15100051-fisiologi-pencernaan

13
II. Fisiologi Pencernaan Berdasarkan Fungsi Dasarnya Yaitu Motilitas, Digesti, Absorpsi Dan Sekresi. BY DIDI RASIDIN, S.Kep//RSU Cideres 2.1 susunan saluran pencernaan: 1. Oris (mulut) 2. Faring 3. Esofagus 4. Ventrikulus 5. Usus halus 6. Usus besar 7. Rektum 8. Anus Gambar 2.1 Saluran Pencernaan Dan Lapisan Dari Usus 2.2 Ciri Khas dari dinding Pencernaan Cirri khusus dari dinding usus, meliputi lapisan luar ke dalam: 1. Lapisan serosa 2. lapisan longitudinal

Upload: yonifa-anna-wiasri

Post on 04-Jul-2015

55 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 15100051-fisiologi-pencernaan

II. Fisiologi Pencernaan Berdasarkan Fungsi Dasarnya Yaitu Motilitas, Digesti, Absorpsi Dan Sekresi. BY DIDI RASIDIN, S.Kep//RSU Cideres

2.1 susunan saluran pencernaan:

1. Oris (mulut)

2. Faring

3. Esofagus

4. Ventrikulus

5. Usus halus

6. Usus besar

7. Rektum

8. Anus

Gambar 2.1 Saluran Pencernaan Dan Lapisan Dari Usus

2.2 Ciri Khas dari dinding Pencernaan

Cirri khusus dari dinding usus, meliputi lapisan luar ke dalam:

1. Lapisan serosa

2. lapisan longitudinal

3. lapisan otot sirkuler

4. lapisan sub mukosa

5. lapisan mukosa

2.3 Kontrol Saraf Terhadap Fungsi Gastrointestinal

Page 2: 15100051-fisiologi-pencernaan

Traktus gastrointestinal memiliki persarafan sendiri yang disebut system

saraf enteric. System ini terletak di dinding usus dan mengatur pergerakan dan

sekresi gastrointestinal. Sistem enteric terutama terdiri dari dua pleksus:

1. Satu pleksus bagian luar yang terletak diantara lapisan otot longitudinal

dan sirkular, disebut pleksus minterikus atau pleksus auerbach, dan

2. Satu pleksus bagian bagian dalam disebut pleksus submukosa atau pleksus

meissner, yang terletak didalam submukosa. Pleksus mienterikus terutama

mengatur pergerakan gastrointestinal, dan pleksus submukosa terutama

mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal.

Selain system saraf diatas terdapat juga serat-serat saraf simpatis dan

parasimpatis yang berhubungan dengan kedua pleksus mienteretikus dan

submukosa, perangsangan oleh system simpatis dan parasimpatis dapat

mengaktifkan dan menghambat fungsi gastrointestinal. Ujung-ujung sarafnya

melepaskan neurotransmitter.

Gambar 2.2 Pengaturan Saraf Dinding Usus

Page 3: 15100051-fisiologi-pencernaan

Pengaturan anatomis system saraf enteric serta hubunganya dengan system

saraf simpatis dan parasimpatis mendukung jenis reflek gastrointestinal salah

satunya refleks gastrokolik, reflek enterogastrik, sekresi gastrointestinal,

peristaltic, serta reflek berasal dari lambung, duodenum, refleks nyeri, dan refleks

defekasi.

Terdapat beberapa hormone yang mempunyai makna penting untuk

pengaturan sekresi gastrointestinal diantaranya:

1. Kolesistokinin diproduksi oleh sel “I” dalam mukosa duodenum dan

yeyenum yang berpengaruh terhadap kontraktilitas pada kandung empedu,

menghambat motilitas lambung.

2. Sekretin disekresi oleh sel “S” dalam mukosa duodenum mempunyai efek

pengambatan yang ringan terhadap motilitas sebagian besar traktus

gastrointestinal.

3. Peptida pengambat asam lambung, disekresi oleh mukosa usus halus

bagian atas.

Pada traktus gastrointestinal terjadi dua gerakan yaitu gerakan propulsive

dasar gerakanya adalah peristaltic yang menyebabkan makan bergerak maju

sepanjang saluran dengan kecepatan sesuai untuk terjadinya pencernaan dan

absorpsi dan gerakan mencampur yang menjaga agar isi usus sungguh-sungguh

tercampur.

