10.5 pengelolaan kawasan konservasi perairan (kkp) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget...

14
364 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan 10.5 Pengelolaan Kaw asan Konservasi Perairan (KKP) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan ialah strategi yang tersusun atas berbagai aksi tindak ( action plan) yang diarahkan untuk mencapai tujuan jangka panjang suatu kawasan konservasi. Pencapaian tujuan dari pengelolaan kawasan konservasi hanya bisa terlihat dalam jangka panjang. Sedangkan kalender kegiatan biasanya berumur satu tahun. Oleh karena itu, rencana pengelolaan kawasan konservasi biasanya dibagi dalam 3 (tiga) kategori: rencana pengelolaan jangka panjang, rencana pengelolaan jangka menengah dan rencana pengelolaan jangka pendek. Rencana pengelolaan jangka pendek sering disebut rencana kerja tahunan (RKT) sesuai dengan kalender proyek pada umumnya. Rencana jangka menengah ialah tata waktu pencapaian antara jangka pendek dengan jangka panjang. Umumnya rencana pengelolaan jangka panjang dibuat untuk berlaku dalam waktu 25 tahun. Sedangkan rencana jangka menengah berlaku untuk periode 5 (lima) tahun. Namun tata waktu ini bukan ketentuan baku, tergantung dari tujuan dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan konservasi. 10.5.1 Pendekatan Proses pengelolaan atau manajemen Kawasan Konservasi Perairan, seperti pada umumnya, bisa dibedakan dalam 5 (lima) langkah berurutan, ialah: batasan kerja konservasi kawasan, pembuatan strategi konservasi dalam bentuk rencana pengelolaan, implementasi, monitoring capaian sukses, dan adaptasi strategi sebagai bentuk pengelolaan yang adaptif (Gambar 10.6). Proses awal dimulai dari batasan kerja pengelolaan. Namun secara keseluruhan, semua proses merupakan kesatuan yang utuh dan bersifat siklik. Hasil monitoring selalu bisa digunakan untuk evaluasi dan penyempurnaan. Semua proses ini harus dilakukan dan didokumentasikan dalam rencana pengelolaan. Jadi, rencana pengelolaan mencakup dokumentasi semua proses dalam pengelolaan kawasan konservasi secara utuh, dari awal sampai akhir satu tahapan siklus pengelolaan, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Batasan kerja proyek pengelolaan terdiri dari tim penyusun strategi dan rencana pengelolaan, deskripsi kawasan konservasi dan target konservasi. Kata “proyek” diartikan sebagai suatu set aksi yang dilakukan oleh sekelompok orang atau organisasi untuk mencapai tujuan atau sasaran konservasi yang sudah didefinisikan dengan jelas. Skala kisaran proyek bisa bervariasi dari sebuah usaha masyarakat lokal untuk melindungi terumbu karang di depan desa sampai pada usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengelola sebuah Taman Nasional Perairan yang luasnya mencapai ribuah ha. Target didefinisikan sebagai seperangkat spesies, komunitas, habitat dan/atau sistem ekologi yang dipilih untuk mewakili kawasan yang ingin dikonservasi. Target merupakan dasar untuk menentukan sasaran, tindakan dan mengukur keberhasilan usaha konservasi. Sebagai contoh, sebuah target konservasi ialah terumbu karang. Keberhasilan usaha konservasi ditentukan jika tingkat kesehatan habitat terumbu karang semakin baik. Dengan cara yang sedikit berbeda, keberhasilan usaha konservasi bisa ditentukan dari keberhasilan menurunkan ancaman terhadap target (terumbu karang) – dengan menurunnya ancaman terhadap target, secara otomatis tingkat kesehatan target (terumbu karang) akan meningkat.

Upload: ngolien

Post on 07-Mar-2019

252 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

364 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan ialah strategi yang tersusun atas berbagai aksi

tindak (action plan) yang diarahkan untuk mencapai tujuan jangka panjang suatu kawasan

konservasi. Pencapaian tujuan dari pengelolaan kawasan konservasi hanya bisa terlihat dalam jangka

panjang. Sedangkan kalender kegiatan biasanya berumur satu tahun. Oleh karena itu, rencana

pengelolaan kawasan konservasi biasanya dibagi dalam 3 (tiga) kategori: rencana pengelolaan jangka

panjang, rencana pengelolaan jangka menengah dan rencana pengelolaan jangka pendek. Rencana

pengelolaan jangka pendek sering disebut rencana kerja tahunan (RKT) sesuai dengan kalender

proyek pada umumnya. Rencana jangka menengah ialah tata waktu pencapaian antara jangka

pendek dengan jangka panjang. Umumnya rencana pengelolaan jangka panjang dibuat untuk

berlaku dalam waktu 25 tahun. Sedangkan rencana jangka menengah berlaku untuk periode 5 (lima)

tahun. Namun tata waktu ini bukan ketentuan baku, tergantung dari tujuan dan waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai tujuan konservasi.

10.5.1 Pendekatan

Proses pengelolaan atau manajemen Kawasan Konservasi Perairan, seperti pada umumnya,

bisa dibedakan dalam 5 (lima) langkah berurutan, ialah: batasan kerja konservasi kawasan,

pembuatan strategi konservasi dalam bentuk rencana pengelolaan, implementasi, monitoring

capaian sukses, dan adaptasi strategi sebagai bentuk pengelolaan yang adaptif (Gambar 10.6).

