengaruhi level paling atas dari suatu hierarki, bentuk jaringan holarki terbentuk. Supermatriksnya akan seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.3

Supermatriks dari Holarki

Page 64: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

58

Perhatikan bahwa komponen pada baris terakhir dan kolom dari supermatriks pada gambar 2.2 adalah matriks identitas I yang sesuai dengan adanya loop pada level dasar dari hierarki. Hal ini merupakan aspek ‘necessary’ dari suatu hierarki dipandang dari konteks supermatriks. Sementara itu, komponen dari baris pertama kolom terakhir suatu holarki pada gambar 2.3 adalah tidak nol, yang menunjukkan bahwa level paling atas tergantung kepada level yang paling bawah.

Secara umum, ketika ada pengaruh feedback, seperti pada gambar 2.1, supermatriksnya terbentuk dengan menata semua cluster dan semua elemen dalam setiap cluster secara vertikal di kiri dan secara horisontal di atas, seperti pada gambar 2.4.

Gambar 2.4

Supermatriks dari Jaringan

Komponen umum dari supermatriks di atas adalah seperti pada gambar 2.5.

Gambar 2.5

Komponen Supermatriks dari Jaringan

eN1 eN2

e21 e22

C1 C2 CNe11 e1 e21 e2 eN1e eN

W11 W12 W1N C1 e11 e12

W21 W22 W2N

WN1 WN2 WNN

W = C2

CN

Page 65: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 59

dimana i dan j menunjukkan cluster yang dipengaruhi dan mempengaruhi, dan n adalah elemen dari cluster yang bersangkutan.

Komponen dari sub-matriks dalam Wij adalah merupakan skala rasio yang diturunkan dari pembandingan pasangan yang dilakukan pada elemen di dalam cluster itu sendiri sesuai dengan pengaruhnya pada setiap elemen pada cluster yang lain (outer dependence) atau elemen-elemen dalam cluster yang sama (inner dependence)5. Hasilnya yang berupa unweighted supermatrix kemudian ditransformasikan menjadi suatu matriks yang penjumlahan dalam kolom menghasilkan angka satu (unity) untuk mendapatkan supermatriks stokastik. Bobot yang diperoleh digunakan untuk membobot elemen-elemen pada blok-blok kolom (cluster) yang sesuai dari supermatrikks, yang akan menghasilkan weighted supermatrix yang juga stokastik. Sifat stokastik diperlukan dengan alasan-alasan yang akan dijelaskan di bawah ini.

Karena suatu elemen dapat mempengaruhi elemen kedua secara langsung dan tidak langsung melalui pengaruhnya pada elemen ketiga dan kemudian dengan pengaruh dari elemen ketiga pada elemen kedua, setiap kemungkinan dari elemen ketiga harus diperhitungkan. Hal ini tertangkap dengan mengalikan matriks terbobot pangkat dua. Namun, elemen ketiga juga mempengaruhi elemen keempat, yang selanjutnya mempengaruhi elemen kedua. Pengaruh-pengaruh ini bisa diperoleh dari pangkat tiga weighted supermatrix. Selama proses berjalan secara berkesinambungan, akan didapatkan deret tak terbatas dari matriks pengaruh yang dinyatakan dengan Wk , k = 1, 2, .... Pertanyaannya adalah, jika diambil limit rata-rata dari deret dari pangkat N dari supermatriks, apakah hasilnya akan konvergen, dan, apakah limitnya unik?

Telah diperlihatkan sebelumnya bahwa limit tersebut ada apabila weighted supermatrixnya stokastik (Saaty, 2001). Terdapat tiga kasus untuk menurunkan Wk:

5 Jika cluster mempengaruhi dan dipengaruhi oleh cluster lain, pembandingan pasangan pada cluster tersebut juga harus dilakukan.

Page 66: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

60

(1) λmax = 1 adalah akar sederhana dan tidak ada lagi akar-akar tunggal yang mana apabila diketahui matriks non-negatif W adalah primitif, akan didapatkan

