2. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (carlson 1977)....

27
10 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Perairan Waduk Waduk berdasarkan kedalamannya, dibagi atas dua jenis waduk yaitu waduk dangkal, dengan rata-rata kedalaman kurang dari 15 m dan waduk dalam dengan rata-rata kedalaman lebih besar dari 15 m (Purnomo et al. 1993). Sesuai dengan kriteria kedalaman waduk, maka Waduk Cirata merupakan waduk yang dalam, dengan kedalaman rata-rata sekitar 34,9 m (Prihadi 2004). Karakteristik perairan Waduk Cirata secara rinci ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik perairan Waduk Cirata Karakteristik Waduk Cirata - Luas Daerah Tangkapan Air (catchment area) (Km 2 ) 4.061 - Tinggi bendungan (m) 125 - Ketinggian dari permukaan laut 200* - Volume waduk (juta m 3 ) 1.927 - Fungsi Multi fungsi - Luas permukaan (ha) 6.200 - Kedalaman rata-rata (m) 34,9 * - Kedalaman maksimum 106* - Volume efektif (juta m 3 ) 784,9 - Pengelola (management) PT PJB Sumber: Loebis dan Sariman (2003); * Prihadi (2004); Chapman (1992) menjelaskan besarnya fluktuasi tinggi muka air waduk tergantung pada siklus penyimpanan dan pembuangan air waduk dan siklus ini berkaitan dengan kondisi iklim dan ketentuan penggunaan air. Pada waduk, bagian tata airnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman, luas, debit inflow/outflow waktu tinggal air diketahui dengan pasti (Balingka 2006). Di sisi lain, parameter fisika dan kimia perairan waduk dapat mengalami perubahan akibat masuknya bahan cemaran ke waduk. Perubahan kondisi fisika dan kimia perairan dapat membahayakan kehidupan dalam perairan tersebut, terjadinya stratifikasi suhu perairan, kandungan oksigen, pH, amonia.

Upload: doantu

Post on 12-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

10

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Perairan Waduk

Waduk berdasarkan kedalamannya, dibagi atas dua jenis waduk yaitu

waduk dangkal, dengan rata-rata kedalaman kurang dari 15 m dan waduk dalam

dengan rata-rata kedalaman lebih besar dari 15 m (Purnomo et al. 1993). Sesuai

dengan kriteria kedalaman waduk, maka Waduk Cirata merupakan waduk yang

dalam, dengan kedalaman rata-rata sekitar 34,9 m (Prihadi 2004). Karakteristik

perairan Waduk Cirata secara rinci ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik perairan Waduk Cirata

Karakteristik Waduk Cirata

- Luas Daerah Tangkapan Air (catchment area) (Km2) 4.061

- Tinggi bendungan (m) 125

- Ketinggian dari permukaan laut 200*

- Volume waduk (juta m3) 1.927

- Fungsi Multi fungsi

- Luas permukaan (ha) 6.200

- Kedalaman rata-rata (m) 34,9 *

- Kedalaman maksimum 106*

- Volume efektif (juta m3) 784,9

- Pengelola (management) PT PJB

Sumber: Loebis dan Sariman (2003); * Prihadi (2004);

Chapman (1992) menjelaskan besarnya fluktuasi tinggi muka air waduk

tergantung pada siklus penyimpanan dan pembuangan air waduk dan siklus ini

berkaitan dengan kondisi iklim dan ketentuan penggunaan air. Pada waduk,

bagian tata airnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume,

kedalaman, luas, debit inflow/outflow waktu tinggal air diketahui dengan pasti

(Balingka 2006).

Di sisi lain, parameter fisika dan kimia perairan waduk dapat mengalami

perubahan akibat masuknya bahan cemaran ke waduk. Perubahan kondisi fisika

dan kimia perairan dapat membahayakan kehidupan dalam perairan tersebut,

terjadinya stratifikasi suhu perairan, kandungan oksigen, pH, amonia.

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

11

Jumlah P yang dibuang dari danau ditentukan dari buangan air di daerah

bendungan menggunakan total buangan air setiap bulan dikalikan dengan

kosentrasi P. Jumlah beban TP di dalam danau dihitung dari kosentrasi rata-rata

TP dikalikan dengan volume danau. Volume danau dihitung menggunakan data

tampungan air harian (daily water stage) yaitu data air masuk dan keluar dari

danau setiap hari (An & Kim 2003).

Waduk yang mempunyai waktu tinggal air yang pendek yakni kurang dari

17 hari, maka nutrien P akan lebih cepat tercuci (terbuang) dari dalam waduk

melalui aliran ke luar waduk (outflow) (An & Kim 2003).

2.2. Eutrofikasi dan Status Tropik Perairan

2.2.1. Eutrofikasi

Eutrofikasi dapat diartikan sebagai suatu penomena pengkayaan nutrien

di perairan (Mason 2002; Tarczynska 2004; Sheng et al. 2006), berupa bahan

anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan meningkatnya

produktivitas primer perairan. Nutrien yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor.

(LWSB 2006) tingkat eutrofikasi di danau umumnya ditentukan dari perubahan

konsentrasi fosfor, kecerahan dan kandungan klorofil-a yang mempengaruhi

perkembangan alga.

Eutrofik merupakan bagian dari sistem trofik yang mempunyai potensi

konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut

Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal, (2) kandungan bahan organik

tersuspensi dan di dasar perairan berlimpah, (3) kandungan fosfor, kalsium,

nitrogen berlimpah dan bahan humus sedikit, (4) kandungan oksigen terlarut di

lapisan dalam rendah terutama pada waduk yang mengalami stratifikasi, (5)

tanaman air tingkat tinggi berlimpah, (6) plankton secara kuantitatif besar, secara

kualitatif bervariasi, umumnya terjadi blooming, dan (7) produktivitas primernya

lebih besar dari 750 mg/m3/hari, tingkat kesadahannya tinggi (kandungan Ca dan

Mg lebih besar dari 22 mg/l, dan maksimum 50 mg/l).

Menurut Kim et al. (2001) eutrofikasi diketahui secara luas sebagai

penyebab memburuknya kualitas air di Korea Selatan. Hasil penenlitian yang

dilakukan pada sebagian besar waduk di Korea Selatan salama musim panas

menunjukkan bahwa Microcystis merupakan suatu indikator eutrofikasi yang

terjadi akibat aktivitas antropogenik. Pada waktu musim panas terjadi blooming

Cyanobacteria di daerah hulu waduk akibat adanya runoff air yang tinggi (high

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

12

storm water runoff), sedangkan eutrofikasi di daerah hilir waduk blooming

Cyanobacteria terjadi setiap tahun disaat laju aliran air lambat dan temperatur

tinggi.

Dampak eutrofikasi terhadap ekosistem dan permasalahan bagi manusia

dapat dijelaskan secara rinci. Mason (2002) menjelaskan bahwa dampak

terhadap ekosistem dibagi menjadi lima bagian yaitu: (1) menurunnya

keanekaragaman spesies dan diganti oleh biota yang dominan; (2) meningkatnya

biomassa flora dan fauna; (3) meningkatnya kekeruhan; (4) meningkatnya laju

sedimentasi, sehingga memperpendek umur (lifespan) danau; dan (5)

berkembangnya kondisi kekurangan oksigen (anoxic). Sedangkan permasalahan

eutrofikasi bagi manusia yaitu (1) air dapat membahayakan bagi kesehatan; (2)

nilai manfaat air menjadi menurun; (3) meningkatkan vegetasi yang dapat

menghambat aliran air dan navigasi; (4) secara komersial punahnya spesies ikan

penting; dan (5) pengolahan air minum menjadi sulit dan air tidak dapat

dikonsumsi karena terjadi perubahan rasa dan bau.

Kelimpahan Cyanobacteria terjadi karena beban nutrien yang tinggi, rasio

nitrogen dan fosfor rendah, kondisi air yang hangat, dan kurangnya pemangsa

(grazers) plankton yang berukuran besar seperti Daphnia (Mason 2002).