Proses awal dimulai dari batasan kerja pengelolaan. Namun secara keseluruhan, semua proses

merupakan kesatuan yang utuh dan bersifat siklik. Hasil monitoring selalu bisa digunakan untuk

evaluasi dan penyempurnaan. Semua proses ini harus dilakukan dan didokumentasikan dalam

rencana pengelolaan. Jadi, rencana pengelolaan mencakup dokumentasi semua proses dalam

pengelolaan kawasan konservasi secara utuh, dari awal sampai akhir satu tahapan siklus

pengelolaan, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

Batasan kerja proyek pengelolaan terdiri dari tim penyusun strategi dan rencana

pengelolaan, deskripsi kawasan konservasi dan target konservasi. Kata “proyek” diartikan sebagai

suatu set aksi yang dilakukan oleh sekelompok orang atau organisasi untuk mencapai tujuan atau

sasaran konservasi yang sudah didefinisikan dengan jelas. Skala kisaran proyek bisa bervariasi dari

sebuah usaha masyarakat lokal untuk melindungi terumbu karang di depan desa sampai pada usaha

yang dilakukan pemerintah untuk mengelola sebuah Taman Nasional Perairan yang luasnya

mencapai ribuah ha. Target didefinisikan sebagai seperangkat spesies, komunitas, habitat dan/atau

sistem ekologi yang dipilih untuk mewakili kawasan yang ingin dikonservasi. Target merupakan dasar

untuk menentukan sasaran, tindakan dan mengukur keberhasilan usaha konservasi. Sebagai contoh,

sebuah target konservasi ialah terumbu karang. Keberhasilan usaha konservasi ditentukan jika

tingkat kesehatan habitat terumbu karang semakin baik. Dengan cara yang sedikit berbeda,

keberhasilan usaha konservasi bisa ditentukan dari keberhasilan menurunkan ancaman terhadap

target (terumbu karang) – dengan menurunnya ancaman terhadap target, secara otomatis tingkat

kesehatan target (terumbu karang) akan meningkat.

Page 2: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

365 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

Gambar 10.6. Rangkaian pendekatan atau proses yang sering digunakan dalam penyusunan

dokumen rencana pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (Sumber: diadaptasi

dari Foundation of Success, The Nature Conservancy, 2007).

Strategi ialah rangkaian aksi yang luas, dirancang untuk melindungi target konservasi,

menurunkan (mengatasi) ancaman dan/atau membangun kapasitas. Istilah strategi secara spesifik

digunakan sebagai payung untuk menjelaskan tindakan atau aksi konservasi. Strategi konservasi

secara praktis diterjemahkan sebagai dokumen rencana pengelolaan. Sebagai contoh, zonasi ialah

suatu strategi untuk mengurangi tekanan penangkapan namun memberikan peluang kepada

nelayan secara terbatas untuk tetap melakukan penangkapan pada tempat-tempat yang telah

ditentukan. Ketika program konservasi mulai dijalankan, pengelola juga melakukan kegiatan

monitoring. Monitoring sukses ialah kegiatan koleksi informasi atau data yang dibutuhkan untuk

menunjukkan bahwa strategi sudah mencapai sasaran atau tidak – data atau informasi yang

dikumpulkan merupakan indikator yang kuat tentang keberhasilan strategi.

Hasil monitoring menjadi informasi bagi pengelola untuk melakukan evaluasi terhadap

strategi konservasi. Jika hasil monitoring tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, strategi

pengelolaan bisa diadaptasi atau disempurnakan agar bisa mencapai sasaran konservasi secara

efektif. Dengan metode ini, rangkaian pengelolaan dimulai lagi secara siklik.

10.5.2 Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

10.5.2.1 Tahapan Proses – Model PHKA

Gambar 10.7. Menyajikan contoh tahapan proses pembuatan rencana pengelolaan kawasan

konservasi berdasarkan ketentuan dari PHKA. Pada tahap awal, perencana harus

mempertimbangkan tiga hal utama, ialah: kondisi kawasan saat ini, praktek pengelolaan kawasan

saat ini dan rencana pembangunan wilayah. Ketiga faktor tersebut dianalisis untuk mendapatkan

peluang dan hambatan yang mungkin akan dihadapi dalam setiap strategi konservasi. Dari kondisi riil

Page 3: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

366 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

tersebut, perencana menentukan tujuan atau sasaran dari pengelolaan kawasan dalam jangka waktu

tertentu dan menentukan perangkat hukum yang akan digunakan dalam pengelolaan kawasan. Hasil

akhir ialah suatu strategi konservasi jangka panjang, berupa dokumen Rencana Pengelolaan 25-

tahun. Dari dokumentersebut, dibuat rencana kerja 5-tahun dan rencana kerja tahunan (RKT).

Semua sasaran dalam rencana kerja jangka pendek selalu diarahkan untuk mencapai tujuan jangka

panjang (25 tahun) yang telah ditetapkan.

Gambar 10.7. Tahapan dalam proses penyelesaian Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (25-

tahun) kawasan konservasi berdasarkan ketentuan PHKA (Sumber: Alder et al.,

1994).

