165571978-modul2

20
Praktikum Hidrogeologi Umum Laboratorium Hidrogeologi II-1 MODUL II POTENSI DAN NERACA AIRTANAH SASARAN 1. Mengetahui konsep cekungan airtanah 2. Memahami prinsip-prinsip perhitungan potensi airtanah 3. Mengetahui konsep neraca air dan prinsip-prinsip perhitungan neraca air I. TERMINOLOGI CEKUNGAN Secara umum cekungan dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Cekungan geologi, ialah tempat dimungkinkannya terjadi akumulasi material yang kemudian tersedimentasikan, dibatasi oleh struktur, litologi dan stratigrafi (Gambar 1). Gambar 1. Penampang cekungan geologi b. Cekungan topografi, ialah tempat yang secara morfologi bentuknya cekung, dibatasi oleh tinggian atau punggungan. Cekungan ini biasanya berasosiasi dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana tinggian atau punggungan merupakan batas antar DAS (Gambar 2). Gambar 2. Bentuk cekungan topografi

Upload: dhanawardhana

Post on 27-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-1

MODUL II

POTENSI DAN NERACA AIRTANAH

SASARAN

1. Mengetahui konsep cekungan airtanah

2. Memahami prinsip-prinsip perhitungan potensi airtanah

3. Mengetahui konsep neraca air dan prinsip-prinsip perhitungan neraca air

I. TERMINOLOGI CEKUNGAN

Secara umum cekungan dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Cekungan geologi, ialah tempat dimungkinkannya terjadi akumulasi material yang

kemudian tersedimentasikan, dibatasi oleh struktur, litologi dan stratigrafi (Gambar 1).

Gambar 1. Penampang cekungan geologi

b. Cekungan topografi, ialah tempat yang secara morfologi bentuknya cekung, dibatasi oleh

tinggian atau punggungan. Cekungan ini biasanya berasosiasi dengan Daerah Aliran Sungai

(DAS) dimana tinggian atau punggungan merupakan batas antar DAS (Gambar 2).

Gambar 2. Bentuk cekungan topografi

Page 2: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-2

c. Cekungan airtanah, ialah unit hidrogeologi yang mengandung suatu unit akifer yang

besar atau beberapa unit akifer yang berhubungan dan saling mempengaruhi. Basement-

nya berupa lapisan batuan yang merupakan bagian dasar dari sistem airtanah yang ada,

bersifat impermeabel dan tidak dapat dieksploitasi lagi.

II. PENENTUAN SYARAT BATAS SUATU CEKUNGAN AIRTANAH

Untuk mendeliniasi suatu cekungan airtanah maka perlu ditentukan terlebih dahulu

syarat batas (boundary condition) suatu cekungan airtanah. Boonstra dan Ridder (1990)

membagi syarat batas suatu cekungan airtanah menjadi dua, yaitu:

A. Syarat Batas Fisik (Physical Framework)

Syarat batas ini meliputi topografi, kondisi geologi, ketebalan akifer, syarat batas suatu

akifer (aquifer boundary), variasi litologi dalam sistem akifer dan karakteristik akifer. Berkaitan

dengan ini yang perlu diperhatikan adalah syarat batas suatu akifer/aquifer boundary.

Syarat batas suatu akifer dapat dibagi tiga seperti dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu :

• Zero Flow Boundaries

Zona dimana tidak terjadi lagi aliran airtanah. Kondisi ini terjadi apabila akifer dibatasi oleh

suatu bidang impermeabel baik berupa suatu basement (batuan kristalin atau metamorf)

atau suatu lapisan sedimentasi yang telah mengalami kompaksi sehingga sistem airtanah

pada bagian atas lapisan ini tidak berhubungan lagi dengan sistem di bawahnya. Kondisi ini

disebut internal zero flow boundary. Kondisi lainnya adalah apabila lapisan akifer

diisolasi oleh suatu batuan masif yang segar (contoh batuan intrusi/ekstrusi) atau oleh

sesar/patahan yang disebut sebagai external zero flow boundary.

• Constant Head Boundaries

Kondisi batas dimana batas potensial atau hidraulik headnya diketahui meskipun bukan

sebagai fungsi waktu. Kondisi ini terjadi apabila sistem airtanah berbatasan dengan sungai

atau danau (disebut juga internal head controlled boundaries) atau berbatasan

dengan airlaut (disebut juga external head controlled boundaries).

• Flowing Boundaries

Sering juga disebut sebagai recharge boundary, yaitu kondisi batas yang mengontrol

besarnya volume airtanah yang memasuki akifer dalam suatu satuan waktu. Syarat batas

ini sering dikaitkan dengan data aliran air di permukaan (runoff) dan besaran curah hujan

yang ada (rainfall).

