10. artikel

5
Prevalensi Anisometropia di Poliklinik Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2009-2013 Birgitta Fajarai 1 , Elza Iskandar 2 dan Ramzi Amin 2 1. Program Studi Pendidikan Dokter Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 2. Bagian Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Jl. Dr. Moh Ali, Kompleks RSMH, Madang, Palembang, 30126, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Anisometropia merupakan kelainan di mana kekuatan refraksi kedua mata berbeda. Perbedaan kekuatan refraksi mata yang besar dapat menimbulkan komplikasi, yaitu ambliopia dan strabismus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi anisometropia, distribusi usia dan jenis kelamin pada anisometropia, dan proporsi ambliopia dan strabismus pada anisometropia di Poliklinik Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan design cross sectional pada pasien yang berobat di Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik total sampling. Dari 5438 pasien yang berobat di Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013, 471 pasien merupakan pasien anisometropia. Prevalensi anisometropia selama lima tahun berturut-turut adalah 7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, dan 9,89%. Prevalensi rata-rata anisometropia selama lima tahun adalah 9,41%. Mayoritas pasien anisometropia adalah perempuan berusia 13-20 tahun. Proporsi strabismus pada anisometropia adalah 0,4% dan proporsi ambliopia pada anisometropia adalah 0,6%. Prevalensi anisometropia di Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 di bawah prevalensi dunia dan prevalensi anisometropia di Sumatera (15,5%). Proporsi strabismus dan ambliopia pada anisometropia di Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 mirip dengan proporsi di penelitian lainnya. Kata Kunci: anisometropia, prevalensi, proporsi, strabismus, ambliopia Abstract Prevalencen of Anisometropia in Eye Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Period 2009-2013. The difference in refractive error between both eyes is known as anisometropia. A great difference in refractive error can cause amblyopia and strabismus. The purposes in this study are to determine the prevalence of anisometropia, the age and sex distribution of anisometropia, and the proportion of strabismus and amblyopia in anisometropia in Eye Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013. This study is descriptive cross-sectional study in patients in Eye Clinic’s Refractive Subdivision of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013. The data was collected by using total sampling technique. In 5438 patients in Eye Clinic’s Refractive Subdivision of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013, 471 patients were patients with anisometropia. The prevalence of anisometropia in those five consecutive years was 7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, and 9,89%. The mean prevalence of anisometropia in those years was 9,41%. The majority of patients with anisometropia was 13 to 20 year-old-female. The proportion of strabismus in anisometropia was 0,4% and the proportion of amblyopia in anisometropia was 0,6%. The prevalence of anisometropia in Eye Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013 was lower than that reported in Sumatera (15,5%). However, the proportion of amblyopia and strabismus in anisometropia in Eye Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013 is similar to that reported for other university hospital populations. Keywords: anisometropia, prevalence, proportion, amblyopia, strabismus

Upload: birgitta-fajarai

Post on 20-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

artikel

TRANSCRIPT

  • Prevalensi Anisometropia di Poliklinik Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin

    Palembang Tahun 2009-2013

    Birgitta Fajarai1, Elza Iskandar2 dan Ramzi Amin2

    1. Program Studi Pendidikan Dokter Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya

    2. Bagian Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

    Jl. Dr. Moh Ali, Kompleks RSMH, Madang, Palembang, 30126, Indonesia

    E-mail: [email protected]

    Abstrak

    Anisometropia merupakan kelainan di mana kekuatan refraksi kedua mata berbeda. Perbedaan kekuatan refraksi mata

    yang besar dapat menimbulkan komplikasi, yaitu ambliopia dan strabismus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    prevalensi anisometropia, distribusi usia dan jenis kelamin pada anisometropia, dan proporsi ambliopia dan strabismus

    pada anisometropia di Poliklinik Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013. Penelitian ini

    merupakan penelitian deskriptif dengan design cross sectional pada pasien yang berobat di Poliklinik Mata Subdivisi

    Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik total

    sampling. Dari 5438 pasien yang berobat di Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin

    Palembang tahun 2009-2013, 471 pasien merupakan pasien anisometropia. Prevalensi anisometropia selama lima tahun

    berturut-turut adalah 7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, dan 9,89%. Prevalensi rata-rata anisometropia selama lima tahun

    adalah 9,41%. Mayoritas pasien anisometropia adalah perempuan berusia 13-20 tahun. Proporsi strabismus pada

    anisometropia adalah 0,4% dan proporsi ambliopia pada anisometropia adalah 0,6%. Prevalensi anisometropia di

    Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 di bawah prevalensi

    dunia dan prevalensi anisometropia di Sumatera (15,5%). Proporsi strabismus dan ambliopia pada anisometropia di

    Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 mirip dengan proporsi

    di penelitian lainnya.

    Kata Kunci: anisometropia, prevalensi, proporsi, strabismus, ambliopia

    Abstract

    Prevalencen of Anisometropia in Eye Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Period 2009-2013. The

    difference in refractive error between both eyes is known as anisometropia. A great difference in refractive error can

    cause amblyopia and strabismus. The purposes in this study are to determine the prevalence of anisometropia, the age

    and sex distribution of anisometropia, and the proportion of strabismus and amblyopia in anisometropia in Eye Clinic of

    RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013. This study is descriptive cross-sectional study in patients

    in Eye Clinics Refractive Subdivision of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013. The data was

    collected by using total sampling technique. In 5438 patients in Eye Clinics Refractive Subdivision of RSUP Dr.

    Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013, 471 patients were patients with anisometropia. The prevalence of

    anisometropia in those five consecutive years was 7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, and 9,89%. The mean prevalence of

    anisometropia in those years was 9,41%. The majority of patients with anisometropia was 13 to 20 year-old-female. The

    proportion of strabismus in anisometropia was 0,4% and the proportion of amblyopia in anisometropia was 0,6%. The

    prevalence of anisometropia in Eye Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013 was lower

    than that reported in Sumatera (15,5%). However, the proportion of amblyopia and strabismus in anisometropia in Eye

    Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013 is similar to that reported for other university

    hospital populations.

    Keywords: anisometropia, prevalence, proportion, amblyopia, strabismus

    mailto:[email protected]

  • 2

    2

    1. Pendahuluan

    Penglihatan yang baik adalah salah satu syarat untuk

    mencapai tumbuh kembang yang optimal. Dengan

    tumbuh kembang optimal, seseorang diharapkan akan

    memiliki kesempatan untuk mendapat pendidikan yang

    optimal dan kehidupan yang layak. Kondisi penglihatan

    yang buruk tentu akan mempengaruhi tumbuh kembang

    anak yang nantinya juga akan mempengaruhi kualitas

    individu.

    Dibandingkan dekade lalu, kita dapat melihat semakin

    banyaknya orang yang berkacamata, baik itu anak-anak

    maupun dewasa. Kenyataan ini menunjukkan semakin

    banyaknya individu yang mengalami penurunan fungsi

    penglihatannya. Penurunan fungsi penglihatan akibat

    gangguan refraksi menjadi salah satu penyebab

    kebutaan di dunia. Salah satu penyebab gangguan

    fungsional penglihatan yang sering timbul terutama

    pada anak usia sekolah adalah anisometropia.

