18.elida novita

19
I. PENDAHULUAN Secara geografis Kabupaten Jember terletak pada posisi 6 0 27’29” s/d 7 0 14’35” Bujur Timur dan 7 0 59’6” s/d 8 0 33’56” Lintang Selatan. Kabupaten Jember dengan 33 kecamatan merupakan dataran ngarai yang subur pada bagian Tengah dan Selatan, dikelilingi pegunungan yang memanjang sepanjang batas Utara dan Timur serta Samudera Indonesia sepanjang batas Selatan dengan Pulau Nusabarong yang merupakan satu-satunya pulau yang ada di wilayah Kabupaten Jember. Letak Kabupaten Jember cukup strategis karena berada di persimpangan antara Surabaya dan Bali, sehingga perkembangannya cukup pesat dan menjadi barometer pertumbuhan ekonomi di kawasan Timur Jawa Timur. Sebagai daerah otonom, Kabupaten Jember memiliki batas-batas teritorial, luas wilayah, kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial politik dan sosial budaya serta sumber daya manusia. Kondisi obyektif yang demikian dapat mengungkapkan berbagai karakteristik sumberdaya alam, komoditas yang dihasilkan, mata pencaharian penduduk, keadaan serta ekonomi dan sosial budayanya yang mencerminkan kekuatan sebagai suatu kompetensi daerah, sekaligus beragam permasalahan yang dihadapinya. Sesuai UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah daerah mempunyai hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunannya sendiri. Dengan demikian, pemda memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki. Tetapi dilain pihak, pemda juga berkewajiban menjaga keberlanjutan pembangunan dengan menjaga kelestarian siklus sumberdaya alam yang terbarukan dan memanfaatkan yang tak terbarukan dengan searif mungkin. Wilayah Jember bagian utara dan timur yang topografinya berbukit -bukit dan bergunung-gunung, relatif baik untuk perkembangan tanaman keras dan tanaman perkebunan lainnya. Tanaman kopi dan kakao atau coklat juga cukup potensial ditanam di areal perkebunan di Kabupaten Jember. Karena potensinya tersebut, pengusahaannya tidak hanya dikelola oleh rakyat tetapi juga dikelola oleh pihak BUMN (PT. Perkebunan Nusantara XII), Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) dan swasta. Kopi termasuk tanaman perkebunan yang memberikan kontribusi ekspor terbesar setelah karet. Total areal perkebunan kopi di Jember 16.882 Ha dengan pengusahaan kopi rakyat seluas 4.911 Ha yang tersebar di 27 kecamatan dengan areal terluas berada di Kecamatan Silo. Selanjutnya sebanyak 14 kebun dengan luas areal 6.009 Ha

Upload: elida-novita

Post on 24-Jun-2015

406 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

konsep agribisnis kopi yang berkelanjutan

TRANSCRIPT

Page 1: 18.Elida Novita

I. PENDAHULUAN

Secara geografis Kabupaten Jember terletak pada posisi 6027’29” s/d 7014’35”

Bujur Timur dan 7059’6” s/d 8033’56” Lintang Selatan. Kabupaten Jember dengan 33

kecamatan merupakan dataran ngarai yang subur pada bagian Tengah dan Selatan,

dikelilingi pegunungan yang memanjang sepanjang batas Utara dan Timur serta

Samudera Indonesia sepanjang batas Selatan dengan Pulau Nusabarong yang

merupakan satu-satunya pulau yang ada di wilayah Kabupaten Jember. Letak

Kabupaten Jember cukup strategis karena berada di persimpangan antara Surabaya

dan Bali, sehingga perkembangannya cukup pesat dan menjadi barometer

pertumbuhan ekonomi di kawasan Timur Jawa Timur.

Sebagai daerah otonom, Kabupaten Jember memiliki batas-batas teritorial, luas

wilayah, kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial politik dan sosial budaya serta

sumber daya manusia. Kondisi obyektif yang demikian dapat mengungkapkan berbagai

karakteristik sumberdaya alam, komoditas yang dihasilkan, mata pencaharian

penduduk, keadaan serta ekonomi dan sosial budayanya yang mencerminkan kekuatan

sebagai suatu kompetensi daerah, sekaligus beragam permasalahan yang dihadapinya.

Sesuai UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah daerah

mempunyai hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan

pembangunannya sendiri. Dengan demikian, pemda memiliki kesempatan yang lebih

baik untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki. Tetapi dilain pihak, pemda juga

berkewajiban menjaga keberlanjutan pembangunan dengan menjaga kelestarian

siklus sumberdaya alam yang terbarukan dan memanfaatkan yang tak terbarukan

dengan searif mungkin.

Wilayah Jember bagian utara dan timur yang topografinya berbukit -bukit dan

bergunung-gunung, relatif baik untuk perkembangan tanaman keras dan tanaman

perkebunan lainnya. Tanaman kopi dan kakao atau coklat juga cukup potensial

ditanam di areal perkebunan di Kabupaten Jember. Karena potensinya tersebut,

pengusahaannya tidak hanya dikelola oleh rakyat tetapi juga dikelola oleh pihak

BUMN (PT. Perkebunan Nusantara XII), Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) dan

swasta.