Gambar 2.3 Gerakan Mendorong

Page 4: 15100051-fisiologi-pencernaan

Pada saluran pencernaan terjadi proses pencernaan makanan, proses

pencernaan makanan dimulai di mulut dengan cara mengunyah. Pada umunya

mengunyah dilakukan oleh otot-otot pengunyah yang dipersyarafi oleh cabang

motorik Nervus V dan proses mengunyah dikontrol nucleus dalam batang otak.

Sebagian besar proses mengunyah disebabkan oleh suatu refleks mengunyah,

yang dapat diterangkan sebagai berikut: bolus makanan di mulut pada mulanya

menimbulkan penghambatan refleks otot mengunyah, yang menyebabkan rahang

yang bawah turun ke bawah. Penurunan ini menimbulkan suatu refleks

peregangan otot rahang yang menimbulkan kontraksi rebound. Keadaan secara

otomatis mengangkat rahang menjadikan pengatupan gigi, tetapi juga menekan

bolus melawan dinding mulut, yang menghambat otot rahang bawah sekali lagi,

menyebabakan rahang turun dan kembali rebound pada saat yang lain, dan ini

berulang terus menerus. Proses mengunyah dibantu oleh kelenjar ludah yang

mensekresikan saliva.

Gambar 2.4 Sekresi Saliva.

Page 5: 15100051-fisiologi-pencernaan

Setelah proses mengunyah bolus mengalami proses menelan. Menelan

adalah mekanisme yang kompleks, terutama Karena faring hamper setiap saat

melakukan beberapa fungsi lain disamping menelan dan hanya diubah dalam

beberapa detik ke dalam traktus untuk mendorong makanan. Secara umum,

menelan dapat dibagi menjadi: tahaf volunter, tahaf faringeal, dan tahaf

esophageal.

Gambar 2.5 Mekanisme Menelan

Tahap volunteer dari penelanan. Ketika makanan adalah siap untuk

ditelan, “ secara sadar” makanan digulung atau ditekan kearah posterior kedalam

Page 6: 15100051-fisiologi-pencernaan

faring oleh tekanan dari lidah ke atas dan ke belakang terhadap langit-langit

mulut, menelan menjadi otomatis biasanya tidak bisa dihentikan.

Tahap faringeal. Ketika bolus makanan masuk ke bagian posterior mulut

dan faring, bolus merangsang daerah reseptor menelan didaerah pintu faring,

terutama pada tiang-tyang tonsillar, dan impuls-impuls dari sini berjalan ke

batang otak. untuk mencentuskan serangkaian kontraksi otot faringeal secara

otomatis.

Tahaf Esofageal. Ketika peristaltic dari esophagus dimulai, otot sfingter

bawah dari esophagus berelaksasi, sfingter membuka dan bolus makanan masuk

ke lambung. Otot dari sfingter bawah esophageal berkontraksi. Lalu menutup

apabila gerakan peristaltic tidak ada, serta mencegah refluks dari lambung berupa

asam lambung.

Gambar 2.6 Proses Menelan

Setelah proses menelan bolus berada dilambung, fungsi motorik dari

lambung adalah penyimpanan sebagian besar makanan sampai makanan diproses

duodenum, pencampuran makanan ini dengan sekresi dari lambung sampai

Page 7: 15100051-fisiologi-pencernaan

membentuk suatu campuran setengah cairan disebut kimus, dan pengosongan

makanan dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan yang

sesuai penyerapan dan pencernaan yang sesuai untuk usus halus. Dibawah ini

gambar anatomi dari lambung.

