102117937 dr satya g pedoman untuk tatalaksana

38
5/25/2018 102117937DrSatyaGPedomanUntukTatalaksana-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/102117937-dr-satya-g-pedoman-untuk-tatalaksana 1/38 Pedoman Untuk Tatalaksana Perdarahan Intraserebral Spontan Pedoman untuk professional perawatan kesehatan dari  Assosiasi Jantung Amerika/Assosiasi Stroke Amerika Akademi Neurologi Amerika menegaskan nilai pedoman ini sebagai alat edukasi untuk dokter saraf. Assosiasi Dokter Bedah Saraf Amerika dan Konggres Dokter Bedah Saraf telah meneliti dokumen ini dan menegaskan isi edukatifnya. Tujuan – Sasaran pedoman ini adalah memberikan rekomendasi masa kini dan komprehensif untuk diagnosis dan perawatan perdarahan intraserebral spontan akut.  Metoda – Suatu upaya pencarian formal di literatur MEDLINE telah dilakukan. Data disintesis dengan menggunakan tabel bukti. nggota komite penulis bertemu melalui teleconference untuk mendiskusikan rekomendasi yang berasal dari data. lgoritma penentuan dera!at bukti dari dewan Stroke ssosiasi "antung merika digunakan untuk menentukan dera!at masing#masing rekomendasi. $in!auan pra#publikasi terhadap draft pedoman dilakukan oleh % pemeriksa ahli dan oleh anggota &omite 'ernyataan Ilmiah Dewan Stroke dan &omite 'impinan Dewan Stroke. da maksud untuk memperbarui pedoman ini secara menyeluruh dalam waktu ( tahun. Hasil – 'edoman yang berbasis bukti diberikan untuk perawatan pasien yang memperlihatkan perdarahan intraserebral. )okusnya dibagi men!adi diagnosis* hemostasis* tatalaksana tekanan darah* tatalaksana rawat inap dan tugas perawat* mencegah komorbiditas medis* terapi bedah* prediksi outcome* rehabilitasi* pencegahan rekurensi* dan pertimbangan untuk masa depan. Kesimpulan – 'erdarahan intraserebral adalah suatu kondisi medis serius yang outcomenya dapat dipengaruhi oleh perawatan agresif dini. 'edoman ini memberikan kerangka ker!a untuk perawatan yang diarahkan ke sasaran pada pasien perdarahan intraserebral. 1

Upload: mike-fandri

Post on 15-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pedoman

TRANSCRIPT

Pedoman Untuk Tatalaksana

Pedoman Untuk TatalaksanaPerdarahan Intraserebral Spontan

Pedoman untuk professional perawatan kesehatan dari

Assosiasi Jantung Amerika/Assosiasi Stroke Amerika

Akademi Neurologi Amerika menegaskan nilai pedoman ini sebagai alat edukasi untuk dokter saraf.

Assosiasi Dokter Bedah Saraf Amerika dan

Konggres Dokter Bedah Saraf telah meneliti dokumen ini dan menegaskan isi edukatifnya.

Tujuan Sasaran pedoman ini adalah memberikan rekomendasi masa kini dan komprehensif untuk diagnosis dan perawatan perdarahan intraserebral spontan akut. Metoda Suatu upaya pencarian formal di literatur MEDLINE telah dilakukan. Data disintesis dengan menggunakan tabel bukti. Anggota komite penulis bertemu melalui teleconference untuk mendiskusikan rekomendasi yang berasal dari data. Algoritma penentuan derajat bukti dari dewan Stroke Assosiasi Jantung Amerika digunakan untuk menentukan derajat masing-masing rekomendasi. Tinjauan pra-publikasi terhadap draft pedoman dilakukan oleh 6 pemeriksa ahli dan oleh anggota Komite Pernyataan Ilmiah Dewan Stroke dan Komite Pimpinan Dewan Stroke. Ada maksud untuk memperbarui pedoman ini secara menyeluruh dalam waktu 3 tahun.Hasil Pedoman yang berbasis bukti diberikan untuk perawatan pasien yang memperlihatkan perdarahan intraserebral. Fokusnya dibagi menjadi diagnosis, hemostasis, tatalaksana tekanan darah, tatalaksana rawat inap dan tugas perawat, mencegah komorbiditas medis, terapi bedah, prediksi outcome, rehabilitasi, pencegahan rekurensi, dan pertimbangan untuk masa depan. Kesimpulan Perdarahan intraserebral adalah suatu kondisi medis serius yang outcomenya dapat dipengaruhi oleh perawatan agresif dini. Pedoman ini memberikan kerangka kerja untuk perawatan yang diarahkan ke sasaran pada pasien perdarahan intraserebral.Kata kunci: Pernyataan ilmiah AHA, perdarahan intraserebral, perawatan, diagnosis, tekanan intrakranial, hidrosefalus, pembedahan

Perdarahan Intra-Serebral (PIS) spontan, nontraumatik, adalah penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Walaupun banyak yang telah dilakukan terhadap tidak adanya terapi yang sasarannya spesifik, tetapi jauh lebih sedikit yang telah ditulis tentang keberhasilan dan sasaran perawatan medis agresif dan perawatan bedah untuk penyakit ini. Penelitian terbaru yang berbasis populasi menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memperlihatkan PIS kecil yang dapat diselamatkan dengan mudah oleh perawatan medis yang baik. Ini menunjukkan bahwa perawatan media yang sangat baik mungkin mempunyai pengaruh langsung dan poten terhadap morbiditas dan mortalitas PIS sekarang, bahkan sebelum suatu terapi spesifik ditemukan. Memang, sebagaimana didiskusikan lebih akhir, secara keseluruhan agresi-fitas perawatan PIS adalah berkaitan langsung dengan mortalitas dari penyakit ini. Oleh karena itu salah satu tujuan pedoman ini adalah mengingatkan klinikus tentang pentingnya perawatan dalam menentukan outcome PIS, dan untuk memberikan suatu kerangka-kerja yang berbasis-bukti untuk perawatan tersebut.

