2 tinjauan pustaka sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan...
TRANSCRIPT
8
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kappaphycus alvarezii
Kappaphycus alvarezii merupakan rumput laut kelas Rhodophyceae
penghasil kappa karaginan. Dalam dunia perdagangan, rumput laut jenis ini lebih
dikenal dengan nama Eucheuma cottonii atau cottonii saja. Klasifikasi
Kappaphycus alvarezii menurut Atmadja et al. (1996) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieraceae
Genus : Kappaphycus
Spesies : Kappaphycus alvarezii
Ciri fisik Kappaphycus alvarezii yaitu mempunyai thallus silindris,
permukaan licin, kartilogineous, warna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah.
Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini
merupakan suatu proses adaptasi kromatik, yaitu penyesuaian antara proporsi
pigmen dengan kualitas pencahayaan. Penampakan thallus bervariasi mulai
bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang,
agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke
berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah
basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk
rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar
matahari (Atmadja et al. 1996). Rumput laut Kappaphycus alvarezii dapat dilihat
pada Gambar 2.
9
Gambar 2 Kappaphycus alvarezii (Sumber : koleksi pribadi).
Kandungan utama rumput laut segar adalah air yang mencapai 80-90%,
sedangkan kadar protein dan lemaknya sangat kecil. Walaupun kadar lemaknya
sangat rendah, tetapi susunan asam lemaknya sangat penting bagi kesehatan.
Lemak rumput laut mengandung asam lemak omega 3 dan 6 dalam jumlah yang
cukup tinggi (Winarno 1990). Komposisi kimia Kappaphycus alvarezii dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia Kappaphycus alvarezii
Komponen Persentase (% db)
Karbohidrat 57,52
Protein 3,46
Lemak 0,93
Air 16,05
Serat kasar 7,08
Sumber : Yunizal (2004)
2.2 Karaginan
Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium,
natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa
kopolimer. Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linier dengan berat
molekul di atas 100 kDa. Karaginan berfungsi sebagai stabilisator, bahan
pengental, pembentuk gel atau pengemulsi dalam bidang industri (Winarno 1990).
Spesifikasi standar mutu karaginan dapat dilihat pada Tabel 2.
10
Tabel 2 Spesifikasi standar mutu karaginan
Kriteria Konsentrasi
Abu total ≤ 35%
Abu tak larut asam ≤ 1%
Sulfat 18-40% (db)
Viskostas (1,5% pada 75oC ) ≥ 5 cPs
Susut pengeringan Max. 12%
Timah Max. 10 ppm (0,001%)
As Max. 3 ppm (0,0003%)
Timbal Max. 40 ppm (0,004%)
Sumber : FCC (1981), diacu dalam Glicksman (1983)
Kappa karaginan terutama dihasilkan dari rumput laut
Kappaphycus alvarezii. Kappa karaginan tersusun atas (1,3)-D-galaktosa-4-sulfat
dan (1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Kappa karaginan juga mengandung
D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya
gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan
pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat
menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman
molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1990). Struktur
kimia kappa, iota, dan lamda karaginan dapat dilihat pada Gambar 3.
11
Gambar 3 Struktur kimia kappa, iota dan lamda karaginan (Viana et al. 2004).
Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu
D-glukosa dan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-D-galaktosa.
Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali
seperti kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan
6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat
dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1990).
Lamda karaginan tersusun atas ikatan 1,3-D-galaktosa-2-sulfat dan
1,4-D-galaktosa-2,6-disulfat. Lamda karaginan berbeda dengan kappa dan iota
karaginan karena memiliki sebuah residu disulfat α-(1,4)-D galaktosa. Lamda
karaginan yang terekstraksi oleh alkali kuat akan menjadi teta karaginan
(θ-karaginan) dengan melepas 6-sulfat dari ikatan 1,4-D-galaktosa-2,6-disulfat
untuk membentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa (Glicksman 1983).