Kopi termasuk tanaman perkebunan yang memberikan kontribusi ekspor terbesar

setelah karet. Total areal perkebunan kopi di Jember 16.882 Ha dengan pengusahaan

kopi rakyat seluas 4.911 Ha yang tersebar di 27 kecamatan dengan areal terluas

berada di Kecamatan Silo. Selanjutnya sebanyak 14 kebun dengan luas areal 6.009 Ha

Page 2: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-2

dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII), 7 kebun seluas 2.267 Ha

dikelola oleh Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) dan 10 kebun dengan luas areal

3.695 Ha dikelola oleh pihak swasta. Sedang produktivitas tanaman kopi dalam setiap

hektarnya untuk kopi rakyat mencapai 6,40 ton, pengusahaan melalui PTPN XII

mencapai 4,09 ton, pengusahaan kopi melalui PDP mencapai 5,99 ton dan

pengusahaan oleh pihak swasta mencapai 5,24 ton.

Jenis kopi yang dihasilkan oleh PTPN XII dan dikenal di dunia adalah “Java

Coffee” berasal dari jenis kopi Arabika. Sementara kopi yang diusahakan oleh PDP

dan rakyat adalah jenis kopi Robusta. Sebagian besar masih berbentuk biji kopi yang

harus disortasi dahulu sebelum diekspor. Harga kopi biji sangat dipengaruhi oleh

harga kopi dunia. Berbagai masalah yang melanda kopi biji Indonesia terutama yang

berasal dari perkebunan rakyat adalah harga, mutu, isu ochratoxin dan isu

lingkungan. Sebaliknya harga kopi olahan cenderung meningkat (Hakim, 2003).

Pada awal tahun 2006, perkebunan kopi milik PDP menjadi salah satu penyebab

terjadinya longsor dan banjir banding di Kecamatan Panti. Pola pengelolaan hutan,

penatagunaan sumber daya tanah di hulu yang parsial akibat penanaman kopi yang

monokultur diperparah dengan illegal loging menimbulkan dampak yang besar

terhadap daerah hilir (Jawa Pos, 2006). Peralihan hutan alam menjadi perkebunan

kopi yang monokultur selain mempersempit daerah tangkapan air juga beresiko

terhadap terjadinya longsor di daerah lereng gunung dengan kemiringan di atas 25

derajat.

Di sisi lain, permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan tanah untuk

perkebunan kopi rakyat juga sering menjadi masalah. Akhir tahun 2007 dan awal

tahun 2008 ini, 3000 pohon kopi milik rakyat di Kecamatan Tanggul dibabat oleh

petugas Perhutani, karena dianggap tidak memiliki izin penggunaan tanah (Jawa Pos,

2008).

Berbagai kejadian bencana alam yang terjadi di Kabupaten Jember seperti yang

baru saja terjadi di awal tahun 2008 tepatnya di Kecamatan Silo, umumnya terjadi

karena adanya kerusakan lingkungan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun

2006 menyatakan bahwa ada hubungan antara usaha peningkatan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) dengan kerusakan lingkungan. Kerusakan alam yang terjadi sebagai

akibat pemberian izin bagi perluasan perambahan di kawasan hutan lindung, hutan

produksi dan kawasan perkebunan serta kawasan pemukiman.

Sebagai contoh, Perusahaan Daerah Perkebunan Kabupaten Jember selama

periode 2001 hingga 2005 mengejar kontribusi PAD dari perkebunan sebesar 8,59

Page 3: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-3

miliar. Tetapi mengabaikan kondisi lingkungan, sehingga sistem penanaman kopi yang

monokultur justru kurang melindungi tanah terhadap curah hujan yang tinggi. Hal ini

diperkuat oleh data bahwa sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2005 telah terjadi

penebangan hutan secara intensif, disertai oleh alih fungsi lahan dari hutan atau

pohon karet menjadi perkebunan kopi.

Oleh karena itu makalah ini bertujuan untuk memberikan deskripsi potensi

Kabupaten Jember terutama dari sektor perkebunan kopi. Mengingat perkembangan

perkebunan kopi oleh rakyat yang menggembirakan seiring dengan peralihan sebagian

besar lahan perkebunan kopi milik PTPN menjadi tanaman lain. Sehingga

pengusahaan kopi oleh rakyat dapat berkelanjutan dalam arti menjadi sumber

pendapatan yang ekonomis bagi petani, bernilai ekologis dan masyarakat dapat

terlibat langsung dalam pengelolaan daerah-daerah di sekitar perkebunan yang

umumnya berada di daratan tinggi yang rawan longsor.

Page 4: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-4

II. GAMBARAN UMUM WILAYAH JEMBER

2.1 Potensi Kabupaten Jember

Secara geografis Kabupaten Jember terletak pada posisi 6027’29” s/d 7014’35”

Bujur Timur dan 7059’6” s/d 8033’56” Lintang Selatan. Kabupaten Jember memiliki

31 kecamatan dimana sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan

sedikit Kabupaten Probolinggo. Di Timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi.

Di Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan sebelah barat berbatasan

dengan Kabupaten Lumajang (Gambar 1.)

