2. teori penunjang 2.1 konsep jasa · hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar...

41
9 Universitas Kristen Petra 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa Jasa seringkali dipasarkan bersama-sama dengan barang berwujud. Jasa membutuhkan barang-barang pendukung dan barang-barang membutuhkan jasa pendukung pula agar dapat terjual. Menurut Payne (1993, p. 6), jasa adalah ”sebuah aktivitas yang memiliki beberapa elemen tak nyata yang terkait dengannya, dimana melibatkan beberapa interaksi dengan pelanggan atau properti milik pelanggan, dan tidak berakhir pada perpindahan kepemilikan. Perubahan pada kondisi dapat muncul dan produksi dari jasa dapat ataupun tidak dapat terkait dengan produk fisik”. 2.1.1 Karakteristik Jasa Menurut Kotler & Armstrong (2006, p. 243), jasa memiliki 4 karakteristik, yaitu: 1. Tidak nyata/ service intangibility, yaitu jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar, atau dibau sebelum dibeli. 2. Tidak dapat dipisahkan/ service inseparability, yaitu jasa diproduksi dan dikonsumsi dalam waktu yang sama dan tidak dapat dipisahkan dari penyedianya. 3. Berbeda/ service variability, yaitu kualitas jasa akan sangat berbeda/ bervariasi tergantung pada siapa yang menyediakannya, serta kapan, dimana, dan bagaimana. 4. Tidak tahan lama/ service perishability, yaitu jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau penggunaan berikutnya. 2.2 Konsep Hotel 2.2.1 Pengertian Hotel Menurut Dimyati (1989, p. 33), hotel adalah ”sejenis akomodasi yang menyediakan fasilitas dan pelayanan penginapan, makan dan minum, serta jasa- jasa lainnya untuk umum yang tinggal untuk sementara waktu dan dikelola secara

Upload: others

Post on 08-Nov-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

9 Universitas Kristen Petra

2. TEORI PENUNJANG

2.1 Konsep Jasa

Jasa seringkali dipasarkan bersama-sama dengan barang berwujud. Jasa

membutuhkan barang-barang pendukung dan barang-barang membutuhkan jasa

pendukung pula agar dapat terjual. Menurut Payne (1993, p. 6), jasa adalah

”sebuah aktivitas yang memiliki beberapa elemen tak nyata yang terkait

dengannya, dimana melibatkan beberapa interaksi dengan pelanggan atau properti

milik pelanggan, dan tidak berakhir pada perpindahan kepemilikan. Perubahan

pada kondisi dapat muncul dan produksi dari jasa dapat ataupun tidak dapat

terkait dengan produk fisik”.

2.1.1 Karakteristik Jasa

Menurut Kotler & Armstrong (2006, p. 243), jasa memiliki 4 karakteristik,

yaitu:

1. Tidak nyata/ service intangibility, yaitu jasa tidak dapat dilihat, dirasakan,

diraba, didengar, atau dibau sebelum dibeli.

2. Tidak dapat dipisahkan/ service inseparability, yaitu jasa diproduksi dan

dikonsumsi dalam waktu yang sama dan tidak dapat dipisahkan dari

penyedianya.

3. Berbeda/ service variability, yaitu kualitas jasa akan sangat berbeda/

bervariasi tergantung pada siapa yang menyediakannya, serta kapan, dimana,

dan bagaimana.

4. Tidak tahan lama/ service perishability, yaitu jasa tidak dapat disimpan untuk

penjualan atau penggunaan berikutnya.

2.2 Konsep Hotel

2.2.1 Pengertian Hotel

Menurut Dimyati (1989, p. 33), hotel adalah ”sejenis akomodasi yang

menyediakan fasilitas dan pelayanan penginapan, makan dan minum, serta jasa-

jasa lainnya untuk umum yang tinggal untuk sementara waktu dan dikelola secara

Page 2: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

10 Universitas Kristen Petra

komersial”. Sedangkan definisi hotel oleh BPS (Badan Pusat Statistik)

mengidentifikasikan hotel sebagai “suatu bidang usaha yang menggunakan suatu

bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, untuk setiap

orang yang menginap, makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas

lainnya dengan pembayaran. Ciri khusus dari hotel adalah mempunyai restoran

yang dikelola langsung di bawah manajemen hotel tersebut.”

Menurut Dittmer (2002, p. 209), hotel secara umum menawarkan jasa tata graha

(housekeeping) dan bantuan angkutan barang-bawaan, makanan,

minuman, telepon, dan jasa lainnya. Tingkat dari jasa-jasa tersebur

bervariasi dari satu properti ke properti lainnya. Beberapa hotel

menyediakan jasa tingkat penuh: restoran, bar, cocktail lounges, layanan

kamar, penata rambut, ruang olahraga, komputer, fotokopi dan fasilitas

faksimili, binatu, toko suvenir, fasilitas pencairan cek, dan jasa keuangan

lainnya, kios koran, agen perjalanan, apotik, dan lainnya. Hotel lainnya

tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata

graha.

2.2.2 Klasifikasi Hotel

Hotel dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori yang didasarkan

pada kriteria ukuran, lokasi, tipe produk hotel, serta meal plan. Selain kriteria-

kriteria tersebut, terdapat pula pengklasifikasian hotel menurut bintang.

Menurut Badan Pusat Statistik (2008), hotel berbintang adalah suatu bidang usaha

yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang

disediakan secara khusus, untuk setiap orang yang menginap, makan,

memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan

pembayaran, dan telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang

seperti yang ditentukan oleh Dinas Pariwisata Daerah (Diparda).

Persyaratan tersebut antara lain mencakup:

• Persyaratan fisik, seperti lokasi hotel, kondisi bangunan.

• Bentuk pelayanan yang diberikan

• Kualifikasi tenaga kerja, seperti pendidikan, dan kesejahteraan

karyawan.

Page 3: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

11 Universitas Kristen Petra

• Fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia, seperti lapangan

tenis, kolam renang, dan diskotik.

• Jumlah kamar yang tersedia.

Menurut Dimyati (1989, p. 45), terdapat 5 kelas hotel, yaitu:

• Hotel bintang 1 (*)

• Hotel bintang 2 (**)

• Hotel bintang 3 (***)

• Hotel bintang 4 (****)

• Hotel bintang 5 (*****)

Hotel-hotel dengan golongan kelas tertinggi dinyatakan dengan tanda

bintang 5 dan hotel-hotel dengan golongan kelas terendah dinyatakan

dengan tanda bintang 1. Hotel-hotel yang tidak memenuhi standar kelima

kelas tersebut, atau yang berada di bawah standar minimum hotel non

bintang.

Proses klasifikasi dan re-klasifikasi hotel sendiri dilaksanakan oleh PHRI

bekerjasama dengan Pemerintah. PHRI atau Perhimpunan Hotel dan Restoran

Indonesia disebut juga sebagai IHRA (Indonesia Hotel & Restaurant Association)

(Badan Pimpinan Daerah (BPD) PHRI Bali, n.d)

Berikut kriteria klasifikasi hotel berbintang yang didalamnya menyangkut

jumlah kamar, luas kamar, serta fasilitas lainnya:

Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi Hotel

Bintang 1 2 3 4 5 Jumlah Kamar 10 - 14 15 - 29 30 - 49 50 - 99 > 100 Suite Room - 1 2 3 4 Luas Kamar Single 14 m2 16 m2 18 m2 24 m2 26 m2 Double - 22 m2 24 m2 48 m2 52 m2

Lobby ada ada Min 30 m2

Min 30 m2

Min 100 m2

Fasilitas Olahraga 1 2 3 3 3 Saluran Komunikasi 1 2 3 4 6 Rental 1 1 3 4 5 Air 150 lt 300 lt 500 lt 750 lt 750 lt

Sumber: Keputusan Dirjen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi no. 14/U/II/1988

Page 4: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

12 Universitas Kristen Petra

2.2.3 Struktur Departemen Hotel

Gambar 2.1 Struktur Departemen dalam Hotel Full-Service

Sumber: Stutts & Wortman (2006, p. 30)

Gambar 2.1 menggambarkan struktur departemen dalam hotel full-service

dimana dalam satu organisasi terbagi dalam 5 departemen, yaitu departemen

room, food and beverage, human resources, marketing and sales, serta

accounting.

Menurut Stutts & Wortman (2006, p. 30), pada dasarnya departemen dapat dibagi

sebagai front of the house (departemen-departemen yag karyawannya

berhubungan dengan tamu, seperti meja depan/ front desk) dan back of the

house (dimana karyawan hanya sedikit memiliki kontak dengan tamu,

seperti akunting). Room department (disebut front desk department pada

fasilitas dengan layanan terbatas/ limited-service facility) meliputi

reservasi (reservations), kantor depan (front office), tata graha

(housekeeping), laundry, dan telepon atau PBX (private branch exchange).

Rooms Food and Beverage

Human Resources

Marketing & Sales

Accounting

General Manager

− Reservations

− Front Office

− Housekeeping

− Laundry

− Security

− Engineering

− PBX

− Food Production

− Food Services

− Room Service

− Beverage Manager

− Convention & Catering

− Stewarding

− Employee Recruitment

− Benefit Manager

− Training

− Sales Manager − Assistant Controllers

− Finance Operations

− Purchasing

− Storeroom

− Food & Beverage Controller

− Credit Systems

Page 5: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

13 Universitas Kristen Petra

Dalam hotel dengan fasilitas penuh (full-service hotels) yang lebih kecil,

bagian keamanan (security) dan teknik (engineering) juga turut

dimasukkan dalam room department. Tanggung jawab dari room

department meliputi reservasi, penerimaan tamu, penempatan kamar,

pencatatan status kamar (tersedia atau terpakai), penyampaian surat dan

pesan telepon dengan tepat, keamanan, pembersihan ruangan tamu dan

ruangan publik seperti lobi, serta menjawab berbagai pertanyaan tamu.

Sedangkan food and beverage department memiliki fungsi utama untuk

menyediakan makanan dan minuman kepada tamu hotel. Pada masa kini,

masalah penyajian makanan dan minuman menjadi lebih kompleks.