2.2.1 Kelarutan
Karakteristik kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh sejumlah
faktor penting antara lain tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran ion tandingan
dan zat-zat terlarut lain. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat
hidrofilik sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Karaginan
Kappa karaginan karaginan
Iota karaginan
Lamda karaginan
12
jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat
menetralkan 3-6 anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik. Karaginan jenis
kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus
3-6 anhidro-D-galaktosa (Towle 1973).
Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam
dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara
jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam
bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas
untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium
lebih mudah larut. Lamda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis
garamnya (Winarno 1990). Perbedaan kelarutan kappa, iota dan lamda karaginan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Daya kelarutan kappa, iota dan lamda karaginan
Medium Kappa Iota Lamda
Air panas Larut di atas suhu
60 oC*
Larut di atas suhu
70 oC
Larut di atas suhu
60 oC*
Larut di atas suhu
70 oC
Larut
Air dingin Garam natrium larut
Garam K, Ca, dan NH4
tidak larut
(mengembang)
Garam natrium larut
Garam Ca memberi
dispersi thixotropic
Semua garam
larut
Susu panas Larut Larut Larut*
Susu dingin Tidak larut Tidak larut Larut*
Larutan gula pekat Larut panas Sukar larut Larut panas
Larutan garam
pekat
Tidak larut Larut panas Larut panas
Sumber : Glicksman (1983) *Winarno (1990)
13
2.2.2 Viskositas
Wicaksono (1999) menyatakan bahwa viskositas adalah daya aliran
molekul dalam sistem larutan. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat
dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan
koloid. Pada dasarnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan
gesekan antar dua lapisan molekul yang berdekatan. Viskositas yanng tinggi dari
suatu bahan disebabkan karena gesekan internal yang besar sehingga cairannya
mengalir.
Pendinginan kappa dan iota karaginan akan meningkatkan viskositas,
khususnya jika mendekati suhu pembentukan gel dan adanya kation K+ dan Ca2+
karena mulai terjadi interaksi antar rantai-rantai polimer. (Guiseley et al. 1980).
2.2.3 Pembentukan gel
Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan
silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi
bersambungan. Jala ini kemudian menangkap atau mengimobilisasikan air di
dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini
beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel
mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis (Fardiaz (1989).
Kappa karaginan dan iota karaginan merupakan fraksi yang mampu
membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan
dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Jika diteruskan, ada kemungkinan
proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil
melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989). Mekanisme
pembentukan gel karaginan dapat dilihat pada Gambar 4.
14
Gambar 4 Mekanisme pembentukan gel karaginan (Glicksman 1983).
Ion monovalen yaitu K+, NH4+, Rb+, dan Cs+ membantu pembentukan gel
karaginan. Kappa karaginan akan membentuk gel yang paling kuat dengan sifat
gel yang keras dan elastis. Iota karaginan membentuk gel yang kuat dan stabil bila
ada ion Ca2+ (Glicksman 1983).
2.2.4 Stabilitas pH
Karaginan akan stabil pada pH 7 atau lebih, tetapi pada pH yang rendah
stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Penurunan pH akan
menyebabkan hidrolisis polimer karaginan mengakibatkan turunnya viskositas
dan kemampuan pembentukan gel (Glicksman 1983). Stabilitas jenis karaginan
yang disebabkan oleh perubahan pH disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Stabilitas jenis karaginan pada pH alkali dan asam
Stabilitas Kappa Iota Lamda
Pada pH netral dan
alkali
Stabil Stabil Stabil
Pada pH asam (3,5) Terhidrolisis dalam
larutan ketika dipanaskan.
Stabil dalam bentuk gel
Terhidrolisis dalam
larutan. Stabil
dalam bentuk gel
Terhidrolisis
Sumber : Glicksman (1983)
Pendinginan Pemanasan
Pendinginan
Pemanasan
15
2.2.5 Pembuatan karaginan
Proses pembuatan karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan
bahan baku, ekstraksi karaginan dengan menggunakan bahan pengekstrak,
pemurnian, pengeringan dan penepungan.