Tkk weW =∞→lim , yang berarti bahwa cukuplah dengan memangkatkan matriks

stokastik primitif W dengat pangkat yang besar untuk memperoleh hasil yang terbatas; (2) Ada akar-akar tunggal yang lain yang menyebabkan siklus, yang mana penjumlahan Cesaro dapat diterapkan6; dan (3) λmax = 1 adalah akar multi, yang mana formula Sylvester’s dengan λmax = 1 dapat diterapkan7. Jadi, pemangkatan supermatriks tidak akan konvergen kecuali matriksnya stokastik, karena eigenvalue terbesarnya adalah satu. Ketika konvergensi tidak dapat dicapai (kasus siklus) rata-rata dari matriks berikutnya dari keseluruhan siklus memberikan prioritas-prioritas final (Penjumlahan Cesaro), dimana limit dari siklus dalam blok dan limit yang berbeda dijumlahkan dan dirata-rata, dan sekali lagi di normalisasi ke angka satu untuk setiap cluster.8

Namun pada kenyataannya kita hanya perlu memangkatkan supermatriks stokastik dengan pangkat yang besar untuk mendapatkan prioritas terakhir dimana semua kolom dari matriks identik dan masing-masing memberikan prioritas relatif dari elemen-elemen dimana prioritas dari elemen dalam setiap cluster dinormalisasikan ke angka satu. Memangkatkan supermatriks stokastik dengan pangkat besar, berapapun, akan menghasilkan yang biasa dikenal dengan limiting supermatrix.

Jadi, dalam ANP terdapat tiga jenis supermatriks: (1) unweighted supermatrix yang asli dari eigenvector-eigenvector kolom diperoleh dari matriks pembandingan pasangan dari elemen-elemen; (2) weighted supermatrix dimana setiap blok dari eigenvector kolom dari suatu cluster dibobot dengan prioritas dari pengaruh dari cluster tersebut, yang membuat weighted supermatrix kolom stokastik; dan (3) limiting supermatrix diperoleh dengan memangkatkan weighted supermatrix dengan pangkat yang besar.

6 Penjumlahan Cesaro pada dasarnya menyatakan bahwa jika suatu deret konvergen maka deret rata-rata aritmatik yang terbentuk dari deret tersebut juga konvergen ke limit yang sama dengan deret semula (lihat Saaty, 2001). 7 James Joseph Sylvester (1814-1897), seorang penyair Inggris dan pencipta besar termonologi dalam matematika, mengembangkan formula matematika yang memungkinkan prioritas-prioritas limit dapat diperoleh dari reduksi matriks stokastik W dengan λmax = 1 merupakan root multi. 8 Dengan kata lain, limit prioritas-prioritas dari supermatriks stokastik harus dihitung sesuai dengan apakah matriksnya dapat direduksi ([siklus] primitif atau imprimitif) atau dapat direduksi dengan akar sederhana atau multi dan apakah sistemnya bersiklus atau tidak.

Page 67: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 61

LAMPIRAN 3

IDENTIFIKASI PENYEBAB DOMINASI PEMBIAYAAN NON-BAGI HASIL

Dilihat dari sisi internal bank syariah, penyebab dominasi pembiayaan non-bagi hasil antara lain:

1. Kualitas sumber daya insani (SDI) yang belum memadai untuk menangani, memproses, memonitor, menyelia, dan mengaudit berbagai proyek bagi hasil;

2. Aversion to effort, karena penanganan pembiayaan bagi hasil tidak semudah penanganan pembiayaan sekunder;

3. Berkurangnya fleksibilitas dalam penggunaan dana, karena pembiayaan bagi hasil bersifat full-equity based investment;

4. Aversion to risk karena takut kehilangan kepercayaan dari depositor ketika tingkat bagi hasil menurun;

5. Bank syariah belum dapat menanggung risiko besar, karena belum memiliki bentuk keahlian yang dibutuhkan untuk memproses, memonitor, menyelia dan mengaudit berbagai proyek bagi risiko;

6. Adverse selection, karena pengusaha yang menjalankan usaha yang menguntungkan enggan untuk membagi keuntungannya yang besar dengan bank syariah ketika pembiayaan dengan bunga masih memungkinkan; dan

7. Kompetisi ketat dengan bank konvensional memaksa bank syariah harus menyediakan pembiayaan alternatif yang berisiko lebih kecil;

8. Tidak dapat membiayai modal kerja usaha, karena fleksibilitas dari fasilitas overdraft tidak mudah ditiru menurut ketentuan Islam;

9. Tidak dapat membiayai usaha kecil, karena tidak adanya personal guarantee maupun collateral;

10. Tidak dapat membiayai proyek jangka panjang, karena rumit dan makan waktu dari sisi prosedur, kurangnya pengalaman dan keahlian SDI, dan kurangnya fleksibilitas penggunaan dana akibat modal tertanam untuk jangka waktu lama;

