1251-2371-1-pb
DESCRIPTION
,kkkTRANSCRIPT
ARTIKEL ILMIAH
HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN
DISPEPSIA FUNGSIONAL
disusun oleh :
Septy Priantika
G1A109073
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
1
Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Dispepsia Fungsional
Septy Priantika*, Syofia Nelli **, Nyimas Natasha Ayu Shafira ***,
*Mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Jambi
** Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
*** Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
Abstrak
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek
praktis sehari-hari. Masa remaja termasuk kedalam kelompok rentan gizi karena remaja
mulai merasa bertanggungjawab untuk kebiasaan makan, sikap dan perilaku sehat mereka
sendiri. Kebiasaan makan memiliki peran terhadap faktor resiko timbulnya dispepsia
fungsional.
Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei analitik
dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi. Populasi Penelitian adalah
seluruh mahasiswa/i Angkatan 2012 sebanyak 83 orang.
Hasil : Dari hasil penelitian didapatkan, responden dengan kebiasaan makan buruk
yaitu 52 orang (62,65%); kebiasaan makan baik yaitu 31 orang (37,35%). Kejadian
Dispepsia Fungsional positif yaitu 41 orang (49,4 %); negatif yaitu 42 orang (50,6%). Nilai
P didapatkan 0,016 (p<0,05), artinya terdapat hubungan antara kebiasaan makan dengan
dispepsia fungsional. Dari hasil pengukuran prevalens ratio, didapatkan PR = 1,85 (PR>1),
artinya bahwa kebiasaan makan merupakan faktor resiko terjadinya dispepsia fungsional.
Kesimpulan : Sebanyak 62,65% mahasiswa/i Angkatan 2012 memiliki kebiasaan makan
buruk. Sebanyak 49,4% mahasiswa/i Angkatan 2012 mengalami positif dispepsia
fungsional dan jenis gejala yang paling banyak dialami yaitu keluhan cepat kenyang dengan
jumlah 30,1%. Terdapat hubungan antara kebiasaan makan dengan dispepsia fungsional.
Kata Kunci : kebiasaan makan; dispepsia fungsional; hubungan kebiasaan makan dengan
dispepsia fungsional
2
PENDAHULUAN
Keluhan dispepsia merupakan
keadaan klinis yang sering dijumpai
dalam praktek praktis sehari-hari.
Diperkirakan hampir 30% kasus pada
praktek umum dan 60% pada praktek
gastroenterologis merupakan kasus
dispepsia. Dalam konsensus Roma III
(tahun 2006) yang khusus membicarakan
tentang kelainan gastrointestinal
fungsional, dispepsia fungsional
didefinisikan sebagai (1) adanya satu atau
lebih keluhan rasa penuh setelah makan,
cepat kenyang, nyeri ulu hati/ epigastrik,
rasa terbakar di epigastrium, (2) tidak ada
bukti kelainan struktural (termasuk
didalamnya pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas) yang dapat
menyebabkan keluhan tersebut, (3)
keluhan ini terjadi selama 3 bulan dalam
waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis
ditegakkan.1
Masa remaja termasuk
kedalam kelompok Rentan Gizi
yaitu kelompok masyarakat yang
paling mudah menderita kelainan
gizi, bila suatu masyarakat terkena
kekurangan penyediaan makanan.2
Kebiasaan makan adalah
suatu cara individu dalam
pengaturan jumlah, frekuensi dan
jenis makanan dengan maksud
tertentu seperti mempertahankan
kesehatan, status nutrisi,
mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit.3 Kebiasaan
makan remaja dipengaruhi oleh
banyak faktor. Remaja mulai
merasa bertanggungjawab untuk
kebiasaan makan, sikap dan
perilaku sehat mereka sendiri.
Faktanya, kebiasaan makan
berperan penting dalam
pemeliharaan berbagai kesehatan
dan nutrisi.4
Kesibukan menyebabkan
perubahan kebiasaan makan,
mereka memilih makan diluar atau
hanya menyantap cemilan,
kemudian kecemasan akan bentuk
tubuh membuat remaja sengaja
tidak makan, sehingga memicu
terjadinya dispepsia fungsional,
tidak jarang berujung anoreksia
nervosa dan bulimia. Remaja yang
mengalami anoreksia nervosa dan
bulimia dapat mengalami
gangguan jiwa bahkan kematian
bila tidak segera diatasi.5
Dari survey awal yang
dilakukan peneliti secara teknik
acak sederhana di Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas
3
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi, didapatkan 40
mahasiswa/i yang mengalami
dispepsia fungsional dari total 70
orang sampel yaitu 14 orang
angkatan 2010, 11 orang angkatan
2011, dan 15 orang angkatan 2012
.