Gambar 1. Peta Kabupaten Jember

Kabupaten Jember memiliki luas wilayah 3.293,34 km2 atau 329.333,94 Ha. Dari

segi topografi sebagian Kabupaten Jember di wilayah bagian selatan merupakan

Page 5: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-5

dataran rendah yang relatif subur untuk pengembangan tanaman pangan, sedangkan

di bagian utara merupakan daerah perbukitan dan bergunung-gunung yang relatif baik

bagi pengembangan tanaman keras dan tanaman perkebunan. Dari luas wilayah

tersebut dapat dibagi menjadi berbagai kawasan :

Tabel 1. Pembagian Kawasan Kab.Jember

Kawasan Luas (ha)

Hutan Perkampungan Sawah Tegal Perkebunan Tambak Rawa Semak/Padang rumput Tanah rusak/Tandus Lain-lain

121 039, 61 31 877

86 568, 18 43 522, 84 34 590, 46

368, 66 35, 62

289, 06 1 469, 26 9 583, 26

Kabupaten Jember pada dasarnya tidak mempunyai penduduk asli. Hampir

semuanya pendatang, mengingat daerah ini tergolong daerah

yang mengalami perkembangan sangat pesat khususnya di bidang perdagangan,

sehingga memberikan peluang bagi pendatang untuk berlomba-lomba mencari

penghidupan di daerah ini. Mayoritas penduduk yang mendiami Kabupaten Jember

adalah suku Jawa dan Madura, disamping masih dijumpai suku-suku lain serta warga

keturunan asing sehingga melahirkan karakter khas Jember dinamis, kreatif, sopan

dan ramah tamah.

Berdasarkan data statistik hasil registrasi tahun 2003, penduduk Kabupaten

Jember mencapai 2.131.289 jiwa, dengan kepadatan penduduk 647,15 jiwa/km. Laju

pertumbuhan penduduk tahun 2000-2003 adalah 0,7075. Sebagian besar penduduk

berada pada kelompok usia muda. Sehingga kondisi demografi yang demikian

menunjukkan bahwa potensi sumberdaya manusia yang dimiliki Kabupaten Jember

cukup memadai sebagai potensi penyedia dan penawar tenaga kerja di pasar kerja.

Terdapat 31 industri besar, 1345 industri sedang, 27 925 industri kecil dan rumah

tangga. Perusahaan perdagangan cukup besar 110, menengah 1661, kecil 12 072.

Dengan total nilai investasi 370.254.576.396.

Masyarakat Kabupaten Jember sekitar 80% berada di daerah perdesaan dengan

karakter penghidupan penduduk yang bersumber dari pertanian. Bahkan pada tahun

2004, sektor pertanian menyumbang 47,94% PDRB dengan pertumbuhan real sekitar

4.02% per tahun. Oleh karena itu Jember termasuk daerah produsen beras di Jawa

Timur.

Page 6: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-6

Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Jember terutama berasal dari sektor

pertanian, perdagangan dan jasa serta industri pengolahan. Sektor pertanian yang

menyumbang pendapatan terbesar adalah pertanian tanaman pangan kemudian

perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Produksi unggulan perkebunan

andalan Jember adalah komoditi tembakau yang telah lama mengakar hampir di

seluruh kawasan di Kabupaten Jember. Sehingga Kabupaten Jember telah lama

terkenal dan melegenda sebagai ”Kota Tembakau”, hingga menjadi salah satu daerah

produsen dan penghasil tembakau terbesar dengan produk yang berkualitas. Tidak

hanya di pasar nasional, bahkan di beberapa Negara Eropa seperti Bremen – Jerman

(Tabel 2.)

Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Menurut Jenis Komoditas, Tahun 2005

No. Jenis Komoditas Volume Ekspor Nilai Ekspor

(Ton) ( U.S. $)

(1) (2) (3) (4)

1. Karet 2.948.467 3.766.783,11

2. Kopi 232.401 989.607,65

3. Coklat 344.562 587.994,69

4. Tembakau

a. Na ogst. 8.882.879 36.134.009,35

b. Voor Oogst. 8.452.884 8.134.156,55

c. Bobin 207.079 1.996.965,18

d. Cerutu 1.328 25.000,00

5. Vanilli 7.200 128.000,00

6 Edamame 2.273.630 3.425.478,00

7 Mukimame 278.500 345.474,00

8 Batu Piring - -

9 Terong Beku 22.800 36.676,00

10 Mebel 10.000 26.145,00

11 Okaa Okura 92.300 137.965,00

12 Garden Tile 8.050 10.654,73

13 Patung Batu - -

Hasil perkebunan lain yang diekspor adalah karet, kopi dan kakao. Total areal

perkebunan kopi di Jember 16.882 Ha dengan pengusahaan kopi rakyat seluas 4.911

Ha yang tersebar di 27 kecamatan dengan areal terluas berada di Kecamatan Silo.

Selanjutnya sebanyak 14 kebun dengan luas areal 6.009 Ha dikelola oleh PT.

Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII), 7 kebun seluas 2.267 Ha dikelola oleh

Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) dan 10 kebun dengan luas areal 3.695 Ha

dikelola oleh pihak swasta. Sedang produktivitas tanaman kopi dalam setiap

hektarnya untuk kopi rakyat mencapai 6,40 ton, pengusahaan melalui PTPN XII

Page 7: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-7

mencapai 4,09 ton, pengusahaan kopi melalui PDP mencapai 5,99 ton dan

pengusahaan oleh pihak swasta mencapai 5,24 ton (Jember dalam Angka, 2005)

Sementara untuk komoditi tanaman perkebunan kakao di Jember dari total luas

areal 4.641 hektar semua diusahakan oleh perusahaan perkebunan seperti PTPN XII

mengelola 4 kebun dengan luas 3.914 hektar, 3 kebun seluas 216 hektar dikelola oleh

PDP dan sebanyak 5 kebun dikelola oleh swasta dengan luas areal 511 hektar. Dalam

setiap hektarnya produktivitas tanaman perkebunan kakao yang dikelola oleh PTPN XII

mencapai 3,27 ton. Sedang yang dikelola oleh PDP dan swasta masing-masing

mencapai 4,93 ton dan 7,67 ton. Selain kopi dan kakao lainnya yang banyak ditanam

antara lain tebu, cengkeh, vanili, lada, kelapa dan tanaman perkebunan lainnya.

Saat ini Pemerintah Kabupaten Jember berusaha mengejar ketertinggalan

Human Development Index (HDI) yang berada pada posisi ke-33 dari 38

kabupaten/kota di Jatim (Kompas, 2007). Kabupaten Jember telah menetapkan 4

sasaran RPJMD meliputi sektor pertanian, pendidikan, kesehatan dan peningkatan

infrastruktur perdesaan. Empat sasaran RPJMD ini diharapkan dapat mendukung

Agenda 21 Indonesia. Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan sehingga

menambah PAD dapat mendukung pelaksanaan RPJMD Kabupaten Jember.

2.2 Potensi Kawasan Konservasi

Beberapa kawasan konservasi yang kaya akan sumber daya keanekaragaman

hayati juga terdapat di Kabupaten Jember, yakni Taman Nasional Meru Betiri (TNMB).

dengan prioritas perlindungan Harimau Jawa beserta habitatnya. Selain itu terdapat

Hutan Lindung Baban Silosanen yang merupakan salah satu kawasan konservasi berada

di bawah pengawasan Perum Perhutani Jawa Timur II (Perum Perhutani Jatim II).

Hutan Lindung Baban Silosanen memiliki luas ± 85 ha yang terhampar dari ketinggian

100 - 700 m dpl. Jenis satwa dilindungi yang terdapat didalamnya diantaranya Kijang

(Muntiacus muntjak) dan Babi Hutan (Sus Sp). Diperkirakan hutan lindung ini

merupakan daerah jelajah Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) yang

keberadaannya diperdebatkan antara ada dan telah punahnya.

Kawasan ini juga sedang mengalami ancaman serius akibat dilakukannya

eksploitasi tambang emas. Potensi sumberdaya mineral yang terkandung didalamnya

dikhawatirkan akan mengancam keselamatan ekosistem dan habitatnya, potensi

keanekaragaman hayati serta akan merusak tatanan sosial, budaya dan agama di

masyarakat sekitar hutan lindung, mengingat sebagian besar di lingkar kawasan ini

merupakan areal perkebunan kopi rakyat disamping perkebunan yang dikelola oleh

Page 8: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-8

Perseroan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN XII). Rencana eksploitasi atau

penambangan emas ini juga dikhawatirkan akan mengancam keberlangsungan

kawasan sebagai areal yang telah “menyumbang” pasokan oksigen (O2) dan

karbondioksida (CO2) bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.

Kawasan konservasi yang lain adalah Cagar Alam Nusa Barong yaitu salah satu

kawasan suaka alam dengan fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (UU No. 5 tahun 1990,

tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya).

Page 9: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-9

III. KOPI DAN PERMASALAHANNYA

3.1. Perkebunan Kopi Rakyat

Total areal perkebunan kopi di Jember adalah 16.882 Ha dengan pengusahaan

kopi rakyat seluas 4.911 Ha yang tersebar di 27 kecamatan dengan areal terluas

berada di Kecamatan Silo. Selanjutnya sebanyak 14 kebun dengan luas areal 6.009 Ha

dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII), 7 kebun seluas 2.267 Ha

dikelola oleh Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) dan 10 kebun dengan luas areal

3.695 Ha dikelola oleh pihak swasta. Sedang produktivitas tanaman kopi dalam setiap

hektarnya untuk kopi rakyat mencapai 6,40 ton, pengusahaan melalui PTPN XII

mencapai 4,09 ton, pengusahaan kopi melalui PDP mencapai 5,99 ton dan

pengusahaan oleh pihak swasta mencapai 5,24 ton.

Awal tahun 2006, perkebunan kopi milik PDP menjadi salah satu penyebab

terjadinya banjir bandang. Sebelum terjadi banjir bandang, di lereng Gunung

Argopuro sudah lama berlangsung penebangan liar. Hanya dalam waktu dua tahun,

hutan lindung yang terdapat di lereng Gunung Argopuro berubah fungsi. Pada tahun

2002, hutan lindung di Kecamatan Panti seluas 2.142 hektar. Adapun tahun 2004

hanya menyisakan 583 hektar atau berkurang 1.559 hektar.