1. Penyiapan bahan baku
Rumput laut hasil panen dicuci dengan menggunakan air bersih untuk
menghilangkan lumpur, karang, pasir, kerang, serta benda asing lainnya. Rumput
laut yang telah bersih kemudian direndam agar proses ekstraksi mudah dilakukan
karena perendaman dapat membengkakkan sel-sel dinding rumput laut.
2. Ekstraksi
Ekstraksi karaginan dilakukan pada suhu didih air, yaitu 90-95 oC selama
1-5 jam. Volume air yang digunakan untuk ekstraksi berkisar antara 20-40 kali
berat rumput laut. Larutan alkali yang digunakan dapat menghasilkan rumput laut
yang bersih dengan kadar air yang rendah sehingga dapat mencegah terjadinya
degradasi kimia dan biologi serta dapat meningkatkan rendemen karaginan yang
dihasilkan (Asmorowati 2001).
3. Penyaringan
Penyaringan adalah salah satu unit proses dimana komponen solid tidak
terlarut dalam suspensi solid-likuid, dipisahkan dari komponen likuidnya dengan
melewatkan suspensi tersebut melalui suatu membran yang dapat menahan solid
di permukaannya (Rozi 2007).
4. Pemurnian
Proses pemurnian dilakukan dengan cara pengendapan (presipitasi). Pada
proses ini karaginan akan mengendap dan memisah dari komponen lainnya.
Proses pemurnian dapat dilakukan dengan cara menambahkan KCl, alkohol atau
pembekuan. Penambahan alkohol pada filtrat dapat menyebabkan terbentuknya
serat-serat koagulan yang selanjutnya dipisahkan dengan menggunakan sentrifus
atau penyaring halus (McHugh 2003).
5. Pengeringan dan penepungan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan
dengan memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan oleh media pengering yang biasanya berupa
16
udara. Ada dua cara pengeringan, yaitu pengeringan dengan penjemuran dan
pengeringan dengan alat pengering (Rozi 2007). Pengeringan menggunakan oven
dilakukan pada suhu 60 oC (Istini dan Zatnika 1991). Penepungan dilakukan
dengan cara menghaluskan karaginan kering yang dihasilkan. Nasution (2007)
menjelaskan bahwa penepungan bertujuan untuk memperluas permukaan
karaginan sehingga akan mempermudah proses pelarutan karaginan.
2.2.6 Aplikasi karaginan
Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil),
thickener (bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini
banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat,
pasta gigi dan industri lainnya (Winarno 1990). Penggunaan karaginan dalam
pengolahan pangan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu untuk produk-produk
berbahan dasar air dan produk-produk berbahan dasar susu. Penggunaan
karaginan dalam produk pangan berbahan dasar air dan susu dapat dilihat pada
Tabel 5 dan 6.
17
Tabel 5 Penggunaan karaginan dalam produk pangan berbahan dasar air
Produk Fungsi Jenis Karaginan Konsentrasi
(%)
Dessert Gel Gelasi Kappa + iota
Kappa + iota + locus bean
gum (LBG)
0,5-1,0
Jeli rendah kalori Gelasi Kappa + iota
Kappa + galaktomanan
0,5-1,0
Pakan hewan
kalengan
Stabilisasi lemak,
pengental
Kappa + LBG 0,2-1,0
Sirup Suspensi, bodying Kappa + lamda 0,3-0,5
Minuman serbuk
bercitarasa buah
Bodying Sodium kappa, lamda 0,3-0,5
Pizza, saus barbecue Bodying Kappa 0,2-0,5
Susu imitasi Bodying Iota, lamda 0,03-0,06
Puding (non dairy) Pemantap emulsi Kappa 0,1-0,3
Pasta gigi Pengikat Sodium kappa, iota, lamda 0,8-1,2
Lotions Bodying Sodium kappa, iota, lamda 0,2-1,0
Cat air Suspensi Kappa + galaktomanan,
iota
0,15-0,5
Sumber : McHugh (1987)
2.3 Edible Film
Edible film adalah lapisan tipis dan kontinu yang dibuat dari bahan yang
dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan atau diletakkan di antara
komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat terhadap transfer massa
(misalnya oksigen, kelembaban, lipida, zat terlarut), sebagai agen pembawa bahan
tambahan pangan, dan atau untuk meningkatkan penanganan makanan
(Donhowe dan Fennema 1994).