Sebuah hotel besar dapat memiliki coffee shop, gourmet restaurant, snack-

bar tepi kolam renang, layanan kamar, banquet halls, dan ruang serbaguna

dimana makanan dan minuman disajikan. Sebuah hotel juga dapat

memiliki lounge, nightclub, dan lobby bar. Karena beragamnya layanan

yang disediakan, food and beverage department biasanya dibagi dalam

beberapa sub unit. Layanan makanan pada restoran hotel biasanya

dikepalai oleh asisten direktur food and beverage. Selain itu, beberapa

hotel besar juga memiliki unit tersendiri yang bertugas atas layanan kamar,

dan beberapa hotel bahkan memiliki departemen tersendiri untuk minuman

beralkohol karena tingginya marjin dari penjualan minuman beralkohol

(unit ini biasanya dikepalai oleh beverage manager). Selain itu,

kebanyakan hotel full-service juga memiliki bisnis konvensi dan catering

tersendiri. Sebuah hotel yang meningkatkan penggunaan fasilitasnya untuk

konvensi dan pertemuan dapat pula membentuk departemen layanan

konvensi tersendiri. Sedangkan dari sisi ukuran hotel, sebuah hotel bahkan

dapat memiliki unit yang bertanggung jawab atas pembersihan peralatan

makanan dan minuman, yang disebut stewarding department (Stutts &

Wortman, 2006, p. 33 - 34).

Tugas utama dari manajer dari marketing and sales department adalah masalah

penjualan fasilitas dan jasa hotel baik kepada individu maupun grup.

Manajer penjualan menjual kamar, makanan dan minuman, kepada klien

Page 6: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

14 Universitas Kristen Petra

potensial melalui pengiklanan, keikutsertaan dalam asosiasi, pertemuan

konferensi, dan kontak langsung (Stutts & Wortman, 2006, p. 35).

Human and resource department tidak melayani pelanggan, melakukan reservasi,

maupun menyiapkan makanan dan minuman, namun memiliki peran yang

penting dalam efisiensi operasional hotel. Tiga fungsi dari human and

resource department adalah rekrutment karyawan, administrasi

pembayaran, dan pelatihan. Tantangan utama dari human and resource

department adalah interaksinya dengan departemen lain. Walaupun human

and resource department yang bertugas merekrut, mewawancara, dan

menyaring calon karyawan, keputusan penerimaan tetap terletak pada

departemen dimana karyawan baru tersebut akan bekerja. Karena itu,

keefektifan human and resource department terletak pada kemampuan

manajer human and resource department untuk membentuk hubungan

kerja yang efektif dengan manajer departemen lain (Stutts & Wortman,

2006, p. 35).

Pada kebanyakan hotel, accounting department menggabungkan fungsi staff,

dengan fungsi lini, atau fungsi - fungsi yang bertanggung jawab langsung

untuk melayani pelanggan. Peran dari accounting department adalah

mencatat transaksi keuangan, menyiapkan dan menginterpretasi laporan

keuangan, dan menyediakan laporan hasil operasional kepada para

manajer departemen lain (fungsi lini). Tanggung jawab lainnya, dilakukan

oleh assistant controller untuk bagian keuangan meliputi persiapan

pembayaran gaji, piutang, dan utang (fungsi staf) (Stutts & Wortman,

2006, p. 35).

2.3 Konsep Hubungan Jasa (Service Encounters) atau Moments of Truth

2.3.1 Definisi Hubungan Jasa (Service Encounters) atau Moments of Truth

Hubungan jasa secara teknis dapat didefinisikan sebagai interaksi langsung antara

seorang pelanggan dengan penyedia jasa (Suprenant & Solomon 1987,

p.87). Definisi ini adalah sebuah definisi yang teknis dan tepat, namun

sedikit dangkal. Shostack (1985, p.243) mendefinisikan hubungan jasa

(service encounters) sebagai suatu periode dimana pelanggan berinteraksi

Page 7: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

15 Universitas Kristen Petra

langsung dengan sebuah jasa. Definisi ini mencakup pengertian yang lebih

luas karena menyertakan seluruh aspek dari perusahaan jasa dimana

pelanggan berinteraksi – termasuk fasilitas fisik perusahaan dan elemen

terlihat lainnya. Definisi tersebut tidak membatasi hubungan hanya sebatas

interaksi interpersonal antara pelanggan dan perusahaan, sebaliknya

hubungan jasa dapat muncul bahkan tanpa elemen interaksi manusia sama

sekali. Parkir hotel yang tidak mencukupi atau kunci yang tidak dapat

membuka kamar tamu dapat menjadi hubungan jasa (service encounters)

yang negatif dalam sebuah hotel – walaupun interaksi personal dengan

staff hotel dapat sebaliknya memuaskan (Kandampully, 2002, p. 192).

Beberapa hubungan/ encounters memiliki kepentingan yang lebih besar daripada

hubungan lainnya dan hal ini disebut insiden kritis (critical incident) atau

moment of truth (Middleton & Clarke, 2001, p. 99). Istilah moment of truth

diperkenalkan ke dalam literatur manajemen oleh Normann (1984; 1991,

2000). Istilah ini kemudian sukses digunakan untuk mengilustrasikan

hubungan jasa (service encounters) dalam berbagai organisasi jasa

(Kandampully, 2002, p. 192).

Menurut Lovelock & Wright (2002, p. 55), moments of truth merupakan suatu

titik dalam penyampaian jasa dimana pelanggan berinteraksi dengan

karyawan jasa atau peralatan self-service dan hasil akhirnya dapat

mempengaruhi persepsi kualitas jasa. Banyak jasa (terutama jasa dengan

tingkat kontak tinggi) melibatkan sejumlah hubungan antara pelanggan

dengan karyawan jasa, baik per orang atau terbatas pada telepon atau e-

mail). Hubungan jasa dapat pula terjadi antara pelanggan dengan fasilitas

fisik atau peralatan. Dalam jasa dengan tingkat kontak yang rendah,

pelanggan memiliki hubungan yang lebih sering dengan mesin otomatis

yang difungsikan untuk menggantikan personel manusia.

Moments of truth dapat terjadi pada setiap bisnis. Sebagai contoh, penumpang

pesawat dapat berpikir bahwa noda bekas kopi pada meja lipat dapat

berarti bahwa perusahaan penerbangan pasti tidak memiliki perawatan

mesin yang baik dan pesawat tersebut mungkin saja tidak aman untuk

terbang. Saat kantor depan hotel menelepon ke kamar tamu 30 menit

Page 8: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

16 Universitas Kristen Petra

setelah tamu tiba di kamar untuk memastikan bahwa segalanya telah

dilakukan dengan baik, tamu dapat berpikir bahwa hotel peduli terhadap

tamunya dan hotel tersebut merupakan tempat yang nyaman untuk

ditinggali. Moments of truth juga dapat terjadi di mana saja, seperti

menepati apa yang sudah dijanjikan, menelepon kembali, menjadwalkan,

menyapa, waktu respon, penampilan, cara berjabat tangan, kontak mata,

mendengarkan, dan lain-lain (Powers, 2003).

Dari sisi pelanggan, kesan terhadap jasa yang paling jelas muncul pada

moments of truth adalah saat pelanggan berinteraksi dengan perusahaan jasa. Pada

hubungan inilah pelanggan menerima sudut pandang mengenai kualitas organisasi

jasa dan setiap hubungan berkontribusi terhadap kepuasan total pelanggan serta

kemauan untuk berhubungan kembali dengan organisasi. Oleh sebab itu, dari sisi

perusahaan, setiap hubungan mendatangkan kesempatan untuk membuktikan

potensinya sebagai penyedia jasa dan meningkatkan loyalitas pelanggan.

Walaupun kejadian awal dalam alur hubungan kemungkinan besar merupakan hal

yang sangat penting, hubungan apapun dapat berpotensi penting dalam

menentukan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Jika pelanggan berinteraksi

untuk pertama kalinya dengan perusahaan, hubungan awal akan

menciptakan kesan pertama pelanggan terhadap perusahaan. Dalam situasi

hubungan pertama, pelanggan seringkali tidak memiliki dasar untuk

menilai perusahaan, dan kontak pertama baik melalui telepon atau secara

langsung dengan perwakilan perusahaan dapat merupakan hal yang

penting dalam persepsi kualitas pelanggan. Bahkan saat pelanggan telah

memiliki interaksi berulang kali dengan perusahaan, setiap hubungan

merupakan hal yang penting dalam menciptakan gambaran dalam ingatan

pelanggan tentang perusahaan. Di sisi yang lain, kombinasi dari interaksi

positif dan negatif dapat membuat pelanggan meragukan kualitas

perusahaan dan konsistensinya dalam menyampaikan jasa serta rentan

terhadap daya tarik kompetitor (Zeithaml & Bitner, 2003, p. 101).

Page 9: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

17 Universitas Kristen Petra

2.3.2 Moments of Truth dalam Hotel

Seorang pelanggan membuat penilaian mengenai sebuah perusahaan setiap kali

pelanggan memiliki kontak dengan elemen apapun dari perusahaan

tersebut. Sebagai contoh: dalam sebuah hotel, seorang pelanggan dapat

pertama kali melakukan kontak dengan hotel saat taxi yang ditumpangi

berhenti di depan pintu masuk hotel. Kesan pertama yang dibuat dari

penampilan fisik luar bangunan dapat menjadi moment of truth pertama.

Jika pelanggan berharap bahwa pintu taksi untuk dibukakan oleh

doorkeeper, maka kehadiran atau ketidakhadiran doorperson dapat

menjadi moment of truth berikutnya (Dittmer, 2002, p. 14).

Moment of truth selanjutnya dapat ditemukan dari sikap atau penampilan

doorperson, atau cara bagaimana pekerjaannya dilakukan. Moment of truth

lainnya datang dari kontak pelanggan dengan desk clerks dan bellstaff,

dalam perjalanan di dalam self-service elevator, dan reaksi pertama

pelanggan pada kamar yang diberikan. Masih banyak moment of truth

yang muncul saat pelanggan menginap dalam hotel. Pada akhirnya, kesan

keseluruhan pelanggan mencerminkan setiap kontak yang dibuat dalam

satu periode, termasuk sejumlah penilaian terhadap perusahaan mengenai:

seefisien apakah perusahaan dijalankan, apakah perusahaan berorientasi

pelanggan atau tidak, sekompeten apakah para karyawan hotel tersebut,

seberapa baik perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggannya, serta

tingkat dari kualitas jasa hotel tersebut (Dittmer, 2002, p. 14).

