147325776 case-report-omsk

70
Get Homework Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites LAPORAN KASUS III MODUL ORGAN MATA DAN THT SEORANG LAKI-LAKI USIA 18 TAHUN DATANG DENGAN KELUHAN TELINGA KIRI SAKIT DAN BERAIR DISERTAI DEMAM TINGGI KELOMPOK II Arwita Sari 030.07.034 Defri Rahman 030.07.061 Farida Apriani 030.07.089 Michelle Jansye 030.09.154 M. Rifki Maulana 030.09.155

Upload: homeworkping3

Post on 26-Jan-2017

633 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Get Homework Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/

Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/

Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sitesLAPORAN KASUS III

MODUL ORGAN MATA DAN THT

SEORANG LAKI-LAKI USIA 18 TAHUN DATANG DENGAN KELUHAN TELINGA

KIRI SAKIT DAN BERAIR DISERTAI DEMAM TINGGI

KELOMPOK II

Arwita Sari 030.07.034

Defri Rahman 030.07.061

Farida Apriani 030.07.089

Michelle Jansye 030.09.154

M. Rifki Maulana 030.09.155

M. Fachri Ibrahim 030.09.156

Monica Raharjo 030.09.157

Muhamad Rosaldy 030.09.158

M. Aries Fitrian 030.09.159

M. Taufiq Hidayat 030.09.160

Ronald Tejoprayitno 030.09.213

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, Indonesia

29 September 2011

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis adalah peradangan pada telinga yang bisa terjadi di bagian luar, tengah, dan dalam

dari telinga. Banyak orang di masyarakat menderita otitis khususnya otitis media, terutama pada

masyarakat yang kurang memperhatikan hiegeni dan kebersihan telinga.

Otitis media kebanyakan disebabkan oleh bakteri dan sering disertai penyakit-penyakit

infeksi lain seperti radang nasofaring dan sinusitis. Faktor utama terjadinya otitis media ialah

karena sumbatan pada tuba auditiva eustachii yang menghubungkan telinga tengah dengan

nasofaring. Karena terdapat sumbatan pada tuba eustachii maka tekanan di dalam telinga tengah

menjadi negatif karena fungsi dari tuba eustachii salah satunya ialah untuk menjaga agar tekanan

di dalam liang telinga selalu sama dengan tekanan udara luar. Akibat tekanan yang negatif terjadi

efusi cairan dari pembuluh darah mukosa telinga tengah, dan cairan tersebut merupakan media

pertumbuhan yang baik bagi kuman sehingga dapat terjadi peradangan.1

Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media yaitu otitis media terbagi

menjadi otitis media supuratif dan non supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria,

otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Dan masing-masing golongan mempunyai

1

bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut/OMA) dan otitis

media supuratif kronik (OMSK/OMP).1

Pada makalah ini penulis akan membicarakan lebih dalam tentang otitis media supuratif

kronik, semoga makalah ini bisa bermanfaaat bagi pembaca.1

BAB II

SKENARIO KASUS

Sesi I, Lembar I

Seorang laki-laki usia 18 tahun datang dengan keluhan telinga kiri sakit dan berair

disertai demam tinggi. Anda adalah seorang dokter umum yang sedang bertugas di unit

emergensi THT rumah sakit swasta di Jakarta.

Sesi I, Lembar II

Data Pasien:

Nama: Tn. Budi

Usia: 18 tahun

Pendidikan: SMA

Alamat: Jl. Kampung Melayu, Jakarta Timur

Dari anamnesis didapatkan:

2

Seorang anak laki-laki umur 18 tahun mengeluh telinga kiri nyeri dan berair disertai demam

sejak 5 hari. Selain itu ia mengeluh pendengaran telinga kiri berkurang sejak lama disertai

berdengung sehingga menganggu dalam berkomunikasi.

Menurut keterangan dari ibunya pasien sering keluar cairan dari telinga kiri sejak usia 10 tahun.

Cairan keluar pada saat habis berenang atau sedang batuk pilek. Pada saat kambuh, sering kali

diobati sendiri dengan obat antibiotika tetes telinga.

Pasien tidak mengeluh pusing berputar atau muntah yang proyektil.

Sesi I, Lembar III

Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan:

Status generalis:

Keadaan umum dan kesadaran: Sakit sedang, kompos mentis

Tinggi dan berat badan: 170 cm/ 45 kg

Tanda vital:

Suhu: 38,5°C

Pernafasan: 18x/menit

Tensi: 100/60 mmHg

Nadi: 120x/menit

Kepala: lihat status THT

Thorax, Abdomen, Ekstremitas: Normal

Status THT:

Pada pemeriksaan THT didapati telinga kanan dalam batas normal dan telinga kiri

didapatkan liang telinga terisi banyak sekret purulen. Setelah dibersihkan tampak membrane

timpani hiperemis dan terdapat perforasi marginal. Daerah retroaurikuler kanan tenang dan

retroaurikuler kiri hiperemis dan nyeri pada penekanan.

Pemeriksaan hidung didapatkan kedua kavum nasi lapang, konka inferior dan konka

media hiperemis serta didapatkan sekret purulen pada kedua rongga hidung.

Pemeriksaan tenggorok dan kelenjar getah bening leher dalam batas normal.

Pemeriksaan tidak didapati pembengkakan.

Sesi II, Lembar IV

3

Pemeriksaan laboratorium:

Hb: 14 gr/dL

Lekosit: 15,000 uL

Trombosit: 250,000

LED: 20 ml/jam

Pemeriksaan radiologi mastoid:

Kesan: Mastoid kanan pneumatic. Mastoid kiri sklerotik dan tampak bayangan sugestif

kolesteatoma.

Pemeriksaan audiometri: (lihat hal.14)

BAB III

PEMBAHASAN

I. Identitas Pasien:

Nama : Tn. Budi

Umur : 18 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jln. Kampung Melayu, Jakarta Timur

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMA

II. Hipotesis:

Keluhan utama pada pasien ini ialah telinga kiri sakit (otalgia), telinga kiri berair (otore), dan

demam tinggi. Otalgia bisa timbul akibat kelainan atau gangguan pada telinga yang merangsang

saraf sensoris, selain itu juga bisa merupakan reffered pain dari organ dengan persarafan yang

sama yaitu gigi molar atas, sendi mulut, dasar mulut, tonsil, atau tulang servikal. Otore ialah

4

sekret yang keluar dari liang telinga. Sifat dan lama dari otore bisa membantu menentukan

diagnosis. Demam tinggi merupakan tanda adanya perjalanan suatu infeksi yang terjadi di

telinga.

Dari keluhan utama yang didapatkan, dapat disimpulkan beberapa hipotesis:

1. Otitis media akut dengan perforasi:

Kami mengambil hipotesis otitis media akut dengan perforasi karena pada otitis media akut

dengan perforasi ditemukan gejala-gejala seperti gejala yang ditemukan pada pasien yaitu,

telinga sakit dengan keluar cairan disertai demam tinggi. Perlu anamnesis lebih lanjut

tentang keluhan pasien, perlu ditanyakan bagaimana warna dan konsistensi cairan yang

keluar dari telinga. Pada otitis media akut dengan perforasi, warna cairan yang dikeluarkan

biasanya berwarna putih kekuningan dan konsistensinya mucous/mukoid. Selain itu perlu

juga ditanyakan apakah ada gangguan pada pendengaran, karena pada otitis media akut

dengan perforasi ditemukan adanya gangguan pada pendengaran akibat dari perforasi

membrane timpani. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (pemeriksaan fisik dan

penunjang) pada pasien seperti pemeriksaan laboratorium, foto rontgen, dan kultur bakteri.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan rasa nyeri di dalam telinga dan suhu badan tinggi. Pada

pemeriksaan otoskopi, membran timpani terlihat menebal, merah dan bulging sebelum

terjadi perforasi dan ditemukan membrane timpani yang tidak utuh apabila sudah terjadi

perforasi. Pada pemeriksaan radiografi proceccus mastoideus, terlihat gambaran bayangan

atau berawan pada rongga sel mastoid (mastoid air cell).1

2. Otitis media supuratif kronis:

Kami mengambil hipotesis otitis media supuratif kronis karena pada otitis media supuratif

kronis ditemukan gejala-gejala seperti gejala yang ditemukan pada pasien yaitu, telinga sakit

dengan keluar cairan disertai demam tinggi. Perlu anamnesis lebih lanjut tentang keluhan

pasien, perlu ditanyakan bagaimana warna dan konsistensi cairan yang keluar dari telinga.

Pada otitis media supuratif kronis, warna cairan yang dikeluarkan biasanya berwarna kuning

dan konsistensinya mucopurulent. Selain itu perlu juga ditanyakan apakah ada gangguan

pada pendengaran, karena pada otitis media kronis ditemukan adanya gangguan pada

pendengaran akibat dari perforasinya membrane timpani dan tinggi rendahnya gangguan

pendengaran tergantung pada besarnya perforasi. Selain itu perlu ditanyakan apakah ada

riwayat otitis media akut dengan perforasi atau tidak karena otitis media supuratif kronis

5

merupakan penyakit lanjutan dari otitis media akut dengan perforasi. Perlu dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut (pemeriksaan fisik dan penunjang) pada pasien seperti pemeriksaan

laboratorium, foto rontgen, dan kultur bakteri. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan rasa nyeri

telinga pada eksaserbasi akut sedangkan pada keadaan biasa, nyeri atau sakit pada telinga

tidak terlalu mencolok. Pada pemeriksaan otoskopi, membran timpani terlihat adanya

perforasi.1-2

3. Otitis media serosa akut:

Kami mengambil hipotesis ini karena pada otitis media serosa akut ditemukan gejala-gejala

seperti gejala yang ditemukan pada pasien yaitu, telinga sakit dengan keluar cairan disertai

demam tinggi. Perlu anamnesis lebih lanjut tentang keluhan pasien, perlu ditanyakan

bagaimana warna dan konsistensi cairan yang keluar dari telinga. Pada otitis media serosa

akut, konsistensi cairan yang dikeluarkan biasanya serosa. Selain itu perlu juga ditanyakan

apakah ada gangguan pada pendengaran, karena pada otitis media serosa akut ditemukan

adanya gangguan pada pendengaran akibat dari terbentuknya cairan di telinga tenga. Hal ini

membuat pasien mengeluh rasa tersumbat dan kadang-kadang terasa seperti ada cairan yang

bergerak dalam kepala pada saat posisi kepala berubah. Kadang juga disertai adanya tinnitus

atau vertigo dalam bentuk yang ringan. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

(pemeriksaan fisik dan penunjang) pada pasien seperti pemeriksaan laboratorium, foto

rontgen dan kultur bakteri. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya nyeri apabila ada

tekanan negatif pada telinga tengah yang akan hilang pelan-pelan saat terbentuk sekret. Pada

pemeriksaan otoskopi, membran timpani terlihat mengalami retraksi, kadang-kadang tampak

gelembung udara atau permukaan cairan dalam cavum timpani.2

4. Otitis eksterna:

Kami mengambil hipotesis otitis eksterna karena pada otitis eksterna ditemukan gejala-

gejala seperti gejala yang ditemukan pada pasien yaitu, telinga sakit dengan keluar cairan

disertai demam tinggi. Perlu anamnesis lebih lanjut tentang keluhan pasien, perlu ditanyakan

bagaimana warna dan konsistensi cairan yang keluar dari telinga. Pada otitis eksterna, cairan

yang dikeluarkan dari telinga biasanya jernih dan konsistensinya serosa dan kadang berbau.

