2. se pada benzena tersubstitusi

41
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah hidrokarbonaromatik adalah hidrokarbon dengan ikatan tunggal dan atau ikatan ganda di antara atom-atom karbonnya.Konfigurasi 6 atom karbon pada senyawa aromatik dikenal dengan cincin benzena. Benzena tidak memberikan reaksi addisi seperti alkena, tetapi biasanya reaksi substitusi. Dalam persamaan berikut suatu atom Br telah menggantikan atom H dan cincin, sehingga dinamakanreaksi substitusi. Karena substitusi ini terjadi pada cincin aromatik, reaksinya disebut suatu reaksi substitusi aromatik. Gambar 1.1. Reaksi Substitusi dari Senyawa Aromatik Elektrofil Mekanisme dan reaksi substitusi aromatik dimulai dengan serangan oleh elektrofil pada elektron -pi dan cincin benzen, karena itu reaksi ini disebut reaksi substitusi elektrofil. Reaksi substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik dimana sebuah atom, biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan

Upload: adhe-trisnawati

Post on 21-Nov-2015

490 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Benzena tersubtitusi

TRANSCRIPT

17BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSebuah hidrokarbonaromatik adalah hidrokarbon dengan ikatan tunggal dan atau ikatan ganda di antara atom-atom karbonnya.Konfigurasi 6 atom karbon pada senyawa aromatik dikenal dengan cincin benzena.Benzena tidak memberikan reaksi addisi seperti alkena, tetapi biasanya reaksi substitusi. Dalam persamaan berikut suatu atom Br telah menggantikan atom H dan cincin, sehingga dinamakanreaksi substitusi. Karena substitusi ini terjadi pada cincin aromatik, reaksinya disebut suatu reaksi substitusi aromatik.

Gambar 1.1. Reaksi Substitusi dari Senyawa Aromatik ElektrofilMekanisme dan reaksi substitusi aromatik dimulai dengan serangan oleh elektrofil pada elektron -pi dan cincin benzen, karena itu reaksi ini disebut reaksi substitusi elektrofil.Reaksi substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik dimana sebuah atom, biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan elektrofil.Elektrofil yang digunakan tergantung dari jenis reaksi.Tabel 1.1. Jenis-jenis reaksi substisusi elektrofilJenis ReaksiElektrofil

HalogenasiX+

NitrasiNO2+

SulfonasiSO3

AlkilasiR+

Asilasi(RCO)+

Benzena tersubstitusi adalah benzena yang terbentuk dengan cara menggantikan satu atau lebih atom hidrogen pada benzena dengan gugus fungsional lainnya. Macam-macam benzena tersubstitusi antara lain: benzena monosubstitusi, disubstitusi, polisubstitusi.1. Benzena monosubstitusiMerupakan benzena yang mengikat 1 substituen. Contoh:

Toluena Fenol Anilina

2. Benzena disubstitusiMerupakan benzena yang mengikat 2 substituen. Contoh:

p-xilena p-bromotoluena m-kloroanilina3. Benzena polisubstitusiMerupakan benzena yang mengikat lebih dari 2 substituen. Contoh:

3-kloro-2-nitrotoluena 2,4,6-tribromoanilina Bila reaksi substitusi elektrofilik terjadi pada benzena monosubtituen, maka gugus yang baru mungkin diarahkan ke posisi orto, atau meta, atau para. Hal ini disebabkan oleh faktor pengarah orto, para, dan meta pada subtituen pertama benzena. Hal lain yang harus diperhatikan pada rekasi subtitusi benzena tersubstitusi yaitu apakah reaksi yang terjadi lebih cepat atau lebih lambat daripada benzena. Hal tersebut juga ditentukan oleh gugus yang terikat pada inti. Gugus-gugus yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus aktivasi, sedangkan gugus-gugus yang memperlambat laju reaksi dinamakan gugus deaktivasi.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini, adalah:1. Bagaimana pengarah efek substituen dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik pada benzena tersubstitusi?2. Bagaimana efek pengaktivasi dan pendeaktivasi substituen terhadap benzena tersubstitusi?3. Bagaimana penerapan reaksi substitusi kedua pada benzena tersubstitusi dalam sintesis organik?