Tabel 2.2 Moment of truth dalam rangkaian jasa tamu hotel Moment of truth dalam rangkaian jasa tamu hotel

Pemasaran • Survei pelanggan (sebelum dan setelah menginap) • Pengiklanan: billboards, surat langsung, radio, televisi, media cetak, internet; promosi insentif baik secara tunggal maupun dengan organisasi hospitality yang lain Reservasi • Nomor bebas pulsa, faks, sistem reservasi nasional (kemudahan akses), internet • Sikap staf reservasi dalam percakapan telepon • Kebijakan pembatalan (pembatasan yang masuk akal) • Penerimaan kartu kredit

Page 10: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

18 Universitas Kristen Petra

• Ketersediaan akomodasi (pertimbangan nilai dan biaya) • Produk/ jasa komplementer (pertimbangan nilai dan biaya) • Informasi transportasi hotel dan transportasi umum  Registrasi • Transportasi hotel dan transportasi umum • Salam (doorman, bell staff, karyawan kantor depan) • Bantuan pada bagasi • Prosedur check-in (lama antrian, kemudahan check-in dengan kartu registrasi yang telah dicetak atau mesin self-registration) • Ruang akomodasi (pertimbangan nilai dan biaya) • Penerimaan kartu kredit • Produk/ jasa komplementer (pertimbangan nilai dan biaya) • Status/ ketersediaan ruangan • Informasi layanan hotel yang lain • Kebersihan dan desain interior lobby, elevators, dan kamar • Operasi pendingin ruangan, pemanas, televisi, radio, saluran air dalam kamar • Ketersediaan amenities  Tamu menginap Departemen Hotel Lainnya • Departemen layanan makanan (penawaran menu, jam operasi, harga, tingkat layanan, suasana) • Toko oleh-oleh (pemilihan, suvenir, nilai/ harga) • Layanan kamar (penawaran menu, harga, jam ketersediaan, kecepatan dalam pengantaran dan pengambilan kembali baki • Valet service (lama penjemputan dan pengantaran, harga, kualitas layanan) • Layanan tata graha (pembersihan kamar tiap hari, penggantian/ pengisian kembali amenities, kebersihan area publik, permintaan penunjukan arah dalam hotel) • Ketersediaan akomodasi (pertimbangan nilai dan biaya) • Keamanan (ketersediaan dalam 24 jam, perlengkapan keamanan kebakaran, formulir dan distribusi kunci secara anonim, layanan perbaikan kunci dan anak kunci, permintaan penunjukan arah dalam hotel) Kantor Depan/ Front Office • Permintaan informasi dan bantuan (wake-up calls, jam-jam operasi departemen yang lainnya, pemindahan permintaan ke departemen lain) • Sistem telepon (bantuan dari staf) • Pembaharuan data historis tamu • Perpanjangan masa penginapan  Checkout • Tenggat waktu checkout yang masuk akal dan fleksibel • Bantuan pada bagasi • Ketersediaan dan kecepatan elevator

Page 11: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

19 Universitas Kristen Petra

• Pembayaran tagihan checkout dalam kamar • Lama antrian • Ketersediaan cetakan data historis tamu; keakuratan biaya yang dikenakan • Reservasi tambahan 

Sumber: Bardi (2007, p. 320)

Tabel 2.1 menggambarkan moment of truth dalam rangkaian jasa tamu.

Gambaran ini dapat dipergunakan sebagai panduan untuk hal-hal yang harus

dievaluasi. Semakin banyak yang dilakukan untuk mengidentifikasi komponen-

komponen dalam rangkaian jasa pelanggan dalam sebuah hotel, semakin efektif

bagi para menajer dan keryawan hotel dalam mengevaluasi penyampaian jasa.

Sikap yang diharapkan dapat diidentifikasi dan diukur. Sebagai contoh: bila

bagian dari proses registrasi bergantung pada penjemputan dan pengantaran tamu

yang cepat ke hotel dengan menggunakan transportasi hotel, maka komplain dari

pelanggan mengenai keterlambatan atau layanan yang lambat merupakan info

bagi pemilik, manajer, dan karyawan bahwa karyawan lini depan tidak

menyampaikan layanan yang dibutuhkan dengan benar (Bardi, 2007, p. 327).

2.4 Konsep Kegagalan Jasa

Menurut Hoffman & Bateson (1997, p. 327), kegagalan jasa (service

failures) didefinisikan sebagai “gangguan dalam penyampaian jasa; Jasa yang

tidak memenuhi harapan pelanggan.”

Selain itu, menurut Berry & Parasuraman (1991, p. 39), saat

permasalahan jasa terjadi, kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dapat saja

tergoncang, namun tidak akan hancur kecuali berada di bawah 2 kondisi berikut:

1. Permasalahan menguatkan pola yang berulang muncul tak lama sebelumnya.

2. Usaha pemulihan gagal memuaskan pelanggan, justru mempersulit daripada

memperbaiki kegagalan.

2.4.1 Kategori Kegagalan Jasa

Menurut Hoffman dan Bateson (1997, p. 327) kegagalan jasa (service

failures) dapat dikategorikan ke dalam 1 dari 3 kategori utama, yaitu:

Page 12: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

20 Universitas Kristen Petra

1. Kegagalan dalam sistem penyampaian jasa (service delivery system failures)

Kegagalan dalam sistem penyampaian jasa merupakan kegagalan perusahaan

dalam menyediakan jasa inti. Secara umum, kegagalan dalam sistem

penyampaian jasa terdiri dari respon karyawan terhadap 3 tipe kegagalan,

yaitu:

• Jasa yang tidak tersedia (unavailable service), yang merujuk pada jasa

yang normalnya tersedia namun kurang tersedia atau tidak tersedia

• Jasa yang lambat secara tidak masuk akal (unreasonably slow service),

yaitu jasa atau karyawan yang pelanggan rasa luar biasa lambat dalam

menyelesaikan fungsinya.

• Kegagalan jasa inti lainnya (other core service failures), yaitu gangguan

jasa inti lainnya atau tindakan yang tidak sesuai dengan harapan pelanggan

2. Respon terhadap kebutuhan dan permintaan pelanggan (responses to customer

needs and requests)

Tipe kedua dari kegagalan jasa ini merujuk pada karyawan yang merespon

kebutuhan dan permintaan khusus konsumen secara individual. Kebutuhan

konsumen dapat bersifat implisit atau eksplisit.

• Kebutuhan implisit (implicit needs) merupakan kebutuhan pelanggan yang

tidak diminta namun dapat terlihat jelas oleh penyedia jasa. Sebagai

contoh ialah perhatian terhadap kesehatan pelanggan yang terlihat kurang

baik, atau pemberitahuan kepada pelanggan saat terjadi keterlambatan.

• Permintaan eksplisit (explicit requests) merupakan kebutuhan pelanggan

yang diminta secara jelas.

Secara umum, kebutuhan dan permintaan pelanggan terdiri dari respon

karyawan terhadap 4 tipe kegagalan yang mungkin terjadi, yaitu:

• Kebutuhan khusus (special needs), yaitu permintaan yang berdasarkan

hambatan medis khusus, psikologi, bahasa, dan sosiologi pelanggan

• Pilihan pelanggan (customer preferences), yaitu kebutuhan pelanggan

yang tidak disebabkan hambatan medis, aturan makanan, psikologi,

bahasa, dan sosiologi pelanggan.

Page 13: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

21 Universitas Kristen Petra

• Kesalahan pelanggan (customer errors), yaitu kesalahan yang disebabkan

dan diakui sebagai kesalahan pelanggan.

• Hal lain yang mengganggu (disruptive others), yaitu pelanggan yang

mempengaruhi pengalaman jasa pelanggan lain secara negatif.

3. Tindakan karyawan yang tidak tepat dan tidak diharapkan (unprompted and

unsolicited employee action)

Tipe ketiga kegagalan jasa ini berkaitan dengan kejadian dan sikap karyawan -

yang baik maupun yang buruk - yang tidak diharapkan oleh pelanggan.

Tindakan-tindakan tersebut tidak diminta oleh pelanggan ataupun termasuk

dalam sistem penyampaian inti. Tipe ini dikategorikan dalam 4 grup, yaitu:

• Tingkat perhatian (level of attention), yaitu perhatian baik bersifat positif

ataupun negatif yang diberikan kepada pelanggan oleh karyawan. Tingkat

perhatian negatif berkaitan dengan karyawan yang bersikap buruk,

mengabaikan pelanggan, dan sikap karyawan yang menunjukkan perilaku

konsisten dengan sikap tak acuh.

• Tindakan yang tak lazim (unusual action), yaitu kejadian baik maupun

yang buruk dimana seorang karyawan merespon dengan sesuatu yang di

luar kelaziman. Sayangnya, sebuah tindakan yang tak lazim dapat juga

berarti kejadian yang negatif. Tindakan karyawan seperti ketidaksopanan,

kekasaran, dan sentuhan tidak pantas dapat dikualifikasikan sebagai

tindakan tak lazim.

• Norma budaya (cultural norms) merujuk pada tindakan yang secara positif

memperkuat norma-norma budaya seperti persamaan hak, keadilan, dan

kejujuran, ataupun tindakan melanggar norma-norma budaya suatu

masyarakat. Pelanggaran dapat termasuk sikap diskriminasi, tindakan tidak

jujur seperti berbohong, berbuat curang, dan mencuri, serta aktifitas lain

yang dianggap tidak adil oleh pelanggan.

• Gestalt merujuk pada evaluasi pelanggan yang diciptakan secara holistik

dan lebih dinyatakan dalam istilah-istilah secara keseluruhan daripada

dideskripsikan dalam kejadian yang berlainan.

Page 14: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

22 Universitas Kristen Petra

• Kondisi berlainan (adverse conditions) mencakup tindakan karyawan yang

positif maupun yang negatif di bawah kondisi tertekan. Apabila seorang

karyawan mengambil tindakan kontrol efektif terhadap situasi saat orang-

orang di sekitarnya ”kehilangan akal”, pelanggan akan terkesan oleh

tindakan karyawan di bawah kondisi berlainan tersebut.

Page 15: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

23 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.2 Kategori Kegagalan Jasa

Sumber: Hoffman & Bateson (1997, p. 328)

Page 16: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

24 Universitas Kristen Petra

2.4.2 Respon Terhadap Kegagalan Jasa

Menurut Lovelock & Wirtz (2004, p. 382), ada beberapa jalan bagi

pelanggan untuk merespon kegagalan jasa:

1. Mengambil tindakan publik (termasuk menyampaikan komplain kepada

perusahaan atau pihak ketiga, seperti grup advokat pelanggan, badan

konsumen atau agen regulator, atau bahkan pengadilan kriminal atau sipil).

2. Mengambil tindakan pribadi (termasuk meninggalkan penyedia jasa)

3. Tidak mengambil tindakan

Gambar 2.3 Respon Terhadap Kegagalan Jasa

Sumber: Lovelock & Wirtz (2004)

2.5 Konsep Komplain

Mengeluh (complaining) didefinisikan oleh Webster’s Third International

Dictionary sebagai “mengutarakan perasaan tidak senang, ketidakpuasan, protes,

kemarahan, atau penyesalan” (Hoffman & Bateson, 1997, p. 332).

