156541787 lp efusi pleura
DESCRIPTION
3TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA
OLEH:
NI KETUT RAHAJENG INTAN HANDAYANI
1002105016
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2011
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit
paru, 1994, 111).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal,
ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya
friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat
berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson
2005).
2. Epidemiologi
Bakteri pneumonia serta keganasan adalah penyebab utama dan sering untuk eksudat.
Efusi pleura pada anak-anak umumnya kebanyakan adalah infeksi (50-70% efusi
parapneumonik), gagal jantung kongestif adalah penyebab yang lebih sedikit (5- 15%)
dan keganasan adalah kasus yang jarang.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60 %
penderita keganasan pleura primer atau metastatic. Sementara 5 % kasus mesotelioma
(keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 5 % penderita kanker
payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.
3. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark
paru, radiasi, penyakit kolagen.
Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik
koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila
terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik
dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora
plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau
setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang
memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya
perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah
cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang
nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan
gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan
partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa
Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul (Terney, 2002 dan Tucker, 1998) adalah
Sesak Nafas
Nyeri dada
Kesulitan bernafas
Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
Keletihan
Batuk
6. Pemeriksaan Fisik
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan mungkin akan ditemukan. Pemeriksaan fisik dalam
keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat.
Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba
dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga
Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis
Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan
ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan fisik per sistem:
1) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila
penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau,
yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol,
1994,79)
2) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS –
5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi
untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
3) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen
normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
4) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
5) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
6) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian
medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara
dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru
sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam
pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada
dengan posisi lateral dekubitus.
2) CT – SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru
juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
menentukan adanya tumor dan ukurannya
mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan
pembuluh darah besar
mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun
tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan,
mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.
3) Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
4) Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio
residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik
tahap lanjut.
5) Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl < 3 > 3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b. Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3): empiema
Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis
atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan
dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih
terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis
(Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah (Mansjoer, 2001)
1) Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian
2) Pemberian antibiotik
Jika ada infeksi
3) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk
dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura
dan mencegah cairan terakumulasi kembali
4) Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea
akan semakin meningkat pula
5) Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan
9. Komplikasi
Menurut (Mansjoer, 2001), komplikasi efusi pleura yaitu:
Infeksi
Fibrosis paru
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru
dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi
faktor predisposisi timbulnya penyakit.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura
keadaan umumnya lemah.
c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi. Pasien akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat. Selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya,
mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga
mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal
pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter
yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan
h. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan Penunjang
2. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
mucosa sekret berlebihan.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi yang
ditandai dengan dispnea dan penggunaan otot aksesorius pernapasan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik ditandai dengan
mengkomunikasikan nyeri secara verbal
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer (cairan
tubuh statis), prosedur invasif
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh diatas rentang normal
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan
7. Cemas berhubungan dengan status kesehatan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Evaluasi
1 Bersihan jalan nafas
tidak efektif b.d
penyumbatan saluran
nafas oleh sputum
yang ditandai dengan
produksi suputum (+),
ronchi (+)
NOC Label:
Respiratory status: Airway
patency
Setelah diberikan asuhan
keperawatan …x24 jam, jalan
napas pasien paten dengan
criteria hasil:
RR (respiratory rate) 12-
20 x/menit (5)
Irama pernapasan
normal (5)
Kedalaman inspirasi (5)
NIC Label:
Airway Management
1. Buka jalan napas, dengan
mengangkat dagu atau
dengan teknik
mendorong rahang
2. Posisikan pasien untuk
memaximalkan aliran
nafas
3. Hilangkan secret dengan
batuk efektif atau dengan
suction
4. Monitor status respirasi
dan oksigenasi
5. Posisikan pasien untuk
meringankan dyspnea
1. Menyediakan jalan
napas yang adekuat
kepada
pasien/meluruskan
saluran nafas
2. Mencegah jalan nafas
yang tersumbat
3. Menghilangkan
sumbatan berupa
secret yang dapat
mengganggu jalan
nafas.
