1 halaman judul dkk - repository.ipb.ac.id · beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk...
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perilaku Prososial
Perilaku prososial adalah perilaku yang memiliki konsekuensi positif,
perilaku prososial sebagai tindakan yang ditujukan untuk memberi bantuan atau
kebaikan pada orang lain atau kelompok orang tanpa mengharapkan balasan
dengan cara-cara yang cenderung mentaati norma sosial. Tindakan itu kadang-
kadang memerlukan pengorbanan atau resiko pada diri sipelaku.
Orang yang prososial sama dengan orang yang sosial yaitu mereka yang
perilakunya mencerminkan keberhasilan di dalam tiga proses sosialisasi, dimana
proses sosialisasi itu sendiri adalah belajar berperilaku yang dapat diterima
secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan
sikap sosial, sehingga mereka cocok dengan kelompok tempat mereka
menggabungkan diri dan diterima sebagai anggota kelompok (Pradista 2009).
Menurut Tan (1981) dalam Pradista (2009) perilaku prososial meliputi
penampilan seseorang dalam tindakan yang diinginkan atau dikehendaki oleh
masyarakat sekitar, seperti mau menolong orang lain, mampu mengontrol sifat
agresif, pengungkapan perasaan diri sendiri atau orang lain, mampu melawan
godaan (seperti godaan untuk mencontek), pengungkapan perasaan simpati
kepada orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain, mampu menahan diri
dari pengungkapan rasa atau kepuasan diri sendiri, menjalankan tugas
sebagaimana mestinya dan menaati peraturan-peraturan yang ada. Sedangkan
menurut Wibawa, Arif dan Sosiawan (1997) dalam Pradista (2009) perilaku
prososial adalah perilaku yang memiliki konsekuensi positif sebagai tindakan
yang ditujukan untuk memberi bantuan atau kebaikan pada orang lain atau
kelompok orang tanpa mengharapkan balasan dengan cara-cara yang
cenderung mentaati norma sosial. Tindakan itu kadang-kadang memerlukan
pengorbanan atau resiko pada diri sipelaku.
Staub dalam Setiawan (2009) mendefinisikan perilaku prososial sebagai
suatu perilaku yang memiliki konsekuensi sosial positif secara fisik maupun
secara psikologis, dilakukan secara sukarela dan menguntungkan orang lain.
Wrightsman dan Daux dalam Setiawan (2009) menjelaskan bahwa perilaku
prososial merupakan tindakan yang mempunyai akibat sosial secara positif, yang
ditujukan bagi kesejahteraan orang lain baik secara fisik maupun secara
psikologis, dan perilaku tersebut merupakan perilaku yang lebih banyak
9
memberikan keuntungan pada orang lain daripada dirinya sendiri. Menurut Staub
(Dayakisni dan Hudaniah 2006) dalam Setiawan (2009) ada tiga indikator yang
menjadi tindakan prososial, yaitu:
a. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada
pihak pelaku.
b. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela.
c. Tindakan itu menghasilkan kebaikan.
Beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu;
a. Self-gain: harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari
kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau
takut dikucilkan.
b. Personal values and norms: adanya nilai-nilai dan norma sosial yang
diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan
sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan
prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan
serta adanya norma timbal balik.
c. Empathy: kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau
pengalaman orang lain.
Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan membagi (sharing),
kejujuran (honesty), tanggung jawab (responsibility) kerjasama (kooperatif),
menyumbang (donating), menolong (helping), dermawan (generousity) serta
mempertimbangkan hak-hak kesejahteraan orang lain (Mussen et al, 1989 dalam
Darmadji 2009).
Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan
lingkungan di mana individu itu berada. Perilaku manusia itu didorong oleh motif
tertentu sehingga manusia itu berperilaku tertentu pula (Walgito 2003). Perilaku
prososial juga bisa muncul dalam diri seseorang kalau individu memilliki
kepercayaan. Dalam konteks ini terdapat beberapa teori yang dirangkum dari
berbagai pendapat para ahli, yaitu: (a) teori insting, yang merupakan perilaku
innate, perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena
pengalaman; (b) teori dorongan (drive theory), yang bertitik tolak dari pandangan
bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan tertentu. Dorongan-
dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang
mendorong organisme berperilaku; (c) teori insentif (incentive theory), yang
bertitik tolak dari pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena
10
adanya insentif. Insentif atau disebut juga reinforcement di mana ada yang positif
dan ada yang negatif.
Reinforcement yang positif berkaitan dengan hadiah yang akan
mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan reinforcement yang negatif
berkaitan dengan hukuman yang akan dapat menghambat dalam organisme
berperilaku; (d) teori atribusi, yang menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku
orang apakah disebabkan oleh disposisi internal (seperti motif, sikap, dan
sebagainya) ataukah disebabkan oleh keadaan eksternal; dan (e) teori kognitif,
yang menjelaskan apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti
dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan
membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan (subjective
expected utility).
Perilaku prososial konsumen adalah perilaku ekologis konsumen antara
lain memperhatikan bagaimana dampak produk yang dikonsumsi, melakukan
penghematan energi, melakukan daur ulang, membeli produk organik dan
membeli produk serta memanfaatkan secara bijaksana. Perilaku prososial
merupakan suatu perilaku cerminan dari aspek kognitif yang melandasi individu
dalam mengolah informasi dan membuat suatu keputusan. Perilaku prososial
merupakan perilaku yang dipertimbangkan dengan memperhatikan segala
sesuatu risiko dan konsekuensinya. Tidak semua individu bisa menerapkannya
dalam kegiatan sehari-hari. Perilaku ini tidak bisa tumbuh begitu saja, tetapi
merupakan sesuatu yang dipahami oleh individu dalam jangka waktu yang lama.
Perilaku prososial merupakan perilaku yang ideal dan dianggap bisa
menciptakan suatu tatanan hidup bermasyarakat yang bersih, langgeng, dan
sehat. Keluarga bisa mengajarkan anak sebagai konsumen yang bijaksana sejak
kecil. Orangtua bisa menjadi panutan anak dalam bertindak. Lingkungan sekitar
yaitu teman, sekolah, dan masyarakat bisa mempengaruhi terbentuknya norma
personal dalam diri individu.
Model Perilaku Prososial
Ada dua model psikologis tradisi yang telah diterapkan untuk menjelaskan
perilaku prososial yaitu theory of reasoned action yang diformulasikan oleh
Fishbein dan Ajzen yang dalam perkembangannya menjadi theory of planned
behavior dan norm activation theory.
11
Theory of Reasoned Action Menurut Jogiyanto (2007) dalam Ramdhani (2009) Theory Reasoned
Action pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980. Teori ini disusun
menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang
sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA,
Ajzen (1980) dalam Ramdhani (2009) menyatakan bahwa niat seseorang
untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak
dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa
niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua
penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards
behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma
subjektif (subjective norms).
Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif
terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi
TRA dengan keyakinan (beliefs). Pengaruh sikap berasal dari keyakinan
terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari
keyakinan normatif (normative beliefs). Secara skematik TRA digambarkan seperti
pada Gambar 1.