Satu atau kombinasi dari respon respon ini adalah

mungkin

Hubungan jasa tidak memuaskan

Mengambil tindakan pribadi

Tidak mengambil tindakan

Mengambil tindakan publik

Meninggalkan (berganti penyedia)

Negative word of mouth

Mengambil tindakan hukum untuk mencari

ganti rugi

Komplain kepada pihak ketiga

Komplain kepada Perusahaan

Page 17: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

25 Universitas Kristen Petra

2.5.1 Kategori Komplain

Menurut Kasavana & Brooks (1998, p. 235), komplain tamu dapat

dikategorikan ke dalam 4 kategori permasalahan, yaitu:

1. Komplain mekanis (mechanical complaints)

Kebanyakan tamu menyampaikan komplain terkait kerusakan peralatan hotel.

Komplain mekanis (mechanical complaints) umumnya berhubungan dengan

kontrol suhu, pencahayaan, listrik, perabot ruangan, mesin pendingin, mesin

penjual, kunci ruangan, saluran air, televisi, elevators, dan sebagainya. Bahkan

program perawatan preventif yang unggul pun tidak dapat sepenuhnya

menghilangkan seluruh potensi permasalahan peralatan. Terkadang komplain

tidak hanya mengenai komplain mekanis (mechanical complaints), namun

juga kecepatan respon.

2. Komplain akan perlakuan (attitudinal complaints)

Tamu dapat juga menyampaikan komplain akan perlakuan (attitudinal

complaints) saat tamu merasa dihina oleh staf hotel yang bersikap kasar atau

tidak jujur. Tamu yang mendengar percakapan staf atau yang menerima

komplain dari staf hotel dapat pula merespon dengan menyampaikan komplain

akan perlakuan (attitudinal complaints). Tamu tidak sepatutnya mendengar

karyawan berdebat atau menjadi tempat bercerita permasalahan karyawan.

Manajer dan penyelia (bukan tamu) harus mendengar dan memperhatikan

komplain dan permasalahan karyawan.

3. Komplain terkait jasa (service-related complaints)

Tamu dapat pula menyampaikan komplain terkait jasa (service-related

complaints) saat tamu mengalami permasalahan dengan layanan hotel.

Komplain terkait jasa (service-related complaints) sangat bervariasi seperti

lamanya antrian layanan, kurangnya bantuan atas bagasi, kamar yang tidak

bersih, kesulitan dalam menelepon, wake-up calls yang terlewatkan, makanan

yang dingin dan tidak terhidang dengan baik, atau permintaan akan persediaan

tambahan yang diabaikan.

4. Komplain tak lazim (unusual complaints)

Tamu dapat pula menerima komplain atas tidak tersedianya fasilitas kolam

renang, kurangnya akses transportasi publik, cuaca yang buruk, atau lainnya.

Page 18: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

26 Universitas Kristen Petra

Hotel pada umumnya hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki

kontrol atas kondisi dalam komplain tak lazim (unusual complaints). Namun,

pelanggan terkadang mengharapkan kantor depan (front office) atau

setidaknya mendengarkan mendengarkan situasi tersebut.

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Komplain

Menurut Lovelock, Patterson, & Walker (2001, p. 349), terdapat beberapa

variabel yang terkait dengan perilaku komplain, yaitu:

1. Tingkat ketidakpuasan

2. Biaya menyampaikan komplain (seperti waktu, kegelisahan dalam konfrontasi)

3. Keuntungan yang diperoleh dari menyampaikan komplain

4. Kemungkinan komplain diselesaikan dengan memuaskan

5. Sumber daya yang tersedia untuk menyampaikan komplain

6. Akses kepada cara untuk menyampaikan komplain

7. Pihak yang disalahkan untuk permasalahan tersebut

8. Faktor demografis – Orang yang menyampaikan komplain cenderung berusia

lebih muda, memiliki pendidikan yang lebih baik, memiliki pendapatan di atas

rata-rata pendapatan, dan cenderung memiliki kepercayaan diri tinggi dan

bersikap positif terhadap aktivisme pribadi.

2.5.3 Tujuan Menyampaikan Komplain

Menurut Lovelock & Wirtz (2004, p. 383), terdapat 4 tujuan utama

pelanggan yang menyampaikan komplain, yaitu:

1. Mendapatkan penggantian rugi atau kompensasi

Pelanggan seringkali menyampaikan keluhan untuk memperoleh kembali

beberapa kerugian ekonomis dengan cara menuntut pembayaran kembali,

kompensasi, dan/ atau pengulangan layanan jasa.

2. Melepaskan kemarahan

Beberapa pelanggan menyampaikan keluhan untuk mengembalikan harga

diridan/ atau melepaskan kemarahan dan rasa frustasi. Saat proses jasa bersifat

birokratis dan tidak masuk akal atau karyawan bersikap kasar, mengintimidasi

dengan sengaja, atau tampak tidak perhatian, harga diri, gengsi, atau rasa

Page 19: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

27 Universitas Kristen Petra

keadilan pelanggan akan terpengaruh secara negatif. Pelanggan dapat menjadi

marah dan emosi.

3. Membantu memperbaiki layanan jasa

Saat pelanggan terlibat penuh dalam jasa (seperti di universitas, ikatan alumni,

dan koneksi perbankan utama), pelanggan akan memberikan respon balik

untuk mencoba dan berpartisipasi dalam perbaikan layanan. Para pelanggan

ini termotivasi oleh prospek memperoleh layanan yang lebih baik di masa

mendatang.

4. Alasan altruistik

Beberapa pelanggan termotivasi oleh alasan-alasan altruistik. Para pelanggan

ini ingin menghindarkan pelanggan yang lain dari pengalaman akan masalah

yang sama, serta merasa buruk apabila permasalahan tersebut tidak disorot.

2.5.4 Tujuan Tidak Menyampaikan Komplain

Selain para pelanggan yang menyampaikan keluhannya, terdapat para

pelanggan yang lebih memilih diam dan tidak menyampaikan keluhan. Sebuah

penelitian oleh TARP (Technical Assistance Research Program) bahkan

menunjukkan bahwa dari rata-rata bisnis, perusahaan tidak mendengar 96% suara

pelanggan yang tidak puas (Hoffman & Bateson, 1997, p. 270).

TARP mengidentifikasikan beberapa alasan mengapa pelanggan tidak

menyampaikan komplain, yaitu (Lovelock & Wirtz, 2004, p. 383):

1. Pelanggan tidak ingin membuang waktu untuk menulis surat, mengisi form,

atau menelpon, terutama jika pelanggan tidak merasa bahwa jasa tersebut

cukup penting untuk diusahakan.

2. Pelanggan merasa bahwa hasil akhirnya tidak menentu dan yakin bahwa tidak

ada seorang pun yang memedulikan masalah serta berniat menyelesaikannya.

3. Pelanggan tidak tahu kemana harus pergi atau melakukan apa untuk

menyampaikan keluhannya.

4. Pelanggan merasa bahwa menyampaikan komplain tidak menyenangkan.

Pelanggan dapat merasa takut akan konfrontasi, khususnya apabila komplain

tersebut bersangkutan dengan pihak yang pelanggan kenal dan mungkin akan

berhubungan dengan pihak tersebut lagi.

Page 20: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

28 Universitas Kristen Petra

5. Pelanggan merasa tidak memiliki kuasa (kemampuan untuk mempengaruhi

atau mengatur transaksi), sehingga cenderung untuk tidak menyuarakan

komplain. Dalam hal ini, perilaku menyampaikan komplain dipengaruhi oleh

norma sosial yang mendorong pelanggan untuk tidak bersikap kritis terhadap

beberapa individu (seperti dokter, pengacara, serta arsitek) karena keahlian

individu-individu tersebut.

2.5.5 Hasil Akhir Komplain

Menurut Hoffman & Bateson (1997, p. 334), secara umum, perilaku

menyampaikan komplain berakhir pada 3 hasil, yaitu:

1. Pernyataan (voice), yaitu hasil komplain dimana konsumen secara verbal

mengkomunikasikan ketidakpuasan terhadap toko atau produk. Pernyataan

(voice) dibagi ke dalam 3 golongan:

• Pernyataan tinggi (high voice), apabila komunikasi dinyatakan kepada

manajer atau seseorang pada posisi yang lebih tinggi dalam struktur

daripada penyedia aktual.

• Pernyataan medium (medium voice) muncul apabila konsumen

mengkomunikasikan permasalahan pada orang yang menyediakan jasa.

• Pernyataan rendah (low voice) muncul apabila konsumen tidak

mengkomunikasikan permasalahan pada siapapun terkait dengan toko

ataupun produk namun dapat menyiarkan permasalahan tersebut pada

pihak luar toko.

2. Keluar (exit), yaitu hasil komplain dimana konsumen berhenti berlangganan

pada toko atau menggunakan produk. Keluar (exit) dibagi ke dalam 3

golongan, yaitu:

• Keluar tinggi (high exit) muncul apabila konsumen memutuskan secara

sadar untuk tidak lagi membeli dari perusahaan atau membeli produk

tersebut.

• Keluar medium (medium exit) merefleksikan keputusan sadar konsumen

mencoba untuk tidak lagi menggunakan toko atau produk tersebut lagi.

• Keluar rendah (low exit) berarti bahwa konsumen tidak mengubah perilaku

membelinya dan tetap berbelanja seperti sedia kala.

Page 21: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

29 Universitas Kristen Petra

3. Pembalasan (retaliation), yaitu hasil komplain dimana konsumen mengambil

tindakan sengaja untuk merusak operasi fisik atau merugikan usaha di masa

depan. Pembalasan (retaliation) dibagi ke dalam 3 golongan, yaitu:

• Pembalasan tinggi ( high retaliation) melibatkan tindakan konsumen yang

merusak secara fisik toko atau menyiarkan dengan caranya untuk

mengkomunikasikan kepada pihak lainnya mengenai aspek negatif dari

usaha tersebut.

• Pembalasan medium (medium retaliation). Pada pembalasan medium

(medium retaliation), konsumen menciptakan sedikit ketidaknyamanan

bagi toko atau mungkin mengatakan kepada sedikit orang mengenai

insiden tersebut.

• Pembalasan rendah (low retaliation) tidak melibatkan pembalasan apapun

untuk melawan pihak toko, dan mungkin hanya terdiri dari sedikit word of

mouth negatif.

Ketiga hasil kompain tidak bersifat eksklusif satu sama lain dan dapat

dianggap sebagai 3 aspek dari satu perilaku yang dapat muncul secara bersamaan.