C. Tujuan PenulisanBerdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini, adalah:1. Untuk mengetahui bagaimana pengarah efek substituen dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik pada benzena tersubstitusi2. Untuk mengetahui bagaimanaefek pengaktivasi dan pendeaktivasi substituen terhadap benzena tersubstitusi3. Untuk mengetahui bagaimanaaplikasi reaksi substitusi kedua pada benzena tersubstitusi dalam sintesis organik

BAB IIPEMBAHASAN

A. Efek Substituen PertamaHanya akan ada satu produk yang dihasilkan saat reaksi substitusi elektrofilik terjadi pada benzena. Namun, apa yang terjadi jika rekasi tersebut terjadi pada suatu benzena yang mempunyai substituen. Substituen pada benzena tersubstitusi akan memberikan dua efek: 1. Substituen memberikan pengaruh terhadap kereaktifan cincin aromatis. Beberapa substituen mengaktifkan cincin aromatis dan membuat kereaktifan nya lebih besar dari pada benzena, dan beberapa substituen yang lain akan mendeaktivasi cincin aromatis, membuat kerekatifan nya lebih kecil dari pada benzena. Dalam reaksi nitrasi pada senyawa aromatis misalnya, gugus OH yang berfungsi sebagai substituen akan membuat kereaktifan cincin aromatis 1000 kali lebih besar dari pada benzena, sedangkan gugus NO2 akan menurunkan kereaktifannya menjadi kurang dari 1.000.000 kali lipat.2. Substituen juga memberikan efek orientasi pada reaksi yang terjadi. Biasanya produk yang dihasilkan dalam bentuk orto, meta dan para tidak dihasilkan dengan jumlah yang sama.Substituen dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:1. Gugus pengarah -orto,-para yang juga merupakan gugus aktivasi2. Gugus pengarah -orto, -para, yang juga merupakan gugus deaktivasi (halogen)3. Gugus pengarah meta, yang juga merupakan gugus deaktivasi.

Tabel 2.1 Gugus pengaktif dan pendeaktif (gugus disusun berdasarkan penurunan daya aktivasi)Gugus subtituenNamaEfek pengarahPengaktif (A) / pendeaktf (D)

AminoOrtho, paraA

hydroxyOrtho, paraA

AlkoxyOrtho, paraA

acylaminoOrtho, paraA

AlkylOrtho, paraA

halogensOrtho, paraD

acylmetaD

Carboxy, carboxamodo, carboalkoxyMetaD

Sulfonic acidMetaD

CyanoMetaD

nitroMetaD

Dua hal yang harus dipertimbangkan untuk memahami pengaruh gugus pengarah orto, -meta, dan para serta gugus pengaktivasi dan pendeaktivasi, antara lain:1. Pengaruh Resonansi SubstituenPengaruh resonansi adalah kemampuan substituen untuk menstabilisasi karbokation intermediet dalam substitusi elektrofilik oleh terjadinya delokalisasi elektron dari substituen ke dalam cincin. Jika substituen mempunyai pasangan elektron bebas dalam atomnya yang dapat menyerang cincin bezena, maka elektron tersebuut dapat mengalami delokalisasi yang disebut resonansi elektron donor. Substituen seperti OH, OR, and Cl mampu mendonorkan elektron melalui resonansi. Substituen tersebut juga mampu menarik elektron secara induktif karena atom yang terikat pada cincin benzena lebih elektronegatif dari pada hidrogen.Gambar 2.1. Donor elektron melalui resonansiJika substituen yang terikat pada cincin benzena mempunyai atom yang berikatan rangkap dengan atom yang lebih elektronegatif, maka elektron dapat didelokalisasi yang dinamakan resonansi tarikan elektron. Substituen seperti C=O, CN, dan NO2 mampu menarik elektron melalui resonansi. Substituen-substituen tersebut juga menarik elektron secara induktif karena atom yang terikat pada cincin benzena mempunyai muatan parsial positif, sehingga lebih elektronegatif dari pada hidrogen.

Gambar 2.2. Tarikan elektron melalui resonansi2. Pengaruh Kepolaran (Efek Induksi)Efek induksi adalah kecenderungan gugus substituen dengan sifat keelektronegatifannya untuk menarik elektron pergi meninggalkan cincin atau kecenderungan gugus substituent untuk mendonorkan elektron. Halogen, gugus hidroksi, gugus karbonil, gugus siano, dan gugus nitro merupakan gugus penarik elektron.Sedangkan gugus alkil merupakan gugus pendonor elektron.

Gambar 2.3. Gugus-gugus penarik elektron

Gambar 2.4. Gugus metil merupakan gugus pendonor elektrona. Gugus Pengarah orto, Untuk mengetahui mengapa suatu substituent berperan langsung terhadap orientasi substituen kedua, kita harus mengetahui stabilitas karbokation intermediet yang terbentuk pada tahap penentu laju reaksi. Saat benzena tersubstitusi mengalami substitusi elektrofilik, maka akan terbentuk tiga karbokation intermediet: karbokation yang tersubstitusi secara orto, karbokation yang tersubstitusi secara meta, dan karbokation yang tersubstitusi secara para. Kestabilan ketiga karbokation tersebut dapat digunakan untuk menentukan jalur mana yang akan dipilih saat reaksi berlangsung, karena semakin stabil suatu karbokation, maka energy yang diperlukan akan semakin rendah.Jika suatu substituen mendonorkan elektron secara induktif, misalnya gugus metil, maka substituen akan ditarik ke arah karbon yang bermuatan positif, dimana substiten dapat menstabilkan melalui induksi elektron donor. Kestabilan resonansi tersebut diperoleh hanya saat gugus yang datang masuk melalui posisi orto dan para. Sehingga karbokation yang paling stabil diperoleh dari masuknya elektrofil dari posisi -orto dan para. Sehinnga substituen yang mendonorkan elektron secara induktif adalah gugus pengarah orto dan para.

