10238_modul praktikan blok respirasi 2015 fix
DESCRIPTION
10238_modul Praktikan Blok Respirasi 2015 FixTRANSCRIPT
RESPIRASI 2015
I. ASMA
Pendahuluan
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri
klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama malam hari yang
disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemui adalah
wheezing. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran nafas, yang
ditandai oleh keterbatasan arus udara pada saat ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri
patologis yang dominan adalah inflamasi saluran nafas yang kadang disertai
dengan perubahan struktur saluran nafas.
Mekanisme
Tabel 1.1.Klasifikasi Asma
Characteristic Controlled Partly controlled Uncontrolled
Daytime symptoms 2 or less per
week
More than twice per
week
Limitations of activities None Any
Nocturnal
symptoms/aweking
None Any 3 or more features of
partly controlled
Need for rescue/relivier
treatment
2 or less per
week
More than twice per
week
asthma present in any
week
Lung function (PEF of
FEV1)
Normal < 80 % predicted or
personal best
(if known) on any day
2015 LABORATORIUM FARMAKOLOGI
Tabel 1.2 Algoritma Terapi
Treatment Steps
Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5
Asmtha education
Environmental control
As needed rapid acting β-2 agonist
Co
ntr
oll
er
Op
tio
ns
Select One Select One Add one or more Add one or
Both
Low Dose Inhaled
glucocorticosteroi
ds (ICS)
Low dose ICS
plus long acting
β-2 agonist
Medium or high
dose ICS plus long
acting β-2 agonist
Oral
glucocortic
osteroid
(lowest
dose)
Medium or high
dose ICS
leukotrine
modifier
Anti-IgE
treatment
Low dose ICS
plus leukotrine
modifier
sustained release
theophyline
Low dose ICS
plus sustained
release
theophyline
Golongan Obat
•Agonis beta 2 kerja singkat
•Kortikosteroid sistemik
•Antikolinergik
•Metilxantin
•Adrenalin
Reliever : Dipakai saat serangan. Prinsipnya : dilatasi jalan
nafas (relaksasi otot polos, perbaiki bronkokontriksi ) dan tidak memperbaiki inflamasi jalan nafas/menurunkan hiperresponsif.
•Kortikosteroid
•Sodium kromoglikat
•Nedokromil sodium
•Metilxantin
•Angonis beta 2 kerja lama
•Leukotrien modifiers
•Antagonis H1
Controller : Dipakai sehari-hari untuk pencegahan serangan
RESPIRASI 2015
Obat yang tersedia untuk terapi asma adalah obat yang mempunyai target
menghambat respon inflamasi dan/atau relaksasi otot polos bronkus. Short-acting
agonists hanya untuk reliever, sedangkan long acting digunakan untuk profilaksis
dalam terapi asma.
1. Simpatomimetik
Mekanisme kerja agonis adrenoseptor adalah :
a. Merangsang adenil siklase dan meningkatkan pembentukan cAMP intrasel
b. Melemaskan otot polos saluran nafas
c. Menghambat pelepasan mediator bronkokontriksi dari sel-sel mast
d. Menghambat kebocoran mikrovaskular dan meningkatkan transport
mukosiliar
Agonis adrenoseptor paling baik diberikan melalui inhalasi, sehingga
dapat menimbulkan efek yang sangat cepat pada otot polos saluran nafas dan
mengurangi toksisitas sistemik. Agen simpatomimetik terdiri dari 2, yaitu : β2
agonis selektif (albuterol, metoproterenol, terbutaline, salmeterol) dan β1
agonis non selektif (epinefrin, ephedrine, isoprotenolol). β2 agonis selektif
lebih sering digunakan karena tidak ada efek kronotropik dan inotropik.
Obat simpatomimetik, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Kerja langsung/kerja cepat ( 15-30 menit)
Tidak melewati neuron presinaptik
ESO : takikardi, hiperglikemia, hipokalemia, hipomagnesia
KI : pasien dengan kasus tekanan intracranial tinggi, aritmia jantung,
edema paru.