Sementara itu, luas hutan produktif di Kecamatan Panti justru meningkat tajam

dari 1.182 hektar pada tahun 2002 menjadi 1.216 hektar setahun berikutnya. Luas

tersebut bertambah 756 hektar di tahun 2004 menjadi 1.972 hektar. Peralihan hutan

alam menjadi perkebunan kopi yang monokultur selain mempersempit daerah

tangkapan air juga beresiko terhadap terjadinya longsor di daerah lereng gunung

dengan kemiringan di atas 25 derajat. Selain itu masyarakat di sekitar perkebunan

umumnya tidak dilibatkan secara langsung dalam penjagaan hutan lindung di sekitar

perkebunan kopi sehingga sering terjadi pencurian kayu. Dampak terburuk dari

kondisi tersebut adalah memicu terjadinya longsor ke Sungai Dinoyo dan Kali Putih.

Banjir dan longsor juga terjadi kedua kalinya di awal tahun 2008 di Kecamatan

Silo, mengulang kejadian tahun 2005. Akibat penebangan liar menyebabkan

terjadinya longsor tahun 2005, dialihfungsikan menjadi hutan produksi dengan

menanam sengon ternyata masih menyebabkan terjadinya bencana. Masyarakat

sekitar meminta kepada Perhutani agar tidak hanya menanam sengon tetapi menanam

tanaman yang berakar lebih kuat dan mampu memberikan hasil kepada masyarakat

sekitar hutan seperti durian, kopi maupun alpukat.

Page 10: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-10

Perebutan lahan untuk menanam kopi juga sering menimbulkan konflik antara

masyarakat dan pemerintah terutama pihak Perhutani dan PTPN. Seperti yang terjadi

di Kecamatan Tanggul akhir 2007 dan tanggal 4 Januari 2008 lalu. Karena dianggap

tidak memiliki izin untuk menanam kopi di sekitar lahan Perhutani, lebih kurang 3035

tanaman kopi milik rakyat dibabat oleh petugas Perhutani (Radar Jember, 2008).

Masyarakat merasa bahwa mereka telah mendapatkan izin untuk menanam kopi di

sekitar areal milik Perhutani.

Pengelolaan perkebunan kopi hendaknya memperhatikan karakteristik ekosistem

kopi. Karena Kopi (Coffea sp) secara karakteristik merupakan tanaman yang mampu

menjalankan fungsi ekologis sebuah kawasan. Akar tunggang kopi mampu membuka

rongga tanah dan meneruskan air agar tersimpan di dalam lapisan tanah, hingga

menahan laju erosi yang terjadi. Selain itu tanaman kopi juga mampu menangkap

emisi karbon yang beredar di udara. Inilah sebenarnya bentuk kolaborasi manusia

dengan alamnya (Budidarsono dan Wijaya, Tanpa Tahun).

Diversifikasi horizontal (disebut juga tumpangsari), dalam budidaya kopi

merupakan hal yang tidak asing di kalangan praktisi. Tanaman yang diusahakan

sangat beragam baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Pemilihan jenis

tanaman diversifikasi yang tepat, baik dari aspek sosial-ekonomi maupun kecocokan

lingkungan, merupakan salah satu factor penentu keberhasilan diversifikasi (Nur dkk,

2003).

Kesatuan antara tanaman kopi, tanaman pendukung (tanaman tumpang sari) dan

manusia sebagai lingkungan biotik dengan kondisi agroklimat dan faktor tumbuh

merupakan ekosistem yang menentukan keberlanjutan tanaman kopi (Gambar 1). Hal

ini sesuai menurut Odum (1971) yaitu ekosistem adalah satuan fungsional dasar dalam

ekologi, karena memasukkan baik organisme (komunitas-komunitas) biotik, maupun

lingkungan abiotik masing-masing mempengaruhi sifat-sifat yang lainnya dan

keduanya perlu untuk pemeliharaan kehidupan seperti yang kita miliki di atas bumi

ini.

Berbagai kajian mengenai manfaat ekologi dari budidaya kopi yang

memperhatikan fungsi ekologisnya mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi

memiliki fungsi konservasi terhadap keragaman hayati dan juga mampu menekan erosi

sampai pada tingkat yang dapat diterima. Sementara itu pasar kopi internasional juga

menawarkan harga premium untuk komoditas kopi yang dihasilkan dari sistem

budidaya kopi yang ramah lingkungan.

Page 11: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-11

Gambar 1. Tanaman Kopi dan Tanaman Naungan di Desa Sidomulyo Kab.Jember

Perubahan sebagian lahan hutan menjadi perkebunan kopi hendaknya tidak

menjadi konflik antara pemerintah dan masyarakat, karena sebenarnya melalui

pengelolaan perkebunan yang tetap menjaga fungsi ekologis dapat memberikan nilai

ekonomis bagi petani dan perhutani. Selain itu masyarakat dapat dilibatkan secara

aktif dalam penjagaan fungsi hutan dengan tidak menebangi hutan, mencegah

pencurian kayu sehingga mereka dapat terhindar dari bencana alam serta memiliki

sumber penghasilan yang memadai bagi kehidupan mereka.