B. Penekanan Tata Air (Hydrological Stress)

Meliputi penentuan ketinggian muka air, tipe dari daerah resapan (recharge area),

besaran nilai resapan (rate of recharge), tipe daerah keluaran (discharge area), dan besaran

nilai keluaran (rate of discharge).

Page 3: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-3

Gambar 3. Syarat batas akifer dalam suatu cekungan ( Boonstra dan Ridder, 1990 )

III. PERKIRAAN POTENSI AIRTANAH

A. Metode Geohidrologi ( Mandel & Shiftan, 1981 )

Penentuan daerah pengamatan untuk metoda ini berdasarkan kecenderungan arah

aliran airtanah dengan pendekatan aliran tersebut memotong kontur muka airtanah (isofreatik)

dengan batasan daerah berupa groundwater balance area atau jaring aliran airtanah (Gambar

4).

Page 4: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-4

Gambar 4. Groundwater Balance Area (Mandel, 1981)

Penentuan besar potensi airtanah menggunakan persamaan sebagai berikut:

Qat = T x dh/dl x F

dimana: Qat : besarnya aliran airtanah (m3/hari)

T : koefisien transmisivitas kelulusan akifer (m2/ hari)

dh/dl : gradien hidrolik

F : lebar daerah aliran (m)

Catatan : nilai Transmisivitas diperoleh dari data perhitungan uji pompa (pumping test ).

Pendekatan yang ideal untuk metoda ini berdasarkan simulasi analisa numerik dengan

memperhatikan geometri akifer secara detil (dari data pemboran), namun untuk praktikum ini

digunakan pendekatan sederhana yaitu dengan menganalisa Peta Isofreatik .

B. Metoda Hidrometeorologi (Pendekatan Water Balance, F.J Mock 1973)

Untuk penentuan potensi airtanah di suatu daerah pada metoda ini , pendekatan luas

daerah pengamatan adalah luas daerah aliran sungai (DAS). Menurut Lindsley (1978)

seluruh aliran airtanah dalam suatu DAS yang besar akan keluar di sungai sebagai baseflow

bersamasama dengan air limpasan permukaan (surface runoff). Dalam sub DAS (daerah yang

lebih kecil) pergerakan airtanah dapat mengisi atau diisi oleh air sungai (transitory). Asumsi

yang digunakan adalah kesetimbangan air, sehingga persamaan berikut digunakan,

berdasarkan pendekatan empiris untuk menghitung potensi airtanah:

Page 5: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-5

ΔS = CH – (BF + RO + Eto)

Dimana : ΔS : banyaknya curah hujan yang mengisi cadangan airtanah

CH : curah hujan

BF : aliran dasar sungai / debit minimum (base flow)

Ro : surface run off (limpasan air permukaan)

Eto : evapotranspirasi

a. Curah Hujan (CH)

Penentuan curah hujan andalan di suatu daerah dapat dihitung berdasarkan kepada

kejadian hujan dengan probabilitas 80% (R80) dimana :

R80 = (n/5) +1

n = banyaknya data hujan

R80 = rangking curah hujan dengan peluang 80%

Perhitungan urutan kejadian dimulai dari data curah hujan terkecil. Sedangkan

perhitungan curah hujan efektif (CHE) menggunakan persamaan :

CHE = 70% x R80

Setelah mengetahui nilai curah hujan andalan dan efektif, maka untuk mendapatkan

nilai curah hujan rata-rata dapat dilakukan dengan tiga metoda, yaitu :

1. Metoda Aritmetik

Metoda ini merupakan metoda yang paling sederhana untuk memperoleh curah hujan

rata-rata yaitu dengan menjumlahkan curah hujan dari masing-masing stasiun pengamatan dan

membaginya dengan jumlah stasiun pada daerah pengamatan secara aritmetik (Gambar 5).

Gambar 5. Metoda Aritmatik

Page 6: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-6

Metoda ini menghasilkan perkiraan yang baik di daerah datar, dengan catatan alat-alat

ukurnya ditempatkan tersebar merata dan masing-masing tangkapannya nilai curah hujan tidak

bervariasi terlalu banyak dari nilai rata-ratanya.

2. Metoda Polygon Thiessen

Metoda ini berusaha untuk mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur dengan

menyediakan suatu faktor pembobot (weigthing factor) bagi masing-masing stasiun. Stasiun-

stasiunnya diplot pada suatu peta, dan tarik garis yang menghubungkan stasiun-stasiun

tersebut (Gambar 6).

Gambar 6. Metoda Polygon Thiessen

Garis-garis bagi tegak lurus dari garis penghubung ini membentuk poligon-poligon di

sekitar masing-masing stasiun. Sisi-sisi setiap poligon merupakan batas luar aktif yang

diasumsikan untuk stasiun yang bersangkutan. Luas masing-masing poligon dinyatakan sebagai

persentase dari luas total. Curah hujan rata-rata untuk seluruh luas dihitung dengan

mengalikan hujan pada masing-masing stasiun dengan persentase luasnya dan

menjumlahkannya. Metoda ini menganggap variasi hujan linear atau mengabaikan pengaruh-

pengaruh orografis.