Penyusunan rencana pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, seperti disajikan pada

Gambar 10.7, memperhatikan beberapa ketentuan dasar sebagai berikut:

• Tim kerja multi-sektor – kawasan konservasi selalu berada dalam wilayah propinsi atau

kabupaten tertentu dan PHKA selalu mempertimbangkan rencana pembangunan wilayah

regional maupun daerah. Oleh karena itu tim kerja yang mempersiapkan rencana

pengelolaan kawasan akan terdiri dari instansi pemerintah yang berbeda, dari tingkat pusat

Page 4: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

367 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

maupun daerah. Rencana Pengelolaan 25 tahun Taman Nasional Komodo ditanda tangani

bersama oleh Bupati Manggarai dan Gubernur Nusa Tenggara Timur;

• Tim multi-disiplin – penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi memerlukan

anggota tim dari keahlian yang berbeda. Penilaian kondisi kawasan saat ini, paling tidak

memerlukan ahli dari biologi dan ekologi secara bersama. Dalam menyusun strategi

konservasi, perencana juga akan melibatkan ahli dibidang hukum dan kebijakan yang terkait

dengan pengelolaan kawasan konservasi

• Integrasi aturan zonasi ke dalam rencana pengelolaan – dokumen rencana pengelolaan

mencakup strategi yang sangat luas. Zonasi ialah salah satu strategi yang harus

diintegrasikan dalam rencana pengelolaan kawasan secara keseluruhan

• Identifikasi hambatan – rencana pengelolaan disusun karena adanya ancaman terhadap

kawasan konservasi. Strategi konservasi dibuat untuk menurunkan ancaman dan/atau

meningkatkan status kesehatan kawasan;

• Identifikasi peluang – strategi konservasi (rencana aksi) selalu memperhatikan kemanpuan

sumber daya seperti jumlah dan kapasitas pengelola, pendanaan dan keberlanjutan

pengelolaan dalam jangka panjang.

10.5.2.2 Perangkat Lunak Miradi

Sejak awal tahun 2000an, pemerintah bersama organisasi non-pemerintah (LSM) telah

berhasil mengidentifikasi suatu pola standar (standard lexicon) dalam menyusun rencana

pengelolaan kawasan. Tahapan proses dalam penyusunan rencana pengelolaan pada dasarnya

terdiri dari: (1) tentukan taget konservasi, (2) identifikasi ancaman langsung terhadap target

konservasi, (3) analisis sumber ancaman dan penentuan prioritas ancaman (threat rating), (4)

kembangkan strategi dan rencana aksi untuk menurunkan ancaman dan/atau meningkatkan status

kesehatan target konservasi, dan (5) tentukan perangkat monitoring untuk mengukur keberhasilan

strategi.

Target didefinisikan sebagai seperangkat spesies, komunitas dan/atau sistem ekologi yang

dipilih untuk mewakili dan mencakup keanekaragaman hayati atau sumber daya di dalam kawasan

yang ingin dikonservasi. Target merupakan dasar untuk menentukan sasaran-sasaran, melaksanakan

tindakan-tindakan konservasi, dan mengukur keefektifan konservasi. Secara teori, dan diharapkan

secara praktis di tingkat lapang, target konservasi akan menjamin perlindungan semua

keanekaragaman hayati (perikanan) yang ada dalam bentang alam fungsional suatu kawasan

konservasi.

Ancaman atau threat didefinisikan sebagai sebuah agen (bahan hampiran) atau faktor yang

secara langsung menurunkan satu atau lebih target konservasi. Sebagai contoh, penangkapan

berlebih ialah ancaman terhadap terumbu karang yang menjadi target untuk dikonservasi.

Penangkapan berlebih bisa disebut sebagai ancaman terhadap target ikan yang menjadi tujuan

penangkapan nelayan.

Sumber ancaman ialah tindakan atau peristiwa yang didorong oleh manusia, yang mendasari

atau menyebabkan adanya satu atau lebih ancaman langsung (direct threat). Sebagai contoh, harga

ikan karang yang tinggi termasuk sebagai sumber ancaman, yang mendorong nelayan untuk

melakukan penangkapan secara berlebih atau menggunakan alat tangkap yang tidak ramah

lingkungan (dan mengancam target konservasi).

Page 5: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

368 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

Strategy ialah serangkaian tindakan luas yang dirancang untuk memulihkan kesehatan

(viabilitas) target, mengurangi ancaman (threat), dan/atau meningkatkan kapasitas pengelolaan.

Strategi biasanya digunakan sebagai payung untuk menjelaskan seperangkat tindakan konservasi

tertentu. Sebagai contoh zonasi ialah salah satu strategi untuk membatasi penangkapan secara

berlebih pada wilayah tertentu di dalam kawasan. Aturan zonasi dilakukan melalui tahapan tindakan

atau aksi yang disebut aksi konservasi.

Monitoring ialah kegiatan pemantauan yang dilakukan secara berulang untuk menilai

dampak keberhasilan tindakan konservasi dalam mengurangi ancaman atau meningkatkan status

kesehatan target konservasi. Sebagai contoh misalnya, mengukur tingkat kesehatan Terumbu Karang

yang dilakukan setiap tahun atau setiap dua tahun sekali. Jika dalam periode tertentu, tingkat

kesehatan terumbu karang meningkat, dia digunakan sebagai indikator bahwa program atau

tindakan konservasi sudah berada pada jalan (track) yang sesuai. Sebaliknya, tindakan konservasi

dikatakan belum berhasil.

Berbagai instansi mengembangkan prinsip dasar ini dengan pendekatan dan metode yang

berbeda-beda. Sampai tahun 2002, paling tidak, ada dua kawasan konservasi di Indonesia (Taman

Nasional Komodo dan Taman Nasional Lore Lindu) yang menerapkan metode ini. Rencana

Pengelolaan 25-tahun Taman Nasional Wakatobi yang dilakukan pada tahun 2007-2008 juga

menggunakan pendekatan ini dengan cara yang berbeda. Untuk menghindari berbagai variasi

tersebut, praktisi konservasi bersama pemerintah membentuk tim yang disebut Conservation

Measure Partnership (CMP). Sistem kemitraan ini berhasil menyusun program standar terbuka (open

standard) dalam menyusun rencana pengelolaan kawasan konservasi. Program standar terbuka

tersebut dituliskan dalam bentuk perangkat lunak yang disebut Miradi. Miradi tersedia dalam

bentuk free-ware yang bisa diunduh melalui www.miradi.org.