Agar pedoman ini singkat dan berguna untuk klinikus yang berpraktek, maka pembaca kami persilahkan mencari artikel lain untuk rincian epidemiologi PIS. Begitu juga, ada banyak penelitian klinik yang sedang berlangsung diseluruh dunia yang berkaitan dengan penyakit ini. Pembaca kami anjurkan mempertim-bangkan mencari referensi untuk pasien ke upaya-upaya penting ini yang dapat ditemukan pada http//www.strokecenter.org/trial/. Kami tidak akan mendiskusikan penelitian yang sedang berlangsung tersebut karena kami tidak dapat meliput semuanya; fokus pernyataan ini adalah pada terapi yang tersedia sekarang. Terakhir, suatu pedoman baru tentang stroke pediatrik telah dipublikasikan, ini menghindari kebutuhan untuk mengulang masalah -masalah tentang PIS pediatrik disini. Pedoman PIS terakhir diterbitkan tahun 2007, dan artikel ini berperan memperbarui pedoman tersebut. Dengan demikian, perbedaan dengan rekomendasi sebelumnya disebutkan dalam penelitian yang sekarang. Grup penulis bertemu per tilpon untuk menentukan subkategori yang akan dievaluasi. Ini meliputi diagnosis emergency dan penilaian PIS dan penyebabnya; hemostasis, tekanan darah, tekanan intrakranial (ICP)/demam/glukosa/kejang/hidrose-falus; besi; pemantauan tekanan intrakranial/oksigenasi jaringan; penyingkiran bekuan; perdarahan intraventrikel; withdrawal dukungan teknologi; pencegahan rekurensi PIS; perawatan oleh paramedik; rehabilitasi/pemulihan; pertimbangan untuk masa depan. Masing-masing subkategori dipimpin oleh seorang penulis ditambah satu atau dua penulis lagi untuk memberi kontribusi. Pencarian penuh di MEDLINE dilakukan terhadap semua artikel yang berbahasa Inggris tentang perawatan penyakit manusia yang relevan. Rancangan ringkasan dan rekomendasi diedarkan ke seluruh grup penulis untuk umpan balik. Konferensi dilakukan untuk mendiskusi-kan masalah yang kontroversial. Rancangan yang dihasilkan dikirim ke seluruh grup penulis untuk dikomentari. Komentar dimasukkan oleh Wakil Pimpinan dan Pimpinan, dan seluruh komite diminta menyetujui rancangan final. Perubahan pada dokumen dibuat oleh Pimpinan dan Wakil dalam respon kepada tinjauan dari rekan, dan dokumen itu sekali lagi dikirim ke seluruh grup penulis untuk saran perubahan dan persetujuan. Rekomendasi mengikuti metoda Dewan Stroke Assosiasi Jantung Amerika dalam mengklasifikasikan tingkat kepastian effek terapi dan golongan bukti (tabel 1 dan 2). Semua rekomendasi golongan I dimuat dalam Tabel 3.Diagnosis Darurat dan Penilaian PIS dan PenyebabnyaPIS adalah suatu darurat medis. Diagnosis cepat dan tatalaksana yang penuh perhatian terhadap pasien PIS adalah sangat penting karena deteriorasi dini sering terjadi dalam beberapa jam pertama setelah awitan PIS. Lebih dari 20% pasien akan mengalami penurunan pada Glasgow Coma Scale (GCS) >= 2 point antara penilaian pelayanan medis darurat pra-rumah sakit dan evaluasi pertama di bagian gawat darurat. Diantara pasien yang mengalami penurunan neurologis pra-rumah sakit, skor GCS turun dengan rata 6 point dan tingkat mortalitas >75%. Lebih lanjut, dalam jam pertama berada di rumah sakit, 15% pasien memperlihatkan penurunan skor GCS >= 2 point. Risiko untuk deteriorasi neuro-logis dini dan tingginya tingkat outcome buruk jangka-panjang menggaris-bawahi perlunya tatalaksana dini yang agresif.Tatalaksana pra-rumah sakit

Tujuan utama pelayanan pra-rumah sakit adalah memberikan dukungan ventilasi dan kardiovaskuler dan mengangkut pasien ke fasilitas terdekat yang siap untuk merawat pasien stroke akut (baca seksi Tatalaksana Bagian Gawat Darurat dibawah ini). Prioritas kedua untuk dilaksanakan petugas pelayanan medis darurat meliputi memperoleh riwayat yang terfokus tentang saat terjadinya awitan gejala (atau saat terakhir pasien terlihat normal) dan informasi tentang riwayat medis, pengobatan dan penggunaan obat. Terakhir, petugas pelayanan medis darurat harus memberitahu kepada Bagian Gawat Darurat tentang akan datangnya pasien yang mungkin mengalami stroke sehingga jalur-jalur yang kritikal dapat disiap-kan dan pelayanan konsultasi dapat disiagakan. Pemberitahuan sebelumnya kepada pelayanan medis darurat telah diperlihatkan secara signifikan memperpendek tenggang waktu ke CT scan di Bagian Gawat Darurat. Tatalaksana Bagian Gawat Darurat

Adalah sangat penting bahwa setiap IGD disiapkan untuk merawat pasien PIS atau mempunyai rancangan untuk transfer cepat ke pusat perawatan tertier. Sumber daya penting yang diperlukan untuk menatalaksanakan pasien dengan PIS meliputi fasilitas neurologi, neuroradiologi, bedah saraf, dan fasilitas perawatan kritikal termasuk secara adekuat melatih paramedik dan dokter. Didalam IGD, pelayanan konsultasi yang layak harus dihubungi secepat mungkin dan evaluasi klinis harus dilaksanakan secara efisien, dimana dokter dan perawat bekerja secara parallel. Tabel 4 menjelaskan komponen integral dari riwayat, pemeriksan fisik dan pemeriksaan diagnostik yang harus dilakukan di IGD. Untuk pasien PIS, tatalaksana darurat mungkin meliputi intervensi bedah saraf untuk evakuasi hematoma, drainase ventrikel eksternal atau pemantauan invasif dan perawatan tekanan intra-kranial (TIK), tatalaksana tekanan darah, intubasi, dan mengatasi koagulopati. Walaupun banyak senter mempunyai jalur kritikal yang dikembangkan untuk merawat stroke iskhemik akut, tetapi hanya beberapa yang mempunyai protokol untuk tatalaksana PIS. Jalur tersebut memungkinkan tatalaksana yang lebih efisien, standar, dan terintegrasi untuk pasien PIS yang kondisinya kritis.

