128906282 laporan kasus morbus hansen doc

20
LAPORAN KASUS DERMATO-VENEREOLOGI MORBUS HANSEN OLEH : LANIRA ZARIMA N. (H1A 008 038) PEMBIMBING : dr. Yunita Hapsari, M.Sc, Sp.KK 1

Upload: koidana

Post on 13-Dec-2014

410 views

Category:

Documents


85 download

TRANSCRIPT

Page 1: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

LAPORAN KASUS DERMATO-VENEREOLOGI

MORBUS HANSEN

OLEH :

LANIRA ZARIMA N.

(H1A 008 038)

PEMBIMBING :

dr. Yunita Hapsari, M.Sc, Sp.KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

TAHUN 2013

1

Page 2: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

MORBUS HANSEN/ LEPRA/ KUSTA

Laporan Kasus

Lanira Zarima N.

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram – Rumah Sakit Umum Provinsi NTB

I. PENDAHULUAN

Penyakit Kusta atau dikenal juga dengan nama Lepra dan Morbus Hansen merupakan

penyakit granulomatosa kronik yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. M.

leprae ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, bakteri ini berukuran 3-8

µm x 0,2-0,5 µm, bersifat tahan asam, berbentuk batang, tidak bergerak dan berspora, serta

merupakan bakteri Gram positif. M. leprae dapat menyerang saraf perifer, kulit, mukosa

saluran napas bagian atas, serta jaringan tubuh lainnya, kecuali sistem saraf pusat. Cara

penularannya belum diketahui dengan pasti, tetapi hanya berdasarkan anggapan klasik, yaitu

melalui kontak langsung antarkulit yang lama dan erat serta secara inhalasi droplet.1,2

Pada tahun 1991, World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta

sebagai problem kesehatan masyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan prevalensi kusta

menjadi di bawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di Indonesia, hal ini dikenal dengan istilah

Eliminasi Kusta Tahun 2000 (EKT 2000).1

Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun tajam

di sebagian besar negara atau wilayah endemis. Namun, saat ini Indonesia masih merupakan

salah satu negara penyumbang penyakit kusta terbesar di dunia. Pada tahun 2006, WHO

mencatat penderita baru di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah India dan

Brazil, yaitu sebanyak 19.695 orang. Sedangkan kasus kusta yang tercatat akhir tahun 2008

adalah 22.359 orang dengan kasus baru sebanyak 16.668 orang. Distribusi tidak merata, yang

tertinggi ada di Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per

10.000 penduduk adalah 0,73.1,3

Kusta merupakan penyakit yang ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi,

dan deformitas. Hal ini terjadi akibat kerusakan saraf besar yang irreversibel di wajah dan

ekstremitas, motorik dan sensorik, adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah

anestetik, serta terjadinya paralisis dan atrofi otot. Penderita kusta bukan hanya menderita

karena penyakitnya, tetapi juga karena dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya.1

2

Page 3: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis,

histopatologis, dan serologis. Bentuk gejala klinis bergantung pada sistem imunitas seluler

penderita. Bila sistem imun seluler baik, maka akan tampak gambaran klinis ke arah

tuberkuloid. Sebaliknya, apabila sistem imun seluler buruk, maka akan memberikan

gambaran lepromatosa.1

Pasien lepra adalah seseorang dengan lesi pada kulit berupa patch yang terasa baal.

Patch pada lepra umumnya diawali dengan bercak putih (hipopigmentasi) atau eritema, datar

atau meninggi, tidak gatal dan nyeri, serta dapat muncul di mana saja di seluruh bagian tubuh.

