2 profil klaster (edited)-1.docx

29
2. PROFIL KLASTER A. Pengertian Klaster Menurut Michael Potter (2000) klaster didefinisikan sebagai suatu kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi. Klaster Industri merupakan kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/peningkatan nilai tambah atau jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait (industri inti/core industries yang menjadi fokus kegiatan bisnis, industri pendukung/supporting industries, dan industri terkait/related industries). Sejumlah unit usaha yang terinterkoneksi ini kemudian menciptakan suatu jaringan organisasi, sumber daya (manusia dan alam), serta jaringan aktivitas yang meliputi input, proses, distribusi dan pemasaran dalam suatu aktivitas produksi. Jaringan-jaringan ini kemudian disebut sebagai rantai nilai yang terbentuk atau sengaja diciptakan untuk memberikan nilai tambah pada suatu material hingga akhirnya dapat memberikan nilai yang lebih tinggi pada suatu produk. Peran dari rantai nilai itu sendiri cukup membawa pengaruh besar terhadap kondisi perkembangan klaster industri. Bagaimana nilai yang dapat diciptakan oleh segenap pelaku usaha primer dan pendukung dalam aktivitas produksi untuk menciptakan daya saing rantai nilai tersebut. Kondisi daya Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri 13

Upload: nurul-fadhila-lukman-hakim

Post on 07-Aug-2015

183 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

2. PROFIL KLASTER

A. Pengertian Klaster

Menurut Michael Potter (2000) klaster didefinisikan sebagai suatu

kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan secara

geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang

khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi.

Klaster Industri merupakan kelompok industri spesifik yang

dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/peningkatan

nilai tambah atau jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait

(industri inti/core industries yang menjadi fokus kegiatan bisnis, industri

pendukung/supporting industries, dan industri terkait/related industries).

Sejumlah unit usaha yang terinterkoneksi ini kemudian

menciptakan suatu jaringan organisasi, sumber daya (manusia dan

alam), serta jaringan aktivitas yang meliputi input, proses, distribusi dan

pemasaran dalam suatu aktivitas produksi. Jaringan-jaringan ini

kemudian disebut sebagai rantai nilai yang terbentuk atau sengaja

diciptakan untuk memberikan nilai tambah pada suatu material hingga

akhirnya dapat memberikan nilai yang lebih tinggi pada suatu produk.

Peran dari rantai nilai itu sendiri cukup membawa pengaruh besar

terhadap kondisi perkembangan klaster industri. Bagaimana nilai yang

dapat diciptakan oleh segenap pelaku usaha primer dan pendukung

dalam aktivitas produksi untuk menciptakan daya saing rantai nilai

tersebut. Kondisi daya saing rantai ini menjadi faktor kuat yang

mempengaruhi daya saing kolektif klaster terhadap iklim persaingan

klaster industri di Indonesia

B. Profil Klaster Industri Karet Sumatera Selatan

Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi pengembangan

perkebunan terutama karet, produksi karet mencapai 788.338 ton/tahun

dengan luas areal produksi perkebunan sebesar 1.011.124 hektar

(Sumsel Dalam Angka 2010).

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

13

Page 2: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Sumber: Paparan Kepala Balitbangnovda Provinsi Sumatera Selatan

Gambar 4. Hasil Identifikasi Klaster Industri Barang Karet

Klaster potensial yang ada di Sumatera Selatan yaitu klaster industri

karet yang terbagi atas :

B.1. Klaster Industri Inti (Crumb Rubber)

Crumb rubber adalah karet kering yang proses pengolahannya

melalui tahap peremahan. Bahan olahan karet sendiri adalah lateks

kebun yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Bahan baku berasal

dari petani dalam bentuk BOKAR (Bahan Olah Karet Rakyat) yang

kemudian diolah menjadi produk setengah jadi berkualitas ekspor. Sudah

banyak yang dilakukan pihak perusahaan dalam rangka memacu roda

perekonomian masyarakat kota Palembang khususnya dan petani di

banyak kabupaten Propinsi Sumatera Selatan. Propinsi Sumatera Selatan

merupakan propinsi yang unggul dalam bidang industri karet remah,

karena produk karet merupakan komoditi ekspor unggulan yang

menjadikan propinsi ini sebagai penghasi karet yang terbesar. “Crumb

Rubber” yang dihasilkan diklasifikasikan dengan Standar Indonesia

Rubber (SIR) yaitu SIR 5, SIR 10, dan SIR 20, dan diekspor langsung ke

negara konsumen (Amerika, Eropa dan Asia).

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

14

Page 3: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Pabrik-pabrik yang mengekspor crumb rubber di Sumatera Selatan

mencapai 23 perusahaan (Gapkindo Sumsel, 2010). Daftar rincian nama

perusahaan crumb rubber di Sumatera Selatan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pabrik Pengekspor Crumb Rubber di Sumatera Selatan