Selain itu perlu juga ditanyakan apakah ada gangguan pada pendengaran, karena pada otitis

eksterna tidak ditemukan adanya gangguan pada pendengaran kecuali bila terjadi sumbatan

total. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (pemeriksaan fisik dan penunjang) pada

6

pasien seperti pemeriksaan laboratorium, foto rontgen dan kultur bakteri. Pada pemeriksaan

fisik, ditemukan nyeri tekan pada auricula dan tragus dan saat mengunyah. Selain itu

ditemukan bengkak pada daerah retroauricular dan kadang juga ditemukan adanya gatal

pada telinga. Pada pemeriksaan otoskopi, membran timpani terlihat normal. Pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan shift to the left pada differensial count dan elevasi dari

LED. Pada pemeriksaan radiograf processus mastoideus ditemukan adanya aerasi udara

pada rongga sel mastoid (mastoid air cell).1

5. Cholesteatoma:

Kami mengambil hipotesis cholesteatoma karena pada

cholesteatoma ditemukan gejala-gejala seperti gejala

yang ditemukan pada pasien yaitu, telinga sakit dengan

keluar cairan disertai demam tinggi. Perlu anamnesis

lebih lanjut tentang keluhan pasien, perlu ditanyakan

bagaimana warna dan konsistensi cairan yang keluar dari

telinga. Pada cholesteatoma, warna cairan yang

dikeluarkan biasanya berwarna kuning dan

konsistensinya mucopurulent dan berpasir. Selain itu

perlu juga ditanyakan apakah ada gangguan pada

pendengaran, karena pada cholesteatoma ditemukan

adanya gangguan pada pendengaran dapat berupa tuli konduktif atau tuli campur. Selain itu

perlu ditanyakan apakah ada riwayat otitis media supuratif kronis atau tidak karena

cholesteatoma merupakan penyakit lanjutan (komplikasi) dari otitis media supuratif kronis.

Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (pemeriksaan fisik dan penunjang) pada pasien

seperti pemeriksaan laboratorium, foto rontgen, dan kultur bakteri. Pada pemeriksaan fisik,

ditemukan rasa nyeri telinga pada eksaserbasi akut sedangkan pada keadaan biasa, nyeri atau

sakit pada telinga tidak terlalu mencolok. Pada pemeriksaan otoskopi, membran timpani

terlihat adanya perforasi pada bagian marginal atau atik. Pada pemeriksaan radiografi

biasanya ditemukan adanya kerusakan tulang-tulang pendengaran.1-2

6. Mastoiditis:

Kami mengambil hipotesis mastoiditis karena pada mastoiditis ditemukan gejala-gejala

seperti gejala yang ditemukan pada pasien yaitu, telinga sakit dengan keluar cairan disertai

7

demam tinggi. Perlu anamnesis lebih lanjut tentang keluhan pasien, perlu ditanyakan

bagaimana warna dan konsistensi cairan yang keluar dari telinga. Pada mastoiditis, warna

cairan yang dikeluarkan biasanya berwarna kuning dan konsistensinya mucopurulent. Selain

itu perlu juga ditanyakan apakah ada gangguan pada pendengaran, karena pada mastoiditis

ditemukan adanya gangguan pada pendengaran. Selain itu perlu ditanyakan apakah ada

riwayat otitis media supuratif kronis atau tidak karena mastoiditis bisa merupakan penyakit

lanjutan (komplikasi) dari otitis media supuratif kronis. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut (pemeriksaan fisik dan penunjang) pada pasien seperti pemeriksaan laboratorium, foto

rontgen, dan kultur bakteri. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan rasa nyeri telinga, nyeri

tekan, bengkak dan kemerahan pada tulang mastoid (retroauricular). Pada pemeriksaan

laboratorium ditemukan shift to the left pada differensial count dan elevasi dari LED. Pada

pemeriksaan radiografi pada awalnya ditemukan adanya bayangan berawan dan secara

progresif terlihat gambaran bayangan pada rongga sel mastoid (mastoid air cell) dan

peningkatan destruksi pada tulang mastoid.1

7. Otitis media supuratif kronik dengan komplikasi:

Seperti yang sudah dikemukakan, otitis media supuratif kronik dapat menimbulkan

komplikasi berupa cholesteatoma dan/atau mastoiditis dengan keluhan utama yang sama

yaitu terdapat nyeri pada telinga, otore, dan demam.

III. Anamnesis

Anamnesis pada pasien ini dilakukan secara auto-anamnesis maupun secara allo-anamnesis

mengingat usia pasein 18 tahun sehingga masi dijaga oleh orang tua.

Riwayat Penyakit Sekarang:

1. Sejak kapan terasa sakit dan keluar cairan dari telinga?

(Untuk membedakan perjalanan penyakit apakah akut atau kronis)

2. Bagaimana onsetnya? Tiba-tiba atau perlahan?

(untuk mengetahui awal perjalanan penyakit)

3. Bagaimana sifat nyeri? Dan apakah ada penjalarannya?

(untuk mengetahui apakah sakitnya merupakan referred pain atau tidak)

4. Bagaimana sifat dan konsistensi cairan yang keluar dari telinga?

(Apabila konsistensinya mukoid, kemungkinan berasal dari telinga tengah karena di telinga

8

tengah terdapat sel-sel goblet)

5. Seberapa banyak cairan yang keluar dari telinga?

(Apabila cairan yang keluar dari telinga banyak, berarti infeksi yang terjadi masih aktif atau

sedang berkembang. Selain itu cairan yang banyak biasa berasal dari telinga tengah,

sedangkan cairan yang sedikit dari telinga luar.)

6. Apakah cairan tersebut berbau?

(Apabila berbau busuk berasal dari cholesteatoma)

7. Bagaimana warna cairan tersebut?

(Pada otitis eksterna, cairan berwarna jernih. Pada otitis media, cairan berwarna putih. Pada

otitis media supuratif kronis, cairan berwarna kuning. Sedangkan apabila cairan bercampur

darah dimungkinkan karena keganasan.)

8. Sejak kapan mulai demam?

(untuk melihat perjalanan penyakitnya akut atau kronis)

9. Apakah ada gangguan dalam mendengar?

(Pada otitis eksterna tidak ditemukan gangguan dalam pendengaran kecuali ada obstruksi

total. Sedangkan pada otitis media akut dengan perforasi, otitis media supuratif kronik, otitis

media efusi ditemukan gangguan dalam pendengaran.)

10. Apakah ada bunyi berdenging pada telinga yang sakit?

(untuk mengetahui apakah terdapat tinnitus atau tidak)

11. Apakah pasien baru-baru ini mendengar suara yang keras?

(untuk menyingkirkan adanya acoustic trauma)

12. Apakah ada riwayat trauma kepala?

(untuk mengetahui etiologi keluarnya cairan. Pada trauma kepala dapat keluar cairan

serebrospinalis dari telinga yang sifatnya serosa, namun biasa tidak terdapat demam.)

13. Apakah ada gejala penyerta lain? Mual, muntah, atau pusing?

(Apabila ada mual, muntah, atau pusing disertai riwayat trauma kepala kemungkinan cairan

yang keluar dari telinga adalah cairan serebrospinalis. Selain itu, dapat juga menjadi indikasi

adanya labirinitis supuratif atau komplikasi intrakranial yang merupakan komplikasi dari

otitis media supuratif kronis)

Riwayat Penyakit Dahulu:

1. Apakah pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya?

9

(Untuk mengetahui apakah ini penyakit ini baru dialami pasien atau rekuren, atau

merupakan penyakit yang sudah kronis. Selain itu diketahui bahwa otitis media supuratif

kronis harus didahului oleh riwayat otitis media akut.)

2. Apakah pasien mempunyai riwayat sinusitis atau infeksi saluran napas atas?

(Untuk mengetahui darimana asal infeksi selain itu infeksi saluran napas atas merupakan

faktor resiko terjadinya otitis media)

Riwayat Kebiasaan:

1. Apakah pasien mempunyai hiegenitas telinga yang terjaga?

2. Apakah pasien sering berenang?

(Berenang merupakan faktor resiko terjadinya infeksi pada telinga karena masuknya air ke

telinga)

3. Apakah pasien sering menyelam/naik pesawat?

(Saat menyelam/naik pesawat terjadi perubahan tekanan yang dapat menganggu kerja dari

tuba eustachii)

Riwayat Pengobatan:

1. Apakah pasien sudah berobat atau sudah memakai obat sebelumnya?

(Ditanyakan karena pengobatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan progresivitas dari

infeksi dan resistensi kuman terhadap obat. Selain itu, beberapa obat seperti aminoglikosida

bersifat ototoksik dan dapat merusak saraf pendengaran.)

