1. fakultas sains dan teknik perancangan perangkat...
TRANSCRIPT
1
1. FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM PENJADWALAN EKONOMIS
PADA UNIT – UNIT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD) UNTUK
MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)
DI KOTA KUPANG
Sri Kurniati1, Sudirman
2, dan Jauhari Effendi
3
Email:[email protected] dan [email protected] dan [email protected]
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang,
Abstrak
Mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat pembangkit
listrik, perlu suatu koordinasi di dalam penjadwalan pembebanan besar daya listrik yang di
bangkitkan masing-masing pusat pembangkit listrik, sehingga diperoleh biaya pembangkit yang
minim.Dalam suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) dan
Pusat Listrik Tenaga Termal, telah diketahui bahwa biaya pembangkitan energi listrik dari
pembangkit termal adalah lebih besar di bandingkan dengan biaya pembangkitan dari
pembangkit hidro, untuk menghasilkan daya yang sama. Masalah pada operasi sistem tenaga
listrik seperti diatas adalah dalam melayani beban listrik yang tertentu besarnya dan dalam
selang waktu tertentu, dimana dibangkitkan energi listrik yang maksimum pada pusat listrik
tenaga air dan optimal pada pusat listrik tenaga termal.Hal tersebut dikenal sebagai masalah
optimisasi pembangkitan energi listrik.
Sistem tenaga listrik yang besar yang memiliki pembangkit-pembangkit termal seperti
PLTU, PLTD dan PLTG akan menghadapi permasalahan dalam hal biaya bahan bakar untuk
pengoperasiannya. Hal ini disebabkan harga bahan bakar yang cenderung mengalami kenaikan
dari waktu ke waktu, sementara biaya bahan bakar merupakan bagian yang terbesar dari biaya
operasi pembangkitan secara keseluruhan, sehingga pengurangan biaya bahan bakar akan
menghasilkan operasi pembangkitan yang lebih ekonomis.
Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui cara mengatur penjadwalan unit-unit
pembangkit PLTD Kota Kupang dan untuk mengetahui perbedaan biaya yang diperlukan setelah
unit-unit pembangkit PLTD dioptimisasi dengan menggunakan metode gradient orde dua.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dan observasi
lapangan, yang menekankan pada peluang penghematan penggunaan BBM sehingga diperoleh
nilai harga yang lebih murah setelah dilakukan optimisasi pembangkit dan melakukan
perancangan perangkat lunak dengan melakukan simulasi dengan menggunakan metode gradient
orde dua dan fuzzy logic.Sedangkan pengolahan data menggunakan simulasi dengan perangkat
keras komputer PC Pentium I3 dan perangkat lunak MATLAB versi 2010a.
Lokasi penelitiaan dilakukan pada PLTD Tenau Kupang dengan pengambilan data
penggunaan BBM, daya yang dibangkitkan serta daya terpasang dan daya mampu selama 3
bulan terakhir, yaitu bulan Desember 2012, Januari 2013 dan Pebruari 2013. Data yang
digunakan adalah data – data dari pembangkit milik PLN yang terdiri dari MAK I, MAK II,
MAK III, MAK IV, MIRRLEES II, MIRRLEES III, CATERPILLAR II dan SULZER 40/48
2
sebagai data sekunder pada penelitian ini.Pada PLTD Tenau Kupang yang memiliki total 8
pembangkit yang beroperasi pada 3 bulan terakhir ini dan juga beberapa mesin sewaan (rental)
guna melayani kebutuhan daya beban. Pada saat beban puncak malam hari, maka semua unit
diesel generator tersebut beroperasi, sedangkan diluar waktu beban puncak, maka yang memikul
beban adalah dua sampai tiga unit pembangkit yang memiliki daya yang besar dan untuk
kenaikan beban tertentu, maka ditambah dengan pengoperasian unit diesel ganerator yang
memiliki daya yang sedikit lebih kecil untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh pada bulan Desember 2012 sebelum dioptimasi diketahui
biaya beban dasar sebesar Rp75.631.727,387/jam dan beban menengah Rp75.834.518,7886/jam.
Kemudian setelah dilakukan optimasi berdasarkan hasil running program metode gradient orde
dua diperoleh optimasi biayabeban pembangkit sebesar Rp27.381.675,197/jam untuk beban
dasar dan Rp32.936.380,89/jam untuk beban menengah. Berdasarkan hasil optimisasi ini
diperoleh penghematan biaya sebesar Rp48.250.052,1893/jam untuk beban dasar dan
Rp42.898.137,8986/jam untuk beban menengah. Sebelum dilakukan optimisasi jumlah
pembangkit yang beroperasi untuk melayani beban dasar, yaitu 5 unit pembangkit: MAK I,
MAK II, MAK IV, MIRRLEES II, MIRRLEES III dan setelah dilakukan optimisasi pembangkit
yang beroperasi, tetap 5 unit pembangkit, tetapi ada perubahan pengoperasian unit pembangkit,
yakni: MAK II, MAK III, MIRRLEES II, MIRRLEES III, dan CATERPILLAR II. Sedangkan
untuk beban menengah pembangkit yang dioperasikan sebelum optimisasi sebanyak 6 unit
pembangkit, yaitu: MAK I, MAK II, MAK III, MAK IV, MIRRLEES II dan MIRRLEES,
namun setelah dilakukan optimisasi pembangkit yang dioperasikan guna melayani beban
menengah, yaitu 5 unit pembangkit: MAK II, MAK III, MIRRLEES II, MIRRLEES III, dan
CATERPILLAR II. Berdasarkan hasil optimisasi ini diperoleh penurunan pemakaian operasi
jumlah pembangkit ,dan juga diperoleh penghematan biaya seperti yang telah diuraikan diatas.
Kata Kunci: Optimisasi, Beban Menengah, Beban Dasar
3
PENGEMBANGAN DAN BUDIDAYA KEDELAI LOKAL
POLA TUMPANGSARI DENGAN METODE RADIASI MULTI- GAMMA (NUKLIR)
YANG TOLERAN KONDISI KEKERINGAN
Bartholomeus Pasangka1, Marthen Robinson Pellokila
2, Jeffry Amalo
3
Dosen Fakultas Sains dan Teknik,Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang,
Abstrak
Kacang kedelai merupakan tanaman polong-polongan atau legum pertama terpenting di
Indonesia, yang memiliki manfaat penting karena memiliki multiguna. Kandungan gizi tinggi
sebagai sumber protein nabati dan rendah kolestrol dengan harga yang dapat dijangkau oleh
semua kalangan, dapat dikonsumsi langsung, dan dapat juga digunakan sebagai bahan baku
agroindustri, seperti: tempe, tahu, tauco, kecap, susu kedelai, dan untuk industri pakan ternak.
Kebutuhan kedelai setiap tahun semakin meningkat, sedangkan produksi kedelai secara Regional
dan Nasional masih relatif rendah. Produktivitas perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan.
Tanaman tersebut memiliki prospek untuk dikembangkan di NTT, karena dapat dihasilkan
benih yang toleran terhadap kondisi kekeringan. Penelitian ini bertujuan mengembangkan dan
membudidayakan varietas kacang kedelai lokal asal Bajawa Flores melalui pemuliaan dengan
metode radiasi multigamma (nuklir) dan seleksi dengan pola tumpang sari berbasis kelompok
tani mandiri anggur merah, agar diperoleh benih varietas kedelai lokal lebih unggul yang dapat
meningkatkan produksivitas secara optimal, dan mengembangkan lebih lanjut benih jagung
kuning manis lokal unggul agar lebih toleran terhadap kondisi kekeringan. Kegunaan hasil riset
adalah dapat membantu para petani kedelai dan jagung untuk mendapatkan benih yang lebih
unggul sehingga hasil produksi dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan baik regional,
maupun skala Nasional. Hasil riset diharapkan dapat mendukung pemenuhan kebutuhan industri
tahu dan tempe di NTT, yang merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat, yang dapat
dijangkau oleh semua kalangan. Selain itu, dapat mendukung program pemerintah daerah
tentang penuntasan kemiskinan melalui program petani mandiri anggur merah, serta mendukung
ketahanan pangan nasional (tujuan jangka panjang).
Metode utama riset adalah penerapan radiasi multigamma pada pemuliaan kacang kedelai
lokal Bajawa Flores untuk menghasilkan berbagai varietas benih unggul, atau lebih unggul.
Metode pendukung lainnya meliputi: observasi/survei, sampling, tumpangsari, analisis,
comparative, dan interpretasi.