Pasien kemudian akan mengalami gangguan sensibilitas terhadap rangsang raba, nyeri,

maupun suhu (panas dan dingin) pada lesi kulit yang dicurigai tersebut. Pemeriksaan saraf

tepi juga perlu dilakukan pada saraf yang berjalan di dekat permukaan kulit, terutama nervus

ulnaris dan peroneal communis. Pada pemeriksaan saraf harus dibandingkan kiri dan kanan

dalam hal ukuran, bentuk, tekstur dan kekenyalannya.4

Diagnosis dini dan terapi yang tepat adalah kunci keberhasilan untuk mengendalikan

penyakit infeksi ini. Tujuan utama terapi adalah memutuskan mata rantai penularan untuk

menurunkan insidensi penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah

timbulnya penyakit. Regimen pengobatan yang dapat diberikan sebagai antikusta adalah

multidrug therapy (MDT).4

Berikut ini dilaporkan satu kasus Morbus Hansen. Pembahasan menekankan pada

penegakkan diagnosis pada pasien kusta.

II. LAPORAN KASUS

Tn. F berusia 24 tahun bertempat tinggal di Pejeruk, Ampenan datang ke Poli Kulit

dan Kelamin RSUP NTB pada tanggal 09 Februari 2013 dengan keluhan muncul bercak-

bercak kemerahan yang terasa baal pada seluruh tubuh. Keluhan dirasakan sejak + 6 bulan

yang lalu.

Bercak kemerahan muncul pertama kali pada bagian perut, yang kemudian menyebar

ke dada, punggung, lengan atas kiri dan kanan, sampai akhirnya muncul di bagian wajah.

Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa gatal ataupun nyeri pada bercak-bercak kemerahan

tersebut. Sebagian dari bercak-bercak kemerahan tersebut lama-kelamaan bagian tepinya

mulai memutih tanpa diberikan pengobatan apapun. Pasien juga mengatakan jari tengah serta

jari manis tangan kanan membengkak. Keluhan demam sebelumnya, alis dan bulu mata

rontok disangkal oleh pasien.

3

Page 4: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien menyangkal

adanya riwayat alergi, baik pada makanan ataupun obat-obatan. Riwayat keluarga dengan

keluhan serupa disangkal oleh pasien. Tetangga di sekitar rumah pasien, rekan kerja, ataupun

teman kuliah tidak ada yang mengalami hal serupa. Pasien sebelumnya tidak pernah berobat

ke mana pun untuk mengatasi keluhannya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik dan kesadaran compos

mentis. Pada pemeriksaan status dermatologis didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Regio Punggung : tampak plak eritema multipel yang anestesi dengan tepi yang

hipopigmentasi, tidak ditemukan adanya infiltrat.

2. Regio Thorako-Abdomen : tampak plak eritema multipel yang anestesi dengan tepi

yang hipopigmentasi, tidak ditemukan adanya infiltrat. Lesi punched-out (+).

3. Regio Brachii Dextra et Sinistra : tampak plak eritema multipel yang anestesi dengan

tepi yang hipopigmentasi, tidak ditemukan adanya infiltrat.

4

Page 5: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

4. Regio Dorsum Manus Dektra et Sinistra : tampak patch hipopigmentasi pada bagian

proksimal digitalis 2,3,4 manus sinistra, tanpa adanya infiltrat. Pada bagian proksimal

digitalis 3,4 manus dextra tampak patch eritema, disertai dengan edema tetapi tidak

terasa nyeri.

5. Regio Fasial : tampak plak eritema multipel yang anestesi dengan infiltrat, facies

leonina (-). Pada telinga kanan dan kiri tidak tampak adanya penebalan daun telinga.

Madarosis dan alopesia pada alis dan bulu mata (-).

5

Page 6: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

Pada pemeriksaan anastesi terhadap rasa nyeri pada tempat lesi ditemukan positif

daripada kulit normal. Pada pemeriksaan anastesi terhadap rasa raba pada tempat lesi,

ditemukan positif daripada kulit normal.

Pada pemeriksaan N. fasialis tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan N.

auricularis magnus dekstra et sinistra, N. ulnaris dekstra et sinistra, dan N. peroneus

communis dekstra et sinistra tidak mengalami pembesaran.