Menurut Essink (2006) meningkatnya jumlah nutrien, berpengaruh

terhadap perubahan rasio nutrien yang mengakibatkan terjadinya red tide,

blooming fitoplankton dan kekurangan oksigen.

Efisiensi pemanfaatan nutrien tergantung pada faktor yang saling

mempengaruhi terhadap kondisi perkembangan produsen primer. Oleh karena

itu, total produksi biomassa yang dihasilkan merupakan tingkat produsen primer,

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Grazing fitoplankton oleh zooplankton

(produsen tingkat dua) dan pemangsaan oleh ikan (kosumen tingkat tiga)

merupakan dasar sistem transfer nutrien (terutama karbon) dalam perairan

danau. Efisiensi sistem tergantung pada dua faktor, (1) jumlah biomassa yang

terbentuk pada tingkat produsen primer, dan (2) komposisi jenis yang

menentukan efisiensi grazing dan jumlah maupun kualitas ikan dalam sistem

akhir rantai makanan internal. Dengan matinya organisme perombak pada

tingkat pertama, kedua, dan ketiga mengakibatkan terganggunya sistem siklus

nutrien dalam perairan danau.

Dalam perairan waduk terjadinya arus akibat pengaruh angin dan

terbentuknya lapisan termoklin sebagai pengendali utama distribusi panas secara

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

13

Input hara Eksterna

Produsen primer

Cahaya

Pencampuran dan stratafikasi

Suhu

Morfologi

Perubahan produktivitas primer dan biomassa (klorofil; karbon;

Grazin Produsen sekunder

PemangsaaIkan

Perombakan

Perubahan kecerahan perairan

Perubahan kadar oksigen pada lapisan hipolimnion

Sirkulasi kembali nutrien dan logam; timbulnya gas dari dasar perairan

Penyebab Akibatnya

Gambar 2 Hubungan sebab akibat terjadinya eutrofikasi (Chapman 1992)

Sirkulasi hidraulik

vertikal, bahan-bahan terlarut, dan nutrien dalam kolom air. Memahami tentang

hidrodinamika danau maupun waduk adalah penting untuk pengelolaan

sumberdaya air dan stratafikasi suhu juga sangat penting dalam kaitan dengan

pola waktu pengadukan (mixing) di dalam danau dan waduk (Elci 2008).

2.2.2. Status Tropik Perairan

Tingkat kesuburan perairan waduk akan menentukan pola

pengelolaannya. Perairan waduk yang terlalu subur dapat menurunkan produksi

perikanan serta dapat menimbulkan perkembangan gulma air yang sangat cepat

(Purnomo et al. 1993). Perairan waduk berdasarkan tingkat kesuburannya

dikelompokkan atas perairan oligotrofik (kurang subur), perairan mesotrofik (agak

subur), dan perairan eutrofik (sangat subur). Secara rinci ciri yang membedakan

status trofik perairan waduk dijelaskan dalam Tabel 2.

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

14

Tabel 2 Karakteristik status trofik perairan waduk

Parameter Status trofik

Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hipertrofik

Rata-rata total N (μg/l) 661 753 1875 tinggi

Rata-rata total P (μg/l) 8,0 26,7 84,4 >200

Rata-rata klorofil-a (μg/l)

1,7 4,7 14,3 >200

Puncak kosentrasi Klorofil-a (μg/l)

4,2 16,1 42,6 >500

Sukadi et al. (2007)

Tingkat trofik danau maupun waduk dapat diketahui dengan mengukur

tingginya turbiditas terutama untuk tingkat trofik dalam perairan danau atau

waduk yang dangkal. Dan juga dapat mengukur tingkat kecerahan perairan

(Secchi disk transparency) untuk menentukan perbedaan nilai status trofik.

Selain itu, tingkat tropik dapat diketahui dari tingkat kejenuhan DO pada lapisan

permukaan air yang mengindikasikan aktivitas fotosintesis yang intensif, namun

DO bisa dipengaruhi oleh hujan. Sebaliknya, konsentrasi DO yang rendah dalam

lapisan perairan yang lebih dalam juga menunjukkan akibat dari aktivitas

heterotrofik yang intensif, yang diikuti akumulasi hasil penguraian bahan-bahan

organik (Kemka et al. 2006).

Konsep pembatasan nutrien berdasarkan pada kisaran nutrien yang

dibutuhkan oleh alga planktonik (plantonnic algae), bila suplai nutrien fosfor kecil

yaitu lebih sedikit dari yang dibutuhkan, maka fosfor akan menjadi faktor

pembatas pertumbuhan (Beveridge 2004). Selanjutnya dijelaskan bahwa

umumnya dalam ekosistem air tawar, fosfor merupakan faktor pembatas selama

fosfor merupakan elemen yang jumlahnya sangat sedikit, namun berpengaruh

terhadap perkembangan alga dan tumbuhan air tingkat tinggi.

Umumnya di perairan tawar fosfor dijadikan sebagai unsur pembatas

karena secara biologi unsur fosfor dibandingkan dengan unsur lainnya jumlahnya

lebih sedikit yang dibutuhkan oleh alga. Artinya meningkatnya jumlah fosfor di

perairan akan meningkatkan produktivitas perairan (Thompson dan Rhee 1994

dalam Mason 2002).

Menurut Sheng et al. (2006) fosfor merupakan salah satu nutrien yang

berpotensi membatasi biomassa alga yang dinyatakan dengan rasio total

nitrogen (TN) lebih besar dari total fosfor (TP) pada setiap waduk. Besarnya rasio

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

15

TN dan TP adalah 16:1, dengan demikian fosfor lebih cenderung sebagai faktor

pembatas dibandingkan dengan nitrogen. Rahman et al. (2005) menjelaskan

rasio molar TN:TP adalah 16 dan rasio massa < 29 merupakan kondisi yang

sesuai untuk pertumbuhan Cyanobacteria. Lebih lanjut dijelaskan rasio N dan P

dapat digunakan sebagai indikator tambahan dalam menentukan status trofik di

perairan waduk.

Status trofik waduk dan danau terutama dipengaruhi oleh kelimpahan dan

komposisi populasi fitoplankton. Fitoplankton yang berukuran kecil mendominasi

disaat ketersediaan nutrien rendah, sedangkan fitoplankton berukuran besar

menjadi dominan pada danau yang lebih eutrofik (Kemka et al. 2006). Mason (2002) menjelaskan bahwa untuk mengklasifikasikan status trofik

danau dapat menggunakan konsentrasi klorofil-a, total fosfor dan kecerahan air

(secchi depth). Namun, konsentrasi klorofil-a telah digunakan secara luas untuk

menentukan biomassa fitoplankton, ada banyak hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara empiris ada hubungan yang erat antara klorofil dengan nutrien

terutama fosfor (Phillips et al. 2008).

Carlson (1977) menjelaskan nilai klorofil-a merupakan jumlah klorofil yang

sangat sesuai untuk menentukan biomassa alga di danau terutama digunakan

untuk menentukan tingkat tropik. Lebih ditekankan lagi bahwa untuk tujuan

klasifikasi tingkat trofik diprioritskan menggunkan parameter biologi terutama

menggunakan indeks klorofil disaat musim panas. Namun dijelaskan juga bahwa

menggunakan nilai fosfor, keakuratan nilai indek dari total fosfor tergantung dari

ansumsi bahwa fosfor merupakan faktor pembatas utama bagi pertumbuhan alga

dan konsentrasi semua bentuk fosfor yang ada merupakan fungsi dari biomassa

alga.

Menurut Vaidya et al. (2007) produktivitas alga juga berhubungan dengan

rasio nitrogen dan fosfor di kolom air. Jika rasio konsentrasi nitrogen terhadap

fosfor rendah mengindikasikan danau eutrofik, sedangkan rasio konsentrasi

nitrogen terhadap fosfor lebih tinggi ada kemungkinan danau dalam kondisi

mesotrofik atau oligotrofik.

2.3. Daerah Tangkapan Air (Catchment Area) Waduk

Asdak (2007) menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS)

merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh

punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

16

kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan

tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang

merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya

alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat

sumberdaya alam tersebut.

Karakteristik biolimnologi waduk dapat berbeda satu sama lainnya dan

sangat dipengaruhi oleh ekologi sungai atau DAS yang dibendungnya. Waduk

Cirata memiliki luas daerah resapan (catcment area) lebih kurang 4.061 km2

(Loebis & Syariman 2003), meliputi DAS Citarum yang merupakan DAS utama

sumber air waduk dan anak sungai lainnya yang terdiri dari sub DAS Cikundul

(USAID 2006), sub DAS Cisokan dan sub DAS Cibalagung (Balingka 2005;

Supangat & Paimin 2007).

Berdasarkan Perda Propinsi Jawa Barat NO. 2 Tahun 2003 dinyatakan

bahwa mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang

berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya air; dan

mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap

berfungsi lindung. Perlindungan terhadap kawasan sekitar waduk dan situ

dilakukan untuk melindungi waduk dan situ dari kegiatan budidaya yang dapat

mengganggu kelestarian fungsinya.

Sesuai posisi dan kondisi fisiknya, maka fungsi daerah resapan air adalah

wilayah resapan dan tangkapan air waduk yang menjadi sumber ketersediaan air

waduk baik secara kuantitas maupun kualitas. Penggunaan lahan yang ada

sebagian besar umumnya merupakan kawasan hutan, dan sebagian lainnya

perkebunan tanaman keras, serta pemukiman bersifat terbatas.

2.4. Pemanfaatan Lahan (landuse)

Keterkaitan biofisik antara daerah hulu dan hilir (waduk) dapat dilihat dari

aktivitas perubahan lanskap termasuk perubahan tata guna lahan dan/atau

konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya akan memberikan

dampak di daerah kegiatan tersebut berlangsung (hulu DAS), tetapi juga akan

menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan

transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya.

Menurut DTKTD (1993) permasalahan utama sehubungan dengan fungsi

daerah resapan air waduk adalah menyangkut perkembangan kegiatan

pemukiman, industri, pertanian, dan perladangan yang dikhawatirkan baik karena

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

17

proses kegiatan maupun limbahnya dapat menimbulkan dampak pencemaran

dan erosi. Dampak ini pada akhirnya akan bermuara pada waduk yang berada di

sebelah bawahnya, dan lebih jauh lagi pada wilayah sebelah hilirnya. Oleh

karena itu, pola pemanfaatan lahan di catcment area waduk sangat menentukan

kualitas air waduk.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara daerah

tangkapan air dengan kondisi perairan waduk. Perubahan sifat fisik daerah

resapan waduk menyebabkan perubahan aliran air masuk (hydrograph inflow)

yang berdampak terhadap ketersediaan air waduk (Loebis & Syariman 2003);

terganggunya tutupan lahan (land cover) daerah tangkapan air mengakibatkan

memburuknya kualitas air (Musaoglu et al. 2005), perambahan hutan, sistem

pertanian yang kurang memperhatikan prinsip – prinsip konservasi air dan tanah

dapat menyebabkan pencemaran kimia serta terjadi pencemaran fisik yaitu

sedimentasi yang tinggi terhadap waduk (Balingka 2004).

Pada dasarnya pemanfaatan lahan yang tidak dilakukan dengan pola

pemanfaatan lahan secara konservasi di daerah resapan air waduk tentu dapat

meningkatkan laju runoff yang membawa dampak buruk bagi perairan waduk

yaitu mempercepat pendangkalan waduk dan meningkatnya pencemaran non

point source dari runoff lahan pertanian terutama unsur nutrien yang berasal dari

pemakaian pupuk secara berlebihan.

Runoff yang terjadi akibat pemanfaatan lahan di catchment waduk akan

masuk ke waduk melalui aliran sungai. Sebagai contoh sungai atau anak sungai

yang melewati daerah pertanian, akan membawa sisa pupuk sintetis, pupuk

kotoran hewan, dan pestisida dari kegiatan pertanian melalui runoff lahan ketika

terjadi hujan. Sungai yang melewati daerah pusat kota dan daerah pinggiran

kota, membawa sejumlah besar limpasan (wash off) pupuk dari kebun, limbah

yang tidak diolah dari buangan septi tank, pembuangan limbah cair dari buangan

limbah rumah tangga, dan sedimen dari pemanfaatan lahan, dan runoff dari

lokasi parkiran. Semua sumber pencemaran tersebut dapat berdampak buruk

terhadap sumberdaya perairan waduk.

Costa-Pierce (2002) menyatakan bahwa tingginya input nutrien dari

daerah pemukiman sekitar waduk telah mengakibatkan perairan waduk

mengalami kelimpahan plankton sepanjang tahun. Oleh sebab itu, dibutuhkan

manajemen yang tepat dalam sistem pengelolaan waduk sehingga dampak

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

18

pemanfaatan lahan di catchment waduk yang merupakan sumber nutrien ke

waduk dapat dikendalikan menjadi sekecil mungkin.

Asdak (2007) menjelaskan pengendalian kualitas air dan pencegahan

pencemaran yang berasal dari wilayah yang tidak dikenali secara pasti (non-point

source) melalui pengaturan luas dan komposisi vegetasi akan ditentukan oleh

pola pengelolaan lahan secara komprehensif.

2.5. Sumber Nutrien

Makro nutrien yang dikenal dengan enam unsur utama (big six the

elements) merupakan bagian yang sangat fundamental membangun kehidupan.

Keenam unsur tersebut terdiri atas: Karbon (C), Hidrogen (H), Nitrogen (N),

Oksigen (O), Fosfor (P) dan Sulfur (S).

Kontribusi N dan P ke perairan secara alami terjadi melalui dua proses

yaitu erosi tanah (soil loss) dan deposisi dari udara (atmospheric deposition) (de

Lacerda et al. 2006). Sementara itu, untuk deposisi dari udara merupakan fungsi

dari luas aliran sungai, curah hujan tahunan dan konsentrasi N dan P (musim

kering dan basah). Dari kedua proses tersebut, erosi tanah merupakan sumber

nutrien yang berpengaruh terhadap air sungai, soil loss bertambah dengan cepat

dari lahan pertanian dan tergantung jenis tanah dan iklim.

Siklus nitrogen merupakan siklus yang sangat penting dan kompleks.

Proses perubahan anorganik yakni molekul nitrogen di atmosfer menjadi amonia

atau nitrat yang disebut fiksasi nitrogen. Nitrogen dalam bentuk ini bisa

digunakan di lahan pertanian dan di perairan laut oleh alga. Melalui reaksi kimia,

bakteri, tumbuhan dan alga kemudian merubah bahan nitrogen anorganik ini

menjadi nitrogen organik dan nitrogen tersedia sebagai rantai makanan secara

ekologi. Ketika organisme mati, bakteri merubah bahan organik yang

mengandung nitrogen kembali menjadi amonia, nitrat atau molekul nitrogen dan

kembali ke atmosfer. Jadi siklus nitrogen tidak hanya penting bagi kehidupan,

namun juga dasar pengaturan kehidupan. Menurut Nutrienshina et al. (2003)

proses aliran nitrogen secara alami ke perairan dapat berlangsung dengan cara

runoff, leaching, dan denitrifikasi.

Unsur kimia lain yang termasuk enam unsur kimia penting dalam

kehidupan adalah fosfor. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif

kecil, dengan kadar yang lebih sedikit dari pada kadar nitrogen karena sumber

fosfor lebih sedikit dibandingkan sumber nitrogen di perairan (Effendi 2003).