No Nama Industri Jenis Produk

Kapasitas Produksi

(Ton/Tahun)Alamat

1 PT. Bintang Gasing Persada SIR 20 36.000 Jl. Kol Atmo No.442/A4

Palembang, Sumsel

2 PT. Kirana Musi Persada SIR 20 36.000 Jl. Mayor Salim Batu Bara No.5915 Palembang

3 PT. Badja Baru SIR 10; SIR 20 60.000

Jl. Pangeran Sidoing Kenayan No. 88 Kel. Karang Anyar, Palembang

4 PT. Lingga Djaja SIR 20 30.000 Jl. Masjid Lama 136 Palembang 30125

5 PT. Mardec Musi Lestari SIR 10; SIR 20 30.000

Jl. Raya Tanjung Api-api KM.10, Desa Gasing, Banyuasin

6 PT. Melania Indonesia RSS 2.300Jl. Palembang-Betung, KM 25 Desa Mainan Kec. Banyuasin III Palembang

7 PT. London Sumatera Indonesia

SIR 3 CV; SIR 3L; SIR 10, SIR29

43.200Tulung Gelam Estate, Desa Talang Jaya, Kec. Sungai Menang

8 PT. Felda Indo Rubber SIR 10; SIR 20 40.000 Desa Modong Kec.Tanah

Abang, Muara Enim, Sumsel

9 PT. Pancasamudera Simpati SIR 20 18.000

Jl. P. Sido Ing Kenayan No.1368 Karang Anyar, Gandus, Palembang 30148

10 PT. Pinago Utama SIR 5; SIR 10; SIR 20 36.000 Jl. Basuki Rahmad No. 23

Rt.15 Palembang

11 PT. Sri Trang Lingga Indonesia SIR 20 48.000

Jl. TPA 2, PO BOX 1230 Kel.Keramasan/Kertapati Palembang

12 PT. Aneka Bumi Pratama SIR 10; SIR 20 93.000

Jl. PT ABP (Pulokerto) Rt.04 Rw.02 Kec (Pulokerto) GAndus, Palembang 30149 Sumsel

13 PT. Bumi Beliti Abadi SIR 20 60.000Jl. Raya Muara Beliti-Muara Kelingi KM 3, Remayu, Kab.Musirawas, Sumsel

14 PT. Gadjah Ruku SIR 5; SIR 10; SIR 20 80.000

Jl. Lettu HA Karim Kadir Rt.08 Rw. 03, Kel. Karang Jaya, Kec. Gandus, Palembang

15 PT. Kirana Windu SIR 5; SIR 10; SIR 20 30.000

Jl. Lintas Sumatera KM.98 Pasar Sululangun Kec. Rawas Ulu – Musi Rawas, Sumsel

16 PT. Hok Tong SIR 10; SIR 20 65.000 Jl. Depaten Baru No. 47

Palembang 30142

17 PT. Muara Kelingi I / Havea SDRSEA 55.000 Jl. Jend. Sudirman 135/107

Palembang

18 PT. Muara Kelingi II / Havea II SEA 55.000 Jl. Jend. Sudirman 135/107

Palembang

19 PT. Multiagro Kencana Prima

SIR 10SIR 20 30.000 Jl. Veteran No. 335/76

Palembang

20 PT. Nibung Artha Mulia SIR 5; SIR 10; SIR 20 18.000

Jl. Poros Transigrasi Nibung KM.25, Ds. Jadi Mulia, Kec. Nibung, Kab. Musi Rawas Sumsel

21 PT. Prasidha Aneka Niaga SIR 5; SIR 10; SIR 20 60.000 Jl. Kl. Kemas Rindo Ogan Baru

22 PT. Remco - - Jl. Depaten Baru No.47

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

15

Page 4: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Palembang 30142

23 PT. Sunan Rubber SIR 20 60.000 Jl. Depaten Baru, 25-27 Ilir Palembang

Sumber : Gapkindo Sumsel (2010)

B.2. Industri Pendukung

B.2.a. Industri Asap Cair / Deorub

Selain crumb rubber, telah diproduksi juga deorub (deodorant

rubber) oleh PT Global Deorub Industry yang merupakan anak

perusahaan PT Badja Baru. Deorub digunakan sebagai bahan pembeku

karet yang merupakan hasil formulasi senyawa fenol yang dapat

mencegah dan mematikan pertumbuhan bakteri, serta berfungsi sebagai

antioksidan sehingga dapat mengatasi masalah bau penggumpalan pada

bokar. Deorub merupakan hasil kerjasama penelitian antara Balai

Penelitian Sembawa (pusat penelitian karet) dengan PT Badja Baru.

B.2.b. Industri Kompon Karet

Industri kompon cair yang sekarang ada di Sumsel adalah CV

Rambang Bumi Kramat. Kapasitas produksi yang dihasilkan berkisar 300

– 500 ton/bulan dengan harga jual lateks cair sebesar Rp. 28.750/kg.

Pemasaran dilakukan oleh CV AZA yang merupakan agen

tunggalnya. Lateks cair yang merupakan bahan baku industri tersebut

sebagian besar dipasarkan ke Jakarta, Bandung dan Bogor. Dari Jakarta

kemudian diekspor ke beberapa Negara seperti Amerika, Jerman, Taiwan

dan Korea. Kompon cair tersebut digunakan sebagai bahan baku

pembuatan kasur karet, sarung tangan, kondom, balon dan lainnya.

Sementara itu yang dikirimkan ke Bandung dan Bogor dipasarkan

kembali ke IKM yang berada di kota tersebut dan digunakan sebagai

bahan baku pembuatan bola, sepatu dan sandal.