3.2 Mutu dan Pengolahan Kopi Rakyat

Perkembangan areal tanaman kopi rakyat yang cukup pesat di Kabupaten

Jember merupakan hal yang menggembirakan. Kondisi ini perlu didukung dengan

kesiapan sarana dan terobosan teknologi agar usaha tani kopi tetap menguntungkan

dan tetap menarik sebagai sumber pendapatan. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah dengan menggalakkan program diversifikasi horizontal yang dapat

memberikan pendapatan pada usaha tani kopi. Sehingga usaha tani kopi akan lebih

tangguh karena sumberdaya lahan dapat dimanfaatkan lebih produktif dan resiko

kegagalan usaha diperkecil.

Selain itu pada era industri saat ini, upaya peningkatan mutu biji kopi rakyat

diarahkan melalui pendekatan agribisnis. Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat

sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Konsep agribisnis

bertumpu pada pemberdayaan para petani agar mampu berusaha tani secara

kelompok, membentuk badan usaha yang berorientasi pada profit serta mengadopsi

teknologi produksi yang bercirikan efisiensi tinggi dan produk yang kompetitif (Mulato

dkk, 2006)

Page 12: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-12

Agribisnis kopi yang berkelanjutan dan berdaya saing hendaknya bercirikan

kemampuan merespon perubahan pasar yang cepat dan efisien, berorientasi

kepentingan jangka panjang, inovasi teknologi, penggunaan teknologi ramah

lingkungan dan mengupayakan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Integritas keseluruhan ekosistem harus dapat dipertahankan karena keberlanjutan

ekologis adalah prasyarat pembangunan dan keberlanjutan kehidupan manusia.

Kopi yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat mutunya masih tergolong rendah

sehingga memerlukan penanganan lebih lanjut agar memenuhi standar ekspor yang

berlaku. Petani kopi umumnya menghasilkan kopi asalan, yaitu biji kopi yang

dihasilkan dengan metode dan sarana-sarana yang sangat sederhana, kadar air masih

relatif tinggi dan masih tercampur dengan bahan-bahan lain dalam jumlah relatif

banyak. Variasi kadar air dari populasi kopi asalan ini akan menyulitkan proses

pengeringan di tingkat eksportir. Biji-biji kopi yang lebih basah akan mudah terserang

jamur dan berpotensi terkontaminasi OTA (ochratoxin). Hal inilah yang menyebabkan

kopi asalan masih dihargai rendah oleh pedagang pengumpul, karena harus melalui

proses sortasi sebelum diekspor. Salah satu cara untuk memperbaiki mutu kopi

sehingga harga di tingkat petani naik adalah melakukan pengolahan biji kopi sebelum

dijual ke tingkat eksportir (Najiyati dan Danarti, 2006).

Gambar 2. Buah Kopi Masak

Pada prinsipnya terdapat dua cara pengolahan biji kopi, yaitu pengolahan kering

(dry process) dan pengolahan basah (wet process). Proses pengolahan kopi dengan

cara kering umumnya lebih ekonomis dan mudah. Buah kopi harus dibiarkan agak

lama di pohon untuk memudahkan proses pengupasan kulit kopi. Tetapi pada

pelaksanaannya, petani terkadang tidak menunggu sampai buah kopi matang

seluruhnya di pohon sehingga pada saat panen, buah kopi masih tercampur antara

buah kopi yang matang, belum matang dan terlalu matang. Hal ini tentu tidak akan

Page 13: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-13

menghasilkan kopi yang baik terutama setelah menjadi bubuk dan diolah menjadi

minuman (Mulato dkk, 2006).

Proses basah umumnya menghasilkan produk yang memiliki kualitas lebih baik,

walaupun lebih sering diterapkan untuk kopi arabika. Proses basah membutuhkan

peralatan, ketersediaan air yang banyak dan buah kopi yang masak. Perbedaan yang

penting antara proses kering dan proses basah adalah seluruh kulit pelindung biji kopi

telah terkelupas pada proses basah sebelum pengeringan sehingga meningkatkan mutu

dan rasa kopi setelah menjadi bubuk dan diminum. Kekurangan proses basah banyak

menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dilakukan

penanganan. Sebagai ilustrasi; apabila dilakukan pengolahan basah untuk 55 ton buah

kopi, maka biji kopi bersih yang dihasilkan sebanyak 1 ton, 2 ton kulit buah kopi,

limbah cair 22730 liter dengan 80 kg BOD dan 0,28 ton limbah kulit ari kopi (Adams

and Dougan, 1989).

Gambar 3. Komponen Buah Kopi

Kebutuhan air yang banyak serta limbah yang dihasilkan akan menyulitkan

petani kopi yang umumnya tidak memiliki modal besar dalam menerapkan proses

basah. Belum termasuk biaya sosial seperti kompensasi bagi masyarakat yang terkena

dampak. Salah satu cara untuk meningkatkan harga kopi petani tanpa harus

menjalankan keseluruhan proses basah adalah dengan menerapkan inovasi proses baru

yang disebut dengan proses semi basah (semi wet process). Proses semi basah

mensyaratkan buah kopi yang telah masak dan tetap menghasilkan limbah. Walaupun

demikian, biaya pengolahannya lebih rendah dan mutu kopi terjamin (Mulato dkk,

2006).

