127123553 tria thypoid laporan pendahuluan
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM THYPOID
OLEH:
NAMA : SATRIAH MURSIDIN
NIM : 70300110091
RUANGAN : MERPATI
CI LAHAN CI INSTITUSI
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2013
LAPORAN PENDAHULUANTHYPOID
A. KONSEP PENYAKIT1. Defenisi
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai
saluran pencernaan.Gejala yang biasa ditimbulkan adalah demam yang tinggi
lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. (Sudoyo Aru W, 2007)
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Penyakit ini
mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung
3 minggu disertai dengan demam, toksemia, gejala-gejala perut, pembesaran
limpa dan erupsi kulit. ( Mansjoer Arif, 2001 )
Demam Typhoid merupakan infeksi akut yang terjadi pada usus halus
( Kamus Saku Kedokteran Dorland 2000 )
2. EtiologiSalmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi
antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh,
Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi,
S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. Ada dua sumber penularan
salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1
tahun.
3. Patofisiologi
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Masa
inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto,
2002)
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman
ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa
dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat
dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan
pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman
masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi
dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.
4. Gambaran klinis
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari.
a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam
hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia
dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak
lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu
minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut
pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas,
berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut
kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah
tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian
ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001).
Gambaran klinik tifus abdominalis
a. Keluhan:
Nyeri kepala (frontal) .
Kurang enak di perut.
Nyeri tulang, persendian, dan Otot
Berak-berak
Muntah
b. Gejala:
Demam
Nyeri tekan perut
Bronkitis
Toksik
Letargik
Lidah tifus (“kotor”)
5. Pemeriksaan diagnosticPemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit.
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT.
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah.
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium.
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan
yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan Dengan Obat Anti Mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal.
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
6. Komplikasi
1. Pada usus halus:
a) Perdarahan usus
Hanya sedikit ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak, terjadi melena, dapat disertai nyeri
perut.
b) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum.
c) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu
nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
2. Di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterinya) yaitu
meningitis, kolesistisis, enselovati, dan lain-lain. (Hendarwanto, 2008 )
7. Penatalaksanaana. Perawatan
1. Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet
1. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
c. Obat-obatan
1. Anti Biotik (Membunuh Kuman)
2. Klorampenicol
3. Amoxicilin
4. Kotrimoxasol
5. Ceftriaxon
6. Cefixim
7. Antipiretik (Menurunkan panas)
8. Paracetamol
8. Pencegahan
1. Usaha Terhadap Lingkungan hidup.
a. Penyediaan air bersih terpenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia baik BAK maupun BAB yang hygiene.
c. Pemberantasan lalat
d. Pengawasan terhadap rumah – rumah penjual makanan
2. Usaha Terhadap Manusia
a. Dengan menjaga kebersihan makanan/minuman dan mencuci tangan
sebelum makan
b. Tidak makan dan jajan di sembarang tempat. Pilihlah rumah makan dan
tempat jajan yang menjaga dan mengutamakan kebersihan karena
penyebaran demam typhoid melalui makanan dan tangan yang tercemar
oleh bakteri ini.
c. Vaksinasi demam Thypoid.
d. Pendidikan kesehatan pada masyarakat berupa personal hygiene
B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama/keyakinan, suku/bangsa, status pernikahan, pekerjaan, diagnosa
medik, No. MR, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No.
Registrasi, rencana therapy.
2) Penaggung jawab
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien,
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang.
Keluhan pasien saat dikaji sehingga dapat ditegakkan prioritas
masalah keperawatan yang dapat muncul.
2) Riwayat Kesehatan Sebelumnya.
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga.
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
d. Riwayat Psikososial.
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih).
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
e. Pola Fungsi kesehatan.
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
usus halus.
2) Pola istirahat dan tidur.
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
f. Pemeriksaan Fisik.
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien.
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar (composmentis -
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2) Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki.
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB
untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningakatan
gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada mukosa lambung
b. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kuman salmonella thypi ke usus
halus
c. Kekurangan volume cairan berhubungan perdarahan
d. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan penurunan masukan oral
e. Gangguan istrahat dan tidur berhubungan dengan nyeri
3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada mukosa lambung
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan
kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya
ras nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keluhan nyeri,
lokasi,lamanya,intensitas (skala
0-10, dimana 10 sangat nyeri)
1. Nyeri tidak selalu ada, tetapi
bila ada harus dibandingkan
dengan gejala nyeri klien
sebelumnya dimana dapat
membantu mendiagnosa
etiologi perdarahan dan
2. Kaji ulang faktor yang
meningkatkan atau menurunkan
rasa nyeri
3. Catat petunjuk nyeri non-
verbal,contoh gelisah, menolak
bergerak, berhati-hati dengan
abdomen
4. Instruksikan tehnik relaksasi
(napas dalam)
5. Anjurkan kepada pasien untuk
menghindari makanan yang
menimbulkan ketidaknyamanan
6. Beri obat sesuai indikasi
(antikolinergir dan atau
analgesik)
terjadinya komplikasi.
2. Membantu dalam membuat
diagnosa dan kebutuhan terapi
3. Petunjuk non-verbal dapat
berupa fisiologis dan
psikologis dan dapat
digunakan dalam
menghubungkan petunjuk
verbal untuk mengidentifikasi
luas/ beratnya masalah
4. Meminimalisir nyeri
5. Makanan yang menyebabkan
distres dapat memperburuk
penyakit
6. Menghilangkan nyeri akut/
hebat dan menurunkan
aktivitas peristaltik.