3. Metoda Isohiet

Metoda ini merupakan metoda yang paling akurat dalam merata-ratakan hujan pada

suatu daerah. Lokasi stasiun dan besarnya curah hujan diplot pada peta yang sesuai dan kontur

untuk hujan yang sama (isohiet) kemudian digambar berdasarkan data tersebut (Gambar 7).

Page 7: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-7

Gambar 7. Metoda Isohiet

Hujan rata-rata suatu daerah dihitung dengan mengalikan hujan rata-rata antara isohiet

yang berdekatan (biasanya diambil sebagai rata-rata dari dua nilai isohiet) dengan luas antara

isohiet, menjumlahkan hasilnya dan membaginya dengan luas total. Dalam membuat suatu

peta isohiet, para analis bisa menggunakan semua pengetahuannya tentang pengaruh-

pengaruh orografis dan morfologi hujan Dalam hal ini peta tersebut akhirnya harus memberikan

suatu pola hujan yang realistis.

4. Metoda Salt Balance

Metoda lainnya adalah metoda perhitungan keseimbangan garam. Garam yang berasal

dari hujan merupakan sumber utama klorida pada airtanah. Konsentrasi klorida pada air hujan

di tentukan dengan mengumpulkan sampel pertahun dengan perkiraan air hujan tersebar ke

seluruh area dan menghitung rata-rata area tadi dengan metoda Thiessen.

Persamaan untuk salt balance ini adalah sebagai berikut:

A(PCp+Ed)=QgCg

A = Luas daerah penambahan

P = Rata-rata curah hujan tahunan

Cp = Jumlah klorida dalam air hujan rata-rata tahunan

Cg = Jumlah klorida dalam airtanah

Fd = Rata-rata klorida dry fallout

Qg = Debit airtanah

Page 8: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-8

5. Metoda Energy Balance

Penambahan rata-rata tahunan aliran akifer melalui mataair ditentukan dengan

menghitung discharge rata-rata tahunan dari mataair. Sampel air harus diambil dari akifer yang

tidak terganggu pada interval yang dangkal di bawah water table. Maksudnya, secara praktek,

sumur pengamatan khusus sangat dianjurkan. Lysimeter adalah suatu instalasi yang

mengumpulkan air di bawah zona perakaran. Metoda ini digunakan terutama untuk

penyelidikan terhadap konsumsi air oleh tanaman. Metoda ini menghitung energi yang

dibutuhkan dalam proses evapotranspirasi.

Tabel Penyajian Untuk Perhitungan Potensi Airtanah Meroda Hidrometeorologi

No Bulan CH (mm)

Eto (mm)

BF (mm)

Ro (mm)

ΔS (mm)

ΔS (%CH)

Volume(m3)

1 2 3

….. 12

Potensi pertahun (m3/tahun)

b. Base Flow (BF)

Penentuan aliran dasar permukaan digunakan rumus:

BF = Qmin rata-rata

Luas DAS

Dimana Qmin = debit sungai minimum c. Surface Runoff (Ro)

Penentuan limpasan permukaan digunakan rumus:

Ro= Qnormal rata-rata – Qmin rata-rata

Luas DAS

Dimana untuk base flow dan surface runoff Q adalah debit aliran sungai pada suatu

DAS yang diambil rata-ratanya dari beberapa sungai dalam keadaan normal sebagai Qnormal

rata-rata dan rata-rata debit yang paling kecil dari beberapa sungai sebagai Qmin rata-rata.

d. Evapotranspirasi (Eto)

Ada beberapa metoda dalam penentuan evapotranspirasi ini : metoda Blaney Cricidle,

metoda Tharnth Waite, metoda Pen Mann. Dalam praktikum ini yang digunakan adalah metoda

Pen Mann yang akan dijelaskan selanjutnya.

Page 9: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-9

IV. ANALISA CURAH HUJAN

a. Distribusi Curah Hujan

Jumlah curah hujan yang jatuh, biasanya diukur dalam mm atau inci.

Beberapa pengertian perhitungan curah hujan :

Curah hujan harian rata-rata adalah jumlah curah hujan dalam 1 (satu) bulan dibagi

banyaknya hari dalam 1 (satu) bulan.

Curah hujan bulanan rata-rata adalah jumlah curah hujan dalam 1 (satu) tahun dibagi

12.

Curah hujan tahunan adalah jumlah curah hujan per bulan dalam tahun tertentu.

Perhitungan Curah Hujan Wilayah

Ada beberapa metode, yaitu : Thiessen Poligon, Rata-rata Aritmetik, dll.

Alat pengukur curah hujan terdiri dari beberapa tipe, antara lain tipe Bendix (Gambar 8)

dan tipe Obsevatorium (Gambar 10).