2.6 Konsep Pemulihan Jasa

Menurut Hoffman & Bateson (1997, p. 335), pemulihan jasa (service

recovery) adalah reaksi perusahaan terhadap komplain yang berakhir pada

kepuasan dan dukungan pelanggan. Menurut Hutt & Speh (2007, p. 276),

pemulihan jasa (service recovery) mencakup prosedur, kebijakan, dan proses yang

sebuah perusahaan gunakan untuk memecahkan permasalahan jasa pelanggan

secara tepat dan efektif. Secara lebih terperinci, Tax & Brown mendefinisikan

pemulihan jasa (service recovery) sebagai proses yang mengidentifikasi kegagalan

jasa, secara efektif memecahkan permasalahan pelanggan, mengklasifikasikan

akar permasalahannya, dan menghasilkan data yang dapat diintegrasikan dengan

pengukuran kinerja lainnya untuk meninjau dan memperbaiki sistem jasa

(Gronroos, 2000, p. 114)

Page 22: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

30 Universitas Kristen Petra

2.6.1 Filosofi Pemulihan Jasa

Gambar 2.4 Transaction-Focused Service Recovery

Sumber: Brown, S. W., Cowles, D. L., and Tuten, T. L. (1996, p. 33)

Gambar 2.5 Relationship-Focused Service Recovery

Sumber: Brown, S. W., Cowles, D. L., and Tuten, T. L. (1996, p. 33)

Dari cara pandang strategis, pemulihan jasa dapat mewakili 2 filosofi jasa

yang berbeda, yaitu pemulihan jasa berfokuskan transaksi (transaction-focused

service recovery) dan pemulihan jasa berfokuskan hubungan (relationship-

focused service recovery). Gambar 2.4 menggambarkan pemulihan jasa

berfokuskan transaksi yang ditujukan untuk memastikan kepuasan pelanggan saat

moment of truth, saat pelanggan berinteraksi dengan perusahaan jasa (Zeithaml &

Bitner, 1996, p. 105). Secara berbeda, gambar 2.5 mewakili pandangan pemulihan

jasa berfokuskan hubungan, dimana tujuan dari pemulihan jasa adalah tidak hanya

mengkoreksi kejadian-kejadian spesifik dari kesalahan, namun juga memperbaiki

sistem penyampaian jasa sehingga kejadian kesalahan yang sama akan dapat

dihindari di masa mendatang, dan hubungan jangka panjang dengan pelanggan

yang loyal dapat dipastikan. Selain itu, gambar 2.4 mengartikan bahwa pemulihan

jasa adalah rute alternatif kepada kepuasan pelanggan. Secara berbeda, gambar 2.5

menekankan pentingnya konsistensi dan keterandalan untuk membangun

Service delivery Encounter satisfaction

Service failure Service recovery

Service design and delivery

Service failure

Service recovery

Encounter satisfaction

Service consistency and reliability

Encounter/ overall satisfaction,

perceiverd overall quality/ image,

future expectation

Long-term customer relationship

Page 23: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

31 Universitas Kristen Petra

hubungan jangka panjang. Selain itu, gambar 2.5 juga menunjukkan bahwa

pemulihan jasa harus berperan baik dalam menciptakan kepuasan pelanggan

secepatnya dan memperbaiki desain dan penyampaian jasa di masa depan (Brown,

S. W., Cowles, D. L., and Tuten, T. L., 1996, p. 32).

2.6.2 Dimensi Keadilan Pemulihan Jasa

Gambar 2.6 Dimensi Keadilan Pemulihan Jasa

Sumber: Lovelock & Wirtz (2004, p. 384)

Saat sebuah kegagalan jasa muncul, orang-orang menginginkan pemberian

kompensasi yang adil. Menurut Lovelock & Wirtz (2004, p. 384), terdapat 3

dimensi keadilan dalam proses pemulihan jasa, yaitu:

1. Keadilan prosedural (procedural justice) berhubungan dengan kebijakan dan

peraturan yang pelanggan harus lalui untuk memperoleh keadilan. Disini

pelanggan mengharapkan perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab,

yang merupakan kunci awal dari prosedur yang adil, diikuti oleh proses

service recovery yang mudah dan responsif. Hal ini juga termasuk fleksibilitas

sistem dan pertimbangan masukan dari pelanggan

2. Keadilan interaksi (interactional justice) yang melibatkan karyawan

perusahaan yang menyediakan pemulihan jasa dan perilakunya terhadap

pelanggan. Memberikan penjelasan mengenai kegagalan dan melakukan usaha

untuk menyelesaikan masalah adalah sangat penting. Namun, usaha

pemulihan harus dirasakan sungguh-sungguh, jujur, dan sopan.

Keadilan prosedural (procedural justice)

Keadilan interaksi (interactional

Keadilan hasil (outcome justice)

Penanganan komplain dan proses service recovery

Kepuasan pelanggan atas service recovery

Page 24: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

32 Universitas Kristen Petra

3. Keadilan hasil (outcome justice) berkaitan dengan kompensasi yang pelanggan

terima sebagai hasil dari kerugian dan ketidaknyamanan yang muncul akibat

kegagalan jasa. Hal ini termasuk kompensasi yang bukan hanya untuk

kegagalan saja, namun juga waktu, usaha, dan energi yang digunakan selama

proses pemulihan jasa.

Selain pendapat diatas, Brown & Tax juga memberikan definisi serta

beberapa komponen penting dalam tiga dimensi keadilan jasa (Zeithaml, Bitner,

& Gremler, 2006, p. 223), yaitu:

1. Keadilan prosedural (procedural fairness), yaitu kebijakan, peraturan, dan

kecepatan dalam proses penanganan komplain.

• Pelanggan mengharapkan adanya akses yang mudah untuk memproses

komplain.

• Pelanggan ingin komplain ditangani dengan cepat, dan diharapkan oleh

pihak pertama yang pelanggan kontak.

• Pelanggan ingin perusahaan dapat bersikap fleksibel dalam prosedur,

sehingga usaha pemulihan dapat disesuaikan dengan keadaan individu

pelanggan.

• Pelanggan ingin adanya kejelasan, kecepatan, dan kebebasan dari

hambatan dalam prosedur.

2. Keadilan interaksi (interactional fairness), yaitu perlakuan khusus yang

diterima pelanggan selama proses penanganan komplain

• Pelanggan ingin diperlakukan dengan sopan

• Pelanggan ingin diperlakukan dengan perhatian

• Pelanggan ingin diperlakukan dengan jujur

3. Keadilan hasil (outcome fairness), yaitu hasil yang pelanggan terima dari

komplain yang disampaikan

• Pelanggan mengharapkan hasil akhir atau kompensasi sesuai dengan

tingkat ketidakpuasan.

• Pelanggan mengharapkan hasil atau kompensasi sesuai dengan kesalahan

yang diperbuat oleh perusahaan.

• Pelanggan ingin diberi kompensasi yang tidak lebih ataupun tidak kurang

dari pelanggan lain yang mengalami hal yang sama.

Page 25: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

33 Universitas Kristen Petra

• Pelanggan mengharapkan perusahaan dapat memberikan pilihan dalam

kompensasi.

2.6.3 Prinsip-Prinsip Sistem Pemulihan Jasa yang Efektif

Menurut Lovelock & Wirtz (2004, p. 387), terdapat 3 prinsip penuntun

dalam mengembangkan prosedur pemulihan jasa yang efektif , yaitu:

1. Memudahkan pelanggan untuk memberikan respon balik

Untuk mengatasi keengganan pelanggan yang tidak puas untuk

menyampaikan komplain, perusahaan perlu mengetahui alasan keengganan

tersebut secara langsung. Berikut beberapa strategi untuk mengurangi

hambatan bagi pelanggan untuk menyampaikan komplain.

Tabel 2.3 Strategi Mengurangi Hambatan Penyampaian Komplain

Sumber: Lovelock & Wirtz (2004, p. 387)

Hambatan komplain Strategi untuk mengurangi hambatan Ketidakmudahan • Sulit untuk menemukan

prosedur penyampaian komplain yang benar

• Usaha: seperti menulis dan mengirimkan surat

Membuat mudah dan nyaman respon balik: • Mencetak nomor layanan pelanggan,

serta alamat surat elektronik dan pos pada semua materi komunikasi pelanggan (surat, fax, tafihan, brosur, daftar buku telepon, yellow pages)

Keraguan akan hasil • Keraguan tentang tindakan yang

akan diambil perusahaan untuk memperhatikan masalah yang pelanggan tidak senangi

Memastikan pelanggan bahwa respon balik akan ditanggapi secara serius dan membuahkan hasil: • Memiliki prosedur pemulihan jasa pada

tempatnya dan mengkomunikasikannya pada pelanggan, seperti melalui laporan berkala pelanggan dan situs

• Menampilkan perbaikan-perbaikan layanan yang telah dihasilkan dari masukan para pelanggan

Ketidaknyamanan • Takut untuk diperlakukan kasar • Takut akan pertikaian • Takut dipermalukan

Membuat respon balik sebagai pengalaman positif: • Berterima kasih untuk respon balik

pelanggan (dapat dilakukan secara publik dan secara umum berbicara pada seluruh pelanggan)

• Melatih karyawan garis depan untuk tidak bertikai dan sebaliknya membuat pelanggan merasa nyaman

• Mengijinkan respon balik secara anonim

Page 26: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

34 Universitas Kristen Petra

2. Memungkinkan pemulihan jasa yang efektif

Pemulihan dari kegagalan jasa membutuhkan lebih dari sekedar ekspresi

ramah sebagai penentu untuk menyelesaikan permasalahan yang akan muncul.

Pemulihan jasamembutuhkan komitmen, perencanaan, dan pedoman yang

jelas. Secara spesifik, pemulihan jasa yang efektif dapat mengikuti beberapa

pedoman, yaitu:

• Pemulihan jasa harus proaktif

Pemulihan jasa harus dimulai sebelum pelanggan berpeluang untuk

menyampaikan komplain. Karyawan layanan harus memiliki sensitifitas

mengenali ketidakpuasan dan bertanya apabila pelanggan mengalami

masalah. Respon pelanggan selanjutnya dapat membuka peluang bagi

pemulihan jasa.

• Pemulihan jasa harus direncanakan

Rencana akan kemungkinan kegagalan jasa harus dikembangkan,

khususnya bagi bagi kegagalan jasa yang dapat muncul secara teratur dan

tidak dapat didesain keluar dari sistem. Untuk menyederhanakan tugas

karyawan garis depan, perusahaan harus mengidentifikasi permasalahan

umum serta mengembangkan dan menetapkan solusi bagi karyawan untuk

diikuti.

