102146-hadi mustafa-fisip.pdf
TRANSCRIPT
KEPEMIMPINAN KARISMATIK:
STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN POLITIK
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI DALAM PDIP
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Hadi Mustafa
NIM: 1060320 1174
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431/2011
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan hasil jiblakan dari karya orang lain, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 13 Juni 2011
Hadi Mustafa
KEPEMIMPINAN KARISMATIK:
STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN POLITIK
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI DALAM PDIP
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Hadi Mustafa
NIM: 10603201174
Di bawah bimbingan
A. Bakir Ihsan, M.Si
NIP: 19720412 200312 1 002
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431/2011
“Karma Nevad Ni Adikaraste
Ma Phalesu Kada Canna,”
“Kerjakan kewajibanmu dengan tidak menghitung-hitungkan akibatnya!”
(Presiden Soekarno)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KEPEMIMPINAN KARISMATIK:
STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN POLITIK MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI DALAM PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
PERJUANGAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2011. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
pada Program Studi Ilmu Politik.
Jakarta, 17 Juni 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Ali Munhanif, Ph.D M. Zaki Mubarak, M.Si
NIP: 19651212 19903 1 004 NIP: 19730927 200501 1 008
Anggota,
Penguji I Penguji II
Idris Thaha, M.Si M. Zaki Mubarak, M.Si
NIP: 19660805 200112 1 001 NIP: 19730927 200501 1 008
Pembimbing,
A. Bakir Ihsan, M.Si
NIP: 19720412 200312 1 002
i
ABSTRAK
Hadi Mustafa
Kepemimpinan Karismatik:
Studi Tentang Kepemimpinan Politik Megawati Soekarnoputri dalam PDIP
(Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
Nama Megawati Soekarnoputri muncul sebagai calon Ketua Umum PDI
(Partai Demokrasi Indonesia) terkuat pada Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di
Surabaya, akibat dari kisruh kongres PDI IV di Medan yang berujung pada
kegagalan. Pemerintah sudah tidak suka dengan gaya kepemimpinan Soerjadi
yang terkesan sudah membandel dan tidak mau menuruti kemauan pemerintah.
Kemunculan nama Megawati itu ternyata di luar skenario pemerintah Orde Baru.
Mutlak kemenangan Megawati di KLB yang didukung oleh golongan bawah
sebagai simbol perlawanan terhadap intervensi pemerintah di internal partai
tersebut. Kemudian kemenangannya itu dilanjutkan dengan Musyawarah Nasional
(Munas) di Jakarta. Hal ini Menunjukkan bahwa Megawati merupakan pemimpin
karismatik yang berpengaruh dan bukan hanya sebagai ibu rumah tangga biasa.
Megawati bisa menjadi vote getter karena nama besar ayahnya yaitu
Soekarno (Presiden Pertama Indonesia) yang melekat pada dirinya. Ia merupakan
pemimpin karismatik yang digandrungi oleh para kader dan simpatisannya.
Resistensi sebagai ketua umum partai terhadap intervensi pemerintah, serta
sikapnya yang berani beroposisi layak ia disandingkan dengan para tokoh
nasional lainnya. Ia merupakan salah satu tokoh penggerak perubahan di
penghujung pemerintahan despotis Orde Baru.
Melalui penelitian ini penulis mencoba menjabarkan perihal bagaimana
Megawati menjadi pemimpin yang karismatik selain karena faktor trah dari
Soekarno. Kemudin penelitian ini juga menjawab bagaimana Megawati bisa
mempertahan kepemimpinan karismatiknya tersebut selama beberapa kali
memimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Megawati memiliki ciri-ciri sebagai pemimpin karismatik yaitu di
antaranya sebagai pemimpin yang percaya diri, memiliki visi misi, dan pelopor
perubahan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Megawati menjadi
pemimpin yang karismatik di dalam PDIP di antaranya karena faktor trah Bung
Karno, sistem kepartaian yang sangat sentralistik dan monoloyalitas kepada figur
sentral Megawati.
Kata kunci:
Megawati Soekarnoputri, oposisi, karismatik, dan Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP).
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Ilahi Robbi, Tuhan yang Maha
Sempurna. Sumber ilmu dari segala ilmu. Raja dari segala raja. Maha Pencipta
dari segala pencipta. Atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan
skripsi ini dapat diselesaikan. Solawat serta salam penulis tidak lupa haturkan
kepada baginda Nabi Besar Muhammad. Sebagai panutan abadi umat, pemimpin
yang mampu menjadi tauladan bagi semua.
Penulis menyadari jika penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai
tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Ini merupakan salah satu
capaian yang penulis hasilkan selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terima kasih penulis haturkan kepada segenap civitas akademika UIN Jakarta:
kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor UIN beserta staf dan
jajarannya,
Ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) Prof. Dr. Bahtiar Effendy beserta staf dan jajarannya. Dan juga Ketua
Program Studi Ilmu Politik Ali Munhanif, Ph.D. beserta M. Zaki Mubarak, M.Si
selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik.
Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada A. Bakir Ihsan,
M.Si selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan arahan dan bimbingan terhadap penulisan skripsi ini. Kepada Idris
Thaha, M.Si yang memberikan banyak kritik, masukan, serta saran kepada penulis
agar sabar dan teliti dalam menyusun karya ilmiyah. Ucapan terima kasih
iii
kepada segenap dosen FISIP UIN Jakarta, yang tidak bisa disebutkan satu per
satu tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada beliau semua.
Upacan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada
kedua orang tua: Bapak Kariadi dan Ibu Widjiati yang memberikan segalanya
kepada penulis hingga sampai penulis tidak mampu membalas segala
pengorbanannya. Untuk keluarga besar dan para saudara tercinta yang telah
banyak memberikan doa kepada penulis: Ita Purwati, Syafa’atun, Robiatin,
Zaenab Hafidz, Cholidah, Iin Muthmainnah, Fathurahman, salam sayangku
selalu.
Kepada segenap Pengurus DPP PDIP yang telah memberikan banyak data
berupa informasi, sumber buku, dan wawancaranya sehingga penulis bisa lebih
mudah mengerjakan skripsi ini dengan baik.
Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap rekan, sahabat
dan juga teman: Kepada Anwar beserta segenap sahabat Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII), Rosidi beserta kawan-kawan Front Mahasiswa Nasional
(FMN), rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Islam, (HMI), Dino Munfaidzin
beserta para punggawa Forum Kajian Ciputat School (CS), para aktivis Forum
Mahasiswa Politik Indonesia (Formapi), dan teman-teman di Vocational Training
Center (VTC) Pasar Rebo.
Kepada segenap teman seperjuangan; Dedi Candra, Prio Pamungkas,
Asharul Hakim, Altea Maria, Lukman Harfah, Santi vebriana, Afrina, Ahmad
Haris Hariri, Bara Ilyasa, Ahmad Riki, Yebi Ma’asan, Dede Sahruddin, Anwar
Saputra, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang
iv
telah memberikan masukan, dialog, dan juga pengalamannya sehingga penulisan
ini bisa terselesaikan.
Terakhir ucapan terima kasih kepada Listya Anggraeni beserta keluarga
besarnya di Bandung, yang telah banyak memberi dukungan, inspirasi, dan juga
semangat kepada penulis agar secepatnya menyelesaikan kuliah. Mereka
merupakan keluarga kedua bagi penulis.
Semoga apa yang penulis susun dalam skripsi ini bisa bermanfaat untuk
semua pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya. Saran dan masukan
yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan penulisan selanjutnya.
Jakarta, 10 Juni 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR………………………………………………...…...…….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………..………… ..v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar BelakangMasalah…………………………….……...……..1
B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………………..8
C. Tujuan Penelitian ……………………………………….………..9
D. Manfaat Penelitian……………………………….………...……..9
E. Metode Penelitian …………………….……………………...…..9
F. Sistematika Penulisan……………….………………..…………11
BAB II TEORI KEPEMIMPINAN DAN PEMIMPIN KARISMATIK
A. Teori Kepemimpinan…………………………………………….13
B. Teori Kepemimpinan Karismatik……………...……..….………17
BAB III BIOGRAFI POLITIK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
A. Biografi Megawati Soekarnoputri………….………………….…20
B. Pemikiran dan Perjalanan Politik……………….…………….….23
C. Kemenangan Megawati sebagai Ketua Umum dalam
Setiap Kongres PDIP…………………………. ……………...…37
1. Kongres PDIP Pertama…….…………...………..………….37
2. Kongres PDIP Kedua……………………..….......…….……38
3. Kongres PDIP Ketiga ………………………...…..……..…..39
vi
BAB IV KEPEMIMPINAN KARISMATIK;
POTRET KEPEMIMPINAN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
SEBAGAI PEMIMPIN PDIP
A. Sosok Megawati dalam Sifat-sifat
Kepemimpinan Karismatik……...……………...……………….43
1. Memiliki Rasa Percaya Diri…………….………………..…..43
2. Memiliki Visi dan Misi……………………………...……….45
3. Menjadi Sosok yang Fenomenal……………..…..……….…48
4. Menjadi Pahlawan yang Membawa Perubahan….………..…50
5. Mampu Memanfaatkan Situasi………………………………51
B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kepemimpinan
Karismatik Megawati Soekarnoputri dalam PDIP..................…..53
1. Megawati Memiliki Trah Bung Karno………...…………….53
2. Sistem Kekuasaan Partai…………….…………………….…55
3. Megawati Memposisikan Diri sebagai Tokoh
Oposisi Pemerintahan……………………...………………...58
4. Megawati Dijadikan sebagai Simbol Pemersatu Partai……..60
5. Megawati Mampu Menyelamatkan Ideologi Partai..…..……61
6. Loyalitas Kader kepada Figur Sentral…………....….....…....63
7. Megawati Memiliki Tim yang Mencitrakan Dirinya
sebagai Pemimpin Karismatik……………………….………63
vii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………..…………66
B. Saran-Saran……………..………………………...………………69
DAFTAR PUSTAKA……………..………………………...……….…………71
LAMPIRAN……………..………………………...……………………..…… 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Megawati Soekarnoputri merupakan salah satu pemimpin yang hadir dalam
sejarah proses kepemimpinan di negeri ini. Ia adalah putri sulung dari Presiden
Indonesia yang pertama, Soekarno. Sama seperti ayahnya, ia dikenal masyarakat
sebagai pemimpin karismatik. Ia dianggap sebagai salah satu tokoh perempuan
bermental baja yang berani mendobrak kekuatan politik Orde Baru (Orba). Dengan
tekat yang bulat, Megawati tampil berani menghadapi berbagai tantangan dan ujian.
Dia memasuki area kepemimpinan politik dengan segala kemampuan dan
keterbatasannya. Dengan keyakinan untuk menegakkan demokrasi dan reformasi di
republik ini. Hanya sedikit tokoh yang berani bertindak kala itu. Barulah setelah
Megawati mengadakan perlawanan terbuka terhadap kekuasaan yang represif,
keberanian tokoh-tokoh lainnya mulai ikut bangkit.1
Turunnya Megawati ke kancah politik dianggap sebagai mengingkari
kesepakatan keluarga besar Bung Karno untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma
politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam
kampanye Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada 1987, Megawati mulai meniti
karier politiknya sebagai Wakil Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Walau tergolong
tidak banyak bicara, Megawati bisa menjadi vote getter karena nama besar Bung
Karno yang melekat pada dirinya. Nama Megawati dipasang sebagai calon daerah
1 “Megawati Soekarnoputri, “ dalam Ensiklopedi Tokoh Indonesia, diakses tanggal 10
Januari 2011 dari http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/247-presiden-
berkepribadian-kuat?start=1
1
2
pemilihan Jawa Tengah, yang merupakan basis PNI. Suara untuk PDI naik di daerah
pemilihan itu. Dia pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR.2
Megawati mendeklarasikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
pada 1998, Partai ini merupakan peralihan dan pemisahan dari Partai Demokrasi
Indonesia (PDI dideklarasikan 10 Januari 1973).3 Berdirinya PDIP merupakan buah
dari perjuangan Megawati mempertahankan kepemimpinannya dan menghidari
konflik dalam tubuh PDI.
Konflik itu terjadi ketika kongres PDI pada Juni 1996 di Medan,
kepemimpinan Megawati digoyang oleh pemerintah Orde Baru. Bahkan beberapa
tokoh dalam PDI yang disokong oleh pemerintah dengan terang-terangan menentang
kepemimpinan Megawati. Hal ini menyebabkan perpecahan dalam tubuh partai,
sehingga ada dua kubu yaitu PDI pro-Mega dan PDI pro-Surjadi.
Para aktivis dari berbagai elemen yang mendukung pergerakan Megawati
berkumpul dan berani berorasi secara bergantian untuk menumpahkan segala
kemarahan terhadap penguasa represif di Kantor DPP PDI Jalan Diponegoro, Jakarta.
Mereka datang dari berbagai daerah berkumpul di kantor tersebut. Keberanian yang
dibayar mahal, karena kantor itu kemudian diserang aparat keamanan dan orang-
orang tertentu atas kehendak rezim Orba. Peristiwa 1996 itu, kemudian dikenal
dengan sebutan Kudatuli (Kasus 27 Juli). Peristiwa tersebut menjadi inspirasi
perlawanan terhadap kekuasaan yang cenderung otoriter ketika itu. Tercatat muncul
2 Sumarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara (Depok:
PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h. 12. 3Julia I Suryakusuma, dkk., Almanak Parpol Indonesia Pemilu 99’ (Bogor: SMK Grafika Mardi
Yuana, 1999), h. 196.
3
aksi-aksi protes yang lebih banyak seperti di Bandung, Yogjakarta, dan Ujung
Pandang. Bukan hanya politisi yang mulai terinspirasi dan terpicu keberaniannya,
tetapi juga para pengamat yang sebelumnya bungkam malah ikut memuja-muji, dan
juga para mahasiswa yang turun bergerak bersama rakyat.4
Puncak dari sengketa di tubuh PDI adalah perebutan kantor DPP PDI pada 27
Juli 1996. Hasil konflik berdarah saat itu adalah meroketnya nama Megawati sebagai
lambang perlawanan terhadap Orde Baru yang berujung pada gerakan rakyat (people
power) 1998. Gerakan rakyat 1998 berujung pada pengunduran diri Presiden
Soeharto setelah 32 tahun berkuasa, sekaligus menjadi babak baru kehidupan
demokrasi di Indonesia. Peristiwa di internal PDI dan Peristiwa 27 Juli membuat
sosok Megawati kian berkibar sebagai pemimpin yang berkarisma dan berpengaruh.5
Trauma terhadap pemerintah yang sering melakukan campur tangan internal
partai, memaksa PDI pro-Mega untuk segera menyelenggarakan kongres V di Bali,
bulan Oktober 1998. Hasilnya Megawati terpilih kembali menjadi Ketua Umum
secara aklamasi untuk periode 1998-2003. Hasil keputusan kongres yang tak kalah
pentingnya yaitu mempertegas posisi partai, dengan artian sudah membedakan dan
memisahkan diri dari PDI pro-Soerjadi. Sehingga berguna untuk membedakan
dengan PDI Soerjadi, Megawati memutuskan untuk pengganti nama dengan
menambahkan kata Perjuangan di belakang kata PDI dan juga merubah lambang
partai menjadi banteng moncong putih. Hal ini dilakukan untuk syarat mengikuti
Pemilu 1999 dan mencalonkan Megawati sebagai Presiden.
4 Max Lane, Bangsa Yang Belum Selesai, Indonesia Sebelum dan Sesudah Soeharto (Jakarta:
Reform Institute, 2007), h. 169-170. 5 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 26.
4
Pengenai pemikiran Megawati, setidaknya ada dua publikasi tertulis yang
menjelaskan pemikiranya tentang persoalan bangsa, yang pertama yang berjudul
Pokok-Pokok Pikiran Megawati, Bendera Sudah Saya Kibarkan buku ini
diluncurkan Megawati menjelang kongres luar biasa PDI di Surabaya 1993, buku ini
berisi tentang pemikirannya berkaitan dengan pembelaan terhadap nasib rakyat yang
harus didahulukan, tentang konsep penegakkan demokrasi, persatuan dan kesatuan
bangsa, hak asasi manusia, dwi fungsi ABRI, kesenjangan sosial dan pembangunan
Indonesia.
Sedangkan buku kedua adalah buku yang ditulis dalam bahasa Inggris:
Restoring Democrasi, Justice Andorder In Indonesia: An Agenda for Reform
(Menegakkan Demokrasi, Keadilan dan Ketertiban di Indonesia; Sebuah Agenda
Reformasi). Buku ini berisi tentnag manifesto setebal 20 halaman yang diluncurkan
sekitar April 1997 menjelang Pemilu. Manifesto itu berisi empat agenda reformasi
yaitu, reformasi politik, reformasi ekonomi, dan reformasi sosial dan tranformasi
budaya, dan reformasi hukum.6
Perjalanan politik Megawati sampai pada puncak kekuasaan di negeri ini,
yaitu terpilihnya ia sebagai Wakil Presiden Indonesia dan dua tahun selanjutnya ia
terpilih menjadi presiden Indonesia menggantikan Abdurrahman Wahid yang
menjabat presiden sebelumnya. Banyak para pengamat politik menyebutkan bahwa
kesuksesan Megawati sampai pada puncak tertinggi pemegang kekuasaan di negeri
ini karena ia merupakan pemimpin yang karismatik.
6 Ibid., h. 49.
5
Melalui penelitian yang disusun ini, penulis ingin menjawab pertanyaan
mengapa kepemimpinan karismatik itu bisa muncul dalam kondisi tertentu. Benarkah
sosok Megawati yang merupakan pemimpin karismatik yang muncul karena faktor
dari keturunan biologis Bung Karno semata? Dan bagaimana kepemimpinan
Megawati ini dilihat melalui kacamata teori kepemimpinan karismatik?
Penulis mencoba menyusun skripsi ini menggunakan teori dari Max Weber
tentang kepemimpinan karismatik. Weber mendefinisikan karisma sebagai suatu sifat
tertentu dari seseorang yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan
biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super,
atau paling tidak daya-daya istimewa.7 Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki
oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari Tuhan, dan
berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin
karismatik.
PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) tidak bisa dipisahkan dari trah
Soekarno dan nama besar Megawati. Ini fakta yang mau tidak mau, suka atau tidak
harus diterima. Kita bisa melihat drama soal pergantian pemimpin utama partai dari
kongres ke kongres. Tidak ada yang berani menantang dengan mencalonkan diri
menjadi ketua umum selama Megawati masih mau duduk di sana.8 Ketika Orde Baru,
Presiden Soeharto yang mencoba mengobok-obok PDI kepemimpinan Megawati
tidak pernah benar-benar berhasil dan berbuah kegagalan. Bahkan sejarah mencatat,
7“Kepemimpinan,” dalam Ensiklopedia Wikipedia artikel diakses pada 7 Januari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan. 8Lukman Ali, “Bung Karno dan Megawati dalam Retorika,” dalam Afdal Tanjung, Maju Tak
Gentar PDIP Berkibar (Jakarta: YPTN, 2000), h. 149.
6
PDIP di bawah kepemimpinan Megawati yang merupakan kelanjutan PDI menjadi
pemenang pada Pemilu 1999.
Pada masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), hampir tidak
ada pemimpin partai yang berani terang-terangan menjadi partai oposisi yang mampu
mengimbangi pemerintah SBY. Partai-partai besar yang diharapkan beroposisi tidak
punya nyali berada di luar kekuasaan. Tinggallah partai PDIP, inilah kekuatan
Megawati saat ini yang masih tersisa, sebagai Ketua Umum PDIP ia memilih menjadi
penggerak oposisi terhadap pemerintah.9
Megawati dari kongres ke kongres selalu tak tertandingi, mutlak suara kader
mengiginkan ia terus menjadi ketua umum partai yang dideklarasikannya itu. Dari
kongres PDIP I yang dilaksanakan di Semarang pada 2000, hingga Kongres PDIP III
dilaksanakan pada 2010 di Pulau Dewata Bali, sudah bisa dipastikan sebelumnya
bahwa Megawati terpilih kembali sebagai ketua umum partai berlambang banteng
tersebut. Kenyataannya memang benar jika sang pendiri partai ini terpilih untuk yang
ketiga kalinya menjadi ketua umum periode 2010-2015. Terpilihnya Megawati ini
bagi banyak kalangan pengamat politik sebagai langkah mundur sebuah regenerasi
partai.