18
Pada awalnya, fungsi edible film adalah untuk mencegah kehilangan
kelembaban pada buah segar atau untuk mengurangi absorbsi oksigen pada buah
yang pada akhirnya dapat menekan laju respirasi. Film kemudian digunakan untuk
menstabilkan gradien aktivitas air dan mempertahankan berbagai sifat tekstural
yang dimiliki oleh komponen bahan pangan yang berbeda-beda
(Donhowe dan Fennema 1994).
Tabel 6 Penggunaan karaginan dalam produk pangan berbahan dasar susu
Produk Fungsi Jenis Karaginan Konsentrasi (%)
Frozen dessert :
Es krim/es susu Mencegah pembentukan
whey, mengontrol pencairan
Kappa 0,01-0,03
Produk susu pasteurisasi :
Coklat, citarasa
buah
Susu skim
Campuran krim
untuk keju
’cottage’
Suspensi, bodying
Bodying
Daya lekat
Kappa
Kappa, Iota
Kappa
0,025-0,035
0,025-0,035
0,02-0,035
Produk susu sterilisasi :
Coklat
Formula susu bayi
Suspensi, bodying
Stabilisasi lemak dan protein
Kappa
Kappa
0,01-0,035
0,02-0,04
Milk Gels :
Puding
Puding dingin
Ready to eat
desserts
Gelasi
Pengental, gelasi
Mengendalikan sineresis
Kappa, kappa + iota
Kappa, iota, lamda
Iota
0,2-0,3
0,2-0,5
0,1-0,2
Cold prepared milks :
Susu instan
Shakes
Suspensi, bodying
Suspensi, bodying
Lamda
Lamda
0,1-0,2
0,1-0,2
Susu asam :
Yoghurt Bodying Kappa + locus bean gum 0,2-0,5
Sumber : McHugh (1987)
Komponen edible film dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
hidrokoloid, lipida dan campurannya (komposit). Hidrokoloid yang cocok di
19
antaranya adalah protein, derivat selulosa, pati, alginat, pektin dan polisakarida
lainnya. Lipida yang cocok adalah lilin, asil gliserol dan asam lemak. Film
campuran atau komposit dapat berbentuk bilayer, dimana lapisan yang satu adalah
hidrokoloid dan lapisan lainnya adalah lipida (Donhowe dan Fennema 1994).
Edible film dari hidrokoloid mempunyai kelebihan yaitu dapat mencegah
reaksi deteriorasi pada produk pangan dengan jalan menghambat gas-gas reaktif,
terutama oksigen dan karbondioksida (Arpah 1997Film hidrokoloid umumnya
mudah larut dalam air sehingga sangat menguntungkan dalam penggunaannya,
terutama pada produk pangan yang memerlukan perebusan atau pemasakan
terlebih dahulu (Arpah 1997). Polimer hidrokoloid yang digunakan sebagai edible
film dapat berupa protein, karbohidrat atau turunan dari keduanya. Salah satu
bahan edible film dari karbohidrat adalah karaginan. Suryaningrum et al. (2005)
menyatakan bahwa sifat karaginan yang dapat membentuk gel dan elastis, dapat
dimakan serta dapat diperbarui merupakan alasan yang mendukung
penggunaannya sebagai bahan baku edible film. Karaginan juga mengandung serat
makanan yang baik untuk pencernaan sehingga penggunaannya sebagai edible
film dapat memberikan nilai tambah bagi edible film yang dihasilkan.
Suryaningrum et al. (2005) telah melakukan penelitian untuk
menghasilkan edible film dari kappa karaginan dengan perbandingan antara
tepung kappa karaginan dan plasticizer (tepung tapioka) adalah 2:1.