Interpretasi Anamnesis:Berikut hasil anamnesis yang didapatkan dari Tn.Budi beserta analisis dan interpretasinya: 1-3

Hasil anamnesis Analisis

Telinga kiri nyeri

dan berair disertai

demam sejak 5 hari

yang lalu

Pasien mengeluhkan otalgia, otore, dan demam sejak 5 hari yang

lalu. Ini mengarahkan kita kepada hipotesis yang telah disebutkan

(otitis media akut/supuratif kronis eksarsebasi akut/serosa

akut/eksterna, kolesteatoma, dan mastoiditis) dimana semuanya

disertai oleh keluhan pasien. Selain itu karena terjadinya baru 5 hari

yang lalu menandakan bahwa ini sebuah infeksi yang akut.

Pendengaran telinga

kiri berkurang sejak

Pasien menderita tuli atau kurang dengar. Tuli bisa dibagi menjadi

tuli konduktif, sensorineural, maupun campuran yang bisa diketahui

10

lama disertai

berdengung

lewat pemeriksaan garpu tala atau adiometer. Pendengaran pasien

berkurang sejak lama berarti pasien pernah mengalami gangguan

pada telinganya sebelumnya. Karena pendengaran pasien berkurang

dapat disingkirkan hipotesis otitis eksterna karena pada otitis

eksterna tidak ada gangguan pendengaran kecuali terjadi obstuksi

liang telinga. Pasien juga menderita tinnitus.

Sering keluar cairan

dari telinga kiri sejak

umur 10 tahun

Riwayat otore sejak umur 10 tahun atau 8 tahun yang lalu

menandakan bahwa infeksi pada telinga pasein bersifat kronis. Dari

sini dapat disingkirkan hipotesis otitis media akut dengan perforasi

dan otitis media serosa akut. Kemungkinan pasien menderita otitis

media supuratif kronis karena didahului oleh riwayat otore (mungkin

sebelumnya OMA) dan berlangsung lebih dari 2 bulan.

Cairan keluar habis

berenang atau

sedang batuk-pilek

Berenang dan batuk pilek merupakan faktor risiko untuk terjadinya

eksarsebasi akut dari otitis media supuratif kronis.

Pada saat kambuh

sering diobati sendiri

dengan obat

antibiotika tetes

telinga

Pengobatan OMA yang tidak adekuat menyebabkan OMA

berprogresi menjadi OMSK. Selain itu antibiotika tetes mata ada

yang bersifat ototoksik sehingga dapat memperburuk keluhan pasien

mengenai pendengarannya yang berkurang. Perlu ditanyakan tetes

telinga apa yang digunakan karena pasien kemungkinan sudah

resisten akan AB tersebut sehingga tidak digunakan dalam

penatalaksanaan.

Tidak ada keluhan

pusing berputar atau

muntah yang

proyektil

Belum ada komplikasi ke telinga dalam, karena biasanya pada

komplikasi ke telinga dalam akan terdapat vertigo, mual, dan

muntah.

IV. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis:

Keadaan umum dan kesadaran: Sakit sedang dan compos mentis

Analisis: Tidak ada gangguan kesadaran pada pasien, pasien tampak sakit sedang karena

11

otalgia.

Tanda vital:

1. Suhu : 38,5oC

Nilai normal : 36,5o - 37,2oC

Analisis : Pasien febris akibat infeksi yang ada ditelinganya.

2. Tensi : 100/60mmHg

Nilai normal : <100/<60mmHg

Analisis : Pasien hipotensi.

3. Pernapasan : 18x/menit

Nilai normal : 14-18x/menit

Analisis : Pernapasan pasien normal.

4. Nadi : 120x/menit

Nilai normal : 60-100x/menit

Analisis : Pasein takikardi. Nadi meningkat akibat kompensasi tubuh

terhadap demam.

- TB/BB: 170cm/45 Kg

Analisis: Dari penghitungan BMI didapatkan hasil 15 yang berarti status gizi pasien

buruk, keadaan ini akan menyulitkan penyembuhan pasien bila dibiarkan.

Thoraks, abdomen, ekstremitas: Normal

Status THT:

Aricula Dekstra: Normal

Auricula Sinistra:

Liang telinga: banyak sekret purulen

Analisis: Sekret purulen dan banyak menunjukan bahwa sekret berasal dari liang telinga

tengah karena di liang telinga tengah terdapat sel-sel goblet. Pada otitis media supuratif

kronis bisa didapatkan sekret yang purulen.

Membran timpani: hiperemis

Analisis: Terdapat peradangan yang bersifat akut.

Membran timpani: perforasi marginal

12

Analisis: Perforasi marginal ialah tipe perforasi dimana sebagian tepi perforasi langsung

berhubungan dengan annulus atau sulkus timpanikum. Dengan keadaan pasien seperti ini,

kami dapat menentukan bahwa pasien mengalami OMSK tipe maligna atau bahaya.

Retroaurikuler: hiperemis dan nyeri tekan (+)

Analisis: Merupakan tanda mastoiditis. Kemungkinan OMSK sudah menimbulkan

komplikasi mastoiditis.

Hidung:

Kedua cavum nasi lapang.

Analisis: Tidak terdapat sumbatan pada rongga hidung.

Konka inferior dan media hiperemis dan terdapat sekret purulen kedua rongga hidung

Analisis: Terdapat infeksi yang bersifat akut pada hidung dicurigai sinusitis atau rhinitis,

namun harus ada pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis tersebut.

Tenggorokan: Normal

KGB: Normal

V. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium:

Hasil Nilai Rujukan 4 Interpretasi

Hb 14 gr/dL 14-18 gr/dL Normal

Leukosit 15000 uL 5000 – 10000 uL Meningkat, adanya leukositosis

yang menandakan infeksi

bakteri

Trombosit 250.000 150.000 - 400.000 Normal

LED 20ml/jam <15ml/jam Meningkat, adanya perjalanan

suatu penyakit berupa infeksi

Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang tersedia, dapat disimpulkan pasien menderita otitis

media supuratif kronis yang disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering ialah stafilokok,

Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, serta sejumlah anaerob. Anaerob yang tersering

ialah Bacteroides. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan yaitu pemeriksaan

kultur dan resistensi antibiotika:

1. Kultur bakteri: Pada pasien ini belum diketahui secara pasti penyebab dari infeksi ini.

13

Maka dari itu perlu dilakukan kultur untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.

2. Uji resistensi antibiotika: Pasien sudah melakukan pengobatan yaitu dengan memberikan

antibiotik tetes telinga di telinga yang sakit dan mempunyai riwayat penyakit yang lama

sejak 8 tahun yang lalu. Kami mengkhawatirkan akan adanya resistensi antibiotik

terhadap bakteri penyebab OMSK pada pasien ini. Contoh Pseudomonas aeruginosa

sudah banyak sekali resisten dengan antibiotik dikarenakan bakteri sudah memiliki

enzim-enzim yang dapat melumpuhkan kerja obat dan kapsul untuk menghambat kerja

dari makrofag.

Pemeriksaan Radiologi Mastoid:

Pemeriksaan Kesan Interpretasi

Mastoid

kanan

Pneumatik Normal, pada tulang mastoid memang terdapat udara.

Kesan pneumatik berarti adanya udara di dalam tulang

mastoid.

Mastoid kiri Sklerotik dan

tampak bayangan

sugestif

kolesteatoma

Gambaran sklerotik berarti adanya penebalan tulang, ini

karena bakteri merangsang osteoblas untuk bekerja lebih

aktif. Didapatkan gambaran sugestif kolesteatoma berarti

adanya suatu media yang baik untuk perkembangan

kuman.

Pemeriksaan Audiometri

14

Dari pemeriksaan tersebut dapat di simpulkan bahwa telinga kanan dalam batas yang

normal. Karena baik hantaran udara maupun hantaran tulang masih berada di bawah 25 dB. Dan

juga tidak terdapat gap antara hantaran udara dan tulang, di katakan ada gap bila terdapat

perbedaan lebih dari atau sama dengan 10dB pada hantaran udara dan tulang.

Pada telinga kiri di dapatkan adanya tuli campur dengan derajat ketulian sedang berat.

Tuli campur karena terlihat hantaran tulang lebih dari 25 dB dan hantaran udaranya lebih besar

daripada hantaran tulang serta terdapat gap. Ini menandakan adanya tuli campur. Tuli campur ini

bisa ada dimungkinkan karena perjalanan dari OMSK dimana dapat terjadi komplikasi pada

telinga seperti labirinitis, karena penekanan kolesteatoma pada saraf pendengaran, ataupun

karena pengobatan dengan antibiotika tetes telinga ototoksik selama 8 tahun. Maka dari itu,

anamnesis tambahan, yaitu bertanya tentang obat apa yang digunakan selama 8 tahun ini mutlak

diperlukan untuk membedakan penyebab dari tuli campur pasien. Derajat ketulian dapat di

hitung dengan ambang dengar indeks Fletcher, yaitu memakai grafik hantaran udara. Dengan

rumus : AD 500Hz + AD 1000Hz + AD 2000Hz + AD 4000Hz / 4, bila di hitung akan di

dapatkan ambang dengar : 60+70+70+70/4 = 270/4 = 67,5. Dimasukkan derajat ketulian, pada

ambang dengar 55 – 70 dB, adalah tuli sedang berat.1

VI. Diagnosis Kerja

Diagnosis pada pasien ini ialah Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Maligna Auris

15

Sinistra dengan komplikasi Mastoiditis dan Tuli Campur.1-3, 5

1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pasien. Pasien mengalami infeksi pada telinga

tengah sejak usia 10 tahun dan sudah berjalan kronis. Hal ini didukung dengan penurunan

fungsi pendengaran dan telinga kiri pasien mengeluarkan cairan sejak usia 10 tahun.

Selain itu pasien sering mengobati telinganya sendiri dengan antibiotika tetes yang

menurut dugaan kami dapat menyebabkan gangguan pada saraf di telinga sehingga

terjadi tuli campur.

2. Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien mengalami kurang gizi yang merupakan salah satu

penyebab infeksi ini menjadi kronis selain virulensi bakteri itu sendiri. Sekret yang keluar

adalah purulen sehingga kemungkinan penyebab infeksinya adalah bakteri. Pada

membran timpani terlihat perforasi di bagian marginal (otitis media supuratif kronis tipe

maligna). Daerah retroaurikular kiri hiperemis dan ada nyeri penekanan sugestif adanya

mastoiditis. Pada pemeriksaan hidung didapatkan konka media dan inferior hiperemis

dan rongga hidung berisi cairan purulen kemungkinan pasien menderita rhinitis atau

sinusitis akibat infeksi.

3. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan infeksi ditandai dengan leukositosis dan

peningkatan LED. Leukositosis menunjukkan adanya infeksi yang masih aktif dan LED

menunjukkan terdapat proses yang kronis pada perjalanan penyakitnya.

4. Pada pemeriksaan radiologi terlihat mastoid kiri sklerotik dan tampak bayangan sugestif

kolesteatoma, hal ini memperkuat diagnosis kami otitis media supuratif kronis tipe

maligna dan komplikasi mastoiditis.

5. Pada pemeriksaan audiometri terlihat telinga kiri menderita tuli campur. Hal ini dapat

dilihat dari nilai hantaran udara dan hantaran tulang yang lebih dari 25 dB dan disertai

adanya gap. Dugaan kelompok kami tuli campur akibat dari infeksi kronis pada telinga

tengah dan pengaruh obat-obatan ototoksik yang mungkin dipakai pasien.

VII. Patofisiologi

Pasien diketahui pernah mengalami otore pada telinga yang sama setelah berenang atau

batuk pilek. Hal-hal yang menyebabkan gangguan pada fungsi tuba Eustachius – sebagai

pencegah masuknya mikroba ke telinga tengah - ialah barotrauma (biasanya saat berada di

ketinggian atau di dalam laut) serta adanya infeksi (paling tersering ialah ISPA). Semua itu

16

menyebabkan tekanan tuba menjadi negative. Selanjutnya, membrane timpani retraksi

kebelakang oleh karena tuba makin oklusi.

Saat membrane timpani menjadi hiperemis karena retraksi, didapatkan juga edema

mukosa dan terbentuk eksudat. Pembentukan eksudat yang terakumulasi pada cavum tympani

akan mendorong kembali membrane timpani kedepan sehingga membrane timpani terlihat

menonjol (bulging). Ketika penonjolan ini makin jelas oleh karena tekanan dibelakang

membrane timpani makin besar maka organ ini mudah rupture dan terjadi perforasi.

Karena pengobatan yang tidak adekuat, seperti penggunaan obat tetes mata yang terus

menerus; status gizi pasien yang rendah yang kemudian menyebabkan daya tahan tubuhnya

menurun, serta hygiene lingkungan yang diduga buruk, akan menyebabkan perforasi menetap

dengan secret yang terus mengalir. Jika hal ini bertahan bertahun-tahun, maka pasien akan

mengalami otitis media supuratif kronik.

Karena infeksi yang terus berjalan kronis ini, diduga terjadi perluasan infeksi sampai ke

telinga tengah mengingat membran timpani telah perforasi. Perluasan infeksi ke mastoid

sebenarnya telah terjadi stimulasi osteoblas sehingga tampak mastoid yang sklerotik (tidak ada

pneumatisasi). Selain itu, terjadi juga mastoiditis oleh karena perluasan infeksi tersebut.

Selain itu timbul kolesteatoma. Kolesteatoma ini dapat terbentuk oleh karena masuknya

epitel dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membrane timpani, serta dapat juga

berkembang dari metaplasia akibat dari iritasi infeksi lama. Kolesteatoma ini bersifat destruktif

hingga menyebabkan erosi tulang-tulang pendengaran.

Gangguan pendengaran mungkin diakibatkan penuhnya eksudat pada liang telinga

atau perforasi membrane timpani yang menyebabkan lepasnya tulang-tulang pendengaran. Hal

ini mengakibatkan adanya tuli konduktif. Di samping itu pasien juga memakai obat telinga yang

lama sehingga ada dugaan intoksikasi pada telinga dalamnya.

VIII. Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada kasus ini ialah Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Maligna

Auris Sinistra dengan komplikasi Mastoiditis dan Labirinitis. Pada pasien ini mengalami

komplikasi tuli campur. Selain dugaan kami karena penggunaan obat ototoksik yang lama, tuli

campur juga bisa disebabkan oleh komplikasi otitis media supurtif kronis yang mengenai telinga

dalam tepatnya labirin. Labirinitis bakteri (supuratif) mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi

17

dari rongga telinga tengah melalui fistula tulang labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen

rotundum dan foramen ovale. Infeksi dapat mencapai labirin dengan erosi dari kanalis

semisirkular lateral dengan kolesteatoma atau dengan invasi bakteri melewati round window ke

ruang perilimfe.1

IX. Komplikasi

Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang

menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya

pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien

OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang

virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial

yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan

kolesteatom. Berikut komplikasi yang dapat terjadi pada OMSK: 1, 6

A. Komplikasi ditelinga tengah :

1. Perforasi persisten

2. Erosi tulang pendengaran

3. Paralisis nervus fasial

B. Komplikasi telinga dalam

1. Fistel labirin

2. Labirinitis supuratif

3. Tuli saraf ( sensorineural)

C. Komplikasi ekstradural

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat

1. Meningitis

2. Abses otak

3. Hindrosefalus otitis

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam

lintasan yaitu 1.dari rongga telinga tengah ke selaput otak; 2.menembus selaput otak; 3.masuk ke

jaringan otak.

18

Komplikasi pada Pasien:

Pada pasein ini OMSK sudah menimbulkan komplikasi akibat pengbatan yang tidak adekuat,

dan perjalanan infeksi yang kronis. Komplikasi yang sudah didapatkan pada pasien ini ialah:

1. Komplikasi di telinga tengah

a. Perforasi membrane timpani menetap (persisten)

Perforasi pada pasien ini berasal dari perforasi yang menetap dan diikuti

pengeluaran sekret purulen yang terus menerus atau hilang timbul selama lebih

dari 2 bulan lalu. Pada pasien ini keluhan otore dan nyeri telinga-nya pernah

dialaminya sejak 10 tahun lalu. Perforasi menetap selama lebih dari 2 tahun dan

menyebabkan OMSK terjadi karena daya tahan tubuh pasien yang lemah,

virulensi yang meningkat, atau pengobatan tidak adekuat. Perforasi membrane

timpani disebabkan adanya peradangan. Peradangan menyebabkan edema mukosa

telinga tengah dan terbentuk eksudat purulen di kavum timpani. Banyaknya

eksudat ini menyebabkan tekanan kavum makin meningkat dan membuat tonjolan

pada membrane timpani (bulging). Pada keadaan selanjunya, tekanan yang

meningkat ini membuat nekrosis pada membran timpani dan gampang ruptur dan

akhrinya perforasi. Terjadi perforasi, berarti hilangnya sawar infeksi telinga

tengah.

b. Erosi tulang-tulang pendengaran

Erosi tulang dapat terjadi karena kolesteatoma (terdeteksi pada foto roentgen

mastoid kiri) yang sifatnya destruktif. Timbulnya kolesteatom dapat berasal dari

jaringan dekat perforasi membran timpani atau metaplasi mukosa akibat iritasi

infeksi yang lama. Erosi tulang pendengaran yang buruk dapat menyebabkan

ketulian.

2. Komplikasi di rongga mastoid

a. Mastoiditis

Rongga telinga tengah dan mastoid berhubungan melalui auditus ad antrum.

Infeksi kronis pada telinga tengah biasanya disertai infeksi pada rongga mastoid

(mastoiditis – terlihat adanya tanda radang retroauriculer). Infeksi yang

berlangsung lama ini akan menstimulasi osteoblas pada mastoid hingga terjadi

19

penebalan tulang hingga terbentuk penampakan sklerotik pada roentgen mastoid,

yaitu suatu hambatan udara.

3. Komplikasi di telinga dalam

a. Tuli sensorineural

Pada pasien ini telah terjadi tuli berdasarkan pemeriksaan audiometri, namun

yang didapatkan adalah tuli campur (tuli konduktif bersamaan tuli

saraf/sensorineural). Diduga, terjadi erosi tulang pendengaran serta perforasi

membran timpani (di telinga tengah) yang mempengaruhi derajat pendengarannya

(hantaran udara ke telinga). Sementara untuk tuli sensorineural, diduga pemakaian

jangka lama obat tetes telinga tanpa resep dokter yang menyebabkan intoksikasi

irreversible karena obat bersifat ototoksik. Namun hal ini masih diragukan

mengingat manifestasi vertigo disangkal.

X. Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor faktor

penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan haruslah

dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan

anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang

terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi

obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Selain itu pasien perlu

dikonsulkan kepada dokter spesialis THT.

Pengobatan konservatif:

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpani: Tujuan toilet telinga adalah membuat

lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga

merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang

telinga ( toilet telinga):

Toilet telinga secara kering (dry mopping)

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik

berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh

anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga

20

kering.

Toilet telinga secara basah (syringing)

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan

kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk

membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian

lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat

menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk

antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.

Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)

Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah

metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang

berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi

drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini

dilakukan tanpa. 5, 7

2. Pemberian antiobiotika topikal: Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret

yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak

progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.

Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media

yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan

berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa

bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu. Bubuk

telinga yang digunakan seperti: Acidum boricum dengan atau tanpa iodine, Terramycin, atau

Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg. Antibiotika topikal yang

dapat dipakai pada otitis media kronik adalah:

Polimiksin B atau polimiksin E. Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram

negatif, Pseudomonas, E.coli, Klebsiella, Enterobacter, tetapi resisten terhadap gram

positif, Proteus, B.fragilis, toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.

Neomisin. Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus

aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap

ginjal dan telinga.

Kloramfenikol. Obat ini bersifat bakterisid terhadap Staphylococcus (koagulase positif

21

dan grup A), E. Coli, Proteus, Proteus mirabilis, Klebsiella, Enterobacter,

Pseudomonas.5, 7

3. Pemberian antibiotik sistemik: Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya

berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan

harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu

diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam

nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi

tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Metronidazol mempunyai efek

bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik

(sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu

atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu). 5, 7

Tindakan Pembedahan:

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan

mastoiditis kronis, terutama yang berhubungan dengan pasien ini (OMSK tipe maligna), antara

lain:1

Mastoidektomi radikal: Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom

yang sudah meluas. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik

dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Tidak memperbaiki pendengaran.

Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty):

Dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan

granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki

pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding

posterior liang telinga). Namun teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum

disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma.

Pada pasien ini, kelompok kami sepakat menganjurkan pembedahan dengan cara

timpanoplasti dengan pendekatan ganda karena dapat memperbaiki pendengaran pasien

mengingat pasein masi berumur 18 tahun sehingga memerlukan fungsi pendengaranya.

22

Penatalaksanaan Non-Medikamentosa:

1. Edukasi

Pasien perlu diedukasi untuk menjaga kebersihan lingkungan dan tubuhnya, terutama

kebersihan telinga. Untuk keperluan kebersihan telinga, hanya boleh dilakukan secara

lege artis di klinik. Untuk itu pasien perlu disiplin untuk melaksanakan kontrol hingga

pemulihan optimal. Hygiene lingkungan sekitar tempat tinggal juga perlu ditingkatkan.

Lingkungan yang kotor dan lembap sangat beresiko mengalami infeksi bakteri, virus,

hingga parasit.

Jika operasi telah diputuskan dan dilaksanakan, pasien perlu diberitahu untuk

mengantisipasi hal-hal yang dapat mempengaruhi fungsi pendengarannya, seperti

berenang atau terlibat pada penerbangan pesawat. Ditakutkan jika pasien lalai, maka

fungsi pendengarannya dapat memburuk.

2. Diet

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan antropometri gizi pasien buruk. Maka perlu diberikan diet

tinggi protein dan karbohidrat. Perbaikan gizi pasien nantinya berhubungan dengan

kestabilan daya imunitas terhadap infeksi-infeksi selanjutnya.

XI. Prognosis

ad vitam: dubia ad bonam

Karena pada pasien ini belum mengalami komplikasi sampai ke intrakranial yang pada

nantinya dikhawatirkan mengganggu kualitas hidupnya dengan umurnya yang masih

produktif.

ad sanationam: dubia ad malam

Karena pada pasien ini biasanya etiologi OMSK oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa

yang telah resisten terhadap berbagai antibiotika, sehingga perlu antibiotik dosis tinggi

yang tidak resisten terhadap kuman tersebut. Pada pasien ini jg mengalami gizi yang

buruk, sehingga mudah untuk mengalami kekambuhan. Pasien perlu di perhatikan pula

gizi dan higienitas-nya untuk mencegah rekuren.

ad functionam: dubia ad malam

Karena pada pasien beberapa keadaan serius seperti erosi tulang pendengaran, perforasi

23

persisten dan kemungkinan tuli saraf. Sehingga hal-hal tersebut dapat mengakibatkan

penurunan fungsi pendengaran.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI TELINGA

Telinga secara anatomis bisa dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu: auris externa, auris

media, dan auris interna.

24

Auris Externa:

Auris externa/ telinga luar

Auricula/ Pinna Lapisan tipis tulang rawan elastin yang dilapisi oleh kulit dan

berfungsi menampung gelombang suara untuk disalurkan melalui

meatus acusticus externus ke auris media.

Meatus acusticus externus Saluran berkelok yang menghubungkan auricula dan membran

tympani. Rangka 1/3 lateral meatus acusticus externus

merupakan tulang rawan, sedangkan rangka 2/3 medial

merupakan tulang os.temporale. Bagian organ ini dipersarafi oleh

nervus vagus.

Membran tympani Membran tipis berbentuk circuler dengan diameter kurang lebih

1 cm. Membran ini memisahkan auris externa dan auris media

dan akan bergetar bila terdapat gelombang suara.

Auris Media:Auris media merupakan ruangan berisi udara yang terdapat di dalam pars.petrosus os.temporale. Ruangan ini berisi tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan

stapes) dan berhubungan dengan nasopharynx melalui tuba auditiva eustachii. Tulang-tulang pendengaran berfungsi untuk mentransmisikan getaran dari membran

25

tympani ke cairan perilimf pada auris interna.8

Auris media/ telinga tengah/ cavum tympani

Maleus Tulang pendengaran terbesar. Maleus berbentuk

seperti palu dan mempunyai caput, collum, batang

yang menempel pada permukaan medial membran

tympani.

Incus Incus mempunyai badan yang bulat serta dua

processus: yang panjang berhubungan dengan tulang

pendengaran stapes dan yang pendek dihubungkan

dengan dinding posterior cavum tympani oleh

ligamen.

Stapes Stapes merupakan tulang pendengaran yang melekat

ke jendela oval atau fenestra vestibuli melalui

ligamentum anulare.

Tuba auditiva eustachii Merupakan saluran yang menghubungkan cavum

tympani dengan nasopharynx dan berfungsi untuk

meregulasi tekanan udara luar dengan tekanan udara

yang terdapat di dalam cavum tympani.

Terdapat dua otot yang berfungsi untuk mencegah kerusakan pada membran tympani yang bisa

terjadi saat tulang-tulang pendengaran bergetar secara berlebihan:

M. Tensor tympani: Otot ini masuk ke cavum tympani melalui suatu lubang dekat tuba

esutachii yang terdapat pada dinding anterior dari ruangan telinga tengah. Jika

berkontraksi, otot ini akan menarik membran tympani kedalam sehingga meredamkan

getaran yang terlalu kuat, yang dapat merusak membran tympani.

26

M. Stapedius: Otot ini berinsersio pada leher dari tulang stapes. Jika terjadi getaran yang

kuat pada stapes, otot ini akan berkontraksi sehingga menarik stapes dan menurunkan

intensitas getaranya.

Auris Interna:Auris interna merupakan bagian telinga yang paling medial dan terdiri atas labirin ossea (suatu ruangan yang terbentuk oleh tulang) dan labirin membranosa yang

terdapat didalamnya.8

Auris interna/telinga dalam: cochlea

Jendela oval/ fenestra

vestibule

Membran tipis di pintu masuk cochlea yang memisahkan telinga

tengah dari skala vestibuli.

Skala vestibule Kompartemen di atas ductus cochlearis.

Skala timpani Kompartemen di bawah ductus cochlearis.

Duktus cochlearis/ skala

media

Kompartemen tengah cochlea.

Membran basilaris Membentuk lantai duktus cochlearis.

Organ corti Terletak di bagian atas dan di sepanjang membran basilaris

Membran tektorial Membran stasioner yang tergantung di atas organ corti dimana

terdapat sel-sel rambut reseptor. Sel-sel rambut reseptor

terbenam didalamnya.

Jendela bundar Membran tipis yang memisahkan skala timpani dari telinga

tengah.

Persarafan Telinga:

Persarafan telinga luar bagian auricula dilakukan oleh saraf sensoris kulit dari N.

Auriculotemporalis (N.V) dan ramus auricularis N. X, sedangkan meatus acusticus externus

dipersarafi oleh N. Auriculotemporalis pada bagian ventral dan ramus auricularis N. X pada

bagian dorsal.

Persarafan telinga tengah sama dengan telinga luar dengan tambahan plexus tympanicus, cabang

N. Petrosus minor, dan N. VII (N. Facialis) dan chorda tympani ke dinding lateral dan medial

cavum tympani.

Persarafan telinga dalam diperankan oleh N. Vestibulocochlearis (N. VIII). Saraf ini terdiri dari

27

dua bagian yang berbeda, yaitu nervus vestibularis dan nervus cochlearis, yang berperan untuk

transmisi informasi aferen dari telinga dalam menuju susunan saraf pusat.9

Nervus vestibularis dari utriculus dan sacculus menghantarkan impuls saraf mengenai posisi

kepala, juga menghantarkan impuls dari canalis semicircularis mengenai gerakan kepala. Di

dalam nervus akustikus internus ada ganglion vestibularis yang merupakan serabut-serabut nervi

vestibularis. Serabut-serabut ini memasuki depan batang otak di antara tepi bawah pons dan

bagian atas medulla oblongata. Ketika masuk ke nucleus vestibularis serabut-serabut ini terbagi

menjadi serabut ascendens pendek dan serabut descendens panjang. Beberapa diantaranya

berjalan menuju cerebellum melalui pedunculus cereberallis inferior tanpa melewati nuclei

vestibularis.

Nervus cochlearis memberikan impuls saraf yang berkaitan dengan suara dari organ Corti di

dalam cochlea. Serabut-serabut nervus cochlearis merupakan processus centralis sel-sel saraf di

dalam ganglion spiralis cochlea. Semua masuk dalam permukaan anterior batang otak pada

pinggir bawah pons di sisi lateral. Pada saat memasuki pons serabut-serabut saraf terbagi dua,

satu cabang masuk ke dalam nucleus cochlearis posterior dan cabang yang lain masuk ke dalam

nucleus cochlearis anterior. Nucleus cochlearis anterior dan posterior terletak di permukaan

pedunculus cerebellaris inferior. Nucleus tersebut menerima serabut- serabut aferen dari cochlea

melalui nervus cochlearis. Nuclei cochlearis mengirimkan akson-aksonnya yang berjalan ke

medial melalui pons untuk berakhir di corpus trapezoideum dan nucleus olivarius. Selanjutnya

akson-akson tersebut naik melalui bagian posterior pons dan mesencephalon serta membentuk

28

sebuah tractus yang dikenal sebagai lemniscus lateralis. Beberapa serabut menghantarkan impuls

menuju kelompok kecil sel saraf, yang dikenal sebagai nucleus lemniscus lateralis. Saat

mencapai mesencephalon, serabut-serabut lemniscus lateralis akan berjalan menuju korteks

auditorius hemispherium cerebri melalui radiatio acustica capsula interna. Korteks auditorik

primer (area 41 dan 42 Brodmann) merupakan gyrus temporalis transversus Heschl dan gyrus

temporalis superior.9

Perdarahan Telinga:

Pendarahan telinga adalah sebagai berikut:

Liang telinga atau meatus acusticus externus diperdarahi oleh dua arteri: arteri auricularis

superior dan arteri temporalis superficialis. Kedua arteri ini merupakan cabang dari arteri

carotis communis externa.