4. Mencegah terjadinya
hipoksia
S:
Pasien mengatakan
nafas yang lancar
O:
RR: 18 x/menit, ronchi
(-), otot bantu
pernafasan (-)
A:
Tujuan Tercapai penuh
P:
Pertahankan kondisi
pasien
2 Pola napas tidak
efektif berhubungan
dengan sindrom
hipoventilasi yang
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ... x 24
jam, pola napas klien normal
NIC Label:
Airway management
1. Posisikan klien untuk
memaksimalkan proses
Airway management
1. Membantu memperbaiki
status ventilasi klien
2. Mengeluarkan skret yang
S:
Klien mengatakan
sesaknya sudah
ditandai dengan
dispnea dan
penggunaan otot
aksesorius pernapasan
dengan kriteria hasil:
NOC label:
Respiratory Status:
Ventilation
RR Klien dalam rentang
normal (12-18 x/menit)
{5}
Ritme Pernapasan klien
teratur {5}
Kedalaman inspirasi
normal {5}
Suara perkusi
hiperresonan diseluruh
lapang paru {5}
Keterangan:
1: Severe deviation from
normal
2: Substansial deviation from
normal
3: Moderate deviation from
normal
4: Mild deviation from
ventilasi
2. Instruksikan klien untuk
batuk efektif
3. Ajarkan teknik napas
dalam
4. Berikan klien oksigen
jika diperlukan
5. Monitor status respirasi
dan oksigenasi klien
Respiratory monitoring
1. Monitor respiratory rate,
ritme
2. Monitor suara nafas
klien seperti crowing
atau snoring
3. Palpasi untuk ekspansi
paru
4. Monitor dyspnea klien
dan aktifitas yang
meningkatkan dyspnea
5. Monitor hasil x-ray dada
susah keluar dari slauran
pernapasan
3. Melatih otot-otot
pernapasan klien
4. Memberikan bantuan
oksigen agar klien tidak
mengalami hipoksia
5. Mengetahui lebih dini
adanya gangguan
pernapasan
Respiratory monitoring
1. Respiratory rate dan ritme
akan berubah jika terjadi
keabnormalan pernapasan
2. Mengetahui adanya sekret
di dalam paru
3. Mengetahui adanya
cairam dalam paru
4. Mencegah terjadinya
dispnea ketika
beraktivitas
berkurang
O:
RR Tn. Ibnu 18
x/menit
TD: 100/80 mmHg
S: 37 0C
Tidak terlihat
menggunakan otot
aksesori
pernapasan
Retraksi Intercostal
(-)
A:
Tujuan Tercapai
Sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi
normal
5: No deviation from normal
Vital Sign
Suhu tubuh dalam rentang
normal (36.5-37.5 0C) {5}
Tekanan darah sistolik
(80-120 mmHg)
Tekanan darah diastolik
(60-80 mmHg) {5}
Keterangan:
1: Severe deviation from
normal
2: Substansial deviation from
normal
3: Moderate deviation from
normal
4: Mild deviation from
normal
5: No deviation from normal
pasien Mengetahui adanya objek
tambahan pada paru
3 Nyeri akut
berhubungan dengan
agen cedera biologis
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan level
NIC LABEL : Pain
Management
1. Kaji dan catat kualitas,
1. Berguna dalam
pengawasan keefektifan
obat,dan membedakan
S : Pasien
mengatakan nyerinya
berkurang, skala
ditandai dengan
mengatakan nyeri
secara verbal
ketidaknyamanan pasien
berkurang dengan kriteria
hasil :
NOC LABEL : Discomfort
Level
- Pasien tidak meringis
- Skala nyeri 5
- Pasien tidak tampak
ketakutan, skala 4-5
- Pasien tidak tampak cemas,
skala 4-5
- Pasien dapt beristirahat
dengan cukup, skala 4-5
(Skala 1 : severe, skala
2 :substantial, skala 3 :
moderate, skala 4 : mild,
skala 5 : none)
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan level
ketidaknyamanan pasien
lokasi dan durasi nyeri.
Gunakan skala nyeri dengan
pasien dari 0 (tidak ada nyeri)
– 10 (nyeri paling buruk).
2. Gunakan komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
nyeri dan respon pasien
terhadap nyerinya
3. Kaji dengan pasien faktor-
faktor yang dapat
meningkatkan/mengurangi
nyerinya
4. Kaji efek dari pengalaman
nyeri terhadap kualitas tidur,
nafsu makan, aktivitas dan
suasana hati
5. Control lingkungan sekitar
pasien yang dapat
memberikan respon tidak
nyaman, misalnya
temperature ruangan,
karakteristik nyeri.