Cha et al. (2002) meneliti pengaruh penambahan bahan antimikroba pada edible
film kappa karaginan untuk menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen.
Konsentrasi tepung kappa karaginan yang digunakan dalam penelitiannya adalah
1% dengan penambahan gliserol dan polietilen glikol sebagai plasticizer. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa edible film kappa karaginan yang ditambah
dengan agen antimikroba memiliki nilai tensile strength (kuat tarik) dan persen
pemanjangan yang lebih rendah dibandingkan kontrol (tanpa penambahan agen
antimikroba).
Larotonda (2007) juga telah meneliti pengaruh penambahan tepung
karaginan berbagai konsentrasi pada edible film dari tepung Quercus suber.
Penelitiannya memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung
20
karaginan yang ditambahkan, maka nilai tensile strength (kuat tarik) dan persen
pemanjangan edible film tersebut juga semakin tinggi. Peningkatan konsentrasi
tepung karaginan juga menyebabkan meningkatnya transparansi film yang
dihasilkan.
Komponen penyusun edible film yang cukup besar adalah plasticizer.
Plasticizer secara umum dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap
air dan zat terlarut. Penambahan plasticizer juga dapat meningkatkan elastisitas
dan daya kohesi film. Larotonda (2007) menyebutkan bahwa plasticizer yang
umumnya ditambahkan pada edible film adalah poliol (gliserol, sorbitol, polietilen
glikol 400), mono-, di-, atau oligosakarida, lipida dan turunannya.
Pengaruh berbagai plasticizer pada edible film tepung Quercus suber
dengan penambahan tepung kappa karaginan telah diteliti oleh Larotonda (2007).
Plasticizer yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu plasticizer hidrofilik dan
hidrofobik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plasticizer hidrofilik memiliki
nilai tensile strength (kuat tarik), persen pemanjangan dan transparansi yang lebih
tinggi dibandingkan plasticizer hidrofobik. Larotonda (2007) menyatakan bahwa
gliserol merupakan plasticizer hidrofilik yang paling cocok diaplikasikan pada
edible film tepung Quercus suber dengan penambahan tepung kappa karaginan.
2.4 Aplikasi Edible Film dalam Bidang Pangan
Aplikasi edible film pada produk pangan didasarkan pada sifat-sifat
proteksi dari pengemas tersebut, dalam hal ini adalah memperpanjang umur
simpan melalui pencegahan reaksi-reaksi deteriorasi produk pangan (Arpah 1997).
Bahan yang sering ditambahkan pada edible film antara lain antimikroba,
antioksidan, flavor, pewarna, dan plasticizer.
Edible film telah lama digunakan sebagai bahan pengemas pada produk
pangan seperti daging, ayam, dan hasil perikanan. Edible film juga mampu
menghambat kehilangan senyawa-senyawa volatil dan mencegah kontaminasi bau
dari luar pada produk daging, ayam atau perikanan.
Ismudiyati (2003) telah melakukan penelitian mengenai kemampuan
edible coating kappa karaginan semi refined pada fillet ikan patin. Penelitiannya
menunjukkan bahwa pemberian edible coating dapat menghambat pertumbuhan
21
mikroba pada fillet ikan patin. Fillet ikan patin yang diberi coating mengandung
total mikroba sebanyak 1,5 x 106 kol/g sedangkan fillet ikan patin tanpa coating
mengandung total bakteri sebanyak 2 x 107 kol/g pada hari penyimpanan ke-10.
Edible film juga mampu menghambat pertumbuhan kapang pada produk
pangan. Penelitian Honesty (2003) menunjukkan bahwa aplikasi edible film
kitosan pada dodol rumput laut dapat mencegah pertumbuhan kapang sampai hari
ke-15 (tidak ditemukan kapang). Pada produk dodol rumput laut yang dikemas
menggunakan kertas ditemukan kapang sebanyak 6 x 102 kol/g pada hari ke-15.