Interaksi obat :
Epinefrin - kokain (>> efek)
Contoh obat : epinefrin, isoproterenol, terbutalin, albuterol,
metaproterenol.
b. Kerja lambat (> 12 jam)
Melalui neuron presinaptik
Dapat diberikan secara inhalasi maupun sistemik
ESO : rangsangan kardiovaskular, anxiety, dan tremor otot rangka
Contoh : amfetamin, salmeterol, formoterol
2015 LABORATORIUM FARMAKOLOGI
Interaksi obat : salmeterol dikombinasikan dengan kortikosteroid
inhalasi untuk meningkatkan control asma.
2. Metilxantin
Mekanismekerja :
a. Menghambat enzim fosfodiesterase akumulasi siklik AMP dan siklik
GMP yang menimbulkan efek relaksasi otot polos bronkodilatasi. Efek
ini terjadi pada konsentrasi tinggi (>10 mg/dL).
b. Menurunkan pelepasan sitokin dan kemokin dari sel-sel inflamasi
penurunan migrasi dan aktivasi sel-sel imun pada dosis rendah (5-
10mg/dL). Sebagaipelega (reliever) metilxantin dapat dikombinasikan
dengan agonis β adrenergic kerja singkat, sedangkan sebagai controller
dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid inhalasi.
Contoh obat: teofilin, teobromin.
Teofilinmerupakanbronkodilator paling efektif. Preparat teofilin yang
sering digunakan dalam pengobatan adalah aminofilin. Teofilin memiliki
jendela teraupetik yang sempit, sehingga dalam penggunaannya harus
berhati-hati. Memiliki inhibitor PDE4 selektif sehingga dapat digunakan
untuk terapi PPOK.
Sediaan : per oral, 3-4 mg/kg tiap 6 jam
ESO : Anoreksia, sekresi asam lambung dan pencernaan meningkta
mual muntah, rasa tidka enak pada abdomen, sakit kepala, anxietas,
nervous, kejang, aritmia,
3. Agenantimuskarinik
Mekanismekerja :
Menghambat efek asetilkolin pada reseptor-reseptor muskarinik secara
kompetitif menghambat kontraksi otot polos saluran nafas dan memblokade
peningkatan sekresi mucus bronkodilatasi
Contoh obat :
Ipratropium bromide, tiotropium bromide (per inhalasi).
Penggunaan antimuskarinik inhalasi dalam terapi asma masih terbatas.Obat ini
berguna sebagai terapi alternatif untuk pasien yang tidak toleran terhadap
agonis adrenoseptor β2.
RESPIRASI 2015
4. Kortikosteroid
Mekanisme kerja :
Mengurangi aktivasi mediator inflamasi kontriksi pembuluh darah,
penurunan permeabilitas pembuluh darah, mengurangi edema mukosa, dan
menghambat pelepasan leukotrien.
Secara tidak langsung, kortikosteroid dapat merelaksasikan otot polos saluran
nafas.
Kortikosteroid per oral dan parenteral hanya boleh digunakan untuk terapi
reliever, tidak boleh diberikan secara kronis. Untuk terapi controller bias
digunakan kortikosteroid aeorosol.
Contoh obat: prednisone, metilprednisolon, beklometason, budesonid,
flunisonid, triamsinolon.
Sediaan: sistemik (oral dan parenteral ) dan inhalasi
Sediaan inhalasi: flutikason, flunisolid, dan budesonid, triamsinolon,
beklometason. Glukokortikoid inhalasi digunakan sebagai sebagai profilaksis
untuk mengontrol asma daripada untuk mengembalikan gejala asma seperti
semula. Obat yang poten tingga, seperti flutikason, flunisolid, dan budesonid
efekfif diberibakan 1 atau 2 puff sebanyak 2 atau bahkan 1 kali perhari.
Bahkan glukokortikoid inhalasi lebih superior dibandingkan B2-agonists dalam
mengontrol gejalala asma.
ESO :inhalasi : kandidiasis orofaring (paling sering), disfonia.
Sistemik : osteoporosis, peningkatan nafsu makan, hipertensi, diabetes,
katarak, glaucoma, obesitas, supresiaksis adrenal pituitary hypothalamus.
5. Penghambat Leukotrin
Penghambat leukotriene adalah obat profilaksis yang efektif untuk
asma ringan, namun peran mereka dalam terapi asma belum bisa
didefinisikan secara jelas. Penghambat leukotrien mempunyai kemampuan
untuk memungkinkan pengurangan dosis steroid inhalasi untuk mengontrol
eksaserbasi asma. Obat ini tidak diindikasikan untuk terapi bronkodilator
cepat. Terbagi menjadi dua golongan, yaitu antagonis reseptor leukotrin
(Zafirlukast dan Montelukast) dan inhibitor sintesis leukotrin (Zileuton).