Pada pemeriksaan sensibilitas yang dilakukan pada kedua telapak tangan ditemukan

sensibilitas pada tangan kanan mengalami gangguan (terjadi anestesi), dan pada tangan kiri

tidak mengalami gangguan. Sedangkan pemeriksaan sensibilitas pada kedua telapak kaki

ditemukan sensibilitas pada kaki kanan maupun kiri tidak mengalami gangguan. Pada

pemeriksaan kekuatan otot dari keempat ekstremitas dalam batas normal.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas, didapatkan diagnosis banding

sebagai berikut :

1. Morbus Hansen Tipe BB (Kusta Multibasilar) dengan Cacat Tingkat 1 Pada Tangan

dan Tanpa Reaksi.

2. Tinea Korporis

3. Granuloma Annulare

4. Psoriasis

5. Pitiriasis Rosea

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil sebagai berikut :

♣ Darah Lengkap

~ Hb : 16,5 g/dL

~ Hct : 48,2 %

~ RBC : 5,81 x 106/uL

~ WBC : 7,74 x 103/uL

~ PLT : 224 x 103/uL

~ GDS : 86 mg%

♣ LFT

~ SGOT : 20 U/L

~ SGPT : 18 U/L

♣ RFT

~ Ureum : 22 mg%

~ Kreatinin : 0,9 mg%

♣ Pemeriksaan BTA

Pengambilan sampel dilakukan pada kedua cuping telinga dan 2 buah lesi yang paling

aktif. Pada pemeriksaan didapatkan hasil bahwa tidak ditemukan kuman BTA.

6

Page 7: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

Walaupun hasil pemeriksaan bakterioskopis dinyatakan BTA (-), namun berdasarkan

hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat diambil kesimpulan bahwa diagnosis akhir pada

pasien ini adalah Morbus Hansen Tipe BB (Kusta Multibasilar) dengan Cacat Tingkat 1 Pada

Tangan dan Tanpa Reaksi.

Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah pemberian MDT untuk Kusta Multibasilar

di Puskesmas. MDT MH MB terdiri dari Rifampisin 600 mg setiap bulan yang diminum di

depan petugas kesehatan, DDS 100 mg diminum setiap hari, dan Klofazimin 300 mg setiap

bulan yang diminum di depan petugas kesehatan dan kemudian dilanjutkan dengan 50

mg/hari diminum di rumah. Beberapa saran yang perlu diberikan oleh pasien ini adalah :

~ Pengobatan penyakit kusta ini berlangsung lama, kurang lebih selama 12-18 bulan.

~ Selama pengobatan, pasien harus rutin kontrol untuk pemeriksaan secara klinis di

Puskesmas setiap bulan dan secara bakterioskopis minimal setiap 3 bulan di RSUP

NTB. Saat pemeriksaan, diperhatikan pula adanya tanda-tanda reaksi kusta.

~ Penyakit kusta ini dapat ditularkan secara inhalasi sehingga pasien disarankan untuk

selalu menggunakan masker.

~ Apabila muncul tanda-tanda perubahan sensibilitas dan kekuatan otot, segera kembali

untuk memeriksakan diri ke dokter. Contohnya berupa luka atau lepuh yang tidak

terasa sakit dan mati rasa pada tangan atau kaki. Juga jika terdapat gangguan pada

aktivitas sehari-hari, seperti memasang kancing baju, memegang pulpen, mengambil

benda kecil, atau kesulitan berjalan. Adanya kelainan pada mata berupa penglihatan

kabur, kesulitan membuka dan menutup mata, serta alis dan bulu mata menjadi

rontok.

~ Perhatikan pula adanya tanda-tanda kelainan pada saraf, seperti tangan dan kaki

menggantung atau berbentuk seperti cakar dan jari-jari tangan terasa kaku atau

kesemutan, nyeri sendi, penebalan pada daun telinga, serta pembesaran saraf di leher.

III. PEMBAHASAN

Penyakit Kusta atau Lepra atau Morbus Hansen adalah suatu penyakit infeksi menular

yang disebabkan oleh bakteri M. leprae. Penyakit ini menyerang kulit dan saraf perifer.