Perubahan pada
karakteristik nyeri
menunjukan terjadinya
abses atau peritonitis
2. Berguna untuk
mengetahui nyeri dan
respon nyeri pasien
3. Untuk mengetahui
aktivitas apa yang dapat
meningkatkan dan
mengurangi nyeri pasien
sehingga perawat dapat
menegakan implementasi
dengan benar
4. Untuk mengetahui
masalah lain yang
ditimbulkan dari nyeri
5. Untuk meminimalisir
respon ketidaknyamanan
pasien
6. Berguna untuk
menjadi 5
O : Kecemasan pasien
tampak berkurang
A : Tujuan tercapai
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
berkurang dengan kriteria
hasil :
NOC LABEL :
Pain control
- Pasien dapat menyebutkan
faktor yang menyebabkan
nyerinya timbul, skala 4-5
- Pasien dapat melaporkan
perubahan pada tanda-tanda
nyeri kepada petugas
kesehatan /perawat, skala 4-5
- Pasien dapat melaporkan
bagaimana cara mengontrol
nyerinya, skala 4-5
- Pasien menggunakan cara
non-analgesics untuk
mengurangi nyerinya, skala
4-5
- Pasein menggunakan obat
analgesics sesuai
rekomendasi, skala 4-5
(skala 1 : never demonstrated,
pencahayaan dan kebisingan
6. Ajarkan tekhnik
nonfarmakologis, (misalnya
guided imageri, distraksi,
relaksasi, terapi musik,
massage), sebelum, setelah,
dan jika mungkin selama
nyeri berlangsung, sebelum
nyeri meningkat, dan selama
nyeri berkurang
7. Ajarkan tentang
penggunaan farmakologikal
dalam mengurangi nyeri
mengurangi nyeri dan
meminimalisir penggunaan
terapi farmakologik
7. Mencegah terjadinya
dosis yang berlebihan
skala 2 : rarely demonstrates,
skala 3 : sometimes
demonstrated, skala 4 : often
demonstrated, skala 5 :
consistenlly demonstrated)
4 Risiko Infeksi b.d.
prosedur invasif
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama …x24
jam diharapkan tidak ada
tanda infeksi dengan criteria
hasil :
NOC Label :
- Infection Severity
1. Tidak terdapat drainase
purulen
2. Tidak terdapat peningkatan
temperature kulit
3.Keadaan kulit
disekeliling luka tidak
NIC Label : Infection
Protection
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
2. Inspeksi adanya
kemerahan/drainase pada
kulit
3. Batasi pengunjung
4. Edukasikan px dan
keluarga cara
menghindari infeksi
NIC Label : Infection
Control
1. Ajarkan Px dan
pengunjung mencuci
1. Untuk mengetahui
adanya tanda dan
gejala infeksi
2. Untuk mengetahui
adanya tanda dan
gejala infeksi
3. Untuk mengurangi
paparan patogen dari
luar
4. Untuk mencegah
infeksi
1. Mencegah infeksi
2. Untuk mengurangi
S: -
O: Tidak ditemukan
adanya tanda-tanda
infeksi pada daerah
pemasangan tube
A : Tujuan tercapai
total
P: Pantau kondisi
pasien
kemerahan tangan untuk
menjaga kesehatan
2. Gunakan "universal
precaution"
3. Anjurkan px
perbanyak istirahat
4. Instruksikan px
mendapat antibiotik,
jika dibutuhkan
5. Ajarkan px dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala
infeksi dan
intruksikan untuk
melapor ke perawat
jikan menemukan
tanda dan gejala
infeksi pada px
NIC Label : Tube Care :
agen infeksi yang dapat
timbul
3. Untuk meningkatkan
imun
4. Untuk mencegah
adanya infeksi
5. Untuk memantau
keadaan luka px secara
regular
1. Drainase mengikuti
gaya gravitasi
2. Mencegah adanya
gelembung udara pada
WSD
Chest
1. Jaga kantong
drainase levelnya di
bawah dada
2. Monitor adanya
gelembung udara
pada "chest tube
drainage"
3. Observasi tanda
akumulasi cairan
pada intrapreural
4. Ganti
balutan(dressing) di
sekitar pemasangan
WSD setiap 48 - 72
jam bila diperlukan
3. Untuk memantau tanda
akumulasi cairan pada
intrapreural
4. Untuk mencegah
adanya infeksi
5 Hipertermi
berhubungan dengan
proses inflamasi
ditandai dengan
NOC Label:
Vital sign
Setelah diberikan asuhan
Keperawatan selama ….x24
NIC Label:
Fever treatment
1. Monitor suhu tubuh
pasien yang sesuai
1. Menkaji perkembangan
suhu tubuh pasien dan
S: Pasien mengatakan
badannya tidak panas
O: Tax: 36,5ᴼC, nadi
radial: 88 x/menit, TD
peningkatan suhu
tubuh diatas rentang
normal
jam, Vital sign pasien dalam
rentang normal dengan
criteria hasil:
Suhu tubuh dalam
rentang normal (36,5-
37,5 C) (5)⁰
Nadi radial dalam rentang
80-100 x/menit (5)
Tekanan darah sistolik
80-110 mmHg (5)
2. Selimuti pasien dengan
selimut yang sesuai
3. Beri obat untuk
mengobati penyebab
demam yang sesuai
4. Dorong klien untuk
meningkatkan intake
cairan melalui oral yang
sesuai.
