2 tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · kapal penangkapan ikan berguna sebagai alat...
TRANSCRIPT
4
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perikanan
Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 direvisi Undang-Undang
45 tahun 2009, Pengertian perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengelolaan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu
bisnis perikanan. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang
penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di
perairan umum secara bebas (UU Perikanan No.45 tahun 2009).
2.2 Unit Penangkapan Ikan
Komponen utama dari suatu perikanan tangkap adalah unit penangkapan
ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap, dan nelayan.
2.2.1 Kapal
Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang
dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan,
pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan (PPN Palabuhanratu
2010). Kapal penangkapan ikan berguna sebagai alat transportasi yang membawa
seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan
ikan, serta membawa pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil
tangkapan yang diperoleh (Inizianti 2010).
2.2.2 Nelayan
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi
penangkapan ikan. Berdasarkan daerah asalnya, nelayan yang ada di wilayah
Palabuhanratu dikategorikan sebagai nelayan asli dan nelayan pendatang.
Nelayan asli adalah penduduk setempat yang telah turun-temurun berprofesi
sebagai nelayan, sedangkan yang dimaksud nelayan pendatang adalah nelayan
yang berasal dari luar wilayah Palabuhanratu. Dilihat dari sisi waktu kerja,
nelayan di Palabuhanratu dikelompokkan menjadi nelayan penuh dan nelayan
sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang sehari-harinya berprofesi sebagai
5
5
nelayan, sedangkan nelayan sambilan merupakan nelayan yang hanya pada
waktu-waktu tertentu saja melakukan pekerjaan penangkapan ikan. Nelayan di
Palabuhanratu juga dibedakan menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh.
Nelayan pemilik yaitu orang yang memiliki armada penangkapan ikan atau
disebut juragan, sedangkan nelayan buruh adalah orang yang bekerja sebagai anak
buah kapal (ABK) (Ekasari 2008).
2.2.3 Alat tangkap
Alat tangkap ikan adalah alat yang digunakan untuk menangkap atau
mengumpulkan ikan (Diniah 2008). Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan
rumpon di perairan Palabuhanratu diantaranya adalah pancing tonda dan pancing
ulur. Alat tangkap pancing tonda merupakan alat tangkap utama yang digunakan
untuk memancing ikan umpan. Operasi alat tangkap tonda ini ditarik dengan
kapal dan operasi penangkapan dilakukan diburitan kapal. Alat tangkap ini hanya
terdiri dari kail yang memiliki umpan buatan yang terbuat dari benang warna-
warni dan tali nilon multifilamen. Kail yang digunakan memiliki ukuran no tujuh
atau delapan dan tali yang digunakan memiliki ukuran no 100. Ketika
dioperasikan, nelayan memegangi tali dan melakukan tarik ulur dan panjang tali
yang digunakan cukup jauh dari kapal (Jungjunan 2009).
Pancing ulur atau hand line adalah suatu konstruksi pancing yang umum
digunakan oleh nelayan, khususnya nelayan yang berskala kecil (small scale
fishery). Pada umumnya komponen-komponen pembentuk pancing ulur terdiri
atas tali utama (main line) dan tali cabang (branch line) yang terbuat dari bahan
PA monofilament, swivel yang terbuat dari besi putih, mata pancing (hook) yang
terbuat dari besi, dan pemberat (sinkers) yang terbuat dari timah (Subani dan
Barus 1989). Umpan yang digunakan pada pancing ulur adalah layang
(Decapterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.) dan cumi-cumi (Loligo sp.) segar
(Saputra 2002).
Menurut Ayodhyoa (1981) diacu dalam Inizianti (2010), pengoperasian
pancing ulur adalah dengan mengaitkan umpan pada mata pancing yang telah
diberi tali dan menenggelamkannya ke dalam air. Ketika umpan dimakan ikan,
maka mata pancing akan tersangkut pada mulut ikan dan pancing ditarik ke
perahu. Kapal yang biasa digunakan dalam pengoperasian alat tangkap handline
6
6
adalah kapal atau perahu kayu tradisional, bisa juga dengan kapal motor tempel
(Inizianti 2010).
Sumber: UPT UPPI Probolinggo 2010
Gambar 1. Pancing Tonda
Sumber: Rahmat 2007
Gambar 2. Pancing Ulur
7
7
2.3 Alat Bantu Penangkapan Ikan (Rumpon)
Rumpon merupakan alat bantu penangkapan yang digunakan dalam
pengoperasian unit penangkapan ikan handline dan pancing tonda. Terutama
pada unit penangkapan ikan di Teluk Palabuhanratu (Inizianti 2010). Definisi
rumpon menurut Kepmen Kelautan dan Perikanan No. Kep 30/MEN/2004 adalah
alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan di perairan laut.