Telinga tengah atau cavum tympani diperdarahi oleh dua arteri: arteri stilomastoideus dan

arteri timpanica anterior. Arteri stilomastoideus merupakan cabang dari arteri auricularis

posterior, sedangkan arteri timpanica anterior merupakan cabang dari arteri maxillaris

yang merupakan cabang arteri carotis communis externa.8

II. FISIOLOGI TELINGASetiap bagian telinga mempunyai fungsinya masing-masing. Telinga luar dan tengah berperan dalam proses pendengaran, sedangkan telinga dalam

29

berperan bukan hanya dalam proses pendengaran, tetapi juga dalam keseimbangan.10

Bagian Telinga Nama Bagian Fungsi Keterangan

Telinga luar Auricula Mengumpulkan gelombang

suara

Meatus

auditorius

externus

Meneruskan gelombang

suara ke membran tympani

(gendang telinga)

Telinga dalam Membran

tympani

Bergetar saat gelombang

suara mengenainya,

menghasilkan getaran yang

akan diteruskan sampai

telinga dalam

Malleus,

incus, dan

stapes

Meneruskan getaran dari

membran tympani ke

jendela oval menuju

cochlea

Getaran suara diperkuat

saat dihantarkan dari

malleus ke stapes

Telinga dalam Cochlea Sebagai sensor

pendengaran

Vestibulus Memberikan informasi

keseimbangan statis, yaitu

posisi kepala kita terhadap

gravitasi

Canalis

semicircularis

Memberikan informasi

keseimbangan kinetis,

yaitu pada saat tubuh

bergerak.

Fungsi Pendengaran Telinga (Transmisi Suara):

Bagian cochlearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu sistem tubulus

bergelung yang terletak di dalam tulang temporalis. Di seluruh panjangnya, cochlea dibagi

menjadi 3 kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Ductus cochlearis yang buntu, yang juga

30

dikenal sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah. Kompartemen atas, yakni skala

vestibuli, mengikuti kontur bagian dalam spiral, dan skala timpani, kompartemen bawah,

mengikuti kontur luar spiral. Cairan di dalam ductus cochlearis disebut endolimf. Skala vestibuli

dan skala timpani keduanya mengandung cairan yang sedikit berbeda yaitu perilimf. Daerah di

luar ujung ductus cochlearis tempat cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut

helicotrema. Skala vestibuli disekat dari rongga telinga tengah oleh jendela oval (tempat

melekatnya stapes), sedangkan jendela bundar menyekat skala timpani dari telinga tengah.

Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya

gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat di tekan, tekanan

dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol kedalam:

yang pertama perubahan posisi jendela bundar, dan yang kedua defleksi membrana basilaris.

Perubahan posisi jendela bundar: Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong

perilimf ke depan kompartemen atas, kemudian mengelilingi helitokrema, dan ke

kompartemen bawah. Gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar

ke dalam rongga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika

stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimf

mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur

ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara tetapi hanya menghamburkan tekanan.

Defleksi membrana basilaris: Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang

berkaitan dengan penerimaan suara mengambil “jalan pintas”. Gelombang tekanan di

kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibularis yang tipis, ke dalam

31

duktus cochlearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah,

tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk

bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan

melalui membrana basilaris menyebabkan membrana ini bergerak ke atas dan ke bawah,

atau bergetar, secara sinkron dengan gelombang tekanan. Pada membrana basilaris

terdapat organ Corti yang merupakan organ untuk indera pendengaran yang mengandung

sel-sel rambut untuk reseptor suara. Karena organ Corti menumpang pada mambrana

basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar.

Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam membrana tektorial yang kaku

dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu

membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial. Perubahan

bentuk mekanis rambut yang maju-mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang

mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan

perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian dengan frekuensi

yang sama dengan rangsangan suara semula.10

Fungsi Keseimbangan Telinga:

Selain berperan dalam pendengaran, telinga juga memiliki peran penting dalam

memberikan informasi esensial untuk indra keseimbangan dan untuk mengkoordinasi gerakan-

gerakan kepala dan gerakan-gerakan mata serta postur tubuh yang melibatkan telinga dalam

bagian aparatus vestibularis. Aparatus vestibularis memiliki dua set struktur yaitu kanalis

semisirkularis dan organ otolit (utrikulus dan sakulus). Sensasi keseimbangan dibedakan menjadi

dua yaitu keseimbangan statis dan keseimbangan statokinetik. Keseimbangan statis berperan

dalam mempertahankan posisi tubuh, sedangkan keseimbangan statokinetik berperan dalam

mempertahankan posisi tubuh terhadap terjadinya rotasi.

Keseimbangan statokinetik:

Kanalis semisirkularis merupakan saluran semisirkularis yang tersusun tiga dimensi di

dekat cochlea dan terdiri dari tiga saluran semisirkularis yaitu duktus semisirkularis anterior,

duktus semisirkularis horizontalis, dan duktus semisirkularis posterior. Pada bagian pangkal

kanalis terdapat suatu pembesaran yang disebut ampula, pada ampula terdapat bumbungan

(ridge) yang diatasnya terdapat sel-sel rambut reseptif. Rambut-rambut pada sel rambut

32

vestibularis terdiri dari dua puluh sampai lima puluh stereosilia dan kinosilium. Rambut- rambut

tersebut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa di bagian atas yang disebut kupula yang

menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula. Kupula bergoyang sesuai arah gerakan cairan.

Akselerasi (percepatan) dan deselerasi (perlambatan) selama rotasi kepala ke segala arah

menyebabkan pergerakan endolimf pada salah satu kanalis semisirkularis. Ketika kepala mulai

bergerak, saluran tulang dan bumbungan sel rambut pun ikut bergerak mengikuti arah gerakan

kepala, namun cairan di dalam kanalis yang tidak melekat ke tengkorak mula-mula tidak ikut

bergerak, tetapi tertinggal di belakang karena adanya inersia (kelembaman). Ketika kepala mulai

rotasi, endolimf yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada dasarnya bergeser ke arah

berlawanan dengan arah gerakan kepala. Gerakan cairan ini menyebabkan kupula condong ke

arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala, sehingga menyebabkan rambut-rambut di

dalamnya membengkok. Apabila gerakan kepala berlangsung dengan arah dan kecepatan yang

sama, endolimf akan mengikuti dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut

kembali ke posisi tegak. Ketika kepala melambat dan berhenti, endolimfe bergerak searah

dengan rotasi kepala yang menyebabkan kupula dan rambut-rambut membengkok berlawanan

dengan arah membengkok saat akselerasi. Ketika endolimfe mulai berhenti, rambut-rambut

kembali pada posisi tegak. Dengan demikian, kanalis semisirkularis memiliki kemampuan untuk

mendeteksi akselerasi (percepatan) atau deselerasi (perlambatan) rotasional dalam segala arah

sehingga kanalis semisirkularis berperan dalam keseimbangan statokinetik , akan tetapi kanalis

semisirkularis hanya merespon jika kepala dalam keadaan bergerak.

Keseimbangan statis:

33

Organ otilit yang terdiri dari utrikulus dan sakulus, merupakan struktur aparatus

vestibularis yang berperan dalam memberikan informasi mengenai posisi kepala terhadap

gravitasi dan mendeteksi perubahan dalam kecepatan gerak linier (bergerak dalam garis lurus).

Utrikulus dan sakulus merupakan struktur kantung yang terletak di antara kanalis semisirkularis

dan cochlea. Pada utrikulus dan sakulus juga terdapat sel-sel rambut di lengkapi rambut-

rambutnya yang menonjol ke dalam suatu lembar gelatinosa di atasnya, yang gerakannya

menyebabkan perubahan posisi rambut-rambut dan menyebabkan perubahan potensial di sel

rambut. Pada lapisan gelatinosa banyak terdapat krista halus kalium karbonat. Ketika seseorang

berada pada posisi tegak, rambut-rambut pada utrikulus berorientasi secara vertikal dan rambut-

rambut pada sakulus berjajar secara horizontal. Dengan demikian, utrikulus dan sakulus

memiliki kemampuan dalam mendeteksi perubahan posisi dalam kecepatan gerakan linier

(berdiri pada garis lurus), sehingga keduanya berperan dalam mempertahankan keseimbangan

posisi tubuh yaitu keseimbangan statis.

Sel-sel rambut pada aparatus vestibularis berorientasi sehingga sel rambut mengalami

depolarisasi ketika stereosilia membengkok ke arah kinosilium dan sebaliknya mengalami

hiperpolarisasi jika terjadi pembengkokan ke arah berlawanan. Sel-sel rambut akan membentuk

sinap zat perantara kimiawi dengan ujung-ujung terminal neuron aferen yang akson-aksonnya

menyatu dengan akson struktur vestibularis lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini

akan bersatu dengan saraf auditorium dari cochlea untuk membentuk saraf vestibulocochlearis.

Sinyal-sinyal yang berasal dari komponen aparatus vestibularis yaitu kanalis semisirkularis,

utrikulus, dan sakulus dibawa melalui saraf vestibulocochlearis ke nukleus vestibularis,

34

merupakan kelompok badan saraf yang terdapat pada batang otak menuju lobus temporalis

superior yang berhubungan erat dengan daerah pendengaran dan serebelum sebagai pusat

keseimbangan, di sini informasi akan digabungkan dengan masukan dari reseptor pada kulit,

mata, otot untuk mempertahankan kesimbangan dan postur yang diinginkan, mengontrol otot

mata eksternal sehingga mata tetap terfiksasi ke titik yang sama walaupun kepala bergerak dan

mempresepsikan gerakan dan orientasi.10

III. PEMERIKSAAN PENDENGARAN DENGAN AUDIOMETER

Audiometer merupakan alat yang dapat membangkitkan gelombang suara berfrekuensi

20 – 20,000 Hz. Gelombang suara yang dihasilkan akan ditransmisikan melalui headset /

earphone ke telinga pendengar dan melalui bone conductor ke os.mastoid pendengar. Earphone

digunakkan untuk mengukur hantaran udara, sedangkan bone conductor digunakkan untuk

mengukur hantaran tulang. Taraf intensitas dan frekuensi suara dapat diatur dengan menekan

beberapa tombol yang terdapat pada alat audiometer. Jika orang yang diperiksa dapat mendengar

suara (yang diperiksa hanya satu telinga), maka dia diminta untuk menekan patient response

button yang juga dihubungkan dengan alat audiometer. Setiap pasien mendengar suara (pada

frekuensi tertentu) maka harus dicatat oleh pemeriksa dengan simbol-simbol tertentu (berbeda

untuk setiap telinga dan setiap hantaran) pada sebuah tabel yang disebut audiogram. Simbol O

digunakan untuk telinga kanan, sedangkan simbol X digunakan untuk telinga kiri. Setelah

pencatatan maka setiap simbol dihubungkan untuk mendapatkan sebuah grafik. Grafik hantaran

udara dihubungkan oleh garis tidak terputus, sedangkan grafik hantaran tulang dihubungkan oleh

garis yang putus-putus.11

Grafik audiogram merupakan tabel dengan sumbu X frekuensi dalam satuan Hz dan

sumbu Y taraf intensitas ambang pendengaran dengan satuan dB. Gambaran hasil audiogram

normal adalah mempunyai ciri-ciri: 1. Hantaran udara (AC) dan hantaran tulang (BC) berimpit;

2. AC dan BC normal yaitu terdapat pada 0 – 25 dB; 3. Kadang hantaran tulang sedikit dibawah

hantaran udara.