• Keahlian pemulihan jasa harus diajarkan

Pelanggan dapat secara mudah merasa tidak aman saat kegagalan jasa

terjadi dan pemulihan tidak hadir seperti yang diantisipasi. Pelatihan yang

efektif dapat membekali karyawan garis depan dengan kepercayaan diri

dan kompetensi untuk mengubah kesukaran kepada kesenangan.

• Pemulihan jasa mengharuskan adanya karyawan yang diberdayakan

Usaha pemulihan jasa harus bersifat fleksibel dan karyawan harus

diberdayakan untuk menggunakan penilaian dan keahlian komunikasi

pribadi untuk mengembangkan solusi yang dapat memuaskan pelanggan

yang menyampaikan komplain. Hal ini diperlukan khususnya bagi

kegagalan yang tidak biasa, yang perusahaan belum kembangkan dan

tentukan perangkat solusinya.

Page 27: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

35 Universitas Kristen Petra

3. Merancang tingkatan kompensasi yang tepat

Dalam pemulihan jasa, besar biaya pemulihan akan berbeda sesuai dengan

strateginya. Sebuah kompensasi dapat berjumlah sangat banyak hingga hanya

berupa permohonan maaf. Semakin besar kompensasi bukan berarti semakin

baik. Kompensasi yang terlalu berlebihan bukan saja akan mahal, namun juga

dapat diinterpretasikan pelanggan secara negatif. Hal tersebut akan

menimbulkan pertanyaan mengenai kesehatan perusahaan serta menimbulkan

kecurigaan pelanggan akan motif tersembunyi. Selain itu, kompensasi

berlebihan bukan saja tidak menghasilkan pembelian kembali yang lebih

tinggi daripada pemberian kompensasi yang adil, namun juga dapat

menimbulkan ketidakjujuran pelanggan untuk mencari-cari kegagalan jasa.

Berikut beberapa hal yang dapat membantu menentukan besar kompensasi

yang diberikan saat kegagalan jasa terjadi:

• Bagaimanakah kedudukan pasar perusahaan? Apabila perusahaan dikenal

dengan keunggulan jasanya dan mengenakan premi yang tinggi untuk

kualitas, maka pelanggan akan mengharapkan kegagalan jasa jarang

terjadi, sehingga perusahaan harus menunjukkan usaha yang dapat

dibuktikan untuk memulihkan kegagalan yang muncul dan bersiap

memberikan sesuatu dengan nilai signifikan.

• Seberat apa kegagalan jasa yang terjadi? Pedoman umum dari hal ini

adalah ’memberikan hukuman sesuai dengan kesalahannya’. Pelanggan

menginginkan lebih sedikit ketidaknyamanan dan lebih banyak

kompensasi yang signifikan apabila kerusakan utama adalah waktu, usaha,

kejengkelan, kegelisahan, dan lain-lain pada sisi pelanggan.

• Siapakah pelanggan yang terkena dampak? Pelanggan jangka panjang dan

pelanggan yang melakukan transaksi besar pada perusahaan

mengharapkan lebih, dan usaha untuk menyelamatkan hubungan mereka

sangatlah berharga. Pelanggan yang hanya melakukan satu kali transaksi

cenderung untuk lebih sedikit menuntut dan memiliki kepentingan nilai

ekonomis yang lebih kecil bagi perusahaan. Oleh sebab itu, kompensasi

dapat bernilai lebih kecil namun masih adil. Terdapat peluang bagi

pengguna pertama kali untuk menjadi pelanggan berulang apabila

Page 28: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

36 Universitas Kristen Petra

diperlakukan secara adil. Aturan utama bagi pemberian kompensasi pada

kegagalan jasa harus bersifat sesuai. Penilaian kikir dapat mengakibatkan

pelanggan tersinggung hingga sakit hati dan justru perusahaan mungkin

lebih baik memohon maaf daripada memberikan kompensasi minimal.

2.6.4 Taktik Pemulihan Jasa

Menurut Hoffman & Bateson (1997, p. 338), respon terhadap kegagalan

jasa dapat dikategorikan ke dalam 2 tipe, yaitu:

1. Respon terhadap kegagalan jasa yang disebabkan oleh perusahaan

Respon yang baik:

• Mengakui permasalahan – pelanggan ingin tahu apakah komplain mereka

didengarkan.

• Membuat pelanggan merasa khusus atau spesial – menyampaikan pasa

pelanggan bahwa opini mereka dihargai dan urusan mereka adalah penting

bagi perusahaan.

• Memohon maaf di saat yang tepat – saat kegagalan secara jelas adalah

kesalahan perusahaan, sebuah permohonan maaf yang tulus seringkali

merupakan bentuk pemulihan yang efektif.

• Menjelaskan apa yang terjadi – memberi pelanggan informasi tambahan

mengenai kejadian yang berujung pada kegagalan menunjukkan bahwa

pelanggan adalah berharga dan pengertiannya terhadap kejadian sangatlah

penting.

• Menawarkan kompensasi – kompensasi seringkali merupakan bentuk

respon yang disukai oleh pelanggan, namun perusahaan cenderung untuk

melupakan biaya tersembunyi terkait oleh kegagalan jasa, seperti waktu

dan rasa frustasi.

Respon yang buruk:

• Gagal mengenali keseriusan permasalahan

• Gagal untuk cukup membantu pelanggan

• Bertindak seakan tidak ada yang salah

• Gagal untuk menjelaskan mengapa kegagalan terjadi

Page 29: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

37 Universitas Kristen Petra

• Meninggalkan pelanggan menyelesaikan permasalahan sendirian

• Berjanji untuk melakukan sesuatu dan tidak menepatinya

2. Respon terhadap kegagalan jasa yang disebabkan oleh kesalahan pelanggan

Respon yang baik:

• Mengakui permasalahan pelanggan – mendengarkan dan memberikan

perhatian bagi kebutuhan pelanggan menunjukkan bahwa perusahaan

memberikan perhatian serius terhadap kesejahteraan pelanggan, tanpa

memandang siapa yang bersalah atas kesalahan.

• Mengambil tanggung jawab – mengantisipasi kesalahan pelanggan yang

sering dilakukan (seperti kehilangan kunci kamar, barang pribadi

tertinggal, dan lain-lain) serta membuat peraturan untuk membantu

mengatasi saat hal tersebut terjadi. Jangan menghindari tanggung jawab

dan meninggalkan pelanggan menjaga dirinya sendiri.

• Membantu menyelesaikan permasalahan tanpa mempermalukan pelanggan

– saat menyelesaikan permasalahan, hindari memberikan pernyataan

sembrono mengenai kurangnya pengetahuan pelanggan atau kemampuan

khusus pelanggan hingga menciptakan situasi yang ada. Pelanggan sudah

merasa malu saat meminta bantuan. Jangan membesar-besarkan situasi

dengan tertawa atau berbicara keras di hadapan pelanggan lain atau

karyawan dengan mempertimbangkan keadaan yang sulit.

Respon yang buruk:

• Tertawa dan mempermalukan pelanggan

• Menghindari tanggung jawab apapun

• Segan membantu pelanggan menyelesaikan permasalahan

Page 30: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

38 Universitas Kristen Petra

2.6.5 Komponen Sistem Pemulihan Jasa yang Efektif

Gambar 2.7 Komponen Sistem Pemulihan Jasa yang Efektif

Sumber: Berry & Parasuraman (1991, p. 42)

Menurut Berry & Parasuraman (1991, p. 42), perusahaan dapat salah

dalam menangani permasalahan jasa dengan cara yang sembarangan dan

dilakukan setengah hati. Untuk menjadi unggul dan mencapai keuntungan

maksimum dari pemecahan permasalahan, perusahaan harus memiliki proses

pemulihan yang berjalan dan sistematis. Hal detail dapat bervariasi antar

perusahaan, namun proses pemulihan harus mengikutsertakan beberapa

komponen umum, yaitu:

1. Mengidentifikasi permasalahan jasa

Usaha keras untuk menggali ketidakpuasan pelanggan – bagaimana kecilnya –

adalah langkah penting pertama untuk membangun reputasi dalam keunggulan

pemulihan. Pembeberan permasalahan yang sukses menuntut adanya

penangkapan keluhan pelanggan yang luas. Untuk meminimumkan peluang

permasalahan jasa yang lolos tidak diketahui, perusahaan harus memiliki

sistem yang efektif untuk memantau komplain pelanggan, mengadakan

penelitian pelanggan, dan memantau proses jasa.

Mengidentifikasi permasalahan jasa

Memelihara faktor manusia

Mengadakan analisa akar permasalahan

Memonitor komplain pelanggan

Mengadakan penelitian pelanggan

Memonitor proses jasa

Memecahkan permasalahansecara efektif

Mengubah faktor gangguan

Memodifikasi monitor proses jasa

Menyusun sistem pencatatan permasalahan

Belajar dari pengalaman pemulihan

Page 31: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

39 Universitas Kristen Petra

• Memantau komplain pelanggan

Mengamati komentar yang disampaikan pelanggan secara sukarela

merupakan satu tinjauan untuk mengidentifikasi defisiensi jasa. Banyak

perusahaan sekarang ini menggunakan tinjauan ini, yang dibuktikan

dengan kemudahan saluran komunikasi seperti telepon bebas pulsa, kartu

komentar, dan kotak saran yang tersedia bagi pelanggan. Perusahaan tidak

dapat mencapai keunggulan pemulihan jasa hanya dengan bergantung

sepenuhnya pada komplain yang disampaikan secara sukarela untuk

mengidentifikasi titik permasalahan. Satu cara untuk menjadi peka

terhadap komplain adalah dengan tidak menyusahkan pelanggan untuk

memberikan komplain, namun menemukannya melalui penelitian

pelanggan.

• Mengadakan penelitian pelanggan

Mengumpulkan komplain baik melalui penelitian formal maupun non-

formal merupakan suplemen yang diperlukan untuk memantau komplain

sukarela. Mengambil inisiatif untuk mengumpulkan komplain

menunjukkan tingkat kepedulian dan kesadaran bahwa menunggu

pelanggan untuk menyampaikan komplain secara sukarela sangat jarang.

Pelanggan yang tidak puas yang biasanya bersikap skeptis untuk repot

menelepon nomor layanan bebas pulsa atau untuk melengkapi kartu

komentar dapat dengan mudah menyampaikan keluhan mereka apabila

mereka merasa perusahaan benar-benar tulus tertarik. Penelitian pelanggan

yang ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan dapat berupa kulitatif

atau kuantitatif dan dapat dicapai melalui pertanyaan atau observasi.

Bentuk observasi lainnya untuk mengidentifikasi defisiensi jasa adalah

dengan menyewa pembeli misteri (mystery shoppers) – peneliti yang

berperan sebagai pelanggan – untuk mengalami dan mengevaluasi jasa.