Gambar 1 Theory of Reasoned Action (Ajzen (1980) dalam Ramdhani, 2009)
Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut
dari TRA. Ajzen (1988) dalam Ramdhani (2009) menambahkan konstruk yang
belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral
control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang
dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau dan Hu 2002)
dalam Ramdhani ( 2009). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya
Behavioral Belief
Normative Belief
Attitude towards Behavior
Subjective Norms
Intention to
BehaveBehavior
12
suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata,
tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat di lakukannya yang
bersumber pada keyakinan terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Ajzen
(2005) dalam Ramdhani (2009) menambahkan faktor latar belakang individu ke
dalam TPB, sehingga secara skematik TPB digambarkan secara lengkap seperti
Gambar 2.
Gambar 2 Theory of Planned Behavior (Ajzen (1980) dalam Ramdhani, 2009)
Norm Activation Theory
Schwartz dan Howard (1981) mengembangkan Norm Activation Theory
(NAT) (Gambar 3) untuk menjelaskan perilaku altruistik yaitu perilaku yang
dilakukan untuk kepentingan orang lain, bermanfaat secara sosial dan
menekankan nilai yang diberikan kepada orang lain. Norma personal atau
personal norm (PN) di aktifkan oleh perilaku kesadaran dan keyakinan tentang
tanggung jawab pribadi. Schwartz juga beranggapan bahwa kesadaran dan
tanggung jawab berpengaruh terhadap perilaku
Behavioral
Belief Attitude
Toward the Behavior
Normative Beliefs
Subjective Norms
Control Beliefs
Perceived Behavior Control
intention Behavior
Backgound Factors.
Personal General- Attitudes Personality- Trait Values Emotions Intelligence
Social Age, gender, Race, Etnicity, Education, Income, Religion.
Information Experience Knowledge Media Expo
13
Gambar 3 Norm Activation Theory (Schwartz dan Howard, 1981)
Wall et al (2007) mengemukakan perbedaan TPB dan NAT seperti yang
terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan Theory of Planned Behavior dan Norm-Activation Theory
No Theory of Planned Behavior Norm-Activation Theory
1 Menekankan pada utilitas pribadi Menekankan pada altruistik dan manfaat bagi orang lain yang di prioritaskan di atas kepentingan pribadi
2 Fokus pada eksternal (Subyektif Norm) Fokus pada norma-norma internal (Personal Norm)
3 Terdapat perilaku yang di kontrol NAT tidak ada kontrol
4 Terdapat niat (BI / Behavior Intention) NAT tidak ada BI
Norm Activation Model
Sebuah model yang umum digunakan untuk mempertimbangkan hasil-
hasil yang diharapkan bagi orang lain ketika menjelaskan perilaku prosocial
adalah Norm Activation Model (NAM) yang di populerkan oleh Schwartz. NAM
telah banyak digunakan pada penelitian untuk menjelaskan keinginan dan
perilaku prososial. Model ini mengasumsikan bahwa perilaku prosocial adalah
hasil dari aktivasi norma-norma pribadi yang didefinisikan sebagai kewajiban
moral untuk melakukan atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu
(Schwartz dan Howard 1981). NAM menyebutkan bahwa norma-norma pribadi
atau Personal Norm (PN) sudah diaktifkan ketika seseorang mengakui bahwa
tidak bertindak prosocial akan mengakibatkan konsekuensi negatif bagi orang
lain (Awareness of Consequences; AC) dan merasa bertanggung jawab atas
konsekuensi negatif ini (Ascription of Responsibility; AR). Jika PN tidak
Awareness of a behavior’s Consequences
Responsibility beliefs
Personal Norm
Behavior
14
diaktifkan, tidak ada tindakan prososial yang akan diakui sebagaimana mestinya
dan tidak ada tindakan prososial yang akan mengikuti.
Penelitian prososial dan penelitian pro lingkungan lebih banyak
menerapkan NAM sebagai modelnya. Perilaku pro lingkungan merupakan hal
yang khusus di perilaku prososial, dimana perilaku pro lingkungan mensyaratkan
seseorang juga bermanfaat untuk orang yang lain , tetapi sering kali tidak ada
manfaat langsung yang di terima oleh individu yang terlibat dalam perilaku ini.
Norm activation model dapat digunakan sebagai moderator dan mediator
dalam menentukan perilaku, seperti yang terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
NAM sebagai mediator beranggapan bahwa AC dan AR memiliki efek tidak
langsung pada niat dan perilaku melalui norma personal. PN diasumsikan untuk
menjembatani hubungan antara AR, niat Prososial dan perilaku. AR diasumsikan
untuk menjembatani hubungan AC dan PN. Jika NAM sebagai mediator
implementasi kebijakan akan relatif lebih berhasil karena sasaran utamanya
adalah kesadaran (AC) sebelum berfokus pada tanggung jawab dan norma.
NAM sebagai moderator akan meningkatkan tanggung jawab kemungkinan
cukup ketika mempromosikan perilaku prososial (De Groot dan Steg 2009)
Moderator Model
Gambar 4 Norm Activation Model sebagai moderator (De Groot dan Steg 2009)
Mediator Model
Gambar 5 Norm Activation Model sebagai mediator (De Groot dan Steg 2009)
Personal Norm
Awareness ofConsequences
Ascription of Responsibility
Prosocial Intentions and
Behavior
Awareness of Consequences
Ascription of Responsibility
Personal Norm
Prosocial Intentions and
Behavior
15
Penelitian yang dilakukan oleh De Groot dan Steg (2009) menyatakan
bahwa dari lima penelitian menunjukkan NAM yang terbaik harus diartikan
sebagai model mediator, bahwa perilaku prososial dapat dipromosikan dengan
meningkatkan kesadaran terlebih dahulu dan kemudian meningkatkan tanggung
jawab untuk masalah-masalah yang ada, hal ini memperkuat kewajiban moral
untuk mengambil tindakan prososial.
Kesadaran
Sadar artinya merasa, tahu atau ingat (kepada keadaan yang
sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya. Kesadaran yang dimiliki
oleh manusia merupakan bentuk unik dimana ia dapat menempatkan diri
manusia sesuai dengan yang diyakininya (Wikipedia 2010). Menururt Siswanto
(2010) konsep atau makna kesadaran dapat diartikan sebagai sikap perilaku diri
yang tumbuh dari kemauan diri dengan dilandasai suasana hati yang ikhlas/rela
tanpa tekanan dari luar untuk bertindak yang umumnya dalam upaya
mewujudkan kebaikan yang berguna untuk diri sendiri dan lingkungannya.
Teori kesadaran (cognotive theory) menyatakan bahwa perilaku
merupakan respon positif atau negatif, tidak ada variabel-variabel lain yang turut
mempengaruhinya. Dalam teori kesadaran proses belajar di pengaruhi oleh
faktor-faktor seperti; sikap, keyakinan, pengalaman masa lalu dan kesadaran
mengenai bagaimana memanfaatkan suatu keadaan untuk mencapai tujuan.