Kiranya amat mengherankan ketika kekalahan PDIP pada Pemilu 2004 dan
2009 dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif, Kongres PDIP III justru
membulatkan pilihannya kepada Megawati sebagai Ketua Umum PDIP lagi. Walau
grafik popularitas partai cenderung menurun, tetap saja dari tingkat elit tokoh partai
9Daniel Ronda, “Dinasti Sukarno–Megawati Sukarnoputri,” artikel diakses pada 8 Januari
2011 dari http://politik.kompasiana.com/2010/04/06/dinasti-sukarno-%E2%80%93-megawati-
sukarnoputri/
7
sampai tingkat pengurusan daerah percaya bahwa Megawati masih cukup mampu
memegang kendali partai dan mampu menjadi magnet untuk menarik simpati rakyat
Indonesia pada Pemilu 2014 nanti.
Banyak pengamat politik yang memahami bahwa apa yang dilakukan partai
ini adalah sebuah upaya untuk tidak memecah konflik dalam internal tubuh partai.
Megawati telah membangun PDIP menjadi sebuah organisasi politik yang solid
sehingga terus bertahan hingga saat ini. Kondisi inilah yang tampaknya membuat
sebagian besar kader partai masih menginginkan Megawati memimpin PDIP. Tanpa
sang putri Bung Karno ini mungkin juga partai ini akan berantakan terpecah-belah
seperti partai-partai yang lain. Di sisi lain mempertahankan terus Megawati sebagai
ketua umum juga dilematis bagi partai, karena ketika pada saatnya Megawati tak
dapat lagi memimpin partai, PDIP bisa terjun bebas tersungkur menjadi partai
gurem.10
Kemunculan Guruh Soekarnoputra, Puan Maharani, Prananda Prabowo, dan
beberapa kader lainnya tampaknya diharapkan sebagai tahap transisi regenerasi
kepemimpinan utama partai. Pada kenyataanya aklamasi keputusan kongres lagi-lagi
mementahkan itu semua. Padahal perkembangan politik masa kini juga meniscayakan
hadirnya pemimpin parpol yang pintar mengelola isu-isu dalam partai sebagai aset
dalam merebut dukungan dan simpati rakyat banyak. Para kader partai yang brilian
semestinya diberi kesempatan untuk ini meski mereka tak memiliki garis darah
Soekarno.
10
Syamsuddin Haris, “Mega dan Masa Depan PDI-P” Kompas, 8 April 2010, h. 4.
8
Barangkali inilah tantangan terbesar bagi partai berlambang banteng moncong
putih atas hasil keputusannya tersebut. Kemajuan demokrasi kita saat ini, hampir
tidak mungkin PDIP bertahan hanya mengandalkan karisma Megawati ataupun trah
Bung Karno. Sudah saatnya partai ini berkaca pada kegagalan beruntun sejak 2004
dan 2009. Ketika para pemilih semakin rasional, maka yang dapat bertahan adalah
parpol yang mampu mentransformasikan ide-ide perubahan menjadi program politik
yang membumi bagi rakyat.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah proses dan
hasil keputusan kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang memilih
Megawati sebagai ketua umum partai berturut-turut sampai tiga kali periode. Dari
periode awal deklarasi partai sampai Kongres yang ketiga. Selain itu juga melihat
bagaimana gaya atau corak kepemimpinan karismatik Megawati yang bisa bertahan
dalam partai dan ia bahkan merasa siap membawa partainya menyongsong Pemilu
2014 nanti. Melihat hal ini maka penulis mencoba merumuskan permasalahan melalui
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana kepemimpinan karismatik Megawati Soekarnoputri dari
sejarah awal ia memasuki dunia politik melalui sebuah partai berlanjut
hingga ia mampu menjadi pemimpin utama pada partainya tersebut?
b. Apa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kepemimpinan
karismatik Megawati?
9
C. Tujuan Penelitian
Beranjak dari rumusan masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka penelitan
ini bertujuan untuk memaparkan dan menjelaskan fenomena kepemimpinan
karismatik Megawati Soekarnoputri di tubuh partai PDIP. Hal-hal apa saja yang
menyebabkan para kader tetap memilih Megawati sebagai Ketua Umum partai
selama tiga kali periode atau faktor-faktor penyebab munculnya kepemimpinan
karismatik Megawati dalam PDIP.
D. Manfaat Penelitian
a. Memberikan gambaran tentang sejarah dan perjuangan Megawati
Soekarnoputri dalam pentas perpolitikan Indonesia.
b. Menambah pengetahuan tentang teori kepemimpinan karismatik dalam
tubuh partai (PDIP).
c. Memberikan sumbangan bagi keilmuan politik tentang perbendaharaan
dinamika kepemimpinan dan kepartaian di Indonesia.
E. Metode Penelitian
Penulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif, bersifat analisis
deskriptif dengan cara menelaah beberapa pustaka (library research) secara historis,
artinya melalui metode ini penulis mencoba untuk menguji dan menganalisis secara
kritis mengenai kepemimpinan Megawati dan perjalanan Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, dari beberapa sumber data itu bersifat primer yang telah diperoleh dan
dikumpulkan. Data dan dokumen yang akan diteliti seperti berbagai tulisan ilmiah
dari perpustakaan seperti yang telah ditulis oleh Sirojudin, berjudul Peran Oposisi
10
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap Pemerintahan Susilo
Bambang Yudoyono- Yusuf Kalla. Buku ini berisi tentang oposisi yang dilakukan
oleh PDIP dibawah pemimpin kharismatik Megawati. buku yang mengulas biografi
Megawati lengkap yang ditulis oleh Suwarno yang berjudul Megawati
Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara, atau buku biografi
yang lain dipublikasikan oleh tim sukses Megawati yang berjudul Megawati The
President. Afdal Tanjung juga menulis tentang perjalanan kepemimpinan Megawati
dalam PDIP dengan judul buku: Maju Tak Gentar PDIP Berkibar. Dan beberapa
naskah pidato Megawati yang telah dipublikasikan oleh DPP PDIP sebagai acuan
untuk melihat pemikiran dan visi-misi Megawati selama menjabat sebagai ketua
umum partai.
Karena penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk mempelajari
kepemimpinan karismatik Megawati dalam PDIP yang terkait juga kronologi
kemenangannya dari kongres ke kongres, maka untuk kebutuhan ini penulis
menggunakan surat kabar dan majalah yang terpercaya yaitu Kompas dan majalah
mingguan Tempo, serta penulis juga memanfaatkan sumber internet sebagai fasilitas
penunjang yang memudahkan search beberapa data yang dibutuhkan.
Selain itu, agar penelitian ini lebih obyektif dan sistematis, penulis juga
melakukan riset lapangan sebagai data sekunder, dengan mewawancarai dua orang
perwakilan pengurus atau kader partai yang ditunjuk langsung oleh DPP PDIP. Tentu
saja seseorang yang direkomendasikan oleh DPP PDIP itu yang faham betul dengan
kepemimpinan Megawati Soekarnoputri dalam dinamika kepartaian dan seseorang
lagi merupakan sosok yang memiliki kedekatan secara personal dengan Megawati
11
Sedangkan dalam hal teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada
sebuah buku yang biasa digunakan dalam penulisan karya ilmiah di UIN Jakarta.
Buku tersebut berjudul Pedoman Penulisan Karya Ilmia (Kripsi, Tesis, dan
Disertasi), yang disusun oleh tim penulis Hamid Nasuhi, dkk.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini terbagi menjadi lima bab. Kelima
bab yang akan dibahas sesuai dengan outline yang telah ada dan berguna
memudahkan pembahasan.
Pada Bab yang pertama ini merupakan penjabaran awal, penulis mencoba
menerangkan latar belakang permasalahan, mengapa penulisan skripsi ini disusun,
batasan dan rumusan masalah. Selain itu, tujuan untuk menjawab permasalahan
penelitian juga dipaparkan dalam bab ini, disertai dengan manfaat penelitian secara
akademis, metode penelitian secara kualitatif, dan sistematika penulisan dijabarkan
lengkap pada bab ini.
Bab II, Menerangkan tentang teori kepemimpinan dari beragam pakar yang
mendefisinikannya, kemudian dalam bab ini juga penulis memfokuskan pada teori
kepemimpinannya Max Weber yang membagi kepemimpinan itu berdasarkan
kewenangannya menjadi tiga: tradisional, rasional dan karismatik. Kemudian
dilanjutkan dengan penjabaran teori tersebut yang kemudian digunakan sebagai teori
untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini.
Bab III, penulis memaparkan biografi tokoh politik Megawati Soekarnoputri,
berupa biografi kehidupan, pemikiran dan perjalanan politiknya. Megawati
12
merupakan sosok yang mampu memanfaatkan nama besar Bung Karno yang tidak
lain adalah ayahnya sendiri, sehingga ia mampu mendapatkan tempat pada pentas
politik nasional. Selain itu, penulis mencoba memotret secara singkat kongres-
kongres PDIP yang terus menempatkannya sebagai Ketua Umum PDIP selama tiga
kali periode. Melalui penjabaran bab ini, terlihat jelas jika Megawati merupakan
sosok yang mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi para pengikutnya.
Bab IV, Merupakan inti dari pembahasan penelitian ini. Penulis menyajikan
temuan-temuan pokok studi ini, yakni menganalisa kepemimpinan Megawati sebagai
pemimpin PDI-P yang berpengaruh bagi para kader dan simpatisannya. Pada bab
ini juga mengeskplorasi sosok Megawati dalam sifat-sifat kepemimpinan karismatik.
Serta menjelaskan faktor-faktor apa saja yang membuat kepemimpinan karismatik
Megawati Soekarnoputri muncul dan bertahan dalam PDIP selain karena nama
besar sang ayah,
Bab V Berupa penutup dan akhir dari pembahasan dalam penulisan skripsi,
yang memuat kesimpulan dan saran-saran bagi penulis.
13
BAB II
TEORI KEPEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN KARISMATIK
Di tengah berbagai permasalahan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita
membutuhkan kehadiran para pemimpin sebagai solusi dari segala permasalahan tersebut,
Pemimpin merupakan pemandu dan panutan bagi pengikutnya. Tanpa sebuah
kepemimpinan maka suatu kelompok (organisasi) bisa kacau. Namun masalah yang sangat
mendasar dalam proses kepemimpinan adalah sulitnya mendapatkan pemimpin yang
mumpuni dan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sehingga Kehadiran pemimpin amat
diperlukan, untuk mendapatkan jalan keluar dari berbagai persoalan.
Tema mengenai kepemimpinan selalu hangat dan selalu menarik untuk dibahas,
karena hanya pemimpinlah yang mampu merubah sejarah peradaban manusia. Pemimpin
mempunyai pengaruh yang mampu menggerakkan orang lain untuk ikut pada gerbong yang
diinginkan oleh pemimpin tersebut. Pada bab ini penulis mencoba menjabarkan tentang
teori kepemimpinan dan pengaruhnya (wewenang).
Max Weber telah mengklasifikasikan kepemiminan dan wewenangnya menjadi tiga
yaitu kepemimpinan rasional, tradisional dan karismatik. Tema besar dalam penyusunan
skripsi ini ialah tentang kepemimpinan karismatik Megawati Soekarnoputri, sehingga bab
ini sangat urgen untuk dibahas. Sesuai dengan tema besarnya maka pemaparan pada bab
ini memfokuskan pada pengertian kempemimpinan karismatik.
A. Teori Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (pemimmpin
atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (orang yang dipimpin atau para pengukut),
13
14
sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
pemimpin.1 Menurut Akbar Tandjung, definisi pemimpin adalah sosok yang, dengan
segenap potensi dan kewenangan yang ada, mampu mampu memotivasi, mengarahkan, dan
menggerakkan orang lain untuk secara sadar dan sukarela berpartisipasi di dalam mencapai
tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin dalam memimpin organisasi. Kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang guna mempengaruhi, memotivasi, dan mengaktivasi aneka potensi
dan sumber daya yang ada, sehingga organisasi yang dipimpinnya mampu berjalan secara
efektif dalam rangka mengupayakan perwujudan tujuan-tujuannya.2
Menurut George Terry, kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang
lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok. Menurut Cyriel
O'Donnell, kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai
tujuan umum.3 Northouse merangkum dari 65 klasifikasi atas definisi kepemimpinan dari
berbagai perspektif, ada empat unsur dalam memahami pengertian kepemimpinan, pertama
adalah kepemimpinan itu proses, kedua setiap kepemimpinan adanya pengaruh, ketiga
konteks kepemimpinan adanya kelompok dan unsur yang terakhir adalah pencapaian
tujuan. Sehingga definisi kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang punya
pengaruh dalam satu kelompok (organisasi) untuk menggerakkan individu lain meraih
tujuan bersama.4
1 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006), h. 288.
2 Akbar Tandjung, “Kepemimpinan Politik yang Negarawa,” artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=728&Itemid=135 3 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP–UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: Imperial
Bakti Utama, 2007), h. 237.
4 Alfian, Menjadi Pemimpin Politik , h. 65.
15
Sumber pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin bisa didapat secara formal
dan informal. Sumber pengaruh formal didapat oleh seorang pemimpin apabila ia berada
pada posisisi jabatan atau majerial tertentu dalam sebuah kelompok, memiliki dasar
legalitas, diangkat secara resmi dan memiliki hak dan kewajiban yang tegas sesuai dengan
jabatannya, seperti presiden disebuah negara, ketua umum partai dan direktur sebuah
perusahaan.
Sedangkan sumber pengaruh seorang pemimpin informal atau tidak resmi didapat
dari organisasi atau kelompok masyarakat yang tidak formal, dan tidak tergantung pada
acuan formal dan legitimasi. Sumber kepemimpinan informal ini sangat tergantung pada
pengakuan kelompok dan komunitasnya. Sehingga pemimpin harus memiliki kualitas yang
benar-benar unggul. Contohnya seperti pemuka agama, tokoh masyarakat dan adat. 5
Konsep tentang kepemimpinan erat kaitannya dengan kekuasaan dan wewenang.
Kekuasaan (power) adalah setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, sedangkan
wewenang (autority) adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang
yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat. Penggunaan
wewenang timbul tatkala masyarakat mulai mengatur pembagian kekuasaan dan
menentukan penggunaannya.6 Maka kekuasaan tanpa wewenang disebut sebagai kekuatan
yang tidak sah. Kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat
yang di sebut sebagai wewenang.
5 Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Rajawali
Pers, 2010), h. 4. 6 Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 266.
16
Max Weber membagi kepemimpinan dan wewenangnya menjadi tiga: tradisional,
rasional dan karismatik.7 Pengertian pertama, pemimpin tradisional mendapatkan
wewenangnya di masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan di masyarakat secara
tradisional. Biasanya berkaitan dengan hubungan kekeluargaan, atau didapat secara turun
temurun berdasarkan tradisi yang diwarisi, seperti raja.
Kedua, pemimpin rasional adalah kepemimpinan yang wewenangnya didasarkan
pada hukum dan kaidah-kaidah yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat. Pada
masyarakat yang menerapkan nilai-nilai demokratis, biasanya pemimpin yang mendapatkan
kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan terbatas. Wewenang
rasional biasa disebut sebagai wewenang absah atau legal atau bikorasi. Contohnya seperti
presiden, perdana menteri, gubernur, bupati, dan camat.
Dan ketiga, pemimpin karismatik yaitu didasarkan pada seseorang yang
mempunyai kemampuan khusus yang didapatkan karena anugrah. Wewenang ini tidak
diatur oleh kaidah-kaidah tradisional dan rasional, bahkan sifatnya cenderung irasional.
Adakalanya wewenang karismatik bisa hilang dari seorang pemimpin manakala
masyarakatnya sendiri telah berubah dan mempunyai faham yang berbeda. Dan karisma
bisa saja bertahan dan bahkan meningkat sesuai dengan individu yang bersangkutan
membuktikan manfaat bagi masyarakat dan pengikut-pengikutnya akan menikmatinya.
Sekarang ini istilah kepemimpinan karismatik digunakan semakin luas dan kurang
saksama. Hampir semua pemimpin memiliki daya tarik dan popularitas sehingga semuanya
dapat dikategorikan sebagai pemimpin karismatik. Sebut saja Megawati Soekarnoputri, M.
Amien Rais, Abdurrahman Wahid, Barack Obama, Lee Kuan Yew, Mahathir Muhamad,
7 Ibid., h. 280-285.
17
Benazir Butto, Ayatollah Khamaeni, Ahmadinejad, Fidel Casro, Hamid Karzai dan lain
sebagainya. Oleh karena ini memunculkan perdebatan dalam bidang ilmu politik dan
sosiologi mengenai apakah istilah ini sebaiknya ditiadakan saja atau tetap dipertahankan.
Kebanyakan ilmu secara akademik cenderung mempertahankan istilah karismatik ini dalam
batas-batas tertentu.8
B. Teori Kepemimpinan Karismatik
Istilah karisma berasal dari kata yunani yang berarti karunia (gift), anugerah atau
pemberian. Karis berarti menyukai, merujuk kepada kepribadian seseorang yang memiliki
kepribadian menarik ataupun memiliki daya pikat mempunyai penampilan menarik atau
mampu berkomunikasi. Sehingga banyak orang yang menyukainya.9 Artinya orang yang
memiliki karisma berarti orang yang memiliki kelebihan, perbedaan dan keistimewaan
dari pada yang lain.
Menurut Max Weber, karisma sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang, yang
membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan
atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa.10
Karisma
merupakan kemampuan khusus (wahyu, pulung, nubuah, keramat) yang ada pada diri
seseorang. Kemampuan khusus ini melekat karena anugrah dari Tuhan. Orang-orang di
sekitarnya mengakui kemampuan tersebut atas dasar kepercayaaan dan pemujaan, karena
mereka menggangap bahwa sumber kemampuan tersebut berada di atas kemampuan dan
kekuasaan manusia pada umumnya. Masyarakat akan masih mempercayai karismatik
8 Juliet Thornton, “Persepsi Masyarakat Indonesia Terhadap Kepemimpinan Barack Obama,”
(Skripsi SI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang , 2009), h. 16. 9 Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, h. 140.
10“Kepemimpinan,” dalam Ensiklopedia Wikipedia artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan.
18
seseorang selama hal tersebut terbukti keampuhan dan maanfaatnya bagi masyarakat.
Contohnya nabi, rasul, raja dan para pemimpin yang terkemuka sepanjang sejarah.11
Mengenai benar dan tidaknya Megawati disebut sebagai pemimpin karismatik, tentu
bisa dijabarkan melalui pembahasan ini. Sehingga Megawati layak menyandang label
pemimpin yang karismatik. Penjelasan mengenai pemimpin karismatik itu ada yang
mengatakan bahwa hal itu merupakan bawaan sejak lahir dan melekat secara alamiah,
tetapi adapula yang mengatakan karisma itu bisa dipelajari. Pendapat yang pertama
memang dianggap paling kuat, namun jika kita merujuk kepada pendapat itu, bagaimana
mungkin seseorang menjadi pemimpin karismatik bisa muncul di tengah-tengah
masyarakat tanpa melalui seleksi sosial dan tanpa ujian kepemimpinan? Pasti ada faktor
non-pembawaan yang sangat berpengaruh, yakni faktor lingkungan yang mempertegas
kepemimpinan. Namun yang jelas karisma merupakan sifat yang melekat pada diri
seseorang sehingga memiliki daya pikat yang kuat.
Setidaknya ada beberapa ciri yang menunjukkan karismatiknya kepemimpinan
seseorang,12
. Diantaranya memiliki kepekaan yang tinggi terhadap masalah artinya
pemimpin tersebut faham dengan situasi, ia percaya diri sehingga mampu mempengaruhi
orang lain secara luar biasa dan tidak mudah terpengaruh dengan orang lain.
Pemimpin yang berkarisma cenderung menciptakan efek mitologis, supranatural
dan berbagai kejadian ajaib sehingga menarik orang awam untuk mengkultuskan dan
bahkan sampai memujanya. Pemimpin yang karismatk bagi kebanyakan orang Indonesia
seperti sang ratu adil yang ditunggu kedatanganya untuk memperbaiki keadaan, atau
11
Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 282. 12
Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, h.142.