    Anisometropia merupakan kelainan di mana kekuatan

    refraksi kedua mata berbeda. Studi prevalensi di Kota

    Mashhad, Iran menunjukkan 17% dari 2947 partisipan

    mengalami anisometropia dan meningkat seiring dengan

    bertambahnya usia.1 Anggraeni (2006) menyebutkan

    bahwa dari 948 siswa SDN di Jakarta 0,6% menderita

    anisometropia.2 Berdasarkan penelitian Saw (2002),

    prevalensi anisometropia di Sumatera adalah 15,1%.3

    Anisometropia dibagi menjadi tiga yaitu, anisometropia

    kecil dengan beda refraksi lebih kecil dari 1,5 dioptri,

    anisometropia sedang dengan beda refraksi 1,5-3 dioptri,

    dan anisometropia berat dengan beda refraksi lebih dari

    3 dioptri.4 Gejala klinis anisometropia sangat bervariasi,

    mulai dari sakit kepala, perasaan tidak enak pada kedua

    mata, pusing, mual, sampai diplopia.5

    Ketika derajat kelainan refraksi pada mata lebih tinggi

    daripada mata lainnya, maka secara sadar atau tidak,

    kita dominan akan menggunakan mata dengan derajat

    kelainan refraksi yang lebih ringan untuk penglihatan

    jauh maupun dekat. Hal ini dapat menyebabkan

    kelemahan penglihatan yang tidak didasarkan pada

    adanya kelainan organik yang disebut ambliopia.5

    Prevalensi ambliopia berbeda pada tiap literatur,

    berkisar antara 1-3,5% pada anak yang sehat sampai 4-

    5,3% pada anak yang mempunyai masalah pada mata.6

    American Optometric Association (2010)

    menyimpulkan prevalensi ambliopia secara umum

    adalah 2% dengan 90%-nya berhubungan dengan

    anisometropia dan atau strabismus.7 Trianto (2006)

    dalam tesisnya menyebutkan bahwa dari 1084 siswa di

    SDN Yogyakarta 1,04% menderita anisometropia dan

    16,6% anak anisometropia terjadi ambliopia.8

    Selain dengan ambliopia, dalam berbagai literatur

    anisometropia juga dihubungan dengan strabismus.

    Strabismus adalah kelainan/deviasi mata di mana

    kedudukan bola mata tidak normal. Strabismus dalam

    hal ini biasanya disebabkan oleh perbedaan refractive

    error kedua mata yang terlalu besar. Penderita

    strabismus sering mengeluh mual dan vertigo. Menurut

    American Optometric Association (2011), secara umum

    angka kejadian strabismus adalah 2-5%.7 Di Jepang,

    prevalensi strabismus Jepang adalah 1,28% (Matsuo,

    2005), sedangkan di Singapura menunjukkan angka

    0,8%.9

    Karena tingginya komplikasi kebutaan (ketajaman

    visual kurang dari 3/60 atau corresponding visual field

    loss kurang dari 10 dengan koreksi maksimal pada

    mata dengan ketajaman yang lebih baik), masih

    terbatasnya penelitian, dan bervariasinya angka kejadian

    anisometropia dengan komplikasi ambliopia dan/atau

    strabismus di berbagai wilayah di dunia, peneliti tertarik

    untuk melakukan penelitian mengenai anisometropia

    dengan atau tanpa komplikasi ambliopia dan atau

    strabismus di Poliklinik Mata RSUP Dr. Mohammad

    Hoesin tahun 2009 sampai 2013.

    2. Metode Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan design

    cross sectional berdasarkan data sekunder rekam medik

    dan buku pengunjung di Poliklinik Mata Subdivisi

    Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

    tahun 2009-2013.

    Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien

    kelainan refraksi yang berobat ke Poliklinik Mata

    Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin

    Palembang sejak tahun 2009 sampai 2013. Sampel pada

    penelitian ini adalah seluruh pasien kelainan refraksi

    yang tercatat di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

    Mohammad Hoesin Palembang dan di buku

    pengunjung Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi dan

    memenuhi kriteria inklusi.

    Kriteria inklusi penelitian ini adalah Pasien kelainan

    refraksi yang berobat ke Poliklinik Mata RSUP Dr.

    Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013,

    tercatat pada buku pengunjung Poliklinik Mata

    Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin

    Palembang tahun 2009-2013, dan dapat dilengkapi

    dengan adanya catatan rekam medik (sesuai variabel

    yang diteliti). Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini

    adalah pasien dengan kelainan lain yang mengganggu

    visus selain kelainan refraksi. Variabel penelitian ini

    adalah prevalensi anisometropia, usia, jenis kelamin,

    anisometropia, ambliopia, dan strabismus.

  • 3

    3

    3. Hasil dan Pembahasan

    Prevalensi anisometropia di Poliklinik Mata RSUP Dr.

    Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 dapat

    dilihat pada gambar berikut.

    7.42%

    15.51%

    5.79%8.42% 9.89% 9.41%

    0.00%5.00%

    10.00%15.00%20.00%

    2009 2010 2011 2012 2013 Rata-

    rata

    2009

    2010

    2011

    2012

    2013

    Rata-rata

    Gambar 1. Prevalensi anisometropia periode 2009-2013

    Dalam kurun waktu 5 tahun, dari tahun 2009 sampai

    2013 ditemukan 471 kasus anisometropia dari total

    5438 pasien Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP

    Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jumlah pasien

    anisometropia tahun 2009 sampai 2013 adalah 168

    pasien dari total 2265 pasien pada tahun 2009, 92 pasien

    dari total 593 pasien pada tahun 2010, 35 pasien dari

    total 604 pasien pada tahun 2011, 111 pasien dari toal

    1318 pasien pada tahun 2012, dan 65 pasien dari total

    658 pasien pada tahun 2013. Prevalensi anisometropia

    pada tahun 2009 sampai 2013 secara berurutan adalah

    7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, dan 9,89%. Rata-rata

    prevalensi anisometropia periode 2009-2013 adalah

    9,41%.

    Tabel 1. Distribusi usia pada anisometropia

    Usia N %

    5-12 17 3,6

    13-20 108 22,9

    21-28 94 20,0

    29-36 61 13,0

    37-44 56 11,9

    45-52 56 11,9

    53-60 37 7,9

    61-68 19 4,0

    69-76 3 0,6

    77-84 2 0,4

    Tidak terkelompok 18 3,8

    Jumlah 471 100.0

    Dari 471 kasus yang menjadi sampel penelitian, hanya

    453 pasien yang tercatat usianya dan sisanya sebanyak

    18 pasien tidak terkelompokkan. Dari 471 pasien

    tersebut, distribusi anisometropia berdasarkan usia

    adalah 17 pasien (3,6%) usia 5-12 tahun, 108 pasien

    (22,9%) usia 13-20 tahun, 94 pasien (20,0%) usia 21-28

    tahun, 61 pasien (13,0%) usia 29-36 tahun, 56 pasien

    (11,9%) usia 37-44 tahun, 56 pasien (11,9%) usia 45-52

    tahun, 37 pasien (7,9%) usia 53-60 tahun, 19 pasien

    (4,0%) usia 61-68 tahun, 3 pasien (0,6%) usia 69-76

    tahun, dan 2 pasien (0,4%) usia 77-84 tahun.

    Tabel 2. Distribusi jenis kelamin pada anisometropia

    Jenis Kelamin N %

    Laki-laki 177 37,6

    Perempuan 294 62,4

    Jumlah 471 100

    Pada Tabel 2, kita dapat melihat bahwa dari 471 kasus

    anisometropia pada periode 2009-2013, 295 pasien

    (62,4%) berjenis kelamin perempuan dan sisanya

    sebanyak 178 kasus (37,6%) adalah laki-laki.

    Tabel 3. Distribusi anisometropia berdasarkan derajatnya

    Anisometropia N %

    Ringan 383 81,3

    Sedang 62 13,2

    Tinggi 26 5,5

    Jumlah 471 100,0

    Anisometropia diklasifikasikan menjadi anisometropia

    ringan, sedang dan tinggi. Pada Tabel 3 kita dapat lihat

    bahwa distribusi anisometropia ringan sebanyak 383

    kasus (81,3%), anisometropia sedang sebanyak 62 kasus

    (13,2%), dan anisometropia tinggi sebanyak 26 kasus

    (5,5%).

    Pada Tabel 4, kita dapat melihat bahwa distribusi

    anisometropia berdasarkan kelainan refraksi adalah

    astigmatisme sebanyak 38 orang (8,1%), miopia

    sebanyak 333 orang (70,7%), hipermetropia sebanyak

    97 orang (20,6%), dan kelainan refraksi lainnya

    sebanyak 3 orang (0,6%) Anisometropia jenis miopia

    sendiri terdiri dari miopia simpleks 145 orang (30,8%)

    dan miopia kompositus 188 orang (39,9%). Sedangkan

    jenis hipermetropia terbagi menjadi hipermetropia

    simpleks 51 orang (10,8%) dan hipermetropia

    kompositus 46 orang (9,8%).

