1 limbah.pdf

64
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH DI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA WAY BERULU, LAMPUNG IKA KARTIKA F34070092 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: sean-harris

Post on 09-Aug-2015

144 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

limbah adalah sisa hasil produksi yang tidak mempunyai nilai ekonomis

TRANSCRIPT

Page 1: 1 limbah.pdf

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN

PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH

DI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERKEBUNAN

NUSANTARA VII UNIT USAHA WAY BERULU, LAMPUNG

IKA KARTIKA

F34070092

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Page 2: 1 limbah.pdf

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH

DI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERKEBUNAN

NUSANTARA VII UNIT USAHA WAY BERULU, LAMPUNG

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN

Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan Praktek Lapangan pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IKA KARTIKA

F34070092

Disetujui

Bogor, Desember 2010

Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng

Dosen Pembimbing Akademik

Page 3: 1 limbah.pdf

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Lapangan ini. Laporan ini

didedikasikan untuk Kedua orang tua penulis, ayah Yanizar Matropi dan bunda Tetty Widyastoety

serta adik tersayang Muhammad Iqbal Immadudin yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk

penulis.

Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk om Herman Bandarsyah dan tante Lies Herawati

beserta kedua sepupu, Destia Herlisya dan Vita Kharunissa yang telah memberikan rumah kedua yang

nyaman, aman, dan tentram selama Praktek Lapangan. Dalam kesempatan ini penulis juga

menyampaikan ucapan teima kasih kepada orang-orang di bawah ini :

1. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan ini.

2. Ir. Tjoki GH. Harahap selaku Manajer Unit Usaha Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII

Unit Usaha Way Berulu yang telah memberikan izin Praktek Lapangan.

3. Iyushar Ganda Saputra, S.E selaku Sinder TUK Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII

Unit Usaha Way Berulu yang telah memberikan izin serta bimbingan selama waktu

pelaksanaan Praktek Lapangan.

4. Budi Yusuf Kumoro selaku Sinder Pengolahan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII

Unit Usaha Way Berulu yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama waktu

pelaksanaan Praktek Lapangan serta pada waktu penulisan laporan Praktek Lapangan.

5. Bapak Puri Kifli yang telah memberikan bimbingan, informasi, dan pelajaran tentang hidup

selama Praktek Lapangan.

6. Keluarga Bapak Sarimin dan Ibu Aminah yang telah memberikan rumah singgah selama

Praktek Lapangan.

7. Ismi Arif Prasetyo, Susilo Anggit Wicaksono, Prasetyo Broto Saputro, Roby Yunanda

Atmanegara, Franklin J. Nainggolan, Nengsa Aji, Dwi Setya Atmaja, Alfiansyah, Tohom

Kristian Silitonga, Farid Mustofa, Afrida Sakti Batubara, Thomas Bangkit, Hendri Danu

Setianto, Edy Santoso, dan kawan-kawan yang telah memberikan bimbingan dan motivasi

selama Praktek Lapangan.

8. Elizdya S. Situmorang, Astrid, Titis, Dwi, Fandi, Hendra, Zaenul, Sandro, Vicko, Fikriadi,

Erik, Yuga, Joni, dan Rohmat atas kebersamaannya selama pelaksanaan Praktek Lapangan.

9. Pak Hamzah (Abah), Pak Samsoyo, Ibu Asmawati, Ibu Suratinem, Mas Aaf, Pak Rumsah,

Ibu Tinur, Pak Daliyo, Pak Manulang, Pak Purba, dan seluruh staf UU Way Berulu, terima

kasih atas kebaikan dan keramahannya selama Praktek Lapangan.

10. Pa’de dan Mas Jum yang selalu menyediakan teh di pagi hari selama Praktek Lapangan.

Terima kasih untuk seluruh pihak telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu. Semoga tulisan ini bermanfat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2010

Penulis

Page 4: 1 limbah.pdf

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................... iv

DAFTAR TABEL....................................................................................... vi

DAFTAR GRAFIK …………………………………………………………. vii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..……. viii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………...……. xi

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG…………………………………………………... 1

B. TUJUAN………………………………………………………………… 1

C. PELAKSANAAN

1. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN……………………….. 1

2. METODE PELAKSANAAN..………………………………………. 2

3. ASPEK YANG DIKAJI……………………………………………… 2

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN.……………….. 3

B. LOKASI DAN TATA LETAK….………………………………………. 4

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN.………………….……… 4

D. KETENAGAKERJAAN..……………………………………………….. 6

III. PROSES PENGOLAHAN KARET REMAH (HIGH GRADE)

A. PENGOLAHAN BASAH

1. PENERIMAAN LATEKS................................................................. 8

2. PENGGUMPALAN LATEKS.......................................................... 10

3. PENGGILINGAN DAN PEREMAHAN.......................................... 12

B. PENGOLAHAN KERING

1. PENGISIAN BOX DRYER DAN PENGERINGAN……….……….. 13

2. BONGKAR REMAHAN KARET REMAH……...…………….….. 15

3. PENIMBANGAN DAN PENGEPRESAN BALE...……………..… 16

4. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN BALE…….………….… 16

5. PENGGUDANGAN SIR.…………………………………….…….. 17

IV. PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH

A. LIMBAH PADAT.................................................................................. 18

B. LIMBAH CAIR...................................................................................... 19

C. LIMBAH GAS........................................................................................ 25

D. LIMBAH B3........................................................................................... 26

Page 5: 1 limbah.pdf

v

V. PEMBAHASAN

A. SUMBER LIMBAH DARI PROSES PENGOLAHAN KARET

REMAH (HIGH GRADE)…………………………………………….... 27

B. PENANGANAN LIMBAH PADAT…………………………………... 29

C. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR…...………………………………… 29

D. PENANGANAN LIMBAH GAS……………………………………… 37

E. PENANGANAN LIMBAH B3……………………………………….… 39

F. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH…………………………………... 39

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN....................................................................................... 41

B. SARAN................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 42

LAMPIRAN................................................................................................ 43

Page 6: 1 limbah.pdf

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produk yang dihasilkan Perusahaan Perseroan (Persero)

PTPN VII…………………………………………................................ 3

Tabel 2. Realisasi produksi karet PTPN VII (Persero) UU Way Berulu

2005 s/d Juni 2010..……………………………………………….…… 4

Tabel 3. Sebaran pekerja PTPN VII (Persero) UU Way Berulu

berdasarkan status dan bidang kerja, 2009..…………………….…….. 6

Tabel 4. Jam kerja karyawan Perusahaan Perseroan PTPN VII (Persero)

UU Way Berulu, 2010………………………………………………..... 7

Tabel 5. Data Sarana Pengolahan Limbah…………………………………….... 20

Tabel 6. Sumber Limbah dari Proses Produksi Karet Remah……………….….. 27

Tabel 7. Analisa Limbah Cair Outlet PPKR Way Berulu, 2010……….……..… 34

Tabel 8. Pemanfaatan Limbah…………………………………………………… 39

Page 7: 1 limbah.pdf

vii

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Analisa Parameter COD Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu

Periode Januari – Juli 2010………………………………………..…… 35

Grafik 2. Analisa Parameter BOD5 Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu

Periode Januari – Juli 2010…….………………………………….…… 35

Grafik 3. Analisa Parameter TSS Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu

Periode Januari – Juli 2010….…………………………………………. 36

Grafik 4. Analisa Parameter NH3-N Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu

Periode Januari – Juli 2010…………………………………………….. 36

Grafik 5. Analisa Parameter N-Total Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu

Periode Januari – Juli 2010……………………………………………... 37

Grafik 6. Analisa Parameter pH Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu

Periode Januari – Juli 2010……………………………………………... 37

Page 8: 1 limbah.pdf

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Jembatan Timbang…………………………………………………... 8

Gambar 2. Penuangan Lateks Kebun…………………………………………… 9

Gambar 3. Pengujian KKK (Kadar Karet Kering)……………………………… 9

Gambar 4. Pipa saluran dari Bulking Tank……………………………………… 10

Gambar 5. Penuangan Lateks ke bak Koagulasi………………………………... 10

Gambar 6. Lateks dalam Bak Koagulasi………………………………………... 11

Gambar 7. Koagulum Padat (a) dan Koagulum Kurang Padat (b)…………….. 11

Gambar 8. Penarikan Koagulan ke dalam mobile crusher…………………….. 11

Gambar 9. Proses Pendorongan dari Mobil Crusher ke Proses

Peremahan ……….……………………………………...………….. 12

Gambar 10. Crepper I (a) dan Crepper II (b)………………………………….. 12

Gambar 11. Crepper Hammer Mill……………………………………………... 13

Gambar 12. Hammer Mill (a), Vortex Pump (b) dan Static Screen (c)……….. 13

Gambar 13. Pemasukan Karet Remah ke dalam Boks (a)

Pemasukkan Boks ke Dryer (b)…………………………………... 14

Gambar 14. Dryer……………………………………………………………….. 14

Gambar 15. pembongkaran dari Boks (a), Extra Cooling Fan (b)……………. 15

Gambar 16. Penimbangan Bale…………………………………………………. 15

Gambar 17. Balling Press…………………………………………………….… 16

Gambar 18. Proses Pengemasan………………………………………………… 16

Gambar 19. Susunan Bale………………………………………………………. 17

Gambar 20. Gudang dan Forklift……………………………………………….. 17

Gambar 21. Pengutipan dari Rubber Trap …………………………………….. 18

Gambar 22. Tempat Pengumpulan Lump………………………………………. 19

Gambar 23. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)……………………… 21

Gambar 24. Kolam Rubber Trap I dan II………………………………………. 22

Gambar 25. Kolam Anaerobik I dan II……………………………………….… 22

Gambar 26. Kolam Fakultatif I dan II………………………………………….. 23

Gambar 27. Kolam Aerobik I dan II…………………………………………… 24

Gambar 28. Kolam Recycling ………………………………………………….. 24

Gambar 29. Cerobong Asap dari Dryer ………………………………………... 25

Gambar 30. Pembuangan Gas dari Mesin Genset……………….………….…. 25

Gambar 31. Tempat penyimpanan sementara Limbah B3……….…………… 26

Gambar 32. Parit Menuju IPAL …………………………………….………….. 28

Gambar 33. Busa pada Air Pencuci …………………………………………… 28

Gambar 34. Turbo Jet Aerator Pada Kolam Fakultatif II……………………… 32

Page 9: 1 limbah.pdf

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII…. 43

Lampiran 2. Lay Out Pabrik Pengolahan Karet Remah PTPN VII

Unit Usaha Way Berulu …………………………..……………… 44

Lampiran 3. Diagram Alir Proses Pengolahan SIR 3L/3WF …………….…….. 45

Lampiran 4. Tabel Nilai Kadar Karet Kering (KKK %)………………….……. 46

Lampiran 5. Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair…………………………… 47

Lampiran 6. Penerimaan dan Pengiriman Lump Bokar Muat CL/Lump,

Pengiriman ke UU Pewa Bulan Januari-Juli 2010………………. 48

Lampiran 7. Hasil Pengujian Kualitas Udara Emisi……………………………. 49

Lampiran 8. Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient, Kebauan, Kebisingan,

dan Getaran………………………………………………….…….. 50

Lampiran 9. Neraca Limbah B3………………………………………………… 52

Page 10: 1 limbah.pdf

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap tahun industri di Indonesia semakin berkembang. Dunia industri telah memberikan

manfaat bagi negara, khususnya dalam pendapatan untuk devisa negara. Karet merupakan

komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa

Indonesia. Industri pengolahan karet merupakan salah satu industri yang berkembang dengan baik

di Indonesia. Pengolahan karet menggunakan lateks sebagai bahan baku, dalam pengolahannya

lateks ditambahkan berbagai macam bahan kimia agar menjadi produk karet yang diinginkan.

Pengolahan lateks di Indonesia diolah menjadi berbagai produk, seperti lateks pekat,

remah,dan lembaran. Karet remah merupakan produk yang sedang dikembangkan di Indonesia.

Karet remah memiliki keunggulan dibandingkan dengan karet konvensional, yaitu kualitas mutu

lebih baik, lebih seragam, dan proses pengolahannya lebih singkat. Pabrik Pengolahan Karet

Remah (PPKR) Unit Usaha Way Berulu merupakan salah satu pabrik yang mengolah komoditi

karet menjadi karet remah dengan jenis mutu SIR (Standard Indonesian Rubber) 3L dan SIR 3

WF.

Pada pengolahan lateks menjadi produk karet umumnya menghasilkan limbah. Limbah

industri karet yang dihasilkan dalam bentuk gas, cairan maupun padat yang semuanya dalam batas-

batas tertentu dapat membahayakan kesehatan manusia serta cenderung menurunkan kualitas

lingkungan seperti air, udara, tanah dan semua yang terkandung di dalamnya. Limbah industri

karet yang berpotensial untuk mencemari lingkungan lebih besar adalah limbah cair. Limbah

dalam bentuk padat, gas, dan B3 juga berpotensial untuk mencemari lingkungan sekitar. Oleh

karena itu, penanganan dan pengolahan limbah yang baik sangat diperlukan suatu industri

khususnya industri karet.

B. TUJUAN

Tujuan dilaksanakannya Praktek Lapangan ini adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh pengalaman kerja sesuai dengan bidang profesi teknologi industri pertanian,

serta melatih mahasiswa agar dapat beradaptasi dalam dunia industri.

2. Mengamati dan mempelajari teknologi proses produksi SIR 3 L dan 3 WF serta aspek

penanganan dan pengolahan limbah di Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan

Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu, Lampung.

3. Menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat, terutama dalam aspek penanganan dan

pengolahan limbah, dengan praktek secara nyata sebagai bekal dalam menghadapi dunia

kerja.

C. PELAKSANAAN

1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan Praktek Lapangan ini dilaksanakan di Perusahaan Perseroan (Persero) PT

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu, Lampung. Waktu pelaksanaan dilakukan

selama 40 hari kerja efektif antara tanggal 1 Juli sampai dengan 18 Agustus 2010.

2. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam Praktek Lapang ini adalah sebagai berikut:

Page 11: 1 limbah.pdf

2

a. Pengamatan di Lapangan

Kegiatan yang dilakukan dengan mengamati secara langsung dengan

menitikberatkan pada penanganan dan pengolahan limbah yang diterapkan oleh

perusahaan.

b. Wawancara

Wawancara ini dilakukan sebagai upaya pengumpulan data dan informasi yang

berhubungan dengan aspek yang dipelajari. Kegiatan ini dilakukan terhadap pihak-pihak

terkait dengan topik yang diambil.

c. Praktek Langsung

Praktek langsung ini dilakukan dengan ikut berperan serta dalam kegiatan di

lapangan untuk melatih kemampuan dan meningkatkan kemampuan teknis mahasiswa

tentang aktivitas yang dikerjakan serta menerapkan ilmu yang telah dipelajari.

d. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi dan literatur yang berkaitan

dengan kegiatan yang dilakukan dan membandingkan dengan situasi yang terjadi di

lapang.