2015 LABORATORIUM FARMAKOLOGI
a. Farmakokinetik
- Zafirlukast
Absorpsi : Saluran pencernaan
Distribusi: bioavaibilitas >90% dan > 99% terikat dengan protein
Metabolisme : di hati oleh CYP2C9.
Waktu paruh sekitar 10 jam.
- Montelukast
Absorpsi: Saluran pencernaan
Distribusi: sangat terikat dengan protein(99%).
Biovaibilitas 60-70%
Metabolisme: di hati oleh CYP3A4danCYP2C9
- Zileuton
Diserap dengan cepat pada pemberian oral dan dimetabolisme oleh
CYPs dan UDP-glucuronosyltransferases. Zileuton sangat terikat
dengan protein dengan 93% bagiannya terikat dengan protein.
b. Cara KerjaObat
1) Antagonis Reseptor Leukotrin
Cysteinyl Leukotriene (CYS-LT) merupakan konstriktor dari
otot polos bronkial. Zafirlukast dan montelukast merupakan
antagonis kompetitif dengan selektivitas dan afinitas yang kuat untuk
reseptor CYS-LT1. Dengan menghambat reseptor resebut maka
bronkokontriksi tidak akan terjadi. Efek dari CYS-LT yang terkait
dengan asma bronkial dapat meningkatkan kebocoran
mikrovaskular, meningkatkan produksi lendir, dan meningkatkan
eosinofil dan basofil masuk ke dalam saluran nafas.
2) Inhibitor Sintesis Leukotriene
Zileuton adalah inhibitor poten dan selektif untuk aktivitas5-
lipoxygenase, sedangkan pembentukan leukotrien bergantung pada
lipoksigenisasi asam arakidonatoleh5-lipoxygenase.
c. Efek Samping Obat
1) Zafirlukast dan Montelukast
Eosinofilia dan vaskulitis seperti Churg-Strauss syndrome.
2) Zileuton
RESPIRASI 2015
Penurunan klirens dari warfarin.
d. Contoh dan Bentuk Sediaan Obat
1) Zafirlukast
Oral: 10, 20 mg tablets
2) Zileuton
Oral: 600 mg tablets
3) Montelukast(Singulair)
Oral: 4,5 mg chewable tablets; 10 mg tablets, 4 mg granules
6. Anti-IgE
Omalizumab diindikasikan untukorang dewasa dan remaja yang lebih
tua dari 12 tahun dengan alergis dan asma persisten sedang sampai berat.
Omalizumab bukan bronkodilator akut dan tidak boleh digunakan sebagai
obat darurat.
a. Farmakokinetik
Omalizumab diberikan melalui injeksi subkutan setiap 2 sampai 4
minggu. Bioavailabilitas sekitar 60%. Eliminasi kompleks omalizumab-
IgE terjadi dalam sistem retikuloendotelial hati dan omalizumab utuh
juga diekskresikan dalam empedu.
b. Cara Kerja Obat
Omalizumab mengikat IgE bebas dalam sirkulasi untuk
membentuk kompleks omalizumab-IgE, tidak bisa terikat untuk FcεRI
(Reseptor pada sel mast dan basofil), sehingga mediator inflamasi seperti
histamin dan triptase tidak muncul dan proses inflamasi tidak terjadi.
c. Efek Samping Obat
Omalizumab umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping
yang paling sering adalah reaksi di tempat injeksi (kemerahan, muncul
bekas seperti disengat, memar, dan indurasi).
d. Contoh dan Bentuk Sediaan Obat
1) Omalizumab
Bubuk untuk injeksi subkutan: 202.5 mg
7. Kromolindan Nedokromil
Penggunaan utama dari kromolin dan nedokromil adalah untuk
mencegah serangan asma ringan sampai sedang asma bronkial. Agen ini tidak
2015 LABORATORIUM FARMAKOLOGI
efektif dalam mengobati bronkokonstriksi yang sedang terjadi. Dengan
pemakaian teratur selama lebih dari 2 sampai 3 bulan, hiperreaktivitas
bronkus berkurang. Nedokromil umumnya lebih efektif daripada kromolin
(Brogden dan Sorkin, 1993 dalam Undem, 2006). Nedocromil telah disetujui
untuk digunakan pada pasien asma berusia 12 tahun atau lebih, sedangkan
kromolin disetujui untuk segala usia.