    Tabel 4. Distribusi kelainan refraksi pada anisometropia

    Kelainan Refraksi N %

    Astigmatisme 38 8,1

    Miopia simpleks 145 30,8

    Miopia kompositus 188 39,9

    Hipermetropia simpleks 51 10,8

    Hipermetropia kompositus 46 9,8

    Lainnya 3 0,6

    Jumlah 471 100,0

  • 4

    4

    Tabel 5. Proporsi strabismus dan atau ambliopia pada anisometropia

    Anisometropia Strabismus Ambliopia

    Strabismus

    Ambliopia

    Tanpa

    Komplikasi Jumlah

    N % N % N % N % N %

    Ringan 1 0.2 0 0.0 0 0.0 382 81.1 383 81.3

    Sedang 0 0.0 1 0.2 0 0.0 61 3.0 62 3.2

    Tinggi 1 0.2 2 0.4 0 0.0 23 4.9 26 5.5

    Jumlah 2 0.4 3 0.6 0 0.0 466 99,0 471 100

    Tabel 6. Proporsi jenis strabismus pada anisometropia

    Anisometropia

    Strabismus Tidak strabismus Jumlah

    Esotropia Eksotropia

    N % N % N % N %

    Ringan 1 0,2 0 0,0 382 81,1 383 81,3

    Sedang 0 0,0 0 0,0 62 13,2 62 13,2

    Tinggi 0 0,0 1 0,2 25 5,3 26 5,5

    Jumlah 1 0,2 1 0,2 469 99,6 471 100,0

    Dapat dilihat pada Tabel 5, proporsi strabismus dan atau

    ambliopia pada anisometropia adalah 99% (466 orang)

    pasien anisometropia tanpa komplikasi, 0,4% (2 orang)

    pasien anisometropia dengan strabismus, 0,6% (3 orang)

    pasien anisometropia dengan ambliopia, dan tidak

    ditemukan (0%) pasien anisometropia dengan ambliopia

    dan strabismus. Pada tabel tersebut kita juga dapat kita

    melihat bahwa mayoritas anisometropia yang

    berkomplikasi adalah anisometropia tinggi sebanyak 3

    orang (0,6%) dan sisanya masing-masing 1 orang

    (0,2%) pada anisometropia ringan dan sedang.

    Dari data penelitian ini, pada Tabel 6 kita dapat lihat

    bahwa dari 471 orang dengan anisometropia, 2 orang

    (0,4%) juga mengalami strabismus, yaitu 1 orang

    (0,2%) anisometropia dengan esotropia dan 1 orang

    lainnya (0,2%) anisometropia dengan eksotropia.

    4. Pembahasan

    Dari periode 2009 sampai 2013, didapatkan 471 kasus

    anisometropia dengan prevalensi tiap tahunnya secara

    berurutan adalah 7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, dan

    9,89%. Rata-rata prevalensi anisometropia di Poliklinik

    Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang selama

    lima tahun terhitung sejak tahun 2009 sampai 2013

    adalah 9,41%. Angka prevalensi ini lebih kecil dari

    prevalensi anisometropia di dunia. Hasil ini juga lebih

    kecil dari angka anisometropia dari penelitian Saw

    (2002) pada 1024 orang di Sumatera pada satu dekade

    lalu, yaitu 15,1%3 dan pada penelitian di Jerman dan

    Austria pada April 2006 sampai Agustus 2010 lalu10,

    yaitu 18,5%. Namun, prevalensi anisometropia yang

    didapat pada penelitian ini tidak berbeda jauh dari

    penelitian di Rehabilitation Faculty of Shahid Beheshti

    Medical University yang cakupan wilayahnya hampir

    sama dengan penelitian ini, yaitu 10,67%.11 Perbedaan

    pada penelitian-penelitian lain disebabkan karena

    adanya perbedaan jumlah sampel karena penelitian

    tersebut dilakukan di wilayah yang lebih luas atau lebih

    padat penduduknya.

    Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini,

    kelompok usia tertinggi pada pasien anisometropia

    adalah usia 13-20 tahun (22,9%) dan 21-28 tahun

    (20,0%). Dari data, terlihat adanya penurunan kejadian

    anisometropia seiring bertambahnya usia. Perbandingan

    yang dibuat oleh Barrett, Bradley, dan Candy (2013)

    dari berbagai penelitian lainnya menunjukkan hasil yang

    berbeda, yaitu adanya peningkatan kejadian

    anisometropia seiring dengan bertambahnya umur.12

    Adanya perbedaan hasil penelitian dikarenakan

    penyebab anisometropia yang banyak terjadi pada

    penelitian lain berasal dari pasien anisometropia yang

    disertai katarak, sedangkan pada penelitian ini pasien

    anisometropia yang disertai dengan katarak tidak

    diikutkan pada penelitian ini sehingga hasil penelitian

    ini berbeda jauh. Di lain pihak, penelitian lain yang

    dilakukan oleh Dobson et al malah mengungkapkan

    hubungan anisometropia dan usia tidaklah signifikan.13

    Hasil distribusi anisometropia berdasarkan jenis

    kelamin menunjukkan bahwa mayoritas pasien dengan

    anisometropia di RSUP Dr. Mohammad Hoesin

    Palembang adalah perempuan (62,4%). Hasil ini sesuai

    dengan pernyataan yang didapat dari penelitian di

    Jerman dan Austria pada April 2006 sampai Agustus

    2010 lalu10 dan penelitian oleh Akhgary et al di Shahid

    Behesti Medical University (2011) yaitu anisometropia

    lebih banyak terjadi pada perempuan.11

    Distribusi anisometropia berdasarkan derajatnya

    menunjukkan bahwa jenis anisometropia terbanyak

    adalah anisometropia ringan (81,3%). Selain itu

  • 5

    5

    semakin tinggi anisometropianya, semakin menurun

    jumlah penderitanya. Hasil penelitian ini sesuai dengan

    perbandingan yang dibuat oleh Barrett, Bradley, dan

    Candy (2013) dari berbagai penelitian lainnya, yaitu

    adanya penurunan kejadian anisometropia seiring

    dengan bertambahnya beratnya anisometropia.12

    Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa

    anisometropia terbanyak adalah anisometropia jenis

    miopia (70,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

    dilakukan oleh Pan, Ramamurthy, dan Saw (2012).14

    Tingginya angka kejadian miopia di dunia disebabkan

    oleh tingginya angka miopia pada etnis Cina.15 Di

    samping itu semakin banyak orang yang melakukan

    aktivitas jarak dekat (near-work habit) yang memicu

    terjadinya eye strain atau visual stress (teori akomodasi)

    sehingga angka kejadian miopia menjadi meningkat.16

    Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini,

    didapatkan anisometropia yang berkomplikasi sangatlah

    sedikit, yaitu 0,2% anisometropia dengan esotropia,

    0,2% anisometropia dengan eksotropia, dan 0,6%

    anisometropia dengan ambliopia. Pada penelitian ini

    tidak ditemukan anisometropia yang berkomplikasi

    menjadi ambliopia dan strabismus sekaligus. Pada

    distribusi ambliopia dan atau strabismus berdasarkan

    derajat anisometropia, mayoritas terjadi pada

    anisometropia sedang dan tinggi.