Hasil yang ditargetkan ialah diperoleh benih kedelai lokal Bajawa Flores lebih unggul pola
tumpang sari, dan benih jagung kuning unggul yang toleran terhadap kondisi kekeringan, yang
dapat dibudidayakan seluas-luasnya, sehingga hasil produksi para petani kedelai dan jagung di
Bajawa Flores khususnya dan di provinsi NTT pada umumnya dapat meningkat secara optimal,
untuk mendukung ketahanan dan keamanan pangan nasional yang merupakan tujuan penelitian
jangka panjang. Target lain adalah publikasi dalam jurnal terakreditasi, dan buku referensi dalam
bentuk monograf.
Kata Kunci: Tumpanssari,Radiasi,multigama
4
PEMODELAN KASUS PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
AKUT (ISPA) UNTUK PENGENDALIAN KASUS DI PROVINSI NUSA
TENGGARA TIMUR (NTT)
Astri Atti1, Sintha Lisa Purimahua
2
Dosen Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang,
Abstrak
ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penelitian ini bertujuan mengklaster/ mengelompokkan
kabupaten di NTT berdasarkan faktor risiko ISPA; mengetahui karakteristik faktor-faktor risiko
ISPA di setiap kelompok kabupaten yang terbentuk; mengidentifikasi faktor penentu utama
kerawanan kasus ISPA di NTT; serta menentukan tingkat prioritas dari kelompok penderita
ISPA untuk strategi pengendalian kasus di NTT. Dari hasil analisis terhadap 21 kabupaten yang
ada di NTT, diperoleh empat klaster yaitu 3 (tiga) kabupaten yang termasuk klaster I merupakan
Prioritas ke-2 dengan faktor penentu utama kerawanan ISPA adalah tingginya persentase
Pelayanan kesehatan yang rendah; Pemberian ASI yang tidak memadai; dan Rumah yang tidak
sehat. 10 (sepuluh) kabupaten yang merupakan anggota klaster II masuk
dalam Prioritas ke-1 dengan faktor penentu utama tingkat kerawanan ISPA adalah tingginya
persentase Pemberian ASI yang tidak memadai; Rumah yang tidak sehat; Tingkat sosial ekonomi
rendah; Status imunisasi yang tidak memadai; dan persentase rumah tangga yang tidak
berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan 2 (dua) kabupaten yang masuk dalam klaster III
merupakan kabupaten Prioritas ke-4 dengan faktor penentu utamanya adalah tingginya
persentase Status gizi buruk; Pelayanan kesehatan yang rendah; dan tingkat Sosial ekonomi
rendah. Serta 6 (enam) kabupaten yang merupakan anggota dalam klaster IV masuk Prioritas ke-
3 dengan faktor penentu utama kerawanan ISPA adalah tingginya persentase BBLR; Gizi buruk;
dan Rumah tangga yang tidak ber-PHBS. Dari hasil pengelompokan kabupaten, diketahui bahwa
faktor yang membedakan secara nyata keempat klaster adalah faktor BBLR, Pelayanan
kesehatan yang rendah, Pemberian ASI yang tidak memadai, dan Tingkat sosial
ekonomi rendah. Tindakan intervensi dapat dilakukan pada faktor-faktor utama
tiap daerah prioritas.
Kata kunci: ISPA, Gizi buruk, Perilaku hidup bersih dan sehat
5
KAJIAN BIOMASSA ALGA TERAKTIVASI Na, K dan Ca SEBAGAI KANDIDAT
BIOSORBEN BARU
Yohanes Buang1, Suwari
2
Dosen pada Fakultas Sains dan Teknik, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang,
Abstrak
Proses bioakumulasi dan pemisahan logam berat seperti kadmium (Cd) dan merkuri (Hg)
membutuhkan biomaterial baru yang banyak tersedia secara lokal dan murah untuk aplikasi
teknik biosorpsi menggunakan biosorben. Biosorben terpilih diharapkan memiliki kapasitas
sorpsi dan selektifitas tinggi terhadap logam berat tertentu. Penelitian diawali dengan sampling
alga hijau di Pantai Tablolong dan sampling alga merah di Pantai Pulau Semau Kabupaten
Kupang, selanjutnya preparasi sampel dan pembuatan biosorben dari biomassa alga teraktivasi
Na, K, Ca, terprotonasi, dan biomassa tanpa aktivasi sebagai pembanding. Karakteristik
biosorben terhadap kapasitas sorpsi ion Cd(II) dan Hg(II) diteliti. Parameter eksperimen yang
mempengaruhi proses biosorpsi seperti waktu kontak, pH, volume kontak, konsentrasi biomassa
dan konsentrasi ion Cd(II) dan Hg(II) awal dikaji. Hasil penelitian menunjukan bahwa
biosorben-Ca memiliki kapasitas sorpsi tertinggi terhadap ion Cd(II) maupun Hg(II) berturut-
turut sebesar 15,79 – 17,44 mg Cd(II) /g biosorben dan 18,81 – 18,83 mg Hg(II) / g biosorben.
Kondisi optimum hasil optimasi, proses biosorpsi ion Cd(II) menggunakan biosorben-Ca adalah
waktu kontak 60 menit, pH 5, volume kontak 125 ml, konsentrasi ion Cd(II) awal 300 mg/L dan
dosis biosorben-Ca 1,0 g/L. Pada kondisi ini, kapasitas sorpsi biosorben terhadap ion Cd(II)
mencapai 65,41 – 73,48 mg Cd(II)/g biosorben dengan efisiensi sorpsi 94,16 – 97,93%.
Sementara kondisi optimum proses biosorpsi ion Hg(II) adalah waktu kontak 90 menit, pH 4,
volume kontak 125 ml, konsentrasi ion Hg(II) awal 300 mg/L dan dosis biosorben-Ca 1,5 g/L
yang menghasilkan kapasitas sorpsi 58,22 - 60,48 mg Hg(II)/g biosorben-Ca dengan efisiensi
sorpsi 88,48 – 92,29%. Kapasitas dan efisiensi pemisahan ion Cd(II) dari biosorben-Ca yang
berasal dari biomasa alga hijau lebih tinggi dibandingkan biosorben-Ca dari biomassa alga merah
dan kapasitas sorpsi kedua jenis alga terhadap ion Cd(II) lebih tinggi dibandingkan kapasitas
sorpsi terhadap ion Hg(II). Proses sorpsi Cd(II) maupun Hg(II) oleh biomassa termodifikasi Ca
tidak sepenuhnya mengikuti persamaan laju orde satu pseudo.
Nilai kapasitas adsorpsi maksimum yang ditentukan menggunakan model Langmuir lebih tinggi
dari jumlah Cd(II) maupun Hg(II) yang teradsorpsi menurut percobaan. Model Freundlich paling
sesuai diterapkan pada biosorpsi Cd(II) maupun Hg(II) oleh biosorben-Ca dan mengisyaratkan
bahwa ion logam Cd(II) maupun Hg(II) terserab pada permukaan heterogen dengan distribusi
energi dan afinitas yang tidak seragam. Nilai RMSE model Freundlich lebih rendah
dibandingkan model Langmuir. Nilai koefesien determinasi (R2) kedua model > 0,95
mengindikasikan bahwa kedua model dapat digunakan untuk mendiskripsikan proses adsorpsi
kedua ion logam tersebut. Hasil analisis spektra FT-IR menunjukkan bahwa gugus fungsi amida
dan –OH memiliki peranan penting dalam proses biosorpsi ion Cd(II) oleh biomassa
termodifikasi Ca
Kata Kunci: alga hijau, biosorben-Ca, freundlich, langmuir, spektra FT-IR
6
PENGEMBANGAN KANDIDAT BAHAN AKTIF ANTIOKSIDAN DAN
ANTIKANKER DARI EKSTRAK Clathria basilana
Karyawati, A.T1; Mauboy, R.S
2; Manalu, W
3; Suparto, I.H
4
*Department of Biology, Faculty of Science and Engineering, Nusa Cendana University, Kupang,
Indonesia
**Department of Anatomy, Physiology and Farmacology, Faculty of Veteriner, Bogor Agricultural
University, Bogor, Indonesia
***Major of Primatology, Faculty of Multidicipline, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia
Abstrak
Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan suatu produk kandidat bahan aktif
antioksidan dan antikanker dari ekstrak spons Clathria basilana yang siap diserap oleh industri
untuk dikembangkan sebagai bahan baku produk yang terkait dengan upaya kuratif ataupun
preventif kanker. Penelitian dilakukan dalam 3 tahapan kegiatan penelitian, yaitu: Tahap I
Penapisan Fraksi Aktif Antioksidan dan Antikanker dari Ekstrak Clathria basilana, Tahap II
Karakterisasi Fraksi Aktif Antioksidan dan Antikanker dari Ekstrak Clathria basilana, Tahap III
Uji Toksisitas Kandidat Bahan Aktif Antioksidan dan Antikanker. Penelitian tahap I dan II telah
dilaksanakan pada tahun pertama (2013) sedangkan penelitian tahap III dilaksanakan pada tahun
kedua (2014).