Karena itu peneliti tertarik
mengambil judul “Hubungan
Kebiasaan Makan dengan
Dispepsia Fungsional Mahasiswa/i
Angkatan 2012 Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi Tahun 2013”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang
digunakan adalah metode
penelitian survei analitik dengan
desain studi potong lintang (cross
sectional).6 Penelitian dilakukan di
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi dari
bulan April 2013 sampai dengan
bulan Agustus 2013. Populasi
Penelitian adalah seluruh
mahasiswa/i Angkatan 2012
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi.
Pada penelitian ini digunakan total
sampling yaitu seluruh
mahasiswa/i Angkatan 2012
sebanyak 84 orang dengan 1 orang
kriteria eksklusi. Jadi, total
sampling berjumlah 83 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil
pengumpulan data dari 83
responden yang dikumpulkan
dengan questionnaire kebiasaan
makan, maka diperoleh gambaran
kebiasaan makan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Kebiasaan Makan Responden Mahasiswa/i Angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
n = 83 Persentase
(%)
Buruk 52 62,65
Baik 31 37,35
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat
bahwa jumlah responden dengan
kebiasaan makan buruk yaitu 52 orang
(62,65 %) lebih tinggi daripada responden
dengan kebiasaan makan baik yaitu 31
orang (37,35 %).
Sarapan Pagi
4
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sarapan Pagi
Frekuensi
Sarapan Pagi
n = 83 Persentase
(%)
Selalu 30 36,15
Sering 17 20,49
Kadang-kadang 33 39,75
Tidak pernah 3 3,61
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa
frekuensi sarapan pagi responden yang
paling tinggi yaitu pada frekuensi kadang-
kadang dengan jumlah 33 orang
(39,75%).
Minuman Yang Diminum Saat
Sarapan
Tabel 4.3 Distribusi Jenis Minuman Yang Diminum Saat Sarapan
Jenis
Minuman
n = 83 Persentase
(%)
Susu 51 61,45
Air putih/Jus
buah
20 24,09
Teh/kopi 10 12,05
Soft drink 2 2,41
Dari tabel 4.3 dapat dilihat
bahwa jenis minuman yang paling
banyak diminum oleh responden
saat sarapan yaitu susu dengan
jumlah 51 orang (61,45%).
Makanan Yang Dimakan Saat Sarapan
Tabel 4.4 Distribusi Jenis Makanan Yang Dimakan Saat Sarapan
Jenis Makanan n = 83 Persentase
(%)
Nasi goreng/nasi
gemuk
66 79,52
Buah-buahan 2 2,40
Biscuit/kue/roti
panggang
6 7,23
Snack/makanan
ringan
9 10,85
Dari tabel 4.4 dapat dilihat
bahwa jenis makanan yang paling
banyak dimakan oleh responden
saat sarapan yaitu nasi goreng/nasi
gemuk dengan jumlah 66 orang
(79,52%).
Konsumsi 2 Porsi (200 Gram) Buah-
buahan Setiap Hari
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi 2 Porsi (200 Gram) Buah-Buahan Setiap Hari
Frekuensi
konsumsi 2 porsi
(200 g) buah-
buahan setiap
hari
n = 83 Persentase
(%)
Selalu 4 4,82
Sering 13 15,67
Kadang-kadang 63 75,90
5
Tidak pernah 3 3,61
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa
frekuensi responden yang mengkonsumsi
2 porsi (200 gram) buah-buahan setiap
hari yaitu paling tinggi pada frekuensi
kadang-kadang dengan jumlah 63 orang
(75,90%).
Konsumsi 2 Porsi (200 Gram) Sayur-
sayuran Setiap Hari
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Konsumsi 2 Porsi (200 Gram) Sayur-sayuran Setiap Hari
Frekuensi
Konsumsi 2 porsi
(200 g) sayur-
sayuran setiap hari
n = 83 Persenta
se (%)
Selalu 5 6,02
Sering 27 32,53
Kadang-kadang 47 56,63
Tidak pernah 4 4,82
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa
frekuensi responden yang mengkonsumsi
2 porsi (200 gram) sayur-sayuran setiap
hari yaitu paling tinggi pada frekuensi
kadang-kadang dengan jumlah 47 orang
(56,63 %).