3. Aspek yang dikaji

Aspek yang akan dipelajari selama kegiatan Praktek Lapangan ini adalah sebagai

berikut:

a. Aspek Umum

Aspek yang dikaji secara umum mengenai sejarah dan perkembangan

perusahaan, lokasi dan tata letak pabrik, susunan dan struktur organisasi perusahaan,

ketenagakerjaan dan peraturan kerja, serta keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Aspek Khusus

Pengkajian secara khusus dilakukan terhadap aspek pengelolaan limbah industri

di Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

yang mencakup aspek penanganan dan pengolahan limbah industri di lingkungan industri

di Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu.

Page 12: 1 limbah.pdf

3

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII merupakan Badan Usaha

Milik Negara (BUMN). Perusahaan Perseroan ini membudidayakan komoditi perkebunan antara

lain tanaman kelapa sawit, karet, teh, kakao, kelapa hibrida, dan tebu (Tabel 1). Perusahaan

Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII ini memiliki kantor pusat di Bandar Lampung.

Tabel 1. Produk yang dihasilkan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII

Komoditi Hasil Pengolahan

Kelapa sawit Minyak sawit, Inti sawit, dan Minyak inti sawit

Karet RSS I, II, III, SIR 3CV, 3L, 3WF, serta SIR 10 dan 20

Tebu Gula dan Tetes

Teh Mutu BOP, BOPF, PF, BT, BP, Dust, BP 2, bt 2, PF 2, dan Dust 2

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

merupakan salah satu perusahaan perkebunan milik pemerintah Belanda yang diambil-alih,

berada di Sumatera bagian Selatan, yang terdiri dari Unit Usaha Way Berulu, Unit Usaha Way

Lima dan Unit Usaha Tulung Buyut, di mana perkebunan-perkebunan ini dikelola oleh Watering

Luber, sedangkan perusahaan milik Roterdam yang dikelola International adalah Perkebunan

Rejosari, Bekri, Musi Landas, dan Perkebunan Trikora. Pada tahun 1962 perkebunan-perkebunan

ini dikelompokkan berdasarkan komoditi yang dibudidayakan.

Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu adalah salah satu

Unit Usaha dari 28 Unit Usaha yang dikelola Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan

Nusantara VII. Dasar hukum Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu

adalah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 dan Akte Pendirian

Perusahaan oleh Notaris Harun Kamil, SH dengan akte Nomor 40 tanggal 11 Maret 1996. Unit

Usaha ini berasal dari nasionalisasi Perusahaan Perkebunan milik Belanda yang dilaksanakan

serentak oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 3 Desember 1957. Perusahaan

Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu, bergerak di bidang perkebunan dan

pengolahan karet. Hasil pengolahan karet berupa karet remah (crumb rubber) yaitu dalam bentuk

produk SIR (Standard Indonesian Rubber).

Pada awalnya, Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu

memproduksi Ribbed Smoke Sheet (RSS). Pada tahun 1980 pemerintah Indoneria mendirikan

Pabrik Pengolahan Karet Remah (PPKR) yang mulai dioperasikan pada tahun 1982 dengan

kapasitas 30 ton KK/hari dan produksi Ribbed Smoke Sheet (RSS) pun dihentikan. Pada tahun

1988 pemerintah Indonesia mendirikan pabrik pengolahan lateks pekat di Perusahaan Perseroan

(Persero) PTPN VII Unit Usaha Way Berulu dan mulai dioperasikan pada pertengahan tahun

1989 dengan kapasitas 20 tonKK/hari.

Unit Usaha Way Berulu mengolah karet remah menjadi produk SIR 3 L dan 3 WF.

Produksi lateks pekat dilakukan jika ada pesanan dari pihak pembeli, akan tetapi pada tahun 1998

produksi lateks pekat dihentikan karena permintaan pasar yang sedikit dan biaya produksi yang

cukup tinggi.

Page 13: 1 limbah.pdf

4

Produk SIR di ekspor ke Negara-Negara Asia, Amerika, dan Eropa, diantaranya yaitu

Jepang, Taiwan, China, Singapura, Brazil, Argentina, Amerika (Los Angeles, San Fransisco), dll.

Selain mengolah lateks, Unit Usaha Way Berulu juga memproduksi tanaman kakao. Tanaman

kakao yang diproduksi lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan benih di Indonesia wilayah

timur. Realisasi produksi karet Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way

Berulu tahun 2005 s.d Juni 2010 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Realisasi produksi karet PTPN VII (Persero) UU Way Berulu Tahun 2005 s/d Juni 2010.

Uraian

Realisasi (kg) % Terhadap

Target Luas

(Ha) Total Produksi (kg)

Produktivitas

(kg/Ha)

2005 1.650 2.466.274 1.481 104

2006 1.665 2.191.131 1.380 91

2007 1.587 2.293.470 1.602 96

2008 1.300 2.330.494 1.793 106

2009

s/d Juni 2010

1.188

1.362

2.753.336

1.829.819

2.318

1.343

125

100

Sumber : PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu, 2010

Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa total produksi dan produktivitas karet

sampai dengan bulan Juni 2010 mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, namun

tanaman karet pada Unit Usaha Way Berulu tidak pernah mengalami kekurangan bahan baku

karena memiliki areal perkebunan yang cukup luas yang tersebar di 4 (empat) afdeling.

B. LOKASI DAN TATA LETAK

Unit Usaha Way Berulu berlokasi di Desa Kebagusan Kecamatan Gedongtataan

Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung. Ketinggian tempat 150 m di atas permukaan laut,

topografi datar, sedikit bergelombang dan berbukit.

Jarak Unit Usaha Way Berulu ke kantor direksi adalah 20 Km. Sebelah utara berbatasan

dengan Desa Tanjungrejo, Kalirejo dan Suka Banjar. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa

Wiyono dan Kebagusan. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Bagelen, Gedongtataan,

Sukaraja, dan Bogorejo. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Taman Sari, Bernung dan Sungai

Langka.

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

Struktur organisasi di Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way

Berulu mengikuti bentuk organisasi garis dan staf. Terdapat tiga komponen utama dalam

organisasi garis dan staf ini, yaitu pimpinan, pembantu pimpinan atau staf dan pelaksana. Struktur

secara vertikal, artinya garis komando dari atas ke bawah, sedangkan garis pertanggung jawaban

dari bawah ke atas.

Unit Usaha Way Berulu dipimpin oleh seorang Manajer Unit Usaha, dibantu oleh 1

(satu) Sinder Kepala (Sinka) dan 9 (Sembilan) Sinder yaitu Sinder Tanaman Afdeling I s.d. IV,

Sinder Pembibitan, Sinder Tata Usaha dan Keuangan (TUK), Sinder SDM & Umum, Sinder

Page 14: 1 limbah.pdf

5

Teknik, dan Sinder Pengolahan. Manajer Unit Usaha juga dibantu oleh Kepala Laboratorium.

Sinka Tanaman akan dibantu oleh beberapa Sinder Tanaman.

Unit Usaha Way Berulu terdiri dari empat afdeling dan satu bagian pembibitan. Setiap

afdeling dipimpin oleh seorang Sinder yang bertanggungjawab kepada Sinka Tanaman. Setiap

Sinder yaitu Sinder Tanaman per afdelingnya, Tehnik, dan Pengolahan dibantu oleh seorang

Mandor Besar, Mandor Besar tersebut dibantu oleh krani dan mandor yang membawahi beberapa

pekerja. Sinder TUK dan Sinder SDM & Umum akan dibantu oleh krani-krani kepala yang

membawahi krani-krani dan beberapa pekerja.

Tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut:

a. Manajer Unit Usaha

Manajer bertugas memimpin dan mengelola unit pelaksana sesuai dengan kebijakan

direksi, mengelola dan menjaga aset perusahaan secara efektif dan efisien, dan

mengkoordinasi penyusunan Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP), Rencana

Kegiatan Operasional (RKO), dan Surat Permohonan Modal Kerja (SPMK) serta mengawasi

pelaksanaannya. Manajer bertanggung jawab atas mutu hasil kerja.

b. Sinder Kepala Tanaman

Sinder Kepala Tanaman bertugas membantu manajer dalam mengkoordinir semua

sinder tanaman dan bertanggung jawab dalam penyusunan RKAP, RKO, dan SPMK di

bidang tanaman. Selain itu, Sinder Kepala Tanaman membantu manajer dalam pengawasan

dan pelaksanaan teknis tanaman dan mengevaluasi hasil kegiatan afdeling-afdeling dan

rencana tindak lanjut hasil evaluasi serta membuat laporan hasil kerja kepada manajer.

c. Sinder Tanaman

Sinder Tanaman bertugas mengkoordinir segala kegiatan mulai dari pengolahan

tanah sampai dengan panen (termasuk angkut) di afdelingnya. Selain itu, sinder tanaman juga

mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja di afdeling, kegiatan pengendalian pemakaian biaya

di afdeling serta membuat dan menyampaikan Daftar Penilaian Prestasi Kerja (DP2K)

bawahannya kepada Manajer Unit Usaha melalui Sinder Kepala Tanaman.

d. Sinder Tata Usaha dan Keuangan (TUK)

Sinder TUK bertugas membantu manajer dalam mengkoordinir dan mengawasi

pelaksanaan administrasi keuangan umum dan kesehatan. Selain itu, Sinder TUK bertugas

melaksanakan pembukuan dan administrasi serta pelayanan laporan manajemen,

melaksanakan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta mengevaluasi

pelaksanaan pengadaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang berikut administrasinya.

e. Sinder Sumber Daya Masyarakat (SDM) & Umum

Sinder SDM dan Umum bertugas membantu Kepala Tata Usaha, Keuangan, dan

Umum dalam pelaksanaan administrasi personalia, kesejahteraan pekerja serta tugas-tugas

lainnya yang bersifat umum di Unit Pelaksana Perusahaan. Selain itu, betugas mengesahkan

laporan pekerja harian, daftar pembagian upah dan laporan manajemen afdeling.

f. Sinder Teknik

Sinder Teknik bertugas memimpin segala kegiatan di bidang teknik, mengkoordinir

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pengoperasian, pemeliharaan mesin atau instalasi

pabrik sesuai dengan prosedur norma di bidang teknik. Selain itu, sinder teknik bertanggung

jawab dalam penyusunan RKAP, RKO, dan SPMK di bidang teknik, melaksanakan

pengendalian pemakaian biaya bidang teknik dengan persetujuan perusahaan, dan

mengevaluasi hasil kerja di bidang teknik.

Page 15: 1 limbah.pdf

6

g. Sinder Pengolahan

Sinder Pengolahan bertugas memimpin segala kegiatan di bidang pengolahan,

mengkoordinir perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian alat instalasi pabrik serta proses

pengolahan sesuai prosedur norma, ketentuan yang berlaku serta menyelenggarakan

pengawasan dan bertanggung jawab di bidang pengolahan. Selain itu, Sinder Pengolahan

juga bertanggung jawab dalam penyusunan RKAP. RKO, dan SPMK di bidang pengolahan.

h. Sinder Afdeling

Sinder Afdeling bertugas memimpin bagian kebun untuk mengelola budidaya agar

menghasilkan produksi sesuai dengan target mutu dan jumlah yang telah ditentukan.

i. Kepala Laboratorium

Kepala laboratorium bertugas memimpin segala kegiatan yang berhubungan dengan

analisa, seperti bertanggung jawab atas penetapan jenis produk yang diperiksanya dan

melaksanakan hasil pemeriksaan hasil pengolahan secara cermat guna menjaga kualitas yang

tinggi.

j. Krani

Krani bertugas membantu asisten dalam pelaksanaan kegiatan kantor yang berkaitan

dengan adminstrasi dan keuangan kebun maupun pabrik.

k. Mandor Besar

Mandor Besar bertugas membawahi mandor-mandor di lapangan guan memudahkan

konsolidasi kepada Sinder.

l. Mandor

Mandor bertugas membantu Mandor Besar kebun, teknik, dan pengelohan dalam

pelaksanaan dan pengawasan secara langsung di lapangan.

m. Karyawan Bagian Kantor

Karyawan bagian kantor betugas membantu Sinder TUK dan Sinder SDM & Umum

dengan mengelola penerimaan dan penggunaan kerja kebun serta melaksanakan rencana

anggaran belanja bagian kantor.

D. KETENAGAKERJAAN

Komposisi pekeja di bagi berdasarkan golongan dan bidang kerjanya. Bidang kerja

terbagi atas 5 bagian, yaitu tanaman, kantor induk, teknik, pengolahan, dan laboratorium. Jumlah

pekerja dari bagian tanaman adalah sebanyak 366 orang, bagian kantor induk adalah sebanyak 48

orang, bagian teknik adalah sebanyak 50 orang, bagian pengolahan adalah sebanyak 88 orang,

dan bagian laboratorium adalah sebanyak 9 orang. Adapun bidang kerjanya yang disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran pekerja PTPN VII (Persero) UU Way Berulu berdasarkan status dan bidang

kerja (2009).

Uraian Golongan

Tetap Honor Jumlah III A – IV D I A – II D

Bid. Tanaman

Kantor Induk

Bid. Teknik

Bid. Pengolahan

Laboratorium

5

4

1

1

370

43

50

87

9

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

375

47

51

88

9

Jumlah 11 559 570

Sumber : PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

Page 16: 1 limbah.pdf

7

Berdasarkan Tabel 3. maka dapat diketahui bahwa banyaknya pekerja di Unit Usaha

Way Berulu dari 5 bidang tersebut sebanyak 570 orang yang telah diambil berdasarkan data

terakhir pada tahun 2009.

Jam kerja karyawan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Way

Berulu sesuai dengan surat edaran nomor : Wabe/SE/002/2009 dikeluarkan tanggal 14 April

2009 menerangkan bahwa berdasarkan perjanjian kerja bersama (PKB) antara SPPN VII

dengan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII periode 2008-2009,

maka dalam melaksanakan kegiatannya perusahaan menetapkan 40 jam per minggu atau tujuh

jam per hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Untuk meningkatkan dan menjaga

kedisiplinan karyawan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu menetapkan jam

kerja untuk karyawan dibagi menjadi 3 bagian yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jam kerja karyawan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII UU Way Berulu

(2010).

Bagian Hari Shift Pukul

Kantor Sentral Senin – kamis

Jumat

Sabtu

-

-

-

-

-

07:00 – 12:00

13:00 – 15:00

07:00 – 11:30

13:30 – 15:00

07:00 – 13:00

Satpam Senin – Minggu I

II

III

06:00 – 14:00

14:00 – 22:00

22:00 – 06:00

Pengolahan Senin – Minggu I

II

06:00 – 13:00

13:00 – 20:00

Sumber : PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

Perusahaan Perseroan PTPN VII UU Way Berulu memiliki sarana sosial yang cukup

memadai. Sarana yang dimiliki UU Way Berulu adalah rumah ibadah, puskebun, koperasi,

gudang, ruang istirahat, lapangan tenis, lapangan bola kaki, lapangan bola voli, dan lapangan

bulu tangkis.