Gambar 8. Penakar Hujan Otomatis tipe Bendix.

Gambar 9. Ombogram Penakar Hujan tipe Bendix.

Page 10: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-10

Keterangan gambar :

a : corong penampung

curah hujan

b : silinder penampung

air hujan

c : corong penyalur air ke

silinder penampung

d : tiang dari kayu atau

beton

Gambar 10. Penakar Hujan Manual Tipe Observatorium

b. Metoda Iklim

Ada beberapa metoda iklim yang dikembangkan di Indonesia, antara lain :

• Metode Koppen : berdasarkan parameter temperatur.

• Metode Smith Ferguson : berdasarkan parameter curah hujan.

• Metode Oldsman : berdasarkan parameter curah hujan untuk kebutuhan

pertanian.

Ada kriteria curah hujan bulanan berdasarkan kuantitas curah hujan (menurut Mohr) :

• Kriteria Bulan basah (merurut Mohr) adalah jumlah curah hujan bulanan lebih besar

daripada 100 mm.

• Kriteria Bulan kering adalah jumlah curah hujan bulanan kurang dari 60 mm.

• Kriteria Bulan transisi adalah jumlah curah hujan bulanan antara 60-100 mm.

Sedangkan kriteria curah hujan bulanan berdasarkan kebutuhan tanaman akan air

(menurut Oldsman) :

• Kriteria Bulan basah adalah jumlah curah hujan bulanan > 200 mm.

• Kriteria bulan kering adalah jumlah curah hujan bulanan < 200 mm.

Page 11: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-11

c. Siklus Hidrologi

Siklus Hidrologi adalah suksesi tahapan-tahapan yang dilalui oleh air dari atmosfer bumi

dan kembali lagi ke atmosfer : evaporasi merupakan penguapan air dari tanah maupun tubuh air

yang ada contoh sungai, laut, danau dan lain-lain.

Gambar 11. Siklus Hidrometeorologi (Ersin Seyhan, 1990)

Kondensasi adalah proses pembentukan awan. Presipitasi adalah proses pengembunan

air dari awan yang dikenal sebagai hujan atau salju. Setelah tahapan kondensasi kembali

berlangsung proses evaporasi sebagai suatu siklus.

Beberapa pemahaman dalam siklus Hidrometeorologi :

Presipitasi : Proses mengembunnya uap air menjadi segala bentuk (salju, hujan

batu es, hujan, dan lain-lain) di atmosfer yang kemudian jatuh ke atas

vegetasi, batuan, permukaan tanah, permukaan air, dan saluran-

saluran sungai.

Presipitasi saluran : Presipitasi yang kemudian menjadi saluran sungai.

Page 12: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-12

Intersepsi : Proses penangkapan air oleh vegetasi yang jatuh akibat presipitasi.

Catatan : Setelah diintersepsi oleh vegetasi, yang kemudian bertranspirasi dan/atau mencapai

permukaan tanah dengan menetes atau sebagai aliran batang (melalui batang pohon). Dalam suatu kurun

waktu akan secara langsung jatuh pada tanah (through fall), khususnya pada kasus hujan dengan

intensitas yang sangat tinggi dan lama.

Evaporasi : Proses menguap air dari daratan, lautan, sungai, dan danau ke udara

Infiltrasi : Proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah pada zona

airtanah tidak jenuh (Unsaturated Zone)

Perkolasi : Proses masuknya air dari zona airtanah tidak jenuh ke zona airtanah

jenuh.

Transpirasi : Proses menguapnya air dari vegetasi.

Detensi Permukaan : Suatu selaput air yang tipis pada permukaan tanah setelah

bagian presipitasi yang pertama membasahi permukaan tanah dan

berinfilitrasi.

Limpasan Permukaan : Proses selanjutnya dari detensi permukaan, dimana aliran

(surface Run off ) lebih besar.

Cadangan Depresi : Air yang disimpan dalam mangkok depresi pemukaan yang

diperoleh dari Surface Run off .

Evapotranspirasi : Proses gabungan dari Evaporasi dan Transpirasi.

d. Evapotranspirasi

Ada beberapa metode perhitungan evapotranspirasi, antara lain :

1. Cara Blaney Cricldle.

2. Cara modifikasi Blaney Cricldle.

3. Cara Thornthwhite.

4. Cara Pen Mann.

Yang akan dibahas untuk praktikum adalah Perhitungan Cara Pen Mann.

Perhitungan Evapotransportasi cara Pen Mann :

Pe=[{[ IgA * (1-a) (0.18 + 0.62 S) ]-[δT4 * (0.56-0.08 e1/2) (0.1 + 0.9 S) ]}

* [ (1/59) * ((π/γ)/(1+π/γ))] ]+[[(0.26/(1+π/γ))*(ew-e)*(1+0.4V)]]

Catatan : Perhitungan evapotranspirasi diatas dilakukan untuk 1 (satu) hari dan pada stasiun tertentu

(bukan untuk luas wilayah tertentu yang ada stasiunnya).