• Memantau proses jasa

Adalah hal yang penting untuk mengenali dan memecahkan permasalahan,

namun sebuah proses pemulihan jasa yang kuat harus diusahakan untuk

mengantisipasi permasalahan sebelum pelanggan mengalaminya.

Identifikasi titik potensi permasalahan dapat memberi perusahaan awal

Page 32: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

40 Universitas Kristen Petra

yang baik dalam usaha pemulihannya – dengan meminimalkan kebutuhan

pemulihan melalui penanggulangan masalah dan menyediakan waktu

tambahan bagi persiapan (seperti mengumpulkan perwakilan jasa

tambahan) untuk mengatasi permasalahan yang muncul secara efektif.

Antisipasi permasalahan jasa menuntut adanya pemantauan internal dan

dibalik layar terhadap proses jasa secara umum. Satu tinjauan bagi

pemantauan internal adalah meneliti blueprint jasa – sebuah tipe diagram

susun yang membeberkan anatomi dari jasa – untuk mengidentifikasi titik

kegagalan dimana jasa tersebut dapat menjadi potensi kegagalan.

2. Memecahkan permasalahan secara efektif

Kegagalan jasa sebenarnya merupakan kegagalan hasil yang menunjukkan

kegagalan pada keterandalan/ reliability. Walaupun keterandalan/ reliability

adalah perhatian utama bagi pelanggan saat kinerja pertama pada jasa, dimensi

proses merupakan hal yang juga penting saat pemulihan jasa.

• Memelihara faktor manusia

Pemulihan yang unggul menuntut keunggulan dalam dimensi proses jasa,

dan hal ini menuntut adanya orang-orang yang unggul. Bahkan jasa kontak

rendah (low-contact services) yang biasanya melibatkan sedikit interaksi

antara pelanggan dan personel perusahaan (seperti mesin anjungan tunai

mandiri/ ATM, telepon jarak jauh, dan pesanan surat) menjadi jasa kontak

tinggi (high-contact services) saat permasalahan muncul. Berikut beberapa

saran untuk menstimulasi perilaku karyawan untuk memaksimalkan

kemungkinan perubahan situasi permasalahaan menjadi positif baik bagi

pelanggan dan perusahaan:

− Mempersiapkan karyawan untuk pemulihan. Respon karyawan

terhadap permasalahan jasa tidak dapat diandalkan pada peluang.

Beberapa karyawan dapat secara alami bersikap responsif,

meyakinkan, empatik dalam berurusan dengan pelanggan yang

mengalami permasalahan, namun kebanyakan tidak. Bahkan karyawan

yang menunjukkan perilaku teladan saat transaksi rutin dapat menjadi

lain saat berurusan dengan situasi bermasalah.

Page 33: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

41 Universitas Kristen Petra

− Memberdayakan karyawan. Memberikan otoritas pada karyawan untuk

memuaskan pelanggan sama pentingnya dengan melatih karyawan

untuk menjadi pemecah masalah yang efektif. Pelatihan tanpa

pemberdayaan adalah tidak tepat untuk usaha pemulihan yang kuat.

− Memfasilitasi karyawan. Perusahaan dikenal dengan usaha

pemulihannya, melengkapi pelatihan dan pemberdayaan dengan

teknologi dan informasi untuk menambah kemampuan staf layanan

pelanggannya untuk memecahkan permasalahan secara efektif.

− Memberikan penghargaan bagi karyawan. Pelatihan, pemberdayaan,

dan penyediaan sistem pendukung bagi personel pemulihan jasa akan

mempersiapkan, namun tidak mempengaruhi karyawan untuk unggul

dalam pemecahan masalah. Penghargaan yang tepat adalah penting

untuk mengembangkan potensi untuk memberikan pemulihan jasa

yang patut dicontoh. Pemberian penghargaan bagi usaha pemulihan

jasa juga menunjukkan komitmen perusahaan yang tulus dan

menyingkirkan skeptisme karyawan yang baru diberdayakan.

• Mengubah faktor gangguan

Saat mengalami permasalahan jasa, pelanggan terpaksa mengorbankan

sesuatu yang tidak harus mereka korbankan apabila jasa dilakukan dengan

benar saat pertama kali. Pengorbanan tersebut dinamakan faktor gangguan.

Usaha pemulihan jasa yang unggul harus membuat perubahan terhadap

faktor gangguan. Mempermudah pelanggan untuk menyampaikan

komplain, bersikap proaktif dalam menemukan dan memperbaiki

permasalahan, memberdayakan karyawan untuk melakukan perbaikan

yang cepat dan pada tempatnya dapat mendukung meredakan faktor

gangguan. Namun meredakan faktor-faktor gangguan saja tidak cukup

untuk memuaskan pelanggan. Proses pemecahan permasalahan yang lebih

dari biasa dapat membuat pelanggan merasa mendapatkan lebih dari apa

yang pelanggan dikorbankan dalam pengalaman pemulihan.

Page 34: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

42 Universitas Kristen Petra

3. Belajar dari pengalaman pemulihan

Situasi pemecahan permasalahan bukan saja merupakan peluang untuk

memperbaiki kecacatan jasa, dan memperkuat hubungan dengan pelanggan,

namun juga merupakan sumber diagnosa yang berharga namun seringkali

dilupakan dan tidak digunakan, serta informasi yang menentukan untuk

memperbaiki layanan pelanggan.

• Mengadakan analisa akar permasalahan

Kegagalan jasa yang dialami pelanggan biasanya merupakan gejala

permasalahan yang lebih serius pada sistem jasa. Melakukan semua hal

untuk menyenangkan pelanggan dan memberikan kompensasi untuk

kegagalan tentu saja adalah bagian yang penting dalam pemulihan jasa,

namun hal tersebut tidak cukup jika penanggulangan munculnya kembali

kegagalan jasa adalah tujuan akhirnya. Untuk memperoleh keuntungan,

usaha pemulihan harus menemukan dan memperbaiki akar permasalahan.

• Memodifikasi pemantauan proses jasa

Pemantauan proses jasa adalah strategi awal untuk identifikasi proaktif

permasalahan jasa. Pengetahuan yang diperkaya melalui pencatatan

sistematis dan analisa kegagalan di masa lalu dapat memerikan saran bagi

perubahan dalam pemantauan proses untuk membuatnya semakin efektif.

• Menyusun sistem pencatatan permasalahan

Sebuah sistem berjalan yang menangkap informasi menyinggung setiap

hal pemulihan jasa (seperti informasi pengalaman pelanggan dalam

permasalahan, asal dari permasalahan, dan tindakan yang diambil untuk

merespon permasalahan) adalah penting untuk memaksimalkan

keuntungan dari usaha pemulihan jasa perusahaan. Pencarian dengan

metode untuk mencari permasalahan dasar dan mengidentifikasi peluang

untuk memperbaiki keterandalan jasa dapat menjadi sulit tanpa sistem

pencatatan permasalahan.

2.6.6 Harapan Pelanggan Saat Kegagalan Jasa Terjadi

Menurut Zemke (1992), terdapat beberapa harapan pelanggan saat

kegagalan jasa terjadi, yaitu (Gronroos, 2000, p.118):

Page 35: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

43 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.4 Harapan Pelanggan Saat Kegagalan Jasa Terjadi

Sumber: Gronroos (2000, p.118)

2.7 Recovery Satisfaction

Pemulihan jasa pada satu sisi dapat dipandang sebagai lawan dari kehandalan

sebuah jasa. Saat jasa tidak dilakukan secara handal dengan cara yang

memenuhi dan bahkan melebihi ekspektasi pelanggan, pemulihan jasa –

baik secara strategi maupun taktik – dapat berperan. Pada saat yang sama

pula, pemulihan jasa dapat memberikan perusahaan peluang kedua untuk

memenuhi ekspektasi pelanggan (Berry dan Parasuraman, 1991). Oleh

sebab itu, literatur mengindikasikan adanya hubungan yang positif antara

kepuasan pelanggan pada saat terjadi kegagalan jasa dengan pemulihan

jasa (dalam Brown, Cowles, dan Tuten, 1996, p. 37).

Pemulihan jasa didefinisikan sebagai kepuasan terhadap resolusi/ pemecahan

masalah (Andreasen and Best, 1977; Berry et al., 1988), cara bagaimana

Tindakan yang diharapkan Bagaimana tindakan seharusnya ditangani

Permohonan maaf (apology)

Disampaikan kepada pelanggan, walaupun perusahaan bukan pihak yang menyebabkan permasalahan (namun, permohonan maaf seringkali tidak cukup)

Kompensasi yang adil (fair compensation)

Kompensasi yang masuk akal saat pelanggan berhubungan dengan karyawan

Perlakuan memperhatikan (caring treatment)

Menunjukkan rasa empati dan memperlakukan setiap pelanggan sebagai individu; mendengarkan permasalahan emosional

Penebusan kesalahan yang menambah nilai (value added atonement)

Pelanggan mendapatkan sesuatu sebagai simbol apresiasi nilai sebagai pelanggan (kompensasi yang adil terkadang dapat diberikan sebagai simbol)

Pemenuhan janji akan pemulihan jasa (kept promises about recovery)

Karyawan kontak mendeskripsikan apa yang akan terjadi dan kapan, dengan keyakinan bahwa hal tersebut akan terjadi sesuai yang dijanjikan (informasi negatif adalah lebih baik daripada tidak ada informasi atau informasi yang salah; adalah lebih baik untuk mendengar 1 kali pemberitahuan keterlambatan pesawat selama 60 menit daripada 4 kali pemberitahuan 15 menit keterlambatan pesawat.

Page 36: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

44 Universitas Kristen Petra

penyedia jasa merespon kegagalan jasa (Gronroos, 1990a), serta

bagaimana melakukan jasa dengan benar untuk kedua kalinya (Berry and

Parasuraman, 1991; Brown, 1994; Zemke and Bell, 1990). Selain itu,

menurut Chihyung (2004, p.30) kepentingan dari membangun hubungan

jangka panjang dengan pelanggan melalui relationship marketing kini

menjadi lebih penting, sehingga studi tentang usaha pemulihan jasa/

service recovery dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kepuasan

secara keseluruhan sangat diperlukan (Maxham dan Netemeyer, 2002a)

(dalam Brown, Cowles, dan Tuten, 1996, p. 34).

2.8 Konsep Loyalitas Pelanggan

2.8.1 Atribut Loyalitas Pelanggan

Menurut Griffin (1995, p. 31), pelanggan yang loyal didefinisikan sebagai

“pelanggan yang melakukan pembelian kembali, membeli bagian produk dan jasa

lainnya, merekomendasikan pada orang lain, dan menunjukkan kekebalan

terhadap daya tarik kompetisi”. Melalui pengertian tersebut, dapat ditarik

sejumlah atribut dalam loyalitas pelanggan, yaitu:

1. Melakukan pembelian ulang secara teratur (make regular repeat purchase)

Pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang melakukan pembelian ulang

secara teratur pada perusahaan dalam satu periode tertentu.