Terdapat dua hal pokok yang perlu diperhatikan berkaitan dengan upaya

pengembangan agroindustri kopi sebagai bagian dari agribisnis kopi yang berwawasan

lingkungan, yaitu konservasi sumberdaya yang menerapkan teknologi bersih dan

minimisasi efek negatif limbah industri ke lingkungan. Kedua sasaran tersebut dapat

Page 14: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-14

dicapai melalui penerapan strategi pengelolaan agroindustri yang menyeluruh dan

terintegrasi sejak tahap perencanaan, desain, implementasi, evaluasi dan

pengembangannya.

Penerapan teknologi produksi bersih dalam rangka pengembangan agroindustri

kopi yang berorientasi mutu dapat dianalisis melalui penentuan strategi yang tepat

dalam mengelola limbah industri. Untuk mengetahui akar penyebab terbentuknya

limbah perlu dilakukan analisis proses transformasi dan konversi bahan baku (input)

menjadi produk (output) sebagaimana tercantum pada Gambar 4. (KLH dan TIN-IPB,

2003). Analisis proses transformasi memudahkan memahami mekanisme proses yang

terjadi dalam pengolahan kopi.

Gambar 4. Diagram Skematik proses transformasi dan konversi input menjadi produk output (KLH dan TIN-IPB, 2003)

Proses transformasi dan konversi input menjadi output pada pengolahan kopi

semi basah serta keterkaitannya dengan aspek sosial masyarakat petani kopi dan

lingkungan merupakan komponen sistem yang kompleks, saling terkait dan

berpengaruh dalam keberlanjutan agroindustri kopi rakyat. Walaupun demikian

melalui pengolahan kopi semi basah yang berorientasi mutu dapat menjaga

keberlanjutan usaha kopi rakyat di Kabupaten Jember.

Menurut Anonim (2001), prinsip-prinsip konservasi untuk tanaman dan

pengolahan kopi meliputi hal-hal berikut.

Page 15: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-15

1. Kehidupan yang berkelanjutan, berarti bahwa sistem produksi kopi dan

perdagangan kopi haruslah dapat meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi dari

produsen dan komunitas lokal di sekitar perkebunan kopi.

2. Konservasi kehidupan liar dan ekosistem, hal ini berarti sistem pengolahan kopi

haruslah menjaga seluruh fungsi-fungsi ekosistem dan keanekaragaman biologis di

sekitar perkebunan kopi.

3. Konservasi tanah. Praktek manajemen perkebunan kopi harus mampu

mengendalikan erosi tanah dan menjaga kesuburan dan struktur tanah.

4. Perlindungan dan konservasi air. Sistem pengolahan kopi haruslah mampu

menurunkan kebutuhan air seoptimal mungkin dan mencegah pencemaran dari

limbah cair yang dihasilkan.

5. Konservasi energi. Energi yang digunakan dalam setiap tahapan proses

pengolahan kopi haruslah efisien dan dimungkinkan menggunakan sumber-sumber

energi yang dapat diperbaharui.

Gambar 5. Perkebunan Kopi Ramah Lingkungan (Sumber Smithsonian Bird

friendly Center, 2006)

3.3 Aspek Wisata Perkebunan Kopi

Perkebunan Kopi dapat menjadi obyek pariwisata yang menguntungkan bagi

Kabupaten Jember. Terutama bila dikelola dengan baik dan mampu memberikan

nilai-nilai ekologis dan nilai rekreasi dari perkebunan kopi. Menurut Sekartjakrarini

(2007), produk dari ekowisata hendaknya diarahkan kepada nilai-nilai tambah yang

bisa diperoleh (recreation plus). Batasan dari pengembangan ekowisata adalah suatu

konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis

pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan berintikan partisipasi aktif masyarakat

dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran berdampak negatif

minimal, memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah dan

Page 16: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-16

diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan serta

kawasan budaya (Gambar 6.)

PERLIND.

WILAYAH

DAMPAK

NEGATIF

MINIMAL

PARTISIPASI

& KUALITAS

HIDUP MASY.

PENDIDIKANPEMBELAJAR

AN

EKONOMI

DAERAH

Gambar 6. Konsep Ekoturisme (Sekartjakrarini dan Legoh, 2004)

Berdasarkan konsep tersebut, maka perkebunan dan pengolahan kopi yang

berwawasan ekologis dapat menjadi kawasan ekowisata karena dianggap telah

memiliki 5 konsep tersebut. Sebagai contoh saat ini yang telah menjadi kawasan

wisata adalah Kebun Kalisat-Jampit.

Perkebunan kopi arabika ini dikelola oleh PTPN XII dan memiliki produk yang

terkenal ”Java Coffee”. Perkebunan kopi ini mudah diakses dari jalan raya jalur

Bondowoso-Situbondo dan berada di sekitar dataran tinggi Ijen. Kawasan wisata ini

memiliki keunikan dan mengandung tantangan tersendiri karena di sepanjang

perjalanan, panorama perkebunan baik perkebunan kakao atau tebu sangat

mendominasi.