Teori kesadaran lebih menekankan pada proses pemikiran seseorang
yang sangat menentukan pola perilakunya. Kesadaran dalam mendukung usaha
efisiensi dan konservasi energi hendaknya diikuti dengan pembentukan perilaku
masyarakat yang hemat energi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), kesadaran lingkungan
diartikan sebagai pengertian yang mendalam pada orang seorang atau
sekelompok orang yang terwujud di pemikiran, sikap, dan tingkah laku yang
mendukung pengembangan lingkungan. Menurut Soerjani (1987) dalam Utami
(1998) kesadaran masyarakat mengenai masalah lingkungan sudah mulai
tumbuh, tetapi tingkat kesadaran yang ada belum cukup tinggi untuk mengetahui
perilaku mereka atau untuk menjadi motivasi yang kuat sehingga dapat
melahirkan tindakan yang nyata dalam usaha perbaikan lingkungan hidup.
16
Tanggungjawab Tanggungjawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya artinya jika ada sesuatu hal,
boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya, sedangkan
bertanggungjawab adalah suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani
mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala
resikonya. Menurut Johannesen (1996) tanggungjawab mencakup unsur
pemenuhan tugas dan kewajiban, dapat dipertanggungjawabkan ketika dinilai
menurut yang disepakati, dan dapat dipertanggungjawabkan menurut hati nurani
kita sendiri.
Kewajiban dan tanggungjawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk
maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care), melindungi, menjaga, dan
melestarikan alam. Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam menjadi
tanggung jawab moral terhadap alam, karena secara ontologis adalah manusia
bagian integral dari alam. Kenyataan ini melahirkan sebuah prinsip moral bahwa
manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya
dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestarian setiap bagian
dan benda di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Tanggungjawab ini
bukan saja bersifat individual melainkan juga kolektif.
Menurut Keraff dalam Sondurubun (2006) masalah lingkungan hidup
memiliki kesatuan yang amat integral dengan masalah moral, atau persoalan
perilaku manusia. Krisis energi secara global yang kita alami dewasa ini adalah
juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global, karenanya kita
perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Hanya bisa diatasi dengan
melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang
fundamental dan radikal. Dibutuhkan sebuah pola hidup atau gaya hidup baru
yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga budaya masyarakat
secara keseluruhan. Beberapa prinsip yang perlu dilakukan:
1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature)
2. Prinsip Tanggung Jawab ( Moral Responsibility for Nature)
3. Solidaritas Kosmis ( Cosmic Solidarity)
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam ( Caring for Nature)
5. Prinsip “No Harm”
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
17
Prinsip tanggungjawab moral ini menuntut manusia untuk mengambil
prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga
alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti, kelestarian dan kerusakan alam
merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.
Norma Personal Menurut Schwartz (1973) dalam Aertsens et al (2009) yang dimaksud
norma personal adalah keyakinan seseorang atas tindakan yang dianggap benar
atau salah. Ketika sesorang tidak memiliki norma personal yang jelas terhadap
tindakan tertentu, jika ia harus bertindak, maka ia dapat menetapkan norma
berdasarkan nilai umum yang dimilikinya. Berdasarkan Schwartz (1977) dalam
Aertsens et al (2009) norma personal teraktivasi adalah norma personal yang
dirasakan sebagai kewajiban moral. Norma personal dapat mengacu pada norma
sosial yang terinternalisasi, ataupun juga sebagai hasil dari penalaran mengenai
konsekuensi perilaku moral.
Schwartz dan Howard (1981) dalam De Groot dan Steg (2009)
menyatakan bahwa norma personal adalah perasaan kewajiban moral untuk
melakukan atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu yang
mengakibatkan tindakan prososial. Norma personal diaktifkan ketika seseorang
mengakui bahwa tidak bertindak prososial akan mengakibatkan konsekwensi
negatif bagi orang lain atau lingkungan. Norma personal dapat di artikan juga
sebagai sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti kata hatinya
terhadap tindakan atau perilaku yang akan dilakukannya.
Norma personal merupakan aspek internal pada perilaku prososial,
sedangkan aspek eksternalnya adalah norma sosial. Norma personal, terhadap
keyakinan akan konsekuensi tindakan, merupakan sesuatu yang diyakini baik
dan harus dilakukan oleh setiap individu dalam kegiatan keseharinya. Norma
personal ini mempengaruhi tindakan yang ada dalam diri seseorang dan menjadi
pedoman hidup. Norma personal bisa ditumbuhkan melalui aspek sosialisasi baik
oleh keluarga, lingkungan, dan media.
Maksud Perilaku Maksud perilaku adalah kecenderungan atau indikasi dari keputusan
seseorang untuk melakukan suatu tindakan (Crano dan Brewer (1986) dalam
Kusumastuti 2004). Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Kusumastuti
18
(2004) mendefinisikan intensi berperilaku merupakan suatu konsep yang
menunjuk pada seberapa besar kemungkinan subyektif seseorang untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu. Menurut Allport (1978) dalam Kusumastuti
(2004) bahwa konsep intensi mempresentasikan harapan, keinginan, ambisi,
aspirasi dan rencana seseorang yang akan dilakukannya di masa yang akan
datang.
Maksud berperilaku adalah niat atau maksud seseorang untuk melakukan
sesuatu dengan perhatian yang diberikan kepada objek sikap. Niat untuk
melakukan sesuatu ini tidak selalu menghasilkan perilaku aktual (Solomon 1999).
Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan maksud berperilaku sebagai keinginan
konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki,
membuang, dan menggunakan produk atau jasa
Menurut Sumarwan (2002) maksud berperilaku adalah sebagai
kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang
berkaitan dengan objek sikap (produk atau merek tertentu). Shiffman dan Kanuk
(2004) mendefinisikan maksud berperilaku sebagai kesukaan atau
kecenderungan yang akan dilakukan oleh seseorang melalui tindakan yang
spesifik atau perilaku dalam cara tertentu dengan perhatian atau fokus pada
objek sikap.
Menurut Ramdhani (2008) niat untuk melakukan perilaku (intention)
adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak
melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu
memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih
untuk melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang
lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.
Hal ini dapat di simpulkan bahwa intensi atau maksud perilaku
merupakan konsep yang menunjuk pada seberapa besar kemungkinan, niat dan
harapan seseorang untuk menunjukkan sikap dan tingkah laku tertentu di masa
yang akan datang. Teori sikap dari Fishbein dan Ajzen menyatakan bahwa sikap
memiliki tiga komponen yaitu:
1. komponen perasaan (affection).
2. komponen pemikiran (cognition).
3. komponen kecenderungan tingkah laku (conation).
19
Jika melihat dari teori Fishbein maka konsep intensi atau maksud perilaku pada
penelitian ini masuk pada komponen yang ketiga. Dimana teori intensi
menunjukkan pada ditampilkannya suatu tingkah laku pada situasi tertentu.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hemat Listrik
Karakteristik individu merupakan uraian suatu populasi yang dinyatakan
dalam besaran (size), struktur dan distribusi (Suprapto dan Limakrisna 2007).