Pe = Potensial evapotranspirasi (mm/hari), dihitung rata-rata per hari dalam satu bulan

tertentu

Page 13: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-13

IgA = Maksimum Radiasi Matahari (cal/cm2), dihitung rata-rata untuk satu bulan tertentu,

nilainya bergantung kepada posisi astronomis dan dianggap konstan untuk bulan

yang sama untuk tahun-tahun yang berbeda. Sebagai contoh untuk stasiun

Lembang nilainya adalah seperti pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Nilai-nilai Max solar Rad (IgA).

Besaran Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nop Des

IgA (cal/cm2) 881.92 888.9 884.3 888.7 790.38 769.1 788.26 823.82 873.73 880.07 872.67 857.52

Catatan : nilai diatas bisa dipakai untuk perhitungan stasiun Lembang.

a = Koefisien Albedo penguapan akibat pantulan permukaan, konstanta karakteristik

suatu daerah

S = Penyinaran Matahari (%), rata-rata per hari dalam satu bulan tertentu

δ = Konstanta Stefan Boltzmann = 1.1825 * 10-7 cal/cm2/hari/°K

T = Temperatur udara (°K), dihitung rata-rata dalam satu bulan tertentu

E = Tekanan uap air rata-rata dalam satu bulan tertentu (milibar)

ew = Tekanan uap air jenuh/maksimum rata-rata dalam satu bulan tertentu (milibar)

V = Kecepatan angin rata-rata selama satu bulan tertentu (mil/hari)

Keterangan :

• Yang dicari adalah Pe (Potensial Evapotranspirasi).

• IgA, S, T diperoleh dari tabel data-data Stasiun Meteorologi terdekat dari daerah yang

dianalisa.

• a untuk penguapan permukaan sangat bergantung pada tutupan lahan permukaan lokasi

pengamatan yang besarnya dapat diperkirakan seperti pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Albedo-albedo penguapan untuk berbagai jenis daerah.

Lokasi Nilai a Daerah Hutan 0.11 Daerah Batu 0.16

Daerah Tumbuhan Hijau 0.20 Daerah Semak 0.24 Daerah Pasir 0.26

• e = ew* Kelembaban Nisbi, dimana Kelembaban Nisbi dinyatakan dalam %.

• ew, δT4, (1/59) * ((π/γ)/(1+π/γ)),dan 0.26/(1+π/γ) diperoleh dari tabel-tabel baku pada

lampiran.

• Besaran-besaran diatas semuanya dihitung rata-rata per hari dalam satu bulan tertentu.

• Interpolasi perlu dilakukan jika daerah penelitian diantara daerah-daearah yang disebutkan

dalam tabel diatas, misal Daerah Bangunan (identik dengan Daerah Batu) dan Daerah

Tumbuhan Hijau, maka albedo (a) daerah tersebut :

Page 14: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-14

a = (albedo untuk Daerah Bangunan +albedo untuk Daerah Tumbuhan Hijau) / 2

= (0.16 + 0.12 ) / 2 = 0.18.

Potensial Evapotranspirasi (Pe) yang dihitung ini adalah potensial evapotranspirasi

rata-rata harian dalam satu bulan tertentu, sehingga untuk bulanan dikalikan dengan

banyaknya hari dalam setiap bulannya. Potensial Evapotranspirasi mengasumsikan bahwa air

selalu tersedia cukup di alam, tetapi kenyataannya di alam tidak begitu, sehingga perlu dihitung

Evapotranspirasi Minimal, yang memperhitungkan waktu tidak terjadi hujan. Evapotranspirasi

Minimal disebut juga sebagai Evapotranspirasi Terbatas (Limited Evapotranspirasi).

Persamaannya adalah sebagai berikut :

Et = Ep – ΔE,

dimana :

ΔE = Perbedaan antara Ep dan Et (mm/bln)

Ep = Potensial Evapotranspirasi (mm/bln)

Et = Limited Evapotranspirasi (mm/bln)

n = Jumlah hari hujan tiap bulan

m = Perkiraan permukaan yang tidak tertutup tanaman

Catatan : perhitungan Et (Limited Evapotranspirasi) ini untuk stasiun tertentu (bukan untuk luas

wilayah tertentu yang ada stasiunnya).

Nilai faktor m dapat diperkirakan melaui jenis musim dalam tiap bulannya, yaitu :

1. Bulan Kering, didefinisikan memiliki < 5 hari hujan.

• m = 0% untuk hutan belantara

• m = 0 –10 % untuk daerah tumbuhan hijau/perkebunan

• m = 10-40 % untuk daerah erosi

• m = 30 – 50 % untuk daerah persawahan

• m = 20% – 60% untuk daerah pertokoan.