Progresifitas penyakit ini berjalan lambat dan bersifat kronis dengan masa inkubasi rata-rata

selama 3 tahun. Lepra dapat terjadi pada semua usia, baik laki-laki maupun perempuan

memiliki kemungkinan yang sama besar untuk menderita penyakit ini.4

7

Page 8: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien pada kasus ini

didiagnosis dengan Morbus Hansen tipe BB (Kusta MB) dengan cacat tingkat 1 pada tangan

dan tanpa reaksi. Pada anamnesis, pasien mengeluh muncul bercak-bercak kemerahan yang

terasa baal pada seluruh tubuh sejak + 6 bulan yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan adanya

rasa gatal ataupun nyeri pada bercak-bercak kemerahan tersebut. Selain itu, pemeriksaan

anastesi terhadap rasa nyeri pada tempat lesi ditemukan positif daripada kulit normal. Pada

pemeriksaan anastesi terhadap rasa raba pada tempat lesi, ditemukan positif daripada kulit

normal.

Pada pemeriksaan dermatologis, tampak plak eritema multipel yang anestesi dengan

tepi yang hipopigmentasi dan tidak meninggi, dengan lesi punched-out (+), dan pada bagian

wajah disertai dengan infiltrat. Adanya lesi punched-out pada pasien ini mengarahkan pada

MH tipe mid borderline (BB), yang termasuk dalam kategori Kusta Multibasilar menurut

klasifikasi dari WHO. Lesi punched-out adalah makula hipopigmentasi yang oval cekung di

bagian tengah, dengan batas jelas dan terdapat lesi-lesi kecil di tepinya.6

Pada pasien ini tidak ditemukan adanya pembesaran saraf perifer. Semua saraf dapat

mengalami pembesaran pada lepra, namun terutama terdapat 2 saraf yang umumnya terkena,

yaitu N. ulnaris dan N. peroneal communis. Pada pemeriksaan saraf perifer yang perlu

diperhatikan adalah pembesaran saraf tepi, konsistensi, ada/tidaknya nyeri spontan dan atau

nyeri tekan. Gejala lain yang dapat timbul adalah facies leonina (gejala infiltrasi yang difus di

muka), penebalan cuping telinga, madarosis (penipisan alis mata bagian lateral), dan anestesi

simetris pada kedua tangan dan kaki (gloves and stocking anesthesia).4,5

Pada pemeriksaan sensibilitas yang dilakukan pada kedua telapak tangan ditemukan

sensibilitas pada tangan kanan mengalami gangguan (terjadi anestesi), dan pada tangan kiri

tidak mengalami gangguan. Hal ini menunjukkan adanya kecacatan tingkat 1 pada tangan.

Kecacatan dapat terjadi apabila penderita kusta tersebut terlambat didiagnosis dan

tidak mendapatkan MDT sehingga memiliki risiko tinggi mengalami kerusakan saraf.

Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas, dan berkurangnya

kekuatan otot. WHO Expert Committee on Leprosy membuat klasifikasi cacat pada tangan

dan kaki, serta mata bagi penderita kusta.1

Cacat Pada Tangan dan Kaki

Tingkat 0 Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas

yang terlihat.

8

Page 9: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

Tingkat 1 Ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihat.

Tingkat 2 Terdapat kerusakan atau deformitas

Cacat Pada Mata

Tingkat 0 Tidak ada kelainan/kerusakan pada mata, termasuk visus.

Tingkat 1 Ada kelainan/kerusakan pada mata, tetapi tidak terlihat. Visus sedikit

menurun. Visus 6/60 atau lebih baik (dapat menghitung jari pada jarak 6

meter).

Tingkat 2 Ada kelainan/kerusakan mata yang terlihat, misalnya lagoftalmus, iritis,

dan kekeruhan kornea. Gangguan visus/penglihatan berat (visus kurang

dari 6/60, tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 meter).

Catatan : kerusakan atau deformitas pada tangan dan kaki termasuk ulserasi, absorpsi, mutilasi,

dan kontraktur; sedangkan pada mata termasuk anestesi kornea, iridosiklitis, dan lagoftalmus.

Pasien pada kasus ini tidak mengalami reaksi kusta. Penderita penyakit kusta dapat

mengalami reaksi kusta, yang merupakan suatu reaksi kekebalan yang abnormal (respon

imun seluler atau respon imun humoral), dengan akibat yang merugikan penderita. Reaksi

kusta dapat terjadi sebelum, selama atau sesudah pengobatan dengan obat kusta. Reaksi kusta

dibagi menjadi 2, yaitu reaksi kusta tipe I dan reaksi kusta tipe II. Reaksi kusta tipe I

disebabkan karena meningkatnya kekebalan seluler secara cepat, ditandai dengan lesi kulit

memerah, bengkak, nyeri, panas, neuritis, dan gangguan fungsi saraf, serta dapat terjadi

demam. Sebaliknya reaksi tipe II merupakan reaksi humoral, yang ditandai dengan timbulnya

nodul kemerahan, neuritis, gangguan fungsi saraf tepi, gangguan konstitusi dan adanya

komplikasi pada organ tubuh lainnya.1,6

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaaan bakterioskopik dengan

melakukan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA). Pemeriksaan ini menggunakan

sampel yang diambil dari beberapa tempat, seperti kedua cuping telinga karena diduga pada

daerah yang relatif dingin tersebut menghasilkan granuloma penuh kuman M. lepra dan dua

daerah lesi yang paling aktif.1 Hasil pemeriksaan bakterioskopis menunjukkan bahwa tidak

ditemukan adanya kuman BTA. Namun, hasil peeriksaan bakterioskopis negatif pada seorang

penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung kuman M. leprae.

Jadi dapat disimpulkan bahwa diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan 3

tanda kardinal, dimana jika salah satunya terdapat pada pasien, sudah cukup untuk

9

Page 10: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

menegakkan diagnosis dari penyakit kusta. Tiga tanda kardinal tersebut, yaitu lesi kulit yang

anestesi, penebalan saraf perifer, dan ditemukannya M. lepra sebagai bakteriologis positif.5

Pada kasus ini, dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, pada

pasien ditemukan salah satu dari ketiga tanda kardinal tersebut.

Diagnosis banding pada pasien ini diantaranya, yaitu Tinea Corporis, Granuloma

Annulare, Psoriasis, dan Pitiriasis Rosea.

Tinea korporis yang disebabkan oleh Epidermophyton floccosum atau Trichophyton

rubrum memiliki tanda objektif berupa makula/patch eritema dengan bagian tepi yang lebih

aktif (central healing). Gejala subjektif pada tinea korporis ialah keluhan gatal. Tinea

korporis lebih sering bermanifestasi pada daerah wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada

dan punggung. Apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa kerokan kulit dengan

KOH 10% dijumpai hifa panjang bersepta dan spora di luar hifa. 1,6

Gambar 1. Tinea Corporis

Gambaran klinis yang khas pada Granuloma Annulare berupa papul multipel dengan

pembesaran secara sentrifugal dan bagian tengah yang kosong. Granuloma annulare biasanya

asimtomatik. Keluhan gatal ringan mungkin terjadi, tetapi nyeri pada lesi jarang terjadi. Kulit

mungkin mengalami hiperpigmentasi atau eritema. Diameter lesi 1-5 cm. Tepi lesi annular

berbatas tegas saat dipalpasi. Tempat predileksi lesi adalah bagian dorsal tangan dan kaki,

tumit, lengan dan tungkai bawah, serta pergelangan tangan.6

Gambar 2. Granuloma Annulare

10

Page 11: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

Psoriasis yang penyebabnya masih tidak diketahui juga memiliki lesi kulit yang mirip

dengan kusta, yaitu berupa plak eritematosa yang sirkumskripta dan tersebar merata, ditutupi

oleh skuama tebal, berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih mengkilat seperti mika. Jika

skuama digores menunjukkan tanda tetesan lilin. Pada psoriasis terdapat 2 fenomena, yaitu

Koebner dan Auspitz. Predileksi penyakit ini biasanya pada perbatasan daerah scalp dan

wajah, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut, serta daerah lumbosakral.1