10.5.3 Tim Pengelola Kawasan

Pada akhirnya, rencana pengelolaan harus dijalankan sesuai dengan jadwal yang sudah

ditentukan dalam rencana pengelolaan 25-tahun, rencana pengelolaan 5-tahun, maupun rencana

kerja tahunan. Rencana kerja tersebut akan dilaksanakan oleh suatu badan atau institusi pengelola

kawasan. Pengelolaan kawasan bisa dilakukan oleh satu instansi tertentu, atau gabungan dari

beberapa instansi, bahkan bisa terdiri dari sistem perwakilan berbagai komponen masyarakat.

Dalam sejarah perkembangan pengelolaan sumber daya maupun kawasan konservasi,

Indonesia berpengalaman menjalankan dua sistem yang berbeda, ialah: model pengelolaan kawasan

berbasis masyarakat, dan model pengelolaan berbasis pada pemerintah formal. Ketika suatu

kawasan konservasi berada pada lokasi yang terisolasi dan sulit dijangkau oleh pemerintah,

masyarakat lokal akan membuat kesepakatan melalui aturan non-formal untuk mengelola

pemanfaatan sumber daya berbasis masyarakat (community-based management). Contoh ini sudah

kita diskusikan sebelumnya, termasuk diantaranya ialah: Sasi Laut di Maluku dan Papua, Nyale di

Sumba, Awig-Awig di Lombok atau Panglima Laot di Aceh. Sistem pengelolaan kawasan konservasi

yang berkembang saat ini di Indonesia ialah berbasis pada pemerintah. Hal ini tertuang dalam

Undang Undang Dasar 1945, Pasal 33 (3), sebagai berikut: bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat. Namun demikian, pemerintah secara bertahap mulai menyerahkan sebagian urusan

pengelolaan sumber daya kepada Pemerintah Daerah maupun masyarakat.

Page 6: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

369 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

Sejak 30 tahun yang lalu, sistem pengelolaan sumber daya berkembang dan mengarah pada

konsep alternatif yang disebut pengelolaan secara bersama. Model ini sering disebut dengan istilah

co-management atau collaborative management, kolaborasi kewenangan dalam pengelolaan

sumber daya alam maupun konservasi kawasan. Kolaborasi, pada banyak teks, didefinisikan sebagai

usaha untuk berbagi wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah dengan masyarakat

berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya maupun kawasan konservasi. Tingkatan dalam

kolaborasi ini akan berbeda-beda, sesuai dengan kondisi lokal dan dinamika antara pemerintah dan

masyarakat berkepentingan. Masing-masing tingkatan dicirikan berdasarkan besarnya atau

intensitas interaksi diantara kedua pihak.

Gambar 10.8. Menyajikan berbagai tingkatan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat

dalam pengelolaan sumber daya atau kawasan konservasi. Pada bagian sebelah kiri menggambarkan

sistem pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah (state-base management). Sedangkan pada

bagian kanan menunjukkan sistem pengelolaan yang dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat

(community-base management). Sedangkan ruang diantaranya menunjukkan intensitas kolaborasi

dalam pengelolaan sumber daya. Jika intensitas interaksi lebih banyak berada di sebelah kiri, artinya

sistem kolaborasi lebih condong didominasi oleh pmerintah. Sedangkan interaksi yang mengarah ke

bagian kanan condong lebih didominasi oleh masyarakat. Jadi kolaborasi ialah suatu kompromi

dalam berbagi tanggung jawab dan wewenang.

Inisiatif kolaborasi harus dimulai oleh pihak penguasa (pemerintah). Intensitas kolaborasi

yang paling awal dimulai dari tingkat penyampaian informasi oleh pemerintah kepada masyarakat

tentang rencana atau ketentuan dalam pengelolaan sumber daya. Intensitas kedua ialah pelibatan

masyarakat melalui konsultasi, demikian selanjutnya. Semakin banyak indikator tersebut (Gambar

10.8) terpenuhi, semakin tinggi instensitas pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan.

Demikian sebaliknya.

Gambar 10.8. Berbagai tingkatan kolaborasi antara sistem yang berbasis pada pemerintah dan

berbasis masyarakat (Sumber: diadopsi dari Pomeroy & Berkes, 1997)

Page 7: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

370 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

Akhir-akhir ini Pemerintah memulai inisiatif untuk melakukan pengelolaan kawasan secara

kolaboratif bersama para pihak. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.

P.19/Menhut-II/04 tentang kolaborasi pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian

Alam. Dalam peraturan tersebut, pemerintah merasa perlu untuk melakukan sistem kolaborasi

untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan konservasi. Pengelolaan kolaborasi ini sudah

mulai dicobakan pada tingkat implementasi. Contoh yang bisa dilihat ialah Taman Nasional Bunaken

dengan membentuk Dewan Pengelola Taman Nasional Bunaken (DPTNB), Taman Nasional Gede

Pangrango, Taman Nasional Bukit Dua Belas dan Taman Nasional Komodo.