Neuro-imaging Awitan mendadak gejala neurologis fokal dianggap asalnya vaskuler, sampai terbukti lain. Tetapi tidak mungkin mengetahui apakah gejala disebabkan oleh iskhemia atau perdarahan berdasarkan karakteristik klinis saja. Muntah, tekanan darah sistolik >220 mm Hg, nyeri kepala hebat, coma atau turunnya tingkat kesadaraan, dan progresi dalam beberapa menit atau beberapa jam semuanya menunjukkan PIS, walaupun tidak satupun dari temuan ini adalah spesifik; dengan demikian neuroimaging adalah wajib. CT dan MRI keduanya masuk akal untuk evaluasi awal. CT adalah sangat sensitive untuk mengidentifikasi perdarahan akut dan dianggap sebagai standar emas; gradient echo dan MRI yang ditimbang-T2 adalah sama sensitifnya dengan CT untuk mendeteksi darah akut dan lebih sensitif untuk identifikasi perdarahan sebelumnya. Waktu, biaya, kedekatan ke IGD, toleransi pasien, status klinik, dan tersedianya MRI mungkin menjadi rintangan untuk MRI darurat pada sebagian kasus. Tingginya tingkat deteriorasi neurologis dini setelah PIS secara parsial berkaitan dengan perdarahan aktif yang mungkin berlangsung berjam-jam setelah awitan gejala. Lebih singkatnya tenggang waktu antara awitan gejala dengan neuroimaging pertama, maka bertambah mungkin bahwa neuroimaging berikutnya akan memperlihatkan ekspansi hematoma. Diantara pasien yang menjalani CT kepala dalam 3 jam setelah awitan PIS, 28% sampai 38% mempunyai ekspansi hematoma lebih dari sepertiga pada CT follow-up. Ekspansi hematoma meramalkan deteriorasi klinik dan mening-katkan morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian, mengidentifi-kasi pasien yang beresiko untuk ekspansi hematoma adalah bidang aktif riset. Angiografi CT dan CT yang ditingkatkan kontras dapat mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi untuk ekspansi PIS berdasarkan adanya ekstravasasi kontras didalam hematoma. MRI/angiogram/venogram dan angiogram/venogram CT adalah cukup sensitive untuk mengidentifikasi penyebab sekunder perdarahan, termasuk malformasi arteriovena, tumor, moyamoya, dan trombosis vena serebral. Angiogram kateter dapat dipertimbangkan jika ada kecurigaan klinis yang tinggi atau pemeriksaan noninvasive menunjukkan adanya penyebab vaskuler yang mendasari. Kecurigaan klinis tentang penyebab sekunder PIS mungkin meliputi prodrome nyeri kepala, gejala neurologis atau konstitusional. Kecurigaan radiologis tentang penyebab sekunder PIS akan timbul oleh adanya perdarahan subarachnoid, bentuk hematoma yang tidak lazim (tidak bulat), adanya edema yang diluar proporsi sejak dini dalam PIS yang terlihat dalam imaging pertama, lokasi perdarahan yang tidak lazim, dan adanya struktur abnormal lain didalam otak misalnya suatu benjolan. Venogram CT atau MR harus dilakukan jika lokasi perdarahan, dalam kaitan dengan volume edema, atau signal abnormal di sinus serebral pada neuroimaging rutin menunjukkan trombosis vena serebral. Sebagai ringkasan, PIS adalah suatu keadaan darurat medis, yang ditandai oleh morbiditas dan mortalitas tinggi, dan harus didiagnosis dengan segera dan ditatalaksanakan secara agresif. Ekspansi hematoma dan deteriorasi dini sering terjadi dalam beberapa jam pertama setelah awitan. TABEL 2. Definisi golongan dan tingkat bukti yang digunakan oleh Rekomendasi Dewan Stroke Assosiasi Jantung Amerika.

Golongan I

Kondisi dimana ada bukti untuk dan/atau kesepakatan

umum bahwa prosedur atau terapi adalah berguna dan

effektif. Golongan II

Kondisi dimana ada bukti yang bertentangan dan/atau

perbedaan opini tentang kegunaan/efikasi suatu

prosedur atau terapi.

Golongan IIa

Bobot bukti atau opini mendukung prosedur atau terapi.

Golongan IIb

Kegunaan/efikasi kurang didukung bukti atau opini.

Golongan III

Kondisi dimana ada bukti dan/atau kesepakatan umum

Bahwa prosedur atau terapi tidak berguna/effektif dan

Pada sejumlah kasus mungkin berbahaya

Rekomendasi Terapi

Bukti Tingkat A

Data berasal dari beberapa trial klinik acak atau meta-

analisis

Bukti tingkat B

Data berasal dari satu trial acak atau penelitian tidak

acak.

Bukti Tingkat C

Opini konsensus ahli, studi kasus, atau standar

perawatan.

Rekomendasi Diagnostik

Bukti Tingkat A

Data berasal dari beberapa penelitian prospektif kohort

yang menggunakan standar acuan yang digunakan

oleh evaluator yang dibuat tidak tahu.

Bukti Tingkat B

Data berasal dari studi tunggal derajat A, atau satu atau

lebih studi kasus kontrol, atau studi yang menggunakan

standar acuan yang digunakan oleh evaluator yang

dibuat tidak tahu.