Gambar 2. 5. Kestabilan karbokation karena pengaruh posisi orto, -meta, dan -para

Jika substituen mendonorkan elektron melalui resonansi, karbokation yang terbentuk melalui peletakan elektrofil pada posisi orto dan para mempunya empat kombinasi resonansi. Hal ini merupakan kontributor kestabilan resonansi karena hal tersebut merupakan cara suatu atom membentuk aturan oktet. Sehinnga semua substituen yang mendonorkan elektron melalui resonansi adalah pengarah orto dan para. Sebagia contoh adalah gugus Amina. Efek gugus NH2 dalam reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatic adalah sebagai berikut: Gugus NH2 termasuk gugus pengaktif kuat dan pengarah orto-para yang kuat. Efek induksi gugus -NH2 mengakibatkan adanya sedikit tarikan elektron.Serangan orto:

Gambar 2.6. Mekanisme Serangan Orto

Serangan meta:

Gambar 2.7. Mekanisme Serangan Meta

Serangan para:

Gambar 2.8. Mekanisme Serangan Para

Dari hasil serangan orto dan para dapat dituliskan 4 buah struktur resonansi untuk kompleks , sedangkan dari serangan meta hanya dapat dituliskan 3 buah struktur resonansi. Hal ini menunjukkan bahwa kompleks orto dan para lebih stabil.Kestabilan struktur-struktur penyumbang hibrida untuk kompleks dibentuk oleh serangan orto dan para.Di antara struktur-struktur penyumbang tersebut ada yang memiliki ikatan ekstra yang terbentuk dari pasangan elektron bebas pada nitrogen dengan atom karbon pada inti.Ikatan ekstra ini mengakibatkan struktur resonansi tersebut lebih stabil karena atom-atom yang terdapat di dalamnya memiliki elektron yang lengkap (oktet).Kestabilan struktur-struktur penyumbang tersebut menyebabkan kontribusinya terhadap hibrida resonansinya lebih besar. Oleh karena itu, kompleks yang diperoleh dari serangan orto dan para lebih stabil daripada kompleks yang terbentuk dari serangan meta. Akibatnya, elektrofil bereaksi dengan cepat pada posisi orto dan para.Efek induksi halogen mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya menentukan orientasinya. Misal: klorobenzena.

Gambar 2.9. Klorobonzena dengan 3 pasangan elektron bebasKarena atom klor sangat elektronegatif, maka akan terjadi penarikan elektron yang terdapat pada inti. Apabila terjadi serangan elektrofil, maka atom klor akan menstabilkan kompleks yang terbentuk pada serangan orto dan para. Dalam hal ini klor memberikan pengaruh seperti halnya yang terjadi pada gugus OH, yaitu dengan cara memberikan sepasang elektron bebasnya. Pasangan elektron bebas ini meningkatkan kestabilan struktur-struktur resonansi bagi hibrida kompleks hasil serangan orto dan para.Untuk substitusi halogen, khususnya klor dan brom dapat disimpulkan bahwa efek induksi halogen mengakibatkan inti aromatik (benzena) lebih positif daripada inti benzena, sehingga energi aktivasi dalam substitusi elektrofilik menjadi lebih besar daripada benzena. Bila ditinjau dari efek resonansinya, substituen halogen menyebakan energi aktivasi yang mengarahkan substitusi yang mengarahkan ke orto dan para memerlukan energi yang lebih rendah daripada substitusi ke posisi meta. Oleh karena itulah substituen halogen dikatakan sebagai kelompok pengarah orto-para.

b. Gugus Pengarah MetaSubstituen dengan muatan positif atau muatan parsial positif yang terikat pada cincin benzeneakan menarik elektron secara induktif dari cincin benzena. Kebanyakan juga menarik elektron secara resonansi. Untuk beberapa substiten, kontributor penstabil resonansi sedikit kurang stabil karena mereka mempunyai muatan positif pada dua atom sehingga kestabilan resonansi yang paling tinggi terletak pada posisi meta. Sehingga semua substituen yang menarik elektron (kecuali halogen) ada pengarah meta.Benzena yang tersubstitusi dengan pengarah meta, seperti NO2 atau CO2H, atom substituen yang terikat pada cincin benzena tidak mempunyai pasangan elektron bebas dan mempunyai muatan positif atau parsial positif. Gugus pengarah meta merupakan gugus yang bersifat mendeaktivasi cincin aromatik, substituen bersifat sebagai penarik elektron, yang disebut dengan efek deaktivasi.Terjadinya efek deaktivasi disebabkan oleh adanya efek induksi dan efek resonansi. Efek induksi merupakan mekanisme penarikan elektron pada cincin aromatik oleh substituen yang terjadi karena adanya perbedaan keelektronegatifan antara kedua buah gugus (substituen).