B.3. Klaster Industri Terkait

B.3.a. Industri Vulkanisir Ban

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

16

Page 5: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Industri barang jadi karet yang paling banyak dijumpai adalah

vulkanisir ban. Berdasarkan data dari BPS tahun 2010 yang diolah

Kementerian Perindustrian, di Sumatera Selatan terdapat sekitar 21

industri vulkanisir ban. Bahan baku berupa kompon padat didatangkan

dari Medan dan Bogor. Untuk di daerah Palembang sendiri terdapat satu

distributor kompon padat yaitu CV Double Tiger. Pesanan umumnya

datang dari perusahaan perkebunan dan pertambangan yang memiliki

truk dalam jumlah besar. Perusahaan menggunakan jasa vulkanisir ban

karena dapat menghemat biaya penggantian ban. Vulkanisir di Sumsel

banyak terdapat di sepanjang jalur lintas timur Kayuagung – Tanjung

Raja – Indralaya – Palembang. Berikut ini nama-nama industri yang

bergerak dalam bidang vulkanisir ban di Sumsel :

Tabel 3. Industri Vulkanisir

No Nama Industri Kapasitas Produksi (ban/Tahun Alamat

1 Roda Mas 200 8 Ulu Jl. Silaberanti Gg.Satria No.205/91 SU I

2 Surya Indah 4.200 Jl. Kol. H. Burlian Km. 9 No. 18 Sukarame

3 PD Multi Ban 1.800 Jl. A. Yani 7 Ulu Darat No.29 SU I4 PD Sinar Mulia 1.800 Jl. Suka Baru No.480 Rt.08 Sako5 Ahyudin 2.500 Jl. A. Yani Km.5 Batu Raja Timur

6 Muncul Jaya 1.872 Jl. Lintas Sumatera Rt.03 Batu Raja Timur

7 KUB Mandiri 1.500 Muba8 Ramadhan 300 Ds. Tungkal Muara Enim9 Tunggal Jaya 300 Muara Enim

10 Prayitno 700 G. Tidar Sakti, Pg. Alam Utara11 H. Dencik Hasan 5.000 Mayian 48 Pagar Alam

12 Sumber Maju 7.500 Yos Sudarso No.20 Rt.01 Lubuk Linggau Timur

13 Buyung Basir 100.000 Taba Jemekah, Lubuk Linggau Timur

14 S. Rejeki Jaya 15.000 Jl. Yos Sudarso No.203 Lubuk Linggau Timur

15 Bangkit Jaya 100.000 Kota Baru Marta Pura, OKU Timur16 Mugi Jaya 1.800 Gumawang Belitung, OKU Timur

17 SBY aya 11.000 Kurungan Nyawa Buay Madang, OKU Timur

18 Jasa Sakti 30.000 Bedilan Belitang, OKU Timur

19 S.K.A 4.344 Jl. Lintas Timur Km.25/Timbangan, Ogan Ilir

20 Mulya Jaya 4.500 Jl. Lintas Timur Tanjung Raja Km.25 Ogan Ilir

21 PD Usaha Bersama 4.000 Jl. Lintas Timur Km.30, Ogan Ilir

B.3.b. Industri Cindera Mata Karet

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

17

Page 6: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Sentra kerajinan cinderamata berupa gantungan kunci berbahan

baku lateks cair terdapat di desa Talang Kedondong, Kecamatan

Sukarame, Palembang. Pada sentra tersebut terdapat enam kelompok

dengan total anggota sekitar 40 orang di bawah naungan Koperasi

Cinderamata Palembang.

Sentra ini merupakan implementasi Sistem Inovasi Daerah Sumsel hasil

kerjasama Kementerian Riset dan Teknologi dan Balitbangnovda Provinsi

Sumsel. Hingga saat ini masih terkendala dengan pemasaran dan bahan

baku lateks cair yang terbatas.

B.3.c. Industri Serabut Berkaret

Industri serabut berkaret atau yang sering disebut sebutret

berlokasi di Talang Jambe. Industri ini merupakan program Sistem Inovasi

Daerah yang pada tahun 2011 ini mengambil tematik serabut berkaret.

Produk yang dihasilkan antara lain kasur, bantal, topi, sandal, vas bunga

dan masih banyak lainnya.

C. Profil Klaster Industri Peternakan Nusa Tenggara Barat

Berangkat dari besarnya komitmen pemerintah pusat terhadap

pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional, pemerintah provinsi Nusa

Tenggara Barat mencanangkan program terobosan “NTB Bumi Sejuta

Sapi”. Program terobosan ini dirumuskan sebagai upaya mengikhtiarkan

visi pemerintah daerah 2009-2013 “Mewujudkan Masyarakat Nusa

Tenggara Barat yang Beriman dan Berdaya Saing (Bersaing)”. Visi NTB

Bersaing tersebut dijabarkan dalam lima misi utama, yang salah satunya

menumbuhkan ekonomi pedesaan berbasis sumberdaya lokal dan

mengembangkan investasi dengan mengedepankan prinsip

pembangunan berkelanjutan.

Peternakan sapi merupakan sumberdaya lokal masyarakat NTB

yang tumbuh-kembang, membudaya, dan terbukti memberikan

sumbangan besar terhadap kesejahteraan masyarakat pedesaan dan

peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dibandingkan ternak

ruminansia lainnya, populasi sapi menempati urutan pertama, sekitar

empat kali lipat dibandingkan dengan populasi kerbau, enam kali lipat

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

18

Page 7: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

dibanding populasi kuda, dan sekitar dua kali lipat dari populasi kambing.

Dengan demikian, peternakan sapi memiliki peran signifikan dan

strategis dalam membangun perekonomian masyarakat pedesaan di

NTB. Peternakan sapi rakyat, selain sebagai sumber pendapatan rumah

tangga peternak, juga berfungsi sebagai penghasil pupuk kandang guna

menjaga kesuburan lahan pertanian dan sebagai tabungan hidup yang

sewaktu-waktu mudah dijadikan uang.