19
menurut kepercayaan dari orang yahudi bagaikan Mesies, atau umat nasrani yang
mempercayai hadirnya Yesus sang juru selamat yang muncul dari Nazaret.13
Menurut teori kepemimpinan karismatik, dalam masa krisis pengikut mencari
penyelamat, satria piningit, atau ratu adil. 14
Batasan Karismatik bertumpu pada kesetiaan
atau ketaatan kepada kesucian yang spesifik dan luar biasa, heroisme atau karakter teladan
dari seorang individu, dan pola normatif atau perintah yang diwahyukan atau ditahbiskan
oleh pemimpin tersebut (otoritas karismatik).15
Menurut Weber kepemimpian bisa muncul tatkala masyarakat sedang mengalami
krisis dan ketidakpastian. seorang pemimpin karisma muncul dengan sebuah visi radikal
yang menawarkan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya
pada visi itu, mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi itu terlihat
dapat dicapai, dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang
yang luar biasa.16
Seperti yang pernah dialami oleh Indonesia ketika keruntuhan Orde Baru,
rakyat Indonesia memimpikan adanya pemimpin yang mampu mengendalikan keadaan
baik seperti semula. Salah satu nama yang muncul adalah Megawati Soekarnoputri, dengan
meyandang nama besar ayahnya, dia diharapkan mampu mengulang kembali kejayaan
Soekarno untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Sehingga kemunculan Megawati
bagaikan ratu adil yang dinantikan oleh rakyat Indonesia. Megawati memanfaatkan hal
13
Ibid., h. 145. 14
Thornton, “Persepsi Masyarakat Indonesia,” h.11 15
Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization. Ed. Parsons, Talcott (New York:
OxfordUniversity Press, 1947), h. 328. 16
Hanif El Jazuly, “Kepemimpinan Karismatik” artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari
http://www.eljazuly.co.cc/2010/12/kepemimpinan-karismatik.html
20
tersebut sehingga ia mampu mendulang popularitas yang tinggi sebagai pemimpin yang
berpengaruh pada awal masa reformasi.
20
BAB III
BIOGRAFI POLITIK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa menjadi pemimpin yang
karismatik bukan karena semata didapat dari faktor keturunan semata, tetapi juga
memalui proses seleksi sosial sehingga pemimpin tersebut layak menyandang
pemimpin yang berkarisma. Aspek penting pada pembahasan bab ini adalah penulis
mencoba mendeskripsikan secara historis kehidupan dan aktivitas politik Megawati
Seokarnoputri sebagai pemimpin yang mempunyai karisma, dari pertama kalinya ia
terjun ke dunia politik hingga akhirnya ia mampu menduduki singgasana Ketua
Umum PDIP.
Pada bab ini pula dipaparkan kronologi kemenangan Megawati dari kongres
PDIP pertama hingga kongres yang ketiga. Ini merupakan sebuah bukti jika sosok
Megawati merupakan pigur yang berpengaruh dalam internl partainya. Bertahannya
sosok Megawati sebagai ketua umum selama berturut-turut merupakan simbol sisi
karismatiknya masih melekat pada dirinya. Sehingga melalui pembahsan pada bab ini
kita dapat melihat secara utuh figur Megawati sebagai pemimpin karismatik dari
berbagai aspek kehidupan politik yang melingkupinya.
A. Biografi Megawati Soekarnoputri
Megawati Soekarnoputri bernama lengkap Dyah Permata Megawati Setyawati
Soekarnoputri. Dia dilahirkan pada 23 Januari 1947 di Yogyakarta. Dia terlahir dari
rahim Fatmawati, yaitu istri kedua Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia.1
1 Sumarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara (Depok:
PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h. 1-2.
20
21
Pendidikam Megawati Soekarnoputri dari Sekolah Dasar hingga SMA dilaluinya di
Sekolah Cikini Jakarta. Di sekolah inilah ia berkawan dengan Akbar Tandjung.
Setamat sekolah ia melanjutkan kuliah ke Fakultas Pertanian di Universitas Pajajaran
Bandung. Ia juga sempat aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI) Cabang Bandung pada 1965. Kala itu GMNI adalah organisasi mahasiswa
yang dekat dengan Partai Nasional Indoneia (PNI). GMNI juga dikenal sangat
mendukung semua ajaran-ajaran Bung Karno.
Pada 1967 Megawati memutuskan untuk meninggalkan bangku kuliahnya
untuk mendampingi sang ayah, Soekarno ketika itu sedang menjalani masa karantina
politik oleh rezim Orde Baru. Megawati merasakan betul goncangan jiwa yang
dirasakan ayahnya akibat tekanan politik oleh rezim Soeharto. Barangkali Soekarno
sangat sulit menerima kenyataan jika ia harus menjadi tahanan rumah di negeri yang
ia perjuangkannya. Sang Proklamator itu kesehatannya semakin lama semakin
memburuk. Kepedihan Megawati memuncak ketika Bung Karno wafat pada 21 Juni
1970.2
Megawati Soekarnoputri memang seorang tokoh yang lahir dan tumbuh besar
tidak pernah mengenyam pendidikan politik secara formal. Ia hanya mengaku belajar
politik dari sang ayah, “Ya walau bagaimanapun dalam kehidupna saya ini sudah
terjadi asahan dari naluri politik yang sudah ada” tutur Megawati kepada wartawan
majalah Tempo. Selama dalam istana memang Megawati menjalani sosialisasi politik
yang intensif dari tokoh-tokoh politik yang menemui ayahnya. Dari sang ayah,
2 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 5.
22
Megawati mendapatkan komentar-komentar sang ayah mengenai peristiwa-peristiwa
besar baik skala Nasional maupun di tingkat Internasional.
Sedangkan dari ibunya, ia banyak belajar dari bagaimana cara memelihara
ketabahan dalam menghadapi penderitaan. Megawati paling banyak menikmati
fasilitas Negara ketimbang saudara-saudara yang lainnya. Di kemudian hari, ia
memilih meninggalkan istana bersama ibunya Fatmawati tatkala Soekarno menikah
lagi dengan Hartini. Kemudian Megawati dan ibunya menetap di jalan Sriwijaya,
Jakarta.3 Dari sinilah Megawati mendapat banyak pelajaran mengenai ketabahan,
yang pada saatnya kelak berguna pemimpin politik. Memang terjun ke arena politik
banyak konsekuensi yang harus diterima, dunia politik memang sarat dengan konflik
dan perebutan kekuasaan. Namun begitu, Megawati sudah mempersiapkan dirinya
dengan pengalaman-pengalamannya bersama orang tuanya sewaktu kecil.
Presiden Soeharto amatlah khawatir terhadap kebangkitan keluarga Bung
Karno. sebagai pemimpin yang menggunakan filsafat Jawa. Tentu saja Soeharto
yakin betul bahwa dalam raga Megawati terdapat bayang-bayang Soekarno.
Walaupun Megawati merupakan sosok ibu rumah tangga biasa, beliau adalah anak
dari Bung Karno. Tentu saja karisma soekarno bisa saja sewaktu-waktu bangkit
kembali oleh penerus-penerusnya. Tidak heran jika pihak keamanan rezim Soeharto
terus mengawasi dan mengekangnya. Di masa Orde Baru memang Kehidupan
keluarga besar Bung karno selalu mendapatkan kesulitan. Jika tidak ditekan tentu saja
berpotensi merongrong kelangsungan pemerintahan.
3 Afdal Tanjung, Maju Tak Gentar PDIP Berkibar (Jakarta: YPTN, 2000), h. 14.
23
Meski ia merupakan salah satu anak dari Bung Karno yang mulanya
terkesaan menghindari arena politik, karena trauma yang mendalam akibat
pengalamannya yang pernah dialaminya tatkala menyaksikan sendiri keruntuhan
karier sang ayah, tapi sejarah justru memaksa Megawati harus tampil dan bahkan
mengulang nama besar sang ayah yang dikenal sebagai Pemimpin yang karismatik
dan mampu menjadi orang nomor satu di negeri ini.
B. Perjalanan Politik Megawati Soekarnoputri
Pada 1982 keluarga besar Bung Karno pernah membuat konsensus yang
disepakati oleh semua putra-putri Bung Karno: Guntur, Megawati, Rachmawati,
Sukmawati, dan Guruh dari Fatmawati serta putra dari Hartini; Bayu dan Taufan.
Mereka bersepakat untuk menjauhi dunia politik. Latar belakang dari kesepakatan
itu adalah karena adanya trauma atas kejatuhan ayahnya di dunia politik yang dialami
pada akhir hanyat sang ayah. Dan mereka melihat sendiri bahwa kekuatan politik
pada saat itu tidak ada yang mampu meneruskan semangat marhaenisme, yaitu salah
satu dari ajaran Bung Karno.4
Pada 1987, kesepakatan itu mereka langgar sendiri. Yaitu ketika Soerjadi
sebagai Ketua Umum DPP PDI memiliki strategi untuk mendokrak perolehan suara
PDI dengan memanfaatkan nama besar Bung Karno. Ia lalu menggaet anak sulung
Bung Karno yaitu Guntur untuk masuk dalam partai, karena Guntur adalah anak yang
dirasa mirip dengan perawakan Bung Karno dan paling memiliki potensi atau bakat
politik dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Namun karena sesuatu
4 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 11.
24
hal, akhirnya Soerjadi menggandeng anak Bung Karno yang lain yaitu Megawati dan
Guruh.
Perjalanan politik Megawati dimulai sebagai pengurus DPC PDI Jakarta
Pusat menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua, kemudian di 1987 nama muncul
calon untuk darerah pemilihan Jawa Tengah yang dikenal sebagai basis PNI.
Megawati tampil sebagai juru kampanye yang mampu menambah stamina dan
performa partai. Dan keberadaan Megawati mampu menggiring massa fanatik ke
lapangan tempat kampanye partai berkepala banteng itu, isu kembalinya titisan Bung
Karno mampu mendongkrak perolehan suara PDI menjadi 40 kursi pada Pemilu
1987 dibandingkan pada Pemilu 1982 yang hanya mendapatkan 24 kursi dan
mengantarkan Megawati Soekarnoputri duduk sebagai anggota DPR. 5
Namun kiprah Megawati sebagai politisi di Senayan terbilang amat biasa.
Sejak menjadi anggota DPR 1987, Megawati jarang ditampilkan sebagai juru bicara
fraksi atau memberikan pernyataan kepada pers, kebetulan ia memang tak punya
posisi apa-apa di DPP atau Fraksi PDI. Bahkan menurut Budi Hardjono yang menjadi
pesaingnya, Megawati termasuk malas dan sering tak muncul di Senayan. Ia tidak
kritis merespon kebijakan penguasa dan tampak kurang tangkas menangkis
serangan pihak lain dengan pernyataan-pernyataan politik yang tajam. Ia juga tidak
menonjol dalam memperjuangkan aspirasi kepentingan rakyat yang diwakilinya. Ia
5 Ibid., h. 12-13.
25
tetap seperti watak aslinya yaitu pendiam dan lemah lembut seperti layaknya ibu
rumah tangga biasa. 6
Rupanya keunggulan Megawati bukanlah di dalam gedung MPR yang
menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang hanya menjadi tim yes-nya Presiden
Soeharto, tetapi di tempat lain Megawati merupakan sosok yang bisa menjadi magnet
penarik massa, masa berduyun-duyun datang memenuhi acara-acara yang
diselenggarakan partai. Megawati selalu disanjung para simpatisan dan kader partai
berlambang banteng tersebut karena menyandang nama besar Bung Karno.
Walau perannnya tidak kelihatan di gedung DPR, Megawati tetap dicalonkan
pada Pemilu 1992, ia disebut-sebuat oleh banyak orang sebagai tokoh yang mampu
mendokrak perolehan suara, bisa dilihat dari presentase suara PDI yang cenderung
menaik; pada 1977 hanya 8%, 1982 yitu 6,7%, 1987 yaitu 10% dan 1992 sebesar
14% atau tepatnya menambah dari 40 kursi menjadi 56 kursi pada Pemilu 1992.7
Karier politik Megawati bertambah berkibar ketika diselenggarakannya
Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya, 2-6 Desember 1993. KLB ini
dilakukakn setelah kegagalan Kongres IV PDI di Medan pada 21-26 Juli 1993
yang memicu bentrok antara kubu Soerjadi dan kelompok 17 yang dipimmpin oleh
Marsoesi-Dudy Singadilanga. Walaupun pada kongres ini berhasil memilih kembali
Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI, tidak otomatis bisa memimpin partai berlambang
kepala banteng ini. Kelomok DPP peralihan yang dipimpin oleh Ahmad Subagyo
6 Budiman S. Hartoyo, “Apa di Balik Mega,” Tempo Online, 11 Desember 1993, artikel
diakses pada 13 April 2011 dari
http://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/1993/12/11/NAS/mbm.19931211.NAS6427.id.html 7 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 14.
26
menentang keras terpilihnya Soerjadi. Dengan didukung aparat keamanan,
kelompok ini berhasil menduduki lokasi penyelenggaraan Kongres di Asrama Haji
Pangkalan Mansyur, Medan. Pangab Feisal Tanjung menyebut kemenangan Soerjadi
saat itu sebagai cacat hukum akibat penculikan lawan politiknya.
Menurut pandangan pemerintah, kepemimpinan Soerjadi telah melakukan
hal-hal yang dianggap mengancam pemerintahan Orde Baru, di antaranya adalah
ketika PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi secara tajam mengkritik kebijakan
dalam Pemilu 1992, ia juga dianggap sebagai ancaman potensial bagi dominasi
Golkar karena berhasil menaikkan suara pada Pemilu 1992 secara cukup signifikan.
Bahkan ia pernah mengancam tidak mau mendatangani hasil Pemilu 1992 karena
terjadi kecurangan untuk memenangkan Golkar. Untuk itu kubu Soerjadi harus
dilengserkan. Maka pemerintah menunjuk carataker yang dipimpin oleh Latief
Pudjosakti yang menjabat DPD PDI Jawa Timur dengan tugas utama
mempersiapakan pengelenggaraan KLB di Surabaya.8
Namun di luar dugaan bahwa nama Megawati muncul sebagai calon ketua
umum yang baru, ini di luar skenario pemerintah. Karena majunya Megawati pada
bursa pencalonan Ketua Umum PDI didukung oleh lapisan bawah kader dan
pengurus partai. Kejadian ini bermula pada 11 September 1993. Saat itu 100
fungsionaris dari 70 DPC PDI mendatangi kediaman Megawati di Kebagusan,
Jakarta Selatan. Intinya mereka menginginkan salah satu dari anak-anak Bung Karno
tampil menjadi ketua umum sebagai pilihan alternatif dan untuk menandingi kubu
Budi Hardjono yang di sebut-sebut mendapat restu dari pemerintah Orde Baru.
8 Ibid., h. 15-16.
27
Pada mulanya Megawati masih ragu menerima pencalonan itu, tetapi setelah
beberapa hari kemudian atas desakan para kader itulah Megawati akhirnya
menyatakan diri siap untuk maju.
Di arena KLB, kubu Megawati sudah memastikan bahwa semuanya sudah
dipersiapkan dengan seksama, namun bukan berarti langkahnya bisa mulus
mendapatkan kursi nomor satu di partai tersebut. Pemerintah berusaha mengganjal
obsesi anak Bung Karno itu dengan berbagai cara. Beberapa Ketua DPC Jawa Timur
mengaku bahwa mereka diintimidasi oleh Kakansospol (Kepala Kantor Sosial
Politik) agar tidak mendukung Megawati. Bahkan Pangdam Diponegoro Mayjen
Suyono saat itu menyatakan, “Sebaiknya PDI tidak memilih pemimpin yang
mendompleng nama besar orang tuanya atau nama besar orang lain, lebih baik
Megawati mengkonsentrasikan dirinya pada masalah kerumahtanggaan.”
Selain hambatan dari eksternal partai, Megawati juga mendapat hambatan
dari lingkungan internal PDI, pada mulanya Megawati tidak mendapat mandat dari
DPC PDI Jakarta Selatan sebagai peserta KLB. Dengan alasan bahwa KTP
Megawati dikeluarkan di Jakarta Pusat, padahal ia sendiri berdomisili di Jakarta
Selatan. Karena tidak mendapat mandat, maka panitia cakateker KLB PDI menolak
kehadiranya di Kongres. Namun akhirnya karena ada upaya dari dari para pendukung
Megawati, hal itu bisa di selesaikan dan Megawati bisa mengikuti kongres KLB
tersebut.
Ketika KLB berlangsung Ketua Carateker DPP PDI Latief Pudjosakti yang
juga merangkap sebagai ketua DPD PDI Jawa Timur memaksa peserta agar
pemilihan dilakukan dengan sistem formatur. Langkah ini ditempuh agar Budi
28
Hardjono yang dijagokan pemerintah berhasil memenangkan posisisi ketua umum.
Namun upaya itu ditentang oleh mayoritas peserta kongres. Mekipun para delegasi
diintai oleh setiap aparat Direktorat Sospol masing-masing yang ikut hadir dalam
acara kongres. Dukungan kepada anak Bung Karno ini justru meningkat menjadi
84%. Itu artinya sekitar 256 Cabang mendukung Megawati Soekarnoputri dari 305
Cabang yang hadir. 9
Megawati tidak dapat dipilih secara formal karena semua panitia carateker
menghindar dari Sidang Pleno Kongres. Namun sebelum sidang ditutup di depan
para pererta kongres yang mendukungnya, Megawati mengumumkan dirinya
menjadi Ketua Umum PDI periode 1993-1998. “Secara de facto saya sudah menjadi
Ketua Umum DPP PDI. Secara de jure memang belum. Karena itu saya minta
kepada saudara-saudara tetap tenang dan berdiam di sini. Harapan saya kita bisa
menegakkan konstitusi partai yang kita cintai ini, saya tidak ingin ada keributan
yang dilakukan oleh sementra pihak yang tidak bertanggung jawab. Apakah saudara
sanggup?“ Tegas Megawati yang disambut para pendukungnya secara gemuruh,
”Sanggup!”10
Setelah itu kongres diambil alih oleh aparat keamanan dan
membubarkan seluruh peserta KLB. Seperti sudah diduga caratecer menyerahkan
urusan KLB yang dianggap deadlock kepada pemerintah. Dan pemerintah pun
menilai bahwa keputusan kongres tidak ada yang berarti bahwa terpilihnya
Megawati sebagai ketua umum tidak sah.
9 Ibid., h.17-19.
10 Imran Hasibuan, Megawati Soekarnoputri: Pantang Surut Langkah (Jakarta: ISAI,
1996) h. 12-13.
29
Pemerintah melalui Mendagri Yogie S. Memet memutuskan diselenggaranya
Musyawarah Nasioanal (Munas) untuk memilih kembali pimpinan PDI dan
menyelesaikan kemelut partai. Sementara itu Megawati dan timnya mencoba
melakukan manuver politik yang cerdik, mereka melakukan safari politik ke
berbagai pejabat tinggi negara dan para petinggi ABRI, diantranya adalah Mendagri
Yoe S.M. Menko Polhukam Soesilo Soedirman, Kasospol ABRI Letjen Hariyoto PS,
Pangdam Jaya Mayjen Hendro Priono, dan Siti Hardianti Rukmana alias Mbak Tutut
(putri sulung Soeharto). Meskipun tidak ada pembicaraan khusus, langkah
pendekatan persuasif itu dirasa lebih menguntungkan karier politik Megawati.11
Munas dilaksanakan pada 22 Desember 1993 di Hotel Garden, Kemang,
Jakarta. Munas seolah hanya menjadi pengukuhan kembali Megawati sebagai orang
yang pantas menduduki kursi kepemimpinanan ketua umum. Tepat pukul 20.00
perwakilan 40 DPD dari 27 propinsi secara aklamasi menyerahkan kepercayaan
kepada Megawati untuk memimpin PDI periode 1993-1998. Amien Rais menilai
bahwa mulusnya Megawati menjadi orang nomor satu dalam partai itu dikarenakan
Megawati memiliki citra yang positif: sebagai putri Bung Karno, politikus muda
yang keibuan dan merakyat. Fahri Ali juga menyebut bahwa bukan karena kapasitas
Megawati dalam berpolitik namun karena refleksi dari kalangan grasroot partai
yang marah atas campur tangan pemerintah terhadap internal partai.12
Terpilihnya Megawati sebagai ketua umum bukan akhir dari cerita, namun ini
adalah awal Ia memasuki konflik internal partai yang lebih dasyat dan juga tekanan
11 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 20.