Gambar 2.10. Mekanisme Serangan Elektrofil pada Posisi Orto, Meta, dan ParaKetiga reaksi tersebut menunjukkan bahwa karbokation mempunyai tiga struktur resonansi, tetapi struktur pada posisi orto dan para sangat tidak menguntungkan. Pada posisi ini, muatan positif terletak berdekatan dengan atom-atom substituen. Struktur pada posisi meta lebih stabil daripada struktur pada posisi orto dan para karena dipengaruhi oleh letak kedua muatan positif pada posisi orto dan para yang saling berdekatan. Hal ini menyebabkan tolakan di antara dua muatan makin besar. Postulat Hammond menyatakan bahwa struktur karbokation dengan posisi muatan positif yang tidak berdekatan lebih stabil daripada struktur karbokation dengan posisi muatan positif yang berdekatan. Selain itu, struktur resonansi pada posisi meta mengalami efek induksi yang disebabkan oleh adanya tiga buah atom yang elektronegatif, yaitu sebuah atom nitrogen dan dua buah atom oksigen. Perpaduan keelektronegatifan ketiga atom tersebut menjadikan gugus nitro secara keseluruhan menjadi gugus yang sangat elektronegatif. Efek induksi gugus nitro akan meningkatkan energi keadaan transisi dengan cara penarikan elektron. Struktur resonansi pada posisi meta tidak satupun di antara struktur-struktur penyumbang yang dimilikinya tidak stabil. Oleh karena itu, keadaan transisi hasil serangan meta terjadi dengan energi aktivasi rendah.Dapat disimpulkan bahwa struktur resonansi dengan substituen NO2 pada posisi meta lebih menguntungkan daripada struktur resonansi dengan substituen NO2 pada posisi orto para karena struktur resonansi pada posisi meta lebih stabil yang dipengaruhi oleh letak muatan positif dan efek deaktivasi substituen.

c. Persaingan produk-Orto dan -ParaSaat terdapat cincin benzena yang mempunyai gugus pengarah orto atau para mengalami reaksi substitusi elekrofilik, maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana presentase perbandingan produk dengan isomer orto dan isomer para? Berdasarkan strukturnya, suatu produk memungkinkan membentuk 2 posisi -orto dan hanya satu posisi -para. Namun, posisi -orto mempunyai efek sterik sedangkan posisi para tidak mempunyai efek sterik tersebut. Sehingga produk dengan posisi para akan banyak terbentuk jika substituen dan elektrofil yang menyerang mempunyai ukuran yang besar. Rekasi nitrasi di bawah ini dapat menjelaskan bagaimana pengaruh kenaikan ukuran substituen, dalam hal ini alkil, dengan presentase perbandingan produk orto dan para.

Gambar 2.11. Pengaruh ukuran substituen dengan produk -orto, -meta, dan para

B. Efek Aktivasi dan Deaktivasi pada SubstituenPerbedaan turunan benzena memberikan perbedaan reaktivitas yang besar pada reaksi substitusi elektrofilik aromatik. Perhatikan reaksi berikut ini.