    Angka kejadian ini lebih rendah dari angka kejadian di

    negara lain di dunia. Namun, angka kejadian

    anisometropia dengan ambliopia atau strabismus

    tersebut tidaklah jauh berbeda dari angka kejadian pada

    penelitian di Rehabilitation Faculty of Shahid Beheshti

    Medical University yaitu 0,33% anisometropia dengan

    esotropia, 0,17% anisometropia dengan eksotropia, dan

    1,5% anisometropia dengan ambliopia. Sebaliknya,

    hasil yang berbeda ditunjukkan mengenai angka

    kejadian ambliopia dan strabismus pada anisometropia,

    yaitu didapatkan 0,34% kejadian anisometropia yang

    disertai ambliopia dan strabismus.11 Kemungkinan

    perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan metode

    penelitian dan besar sampel yang digunakan. Pengaruh

    dari ras pada anisometropia ambliopia belum dapat

    dipastikan karena belum adanya penelitian mengenai

    distribusi ras atau etnis pada anisometropia.12

    5. Kesimpulan

    Prevalensi anisometropia di Poliklinik Mata Subdivisi

    Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

    tahun 2009-2013 di bawah prevalensi dunia dan

    prevalensi anisometropia di Sumatera. Proporsi

    strabismus dan ambliopia pada anisometropia di

    Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr.

    Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 mirip

    dengan proporsi di penelitian lainnya.

    Daftar Acuan

    1. Ostadimoghaddam H et al. The prevalence of anisometropia in population base study. Acta

    Ophthalmol, 2010; 20(4): 152-157.

    2. Anggraeni N. Prevalensi Ambliopia dan Sebaran Faktor Ambliogenik. Tesis pada Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit

    Cipto Mangun Kusumo Jakarta yang tidak

    dipublikasikan, 2006.

    3. Saw SM et al. Prevalence rates of refractive errors in Sumatera, Indonesia. Invest Ophthalmol Vis Sci

    2002; 43: 31743180.

    4. Sloane AE. Manual of Refraction Third Edition. Boston: Little Brown and Company, 2002.

    5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.

    6. Heiting G, Lee J, Bailey G, dan Thompson V. Amblyopia (online). http://www.allaboutvision.com/

    conditions/amblyopia.htm. 2014.

    7. American Optometric Association. Optometric Clininal Practice Guideline: Care of The Patient with

    Amblyopia. USA: American Optometric

    Association, 2010.

    8. Trianto W. Ambliopia Pada Anak Sekolah Dasar Dengan Kelainan Refraksi Di Daerah Istimewa

    Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran

    Universitas Gajah Mada, 2006.

    9. Chia A et al. Prevalence of amblyopia and strabismus in young Singaporean Chinese children.

    Invest Ophthalmol Vis Sci 2010; 51(7): 3411-3417.

    10. Linke JS, Richard G, dan Katz T. Prevalence and associations of anisometropia with spherical

    ametropia, cylindrical power, age, and sex in

    refractive surgery candidates. Invest Ophthalmol Vis

    Sci 2011; 52(10): 7538.

    11. Akhgary M et al. Prevalence of strabismic binocular anomalies, amblyopia and anisometropia at

    Rehabilitation Faculty of Shahid Beheshti Medical

    University. J Optom 2011; 4(3): 110114.

    12. Barrett BT, Bradley A, dan Candy TR. The relationship between anisometropia and amblyopia.

    Prog Retin Eye Res 2013; 36: 120158.

    13. Dobson V et al. Anisometropia Prevalence in a Highly Astigmatic School-Aged Population. Optom

    Vis Sci 2008; 85(7): 512-519.

    14. Pan CW, Ramamurthy D, dan Saw SM. Worldwide prevalence and risk factors for myopia. Ophthalmic

    Physiol Opt 2012; 32(1): 3-16.

    15. American Academy of Ophthalmology. Myopia (online). http://eyewiki.aao.org/Myopia. 2014.

    16. American Optometric Association. Myopia (online). http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-visi

    on-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/

    myopia?sso=y. 2014.

    http://www.allaboutvision.com/%20conditions/amblyopia.htmhttp://www.allaboutvision.com/%20conditions/amblyopia.htmhttp://eyewiki.aao.org/Myopia.%202014http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-visi%20on-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/%20myopia?sso=yhttp://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-visi%20on-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/%20myopia?sso=yhttp://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-visi%20on-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/%20myopia?sso=y