5. Beri obat yang tepat
untuk mencegah atau
mengendalikan klien
menggigil
menentukan terapi yang
diberikan.
2. Memberikan suhu yang
sesuai dengan suhu
tubuh.
3. Menghilangan factor
penyebab dari
hipertermi
4. Cairan dapat membantu
proses termoregulasi
dalam tubuh
sistolik 90 mmHg
A: Tujuan tercapai
penuh
P: Pertahankan kondisi
pasien
6 Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
dengan kebutuhan
Setelah dilakukan askep ...
jam Klien dapat menoleransi
aktivitas & melakukan ADL
dgn baik
Kriteria Hasil:
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik dgn TD,
HR, RR yang sesuai
Peningkatan toleransi
NIC: Toleransi aktivitas
1. Tentukan penyebab
intoleransi aktivitas &
tentukan apakah
penyebab dari fisik,
psikis/motivasi
2. Kaji kesesuaian
aktivitas&istirahat klien
1. Memudahkan perawat
untuk memberikan KIE
kepada pasien
2. Mengetahui aktivitas
yang dilakukan pasien
sehari-hari sehingga
bisa digunakan sebagai
panduan dalam latihan
aktivitas secara
S :
Klien mengatakan
pusing dan sesak
berkurang ketika
berjalan dengan jarak
pendek
O :
Klien tidak tampak
terengah-engah, RR 22
aktivitas sehari-hari
3. ↑ aktivitas secara
bertahap, biarkan klien
berpartisipasi dapat
perubahan posisi,
berpindah&perawatan
diri
4. Pastikan klien mengubah
posisi secara bertahap.
Monitor gejala
intoleransi aktivitas
5. Ketika membantu klien
berdiri, observasi gejala
intoleransi spt mual,
pucat, pusing, gangguan
kesadaran&tanda vital
bertahap
3. Mengembalikan pola
aktivitas klien dengan
menyesuaikan pada
kondisi klien
4. Mencegah penekanan
pada daerah yang
mengalami penonjolan
dan melihat sejauh
mana aktivitas yang
mampu dilakukan oleh
klien
5. Memudahkan perawat
untuk melihat toleransi
aktivitas yang sudah
mampu dan belum
mampu dilakukan klien
x / menit
A : tujuan tercapai
sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
7 Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi
Setelah dilakukan askep … x24 jam kecemasan terkontrol dg KH:
Pengurangan kecemasan
1. Bina hubungan saling percaya
1. Untuk memudahkan
komunikasi antara
perawat dengan pasien
2. Mengetahui sejauh
S :
Klien mengatakan
cemasnya sudah
ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.
2. Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga.
3. Jelaskan semua prosedur pada keluarga
4. Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari
5. Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan.
6. Instruksikan untuk melakukan teknik relaksasi.
mana cemas yang
dirasakan pasien
3. Dengan mengetahui
prosedur yang akan
diterima, pasien akan
merasa lebih tenang
4. Tingkat pengetahuan
penting untuk mengkaji
gaya bahasa yang tepat
dan mudah dimengerti
oleh pasien
5. Mengkondisikan pasien
merasa diperhatikan,
dan mendapatkan
semangat dari orang
disekitarnya
6. Untuk mengurangi
kecemasan yang
dirasakan pasien
berkurang
O :
Wajah klien tampak
lebih tenang
A : Tujuan tercapai
sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan. Volume 2.
Jakarta: EGC
Guyton & Hall.2008.Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart).
Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
ansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification :
Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States
of America : Mosby