Gambar 2.7 Anatomi Lambung

Bolus dalam lambung dicerna dengan dibantu oleh hormone gastrin, asam

lambung, serta lambung tersebut melakukan gerakan mencampur dan mendorong

bolus yang sudah menjadi kimus. Selain itu lambung juga mensekresi kelenjar

gastric yang memproduksi asam, mensekresi asam hidroklorida, pepsinogen,

factor instrinsik, mucus dan lambung juga mensekresi kelenjar pilorik yang

memproduksi mucus, beberapa pepsinogen, dan hormone gastrin. Dari lambung

kimus masuk ke usus halus, kimus tersebut mengalami mengalami gerakan

pencampuran dan kontraksi pendorongan. Aktivitas Peristaltic sangat meningkat

setelah makan. Ini disebabkan sebagian oleh masuknya kimus ke dalam

duodenum tetapi juga oleh apa yang disebut gastroenteric yang dimulai

peregangan lambung dan diteruskan terutama melalui pleksus myenteric dari

lambung menurun sepanjang dinding usus halus. Selain sinyal saraf

mempengaruhi peristaltik usus halus, terdapat beberapa factor hormonal juga

mempengaruhi gerak peristaltik. Factor hormonal tersebut meliputi gastrin, CCK,

hormon insulin, motilin, dan serotonin, semuanya meningkatkan motilitas usus

Page 8: 15100051-fisiologi-pencernaan

dan dikeluarkan selama berbagai fase pencernaan makanan. Dan sebaliknya,

secretin dan glucagon menghambat motilitas usus kecil.

Gambar 2.8 Pergerakan Segmentasi Usus

Di usus halus terjadi proses absorpsi melalui transfor aktif dan melalui

difusi beberapa ratus gram karbohidrat, 100 gram lemak, 50-100 protein yang

telah disederhanakan, serta 7-8 liter air. Air ditransfor melalui membran usus

dengan proses difusi. Absorpsi ion dilakukan melalui transfor aktif 20-30 gram

natrium disekresikan melalui usus halus.

Gambar 2.9 Absorpsi Natrium

Permukaan absorpsi mukosa usus yaitu villi. Terdapat jonjot-jonjot yang

disebut valvulae conniventes, yang dapat meningkat/kan area permukaan absorpsi

menjadi sekitar tiga kali lipat. Lipatan ini meluas secara lingkar kebanyakan di

sekitar usus dan terutama dengan baik berkembang baik di duodenum dan

jejunum, di mana sering menonjol ke dalam dalam lumen 8 milimeter.

Gambar 2.10 Villi

Page 9: 15100051-fisiologi-pencernaan

Setelah melalui proses absorpsi di usus halus kimus masuk kedalam usus

besar atau kolon, sebelumnya melewati katup ileosaekal yang mempunyai fungsi

mencegah aliran balikisi fekal dari kolon ke dalam usus halus. Didalam kolon

kimus mengalami proses absorpsi lagi, dimana fungsi dari kolon diantaranya

absorpsi air dan elektrolit dari kimus dan penimbunan bahan feces sampai dapat

dikeluarkan. Kira-kira 1500 ml kimus setiap harinya ke dalam kolon. Sebagian

besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal kolon

sehingga disebut bagian ini kolon absorpsi. Dalam kolon terdapat juga bakteri

yang berguna dalam mencerna selulosa, pembentukan vitamin k, vitaqmin B12,

riboflavin, macam gas. Terjadi gerakan-gerakan dalam kolon diantaranya gerakan

mencampur dalam kolon lebih dikenal haustrasi yaitu kontraksi gabungan dari

pita otot sirkuler dan longitudinal menyebabkan usus besar yang tidak terangsang

menonjol keluar menyerupai kantung. Selain gerakan mencampur kolon juga

melakukan gerakan mendorong.

Gambar 2.11 Sfingter Ileosaekal Dan Kolon

Page 10: 15100051-fisiologi-pencernaan

Setelah feces dalam kolon penuh akan terjadi proses defekasi. Adanya

suatu reflek defekasi yaitu bila feces memasuki rektum, perenggangan dinding

rectum menimbulkan sinyal-sinyal afferent yang menyebar melalui pleksus

myenteric untuk menimbulkan gelombang peristaltic di dalam kolon desenden,

sigmoid, dan rektum, mendorong feces ke arah anus. Ketika gelombang peristaltik

mendekati anus, sfingter ani internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat

dari pleksus myenteric; jika sphincter ani eksternus dengan sadar, secara voluter

berelaksasi pada waktu bersamaan, akan terjadi defekasi.

Gambar 2.12 Defekasi