12 Ibid., h. 20.
30
pihak pemerintah yang tidak merestui kebangkitan dinasti Bung Karno. Awalnya isu
yang digulirkan adalah bahwa Megawati dan beberapa pengurus PDI terlibat kasus
G30 S PKI. Atas dasar itulah beberapa eskponen PDI membentuk DPP reshuffle di
bawah kepemimpinan Yusuf Merukh sebagai tandingan terhadap kepemimpinan
Megawati, namun ujian seperti itu bisa diatasi. Kemudian upaya lain untuk
menyingkirkan Megawati dari kepemimpinannya ialah ketika beberapa pengurus
PDI di bawah Fatimah Achmad menyelenggarakan kongres PDI di Medan pada 20-
23 Juni 1996. Kongres ini didukung oleh ABRI dan pemerintah Orde Baru. Kongres
ini sudah disiapkan sebelumnya bahwa menjadikan kembali Soerjadi menjadi ketua
umum dan Butu R. Hutapea sebagai sekjen. Pada kongres yang terakhir inilah yang
dinyatakan oleh pemerintah sebagai kepemimpinan yang sah dan legal. 13
Walhasil, partai berlambang banteng ini terbelah menjadi kubu Megawati dan
kubu Soerjadi. Dengan begitu ada dualisme kepemimpinan terjadi di dalam partai
ini. Bahkan eskalasi konfliknya pun makin lama makin memanas dan akhirnya
konflik ini berubah menjadi konflik fisik. Kubu Megawati dengan massa dari bawah
yang militant berhadapan dengan kubu Soerjadi dengan dukungan penuh dari
pemerintah. Bentrok masa pun terjadi tatkala kelompok Megawati yang menguasai
kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta dipaksa pergi oleh kelompok kubu Soerjadi
dukungan pemerintah Orde Baru. Bentrok yang memakan korban massa pun terjadi
pada hari Sabtu, ketika pagi-pagi buta, tepatnya pada 27 Juli 1996. Massa Soerjadi
yang didukung aparat Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Komando Daerah Militer
13
Ibid., h. 22.
31
Jaya menyerbu dan merebut dengan paksa kantor tersebut. Puluhan aktivtis pro-
Megawati kemudian ditangkap dan dihukum. 14
Setelah kejadian itu, Megawati memendekkan rambutnya hingga sekarang.
Wajahnya pun terpampang dalam berbagia media dan elektrotik sebagai tokoh
oposisi terhadap pemerintah, meskipun ia merupakan tokoh yang sangat pelit
berbicara pada wartawan, ia tetap dimanjakan diberbagai media massa. Justru
bungkamnya sosok yang satu ini menambahkan kesan sebagai tokoh fenomenal yang
dilingkupi misteri. Kegigihannya untuk menuntut hak-hak yang direnggut penguasa
inilah yang menjadikannya sebagai orang yang tidak bisa disepelekan oleh rezim
penguasa. Inilah yang membesarkan namanya selain faktor trah Bung Karno.
Semakin lama Megawati dianiaya oleh sang penguasa yang coba
menyingkirkannya, maka semakin kuatlah dirinya. Selain itu Megawati merupakan
orang yang berhasil membangun image dirinya sebagai ratu adil di tengah
congkaknya kekuasaan yang selalu menindas rakyat. Ia bersama partainya
memposisikan dirinya sebagi partainya wong cilik, partainya tukang becak, partainya
sandal jepit yang terinjak–terinjak oleh rezim otoriter. Citra inilah yang melahirkan
simpatisan yang fanatik dan emosianal. Bahkan sampai ada semboyan, “Mati urip
melu Mbak Mega atau pejah gesang nderek Mbak Mega”.15
Pada Pemilu 1997, muncul kembali persoalan siapakah yang sebenarnya
berhak mengikuti pemilu, apakah kubu Megawati atau kubu Soejadi. Keduanya pun
sama-sama mengajukan daftar calon legislatif yang akan dipilih melalui pemilu
14
“Beban Berat Seorang Putri,” Tempo, 30 Juni 2004 , h. 45. 15
Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 24- 28.
32
tersebut. Namun dipastikan bahwa kubu Soerjadi yang diperbolehkan pegikuti
Pemilu 1997. karena kubu Megawati tidak diakui legalitasnya.
Hal ini membuat massa dari kubu Megawati naik pitam dan menolak untuk
bergabung ke PDI kubu Soerjadi. Para simpatisan meminta arahan dari Megawati
tentang nasibnya ini. Mereka pun menunggu dan akhirnya Megawati menyatakan
dengan tegas kalau dirinya golput (golongan putih) dan tidak memihak kepada
siapapun. Ia membacakan pesan dihadapan ribuan massanya di kediamannya pada
kamis 22 Mei 1997. Dengan tenang dan jelas, sambil sesekali membersihkan air mata
yang bergelayut di matanya, Megawati membacakan pidato keprihatinan atas
jalannya kampanye pemilihan umum. Ia memutuskan untuk tidak menggunakan hak
politik untuk memilih dalam pemungutan suara pada 29 Mei 1997.16
Dengan adanya kejadian yang seperti ini maka terjadi penggembosan massa
yang luar biasa yang dialami PDI Soerjadi pada perhitungan hasil suara pemilu. Hasil
perolehan suaranya turun drastis menjadi 3.05% atau cuma 11 kursi. Pada pemilu
sebelumnya berhasil mencapai angka 14,89%, para pendukung Megawati tidak
mungkin mengalihkan suaranya ke Golkar, sebagai partainya pemerintah. Bisa
dipastikan suara Megawati beralih ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).17
Bahkan
kampanye terbentuklah aliansi Mega-Bintang, karena pendukung Megawati
mengalihkan suaranya ke partai yang berlambang bintang. Sehingga PPP mendapat
suara sampai dengan 22,6%.
16
“Megawati Golput, Dia Tidak Sendiri,” Edisi 12/02 – 24 Mei 1997, artikel ini diakses pada
28 April 2011 dari http://www.tempo.co.id/ang/min/02/12/nas2.htm 17
“Mega-Bintang Menerobos Kampanye yang Membosankan,” Edisi 10/02-10 Mei 1997,
artikel ini diakses pada 28 April 2011 dari http://www.tempo.co.id/ang/min/02/10/utama.htm
33
Ketika Presiden B J Habibie membuka kran selebar–lebarnya kepada
masyarakat untuk kebebasan mendirikan partai, momentum ini pun tidak disia-
siakan oleh Megawati. Ia bersama basis massa yang riil menyelenggarakan Kongres
PDI di Bali 8-10 Oktober 1998. Pulau Dewata memerah oleh para kader yang
berdatangan dari berbagai penjuru tanah air. Salah satu keputusan terpenting kongres
tersebut adalah ditetapkannnya Megawati sebagai calon Presiden RI yang arus
diperjuangkan pada Pemilu 1999 dan SU MPR 1999. Sejak saat itulah partai ini
dimasuki oleh beberapa pengusaha ternama seperti Arifin Panigoro, Eilono
Suwondo, dari barisan tentara seperti Theo Sjafei, dan RK Sembiring Meliala, dari
politisi eks-Golkar seperti Jacob Tobing dan Frans Seda.18
Karena desakan para kader, untuk membedakan partai mereka dan PDI Budi
Hardjono, maka pada 14 Februari 1999 di Stadion Senayan Jakarta, Megawati
memproklamirkan berdirinya PDI Perjuangan. PDIP ini berlambang banteng yang
lebih gemuk, bermoncong putih di dalam suatu lingkaran. Sehingga hal ini bisa
mengakhiri konflik itu. Selanjutnya para simpatisan dan kader secara mandiri
mendirikan posko-posko yang mereka sebut sebagai posko perjuangan secara
sukarela. Posko ini digunakan untuk konsolidasi secara informal dan juga beberapa
kegiatan lainnnya. Posko-posko ini tersebar sampai ke pelosok desa-desa dan mudah
ditemui karena warnanya yang merah dan kombinasi hitam yang mencolok
pandangan mata.
Kebesaran Megawati tampak pada Pemilu 1999, ia bukan dianggap sebagai
ketua partai saja, bahkan ia seolah-olah sudah menjadi presiden di negeri ini. Di mata
18
Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 32.
34
para pendukung fanatiknya, Megawati tidak punya celah buruk sedikit pun mengenai
kejujuran, integritas dan moralitasnya. Partai ini pun melaju menjadi pemenang dan
mengalahkan 47 partai lainnya. PDIP mampu meraup suara hingga 33,76% atau
mendapatkan 153 kursi, meskipun tidak menang secara mayoritas mutlak (single
mayority) akan tetapi mayoritas sederhana (simple mayority). Hal ini yang membuat
optimisme para pengurus partai bahwa MPR tinggal mengetuk palunya untuk
mengesahkan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI ke-4 masa bakti 1999-
2004.19
J.B Kristiadi dari Centre For Strategic And International Studies (CSIS)
pernah mengomentari tentang keberhasilan Megawati bahwa secara pandangan Jawa,
Megawati seperti ratu adil. Sebagai ratu adil masyarakat sangat mengharapkan
kepemimpinannya bisa memperbaiki kondisi bangsa yang telah rusak. Megawati
merupakan sosok yang pernah hidup dalam lingkungan istana dan mendapatkan
pelajaran langsung dari sang ayah. Kini dia harus tampil sebagai ratunya gerakan
reformasi. Semula ia memang banyak terlihat sebagai sosok yang pendiam dalam
menyikapi berbagai perkembangan reformasi. Sehingga banyak yang berpendapat
bahwa ia kekurangan dan ketinggalan ide. Namun setelah ia mampu membawa
partainya memenangi Pemilu pertama dalam era reformasi barulah banyak orang
yang percaya kepada kematangan dan ketahanannya dalam perpolitik. 20
Namun rupanya nasib belum seratus persen berpihak pada Megawati, meski
pemenang pemilu bukan berarti otomatis dinobatkan menjadi presiden. Karena
19
Ibid., h. 33-34. 20
Afdal Tanjung, Maju Tak Gentar PDIP Berkibar (Jakarta: YPTN, 2000), h. 9.
35
munculnya kekuatan poros tengah dari PAN, PKB, PK dan PPP yang berhasil
mendukung pencalonan Abdurahman Wahid. Pada sidang paripurna ke-13 MPR RI,
melalui voting Gus Dur (panggilan akrab Abdurahman Wahid) memperoleh 373
suara, sedang Megawati mendapatkan 313. Sehingga Gus Dur yang menjadi
presiden.21
Hanya berselang dua tahun, kepemimpinan Presiden Gus Dur goyah, Gus
Dur yang diharapkan dapat mengeluarkan negeri ini dari krisis yang berkepanjangan
dianggap tak mampu menjalankan harapan reformasi. Banyak kebijakan kontroversial
yang tak mampu difahami banyak pihak. Sehingga konflik dengan parlemen terus
terjadi selama pemerintahannya. Pada 23 Juli 2001, MPR mengadakan sidang
istimewa yang dipercepat sebagai perlawanan atas Dekrit Presiden Gus Dur yang
nekad membubarkan DPR/MPR, kemudian berujung pada jatuhnya Presiden Gus
Dur. Melalui SI-MPR itu pula Megawati secara aklamasi dinobatkan menjabat
Presiden RI ke-5 periode 2001-2004 menggantikan Presiden Gus Dur.22
Selama negeri dipimpin oleh Presiden Megawati banyak capaian yang didapat
diantaranya pemerintah berhasil menekan jumlah penduduk miskin selama tiga tahun
terakhir, yaitu dari 18% pada 2002 menjadi 17% pada 2003. Keberhasilan
mengalihkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke sasaran yang benar, yaitu
masyarakat miskin dan petani kecil. Keberhasilan ini juga mendapatkan pujian dari
21
“Abdurrahman Wahid,” dalam Ensiklopedia Wikipedia, artikel ini diakses pada 23 April
2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid 22
Budi, dkk, Megawati The President, (Mega Team For The President), h. 89
36
World Bank.23
Keberhasilan lain dalam bidang ekonomi diantaranya tingkat inflasi
rendah, nilai tukar rupiah stabil, cadangan devisa stabil, dan turunnya suku bunga
bank, sedang dalam bidang politik pemerintahan Megawati telah meletakkan fondasi
yang bagus untuk proses demokratisasi ketatanegaraan di Indonesia. Pada masa
pemerintahannya telah diselesaikannya amandemen UUD 1945 dengan lancar.
Pemerintah juga berhasil melakukan check and balance atau menyeimbangkan
kedudukan dan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kebebasan pers
juga berlangsung seperti harapan banyak pihak.24
Namun keberhasilan itu juga masih ada catatan kurang memuaskan dintaranya
dalam bidang Hukum. Meskipun menindak tegas para pengedar narkoba, Tetapi pada
masa pemerintahannya belum mampu menyeret para petinggi Orde Baru yang
terindikasi korupsi ke meja pengadilan. Semboyan yang paling sering dilontarkan
Megawati bahwa ia membela wong cilik, tetapi pada saat Megawati sendiri
memerintah negeri ini tetap saja ada banyak kasus penggusuran terhadap pemukiman
penduduk dan para pedagang kecil seperti yang terjadi di DKI Jakarta. Megawati
belum mampu menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
Rezim Orde Baru. Selain itu maraknya teror dan ledakan bom yang terjadi di
sejumlah daerah membuat pemerintahan Megawati tersudut karena tidak mampu
memberikan rasa aman kepada rakyatnya. 25
23
Sita Planasari A, “Presiden Sampaikan Keberhasilan Pemerintahannya,” artikel diakses
pada 23 April 2011 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/09/23/brk,20040923-
09,id.html 24
Sunariah, “Pemerintahan Megawati Dinilai Berhasil,” diakses pada 23 April 2011 dari
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/09/23/brk,20040923-54,id.html 25
Sirojudin, “Peran Oposisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” h. 41-42.
37
Pada pemilu selanjutnya, Megawati diajukan kembali oleh pendukungnya
maju dalam bursa pencalonan presiden yakni Pemilu 2004, ia berpasangan dengan
Hasim Muzadi yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Tanfiziah PBNU
(Penggurus Besar Nahdlatul Ulama). Namun pada pemilu ini dimenangkan oleh
mantan mentrinya sendiri yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang
berpasangan dengan Yusuf Kalla (JK). Kemudian pada Pemilu 2009, Megawati yang
berpasangan dengan Prabowo Subianto pun kalah untuk kedua kalinya dalam
pemilihan presiden melawan pasangan duet SBY-Boediono.
Meski gagal kembali menjabat sebagai presiden kembali karena kurangnya
dukungan masyarakat kepadanya, hingga saat ini Megawati masih dipercaya oleh
para kader dan simpatisannya untuk memimpin partai yang didirikannya itu. Megwati
mampu bertahan sampai kongres yang ke III, berarti ia masih menjabat sebagai ketua
umum sampai dengan periode 2010-1015.
Tidak mudah membaca pemikran Megawati karena ia sedikit sekali berbicara
dan menggoreskan kata-katanya selayaknya Bung Karno yang karya dan gagasan
orisinilnya masih bisa kita nikmati hingga sekarang. Berbeda dengan Megawati yang
lebih banyak berbicara soal kepartaiam di lingkungan internalnya dan kalaupun
berpidato sewaktu menjadi presiden selalu menggunakan naskah tertulis yang telah di
siapkan oleh para penasehatnya. Nama besar Bung Karno memang menitis pada
sosok Megawati, tetapi intelektualitas Soekarno tidak tampak. Menurut Rahmawati,
Megawati memang anak biologis Bung Karno, tetapi bukan anak ideologisnya.26
26
Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 43.
38
Bisa dilihat dari prestasi ketika Megawati menjadi presiden dibandingkan
dengan sang ayah ketika menghadapi pihak asing. Soekarno memliki rasa percaya
diri yang luar biasa ketika mengadapi kekuatan asing, bahkan siap berkonfrontasi jika
martabat bangsanya diremehkan, secara terang-terangan pernah dengan garang
berkata: “ Amerika kita setrika, Inggris kita linggis, go hell with your aids!” Berbeda
dengan Megawati yang sangat soft menghadapi pihak asing, salah satu contohnya
ketika pernyataan dari PM Singapura Lee Kuan Yew yang memojokkan Indonesia
sebagai sarang terorisme, namun Megawati tidak mengeluarkan pernyataan sikap
untuk membela bangsanya atas tuduhan itu. Atau sikap lunaknya Megawati ketika
berhadapan dengan arogansi IMF yang mendikte ekonomi Indonesia.
C. Proses Terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum PDIP
1. Kongres PDIP Pertama
Kongres PDIP pertama kali diselenggarakan pada 27 Maret - 1 April 2000 di
Hotel Patra Jasa, Semarang, JawaTengah. Ini kongres yang pertama dilakasanakan
setelah dideklarasikannya PDIP (yang sebelumnya hanya bernama PDI tanpa kata
perjuangan) serta bersamaan terpilihnya Megawati menjadi Wakil Presiden RI.
Dilaksanakannya kongres ini dengan alasan untuk memantapkan konsolidasi para
kader di internal partai.
Seperti biasanya salah satu agenda penting di selenggarakannya kongres
adalah memilih ketua umum partai yang nantinya betindak untuk menahkodai PDIP
sampai lima tahun kedepan. Nama-nama yang muncul dalam pandangan umum dari
39
243 DPC, antara lain Dimyati Hartono yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua
DPP PDI Perjuangan, lalu muncul nama Eros Jarot yang sempat menggalang DPC-
DPC untuk mendukungnya. Dan yang terakhir tentu saja Megawati Soekarnoputri
yang menjabat ketua umum sebelumnya.
Hasil akhir Kongres I PDI Perjuangan menetapkan secara aklamasi Megawati
Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 tanpa
pemilihan. Sebab, sebanyak 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati sebagai
Ketua Umum.27 jika mayoritas suara sudah mutlak memilih Megawati maka
mekanisme pemilihan secara voting ditiadakan. Pada kongres pertama ini, terlihatlah
nama besar Megawati sebagai pemimpin karismatik mampu mengalahkan calon-
calon ketua umum lainnya dengan mudah.
2. Kongres PDIP Kedua
Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan pada 28 - 31 Maret 2005 di Hotel
Grand Bali Beach, Denpasar Bali, tempat Kongres V PDI diselenggarakan pada 1998.
Kongres ini selesai dua hari lebih cepat dari yang dijadwalkan seharusnya yaitu 28
Maret sampai dengan 2 April 2005. Suasana panas terasa menjelang Kongres II PDI
Perjuangan diselenggarakan, beberapa kader menggalang kekuatan untuk melakukan
pembaharuan partai dan ada pula yang mengusung pemurnian partai dengan
melakukan pembenahan internal, sebagai refleksi kegagalan partai pada Pemilu 2009.
28
Gerakan pembaharuan partai berisi sejumlah tokoh PDIP seperti Sukowaluyo
Mintorahardjo, Sophan Sophiaan, Arifin Panigoro, Roy B.B. Janis, Laksamana
27
Budi Hartono, “Pelembagan Politik PDIP Jateng,” (Desertasi S2 Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro Semarang, 2009), h. 72. 28
Ibid., h 73.
40
Sukardi serta Didi Supriyanto. Tujuannya jelas, ingin memotong sentralisme
kepemimpinan Megawati, mereka juga mengusulkan kepemimpinan PDIP berbentuk
presidium dan memintanya agar Megawati tidak mencalonkan diri lagi sebagai Ketua
Umum PDIP. Sebab kekalahan pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2004
sudah menjadi bukti kegagalannya dalam memimpin, mengelola dan menjaga citra
PDIP. Gerakan ini kemudian bersama Imam Mundjiat (Ketua DPD PDI Perjuangan
Kalimantan Timur) mencalonkan Guruh Soekarnoputra maju sebagai ketua umum
partai.
Selain itu ada pula gerakan yang mengusung pemurnian partai dengan
melakukan pembenahan internal yang digawangi oleh Kwik Kian Gie dan Amien
Arjoso. Kelompok ini tujuan utama ialah menyingkirkan the gang of three yang
terdiri dari tiga punggawa Megawati, yakni Sutjipto, Pramono Anung, dan Gunawan
Wirosarojo. Kelompok lain yang dimotori Roch Basuki Mangoenpradja tetap
menyatakan bahwa Megawati masih tetap dibutuhkan, kelompok ini mengusung
pesan bahwa Megawati masih tetap dibutuhkan di PDIP dan merombak orang-orang
sekitarnya. Sementara dari para tokoh sesepuh PDIP Abdul Madjid, Soetardjo
Soerjogoeritno dan Roeslan Abdulgani mendorong terjadinya rehabilitasi,
rekonsiliasi partai dengan menarik kader-kader yang kecewa untuk membenahi
partai. 29
Walaupun terjadi banyak manuver kader yang bermain saat kongres yang
kedua ini, posisi Megawati masih sangat kuat. Pada sidang paripurna pertama, sidang
sempat ricuh saat pembahasan tata tertib kongres yang diikuti beberapa peserta walk
29
Ibid., h.13-14 .