Obyek wisata Agro Kalisat Jampit Arabika Home Stay memiliki sejarah tersendiri

karena dibangun pertama kali pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada tahun

1900-an. Obyek wisata ini berada di atas lahan seluas 3150, 40 ha dan terletak pada

ketinggian 1100 – 1550 m dpl. Banyak wisatawan asing terutama asal Perancis, betah

berlama-lama tinggal di kawasan itu. Terutama karena di puncak kawasan itu

terdapat Kawah Ijen yang indah.

Fasilitas yang dimiliki kawasan ini cukup memadai bagi pengunjung sebagai nilai-

nilai rekreasi yang ingin dipenuhi. Paket wisata seperti tur pabrik dan tur kebun

Page 17: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-17

melengkapi aspek pendidikan-pembelajaran. Wisatawan dapat merasakan menjadi

petani kopi yang memetik kopi hingga proses pengolahan menjadi biji kopi yang

bermutu tinggi.

Berdasarkan pengalaman di Kebun Kalisat Jampit, maka perkebunan dan sentra

pengolahan kopi rakyat dapat dikembangkan menjadi tempat wisata berdasarkan

konsep ekoturisme. Sehingga masyarakat dapat memiliki penghasilan tambahan

sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa harus merusak lingkungan.

Page 18: 18.Elida Novita

AGRIBISNIS KOPI BERKELANJUTAN DI JEMBER ─ ELIDA NOVITA

│MAKALAH LOKAL

XVIII-18

IV. PENUTUP

Pola pengembangan agribisnis kopi yang berkelanjutan merupakan salah satu

cara untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan di Kabupaten Jember terutama

yang berkaitan dengan komoditas kopi. Daerah yang rawan longsor, konflik lahan,

rendahnya mutu kopi, fluktuasi harga kopi, partisipasi masyarakat dan petani dalam

menjaga lingkungan merupakan permasalahan yang saling terkait di dalam

pengembangan agribisnis kopi.

Perubahan pola penanaman yang monokultur menjadi polikultur melalui

diversifikasi perkebunan kopi rakyat, menerapkan prinsip-prinsip konservasi untuk

tanaman dan pengolahan kopi serta melakukan upaya pengolahan yang sesuai untuk

meningkatkan mutu kopi rakyat membutuhkan kerja sama antara petani, masyarakat,

pemerintah, institusi pendidikan serta lembaga penelitian. Sehingga diharapkan kopi

tetap menjadi komoditi primadona yang layak ekspor bagi Kabupaten Jember, tanpa

merusak lingkungan yang dapat berujung bencana.

Selain itu tidak menutup kemungkinan pengembangkan daerah perkebunan kopi

rakyat menjadi tempat wisata berdasarkan konsep-konsep ekoturisme. Sehingga

masyarakat dan pemerintah daerah dapat meningkatkan PAD dan mendukung

keberlanjutan perkebunan kopi.

Page 19: 18.Elida Novita

│MAKALAH LOKAL

XVIII-19

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Conservation Principles For Coffee Production. CAB International. Anonim. 2005. Jember dalam Angka, 2005. Adams, M.R. and J. Dougan. Waste Products dalam Coffee Vol. 2. Elsevier Applied

Science, London and New York. Budidarsono, S dan K. Wijaya. Tanpa Tahun. Praktek Konservasi dalam Budidaya Kopi

Robusta dan Keuntungan Petani. Worldagroforestry Centre-ICRAF SE Asia. Didownload tanggal 29 Januari 2008.

Dinas Infokom. 2005. Ekspor Kopi Jatim meningkat. www: Jatim.go.id Radar Jember. 2008. Garap Hutan dengan Surat Bodong. www.radar jember.com Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Teknologi Industri IPB. 2003.

Pedoman Teknis untuk Pengelolaan Limbah Industri Kecil. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta.

Masjhoedi. 2005. Rencana Pembangunan tanpa Tolok Ukur dan Sasaran Jelas.

Artikel. http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp Mulato, S., S. Widyotomo dan E.Suharyanto. 2006. Pengolahan Produk Primer dan

Sekunder Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. Najiyati, S. dan Danarti. 2006. Kopi, Budidaya dan Penanganan Pasca Panen.

Penebar Swadaya, Jakarta. Nur, A.M., P. Rahardjo, Priyono, S. Wardani, S. Subekti dan B.Sulistyono. 2003.

Diversifikasi di Kebun Kopi dengan Tanaman Industri dalam Rangka Menunjang Keberlanjutan Usaha Tani Kopi. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Vol.19 No.2 Tahun 2003 hal 91-106.

Odum, E. P. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga (Terjemahan). Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta. Opini Indonesia. 2006. Peningkatan PAD dan Kerusakan Lingkungan. Opini Indonesia

edisi 33/25-30 Desember 2006. Sekartjakrarini, S. 2007. Contemporary Issues in Tourism and Hospitality. Materi

Kuliah Program Pasca Universitas Sahid. Jakarta. Website Pemerintah Kabupaten Jember. www. pemkabjember.go.id

www. jember.eastjava.com