Gambar 3. Psoriasis

Pitiriasis Rosea dimulai dengan sebuah lesi inisial

berbentuk eritema dan skuama halus, umumnya di badan,

solitar, berbentuk oval dan anular, dengan diameter kira-kira

3 cm. Selanjutnya lesi akan memberikan gambaran yang khas

dengan susunan yang sejajar dengan costa hingga enyerupai

pohon cemara terbalik. Tempat predileksi di badan, lengan

atas bagian proksimal, dan paha atas.1,2

Tujuan utama pengobatan kusta, yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk

menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, serta mencegah

timbulnya penyakit. Regimen pengobatan yang dapat diberikan sebagai antikusta MDT tipe

multibasilar, yaitu Dapson, Rifampisin, Lamprene (Klofazimin).1

Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama 12-18 bulan. Selama

pengobatan dilakukan pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan secara bakterioskopis

minimal setiap 3 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis obat ini dan hasil bakterioskopis

negatif, pasien dinyatakan RFT (Realease From Treatment), yaitu berhenti minum obat.

Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk tipe MB selama 5 tahun. Jika

11

Gambar 4. Pitiriasis Rosea

Page 12: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

bakterisokopis tetap negatif dan klinis tidak ada keaktifan baru, maka dinyatakan bebas dari

pengamatan atau disebut RFC (Release From Control).1

Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat atau prevention of disabilities (POD)

adalah dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan MDT yang cepat

dan tepat. Namun, pasien dengan tangan dan kaki yang tidak sensitif terhadap luka dan tidak

mengetahuinya, akan menyebabkan luka tersebut terinfeksi dan seiring berjalannya waktu

mengakibatkan terjadinya deformitas yang irreversibel. Berikut ini beberapa cara melakukan

perawatan pada tangan dan kaki : 4

Perawatan Pada Kaki

Kaki kering dengan fisura Merendam kaki selama 20 menit setiap hari di dalam air.

Gunakan sepatu/sandal yang dapat melindungi kaki dari luka.

Lepuh di telapak kaki atau

di antara jari kaki

Balut lepuh dengan kain yang bersih, serta gunakan kassa dan

perban.

Kaki dengan ulkus tanpa

disertai discharge

Bersihkan ulkus dengan sabun dan air. Gunakan kain penutup

yang bersih. Disarankan untuk istirahat.

Kaki dengan ulkus disertai

dengan discharge

Bersihkan ulkus dan berikan antiseptik, serta beristirahat.

Jika dalam 4 minggu tidak ada perubahan, segera ke RS.

Perawatan Pada Tangan

Luka pada tangan saat

bekerja atau memasak

Bersihkan luka dan gunakan kain penutup yang bersih, istirahat.

Gunakan pelindung pada tangan saat bekerja/memasak.

Tangan yang kering

dengan fisura

Merendam kaki selama 20 menit setiap hari di dalam air.

IV. KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus Morbus Hansen Tipe BB dengan Cacat Pada Tangan

Tingkat 1. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pengobatan yang diberikan untuk kasus diatas adalah pengobatang kusta yang

sesuai dengan regimen pengobatan kusta tipe MB. Pasien dirujuk ke Puskesmas untuk

mendapat pengobatan kusta.

12

Page 13: 128906282 Laporan Kasus Morbus Hansen Doc

REFERENSI

1. Djuanda, S. Hamzah, M. Aisah, S. editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi

Keenam, Cetakan Kedua. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :

Jakarta. 2011.

2. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua, Cetakan Pertama.

EGC : Jakarta. 2005.

3. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2006. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia : Jakarta. 2008.

4. WHO. Guide to Eliminate Leprosy as A Public Health Problem. First Edition. World

Health Organization : USA. 2000. Accessed on February 20, 2013. Available at :

http://www.who.int/lep/resources/Guide_Int_E.pdf

5. ILEP. How to Diagnose and Treat Leprosy. The International Federation of Anti-

Leprosy Association : London. 2002. Accessed on February 20, 2013. Available at :

http://www.ilep.org.uk/fileadmin/uploads/Documents/Learning_Guides/lg1eng.pdf

6. Wolff, K. Goldsmith, L.A. Katz, S.I. Gilchrest, B.A. Paller, A.S. Leffel, D.J. editors.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh Edition. McGraw-Hill : New

York. 2008.

13