Menurunkan motilitas gaster,
menekan produksi asam,
memperlambat pengosongan
gaster dan menghilangkan rasa
nyeri sehubungan dengan
ulkus gaster.
b. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kuman salmonella thypi ke usus
halus
Tujuan : suhu tubuh normal dengan kriteria derajat suhu tubuh
menurun.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji suhu tubuh pasin
2. Ajarkan klien penting
mempertahankan masukan cairan
yang adekuat. Sedikitnya 2000
ml/ hari
3. Kompres hangat pada daerah
kepala dan lipatan tubuh
4. Anjurkan pasien untuk bedrest
total
5. Ganti pakaian klien bila sudah
basah dengan keringat
6. Beri obat antipiretik sesuai
dengan kolaborasi
1. Mengetahui perubahan suhu
tubuh.
2. Mengganti cairan yang keluar
melalui kulit dan mencegah
terjadinya dehidrasi akibat
kenaikan suhu badan.
3. Proses dilatasi yang dapat
meminimalisir suhu tubuh
yang berlebihan
4. Mencegah peningkatan suhu
5. Meningkatkan rasa nyaman
pada pasien
6. Menghilangkan atau
menurunkan demam
c. Kekurangan volume cairan berhubungan perdarahan
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dengan kriteria hasil
Membran mukosa lembab, Pengisian kapiler cepat, Turgor
kulit bagus, dan TTV stabil.
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi tanda vital. Bandingkan
dengan hasil normal sebelumnya.
2. Catat respon fisiologis pasien
terhadap perdarahan, mis.,
perubahan mental,
kelemahan,gelisah, ansietas,
pucat, berkeringat, takipnea,
peningkatan suhu.
3. Pertahankan tirah baring;
mencegah muntah dan tegangan
pada saat defekasi
4. Catat tanda perdarahan baru
setelah berhentinya perdarahan
awal
5. Berikan cairan jernih/ lembut bila
masukan dimulai lagi. Hindari
kafein dan minuman karbonat.
1. Perubahan TD dan nadi
2. Simtomatologi dapat berguna
dalam mengukur berat/
lamanya episode perdarahan.
Memburuknya gejala
menunjukkan berlanjutnya
perdarahan
3. Aktivitas muntah
meningkatkan tekanan intra-
abdomen dan dapat
mencetuskan perdarahan
lanjut.
4. Meningkatnya kepenuhan/
distensi abdominal, mual atau
muntah baru dan diare baru
dapat menunjukkan
peradarahan ulang
5. Kafein dan minuman karbonat
merangsang produksi asam
hidroklorida, kemungkinan
potensial perdarahan ulang.
d. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan penurunan masukan oral
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria Tidak mual, Porsi
makan dihabiskan, Lidah klien bersih.
INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pentingnya nutrisi yang
adekuat
2. Pertahankan kebersihan mulut
yang baik
3. Berikan makanan porsi kecil tapi
sering
4. Hindari makan yang dapat
merangsang mual dan muntah
5. Anjurkan kepada klien untuk
makan makanan lunak
1. Membantu memotivasi pasien
untuk penatalaksanaan proses
penyembuhan
2. Mulut yang bersih dapat
meningkatkan rasa makanan
3. Menurunkan insiden kram
abdomen, mual. Memperbaiki
nafsu makan pasien
4. Makanan yang merangsang
kerja gaster dan produksi
haluaran gaster memperburuk
nafsu makan pasien
5. mengurangi proses kerja usus
dalam menghancurkan
makanan
e. Gangguan istrahat dan tidur berhubungan dengan nyeri
Tujuan : Istirahat dan tidur terpenuhi
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kebiasaan tidur
biasanya dan perubahan yang
terjadi
2. Instruksikan tindakan relaksasi
3. Hindari mengganggu bila
mungkin (mis., membangunkan
untuk obat atau terapi)
4. Berikan sedatif, hipnotik sesuai
indikasi.
1. Mengkaji perlunya dan
mengidentifikasi intervensi
yang tepat
2. Membantu menginduksi tidur
3. Tidur tanpa gangguan lebih
menimbulkan rasa segar dan
pasien mungkin tidak mampu
kembali tidur bila terbangun
4. Diberikan untuk membantu
pasien tidur/ istirahat selama
periode pole tidur pasien
kembali normal.an insiden
kram mengurangi proses kerja
usus dalam menghancurkan
makanan
5. Penyimpangan KDM
Salmonella typhosa
Mengkontaminasi makanan & minuman
Masuk ke dalam sal. Pencernaan radang lambung
Berkembangbiak di usus p HCL lambung
Kuman mengeluarkan endotoksin merangsang N. vagal
Proses inflamasi Mual/ muntah
merangsang pengeluaran Menghasilkan mediator kimiawizat pirogen o/ leukosit (histamin, bradikinin, serotonin) anoreksiapd jar. yg meradang
Merangsang ujung saraf ketidakseimbanganmelepaskan prostaglandin Nutrisi
Nyeri pada perabaanmerangsang set point
Nyeri gangguan istirahat/tidurReaksi p suhu tubuh
Diaforesis Hipertermi
Asupan cairan tdk adekuat
Kekurangan vol. cairan
6. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan
apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji,
direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung
respon dalam keefektifan intervensi.
S = Pernyataan atau keluhan dari pasen
O = Data yang diobservasi
A = Kesimpulan berdasarkan data objektif dan subjektif
P = Rencana tindakan yang akan dilakuakan berdasarkan analisis
DAFTAR PUTAKA
Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran.
Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama.
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001..
Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta. 2002.
http://id.scribd.com/doc/50927587/demam-thypoid. diakses pada tanggal 18-2-2013
http://id.scribd.com/doc/75612946/ASKEP-TYPOID. diakses pada tanggal 18-2-2013