Pengelola kawasan konservasi yang menggunakan sistem kolaborasi akan terdiri dari

beberapa instansi yang bergabung secara bersama dalam berbagi tanggung jawab dan wewenang.

Sebagai contoh ialah alternatif Dewan Pengelola (Komodo Collaborative Management Board) yang

pernah diajukan untuk Taman Nasional Komodo. Pengelola kawasan konservasi terdiri dari

perwakilan para pihak berkepentingan atau stakeholder, sebagai berikut: perwakilan DitJen

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Jakarta, Kepala Balai Taman Nasional (BTN),

perwakilan pihak swasta (PT. Putri Naga Komodo), Bupati Manggarai Barat sebagai perwakilan

Pemerintah Daerah dan satu orang perwakilan dari masyarakat pengguna kawasan. Dewan

pengelola bergabung untuk menentukan garis besar kegiatan yang akan dilakukan selama setahun

ke depan. Masing-masing perwakilan mempunyai satu suara dalam menentukan arah kebijakan dan

kegiatan di dalam taman nasional. Pelaksanaan program di tingkat lapang dibedakan menjadi dua,

ialah: pengelolaan kawasan (penegakan aturan zonasi, monitoring dan penyuluhan) dan pengelolaan

eko-wisata. Pengelolaan konservasi kawasan dilakukan oleh pihak taman nasional yang sudah sangat

berpengalaman dalam menjalankan kegiatan konservasi. Sedangkan pengelolaan eko-wisata dan

mekanisme pendanaan jangka panjang menjadi tanggung jawab pihak swasta (PT. Putri Naga

Komodo) yang diharapkan bisa berperan secara profesional. Dalam pelaksanaan konservasi dan eko-

wisata, masyarakat akan bersinggungan dengan aturan konservasi dan kepuasan dalam pelaksanaan

eko-wisata. Ketidak puasan ini bisa diselesaikan dalam tiga tahap (grieven mechanisms). Pada tahap

pertama, masyarakat bisa menyelesaikan konflik pada tingkat lapang dengan masing-masing petugas

yang bertanggung jawab langsung dalam bidangnya. Jika tidak puas, pengguna atau masyarakat bisa

menyampaikan nota protes langsung kepada pihak BTN. Jika hal ini juga tidak memuaskan,

masyarakat bisa menyampaikan nota ketidak puasan ini melalui perwakilan di tingakt Dewan

Pengelola. Dengan sistem ini masing-masing pihak akan terwakili dan berbagai pihak bisa saling

berinteraksi dan saling memperbaiki untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan konservasi

(Gambar 10.9)

Page 8: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

371 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

Gambar 10.9. Bentuk alternatif kolaborasi pengelolaan kawasan konservasi yang pernah diajukan

sebagai alternatif untuk Taman Nasional Komodo.

10.5.4 Monitoring Sukses

Monitoring ialah suatu pengamatan yang dilakukan secara berulang, dengan metode yang

sama, dengan tujuan untuk mengukur perubahan yang terjadi sebagai dampak dari kegiatan atau

aksi pengelolaan. Parameter monitoring harus bisa menjamin bahwa perubahan yang terjadi

merupakan dampak dari aksi konservasi, bukan oleh faktor lain, selain aksi konservasi. Namun

menentukan parameter yang akan dimonitor harus efektif – tidak semua parameter harus

dimonitor, dengan memperhatikan tenaga dan dana yang tersedia untuk keperluan ini. Sebagai

contoh, pengelolaan suatu kawasan konservasi ditujukan untuk mengurangi tekanan penangkapan

di wilayah larang-ambil, ialah pada lokasi penangkapan ikan (fishing ground) nelayan. Kegiatan

monitoring ialah dengan mencatat jumlah Crown-Of-Thorn (COT) setiap 6 (enam) bulan sekali.

Strategi monitoring seperti ini jelas tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan kawasan.

10.5.4.1 Tujuan Monitoring

Secara umum, tujuan utama dari monitoring ialah sebagai berikut:

• Memberikan informasi agar pengelolaan bisa adaptif,

• Mengukur kinerja pengelolaan.

• Menunjukkan keberadaan pengelola di lapangan

Memberikan informasi tentang pengelolaan – pengelolaan suatu Kawasan Konservasi

Perairan hanya efektif bila didasarkan pada pengetahuan yang tepat tentang bagaimana manusia

mempengaruhi keberadaan sumber daya di dalam kawasan. Pengukuran ancaman, rancangan

strategi dan pengukuran untuk menurunkan berbagai ancaman, memerlukan informasi yang terkini

Page 9: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

372 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

tentang: siapa yang melakukan apa, dimana dan kapan di dalam kawasan. Informasi ini hanya akan

dapat diperoleh melalui monitoring secara berkala. Misalnya, monitoring pemanfaatan sumber daya

dapat menunjukkan tipe atau jenis perikanan yang baru berkembang di dalam suatu kawasan.

Aktifitas ini memerlukan reaksi pengelola secara cepat dan tepat untuk menghindari berkurangnya

stok ikan. Jika aktifitas yang baru ini bisa mempengaruhi perikanan, strategi pengelolaan harus bisa

adaptif dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di tingkat lapang.

Mengukur kinerja: pengelola kawasan harus bisa menunjukkan kepada publik bahwa dana

pengelolaan kawasan memang sudah dimanfaatkan secara efektif. Selain tanggung jawab secara

akunting, pengelola juga akan berhadapan dengan audit secara programatik. Sebagai contoh,

apabila pengelola bermaksud untuk mengurangi tekanan penangkapan di wilayah larang-ambil, hal

ini tidak hanya ditunjukkan dari frekuensi atau jumlah patroli petugas saja. Pengelola juga harus bisa

membuktikan bahwa jumlah orang yang menangkap ikan pada wilayah larang-ambil sudah

mengalami penurunan, atau dengan kata lain, jumlah pelanggaran sudah mengalami penurunan.