35

Taraf intensitas ambang pendengaran digunakan untuk menentukan derajat ketulian dimana

hanya ambang dengar untuk hantaran udara saja yang dihitung. Untuk menghitung derajat

ketulian digunakan indeks Fletcher yaitu derajat ketulian = .

Derajat ketulian berdasarkan taraf intensitas ambang dengar adalah sebagai berikut:

- 0 – 25 dB: normal

- 26 – 40 dB: tuli ringan

- 41 – 55 dB: tuli sedang

- 56 – 70 dB: tuli sedang berat

- 71 – 90 dB: tuli berat

- > 90 dB: tuli sangat berat

IV. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Otitis media kronik seringkali disertai mastoiditis kronik. Ini dikarenakan telinga tengah

berhubungan dengan mastoid. Kedua peradangan ini dapat dianggap aktif maupun inaktif. Aktif

merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga atau otore akibat perubahan

36

patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk pada sekuele dari

infeksi aktif, tanpa otore.

Pasien seringkali mengeluh adanya gangguan pendengaran. Mungkin terdapat vertigo,

tinnitus, atau rasa penuh pada telinga. Biasanya ada perforasi membrana timpani yang kering.

Perubahan lain dapat ditemukan adanya timpanosklerotik (yaitu berupa bercak-bercak putih pada

membrana timpani).1, 6, 12

Tanda dan Gejala:

1. Otore. Otitis media kronik yang aktif ditandai adanya otore. Umumnya otore bersifat

purulen (kental, putih) atau mukoid (encer). Sekret yang mukoid dihasilkan oleh aktivitas

kelenjar di telinga tengah dan mastoid. Sekret yang bau berwarna kuning abu-abu yang

kotor berarti adanya kolesteatoma dan produk degenerasi. Pada pemeriksaan

bakteriologis, stafilokok, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, serta sejumlah

anaerob selalu ditemukan pada sekret. Anaerob yang paling tersering ialah Bacteroides.

2. Adanya gangguan pendengaran, yang biasanya konduktif atau pun campuran.

Gangguan pendengaran biasanya ringan karena tempat yang sakit mau pun kolesteatoma

dapat menghantarkan bunyi hingga ke jendela oval.

3. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan aliran sekret,

terpaparnya dura mater atau dinding sinus lateralis, atau adanya ancaman timbulnya abses

otak.

4. Vertigo menandakan adanya keseriusan lainnya. Ditandai dengan suatu fistula, berarti

ada erosi pada labirin tulang sering kali pada kanalis semisirkularis horisontalis. Fistula

merupakan tanda serius karena infeksi dapat berlanjut ke telinga dalam. Maka, uji fistula

perlu dilakukan untuk semua pasien otitis media kronik dengan riwayat vertigo. Uji

memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani dan dengan

demikian dapat diteruskan ke rongga telinga tengah. Namun uji fistula kadang ada sekali

pun tanpa vertigo. Sebaliknya, uji fistula yang negatif tidak menyingkirkan adanya

vertigo.

5. Perforasi membran timpani. Perforasi membran timpani dapat bersifat sentral,

marginal, atau atik. Jika perforasi marginal atau atik, maka kolesteatoma perlu dicurigai.

Klasifikasi:

37

Otitis media kronik dibagi dua jenis yaitu pertama tipe aman/mukosa/benigna, dimana

peradangan hanya pada mukosa saja dan tidak pada tulang. Perforasi di sentral dan jarang

menimbulkan komplikasi berbahaya. Pada tipe ini tidak ditemuka kolesteatoma. Tipe kedua ialah

tipe bahaya/tulang/maligna, dimana disertai kolesteatoma. Perforasinya marginal atau di

atik/attic, dan merupakan tanda khas untuk mendiagnosa. Komplikasi yang mengancam biasanya

berbahaya. Untuk itu diperlukan diagnosa dini. Pada kasus lanjutan, dapat terlihat abses atau

fistel retroaurikuler (di belakang telinga), polip, dan jarigan granulasi di liang telinga luar yang

berasal dari telinga tengah. Sekret biasanya nanah dan berbau aroma khas kolesteatoma. Pada

foto rontgen mastoid terlihat bayangan kolesteatoma.1, 6, 12

Patologi:

1. Kolesteatoma merupakan kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Deskuamasi terbentuk lalu menumpuk sehingga bertambah besar. Kolesteatoma dapat

terjadi oleh karena adanya epitel kulit yang terperangkap. Seluruh epitel kulit pada tubuh

selalu terpapa dengan dunia luar. Jika terdapat serumen padat di liang telinga dalam

waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan

terperangkap dan membentuk kolesteatoma. Kolesteatoma merupakan media yang baik

untuk pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering ialah Proteus dan Pseudomonas

aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respon imun lokal yang mengakibatkan

produksi mediator dan sitokin. Sitokin-sitokin yang diketahui terdapat pada matriks

kolesteatoma adalah IL-1, IL-6, TNF-alfa, dan TGF. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-

sel keratinosit matriks kolesteatoma. Massa kolesteatoma ini akan menekan dan

mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya

nekrosis tulang diperhebat oleh karena adanya reaksi asam oleh pembusukan bakteri.

Proses nekrosis ini mempermudah timbulnya komplikasi, seperti labirintis, meningitis,

dan abses otak.

2. Granulasi. Perubahan patologis lain yang tampak adalah jaringan granulasi yang dapat

menyebabkan destruksi tulang. Jaringan ini dapat matur atau hanya fibrosa. Sejenis

jaringan granulasi khusus disebut granuloma kolesterol, dijumpai celah-celah kolesterin

dalam suatu palung jaringan granulasi dengan sel-sel raksasa yang tersebar. Kelainan ini

dapat diatasi dengan pembedahan berupa mastoidektomi.

38

Diagnosis:

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan

otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya

gangguan pendengaran. Untuk menentuka derajat dan jenis gangguan dapat dilakukan dengan

audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA

(brainstem evoked response audiometry) bagi pasien yang kurang koperatif.

Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen, biasanya mengungkapkan mastoid yang

tampak sklerotik, lebih kecil, serta pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan dengan mastoid

satunya yang normal. Erosi tulang terutama pada daerah attic memberi kesan kolesteatoma.

Pada pemeriksaan bakteriologis (dengan kultur, biasanya sekaligus dengan uji resistensi)

biasanya ditemukan stafilokok, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, serta sejumlah

anaerob pada sekret. Anaerob yang tersering ialah Bacteroides.1, 6, 12

Penatalaksanaan:

1. Terapi konservatif

Dokter harus mengedukasikan bahwa pasien perlu menjaga telinganya agar tetap kering.

Untuk hygienitas telinga dapat dibersihkan dengan hidrogen peroksida atau alkohol

dengan menggunakan aplikator kawat yang berujung kapas untuk mengangkat jaringan

yang sakit dan supurasi yang tak berhasil keluar.

2. Pembedahan

Jika direncanakan pembedahan, maka pemberian antibiotika sistemik beberapa minggu

sebelum operasi dapat mengurangi atau menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki

hasil pembedahan. Pembedahan bertujuan membasmi infeksi dan mendapatkan telinga

yang kering dan aman melalui prosedur timpanoplasti dan mastoidektomi. Tujuan utama

dari pembedahan adalah menghilangkan penyakit dan hal ini tercapai bila terjadi

kesembuhan. Tujuan mastoidektomi adalah menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan

telinga kering, dan aman; sedangkan tujuan timpanoplasti ialah menyelamatkan dan

memulihkan pendengaran, dan cangkok membrana timpani dan rekonstruksi telinga

tengah. Tujuan sekunder ialah mempertahankan atau memperbaiki pendengaran

(timpanoplasti) jika mungkin. Jika otitis media dan mastoiditis nya serius, dan adanya

ancaman komplikasi atau telah terjadi komplikasi maka dapat dilakukan tindakan

39

pembedahan mastoid pada usia berapapun. Secara umum timpanoplasti lebih jarang

dilakukan pada anak dibawah usia lima tahun. Hal ini karena tingginya insidens infeksi

telinga dan juga fungsi tuba Eustachius yang masih belum memadai.1, 6, 12

Jenis Tatalaksana Pembedahan:

Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung luasnya infeksi atau kolesteatoma, sarana,

serta pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau luas kerusakan, kadang-kadang

dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya.

1. Mastoidektomi radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah

meluas. Rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan. Dinding pembatas liang telinga

luar dan tengah dengan rongga mastoid dihancurkan sehingga daerah-daerah tersebut jadi

suatu ruangan. Pada bedah jenis ini, tidak memperbaiki fungsi pendengaran, hanya

membuang jaringan patologik dan cegah komplikasi intrakranial. Modifikasi operasi ini

dengan memasang graft pada rongga operasi. Namun pasien akan mengalami cacat

anatomi karena meatus-nya lebih lebar.

2. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)

Dilakukan jika kolesteatoma-nya pada atik membran timpani tetapi belum merusak

kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga

direndahkan. Tujuannya untuk membuang semua jaringan patologik dan

mempertahankan pendengaran yang masih ada.