Page 17: 1 limbah.pdf

8

III. PROSES PENGOLAHAN KARET REMAH (HIGH GRADE)

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

memproduksi karet remah (crumb rubber), produknya adalah SIR (Standard Indonesian Rubber). SIR

yang diproduksi perusahaan ini ada 2 (dua) jenis yaitu SIR 3L (Light) dan SIR 3 WF (Whole Field).

Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi SIR berasal dari lateks Hevea brasiliensis, lateks

tersebut diolah dengan teknik mekanis dan kimiawi. Pembuatan SIR 3L dan 3WF meliputi pengolahan

basah dan pengolahan kering.

A. PENGOLAHAN BASAH

1. Penerimaan Lateks

Bahan baku Pabrik Pengolahan Karet Remah (PPKR) Way Berulu berasal dari

kebun Way Berulu, Bergen, dan Way Lima. Lateks kebun yang diterima harus segar dan

tidak menggumpal (bebas prakoagulasi) dengan penambahan amoniak dalam jumlah tertentu,

biasanya mobil pengangkut lateks kebun sampai ke pabrik pada pukul 12:00 WIB. Lateks

yang datang dari kebun ke pabrik harus ditimbang terlebih dahulu dengan Jembatan Timbang

(Gambar 1). Jembatan Timbang yang digunakan memiliki spesifikasi yaitu, kapasitas 20 ton.

Gambar 1. Jembatan Timbang

Lateks kebun yang telah ditimbang, kemudian dituangkan ke bulking tank yang

berkapasitas 20.000 Liter atau 20 Ton. Pencurahan lateks kebun dari tangki dalam truk

(Gambar 2) menggunakan talang dan perlu dilakukan penyaringan saat di masukkan ke

dalam bulking tank yaitu sebesar 20 mesh. Bulking Tank berfungsi sebagai tempat

menampung lateks yang dikirim dari kebun afdeling atau unit usaha lain dimana kadar karet

kering setiap lateks kebun berbeda – beda sehingga diperlukan pengenceran di bulking tank

untuk menghomogenkan lateks tersebut.

Page 18: 1 limbah.pdf

9

Gambar 2. Penuangan Lateks Kebun

Sebanyak 100 gram lateks diambil setelah 1/3 pencurahan untuk diuji kadar karet

keringnya (Gambar 3). Asam semut 90% dicampurkan ke dalam sampel sebanyak 2 – 3 tetes

dan diaduk sampai menggumpal, gumpalan karet tersebut digiling kira – kira 12 kali hingga

ketebalan 2 mm. Krep tersebut dikeringkan dengan lap dan ditimbang Kadar Karet Kering

dari lateks tersebut, perhitungannya dengan rumus sebagai berikut :

Nilai KKK dapat dilihat pada tabel perhitungan KK lateks Lampiran 4. KKK diencerkan

sekitar 18% - 20% dengan penambahan air sebagai pengencer, perhitungan pengenceran

sebagai berikut :

Gambar 3. Pengujian KKK (Kadar Karet Kering)

Volume dan KKK lateks telah diketahui, ditambahkan larutan Sodium Metabisulfit (SMB)

5% (dosis 0,5 kg/ton karet kering) di bulking tank dan asam format di bak penggumpalan.

Bulking Tank

Talang Lateks

Page 19: 1 limbah.pdf

10

Proses pengadukan dilakukan setelah penuangan dan pencampuran dengan SMB ke

dalam bulking tank, pengadukan dilakukan dengan alat pengaduk yaitu stirer pada bulking

tank selama ±15 menit untuk membuat lateks menjadi homogen dan menguapkan larutan

amoniak. Stirer yang digunakan memiliki kecepatan sebesar 1430 rpm. Sebelum memasuki

bak penggumpalan (koagulasi), lateks ditampung di penampung sementara sebelum

dicampurkan dengan asam format (Gambar 4).

Gambar 4. Pipa saluran dari Bulking Tank

2. Penggumpalan Lateks

Proses penggumpalan lateks dibantu dengan penambahan asam semut atau asam

format (HCOOH). Pencampuran asam format ke dalam lateks dengan cara matched flow

process. Proses ini adalah proses penggumpalan lateks dengan cara mengalirkan asam format

bersamaan dengan mengalirnya lateks melalui pipa ke dalam bak penggumpal (Gambar 5).

Dosis yang diberikan harus cukup untuk menggumpalkan lateks di dalam bak penggumpalan.

Gambar 5. Penuangan Lateks ke bak Koagulasi

Lateks yang telah tercampur dengan asam format tersebut didiamkan selama 4-5

jam agar menggumpal dengan sempurna. Bak penggumpalan terdapat sebanyak 32 unit

dengan ukuran 25x0,5x0,5 m3 dan memiliki kapasitas 4500-5000 L per bak (Gambar 6).

Konsentrasi yang diberikan pada saat penggumpalan adalah 2-3 L asam format / ton KK.

Bak Penampungan

Lateks sementara

Page 20: 1 limbah.pdf

11

Gambar 6. Lateks dalam Bak Koagulasi

Selama proses penggumpalan, lateks tersebut ditutup dengan terpal plastik per

individu dalam bak. Penutupan dengan terpal plastik bertujuan untuk menghindari proses

oksidasi pada lateks yang dapat menyebabkan timbulnya warna gelap pada hasil akhir karet

remah tersebut. Gumpalan yang dihasilkan harus cukup padat agar mempermudah proses

penggilingan dengan mobile crusher. Kepadatan lateks yang dihasilkan dipengaruhi oleh

mutu lateks yang dihasilkan dari kebun (Gambar 7).

Gambar 7. Koagulum Padat (a) dan Koagulum Kurang Padat (b)

3. Penggilingan dan Peremahan

Penggilingan akan dilakukan bila gumpalan lateks tersebut telah cukup kokoh dan

air bersih dialirkan ke dalam bak koagulasi agar gumpalan lateks yang akan digiling menjadi

terapung. Koagulan atau gumpalan lateks ditarik menggunakan alat penarik dan dimasukkan

ke dalam mobile crusher untuk dilakukan penggilingan (Gambar 8).

Gambar 8. Penarikan Koagulan ke dalam mobile Crusher

a b

Page 21: 1 limbah.pdf

12

Pada proses penggilingan, koagulan diusahakan untuk tidak terputus agar hasil yang

didapatkan baik dan memaksimalkan produktivitas dari mobile crusher itu sendiri. Setelah

dari proses penggilingan, gumpalan lateks tersebut didorong ke alat peremahan yaitu crepper

dan crepper hammer mill (Gambar 9). Mobile Crusher ini memiliki kapasitas sebesar 1,2

Ton per jam. Alat ini berfungsi untuk mengeluarkan kadar air yang terkandung di dalam

koagulan lateks, dari ketebalan awal sebesar 20-30 cm menjadi ketebalan akhir sebesar 3-5

cm.

Gambar 9. Proses Pendorongan Karet dari Mobile Crusher ke Crepper

Sebelum proses peremahan, terlebih dahulu dilakukan proses penipisan dengan

menggunakan crepper. Penipisan dilakukan hingga ketebalan krep yang keluar sebesar 5

mm. Crepper yang digunakan pada proses pembuatan karet remah adalah sebanyak 2 unit

dengan ukuran penipisan yang berbeda pada setiap crepper (Gambar 10). Belt conveyor

merupakan alat penanganan bahan yang digunakan untuk menghubungkan antara crepper I

dan crepper II. Kapasitas pada setiap crepper adalah 1,2 Ton per jam.

Gambar 10. Crepper I (a) dan Crepper II (b)

Crepper I melakukan penipisan krep menjadi 8 mm, lalu dilanjutkan dengan

crepper II menipiskan krep menjadi 6 mm. Penipisan hingga 5 mm dilakukan dengan

crepper yang terdapat di dalam crepper hammer mill (Gambar 11).

a

b

Page 22: 1 limbah.pdf

13

Gambar 11. Crepper Hammer Mill

Proses peremahan dilakukan dengan peralatan hammer mill, bak pembersih, vortex

pump, dan static screen. Remahan yang dihasilkan crepper hammer mill adalah sebesar 1,2

cm butiran yang seragam dengan kepasitas 1 ton per jam. Setelah crepper hammer mill

terdapat bak pembersih yang dilengkapi dengan semprotan untuk digunakan sebagai

pembersih remahan hasil dari crepper hammer mill.

B. PENGOLAHAN KERING

1. Pengisian Box Dryer dan Pengeringan

Remahan yang dihasilkan oleh crepper hammer mill dipindahkan dari bak

pembersih ke dalam box dryer menggunakan alat vortex pump (Gambar 12b) dan static

screen (Gambar 12c). Vortex pump digunakan untuk proses perpindahan remahan karet dari

hammer mill ke box dryer dengan dilewatkan melalui static screen yang berfungsi untuk

mengurangi kadar air karet tersebut. Static screen merupakan alat yang digunakan untuk

memisahkan air dengan remahan karet yang dihisap oleh vortex pump sehingga karet yang

dimasukkan ke dalam box dryer tidak tercampur dengan air terlalu banyak. Sebagian air yang

terbawa oleh vortex pump akan disirkulasikan kembali ke crepper hammer mill, sedangkan

karet remah akan turun ke bawah bersama dengan sebagian kecil air yang tersisa menuju ke

box dryer.

Gambar 12. Hammer Mill (a), Vortex Pump (b) dan Static Screen (c)

Crepper (5 mm)

Hammer Mill

a

b

c

Page 23: 1 limbah.pdf

14

Remahan karet yang keluar dari static screen diisikan ke dalam boks pengering

sebelum dilakukan pengeringan (Gambar 13a). Pengisian ke dalam boks ini harus rata dan

tidak dipadatkan (Gambar 13b). Hal ini perlu dilakukan agar udara panas dapat masuk secara

merata. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan dryer.

Gambar 13. Pemasukan Karet Remah ke dalam Boks (a), Pemasukkan Boks ke Dryer (b)

Dryer terdiri atas 14 boks dilengkapi dengan pemanas dan cooling fan (Gambar 14).

Pengeringan dengan dryer dilakukan selama 3,5 - 4 jam dengan temperatur 118 – 120oC dan

interval waktu keluar boks adalah 15 menit. Dryer terdiri dari burner sebagai sumber

pemanas dengan berbahan bakar solar, blower yang berfungsi untuk meratakan udara panas

dari burner, dan badan dryer yang memiliki 2 sekat, sekat depan untuk sirkulasi udara basah

karena remahan karet yang masuk masih basah, dan sekat belakang untuk sirkulasi udara

kering. Sirkulasi udara basah akan dibuang melalui exhause, sedangkan udara kering

disirkulasikan kembali masuk dalam dryer. Setelah keluar dari dryer, karet dalam boks

tersebut didinginkan hingga temperaturnya menjadi 40 oC dengan menggunakan cooling fan,

dan extra cooling fan. Kapasitas box dryer adalah 500 kg KK/jam.

Gambar 14. Dryer

2. Bongkar Remahan Karet Kering

Setelah proses pengeringan, boks yang berisi karet remah yang telah kering

dikeluarkan menggunakan alat ejector yang secara otomatis mengeluarkan karet remahan

a

b

Page 24: 1 limbah.pdf

15

dari dalam boksnya., kemudian karet remah di dinginkan kembali dengan menggunakan

extra cooling fan yang diletakan di atas meja sortir karet remah (Gambar 15).

Gambar 15. Pembongkaran dari Boks dan Extra Cooling Fan

Karet remah yang telah dikeringkan harus diperiksa secara visual pada bagian

tengahnya dan dipastikan tidak ada white spot, black spot, dan kontaminasi (benda selain

karet). Pemeriksaan dilakukan dengan cara membelah karet setelah diangkat dari boks atau

troli. Remahan yang akan dipres menjadi bale harus bebas cacat dan sedapat mungkin

berwarna seragam. Jika didapati remhan masih dalam keadaan mentah, maka remahan

tersebut dikeringkan kembali ke dalam dryer. Penyimpangan/cacat pada remahan

mengakibatkan karet tersebut mengalami penurunan standar mutu.

3. Penimbangan dan Pengepresan Bale

Penimbangan dilakukan untuk mengukur bobot karet remah yang akan dipres

(Gambar 16). Penimbangan ini dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Bobot

karet remah yang diukur adalah sebesar 33,33 kg dan 35 kg, disesuaikan dengan pemesanan

oleh konsumen.

Gambar 16. Penimbangan Bale

Karet remah di pres atau dikempa dengan alat balling press (Gambar 17). Pada saat

pengempaan, karet remah harus dalam keadaan dingin yaitu kurang dari 40 oC. Alat balling

press berfungsi untuk memadatkan karet remah yang keluar dari dryer menjadi balle padat

pada ukuran 70 cm x 35 cm x 7 cm.

Timbangan Digital

Page 25: 1 limbah.pdf

16

Gambar 17. Balling Press

4. Pengemasan dan Penyimpanan Bale

Bale yang telah dipress kemudian diberi pita mutu (sesuai dengan mutunya SIR 3L

atau SIR 3WF), setiap kelipatan 9 bale diambil sampel dengan potongan sudut diagonal

untuk dianalisa mutunya di laboratorium. Bale yang bebas cacat di bungkus dengan kantong

plastik transparan 0,03 mm atau sesuai dengan permintaan pembeli, kemudian bale

dimasukkan ke dalam pallet dilapisi plastik hitam 0,20 mm dan telah diberi nomor urut pallet

(Gambar 18). Pada setiap lapisan bale dipasangkan plastik interlayer transparan 0,10 mm

dan disusun sesuai dengan cara penyusunan bale. Pallet terbuat dari kayu (Fire Stone/FS)

dan plastik (Shrink Wrapped/SW) dengan dimensi 110x145x100 cm3, 1 pallet terdiri 36 bale

(6 lapisan).

Gambar 18. Proses Pengemasan

Pengaturan bale dalam kemasan pallet disesuaikan dengan prosedur SNI 06-1903-

2000 (revisi terakhir). Pengaturan bale ini dibedakan urutannya sesuai dengan susunannya

(Gambar 19).

Page 26: 1 limbah.pdf

17

Gambar 19. Susunan Bale

5. Penggudangan SIR

Seluruh Pallet sebelum dijual di masukkan ke dalam gudang, di gudang packing

pallet tersebut di pres (ditumpuk) dengan pallet berikutnya selama ± 24 jam, kemudian pallet

disusun kembali dan dicek untuk dilihat kualitasnya. Alat bantu dalam proses penggudangan

adalah forklift (Gambar 20).