Bukti tingkat C

Opini konsensus dari para ahli.

REKOMENDASI

1. Neuroimaging cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan untuk membedakan stroke iskhemik dengan perdarahan intraserebral (Golongan I; Bukti Tingkat A)(Tidak berubah dari pedoman sebelumnya)

2. Angiografi CT dan CT yang ditingkatkan kontras dapat dipertimbangkan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk ekspansi hematoma (Golongan IIb; Bukti Tingkat B), dan angiografi CT, venografi CT, CT yang ditingkatkan kontras, MRI yang ditingkatkan kontras, MRA, dan MRV mungkin berguna untuk mengevaluasi lesi struktural yang mendasari, termasuk malformasi vaskuler dan tumor apabila ada kecurugaan klinis atau radiologis (Golongan IIa, Bukti Tingkat N)(Rekomendasi baru). Terapi Medis untuk Perdarahan Intraserebral

Hemostasis/Antiplatelet/Profilaksis Trombosis Vena Profunda

Kelainan hemostasis yang mendasari dapat memberi kontribusi kepada perdarahan intraserebral. Pasien yang berisiko meliputi mereka yang menggunakan antikoagulan oral, dan pasien dengan defisiensi faktor koagulasi akuisita atau kongenital, dan pasien yang mempunyai kelainan platelet kualitatif atau kuantitatif. Pasien yang menjalani terapi dengan antikoagulan oral merupakan 12% sampai 14% dari pasien perdarahan intraserebral, dan dengan meningkatnya penggunaan warfarin, proporsi tersebut tampaknya meningkat. Mengetahui adanya koagulopati yang mendasari dengan demikian memberi kesempatan untuk mentargetkan koreksi dalam strategi perawatan. Untuk pasien yang mempunyai defisiensi faktor koagulasi dan trombositopenia, penggantian faktor yang selayaknya atau platelet diindikasikan. Untuk pasien yang sedang dirawat dengan antikoagulan oral yang mengalami perdarahan yang mengancam nyawa, misalnya perdarahan intrakranial, maka rekomendasi umum adalah mengoreksi INR (international normalized ratio) secepat mungkin. Infus vitamin K dan plasma segar beku secara historis telah direkomendasikan, tetapi yang lebih akhir, PCC (prothrombin complex concentrate) dan rFVIIa (recombinant factor VIIa) telah muncul sebagai terapi yang potensial. Vitamin K masih tetap menjadi tambahan untuk terapi awal yang bekerja lebih cepat untuk perdarahan yang berkaitan dengan antikoagulan oral yang mengancam-nyawa karena bahkan ketika diberikan secara intravena, ini perlu berjam-jam untuk mengoreksi INR. Efikasi plasma segar beku adalah terbatasnya risiko reaksi alergis dan reaksi transfusi infeksius, masa proses, dan volume yang diperlukan untuk koreksi. Kemungkinan koreksi INR pada 24 jam adalah berkaitan dengan tenggang waktu sampai pemberian plasma segar beku dalam sebuah penelitian, walaupun 17% pasien masih tidak mempunyai INR 150 mm Hg, maka pertimbangkanlah penurunan tekanan darah dengan infus intravena kontinyu, dan tekanan darah dipantau setiap 5 menit.

2. Jika tekanan darah sistolik >180 mm Hg atau MAP >130 mm Hg dan ada kemungkinan naiknya tekanan intrakranial, maka pertimbangkan pemantauan tekanan intrakranial, dan turunkan tekanan darah menggunakan obat intravena intermiten atau kontinyu sambil mempertahankan tekanan perfusi serebral >= 60 mm Hg.

3. Jika tekanan darah sistolik >180 mm Hg atau MAP >130 mm Hg dan tidak ada bukti tentang meningkatnya tekanan intrakra-nial, maka pertimbangkan penurunan tekanan darah secara moderat (misalnya MAP 110 mm Hg atau target tekanan darah 160/90 mm Hg) menggunakan obat intravena intermiten atau kontinyu untuk mengontrol tekanan darah dan secara klinik memeriksa kembali pasien setiap 15 menit

Perhatikan bahwa rekomendasi ini adalah golongan C.

MAP = rerata tekanan arteri

Tatalaksana rawat inap dan pencegahan cedera otak sekunder

Pemantauan umum

Pasien perdarahan intraserebral seringkali secara medis dan neurologis tidak stabil, khususnya dalam beberapa hari pertama setelah awitan. Perawatan pasien perdarahan intraserebral di ICU khusus saraf menghasilkan tingkat mortalitas yang lebih rendah. Sering memeriksa tanda vital, penilaian neurologis, dan peman-tauan kardiopulmoner yang kontinyu termasuk cuff tekanan darah otomatis, telemetri elektrokardiografi, dan probe kejenuhan O2 harus menjadi standar. Pemantauan tekanan darah intra-arterial secara kontinyu harus dipertimbangkan untuk pasien yang memperoleh obat vasoaktif intravena. Perawatan oleh paramedik

Perawatan paramedik spesifik dibutuhkan oleh pasien perdarahan intraserebral di ICU, ini meliputi (1) pemantauan tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral dan fungsi hemodinamik; (2) titrasi dan implementasi protokol untuk tatalaksana tekanan intrakranial, tekanan darah, ventilasi mekanik, demam, dan glukosa serum; dan (3) pencegahan komplikasi akibat imobilitas melalui pengaturan posisi, memelihara jalan napas, dan mobilisasi dalam toleransi fisiologis. Dokumen konsensus dari Koalisi Serangan Otak untuk senter stroke yang komprehensif menjelaskan ini sebagai bidang spesifik pemantauan dan pencegahan komplikasi dimana perawat harus dilatih. Dokumen ini juga merekomendasikan agar perawat dilatih dalam menilai secara rinci fungsi neurologis termasuk skala standar misalnya skala stroke dari Institut Kesehatan Nasional, GCS, dan Glasgow Outcome Scale. Di Kanada, dalam sebuah studi terhadap 49 rumah sakit yang menerima pasien perdarahan intraserebral, perawat yang telah disertifikasi dalam proporsi tinggi dan lebih baiknya komunikasi antara dokter dan perawat secara independen berkaitan dengan lebih rendahnya mortalitas 30-hari setelah disesuaikan dengan beratnya penyakit, komorbiditas, dan karakteristik rumah sakit.REKOMENDASI

1. Pemantauan awal dan tatalaksana pasien perdarahan intraserebral sebaiknya dilakukan di ICU yang mempunyai dokter dan keahlian perawatan intensif ilmu-saraf (Golongan I; Bukti Tingkat B) (Tidak berubah dari pedoman sebelumnya).