Hasil penelitian tahun pertama menunjukan bahwa Ekstrak metanol spons Clathria basilana
memperlihatkan aktivitas antioksidan dan antikanker. Konsentrasi ekstrak spons C.basilana yang
memberikan respon aktivitas antioksidan dan antikanker terbaik yaitu pada konsentrasi 500 ppm.
Ekstrak metanol ini, selanjutnya dipisahkan menjadi Fraksi metanolair dan n-heksan,
Berdasarkan hasil uji antioksidan dan uji antikanker ini, maka fraksi ekstrak metanol-air dari
spons C. Basilana menjadi kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker. Ekstrak ini
berbentuk padat berwarna coklat kemerahan, mengandung Alkaloid dan Fenol. Selanjutnya, pada
tahun kedua ini, ekstrak metanol-air dari spons C. Basilana ditentukan toksisitas akut dan
subkroniknya.
Berdasarkan hasil uji toksisitas akut dan subkronik yang telah dilakukan, belum ditemukan bukti
bahwa ekstrak metanol-air dari spons C. Basilana 5 mg/Kg BB bersifat toksik. Berdasarkan hasil
penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini telah berhasil mengembangkan suatu
produk kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker berupa ekstrak metanol-air dari spons C.
Basilana yang selanjutnya diberi nama Basilana MA-5. Kandidat bahan aktif antioksidan dan
antikanker ini memiliki aktivitas antioksidan berdasarkan uji DPPH dan aktif terhadap sel kanker
paru-paru manusia (A-549). Kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker yang
dikembangkan ini berbentuk padatan, berwarna coklat kemerahan, dan mudah larut dalam air.
Hasil fitokimia test menunjukkan bahwa mengandung senyawa alkaloid dan fenol. Hasil uji
toksisitas dengan menggunakan hewan coba mencit dan tikus belum menemukan bukti bahwa
kandidat bahan aktif antioksidan dan antikanker ini memiliki toksisitas akut maupun subkronik.
KataKunci: Antioksidan, antikanker, Clathria basilana
7
ESTIMASI BASIC REPRODUCTIVE RATIO BERBASIS
MODEL HOST-VECTOR SIR-SI DAN SIR-ESI UNTUK WILAYAH
ENDEMIK DEMAM BERDARAH DENGUE
Drs. Jafaruddin, M.Si
Dosen Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang
Abstrak
Penentuan basic reproductive ratio R0 dari data pendrita demam berdarah telah menjadi
tantangan besar di antara ahli epidemiologi internasional. Dalam tulisan ini kami mengusulkan
dua model baru untuk memperkirakan R0 ini. Semua model yang dibangun berdasarkan sistem
dinamis dari model host-vector sederhana transmisi demam berdarah. Semua metode didasrkan
pada konsep yang diusulkan oleh Favier. Dalam estimasi oleh Favier estimasi model dibangun
berdasarkan asumsi bahwa di awal epidemi yang terinfeksi meninngkat secara eksponensial
dengan laju yang sama, R0F . Untuk estimasi baru pertama, kami memodifikasi
model lama dengan mengasumsikan bahwa tingkat infeksi untuk nyamuk dan manusia dengan
laju yang berbeda R0MF . Dalam estimasi baru yang kedua, kami memperbaiki dengan
memasukkan kondisi yang lebih realistis di mana dinamika kompartemen manusia terinfeksi
diintervensi oleh adanya dinamika kompartemen nyamuk yang terinfeksi, dan sebaliknya R0A.
Kami menerapkan model lama dan dua model baru untuk data real dari epidemi demam berdarah
di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia dari periode 2008-20012.
Sebagai hasil numerik utama kami menemukan bahwa nilai estimasi R0F overestimasi jika
indeks person lebih besar dari perkiraan nilai dari R0, jika tingkat infeksi populasi manusia
dengue lebih tinggi daripada tingkat infeksi populasi nyamuk demam berdarah, atau jika
populasi manusia lebih tinggi daripada populasi nyamuk. Jika nilai estimasiR0 model Favier
lebih kecil dari dua model lainnya.
Kata kunci: Estimasi Basic Reproductive Ratio, Model Host-Vector SIR-SI dan SIR-ESI
Endemik, Demam Berdarah D
8
MODEL STRATEGIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN NUSA
TENGGARA TIMUR (INDONESIA) DENGAN TIMOR LESTE
Jauhari Effendi1, Ruslan Ramang
2, Sri Kurniati A
3, Sudirman S
4
Dosen Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Akibatnya kawasan perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan, baik
oleh pemerintah pusat maupun daerah. Tujuan jangka panjang dari penelitian ini meliputi: (1)
penyusunan kebijakan, peraturan, standar minimum, dan rencana tindak pengembangan wilayah
strategis dan cepat tumbuh; (2) peningkatan kerjasama antar wilayah, antar sektor, dan antar
pelaku dalam pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; (3)peningkatan peran
pemerintah daerah sebagai perencana dan pelaksana pengembangan wilayah strategis dan cepat
tumbuh melalui peningkatan kualitas SDM pemerintah daerah dan fasilitasi pemerintah pusat.
Sedangkan target khusus yang ingin dicapai adalah (1) mengkaji potensi wilayah dalam rangka
membuat model pengembangan kawasan perbatasan NTT-Timor Leste; (2) membuat suatu
master plan pengembangan wilayah perbatasan sebagai rencana strategi pengelolaan wilayah
perbatasan; (3) melakukan pemetaan fungsi ruang wilayah perbatasan dengan menggunakan
pendekatan aspek sektoral dan aspek spasial;(4) dan menyusun Rencana Investasi Program
Jangka Menengah (RPIJM).Untuk mencapai tujuan tersebut, maka digunakan metode desktriptif
dan pendekatan empirik. untuk menghasilkan model teoritis pengembangan kawasan perbatasan
dilakukan proses dengan membandingkan model teoritis dari beberapa kasus di negara yang
telah berhasil maupun gagal dalam mengembangkan kawasan perbatasan. Analisis deskriptif
dilakukan terhadap beberapa model empirik di negara lain berdasarkan potensi wilayahnya
dengan beberapa asumsi, konsep dan konteks tertentu sehingga didapatkan model teoritis.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh skenario pengembangan
wilayah kabupaten Belu berupa arahan pengembangan struktur ruang Wilayah Kabupaten Belu
yang dibagi menjadi 4 wilayah, yakni: (1) wilayah pengembangan I yang meliputi: kecamatan
kota Atambua, kecamatan pembantu Tasifeto Barat (sekarang kecamatan Kakuluk Mesak) dan
kecamatan Tasifeto Timur, dengan pusat pengembangan di kota Atambua; (2) wilayah
pengembangan II meliputi kecamatan Lamaknen dan kecamatan Tasifeto Timur (sekarang
kecamatan Raihat), dengan pusat pengembangan di Weluli; (3)wilayah Pengembangan III
meliputi kecamatan Tasifeto Barat dan kecamatan Malaka Timur (sekarang kecamatan Malaka
Timur, kecamatan Laen Manen dan kecamatan Raimanuk), dengan pusat pengembangan di
Halilulik; (4) wilayah pengembangan IV: meliputi kecamatan Malaka Barat (sekarang kecamatan
Malaka Barat, kecamatan Wewiku dan kecamatan Weliman), kecamatan pembantu Malaka Barat
(sekarang kecamatan Rinhat), kecamatan Malaka Tengah, pembantu kecamatan Malaka Tengah
(sekarang kecamatan Sasita Mean), dan kecamatan Kobalima; dengan pusat pengembangan di
Betun. Selanjutnya, masing-masing simpul pada Wilayah Pengembangan memiliki fungsi
sebagai berikut: (1) Sub Wilayah Pengembangan I (kota Atambua), berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan utama, sebagai pusat administrasi pemerintahan dan sebagai pintu gerbang
perdagangan inter regional ( ke luar kabupaten Belu); (2) Sub Wilayah Pengembangan II (kota
Weluli), berfungsi sebagai pusat pertumbuhan
Kata Kunci: Model, Strategis Pengembangan, Kawasan Perbatasan,
9
PENGEMBANGAN MESIN PENDINGIN EVAPORATOR GANDA SINGEL STAGE
SISTEM UNTUK PENGAWETAN IKAN DI KAPAL PENANGKAP IKAN
TRADISIONAL
Matheus M. Dwinanto1, Verdy A. Koehuan
2, Yunita A. Messah
3
Dosen Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Hasil perikanan laut mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan
pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang
perikanan. Untuk mewujudkan peranan tersebut, hasil perikanan harus dapat mengikuti
persyaratan yang dapat menjamin mutu dan keamanan yang diinginkan oleh konsumen. Salah
satu faktor yang mempengaruhi mutu produk perikanan adalah jarak ke pelabuhan (atau tempat
pendaratan ikan). Persoalan jarak ini menjadi lebih nyata pada wilayah-wilayah tropis (seperti di
laut Sawu, wilayah laut di Nusa Tenggara Timur) dibanding pada iklim yang lebih dingin. Suhu
udara yang lebih panas meningkatkan tingkat penurunan kualitas, khususnya apabila hasil
tangkapan ditumpuk di atas geladak dengan sedikit atau tanpa es untuk menjaganya tetap dingin.