Penyusunan dan penumpukkan pallet disusun menurut jenis mutunya. Pallet yang

disusun dibuat per baris menurut urutan nomor pallet yang sudah diberikan, hal ini dilakukan

untuk mempermudah dalam penunjukkan nomor. Antara baris dan dinding pallet dibuat jarak

minimal 40 cm, hal ini penting untuk dilakukan karena untuk mempermudah memeriksa dan

mencari nomor pallet. Penumpukkan pallet boleh dilakukan dengan maksimum

penumpukkan sebanyak 3 (tiga) tingkat, tetapi untuk kemasan dengan SW tidak dapat

ditumpuk. Penumpukkan kemasan SW hanya boleh dilakukan jika menggunakan rak besi

dengan tinggi 3 (tiga) tingkat. Gudang harus selalu dalam kondisi bersih.

Gambar 20. Gudang dan Forklift

Page 27: 1 limbah.pdf

18

IV. PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH

Limbah merupakan masalah penting bagi sebuah industri. Setiap pabrik pengolahan hasil

pertanian harus memperhatikan dampak-dampak limbah yang dihasilkan dari pengolahan terhadap

lingkungan ekologis. Pabrik pengolahan karet remah Unit Usaha Way Berulu mengeluarkan 4

(empat) jenis limbah yaitu limbah cair, emisi gas buang atau udara, limbah padat, dan limbah B3

(Bahan Berbahaya dan Beracun).

A. LIMBAH PADAT

Limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan karet remah, berasal dari proses

pemisahan getah karet yang tersisa dari air proses pengolahan karet remah pada kolam rubber

trap. Limbah padat dari hasil pengutipan pada kolam rubber trap (Gambar 21). Limbah padat

tersebut akan dipasarkan kembali melalui kantor Direksi Perusahaan Perseroan (Persero)

PTPN VII dengan sistem tender.

Gambar 21. Pengutipan dari Rubber Trap

Selain itu, limbah padat dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi yaitu pada

saat pemanenan lateks dari kebun. Saat pemanenan lateks dapat terjadi pembekuan lateks

secara alami sebelum sampai ke pabrik dan umumnya disebut sebagai lump. Lump-lump

tersebut dipisahkan dari lateks dan dikumpulkan di tempat pengumpulan lump (Gambar

22), untuk kemudian dikirim kembali ke pabrik pengolahan karet UU Pematang Kiwah

yang memproduksi jenis SIR 10 dan SIR 20 (Low Grade).

Page 28: 1 limbah.pdf

19

Gambar 22. Tempat Pengumpulan Lump

B. LIMBAH CAIR

Pabrik pengolahan karet remah unit usaha Way Berulu dengan kapasitas produksi

sebanyak 30 ton kk/hari. Limbah cair yang dikeluarkan antara 240 m3 sampai dengan 312 m

3.

Limbah cair pengolahan karet berasal dari proses pengenceran lateks, koagulasi, penggilingan,

dan pencucian. Limbah cair dialirkan melalui parit yang akan diarahkan ke Instalasi

Pengolahan Air Limbah atau IPAL. Pengolahan limbah cair di UU Way Berulu dapat dilihat

pada diagram alir pengolahan limbah cair (Lampiran 5). Pengendalian limbah cair yang

dilakukan adalah pengendalian pemakaian air di pabrik (In Plant Control) dan in house

keeping yang baik. Upaya yang telah dilakukan untuk memenuhi baku mutu limbah cair karet

adalah :

1. Pemasangan Turbo Jet Aerator

2. Pemasangan Sprayer

3. Pengutipan karet ditrap secara berkelanjutan

4. Pemasangan sekat penangkap butiran karet di saluran air limbah sebelum masuk ke

kolam rubber trap

Karakteristik Limbah dan Sistem Penanganan Limbah Pabrik Karet

I. In Plant Control meliputi :

Penggunaan air pengolahan dengan efisien

Pemakaian bahan kimia pencampur yang terkendali

Mencegah loses dan ceceran bahan pelumas/minyak seoptimal mungkin

II. House Keeping :

Pemeliharaan parit-parit buangan limbah

Pemasangan perangkap karet di sekitar parit

Pemisahan limbah cair dan limbah padat sesuai dengan tempatnya

Sarana pengolahan air limbah yang digunakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero)

PTPN VII Unit Usaha Way Berulu, yaitu rubber trap I dan II, anaerobik I, anaerobik II,

fakultatif I, fakultatif II, aerobik I, dan aerobik II (Gambar 23). Adapun data sarana

pengolahan air limbah SIR di unit usaha Way Berulu dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini :

Page 29: 1 limbah.pdf

20

Tabel 5. Data Sarana Pengolahan Limbah :

No Nama Kolam Dimensi (M) Volume (M3) Retensi (Hari)

1 Rubber Trap I 16 x 12 x 2,5 415 0,55

2 Rubber Trap II 24 x 12 x 2 526 0,70

3 Anaerob I 30 x 70 x 5,5 11.550 15,4

4 Anaerob II 30 x 70 x 5,5 11.550 15,4

5 Fakultatif I 40 x 75 x 3 9.000 12

6 Fakultatif II 40 x 75 x 3 9.000 12

7 Aerob I 30 x 70 x 1,5 3.150 4,2

8 Aerob II 50 x 100 x 1,5 7.500 10

9 Bak Recycle 5 x 10 x 2 100 0,13

Keterangan : m3 air dari pengolahan SIR per ton KK adalah 25 m

3 dengan kapasitas pabrik

sebesar 30 ton KK/hari.

Page 30: 1 limbah.pdf

21

An

ali

sa L

ab

6

bu

lan

sek

ali

An

ali

sa L

ab

1

bu

lan

sek

ali

An

ali

sa L

ab

3

bu

lan

sek

ali

Gam

bar

23.

Inst

alas

i P

engen

dal

ian A

ir L

imb

ah (

IPA

L)

Page 31: 1 limbah.pdf

22

1. Rubber Trap

Tahap pertama dilakukan melalui kolam rubber trap (Gambar 24). Kolam ini

memiliki kapasitas, kolam rubber trap I adalah 415 m3 (16m x 12m x 2,5m) dengan

retensi 0,55 hari, sedangkan kapasitas kolam rubber trap II adalah 576 m3 (24m x 12m x

2m) dengan retensi 0,70 hari. Pengurasan kolam dilakukan ± 6 bulan sekali. Limbah

dikutip 2-4 hari sekali agar lebih mudah dalam pengambilan karena sudah berbentuk

lembaran padat. Pemeliharaan harian lingkungan kolam dilakukan 3 hari sekali.

Gambar 24. Kolam Rubber Trap I dan II

2. Anaerobik I

Setelah dari kolam pertama, air limbah yang telah dipisah dari bijinya akan

dialirkan ke kolam kedua yaitu kolam anaerobik I (Gambar 25). Fungsi kolam ini adalah

untuk mengendapkan limbah karet sehingga terbentuk lapisan karet (limbah padat) dan

untuk menguraikan senyawa-senyawa kimia yang terkandung di air oleh bakteri-bakteri

Anaerob. Kolam ini mempunyai ukuran kedalaman yang cukup dalam (5,5 m). Kapasitas

kolam Anaerob I adalah 11.550 m3 (30m x 70m x 5,5m) dengan masa tinggal 15,4 hari

dan pengurasan kolam dilakukan ± 1 tahun sekali, pengutipan lapisan karet dilakukan 1

bulan sekali.

Gambar 25. Kolam Anaerobik I dan II

Rubber trap I

Rubber trap II

Page 32: 1 limbah.pdf

23

3. Anaerobik II

Kolam anaerobik II (Gambar 25) digunakan sebagai kolam lanjutan dari

anaerobik I untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang mungkin belum dapat

didegradasi di kolam anaerobik I. Fungsi kolam ini untuk mengendapkan limbah padat

(scum) dengan ketebalan 5-15cm, kolam Anaerob II memiliki kapasitas 11.550 m3 (30m x

70m x 5,5m) dengan masa retensi 15,4 hari dan perlakuannya sama dengan kolam

Anaerob I.

4. Fakultatif I

Kolam keempat adalah kolam fakultatif I (Gambar 26) dan kolam ini merupakan

lanjutan dari kolam penanganan limbah cair industri karet remah setelah kolam anaerobik

I dan anaerobik II. Kolam fakultatif merupakan kolam perantara antara kolam anaerobik

dengan kolam aerobik. Kapasitas kolam fakultatif I adalah 9.000 m3 (40m x 75m x 3m)

dengan retensi 12 hari dan pengurasan kolam dilakukan 1 tahun sekali.

Gambar 26. Kolam Fakultatif I dan II

5. Fakultatif II

Kolam kelima adalah fakultatif II (Gambar 26). kolam ini berfungsi sebagai

perantara antara kolam Anaerob dengan kolam aerob dan tempat pemberian oksigen

untuk mengendalikan kadar COD dan BOD. Pada kolam fakultatif II dilengkapi dengan

turbo jet aerator sebanyak 2 unit yang beroperasi selama 8 jam per hari. Pada bagian

outlet kolam fakultatif II disemprot dengan air yang berasal dari kolam recycling dengan

tujuan agar dikolam menghasilkan gelembung-gelembung udara. Kolam fakultatif II

memiliki kapasitas yaitu sebesar 8.400 m3 (40m x 70m x 3m) dan masa retensi 11,2 hari.

6. Aerobik I

Kolam Keenam adalah kolam aerobik I yang berfungsi agar air kontak secara

langsung dengan udara dan dapat mengikat oksigen. Kolam disemprot dengan air pada

setiap sisi-sisinya, sebagian kecil air dari kolam aerob I ditampung dikolam recycling. Air

hasil kolam aerob I dapat langsung dialirkan keluar setelah melewati pintu debit air.

Kolam aerob I memiliki kapasitas 3150 m3 (30mx70mx1,5m) dan masa retensi 4,2 hari

serta pengurasan kolam dilakukan 1 tahun sekali.

Page 33: 1 limbah.pdf

24

Gambar 27. Kolam Aerobik I dan II

Kolam Aerob I akan mengalir ke kolam recycling dan kolam Aerob II (Gambar

27). Air di dalam kolam recycling adalah air bersih yang siap dipompakan dan digunakan

kembali untuk proses pengolahan karet remah (SIR) dan untuk menyemprotkan air

(pengikat oksigen) ke kolam Aerob I. Kapasitas kolam recycling adalah 100 m3

(5mx10mx2m) dengan retensi air selama 0,13 hari (Gambar 28).

Gambar 28. Kolam Recycling

7. Aerobik II

Pada kolam terakhir adalah kolam aerobik II. Kolam ini digunakan sebagai kolam

yang menentukan bahwa limbah cair tersebut sudah tidak berbahaya. Kolam ini terdapat

beberapa ekor ikan mas yang digunakan sebagai indikator dari limbah cair tersebut. Kolam

aerob II memiliki kapasitas 7.500 m3 (50mx100mx1,5m) dengan masa tinggal 10 hari, air

hasil kolam aerob II dapat langsung dialirkan ke sungai setelah melewati pintu debit air. Air

limbah yang sudah tidak berbahaya dapat langsung dialirkan ke saluran irigasi penduduk

sekitar pabrik.

Page 34: 1 limbah.pdf

25

C. LIMBAH GAS

Limbah gas yang dihasilkan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII UU

Way Berulu adalah gas/udara yang keluar dari cerobong genset dan cerobong dryer. Gas atau

uap yang dikeluarkan dari dryer, melalui cerobong asap dengan tinggi 7 meter (Gambar 29).

Gambar 29. Cerobong Asap dari Dryer

Gas/udara yang keluar dari cerobong genset adalah gas hasil pembakaran antara

bahan bakar solar yang mengandung bahan-bahan kimia dengan udara (Gambar 30). Debit

udara yang dikeluarkan oleh sumber pengeluaran limbah gas di PPKR UU Way Berulu

berbeda-beda untuk setiap sumbernya. Debit udara yang berasal dari genset adalah sebesar

0,219 m3/dt, dryer I sebesar 3,215 m

3/dt, dryer II sebesar 0,185 m

3/dt, dan dryer III sebesar

0,193 m3/dt. Pengujian emisi gas buang dilakukan setiap 1 tahun sekali, dengan tujuan untuk

mengetahui kondisi udara yang ada di sekitar pabrik.

Gambar 30. Pembuangan Gas dari Mesin Genset Melalui Cerobong

Cerobong Asap

Page 35: 1 limbah.pdf

26

Pengujian emisi gas buang dilakukan oleh UPTD Balai Hiperkes dan Keselamatan

Kerja, Sumatera Selatan. Pengujian ini menggunakan beberapa parameter yang sesuai dengan

ketentuan Kep No. 13/MENLH/3/1995 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999

mengenai ketentuan parameter yang digunakan untuk kualitas udara ambient. Pengujian

kualitas udara ambient dilakukan pada 3 (tiga) lokasi di sekitar pabrik. Lokasi pertama berada

pada ± 100 meter dari pabrik arah barat laut (depan Puskebun). Lokasi kedua berada pada

±200 meter dari pabrik arah utara (perumahan karyawan Way Sema). Lokasi ketiga berada

pada ± 250 meter dari pabrik arah timur laut (perumahan karyawan Way Berulu).

D. LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Selain limbah cair, padat, dan gas juga terdapat limbah B3 (Bahan Berbahaya dan

Beracun). Limbah B3 ini disimpan terpisah di ruang pengolahan limbah (Gambar 31). Limbah

yang di sebut dengan B3 terdiri dari oli dan accu bekas dari alat angkut forklift, traktor,

kendaraan penumpang, kendaraan angkutan dan mesin pembangkit (genset caterpillar dan

deutz).

Gambar 31. Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3

Page 36: 1 limbah.pdf

27

V. PEMBAHASAN

A. SUMBER LIMBAH DARI PROSES PENGOLAHAN KARET REMAH

(HIGH GRADE)

Unit Usaha Way Berulu merupakan pabrik yang memproduksi karet remah atau crumb

rubber dan disebut juga sebagai Standard Indonesian Rubber (SIR). Karet SIR adalah karet

remah yang merupakan jenis karet olahan dengan mutu spesifik. Unit Usaha ini memproduksi

SIR 3L dan 3WF. Bahan baku produk SIR berasal dari lateks kebun yang diperoleh dari

penyadapan pohon karet.

Setiap kegiatan industri bertujuan untuk menghasilkan suatu produk yang bermanfaat

dan mendatangkan keuntungan sosial-ekonomi. Industri tersebut menimbulkan dampak terhadap

lingkungan berupa limbah. PPKR Unit Usaha Way Berulu merupakan salah satu industri yang

menghasilkan limbah dari proses produksinya.

Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau

beracun yang karena sifat atau konsentrasinya, baik secara langsung atau tidak langsung akan

dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta

makhluk lainnya (Purba, 2009). Menurut Kristanto (2004) berdasarkan karakteristiknya, limbah

industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu limbah cair, limbah gas dan partikel, serta

limbah padat.

Limbah yang dihasilkan PPKR Unit Usaha Way Berulu dapat digolongkan menjadi

empat bagian yaitu limbah padat, limbah cair, limbah gas, dan limbah B3(Tabel 6).

Tabel 6. Jenis Limbah dari Proses Produksi Karet Remah

Jenis Limbah Proses Pengolahan Karet Remah

Padat

Penyadapan lateks

Pengutipan sisa karet di kolam rubber trap

Sisa koagulan lateks yang tercecer saat penggilingan

Cair

Pengenceran lateks di bulking tank

Penggumpalan lateks di bak koagulasi

Peremahan dengan hammer mill

Pemasukkan karet remah ke dalam box dryer

Pencucian alat

Gas Cerobong asap dari mesin genset

Cerobong asap dari mesin dryer

B3

Sisa oli dan accu bekas dari dari alat angkut forklift, traktor,

kendaraan penumpang, kendaraan angkutan dan mesin

pembangkit

Limbah padat PPKR UU Way Berulu berasal dari kebun berupa lump, proses

penggilingan berupa slab, kolam rubber trap, dan kolam anaerobik. Limbah padat yang

dihasilkan tidak terlalu berbahaya dan limbah tersebut masih dapat digunakan kembali untuk

pembuatan produk lain (reuse).

Limbah cair pengolahan karet bersumber dari tahap koagulasi, penggilingan dan

pencucian. Limbah ini mengandung bahan organik yang berasal dari serum dan partikel karet

Page 37: 1 limbah.pdf

28

yang belum terkoagulasi. Serum tersebut mengandung protein, gula, lemak, dan garam anorganik

(Nazaruddin dan Paimin, 2004).

Limbah cair industri karet remah, mengandung bahan organik, karena bahan baku

berupa lateks mengandung bahan organik seperti asam lemak, gula, protein, dan jenis garam.

Menurut Anonim (2010b), bahwa bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3%

protein, 1-2% asam lemak, 0,2% gula, 0,5% jenis garam dari Na, K, Mg, Ca, Cu,Mn dan Fe.

Pada PPKR UU Way Berulu, limbah cair pengolahan karet berasal dari proses koagulasi,

penggilingan, dan pencucian. Limbah cair dialirkan melalui parit yang yang terdapat di sekeliling

pabrik pengolahan menuju ke Instalasi Pengelolaan Air Limbah atau IPAL (Gambar 32).

Gambar 32. Parit Menuju IPAL

Pada proses pengolahan karet dapat diketahui lateks yang ditambahkan banyak bahan

kimia saat di kebun akan menimbulkan busa yang banyak pada air pencuci saat proses peremahan

dengan hammer mill (Gambar 33).

Gambar 33. Busa pada Air Pencuci

Buangan dari pabrik karet umumnya terdiri dari air sisa proses produksi, sedikit lateks

yang tidak menggumpal, dan serum yang mengadung bahan-bahan organik dan anorganik. Sifat

limbah cair yang dihasilkan berbeda-beda, tergantung proses yang digunakan dalam pabrik. pada

umumnya limbah yang dihasilkan bersifat asam dengan pH antara 4,2 dan 6,3. Sifat asam yang

dimiliki tersebut, disebabkan karena di dalam air limbah tersebut tersampur asam format yang

digunakan pada tahap pembekuan lateks (Suparto dan Alfa, 1996).

Page 38: 1 limbah.pdf

29

Limbah gas yang dihasilkan PPKR UU Way Berulu berasal dari cerobong genset dan

dryer, sedangkan limbah B3 terdiri dari oli dan accu bekas dari alat angkut forklift, traktor,

kendaraan penumpang, kendaraan angkutan dan mesin pembangkit (genset caterpillar dan deutz).

B. PENANGANAN LIMBAH PADAT

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan bubur

yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu

limbah padat yang dapat didaur ulang dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis

(Kristanto, 2004). Limbah padat di PPKR UU Way Berulu termasuk dalam limbah ekonomis,

karena masih dapat digunakan kembali (reuse) untuk proses produksi produk lain.

Pada kolam rubber trap dan anaerobik, sisa karet yang menjadi limbah padat akan

terangkat dan terkumpul di permukaan kolam. Pengutipan atau pengambilan sisa karet tersebut

dilakukan setiap 2-4 hari. Sisa karet tersebut akan dipasarkan kembali melalui kantor Direksi

Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII dengan sistem tender. Umumnya limbah padat ini

akan dikirim ke daerah medan, Sumatera Utara, untuk dijadikan produk seperti sepatu bot

ataupun sandal jepit, sedangkan lump yang terkumpul akan di kirim ke UU Pematang Kiwah

(Pewa) untuk diproses lagi menjadi produk SIR 10 dan SIR 20 (Low Grade). Setiap harinya

PPKR UU Way Berulu mendapatkan lump dari truk pengangkut lateks dari kebun, untuk data

mengenai jumlah lump yang dikirim ke Pewa dapat dilihat pada Lampiran 6.

C. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

Pengolahan air limbah bertujuan untuk mengurangi BOD, partikel tercampur, serta

membunuh organisme patogen, menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan

yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang menjadi lebih rendah, sehingga diperlukan

pengolahan secara bertahap agar bahan-bahan di atas dapat dikurangi (Sugiharto, 1987).

Pengolahan limbah cair dikelompokan menjadi beberapa tahapan. Menurut Sugiharto

(1987), terdapat 6 (enam) bagian dalam kegiatan pengolahan air limbah antara lain:

1. Pengolahan pendahuluan (pre treatment)

2. Pengolahan pertama (primary treatment)

3. Pengolahan kedua (secondary treatment)

4. Pengolahan ketiga (tertiary treatment)

5. Pembunuhan kuman (desifection)

6. Pembuangan lanjutan (ultimate disposal)

Pengolahan pendahuluan atau pre treatment merupakan kegiatan yang berupa

pengambilan benda terapung dan benda yang mengendap seperti pasir sedangkan pengolahan

pertama atau primary treatment merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghilangkan zat

padat tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengolahan kedua atau secondary

treatment bertujuan untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di

dalamnya sedangkan pengolahan ketiga atau tertiary treatment merupakan kegiatan pengolahan

secara khusus sesuai dengan kandungan zat terbanyak dalam air limbah. Pengolahan limbah lebih

lanjut dapat dilakukan dengan pembunuhan kuman dan pembuanagan lanjutan (Sugiharto, 1987).

Pengolahan limbah cair di PPKR UU Way Berulu menggunakan sistem IPAL yang baik.

Pengolahan limbah cair yang dilakukan yaitu dengan primary treatment dan secondary treatment.

Pemisahan di rubber trap merupakan penanganan limbah cair awal atau primary treatment karena

kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menghilangkan zat padat pada limbah cair dengan cara

Page 39: 1 limbah.pdf

30

pengapungan. Secondary treatment terdapat pada kolam anaerobik I hingga kolam aerobik II

dengan sistem pendekatan lagoon system, karena kolam-kolam tersebut sebagai tempat degradasi

bahan-bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan bantuan mikroorganisme.

Limbah cair dipisahkan dari karet yang masih terkandung di dalam air limbah melalui

kolam rubber trap I dan II. Kolam ini berfungsi sebagai tempat untuk menggumpalkan atau

menangkap butir-butir karet (koagulum). Butiran-butiran karet yang telah terpisah dari air limbah

akan menggumpal di permukaan kolam. Padatan tersebut akan dikutip setiap 2-4 hari sekali.

Pengutipan ini merupakan salah satu kegiatan pengendalian limbah cair secara House Keeping

yang diterapkan oleh PPKR UU Way Berulu.

Proses penggumpalan butiran karet tersebut dilakukan dengan merancang sistem aliran

pada kolam rubber trap secara zig-zag atau bentuk S dan secara gelombang. Sistem zig-zag

diterapkan pada rubber trap I, dengan saluran pipa yang diletakkan secara gelombang (atas-

bawah) antara bak satu ke bak lainnya. Pada rubber trap II, sistem perangkap yang diterapkan

hanya dengan meletakkan saluran pipa secara gelombang, sedangkan proses perpindahannya

lurus saja. Hal tersebut dilakukan karena dipengaruhi oleh kecepatan debit air limbah sehingga

jika pipa saluran dari bak ke bak lainnya pada rubber trap I maupun II diletakkan sejajar, maka

tidak akan terjadi proses merangkap (trapping) butiran karet.

Kolam rubber trap I menggunakan sistem aliran secara zig-zag atau bentuk S dan secara

gelombang karena kecepatan influent yang pertama kali masuk ke kolam dalam kecepatan yang

tinggi, sistem aliran secara zig-zag atau bentuk S dan secara gelombang akan membantu efisiensi

dari proses trapping tersebut. Kolam rubber trap II menggunakan sistem aliran yang meletakkan

saluran pipa secara gelombang dengan proses perpindahannya lurus. Sistem ini diterapkan karena

kecepatan air limbah yang masuk ke kolam rubber trap II dari kolam rubber trap I akan menjadi

lebih lambat, saluran pipa secara gelombang dengan proses perpindahan lurus akan membuat

trapping lebih lama dan proses flokulasi dan sedimentasi yang terjadi akan lebih efisien. Hal ini

dapat dilihat dari masa retensi dan ketebalan padatan karet yang terperangkat dipernukaan kolam

rubber trap II. masa retensi di kolam rubber trap II akan lebih lama dan ketebalan padatan karet

yang terperangkap lebih tebal dibandingkan dengan kolam rubber trap I.

Air limbah dialirkan ke kolam anaerobik, setelah melalui kolam rubber trap. Pada kolam

ini dilakukan pemisahan bahan-bahan organik senyawa karbon, nitrogen, dan fosfor yang terdapat

dalam limbah cair industri karet remah dapat didegradasi oleh bakteri metanogenik yang akan

menghasilkan gas metana.

Pembentukan gas metan yang terjadi pada kolam anaerobik dapat dilihat dari reaksi yang

terjadi secara umum proses pembentukan gas metan (Oktaviana, 2009) :

m.o.

(C6H10O5)n + nH2O → 3n CO2 + 3n CH4

Limbah cair dari proses pengolahan karet remah ini masih memiliki gula karena bahan

baku yang digunakan berupa lateks kebun memiliki kandungan gula sebesar 0,2 %. Gula dalam

limbah ini jumlahnya tidak besar sehingga kemungkinan gas metan yang timbul tidak besar.

Menurut Rosalin et al (2009), bahwa potensi pembentukan gas metana pada kolam anaerobik I

IPAL industri karet remah PTPN VII Unit Usaha Way Berulu sangat kecil, pada inlet sebesar 0%

dan outlet sebesar 0,46 %.

Pengolahan sekunder di PPKR UU Way Berulu ada tiga cara yaitu anaerobik, fakultatif,

dan aerobik. Ketiga pengolahan tersebut merupakan pengolahan limbah cair yang dilakukan

Page 40: 1 limbah.pdf

31

secara biologis yaitu dengan bantuan mikroorganisme untuk mendegradasi limbah tersebut.

Menurut Ginting (2007), penanganan biologis yaitu memanfaatkan kehidupan bakteri dalam

merombak limbah, dan menurut Kristanto (2004) proses pengolahan limbah melalui cara biologis

dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengolahan cara aerob, cara anaerob dan cara fakultatif.

Air limbah industri karet mengandung bahan organik yang cukup tinggi seperti senyawa

karbon, nitrogen, dan fosfor serta memiliki nilai kebutuhan oksigen kimia (COD) sebesar 3000-

5000 mg/l yang dapat berpotensi mencemari lingkungan. Pada umumnya penanganan limbah cair

industri karet remah menggunakan kolam anaerobik dan kolam fakultatif. Sistem kolam

anaerobik merupakan salah satu pengolahan air limbah yang di dalamnya terjadi degradasi bahan-

bahan organik tanpa adanya oksigen bebas yang menghasilkan gas metana dan karbondioksida.

Gas metana yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik dapat dimanfaatkan sebagai energi

alternatif (bahan bakar) sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global (Rosalin et al,

2009).

Kolam anaerobik merupakan kolam yang paling dalam, hal ini bertujuan agar proses

anaerobik (tidak ada udara) dapat terjadi karena sinar matahari sulit menembus ke dalam air

sehingga bakteri anaerob dapat hidup. Kolam ini mempunyai penutup permukaan berupa limbah

padat lapisan karet, hal ini bertujuan untuk mencegah oksigen masuk kedalam kolam sehingga

bakteri anaerob dapat bekerja optimal merombak limbah cair menjadi senyawa organik

sederhana. Kolam anaerobik terdiri dari anaerobik I dan anaerobik II. Kolam anaerobik dibuat

sebanyak 2 (dua) kolam, bertujuan untuk memaksimalkan bakteri anaerobik bekerja dalam

mengurai limbah cair tersebut.

Kapasitas kolam anaerob diperkirakan dapat menampung produksi air limbah selama 18-

20 hari, sedangkan kapasitas kolam aerob diharapkan dapat menampung produksi air limbah

selama 8-10 hari. Kolam anaerob dibuat lebih besar daripada kolam aerob karena pada kolam

anaerob pengurangan nilai BOD setelah hari ketiga semakin besar, sedangkan pada kolam aerob

pengurangan nilai BOD setelah hari keempat akan semakin kecil (Tim Penulis Penebar Swadaya,

2006).

Lapisan karet di kolam anaerobik I dikutip menggunakan bambu dan dikumpulkan di

tanggul kolam untuk kemudian dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan. Lapisan karet

tersebut nantinya akan dijual terpisah. Sedangkan, pada kolam anaerobik II pengutipan

menggunakan bambu panjang untuk menarik kotoran sampai ke pinggir kolam. Kotoran tersebut

dikumpulkan di tanggul kolam untuk nantinya dibuang.

Pada prinsipnya proses yang terjadi dengan cara anaerob adalah mengubah bahan

organik dalam limbah air menjadi methan dan karbon dioksida tanpa ada oksigen. Perubahan ini

dilaksanakan dalam dua tahap dengan dua kelompok bakteri yang berbeda. Pertama, zat organik

diubah menjadi asam organik dan alkohol yang mudah menguap. Kedua, melanjutkan

perombakan senyawa asam organik menjadi methan (Kristanto, 2004).

Kolam fakultatif adalah kolam yang mengandung bakteri yang memiliki adaptasi yang

tinggi (Kristanto, 2004). Kolam fakultatif berfungsi sebagai perantara antara kolam anaerobik

dengan kolam aerobik. Pada kolam ini, bakteri aerob mulai hidup namun belum terlalu banyak.