Mempertahankan keberadaan petugas pengelola di tingkat lapang: kegiatan monitoring

juga membantu untuk menunjukkan keberadaan pengelola pada tingkat lapang. Hal ini akan

mengurangi kemungkinan pengguna kawasan untuk melakukan hal-hal yang melanggar aturan

pengelolaan. Jika keberadaan pengelola relatif rendah, maka kecenderungan pelanggaran tentu saja

akan meningkat tanpa diketahui oleh pengelola.

10.5.4.2 Jenis Monitoring

Seperti telah disebutkan, jenis kegiatan monitoring sangat beragam. Namun pada dasarnya

kegiatan ini bisa dibedakan dalam 4 (empat) kategori, ialah: (1) monitoring biologi atau ekologi, (2)

monitoring sosial-ekonomi, (3) monitoring pola pemanfaatan sumber daya, dan (4) monitoring

insidental. Beberapa kegiatan monitoring ada yang bisa mengukur dampak dari aksi pengelolaan

secara langsung. Jenis monitoring lainnya hanya bisa mengukur dampak aksi konservasi setelah

beberapa lama. Sebagai contoh, suatu aksi konservasi ialah patroli dan penegakan aturan wilayah

larang-ambil. Untuk itu, pengelola kawasan melakukan patroli wilayah larang-ambil secara teratur,

misalkan 2 hari setiap periode 10 hari. Sebelum patroli diterapkan, petugas mencatat sekitar 10

nelayan menangkap ikan dalam setiap 1 ha wilayah larang-ambil. Pada waktu yang ditentukan,

kegiatan patroli dan penegakan aturan mulai diterapkan. Bersama itu, petugas juga mengamati

nelayan yang beroperasi di wilayah larang-ambil. Jika jumlah ini berkurang maka aksi konservasi bisa

dikatakan berdampak langsung terhadap perubahan di dalam kawasan. Sebaliknya, kegiatan patroli

tidak langsung berdampak positif terhadap peningkatan jumlah dan ukuran ikan di dalam wilayah

larang-ambil.

A. Monitoring Dampak Langsung

Sejak tahun 1996, Taman Nasional Komodo mempunyai fasilitas (speedboat), tenaga

(bantuan kepolisian) dan dana yang mencukupi untuk melakukan patroli rutin di laut. Sebelumnya,

kegiatan patroli hanya dilakukan di darat dan dipusatkan pada pos-pos Jagawana yang berjumlah 8

(delapan) unit di seluruh kawasan. Petugas mencatat (memonitor) jumlah suara ledakan bom ikan

yang dilakukan di laut dan terdengar dari pos jaga. Mereka mencatat rata-rata antara 13 – 20 kali

suara bom ikan yang terjadi setiap bulannya (Gambar 10.10).

Page 10: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

373 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

Pada akhir bulan Mei 1996, pengelola taman nasional memutuskan untuk memulai patroli

rutin dengan petugas kepolisian. Setiap pengguna alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (bom

dan potas) langsung ditindak dan dikenakan sanksi hukum oleh petugas. Hal ini menimbulkan

dampak yang cukup besar pada tingkat pengguna atau nelayan. Pengguna alat yang tidak ramah

lingkungan merasa dirugikan dan menyampaikan nota protes kepada pengelola kawasan. Selain itu,

beberapa nelayan melakukan perlawanan di tingkat lapang. Namun nota ini harus dikalahkan

dengan dasar hukum (UU No. 9 tahun 1985 tentang perikanan, dan UU No. 5 tahun 1990). Polisi

menyatakan argumentasi bahwa penangkapan ikan dengan menggunakan alat tidak ramah

lingkungan dilarang pada seluruh wilayah perairan di Indonesia. Sebagian nelayan secara sembunyi-

sembunyi masih berusaha untuk melakukan operasi dengan resiko terkena sanksi jika ketahuan

petugas. Pada tahun 2000, Dinas Perikanan Kabupaten Manggarai menyampaikan Surat Edaran yang

melarang penggunaan bom dan kompresor hookah pada seluruh wilayah perairan Manggarai,

terutama Taman Nasional Komodo. Surat edaran ini memperkuat polisi untruk mengambil tindakan

yang diperlukan dan nelayan pengguna bom ikan semakin terbatas.

Petugas pos jagawana terus mencatat (melakukan aktifitas monitoring) jumlah suara bom

ikan yang terdengar dari pos jaga. Hasil monitoring disajikan pada Gambar 10.10. Jumlah insiden

penggunaan bom ikan langsung menurun, dan hal ini dipastikan sebagai dampak langsung dari aksi

konservasi berupa patroli rutin di dalam wilayah larang-ambil. Hasil analisis ini telah dilaporkan oleh

pengelola kepada pihak atasan untuk menunjukkan dampak langsung dari aksi konservasi. Grafik di

bawah merupakan contoh pembelajaran tentang bagaimana monitoring bisa menunjukkan

perubahan yang terjadi di dalam kawasan.

Gambar 10.10. Hasil dari program monitoring sumber daya, menunjukkan efektifitas pengelolaan.