Tatalaksana Glukosa

Glukosa darah yang tingi pada saat penerimaan meramalkan meningkatnya risiko mortalitas dan outcome buruk pada pasien dengan atau tanpa diabetes dan perdarahan intraserebral. Trial acak memperlihatkan membaiknya outcome oleh kontrol glukosa yang ketat (berkisar 80 sampai 110 mg/dL) dengan menggunakan infus insulin terutama pada pasien bedah yang kondisinya kritis, penggunaan terapi ini telah ditingkatkan. Tetapi studi yang lebih akhir memperlihatkan meningkatnya insidensi kejadian hipoglikemik sistemik dan serebral dan mungkin bahkan meningkatnya risiko mortalitas pada pasien yang dirawat dengan regimen ini. Sekarang ini, tatalaksana yang optimal untuk hiperglikemia dalam perda-rahan intraserebral dan kadar glukosa yang menjadi target masih belum jelas. Hipoglikemia harus dihindari.

Tatalaksana Temperatur

Demam memperburuk outcome dalam model eksperimental cedera otak. Insidensi demam setelah perdarahan intraserebral pada lobus dan ganglion basal adalah tinggi, khususnya pada pasien IVH. Pada pasien yang dapat bertahan hidup dalam 72 jam pertama setelah masuk rumah sakit, durasi demam berkaitan dengan outcome dan tampaknya tidak tergantung kepada faktor prognosis pada pasien ini. Data ini memberikan dasar pemikiran untuk terapi yang agresif untuk memelihara normotermia pada pasien perdarahan intraserebral; tetapi tidak ada data yang mengkaitan terapi demam dengan outcome. Begitu juga, terapi dengan mendinginkan masih belum diselidiki pada pasien perdarahan intraserebral.Kejang dan Obat Antiepilepsi

Insidensi kejang klinis dalam 2 minggu pertama setelah perdarahan intraserebral dilaporkan berkisar antara 2,7% sampai 17%, dan sebagian besar terjadi saat awitan atau mendekati awitan. Studi dengan EEG kontinyu telah melaporkan kejang elektrografik pada 28% sampai 31% dari kelompok pasien perdarahan intraserebral yang diseleksi, walaupun kebanyakan telah memperoleh antikonvulsan profilaksis. Dalam sebuah studi besar senter-tungal, obat anti-epilepsi profilaksis memang secara signifikan mengurangi jumlah kejang klinik setelah perdarahan intraserebral lobar. Tetapi dalam penelitian prospektif dan berbasis-populasi, kejang klinik tidak berkaitan dengan memburuknya outcome neurologis atau mortalitas. Pengaruh klinik kejang subklinik yang terdeteksi pada EEG juga tidak jelas. Baru-baru ini sebuah analisis terhadap sisi placebo dari sebuah studi neuro-proteksi perdarahan intraserebral mendapati bahwa pasien yang memperoleh obat antiepilepsi (terutama fenitoin) tanpa ada kejang yang terbukti ternyata secara signifikan lebih mungkin meninggal atau mengalami disabilitas setelah 90 hari, setelah disesuaikan untuk predictor lain tentang outcome perdarahan intraserebral. Sebuah studi observasional senter-tunggal lainnya memperoleh temuan serupa, khususnya utuk fenitoin. Dengan demikian hanya kejang klinik atau kejang elektrografik pada pasien yang mengalami perubahan status mental sebaiknya dirawat dengan obat antiepilepsi. Pemantauan EEG kontinyu sebaiknya dipertimbangkan pada pasien perdarahan intra-serebral yang mengalami penurunan status mental yang tidak proporsional dengan derajat cedera otak. Kegunaan obat anti-konvulsan profilaksis masih tidak jelas. Rekomendasi

Tatalaksana Glukosa

1. Glukosa harus dipantau dan normoglikemia direkomendasikan (Golongan I; Bukti tingkat C)(Rekomendasi baru)

Kejang dan Obat anti-epilepsi

1. Kejang klinik harus dirawat dengan obat anti-epilepsi (Golongan I; Bukti Tingkat A). (Direvisi dari pedoman sebelumnya). Pemantauan EEG kontinyu mungkin diindikasikan pada pasien perdarahan intraserebral yang mengalami penurunan status mental yang tidak proporsional dengan derajat cedera otak (Golongan IIa; Bukti Tingkat B). Pasien yang mengalami perubahan status mental yang didapati mempunyai kejang elektrografik pada EEG sebaiknya dirawat dengan obat anti-epilepsi (Golongan I; Bukti Tingkat C). Obat antikonvulsan profilaksis sebaiknya tidak digunakan (Golongan III; Bukti Tingkat B) (Rekomendasi baru). BESIPerawatan sistemik dengan chelator besi (deferoxamine) meringan-kan perubahan yang diinduksi perdarahan intraserebral dalam penanda kerusakan DNA, meringankan edema otak, dan memperbaiki pemulihan fungsional pada model tikus untuk perdarahan intra-serebral (PIS). Penelitian baru telah menyelidiki peranan besi dalam PIS dan melaporkan bahwa kadar ferritin serum yang tinggi adalah berkaitan dengan outcome buruk setelah PIS dan berkorelasi dengan volume edema perihematoma.