a. Farmakokinetik
Untuk asma, kromolin diberikan secara inhalasi dalam bentuk larutan
(dengan aerosl spray atau nebulizer) atau bubuk (dicampur dengan laktosa
dan diberikan dengan turboinhaler khusus). Efek farmakologis akan muncul
dari pengendapan obat di paru-paru, karena hanya sekitar 1% dari dosis oral
kromolin diserap. Setelah diserap, obat ini diekskresikan dalam bentuk yang
tidak berubah dalam urin dan empedu dengan proporsi yang sama. Puncak
konsentrasi dalam plasma terjadi dalam waktu 15 menit inhalasi, dan
ekskresi dimulai setelah beberapa penundaan sehingga waktu paruh berkisar
dari 45 sampai 100 menit.
b. Cara Kerja Obat
Obat ini bekerja dengan menghambat pelepasan mediator dari sel mast
bronkial (Pearce et al, 1989 dalam Undem, 2006); menurunkan aktivasi
fungsional leukosit yang diperoleh dari darah pasien asma (Murphy dan
Kelly, 1987 dalam Undem, 2006); menekan efek chemotactic pada neutrofil,
eosinofil, dan monosit (Kay et al, 1987; Moqbel et al, 1988 dalam Undem
2006); menghambat aktivitas parasimpatis dan refleks batuk (Hargreaves dan
Benson, 1995; Fuller et al, 1987 dalam Undem, 2006), dan membebaskan
saluran nafas dari pernuhnya leukosit (Hoshino dan Nakamura, 1997 dalam
Undem, 2006). Cukuplah untuk mengatakan bahwa mekanisme kerja
kromolin dan nedokromil pada asma tidak diketahui.
c. Efek Samping Obat
Kromolin dan nedokromil umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh
pasien. Efek samping jarang terjadi, seperti bronkopasme, batuk atau mengi,
edema laring, pembengkakan dan nyeri sendi, angioedema, sakit kepala,
ruam, dan mual.
d. Contoh dan Bentuk Sediaan Obat
RESPIRASI 2015
1) Cromolyn Sodium
Aerosol Paru – Paru : 800 mcg/puff; 20 mg/2 mL dalam nebulizer (Asma)
Aerosol Hidung : 5.2 mg/puff (Rinitis Alergi)
Oral : 100 mg/5 mL (Alergi GIT)
2) Nedcromil Sodium
Oral : 8 mL dalam Botol
8. Cara penggunaan obat asma
Gambar 1.1 Cara pemakaian IDT
Ulangi langkah di atas untuk dosis selanjutnya setelah ½ - 1 menit.
2015 LABORATORIUM FARMAKOLOGI
II. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberkulosis).Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Prinsip pengobatan TB yaitu :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dengan
jumlah cukup dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pemberian
2. Harus dilakukan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO) untuk menjamin agar pasien patuh menelan obat
3. Pengobatan dilakukan dalam 2 tahap, intensif dan lanjutan. Tahapan intensif
diberikan setiap hari sedangkan lanjutan 3xseminggu.
Pengobatan TB dibagi dalam 3 kategori berdasarkan jenis TB
Kategori Jenis TB Pengobatan
Kategori
1
TB Paru BTA (+) kasus
baru
2RHZE / 4R3H3 TB Paru BTA (-), RÖ
(+) lesi luas / sakit
berat
TB ekstra paru berat
Kategori
2
TB Paru kambuh 2HRZES/1HRZE/
5H3R3E3 TB Paru gagal
TB Paru lalai (D.O)
Kategori
3
TB Paru BTA (-), RÖ
(+) lesi / sakit ringan 2HRZ/4H3R3
TB ekstra paru ringan
RESPIRASI 2015
BB
(kg)
Banyak tablet
Tahap Intensif : 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan : 16 minggu
RH (150/150)
30-37 2 2
38-54 3 3
55-70 4 4
>70 5 5
Obat Tuberkulosis
1. Rifampisin (R) (Bakterisidal)
Mekanisme:
Rifampisin manghambat DNA dependent RNA polymerase bakteri basil
sehingga menghambat sintesis RNA.
Interaksiobat:
1. Asam aminosalisilat menghambat absorbs rifampisin, sehinggadiharapkan
obat tersebut tidak diberikan secara bersamaan.
2. Pemberian Rifampisin bersamaan dengan OHO, kortikosteroid,
dankontrasepsi oral dapat mengurangi efektivitas obat.
3. Pemberian Rifampisin dapat mengganggu metabolism vit D.
ESO: (Ringan) Sindroma flu, Sindroma GIT, dan Sindroma kulit ; (Berat)
Drugs induced hepatitis / ikterik, purpura, anemia haemolitik akut atau kronis
serta gagal ginjal ; (TidakBerbahaya) Rifampisin dapat menyebabkan warna
merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi
karena proses metabolism obat
BSO:
Kapsul 150 mg dan 300 mg. Selain itu terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg
serta suspensi yang mengandung 100 mg/5 mL rifampisin. Dosis maksimum :
600 mg/hari (10mg/kg/hari).
2. Isoniazid (INH) (Bakterisidal dan Bakteriostatik)
Mekanisme :
2015 LABORATORIUM FARMAKOLOGI
Menghambat biosentesis asam micolat. Resisten biasanya terjadi karena
kegagalan obat untuk melakukan penetrasi atau adanya mutasi enzim katalase
peroksidase.
Interaksi obat:
Berkompetisi dengan obat anti konvulsan (ex: phenytoin).
ESO:
(Ringan)Tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan (peripheral
neuritis), rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Kelainan lain ialah menyerupai
defisiensi piridoksin (syndrom pellagra). (Berat) drugs induced hepatitis/ikterik
BSO:
Tablet 50,100,300 dan 400 mg serta sirup 10mg/mL + piridoksin (vit B6) dosis
100 mg/hari untuk mengurangi efek samping ringan.
3. Pirazinamid (Z)
Mekanisme:
Pirazinamid diubah menjadi asam pirazinoat (bentukaktif) oleh pirazinamida
semikobakterium. Asam pirazinoat menghambat asam lemak mikroba yang
digunakan untuk biosintesis asam micolat.
ESO :
Efek samping utama ialah hepatitis imbas. Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout, reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain . Arthritis gout ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat..
BSO:
Tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis :25mg/kg/hari
4. Ethambutol (E)
Mekanisme :
Menghambat arabinosiltransferase yang berguna untuk biosintesis dinding sel,
ESO:
Neuritisretrobulbar
KI :
Etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk
dideteksi
BSO: tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis : 15-25mg/kg/hari
RESPIRASI 2015
5. Streptomisin (S) (Bakteriosidal dan Bakteriostatik)
Mekanisme Obat:
Menghambat sintesis protein sehingga menghambat pertumbuhan kuman.
ESO :
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran.
Kontraindikasi :
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil sebab dapatmerusak syaraf pendengaran janin.
Interaksi obat:
Penggunaan bersama dengan amfoterisin dan diuretic loop dapat meningkatkan
nefrotoksisitas
BSO :
Injeksi vial 1 dan 5 gram. Dosis 20 mg/kg secara IM.Dosis maksimum :1
gram/hari
2015 LABORATORIUM FARMAKOLOGI
III. OBAT PERNAFASAN LAIN
Berikut obat-obat saluran pernafasan yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari (Ford et al ., Katzung, 2011., Lullman, 2005) :
1. Antihistamin
Histamin merupakan sebuah substansi yang berada pada banyak jaringan
tubuh seperti jantung, paru, mukosa lambung dan kulit.Histamin yang
berfungsi sebagai respon adanya cedera atau kerusakan paling banyak
terdapat dalam komponen imun seperti sel darah putih.Efek histamin
diantaranya adalah dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Antihistamin bekerja dengan berkompetisi melawan histamine untuk
menduduki reseptornya.Beberapa antihistamin memiliki efek tambahan
seperti antipruritus, antiemetik maupun efek sedasi.Obat golongan ini
digunakan sebagai pereda alergi, rhinitis, konjungtivitis, urtikaria, syok
anafilaktik, mual muntah dsb.Bila diklasifikasikan, antihistamin dibagi
menjadi antagonis reseptor H1, H2, H3 dan H4.Golongan yang sering
digunakan dalam penyakit pernafasan adalah golongan antagonis reseptor H1.