Kontribusi NTB terhadap pengembangan sapi dan kebutuhan

daging secara nasional sangat signifikan. Setiap tahun, NTB dapat

mengirim sapi potong rata-rata 16.500 ekor dan sapi bibit 12.000 ekor ke

berbagai provinsi di Indonesia. Mengingat potensi yang dimilikinya,

dalam program nasional percepatan pencapaian swasembada daging

sapi (P2SDS), NTB ditetapkan sebagai salah satu provinsi sumber sapi

potong dan sapi bibit di antara 18 provinsi di Indonesia.

Berdasarkan potensi dan peluang pengembangan ternak sapi

secara nasional sebagaimana diuraikan di atas, pemerintah Provinsi NTB

bertekad dan berkomitmen membangun peternakan sapi yang tangguh

melalui program terobosan “NTB Bumi Sejuta Sapi” atau yang biasa

disingkat “NTB BSS”. Pencanangan program ini dilaksanakan 17

Desember 2008 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Emas Ke-50 NTB.

Pencanangan tersebut disertai penandatanganan kesepakatan bersama

antara Dirjen Peternakan dengan Gubernur NTB.

C.1. Konsepsi Bumi Sejuta Sapi

Bumi Sejuta Sapi (BSS) merupakan wilayah pengembangan

peternakan sapi di NTB. Kata ‘sejuta’ tidak berarti angka mutlak, tetapi

lebih mencerminkan visi yang mengandung semangat untuk melakukan

percepatan peningkatan populasi secara optimal melalui inovasi

manajemen dan teknologi, kelembagaan, dan pembiayaan untuk

meningkatkan nilai tambah.

Program NTB BSS mengutamakan pemberdayaan sumberdaya

lokal sesuai daya dukung wilayah sehingga dapat memberikan kontribusi

signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan.

Selain itu juga NTB BSS diharapkan mampu memberikan dukungan

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

19

Page 8: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

berarti untuk memenuhi kebutuhan daging nasional, memenuhi

permintaan bibit sapi bagi daerah-daerah lain, dan memenuhi kebutuhan

konsumsi daging dalam daerah. NTB BSS diharapkan pula dapat menjadi

lokomotif penggerak atau pengungkit sektor ekonomi lainnya dalam

upaya meningkatkan perekonomian, kesehatan, kecerdasan dan

kesejahteraan masyarakat.

Program BSS terutama mengembangkan jenis Sapi Bali, disamping

jenis sapi lainnya seperti Hissar, Simental, Limousin, Brangus, Frisien

Holstein, Brahman, dan sapi hasil persilangan. Keberadaan NTB BSS tidak

dimaksudkan mengurangi atau mengabaikan pengembangan jenis ternak

lain seperti kerbau dan ternak ruminansia lainnya. Kenyataannya

masyarakat NTB masih menerima dan mengonsumsi daging kerbau

sebagai layaknya daging sapi. Pengembangan ternak kerbau dan ternak

lainnya tetap menjadi program reguler Dinas Peternakan dan Kesehatan

Hewan Provinsi NTB. Keberadaan program NTB BSS lebih dimaksudkan

untuk menjadikan ternak sapi sebagai ternak unggulan NTB karena

memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan jenis ternak

lainnya.

C.2. Pendekatan Program

Program NTB BSS merupakan program percepatan yang berangkat

dari program reguler sebagai pembanding. Program reguler merupakan

kegiatan pengembangan peternakan sapi yang dilaksanakan tanpa

program percepatan. Kebijakan-kebijakan yang digunakan dalam

program reguler diasumsikan seperti yang digunakan pada tahun-tahun

sebelumnya.

Berdasarkan kebijakan-kebijakan tersebut maka populasi,

produksi, dan produktivitas ternak sapi sampai tahun 2013 diprediksi

sebagaimana terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Prediksi Populasi Sapi Program Reguler

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

20

Page 9: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Prediksi di atas mengunakan beberapa indikator dan asumsi:

a. Populasi sapi 2008 sebanyak 546.114 ekor, dengan jumlah induk

37,36 persen dari seluruh populasi.

b. Angka kelahiran 66,7 persen dari jumlah induk sapi.

c. Angka kematian pedet 20 pesen dari jumlah ternak sapi yang lahir.

d. Jumlah panen pedet sebanyak 101.239 ekor.

e. Jumlah pemotongan betina produktif dan tidak tercatat sebesar 20

persen dari pemotongan tercatat.

f. Jumlah pemotongan dalam daerah (lokal) sebesar 41.575 ekor.

g. Jumlah sapi bibit dan potong yang keluar dari NTB sekitar 28.500

ekor.

Program percepatan merupakan program yang diarahkan pada

upaya-upaya percepatan pengembangan peternakan sapi untuk

mencapai populasi sapi optimal sesuai dengan daya dukung wilayah

dalam kurun waktu lima tahun (2009-2013). Dalam program percepatan

dilakukan introduksi kebijakan dan kegiatan yang mampu mempercepat

pengembangan populasi, produksi, dan produktivitas sapi sesuai dengan

sumberdaya yang tersedia.

Dalam program percepatan digunakan indikator dan asumsi-asumsi:

a. Peningkatan jumlah induk sapi sebesar 38-42 persen dari populasi

sapi.

b. Peningkatan kelahiran pedet sebesar 75-85 persen dari jumlah

induk sapi.