Sengatan sinar matahari dengan cepat menjadikan ikan terlalu panas dan mempercepat
penurunan mutu ikan pasca penangkapan.
Penanganan pasca penangkapan ikan, dan pengangkutan ikan memegang peranan penting dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal dalam
proses pemasaran. Pengembangan mesin pendingin evaporator ganda ini dilakukan agar pasca
penangkapan dan setelah ikan segar disortasi, ikan tersebut dimasukkan ke dalam kedua kotak
pendingin dan pembeku berdasarkan ukurannya (ikan berukuran besar dan ikan berukuran kecil)
sehingga memudahkan dalam distribusi dan pemasaran. Keberhasilan yang diharapkan akan
diperoleh dari penelitian ini adalah koefisien prestasi (COP) yang tinggi dari mesin pendingin,
dan mutu ikan yang mampu dipertahankan untuk tetap memiliki nilai jual yang tinggi.
Hasil pengujian awal dalam penelitian ini adalah mesin refrigerasi evaporator ganda single stage
system hasil rancangbangun ini telah mampu bekerja dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan
penurunan temperatur ruang kedua kotak pendingin yang dapat mencapai ± -6 oC dalam waktu
pengujian 60 menit. Rangka kotak pendingin yang digunakan dari bahan kayu jati dan kayu
multipleks, serta isolator dari polyurethane telah mampu menekan rugi kalor dari udara sekitar
kotak pendingin sebagi akibat perpindahan kalor konduksi yang terjadi pada dinding kotak
pendingin selama mesin refrigerasi bekerja. Pengujian awal mesin refrigerasi ini memberikan
koefisien performans (COP) sebesar 6,09 dan dengan kapasitas refrigerasi sebesar 24,39 kW.
Kata kunci : Mesin pendingin, Penangkapan ikan tradisional
10
2. FAKULTAS PERTANIAN
TINGKAT KETAHANAN KLON HARAPAN UBI JALAR LOKAL ASAL TIMOR
BARAT TERHADAP PENYAKIT KUDIS (Elsinoe batatas Saw.)
Yosep Seran Mau1, Antonius S.S.Ndiwa
2, I G.B.Adwita Arsa
3
Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana,2Pusat Penelitian Lahan Kering,
Jl. Adisucipto Penfui, Kupang, NTT 85001. Email: [email protected].
Abstrak
Penelitian laboratorium dan lapangan dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan klon-klon
harapan ubi jalar asal Timor Barat, dengan tujuan mengetahui: 1) tingkat ketahanan klon-klon
ubi jalar tersebut terhadap penyakit kudis, 2) konsistensi ketahanan di lapang dan di
laboratorium, 3) klon-klon tahan terhadap penyakit kudis.
Penelitian ini diatur dalam Rancangan Acak Lengkap di laboratorium dan Rancangan Acak
Kelompok di lapangan. Perlakuan yang diberikan adalah genotipe ubi jalar yang terdiri dari 10
klon. Peubah yang dimatai adalah intensitas penyakit yang diamati pada 2, 4, 6, dan 8 MSI
(Minggu Setelah Inokulasi). Data intensitas penyakit selama periode pengamatan digunakan
untuk membuat kurva perkembangan penyakit penyakit sedangkan data severitas pada 8 MSI
digunakan untuk mengelompokkan tingkat ketahanan terhadap penyakit kudis.
Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi yang cukup besar antar klon yang diuji dalam hal
intensitas atau tingkat keparahan penyakit kudis, baik pada pengujian di laboratorium maupun di
lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar klon yang diuji dikategorikan
“tahan” dan “agak tahan” terhadap penyakit kudis, kecuali pembanding SLM-01 yang
dikategorikan“rentan”. Ketahanan sebagian besar klon yang diuji menunjukkann konsistensi
antara pengujian di laboratorium dan di lapangan.
Kata kunci: ketahanan, klon, ubi jalar, penyakit kudis, Elsinoe batatas.
11
PENGEMBANGAN POTENSI BUAH LONTAR MENJADI BERBAGAI JENIS
PRODUK DALAM MENUNJANG KERAGAMAN JENIS MAKANAN LOKAL DALAM
MENUNJANG KEPARIWISATAAN DI KOTA KUPANG
I Nyoman W. Mahayasa1, H.J.D. Lalel
2, Kartiwan
3, Zulianatul Hidayah
4
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Kupang adalah ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga sebagai kota utama di
Timor Barat. Memiliki beberapa tempat indah sebagai obyek wisata yang cukup menarik untuk
dikunjungi, seperti goha moyet, pantai manikin, pantai tablolong, dan pantai lasiana. Atau bisa
juga dengan mengunjungi museum NTT dengan berbagai koleksinya. Begitu juga dengan wisata
kerajinannya (sasando alat musik tradisional, dll). Namun demikian, pariwisata akan terasa
tidaklah lengkap jika belum ditunjang oleh beberapa faktor pendukung lainnya, antara lain
adalah makanan, jajanan, ataupun buah tangan khas (adanya wisata kuliner yang berciri khas
daerah). Untuk kuliner, Kota Kupang masih sangat kurang jenis makanan khasnya, sedangkan
untuk menarik wisatawan yang utama adalah obyek wisatanya dan tidak kalah penting adalah
jenis kulinernya. Oleh sebab itu, maka keragaman jenis makanan perlu ditingkatkan dalam
kepariwisataan di Kota Kupang.
Buah lontar atau dikenal dengan nama saboak, memiliki potensi yang tidak bisa dianggap remeh
untuk diolah menjadi berbagai jenis makanan. Selama ini buah lontar masih merupakan buah
yang tidak memiliki harga, lebih hanya terbuang begitu saja. Kota kupang memiliki populasi
pohon lontar yang cukup banyak, sehingga jika saja buah ini dimanfaatkan secara optimal, maka
tentu saja akan memberikan keragaman dalam produk makanan khas yang ada di Kota Kupang.
Mahayasa (2007) telah mencoba memanfaatkan buah lontar ini untuk diolah menjadi beberapa
produk makanan, antara lain adalah stick lontar, dodol lontar, selei lontar, kerupuk lontar , dan
beberapa produk kue lainnya. Akan tetapi suatu produk makanan untuk mendapatkan kwalitas
prima, tentunya harus melalui beberapa pengujian, antara lain analisis gizinya, daya terima
konsumen, komposisi bahan, dan yang sangat mengganjal selama ini adalah berasanya sepat dan
pahit pada produk yang dihasilkan yang diakibatkan karena kandungan tanin dalam bahan yang
cukup tinggi (Mahayasa, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan produk pulp
sserabut buah lontar yang rendah tanin (rasa pahit), sehingga diperoleh makanan hasil olahan
dari buah lontar dengan kualitas yang prima.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari beberapa teknik yang dilakukan, antaranya dengan
menggunakan PEP, penggunaan ragi tapai, dan penggunaan Natrium Karbonat, serta pencucian,
maka dari percobaan yang telah dilakukan menunjukkan kalau semua perlakuan yang dilakukan
memberi hasil yang signifikan dalam menurunkan kadar tanin, namun dengan pemberian
Natrium Karbonat menghasilkan pulp yang berwarna coklat tua (terjadi perubahan warna)
sedangkan dengan PEP dan pencucian terdapat beberapa permasalahan dalam operasionalnya.