Menurut De Fleur dan Rokeach (1989), perbedan individu sangat kuat
mempengaruhi perilaku seseorang dan akan memberikan respons yang
berlainan karena setiap orang memiliki tingkat predisposisi motivasional yang
berbeda dalam memberikan respons. Selanjutnya Sumarwan (2004) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik konsumen adalah
pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan
karakteristik demografi.
Menurut Engel et al, (1994) perilaku konsumen dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
1. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, pengaruh
pribadi, situasi dan kelompok acuan.
2. Perbedaan individu, yang meliputi sumber daya konsumen, sikap, gaya
hidup, dan demografi.
3. Proses psikologi, yang meliputi pemprosesan informasi, pembelajaran
dan perubahan sikap dan perilaku.
Menurut Asael (1984) dalam Nurjanah (2000), menyatakan bahwa
karakteristik konsumen seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan dan
pendapatan berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Karakteristik konsumen
dapat berfungsi untuk mengetahui motivasi dan niat dalam melakukan tindakan.
Usia Usia seseorang dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap suatu
barang atau jasa. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
persepsi seseorang dalam pembuatan keputusan dan menjaga segala sesuatu,
seperti barang dan jasa, sebagai sesuatu yang baru. Hal tersebut disebabkan
oleh usia yang berpengaruh terhadap kecepatan seseorang dalam menerima
sesuatu yang baru (Kotler 2002). Perbedaan usia akan mempengaruhi
perbedaan selera dan kesukaan terhadap suatu barang atau jasa.
20
Pendidikan dan Pekerjaan Pendidikan adalah sumber daya manusia potensial yang merupakan
kunci utama kemajuan suatu bangsa. Inti pendidikan itu sendiri (baik resmi atau
tidak) pada dasarnya adalah proses alih informasi dan nilai-nilai yang ada.
Selama proses itu terjadi, pengalaman dan kemampuan menalar atau
pengambilan kesimpulan seseorang bertambah baik (Suntoro et al 1992).
Tingkat pendidikan seseorang menggambarkan kesanggupan intelektual
orang tersebut. Kesanggupan intelektual merupakan ciri khusus manusia yang
membedakannya dari makhluk hidup lainnya (Sediaoetama 1991). Tingkat
pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi
seseorang. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut,
cara berfikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah.
Konsumen atau pelanggan yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan
sangat responsif terhadap informasi. Umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang, semakin besar kemungkinan orang itu berpendapatan tinggi
(Schiffman dan Kanuk 2004).
Menurut Kasmir (2006) konsumen yang berpendidikan Sekolah Dasar
memiliki pola pikir yang berbeda dalam memilih produk atau jasa dengan lulusan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau sarjana. Selain itu, pelanggan yang memilki
pendidikan sarjana lebih mampu bersikap kritis terhadap apa yang akan
dilakukan.
Pendapatan dan Pengeluaran
Pendapatan adalah sumberdaya material yang diterima oleh seseorang
dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah yang umumnya diterima
dalam bentuk uang. Tersedianya uang menentukan banyaknya benda ekonomi
yang dibutuhkan oleh suatu keluarga untuk dapat membeli dan memiliki benda
tersebut. Anggota keluarga yang menjadi sumber utama keuangan keluarga
disebut pencari nafkah dan biasanya dipegang oleh ayah atau suami
(Sediaoetama 1991).
Pola pemakaian sumber keuangan sangat dipengaruhi oleh pola atau
gaya hidup keluarga. Pendapatan yang tinggi akan membuat seseorang ingin
membeli barang-barang elekrtonik untuk mempermudah dalam pekerjaan rumah,
sehingga jumlah barang elektronik yang dimiliki semakin banyak. Mengetahui
21
pola pengeluaran rumahtangga merupakan salah satu cara untuk dapat
mengetahui tingkat kehidupan masyarakat.
Usaha Rumahtangga yang Membutuhkan Energi Listrik Listrik pada tingkat rumahtangga tidak hanya digunakan untuk
kepentingan anggota rumahtangga saja, tetapi dapat juga digunakan untuk
proses produksi usaha rumah tangga jika rumahtangga tersebut memiliki usaha.
Dalam proses produksi yang dilakukan, terdapat beberapa jenis usaha di rumah
tangga yang membutuhkan energi listrik. Jenis usaha rumah tangga tersebut
antara lain usaha menjahit/konveksi, percetakan, salon, usaha makanan atau
catering, laundry, dan usaha-usaha lainnya. Penggunaan energi listrik ini tentu
menambah jumlah konsumsi listrik dalam rumahtangga. Oleh karena itu, usaha
rumahtangga perlu diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat
konsumsi energi listrik dalam rumahtangga.
Kepemilikan Alat Elektronik di Rumahtangga Secara bahasa peralatan dapat diartikan sebagai benda yang dipakai
untuk mengerjakan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001), listrik
merupakan daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan atau
melalui proses kimia, dapat digunakan untuk menghasilkan panas atau cahaya,
atau untuk menjalankan mesin. Jadi yang dimaksud dengan peralatan listrik
adalah semua benda yang dapat digunakan untuk melakukan sesuatu yang
dapat berfungsi jika menggunakan listrik sebagai sumber energinya. Sedangkan
peralatan listrik rumah yaitu berkaitan dengan peralatan listrik yang biasa
digunakan di rumah (Sunarto 2009). Pada saat ini hampir semua peralatan
rumah tangga tidak bisa lepas dari penggunaan energi listrik yang lebih
memberikan kepraktisan dalam pengoperasiannya (Susanta dan Agustoni 2007).
Peralatan listrik rumah tangga pada umumnya sudah dirancang untuk
pemakaian listrik yang hemat, namun pada prakteknya masih ditemukan
pemborosan energi listrik. Hal ini dapat terjadi antara lain karena penggunaan
peralatan dengan cara yang kurang tepat.
Menurut Handoko (2010) pemanfaatan listrik dapat dibagi menjadi dua
yaitu manfaat primer dan manfaat sekunder. Manfaat primer karena peran listrik
sangat pokok dalam menunjang kegiatan rumahtangga, misalnya untuk
penerangan dan sumber tenaga eksplorasi air. Susanta dan Agustoni (2007)
22
membagi manfaat primer menjadi tiga yaitu listrik untuk pencahayaan yang
digunakan untuk menyalakan lampu-lampu listrik, listrik untuk pengudaraan,
digunakan untuk menyalakan alat-alat pengudaraan buatan seperti kipas angin
dan AC (air conditioner) dan listrik untuk tata air yang dimanfaatkan untuk
menyalakan pompa air listrik dan pemanas air (water heater).
Listrik memiliki manfaat sekunder karena listrik hanya digunakan untuk
menunjang kegiatan yang dilakukan di dalam rumah, seperti sumber tenaga
untuk televisi, radio, lemari es, microwave, mesin cuci dan peralatan listrik
lainnya. Jumlah peralatan listrik yang dimiliki oleh sebuah rumahtangga lebih
banyak dipengaruhi oleh daya listrik yang dimiliki, jumlah anggota keluarga,
kebutuhan alat listrik masing-masing anggota rumahtangga, dan tipe rumah.
Pengetahuan Pengetahuan adalah sebagai kepercayaan konsumen terhadap objek
(Solomon 1999). Hawkins, Best, dan Coney (2001) juga menyatakan bahwa
pengetahuan adalah kepercayaan konsumen terhadap suatu objek. Menurut
Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang
didefinisikan sebagai pengetahuan dan persepsi yang merupakan kombinasi dari
pengalaman nyata terhadap suatu objek dengan informasi terkait dari sumber-
sumber lainnya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang mencakup ingatan
akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal ini dapat
meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui (Winkel 2004).
Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mendefinisikan pengetahuan
sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari
informasi total yang relevan dengan fungsi pelanggan di pasar disebut
pengetahuan pelanggan. Pengetahuan pelanggan terdiri dari informasi yang
disimpan dalam ingatan, yaitu pengetahuan produk (product knowledge),
pengetahuan pemakaian (usage knowledge) dan pengetahuan pembelian
(purchase knowledge).
Pengetahuan produk kumpulan berbagai macam informasi mengenai
produk. Pengetahuan produk meliputi kategori produk, merek, terminologi
produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan produk
(Sumarwan 2002). Pada masyarakat pengguna listrik diharapkan mengetahui
sejauh mana pelanggan tenaga listrik mengetahui proses, seperti dari energi
minyak melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), diubah menjadi tenaga
23
listrik, disalurkan melalui saluran udara bertegangan tinggi (SUTT), di
distribusikan melalui saluran udara bertegangan rendah (SUTR) ke rumah-rumah
dan industri.
Pengetahuan pembelian mencakup berbagai informasi yang dimiliki
konsumen dan berhubungan erat dengan pembelian produk. Melalui jasa
pelayanan seperti mengajukan permohonan tambah daya atau pasang baru
dapat dilakukan oleh masyarakat langsung ke kantor pelayanan listrik.
Pengetahuan pemakaian menurut Sumarwan (2002) adalah bahwa suatu
produk akan memberikan manfaat secara maksimal apabila produk tersebut
digunakan secara tepat. Masyarakat sebagai pelanggan listrik apabila
menggunakan listrik secara tepat, maka biaya penggunaan listrik menjadi lebih
hemat. Biaya pemakaian tenaga listrik adalah merupakan biaya yang wajib di
bayar oleh pelanggan tiap bulan, pemakaian energi dalam kWh meter,
pemakaian pada waktu beban puncak pukul 17.00 – 22.00, pemakaian energi
dapat di hemat melalui peningkatan dan kesadaran untuk lebih efisien dalam
penggunaan peralatan listrik.
Sumber Informasi Keberadaan media informasi telah menjadi bagian dalam hidup manusia.
Perkembangan teknologi informasi direspon oleh masyarakat yang menghendaki
kemudahan akses yang berkaitan dengan jasa telekomunikasi. Interaksi yang
tercapai antara manusia dengan teknologi komunikasi dan informasi
mengakibatkan terjadinya perubahan pola hidup manusia modern masa kini
(Deppen 1993)
Menurut Kotler (2002) sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari
empat kelompok: (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga dan kenalan, (2)
sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang, kemasan dan pedagang di
toko), (3) sumber publik (media massa dan organisasi penilaian konsumen), (4)
sumber pengalaman atau percobaan (penanganan, pengujian dan penggunaan
produk). Setiap sumber imformasi memberikan fungsi yang berbeda-beda dalam
mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi dari sumber komersial biasanya
menjalankan fungsi pemberitahuan. Penggunaan sumber informasi yang
berbeda dapat menuntun konsumen dalam keputusan pembelian yang berbeda.
Dalam penyampaian informasi digunakan alat atau perangkat yang
disebut media informasi. Media informasi diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu 1)
24
media cetak, seperti surat kabar, majalah dan lain-lain; 2) media elektronik,
seperti radio, televisis dan film; 3) media tradisional, seperti papan pengumuman
dan bedug (Mappiare et al (1995) dalam Restikowati 2007).
Sumber informasi dapat mempengaruhi dan mengubah perilaku
seseorang dalam pengambilan sebuah keputusan. Sumber informasi selain
melalui media dapat juga melalui kelompok acuan. Kelompok acuan adalah
seseorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi
perilaku seseorang (Sumarwan 2002), sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk
(2004) kelompok acuan adalah orang atau sekelompok orang yang memberi
pengaruh secara bermakna pada individu baik secara umum maupun
spesifiktentang nilai, sikap atau perilaku. Kelompok acuan yang sering digunakan
sebagai komunikasi pemasaran diantaranya adalah selebriti, pakar atau ahli, juru
bicara dan para eksekutif perusahaan.
Kredibilitas sumber informasi mempengaruhi perumusan pesan. Jika
sumbernya sangat dihormati dan disukai oleh audien yang diharapkan, pesan
tersebut kemungkinan lebih besar untuk di percaya. Sebaliknya, pesan yang dari
suatu sumber yang tidak dapat dipercaya mungkin diterima dengan ragu-ragu
dan mungkin ditolak (Schiffman dan Kanuk 2004). Menurut Kotler (1995), pesan
yang disampaikan oleh sumber yang sangat dipercaya lebih persuasif.
Kredibilitas sumber dipengaruhi oleh keahlian, sifat yang dapat dipercaya dan
kesukaan. Keahlian merupakan pengetahuan khusus yang dimiliki komunikator
untuk mendukung pernyataan yang disampaikan. Sifat yang dapat dipercaya
berhubungan dengan anggapan seberapa obyektif dan jujur sumber tersebut,
sedangkan kesukaan merupakan sikap konsumen yang dipengaruhi oleh suatu
sumber informasi akibat tercapainya kesesuaian diantara dua penilaian.
Penghematan Energi Penghematan adalah proses, cara, perbuatan menghemat, artinya
menggunakan dengan cermat dan tidak boros (Siregar 2006). Penghematan
energi atau konservasi energi dalam Wikipedia (2010) adalah tindakan untuk
mengurangi jumlah penggunaan energi. Penghematan energi dapat dicapai
dengan penggunaan energi secara efisien dimana manfaat yang sama diperoleh
dengan menggunakan energi lebih sedikit, ataupun dengan mengurangi
konsumsi dan kegiatan yang menggunakan energi. Penghematan energi dapat
25
menyebabkan berkurangnya biaya, serta meningkatnya nilai lingkungan,,
keamanan negara, keamanan pribadi, serta kenyamanan.
Penghematan energi adalah unsur yang penting dari sebuah kebijakan
energi. Penghematan energi menurunkan konsumsi energi dan permintaan
energi per kapita, sehingga dapat menutup meningkatnya kebutuhan energi
akibat pertumbuhan populasi. Hal ini mengurangi naiknya biaya energi, dan
dapat mengurangi kebutuhan pembangkit energi atau impor energi.
Berkurangnya permintaan energi dapat memberikan fleksibilitas dalam memilih
metode produksi energi.