Penggunaan dan penelitian rumpon untuk memikat ikan sudah dimulai sejak tahun
1900-an. Rumpon biasanya dijadikan alat bantu penangkapan karena alat ini
hanya dijadikan sebagai tambahan yang digunakan sabagai pengumpul ikan pada
suatu tempat alat titik untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan
berdasarkan alat tangkap yang dikehendaki (Subani 1986 vide Octavianus 2005).
Prinsip suatu penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu rumpon
adalah untuk mengumpulkan ikan, sehingga nantinya ikan akan lebih mudah
ditangkap. Diduga ikan tertarik dan berkumpul disekitar rumpon karena rumpon
berfungsi sebagai tempat untuk berlindung dan mencari makan. Adanya ikan
disekitar rumpon menciptakan suatu hubungan makan dan dimakan, dimulai
dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga sejak rumpon dipasang diperairan
(Subani 1986 vide Octavianus 2005).
Ada beberapa prediksi mengapa ikan senang berada di sekitar rumpon
(Sudirman dan Mallawa 2004 vide Wahyudin 2007) :
1. Rumpon tempat berkumpulnya plankton dan ikan kecil lainnya sehingga
mengundang ikan-ikan yang lebih besar untuk tujuan feeding.
2. Merupakan suatu tingkah laku dari berbagai jenis ikan untuk berkelompok
disekitar kayu terapung seperti jenis-jenis tuna dan cakalang. Dengan
demikian, tingkah laku ini dimanfaatkan untuk tujuan penangkapan.
Kepadatan gerombolan ikan pada rumpon diketahui oleh nelayan
berdasarkan buih atau gelembung-gelembung udara yang timbul di permukaan air,
warna air yang gelap karena pengaruh gerombolan ikan atau banyaknya ikan kecil
yang bergerak di sekitar rumpon. Tujuan penggunaan rumpon di lingkungan
perairan laut menurut Wahyudin 2007 adalah :
1) Meningkatkan produksi perikanan
2) Meningkatkan produksi perikanan komersial
8
8
3) Lokasi produksi akuakultur
4) Lokasi rekreasi pancing
5) Mengontrol daya recruitment sumberdaya ikan
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek
penggunaan rumpon menurut Monintja 1990 vide Sianipar 2003 antara lain :
1) Ketersediaan bahan baku rumpon
2) Daya tahan rumpon terhadap berbagai kondisi perairan
3) Kemudahan operasi penangkapan
Posisi rumpon yang terbaik adalah tempat yang dikenal sebagai lintasan
ruaya ikan, daerah upwelling, water fronts, arus eddy, dasar perairan yang datar,
tidak dekat dengan karang dan berada di ambang suatu palung laut (Desan 1982
vide Sianipar 2003).
Monintja (1990) vide Sianipar (2003), menyatakan bahwa manfaat yang
didapat dari penggunaan rumpon adalah sebagai berikut :
1) Efisiensi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian
2) Meningkatkan hasil tangkapan persatuan upaya penangkapan
3) Meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi
ukuran ikan.
2.3.1 Fungsi rumpon
Rumpon dalam penangkapan ikan berfungsi sebagai alat untuk menarik
perhatian agar ikan berkumpul pada suatu wilayah sebagai tempat berlindung dan
merupakan sumber makanan tambahan bagi ikan-ikan. Pengumpulan ikan-ikan
dengan rumpon umumnya untuk ikan-ikan bermigrasi yang secara tidak sengaja
melewati keberadaan rumpon dan tertarik untuk diam atau beruaya di sekitar
rumpon untuk mencari makan, berlindung atau tujuan lainnya baik untuk
sementara maupun permanen (Wahyudin 2007).
Prinsip suatu penangkapan ikan dengan rumpon disamping berfungsi
untuk mengumpulkan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan ikan tersebut
mudah ditangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan yang
tertarik dan berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat
berlindung dan mencari makan (Subani 1986 vide Wahyudin 2007).
9
9
2.3.2 Konstruksi rumpon
Tim Pengkaji Rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) vide Jeujanan
(2008) mengemukakan bahwa persyaratan umum komponen-komponen dari
konstruksi rumpon adalah:
1) Pelampung (float); mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik
(bagian yang mengapung di atas 1/3 bagian), konstruksi cukup kuat, tahan
terhadap gelombang, mudah dikenali dari jarak jauh dan bahan pembuatnya
mudah diperoleh.
2) Pemikat (attractor); mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan, tahan
lama, mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke
bawah dan terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah.