Sedangkan dengan menggunakan ragi tapai disamping harganya murah, pelaksanaannyapun
lebih mudah. Dari hasil penelitian, kemudian telah dibuat produk olahan yaitu, pia, kerupuk,
dodol, dan stik lontar. Hasil ini pula telah dilaksanakan (diterapkan) ke mitra kelompok Sari
Lontar. Dengan demikian diharapkan mitra dapat mengolahnya untuk dijadikan salah satu
produk unggulan mereka.
Kata kunci: Buah lontar,makanan lokal,pulp
12
EFEKTIVITAS SPI PEMDA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH
STUDI KASUS: KABUPATEN KUPANG DAN KAB TIMOR TENGAH UTARA
Fredrik l. Benu1, Anthon S. Y. Kerihi
2, Moni W .Muskanan
3, Herly M. Oematan
4,
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki Sistem Pengendalian Intern (SPI) Pemerintah Daerah
(PEMDA) Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).Alasan Kab. Kupang
dan TTU dipilih karena kedua pemda ini telah diidentifikasi memiliki SPI terlemah dalam tata
kelola pemerintahannya (LHP BPK 2011). Pelitian telah dilaksanakan selama hamper dua tahun,
dengan aktivitas tahun pertama yaitu mengevaluasi sejauh mana pemahaman kedua PEMDA
mengenai SPIP (knowing); mengevaluasi unsur SPIP mana yang terlemah dalam implementasi
SPIP (diagnostic assessment) dengan melakukan analisa konteks dari dimensi
politik,ekonomi,sosial,teknologi, lingkungan dan hukum dan penyelenggaraan unsur SPI pada
tingkatan formal dan informal. Tujuan pada penelitian tahap satu yaitu untuk menganalisa unsure
SPI terlemah pada kedua pemda terkait. Selanjutnya dari hasil penelitian tahun satu, pada tahun
kedua tim peneliti merancang model sistem pengendalian yang dapat diterapkan oleh top
management di semua level untuk memperbaiki sistem pengendalian internal pada unit-unit
masing-masing. Penelitian ini bersifat deskripsi kualitatif dengan mewawancarai (one-to-one
interview) 100 responden di kedua kabupaten pada tahun pertama (2013). Selanjutnya dengan
menggunakan teknik SERVQUAL dan skala Linkert, data-data primer tersebut kemudian
dianalisa dengan membandingkan dengan data-data sekunder dari kedua pemda terkait. Adapun
temuan pada tahap pertama sbb: 1. Unsur SPI terlemah di PEMDA Kabupaten Kupang dan TTU
yaitu Lingkungan Pengendalian, Kegiatan Pengendalian dan Penilaian resiko. 2. Penyebab utama
lemahnya lingkungan pengendalian adalah kurangnya komitmen terhadap profesinalisme kerja
baik oleh pimpinan instansi pemerintah dan bawahan. 3. Di kedua PEMDA, pemicu utama
kurangnya komitmen terhadap profesinalisme kerja adalah adanya konflik kepentingan baik itu
konflik kepentingan politik, ekonomi maupun sosial budaya. Selanjutnya di pemicu utama
konflik kepentingan di Kabupaten Kupang adalag konflik kepentingan sosial budaya yang sangat
terlihat pada sistem pengendalian SDM. Sedangkan di Kabupaten TTU konflik kepentingan yang
terjadi sangat dipicu oleh faktor politik yang mempengaruhi sistem pengendalian perencanaan
dan penganggaran. Pada tahun kedua, tim peneliti merancang model untuk memperbaiki SPI
pada kedua kabupaten. Berdasarkan temuan tahun 1 bahwa konflik kepentingan adalah pemicu
utama lemahnya implementasi SPI, maka tim peneliti merancang Model 1 yaitu model sistem
pengendalian untuk meminimalisir konflik kepentingan. Model 1 adalah syarat mutlak harus
dilakukan terlebih dahulu sebelum, mengimplementasikan Model 2 yang terkait dengan
perbaikan unsur-unsur SPI yang paling lemah diimplementasikan. Kedua model kemudian
dikomunikasikan dengan kedua pemda selaku institusi mitra dalam penelitian ini dan telah ada
komitmen bersama untuk menerapkan model yang telah dirancang.
Kata kunci: Efektifitas,Sistem Pengendalian Intern, Otonomi Daerah
13
3. FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
ANALISIS HASIL TANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla SP) MENGGUNAKAN
BUBU TIPE KERUCUT YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN DESA OEBELO,
KECAMATAN KUPANG TENGAH, KABUPATEN KUPANG
Risamasu, F.J.L1, Yahyah, I
2. Tallo dan Kiik G. Sine
3
Dosen Perikanan dan Kelautan Faperta Undana, Jl. Adisucipto, Penfui, Kotak Pos 104, Kupang
85001-NTT; Telp/Fax . (0380-881560), Hp. 082144581773, e-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini telah dilakukan di perairan Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, mulai bulan Juli
hingga September 2014. Tujuan penelitian tahun kedua yaitu mengetahui kemampuan daya
tangkap bubu tipe kerucut; serta menganalisis produksi hasil tangkapan kepiting bakau baik
komposisi jenis, jumlah kepiting yang tertangkap serta berat kepiting. Penelitian ini
menggunakan metode observasi dengan melakukan uji coba penangkapan (experimental fishing)
selama dua bulan. Hasil penelitian menujukkan bahwa jenis kepiting bakau (Scylla sp) yang
tertangkap selama 20 trip penangkapan di perairan hutan mangrove desa Oebelo secara
keseluruhan berjumlah 4 jenis yaitu Scylla serrata, S. transquabarica, S.olivacea,dan S.
paramamosain. Selanjutnya ditemukan juga 2 genus kepiting lain yaitu Portunus pelagicus dan
Charybdis granulata . Jenis kepiting bakau (Scylla sp) yang tertangkap pada bubu tipe kerucut
dengan jumlah dan proporsi tertinggi adalah Scylla serrata dan S. tranquebarica masing-masing
sebanyak 83 individu (32,55%), kemudian diikuti oleh S.olivcea dan S. paramamosain.
Selanjutnya 2 genus kepiting lain yang tertangkap dengan jumlah dan proporsi tertinggi yaitu
Portunus pelagicus sebanyak 14 individu (5,49%), kemudian Charybdis granulata sebanyak 10
individu (3,92%). Nilai kelimpahan tertinggi dari seluruh trip penangkapan terdapat pada trip
penangkapan pertama (ke-1) dan terendah pada trip penangkapan ke-12 dan ke-13. Jenis
kepiting yang memiliki nilai kelimpahan tertinggi adalah S. transquebarica, kemudian S. serrata
dan terendah Charybdis granulata. Jenis kepiting yang memiliki berat tertinggi adalah S.
transquebarica, kemudian diikuti oleh S. serrata dan terendah Charybdis granulata. Nilai Catch
Per Unit Effort (CPUE) untuk seluruh hasil tangkapan bubu selama 20 trip penangkapan sebesar
1,832 kg/trip, tertinggi pada trip penangkapan ke-10 dan terendah pada trip penangkapan ke-7.
Dari hasil rekayasa tipe bubu ditemukan bubu tipe kerucut termasuk salah satu tipe bubu yang
memiliki kemampuan daya tangkap tinggi dan telah diuji coba bersama nelayan ternyata
memberikan hasil tangkapan lebih banyak sehingga bubu tipe kerucut dapat direkomendasikan
untuk digunakan nelayan dalam penangkapan kepiting bakau.