Penghematan energi merupakan bagian penting dari mencegah atau
mengurangi perubahan iklim. Penghematan energi juga memudahkan digantinya
sumber-sumber tak dapat diperbaharui dengan sumber-sumber yang dapat
diperbaharui. Penghematan energi sering merupakan cara paling ekonomis
dalam menghadapi kekurangan energi, dan merupakan cara yang lebih ramah
lingkungan dibandingkan dengan meningkatkan produksi energi.
Menurut Yuliarto (2006) penghematan energi berbeda dengan
mengurangi konsumsi energi karena pada penghematan energi output yang
dihasilkan relatif sama, artinya ketika penghematan energi dilakukan, jumlah
energi yang digunakan lebih efisien dibandingkan sebelum penghematan energi
dilakukan. Pembatasan energi adalah memangkas konsumsi energi yang dapat
berakibat pada menurunnya output yang selama ini di hasilkan.
Hemat Energi Listrik Energi berarti tenaga atau kekuatan atau kapasitas untuk melakukan dan
menghasilkan gerak. Adapun energi listrik adalah tenaga yang dihasilkan oleh
listrik, dan listrik sendiri terjadi karena adanya perpindahan electron suatu atom
ke atom lain dari suatu zat.
Pengertian hemat energi listrik adalah usaha untuk menggunakan energi
listrik secara hati-hati atas dasar kehendak sendiri dengan mempertimbangkan
kondisi sumber energi saat ini dan masa yang akan datang. Penggunaan listrik
secara hemat selain berdampak positif bagi konservasi energi dan lingkungan,
juga berdampak baik bagi PLN dan berdampak baik bagi pengurangan subsidi
pemerintah. Tingkat keborosan penggunaan energi dapat diketahui dari elastisitas
energi dan intensitas energi. Elastisitas energi adalah perbandingan antara
26
pertumbuhan konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi. Angka elastisitas
energi di bawah 1,0 dicapai apabila energi yang tersedia telah dimanfaatkan
secara produktif, sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju, yang
besarnya berkisar 0,55-0,65. Sebuah bangsa dikatakan memiliki sistem
ketahanan nasional yang kuat dari generasi ke generasi apabila kaya akan
energi yang murah, terbarukan, tersedia di mana-mana, serta dimanfaatkan
secara optimal dan produktif. Angka elastisitas energi Indonesia, berkisar 1,04-
1,35, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tergolong negara yang boros energi.
Angka tersebut sangat jauh bila dibandingkan dengan elastisitas energi negara-
negara maju. Negara Jerman dapat mencapai elastisitas (-0.12) dalam kurun
waktu 1998–2003. Energi di Indonesia masih banyak digunakan untuk kegiatan
yang tidak menghasilkan, tercermin dari tingginya elastisitas energi Indonesia
(Statistik Ekonomi Indonesia 2007).
Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per
PDB (Pendapatan Domestik Bruto). Semakin efisien suatu negara, maka
intensitasnya akan semakin kecil. Selama ini, subsidi energi yang telah
diterapkan pemerintah justru mengakibatkan pemborosan energi, karena
penggunaannya kurang optimal. Terlihat dari intensitas energi yang relatif tinggi,
yakni 482 TOE (ton-oil-equivalent) per sejuta dollar AS, artinya untuk
menghasilkan nilai tambah 1 juta dollar AS, Indonesia membutuhkan energi 482
TOE. Intensitas energi Malaysia 439 TOE/juta dollar AS, dan intensitas energi
rata-rata negara maju yang tergabung dalam OECD (Organisasi Kerja Sama
Ekonomi dan Pembangunan) hanya 164 TOE/juta dollar AS. Hal ini
mengindikasikan bahwa potensi penghematan energi di Indonesia masih cukup
besar (Statistik Ekonomi Indonesia 2007).
Pelanggan Perusahaan Listrik Negara dan Tarif Dasar Listrik
Masyarakat yang menjadi pelanggan PLN beraneka ragam. Pelanggan
PLN dapat dikategorikan dari berbagai sudut pandang, yaitu (a) segi peruntukan
ada 5 golongan besar; rumahtangga, badan sosial, bisnis, industri dan pelayanan
publik, satu dengan yang lain berbeda kepentingan dalam penggunaan energi
listrik, dan dikenakan tarif yang berbeda, (b) segi tegangan penyambungan
tenaga listrik ada 3 kelompok, pelanggan listrik tegangan rendah, pelanggan
listrik tegangan menengah, pelanggan listrik tegangan tinggi, (c) dari segi batas
daya yang di gunakan, mulai 450 VA sampai lebih dari 6.600 VA.
27
Sebagian besar pelanggan PLN adalah pelanggan rumahtangga,
terutama rumahtangga kecil dengan daya tersambung 450VA dan 900VA.
Konsumsi listriknya juga kecil, yaitu rata-rata 78 kWh/bulan untuk pelanggan R1-
450 VA dan 118 kWh/bulan untuk pelanggan R1-900 VA. Pelanggan
rumahtangga yang relatif besar R2 > 2200 VA mengonsumsi rata-rata 636
kWh/bulan, dan pelanggan R3> 6600 VA mengonsumsi rata-rata 1662
kWh/bulan. Pengertian dari 1 kWh misalkan untuk 5 lampu @ 20 watt,
dinyalakan rata-rata 15 jam per hari, maka dalam satu hari kelima lampu tersebut
mengonsumsi listrik = 5 x 20 x 15 = 1500 watt.jam, atau = 1,5 kWh per hari, atau
= 45 kWh per bulan (PT. PLN 2010).
PT PLN mengeluarkan data pelanggan tahun 2009 tentang jumlah
pelanggan dan konsumsi listrik pada masing-masing kelompok seperti terlihat
pada Tabel 2. Pemerintah melalui Keputusan Presiden No 89 tahun 2002
membagi golongan tarif dan batas daya listrik sesuai yang di inginkan oleh
masing-masing pelanggan rumahtangga seperti yang terdapat pada Lampiran 7.
Tabel 2 Konsumsi listrik dan besarnya rekening listrik per pelanggan per bulan dari setiap kelompok pelanggan di seluruh Indonesia
Kelompok Pelanggan
Jumlah Pelanggan
Konsumsi kWh/bulan
per pelanggan
Rekening Rp/bulan per pelanggan
Sosia sangat kecil Sosial kecil Sosial besar
sd 900 VA 1300,2200 VA > 2200 VA
660.821 134.193 64.698
80 208 3.029
30.937 121.456 1.922.280
Rumah sangat kecil Rumah kecil Rumah besar Rumah sangat besar
450, 900 VA 1300,2200 VA >2200sd6600 VA > 6600 VA
31.676.840 4.641.960 482.576 94.677
93 241 636 1.662
47.392 160.738 492.090 1.935.905
Bisnis sangat kecil Bisnis kecil Bisnis besar Bisnis sangat besar
450, 900 VA 1300,2200 VA >2200sd200 kVA > 200 kVA
677.055 604.118 455.650 4.005
103 251 1.820 212.249
60.909 178.474 1.879.581 168.438.199
Industri sangat kecil Industri kecil Industri besar Industri sangat besar
450, 900 VA 1300,2200 VA >2200sd200 kVA > 200 kVA
620 1.719 36.919 8.363
122 241 8.294 419.544
68.896 176.984 6.611.097 256.966.271
Publik sangat kecil Publik kecil Publik besar Lainnya
450, 900 VA 1300,2200 VA >2200 VA P3, T, C, M
38.545 29.956 39.274 227.760
108 243 4.593 1.606
80.562 185.933 4.015.622 1.232.282
Total 39.879.749 Sumber : PT. PLN (2010)
28
Pelanggan Rumahtangga Pengguna Listrik di Profinsi Jawa Barat. Data statistik mencatat bahwa pulau Jawa terbesar dalam mengkonsumsi
energi listrik. Pelanggan sektor rumahtangga secara kwantitas adalah yang
terbesar dibandingkan sektor industri, bisnis, maupun sektor publik, dan
pemerintahan. Seperti yang terlihat pada Tabel 3 dimana pelanggan PLN yang
terbesar di Profinsi Jawa Barat adalah pelanggan rumahtangga.