Kolam ini dirancang lebih dangkal dari kolam anaerobik, hal ini dilakukan agar sinar matahari

dapat masuk dan memperbanyak bakteri aerob. Kolam fakultatif terdiri dari fakultatif I dan

fakultatif II.

Kolam fakultatif I sebagai tempat perombakan senyawa organik sederhana yang belum

terurai dalam kolam anaerobik. Pemeliharaan kolam fakultatif I harus bebas polutan, dan untuk

membersihkan pollutan tersebut juga menggunakan bambu panjang. Kotoran tersebut

Page 41: 1 limbah.pdf

32

dikumpulkan di tanggul kolam untuk dibuang. Sedangkan, pada kolam fakultatif II Pemeliharaan

kolam tersebut cukup dikutip dari pinggir kolam dengan menggunakan alat pengait.

Pada kolam fakultatif I terjadi proses fisika, tanpa perlakuan bahan kimia yaitu

dikembangkan enceng gondok untuk menguraikan kandungan protein sisa lateks dan

menggendalikan kadar COD dan BOD menyerap racun/pollutan di dalam air. Kolam fakultatif II

merupakan kolam tempat pemberian oksigen untuk mengendalikan kadar COD dan BOD dengan

menggunakan turbo jet aerator (Gambar 34). Turbo jet aerator digunakan agar menstimulasi

lebih banyak oksigen yang masuk ke dalam kolam.

Gambar 34. Turbo Jet Aerator Pada Kolam Fakultatif II

Turbo jet aerator merupakan salah satu alat yang dapat digunakan sebagai alat

penambah oksigen dalam limbah dengan menggunakan prinsip perputaran baling-baling yang

dapat menstimulasi air limbah untuk berkontak langsung dengan udara. Menurut Sugiharto

(1987), kontak air limbah dengan oksigen melalui perputaran baling-baling yang diletakkan pada

permukaan air limbah akan mengakibatkan air limbah terangkat ke atas sehingga air limbah

tersebut akan mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya.

Penambahan oksigen (aerasi) adalah salah satu usaha dari pengambilan zat pencemar

yang terdapat dalam air limbah, sehingga konsentrasi zat pencemar akan berkurang atau bahkan

dihilangkan sama sekali (Sugiharto, 1987). Penambahan oksigen dengan turbo jet aerator akan

mengurangi konsentrasi zat pencemar di dalam air limbah, hal ini akan mempengaruhi nilai

parameter-parameter untuk pengukuran baku mutu limbah cair industri karet yaitu BOD5, COD,

pH, TSS, NH3, dan N-total.

BOD atau Biological Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan

jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai

atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik, sedangkan COD atau Chemical

Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik

yang terkandung dalam air (Boyd, 1990 dalam Hariyadi, 2004).

Air limbah dari kolam fakultatif akan dialirkan menuju kolam aerobik. Kolam aerobik

terdiri dari aerobik I dan aerobik II. Kolam aerobik I adalah kolam yang tidak tertutup

permukaannya sehingga dapat kontak langsung dengan udara bebas, sehingga berfungsi sebagai

tempat penguraian senyawa-senyawa dalam air limbah secara aerobik oleh bakteri aerob dengan

cara mengoksidasi asam-asam organik. Pada kolam aerobik I diberikan penyemprot di sekitar

Page 42: 1 limbah.pdf

33

kolam, air dari penyemprot tersebut berfungsi sebagai pengikat oksigen dari udara menuju ke

dalam kolam sehingga dapat mengefisiensikan oksigen. Selain itu, kolam ini juga memiliki

kedalaman yang lebih dangkal dari kolam-kolam sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sinar

matahari akan lebih mudah masuk ke dalam kolam dan memperbanyak bakteri aerob yang dapat

hidup.

Pada kolam aerobik I, air limbah telah berubah menjadi warna hijau muda yang

sebelumnya berwarna hitam dan berbau. Warna air hijau muda dikarenakan mengandung alga

dan pada kolam aerobik I hidup beberapa jenis ikan, hal ini menunjukkan bahwa pH di aerobik I

ini netral sehingga ikan dapat hidup. Air limbah dari aerobik I, selain menuju kolam aerobik II

juga masuk ke dalam kolam recycling. Kolam recycling adalah kolam bersekat yang berfungsi

sebagai pengolahan air daur ulang. Air dari kolam recycling dipompakan menuju penyemprot di

sekitar kolam aerobik I dan fakultatif II serta menuju pabrik pengolahan jika kekurangan air untuk

proses pengolahan karet. Namun, air tersebut jarang digunakan untuk proses pengolahan karena

walaupun pada musim kering, PPKR UU Way Berulu belum pernah mengalami kekurangan air.

Pompa kolam recycling diletakkan pada kolam aerobik I agar mengefisiensikan tenaga

dan biaya. Jika kolam tersebut diletakkan pada kolam aerobik II, maka akan membutuhkan tenaga

pompa yang lebih besar dan menggunakan pipa saluran yang lebih panjang.

Kolam aerobik II merupakan kolam penampungan limbah cair yang terakhir sebelum

dialirkan ke daerah pertanian warga sekitar pabrik. Kolam ini merupakan kolam tempat

mengoperasikan asam-asam organik sederhana yang mudah menguap dan menonaktifkan bakteri

di aerobik. Limbah cair dari kolam aerob II sudah dianggap bersih sehingga dapat dilepas ke

pengairan dengan diamati debit keluarnya limbah cair tersebut.

Pengolahan limbah karet dengan sistem anaerobik-aerobik merupakan sistem

pengolahan sederhana, mudah dioperasikan, murah, dan kualitas hasil olahannya dapat memenuhi

kriteria baku mutu yang berlaku. Kelemahan sistem tersebut adalah kebutuhan lahan yang cukup

luas untuk pembangunan kolam, karena itu pengolahan dengan sistem kolam sesuai untuk pabrik-

pabrik crumb rubber yang terletak jauh dari pemukiman dan mempunyai persedian lahan yang

luas. Pengolahan yang membutuhkan lahan yang luas ini pada prinsipnya merupakan pengolahan

biologis, yaitu penguraian bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah tersebut

dengan bantuan mikroorganisme, baik dalam kondisi anaerobik maupun dalam kondisi aerobik

(Tampubolon, 1993).

Pada pengolahan limbah cair, diperlukan diketahui masa retensi untuk setiap kolam

IPAL, karena masa retensi dapat dijadikan sebagai perhitungan efisiensi ukuran sebuah kolam

IPAL. Menurut Sugiharto (1987), masa retensi atau dapat disebut sebagai waktu tinggal air

limbah pada kolam penanganan limbah cair. Waktu tinggal (detention time) adalah waktu yang

diperlukan oleh suatu tahap pengolahan agar tujuan pengolahan dapat dicapai secara optimal.

Masa retensi diketahui berdasarkan perhitungan kapasitas kolam yang digunakan per

pemakaian air yang digunakan pada proses pengolahan karet remah. Pemakaian air ditentukan

dari kapasitas pabrik per ton kk per hari dikali dengan pemakaian air m3 per ton kk. Kapasitas

pabrik adalah sebesar 30 ton kk/hari, sedangkan pemakaian air adalah sebesar 25 m3/ton kk, maka

asumsi air yang masuk ke kolam pengolahan limbah cair adalah sebesar 750 m3.

Masa retensi merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi penurunan nilai

parameter BOD dan COD dalam suatu limbah. Semakin luas volume yang digunakan pada

kolam-kolam pengolahan air limbah maka semakin lama limbah tersebut akan tinggal di kolam

dan bahan-bahan organik terdegradasi lebih banyak sehingga nilai BOD dan COD pun dapat

diturunkan.

Page 43: 1 limbah.pdf

34

Hal yang perlu diperhatikan dari sistem pengolahan limbah cair adalah analisa limbah

cair tersebut. Proses analisa limbah cair di PPKR UU Way Berulu dilakukan pada bagian outlet

dan dianalisa setiap 1 bulan sekali. Analisa limbah cair tidak dilakukan sendiri oleh PPKR UU

Way Berulu, tetapi dilakukan oleh Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung

(BARISTAND). Hal ini dilakukan karena masih kurangnya peralatan dan tenaga kerja untuk

proses analisa limbah cair.

Parameter yang digunakan dalam analisis limbah cair ada 6 (enam) parameter

diantaranya COD, BOD5, TSS (Total Suspended Solid), NH3-N, N-Total, dan pH. Menurut

Hariyadi (2004), nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga

diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada

di perairan. COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.

BOD (Biological Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen dalam ppm (part per

million) atau milligram/liter (mg/l) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh

bakteri. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram

per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara

kimiawi. Semakin besar angka BOD ini menunjukkan bahwa derajat pengotoran air limbah

adalah semakin besar (Sugiharto, 1987).

pH atau konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun dari air limbah

(Sugiharto, 1987). Penentuan pH perlu diketahui apakah telah terjadi perubahan sifat asam-basa

perairan dari nilai pH alaminya, bila nilainya lebih tinggi dari satu unit di atas normal berarti

perairan menjadi terlalu basa, sebaliknya bila terjadi penurunan maka perairan menjadi terlalu

asam. Bila ini terjadi, selain mengganggu biota atau ekosistem perairan, juga akan mengurangi

nilai guna air. Demikian juga TSS, jika nilainya meningkat cukup signifikan, perairan akan

tampak keruh dan terkesan kotor sehingga dapat mengurangi daya guna air tersebut. Menurut

Sugiharto (1987) TSS (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur

yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45

mikron.

Tabel 7. Analisa Limbah Cair Outlet PPKR UU Way Berulu, 2010

Parameter BML* Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul

COD 200 mg/l 27 19 21 48 20 33 19,5

BOD5 60 mg/l 11 5 12 23 9 17 9

TSS (Total Suspended Solid) 100 mg/l 18 13 13 37 16 38 5

NH3-N 5 mg/l 38 4,5 4,9 4,3 4,65 4,5 4,9

N-Total 10 mg/l 54,72 6,48 7,06 6,19 6,70 6,48 7,06

Ph 6-9 7,6 7,04 7,2 7,8 7,6 7,98 7,8

Sumber : Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

*)Baku Mutu Limbah Cair Menurut Kep-51/MENLH/10/1995

Berdasarkan data pada Tabel 7, dapat diketahui bahwa limbah cair outlet yang dihasilkan

di PPKR UU Way Berulu masih berada dibawah baku mutu lingkungan yang diizinkan. Analisa

parameter COD limbah cair dapat dilihat pada Grafik 1. Diketahui bahwa parameter tersebut

masih berada di bawah baku mutu lingkungan yang diizinkan.

Page 44: 1 limbah.pdf

35

Grafik 1. Analisa Parameter COD Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode

Januari – Juli 2010

Analisa Parameter BOD5 dapat dilihat pada Grafik 2. . Diketahui bahwa parameter tersebut masih

berada di bawah baku mutu lingkungan yang diizinkan.

Grafik 2. Analisa Parameter BOD5 Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode

Januari – Juli 2010

Analisa Parameter TSS dapat dilihat pada Grafik 3. Diketahui bahwa parameter tersebut masih

berada di bawah baku mutu lingkungan yang diizinkan.

Page 45: 1 limbah.pdf

36

Grafik 3. Analisa Parameter TSS Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode

Januari – Juli 2010

Analisa Parameter NH3-N dan N-Total dapat dilihat pada Grafik 4 dan Grafik 5. Pada bulan

Januari 2010, parameter NH3-N dan N-Total berada diatas nilai baku mutu lingkungan yang

diizinkan. Hal ini disebabkan oleh turbo jet aerator yang tidak beroperasinya alat secara optimal

pada bulan November dan Desember 2009, karena alat tersebut sedang dalam perbaikan.

Grafik 4. Analisa Parameter NH3-N Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode

Januari – Juli 2010.

Page 46: 1 limbah.pdf

37

Grafik 5. Analisa Parameter N-Total Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu

Periode Januari – Juli 2010.

Analisa parameter pH dapat dilihat pada Grafik 6. Parameter pH pada lmbah cair di PPKR UU

Way Berulu tersebut masih berada di antara batas minimum dan maksimum pH untuk limbah cair

yang diizinkan.

Grafik 6 . Analisa parameter pH Limbah Cair di PPKR UU Way Berulu Periode

Januari – Juli 2010

D. PENANGANAN LIMBAH GAS

Limbah gas dan partikel merupakan limbah yang banyak dibuang ke udara (Kristanto,

2004). Limbah gas suatu industri dapat menyebakan pencemaran udara. Menurut Anonim

(2010a), pencemaran udara ialah peristiwa pemasukan dan/atau penambahan senyawa, bahan,

atau energi ke dalam lingkungan udara akibat kegiatan alam dan manusia sehingga temperatur

dan karakteristik udara tidak sesuai lagi untuk tujuan pemanfaatan yang paling baik.

Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengendalian

pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar

Page 47: 1 limbah.pdf

38

merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah

gas yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan (Anonim, 2010a).

Penanganan limbah gas oleh PPKR UU Way Berulu adalah dengan setiap tahun

melakukan pengujian emisi gas buang yang dilakukan oleh UPTD Balai Hiperkes dan

Keselamatan Kerja, Sumatera Selatan. Pengujian limbah gas ini dilatarbelakangi oleh Undang-

undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup,

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 2010 tentang Pedoman Umum

Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan

Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah RI Nomor

41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor Kep. 13/MENLH/1995 tentang Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak,

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep. 48/MEN-LH/11/1996 tentang Baku Mutu

Kebisingan, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep. 50/MEN-LH/11/1996 tentang Baku

Mutu Kebauan, dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep. 49/MEN-LH/11/1996

tentang Baku Mutu Getaran.

Berdasarkan Keputusan Kepalan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup No.

Kep 205/Bapedal/07/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber

Tidak Bergerak, disebutkan bahwa cerobong udara harus dibuat dengan mempertimbangkan

aspek pengendalian pencemaran udara yang didasarkan pada lokasi dan tinggi cerobong. Tinggi

cerobong sebaiknya 2-2½ kali tinggi bangunan sekitarnya sehingga lingkungan sekitar tidak

terkena turbulensi. Cerobong asap di PPKR UU Way Berulu masih kurang tinggi jika ditinjau

dari keputusan kepala BAPEDAL tersebut. Namun dari hasil pengujian emisi gas buang, limbah

gas yang dikeluarkan PPKR UU Way Berulu masih di bawah norma yang diperbolehkan untuk

industri sehingga udara tidak tercemar.

Emisi adalah zat atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang termasuk

ke dalam udara ambien dan berpotensi sebagai unsur pencemar, sedangkan udara ambient adalah

udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi

kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya dengan baku mutu

berupa kadar zat, energi, dan komponen lain yang ada di udara bebas. Sumber emisi adalah setiap

usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak

spesifik, sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik (Anonim, 2010c).