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

21

Page 10: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

c. Penurunan angka kematian pedet sebanyak 18-10 persen dari

jumlah sapi yang lahir.

d. Penurunan pemotongan sapi betina produktif hingga 15-8 persen

dari jumlah pemotongan sapi tercatat.

e. Pertumbuhan populasi sapi sebesar 10-15 persen setiap tahun.

f. Pengendalian pengeluaran bibit yang semula sekitar 13 ribu ekor

menjadi 10 ribu ekor selama 2009-2011.

Berdasarkan indikator dan asumsi tersebut, maka prediksi

perkembangan populasi, produksi dan produktivitas sapi dapat

ditentukan sebagaimana tertuang dalam Tabel 5.

Tabel 5. Prediksi Populasi Sapi Program Percepatan

C.3. Peran Strategis

Peran strategis peternakan sapi dalam pembangunan daerah NTB:

• Sumber pendapatan sebagian besar masyarakat pedesaan.

• Tabungan masyarakat untuk membiayai kebutuhan rumah tangga,

seperti ongkos ibadah haji, biaya pendidikan, dan lain-lain.

• Penyediaan protein hewani yang sangat berguna bagi kesehatan,

kecerdasan, dan pencegahan kasus gizi buruk.

• Penyediaan lapangan kerja dan lapangan usaha masyarakat.

• Pelestarian lingkungan berupa sumber energi gas bio dan pupuk

organik.

• Menghasilkan bahan baku industri pengolahan/industri rakyat.

• Menyumbang PDRB sebesar 14,27 persen dari sektor pertanian

dan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah.

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

22

Page 11: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Secara nasional NTB berperan strategis sebagai daerah sumber

ternak bibit dan ternak potong nasional. Kontribusi NTB dalam

penyediaan bibit sapi rata-rata mencapai 12 ribu ekor per tahun untuk 14

provinsi di Indonesia. Dukungan NTB terhadap Program Percepatan

Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) Nasional juga sangat

besar, mencapai 31.728 ekor/tahun. Secara historis Provinsi NTB

merupakan daerah pengekspor sapi dan kerbau ke Hongkong dan

Singapura. Hanya saja sejak 1978 kegiatan ekspor tersebut terhenti

karena adanya kebijakan nasional untuk pemenuhan deficit kebutuhan

daging dalam negeri. Sebagai daerah penghasil ternak sapi, NTB

memiliki dayasaing komparatif secara nasional (lihat Tabel 6.

Tabel 6. Keunggulan Komparatif Peternakan Sapi NTB

Keunggulan komparatif tersebut, 1) Populasi sapinya termasuk delapan

besar nasional. 2) Ternak sapi sebagai modal sosial turun temurun dan

melekat di masyarakat. 3) Kondisi geografi NTB cocok untuk

pengembangan peternakan sapi. 4) Tempat pemurnian Sapi Bali

nasional. 5) Pusat pengembangan Sapi Hissar. 6) Daya dukung SDA

tersedia cukup. 7) Bebas berbagai penyakit hewan menular strategis. 8)

NTB surplus sapi. 9) Sumber ternak bibit dan ternak potong nasional.

C.4. Sumberdaya Ternak Sapi

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

23

Page 12: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Di wilayah NTB berkembang dengan baik berbagai jenis sapi, mulai

dari sapi ras Bali, Hissar, Simental, Brangus, Limousin, Frisian Holstein

dan sapi-sapi hasil persilangan dari berbagai jenis sapi tersebut. Populasi

ternak sapi pada 2008 mencapai 546.114 ekor, dengan pertumbuhan

rata-rata sebesar 6,41 persen tiap tahun. Berdasarkan wilayah

penyebarannya, sebanyak 48 persen ternak sapi dipelihara peternak di

Pulau Lombok dan 52 persen dipelihara peternak di Pulau Sumbawa.

Potensi sumberdaya ternak sapi dapat dilihat dari perkembangan

populasinya di seluruh kabupaten/kota, seperti tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan Populasi Sapi 2004-2008

Ternak sapi memiliki keunggulan kompetitif sebagai lokomotif penggerak

ekonomi di NTB, berdasarkan:

• Pemeliharaan sapi telah membudaya sejak lama di tengah

masyarakat NTB.

• Populasinya terbanyak dibandingkan dengan ternak lainnya dan

tersebar hampir di seluruh desa di NTB.

• Mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan tropis lembab.

• Bebas dari beberapa penyakit hewan menular strategis.

• Pangsa pasar luar daerah sangat besar, permintaan mencapai

50.000 ekor/tahun.

• Tingkat kesuburan yang tinggi (Satu induk Satu tahun Satu anak).

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

24

Page 13: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

• Menyerap tenaga kerja yang cukup besar, melibatkan 0,33 orang

tenaga kerja/ekor atau 181.856 orang secara keseluruhan.

• Sebagai tenaga kerja pengolah lahan pertanian.

• Kotoran sapi dapat diolah menjadi pupuk organik yang berguna

untuk pertanian dan dapat diolah sebagai sumber energi alternatif

(gas bio).

• Bahan baku usaha industri rumah tangga (produk olahan) seperti

kerajinan kulit, dendeng, abon, kerupuk kulit, dan lain-lain.

• Dapat berintegrasi dengan sub sektor dan sektor lainnya.

Populasi ternak pemakan hijauan (sapi, kerbau, kuda, kambing,

dan domba) di NTB pada 2008 dalam satuan ternak (ST) tergambar pada

tabel 8. Populasi ternak dalam satuan ternak sangat penting untuk

memperhitungkan daya dukung wilayah.