Kata kunci : Bubu kerucut, hasil tangkapan,kelimpahan, CPUE kepiting bakau
14
STUDI BEBERAPA ASPEK BIOLOGI DAN EKOLOGI TERIPANG (Holothuroidea)
BESERTA POLA PROTEIN DI PERAIRAN SABU, KABUPATEN SABU RAIJUA
Marcelien Dj Ratoe Oedjoe1, Crisca B. Eoh
2,
Dosen Perikanan dan Kelautan Faperta Undana, Jl. Adisucipto, Penfui-Kupang
Abstrak
Teripang (Holothuroidea) termasuk salah satu sumber daya perikanan yang tidak banyak
diketahui oleh masyarakat. Beberapa jenis tripang (Holothuroidea) telah dikenal, dapat dimakan
dan bergizi tinggi dan memiliki nilai cita rasa yang khas, asam amino dan vitamin A serta
kandungan proteinnya sebesar 43 % dari berat kering. (Aziz, 1996). Meskipun di NTT jenis
teripang belum begitu popular, namun penduduk nelayan di perairan NTT telah
memanfaatkannya sebagai bahan makanan bahkan telah diekspor. Perairan Hawu Mehara yang
memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang cukup besar, namun sumberdaya laut khususnya
teripang (Holothuroidea) belum dimanfaatkan padahal potensi dan peluang pemanfaatannya
cukup besar (Diskan NTT, 2010).Tujuan jangka panjang penyusunan model pengembangana
budidaya dan pengolahan yang optimum agar tidak mengancam kelestarian sumberdaya teripang
(Holothuroidea) sebagai salah satu sumber protein hewan. Sedangkan target khusus yang ingin
dicapai adalah untuk mendapatkan kandungan gizi yang dapat digunakan untuk pengembangan
komoditi budidaya teripang dan selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pangan dan obat
tradisional (Ozer et al., 2004), Metode yang digunakan: Menganalisis data-data secara kuantitatif
dari aspek biologi dan ekologi serta analisis pola protein teripang (Holothuroidea) di Perairan
Raijua dengan 5 (lima) stasiun pengamatan dengan metode kontigensi (asosiasi ) 2 x 2, Kruskal-
Wallis, uji Khikuadrat (Χ²) dan korelasinya. Hasil identifikasi teripang didapat 11 jenis yang
termasuk dalam 3 (tiga ) famili, yaitu :Holothuridae, Stichopoditae dan famili Synaptidae. Ada
11 jenis teripang yang ditemukan di 5 (lima) lokasi penelitian perairan Sabu Raijua dengan
komposisis yaitu Holothuria scabra; Holothuria nobilis; Holothuria atra; Holothuria edulis
Holothuria impatiens; Holothuria Mexicana; Actinopyga lecanora dan Bahaschia argus.
Kepadatan : Holothuria nobilis adalah 5,651 individu/m2; Holothuria atra 4,409 individu / m2,
Holothuria scabra : 3,294 individu/m2; Holothuria edulis 3,102 individu/m2; Bahaschia argus
2,102 individu/m2; Holothuria Mexicana 2,088 individu/m2; Holothuria impatiens 2,044
individu/m2 dan Actinopyga lecanora 1,037 individu /m2. Penyebarannya teripang jenis
teripang berada pada seluruh subtrat pasir, lamun/rumput laut serat karang/tubir. Pada subtrat
berpasir terbanyak 17,3 % adalah Holothuria atra dan Bahaschia argus. Sedang sekitar 6 spesies
terbanyak 82,7% pada substrat lamun dan karang. Koefesien korelasi spesies teripang yang
banyak ditemukan di perairan Menia Sabu Raijua. H. nobilis mempunyai asosiasi yang terbesar
dengan H. scabra dimana koefesien korelasi kuat 0,602 . Asosiasi yang sangat lemah terjadi
antara Actinopyga lecanora dan Bahaschia argus sebesar 0,151. Sedangkan asosiasi yang cukup
antara H. nobilis dan Actinopyga lecanora dengan koefesiens korelasi sebesar 0,352. Semua
spesies teripang yang banyak ditemukan mempunyai asosiasi positif dan erat. Kandungan nutrisi
protein teripang rata-rata 11,46 % dan kualitas air sangat layak untuk di lakukaan pengembangan
budidaya teripang. Phytoplankton yang terindentifikasi adalah Bacillariophyceae, Cyanophyceae,
dan Chrolophyceae serta Zooplankton dari family: Copepoda, Foraminifera, Ostracoda, dan
Gastropoda
Kata kunci: Teripang, Vitamin, kandungan Protein
15
PEMANFAATAN PROTEIN Per-CP MAKROALGA LAUT Halimeda opuntia SEBAGAI
BAHAN ANTIVIRAL PADA KEGIATAN BUDIDAYA KOMODITAS IKAN KERAPU
TIKUS (Cromileptes altivelis)
Nicodemus Dahoklory1,Yudiana Jasmanindar
2
Dosen Perikanan dan Kelautan Faperta Undana, Jl. Adisucipto, Penfui-Kupang
Abstrak
Viral Nervous Necrosis merupakan problem penting yang mengakibatkan kematian ikan kerapu
di keramba jaring apung. Salah satu penentu faktor virulensi viral nervous necrosis ditentukan
oleh lemahnya sistim imun pada ikan kerapu, didasarkan pada pembentukan sistim imun dengan
cara uji in vivo Per-CP Halimeda opuntia pada ikan kerapu tikus. Untuk itu, penelitian ini
bertujuan untuk melihat ekspresi sel pada organ hati dan intestine maupun ekspresi protein P56.
Metode penelitian yang digunakan adalah eksplorasi laboratorium untuk mengisolasi Per-CP
Halimeda opuntia, menguji in vivo Per-CP Halimeda opuntia pada ikan kerapu tikus, menguji in
vivo Per-CP Halimeda opuntia yang diuji tantang dengan viral nervous necrosis.Organ target
yang diisolasi adalah hati, intestine dan mata.
Hasil penelitian isolat Per-CP Halimeda opuntia memiliki kisaran protein antara 9 sampai 25
μg/μl. Hasil ekspresi sel yang paling kuat pada organ hati ikan kerapu tikus tanpa pemberian Per-
CP adalah 91 kDa. Hasil ekspresi sel yang paling kuat pada organ hati ikan kerapu tikus yang
disonde dengan Per-CP adalah 5 kDa. Hasil ekspresi sel yang paling kuat pada organ hati ikan
kerapu tikus yang disonde dengan Per-CP yang diuji tantang dengan viral nervous necrosis
adalah 90 kDa. Hasil SEM pada mata ikan kerapu tikus setiap perlakuan menunjukkan bahwa
terjadi perubahan patologis yang bersifat ringan
Kata-Kata Kunci : Ekspresi sel, kDa, Per-PC, ikan kerapu tikus.
16
3. FAKULTAS PETERNAKAN
STRATEGI PENINGKATAN LAJU ADOPSI TEKNOLOGI PAKAN SUPLEMEN
PEDET DALAM RANGKA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI
I Gusti N. Jelantik1, Tara Tiba Nikolaus
2, Maria R. Deno Ratu
3
Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Kematian pedet yang sangat tinggi dan rendahnya laju pertumbuhan pedet sapi Bali merupakan
penyebab utama rendahnya produksi dan kualitas bakalan yang dihasilkan dari sistem peternakan
ekstensif di NTT. Teknologi suplementasi langsung pada pedet (pasupet) yang dikembangkan
selama ini terbukti secara meyakinkan mampu menekan angka kematian dan sekaligus
meningkatkan pertumbuhan dan kualitas bakalan. Namun demikian adoptabilitas teknologi
pasupet oleh petani peternak dirasakan masih relatif rendah. Hal ini disebabkan terutama oleh
beberapa faktor antara lain bahan baku pasupet tidak tersedia di tingkat peternak, membutuhkan
pengolahan serta aplikasinya yang mengharuskan pedet untuk dikandangkan sementara induknya
digembalakan.
Dengan demikian tujuan utama penelitian ini adalah untuk meningkatkan adoptabilitas teknologi
pasupet melalui upaya menekan harga dan meningkatkan ketersediaan bahan baku di tingkat
peternak, meminimalisir pengolahan, serta menyederhanakan teknik aplikasi pada sistem
gembala. Kegiatan penelitian pada tahun pertama diawali dengan upaya memodifikasi formula
pasupet dengan memasukkan leguminosa herba dan labu sebagai bahan baku pasupet sehingga
harga pasupet dapat ditekan serendah-rendahnya dan dapat dihasilkan dan diolah di tingkat
peternak. Pada tahapan selanjutnya, formula pasupet tersebut akan diuji-cobakan secara in vivo
dibandingkan dengan pasupet terdahulu. Tahap akhir dari penelitian tahun I dalah upaya
menyederhanakan metode pengolahan bahan baku dengan memberikan dalam bentuk segar atau
dalam bentuk hay dibandingkan dengan dalam bentuk tepung.
Kegiatan pada tahun II akan difokuskan untuk mengkaji strategi pemberian pasupet yang lebih
sederhana sehingga lebih mudah diadopsi oleh peternak. Strategi pemberian langsung dikandang
tanpa perlu memisahkan dengan induknya dengan teknik creep-feeding baik di kandang maupun
di padang penggembalaan akan dibandingkan ddengan metode sebelumnya yang memisahkan
pedet selama induknya menggembala.