2. Melakukan pembelian pada bagian produk dan jasa lainnya (purchase across

product and service line)

Pelanggan yang loyal tidak hanya membeli satu jenis produk atau jasa yang

ditawarkan oleh perusahaan, akan tetapi membeli lebih dari satu macam jenis.

3. Merekomendasikan pada orang lain (refer others)

Pelanggan yang loyal akan menginformasikan dan merekomendasikan kepada

rekan atau pelanggan yang lainnya mengenai pengalaman positif yang

diperoleh dari produk dan jasa perusahaan sehingga rekan atau pelanggan

lainnya juga ikut membeli produk atau jasa dari perusahaan tersebut dan

bukan dari kompetitor lainnya.

4. Menunjukkan kekebalan terhadap daya tarik kompetisi (demonstrate immunity

to pull of the competition)

Page 37: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

45 Universitas Kristen Petra

Pelanggan yang loyal akan mengakui bahwa produk atau jasa dari perusahaan

yang pelanggan pilih merupakan yang terbaik sehingga pelanggan menolak

menerima tawaran dari perusahaan lain.

2.8.2 Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan Loyalitas Pelanggan

Gambar 2.8 Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan Loyalitas Pelanggan

Sumber: Kotler & Armstrong (2001, p. 671)

Menurut Kotler & Armstrong (2001, p. 671), hubungan kepuasan

pelanggan dengan loyalitas pelanggan sangat bervariasi pada tiap industri dan

situasi kompetisi. Gambar 2.8 menunjukkan hubungan antara kepuasan pelanggan

dengan loyalitas pelanggan pada 5 pasar yang berbeda. Pada seluruh kasus,

apabila kepuasan meningkat, loyalitas pun juga akan meningkat. Pada pasar yang

sangat kompetitif seperti pasar mobil dan komputer, secara mengejutkan hanya

ada sedikit perbedaan antara loyalitas pelanggan yang tidak terlalu puas dengan

pelanggan yang hanya sekedar puas. Namun terdapat perbedaan yang besar antara

loyalitas pelanggan yang puas dengan yang sangat puas. Sebuah studi menyatakan

bahwa pelanggan yang sangat puas hampir 42% lebih loyal daripada pelanggan

yang hanya sekedar puas. Sebuah studi oleh AT&T menunjukkan bahwa 70%

Page 38: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

46 Universitas Kristen Petra

pelanggan yang puas dengan produk dan jasa masih berniat berpindah ke

kompetitior.

Gambar 2.8 juga menunjukkan bahwa dalam pasar yang tidak kompetitif,

seperti pasar yang diatur monopoli atau yang didominasi merek yang kuat atau

dilindungi hak cipta, pelanggan cenderung untuk tetap loyal tanpa peduli betapa

tidak puasnya pelanggan. Walaupun demikian, perusahaan demikian akan

membayar harga yang mahal akibat ketidakpuasan pelanggan dalam jangka

panjang.

2.8.3 Faktor-faktor Pemulihan Jasa yang Mempengaruhi Loyalitas

Pelanggan

Menurut hasil studi SOCAP/ TARP, terdapat beberapa faktor pemulihan

jasa yang berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan di masa depan, yaitu:

1. Waktu respon

2. Jumlah kontak yang dibuat oleh penyampai komplain sebelum komplain

akhirnya diselesaikan

3. Tingkat kepuasan pelanggan yang menyampaikan komplain (Lovelock,

Patterson, & Walker, 2001, p. 351)

2.9 Hubungan Antar Konsep

Dengan semakin kompetitifnya dunia bisnis perhotelan, serta semakin

tingginya ekspektasi pelanggan, usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan

daya saing serta loyalitas pelanggan melalui perbaikan kualitas layanan

merupakan hal yang patut diperhatikan, Perbaikan kualitas layanan merupakan

keinginan tiap pelaku bisnis, namun pada prosesnya, kesalahan atau kegagalan

jasa adalah hal yang tidak dapat sepenuhnya dihindari.  Penelitian ini bertujuan

untuk meneliti pengaruh tingkat kepentingan kualitas pemulihan jasa yang diukur

dari keadilan prosedural, keadilan interaksi, dan keadilan hasil terhadap tingkat

kepentingan recovery satisfaction dan loyalitas pelanggan dengan pengguna jasa

hotel di Bali sebagai responden penelitian. Tingkat kepentingan dalam penelitian

ini diartikan sebagai tingkat dimana responden menilai penting atau tidaknya

suatu atribut dalam menciptakan kepuasan responden terhadap pemulihan jasa.

Page 39: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

47 Universitas Kristen Petra

Lebih lanjut, penelitian ini juga menganalisa apakah penting atau tidaknya atribut

tersebut berpengaruh signifikan terhadap tingkat loyalitas responden apabila

dalam menggunakan fasilitas/ jasa sebuah hotel, responden mengalami kegagalan

jasa yang kemudian diikuti oleh pemulihan jasa. 

Pemulihan jasa memiliki 3 dimensi keadilan, yaitu keadilan prosedural,

keadilan interaksi, dan keadilan hasil. Keadilan prosedural berhubungan dengan

kebijakan, peraturan, dan kecepatan dalam proses penanganan komplain. Keadilan

prosedural mencakup berbagai elemen penting seperti: kemudahan akses untuk

menyampaikan komplain, kejelasan dan kemudahan prosedur penyampaian

komplain untuk diikuti, kecepatan penanganan komplain dan upaya untuk

menyelesaikannya tanpa melimpahkannya pada pihak lain, sikap fleksibel dalam

prosedur penyampaian komplain sehingga dapat menyesuaikan dengan keadaan

individu pelanggan, serta sikap proaktif menemukan permasalahan serta

menjelaskannya pada pelanggan.

Dimensi kedua, yaitu keadilan interaksi berhubungan dengan perlakuan

khusus yang diterima pelanggan selama proses penanganan komplain. Keadilan

interaksi mencakup berbagai elemen penting seperti: sikap empati staf dalam

menangani komplain pelanggan, kejujuran staf dalam menangani komplain, sikap

staf untuk membuat pelanggan nyaman tanpa konfrontasi dalam menyampaikan

komplain, kesungguhan/ keseriusan staf dalam menangani komplain, upaya untuk

memberi penjelasan mengenai kegagalan jasa yang terjadi serta bagaimana

komplain akan diselesaikan, cara menyampaikan permohonan maaf atas

ketidaknyamanan, upaya untuk memberikan ucapan terima kasih dan rasa

penghargaan terhadap komplain pelanggan, sikap staf untuk tidak

mempermalukan pelanggan saat menyampaikan komplain, sikap staf yang

menghargai pertimbangan masukan dari pelanggan, serta kerelaan pihak hotel

untuk memberikan bantuan meskipun masalah bukan tanggung jawab hotel

Sedangkan dimensi terakhir, keadilan hasil berhubungan dengan hasil

yang pelanggan terima dari komplain yang telah disampaikan. Keadilan hasil

mencakup berbagai elemen penting seperti: upaya untuk menepati janji dalam

menyelesaikan komplain dengan cara dan dalam waktu sesuai yang telah

dijanjikan, kemampuan hasil akhir/ kompensasi yang diberikan untuk mengobati

Page 40: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

48 Universitas Kristen Petra

rasa ketidakpuasan pelanggan, kesesuaian hasil akhir/ kompensasi dengan

kesalahan yang diperbuat, keadilan hasil akhir/ kompensasi bagi setiap pelanggan

yang mengalami hal yang sama (tidak membeda-bedakan pelanggan siapa yang

menyampaikan komplain), upaya memberikan pilihan dalam menawarkan usaha

penyelesaian komplain kepada pelanggan

Dengan adanya usaha pemulihan jasa yang unggul pada ketiga dimensi

keadilan, recovery satisfaction dapat dicapai. Recovery satisfaction sendiri dapat

dievaluasi melalui kebijakan, dan peraturan pihak hotel dalam proses penanganan

komplain, sikap dan tindakan staf hotel selama proses penanganan komplain, serta

hasil akhir penanganan komplain / kompensasi yang diterima dari komplain yang

telah disampaikan kepada pihak hotel.

Kepuasan pelanggan terhadap usaha pemulihan jasa dapat menimbulkan

dampak positif loyalitas pelanggan. Walaupun kepuasan pelanggan yang tinggi

tidak selalu identik dengan loyalitas pelanggan yang tinggi pula, kepuasan

pelanggan tetap merupakan komponen yang penting dalam membangun loyalitas

pelanggan. Sebuah perusahaan akan menghadapi kesulitan dalam membangun

loyalitas pelanggan tanpa terlebih dahulu membangun kepuasan pelanggan.

2.10 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran

h3

h4

h2 h1

Keadilan Hasil (X3)

Keadilan Interaksi

(X2)

Keadilan Prosedural

(X1)

Loyalitas Pelanggan (Z)

Tingkat Kepentingan

Kualitas Pemulihan Jasa

(X)

Tingkat Kepentingan

Recovery satisfaction (Y)

Page 41: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Konsep Jasa · Hotel lainnya tidak menawarkan lebih dari fasilitas dasar seperti akomodasi, dan tata graha. 2.2.2 Klasifikasi Hotel Hotel dapat diklasifikasikan

49 Universitas Kristen Petra

2.11 Hipotesa

Mengacu pada rumusan masalah yang terdapat dalam bab 1 khususnya no

1, yaitu sejauh mana tingkat kepentingan dari kualitas pemulihan jasa yang

terdiri dari keadilan, keadilan interaksi, dan keadilan hasil di mata pengguna jasa

hotel di Bali, peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kepentingan dari

kualitas pemulihan jasa, untuk itu tidak ada hipotesa untuk rumusan

permasalahan no. 1. Sedangkan rumusan masalah no 2 hingga 5 dapat ditarik

hipotesa sebagai berikut:

1. Tingkat kepentingan dari kualitas pemulihan jasa berpengaruh signifikan

terhadap recovery satisfaction.

2. Tingkat kepentingan dari recovery satisfaction berpengaruh signifikan

terhadap loyalitas pelanggan.

3. Tingkat kepentingan dari kualitas pemulihan jasa secara langsung berpengaruh

signifikan terhadap loyalitas pelanggan.

4. Tingkat kepentingan dari kualitas pemulihan jasa melalui tingkat kepentingan

recovery satisfaction berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan