19c 2013_als
DESCRIPTION
Homework, Work, Paper, College, Medical Faculty, 2013TRANSCRIPT
ANALISIS MASALAH
1. Setelah beristirahat agak lama kondisi penderita terasa membaik kembali. Kondisi
seperti ini hampir dirasakan setiap harinya. Penyakit ini diderita untuk pertama
kalinya, tidak ada dalam keluarga menderita penyakit sejenis.
a. Mengapa kondisi seperti ini hampir dirasakan setiap harinya?
b. Pem fis khusus
Kepala: ptosis bilateral pada kedua kelopak mata
a. Bagaimana interpetasi dan mekanisme abnormal ?
Kepala: ptosis bilateral pada kedua kelopak mata
Interpretasi: abnormal. Normalnya ptosis (-) pada kedua kelopak mata
Mekanisme: proses autoimun pembentukan antibody Ach
blok ,gangguan atau perusakan reseptor Ach di membran subsinaps
tidak dapat merespon terhadap Ach penumpukan Ach pada membrane
otot reseptor kelemahan dan kelelahan otot palpebral ptosis
c. Analisis Aspek Klinis
a. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ?
a. Uji Tensilon (edrophonium chloride)
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila
tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon
secara intravena. Segera setelah tensilon disuntikkankita harus
memperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak
mata yang memperlihatkan adanya ptosis. Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera
lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan
dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.
b. Uji Prostigmin (neostigmin)
Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat
secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½
mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis
maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau
kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap
c. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian
diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Untuk
uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-
gejala miastenik tidak bertambah berat.Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis,
strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat.
Laboratorium
Antistriated muscle (anti-SM) antibody
Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang
menderita timoma dalam usia kurang dari 40 tahun.Sehingga
merupakan salah satu tes yang pentingpada penderita miastenia
gravis. Pada pasien tanpa timomaanti-SM. Antibodi dapat
menunjukkan hasil positif pada pasien dengan usia lebih dari 40
tahun.
Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil
anti-AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan
hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.
Antistriational antibodies
Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan
ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien
timoma dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya
titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan
adanya timoma pada pasien muda dengan miastenia gravis. Hal ini
disebabkan dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis
menunjukkan adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-
striational pada otot rangka dan otot jantung penderita.
Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis
suatu miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada
74% pasien.80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan
50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan
hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien
timoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive
anti-AChR antibody.
Menurut (Howard , 2008) rata-rata titer antibody pada pemeriksaan
anti-asetilkolin reseptor antibody, yang dilakukan oleh Tidall, di
sampaikan pada tabel berikut:
Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien
Miastenia Gravis
Osserman
Class
Mean
antibody Titer
Percent
Positive
R 0.79 24
I 2.17 55
IIA 49.8 80
IIB 57.9 100
III 78.5 100
IV 205.3 89
Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB =
moderate generalized, III = acute severe, IV = chronic severe
Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada
penderita miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun
titer tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksikan derajat
penyakit miastenia gravis.
Elektrodiagnostik
Pemeriksaan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada
transmisi neuromuscular melalui 2 teknik:
Single-fiber Electromyography (SFEMG)
SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular
fiber berupa peningkatan titer dan fiber density yang normal.
Karena menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki
permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. Sehingga
SFEMG dapat mendeteksi suatu titer (variabilitas pada interval
interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor
unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari
serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam).
Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah
reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS terdapat adanya penurunan
suatu potensial aksi
Gambar 1. stimulasi berulang saraf dari subjek kontrol normal (A) dan pasien dengan
myasthenia gravis (B) menggambarkan suatuklasik decremental respon. Tanggapan
yang diperoleh dengan rangsangan berulang pada saraf ulnar pada 3 Hz, rekaman dari
digiti minimi otot. (C) Sebuah penurunan menonjol terlihat pada pasien lain dengan
MG. Membandingkan amplitudo yang pertamapotensial dengan potensi keempat
(panah), ada penurunan 24%. (D) Segera setelah 30 detik dari latihan, penurunan
tersebutsekarang jauh lebih sedikit ('' perbaikan penurunan tersebut''). (E) Empat
menit setelah latihan penurunan tersebut kini memburuk (32%) dibandingkan
denganistirahat dasar (kelelahan post-activation).
Imaging
- Chest x-ray (foto roentgen thorak), dapat dilakukan dalam
posisi anteroposterior dan lateral. Pada rontgen thorak,
thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian
anterior mediastinum.
- Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan
adanya thymoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu
dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada
semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan
usia tua.
- MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai
pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis
miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada
saraf otak.
b. Apa WD pada kasus ? (smua)
Myastenia Gravis
c. Apa SKDI diagnosis ? (smua)
3B (kasus gawat darurat) seorang dokter mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan mampu
memberi tatalaksana awal serta merujuk ke spesialis yang relevan
Learning Issue
1. Persarafan anggota gerak
Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga
hingga beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang
disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular.
Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut
terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat
saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot),
dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.
Gambar 2. Anatomi suatu neuromuscular junction
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. Sistem
neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron
(LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang
menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di
saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan
perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal
dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan
traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot
kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan
otot tubuh dan anggota gerak.
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke
berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai
peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang
memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur.
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7
tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4
tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian
yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian
posterior yang terdiri dari arcus vertebra.
Gambar 3. Tulang Belakang
Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai
tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula spinalis
turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu
cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang
mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ
tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat
dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf
perifer.
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum
sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut
menjadi Kauda Equina (di bokong) yang lebih tahan terhadap cedera. Medula spinalis
terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak
seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang
membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan
istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi
arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan
arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal
juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis
posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati
suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula
spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus
spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu:
a. nervus servikal: (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan
perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas
b. nervus thorak: (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi
tubuh dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah)
yang mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus dan genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1
dan L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung
membentuk cauda equina.
Gambar 4. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra
Daftar Pustaka
Bab 10. Anggota Gerak - E-Learning. Dalam
“http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/anatomi_tubuh_manusia/bab10_anggotagerak.p
df.” diakses pada tanggal 8 September 17.16 WIB
Ngoerah, I.G.N.G. 1991. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page:
301-305.