Pengujian emisi gas buang dilakukan pada kualitas udara emisi dan kualitas udara

ambient. Pengujian kualitas udara emisi dilakukan pada sumber dari limbah gas tersebut, yaitu

cerobong genset dan dryer. Pengujian ini dilakukan dengan beberapa parameter yang sesuai

dengan ketentuan pemerintah. Berdasarkan data hasil laporan pengujian kualitas udara emisi

diketahui bahwa emisi udara yang dikeluarkan oleh PPKR UU Way Berulu (Lampiran 7) masih

dalam kondisi yang aman yaitu di bawah baku mutu yang ditetapkan sehingga tidak menimbulkan

pencemaran udara.

Pengujian kualitas udara ambient dilakukan pada 3 (tiga) lokasi di sekitar pabrik. Lokasi

pertama berada pada ± 100 meter dari pabrik arah barat laut (depan Puskebun). Lokasi kedua

berada pada ±200 meter dari pabrik arah utara (perumahan karyawan Way Sema). Lokasi ketiga

berada pada ± 250 meter dari pabrik arah timur laut (perumahan karyawan Way Berulu). Uji yang

dilakukan adalah kualitas udara, kebauan, kebisingan, dan getaran. Dari hasil pengujian

(Lampiran 8) diketahui bahwa semua parameter yang diujikan pada setiap titik sampling masih di

bawah baku mutu yang telah ditetapkan sehingga tidak menimbulkan pencemaran udara.

Page 48: 1 limbah.pdf

39

E. PENANGANAN LIMBAH B3

Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat menjadi limbah B3 adalah sisa suatu

usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun karena sifat dan

konsentrasinya dalam jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan ataupun merusak dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,

kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (Kementrian Lingkungan Hidup,

2002).

Limbah B3 yang dihasilkan dikumpulkan atau disimpan terlebih dahulu di tempat yang

aman (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 085 tahun 1999 tentang pengelolaan

limbah bahan berbahaya dan beracun. Izin kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 terbit

dalam bentuk Surat Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 807 Tahun 2008

Tentang Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun) dan kemudian

bahan-bahan tersebut di jual ke perusahaan pengumpul, pengolah dan pengguna minyak pelumas

bekas yang telah mempunyai ijin dari Menteri Lingkungan Hidup No. 222 Tahun 2005.

Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII UU Way Berulu juga memanfaatkan limbah B3

berupa oli bekas internal untuk pelumasan rantai dryer yang tertuang dalam Surat Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 787 Tahun 2008.

Setiap tahunnya, limbah B3 tersebut didata kembali untuk dilakukan proses pembukuan

yang dibentuk dalam sebuah neraca (Lampiran 9). Neraca ini digunakan untuk mengetahui

banyaknya limbah B3 yang ada atau masih tersisa setelah dimanfaatkan kembali untuk pelumasan

rantai dryer.

F. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan

terpadu yang diterapkan secara terus-menerus dan bertujuan untuk mengurangi resiko terhadap

manusia dan lingkungan (Indrasti dan Fauzi, 2009).

Pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan merupakan salah satu

upaya program produksi bersih untuk meminimalisasi limbah yang terbentuk. Beberapa limbah

yang dihasilkan di PPKR UU Way Berulu masih dapat dimanfaatkan kembali (reuse). Hal

tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pemanfaatan Limbah

Jenis Limbah Pemanfaatan

Padat

Lump Digunakan sebagai bahan baku SIR 10 dan 20 (UU Pewa)

Karet Remah

(Loss Product)

Dikumpulkan dan dikempa kembali menjadi karet remah dengan

jenis mutu yang lebih rendah dari SIR 3L dan 3WF

Rubber trap Dijual dengan sistem tender oleh kantor direksi

Cair Air Recycling

Digunakan untuk water pond yang ada disekeliling kolam aerobik

I dan sebagian kolam fakultatif II

Digunakan untuk proses pengolahan karet remah jika terjadi

kekurangan air

B3 Oli Digunakan untuk melumasi rantai pada dryer

PPKR UU Way Berulu telah melakukan beberapa upaya produksi bersih terutama

terhadap limbah cair. Pengendalian limbah cair yang dilakukan adalah pengendalian pemakaian

Page 49: 1 limbah.pdf

40

air di pabrik (In Plant Control) dan in house keeping. In Plant Control meliputi penggunaan air

pengolahan dengan efisien, pemakaian bahan kimia pencampur yang terkendali, serta mencegah

loses dan ceceran bahan pelumas/minyak seoptimal mungkin sedangkan House Keeping meliputi

pemeliharaan parit-parit buangan limbah, pemasangan perangkap karet di sekitar parit, dan

pemisahan limbah cair dan limbah padat sesuai dengan tempatnya.

Page 50: 1 limbah.pdf

41

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pabrik Pengolahan Karet Remah Unit Usaha Way Berulu, mengolah lateks kebun

menjadi karet remah dengan mutu SIR (Standard Indonesian Rubber) 3L dan 3 WF. Mutu produk

SIR ditentukan oleh mutu dari lateks yang digunakan dan juga proses pengolahannya. Proses

pengolahan SIR dilakukan dengan menambahkan SMB dan asam format, mengaduk,

menggumpalkan, menipiskan, meremahkan, mengeringkan, menimbang, mengepres, mengemas,

dan menyimpan. Proses pengolahan karet remah ini menghasilkan beberapa jenis limbah, yaitu

limbah padat, cair, gas, dan B3.

Limbah padat di PPKR UU Way berulu ditangani dengan cara reuse. Limbah padat

ditangani dengan baik karena ditempatkan pada suatu tempat dan dipisahkan menurut jenisnya.

Limbah padat tersebut berupa lump dan slab yang masih dapat digunakan kembali sebagai bahan

baku dari proses produksi SIR 10 dan 20. Selain lump dan slab, limbah padat lainnya adalah hasil

dari proses pengutipan kolam rubber trap dan kolam anaerobik yang selanjutnya di laporkan ke

kantor direksi. Limbah padat tersebut masih dapat digunakan kembali untuk proses produksi

sandal jepit maupun sepatu bot. Limbah padat dikontrol dengan cara membuat neraca pemasukan

dan pengeluaran limbah.

Limbah cair proses pengolahan karet remah mengandung banyak zat-zat yang dapat

merusak lingkungan sehingga diperlukan penanganan dan pengelolaan yang baik agar limbah cair

tersebut dapat dikendalikan dan tidak membahayakan bagi lingkungan sekitarnya. PPKR UU

Way Berulu memiliki IPAL yang baik, terdiri atas kolam rubber trap, kolam anaerobik, kolam

fakultatif, kolam recycling, dan kolam aerobik. Limbah cair dikontrol dengan cara menganalisa

limbah cair outlet setiap 1 bulan sekali. Hasil analisa outlet IPAL tersebut masih di bawah baku

mutu lingkungan yang diizinkan untuk industri.

PPKR UU Way Berulu juga menghasilkan limbah gas. Limbah gas yang dihasilkan

PPKR UU Way Berulu berasal dari cerobong genset dan cerobong dryer. Limbah ini dilakukan

analisa kualitas udara emisi dan kualitas udara ambient. Analisa tersebut dilakukan setiap 1 tahun

sekali dan dari hasil pengujian kualitas udara disimpulkan bahwa PPKR UU Way Berulu masih

memiliki kualitas udara di bawah baku mutu emisi, udara ambient, dan kebauan.

Limbah B3 juga dihasilkan dari proses pengolahan karet remah di PPKR UU Way

Berulu. Limbah B3 berupa oli dan accu bekas dari mesin-mesin pengolahan ditempatkan pada

tempat yang aman (TPS B3). Limbah B3 dikontrol dengan cara membuat neraca pemasukan dan

pengeluaran limbah B3.

B. SARAN

1. Pada penanganan limbah cair, sebaiknya disekitar kolam rubber trap disarankan ada kran air

untuk pencucian lantai penampung limbah dari rubber trap dengan menggunakan selang,

sehingga lantai tersebut selalu dalam kondisi bersih.

2. Pengurasan lumpur pada setiap kolam IPAL perlu dilakukan untuk memaksimalkan masa

tinggal atau masa retensi dan volume terperangkapnya butiran karet secara periodik.

3. Analisa limbah cair inlet sebaiknya dilakukan secara periodic, yaitu setiap 3 (tiga) bulan

sekali untuk mengetahui efisiensi IPAL.

Page 51: 1 limbah.pdf

42

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010a. Teknologi Pengolahan Limbah Gas. Artikel. www.blogspot.com. Diakses pada 28

Juni 2010.

----------. 2010b. Lateks. Artikel. http://id.wikipedia.org/wiki/Lateks. Diakses pada 19 November

2010.

----------. 2010c. Beberapa Pengertian Istilah Pencemaran Udara. Artikel.

http://bulekbasandiang.wordpress.com/2010/05/30/beberapa-pengertian-istilah-pencemaran-

udara/. Diakses pada 23 November 2010.

Hariyadi, Sigid. 2004. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air

Limbah. Makalah. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Indrasti, N. Siswi dan Fauzi, A. Miftah. 2009. Produksi Bersih. IPB Press, Bogor.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2002. Penanganan Limbah B3. Pt. Caturgriya Naradipa, Jakarta.

Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Ginting, Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama Widya,

Bandung.

Nazaruddin dan F.B Paimin. 2004. Karet : Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Oktaviana, Aptika. 2009. Analisa Pengolahan Limbah Lateks Menjadi Biogas Di pt. Perkebunan

Nusantara IX (Persero) Kerjoarum Karanganyar Jawa tengah. Skripsi. Jurusan Kimia

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Purba, Margareth E.K,. 2009. Analisa Kadar Total Suspended Solid (TSS), Amoniak (NH3), Sianida

(CN-), dan Sulfida (S

2-) Pada Limbah Cair Bapedaldasu. Skripsi. Departemen Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rosalin, C.D., U. Hasanudin, dan T.P. Utomo. 2009. Kajian Potensi Pembentukkan Gas Metana dan

Neraca Massa Karbon Pada Kolam Aanaerobik Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Industri Karet Remah (Crumb Rubbber). www.blogspot.com. Diakses pada 28 Juni 2010.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press, Jakarta.

Suparto, D. dan A.A Alfa. 1996. Daur Ulang Air pada Pengolahan Karet. Jurnal. Jurnal Penelitian

Karet, 14(3): 262-275.

Tampubolon, M. 1993. Pengolahan Air Limbah SIR dengan Sistem Kolam. Warta Perkaretan Pusat

Penelitian Karet, 12(2): 15-18.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 2006. Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 52: 1 limbah.pdf
Page 53: 1 limbah.pdf

43

Lam

pir

an

1.

Str

uk

tur

Org

anis

asi

Peru

sahaan

Pers

ero

an

(P

erse

ro)

PT

PN

VII

Page 54: 1 limbah.pdf

44

Kete

ra

ng

an

:

1.

Bulk

ing T

ank

4.

Mo

bil

e C

rush

er

7.

Ham

mer

Mil

l

10

. D

ryer

13.

Gu

dan

g S

IR

2.

Tan

gk

i A

sam

Sem

ut

5.

Cre

pp

er 1

8.

Vort

ex

Pum

p

1

1.

Co

oli

ng

Fan

3.

Bak P

emb

ek

uan

6

. C

rep

per

2

9

. S

tati

c S

cree

n

1

2. P

ress

Bal

e

Lam

pir

an 2

. L

ay O

ut

Pab

rik

Pen

gola

han

Kar

et R

emah

PT

PN

VII

Un

it U

sah

a W

ay B

eru

lu

Page 55: 1 limbah.pdf

45

Lampiran 3. Diagram Alir Proses Pengolahan SIR 3L/3WF

Pengambilan

contoh untuk

dianalisis di

laboratorium

Lateks

Timbangan Jembatan

Penentuan K3

Bulking Tank

Kap. 20 ton SMB 5%

(0,5 kg/ton KK)

Asam Semut 1%

(3-4,5 kg/ton KK)

Ditutup dengan

terpal plastik Bak Penggumpal

Penggilingan Koagulum

Mobil Crusher

Crepper 1 & 2

Crep Lateks

6 – 8 mm

Peremahan

Crepper Hammer Mill

Remahan 0,5 – 1 cm

Pengisian Boks Dryer

Dryer

- T = 118-120 C

- T = 3,5 jam

- Interval 15 mnt

Penimbangan (33,33 kg

atau 35 kg)

Pengempaan

Pengemasan

- Plastik 0,03 mm atau

0,15 mm - Pita mutu

- Kemasan FS atau SW

SIR 3L SIR 3WF

Page 56: 1 limbah.pdf

46

Lampiran 4. Tabel Nilai Kadar Karet Kering (KKK %)

No.

Basa

Gram

(A)

KKK%

(A x

72%)

No.

Basa

Gram

(A)

KKK%

(A x

72%)

No.

Basa

Gram

(A)

KKK%

(A x

72%)

1 15,0 10,8 23 26,0 18,7 45 37,0 26,6

2 15,5 11,2 24 26,5 19,1 46 37,5 27,0

3 16,0 11,6 25 27,0 19,4 47 38,0 27,4

4 16,5 11,8 26 27,5 19,8 48 38,5 27,7

5 17,0 12,2 27 28,0 20,2 49 39,0 28,1

6 17,5 12,6 28 28,5 20,5 50 39,5 28,4

7 18,0 13,0 29 29,0 20,9 51 40,0 28,8

8 18,5 13,3 30 29,5 21,2 52 40,5 29,2

9 19,0 13,7 31 30,0 21,6 53 41,0 29,5

10 19,5 14,0 32 30,5 22,0 54 41,5 29,9

11 20,0 14,4 33 31,0 22,3 55 42,0 30,2

12 20,5 14,8 34 31,5 22,7 56 42,5 30,6

13 21,0 14,1 35 32,0 23,0 57 43,0 31,0

14 21,5 15,5 36 32,5 23,4 58 43,5 31,3

15 22,0 15,8 37 33,0 23,8 59 44,0 31,7

16 22,5 16,2 38 33,5 24,1 60 44,5 32,0

17 23,0 16,6 39 34,0 24,5 61 45,0 32,4

18 23,5 16,9 40 34,5 24,8 62 45,5 32,8

19 24,0 17,3 41 35,0 25,2 63 46,0 33,1

20 24,5 17,6 42 35,5 25,6 64 46,5 33,5

21 25,0 18,6 43 36,0 25,9 65 47,0 33,6

22 25,5 18,4 44 36,5 26,3 66 47,5 34,2

Page 57: 1 limbah.pdf

47

Lampiran 5. Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair

Inffluent

Rubber trap I

Rubber trap II

Anaerobik I

Anaerobik II

Fakultatif I

Fakultatif II

Aerobik I

Aerobik II

Effluent

Kolam Recycle

Proses

Pengolahan

Page 58: 1 limbah.pdf

48

1. P

ener

imaa

n d

i P

abri

k d

ari

Afd

elli

ng (

1 s

.d. 4)

Bula

n

Dar

i A

fd.