2. Bulan Peralihan, didefinisikan menjadi 5 – 8 hari hujan, nilai m sama dengan musim

kering.

3. Bulan Basah, didefinisikan memiliki 8 hari hujan, nilai m berkisar antara 10 – 20 %.

V. ANALISA WATER BALANCE

Analisa Water Balance adalah suatu kajian keseimbangan air yang menghitung

kelebihan air (water surplus) berdasarkan Curah Hujan dan Limited Evapotranspirasi. Analisa

Water Balance biasanya dilakukan dalam satu bulan tertentu. Keseimbangan air menyatakan

bahwa jumlah air yang masuk (diimplementasikan sebagai Curah Hujan) sama dengan

ΔE = Ep * m * (30-n)/30

Page 15: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-15

jumlah air yang keluar (diimplementasikan dalam bentuk Limited Evapotranspirasi, Soil

Moisture, dan Water Surplus).

Analisa Analisa Water Balance bertujuan untuk menghitung potensi air di suatu daerah

berdasarkan data-data klimatologi, seperti Curah Hujan, Temperatur Udara, Lama Penyinaran

Matahari, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin, dan lain-lain. Sebelum dilakukan perhitungan

Water Balance, terlebih dahulu dilakukan perhitungan potensial Limited Evapotranspirasi

dengan Metoda Pen Mann sebagai salah satu metoda. Dalam praktikum ini metode yang

digunakan adalah metode F. J. Mock.

1. Water Balance

Jumlah air yang terdapat di alam adalah tetap dan terdistribusi tidak merata setiap daerah.

Banyaknya air yang masuk (in flow) dengan air yang keluar (out flow) biasanya dinyatakan

dalam kesetimbangan air (Water Balance). Kesetimbangan ini bisa dihitung dengan

persamaan F.J. Mock yang didasarkan atas perhitungan nilai limited evapotranspirasi dan

presipitasi.

2. Soil Moisture (Lengas Tanah)

Adalah suatu harga kelembaban tanah yang nilainya berubah-ubah. Perubahan ini

dipengaruhi oleh Curah Hujan dan nilai evapotranspirasi. Harga Soil Moisture yang paling

besar disebut Soil moisture maksimum. Nilai Soil moisture maksimum diperkirakan atas

dasar kombinasi tekstur tanah dan vegetasi. Jadi Soil Moisture maksimum adalah harga

tetapan tanah pada suatu daerah tertentu per meter persegi sampai lapisan impermeabel.

Pendugaan nilai Soil Moisture maksimum dilakukan atas dasar kombinasi tekstur dan

vegetasi itu seperti terlihat pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Pendugaan Lengas Tanah Berdasarkan Tekstur dan Vegetasi.

Tekstur Tanah Air tersedia

Zona Perakaran

Lengas Tanah

Tumbuhan Berakar Dangkal Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung liat Liat

100 150 250 300

0.50 0.50 0.40 0.25

50 75 100 75

Tumbuhan Berakar Menengah Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung liat Liat

100 150 200 250 300

0.75 1.00 1.00 0.80 0.50

75 150 200 200 150

Tumbuhan Berakar Dalam Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung liat Liat

100 150 200 250 300

1.00 1.00 1.25 1.00 0.87

100 150 250 250 200

Kebun Buah (Orchard) Pasir halus

100

1.50

150

Page 16: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-16

Tekstur Tanah Air tersedia

Zona Perakaran

Lengas Tanah

Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung liat Liat

150 200 250 300

1.67 1.50 1.00 0.67

250 300 250 200

Hutan Belantara Tertutup Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung liat Liat

100 150 200 250 300

2.50 2.00 2.00 1.60 1.17

250 300 400 400 250

3. WaterSurplus (Kelebihan air)

Water Surplus biasanya dinyatakan dalam mm per bulan tertentu. Kelebihan air yang

terukur dapat dihitung dari besarnya Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi. Air

hujan yang turun dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirai.

Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai negatif (-) maka terjadi

nilai Lengas Tanah berkurang dari harga maksimum.

Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai positif (+) maka terlebih

dahulu mengisi kekurangan harga Soil Moisture hingga mencapai harga maksimum.

Water Surplus terjadi bila kelebihan air setelah Soil Moisture telah maksimum dan

kelebihan air ini yang merupakan Water Surplus. Kelebihan air ini merupakan gabungan

antara air yang mengalir langsung (Direct Run off) di permukaaan dan air yang masuk

ke dalam tanah (Infiltrasi).

4. Perhitungan Base Flow, Direct Run Off Dan Run Off

Perhitungan ini dilakukan untuk menghitung kandungan air pada suatu daerah tertentu.