Anisole (metoksi benzena) yang merupakan turunan benzena tersubstitusi dapat bereaksi 300.000 kali lebih cepat daripada reaksi benzena yang sama pada kondisi tertentu., maka gugus substituen (gugus OCH3) disebut sebagai gugus aktivasi (pengaktif). Dengan kata lain, gugus yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus aktivasi (pengaktif). Di sisi lain, jika turunan benzena tersubstitusi bereakasi lebih lambat daripada benzena itu sendiri, maka substituen yang terikat pada benzena disebut gugus deaktivasi (pendeaktif). Sebagai contoh, laju untuk brominasi dari nitrobenzena adalah lebih lambat daripada 10-5 kali dari laju reaksi brominasi benzena, lagipula nitrobenzena bereaksi lebih lambat daripada benzena di semua reaksi substitusi elektrofilik aromatik. Demikian, gugus nitro (-NO2) disebut sebagai gugus deaktivasi (pendeaktif). Dengan kata lain, gugus yang memperlambat laju reaksi dinamakan gugus deaktivasi (pendeaktif). Substituen pada cincin benzena yang lazim dijumpai, yang dikelompokkan sebagai gugus aktivasi atau deaktivasi dan sebagai pengarah orto-para atau pengarah meta ditunjukkan dalam Tabel 2.1 sebelumnya.Berdasarkan tabel tersebut, semua gugus pengarah-o, p, kecuali halogen, merupakan juga gugus aktivasi. Semua gugus pengarah-m dan halogenbersifat deaktivasi. Penjelasan dari efek pengaktif dan pendeaktif adalah sangat dekat kaitannya dengan penjelasan dari efek gugus pengarah. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan laju reaksi antara benzena tersubstitusi dengan benzena sendiri.Hal-hal yang mempengaruhi substituen aktivasi dan deaktivasi ini adalah adanya efek resonansi dan adanya kepolaran.Pertama adalah efek resonansi dari substituen. Efek resonansi dari gugus substituen adalah kemampuan substituen untuk menstabilkan karbokation transisi pada substitusi elektrofil dengan delokalisasi elektron dari substituen ke cincin. Efek resonansi adalah efek yang sama untuk efek substituen pengarah orto, para dengan pasangan elektron bebas, seperti OCH3 dan halogen. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini, struktur resonansi untuk anisole menunjukkan bahwa gugus metoksi itu bersifat melepas elektron secara resonansi.

Akibat stabilisasi resonansi anisole adalah bahwa cincin menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m- dan p-) pada cincin anisole teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik, namun posisi -o dan p lebih teraktifkan daripada posisi m. Pada struktur resonansi di atas menunjukkan bahwa posisi-posisi o dan p mengemban negatif parsial, sedangkan posisi m tidak. Ketika substitusi terjadi pada posisi meta, gugus metoksi tidak dapat menggunakan efek resonansi dan laju lambat efek polar yang beroperasi. Pada gugus metoksi terdapat pasangan elektron bebas pada atom oksigen yang terikat pada cincin, sehingga PEB tersebut dapat menyumbangkan elektron untuk beresonansi dan dengan menambahkan penstabilan resonansi tehadap zat antara o dan p.Hal yang kedua adalah efek kepolaran dari substituen. Efek polar adalah kecenderungan gugus substitusi, sesuai dengan keelektonegatifan, mendorong elektron untuk keluar dari cincin. Gugus elektronegatif dapat mengurangi rapatan elektron cincin dan menyebabkan cincin itu kurang menarik bagi sebuah elektrofil yang akan masuk. Pada saat transisi, karbokation transisi pada reaksi substitusi elektrofilik memiliki muatan positif pada ikatan dipolnya yang mengalami tolakan dengan muatan positif pada cincin, hal ini meningkatkan energi ion.

Interaksi tolak menolakEfek kepolaran dari gugus metoksi membiat karbokation tidak stabil+

Elektron pendonor efek resonansi dari gugus substituen dengan pasangan elektron bebas, jika hal itu dominan, akan menstabilkan muatan positif dan akan mengaktifkan substitusi. Jika gugus tersebut elektronegatif, efek penarik elektron, jika dominan, tidak akan menstabilkan muatan positif dan mendeaktifkan substitusi. Dua efek berlangsung serentak dan berlawanan aturan. Efek deaktivasi substituen halogen menyatakan adanya perbedaan keseimbangan dari resonansi dan efek polar. Sebagai contoh bila ditinjau dari efek resonansi, seperti atom oksigen pada gugus metoksi, klorin sebagai substituen halogen pada cincin benzena mengarahkan sebuah gugus masuk ke posisi orto para dengan menyumbangkan elektron-elektronnya dan membantu mengemban muatan positif dalam zat antara. Karena klorin dan oksigen punya persamaan keelektronegatifan, efek polar dari kloro dan gugus metoksi adalah hampir sama. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah interaksi resonansi dari pasangan elektron klorin dengan cincin adalah sangat kurang efektif daripada interaksi dari pasangan elektron oksigen karena elektron valensi klorin terletak pada orbital dengan bilangan kuantum yang tinggi yaitu 3p. Jadi tumpang tindih dalam zat antara adalah 2p-3p. Tumpang tindih antara orbital yang besarnya berbeda dan perbedaan simpul, mereka tidak dapat mengadakan overlap secara efektif. Karena overlap ini adalah dasar dari efek resonansi, efek resonansi dari klorin sangat lemah. Zat antaranya kurang terstabilkan, energi keadaan transisi lebih tinggi dan laju reaksi lebih rendah.Dalam klorobenzena, bromobenzena atau iodobenzena, tumpang tindih dalam zat antara masing-masing adalah 2p-3p, 2p-4p, dan 2p-5p. Bromin dan iodin juga merupakan gugus deaktivasi memiliki kepolaran yang lebih lemah daripada klorin, tetapi efek resonansi keduanya sama-sama lemah. Fluorin sebagai unsur periode kedua, mempunyai penguat efek resonansi daripada halogen lain (dengan tumpang tindih 2p-2p), tetapi unsur yang lebih elektronegatif, mempunyai penguat kepolran yang baik. Fluorin juga merupakan gugus deaktivasi. Sifat deaktivasi halogen sama pada semua posisi cincin, tetapi dapat mengimbangi efek resonansi ketika substitusi para terjadi ke halogen. Efek resonansi dari halogen tidak dapat digunakan semua ketika substitusi terjadi pada posisi meta pada halobenzena. Sebab itu, substitusi meta di halobenzena adalah terdeaktif lebih merata daripada substitusi para.Substituen alkil seperti gugus metil tidak punya efek resonansi dan tidak punya pasangan elektron bebas untuk disumbangkan bagi penstabilan secara resonansi, tetapi karena efek polar dari gugus alkil atau bersifat melepas elektron dengan cara induktif. Karena gugus alkil melepaskan elektron ke cincin benzena, cincin ini memperoleh rapatan elektron tambahan dan menjadi menarik elektron yang masuk. Substituen alkil pada cincin benzena menstabilkan karbokation antara di substitusi elektrofilik, dan untuk alasan tersebut, alkil adalah gugus pengaktif . Gugus alkil mengaktifkan substitusi pada semua posisi cincin, tetapi mereka pengarah orto para karena mereka lebih mengaktifkan substitusi orto para daripada mengaktifkan substitus meta.