Konsumsi Kue Disela Menu Makan
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Konsumsi Kue Disela Menu Makan
Frekuensi
Konsumsi kue
disela menu
makan
n = 83 Persentase
(%)
Selalu 8 9,64
Sering 24 28,91
Kadang-kadang 44 53,01
Tidak pernah 7 8,44
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa
frekuensi responden yang mengkonsumsi
kue disela menu makan yaitu paling tinggi
pada frekuensi kadang-kadang dengan
jumlah 44 orang (53,01 %).
Sarapan, Makan Siang dan Makan
Malam
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sarapan, Makan Siang Dan Makan Malam Setiap Hari
Frekuensi
Sarapan,
makan siang
dan makan
malam setiap
hari
n = 83 Persentase
(%)
6
Selalu 35 42,17
Sering 23 27,71
Kadang-kadang 25 30,12
Tidak pernah 0 0
Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa
frekuensi responden yang sarapan, makan
siang dan makan malam setiap hari yaitu
paling tinggi pada frekuensi selalu dengan
jumlah 35 orang (42,17 %).
Tindakan Diet
Tabel 4.9 Distribusi Tindakan Diet
Tindakan Diet n =
83
Persen
tase
(%)
Tidak diet 62 74,69
Diet program kesehatan 5 6,04
Menghindari makan 16 19,27
Diet Ketat 0 0
Dari tabel 4.9 dapat dilihat
bahwa responden yang tidak
melakukan tindakan diet yaitu 62
orang (74,69 %) dan tidak ada
responden yang melakukan diet
ketat.
Cemilan
Tabel 4.10 Distribusi Jenis Cemilan yang Dimakan
Jenis Cemilan n = 83 Persenta
se (%)
Buah-buahan/jus
buah
13 15,67
Biscuit/roti 38 45,79
Kentang
goreng/makanan siap
saji/makanan ringan
16 19,27
Permen/coklat/ice
cream
16 19,27
Dari tabel 4.10 dapat dilihat
bahwa jenis cemilan yang dimakan
responden paling banyak yaitu biscuit/roti
dengan jumlah 38 orang (45,79 %).
Minum Segelas Susu Setiap Hari
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Minum Segelas Susu Setiap Hari
Frekuensi
Minum segelas
susu setiap hari
n = 83 Persentase
(%)
Selalu 17 20,49
Sering 29 34,94
Kadang-kadang 35 42,17
Tidak pernah 2 2,40
Dari tabel 4.11 dapat dilihat
bahwa frekuensi responden yang minum
segelas susu setiap hari yang paling tinggi
yaitu pada frekuensi kadang-kadang
dengan jumlah 35 orang (42,17 %).
7
Minum Air Mineral 2 Liter Setiap Hari
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Minum Air Mineral 2 Liter Setiap Hari
Frekuensi
Minum air
mineral 2 liter
setiap hari
n = 83 Persentase
(%)
Selalu 36 43,38
Sering 32 38,55
Kadang-kadang 14 16,87
Tidak pernah 1 1,20
Dari tabel 4.12 dapat dilihat
bahwa frekuensi responden yang minum
air mineral 2 liter setiap hari yang paling
tinggi yaitu pada frekuensi selalu dengan
jumlah 36 orang (43,38 %).
Kebiasaan makan adalah
suatu cara individu dalam
pengaturan jumlah, frekuensi dan
jenis makanan dengan maksud
tertentu seperti mempertahankan
kesehatan, status nutrisi,
mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit.3
Dari definisi diatas,
kebiasaan makan dalam penelitian
ini dinilai berdasarkan jumlah,
frekuensi dan jenis makanan.
Dimana dari hasil jumlah makanan
/ minuman, didapatkan bahwa
75,90 % dari responden kadang-
kadang mengkonsumsi 2 porsi
(200 g) buah-buahan setiap hari,
56,63 % dari responden kadang-
kadang mengkonsumsi 2 porsi
(200 g) sayur-sayuran setiap hari,
42,17 % dari responden kadang-
kadang minum segelas susu setiap
hari dan 43,38 % responden sering
minum air mineral 2 liter setiap
hari.