3) Tali-temali (rope); terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk,
harga relatif murah, mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah
gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus dan tidak bersimpul.
4) Pemberat (sinker); bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh serta masa
jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkram.
2.3.3 Informasi mengenai tingkah laku ikan di sekitar rumpon
Pengembangan usaha dibidang penangkapan ikan, maka sangat
dibutuhkan pengetahuan tentang tingkah laku ikan yang akan ditangkap.
Pengetahuan tentang tingkah laku ikan terutama faktor makanan, bagaimana ikan
disekitar rumpon makan menjadi informasi penting dalam keberhasilan
penangkapan.
Menurut Asikin (1985) vide Jeujanan (2008), ada beberapa pendapat
tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon yaitu:
1) Ikan-ikan itu senang bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon;
2) Rumpon itu sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu;
3) Rumpon sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan tertentu;
4) Rumpon itu sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan yang
mempunyai sifat fototaksis negatif.
2.3.4 Mekanisme pengumpulan ikan dengan rumpon
Rumpon merupakan suatu tropic level yang lengkap yang terdiri atas
fitoplankton sebagai produsen sampai dengan predator sebagai konsumen. Oleh
10
10
karena itu, berbagai jenis ikan tertarik untuk berkumpul disekitar rumpon, mulai
dari ikan pelagis kecil sampai ikan pelagis besar yang didominasi oleh tuna dan
cakalang (Monintja dan Zulkarnain 1995 vide Ardianto 2005).
Menurut Bergstrom (1983) vide Imawati (2003) rumpon merupakan suatu
arena makanan. Awal terjadinya arena tersebut adalah timbulnya bakteri dan
mikroalga ketika rumpon pertama kali dipasang. Makhluk renik tersebut bersama
hewan-hewan kecil menarik perhatian ikan pelagis ukuran kecil. Terakhir adalah
giliran ikan pelagis kecil yang akan memikat ikan pelagis besar sehingga di
sekitar rumpon didapatkan adanya gerombolan ikan yang datang untuk keperluan
makan.
2.3.5 Peraturan pemasangan rumpon
Pemasangan rumpon tidak hanya menimbulkan efek positif dengan
meningkatkan produksi perikanan. Akibat dari pemasangan rumpon yang tidak
teratur dan lokasi penangkapan yang berdekatan dapat merusak pola ruaya ikan
yang bermigrasi. Kondisi tersebut dapat merusak keseimbangan ekosistem dan
menimbulkan konflik baik antar nelayan rumpon maupun antar nelayan rumpon
dengan nelayan lainnya selain nelayan rumpon. Selain itu kemudahan menangkap
ikan di sekitar rumpon dapat mengakibatkan overfishing (Juklak Petunjuk
Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon 2006 vide Jungjunan 2009).
Berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan No. Kep 30/MEN/2004,
berikut merupakan tata cara pemasangan rumpon:
1. Rumpon dapat dipasang diwilayah:
1) Perairan dua mil laut sampai denga empat mil laut, diukur dari garis pantai
pada titik surut terendah.
2) Perairan diatas empat mil laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis
pantai pada titik surut terendah.
3) Perairan diatas 12 mil laut dan ZEE Indonesia.
2. Perorangan atau perusahaan berbadan hukum yang akan memasang rumpon
wajib terlebih dahulu memperoleh ijin. Pengusaha atau nelayan yang akan
memasang rumpon mengajukan permohonan izin kepada Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi atau Kabupaten
atau Kota sesuai dengan kewenangan pemberi izin. Sesuai dengan Kepmen
11
11
Kelautan dan Perikanan No. Kep 30/MEN/2004 tentang pemasangan dan
pemanfaatan rumpon.
2.4 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan daerah dimana
operasi penangkapan ikan berlangsung yang diduga tempat ikan bergerombol.
Ikan merupakan organisme yang bersifat mobile, artinya ikan sering berpindah-
pindah tempat yang menyebabkan sulitnya menentukan arah dan letak dari daerah
penangkapan ikan. Tuna hidup di daerah perairan seperti : pertemuan antara dua
arus yang terjadi front, terjadinya upwelling, konvergensi, dan divergensi yang
merupakan daerah berkumpulnya plankton, temperatur perairan optimum berkisar
antara 150C -30
0C (Hetharuca 1983 vide Handriana 2007).
Penangkapan ikan di teluk Palabuhanratu umumnya dilakukan sepanjang
tahun dan dikenal dengan dua musim penangkapan yaitu Musim Timur dan
Musim Barat. Musim Timur adalah musim dimana jumlah ikan sangat banyak
atau berlimpah, yaitu pada bulan Juni-Oktober. Periode ini ditandai dengan angin
yang lemah, keadaan laut yang tenang, dan curah hujan sedikit. Sedangkan
Musim Barat ditandai dengan sedikitnya hasil tangkapan yang didaratkan akibat
keadaan perairan yang cukup membahayakan untuk operasi penangkapan ikan.