Zat antara untuk substitusi o- dan p keduanya mempunyai struktur resonansi dalam mana muatan positif berada di dekat gugus R. Struktur-struktur ini merupakan penyumbang yang penting untuk penstabilan-resonansi, karena gugus R dapat membantu mendelokalisasi muatan positif dengan cara melepaskan proton dan menurunkan energi keadaan transisi yang menuju ke zat-zat antara ini. Struktur resonansi untuk zat antara dalam substitusi m tak mempunyai penyumbang semacam itu. Zat antara m akan berenergi lebih tinggi.Alasan gugus nitro gugus pengarah meta dapat disebut gugus deaktivasi karena gugus nitro tidak punya elektron pendonor efek resonansi, efek polar dari gugus elektronegatif tidak menstabilkan karbokation dan melambatkan substitusi elektrofilik pada semua posisi cincin. Efek pengarah meta dari gugus nitro tidak mengaktifkan posisi m terhadap substitusi elektrofilik, tetapi pengarah m mendeaktivasi posisi o dan p. Deaktivasi pada posisi m lebih kecil daripada posisi-posisi lain. Struktur resonansi zat-zat antara yang dihasilkan oleh serangan pada berbagai posisi menunjukkan bahwa zat-zat antara o dan p didestabilkan oleh dekatnya dua muatan positif. Zat antara m tidak mempunyai struktur resonansi yang didestabilkan seperti itu. Berikut ini struktur resonansi pada gugus pengarah meta.

a. Penggolongan SubstituenSubstituen aktivasi kuat mendonasikan elektron ke cincin dengan resonansi dan menarik elektron dari cincin dengan cara induksi. Secara eksperimen mereka sebagai aktivator kuat yang mengindikasikan bahwa donasi elektron ke cincin dengan resonansi lebih signifikan daripada menarik elektron dari cincin dengan induksi.

Substituen aktivasi sedang juga mendonasikan elektron pada cincin dengan resonanasi dan menarik elektron dari cincin dengan induksi. Karena mereka hanya merupakan aktivasi sedang, kita tahu bahwa mereka mendonasikan elektron ke cincin dengan resonansi kurang efektif daripada yang dilakukan pada substituen aktivasi kuat.

Substituen seperti NHCOR, -OCOR sedikit efektif dalam mendonasikan elektron pada cincin dengan resonansi karena tidak seperti substituen aktivasi kuat yang mendonasikan elektron dengan resonansi hanya pada cincin, substituen aktivasi sedang dapat mendonasikan elektron dengan resonansi pada dua arah yaitu ke cincin dan di luar cincin. Kenyataannya substituen in adalah aktivator, walaupun tidak sepenuhnya mendonasikan elektron ke cincin. Substituen ini lebih kuat dalam mendonasikan elektron dengan resonansi daripada mereka menarik elektron dengan cara efek induksi.Gugus alkil, aril, dan CH=CHR adalah substituen aktivasi lemah. Kita dapat melihat bahwa substituen slkil, diandingkan dengan hidrogen, mendonasikan elektron denagn efek induksi. Gugus aril dan CH=CHR dapat mendonasikan elektron ke cincin dengan resonanasi dan dapat menarik elektron dari cincin dengan resonansi. Kenyataan bahawa mereka aktivator lemah mengindikasikan bahwa mereka sedikit lebih mendonasikan elektron daripada menarik elektron.