Jadwal makan dapat
diinterpretasikan dengan frekuensi makan
sehari-hari. Dimana dari hasil yang
didapatkan bahwa 39,75 % dari responden
kadang-kadang sarapan pagi. Hal ini
dapat terjadi karena tidak jarang mereka
makan pagi siang dijadikan satu. Hampir
50% remaja terutama remaja yang lebih
tua, tidak sarapan. Penelitian lain
membuktikan masih banyak remaja (89%)
yang meyakini kalau sarapan memang
penting. Namun, mereka yang sarapan
secara teratur hanya 60%.5 Secara
keseluruhan 42,17 % dari responden
selalu sarapan, makan siang dan makan
malam.
Tindakan diet juga dapat
mempengaruhi perubahan jadwal makan.
Dari hasil yang didapatkan 74,69 %
responden tidak melakukan tindakan diet
tetapi hanya 6,04 % responden yang
melakukan program diet dengan panduan
kesehatan. Saat melakukan diet, tetap
wajib mengikuti jadwal makan. Karena
dengan melewatkan satu jadwal makan,
8
justru diet akan gagal. Satu jadwal makan
dilewatkan, akibatnya justru akan makan
berlebihan di jadwal makan berikutnya.7
Jenis makanan yang dikonsumsi
harus variatif dan kaya nutrisi.
Diantaranya mengandung nutrisi yang
bermanfaat untuk tubuh yaitu karbohidrat,
protein, lemak serta vitamin dan mineral.7
Dari hasil jenis minuman/makanan,
didapatkan bahwa 61,45 % dari responden
minum susu saat sarapan, 79,52 % dari
responden makan nasi goreng/nasi gemuk
saat sarapan, 53,01 % dari responden
kadang-kadang mengkonsumsi kue disela
menu makan, dan 45,79 % dari responden
sering makan biscuit/roti sebagai cemilan.
Berdasarkan hasil
pengumpulan data dari 83
responden yang dikumpulkan
dengan questionnaire Dispepsia
Fungsional, maka diperoleh
gambaran Dispepsia Fungsional
sebagai berikut :
Tabel 4.13 Distribusi Dispepsia Fungsional Responden Mahasiswa/i Angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
n = 83 Persentase
(%)
Positif 41 49,4
Negatif 42 50,6
Berdasarkan tabel 4.13
dapat dilihat bahwa jumlah
responden dengan positif dispepsia
fungsional yaitu 41 orang (49,4 %)
sedangkan responden dengan
negatif dispepsia fungsional yaitu
42 orang (50,6 %).
4.2.1 Jenis Keluhan Yang Dialami
Tabel 4.14 Distribusi Jenis Keluhan Yang
Dialami
Keluhan n = 83 Persentase
(%)
Kembung 11 13,3
Cepat kenyang 25 30,1
Nyeri ulu hati 21 25,3
Panas terbakar
didada
6 7,2
Berdasarkan tabel 4.14
dapat dilihat bahwa keluhan yang
paling banyak dialami oleh
responden adalah cepat kenyang
yaitu 25 orang (30,1 %). Keluhan
yang paling sedikit adalah keluhan
rasa panas terbakar didada yaitu 6
orang (7,2%).
Rasa cepat kenyang
ditemukan pada kasus yang
9
mengalami gangguan akomodasi
waktu makan.8 Selain itu, keluhan
cepat kenyang muncul akibat
sendawa yang berulang. Hal ini
terjadi karena terlalu banyak
menelan udara. Beberapa orang
menelan udara berlebihan karena
makan cepat, minum minuman
mengandung karbonat atau
melalui sedotan, mengunyah
permen, menghisap permen yang
keras, gigi geligi yang buruk atau
alat bicara esophagus. Udara yang
tertelan yang tidak dieruktasi
masuk kedalam lambung dan usus.
Penumpukan udara yang tertelan
dalam lambung dapat
menyebabkan rasa penuh
pascaprandial. Keadaan penuh gas
dalam perut menyebabkan
penderita dispepsia fungsional
merasakan lebih cepat kenyang
ataupun tidak sanggup
menghabiskan makanan dengan
porsi normal.9
Analisis Bivariat
4.3 Hubungan Kebiasaan Makan dengan Dispepsia Fungsional
Tabel 4.15 Hubungan Kebiasaan Makan dengan Dispepsia Fungsional
Kebiasaan Makan Dispepsia Fungsional Total
n (%)
P-Value
Positif
n (%)
Negatif
n (%)
Buruk 31 59,6 21 40,4 52 100 0,016
Baik 10 32,3 21 67,7 31 100
Untuk melihat kekuatan atau besar
hubungan masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen,
maka dilakukan pengukuran prevalens
ratio :
PR=
prevalens pada kelompok terpajanprevalens pada kelompok tidak terpajan
Prevalens Ratio (PR) = a/ (a+b)c /(c+d)
=
31/(31+21)10/(10+21)
= 31/5210/31
= 0,5960,322
= 1,85
10
Dari hasil uji hipotesis dengan uji
statistik chi-square nilai p = 0,016
(p<0,05) maka hasil tersebut bermakna,
artinya Ho ditolak, terdapat hubungan
antara kebiasaan makan dengan dispepsia
fungsional. Dari hasil pengukuran
prevalens ratio, didapatkan PR = 1,85
(PR>1), artinya bahwa kebiasaan makan
merupakan faktor resiko terjadinya
dispepsia fungsional.