Kandungan air ini dinyatakan dalam Baseflow, Direct Run Off, dan Run Off. Dalam

perhitungan awal, biasanya satuan besaran-besaran ini adalah mm/thn atau mm/bln

tertentu pada suatu blok tanah atau batuan dengan luas sebesar 1 m2 dengan tebal

tanah/batuan yaitu dari permukaan sampai dasar zona jenuh (lapisan impermeabel) yang

tebalnya tergantung pada daerah-daerah yang berbeda (F. J. Mock, 1973) seperti pada

Gambar 12 di bawah ini :

Page 17: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-17

Keterangan gambar :

DROn = Direct Run Off ke-n (mm/bln

atau mm/thn)

In = Infiltrasi bulan ke-n (mm/bln )

Vn = Volume Simpan bln ke – n

(mm/bln), berada pada pori-pori

batuan

Bn = Base Flow ke – n (mm/bln atau

mm/thn)

Ws = Water Surplus

Dari gambar terlihat bahwa zona

jenuh adalah bagian dari Base Flow

Luas Daerah Pemelitian = 1 m2

MAT = Muka Airtanah

P = Perkolasi

Run Offn = DROn + Bn

Ws = DROn + In

Gambar 12. Ilustrasi Model Hidrodinamika Air (F. J. Mock, 1973)

Penjelasan mengenai istilah-istilah pada gambar 5, diberikan bagian di bawah ini. Dari

gambar di atas, maka bisa dihitung besaran-besaran Base flow, Direct Run Off, dan Run

Off. Untuk menghitung total kandungan air pada suatau wilayah tertentu, maka harus

diketahui luas total daerah tertentu tersebut, dengan asumsi bahwa Lengas Moisture

Maximum tetap untuk tiap luas 1 mm2 pada suatu wilayah tertentu dari permukaan sampai

lapisan impermeabel. Penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada modul V.

5. Infiltrasi

Infiltrasi yaitu proses masuknya air hujan ke dalam permukaan tanah/batuan melalui

gaya gravitasi dan kapiler (lihat ilustrasi diatas). Jumlah air yang masuk tersebut

bergantung pada jenis atau macam tanah /batuan. Kemampuan untuk memasukkan air

hujan ini dinyatakan dalam Infiltrasi (I). Sedangkan kapasitas untuk memasukkan air

hujan ini dinyatakan sebagai Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi (k). Faktor yang

mempengaruhi Kapasitas Infiltrasi antara lain : kondisi permukaan tanah, struktur tanah,

vegetasi, suhu tanah, dll. Kapasitas infiltrasi dapat didekati dengan mengetahui porositas

suatu batuan/tanah. Besarnya nilai porositas yang telah diukur Morris dan Johnson terlihat

pada Tabel 4. Nilai ini bisa dipakai untuk pendekatan Harga Kapasitas Infiltrasi.

Page 18: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-18

Tabel 4. Tabel Pendugaan tekstur infiltrasi berdasarkan poositas batuan.

No. Material Porositas (%) No. Material Porositas

(%) 1. Kerikil kasar 28 13 Batupasir kasar 45 2. Kerikil sedang 32 14. Loess 49 3. Kerikil 34 15. Peat 92 4. Pasir kasar 39 16. Schist 38 5. Pasir menengah 39 17. Batulumpur 35 6. Pasir halus 43 18. Batulempung 43 7. Lumpur (silt) 46 19. Shale 6 8. Lempung (clay) 42 22. Tuff 41 9. Batupasir butir halus 33 23. Basalt 17 10. Batupasir sedang 37 24. Gabro lapuk 43 11. Batu kapur 30 25. Granit lapuk 45 12. Dolomit 26

(Sumber : Todd, 1980)

Nilai infiltrasi dapat dihitung dengan rumus :

Dimana

• k = Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi, dinyatakan dalam persen (%).

• Infiltrasi (In) dinyatakan dalam mm, biasanya dalam per bulan tertentu dalam luas 1 m2.

• Water Surplus didapatkan dari perhitungan sendiri, dinyatakan juga dalam mm per bulan

tertentu atau per tahun tertentu dalam luas 1 m2.

• Indeks n menyatakan perhitungan dilakukan dalam bulan tertentu n.

6. Volume Simpan

Volume Simpan adalah suatu kemampuan tanah/batuan untuk menyimpan sejumlah air

dalam bulan tertentu dalam luas wilayah 1 m2 (Gambar 5). Volume simpan ini berada pada

pori-pori atau celah-celah (rongga-rongga/ruangan-ruangan pada tanah/batuan). Harga

volume simpan tidak dipengaruhi oleh infiltrasi saja, tetapi juga dipengaruhi oleh debit Run

Off dan volume simpan bulan sebelumnya. Untuk menghitung volume simpan bulan ini (n)

harus ditentukan lebih dahulu volume simpan sebelumnya (n-1) dengan cara tertentu.

Volume Simpan (storage volume) dirumuskan :

Vn = K * Vn-1 + ½ * (1 + K) * (In)

dimana,

Vn = Volume simpan bulan n (bulan sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan tertentu.