3. Miringoplasti

Merupakan jenis timpanoplasti ringan. Dikenal dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi

hanya pada membran timpani. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman dan tenang

dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi. Tujuannya untuk

mencegah infeksi.

4. Timpanoplasti

Biasanya dikerjakan pada otitis media kronik tipe aman dengan kerusakan yang berat

atau tipe aman yang tidak bisa dengan pengobatan medikamentosa. Tujuannya ialah

menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran. Operasi ini dilakukan

rekonstruksi membran timpani serta tulang pendengaran. Berdasarkan rekonstruksi tulang

40

pendengaran makan dikenal dengan timpanoplasti tipe II, III, IV dan V. Sebelum

rekonstruksi dikerjakan dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa

mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Biasanya dilakukan dua tahap

dengan jarak waktu 6 bulan hingga setahun.

5. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)

Dikerjakan pada kasus otitis media kronik tipe bahaya atau tipe aman dengan jaringan

granulasi luas. Tujuannya untuk menyembuhkan dan memperbaiki pendengaran tanpa

mastoidektomi radikal. Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum

timpani dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan

rongga mastoid degan timpanotomi posterior.1, 6, 12

V. MASTOIDITIS

Mastoiditis adalah proses inflamasi dari rongga sel mastoid atau inflamasi posterior

processus os.temporale.

Mastoiditis akut, juga dikenal sebagai mastoiditis klasik, merupakan komplikasi yang

jarang dari otitis media akut (OMA). Pengobatan antibiotik dari otitis media akut diyakini telah

menurunkan insiden dari mastoiditis akut. Mastoiditis kronis, yang lebih laten dan kadang-

kadang merupakan silent version dari mastoiditis, yang paling sering dikaitkan dengan otitis

media supuratif kronis atau dengan formasi kolesteatoma.13

Etiologi:

Distribusi organisme penyebab pada mastoiditis akut berbeda dari organisme penyebab

pada otitis media akut. Sebagai contoh, Haemophilus influenzae, penyebab umum dari otitis

media, lebih jarang terisolasi di mastoiditis. Organisme gram-negatif ditemukan sebagai

penyebab terbanyak dari mastoiditis. Pseudomonas dan Staphylococcus aureus lebih sering

terisolasi dalam kasus-kasus mastoiditis kronis. Organisme penyebab mastoiditis yang

dilaporkan adalah sebagai berikut:

Streptococcus pneumonia: patogen yang paling sering terisolasi pada mastoiditis akut,

prevalensi sekitar 25%

Streptococcus beta-haemoliticus Group-A

Staphylococcus aureus

Streptococcus pyogenes

41

Moraxella catarrhalis

Haemophilus influenzae

Pseudomonas aeruginosa

Spesies Mycobacterium

Aspergillus fumigatus dan jamur lainnya

Nocardia asteroids: laporan kasus terbaru

Patofisiologi:

Pneumatisasi tulang mastoid dimulai segera setelah lahir dan selesai oleh sekitar usia 10

tahun. Sel-sel udara dilapisi dengan epitel pernapasan. Ketika infeksi menyebar ke daerah ini,

terjadi penyumbatan antrum oleh inflamasi mukosa dan cairan mukopurulen. Ini menyebabkan

sel meningkatkan tekanan udara dan terjadi inisiasi demineralisasi dinding sel. Keadaan seperti

ini berpotensial untuk terjadi pembentukan abses dan memungkinkan perluasan ke struktur di

sekitarnya yaitu fossa cranial posterior, fossa telinga tengah, canal nervus facialis, sinus sigmoid,

sinus lateralis, dan ujung petrosa dari tulang temporal.13

Manifestasi Klinis:

Adanya otitis media akut berulang, nyeri pada telinga (otalgia), adanya gangguan pada

pendengaran, dan nyeri pada daerah mastoid merupakan manifestasi klinis mastoiditis. Pada

bayi, termasuk riwayat spesifik yang konsisten dengan infeksi seperti makan yang buruk,

demam, iritabilitas, atau diare. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya demam yang berulang

atau persisten, membran timpani yang eritematosa dan menggembung, ditemukan juga adanya

eritema, bengkak, atau nyeri di daerah mastoid serta adanya tonjolan atau perpindahan dari daun

telinga.13

Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan laboratorium untuk mastoiditis meliputi:

Hematologi lengkap dengan differensial count

Kultur darah

Mirongitomi/ timpanocentesis: dilakukan untuk menggambil sampel cairan untuk kultur

serta pewarnaan Gram.

42

Jika membran timpani spontan pecah, cairan dari telinga tengah juga harus dikirim untuk

kultur dan pewarnaan Gram.

Studi pencitraan pada mastoiditis:

Radiografi polos: mungkin menunjukkan kekeruhan meningkat di wilayah mastoid.

Radiografi bukanlah studi yang dapat diandalkan untuk evaluasi mastoiditis.

CT scan: dapat menunjukkan pengumpulan cairan di telinga tengah dan daerah mastoid,

formasi abses, atau demineralisasi dari trabekula mastoid. Beberapa berpendapat bahwa

semua kasus yang dicurigai mastoiditis perlu dievaluasi dengan CT scan. CT scan

dianggap sebagai pemeriksaan yang dapat diandalkan pada mastoiditis dengan

sensitivitas yang berkisar 87-100%.

MRI: mungkin berguna untuk evaluasi rinci dari jaringan lunak yang berdekatan, struktur

vaskular, ekstra-aksial koleksi cairan, diferensiasi tumor, dan proses inflamasi.

Penatalaksanaan:

Pemeriksaan laboratorium dan evaluasi radiologis untuk konfirmasi diagnosis, evaluasi

tingkat penyakit, dan untuk identifikasi organisme penyebab.

Dalam kasus mastoiditis akut, pasien harus dirawat di rumah sakit.

Antibiotik intravena diindikasikan untuk 24-48 jam.

Konsultasi:

Konsultasi THT sangat penting untuk evaluasi lebih lanjut dan untuk melakukan

intervensi bedah jika perlu.

Konsultasi penyakit menular harus dipertimbangkan dalam kasus dimana patogen

penyebab jarang, jika pasien tidak responsif terhadap pengobatan standar, atau

mastoiditis kronis.

Follow-up:

Perawatan inap lanjut:

Miringotomi dengan penyisipan tabung timpanostomi dapat dilakukan.

43

Mastoidektomi untuk penyakit seperti osteitis mastoid, ekstensi intrakranial,

pembentukan abses, ketika kolesteatoma terlibat, atau jika terjadi sedikit perbaikan

setelah 24-48 jam antibiotik intravena.

Perawatan rawat jalan:

Dua minggu antibiotik oral dengan spektrum yang sama setelah penghentian antibiotik

intravena.

Pasien harus dimonitoring dan dinilai fungsi pendengarannya dengan audiogram yang

dilakukan oleh spesialis THT>

Komplikasi:

Komplikasi dari mastoiditis adalah sebagai berikut:

Gangguan pendengaran

Kelumpuhan N. VII

Osteomielitis

Petrositis

Mastoiditis dengan abses subperiosteal

Labirinitis

Sindrom Gradenigo: Otitis media, rasa sakit retro-orbital, dan lumpuh nervus abducens

Intrakranial ekstensi: Meningitis, abses otak, abses epidural, subdural empiema

Trombosis sinus sigmoid

BAB V

KESIMPULAN

Pada pasien ini, melihat dari keluhan yaitu sakit pada telinga kiri juga keluar cairan dan

demam tinggi serta sudah mengalami penyakit ini semenjak umur sepuluh tahun, kelompok kami

menyimpulkan diagnosis kerja pada pasien ini adalah OMSK tipe bahaya. Pada pemeriksaan

fisik didukung dengan terlihatnya perforasi pada membran timpani yang terletak di daerah

marginal serta adanya kolesteoma menandakan OMSK tipe bahaya. Pada pemeriksaan

penunjang audiometri pada telinga kiri pasien di simpulkan bahwa pasien menderita tuli campur

yang menyebabkan pendengarannya sangat terganggu.

44

Penatalaksanaan pada pasien ini kami menyarankan agar pasien dilakukan pembedahan

di samping dengan pengobatan. Pembedahan yang kami anjurkan adalah timpanoplasti dengan

pendekatan ganda (combined approach tympanoplasty), kami memilih pembedahan ini dengan

alasan pasien masih sangat muda dimana timpanoplasti dengan pendekatan ganda bertujuan

menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik

mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan diding posterior liang telinga). Perlu diedukasi

kepada pasein bahwa penyakitnya bisa kambuh sehingga dia harus menjaga kebersihan dan

gizinya.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Djafaar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. In: Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD; editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok

kepala dan leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p.70-4.

2. Naumann HH, Martin F, Scherer H, Schorn K. Differential diagnosis in

otorhinolaryngology: symptoms, syndrome, and interdisciplinary issues. Stuttgart:

Thieme; 1993. p.1-27.

45

3. Manjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W; editors. Kapita Selekta

Kedokteran. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2009.

4. Jackson M, Jackson L. Seri panduan praktis: keperawatan klinis. Jakarta: Penerbit

Erlangga; 2011. p.12, 167.

5. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview. Accessed 27 September 2011.

6. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. In: Adams

GL, Boies LR, Higler PH, Wijaya C (terj). Boies buku ajar penyakit THT. 6th ed. Jakarta:

EGC; 1997. p.113-6.

7. Wassem M. Otitis Media, Medication. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/994656-medication#showall. Accessed 27

September 2011.

8. Moore KL, Agur AMR. Anatomi klinis dasar. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC;

2002.

9. Snell RS. Neuroanatomi Klinik. 5th ed. Jakarta: EGC; 2006.

10. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2007.

11. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran dan kelainan telinga. In:

Soepardi EA, Iskandar N, Basshiruddin J, Restuti RD; editors. Buku Ajar THT Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2007.

12. Yates PD, Anari S. Otitis Media. In: Lalwani AK, editor. Current Diagnosis and

Treatment: Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd ed. New York: McGraw-Hill

Medical; 2008. p.660-665.

13. Chase, Karin S. Mastoiditis in Emergency Medicine: Clinical Presentation. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/784176-clinical#showall Accessed: September 28,

2011.

46