Membatasi toksisitas yang diperantarai besi adalah target terapi yang menjanjikan dalam PIS. Disamping sebagai chelator besi, deferoxamine memperlihatkan sifat neuroprotektif lain. Ini menginduksi transkripsi heme oxygenase-1 dan menginhibisi eksito-toksisitas glutamate yang diperantarai hemoglobin dan factor yang dapat menginduksi hipoksia yaitu prolyl hydroxylase. Diperlukan penelitian lebih jauh dibidang ini, tetapi sekarang ini tidak ada rekomendasi terapi yang dapat dibuat.

PROSEDUR/PEMBEDAHANPemantauan dan perawatan tekanan intrakranial.

Pemantauan tekanan intrakranial sering dilakukan pada pasien PIS. Tetapi hanya ada sangat sedikit data yang telah dipublikasikan tentang frekuensi meningkatnya tekanan intra-kranial (TIK) dan tatalaksananya pada pasien PIS. Ada bukti tentang gradien perbedaan tekanan sekurang-kurangnya pada sejumlah kasus sehingga TIK mungkin meninggi di dan disekitar hematoma tetapi tidak jauh dari situ. Karena biasanya yang menyebabkan naiknya TIK adalah hidrosefalus akibat perdarahan intra-ventrikel (PIV) atau effek massa dari hematoma (atau edema disekitarnya), maka pasien dengan hematoma kecil dan PIV yang terbatas biasanya tidak akan memer-lukan terapi untuk menurunkan TIK. TIK diukur dengan menggunakan alat yang diinsersikan kedalam parenkim otak, biasanya dilakukan disisi tempat tidur. Teknologi serat optic dapat digunakan pada kedua tipe alat. Kateter ventrikel diinsersikan kedalam ventrikel lateral memungkinkan drainase cairan serebrospinal, yang dapat membantu mengurangi TIK pada pasien hidrosefalus. Alat kateter parenkim untuk TIK diinsersikan kedalam parenkim otak dan memungkinkan pemantauan TIK, tetapi bukan drainase cairan serebrospinal. Tidak adanya penelitian yang dipublikasikan yang memperlihatkan bahwa tatalaksana TIK yang meninggi berpengaruh terhadap outcome PIS telah menyebabkan keputusan tentang apakah akan memantau dan merawat TIK yang meninggi menjadi tidak jelas. Risiko yang berkaitan dengan insersi monitor TIK dan penggunaannya meliputi infeksi dan perdarahan intrakranial. Pada umumnya, risiko perdarahan atau infeksi dianggap lebih tinggi pada kateter ventrikel dari pada dengan kateter parenkim, walaupun data tentang ini tidak berasal dari pasien PIS, tetapi terutama dari pasien cedera otak traumatik atau perdarahan subarachnoid aneurismal. Pada tahun 1997, dalam sebuah serial yang terdiri dari 108 alat intraparenkim, tingkat infeksi adalah 2,9% dan tingkat perdarahan intrakranial adalah 2,1% (15,3% pada pasien koagulopati). Perbandingan langsung terhadap komplikasi yang berkaitan dengan masing-masing tipe alat pemantau dilaporkan pada tahun 1993 sampai 1997 dari serial yang terdiri dari 536 alat pemantau intraserebral (274 kateter ventrikel, 229 kateter parenkim intraparenkim, dan 33 alat tipe lain) dimana keseluruhan tingkat infeksi adalah 4% dan keseluruhan tingkat perdarahan intrakranial adalah 3%. Sebelum insersi alat pemantau, status koagulasi pasien harus dievaluasi. Penggunaan obat anti-platelet pada sebelumnya mungkin membenarkan transfus platelet sebelum prosedur tersebut, dan penggunaan warfarin mungkin memerlukan pembalikan koagulopati sebelum pemasangan alat. Keputusan untuk menggunakan kateter ventrikel harus berdasar kepada kebutuhan spesifik untuk mendrainase cairan serebrospinal pada pasien hidrosefalus atau ventrikel terjepit atau keseimbangan antara risiko pemantauan dengan kegunaan tatalaksana TIK yang tidak diketahui pada pasien PIS. Terapi TIK harus diarahkan kepada penyebab yang mendasari, khususnya jika disebabkan oleh hidrosefalus atau effek masa dari hematoma. Disebabkan oleh terbatasnya data tentang TIK dalam PIS, maka prinsip tatalaksana untuk TIK yang meninggi dipinjam dari pedoman cedera otak traumatik, yang menekankan kepada pemeliha-raan tekanan perfusi serebral 50 sampai 70 mm Hg, tergantung kepada status otoregulasi serebral (lihat Gambar). Pasien PIS dengan skor GCS =8 cenderung lebih buruk dengan penyingkiran bedah dibandingkan tatalaksana medis. Penelitian lain merandomisasi 108 pasien yang mempunyai PIS supratentorial subkortikal atau putaminal >30 mL dalam volume untuk kraniotomi atau tatalaksana medis dalam 8 jam setelah awitan. Outcome yang baik (pemulihan yang baik atau disabilitas moderat pada Glasgow Outcome Scale pada 1 tahun) adalah lebih baik secara signifikan pada pasien yang dirawat secara bedah, tetapi tidak ada perbedaan dalam survival keseluruhan. Trial acak lainnya mempunyai terlalu sedikit pasien untuk menentukan outcome pada subgroup berdasar lokasi, hanya merandomisasi pasien dengan PIS profunda, atau tidak melaporkan hasil ini. Antusiasme untuk evakuasi bedah untuk PIS thalamus dan pontine masih terbatas.Penyingkiran PIS Secara Bedah dengan invasi minimalJika indikasi untuk evakuasi bedah terhadap hematoma intrasere-bral adalah kontroversial, maka cara dengan mana mencapai evakuasi ini bahkan kurang pasti. Beberapa kelompok telah mengembangkan teknik penyingkiran bekuan darah dengan invasi minimal. Teknik ini cenderung menggunakan pedoman stereotaktik yang dikombinasi dengan aspirasi yang ditingkatkan trombolisis atau yang ditingkatkan endoskopi. Kedua trial acak tentang aspirasi yang ditingkatkan trombolisis dan aspirasi yang ditingkatkan endoskopi dengan atau tanpa stereotaksis telah melaporkan meningkatnya penyingkiran bekuan darah dan berku-rangnya mortalitas pada pasien yang dirawat secara bedah dalam waktu 12 sampai 72 jan, tetapi membaiknya outcome fungsional tidak diperlihatkan secara konsisten.Penentuan Saat Pembedahan Satu masalah penting adalah tidak adanya konsensus tentang kerangka waktu tentang apa yang merupakan pembedahan dini. Pene-litian klinik telah melaporkan variabilitas lebar dalam penentuan saat pembedahan, yang berkisar dalam 4 jam sampai 96 jam dari awitan gejala sampai saat operasi. Variasi waktu diantara peneli-tian tersebut telah menyebabkan sulitnya perbandingan langsung dan analisis terhadap pengaruh penentuan saat pembedahan. Sebuah serial retrospektif di Jepang tentang penyingkiran bedah terhadap 100 PIS putaminal dalam waktu 7 jam setelah awitan (60 dalam 3 jam) melaporkan outcome yang lebih baik dari yang diperkirakan. Tetapi trial acak berikutnya yang merawat pasien dalam 12 jam setelah awitan melaporkan hasil yang beragam. Meningkatnya risiko perdarahan-ulang terlihat dalam trial kecil dengan pasien yang dirandomisasi dalam 4 jam setelah awitan. Trial yang merandomisasi pasien dalam 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam juga tidak memperlihatkan manfaat yang jelas dari pembedahan dibandingkan dengan tatalaksana medis kecuali untuk membaiknya outcome pada subkelompok pasien dalam trial STICH yang mempunyai PIS superficial dan berkurangnya mortalitas pada pasien yang mengalami perdarahan subkorteks yang dirawat dengan metoda invasif minimal dalam 12 sampai 72 jam, sebagaimana dibahas diatas.