41
out dari arena sidang. Namun sidang terus dilanjutkan, dan dari 432 utusan DPC,
420 pandangan umum DPC menyatakan dukungan ke Megawati menjadi Ketua
Umum DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010. Sidang paripurna ditutup Sidang
Paripunan IV dilanjutkan untuk memberikan kesempatan ketua umum terpilih untuk
menyusun susunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat. 30
3. Kongres PDIP Ketiga
Kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dilaksanakan pada 6-
9 April 2010 di Sanur, Bali. Pada kongres ini tidak ada tensi yang memanas seperti
kongres PDIP sebelumnya, dikarenakan tidak ada calon ketua umum yang muncul
kecuali Megawati sebagai calon tunggal. Sebenarnya ada beberapa nama yang sempat
muncul seperti Prananda Prabowo dan Puan Maharani sebagai kandidat posisi
mengantikan ibundanya, Guruh soekarnoputra juga sempat menjadi sorotan media,
namun sosok Megawati yang karismatik itu masih didukung penuh oleh peserta
kongres.
Para pengurus daerah sebenarnya tidak secara tiba-tiba menyatakan dukungan
terhadap Megawati. Jauh sebelum diadakannya kongres PDIP, para pengurus partai
di daerah sudah menggodok nama-nama calon ketua umum yang akan diajukan pada
saat kongres. Dari hasil keputusan Konfercab (Konferensi Cabang) dan Konferda
(Konferensi Daerah) yang dilaksanakan oleh pengurus partai di tingkatanya masing-
30
Rilla Nugra Heni, “Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP 2005-2010,” artikel
diakses pada 25 April 2011 dari
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/03/31/brk,20050331-18,id.html
42
masing, nama Megawati tetap menjadi nama yang terkuat mengisi kepemimpinan
utama partai.31
Seperti kongres sebelumnya, Dalam hal metode pengambilan keputusan
kongres, musyawarah mufakat adalah metode pokok dalam setiap pengambilan
keputusan, hal ini karena demi kepentingan koleklif dan juga sesuai dengan falsafah
bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945, sedangkan voting menurut Megawati
merupakan metode pemaksaan kehendak sendiri, yang sering menggunakan
intimidasi dan kekerasan dalam memutuskannya. 32
Sehingga hasil kongres secara
aklamasi memilih Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP masa jabatan
2010-2015.
Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa Kongres PDIP Ketiga ini
hanya menjadi seremonial menguatkan posisi Megawati sebagai pemimpin utama
partai. Apalagi dalam kongres ini Ketua Umum menjadi formatur tunggal penyusun
kepengurusan. Dengan terpilihnya Megawati menduduki jabatan sebagai ketua umum
untuk kongres III ini menandakan adanya kegagalan regenerasi kader partai.
Megawati mengatakan menjadi ketua umum partai kembali bukanlah
keinginannya. "Ketua umum bukan saya yang mau," kata Megawati dalam disalah
satu jumpa pers di arena Kongres III PDIP, Grand Inna Bali Beach Hotel, Sanur,
Bali.33
Pada kongres yang ketiga ini Megawati memang tidak ngotot
31
Wawancara pribadi dengan Agung Setiadi, Jakarta, 24 Mei 2011. 32
Megawati, “Pidato Ketua Umum PDIP, Rapat Koordinasi Nasional Tiga Pilar,” (T.tp.: DPP
PDIP, 2010)
33
“TK: Bahaya, Jika Salah Susun Pengurus PDIP,” Jakarta pres.com, 06 April 2010, artikel
ini diakses pada 24 april 2011 dari
http://jakpress.com/www.php/news/id/12666/TK-Bahaya-Jika-Salah-Susun-Pengurus-PDIP.jp
43
mempertahankan singgasananya. Bahkan ia terlihat hanya diam saat kongres
berlangsung. Ia tidak mau mencampuri kongres dan menyerahkan sepenuhnya
mekasnisme kepada peserta kongres. Namun di sini terlihat seakan Megawati masih
kurang percaya kepada kepemimpinan orang muda. Seharusnya biarkan orang muda
diberikan kesempatan memimpin.
42
BAB IV
KEPEMIMPINAN KARISMATIK;
POTRET KEPEMIMPINAN MEGAWATI SEBAGAI PEMIMPIN
KARISMATIK DI PDIP
Pada bab II telah dibahas bahwa pengertian ada batasan yang jelas tentang
teori pemimpin karismatik, seperti apa yang telah dikemukakan Max Weber dalam
bukunya yang berjudul The Theory of Social and Economic Organization. Batasan
Karismatik bertumpu pada kesetiaan atau ketaatan kepada kesucian yang spesifik dan
luar biasa, heroisme atau karakter teladan dari seorang individu, dan pola normatif
atau perintah yang diwahyukan atau ditasbihkan oleh pemimpin tersebut. Batasan-
batasan inilah yang dijadikan kacamata oleh penulis untuk melihat kepemimpinan
karismatik Megawati Seokarnoputri.
Resistensi kepemimpinan karismatik Megawati pada masa Orde Baru yang
telah dipaparkan pada bab III, kemudian dari pemparan itu dilanjutkan dengan sejarah
kemenangan Megawati dari kongres ke kongres menunjukkan bahwa ia adalah sosok
yang luar biasa. Bagi para pendukungnya, Megawati telah menjadi pemimpin PDIP
yang tak tergantikan sehingga kepemimpinannnya terus bertahan.
Pada bab IV , merupakan temuan inti dari pembahasan pada penelitian ini.
Penulis mencoba menjawab apa yang dipermasalahkan pada bab I seputar pertanyaan
mengapa kepemimpinan karismatik itu bisa muncul dalam kondisi tertentu, apa saja
faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kepemimpinan karismatik pada sosok
Megawati dalam PDIP. Sehingga penulisan bab IV ini sangatlah penting
Pembahasan pada bab IV diawali dengan kriteria yang menunjang
kepemimpinan Megawati sebagai pemimpin yang karismatik. Tentu saja sebagai
42
43
pemipim utama pada sebuah partai, Megawati harus memiliki rasa percaya diri yang
kuat, melalui visi-misnya yang jelas dia harus mampu membawa partainya pada jalur
yang benar. Bagaiman Megawati mampu memanfaatkan situasi sehingga ia menjadi
sosok yang fenomenal dan menjadi pahlawan yang membawa perubahan, akan
dipaparkan pada bab ini .
A. Sosok Megawati Soekarnoputri dalam Sifat-Sifat Kepemimpinan
Karismatik
1. Memiliki Rasa Percaya Diri
Megawati Soekarnoputri merupakan sosok yang sangat percaya diri. Ketika
represif rezim Orde Baru yang memberangus segala hal yang berbau Soekarno,
seperti keluarga, ajaran ,dan para pendukungnya, Megawati tambil percaya diri di
setiap kampanye PDI pada 1987. Dia bahkan melanggar konsensusnya sendiri yang
dibuatnya bersama saudara-saudaranya untuk tidak berpolitik. Seolah ia melupakan
trauma politik yang pernah menghinggapinya.
Meski banyak yang menyoroti keputusannya untuk terjun ke dunia politik
hanyalah kesia-siaan belaka, namun langkahnya ini membuahkan hasil. Siapa yang
menyangka seorang ibu rumah tangga mampu menduduki orang nomor satu di
negeri ini. Bermula ia masuk sebagai kader di sebuah partai gurem, berkat
percayadirinya itulah ia mampu membangkitkan kembali nama besar Bung Karno,
sehingga partainya itu mampu mendongkrak perolehan suara dari pemilu ke pemilu.
Megawati mengawali dirinya menjabat Wakil Ketua DPC PDI Jakarta Pusat,
dia lalu tampil memberanikan dirinya menjadi salah satu kandidat pada bursa
pencalonan KLB PDI di Surabaya. Awalnya pada 11 September 1993, memang ia
44
masih ragu menjawab tuntutan para kader dari 70 DPC PDI yang mencalonkan
dirinya menjadi Ketua Umum PDI, seminggu kemudian, dia percaya diri menyatakan
kesiapanya maju
dengan serius, salah satu bentuk keseriusannya adalah membentuk tim sukses guna
melicinkan jalannya di arena KLB tersebut.
Berbagai rintangan dalam KLB tidak menyurutkan langkahnya menuju ke
kursi nomor satu di partai berlambang banteng tersebut. Sepanjang penyelenggaraan
kongres memang diwarnai dengan kericuhan para peserta dan pengawasan yang ketat
dari pemerintah yang memiliki skenario tersendiri. Sampai di penghujung kongres
pada 6 Desember 1993, keadaaan sudah tidak menentu, sampai tengah malam
Carateker tidak melaksanakan sidang paripurna. Bahkan mereka kabur meninggalkan
kongres karena melihat besarnya dukungan kepada Megawati. Melihat kondisi
seperti itu, secara tidak diduga Megawati maju ke podium dan secara tegas
mengatakan dengan lantang di depan para peserta bahwa ia adalah Ketua Umum PDI
secara de facto, sedang secara de jure belum. Hal itu disambut meriah oleh seluruh
hadirin. Megawati meminta agar seluruh peserta kongres untuk tetap tenang dan
pulang ke daerahnya masing-masing.1
Sikap percaya diri Megawati tampak pula pada saat terjadinya kasus 27 Juli
yang memakan banyak korban dari kubunya. Megawati justru melawan rezim
Soeharto melalui jalur hukum, ia dan pendukungnya mengajukan sebanyak 230
gugatan di berbagai pengadilan di tanah air. Banyak orang yang menganggapnya sia-
1Arif Zulkifli, PDI Di Mata Golongan Menengah, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996), h.
98
45
sia karena peradilan sudah menjadi alat penguasa dan hasilnya tidak ada yang sesuai
prinsip keadilan namun dari situlah ia memenangkan hati rakyat. Dari sinilah
Megawati berhasil meraih simpati rakyat. Siapapun tidak ada yang mampu
membendung laju para pendukungnnya untuk memenuhi ruang sidang pengadilan.
“Andaikata kalah sebenarnya sayalah yang menang,” kata Megawati. Benar saja, ia
menjadi sorotan banyak media. Masyarat pun meganggapnya sebagai simbol
perlawanan. 2
Kepribadiannya yang penuh percaya diri itu didapatnya melalui
pengalamannya bersama ayah sekaligus guru besarnya. Soekarno sering menyadarkan
Megwati bahwa kaum perempuan merupakan roda perjuangan, perjuangan tanpa
wanita bagaikan sayap garuda yang terpaku di bumi. Dengan menyitir pendapatnya
Mahatma Gandhi, Soekarno berkata,”Banyak sekali pergerakan kita kandas di
tenggah jalan, karena keadaan kaum wanita kita. Wanita itu sendiri harus bertindak,
wanita sendiri harus berjuang, wanita harus menjadi roda yang hebat di dalam
revolusi kita ini, harus bersatu aksi dengan wanita pula.”3 Megawati memang tokoh
yang menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia dan terdaftar sebagai satu-
satunya kandidat dari perempuan pada pemilihan calon presiden pada Pemilu 1999,
2004, dan 2009.
2. Memiliki Visi dan Misi
Tentu saja sebagai pemimpin yang karismatik, Megawati memiliki visi dan
misi sebagai arah perjuanganya. Seperti dalam Buku berjudul Bendera Sudah Saya
2 Afdal Tanjung, Maju Tak Gentar PDIP Berkibar (Jakarta: YPTN, 2000), h. 12.
3 Budi, dkk, Megawati The President, (Mega Team For The President), h. 23.
46
Kibarkan, yang diluncurkan Megawati Soekarnoputri menjelang Kongres Luar Biasa
PDI di Surabaya 1993, ia menegaskan bahwa kepentingan rakyat banyak harus
diutamanakan dari pada kepentingan segelintir elit yang memiliki kekuasaan. Ia lalu
mencontohkan keadaan para petani yang tidak memiliki kekuatan untuk menentukan
harga hasil pertaniannya dan mereka pun sering mendapatkan penggusuran dan
perampasan tanah pertaniannnya.
Mengenai demokrasi, menurutnya demokrasi yang tepat diterapkan di
Indonesia adalah Demokrasi Pancasila dengan penjabaran langsung dari sila-sila
Pancasila. Menurut Megawati adalah berjiwa besar menerima perbedaan pendapat
dan kritik. Kesepakatan maupun keputusan harus diambil melalui kesepakatan dan
musyawarah mufakat sesuai dengan hakekat Pancasila. Menurut Megawati mengenai
kesatuan dan persatuan adalah landasan pokok berdirinya Indonesia, dan persatuan
dan kesatuan itu tidak bisa berdiri secara otomatis, melaikan butuh pengorbanan. Jika
tidak ada persatuan dan kesatuan maka bersiaplah menuju kehancuran.
Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan harkat martabat manusia.
HAM adalah hak yang dimiliki oleh setiap warganegara tanpa pengecualian apapun.
Sangat naïf jika mempertentangkan kepentingan rakyat dengan kepentingan
pemerintah dengan dalih HAM. Pertentangan itu sendiri terjadi kalau HAM telah
terinjak- injak.
Megawati tidak mempersoalkan tentang dwi fungsi ABRI, sebagaimana yang
dituntut oleh para mahasiswa yang menginginkan dihapusnnya dwi fungsi ABRI.
Namun menurut Megawati dengan syarat bahwa ABRI harus mengabdiakan diri pada
rakyat. Karena ABRI sejatinya adalah anak kandung rakyat. Megawati
47
mengibaratkan bahwa ibarat air adalah rakyat dan ABRI adalah ikannya. Maka dari
itu ABRI jangan sekali-sekali melukai hati rakyat. Intinya ABRI harus manunggal
dengan rakyat.
Mengenai kesenjangan sosial, ini merupakan masalah serius yang harus
segera diselesaikan dan dicari jalan keluarnya. Ia menyayangkan di tengah rakyat
banyak yang tidak mendapatkan pekerjaaan namun ada sebagian masyarakat lain
yang mempertahankan harta kekayaannya. Dan ini memicu konflik sosial, padahal
berdasarkan pancasila rakyat Indonesia harus digiring menuju masyarat yang adil
dan makmur.
Mengenai pembangunan, dalam hal ini seharusnya ada keseimbangan antara
pembangungan fisik dan pembangunan mental spiritual, dan juga pembangungan
ekonomi harus berbarengan dengan pembangunan politik. Rakyat harus dijadikan
subjek dan objek dari pembangunan itu sendiri. Pembangunan itu harus demi
kesejahteraan rakyat.4
Sementara visi Megawati Soekarnoputri yang lain dijabarkan dalam buku
Restoring Democrasi, Justice Andorder In Indonesia: An Agenda For Reform, ada
empat agenda yang dibahas antara lain: Pertama, reformasi politik, seharusnya
organisasi politik haruslah memiliki kebebasan untuk memilih pengurus pada setiap
jenjang. Calon legislatif haruslah mewakili para konstituennya, dan tidak harus minta
restu aparat setempat. Hal ini juga diperlukan kebebasan kapada pers, radio dan
televisi dalam hal pemberitaan.
4 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 49-51.
48
Refomasi ekonomi, dalam hal ini pula Megawati menyatakan bahwa sistem
yang terbaik adalah sistem kapitalisme yang didasarkan pada pasar. Ia menolak
kapitalisme yang bertentanagan dengan semangat Pancasila. Ia lalu memberi
gambaran bahwa perekonmian terganggu oleh praktek monopoli yang diberikan
kepada kalangan tertentu yang dekat dengan birokrasi.
Mengenai masalah kebudayaan, adanya harmoni dan perdamaian tidak akan
tercipta jika kebijakan hanya berpihak pada kelompok tertentu. Hal itulah yang
membuat pertikayan dan kerusuhan kelompok-kelompok di tanah air. Reformasi
hukum yang diiginkannya adalah pemerintah yang tidak ragu-ragu dalam
menegakkan keadilan dan kewibawaaan hukum, penyelesaian semua kasus harus
berdasarkan atas nilai-nilai HAM. Siapapun yang melanggar harus diseret ke meja
hijau tanpa pandang bulu.5
Jika dikonklusikan apa yang Megawati perjuangkan dalam visi dan misi nya
ialah Megawati hingga saat ini tetap konsisten memperjuangkan dan
mempertahankan 4 pilar berbangsa dan bernegara yaitu, setia pada Pancasila 1 Juni
1945, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan tetap menjaga keutuhan NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia). Serta tiga pilar Trisakti yaitu berdaulat secara politik,
berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya.6
3. Menjadi Sosok yang Fenomenal
Megawati Soekarnoputri asalnya hanya menjadi ibu rumah tangga biasa, ia
bukanlah profesor politik seperti halnya Amien Rais yang sejak muda aktif
5 Ibid.,h. 52-54.
6 Megawati Soekarnoputri, “Pidato Ketua Umum PDIP, Pembukaan Kongres III PDIP”
(T.tp.: DPP PDIP, 2010)
49
berorganisasi dan pernah memimpin sebuah organisasi sebesar Muhammadiyah dan
menguasai ide-ide tentang kenegaraan. Megawati juga bukan orang yang menguasai
seluk-beluk ketatanegaraan secara detail seperti Yusril Ihzra Mahendra. Megawati
bukanlah Gus Dur yang menguasai khazanah keilmuan timur dan barat serta kaya
manuver dan strategi dalam berpolitik. Megawati bukan pula seorang teknokrat super
cerdas yang mempunyai reputasi dan prestasi Internasional seperti B J. Habibie,
namun sosok Megawati mampu menyaingi semuanya dalam hal popularitasnya di
level masyarakat bawah sehingga pernah mengantarkannya menjadi Presiden
Indonesia.7
Pengalaman yang minim dalam ilmu politiknya tidaklah penting, menurut
Ketua DPD PDI Jakarta, Alex Asmasoebrata, “Lama-lama Megawati akan bisa
pintar sendiri, anggap saja jadi ketua itu sebagai masuk sekolah politik, karena
macan, selalu melahirkan anak macan bukan anak kambing.” Data perolehan suara
PDI megalami kenaikkan secara signifikan ketika adanya nama besar Bung Karno
yang disimbolkan oleh sosok Megawati. Pada 1982 memperoleh 24 kursi, ketika
Megawati terjun ke bursa pencalonan pada 1987 naik menjadi 40 kursi. Kemudian
naik lagi 56 kursi menjadi pada 1992. 8 Dan melorot tajam ketika Megawati
dilengserkan oleh kubu Soerjadi. Pada Pemilu 1996 PDI hanya mendapatkan 11
kursi, bahkan Ketua Umum PDI-nya sendiri yaitu Soerjadi tak terpilih menjadi
anggota legislatif pada Pemilu 1996 ini.
7 Sumarno, Megawati Soekarnoputridari, h. 35.
8 Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, dkk., “Peta Konflik Partai Kecil,” artikel diakses pada 23
Maret 2011 dari
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1993/12/25/NAS/mbm.19931225.NAS6598.id.html
50
Kehidupan Megawati yang terus diterjang badai kehidupan politik
melahirkan banyak simpati dan empat dari masyarakat. Bahkan banyak rakyat kecil
hingga pembesar serta para selebritis yang rela memberikan sebuah pengorbanan
terbesar dari diri mereka untuk menunjukkan sikap keberpihakan kepada Megawati.
Sifatnya teguh dalam berpendirian dan tidak plin-plan membuat para kader dan
simpatisan gandrung dan selalu setia berada di belakang kepemimpinan
karismatiknya.
Kecintaan para pendukung yang menganggap dia sebagai pemimpin yang
dijadikan sebagai simbol perlawanan, banyak kader maupun simpatisan yang mau
menyerahkan sejengkal tanahnya untuk dipakai menjadi Posko PDI Perjuangan.
Posko-posko berwarna merah menyala yang biasa ditemui di setiap sudut desa itu,
dibangun atas inisiatif warga sendiri tanpa adanya paksaan. Bahkan, banyak pula
orang-orang yang menyedekahkan sedikit uang untuk mencetak kaos, bendera,
selebaran berlogo Megawati berikut banteng gemuk bermulut putih dalam lingkaran.
Banyak prakarsa, swadaya, dan sikap gotong royong yang terlihat diantara mereka
untuk mendukung Megawati sebagai sosok berkarisma yang luar biasa. 9
4. Menjadi Pahlwan yang Membawa Perubahan
Hegemoni rezim Orde Baru telah membuat rakyat tidak mampu menegakkan
kepala untuk melihat demokrasi dalam berpolitik. Pemilu hanya dijadikan syarat
pelengkap dari sebuah negara demokrasi, sedangkan subtansinya tidak ada yang
9 “Megawati Sukarnoputeri, Sudah Terbukti dan Teruji,” dalam Ensiklopedi Tokoh
Indonesia, artikel diakses pada 4 April 2011dari
Http://Www.Tokoh-Indonesia.Com/Ensiklopedi/M/Megawati/Mega-Hasyim.Shtml
51
didapatkan. Pemilu hanya menjadi alat pemerintah Soeharto untuk melanjutkan
kekuasaannya, karena Kecurangan terus terjadi dari pemilu ke pemilu. Sebenarnya
rakyat sudah gerah dengan apa yang dilakukan rezim Orde Baru, namun letupan
pergerakan rakyat mampu diredam penguasa. Rakyat belum menemukan simbol
pemersatu yang mampu menjadi leader pergerakan mereka melawan rezim yang
diktator.