Halogen adalah deaktivasi lemah, mereka mendonasikan elektron ke cincin dengan resonansi dan menarik elektron dengan efek induksi. Karena halogen secara eksperimen merupakan dektivator, kita dapat menyimpulkan bahwa mereka menarik elektron secara induksi lebih kuat daripada mereka mendonasikan dengan resonansi.

Substituen deaktivasi sedang semua mempunyai gugus karbonil yang terikat langsung ada cincin benzena. Gugus karbonil menarik elektron dengan induksi dan resonansi.

Substituen diaktivasi kuat adalah penarik elketron terkuat. Kecuali ion ammonium (+NH3, +NH2R, +NHR2, dan +NR3), substituen menarik elektron dengan induksi dan resonansi. Ion ammonium tidak mempunyai efek resonansi, tetapi muatan positif pada atom nitrogen membuatnya menjadi penarik elektron yang kuat secara induksi.

C. Aplikasi dari Substitusi elektrofilik Aromatik dalam Sintesis OrganikKedua efek mengaktifkan / menonaktifkan dan mengarahkan substituen dapat ikut berperan dalam perencanaan sintesis organik yang melibatkan reaksi substitusi elektrofilik. Pentingnya efek mengarahkan diilustrasikan dalam studi masalah berikut.sintesis p-bromonitrobenzena dari benzena.

Kunci untuk masalah ini adalah apakah bromin atau nitro yang menjadi subtituen pertama. Bromin sebagai subtituen yang pertama mengambil keuntungan dari efek dalam reaksi nitrasi selanjutnya. Jika nitro sebagai subtituen pertama diikuti oleh brominasi akan memberikan hasil berupa m-bromonitrobenzena, karena kelompok nitro adalah gugus pengarah meta.Oleh karena itu, untuk mempersiapkan senyawa yang diinginkan, dimulai dengan brominasi dan kemudian nitrasi yang dihasilkan p-bromonitrobenzena.Ketika reaksi substitusi elektrofilik dilakukan pada turunan benzena dengan lebih dari satu substituen, efek pengaktifan dan pengarah kira-kira jumlah efek dari substituen yang terpisah. Pertama, mari kita pertimbangkan efek pengarah . Dalam asilasi Friedel-Crafts dari m-xylene, misalnya, kedua gugus metil mengarahkan substitusi untuk posisi yang sama.

Gugus metil adalah pengarah ortodan para. Subtitusi pada posisi orto untuk kedua gugus metil sulit karena adanya tolakan van der Waals antara kedua gugus metil dan elektrofil akan hadir dalam keadaan transisi. Akibatnya, substitusi terjadi pada posisi cincin yang satu metilpada posisi para dan orto ke yang lain seperti yang ditunjukkan pada persamaan di atas.Dua subtituen pengarah meta pada cincin seperti asam karboksilat (-C02H) dalam contoh berikut substitusi lanjut langsung ke posisi meta yang tersisa.

Dalam dua contoh sebelumnya, kedua substituen mengarahkan kelompok yang masuk ke posisi yang sama. Apa yang terjadi ketika efek pengarah dari dua subtituen saling bertentangan? Jika satu subtituen jauh lebih kuat mengaktivasi, sehingga daripada yang lain, efek pengarah mengaktivasi, sehingga lebih kuat umumnya mendominasi. Misalnya, gugus OH adalah suatu kelompok yang kuat mengaktivasi, sehingga fenol dapat mengalami reaksi brominasi sebanyak tiga kali, bahkan tanpa katalis asam Lewis.

Setelah brominasi pertama, brominasi selanjutnya langsung ke posisi yang berbeda. Yang kuat mengaktifkan dan pengarah dari gugus -OH pada orto dan posisi para menimpa efek pengarah yang lebih lemahdari gugus -Br.

Dalam kasus lain, campuran dari isomer biasanya diperoleh.

Telah diketahui bahwa efek mengaktifkan dan pengarah dari substituen harus diperhitungkan dalam mengembangkan strategi untuk sintesis organik yang melibatkan reaksi substitusi pada cincin benzena yang sudah tersubstitusi. Efek mengaktifkan atau menonaktifkan dari substituen dalam senyawa aromatik juga menentukan kondisi yang harus digunakan dalam reaksi substitusi elektrofilik. Efek brominasi nitrobenzena, pada reaksi berikut, membutuhkan kondisi yang relatif panas dan katalis asam Lewis karena gugus nitro menonaktifkan cincin terhadap substitusi elektrofilik. Kondisi dalam persamaan tersebut lebih parah daripada kondisi yang diperlukan untuk brominasi benzena itu sendiri, karena benzena adalah senyawa lebih reaktif.

Sebuah contoh yang lebih berbeda dalam arah lain disediakan oleh brominasi dari mesitylene (1,3,5-trimetilbenzena), Mesitylene dapat mengalami reaksi brominasi dalam kondisi yang sangat ringan, karena cincin diaktifkan oleh tiga kelompok metil, sebuah katalis asam Lewis bahkan tidak perlu.Hal serupa terlihat dalam kondisi yang dibutuhkan untuk sulfonat benzena dan toluena. Sulfonasi benzena membutuhkan penguapan asam sulfurik. Namun, karena toluena lebih reaktif daripada benzena, toluena dapat tersulfonasi dengan asam sulfat pekat, reagen ringan dari penguapan asam sulfurik.

Konsekuensi lain yang sangat penting dari efek mengaktifkan dan menonaktifkan adalah bahwa ketika gugus penonaktif misalnya , kelompok-nitro yang sedang diperkenalkan oleh reaksi substitusi elektrofilik, mudah untuk memperkenalkan satu subtituen pada suatu waktu, karena produk yang kurang reaktif dari reaktan. Dengan demikian, toluena dapat dinitrasi hanya sekali karena gugus nitro yang diperkenalkan memperlambat sebuah nitrasi kedua pada cincin yang sama. Berikut tiga persamaan menunjukkan kondisi yang diperlukan untuk nitrasi berturut-turut. Perhatikan bahwa setiap nitrasi tambahan membutuhkan kondisi yang lebih keras.

Sebaliknya, ketika gugus yang mengaktivasi diperkenalkan oleh substitusi elektrofilik, produk yang lebih reaktif daripada reaktan, akibatnya, substitusi tambahan dapat terjadi dengan mudah di bawah kondisi substitusi pertama dan, sebagai hasilnya, campuran produk yang diperoleh. Ini adalah situasi di alkilasi Friedel-Crafts. salah satu cara untuk menghindari beberapa substitusi dalam kasus tersebut adalah dengan menggunakan kelebihan besar bahan awal. (Alkilasi Friedel-Crafts adalah reaksi substitusi aromatik elektrofilik hanya dibahas dalam bab ini yang memperkenalkan substituen pengaktivasiBeberapa gugus penonaktif menghambat beberapa reaksi sehingga mereka tidak berguna. Misalnya, asilasi Friedel-Crafts tidak terjadi pada sebuah cincin benzen tersubstitusi hanya dengan satu atau lebih gugus pengarah meta. Kenyataannya, nitrobenzena begitu tidak reaktif dalam asilasi Friedel-Crafts bahwa hal itu dapat digunakan sebagai pelarut dalam senyawa aromatik lainnya. Demikian pula, alkilasi asilasi Friedel-Crafts umumnya terlalu lambat untuk menjadi berguna pada senyawa yang lebih dinonaktifkan dari benzena itu sendiri, bahkan halobenzena.

BAB IIIKESIMPULAN

1. Cincin benzen tersubstitusi dapat mengalami substitusi lebih lanjut baik di posisi orto dan para atau pada posisi meta, tergantung pada substituen cincin2. cincin benzena dengan substituen alkil atau gugus substituen yang mendelokalisasi muatan positif dengan resonansi biasanya menjalani substitusi di posisi orto dan posisi para, ini disebut substituen subtituen pengarah orto, para3. cincin benzena dengan substituen elektronegatif yang tidak dapat menstabilkan karbokation atau mendelokalisasi muatan positif dengan resonansi biasanya menjalani substitusi pada posisi meta. ini disebut substituen subtituen pengarah meta4. Apakah suatu benzena tersubstitusi mengalami substitusi lebih cepat atau lebih lambat dari benzena itu sendiri ditentukan oleh keseimbangan resonansi dan efek polar dari substituen. cincin benzena monosubtituen yang mengandung subtituen pengarah posisi orto, para selain halogen bereaksi lebih cepat dalam substitusielektrofilikaromatik daripada benzena itu sendiri. Sebaliknya, cincin benzena yang mengandung subtituen halogen atau pengarah posisi para bereaksi lebih lambat.5. Subtituen dengan efek pengaktif/pendeaktif serta pengarah harus diperhitungkan ketika merencanakan sintesis organik.

DAFTAR RUJUKAN

Bruice, P. Y. 2003. Organic Chemistry Fourth Edition.New York: Mc.Graw Hill

Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Terjemahan Aloysius Hadyana P. 1982. Jakarta: Erlangga.

Loudon, G. M. 1995. Organic Chemistry. Redwood city: The Benjamin/Cumming Publishing Company.

McMurry, M. 1988. Organic Chemistry 2nd Edition. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Parlan dan Wahyudi. 2005. Kimia Organik I. IKIP Malang.

Tim Penyusun PPKI. 2007. Pedoman penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian, Edisi Keempat. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

.