Musim Barat berlangsung pada bulan November-April atau Mei (Pariwono et al
1998 vide Handriana 2007), sedangkan menurut Tampubolon (1990) vide
Handriana (2007), hasil tangkapan di Palabuhanratu dapat digolongkan menjadi
tiga musim penangkapan ikan yaitu:
1) Musim banyak ikan (Juni-September)
2) Musim sedang ikan (Maret-Mei dan Oktober-November)
3) Musim kurang ikan (Desember-Februari).
2.5 Hasil Tangkapan
Secara umum hasil tangkapan pancing rumpon adalah ikan pelagis yang
bernilai ekonomis tinggi seperti ikan tuna yang sering bergerombol. Kebiasaan
bergerombol (schooling) ikan tuna adalah pada saat mencari makan. Schooling
tersebut biasanya terdiri dari ikan yang ukurannya sama, hal ini mungkin
12
12
disebabkan oleh kecepatan renang yang relatif sama (Nakamura 1969 vide
Handriana 2007). Daerah penyebarannya secara horizontal meliputi perairan
selatan dan barat Sumatera, perairan Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Laut
Banda dan Flores, Laut Sulawesi dan Perairan barat Papua. Sedangkan
penyebaran secara vertikal sangat dipengaruhi oleh suhu dan swimming layer
(Nakamura 1969 vide Handriana 2007).
Distribusi ikan tuna di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik
faktor internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan.
Faktor internal meliputi jenis (genetis), umur, ukuran serta tingkah laku.
Sedangkan untuk faktor eksternal merupakan faktor lingkungan diantaranya
adalah parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, densitas, kedalaman lapisan
termoklin, arus dan sirkulasi massa air, oksigen dan kelimpahan makanan. Tuna
mata besar bersifat epipelagik, mesopelagik, berada pada permukaan sampai
kedalaman 250 meter. Kedalamam renang tuna bervariasi tergantung jenisnya.
Umumnya tuna tertangkap di kedalaman 0-400 meter. Bigeye kecil dan juvenile
bergerombol di permukaan perairan dengan sesama spesiesnya ataupun dengan
madidihang dan cakalang, sedangkan ikan dewasanya tinggal di perairan yang
lebih dalam (Maury 2005 vide Faizah 2010).
2.5.1 Madidihang (Yellowfin Tuna)
Madidihang termasuk dalam ordo Perciformes, famili Scombridae dan
genus Thunnus. Ciri-cirinya adalah badan memanjang bulat seperti cerutu. Tapis
insang berjumlah 26-34, memiliki 2 lidah diatara kedua sirip perutnya. Jari-jari
keras sirip punggung pertama berjumlah 13-14 dan 14 jari-jari lemah pada sirip
punggung kedua, dan dilengkapi dengan jari-jari sirip tambahan berjumalah 8-10.
Sirip punggung dan sirip dubur tambahan pada ikan dewasa sangat panjang,
kemudian badan bersisik-sisik kecil. Ikan Mandidihang termasuk ikan buas,
karnivor, predator dan panjangnya mencapai 50-150 cm. Ikan ini hidupnya
secara bergerombol kecil. Ikan yellowfin tuna merupakan jenis epilagic oceanic
fish, hidup di atas dan di bawah thermocline, ada pada temperatur 65 sampaii 880F
(18-310C) (Jungjunan 2009).
13
13
Berikut ini adalah klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) :
Phylum: Chordata
Subphylum: Vertebrata
Class: Teleostei
Subclass: Actinopterygii
Order: Perciformes
Suborder: Scombridae
Family: Scombridae
Subfamily: Scombrinae
Genus: Thunnus
Spesies: Thunnus albacores
Sumber: http://www.gofishcabo.com/the-fish/yellowfin-tuna/
Gambar 3 Ikan madidihang (yellowfin tuna)
2.5.2 Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Menurut Gunarso (1996) vide Jungjunan (2009), cakalang atau skipjack
tuna merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting. Ikan cakalang
menyebar disekitar daerah tropis, yaitu pada suhu antara 260C – 32
0C. Ikan
cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan subtropis pada lautan
Atlantik, Hindia, dan Pasifik kecuali laut Mediterania. Penyebarannya dapat
dibagi menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut
letak geografis dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman
14
14
perairan. Penyebaran tuna dan cakalang sering mengikuti penyebaran atau
sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan
daerah yang kaya akan fitoplankton (Nakamura 1969 vide Jungjunan 2009).
Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae. Ciri-ciri
morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat,
tapis insang (gill rakes) berjumlah 53-63 pada helai pertama. Ikan cakalang
mempunyai dua sirip punggung yang terpisah, pada sirip punggung yang pertama
terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti
oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara sirip perut. Sirip
anal diikuti dengan 7-8 finlet (sirip antara sirip dorsal terakhir dan sirip caudal).
Badannya tidak bersisik kecuali pada barut badan dan literal line terdapat titik-
titik kecil. Bagian punggung berwarna biru kegelapan disisi bawah dan perut
berwarna keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang
memanjang pada bagian samping badan. Sifat dari ikan cakalang yaitu ikan yang
termasuk perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang rakus, selain itu ikan
cakalang sering bergerombol, ikan jenis ini biasa bergerombol diperairan pelagis
hingga kedalaman 200 m. Ikan cakalang mencari makan berdasarkan penglihatan
(Collete 1983 vide Jungjunan 2009).
Klasifikasi cakalang menurut Matsumoto, et al. (1984) vide Jungjunan
(2009) adalah sebagai berikut:
Phylum:Vertebrata
Class: Teleostei
Order: Perciformes
Family: Scombridae
Genus: Katsuwonus
Spesies: Katsuwonus pelamis
15
15
Sumber: http://www.sustainablesushi.net
Gambar 4 Ikan cakalang (katsuwonus pelamis)
2.5.3 Bigeye (Thunnus obesus)
Bigeye merupakan salah satu jenis ikan tuna dengan ukuran besar. Warna
bagian bawah perut putih, garis-garis sisi seperti sabuk biru yang membujur di
sepanjang badan. Ikan tuna jenis bigeye ini memiliki dua sirip punggung (D1)
berwarna kuning terang sedangkan sirip punggung dua (D2) berwarna kuning
muda. Penyebaran bigeye dari perairan tropis ke subtropis yang biasanya berada
pada kedalaman 200 meter. Menurut Fukofuka dan Itano (2006) vide Faizah
(2010), ikan tuna mata besar mempunyai ciri-ciri luar sebagai berikut:
1) Sirip ekor mempunyai lekukan yang dangkal pada pusat celah sirip ekor;
2) Pada ikan dewasa matanya relatif besar dibandingkan dengan tuna yang
lainnya;
3) Profil badan seluruh bagian dorsal dan ventral melengkung secara merata;
4) Sirip dada pada ikan dewasa, ¼-1/3 kali fork length (FL);
5) Ikan tuna mata besar dengan ukuran <75 cm (10 kg) mempunyai sirip dada
yang lebih panjang dari pada ikan tuna sirip kuning dari ukuran-ukuran
sebanding.
16
16
Menurut Collete & Nauen (1983) vide Faizah (2010), klasifikasi ikan tuna
mata besar adalah sebagai berikut:
Phylum: Chordata
Subphylum: Vertebrata
Superclass: Gnathostomata
Class: Osteichthyes
Subclass: Actinopterygii
Suborder: Scombroidei
Family: Scombridae
Subfamily: Scombrinae
Genus: Thunnus
Species: Thunnus
Sumber: http://www.sustainablesushi.net
Gambar 5 Ikan tuna mata besar (thunnus obesus)
2.6 Efektivitas
Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil yang telah dicapai terhadap
suatu tujuan. Efektivitas (Ef) sama dengan hasil yang telah dicapai atau telah
didapatkan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dinyatakan
dalam persen (Gibson 1990 vide Jeujanan 2008). Efektivitas juga bisa diartikan
perbandingan-perbandingan antara hasil dengan tujuan dalam persen, dimana
apabila efektivitasnya 100% maka dapat dikatakan cukup efektif, sedangkan
apabila nilai efektivitasnya dibawah 100% dapat dikatakan kurang efektif, jadi
17
17
efektivitas sama dengan hasil yang telah dicapai atau telah didapatkan
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dinyatakan dalam persen.
Efektivitas alat tangkap adalah suatu kemampuan alat tangkap untuk
mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan tujuan penangkapan.
Hasil tangkapan suatu alat tangkap dipengaruhi oleh efektivitas alat dan efisiensi
cara operasi. Efektivitas alat tangkap secara umum tergantung pada faktor-faktor
parameter alat tangkap itu sendiri (rancang bangun dan konstruksi), pola tingkah
laku ikan, ketersediaan atau kelimpahan ikan dan kondisi oseanografi (Fridman
1988 vide Jeujanan 2008).