Hasil penelitian ini juga didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sinn pada 89 orang subyek, terdapat
hubungan yang bermakna antara
kecepatan makan dengan sindrom
dispepsia. Kecepatan makan dipengaruhi
oleh perubahan dan pengaturan kebiasaan
makan.10 Berdasarkan penelitian lain yang
dilakukan oleh Annisa pada 73 orang
remaja putri, terdapat hubungan yang
bermakna antara keteraturan makan
dengan sindrom dispepsia.11 Dan
berdasarkan penelitian lain yang
dilakukan oleh Nurul pada 74 orang
subyek tentang analisis faktor yang
berhubungan dengan kejadian sindrom
dispepsia, didapatkan salah satu faktor
yang berhubungan dengan kejadian
sindrom dispepsia adalah kebiasaan
makan.12
Dari hasil analisis univariat yang
dijelaskan melalui tabel distribusi,
diketahui bahwa kebiasaan makan buruk
yang paling banyak dialami responden
adalah kadang-kadang sarapan pagi
(39,75%), kadang-kadang mengkonsumsi
buah-buahan (75,90%), kadang-kadang
mengkonsumsi sayur-sayuran (56,63%)
dan sedikit sekali responden yang
melakukan program diet dengan panduan
kesehatan (6,04%).
Makan pagi atau sarapan sangat
bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang
dewasa, makan pagi dapat memelihara
ketahanan fisik, mempertahankan daya
tahan saat bekerja dan meningkatkan
produktivitas kerja. Bagi remaja, makan
pagi dapat meningkatkan konsentrasi
belajar dan memudahkan menyerap
pelajaran, sehingga prestasi belajar
menjadi lebih baik. Hampir 50% remaja
terutama remaja yang lebih tua, tidak
sarapan. Penelitian lain membuktikan
masih banyak remaja (89%) yang
meyakini kalau sarapan memang penting.
Namun, mereka yang sarapan secara
teratur hanya 60%.5
Banyak anak-anak dan remaja
yang tidak menyukai buah-buahan dan
sayur-sayuran, padahal buah-buahan dan
sayuran secara alami memiliki kadar
lemak yang rendah, tetapi mengandung
banyak vitamin, mineral, air, elektrolit
serta kaya akan serat. Semua jenis buah
dan sayuran pada dasarnya mengandung
11
antioksidan yang sangat penting untuk
mencegah kerusakan sel tubuh.7
Saat mencapai puncak kecepatan
pertumbuhan, remaja biasanya makan
lebih sering dan lebih banyak. Sesudah
masa growth spurt biasanya mereka akan
lebih memperhatikan penampilan dirinya,
terutama remaja putri. Mereka sering kali
terlalu ketat dalam pengaturan kebiasaan
makan dalam menjaga penampilannya
sehingga dapat mengakibatkan
kekurangan zat gizi.13 Pada penelitian
kontrol berat badan pada 459 remaja (usia
12-17 tahun) dari empat wilayah di
United State, didapatkan 44% terjadi pada
remaja putri dan 37% pada remaja laki-
laki yang mencoba melakukan diet untuk
menurunkan berat badan.14
Kebiasaan makan buruk seperti
diatas, akan menyebabkan pemasukan
makanan menjadi kurang sehingga
lambung akan kosong, kekosongan
lambung dapat mengakibatkan erosi pada
lambung akibat gesekan antara dinding-
dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi
HCl. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya dispepsia fungsional.15
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebanyak 62,65% mahasiswa/i
Angkatan 2012 memiliki kebiasaan
makan buruk. Sebanyak 49,4%
mahasiswa/i Angkatan 2012 mengalami
positif dispepsia fungsional dan jenis
gejala yang paling banyak dialami yaitu
keluhan cepat kenyang dengan jumlah
30,1%. Terdapat hubungan antara
kebiasaan makan dengan dispepsia
fungsional.