Antagonis H1 dibagi menjadi obat generasi pertama dan generasi
kedua.Dua kelompok ini dibedakan berdasarkan efek sedasinya. Efek sedasi
yang lebih ringan dihasilkan oleh generasi kedua (Ex : loratadin, cetirizin)
dibandingkan dengan generasi pertama (Ex : dimenhidrinat, difenhidramin,
klorfeniramin). Hal ini disebabkan karena distribusi yang kurang lengkap
pada susunan saraf pusat.
Dilatasi pembuluh darah Kemerahan / rubor
Peningkatan Permeabilitas Pemindahan cairan ke jaringan
Edema/tumor
RESPIRASI 2015
Efek-efek antihistamin pada tubuh (Ford et al, 2007)
2. Dekongestan
Dekongestan merupakan obat yang berfungsi mengurangi
pembengkakan serta meningkatkan drainase jalan nafas, yang biasa
diakibatkan oleh common cold, hay fever, sinusitis, dan alergi pernafasan lain.
Dekongestan nasal merupakan obat simpatomimetik, yang mana memiliki
efek vasokonstriksi pembuluh darah pada membran nasal.Vasokonstriksi ini
nantinya menurunkan edema pada saluran nasal.
Dekongestan dapat diberikan secara oral maupun topikal.Karena
merangsang fungsi saraf simpatis, maka konsumsi obat ini dapat
mengakibatkan takikardi, aritmia, perasaan cemas dan beberapa gejala lain,
yang mana berimplikasi tidak dibolehkannya pemberian dekongestan pada
penderita hipertensi dan penyakit jantung koroner.Contoh dekongestan adalah
pseudoephedrine, oxymetazoline, dan phenylephrine.
3. Antitusif
Batuk merupakan proses dikeluarkannya udara secara paksa dari paru.
Batuk bisa berupa batuk produktif dan non produktif. Batuk produktif
mengandung sekret berupa serous maupun mukus yang dihasilkan oleh sel
2015 LABORATORIUM FARMAKOLOGI
tertentu di saluran nafas.sedangkan batuk non produktif tidak mengandung
sekret. Antitusif merupakan obat yang digunakan sebagai pereda batuk.
Salah satu obat antitusif yang paling efektif merupakan golongan
analgesic opioid (ex : codein, dextromethorphan). Antitusif ini bekerja
dengan cara menekan pusat batuk yang terdapat di medulla, sehingga disebut
juga centrally acting drugs.Namun, adapula antitusif yang bekerja di perifer,
yang menekan reseptor batuk di saluran nafas, seperti benzonate.Beberapa
antitusif dibatasi pemakaiannya pada ibu hamil, seperti codein, yang
tergolong obat pada kehamilan kategori C.
4. Mukolitik dan Ekspektoran
Kerja obat mukolitik dan ekspektoran hampir sama dan saling
melengkapi. Perbedaannya ialah, agen mukolitik berperan dalam mengurangi
viskositas dari sekret pernafasan dengan melakukan aksi langsung pada
mukus tersebut. Sedangkan eskpektoran bekerja dengan meningkatkan sekret
pernafasan sehingga mengakibatkan penurunan viskositas mukus dan aliran
nafas akan menjadi lancar. Contoh agen mukolitik adalah acetylcysteine,
sedangkan contoh ekspektoran adalah guaifenesin.
Agen mukolitik efektif digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien
dengan penyakit bronkopulmoner kronis seperti emfisema, emfisema dengan
bronchitis, asma kronis, tuberculosis dan bronkiektasis .Acetylcysteine
memiliki kegunaan tambahan sebagai pencegah kerusakan liver pada
overdosis parasetamol (asetaminofen).Mukolitik dan ekspektoran dapat
dikombinasikan dengan obat pernafasan lain seperti antihistamin,
dekongestan, maupun antitusif.
RESPIRASI 2015
DAFTAR PUSTAKA
Ford, SM., Roach, S. 2007. Roach’s Introductory Clinical Pharmacology.
Philadelphia : Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
Katzung, B G. 2010.Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
Lullman, H., Mohr, K., Hein L., Bieger, D. 2005. Color Atlas of Pharmacology.
Stuttgart : Thieme.
Undem, Bradley J. 2006. Pharmacotherapy of Asthma. Dalam : Goodman &
Gilman’s the Pharmacological Basis of Therapeutics. USA :
McGraw- Hill, pp.717 – 732.