Selanjutnya pada tahun III, formula pasupet yang baru dan strategi pemberian yang baru akan
diujicobakan secara luas pada kondisi on farm pada peternak di dua kabupaten masing-masing
Kabupaten Kupang dan TTS. Kemanfaatan dan laju adopsi akan dievaluasi berdasarkan dampak
produktivitas (biologis), ekonomis dan teknis (apiklasi).
Kata kunci: Pakan,Suplemen Pedet, Produktivitas,
17
RINGKASAN EVALUASI KADAR TANIN DAN PROTEIN KASAR HIJAUAN POHON
LEGUMINOSA DAN NON-LEGUMINOSA YANG DOMINAN DIMANFAATKAN
PETERNAK SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN TERNAK SAPI
Emma Dyelim Wie Lawa1, Edwin J.L. Lazarus
2
Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Musim kemarau yang panjang di Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya di Kabupaten Kupang
mengakibatkan ketersediaan pakan bagi ternak sapi mengalami kendala baik kuantitas maupun
kualitasnya.Hijauan pohon dari jenis leguminosa maupun non-leguminosa biasanya disediakan
peternak sebagai pakan suplemen bagi ternak sapi yang dipeliharanya.Penelitian ini bertujuan
mendapatkan informasi sejauhmana masyarakat peternak memanfaatkan hijauan leguminosa dan
non-leguminosa pohon sebagai pakan suplemen dalam ransum sapi yang
dipeliharanya.Keberadaan senyawa tanin dalam berbagai hijauan pohon khususnya yang
dominan diberikan sebagai pakan suplemen dievaluasi dampak negatifnya bagi ternak, Penelitian
ini mengambil sampel wilayah di kecamatan Amfoang Selatan dan Amarasi Barat.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di kedua wilayah tersebut masyarakat telah memanfaatkan
hijauan pohon sebagai suplemen dalam ransum sapi.Hijauan yang dominan diberikan adalah turi
(Sesbania grandiflora), lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra callothyrsus),
kapuk (Ceiba petandra) dan kabesak putih (Acacia leucophloea) dari jenis leguminosa dan
hijauan timo (Timonius timon), busi (Melochia umbelata) dan mara/bafkenu (Macaranga
tanarius) dari jenis non-leguminosa. Masih terdapat hijauan pohon seperti dadap (Erytrina
oviliafolia) dan trembesi (Sammanea saman) dari jenis leguminosa dan waru (Hibiscus
tilliaceus), beringin (Ficus benyamina) serta bidara (Zyziphus mauritania) dari jenis non-
leguminosa yang diberikan dalam jumlah sedikit. Tidak nampak dampak gangguan kesehatan
akibat keberadaan senyawa tanin dalam hijauan pohon terhadap ternak sapi; hal ini karena
masyarakat telah mengantisipasinya dengan strategi pemberian pakan seperti, perlakuan awal
terhadap hijauan dengan pelayuan dan pemberian secara campuran pakan. Kadar protein kasar
dan senyawa tanin dari hijauan pohon yang dominan diberikan untuk ternak sapi adalah,
kaliandra (22,56%; 6%), lamtoro (22,34%; 4%), turi (23,76%; 0%), kabesak putih (19,28%;
1,6%), kapuk (23%; 0,50%), timo (15,21%; 2,4%), mara/bafkenu (15%; 2,1%), Busi (20,31%;
2,6%), beringin (15,79%; 3,2%) dan bidara (17,84%; 1,8%). Masih diperlukan pengkajian
mendalam secara ilmiah dan praktis di masyarakat terhadap jenis hijauan leguminosa dan non-
leguminosa pohon yang potensial di wilayah penelitian ini sebagai pakan suplemen bagi ternak
sapi untuk menanggulangi krisis pakan hijauan di musim kemarau.
Kata kunci : kadar tannin, protein kasar, leguminosa, non-leguminosa pohon, suplemen,sapi
18
PENGARUH LEVEL KUNING TELUR DALAM PENGENCER AIR KELAPA
TERHADAP KUALITAS SEMEN DAN ANGKA KEBUNTINGAN KUDA SANDEL DI
KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA.
Aloysius Marawali1, W. Marlene Nalley
2
Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Suatu penelitian tentang pengaruh level kuning telur (KT) dalam pengencer air kelapa terhadap
kualitas semen dan angka kebuntingan kuda sandel telah dilakukan di kabupaten Sumba Barat
Daya. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap percobaan. Percobaan I daya tahan hidup
spermatozoa dengan kecepatan sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit. Setelah sentrifugasi,
supernatan dibuang dan pellet (spermatozoa) dilarutkan dengan pengencer air kelapa kuning
telur dengan level KT 15%, 20% dan 25% dengan konsentrasi spermatozoa 200x106 per ml.
Pengamatan kualitas semen cair dilakukan dengan mengevaluasi persentase spermatozoa motil
dan persentase spermatozoa hidup setiap 3 jam untuk suhu ruangan dan setiap 12 jam pada suhu
50C. Percobaan II daya tahan hidup spermatozoa dengan kadar plasma semen(KPS) yang
berbeda (0%, 10%, 20% dan 30%) pada pengencer air kelapa+kuning telur. Semen cair
selanjutnya disimpan pada suhu 50C untuk pengamatan terhadap persentase spermatozoa motil
dan persentase spermatozoa hidup setiap 24 jam. Hasil percobaan pertama untuk motilitas
spermatozoa pada penyimpanan suhu ruangan dengan kecepatan sentrifugasi 2000 rpm selama
15 menit pada 0, 3, 6 dan 9 jam penyimpanan pada suhu ruangan pada level KT 15% adalah
60.4%, 46.8% dan 36.8%, pada level KT 20% adalah 60.4%, 51.8% dan 40.5% ; pada level KT
25% adalah 60.4%, 50.8% dan 37.8%. Daya tahan hidup spermatozoa pada penyimpanan suhu
ruangan dengan kecepatan sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit pada 0, 3 dan 6 jam
penyimpanan pada level KT 15% adalah 81.6%, 66.2%, 58.7% dan 48.5%; pada level KT 20%
adalah 81.6%, 70.4%, 64.8%, dan 54.5%; pada level KT 25% adalah 81.6%, 67.2%, 59.7% dan
49.5%. Motilitas spermatozoa pada penyimpanan suhu 50C dengan kecepatan sentrifugasi 2000
rpm selama 15 menit pada 0, 12, 24, 36 dan 48 jam penyimpanan pada level KT 15% adalah
60.4%, 54.6%, 44.4%, 36.6%, dan 30.6%; pada level KT 20% adalah 60.4%, 56.6%, 50.5%,
42.4% dan 36.4%; pada level KT 25% adalah 60.4%, 55.4%, 45.8%, 37.4% dan 32.4%. Daya
tahan hidup spermatozoa pada penyimpanan suhu 50C dengan kecepatan sentrifugasi 2000 rpm
selama 15 menit pada 0, 12, 24, 36 dan 48 jam penyimpanan pada level KT 15% adalah 81.6%,
74.0%, 61.6%, 51.8% dan 40.0%; pada level KT 20% adalah 81.6%, 76.6%, 66.7%, 56.6% dan
49.2%, untuk level kuning telur 25% adalah 81.6%, 75.9%, 62.5%, 52.8% dan 41.3%.
Percobaan kedua diperoleh hasil untuk motilitas spermatozoa pada penyimpanan suhu 50C
dengan kadar plasma semen (KPS) 0% dengan 0, 24, dan 48 jam penyimpanan adalah 72.5%,
47.5% dan 33.3%, KPS 10% adalah 72.5%, 20.0% dan 11.7% , KPS 20% adalah 72.5%, 10.0%
dan 3.3%, KPS 30% adalah 72.5%, 4.2% dan 0.8.%. Daya tahan hidup spermatozoa pada
penyimpanan suhu 50C dengan KPS 0% selama 0, 24, 48 dan 72 jam penyimpanan adalah 80%,
61% dan 55.2%, 52.4%, KPS 10% selama 0, 24, 48 dan 72 jam penyimpanan adalah 80.5%,
52.9%, 47.5% dan 44.1%, selama 0, 24, 48 dan 72 jam penyimpanan dengan KPS 20% adalah
80.5% dan 51.3%, 44.5% dan 31.8% serta selama 0, 48 jam dan 72 jam penyimpanan dengan
KPS 30% adalah 80.5%, 45.1%, 34.2% dan 22.8%. Pada percobaan ketiga diperoleh hasil yang
terdiri atas persentase estrus 100% setelah sinkronisasi dua kali berselang 14 hari. Angka
kebuntingan masing-masing 50% pada ternak kuda yang diinseminasi pada hari ketiga, hari
keempat dan hari kelima onset estrus.