11. Tidak dapat membiayai proyek jangka pendek, karena tingginya risiko;

12. Keterbatasan peran bank sebagai investor (ketidakseimbangan hak-hak manajemen dan kontrol), terutama dalam hal pembiayaan mudharabah;

13. Biaya informasi yang meningkat, terutama dengan pembiayaan mudharabah;

Page 68: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

62

14. Tidak adanya buku petunjuk syariah yang lengkap dan komprehensif untuk memudahkan pelaksanaan;

15. Tidak adanya metodologi analisa dan pengukuran risiko investasi syariah untuk analisa yang lebih baik; dan

16. Tidak adanya petunjuk manajemen syariah yang lengkap dan komprehensif untuk memudahkan manajemen.

Dilihat dari sisi nasabah bank syariah, penyebab dominasi pembiayaan non-bagi hasil antara lain:

17. Sebagian nasabah penyimpan/peminjam bersifat risk averse, karena belum terbiasa dengan kemungkinan rugi dan sudah terbiasa dengan sistem bunga;

18. Moral hazard, karena pengusaha enggan menyampaikan laporan keuangan/keuntungan yang sebenarnya untuk menghindar pajak dan untuk menyembunyikan keuntungan yang sebenarnya;

19. Permintaan pembiayaan bagi hasil masih kecil dari nasabah.

Dilihat dari sisi regulasi, penyebabnya antara lain:

20. Kurangnya dukungan dari regulator, karena tidak melakukan inisiatif-inisiatif untuk mengadakan perubahan-perubahan peraturan dan institusional yang diperlukan untuk mendukung bekerjanya sistem perbankan syariah dengan baik;

21. Tidak adanya institusi pendukung untuk mendorong penggunaan bagi hasil; dan

22. Tidak adanya prosedur operasional yang seragam;

Dilihat dari sisi pemerintah dan institusi lain, penyebab dominasi pembiayaan non-bagi hasil antara lain:

23. Tidak ada kebijakan pendukung yang mendorong penggunaan pembiayaan bagi hasil untuk proyek-proyek pemerintah;

24. Perlakuan pajak yang tidak adil, yang memperlakukan keuntungan sebagai obyek pajak sedangkan bunga bebas dari pajak;

25. Pasar sekunder instrumen keuangan syariah belum ada, sehingga menyulitkan bank untuk menyalurkan atau mendapatkan akses likuiditas sesuai Syariah;

26. Hak kepemilikan yang tidak jelas, karena pembiayaan bagi hasil memerlukan adanya hak kepemilikan yang jelas dan berlaku efisien; dan

27. Tidak adanya satu kata dalam aturan-aturan syariah;

Page 69: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 63

LAMPIRAN 4 Hasil Focus Group Discussion

KELOMPOK

IDENTIFIKASI I II III IV V VI VII VIII IX Karakteristik Kelompok Responden 1 Pemahaman terhadap bank syariah baik an n n an a an an an a 2 Motivasi mentaati prinsip-prinsip syariah baik an n a an a a an an a Persepsi Responden terhadap Masalah: a. Internal 1 Pemahaman terhadap esensi bank syariah kurang aa aa aa aa aa aa aa aa aa 2 Orientasi bisnis lebih diutamakan aa aa aa aa aa aa a a a 3 Kualitas dan kuantitas SDI belum memadai aa aa a aa aa aa aa a a 4 Aversion to effort aa aa aa aa aa aa aa aa aa 5 Aversion to risk aa aa aa aa aa aa aa aa aa 6 Belum dapat menanggung risiko lebih besar a a N/A an a a a an n 7 Adverse selection aa aa an aa an an a an an 8 Kompetisi ketat dengan bank konvensional a a a an n a a an n 9 Tidak fleksibel untuk berbagai pembiayaan a a an an n n a an n 10 Keterbatasan SDI untuk manajemen dan kontrol a a N/A a a a a a a 11 Biaya informasi yang meningkat a a N/A a a a a a a 12 Bank masih menjamin dana deposan a a N/A a a a a a a a: setuju n: tidak setuju N/A: tidak ditanyakan aa: setuju dan lebih ditekankan

Page 70: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

64

Lampiran 4 Lanjutan KELOMPOK IDENTIFIKASI I II III IV V VI VII VII IX b. Nasabah

17 Pemahaman terhadap esensi bank syariah kurang aa aa aa aa aa aa aa aa aa 18 Perilaku nasabah cenderung lebih rasional dari pada a a an a a a a a a 19 Nasabah masih risk averse a a a a a a a a a 20 Moral hazards aa a an an an an a an an 21 Permintaan pembiayaan bagi hasil masih kecil a a n an n an an an an c. Regulasi

13 Kurangnya insentif untuk mendorong pembiayaan bagi hasil a a a a a a a a a 14 Kurangnya kebijakan pendukung aa aa aa aa aa aa n an an 15 Kurangnya institusi pendukung a a a a a a n an an 16 Tidak adanya prosedur operasional yang seragam a a a a a a a a a d. Pemerintah dan Institusi Lain

22 Belum adanya komitmen dan dukungan pemerintah a N/A N/A N/A N/A N/A N/A aa aa 23 Belum adanya satu kata dalam aturan-aturan syariah N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A a aa 24 Belum adanya UU perbankan syariah N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A a a 25 Belum adanya lembaga peradilan khusus syariah a a N/A a a a a a a a: setuju n: tidak setuju N/A: tidak ditanyakan aa: setuju dan lebih ditekankan

Page 71: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 65

Lampiran 4 Lanjutan KELOMPOK USULAN SOLUSI I II III IV V VI VII VIII IX a. Internal 1 Peningkatan kualitas/pemahaman SDI a a a a a 2 Pengembangan produk yang menarik a a a a a 3 Pengembangan IT pendukung a 4 Orientasi bisnis sesuai konsep bank syariah a 5 Dukungan dari pihak manajemen a b. Nasabah 6 Sosialisasi perbankan syariah dan produknya a a a a a a a a a c. Regulasi 7 Revisi aturan kolektibilitas pembiayaan bagi hasil a a a a a 8 Adanya sistem insentif a a a 9 Regulasi tegas untuk peningkatan pembiayaan bagi hasil a 10 Fit and Proper test untuk direksi harus paham bank syariah a a a 11 Fit and Proper test untuk direksi dilakukan berkala a a 12 Purifikasi skim-skim pembiayaan a 13 Standarisasi akad secara bertahap a a d. Pemerintah dan Institusi Lain

14 Lembaga Penjaminan Pembiyaan Syariah harus ada a 15 Menata fungsi, struktur, hubungan DSN, DPS, BI, Konsultan a 16 Dukungan pemerintah yang menyeluruh a a a 17 Sosialisasi perbankan syariah kepada pemerintah a 18 Konsultan dan Trainer harus memberikan arahan yang baik a a: setuju n: tidak setuju N/A: tidak ditanyakan

Page 72: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

66

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 73: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 67

LAMPIRAN 5 Hasil Indepth Interview

PAKAR

IDENTIFIKASI I II III IV V VI VII VIII IX X XI Karakteristik Kelompok Responden 1 Pemahaman terhadap bank syariah baik a a n a a a a a a a n 2 Motivasi mentaati prinsip-prinsip syariah baik a a a a a a a a a a n Persepsi Responden terhadap Masalah: a. Internal 1 Pemahaman terhadap esensi bank syariah aa

aa aa aa aa a aa aa aa aa N/A

2 Orientasi bisnis lebih diutamakan aa aa aa a aa a a aa aa a aa 3 Kualitas dan kuantitas SDI belum memadai a a aa a aa aa a aa aa a N/A

4 Aversion to effort aa aa aa a a aa aa aa aa a aa 5 Aversion to risk a aa aa aa a aa aa aa aa a aa 6 Belum dapat menanggung risiko lebih besar a n N/A a n a n a n N/A N/A

7 Adverse selection aa aa n a n aa a a aa a a 8 Kompetisi ketat dengan bank konvensional a n N/A aa a N/A n n n N/A a 9 Tidak fleksibel untuk berbagai pembiayaan N/A n a N/A N/A N/A n n n N/A N/A

10 Keterbatasan SDI untuk manajemen dan a a N/A a a a a a a N/A N/A

11 Biaya informasi yang meningkat N/A a N/A a N/A a N/A N/A N/A N/A N/A

12 Bank masih menjamin dana deposan a a N/A a N/A N/A N/A a N/A N/A N/A

a: setuju n: tidak setuju N/A: tidak aa: setuju dan lebih ditekankan

Page 74: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

68

Lampiran 5 Lanjutan PAKAR IDENTIFIKASI I II III IV V VI VII VIII IX X XI b. Nasabah

17 Pemahaman terhadap esensi bank syariah aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa a 18 Perilaku nasabah cenderung lebih rasional a a a a a a a a a a aa 19 Nasabah masih risk averse a a N/A a a a a a a N/A a 20 Moral hazards aa n n a n aa a a aa N/A a 21 Permintaan pembiayaan bagi hasil masih a n N/A N/A n N/A n n n N/A a c. Regulasi

13 Kurangnya insentif untuk mendorong aa a N/A a a a a a a a N/A 14 Kurangnya kebijakan pendukung a a aa n a aa aa aa aa aa aa 15 Kurangnya institusi pendukung a a a n a a a a a N/A N/A 16 Tidak adanya prosedur operasional yang a a N/A a a a N/A a a N/A N/A d. Pemerintah dan Institusi Lain

22 Belum adanya komitmen dan dukungan N/A a a n a a a a a a N/A 23 Belum adanya satu kata dalam aturan-aturan a a N/A N/A N/A N/A N/A a a N/A N/A 24 Belum adanya UU perbankan syariah N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 25 Belum adanya lembaga peradilan khusus a a N/A N/A N/A N/A N/A a N/A N/A N/A a: setuju n: tidak setuju N/A: tidak aa: setuju dan lebih ditekankan

Page 75: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 69

Lampiran 5 Lanjutan PAKAR USULAN SOLUSI I II III IV V VI VII VIII IX X XI a. Internal 1 Peningkatan kualitas/pemahaman SDI a a a a a a a 2 Pengembangan produk yang menarik dan simpel a a 3 Pengembangan IT pendukung a 4 Orientasi bisnis sesuai konsep bank syariah a 5 Dukungan dari pihak manajemen a a a 6 Transparan dan fair dengan nasabah a 7 Edukasi (mindset swiching) Direksi berkelanjutan a a a a a a a b. Nasabah 8 Sosialisasi/edukasi perbankan syariah dan produknya a a a a a a c. Regulasi 9 Revisi aturan kolektibilitas pembiayaan bagi hasil a a a

10 Revisi inkonsistensi aturan secara proaktif a 11 Positifisasi fatwa-fatwa DSN a 12 Adanya sistem insentif (reward and punishment) a a a 13 Regulasi tegas untuk peningkatan pembiayaan bagi a a a 14 Purifikasi skim-skim pembiayaan a a d. Pemerintah dan Institusi Lain

15 Lembaga Penjaminan Pembiyaan Syariah harus ada a a 16 Menata fungsi, struktur, hubungan DSN, DPS, BI, a a a 17 Dukungan pemerintah yang menyeluruh a a: setuju n: tidak setuju N/A: tidak ditanyakan

Page 76: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

70

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 77: 2004 12 WP Dominasi Pembiayaan Nonbagihasil Di Perbankan Syariah Indonesia

Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil 71

LAMPIRAN 6

CONTOH PENGISIAN KUESIONER DENGAN SKALA NUMERIK

Skala Penilaian Verbal Skala numerik Amat sangat lebih besar pengaruhnya 9 8 Sangat lebih besar pengaruhnya 7 6 Lebih besar pengaruhnya 5 4 Sedikit lebih besar pengaruhnya 3 2 Sama besar pengaruhnya 1

Sebagai contoh, empat elemen dalam cluster “aspek” dipasang-bandingkan dilihat dari sisi pencapaian tujuan, sehingga pertanyaan untuk membandingkan aspek ‘internal bank syariah’ dan ‘nasabah’ menjadi:

“Dalam rangka memecahkan masalah RENDAHNYA PEMBIAYAAN BAGI HASIL, dari kedua ASPEK dibawah ini mana yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan), dan berapa besar perbedaannya” Lebih besar pengaruhnya daripada dengan skala Internal bank syariah 9 8 7 6 5 4 3 2 1

(equal) 2 3 4 5 6 7 8 9 Nasabah

Lebih kecil pengaruhnya daripada dengan skala

Apabila aspek ‘internal bank syariah’ sangat lebih besar pengaruhnya dari pada aspek ‘nasabah’ maka responden memilih angka 7 pada sisi kiri. Apabila aspek ‘nasabah’ sedikit lebih besar pengaruhnya dari pada aspak ‘internal bank syariah’ maka responden memilih angka 3 pada sisi kanan.

Angka-angka yang diperoleh dari hasil kuesioner masing-masing responden kemudian dipergunakan dalam sintesis ANP untuk menghasilkan tiga supermatrix yang akan memberikan prioritas masalah, alternatif pemecahan masalah dan pilihan strategi kebijakannya.