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

19

Fosfat anorganik yang terlarut HPO4

2-, H2PO42- dan polifosfat

Biodegradasi Desolusi

Presipitasi

Asimilasi oleh organisme

Fosfor yang terdapat dalam struktur

kehidupan

Fosfat organik

Fosfat organik dan anorganik di dalam sedimen

Limpahan pupuk, air limbah dan

deterjen

Fosfat anorganik yang tidak terlarut seperti Ca5(OH)(PO4)3

atau fosfat besi

Sumber fosfor di perairan berasal dari pelapukan batuan mineral dan

dekomposisi bahan organik (Chapman 1992; Effendi 2003). Namun demikian,

pasukan fosfor yang cukup tinggi berasal dari aktivitas anthropogenik, seperti

penggunaan deterjen (ion fosfor, PO43-) yang masuk ke badan perairan

(Khiatuddin 2007), penggunaan pupuk (An & Kim 2003) dan air limbah yang

berasal dari perternakan (KLH 2008). Siklus fosfor di alam dapat dilahat pada

Gambar 3.

Gambar 3 Siklus fosfor di alam (Khiatuddin 2007)

Siklus fosfor di alam berbeda dengan siklus nitrogen. Fosfor ada di

atmosfer hanya dalam bentuk partikel debu yang kecil. Fosfor juga cenderung

dalam bentuk senyawa yang tidak dapat larut dalam air. Umumnya fosfor ada

dalam kondisi teroksidasi sebagai fosfor, yang berikatan dengan Kalsium (Ca),

Potasium (K), Magnesium (Mg), atau Besi (Fe) dalam bentuk mineral (Botkin &

Keller 2005).

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

20

Fosfor jarang ditemukan dalam konsentrasi tinggi di perairan tawar dan

fosfor aktif dimanfaatkan oleh tumbuhan air. Secara alami, hampir semua

permukaan air konsentrasi fosfor berada dalam kisaran 0,005 – 0,020 mg/L PO4-

P. Konsentrasi fosfor yang rendah terdapat dalam air yang murni dengan

konsentrasi 0,001 mg/L dan konsentrasi yang tinggi mencapai 200 mg/L berada

di air salin yang tertutup (Chapman 1992).

Meskipun ketersediaan fosfor secara alami di alam jumlahnya kecil,

namun fosfor merupakan nutrien yang esensial bagi kehidupan organisme dan

fosfor di badan air berada dalam bentuk terlarut dan partikulat. Umumnya fosfor

merupakan pembatas nutrien bagi perkembangan alga dan mengendalikan

produktivitas primer di badan air. Dengan demikian ada hubungan antara

ketersediaan fosfor di perairan dengan tingkat produktivitas perairan. Hasil

penelitian Effendi (2003) menunjukkan ada korelasi positif antara kadar fosfor

total dengan klorofil-a.

Senyawa fosfor anorganik yang biasa terdapat di air adalah senyawa

ortofosfor dan polifosfor diperlihatkan pada Tabel 3. Senyawa ortofosfor

merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan

akuatik, sedangkan polifosfor harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfor

terlebih dahulu, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor.

Tabel 3 Senyawa fosfor anorganik di perairan

Nama senyawa fosfor Rumus kimia Ortofosfat: 1. Trinatrium fosfat Na3PO4

2. Dinatrium fosfat Na2HPO4

3. Mononatrium fosfat NaH2PO4

4. Diamonium fosfat (NH3)2HPO4

 Polifosfat:  1. Natrium heksametafosfat Na3(PO3)6

2. Natrium tripolifosafat Na5P3O10

3. Tetranatrium pirofosfat Na4P2O7

Sumber: Effendi 2003

Secara alamiah dari uraian siklus fosfor yang terjadi di alam, maka fosfor

di dalam ekosistem selalu berada dalam kondisi yang seimbang dalam

mendukung sistem kehidupan. Namun adanya aktivitas manusia maka siklus ini

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

21

dapat terganggu dan pada akhirnya dapat mengakibatkan ketersediaan unsur

nutrien tersebut dapat mengalami kelimpahan maupun kekurangan yang akan

menimbulkan permasalahan lingkungan.

Hasil penelitian FIFRB (Freshwater Institut of the Fisheries Research) di

Danau 227 yang terletak di Ontorio menunjukkan penggunaan pupuk karbon

organik atau anorganik tidak meningkatkan produksi alga, sedangkan

pemupukan dengan nitrogen dan fosfor secara bersamaan terjadi peningkatan

produksi alga di danau. Apabila pemupukan hanya dengan nitrogen maka tidak

terlihat adanya peningkatan produksi alga, namun pemupukan dengan

menggunakan fosfor saja selalu meningkatkan produksi alga di perairan danau.

Hasil akhir pemupukan danau disimpulkan bahwa pembatasan suplai fosfor ke

danau menjadi faktor kunci pengendalian permasalahan danau akibat eutrofikasi

(Mason 2002).

Menurut Chapman (1992) nutrien di perairan terdiri dari senyawa nitrogen

dan senyawa fosfor. Di dalam lingkungan, nutrien dari senyawa nitrogen dalam

bentuk nitrogen anorganik yang meliputi nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2

-), amonium

(NH4+) dan molekul nitrogen (N2). Sedangkan senyawa fosfor sebagai nutrien di

perairan dalam bentuk orthofosfor terlarut dan polifosfor dan fosfor bahan organik

atau senyawa organik berupa partikulat.

2.6. Sumber Nutrien Antrophogenik (artificial atau cultural)

Sumber N dan P antropogenik sangatlah penting dalam lingkup daerah

pengamatan yang terdiri dari pertanian, peternakan, budidaya, limbah cair

perkotaan, limbah domestik dan industri (de Lacerda 2006; Effendi 2003).

Selanjutnya de Lacerda (2006) menjelaskan bahwa umumnya kontribusi N dan P

dari aktivitas tersebut bervariasi tergantung dari tingkat perkembangan urbanisasi

(urbanization), jumlah penduduk (population) dan luasan lahan pertanian.

Mason (2002) menjelaskan bahwa eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua

yaitu eutrofikasi antropogenik dan eutrofikasi alamiah. Eutrofikasi antropogenik

(Artificial eutrophication) terjadi karena peningkatan nutrien akibat aktivitas

manusia, sedangkan eutrofikasi alamiah merupakan peningkatan nutrien bukan

disebabkan oleh proses manusia, melainkan aktivitas alam seperti kebakaran

hutan, dan letusan gunung api. Botkin dan Keller (2005) menyatakan bahwa

terjadinya eutrofikasi dipercepat oleh aktivitas manusia yang menyebabkan

meningkatnya jumlah nutiren masuk ke badan air.

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

22

Pencemaran air permukaan terjadi karena sejumlah besar bahan-bahan

yang tidak diinginkan atau berbahaya mengalir masuk ke badan air, dimana

terbatasnya kemampuan badan air secara alami untuk membuang bahan-bahan

yang tidak diinginkan, melarutkan bahan tersebut sampai pada tingkat

konsentrasi tidak membahayakan, atau merombak bahan tersebut menjadi

bahan yang tidak membahayakan (Botkin & Keller 2005).

Bahan pencemar perairan, sama dengan bahan pencemar lain

berdasarkan sumber pencemarannya, Botkin dan Keller (2005)

mengelompokkannya menjadi dua yaitu sumber pencemaran suatu lokasi

tertentu (point source) dan sumber pencemaran yang tersebar (nonpoint source).

Point source merupakan bahan pencemar yang jelas dan terbatas lokasi

sumbernya. Sedangkan nonpoint source merupakan sumber bahan pencemar

yang tersebar dan terjadi secara berulang-ulang serta dipengaruhi oleh faktor-

faktor seperti pemanfaatan lahan, iklim, hidrologi, topograpi, vegetasi setempat

(native vegetation), dan geologi.

Effendi (2003) menyatakan bahwa pencemaran yang berasal dari point

source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan

karakteristik spasial kualitas air. Volume pencemaran dari point source biasanya

relatif tetap, contoh kenalpot mobil, cerobong asap pabrik, dan saluran limbah

industri. Lebih lanjut Effendi (2003) menjelaskan bahwa sumber pencemaran

nonpoint source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak, misalnya

limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan

dari daerah permukiman (domestik), dan limpasan dari daerah perkotaan.

Pertanian

Menurut Effendi (2003) limpasan dari daerah pertanian yang

menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

keberadaan fosfor. Demikian juga sumber utama nitrogen antropogenik di

perairan berasal dari wilayah pertanian yang menggunakan pupuk secara intensif

maupun dari kegiatan domestik. Dalam kemajuan industri dewasa ini, nitrogen

dari runoff aktivitas pertanian merupakan sumber potensial pencemaran air.

Penggunaan pupuk baik kotoran hewan maupun pupuk sintetik dalam

jumlah yang besar dari yang dibutuhkan pertanian, maka kelebihan nutrien akan

terbawa melalui aliran air permukaan ke dalam perairan (LWSB 2006).

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

23

Menurut (Mason 2002) ada tiga cara nutrien terbuang dari lahan

pertanian: (1) Perlindian/leaching, perlindian nutrien yang terlarut terbawa oleh

aliran air; (2) Aliran air permukaan (run-off) yang membawa nutrien; dan (3) erosi,

berpindahnya partikel-partikel nutrien dari suatu tempat ke tempat lain.

Lebih lanjut Mason (2002) menjelaskan bahwa pada lahan pertanian yang

kosong jumlah fosfor yang terbawa oleh aliran air permukaan rata-rata 3 kg per

hektar per tahun. Sedangkan di lahan padang rumput jumlah fosfor yang hilang

lebih sedikit dibandingkan dengan lahan pertanian yaitu rata-rata 0,5 kg per

hektar per tahun. Selanjutnya dijelaskan bahwa secara umum jumlah fosfor yang

terbawa oleh air sama dengan 60% dari jumlah penggunaan pupuk di lahan

pertanian (Mason 2002).

Pencemaran nutrien selain dari lahan pertanian, input nutrien juga dapat

berasal dari sisa buangan limbah rumah tangga (limbah domestik) terutama

penggunaan deterjen.

Domestik 

Menurut Mulyadi (1999) limbah domestik merupakan buangan berupa

bahan-bahan sisa dan tidak berguna dari berbagai aktivitas rumah tangga.

Soeparman (2001) menambahkan bahwa limbah cair domestik berasal dari

aktivitas MCK (Mandi Cuci Kakus) yang merupakan hasil buangan dari

perumahan, bangunan, perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya.

Suprabawati dan Sundra (2007) menjelaskan bahwa pada tiap volume aliran

limbah cair, terkandung 99% larutan dan 0,1% padatan. Dari 5056,8 m3 limbah

mengandung 5000 m3 air/larutan dan 56,8 m3 padatan dari bahan-bahan organik

(70%) dan anorganik (30%).

Aliran air permukaan dari daerah urban merupakan sumber bahan

pencemaran air potensial yang dapat menurunkan kualitas air aliran sungai yang

mengalir ke danau atau waduk (Botkin & Keller 2005). Selanjutnya dijelaskan

bahwa hasil penelitian di Danau Washington pada tahun 1930 menunjukkan

bahwa fosfor dari instalasi air limbah telah memicu terjadinya pertumbuhan alga

dan bakteri. Jumlah nitrogen dan fosfor per orang per hari rata-rata 10,8 g N dan

2,2 g P (Mason 2002). Sedangkan sumber nutrien dari daerah pedesaan berasal

dari pertanian, alih fungsi hutan dan dari permukiman pedesaan (rural dwellings).

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

24

Meningkatnya beban pencemaran air limbah domestik sangat terkait

dengan meningkatnya penggunaan lahan domestik dengan berbagai aktivitasnya

dalam sistem DAS (Hariyadi 2006).

Beban nutrien yang menjadi masalah bagi perairan waduk selain

disebabkan oleh dampak aktivitas di eksternal waduk seperti pertanian dan

pemukiman juga akibat dari aktivitas yang ada di waduk itu sendiri yaitu aktivitas

budidaya perikanan.

2.7. Budidaya Perikanan di Waduk

Baird et al. (1996) menyatakan dari review sejumlah hasil penelitian

disimpulkan bahwa di daerah empat musim (temprate zone) limbah padat dan

nutrien berasal dari sistem budidaya intensif mencemari perairan waduk.

Selanjutnya dijelaskan bahwa dari sejumlah data menunjukkan nutrien

berpotensi memberikan dampak buruk terhadap ekosistem perairan jika limbah

nutrien masuk ke perairan mempunyai flushing rate yang rendah atau hanya

jenis spesies tertentu yang dapat dengan mudah berkembang dalam ekosistem.

Beberapa aktivitas budidaya ikan sistem intensif yang menghasilkan buangan

nutrien P yang berbeda ke parairan, ditunjukkan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah buangan nutrien dari budidaya ikan sistem intensif Sistem budidaya Jenis ikan Negara TN TP TN/TP

Tambak, Kolam Trout Irlandia 83 11 7.5

Keramba Trout Polandia 97 23 4.2

Keramba Trout Swedia 87 13.5 6.4

Keramba Trout Skotlandia 104 27 3.8

Keramba Yellowtail Jepang 68 23 3.0

Keramba Yellowtail Jepang 109 28 3.9

Keramba Bream Jepang 211 62 3.4 Rat-rata 108.4 26.8 4.6

Sumber: Beveridge (2004)

Pembesaran ikan dalam KJA di Waduk Cirata pada umumnya dilakukan

secara intensif dimana ikan ditebar dengan kepadatan tinggi. Abery et al. (2005)

menjelaskan padat penebaran ikan mas (Cyprinus carpio L) atau nila

(Oreochromis niloticus) ukuran fingerlings (anak jari) lebih kurang 100 kg untuk

Page 16: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

25

satu unit keramba ukuran 7 m x 7 m x 3 m dengan pemberian pakan berkisar

antara 10 – 12% dari berat badan per hari. Lebih lanjut, dijelaskan komposisi

proksimat (persentase kelambaban, protein, lemak, abu, dan serat) sedikit

berbeda dari tipe pakan yang berbeda. Rata-rata persentase kelambaban,

protein, lemak, abu, dan serat dalam pakan berturut-turut berkisar antara 11 –

13%, 26 – 28%, 6 – 8% dan 4 – 6%.

Azwar et al. (2004) menambahkan bahwa kualitas pakan sangat

ditentukan oleh nilai gizi pakan yaitu protein, lemak dan mikro nutrien lainnya

seperti vitamin dan mineral. Selanjutnya dijelaskan untuk pembesaran ikan mas

kadar protein yang digunakan berkisar antara 26 – 32%, sedangkan untuk ikan

nila yaitu antara 20 – 25%. Fosfor dari sisa pakan yang dibuang secara langsung

dari aktivitas budidaya mempunyai dampak yang sangat berpengaruh terhadap

tingkat trofik perairan waduk (An & Kim 2003).

Garno (2006) menjelaskan bahwa satu unit KJA dalam setahun dapat

memproduksi ikan sebanyak 4,5 ton/tahun. Kebutuhan pakan untuk

memproduksi 1 ton ikan dibutuhkan pakan sebanyak 1,51 ton.

Menurut Costa-Pierce (1996) tingkat pengkayaan nutrien dari aktivitas

budidaya ikan tergantung dari musim, kualitas air dan jumlah ikan yang stres,

kualitas, kuantitas dan jumlah pemberian pakan pellet, efisiensi produksi dan

lama pemeliharaan. Selain itu, pengkayaan nutrien juga dipengaruhi oleh jenis

(species) ikan yang dibudidayakan, jenis pakan, pengelolaan, arus dan

kedalaman air (Beveridge 2004).

Kapasitas pengembangan budidaya keramba di danau maupun waduk

pada dasarnya berbeda antara produktivitas di badan air awal eksploitasi dan

tingkat produktivitas yang diperbolehkan. Salah satu cara untuk menentukan

tingkat produktivitas perairan dapat ditentukan melalui kosentrasi fosfor

(Beveridge 2004). Tingkat konsentrasi fosfor yang diperbolehkan berbeda untuk

badan air dan jenis ikan budidaya seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

Page 17: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

26

Tabel 5 Nilai tentatif maksimum P yang diperbolehkan dalam perairan tergenang yang digunakan untuk budidaya ikan sistem keramba

Jenis perairan Spesies Maksimum P yang

diperbolehkan (mgL-1) Subtropis

Subtropis

Ikan Salmon 60

Ikan Mas 150

Tropis Ikan Mas dan Nila 250

Sumber: Beveridge (2004)

Salah satu isu pengembangan perikanan budidaya di perairan umum

seperti waduk dan danau adalah menurunnya kualitas air akibat beban limbah

sisa pakan. Umumnya permasalahan muncul disebabkan oleh penerapan

budidaya KJA yang tidak berwawasan lingkungan sehingga mengakibatkan

penurunan kualitas air bahkan kematian ikan secara masal (Krismono 1998;

Haryani 2002).

Menurut Costa-Pierce (2002) beberapa hal yang harus diperhatikan untuk

keberlanjutan usaha budidaya perikanan waduk yaitu (1) adanya dukungan dari

pemerintah dalam bentuk perbaikan teknologi (technical input), (2) penegakan

aturan yang jelas untuk mendapatkan izin usaha, (3) adanya sistem pembatasan

jumlah keramba, dan pembuangan bahan pencemar, dan (4) adanya komitmen

yang jelas antar lembaga terkait untuk mencapai keadilan (equity).

Costa-Pierce (1996) menyatakan pembatasan jumlah unit budidaya yang

berada di badan air dapat dilakukan dengan menurunkan produktivitas dari

aktivitas budidaya dalam usaha untuk menekan terjadinya dampak negatif.

Selanjutnya dijelaskan batas atau daya dukung dapat terlampaui dengan lebih

cepat manakala usaha budidaya dikelola secara intensif menggunakan sejumlah

besar pakan yang berprotein tinggi.

Model prediksi penentuan kapasitas lingkungan untuk budidaya keramba

bermanfaat untuk membantu menentukan kesesuaian pengembangan budidaya

keramba secara bersama dan mengurangi resiko bagi pembudidaya ikan

(Beveridge 2004). Selanjutnya dijelaskan, model secara umum lebih

memperhitungkan tentang status tropik perairan waduk dari pada masuknya

bahan-bahan toksik atau penyakit ke lingkungan.

Page 18: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

27

2.8. Daya Tampung Waduk

PerMen LH No. 28 Tahun 2009 dinyatakan bahwa daya tampung danau

dan/atau waduk yaitu kemampuan perairan danau dan/atau waduk menampung

beban pencemaran air sehingga memenuhi baku mutu air dan status trofik.

Daya tampung waduk sangat dipengaruhi oleh morfologi dan hidrologi

waduk, khususnya karakteristik laju pembilasan air atau waktu tinggal air, yang

tergantung pada volume waduk dan debit air keluar waduk. Danau atau waduk

yang memiliki waktu tinggal air kurang dari 20 hari mempunyai kemampuan

pencampuran air sehingga plankton tidak dapat tumbuh. Sedangakan danau

maupun waduk yang memiliki waktu tinggal air antara 20 sampai 300 hari

menyebabkan terjadinya proses stratifikasi. Apabila waktu tinggalnya lebih dari

300 hari akan terjadi stratifikasi yang stabil, serta dapat terjadi akumulasi unsur

nutrien dan pertumbuhan plankton yang mengakibatkan eutrofikasi ( KLH 2008).

Dalam PerMen LH No. 28 Tahun 2009 dijelaskan bahwa daya tampung

beban pencemaran air danau dan/atau waduk tergantung kepada karakteristik

dan kondisi lingkungan disekitarnya, yaitu: (a). morfologi dan hidrologi danau

dan/atau waduk; (b). kualitas air dan status trofik danau dan/atau waduk; (c).

persyaratan atau baku mutu air untuk pemanfaatan sumber daya air danau

dan/atau waduk; dan (d). alokasi beban pencemaran air dari berbagai sumber

dan jenis air limbah yang masuk danau dan/atau waduk.

Daya tampung beban pencemaran air danau/waduk dapat dihitung

dengan cara sebagai berikut : (PerMen LH No. 28 TAHUN 2009)

a. Daya tampung parameter Pa per satuan luas danau dan/atau waduk yaitu L,

merupakan fungsi dari kedalaman rata-rata danau Ž, laju penggantian air

danau/waduk yaitu ρ dan kadar parameter yang terbawa lumpur dan

mengendap ke dasar danau/waduk.

b. Jumlah daya tampung parameter Pa pada perairan danau dan/atau waduk

yaitu La, yang merupakan fungsi L dan luas perairan danau atau A.

2.9. Kebijakan Pengelolaan Waduk

Kebijakan adalah ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk

mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan

konsisten dalam mencapai tujuan tertentu (Suharto 2008).

Page 19: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

28

Dalam pemanfaatan waduk harus memberikan daya guna dan hasil

guna yang dikehendaki dalam batas-batas yang optimal dengan tetap

menjaga kemampuan dan kelestarian waduk dan sumber alam lain yang

berkaitan dalam ekosistem waduk agar manfaatnya berlangsung secara

berkelanjutan. Oleh karena itu pemanfaatan dan pengelolaan waduk perlu

adanya prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi dan

kemampuan ekosistem, serta mengendalikan pecemaran dan dampak negatif

dari kegiatan pembangunan.

Tundisi dan Tundisi (2003) menjelaskan bahwa ekologi waduk yang

dinamis harus dipahami dalam hubungannya dengan pemanfaatan daerah

tangkapan waduk (watershed) dan dampaknya. Terutama harus adanya

pertimbangan tentang kebijakan baru dan perubahan-perubahan yang

diperlukan bagi waduk yang multi fungsi. Sejumlah kebijakan dan ketentuan

tersebut meliputi: 1) menjaga proses ekosistem waduk, 2) menjaga

keberlanjutan fungsi waduk melalui manajemen yang tepat, 3) membangun

sistem monitoring kualitas air yang parmanen yang dapat dipantau setiap saat

seperti pemantauan aktivitas watershed, 4) mempersiapkan tim yang multi

disiplin ilmu untuk mengembangkan strategi pengelolaan yang terpadu, dan 5)

memperkenalkan kemampuan prediksi untuk pengelolaan waduk.

Semua stakeholder pengelola dan pemanfaatan danau dan/atau

waduk ikut melestarikan fungsi ekosistem, melakukan tindakan konservasi,

pemanfaatan yang bijak atas danau dan/atau waduk dan daerah tangkapan

airnya agar ekosistem danau dan/atau waduk dapat terjaga kelestariannya

sehingga dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi kepentingan

dan kesejahteraan penduduk pada masa kini dan masa yang akan datang

(KLH 2008).

Ada sejumlah ketentuan yang mengatur dalam pengelolaan waduk

baik dalam pemanfaatan lahan di sekitar waduk maupun pemanfaatan

perairan waduk itu sendiri, seperti dijelaskan dalam Tabel 6.

Page 20: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

29

Tabel 6 Aturan dan kebijakan dalam pengelolaan waduk

No. Bahan kebijakan Sumber

A. Pemanfaatan lahan sekitar waduk

1. Konservasi sumberdaya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.

UU No. 7 tahun 2004 tentang Konservasi sumberdaya Air (pasal 25 ayat 1 dan 2)

2. Kawasan di sekitar waduk termasuk kawasan yang berfungsi lindung yang memberi perlindungan terhadap kawasan setempat (perairan waduk), oleh karena itu dalam pemanfaatannya disesuaikan dengan rencana tata ruang pemanfaatan waduk

UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang (pasal 5)

3. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melaui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang (pasal 36)

4. menetapkan kriteria kawasan lindung dari wilayah sekitar waduk. Kawasan lindung tersebut adalah daratan sepanjang tepian waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk antara 100 m dari pasang tertinggi ke arah darat. Tujuannya melilndungi waduk dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi waduk.

Kepres RI No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan lindung (pasal 18)

5. Setiap orang dan atau badan tanpa kewenangan yang sah dilarang: menebang pohon dalam radius/jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, tepi danau/waduk, tepi pantai dan anak-anak sungai yang berada dalam kawasan lindung, sesuai peraturan perundang undangan;

Perda Jabar No. 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (pasal 88)

6. Perlindungan terhadap kawasan sekitar waduk dan situ dilakukan untuk melindungi waduk dan situ dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsinya. Kriteria kawasan sekitar waduk dan situ adalah daratan sepanjang tepian waduk dan situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk dan situ sekurang kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Perda Jabar No. 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Pasal 15 dan 16)

7.

Perlindungan terhadap kawasan sekitar waduk dan situ dilakukan untuk melindungi waduk dan situ dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsinya. Kriteria kawasan sekitar waduk dan situ adalah daratan sepanjang tepian waduk dan situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk dan situ sekurang-

Perda Jawa Barat No. 2 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat (penjelasan pasal 33)

Page 21: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

30

kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

B. Pemanfaatan perairan waduk

8. Baku mutu air, daya tampug beban pencemaran dan baku mutu limbah cair ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun.

PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (pasal 16)

9. Jumlah KJA yang dapat diizinkan untuk danau dan waduk yang bersifat mesotrof hanyalah sebanyak dua unit KJA mini/ha

Schmittou 1991

10 Jumlah KJA di Waduk Cirata hanya 12.000 kolam (petak) (1% dari luas perairan waduk). Kepadatan KJA juga mempengaruhi terhadap daya dukung perairan waduk

SK Gubernur Jabar No. 41 Tahun 2002

11. Luas areal waduk yang sesuai bagi peruntukan budidaya ikan adalah 1% dari luas efektif (minimum operasional) waduk.

Rekomendasi dari Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1996

12. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang berbasis kelas kualitas air dijadikan sebagai bahan penyusunan Baku Mutu Air waduk serta penyusunan daya tampung beban pencemaran air.

PP RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

13. Keterpaduan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dilakukan melalui upaya koordinasi antar pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosistem air dan atau satu kesatuan pengelolaan sumberdaya air antara lain Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Daerah Pengaliran Sungai (DPS). Dalam koordinasi dan kerjasama tersebut termasuk instansi terkait, baik menyangkut rencana pemanfaatan air, pemantauan kualitas air, penetapan baku mutu air, penetapan daya tampung, penetapan mekanisme perizinan pembuangan air limbah, pembinaan dan pengawasan penataan

PP RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air (Penjelasan pasal 2).

14. Hasil penetapan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk menjadi pertimbangan dalam:

a. penetapan rencana tata ruang daerah tangkapan air danau dan/atau waduk;

b. pemberian izin kegiatan yang lokasinya dapat mempengaruhi kualitas air danau/atau waduk; dan

c. pemberian izin pembuangan air limbah yang masuk ke perarian danau dan/atau waduk.

PerMen LH No. 28 tahun 2009 tentang daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk (Pasal 5)

Page 22: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

31

15. a. Jumlah unit budidaya ikan di suatu wilayah harus disesuaikan dengan daya dukung perairan;

b. Pada usaha budidaya ikan di perairan waduk,

pengendalian harus dilakukan sejak dini terhadap dampak negatif yang ditimbulkannya. Pengendalian dampak negatif dapat dilakukan dengan membatasi luas area, lokasi, jumlah unit usaha dan teknik budidayanya.

c. Pewilayahan waduk merupakan suatu upaya

pengelolaan perairan waduk secara terpadu dan lestari. Secara umum perairan waduk dibagi menjadi 6 kawasan: kawasan bahaya, kawasan lindung, kawasan budidaya ikan, kawasan penangkapan ikan, kawasan perhubungan air, dan kawasan wisata.

Puslitbangkan 1990 (Petunjuk Teknis pengelolaan perairan waduk bagi pembangunan perikanan)

2.10. Valuasi Ekonomi Peran valuasi ekonomi terhadap ekosistem dan sumberdaya yang

terkandung di dalamnya adalah panting dalam kebijakan pembangunan.

Hilangnya ekosistem atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi,

karena hilangnya ekosistem berarti hilangnya kemampuan ekosistem tersebut

untuk menyediakan barang dan jasa. Dalam beberapa kasus bahkan hilangnya

ekosistem ini tidak dapat dikembalikan seperti sediakala (irreversible). Pilihan

kebijakan pembangunan yang melibatkan ekosistem apakah akan dipertahankan

seperti apa adanya, atau dikonversi menjadi pemanfaatan lain merupakan

persoalan pembangunan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan

pendekatan valuasi ekonomi terkait dengan kuantifikasi manfaat dan kerugian

(cost) harus dilakukan agar proses pengambilan keputusan dapat berjalan

dengan memperhatikan aspek keadilan (fairness).

Valuasi ekonomi bermanfaat untuk mengilustrasikan hubungan timbal balik

antara ekonomi dan lingkungan yang diperlukan untuk melakukan pengelolaan

sumberdaya alam yang baik, dan menggambarkan keuntungan atau kerugian

yang berkaitan dengan berbagai pilihan kebijakan dan program pengelolaan

sumberdaya alam sekaligus bermanfaat dalam menciptakan keadilan dalam

distribusi manfaat sumberdaya alam (Duerr 1993).

Menurut Barbier et. al. (1997) ada 3 jenis pendekatan penilaian sebuah

ekosistem alam yaitu (1) impact analysis, (2) partial analysis dan (3) total

valuation. Pendekatan analisis dampak dilakukan apabila nilai ekonomi

ekosistem dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari akifitas

Page 23: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

32

tertentu, misalnya akibat reklamasi pantai terhadap ekosistem pesisir.

Sedangkan analisis parsial dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih

alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem. Sementara itu, total valuation dilakukan

untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada

masyarakat.

Nilai ekonomi (economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan

menjumlahkan kehendak untuk membayar (CVM, willingness to pay,/WTP) dari

banyak individu terhadap barang atau jasa yang dimaksud. Pada gilirannya, CVM

merefleksikan preferensi individu untuk suatu barang yang dipertanyakan. Jadi,

valuasi ekonomi dalam konteks lingkungan hidup adalah tentang pengukuran

preferensi dari masyarakat (people) untuk lingkungan hidup yang baik

dibandingkan terhadap lingkungan hidup yang jelek. Valuasi merupakan

fundamental untuk pemikiran pembangunan berkelanjutan (sustainable

development).

Memperhitungkan sejumlah nilai manfaat dari danau memrupakan strategi

pengelolaan lingkungan yang baru. Nilai air dan ekosistem perairan dibagi dalam

empat bagian:

1. Nilai langsung (penggunaan sumberdaya yang konsumtif dan bukan

konsumtif)

2. Nilai tidak langsung (fungsi dan jasa ekosistem)

3. Nilai pilihan (manfaat yang diperoleh kedepan)

4. Nilai bukan guna (nlai manfaat yang melekat yang berpengaruh)

CFNCRD dan ITTO (2008) menjelaskan bahwa untuk menghitung nilai

WTP dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu menghitung nilai dari

penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi maupun penghitungan langsung

dengan cara melakukan survei lapangan. Dalam WTP, surplus konsumen adalah

selisih antara harga yang bersedia dibayarkan konsumen dengan harga aktual

yang dibayarkan.

2.11. Pendekatan Sistem dan Pemodelan (modelling)

2.11.1. Pendekatan Sistem

Sistem approach (pendekatan sistem) diartikan sebagai suatu metodologi

penyelesaian masalah yang dimulai secara tentatif mendefenisikan atau

merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif

Page 24: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

33

dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang kompleks. Oleh

karena itu dalam pendekatan sistem selalu mencari keterpaduan antar kegiatan

melalui pemahaman yang utuh. Pada pendekatan sistem menurut Eriyatno

(2003),umumnya ditandai oleh dua hal yaitu: (1) mencari semua faktor yang ada

dalam mendapatkan solusi baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) dibuat

suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.

Tiga pola dasar yang menjadi pegangan dalam penyelesaian

permasalahan denagan pendekatan sistem, yaitu: 1) sibernetik (goal oriented),

artinya dalam penyelesaian permasalahan berorientasi pada tujuan. Tujuan ini

diperoleh melalui need analysis (analisis kebutuhan); 2) Holistik yaitu cara

pandang yang utuh terhadap totalitas sistem, atau menyelesaikan permasalahan

secara utuh, menyeluruh dan terpadu; dan 3) Efektif, artinya lebih dipentingkan

hasilguna yang operasional serta yang dapat dilaksanakan metodologi

dikembangkan sebagai karakter dalam pendekatan sistem, sehingga beragam

metode yang ada di berbagai disiplin ilmu lainnya dapat digunakan sebagai alat

bantu oleh ahli sistem

Menurut Manetsch dan Park (1997), suatu pendekatan sistem akan dapat

berjalan dengan baik jika terpenuhi kondisi-kondisi berikut: 1) tujuan sistem

didefenisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, 2)

prosedur pembuatan keputusan dalam sistem riil adalah tersentralisasikan atau

cukup jelasan batasannya, dan 3) dalam perencanaan jangka panjang

memungkinkan untuk dilakukan. Sedangkan menurut Ford (1999),

mendefenisikan sistem sebagai suatu kombinasi dari dua arah atau lebih elemen

yang saling terkait dan memiliki ketergantungan antar komponen.

Lebih lanjut Eriyatno (2003) menytakan bahwa untuk menyelesaikan

permasalahan yang kompleks dengan pendekatan sistem melalui beberapa

tahapan, yaitu: (1) analisis kebutuhan, tujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan

dari semua pelaku dalam sistem, (2) formulasi permasalahan, yang merupakan

kombinasi dari semua permasalahan yang ada dalam sistem, (3) identifikasi

sistem, bertujuan untuk menentukan variabel-variabel sistem, (4) pemodelan

abstrak, pada tahap ini mencakup suatu proses interaktif antar analisis sistem

dengan pembuat keputusan, yang menggunakan model untuk mengeksplorasi

dampak dari berbagai alternatif dan variabel keputusan terhadap berbagai kriteria

sistem, (5) implementasi, tujuan utamanya adalah untuk memberikan wujud fisik

dari sistem yang diinginkan, dan (6), operasi, pada tahap ini akan dilakukan

Page 25: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

34

validasi sistem. Pada tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena

cepatnya perubahan lingkungan dimana sistem tersebut berfungsi. Menurut

Pramudya (1989), pendekatan sistem dilakukan dengan tahapan kerja yang

sistematis yang dimulai dari analisis kebutuhan hingga tahap evaluasi, seperti

disajikan pada gambar 3.

Analisis sistem merupakan kajian mengenai struktur sistem yang

bertujuan (1) mengidentifikasi unsur-unsur penyusun sistem atau sub sistem, (2)

memahami proses-proses yang terjadi dalam sistem, dan (3) memprediksi

kemungkinan-kemungkinan keluaran sistem yang terjadi sebagai akibat adanya

perubahan dalam sistem. Dengan demikian analisis sistem yang terjadi dapat

diartikan sebagai suatu pemecahan masalah atau metode ilmiah yang

merupakan dasar dalam pemecahan dalam pengelolaan sistem tersebut.

Menurut Pramudya (1989), analisis sistem merupakan studi mengenai sistem

atau organisasi dengan menggunakan azas-azas metode ilmiah, sehingga dapat

dibentuk konsepsi dan model yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan

untuk mengadakan perubahan-perubahan struktur dan metode serta

menentukan kebijakan, strategi, dan taktik.

Winardi (1989) menyatakan bahwa sistem harus dipandang secara

holistik (keseluruhan) dan akan bersifat sebagai goal seeking (pengejaran

sasaran), sehingga terjadi keseimbangan untuk mencapai tujuan. Suatu sistem

mempunyai input (masukan) yang akan berproses untuk menghasilkan output

(keluaran). Pada suatu sistem terdapat umpan balik yang berfungsi sebagai

pengatur komponen-komponen sistem yang saling berinteraksi untuk mencapai

tujuan. Sistem yang lebih besar dapat terdiri atas beberapa sub-sistem (sistem

kecil) yang akan membentuk suatu hirarki.

Perubahan pada suatu komponen dari suatu sistem akan mempengaruhi

komponen lain dan biasanya akan menghasilkan umpan balik pada periode yang

sama atau pada periode berikutnya. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh

faktor internal (dari dalam sistem) maupun faktor eksternal (dari luar sistem).

Sistem dinamis merupakan sistem yang mememiliki variabel yang dapat berubah

sepanjang waktu sebagai akibat dari perubahan input dan interaksi antar elemen-

elemen sistem. Dengan demikian nilai output sangat tergantung pada nilai

sebelumnya dari variabel input (Djojomartono 2000).

Page 26: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

35

2.11.2. Penggunaan Sistem Dinamis

Sistem dinamik adalah metodologi untuk memahami suatu masalah yang

kompleks. Metodologi ini dititikberatkan pada pengambilan kebijakan dan

bagaimana kebijakan tersebut menentukan tingkah laku masalah-masalah yang

dapat dimodelkan oleh sistem secara dinamik (Richardson dan Pugh 1986 diacu

dalam Somantri dan thair 2007). Permasalahan dalam sistem dinamik dapat

disebabkan oleh struktur internal sistem, bukan pengaruh dari luar sistem.

Secara substansi terdapat 3 alasan yang mendasari penggunaan sistem

dinamis yaitu: 1) pendekatan sistem dengan metode sistem dinamis merupakan

proses berfikir menyeluruh dan terpadu yang mampu menyederhanakan

kerumitan tanpa kehilangan esensi atau unsur utama yang menjadi obyek

perhatian, 2) metode sistem dinamis sesuai digunakan untuk menganalisis

mekanisme interaksi atau melihat pola keterkaitan antar unsur atau elemen suatu

sistem yang rumit, berubah menurut waktu dan mengandung ketidakpastian, 3)

dapat mempresentasikan alternatif-alternatif keputusan dengan cepat melalui

simulasi model yang dibangun (Coyle 1996).

2.11.3. Pemodelan (modeling)

Pemodelan (Modeling) diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model

(Eriyatno & Sofyar 2007). Pramudya (1989) mendefenisikan model adalah suatu

abstraksi dari keadaan sesungguhnya atau merupakan pernyataan sistem nyata

untuk memudahkan pengkajian suatu sistem. Sejalan dengan pernyataan

tersebut Muhammadi et al. (2001) menyatakan bahwa model adalah suatu

bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Dalam

pelaksanaaan pendekatan sistem, pengembangan model merupakan hal yang

sangat penting yang akan menentukan keberhasilan dalam mempelajari sistem

secara keseluruhan. Disamping itu, pengembangan model diperlukan guna

menemukan peubah-peubah penting dan tepat serta hubungan antar peubah

dalam sistem yang dikaji. Menurut Winardi (1989), model adalah suatu gambaran

abstrak dari sistem dunia nyata dalam hal-hal tertentu. Model tersebut

memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal

balik dalam istilah sebab akibat. Suatu model yang baik akan menggambarkan

denagan baik segi tertentu yang penting dari perilaku dunia nyata.

Dalam membangun suatu model harus dimulai dari konsep yang paling

sederhana dengan cara mendefenisikan permasalahan secara hati-hati serta

Page 27: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · konsentrasi nutrien yang tinggi (Carlson 1977). Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi: (1) relatif dangkal,

36

menggunakan analisis sensitivitas untuk membantu menentukan rincian model.

Selanjutnya untuk penyempurnaan dilakukan dengan menambahkan variabel

secara gradual sehingga diperoleh model yang logis dan dapat

merepresentasikan keadaan yang sebenarnya.

Dalam memahami perilaku model dapat dilakukan dengan melakukan

simulasi model. Menurut Muhammadi et al. (2001) Simulasi dilakukan melalui

tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penyusunan konsep

2. Pembuatan model

3. Simulasi model

4. Validasi hasil simulasi

Hasil simulasi dapat digunakan untuk memahami perilaku gejala atau

proses serta mengetahui kecenderunggannya di masa mendatang. Struktur

unternal masalah dapat dipahami secara lebih rinci dengan memahami perilaku

dan kecanderungannya.