Tabel 8. Populasi Ternak NTB 2008 (Satuan Ternak)

Pada Tabel 8. terlihat populasi sapi terbanyak (61 persen) dibandingkan

dengan populasi ternak lainnya. Kondisi ini merupakan salah satu alasan

mengapa ternak sapi menjadi ternak unggulan di NTB.

C.5. Daya Dukung Wilayah

Sumber daya alam (SDA) NTB sangat mendukung untuk

pengembangan peternakan sapi. Berdasarkan potensi SDA tersebut, di

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

25

Page 14: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

wilayah NTB diperkirakan dapat menampung ternak sekitar 2 (dua) juta

ekor atau setara dengan 1,5 juta satuan ternak (ST). Daya tampung

ternak tersebut diperhitungkan dari potensi pakan ternak yang dapat

dihasilkan dari berbagai lahan sumber pakan ternak. Jenis lahan yang

memiliki potensi sebagai sumber pakan ternak meliputi lahan sawah,

tegal, kebun, ladang, hutan negara, hutan rakyat, perkebunan, lahan

yang sementara tidak digunakan, dan padang penggembalaan. Jenis dan

luas penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9. Luas Lahan Pulau Lombok 2008

Pada Tabel 9. terlihat luas lahan yang memiliki potensi sebagai

sumber pakan ternak di Pulau Lombok mencapai 386.478 hektar, terdiri

dari sawah 123.787 hektar (32 persen) dan lahan kering 262.691 hektar

(68 persen). Lahan hutan negara yang tergolong lahan kering memiliki

luas yang dominan, mencapai 120.258 hektar atau 45 persen dari luas

lahan kering keseluruhan.

Dengan asumsi lahan sawah dan lahan kering selain hutan dapat

menampung ternak 1,5 ST per hektar dan lahan hutan 0,25 ST per

hektar, maka wilayah Pulau Lombok diperkirakan mampu menampung

ternak sebanyak 444.424,50 ST. Sementara, populasi ternak di P.

Lombok pada 2008 (lihat Tabel 3.3) baru 273.817 ST. Dengan demikian,

wilayah Pulau Lombok dengan tanpa introduksi teknologi pakan

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

26

Page 15: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

sekalipun, masih dapat menampung ternak sapi sekitar 170.608 ST atau

setara dengan 221.790 ekor.

Tabel 10. Luas lahan Pulau Sumbawa 2008

Pada Tabel 10. terlihat luas lahan di Pulau Sumbawa yang memiliki

potensi sumber pakan ternak mencapai 1.303.678 hektar, terdiri sawah

104.769 hektar (8 persen) dan lahan kering 1.198.909 hektar (92

persen). Lahan hutan negara tercatat 732.219 hektar atau 61 persen dari

luas lahan kering keseluruhan. Berdasarkan luas lahan tersebut, wilayah

Pulau Sumbawa diperkirakan dapat menampung ternak 925.833 ST atau

setara dengan 1,2 juta ekor. Sementara populasi ternak pemakan hijauan

di Pulau Sumbawa pada 2008 baru tercatat 405.414 ST. Dengan

demikian wilayah Pulau Sumbawa masih dapat menampung ternak sapi

sekitar 520.419 ST atau setara dengan 676.545 ekor.

Berdasarkan data Tabel 9., Tabel 10., dan Tabel 11. menunjukkan

wilayah NTB memiliki daya tampung ternak sekitar 1.370.258 ST atau

setara dengan 1,8 juta ekor. Apabila populasi ternak selain sapi pada

tahun-tahun mendatang dipertahankan seperti pada 2008, maka potensi

pengembangan populasi sapi di NTB dapat mencapai 691.027 ST atau

setara dengan 898.334 ekor. Potensi pengembangan tersebut terbagi di

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

27

Page 16: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Pulau Lombok sebanyak 170.608 ST atau setara 221.790 ekor, dan di

Pulau Sumbawa 520.419 ST atau setara dengan 676.545 ekor.

Tabel 11. Daya Tampung Ternak Tiap Kabupaten/Kota

Ket: 1) Diasumsikan daya tampung ternak lahan sumber pakan adalah 1,5 ST perhektar

2) Satu satuan ternak (ST) setara sapi dewasa berbobot 300 kg.

Asumsi daya tampung yang digunakan dalam analisis ini

merupakan asumsi sebelum ada intervensi kebijakan pengembangan

pakan ternak. Dalam upaya pelaksanaan program NTB BSS, diperlukan

kegiatan optimalisasi lahan sumber pakan, misalnya dengan perbaikan

dan penataan padang penggembalaan, optimalisasi penggunaan lahan

kering sebagai sumber pakan ternak, pemanfaatan limbah tanaman,

penanaman rumput unggul yang terintegrasi dengan tanaman

perkebunan dan tanaman pangan, dan sebagainya. Upaya selanjutnya,

untuk meningkatkan penyediaan pakan ternak perlu dibangun pabrik

pakan ternak.

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

28

Page 17: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

C.6. SDM dan Kelembagaan Peternak

Rumah tangga pemelihara ternak di NTB sangat besar yaitu

200.218 KK atau sekitar 23 persen dari total rumah tangga penduduk

NTB. Jumlah pemilikan ternak sapi berkisar 2–3 ekor tiap kepala keluarga

di Pulau Lombok dan lebih dari 5 ekor tiap kepala keluarga di Pulau

Sumbawa. Sebagian besar peternak sudah tergabung dalam lebih dari

1.000 kelompok tani ternak yang tersebar di wilayah NTB.

Sumberdaya aparatur pada Dinas Peternakan dan Kesehatan

Hewan Provinsi NTB berjumlah 237 orang, terdiri dari PNS 106 orang,

CPNS 81 orang, Pegawai Tidak Tetap (PTT) 47 orang, Honor Daerah 3

orang. Sumberdaya tenaga teknis di kabupaten/kota dan yang bertugas

di lapangan berjumlah 472 orang, terdiri dari Dokter Hewan 61 orang,

Sarjana Peternakan 141 orang, Paramedis dan Penyuluh Peternakan 137

orang dan Petugas Inseminator 133 orang. Untuk memperkuat posisi NTB

sebagai daerah utama sumber bibit sapi nasional, telah dirintis

pengembangan kawasan/sentra perbibitan sapi rakyat atau Village

Breeding Centre (VBC).

Data pada Tabel 12. memperlihatkan jumlah kelompok peternak

yang berada di kawasan produksi untuk program pemberdayaan dan

pembibitan sapi rakyat.

Tabel 12. Jumlah Kawasan Perbibitan Sapi Rakyat 2008

Pola pemeliharan ternak sapi di NTB berbeda antara Pulau Lombok dan

Pulau Sumbawa. Pemeliharaan sapi di Pulau Sumbawa dilaksanakan

secara ekstensif, ternak dilepas bebas di padang penggembalaan umum.

Sebaliknya di Pulau Lombok ternak dikelola secara semi-intensif dengan

sistem kandang kolektif yang jumlahnya mencapai 880 unit, dengan

kapasitas tampung 75–300 ekor/unit.

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

29

Page 18: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

C.7. Dukungan sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana peternakan yang dapat difungsikan sebagai

unit pelayanan, bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat masih

terbatas. Tabel 13 memperlihatkan jumlah sarana dan prasarana

pelayanan peternakan di NTB.

Tabel 13. Sarana dan Prasarana Pelayanan Peternakan NTB 2008

C.8. Peluang pasar dan transaksi jual beli

Usaha ternak sapi memiliki peluang pasar yang luas dan

cenderung terus meningkat, baik pemasaran lokal maupun pemasaran

keluar NTB. Daerah pemasaran sapi bibit NTB meliputi 14 provinsi di

Indonesia (Kalsel, Kaltim, Kalteng, Kalbar, Sulsel, Sulbar, Maluku, Maluku

Utara, Jambi dan Papua). Kemudian untuk ternak potong pemasarannya

dikirim ke Kaltim, Kalsel, DKI dan Jawa Barat. Jumlah nilai trasaksi jual

beli ternak sapi di dalam dan diluar NTBmencapai 373,7 milyar/tahun

(Tabel 14.).

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

30

Page 19: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Tabel 14. Produksi Sapi Potong, Sapi Bibit dan Nilai Transaksi Pasar

C.9. Peluang Investasi

Berdasarkan hasil analisis terhadap usaha peternakan rakyat, nilai

investasi masyarakat di bidang peternakan sapi, mencakup ternak

beserta fasilitas perkandangannya dapat mencapai Rp 3,1 triliun. Nilai

investasi berupa ternak sebesar Rp 2,9 triliun, dan untuk kandang

sebesar Rp 261,8 juta, belum termasuk kebun dan lahan usaha

peternakan sapi yang dikelola masyarakat. Investasi usaha peternakan

di wilayah NTB sangat menjanjikan, hal ini ditunjang ketersedian

sumberdaya alam berupa populasi ternak, lahan dan pakan ternak, sosial

budaya masyarakat dan permintaan pasar yang terus meningkat baik

lokal maupun antar daerah.

Investasi di bidang peternakan sapi yang memiliki kelayakan

secara teknis (Tabel 15), ekonomis maupun kelayakan secara perbankan

dapat dilakukan dalam bentuk usaha:

• perbibitan sapi

• penggemukan sapi

• peternakan mini ranch

• peternakan hilir

Keempat usaha tersebut di atas dapat dilaksanakan secara terpadu

dengan sektor pertanian dalam arti luas (perkebunan, kehutanan,

tanaman pangan dan perindustrian).

Tabel 15. Kelayakan Usaha Perbibitan dan Penggemukan Sapi di NTB

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

31

Page 20: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Berdasarkan potensi lahan pengembangan peternakan yang masih

tersedia cukup luas (Tabel 16), maka usaha perbibitan lebih diarahkan di

Pulau Sumbawa melalui pola investasi mini ranch dan kemitraan usaha

perbibitan sapi berbasis padang penggembalaan.

Tabel 16. Potensi Padang Penggembalaan Ternak di Pulau Sumbawa

Sumber data: Statistik PLA Provinsi NTB

Untuk investasi usaha campuran penggemukan dan perbibitan sapi lebih

diarahkan di Pulau Lombok, mengingat luas lahan terbatas, sistem

pemeliharaan intensif dan kandang kolektif (Tabel 17).

Tabel 17. Potensi Pengembangan Investasi Kandang Kolektif

Sumber data: Disnak dan Fapet Unram 2007

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

32

Page 21: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Berdasarkan tabel tersebut di atas, sampai saat ini pemilikan ternak rata-

rata 2 ekor/KK, sedangkan kemampuan pemeliharaan 4-5 ekor di pulau

Lombok dan 9–10 ekor di pulau Sumbawa. Sehingga peluang

pengembangan melalui pola kemitraan kandang kolektif masih tersedia

sebesar 48.200 ekor.