Vn-1 = Volume simpan bulan n-1 (bulan sebelumnya), dinyatakan dalam mm per bulan tertentu.

K = Koefisien aliran airtanah, harganya diasumsikan <1, tanpa dimensi, dapat ditentukan

sebagai berikut :

Kt = qt / q0

Infiltrasi (In) = k * Water Surplusn

Page 19: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-19

qt = Run off sesaat t, t dinyatakan dalam hari atau bulan ke-n (dengan anggapan harga

konstan selama satu hari atau bulan).

q0 = Run off pada saat t = 0, hari atau bulan sebelumnya (n-1). Run off ini direfleksikan

sebagai debit sungai andalan (Base Flow).

In = Infiltrasi bulan n, dinyatakan dalam mm per bulan tertentu.

Cara menghitung Vn-1

Solusi yang dipakai untuk menghitung V n-1 adalah mengasumsikan bahwa volume simpan

Vn-1 bulan Januari sama dengan volume simpan Vn bulan Desember pada akhir tahun.

Rumus Vn bulan Januari (V1) adalah :

dimana :

V1 = Volume Simpan bulan Januari (mm).

Cn = koefisien bulan ke-n

Kn = K pangkat n, nilai K (Koefisien aliran airtanah) dianggap konstan untuk tiap bulannya.

In = Infiltrasi bulan ke-n (mm).

Dengan rumus diatas bisa ditentukan V1 sehingga untuk bulan-bulan berikutnya bisa

ditentukan Vn –nya.

7. Base Flow

Base Flow atau Aliran Dasar adalah jumlah air yang mengalir di dalam tanah/batuan

setelah volume simpan (Vn ) terpenuni. Base flow terjadi setelah Infiltrasi In memenuhi

Volume Simpan Vn. Sebagian Base flow akan mendistribusikan airnya sebagai aliran

airtanah dalam zona jenuh (lihat ilustrasi diatas). Pada akhirnya Base Flow akan keluar

sebagai aliran debit minimum (debit sungai andalan) pada sungai.

Base Flow didapat dari :

Bn = In – (Vn – Vn-1) pers. (7)

Dimana :

Bn = Base Flow pada bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan atau per tahun.

8. Direct Run Off

Direct Run Off adalah total jumlah air yang mengalir di permukaan akibat kelebihan air

hujan (Water Surplus), baik dalam bentuk air sungai maupun aliran lapisan air permukaan

tipis/detensi permukaan yang pada akhirnya mengalir ke sungai (lihat ilustrasi di atas).

V1 = C12 / (1-K12)

dimana:

C12 = 0.5*[ I2 (K12 + K11) + I3 (K11 + K10) + I4 (K10 + K9) + I5 (K9 + K8) + . . . + I1 (K +1) ]

Page 20: 165571978-modul2

Praktikum Hidrogeologi Umum

Laboratorium Hidrogeologi II-20

Direct Run Off didapat dari :

DROn = Water Surplusn – Infiltrasin

DROn = Direct Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan atau per

tahun.

9. Run Off

Run Off adalah total air yang mengalir pada suatu daerah baik di permukaan ataupun di

bawah permukaan (akifer bebas) yang akan mengisi sungai (lihat ilustrasi diatas).

Run Off didapat dari :

ROn = DROn + Bn

ROn = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam per bulan atau per tahun.

Untuk mengetahui lebih lanjut banyaknya air yang tersedia di permukaan dapat dihitung

dengan rumus :

Qn = ROn * A

dimana,

Qn = jumlah air yang tersedia per bulan atau tahun tertentu, biasanya dalam meter3/bulan

ROn = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam meter/bulan

A = luas wilayah penelitian (meter2)

Catatan :

Semua perhitungan besaran-besaran seperti : Water Surplus (Ws), Infiltrasi (In), Volume

Simpan (Vn), Base Flow (Bn), Direct Run Off (DROn), dan Run Off (Rn) adalah berlaku untuk

stasiun tertentu (bukan wilayah tertentu yang ada stasiun klimatologinya). Nilai-nilainya

dihitung dalam satuan mm/tahun atau mm/bulan dalam luas wilayah 1 mm2.

Untuk menghitung besaran-besaran di atas agar dapat berlaku untuk satu wilayah,

maka harus dihitung curah hujan rata-rata setiap stasiun klimatologi pada suatu daerah

tertentu, misalnya dengan Metode Theissen Poligon, Rata-rata Aritmetik, dll.

Daftar Pustaka

1. Ersin Seyhan, 1990, Dasar-Dasar Hidrologi. Gajah Mada Univesity Press.

2. Lindsley, 1993, Hidrologi untuk Insinyur, Erlangga – Surabaya.

3. Mock F.J., 1973, Land Capability Appraisal Indonesia & Water Availability

Appraisal, Food and Agricultural Organization (FAO) of the United nations, Bogor.