REKOMENDASI

1. Untuk sebagian besar pasien PIS, kegunaan pembedahan adalah tidak pasti (Golongan IIb; Bukti tingkat C) (Rekomendasi baru). Pengecualias spesifik untuk rekomendasi ini akan menyusul.

2. Pasien perdarahan serebellar yang mengalami deteriorasi secara neurologis atau yang mengalami kompresi batang otak dan/atau hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus menjalani penyingkiran secara bedah terhadap perdarahan tersebut secepat mungkin (Golongan I; Bukti Tingkat B) (Direvisi dari pedoman sebelumnya). Terapi awal untuk pasien ini dengan drainase ventrikuler saja bukan dengan evakuasi bedah tidak direkomendasikan (Golongan III; Bukti Tingkat C) (Rekomendasi baru).3. Untuk pasien yang mempunyai bekuan darah lobar >30 mL, dan dalam 1 cm dari permukaan, evakuasi PIS supratentorial dengan kraniotomi standar dapat dipertimbangkan (Golongan IIb; Bukti Tingkat B) (Direvisi dari pedoman sebelumnya).4. Effektivitas evakuasi bekuan darah secara invasivf minimal yang menggunakan aspirasi stereotaktik atau aspirasi endoskopik dengan atau tanpa menggunakan trombolisis adalah tidak pasti dan penelitian dipertimbangkan (Golongan IIb; Bukti Tingkat B) (Rekomendasi baru).5. Walaupun secara teoritis menarik, sekarang ini tidak ada bukti jelas yang menunjukkan bahwa penyingkiran PIS supratentorial secara ultra-dini memperbaiki outcome fungsional atau tingkat mortalitas. Kraniotomi yang sangat dini mungkin berbahaya disebabkan meningkatnya risiko perdarahan rekuren (Golongan III; Bukti Tingkat B)(Direvisi dari pedoman sebelumnya).

PREDIKSI OUTCOME dan WITHDRAWAL DUKUNGAN TEKNOLOGI Banyak penelitian observasional dan epidemiologis telah mengidentifikasi beragam faktor yang dapat meramalkan outcome setelah PIS akut. Dari penelitian ini banyak model prediksi outcome telah dikembangkan untuk mortalitas dan outcome fungsional. Gambaran yang ditemukan pada sebagian besar model prediksi ini meliputi karakteristik pasien individual misalnya skor pada GCS atau Skala Stroke Institut Kesehatan Nasional, umur, volume dan lokasi hematoma, dan adanya dan banyaknya PIV. Tetapi tidak ada model prediksi outcome yang mempertimbangkan pengaruh keterbatasan perawatan misalnya perintah DNR (do not resuscitate) atau withdrawal dukungan teknologi. Sebagian besar pasien yang meninggal akibat PIS terjadi selama rawat inap akut awal, dan kematian ini biasanya terjadi dalam situasi withdrawal dukungan yang disebabkan oleh prognosis yang diperkirakan buruk. Tetapi beberapa penelitian sekarang telah mengidentifikasi withdrawal dukungan medis dan pembatasan perawatan dini lainnya, misalnya perintah DNR dalam hari pertama rawat inap, sebagai prediktor independen untuk outcome. Adalah mungkin bahwa model prediksi outcome sekarang maupun metoda yang lebih informal dalam prognostikasi dini setelah PIS menjadi bias oleh tidak diperhitungkannya pembatasan perawatan ini. Telah dikedepankan kekhawatiran bahwa keputusan oleh dokter untuk membatasi perawatan secara dini setelah PIS menghasilkan ramalan outcome buruk yang dilaksanakan sendiri yang disebabkan oleh prognostikasi pesimistis yang tidak akurat dan tidak memberikan terapi awal yang agresif pada pasien PIS yang penyakitnya berat yang kendatipun demikian masih mempunyai kemungkinan untuk outcome yang baik. Walaupun perintah DNR berdasar definisi berarti bahwa tidak ada upaya resusitasi yang akan dilakukan ketika suatu arrestrasi kardiopulmoner terjadi, dalam penggunaan praktek, apabila dilakukan secara dini setelah PIS, ini adalah suatu istilah lain untuk tidak adanya agresifitas perawatan secara keseluruhan. Ini menyimpulkan bahwa keseluruhan agresifitas pada perawatan PIS disebuah rumah sakit mungkin sangat penting dalam menentukan outcome pasien, tanpa memperhatikan karakteristik spesifik masing-masing orang. Walaupun prognostikasi dini setelah PIS mungkin diinginkan oleh dokter, pasien, dan keluarga pasien, tetapi itu sekarang dasarnya tidak pasti. Mengingat adanya ketidak-pastian ini dan kemungkinan untuk ramalan outcome buruk yang dilaksanakan sendiri, maka harus sangat berhati-hati dalam mengupayakan prognostikasi yang akurat secara dini setelah PIS, khususnya jika tujuannya adalah untuk mempertimbangkan withdrawal dukungan atau perintah DNR. Dengan demikian, terapi agresif yang sesuai pedoman direkomendasikan untuk semua pasien PIS yang tidak mempunyai indikasi dini bahwa ini sebaiknya tidak dilakukan. Pembatasan perawatan seperti perintah DNR atau withdrawal dukungan sebaiknya tidak direkomendasikan oleh dokter yang merawat dalam beberapa hari pertama setelah PIS.REKOMENDASI