Jagawanana atau Polis i Hutan. Jagawana memonitor pemanfaatan sumber daya oleh nelayan

pengguna bom ikan dengan mencatat frekuensi suara bom ikan yang terdengar dari pos jaga

di darat. Setelah menerapkan program patroli pengamanan gerak cepat, insiden penge-

boman ikan berkurang secara nyata. Grafik ini menunjukkan pesan yang kuat dalam

efektifitas program konservasi kawasan kepada masyarakat dan pihak terkait.

Page 11: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

374 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

B. Monitoring Biologi

Monitoring biologi termasuk didalamnya kegiatan pemantauan lingkungan dan habitat yang

mengalami perubahan sebagai dampak dari aksi atau kegiatan konservasi. Sebagai contoh, jika

kegiatan patroli bisa menurunkan kejadian bom ikan yang dilakukan masyarakat nelayan, hal ini

tentu saja akan berdampak positif dengan meningkatnya tutupan karang hidup di dalam kawasan.

Namun perlu disadari bahwa peningkatan ini tidak akan terjadi secara langsung dalam waktu yang

relatif pendek. Terumbu karang membutuhkan waktu selama beberapa tahun untuk pulih. Untuk itu,

pengelola kawasan Taman Nasional Komodo melakukan inisiatif untuk mengukur tutupan karang

keras setiap dau tahun sekali. Hasil analisis disajikan pada Gambar 5.9 (lihat juga pada Bab V

sebelumnya).

Hasil kegiatan monitoring karang selama 8 tahun menunjukkan indikasi bahwa tutupan

karang keras di dalam kawasan (wilayah larang-ambil) mengalami peningkatan. Pada awal patroli

dijalankan, tutupan karang keras hidup mencapai sekitar 15%. Setelah 8 (delapan) tahun program

konservasi, tutupan karang keras telah meningkat menjadi sekitar 26%. Program patroli dinyatakan

berhasil dan memberikan dampak pada perubahan biologi yang terjadi di dalam kawasan. Namun

hal ini baru diketahui sekitar 8 (delapan) tahun kemudian, dari saat aksi konservasi mulai dijalankan.

Pada tahun 1998, pengelola kawasan juga melakukan monitoring terhadap jumlah induk ikan

karang yang melakukan pemijahan pada waktu-waktu tertentu. Jenis kegiatan ini disebut monitoring

SPAGs (Spawning Aggregation Sites). Hasil monitoring disajikan pada Gambar 10.11. Selama periode

5 (lima) tahun, jumlah induk ikan karang ternyata mengalami penurunan, sebagai indikasi terjadinya

penangkapan berlebih (over-fishing) terhadap populasi induk ikan karang. Penangkapan berlebih

dilakukan secara bersama, baik oleh alat tangkap destruktif (tidak ramah lingkungan dan ilegal)

maupun oleh alat tangkap yang diijinkan beroperasi di dalam kawasan. Hasil monitoring (Gambar

10.10) menunjukkan bahwa pengelola kawasan telah berhasil melarang penggunaan alat tangkap

destruktif (bom dan racun sianida melalui penggunaan kompresor hookah). Namun, pengelola

kawasan belum berhasil menghindari kawasan dari usaha pengambilan berlebih yang dilakukan oleh

nelayan dengan alat tangkap legal.

Page 12: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

375 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

Gambar 10.11. Jumlah populasi induk ikan karang pada lokasi pemijahan ikan yang dimonitor

dalam periode 1998 – 2003 (Sumber: Pet et. al., 2005)

C. Monitoring Pemanfaatan Sumber daya

Monitoring Pemanfaatan Sumber daya (MPS) didefinisikan sebagai suatu kegiatan dimana

suatu tim melakukan survei lapang pada suatu daerah tertentu untuk mengetahui apa tipe-tipe

pemanfaatan sumber daya yang ada, kapan, dimana, dan oleh siapa. ‘Pemanfaatan sumber daya’

pada konteks ini diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya laut yang dapat diperbarui (alam

hayati), termasuk pemanfaatan ekstraktif (penangkapan ikan, pengambilan batu karang, dll) dan

pemanfaatan non-ekstraktif (pariwisata, pendidikan, dll). Memonitor pemanfaatan sumber daya bisa

dilakukan secara in-situ, ialah pengamatan yang dilakukan di tempat peristiwa tersebut terjadi.

Monitoring pemanfaatan juga bisa dilakukan secara ex-situ, misalnya melalui analisis data dari

tempat pelelangan ikan.

Secara khusus, tim lapang akan menggunakan perahu/speed boat untuk mengelilingi suatu

area, mewawancarai nelayan dan pengguna lainnya yang ditemui di laut ketika sedang menangkap

ikan atau melakukan aktifitas, beristirahat atau melintasi kawasan untuk pindah tempat. Kegiatan

keliling ini akan diulangi secara berkala (misalnya, setiap minggu atau setiap bulan) untuk

mendapatkan kecenderungan (perubahan berdasarkan waktu). Monitoring pemanfaatan sumber

daya juga bisa dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang mini. Dari atas pesawat, petugas

mencatat jenis perahu, alat tangkap (jika memungkinkan) dan jumlah perahu yang berada di suatu

tempat tertentu.

Monitoring pemanfaatan sumber daya seringkali dikombinasikan dengan kegiatan patroli

pengamanan atau penegakan aturan pemanfaatan sumber daya. Sesungguhnya, patroli

Page 13: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

376 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

pengamanan dapat dianggap sebagai suatu monitoring pemanfaatan sumber daya yang lebih

spesifik, dikhususkan pada metode pemanfaatan sumber daya yang melanggar aturan hukum, ilegal.