Dalam rangka membuka peluang investasi usaha peternakan,

pada bagian hilir telah tersedia fasilitas dan dukungan sumberdaya

peternakan berupa penyediaan sapi potong 53 ribu ekor/ tahun,

mengurangi pengiriman sapi potong keluar daerah dalam bentuk ternak

hidup guna efisiensi dan penyediaan fasilitas Rumah Potong Hewan

Modern kapasitas masing-masing 50 ekor/hari (RPH Banyumulek-Lombok

Barat dan RPH Pototano-Sumbawa Barat).

C.10. Pola Pengembangan

Pola pengembangan peternakan sapi di NTB berupa Sistem

Kelompok Kandang Kolektif di Pulau Lombok dan Sistem Lar-So (Padang

Penggembalaan) di Pulau Sumbawa.

C.10.a. Sistem Kandang Kolektif

Sistem kandang kolektif merupakan pola pemeliharaan sapi dalam

suatu kandang bersama, yang dibangun secara gotong royong oleh para

peternak, untuk difungsikan sebagai wadah kerjasama peternak, unit

usaha agribisnis sapi dan fungsi lainnya. Penetapan pengembangan

peternakan dengan sistem ini dilandasi pertimbangan kultur

pemeliharaan sapi di Pulau Lombok yang lebih intensif, ternak dipelihara

dalam kandang siang malam, luas lahan relatif sempit dan jumlah

pemilikan ternak sapi relatif kecil antara 2-3 ekor. Pengembangan

kandang kolektif harus memenuhi ketentuan dan prinsip yaitu:

a. Ramah lingkungan, sehingga lokasinya berada di luar lingkungan

pemukiman.

b. Bangunan kandang berada pada tanah milik kelompok dan/atau

tanah pemerintah desa.

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

33

Page 22: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

c. Dibangun secara gotong royong melibatkan partisipasi dan

swadaya para peternak.

d. Mempunyai ‘Awiq-Awiq’ yaitu tata tertib atau kesepakatan yang

wajib ditaati seluruh peternak dalam kelompok kandang kolektif.

e. Didayagunakan untuk berbagai kepentingan bersama dan

kerjasama bagi peternak anggota kelompok.

Adapun manfaat kandang kolektif:

1. Sebagai wadah kerjasama peternak dalam kelompok maupun

dengan kelompok atau lembaga lainnya.

2. Meningkatkan kemudahan bagi peternak untuk akses informasi

atau teknologi dari Dinas terkait untuk peningkatan produksi

ternak.

3. Membantu meningkatkan pengamanan kegiatan usaha dan sistim

keamanan lingkungan (Siskamling).

4. Memudahkan pengelolaan ternak seperti mengawinkan, seleksi,

pencatatan, pengamanan penyakit, dan lain-lain.

5. Menghemat pengeluaran usaha agribisnis peternakan, terutama

efisiensi penggunaan lahan dan biaya bangunan kandang.

6. Meningkatkan nilai tambah usaha peternakan karena kotoran

ternak dapat ditampung dalam suatu tempat untuk diolah menjadi

pupuk organik dan energi gas bio.

7. Memudahkan Dinas Peternakan dan dinas terkait dalam membina,

membimbing dan memberikan pelayanan kepada para petani

peternak.

C.10.b. Sistem Lar-So

Pola pengembangan peternakan sapi di Pulau Sumbawa dilakukan

dengan sistem padang penggembalaan ternak. Dalam bahasa Sumbawa

disebut Lar, dan dalam bahasa Mbojo dinamakan So. Sistem Lar-So

merupakan hamparan lahan luas yang digunakan masyarakat untuk

tempat menggembalakan ternak. Sistem Lar-So merupakan pola usaha

peternakan sapi yang menggunakan padang penggembalaan dengan

perhitungan daya tampung lahan sebagai basis kegiatan usaha produksi

sapi bibit dan sapi potong.

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

34

Page 23: 2 Profil Klaster (edited)-1.docx

Penetapan pengembangan sistem Lar-So atas dasar pertimbangan

kultur pemeliharaan sapi yang bersifat ekstensif, ternak dipelihara lepas

di padang penggembalaan, ketersediaan lahan masih luas dan prospek

pengembangan sapi dapat ditingkatkan dengan skala usaha yang lebih

besar.

Pengembangan Sistem Lar-So harus memenuhi ketentuan dan

persyaratan:

• Merupakan lokasi pelepasan ternak oleh masyarakat

• Wilayah Lar-So ditetapkan dengan keputusan bupati

• Tanah masyarakat yang disepakati dijadikan wilayah Lar-So

• Memiliki kelembagaan kelompok yang beranggotakan para

peternak

• Merupakan kesepakatan bersama antar peternak dalam wilayah

Lar-So

• Secara teknis, sosial budaya dan ekonomis layak dijadikan Lar-So

Adapun manfaat sistem Lar-So:

• Meningkatkan kualitas dan kapasitas tampung ternak di padang

pengembalaan

• Mengembangkan peternakan terintegrasi dengan sektor terkait

• Memudahkan peternak dalam mengembalakan ternaknya

• Meningkatkan populasi dan produksi ternak

• Meningkatkan skala pemilikan dan pendapatan peternak

• Memudahkan Dinas Peternakan dan instansi terkait dalam

membina, membimbing dan memberikan pelayanan kepada para

petani peternak

Potensi padang penggembalan ternak di Pulau Sumbawa tersebar pada

hampir semua kecamatan dengan luas mencapai 68,5 ribu hektar.

Sedangkan potensi lahan kebun untuk penanaman Hijauan Pakan Ternak

(HMT) mencapai 17 ribu hektar.

Penguatan Peran Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Klaster Industri

35