Tabel 3 Jumlah pelanggan PLN menurut sektor
Tahun Pelanggan industri
Pelanggan rumahtangga
Pelanggan usaha
Pelanggan umum
Jumlah pelanggan
2000 691.438 1.062.955 26.796.675 44.337 33.366.4462001 723.855 1.172.247 27.885.612 46.014 29.827.7282002 758.061 1.245.709 28.903.325 46.824 30.953.9192003 796.358 1.310.686 29.997.554 46.818 32.151.4162004 841.540 1.382.416 31.095.970 46.520 33.366.4462005 882.508 1.455.884 32.174.485 46.476 34.559.3532006 931.143 1.655.325 33.118.262 46.494 35.751.224
Sumber: Badan Pusat Statistik (2008)
Tabel 4 memperlihatkan adanya peningkatan pada jumlah penduduk
yang disertai dengan meningkatnya jumlah pelanggan PLN. Hal ini
mengakibatkan peningkatan pula pada konsumsi listrik pada sektor tersebut.
Tabel 4 Jumlah pelanggan dan konsumsi tenaga listrik PLN per kapita dan per pelanggan di Profinsi Jawa Barat
Tahun Jumlah penduduk
Jumlah pelanggan
rumahtangga
Penjualan tenaga listrik
Konsumsi tenaga
listrik per kapita
Konsumsi tenaga
listrik per pelanggan
2000 203.456,01 1.062.955 79.164,81 0,389 2,3732001 208.900,60 1.172.247 84.520,38 0,405 2,8342002 212.003,50 1.245.709 87.088,74 0,411 2,8132003 215.152,38 1.310.686 90.440,94 0,420 2,8132004 217.854,10 1.382.416 100.097,46 0,459 3,0002005 220.553,07 1.455.884 107.032,23 0,485 3,0972006 223.013.78 1.655.325 112.609,80 0.505 3.150
Sumber: Badan Pusat Statistik (2008)
Kebijakan Pemerintah Tentang Hemat Energi
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999 dicantumkan,
bahwa dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan energi harus dilakukan
pengelolaan energi secara hemat dan efisien, dengan tetap mempertimbangkan
kebutuhan dalam negeri, peluang eksport, kelestarian sumber daya energi, serta
perlu di perhatikan cadangan energi dewasa ini, seperti konsumsi energi primer
29
dan energi final komersial meningkat, pergeseran pemakaian energi final pada
individu meningkat dan BBM masih mendominasi pemakaian energi.
Pola kebijakan pemerintah dalam penggunaan energi yang efisien melalui
program konversi energi atau penghematan energi listrik, secara teknis dilakukan
di bawah pembinaan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan
PT PLN, antara lain dengan melakukan berbagai upaya guna meningkatkan
penghematan energi.
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan tentang
penghematan energi, diantaranya adalah:
1. SK Menteri ESDM No 2 th 2004 tentang kewajiban hemat energi dengan
menggunakan teknologi efisien dan ramah lingkungan.
2. INPRES No 10 tahun 2005 tentang penghematan energi pada sektor
pemerintahan.
3. INPRES No 2 tahun 2008 tentang penghematan energi di semua sektor.
Inpres tersebut perlu diterapkan kepada seluruh elemen masyarakat dalam
segala aktivitasnya, karena selama ini masyarakat Indonesia cenderung
boros dalam pemakaian energi dan menggunakannya secara berlebihan.
4. Pencanangan gerakan hemat listrik nasional pun dilakukan oleh pemerintah
pada tanggal 27 April 2008, pemerintah berharap masyarakat memiliki
kesadaran dan membudayakan perilaku hemat dalam mengkonsumsi listrik.
5. PT PLN mengkampanyekan program lampu hemat energi pada rumahtangga
kecil, kampanye matikan dua titik pada pukul 17.00-22.00.
6. Tahun 2008 PT PLN menggalakkan program pemasangan listrik prabayar
dengan cara menggunakan token (semacam pulsa), diharapkan dengan
listrik prabayar bisa membantu masyarakat mengedalikan konsumsi listrik
untuk menggunakan listrik sesuai anggran biayanya.
7. Tahun 2010 PT PLN menerapkan strategi mekanisme tarif, yaitu melalui
kebijakan pengenaan tarif keekonomian bagi pelanggan mampu. Dengan
penerapan tarif keekonomian, berarti juga mengurangi subsidi dari
pemerintah untuk pelanggan. Kebijakan pengenaan tarif keekonomian bagi
pelanggan mampu dimaksudkan untuk mendorong pelanggan menggunakan
listrik secara hemat dan seperlunya. Pengenaan harga listrik sesuai dengan
harga keekonomian ini diharapkan: tumbuh kesadaran bahwa listrik itu tidak
murah, terdorong untuk menghemat pemakaian listrik, mendukung program
konservasi energi, dan berkurang subsidi pemerintah untuk listrik.
30
Himbauan pemerintah untuk menghemat energi listrik di sektor
penerangan rumahtangga sangat berpotensi dalam menaikkan partisipasi
masyarakat dalam menghemat energi dan mengurangi dampak pemanaan
global. Sari et al (2003) menjelaskan, restrukturisasi ketenagalistrikan yang
berdampak terhadap perusakan lingkungan karena tidak adanya insentif bagi
penyalur untuk menerapkan pemakaian listrik secara hemat. Pentingnya
pengelolaan dari sisi permintaan (Demand Side Management) melalui praktek
efisiensi bukan saja mengurangi pemakaian listrik akan tetapi mengurangi
dampak pemakaian berlebih yaitu kerusakan lingkungan.
Dengan menggunakan telaah DSM, maka seluruh perilaku pelanggan
menjadi penting diidentifikasi dan dikelola. PLN, menterjemahkan konsep DSM
dengan pendekatan sebagai berikut.
1. Mendorong pelanggan menghemat pemakaian tenaga listrik.
2. Mendorong upaya peak-clipping, yaitu menurunkan Waktu Beban Puncak
(WBP) melalui pembedaan tarif dan tarif Luar Waktu Beban Puncak (LWBP)
yang lebih tinggi bagi pelanggan-pelanggan tarif S-3, B-3, I-2, I-3, P-2, C dan
T di Jawa-Bali
3. Mempertahankan blok tarif progresif (makin tinggi mengkonsumsi kWh,
membayar makin mahal) bagi tarif rumahtangga.