Dalam catatan protokol monitoring, petugas Taman Nasional Komodo melakukan

monitoring pemanfaatan sumber daya selama 2 (dua) hari dalam 10 hari. Kegiatan ini dilakukan

dengan menggunakan speedboat, terutama mengelilingi kawasan (wilayah larang-ambil). Waktu

yang dibutuhkan untuk mengelilingi kawasan dalam satu rute monitoring ialah dua hari. Salah satu

hasil analisis data monitoring disajikan pada Gambar 10.12. Secara jelas petugas menunjukkan

nelayan dari desa tertentu (Pulau Mesa) terkonsentrasi melakukan penangkapan ikan di wilayah Gili

Lawa laut dan Pulau Padar Utara dengan menggunakan kompresor hookah – lokasi penangkapan

ditandai dengan warna putih. Hasil monitoring ini sangat bermanfaat bagi pengelola untuk segera

melakukan respon cepat. Kedua lokasi yang disebut di atas ialah termasuk tempat potensial

pemijahan ikan karang. Alat tangkap kompresor sudah dilarang oleh pemerintah untuk digunakan

terutama di dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Pengelola kawasan Taman Nasional bisa

memerintahkan petugas lapang untuk melakukan konsentrasi patroli yang lebih intensif pada kedua

wilayah yang menjadi target penangkapan nelayan.

Sebagai ringkasan, strategi konservasi ditujukan untuk mengurangi ancaman dan/atau

meningkatkan status kesehatan target konservasi. Strategi konservasi terdiri dari berbagai aksi

konservasi di tingkat lapang. Semua aksi konservasi yang tersusun dalam rencana pengelolaan harus

dievaluasi untuk menjamin bahwa kegiatan tersebut menuju pada sasaran konservasi (mengurangi

ancaman atau meningkatkan status kesehatan target konservasi). Alat evaluasi tersebut tercakup

dan diukur dalam kegiatan monitoring. Kegiatan monitoring harus menjamin bahwa setiap

perubahan yang terjadi di dalam kawasan merupakan dampak dari aksi konservasi, bukan oleh

faktor lain.

Gambar 10.12 Hasil analisis monitoring pola pemanfaatan sumber daya di dalam kawasan Taman

Nasional Komodo. Nelayan dari Pulau Mesa (Misa) melakukan konsentrasi

penangkapan pada dua wilayah tertentu (tanda lingkaran putih) dengan

menggunakan alat kompresor hookah

Page 14: 10.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) · proyek pada umumnya. ... tentukan taget konservasi, (2) ... terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

377 Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan

Bahan Bacaan Utama:

Froese, R., & D. Pauly. 2011. FishBase: World Wide Web Electronic Publication. www.fishbase.org,

version (02/2011).

Pet, J. S., P.J. Mous, A.H. Muljadi, Y.J. Sadovy, & L. Squire (2005). Aggregations of Plectropomus

Areolatus and Epinephelus Fuscoguttatus (Groupers, Serranidae) in the Komodo National

Park, Indonesia: Monitoring and Implications for Management. Environmental Biology of

Fishes 74: 209-218.

Salm, R. V., J. Clark, & R. Siirila. 2000. Marine and Coastal Protected Areas: A guide for planners and

managers. Washington DC, IUCN., xxi + 371pp.

Ringkasan:

1. Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia saat ini lebih merupakan kebutuhan dari pada

komitmen terhadap ketentuan global untuk melindungi keanekaragaman hayati laut. Jelaskan

alasan yang mendukung hal ini.

2. Keberhasilan dalam pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan sangat berpeluang untuk

mendapatkan bonus berupa alternatif mata pencaharian baru yang timbul dari keberhasilan

pengelolaan kawasan konservasi. Apa peluang alternatif tersebut, berikan alasan;

3. Jelaskan arti kriteria keterwakilan (representativeness) sebagai salah satu kriteria dalam seleksi

kawasan. Apa alasan kriteria ini menjadi dasar dalam seleksi kawasan?

4. Kolaborasi (co-management) ialah salah satu sistem dalam pengelolaan Kawasan Konservasi

Perairan. Apa yang dimaksud dengan kolaborasi dalam konteks ini? Sebutkan beberapa contoh

kolaborasi dalam praktek pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia;

5. Sebutkan alasan yang paling kuat untuk melakukan program monitoring sebagai bagian dari

rencana pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

6. Dalam setiap diskusi tentang stakeholder, kita sering melupakan salah satu pihak yang terlibat

dalam pengelolaan kawasan konservasi. Mereka sering disebut sebagai suara para pihak yang

diam atau tidak bersuara. Siapakah yang dimaksud dengan stakeholder ini?

7. Ada tiga prinsip dasar yang sebaiknya dipertimbangkan dalam seleksi calon kawasan konservasi.

Sebutkan dan jelaskan masing-masing prinsip dasar tersebut.

8. Monitoring biologi menjadi alat ukur sukses atau kegagalan program konservasi. Hal ini bisa

dilihat dari tingkat kesehatan (viabilitas) dari target konservasi. Berikan dua contoh monitoring

biologi yang menunjukkan sukses dari program konservasi.

9. Gambarkan proses penetapan suatu kawasan konservasi dengan menggunakan sistem yang

dikembangkan oleh PHKA. Bagaimana proses akomodasi pelibatan masyarakat dalam sistem ini?

10. Buatlah sebuah contoh badan pengelola kawasan konservasi dengan model kolaborasi berbagai

pihak.