Dari kesimpulan diatas, ada
beberapa saran yang dapat diajukan antara
lain:
1. Perlu dilakukan promosi kesehatan
terhadap mahasiswa/i dengan
menggunakan food model untuk
menambah informasi mengenai
kebiasaan makan baik dan
makanan sehat.
2. Perlu dilakukan perbaikan zat gizi
pada responden yang telah
mengalami dispepsia fungsional
berdasarkan Pedoman Umum Gizi
Seimbang.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kebiasaan makan
dan dispepsia fungsional.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai kebiasaan makan
dengan penggunaan teknik dan
12
instrument yang berbeda misalnya
metode recall.
UCAPAN TERIMAKASIH
1. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi Dr. dr.
H. Yuwono M.Biomed.
2. Pembantu Dekan 1 Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi dr. Irawan Anasta
Putra, Sp.A
3. Pembantu Dekan 2 Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi dr. Nindya Aryanty
M.Med.Edu.
4. Pembantu Dekan 3 Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi dr. H. Armaidi
Darmawan, M.Epid
5. Ibu Syofia Nelli, DNCLIN, M.
Biomed selaku Pembimbing PBR
dibidang substansi.
6. dr. Nyimas Natasha Ayu Shafira
M.Pd. Ked selaku pembimbing PBR
dibidang metodologi penelitian.
7. Kedua orang tua yang saya hormati
dan sayangi untuk ayah Supriadi dan
Ibu Ngatini, adik saya Apri Liantino,
Defa Prianto, dan Didi Setiadi, terima
kasih atas kasih sayang, perhatian,
dukungan moral dan materil serta doa
yang diberikan kepada penulis.
8. Untuk Alzi Kardiansyah terima kasih
dukungan, bantuan, perhatian, waktu
dan juga semangatnya.
9. Untuk sahabat-sahabat saya Meivers,
teman-teman seperjuangan angkatan
2009, kakak-kakak senior dan adik-
adik junior atas kerja sama yang baik
dan kekompakkan selama ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chang Lin. Medscape Gastroenterology: The Rome III criteria for the functional GI disorders. Medscape; 2006. (diakses 19 September 2012). Diunduh dari : http://www.medscape.org/viewarticle/533460
2. Sediaoetama DA. Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi: kelompok rentan gizi. Edisi ke-delapan. Jakarta: Dian Rakyat; 2008. hal. 235.
3. Harper LJ, Suhardjo. Pangan dan gizi: pola makan. Edisi ke-dua. Jakara: Universitas Indonesia Press; 2003.
4. Turconi G, Guarcello M, Maccarini L, CignoliF, Setti S, Bazzano R et al. Eating habits and behaviours, physical activity, Nutritional and food safety knowledge and beliefs in an adolescent Italian population. Journal of the American College of Nutrition; 2008 June;27(1): 31-43.
5. Arisman. Gizi dalam daur kehidupan: gizi remaja. Edisi ke-dua. Jakarta: EGC; 2008. hal. 79.
6. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta:
13
Rineke Cipta; 2005. hal. 37-41, 120-121.
7. Oetoro, Samuel. Smart eating: 1000 jurus makan pintar dan hidup bugar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2012. hal. 10-12,47-51.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: dispepsia fungsional. Edisi ke-lima. Jakarta: FKUI; 2009. hal. 529-531.
9. Isselbacher , Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam: Dispepsia. Edisi ke-tiga belas. Jakarta: EGC. hal. 246-247.
10. Sinn DH, Shin DH, Lim SW, Kim KM, Son HJ, Kim J et al. PMC: The speed of eating and functional dyspepsia in young women. National Center for Biotechnology Information; 2010 June; 4(2): 173-178.
11. Annisa. Hubungan Ketidakteraturan makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan Di SMA Plus Al-Azhar Medan.Universitas Sumatra Utara; 2010.
12. Khotimah, Nurul. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Sindrom Dispepsia Mahasiswa Fakultas Keperawatan. Universitas Sumatra Utara; 2011.
13. Sayogo S. Gizi remaja: gizi remaja putri. Jakarta: FKUI; 2006. hal. 42-47.
14. Brown, Judith. Nutrition through the life cycle: dieting behaviors. 3th ed. Singapore: Thomson Learning; 2000. p. 398-399.
15. Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi: asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom dyspepsia. Jakarta: EGC; 2009.
14