Sosialisasi Program Hemat Energi Listrik Listrik telah menjadi kebutuhan primer dalam masyarakat saat ini, tanpa
listrik segala kebutuhan dan pekerjaan pun terhambat. Rumah membutuhkan
pamakaian daya listrik yang tidak sedikit, terlebih lagi dengan semakin
mendominasinya pemakaian barang-barang elektronik di rumah yang dapat
menunjang efektifitas dan efisiensi waktu serta tenaga dalam menyelesaikan
pekerjaan domestik.
Penghematan listrik pada tingkat rumahtangga dapat menciptakan
efisiensi konsumsi listrik nasional mengingat rumahtangga memiliki kontribusi
yang sangat besar untuk konsumsi listriknya. Selain itu, dengan melakukan
penghematan tentunya kita bisa lebih menekan pengeluaran untuk pembayaran
tagihan listrik. Kementerian ESDM (2008c) dalam sosialisasi kebijakan
penghematan pemakaian listrik menyatakan, pemerintah telah menginstruksikan
kepada PT PLN untuk secepatnya melakukan penghematan kebutuhan listrik
dengan upaya-upaya, diantaranya:
31
1. Mempercepat pergantian bahan bakar minyak solar (high speed diesel/HSD)
menjadi minyak bakar (marine fuel oil/MFO).
2. Mempercepat pasokan gas, khususnya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas
dan Uap (PLTGU) Muara Tawar.
3. Menurunkan susut jaringan dan meningkatkan efisiensi administrasi.
4. Menerapkan program penghematan BBM melalui pembagian lampu hemat
energi (LHE) dan penerapan tarif non subsidi bagi pelanggan mampu.
Dalam penerapan tarif non subsidi, telah disiapkan kebijakan yang
mendorong masyarakat untuk berhemat dengan beberapa prinsip sebagai
berikut:
1. Bahwa pelanggan yang memakai tenaga listrik sampai batas hemat tertentu
(80 % dari pemakaian rata-rata nasional, pada kelompok tarifnya) akan
dikenakan tarif bersubsidi. Sedangkan pelanggan yang tidak bisa berhemat
(memakai melebihi batas hemat) akan dikenakan tarif non subsidi.
2. Pelanggan-pelanggan kecil seperti pelanggan 450 VA, 900 VA, 1.300 VA,
dan 2.200 VA tetap membayar rekening seperti biasanya dan tidak terkena
dalam kebijakan ini. Namun dihimbau untuk tetap berhemat.
3. Ketentuan akan diberlakukan kepada pelanggan R-3 dan termasuk
pelanggan rumahtangga (R), pelanggan bisnis (B), pelanggan pemerintah (P)
dengan daya mulai 6.600 VA. Ketentuan ini akan diberlakukan untuk
rekening yang ditagihkan pada bulan Mei.
4. Dengan ketentuan ini maka skema kebijakan insentif dan disinsentif yang
sebelumnya telah diusulkan oleh PT PLN (Persero) tidak digunakan lagi.
5. Basis perhitungan yang digunakan adalah berdasarkan tarif dasar listrik
sesuai Keputusan Presiden No. 104 Tahun 2003, dimana tarif non subsidi
merupakan penerapan tarif Multiguna (Tarif M) yang telah diatur dalam
Kepres tersebut.
PT PLN menyatakan prinsip-prinsip yang perlu di perhatikan dan
menumbuhkan kesadaran hemat energi listrik di rumahtangga antara lain adalah:
1. Menyambung daya listrik dari PLN sesuai dengan kebutuhan, untuk
rumahtangga kecil cukup menggunakan daya 450VA sampai 900VA dan
untuk rumahtangga sedang cukup menggunakan daya 900VA sampai
1300VA.
2. Memilih peralatan rumahtangga yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan
32
3. Membentuk perilaku anggota rumahtangga yang hemat energi listrik, seperti
menyalakan alat-alat listrik saat di perlukan.
4. Menggunakan alat listrik secara bergantian.
5. Menggunakan tenaga listrik untuk menambah pendapatan rumahtangga.
6. Memilih peralatan listrik yang hemat dalam penggunaan listrik.
Gerakan hemat energi pada dasarnya adalah sebuah bentuk tindakan
bagus karena akan membiasakan masyarakat untuk menggunakan sesuatu
secara seefisien mungkin dan seperlunya. Dampak yang ditimbulkan jika
masyarakat mengikuti anjuran hemat energi adalah pengeluaran yang harus
dibayarkan juga bisa ditekan. Sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk
tidak mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari (Putra 2008).
Beberapa program sosialisasi yang telah dilakukan:
1. Pada tanggal 27 April 2008, pemerintah mencanangkan gerakan hemat
energi bersamaan dengan diluncurkannya maskot hemat listrik berbentuk
lampu pijar bernama kak bili (bijak listrik).
2. Pada tanggal 28 Mei 2008, PLN wilayah Batam bekerjasama dengan harian
Tribun Batam mengadakan sosialisasi hemat listrik yang dilakukan bersama
500 siswa-siswi SD Charitas berupa pemutara film animasi dan presentasi.
3. Pada tanggal 3 Agustus 2008, PLN mengadakan sosialisasi penghematan
listrik di Bandung bersama Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan
menghasilkan gerakan hemat energi se-Jawa Barat.
4. 11 Oktober 2008, PLN wilayah Kendari bekerjasama dengan mahasiswa
Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Elektro Universitas Haluoleo (Unhalu) untuk
melakukan sosialisasi hemat energi yang bijak kepada masyarakat umum.
5. Pada tanggal 14 Februari 2009, PLN wilayah Jawa Timur mengadakan
sosialisasi Generasi Hemat Listrik (Genematik) bersama siswa pelajar se-
Surabaya.
6. Pada tanggal 13 Februari 2010, PLN wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, dan Sulawesi Barat bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa
Elektro (HME) Universitas Hasanuddin (Unhas) melakukan sosialisasi
penghematan listrik yang ditujukan kepada pelajar.
7. Pada tanggal 16 Februari 2010, PLN wilayah Pandeglang menggelar
sosialisasi kelistrikan, serta menampung dan menerima keluhan masyarakat
terkait pelayanan kelistrikan.
33
8. Pada tanggal 28 April 2010, Kota Malang menjadi duta Jawa Timur dalam
pilot project Gerakan Nasional Hemat Listrik Masuk Sekolah. Tahap awal,
SMKN 4, SMKN 6, SMKN 10, dan SMK PGRI 3 yang dijadikan sekolah
contoh.
9. PLN distribusi wilayah Jawa Barat dan Banten melalui forum hemat energi
yang di bentuk membuat panduan bagi pelanggannya bagaimana langkah
menghemat biaya dengan cara menghemat listrik yang terdapat pada
Lampiran 3. Buku panduan tersebut memuat tentang tips penghematan listrik
di rumah dan bangunan gedung.