1. Perawatan agresif penuh secara dini setelah awitan PIS dan penundaan perintah DNR sampai sekurang-kurangnya dua hari penuh rawat inap mungkin direkomendasikan (Golongan IIa; Bukti Tingkat B). Pasien dengan perintah DNR yang telah ada sebelumnya tidak termasuk dalam rekomendasi ini. Metoda prognostikasi yang berlaku sekarang pada masing-masing pasien secara dini setelah PIS mungkin menjadi bias oleh tidak diperhitungkannya pengaruh withdrawal dukungan dan perintah DNR dini. Pasien yang diberi status DNR sebaiknya mendapat intervensi medis dan bedah lainnya kecuali jika ada indikasi jelas untuk tidak (Direvisi dari pedoman sebelumnya). PENCEGAHAN PIS REKUREN Penelitian yang berbasis populasi terhadap mereka yang berhasil selamat dari stroke hemoragik pertama telah mengiden-tifikasi tingkat PIS rekuren 2,1% sampai 3,7% per-pasien-tahun, ini secara substansial lebih tinggi dibandingkan ting-kat stroke iskhemik berikutnya pada orang-orang ini.

Faktor risiko paling konsisten yang teridentifikasi untuk PIS rekuren adalah lokasi lobar pada PIS pertama. Temuan ini mungkin menunjukkan kaitan antara angiopati amiloid serebral dengan lokasi lobar dan meningkatnya rekurensi. Perdarahan dilokasi yang karakteristik untuk vaskulopati hipertensif, misalnya ganglia basal, thalamus, atau batang otak, juga terjadi, tetapi lebih jarang. Faktor lain yang berkaitan dengan rekurensi PIS dalam sejumlah penelitian meliputi usia lanjut, antikoagulasi pasca-PIS, pembawa apolipoprotein E atau , dan lebih banyaknya jumlah perdarahan mikro pada MRI gradien-ekho yang ditimbang T2*. Hipertensi adalah faktor risiko paling penting yang sekarang dapat dimodifikasi untuk mencegah rekurensi PIS. Pentingnya kontrol tekanan darah didukung data dari PROGRESS (Perindopril Protection Against Recurrent Stroke Study) yang memperlihatkan bahwa subyek yang mempunyai penyakit serebro-vaskuler yang dirandomisasi untuk perindopril ditambah indapamide opsional mempunyai risiko yang lebih rendah secara signifikan untuk PIS pertama (hazard ratio yang disesuaikan 0,44; 95% CI 0,28 sampai 0,69) dan penurunan yang serupa, walaupun tidak signifikan secara statistik, dalam PIS rekuren (hazard ratio yang disesuaikan 0,37; 95% CI, 0,10 sampai 1,38). Perlu diperhatikan, pengurangan ini tampaknya berlaku untuk PIS lobar maupun hemisfer dalam. Walaupun data spesifik tentang tekanan darah yang optimal untuk mengurangi rekurensi PIS tidak tersedia, tetapi target yang masuk akal adalah tekanan darah 2 kali sehari) adalah berkaitan dengan meningkatnya risiko PIS dan oleh karena itu masuk akal untuk dihindari setelah PIS. Perilaku lain misalnya latihan fisik berat, aktivitas seksual, atau stress tidak berkaitan dengan PIS, walaupun hanya sedikit data sistimatik yang dilaporkan. REKOMENDASI

1. Dalam situasi dimana stratifikasi risiko pasien untuk PIS rekuren mungkin mempengaruhi keputusan tatalaksana lain, adalah masuk akal mempertimbangkan faktor risiko berikut ini untuk rekurensi: lokasi lobar pada PIS pertama, usia lanjut, antikoagulasi kontinyu, adanya allel apolipoprotein E 2 atau 4, dan lebih banyaknya jumlah perdarahan mikro pada MRI (Golongan IIa; Bukti Tingkat B)(Rekomendasi baru).

2. Setelah periode PIS akut, dan tidak ada kontraindikasi medis, tekanan darah harus dikontrol dengan baik khususnya untuk pasien dengan lokasi PIS tipikal vaskulopati hipertensif (Golongan I; Bukti Tingkat A)(Rekomendasi baru).

3. Setelah periode PIS akut, target tekanan darah yang normal adalah