Kemunculan Megawati dalam pentas politik memang membawa perubahan
bukan hanya pada internal PDI, namun juga eskalasi politik nasional. Pada awal
Januari 1997, saat pidato HUT PDI Megawati mengintruksikan kepada seluruh
kadernya untuk menyimpan kartu kuning sebagai calon pemilih terdaftar. sehingga
massa fanatik pendukung Megawati bersiap jadi golongan putih (golput). Tentu saja
munculnya gerakan golput pada saat pemilu merupakan gerakan yang menginginkan
adanya perubahan dalam sistem pemilu yang tidak jurdil.
Massa pendukung Megawati juga melakukan aksi protes di berbagai daerah
seperti di Surabaya, Jawa Tengah, Irian Jaya, Ujung Pandang, dan Bali. Mereka
memprotes kebijakan pemerintah yang hanya mengakui kepemimpinan PDI versi
Soerjadi sehingga ratusan nama calon yang disusun oleh kubu Megawati digugurkan.
Karena merasa tidak dinggap, para pendukung Megawati bergabung dengan massa
PPP pada Pemilu 1997. Fenomena ini memunculkan istilah Mega-Bintang. Saat
kampanye PPP di berbagai kota selalu dihadiri oleh para pendukung Megawati.
Warna hijau bercampur dengan merah. 10
10
Budi, dkk., Mega The President, h. 50
52
PDI versi Soerjadi menjadi sepi pendukung. Golkar pun merasa gerah karena
gerakan Mega-Bintang mampu membangkitkan keberanian rakyat secara terang-
terangan menentag hegemoni pemerintah. Jumlah mereka yang mendukung
Megawati membengkak tak kurang dari 20 juta. Pada 15 April 1997 kelompok pro-
Mega menunjukkan taringnya kepada penguasa, sekitar tujuh ribu orang tumpah di
Jalan Gatot Subroto tepat di depan gedung DPR/MPR untuk melakuan demonstrasi
besar-besaran mendesak MPR untuk mengingatkan pemerintah agar menghormati
kedaulatan rakyat dan bertindak sesuai dengan negara hukum dan demokrasi.11
Percikan-percikan bara yang dihempaskan oleh Megawati dan pendukungnya inilah
yang nantinya berakumulasi dengan kekuataan-kekuatan lain sehingga setahun
kemudian menghasilkan api reformasi yang mampu merubah di negeri ini menuju ke
arah demokratisasi di berbagai lini.
5. Mampu Memanfaatkan Situasi
Megawati namanya mulai sangat popular di masarakat Indonesia tatkala
terjadi konflik di tubuh PDI. Pada 1993 Megawati terplih menjadi Ketua Umum
partai melalui KLB di Surabaya. Kemenangan ini didukung oleh arus bawah dan
disahkan lewat Musyawarah Nasional di Kemang, Jakarta. Namun atas rekayasa
pemerintah, kemenangan itu dianggap tidak sah. Tiga tahun kemudian dibuatlah
Konges PDI di Medan menjadikan Soerjadi kembali memimpinPDI.
Puncaknya terjadilah peristiwa pada Sabtu 27 Juli 1996. ketika itu kantor
DPP PDI di Jalan Diponegoro Jakarta yang sebelumnya ditempati oleh kubu
kepemimpinan Megawati diserbu oleh ratusan orang yang mendukung kepemimpinan
11
Ibid., h. 52.
53
hasil kongres di Medan. Atas kejadian itu Megawati tersungkur dari
kepemimpinannya. Namun membuat ia mendapat simpati publik yang luar biasa.
Bukan hanya terbatas pada masa militan pendukungnya tapi solidaritas ini datang dari
masyarakat yang luas. Ia bahkan menjadi simbol perlawanan politik terhadap
peenguasa Orde Baru. Kerusuran yang terjadi pada 27 Juli merupakan hadiah buat
popularitas Megawati yang meranjak naik, membesarkan namanya dalam pergerakan
politik Indonesia.
Kemudian lengsernya kekuasaan Orde Baru oleh gerakan reformasi
merupakan perubahan yang tidak datang secara tiba-tiba. Munculnya gerakan
reformasi itu disebabkan adanya akumulasi berbagai kekuatan yang muncul akibat
kediktatoran rezim Orde Baru itu sendiri. Lengseran Soeharto membuat sosok
Megawati merasa harus tampil di depan memperjuangkan nasib rakyat bawah, atau
yang biasa di sebut sebagai wong cilik, rakyat yang selalu terpinggirkan merasa
bahwa Megawati adalah sosok ratu adil yang datang dan mampu memperbaki
kondisinya. 12
Sehingga momentum inilah yang dimanfaatkannya untuk membesarkan
partainya itu selain memang Megawati juga sadar akan nama besar sang ayah yang
menunjang karier politiknya. Walhasil partai yang didirikannya tampil sebagai
pemenang dalam pesta demokrasi pasca reformasi untuk yang pertama kali.
B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Munculnya Kepemimpinan Karismatik
Megawati Soekarnoputri
12
Max Lane, Bangsa Yang Belum Selesai, Indonesia Sebelum dan Sesudah Soeharto, (Jakarta:
Reform Institute, 2007), h. 171.
54
Sejarah mencatat bahwa antara sosok Megawati dan PDIP bagaikan dua
keping mata uang yang tak bisa terpisahkan. Seakan Megawati didaulat menjadi
pemimpin abadi partai tersebut. Karena kepemimpinan karismatiknya, Megawati
menjadi kandidat calon ketua umum partai yang dari kongres ke kongres tak mampu
tertandingi, Kongres I, II, dan III secara bulat suara peserta kongres memilihnya.
Mereka masih menaruh harapan besar pada diri Megawati sebagai pemimpin yang
karismatik itu untuk memimpin partai. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan
Megawati menjadi pemimpin yang sangat karismatik sehingga ia menjadi Ketua
Umum PDIP sampai tiga periode berturut-turut:
1. Megawati Memiliki Trah Bung Karno
Sulit dibayangkan kalau Megawati muncul dalam dunia politik tanpa nama
besar dari Bung Karno. Faktor inilah yang dalam sejarah awal kemunculan dirinya
yang dilirik oleh Soerjadi untuk masuk dalam PDI. Megawati memiliki nilai jual
yang tinggi dikalangan basis massa nasionalis. Megawati Soekarnoputri menjadi
magnet penarik massa yang gandrung terhadap kejayaan Soekarno. Para pendukung
Megawati percaya bahwa karisma Bung Karno menitis pada dirinya. Terpampang di
semua posko perjuangan kalau foto Megawati selalu disandingkan dengan foto
ayahnya. Karisma Bung Karno yang sempat jaya pada masanya kini bangkit kembali
ketika munculnya Megawati.
Ketokohan Bung Karno yang dipuja-puja pada zamannya itu tentu sangat
mudah muncul kembali ketika sang putri tampil di kancah politik. Kongres PDI di
Bali yang dilaksanakan 8-10 Oktober 1998 merupakan buktinya, Pulau Dewata
memerah mendukung orang yang dianggap titisan Bung Karno tersebut. Terlebih
55
karena sebagian rakyat Hindu Bali percaya bahwa sosok Bung Karno adalah
jelmaan Dewa Wisnu yang turun di Indonesia. Dulu, pernah dalam suatu ketika
Soekarno datang ke Bali yang pada saat itu dilanda kekeringan, namun ketika ia
sampai di sana tiba-tiba langit tercurah, 13
dan Bung Karno memiliki darah keturunan
Bali yaitu ia dilahirkan Oleh pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo seorang
bangsawan Jawa dengan putri Singaparna Bali yang bernama Ida Ayu Nyomn Rai.14
Sebenarnya selain Megawati dengan partai PDIP-nya setidaknya ada delapan
partai lain yang mengusung nama besar Bung Karno yaitu: PDI ( Budi Hardjono),
PNI Massa Marhaen (Bachtiar Oscha Chalik), PNI Front Massa Marhaenis
(Probosoetedjo), PNI Soepeni, Sukmawati Soekarno Putri), PNI Marhaenisme
(Helfiadi), Partai Rakyat Marhaen (Sunardi), Partai Nasionalis Bung Karno (Eros
Djarot), dan Partai Pelopor (Rachmawati Soekarno Putri). 15
Namun seleksi alam
politiklah yang menjawab bahwa Megawati merupakan sosok yang didaulat
mayoritas masyakat sebagai penerus nama besar sang proklamator tersebut.
Walaupun disalah satu kesempatan Megawati menyatakan bahwa partianya
bulkanlah mesin politik yang digunakan sebagai alat untuk ambisi seseorang, Ia
sering menyakinkan bahwa partainya itu didirikan bukan lah partai tunggangan
pribadi ataupun keluarganya.16
Namun Sulit kiranya memisahkan PDIP dengan
kepemimpinan keluarga besar Bung Karno. Di internal partai PDIP, dari nama-nama
kandidat calon terkuat menduduki kursi ketua umum partai, sampai kongres yang
13
Sumarno, Megawati Soekarnoputri h 37-39. 14
“Soekarno,” dalam Ensiklopedia Wikipedia, artikel ini diakses pada 25 April 2010 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno 15
Sumarno, Megawati Soekarno, h. 40-42. 16
Redi Panuju, Oposisisi Politik, Oposisi dan Demokrasi (Yogyakarta: Interprebook, 2011),
h. 120.
56
ketiga masih terkait dengan nama besar Bung Karno, baik dari kedekatan secara
biologis maupun ideologis. Perihal ini yang selalu menguntungkan sosok Mengawati
untuk terus melanjutkan kepemimpinan partai.
2. Megawati Selalu Memposisikan Diri Sebagai Tokoh Oposisi
Pemerintahan
Megawati sepertinya ditakdirkan lahir ke dunia politik sebagai orang yang
terdepan mengomandoi oposisi. Bukan hanya terhadap pemerintah SBY (Soesilo
Bambang Yodoyono) sekarang ini, jauh sebelum reformasi tatkala rezim Orde Baru
masih berkuasa, ia sudah menunjukkan pendiriannya menentang hegemoni rezim
yang otoriter tersebut. Keteguhan hatinya untuk melakukan oposisi terhadap
pemerintah Soeharto menjadikan dirinya sebagai simbol pergerakan oposisi kala itu.
Nama besar Megawati pertama kalinya dibesarkan oleh PDI yang dipimpin
oleh Soerjadi, keputusan Megawati masuk ke partai ini sangatlah tepat memingat
PDI merupakan gabungan dari partai berbasiskan massa yang gandrung kepada
kepemimpinan sang ayah yaitu Bung Karno. Masuknya Megawati ke partai tersebut
telah mengobati kerinduan massa akan heroisme tokoh proklamator bangsa tersebut.
Maka tak heran jika pada awalnya kekuatan Megawati tidak diperhitungkan tetapi
pada tahap selanjutnya menjadi ancamana yang serius terhadap jalannya roda
pemerintahan rezim Soeharto.
Meskipun partai yang dimasuki Megawati adalah partai kecil dengan basis
massa minoritas, partainya itu tetap menjalankan fungsinya melakukan pengawasan
dan perlawanan terhadap pemerintah yang despotis, misalkan pada 1992 PDI pernah
menolak hasil Pemilu dan menggangapnya tidak sah karena berbagai kecurangan,
57
seperti banyak pelajar yang diteror, saksi PDI dihalang-halangi dalam mengawasi
pemilu dan ada banyak orang yang mencoblos berkali-kali,17
PDI juga pernah
melakukan intrupsi untuk menggugat TAP MPR No. 3/1988 tentang Pemilu.18
Selain
itu PDI juga sempat melontarkan isu sensitif tentang masa pencalonan presiden yang
seharusnya di batasi 2 kali periode, isu ini di lontarkan tatkala pemilu 1992.19
Ketika Megawati menjadi ketua umum PDI, oposisi yang diancarkan oleh
partai tersebut kepada penguasa intensitasnya justru bertambah. Sehingga berbagai
cara dilakukan oleh pemerintah untuk mengoyang posisinya sebagai Ketua Umum
PDIP. Terjadilah dualisme kepemimpinan PDI antra kubu Soerjadi yang disokong
oleh pemerintah dan PDI kubu Megawati yang didukung arus bawah. Pasca
meletusnya tragedi 27 Juli, Megawati menjadi salah satu tokoh pemimpin sentral
gerakan anti Seoharto. Pada 1997 Megawati memberikan pernyataan tegas kepada
seluruh kadernya bahwa ia tidak akan menggunakan hak politiknya, ini merupakan
langkah dirinya melakuakan oposisi terhadap pemerintah kala itu.
Wacana dan polemik tetang partai oposisi kembali menghangat ketika secara
tegas mantan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga menjabat sebagai Ketua
Umum PDIP menyatakan memilih posisi sebagai partai oposisi. Keputusannya itu
didukung penuh oleh kader dan simpatian partainya melalui keputusan kongres PDIP
II 2005 yang diselenggarakan sebagai refleksi terhadap kekalahnya pada Pemilu
2004. Pada Pemilu 1999, PDIP mendapat 33,7 suara, partainya peringkat pertama
mendapatkan 153 kadernya di parlemen. Sedangkan Pemilu 2004 suara PDIP
17
“Sepakat Belum Bulat,” Tempo, 27 Juni 1992, h. 22. 18
“Intrupsi…intrupsi…,”Tempo, 13 Maret 1993, h 27. 19
“Pasang Surut Anak Wayang,” Tempo, 24 Juli 1993, h. 27.
58
menurun menjadi 18,5 persen dari suara. Pemilihan Presiden (Pilpes) pada tahun itu
juga dilaksanakan dengan cara pemilihan langsung untuk pertama kalinya dalam
sejarah Indonesia. Calon yang diusung PDIP yakni Megawati yang berpasangan
dengan Hasyim Muzadi kalah dari pasangan Soesilo Bambang Yodoyono (SBY) dan
Yusuf Kalla (YK). Karena kekalahan dari mantan mentrinya itu, Megawati dan partai
yang dipimpinnya merasa perlu menjaga jarak dengan kepala pemerintah yang
terpilih.
Megawati sebagai pemimpin utama PDIP, menyerukan kepada segenap kader
partai untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Bahkan
beberapa kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah yang berdampak pada rakyat
miskin disikapinya dengan penolakan. Kebijakan yang ditolaknya adalah: Kenaikan
BBM (Bahan Bakar Minyak) sebesar 20% pada 1 Maret 2005 dan kenaikan pada 1
Oktober 2005, kebijakan impor beras pada November 2005 dan 2006, serta
kebijakan-kebijakan lainya.20
Selanjutnya Pemilu 2009, PDIP harus menelan pil pahit kekalahannya
kembali dari pasangan SBY dan Boediyono. Sehingga pada kongres PDIP III pada
2010 memutuskan tetap memposisikan sebagai partai oposisi terhadap pemerintahan
Presiden SBY jilid II itu. Memposisikan diri sebagai gerbong oposisi tentu
merupakan sebuah pilihan politik yang mahal, mengingat kapitalisme demokrasi
menuntut cost yang besar dalam berpolitik. Kue-kue kekuasaan yang ditawarkan oleh
pemerintah SBY ditolak oleh Megawati dan partainya. Landasan ideologi untuk
20
Sirojudin, “ Peran Oposisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap
Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono- Yusuf Kala” (Skripsi SI Fakultas Usuluddin dan Filsafat,
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006), h. 56.
59
membela wong cilik membuat ia dan partainya merasa perlu berada pada wilayah
oposisi terhadap jalannya pemerintahan.
Apa yang Megawati dan partainya lakukan bukan bermaksud menggangu
jalannya pemerintahan. Oposisi yang dilakunnya terhadap pemerintahan SBY tidak
bersifat oposisi apriori, dalam artian asal keritik saja, asal berbeda dan asal
menyalahkan, oposisi yang dilakukan adalah oposisi loyal terhdap pemerintah.
Tjahyo Kumolo Salah satu fungsionaris PDIP menyatakan bahwa oposisi yang
diimplentasikan PDIP adalah oposisi yang efektif, mengkritisi kebijakan-kebijakan
yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat banyak.21
Megawati sebagai Ketua Umum PDIP yang memegang peran oposisi, ia
sering melontarkan kata-kata pedas terhadap kinerja pemerintah. Beberapa kasus
besar diawal kepemimpinan duet SBY-Boediono ini, telah dijadikan sorotan oleh
Megawati pada saat ia berpidato di berbagai kesempatan, sebut saja kasus carut-
marutnya Pemilu 2009, kasus Bank Century, persoalan tabung gas yang terus
merenggut banyak korban, kenaikkan harga pangan, meningkatnya anggka
kemiskinan, maraknya kasus korupsi yang melibatkan pegawai pajak Gayus
Tambunan, kasus-kasus korupsi.
3. Sistem Kekuasaan Partai
PDIP memang tidak bisa dipisahkan dari Megawati, selain sebagai tokoh
sentral yang paling karismatik, Ia merupakan penentu semua keputusan dan
kebijakan partai. Para kader harus melaksanakan segala apa yang diinginkan oleh
sang ketua umum. Posisi ketua umum sendiri berada di atas posisi Dewan Pimpinan
21
Panuju, Oposisisi Politik, h. 121.
60
Pusat. Bahkan disetiap kongres, Ketua Umum diberikan wewenang menjadi formatur
tunggal dalam penyusunan pengurus DPP dan menurut AD/ART (Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga) Ketua Umum mempunyai wewenanang untuk
mengganti personalia DPP partai sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. Ini artinya
Megawati memang mempunyai hak prerogatif yang tidak bisa ditentang oleh
siapapun, semua pengurus dan kader partai harus taat padanya.
Desentaralisasi kekuasaan yang didapat pengurus daerah juga terbilang
kurang. Kuatnya posisi Megawati dan DPP bisa kita lihat dari beberapa kali
diadakannya Pemilukada, penentuan calon kepala daerah harus melewati persetujuan
Megawati, bukan hanya itu penetuan daftar urut nomor para calon legislatif juga di
tentukan oleh Megawati dan DPP, sehingga dalam hal ini kewenangan pengurus
daerah dalam hal ini DPD hanya mendapat 40%.22
Menurut Agung Setiadi, Kepala Sekertariat DPP PDIP, sentralistik kekuasaan
di internal partai, bukan dikarenakan adanya intervensi semata, melainkan sebagai
upaya kontrol dari pimpinan pusat ke pimpinan daerah. Sangat riskan ketika
kepempinan daerah dilepas begitu saja dengan kewenangan yang besar. Apalagi
kondisi politik seperti saat ini, banyak sekali kepentingan-kepentingan dari pihak
eksternal partai yang justru akan merusak internal partai. Sehingga sinkronisasi dan
harmonisasi harus selalu dibangun dari tingkat pusat ke daerah. 23
Tentu saja tidak ada masalah ketika sebuah partai memilih sentralistik dalam
mengelola kekuasaannya di internal partai. Semua pengurus partai dari pusat ke
22
Budi Hartono, “Pelembagan Politik PDIP Jateng,” (Desertasi S2 Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro Semarang, 2009), h. 11. 23
Wawancara pribadi dengan Agung Setiadi, Jakarta, 24 Mei 2011.
61
daerah pun bersepakat mengenai hal ini. Namun kemudian menjadi masalah ketika
pemusatan kekuasaan justru mengabaikan aspirasi pengurusnya di tingkat bawah.
Pengurus daerah tidak berani melakukan kritik yang tajam atau berselisih pandangan
dengan kekuasaan pusat. Sanksi tegas berupa pembekuan pengurus daerah bisa saja
terjadi jika pengurus daerah tidak menjalankan kebijakan dari pengurus pusat. Pola
kekuasaan yang seperti ini yang bisa mengkerdilkan keinginan pengurus daerah
berbeda pandangan dengan apa yang dikehendaki pimpinan pusat dalam berbagai
bidang, termasuk dalam hal pemilihan ketua Umum partai.
4. Megawati Dijadikan sebagai Simbol Pemersatu Partai
Kader partai tentu saja banyak belajar dari pengalaman PDI yang mengalami
konflik abadi di Internal partainya. Mulai dari pertama pendirian partai pada 1973,
PDI merupakan fusi beberapa partai yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang
berideologikan nasionalis, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) berbasiskan agama,
Partai Katolik yang didirikan oleh umat katolik, Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI) yang didirikan oleh para tentara, dan yang terakhir Partai Murba.