Kg B

asah

Dit

erim

a P

abri

k

Susu

t

Kg B

asah

K

g K

K

%K

KK

K

g B

asah

%

KK

K

Januar

i 142885

130736

59907

45.8

2

12

149

8.5

0

Peb

ruar

i 145998

115406

49253

42.6

8

30

592

20.9

5

Mar

et

165512

144692

62152

42.9

5

20

820

12.5

8

Apri

l 153495

137374

58623

42.6

7

16

121

10.5

0

Mei

146028

132876

57072

42.9

5

13

152

9.0

1

Juni

125573

112541

49165

43.6

9

13

032

10.3

8

Juli

117138

108458

46985

43.3

2

86

80

7.4

1

Σ

383157

2. P

engir

iman

ke

UU

Pew

a untu

k d

iola

h S

IR 1

0/2

0

Bula

n

Dar

i W

abe

Kg B

asah

Dit

erim

a U

U P

ewa

Susu

t

Kg B

asah

K

g K

K

%K

KK

K

g B

asah

%

KK

K

Januar

i 107060

106040

58320

55.0

0

10

20

0.9

5

Peb

ruar

i 97060

96060

53749

55.9

5

10

00

1.0

3

Mar

et

115400

114510

62874

54.9

1

890

0.7

7

Apri

l 109140

108480

59502

54.8

5

660

0.6

0

Mei

106520

106270

57780

54.3

7

250

0.2

3

Juni

91760

90860

48708

53.6

1

900

0.9

8

Juli

91300

90460

48994

54.1

6

840

0.9

2

Σ

389927

L

amp

iran

6.

Pener

imaan

dan

Pen

gir

iman

Lu

mp

Bo

kar

Mu

at C

L/L

um

p,

Pen

gir

iman

ke

UU

Pew

a B

ula

n J

anuari

-Ju

li 2

01

0

Page 59: 1 limbah.pdf

49

No

P

aram

eter

(m

g/m

3)

Sum

ber

B

aku M

utu

Em

isi

(BM

E)

Gen

set

Dry

er N

o.1

D

ryer

No.2

D

ryer

No

.3

1

Am

on

ia (

NH

3)

0,0

3 m

g/N

m3

0,2

6 m

g/N

m3

0,2

4 m

g/N

m3

0,2

4 m

g/N

m3

0,5

mg/N

m3

2

Clo

rine

(Cl 2

) T

td

ttd

Ttd

tt

d

10 m

g/N

m3

3

Hid

rog

en C

hlo

rid

a (H

CL

) T

td

ttd

Ttd

tt

d

5 m

g/N

m3

4

Hid

rog

en F

luori

da

(HF

) T

td

ttd

Ttd

tt

d

10 m

g/N

m3

5

Nit

rogen

Dio

ksi

das

i (N

O2)

98,1

4 m

g/N

m3

39

,47

mg/N

m3

34,8

2 m

g/N

m3

37

,22

mg/N

m3

10

00

mg/N

m3

6

Opo

sita

s %

1

6%

1

4%

1

4%

1

4%

35

%

7

Par

tik

ula

t 8

9,7

5 m

g/N

m3

42

,22

mg/N

m3

39,9

7 m

g/N

m3

38

,45

mg/N

m3

35

0 m

g/N

m3

8

Sulf

ur

Dio

ksi

das

i (S

O2)

56,3

8 m

g/N

m3

14

,22

mg/N

m3

15,3

5 m

g/N

m3

14

,36

mg/N

m3

80

0 m

g/N

m3

9

Hid

rog

en S

ulf

ida

(H2S

) 0

,14 m

g/N

m3

0,7

9 m

g/N

m3

0,7

6 m

g/N

m3

0,7

2 m

g/N

m3

35 m

g/N

m3

10

Air

Rak

sa (

Hg)

Ttd

tt

d

Ttd

tt

d

5 m

g/N

m3

11

Ars

en (

As)

T

td

ttd

Ttd

tt

d

8 m

g/N

m3

12

Anti

mo

n (

Sb

) T

td

ttd

Ttd

tt

d

8 m

g/N

m3

13

Cad

miu

m (

Cd)

Ttd

tt

d

Ttd

tt

d

8 m

g/N

m3

14

Sen

g (

Zn

) T

td

ttd

Ttd

tt

d

50 m

g/N

m3

15

Tim

ah H

itam

(P

b)

0,0

2 m

g/N

m3

0,0

1 m

g/N

m3

0,0

2 m

g/N

m3

0,0

2 m

g/N

m3

12 m

g/N

m3

Ket

eran

gan

: t

td =

tid

ak t

erdet

eksi

BM

E :

Bak

u M

utu

Em

isi

(Kep

. 1

3/M

EN

-LH

/1995

)

Lam

pir

an 7

. H

asil

Anal

isa

Uji

Ku

alit

as U

dar

a E

mis

i

Page 60: 1 limbah.pdf

50

Lampiran 8. Hasil Analisa Uji Kualitas Udara Ambient, Kebauan, Kebisingan, dan

Getaran

Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient

No Parameter (mg/m3)

Lokasi BML

1 2 3 (ug/Nm3)

1 Sulfur Dioksidasi (SO2) 20 19 13 365

2 Carbon Monoksida (CO) 326 310 232 10

3 Nitrogen Dioksida (NO2) 24 23 16 150

4 Oksidan (O3) ttd ttd Ttd 235

5 Hidro Carbon (HC) ttd ttd Ttd 160

6 Debu (TSP) 77 75 62 230

7 Plumbum (Pb) ttd ttd Ttd 2

Catatan : Lokasi 1 ± 100 m dari pabrik arah barat laut/ depan Puskebun

Lokasi 2 ± 200 m dari pabrik arah utara/ perumahan karyawan

Way Sema

Lokasi 3 ± 250 m dari pabrik arah timur laut/ perumahan

Karyawan Way Berulu

ttd : tidak terdeteksi

BML : Baku Mutu Lingkungan (PP No. 41 tahun 1999)

Hasil Pengujian Kualitas Kebauan

No Parameter (mg/m3) Lokasi BML

1 2 3 (ppm)

1 Amonian(NH3) 0,007 0,004 0,0018 2

2 Metil Mercaptan

(CH3SH)

ttd ttd ttd 0,002

3 Hidrogen Sulfida (H2S) 0,004 0,002 0,002 0,02

4 Metil Sulfida (CH3)2 ttd ttd ttd 0,01

5 Stirena (C2H3CHCH2) ttd ttd ttd 0,1

Catatan : BML sesuai Kep. 50/MEN-LH/11/1996

Page 61: 1 limbah.pdf

51

Hasil Pengujian Kebisingan

No Parameter

(mg/m3)

Lokasi BML BML

1 2 3 Pemukiman Kawasan

Industri

1 Kebisingan 44,4 43,2 40,8 55 dBA 70 dBA

Catatan : BML sesuai Kep. 48/MEN-LH/11/1996

Hasil Pengujian Getaran/Vibrasi

No Parameter (mg/m3) Lokasi

BML 1 2 3

1 Vibrasi/Getaran 0,1 0,1 0,1 4 m/dt2

Catatan : BML sesuai Kep. 49/MEN-LH/11/1996

Page 62: 1 limbah.pdf

52

Lam

pir

an 9

. N

erac

a L

imb

ah B

3 P

eru

sahaa

n P

erse

roan

(P

erse

ro)

PT

Per

keb

un

an N

usa

nta

ra V

II U

nit

Usa

ha

Way

Ber

ulu

SIS

A

TA

NG

GA

LJE

NIS

JUM

LA

HM

AK

ST

GL

.JU

ML

AH

TU

JUA

NB

UK

U N

OM

OR

SIS

A L

B3 Y

AN

G

MA

SU

KL

IMB

AH

B3

SU

MB

ER

L

IMB

AH

PE

NY

IMP

AN

AN

KE

LU

AR

LIM

BA

H B

3P

EN

YE

RA

HA

ND

OK

UM

EN

A

DA

DI

TP

S

LIM

BA

H B

3M

AS

UK

LIM

BA

H B

3B

3 M

AS

UK

S.D

.TG

L(T

=Q

+L

IMB

AH

(LT

R/B

H)

(LT

R, B

H)

(LT

R/B

H)

90

HR

,180

HR

)

Oli

1.7

10

Acc

u6

07

-01

-20

10

OL

IG

ense

t3

0 1

0-0

1-2

01

01

0P

elum

asan

s.d

. Ja

n 2

01

0 :

20

-01

-20

10

OL

IG

ense

t3

0ra

nta

i d

ryer

Oli

2.0

70

24

-01

-20

10

OL

IK

end

araa

n1

0A

ccu

6

Acc

u

02

-02

-20

10

OL

IG

ense

t3

0 1

2-0

2-2

01

01

0P

elum

asan

s.

d.

Feb

20

10

:

19

-0

2-2

01

0O

LI

Gen

set

30

ranta

i d

ryer

Oli

2.1

30

25

-0

2 2

01

0O

LI

Ken

dar

aan

10

Acc

u6

A

ccu

08

-03

-20

10

OL

IG

ense

t3

01

4-0

3-2

01

01

0P

elum

asan

s.d

. M

aret

20

10

:

26

-03

-20

10

OL

IG

ense

t3

0ra

nta

i d

ryer

Oli

2.1

60

30

-03

-20

10

OL

IK

end

araa

n1

0A

ccu

6

A

ccu

10

-04

-20

10

OL

IG

ense

t3

0 2

4-0

4-2

01

01

0P

elum

asan

s.d

. A

pri

l 2

01

0 :

OL

IG

ense

t 2

6-0

4-2

01

01

0ra

nta

i d

ryer

Oli

21

70

OL

IK

end

araa

nA

ccu

6

Acc

u

10

-05

-20

10

OL

IG

ense

t3

0 2

5-0

5-2

01

02

0P

elum

asan

s.d

. M

ei 2

01

0 :

OL

IG

ense

tra

nta

i d

ryer

Oli

21

80

OL

IK

end

araa

nA

ccu

9

10

-05

-20

10

Acc

uK

end

araa

n3

13

-06

-20

10

OL

IG

ense

t3

0 1

7-0

6-2

01

01

0P

elum

asan

s.d

. Ju

ni

20

10

:

OL

IG

ense

t 2

7-0

6-2

01

01

0ra

nta

i d

ryer

Oli

21

90

OL

IK

end

araa

nA

ccu

9

Acc

u

KE

LU

AR

NY

A L

IMB

AH

B3

DA

RI

TP

S

Sis

a t

ahu

n 2

009

Page 63: 1 limbah.pdf

JURNAL KEGIATAN PRAKTEK LAPANGAN (PL)

Dilaporkan perhari

Nama : Ika Kartika

NIM / Departemen : F34070092 / Teknologi Industri Pertanian

Periode PL : 2010/2011

Lokasi PL : PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

Nama Instansi/perusahaan : Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII

Alamat Instansi/perusahaan : Jl. Teuku Umar No. 300 Kedaton-Bandar Lampung

Nama Pembimbing Lapangan : Iyushar Ganda Saputra dan Yusuf Budi Kumoro

No. Tanggal Uraian Kegiatan Tanda tangan & Catatan

Pembimbing

1 1 Juli 2010 Pengamatan lapangan : penanganan

limbah cair �

2 2 Juli 2010 Pengamatan lapangan kegiatan produksi

karet (bagian penerimaan lateks) �

3 3 Juli 2010 Pengamatan lapangan : produksi karet

bagian pengenceran �

4 5 Juli 2010 Penggumpalan dengan asam semut di bak

penggumpalan �

5 6 Juli 2010 Bagian penggilingan dan penipisan �

6 7 Juli 2010 Bagian penghancuran dan pengeringan �

7 8 Juli 2010 Bagian pengepresan dan pengemasan �

8 9 Juli 2010 Bagian penggudangan dan distribusi �

9 12 Juli 2010 Bagian teknik dan mesin �

10 13 Juli 2010 Pengamatan lapangan : lokasi pembibitan �

11 14 Juli 2010 Pengamatan lapangan : penanganan

limbah cair �

12 15 Juli 2010 Pengamatan lapangan : bagian penerimaan

lateks dan penggumpalan �

13 16 Juli 2010 Pengamatan lapangan : bagian penerimaan

lateks (saat hari hujan) �

14 17 Juli 2010 Pengamatan bagian teknik dan mesin �

15 19 Juli 2010 Analisa mutu produk SIR

Data analisa limbah

ada di bagian

laboratorium

16 20 Juli 2010 Analisa mutu produk SIR �

17 21 Juli 2010 Analisa mutu produk SIR �

18 22 Juli 2010 Analisa limbah cair �

19 23 Juli 2010 Analisa limbah cair �

20 24 Juli 2010 Analisa limbah cair �

21 26 Juli 2010 Analisa limbah gas �

22 27 Juli 2010 Analisa limbah gas �

23 28 Juli 2010 Analisa limbah padat dan B3 �

24 29 Juli 2010 Pengamatan rubber trap I dan rubber trap

II �

25 30 Juli 2010 Pengamatan kolam anaerobik I dan

anaerobik II �

Page 64: 1 limbah.pdf

JURNAL KEGIATAN PRAKTEK LAPANGAN (PL), lembar ke 2 (dua)

Nama : Ika Kartika

NIM / Departemen : F34070092 / Teknologi Industri Pertanian

No. Tanggal Uraian Kegiatan Tanda tangan & Catatan

Pembimbing

26 31 Juli 2010 Pengamatan kolam fakultatif I dan

fakultatif II �

27 2 Agustus 2010 Pengamatan kolam aerobik I dan aerobik

II �

28 3 Agustus 2010 Pengamatan kolam recycling dan aerobik

I �

29 4 Agustus 2010

Pengamatan di tempat pengeluaran emisi

udara (tempat mesin genset dan cerobong

drier)

30 5 Agustus 2010 Pengamatan di tempat pengumpulan

sementara limbah B3 dan lump �

31 6 Agustus 2010 Pengamatan di rubber trap I �

32 7 Agustus 2010 Pengamatan di rubber trap II �

33 9 Agustus 2010 Pengamatan di kolam anaerobik I �

34 10 Agustus 2010 Pengamatan di kolam anaerobik II �

35 11 Agustus 2010 Pengamatan kolam fakultatif I dan

fakultatif II �

36 12 Agustus 2010 Pengamatan kolam aerobik I, aerobik II

dan recycling �

37 13 Agustus 2010 Pengulangan / Review proses pengolahan

38 14 Agustus 2010 �

39 16 Agustus 2010 Pengamatan ulang proses, analisa limbah,

dan produksi hasil jadi

40 18 Agustus 2010 