Latar belakang dan ideologi partai-partai yang bergabung dalam PDI
sangatlah berbeda sehingga mereka sulit mengidentifikasi partai mereka sendiri.
Inilah yang menyebabkan konflik abadi dalam tubuh partai. Selain itu sumber konflik
timbul dari persaingan unsur-unsur yang ada didalamnya, dan yang paling mencolok
adalah kepentingan individu-individu.24 Setiap kongres PDI selalu diwarnai dengan
friksi kelompok-kempok sangat tajam dan sulit diselesaikan. Adanya intervensi
pemerintah juga menjadi penyebab sulit bersatunya pengurus internal partai PDI.
24
Sirojudin, “ Peran Oposisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” h. 25.
62
Pemerintah Orde Baru juga sangat diuntungkan dengan adanya konflik di tubuh
partai PDI sehingga Pemilu selalu dimenangkan oleh Partai Golkar.
Setelah ricuh kongres PDI IV pada 1993 di Medan yang kemudian
dilanjutkan KLB di Surabaya, sejumlah kalangan menganggap perlunya muncul
pemimpin alternatif. Kehadiran Megawati ditengah kebosanan para kader terhadap
konflik yang melanda di tubuh partai, tentu saja membawa angin segar. Arus bawah
kader partai mendukung penuh pencalonan Megawati sebagai ketua umum partai.
Selain mempunyai integritas, Megawati juga dikenal sebagai sosok yang bersih dari
kepentingan-kepentingan kelompok yang selama ini berkonflik di tubuh PDI.
Sampai pada kongres PDIP III kembali menempatkan Megawati sebagai
calon yang terkuat karena di bawah tangan kepemimpinannya yang karismatik,
kondisi partai masih terbilang solid. meskipun pada kongres II PDIP mengalami
perpecahan, namun tidak seperti partai yang lain mengalami beragam masalah dan
konfliknya belum selesai sampai saat ini. Di bawah kendali Megawati perpecahan
dan konflik tetap tidak bisa dihindarkan tetapi itu bisa diredam olehnya. Stabilnya
kondisi partai ini yang menyebabkan kader masih enggan menggeser Megawati dari
kursi ketua Umum. Meski Megawati sendiri telah memimpin PDIP selama dua kali
periode yaitu 2000-2005 dan 2005-2010. Adanya sosok Megawati memang dirasa
menjaga solidartitas kepartainnya menjadi kuat.
5. Megawati Mampu Menyelamatkan Ideologi Partai
Terpilihnya Megawati untuk memimpin PDIP pada Kongres III, memang
sudah bisa diprediksi oleh banyak kalangan, karena mayoritas pengurus daerah masih
menginginkan Megawati tetap di posisi sebagai Ketua Umum PDIP. sehingga arena
63
kongres bagaikan acara seremonial belaka untuk mengukuhkan kembali posisinya.
Justru yang menarik bagi para jurnalis di berbagai media massa adalah mengenai
pembahasan akan dibawa ke mana PDIP apakah memilih ke jalan oposisi atau koalisi
terhadap pemerintah.
Kemantapan Megawati dalam tiap kali pidato politiknya untuk
mempertahankan ideologinya, membius para pengurus dan kader PDIP tetap loyal
kepadanya. Misalnya dengan penuh semangat Megawati menyampaikan pidatonya
pada pembukaan Kongres III, ia mengatakan:
Kita disodorkan pada suatu pilihan pragmatis antara koalisi atau
oposisi. Saya sangat berduka karena politik telah direduksi tidak lebih dari
sekedar urusan perebutan dan pembagian kekuasaan antar kekuatan politik,
antara elit politik. Saya berduka karena pemahaman diatas meninggalkan inti
etis dan ideologis dari politik sebagai suatu seni dan sarana kebudayaan rakyat
untuk mewujudkan suatu kedaulatan politik, “… kita harus berbangga bukan
ketika bersekutu dengan kekuasaan tetapi ketika kita bersama-sama menangis
dan tertawa dengan rakyat. saudara-saudara. “…Sebagai partai ideologis
posisi kita sangat jelas: kita tidak akan pernah menjadi bagian dari kekuasaan
yang tidak berpihak pada wong cilik.25
Tak ada yang meragukan oposisi yang dilakukan oleh Megawati, ia dikenal
oleh kadernya sebagai orang yang pendiam namun teguh dalam berpendirian. Ketika
ia sendiri memutuskan berada pada wilayah oposisi maka itu seudah berarti
merupakan kebijakan partai. Ia berani menjadi simbol pergerakan oposisi terhdap
pengusa rezim Orde Baru, secara historis prestasi seperti ini yang tidak tidak dimiliki
oleh kader partai lainnya dalam internal PDIP.
Selama Megawati memimpin partai memang sering lamban dalam mengambil
keputusannya. Namun karena sikap Megawati yang tidak pernah basa-basi, bicara
25
Megawati, “Pidato Ketua Umum PDIP, Pembukaan Kongres III PDIP,” h.5-6.
64
apa adanya. Posisi sebagai ketua umum PDIP adalah posisi yang sangat penting
karena menyangkut eksitensi partai. Anggaran Dasar PDIP pasal 24 ayat 2
menyebutkan bahwa posisi sebagai ketua umum itu mempunyai Hak Prerogatif
untuk mempertahankan Pancasila, UUD, NKRI dan tentu saja eksistensi partai
sendiri. Sehingga kader internal partai merasa nyaman ketika Megawati bertahan
sebagai posisi ketua umum. terlebih, visi-misinya Megawati hingga saat ini adalah
tetap konsisten dalam memperjuangkan dan mempertahankan 4 pilar berbangsa dan
bernegara serta tiga pilar trisakti yaitu, berdaulat secara politik, berdikari secara
ekonomi dan berkepribadian secarabudaya.
6. Loyalitas Kader kepada Figur Sentral
Figur sentral Megawati semakin identik dengan PDIP. PDIP dan Megawati
bagaikan PDIP belum mampu melepaskan ketokohan Megawati. Ia seakan menjadi
patron tunggal dalam tubuh partainya. Bagi para kadernya sosok Megawati memiliki
karisma yang belum bisa tergantikan oleh yang lainnya di internal partai. Hampir
kader partai merasa tenang dan nyaman atas aura ke-ibu-an yang dimiliki Megawati.
Fenomena politik yang terjadi dalam tubuh PDIP menandakan bahwa
tumbuhnya partai tergantung sosok Megawati. Meminjam istilah pengamat politik
Gun Gun Heryanto, PDIP masih terjangkit gejala groupthink dimana digambarkan
sebagai kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas tinggi dan seringkali gagal
mengembangkan alternatif-alternatif tindakan yang mereka ambil. 26
Artinya tidak
ada tidak ada ide dan alternatif baru yang dikembangkan oleh kader. Lebih baik bagi
26
Gun Gun Heryanto, “Transisi Kepemimpinan PDIP,” artikel diakses pada 2 Mei 2011 dari
http://republika.co.id:8080/koran/0/107773/Transisi_Kepemimpinan_PDIP
65
para kader berdiam diri dari pada mengambil resiko ditolak seperti yang terjadi pada
kongres PDIP II, sejumlah kader partai yang mencoba menggalang gerakan
pembaharuan justru mereka harus hengkang dari partai.
7. Megawati Memiliki Tim yang Mencitrakan Dirinya sebagai
Pemimpin Karismatik
Megawati menyadari dirinya bukanlah orang yang mendapatkan ilmu tentang
kepemimpinan dan perpolitikan secara formal. Ayahnya pun walau sebagai pemimpin
yang besar dan berkarisma tidak pernah mengajari dan menyiapkan dirinya menjadi
pemimpin. Tentu saja modal sebagai orang yang menyandang nama besar Bung
karno tidak cukup membuatnya menjadi tokoh yang memiliki karisma dan
berpengaruh. Maka ia harus memiliki tim yang khusus bertugas mencitrakan dirinya
sebagai tokoh karismatik.
Seperti pada saat ia muncul pertama kali sebagai kandidat ketua umum pada
KLB di Surabaya. Guna melicinkan jalannya KLB di bentuklah tim sukses Megawati,
diantara aggota tim sukses yang tercatat adalah Taufik Kiemas, Aberson Marle
Sihaloho, Panda Nabababan, Mangara Siahaan, Suparlan dan Sophan Sophian. Tim
sukses Megawati inilah yang berperan penting untuk menjadikan Megawati sebagai
public figure, mereka menyadari bahwa Megawati bukanlah sososk public opinion
maker atau news maker, ia hanya seorang ibu rumah tangga yang kebetulan memiliki
nama besar Bung Karno dibelakangnya. Oleh karena itu tim sukses ini merancang
strategi agar namanya diperhitungkan kawan ataupun lawan. Maka seminggu
sebelum KLB Surabaya, Megawati meluncurkan sebuah buku yang berjudul Pokok-
Pokok Pikiran Megawati, Bendera Sudah Saya Kibarkan yang diluncurkan di Hotel
66
Indonesia. Buku tipis ini menguraikan pandangan Megawati tentang berbagai
persoalan. Buku ini diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan 1993. 27
Selain itu, orang-orang yang dekat dengan Kepemimpinan Megawati, sering
memoles dirinya dengan hal-hal mistik sepeti isu yang beredar bahwa ia sering
melakukan komunikasi dengan ayahnya untuk meminta petunjuk lewat mimpi dan
meditasi. Sehingga bagi para sesepuh kader yang mempunyai memiliki jiwa
marhaenisme dan nasionalisme menganggap bahwa menghormati Megawati sama
halnya menghormati Bung karno, begitupun sebaliknya mereka takut kualat jika tidak
menghormati Megawati. Mayoritas kader dan simpatisan PDIP sangat
mengidolakan tokoh Bung Karno. 28
Megawati bukanlah singa podium seperti ayahnya yang lincah menggunakan
retorika bahasa. Sehingga ia juga memiliki tim yang bertugas menyiapkan pidatonya.
Terlihat dalam setiap pidatonya, Megawati selalu membaca lembaran-lembaran
kertas yang sudah disiapkan sebelumnya. Pada saat pidato memperingati hari ulang
tahun PDI Perjuangan ke-38, Megawati memberikan sepetik pidato politik yang
rupanya sangat memukau para pendukungnya yang disiarkan langsung oleh Metro Tv
dan Tv One. Sebuah telepromter pun dipersiapkan agar Megawati dapat berpidato
secara baik dan berwibawa. Alat ini berbentuk tongkat setinggi kurang lebih 1,5
meter. Terdapat, kaca tipis tempus pandang di bagian atasnya yang biasanya berdiri
di samping kiri dan kanan mimbar. Dari kaca tipis ini, muncul teks pidato sebagai
27
Sumarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara
(Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h.17. 28
Sumarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara
(Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h. 40.
67
pantulan dari monitor yang ada di bagian bawah. Pembaca pidato, layaknya akan
seperti pembaca berita di televisi sehingga tak perlu lagi memegang naskah pidato.
Sehingga dengan begitu sosok Megawati tetap memukau dan berkarisma dimata para
pendukungnya. 29
29 “Dibalik Pidato Megawati yang Memukau,” artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari http://www.i-
berita.com/hot/dibalik-pidato-megawati-yang -memukau.html
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Megawati Soekarnoputri merupakan pemimpin yang karismatik, bukan
hanya karena faktor keturunan semata tetapi juga karena kepribadiannya yang teguh
dalam berprinsip. Hal ini bisa dilihat dari sejak muda, suatu ketika ia pernah menolak
lamaran seseorang taruna akademi angkatan laut karena berbeda keyakinan
dengannya. Hingga ia berada pada posisi puncak kekusaan yang menahkodai sebuah
partai, ia tetap mempunyai karakter yang teguh berpendirian. Hal ini dibuktikan
ketika Megawati memproklamirkan partainya memilih jalan sebagai oposisi terhadap
pemerintah.
Gerakan oposisi yang Megawati lakukan adalah oposisi loyal, loyal terhadap
negara dan loyal terhadap pemerintahannya. Ketika Orde Baru, Ia sudah melakukan
gerakan oposisi secara formal melalui partai yang dipimpinnya itu. Oposisi yang ia
lakukan adalah guna mengadvokasi dirinya dan juga rakyat Indonesia yang hak-
haknya dirampas oleh rezim. Ia yakin kalau jalan yang ditempuhnya itu merupakan
jalan mempertahankan ideologinya dan membela kalangan wong cilik.
Meskipun Megawati tidak pernah belajar ilmu politik dan ilmu kepemimpinan
secara formal tetapi ia banyak belajar dari lingkungan yang membesarkannya. Ketika
kecil Ia diasuh oleh guru yang bernama Ibu Tuti yang sering mengajarakannya cinta
pada sesama tanpa pandang bulu. Selain itu kontribusi besar yang membuatnya
memahami dunia politik ialah dari ayahnya sendiri, Soekarno. Fatmawati sebagai ibu
66
67
kandungnya juga telah membentuk karakter Megawati tumbuh sebagai orang yang
tegar dan tabah dalam menghadapi segala cobaan dan ujian dalam hidup.
Megawati juga memiliki percaya diri yang tinggi. keluarga besar Bung yaitu
anak-anaknya telah bersepakat untuk tidak berpolitik, karena mereka menggangap
bahwa hegemoni Orde Baru sangat kuat sehingga perubahan tidak akan terjadi,
namun beberapa tahun setelah konsesus itu dibuat, Megawati melanggarnya dan
karena sifat percaya diri itu ia memberanikan diri masuk kedunia politik. Pertama
kalinya ia menjabat sebagai wakil ketua DPC pengurus DPC PDI Jakarta pusat.
Berkat kepercayaan dirinya itu yang membawa ia dikemuadian hari menjadi Ketua
Umum PDI dan bahkan mengantarkan ia menjadi presiden perempuan pertama dalam
sejarah Indonesia.
Meski pendiam dan sangat pelit mengeluarkan komentar dan pandangannya
kepada wartawan, Megawati selalu menjadi topik pembicaraan dan sumber berita.
Sikap diamnya itu membuat lawan-lawan politiknya sulit menerka-nerka manuver
apa yang akan dibuat oleh Megawati. Di masa Orde Baru, diamnya Megawati
ternyata menjadi senjata ampuh untuk menghindari gesekan dan konflik yang lebih
besar dengan sang penguasa pada waktu itu.
Megawati merupakan orang yang cerdas dalam memanfaatkan nama besar
ayahnya. Dari sinilah ia memulai meniti karier politik. Banyak orang yang
menggandrunginya karena ia dianggap sebagai titisan dari Bung Karno.
Kehadirannya dalam pentas politik bagaikan sang ratu adil yang datang di tengah
musibah badai politik Orde Baru. kehidupan Megawati sendiri bagaikan karang
yang tegar menerpa ombak. Kehidupan yang payah yang dialaminya justru mendapat
68
simpati dan empati dari masyarakat luas. Ia seakan menjadi tokoh protagonis untuk
melawan kekejaman dari kekusaan. Pada masa krisis itulah sosoknya menjadi simbol
dari gerakan oposisi terhdap jalannya pemerintahan yang otoriter.
Sebagai pemimpin, Megawati memiliki visi dan misi, Jika dikonklusikan apa
yang Megawati perjuangkannya hingga saat ini ialah, ia tetap konsisten dalam
memperjuangkan dan mempertahankan 4 pilar berbangsa dan bernegara yaitu, setia
pada Pancasila 1 Juni 1945, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan tetap menjaga
keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) . Serta tiga pilar Trisakti
yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara
budaya. Dari visi misinya itu, Megawati sering menyatakan bahwa ia hanya bertugas
menyambung lidah sang proklamator untuk mencintai bangsanya sendiri.
Para kader dan simpatisan sangat nyaman dibawah kepemimpinan
karismatiknya, dengan sikap keibuanya, Megawati yang selalu berusaha mengayomi
bawahannya. Ia selalu berusaha menjaga kekompakan dalam partai dan terbukti
hingga kongres ketika ini PDIP menjadi partai yang cukup solid. Karena itu dari
kongres ke kongres, posisi Megawati sebagai ketua umum tak tergoyahkan dan selalu
menjadi yang terkuat. Bahkan adanya kongres partai hanya menjadi semacam
seremonial pengukuhan kembali posisinya itu. Figur Megawati masih belum
tergantikan dalam partai, karena menurut penuturan beberapa pengurus partai
sosoknya masih menjadi magnet penarik massa.
Penulis melihat jalannya kehidupan demokrasi di internal PDIP itu seperti
demokrasi terpimpin yang pernah diterapkan oleh Soekarno. Megawati memang
sangat mengedepankan persatuan di atas segalanya. Pengambilan keputusan dalam
69
internal PDIP memang selalu mengedepankan sistem musyawarah untuk mufakat dan
sejauh mungkin menghindari voting yang bebuntut kepada perpecahan. Sistem
kekuasaan sentralistik juga diterapkan dalam internal partai guna mengkontrol
kepemimpinan partai di daerah. Selain itu Megawati sebagai ketua umum memiliki
hak prerogatif yang besar. Hak tersebut diatas kewenangan DPP partai, sehingga
membuat dirinya leluasa dan berhak menentukan sesuatu keputusan partai secara
mutlak.
B. Saran-Saran
Kepemimpinan karismatik yang diandalkan Megawati mungkin bisa diterima
oleh kader dan simpatisan di internal partainya, tetapi belum tentu diterima
masyarakat Indonesia saat ini. Hal tersebut bisa dibuktikan dari merosotnya
perolehan suara PDIP dari pemilu 1999, 2004 dan 2009. Seharusnya hal ini disadari
oleh pengurus partai kalau karisma Megawati menurun. Kian hari sistem perpolitikan
memang dituntut mengarah kepada sistem kepartain yang lebih modern. tentu saja ini
tantangan berat bagi partai yang terbiasa dengan cara-cara tradisional yang biasa
diterapkan di internal partai.
Rakyat saat ini tidak melulu ingin melihat karisma seorang Megawati
ataupun kembali masa lalu dengan mengkampanyekan foto-foto dari orang yang
sudah meninggal. Biarkanlah Bung Karno dan nama besarnya bersemayam tenang di
dalam kubur sana. Dan kita sebagai penerus bangsa seharusnya menatap kedepan
karena roda kehidupan berbangsa dan bernegara ini selalu berjalan ke depan. Karena
dalam teorinya wewenang karismatik bisa hilang dari seorang pemimpin manakala
masyarakatnya sendiri telah berubah dan mempunyai faham yang berbeda. Dan
70
karisma bisa saja bertahan dan bahkan meningkat sesuai dengan individu yang
bersangkutan membuktikan manfaat bagi masyarakat dan pengikut-pengikutnya akan
menikmatinya.
Megawati merupakan sosok yang berhasil membawa partainya ke jalur
ideologis meskipun konsekuensi yang harus diambil adalah berada pada posisi
oposisi. Oposisi memang diperlukan sebagai penyeimbang pemerintahan. Namun
sistem pemerintahan presidensial di Indonesia tidak dirancang menyediakan ruang
bagi partai oposisi. dan Kultur politik kita yang menjujung adat ketimuran belum
terbiasa terhadap sistem oposisi dan koalisi pemerintahan yang saling mengkritik dan
saling berdebat berhadap-hadapan langsung. Diperparah dengan persepsi sebagian
masyarakat yang menganggap bahwa pihak yang beroposisi adalah barisan sakit hati
yang kerjanya hanya mengkritik dan menghalangi jalannya pemerintahan. Sehingga
tugas berat yang dipikul oleh Megawati dan partainya sebagai pelopor gerakan
oposisi, selain tetap mengkontrol jalannya pemerintahan, mereka juga harus mampu
membangun komunikasi dan edukasi yang benar terhadap masyarakat agar tidak
salah kaprah memahami partai oposisi.
Megawati dan PDIP juga harus berkerja keras mengatasi masalah regenerasi
kepemimpinan partai. Sebenarnya kongres partai merupakan ajang yang tepat
memperbaharui kinerja partai, dengan mempercayakan generasi muda untuk duduk di
pos-pos yang strategis. Kegagalan regenerasi dikarenakan PDIP hingga saat ini
belum mampu melepas bayang-banyang Bung Karno dan melepaskan Megawati dari
kursi kekuasaan ketua umum partai. Sehingga keberadaan partai yang didirikan oleh
kepemimpinan karismatik Megawati ini harus mampu menjawab tantangan zaman.
71
Dengan harapan bahwa keberadaan partai politik di Indonesia lebih baik tidak
terjebak pada garis dinasti maupun oligarki elit partai.
71
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, M. Alfan. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2009.
Ali, Lukman, “Bung Karno dan Megawati dalam Retorika.” Dalam Afdal Tanjung.
Maju Tak Gentar PDIP Berkibar. Jakarta: YPTN, 2000.
Budi, dkk, Megawati The President. T.tp.: Mega Team For The President. t.t.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1998.
Fatah, Eep Saefullah. Membangun Oposisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.
Gaffar, Affan. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2002.
Hasibuan, Imran. Megawati Soekarnoputri: Pantang Surut Langkah . Jakarta:
ISAI, 1996.
Hasrullah. Megawati dalam Tangkapan Pers, Yogjakarta: LKIS, 2005.
Hartono, Budi. “Pelembagan Politik PDIP Jateng,” Desertasi S2 Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2009.
Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat,
1967.
Lane, Max. Bangsa Yang Belum Selesai, Indonesia Sebelum dan Sesudah Soeharto.
Jakarta: Reform Institute, 2007.
Panuju, Redi. Oposisisi Politik, Oposisi dan Demokrasi. Yogyakarta: Interprebook,
2011.
Riwayadi, Susilo dan Anisyah, Suci Nur. Kamus Populer Ilmiah Lengkap.
Surabaya: Sinar Terang, t.t.
Rivai, Veithzal dan Mulyadi, Deddy. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.
Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
71
72
Sirojudin, “ Peran Oposisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap
Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono- Yusuf Kalla.” Skripsi SI Fakultas
Usuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grapindo Persada,
2006.
Suwarno. Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara.
Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002.
Suryakusuma, Julia I dkk. Almanak Parpol Indonesia Pemilu 99’. Bogor: SMK
Grafika Mardi Yuana, 1999.
Tanjung, Afdal. Maju Tak Gentar PDIP Berkibar. Jakarta: YPTN, 2000.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP–UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.
Bandung: Imperial Bakti Utama, 2007.
Thornton, Juliet. “Persepsi Masyarakat Indonesia Terhadap Kepemimpinan Barack
Obama.” Skripsi SI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Muhammadiyah Malang , 2009.
Uhlin, Andreas. Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang Ketiga di
Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan, 1999.
Urbaningrum, Anas. Islam-Demokrasi Pemikiran Nurcholish Madjid. Jakarta:
Penerbit Rebublika, 2004.
Weber, Max. The Theory of Social and Economic Organization. Ed. Parsons,
Talcott. New York: Oxford University Press, 1947.
Zulkifli, Arif. PDI di Mata Golongan Menengah. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
1996.
Wawancara pribadi dengan Agung Setiadi, Jakarta, 24 Mei 2011.
Wawancara pribadi dengan Srimastuti, Jakarta, 24 Mei 2011.
Sumber Media Massa
Syamsuddin Haris, “Mega dan Masa Depan PDI-P” Kompas, 8 April 2010.
“Beban Berat Seorang Putri,” Tempo, 30 Juni 2004.
“Sepakat Belum Bulat,” Tempo, 27 Juni 1992.
73
“Intrupsi…Intrupsi…,”Tempo, 13 Maret 1993.
“Pasang Surut Anak Wayang,” Tempo, 24 Juli 1993.
Sumber Internet
Heni, Rilla Nugra. “Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP 2005-2010.”
artikel diakses pada 25 April 2011 dari
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/03/31/brk,20050331-
18,id.html
Hartoyo, Budiman S. “Apa di balik Mega.” Tempo Online, 11 Desember 1993,
artikel diakses pada tanggal 13 April 2011 dari http://ip52-
214.cbn.net.id/id/arsip/1993/12/11/NAS/mbm.19931211.NAS6427.id.html
Heryanto, Gun Gun. “Transisi Kepemimpinan PDIP.” artikel diakses pada tanggal 2
Mei 2011 dari
http://republika.co.id:8080/koran/0/107773/Transisi_Kepemimpinan_PDIP
Ichwanuddin, Wawan. “Mimpi PDIP Kembali ke Jalan Ideologis.” artikel diakses
pada tanggal 2 Mei 2011 dari
http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/politik-nasional/255-mimpi-
pdip-kembali-ke-jalan-ideologis
Kleden, Ignas. “Oposisi dalam Politik Indonesia.” artikel dikses pada 1 Maret 2011
dari
http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Reformasi/Kompas_perbandingan/opo
s4.htm
Marijan, Kacung. “Pelembagaan Oposisi.” artikel diakses pada tanggal 28 februari
2011 dari
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6189&coid=3&caid=3&gid
=2.
Planasari, Sita A. “Presiden Sampaikan Keberhasilan Pemerintahannya.” artikel
diakses pada tanggal 23 April 2011 dari
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/09/23/brk,20040923-
09,id.html
Ronda, Daniel. “Dinasti Sukarno–Megawati Sukarnoputri.” artikel diakses pada 8
Januari 2011 dari http://politik.kompasiana.com/2010/04/06/dinasti-sukarno-
%E2%80%93-megawati-sukarnoputri/
Soekarnoputri, Megawati. “Pidato Pembukaan Kongres III PDI Perjuangan.” artikel
diakses pada tanggal 28 April 2011 dari
74
http://www.pdiperjuangan.or.id/index.php?option=com_content&view=article
&id=272&Itemid=85
Subairi. “Politik Oposisi di Indonesia: Sebuah Tinjauan Historis.” Artikel Dikses
Pada 2 Maret 2011 dari
Http://Rontalsuber.Wordpress.Com/2008/02/10/Politik-Oposisi-Di-Indonesia-
Sebuah-Tinjauan-Historis/
Sunariah. “Pemerintahan Megawati Dinilai Berhasil.” diakses pada tanggal 23April
2011 dari
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/09/23/brk,20040923-
54,id.html
Tandjung, Akbar. “Kepemimpinan Politik yang Negarawa,” diakses pada 17 Juni
2011 dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=72
8&Itemid=135
Ensiklopedia
“Abdurrahman Wahid,” dalam Ensiklopedia Wikipedia, artikel ini diakses pada 23
April 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid
“Kepemimpinan,” dalam Ensiklopedia Wikipedia artikel diakses pada 7 Januari
2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan.
“Megawati Soekarnoputri, “ dalam Ensiklopedi Tokoh Indonesia, diakses tanggal
10 Januari 2011 dari http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-
ensiklopedi/247-presiden-berkepribadian-kuat?start=1
Megawati Sukarnoputeri, Sudah Terbukti dan Teruji,” dalam Ensiklopedi Tokoh
Indonesia, artikel diakses pada tanggal 4 April 2011dari Http://Www.Tokoh-
Indonesia.Com/Ensiklopedi/M/Megawati/Mega-Hasyim.Shtml
“Soekarno,” dalam Ensiklopedia Wikipedia, artikel ini diakses pada tanggal 25
April 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno
Berita
“Dibalik Pidato Megawati Yang Memukau,” artikel diakses pada 17 Juni 20011
dari http://www.i-berita.com/hot/dibalik-pidato-megawati-yang-
memukau.html
“TK: Bahaya, Jika Salah Susun Pengurus PDIP.” Jakarta pres.com, 06 April 2010,
artikel ini diakses pada 24 april 2011 dari
http://jakpress.com/www.php/news/id/12666/TK-Bahaya-Jika-Salah-Susun-
Pengurus-PDIP.jp
75
LAMPIRAN I
Wawancara, 24 Mei 2011
Narasumber : Agung Setiadi (Kepala Sekertariat DPP PDIP)
A : Apa sebenarnya yang menyebabkan Megawati dan PDIP memilih tetap
berada pada posisi oposisi terhadap pemerintahan SBY?
B: Sebenarnya kami hanya ingin tetap pada koridor menjaga idealisme partai untuk
membangun bangsa yang lebih baik, kami tidak ingin larut terhadap dinamika
perpolitikan Indonesia yang mana banyak partai–partai sekarang ini terjebak pada
politik transaksional dan meninggalkan ideologinya. PDIP tak mau bermain di
wilayah Abu-abu. Bagaimana pemerintahan ini berjalan dengan baik kalau tidak ada
partai yang sanggup mengontrol kekuasaan itu.
A : Lalu bukankah garis oposisi yang dilakukan oleh Megawati dan partainya
justru menggangu jalannya pemerintahan?
B : Oh tidak, oposisi yang PDIP lakukan ialah oposisi loyal, dan PDIP tidak
menginginkan adanya kebijakan pemerintah tanpa pengawasan, pengawasan harus
ada, oposisi sebenarnya sebagai penyeimbang dan bukan penghambat kinerja
pemerintahan itu sendiri, toh jika pemerintahan itu berjalan dengan mengedepankan
asas keadilan dan pembelaan dengan rakyat ya kami dukung
A : Saya melihat banyak sekali eksekutif di daerah maksud saya, kepala
daerah yang terpilh dari kader PDIP. Lalu bagaimana dengan oposisi,
bukankah nantinya menjadi rancu?
B : Bagi partai, keputusan kongres adalah hirarki tertinggi yang harus ditaati oleh
seluruh pengurus dan kader partai, ketika PDIP memilih opsi sebagai penjaga gawang
oposisi, maka ya pilihan itu yang harus diambil baik kes emua jajalan kader partai,
bukan hanya DPP saja, kader di bawahnya pun harus mengikuti apa yang sudah
digariskan. ditingkat tingkat nasional oposisi dijalankan oleh DPP Parai, ditingakat
propinsi dijalankan oleh DPD begitupun seterusnya,
A : Maksud saja, bagaimana dengan kader partai yang terpilih sebagai
gubernur maupun bupati?
B : Tetap, mereka menjalankan oposisi, oposisi mereka bukan oposisi terhadap
kekuasaannya didaerahnya masing-masing, lah wong mereka memegang
76
kekuasaanya, masa oposisi terhadap pemerintahannya sendiri. Oposisi mereka
(Gubernur dan Bupati) itu ditujukan terhadap pemerintah pusat, jadi pemerintahna
daerah juga harus mengkontol kebijakan pemerintahan pusat. Jangan sampai
kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan
oleh daerah.
A : Saya mendengar jika kekuasaan DPP PDIP masih sangat sentralistik,
seperti misalnya pemilihan kepala daerah (Pemilukada) itu semua calonnya
harus mendapatkan restu dari Megawati dan DPP partai,?
B : DPP sebenarnya memberikan ruang yang besar terhadap pengurus daerah, namun
tetap semua itu harus ada koordinasi dengan Dewan Pimpinan Pusat, sekarang
memang zamannya otonomi, namun seperti bisa kita lihat sekarang ini, demokrasi
kita sedang sakit, otonomi justru menjadikan kekuasaan daerah bejalan sendiri,
sendiri, kan tidak benar itu! Belum lagi bicara tentang kepentingan, banyak pihak-
pihak yang punya kepentingan, bukan hanya di internal partai, eksternal juga banyak
kepentingan dengan partai. Dan harus digarisbahwahi bahwa Pimpinan Pusat dalam
hal ini tidak… tidak melakuakn intervensi terhadap daerah, organaisaisi pada
dasarnya harus berjalan dengan fungsi-fungsi yang sudah diatur sebagai
kewenngannya, jika banyak perbedaaan antara yang diatas dan yang dibawah, bisa
bubar organsisi, kan tidak ada kecocokan.
A : Begitu juga dalam penyusunan nomor urut calon legislatif?
B: Pemilihan Legistatif memang ditetapkan oleh perngurers daerah masing-masing
dengan catatan tetap berkoordinasi dengan pimpinan pusat yang nantinya juga akan
bermuara pada hal yang sama, apa jadinya jika kader partai yang terpilih dan
menduduki kursi di senayan tapi yang terpilih semuanya tidak ada yang berkualitas.
A : Mengenai kepemimpinan Megawati nih Pak, menurut bapak, kenapa beliau
terpilih kembali, bukankah grafik perolehan suara terus menurun?
B : Posisi Ibu sekarang ini kan masih mendukuki jabatan sebagai Ketua Umum, dan
ketua umum itu dipilih memaluai kongres, dan jika para kader memilih dan masih
mempercayakannya ya posisi ibu masih tetap sebagai ketua umum, apa boleh buat.
Ibu sendri orang yang menjunjung tinggi demokrasi, jika para kader menguraikan
pandangannya dan menginginkan masih berada diposisi ketua umum, mungkin saja
keberhasilan Ibu adalah ia memiliki sifat yang mampu mengayomi sehingga rasa
nyaman yang dirasakan oleh kader
77
A : Mengenai kepemimpinan ketua umum partai, mungkinkah itu diisi oleh
orang-orang selain keturuanan biologis Bung karno?
B : Ya sangat mungkin mas, karena tidak ada ketentuan partai yang membatasi
bahwa kepemimpina partai harus melalui keturunan Bung Karno, siapapun asal dia
punya kualitas dan memperoleh dukungan dari forum kongres ya bisa terpilih,
A : Benarkah jika selama ini kongres PDIP yang berujung pada aklamasi
karena ada intruksi khusus dari pimpinan pusat, sehingga dari kongres ke
kongres Megawati tak tertandingi?
B : Para Pengurus Daerah sebenarnya tidak secara tiba-tiba menyatakan dukungan
terhadap Megawati. Jauh sebelum diadakannya kongres PDIP, para pengurus partai
di daerah sudah menggodok nama-nama calon ketua umum yang akan diajukan pada
saat kongres. Dari hasil keputusan Konfercab (Konferensi Cabang) dan Konferda
(konferensi daerah) yang dilaksanakan oleh pengurus partai ditingkatanya masing-
masing, nama Megawati tetap menjadi nama yang terkuat mengisi kepemimpinan
utama partai. Dan dalam PDIP sangat menjunjung sistem musyawarah mufakat,
ketika semua pandangan pengurus daerah menyatakan Megawati masih layak
memimpin partai, maka tidak perlu ada voting.
A : Apa visi misi yang sering ibu utarakan kemasyarakat?
B : Secara garis besar Ibu masih konsisten mempertahankan dan memperjuangkan 4
pilar kebangsaaan yaitu, NKRI, Pancasila, Bineka Tunggal Ika dan UUD 45 dan itu
di ejawantahkan melalui program-program partai.
A : Mengenai kongres ketiga ini, kalau tidak salah tertutup ya, Pak? Bisa saya
meminta data-data dan kronologi kongresnya, Pak?
B : Ya tentu semua kongres yang PDIP lakukan sifatnya tertutup, mengenai data-data
kami tidak bisa memberikannya Mas, kecuali yang memang sudah dijadikan sebagai
konsumsi publik seperti hasil AD/ART partai dan bebrapa naskah pidato–pidato
beliau. Nanti saya kena sanksi jika salah membuka-buka file ke mas..
A: Apakah kader-kader yang menjadi peserta kongres masih percaya kalau Ibu
Mega memilik karisma yang bisa menjadi magnet penarik suara massa?
B : Ia tentu, buktinya ketika kongres, mayoritas kader memilinya. Ibu memang
memliki aura tersendiri, dalam politk ada istilah teori kepemimpinan, ada pemimpin
yang bersifat legalitas dan ada yang disebut pemimpin legitimasi, jika pemimpin
legalitas itu sifatnya formal prosedural sesuai dengan hirairki jabatannya, sedangkan
78
pemimpin yang legitimasi merupaka pemimpin yang diakui oleh rakyat. Dihormati
oleh rakyat. Saya misalkan ketika ikut rombongan Ibu Mega keluar, berkunjung ke
daerah-daerah misalnya, itu luar biasa mas, anemo masyarakat sangat tinggi terlihat
dari sambutan mereka terhadap Ibu Mega, saya kira masih…
LAMPIRAN II
Wawancara, 24 Mei 2011
Narasumber : Srimastuti (Sekertaris Ketua Umum)
A: sebelumnya mohon maaf Ibu, boleh saya mengetahui siapa ibu dan seberapa
dekat ibu dengan megawati?
B: Nama Saya Srimastuti, orang-orang disini (DPP PDIP) biasa memanggil saya Ibu
Sri, jika ditanya seberapa dekat saya dengan Ibu Mega, tentu saya tidak bisa
menjawab, takut terjebak pada klaim, Cuma ibu Mega yang mungkin bisa menjawab
hal itu, namun saya pastikan saya pernah bersama ibu menemani hari-harinya sejak
dulu, tepatnya mulai kongres PDI di Medan dan kemudian saya mengikuti beliau
pada KLB Surabaya, dan disana saya dipercayakan menjadi asisten pribadinya Ibu
kala itu. Keseharian saya selalu dekat dengan ibu. Dan hingga sekarang saya masih
dipercayakan sebagai Sekertaris Ketua Umum PDIP
A: Menurut pandangan ibu, bagaimana sosok Megawati ketika memimpin
partai?
B: Saya melihat sejauh yang saya tahu, ibu Mega itu orangnya sangat keras kalau
sudah mengeluarkan keputusan. Maksudnya jika ibu sudah mengintruksikan sesuatu
maka harus dilaksanakan, walau dia agak keras namun iya juga memiliki sifat
mengayomi bawahan, artinya secara naluriah ia merupakan seorang wanita yang
memiliki sifat-sifat keibuan sama seperti yang lainnya. para kader dan simpatisan
dianggap layaknya anak-anak angkatnya saja.
A:Trus apa yang membedakan ia berbeda di banding dengan saudaranya yang
lain, seperti Sukmawati, Rahmawati ataupun Guruh menurut padangan ibu?
B: Ya menurut saya ib itu orangnya sangat tegas sehingga itulah yang membuatnya ia
karismatik di banding dengan saurada-saudra yaag lain. Karena ucapannya mudah
79
diikuti kader-kader dan ia tidak plin-plan meskipun ia sendiri sering dianggap lamat
dalam memutuskan sesuatu.
A : Saya membaca biografi Ibu Megawati, ia dilahirkan tahun 1947, jika
sekarang tentu usia beliau lebih dari 60 tahun, kenapa ia tidak menyiapkan atau
mempersiaahkan yang mda-muda yang memimpin? Misalnya anak-anaknya
beliau sendiri?
B : Ibu itu orang yang demoktasis, dia orang yang pendiam, namun diamnya tentu
saja berfikir. Namun banyak yang mengira keputusan Megawati selalu lambat, tapi
saya lihat keputusannya selalu tepat. Usia beliau jika sekarang ini 64 tahun, seberanya
cocok seusia segitu untuk istirahat dan menikmati hidup bermain-main dengan
cucunya, tapi kan dia juga harus menghargai keinginan kader untuk tetap menjadi
ketua partai,
A:Apakah megawati memiliki karisma bagi para pendukungnya hingga saat
ini?
B: Ibu mega memang sampai saat ini masih memeliki karisma, ia memeiliki aura
tersendiri ya semacam pepatah mengatakan anak macan ya melahirkan anak macan
bukan anak kucing kan?!
A: Menurut ibu, karismatik yang dimiliki oleh Megawati itu memang berasal
dari dalam dirinya atau memang dibuat-buat oleh orang yang disekelilingnya?
B: Mau tak mau kita juga harus mengakui bahawa di belakang nama Megawati ada
kata Soekarno, kata ini menunukkan bahwa ia merupakan anak dari Bung Karno, dan
kita tau sendiri sampai sekarang Bung Karno masih banyak memiliki pengikut. Tentu
faktor inilah yang membuat Megawati menjadi orang yang dipadang sebagai titisan
Bung Karno. Namun tidak hanya sebata itu mas, ibu mega mempertahankan nama
besarnya tidaklah mudah, saya merasakan betul bagaimana genting dan
mencekamnya saat terjadi penyerangan kantor DPP PDI tahun 1996.
A: Mengenai pidato beliau apakah itu dari pemikiran beliau atau memang teks
yang sudah disiapkan sebelumnya?
B: DPP punya tim yang menyiapkan pidato ibu, ya semacam protokoler lah, namun
tetap mereka yang susun dan pemikirannya murni dari ibu sendiri. Dan tika ada kata-
kata atau kaliamat yang tidak pas dia langsung minta di edit kembali. Nanti saya
kasih buku-buku kumpulan pidato ibu.
80
A : Benarkah jika sekarang ini Ibu Mega sedang menyiapkan anak-naknya
sebagai pemimpin kelak?
B : Sepertinya tidak, karena Ibu Mega sendiri membiarkan anak-anaknya untuk
memilih hidupnya sendiri, tidak ada kata menyiapkan, sama halnya ketika Ibu pernah
bercerita bahwa ia sendiri dididik oleh Bung Karno. Bung Karno tidak pernah
menyuruh anak-anaknya menjadi apa dan harus menjadi apa. Demokratis lah. ibu
Mega sendiri pernah berkata kalu ia tidak menyangka kalau ia harus terjun dalam
dunia politik.
A: Penanya
B: Narasumber