Kata kunci :sentrifugasi, semen kuda,plasma semen, angka kebuntingan, kuning telur,air kelapa
19
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN ANAK SAPI BALI
MELALUI SUPLEMENTASI PAKAN LOKAL DAN OBAT CACING UNTUK
MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING NASIONAL
Pellokila, Marthen R2, Sukawaty Fattah
2, Yohanis U. L. Sobang
2, Marthen Yunus
2
Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan untuk 1) meningkatkan produktivitas induk sapi
Bali melalui suplementasi pakan lokal dan obat cacing, 2) meningkatkan produktivitas dan
menurunkan angka kematian pedet sapi Bali melalui suplementasi pakan lokal dan obat cacing,
3) menemukan model inovasi pengembangan sapi Bali berbasis partisipasi peternak. Metode
yang digunakan adalah pada tahun 1 menggunakan metode eksperimen pola rancangan acak
kelompok dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah P0 =
pakan hijuan (kontrol), P1 = R0 + pakan konsentrat mengandung tepung daun gamal dan daun
singkong 16 %, P2 = P1 + obat cacing. Dimana perlakuan diaplikasi pada induk bunting dan dan
induk laktasi Parameter yang diukur dalam penelitian tahun 1, yaitu konsumsi ransum (bahan
segar dan bahan kering), bobot lahir anak, skor tubuh induk, perubahan berat badan induk pasca
2 bulan melahirkan, produksi susu induk, pertambahan berat badan harian anak, jumlah telur
cacing dalam feses. Analisis data pada penelitian ini ditabulasi dan dilakukan analisis sesuai
prosedur ANOVA dengan menggunakan program SAS (Cody and Smith, 1997). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rataan knsumsi bahan segar yaitu P2 18,35±0.22 kg/hari, P1 18,10±0.18
kg/hari, dan P0 16,10±0.49 kg/hari, .konsumsi bahan kering ransum yaitu P2 6.35± 0.13 kg/hari,
P1 6.22± 0.30 kg/hari, dan P0 5.50± 0.30 kg/hari, rataan bobot lahir anak yaitu P2 15,5±0.5 kg,
P1 14,5±0.5 kg, dan P0 13±0.5 kg, rataan produksi susu induk yaitu P2 1.3± 0.10 kg/hari, P1
1.2± 0.10 kg/hari, dan P0 0.93± 0.15 kg/hari, rataan pertambahan berat badan anak yaitu P2
0.24±0.03 kg/hari, P1 0.22±0.04 kg/hari, dan 0.15±0.01 kg/hari, rataan skor tubuh induk pasca
2 bulan melahirkan yaitu P2 3,67±0.29, P1 3,33±0.29, dan P0 2,83±0.29, rataan pertabahan
bobot badan pasca 2 bulan melahirkan yaitu P2 16,83±0.15 kg, P1 16,17±0.06 kg, dan P0
10,67±1.01 kg, dan rataan jumlah telur cacing dalam feses yaitu P0 sebesar 67±4.36/gr feses, P1
sebesar 62±6.00/gr feses, dan P2 sebesar 26±5.29/gr feses Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa 1) suplementasi bahan pakan lokal dan pemberian obat cacing pada induk
laktasi sapi Bali memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap konsumsi bahan segar,
konsumsi bahan kering, bobot lahir anak, skor tubuh induk, pertambahan bobot badan induk
pasca melahirkan, pertambahan bobot badan anak sapi Bali, dan jumlah telur cacing dalam feses,
sedangkan suplementasi bahan pakan lokal dan pemberian obat cacing pada induk laktasi sapi
Bali memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0.05) terhadap produksi susu induk sapi Bali dan
2) pemberian obat cacing pada induk sapi Bali yang mendapatkan pakan konsentrat memberikan
pengaruh yang tidak nyata (P>0.05) konsumsi bahan segar, konsumsi bahan kering, bobot lahir
anak, skor tubuh induk, produksi susu induk, pertambahan bobot badan induk pasca melahirkan,
pertambahan bobot badan anak sapi Bali, dan jumlah telur cacing dalam feses. Berdasarkan
kesimpulan di atas, maka dapat disarankan untuk 1) tepung daun gamal dan tepung daun
singkong dapat dijadikan bahan penyusun pakan konsentrat sumber protein untuk meningkatkan
produktivitas anak sapi Bali dan memperbaiki produksi susu induk Sapi Bali dan 2) untuk
mengeliminasi pengaruh parasit cacing pada sapi Bali dapat diberikan obat cacing, sehingga
dapat meningkatkan efsisensi penggunaan pakan
Kata Kunci : suplementasi, induk sapi Bali, anak sapi Bali, pakan lokal, obat cacing
20
KAJIAN EKONOMI RUMAH TANGGA PETERNAK PENGGEMUKAN SAPI
POTANG DIWILAYAH HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI/DAS BENAIN
NOELMINA,TIMUR BARAT NUSA TENGGARA TIMUR
Agus A. Nalle1, Melkianus Tiro
2
Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Keberadaan kawasan hulu DAS Benain-Noelmina di Timor Barat memegang peran
strategis tidak saja dalam menjaga tata air di Timor Barat, akan tetapi cukup potensial dalam
menunjang pengembangan sektor pertanian umumnya, dan khususnya pengembangan ternak sapi
potong. Ketergantungan rumah tangga peternak pada kawasan ini serta situasi sosial ekonomi
rumah tangga telah mendeterminasi pilihannya dalam menerapkan sistem pemeliharaan ternak
sapi potong baik dengan cara lepas (ekstensif) maupun cara ikat (intensif). Demikian juga pilihan
usahatani tanaman dan usaha non-pertanian lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam memberikan kontribusi bagi kesejahteraan peternak dan rumah tangganya.
Hasil analisis diperoleh bahwa potensi kinerja hasil produksi yang dapat diraih, serta alasan yang
menjustifikasi pilihan peternak untuk menerapkan sistem pemeliharaan ternak sapi potong, maka
lebih rasional dan lebih baik dengan menerapkan sistem ikat akibat minimnya resiko baik dari
aspek ekonomi maupun fisik lingkungan. Selanjutnya bahwa usaha ternak sapi potong pada
peternak di kawasan hulu DAS Benain-Noelmina merupakan usaha yang memberikan kontribusi
terbesar bagi penghasilan rumah tangga dibanding jenis usaha lainnya. Ketergantungan yang
dominan terhadap anggota rumahtangga produktif sebagai sumber tenaga kerja utama, kebutuhan
biaya produksi, tingkat konsumsi rumah tangga dan juga berbagai aktivitas non-pertanian lainnya
merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja ekonomi rumah tangga peternak sapi
potong pada kawasan hulu DAS Benain-Noelmina.
Berdasarkan hasil yanga ada, maka rekomendasi yang diajukan : 1) Perlunya upaya advokasi dan
penyuluhan yang intensif sehingga kepada para peternak sapi potong di kawasan hulu DAS
Benain-Noelmina, dalam hal ini berkenaan dengan berbagai resiko baik ditinjau dari aspek sosial
ekonomi maupun fisik lingkungan ketika mereka terus memutuskan untuk menerapkan sistem
lepas dari ternak sapi potong yang diusahakannya; 2) Mendorong peningkatan kinerja dan
produktivitas usaha ternak sapi potong secara intensif, dengan mengembangkan dan
menyediakan alternatif usaha ekonomi produktif lainnya merupakan sumber penghasilan
tambahan penting bagi peningkatan kesejahteraan petani peternak, dan 3) Perlu pengkajian
lanjutan dan lebih bersifat komprehensif dalam rangka pengembangan usaha tani tanaman, usaha
ternak sapi potong dan usaha non pertanian lainnya secara integratif di tingkat rumah tangga
petani peternak di kawasan hulu DAS Benain-Noelmina.
Kata Kunci : Sapi Potong, Hulu DAS dan Ekonomi Rumah Tangga
21
EFEK PEMBERIAN PAKAN KOMPLIT PLUS SELAMA BUNTING AKHIR, LAKTASI
DAN PENYAPIHAN DINI TERHADADAP EFISIENSI REPRODUKSI INDUK SAPI
BALI YANG DIPELIHARA SEMI INTENSIF
Erna Hartati1, Franky M. S. Telupere
2, Ahmad Saleh
3
Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Tujuan jangka panjang penelitian adalah mempercepat peningkatan produktivitas (produksi dan
populasi) sapi melalui inovasi teknologi Pakan Komplit-Plus (PK-Plus) berbasis pakan lokal
mengandung 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan 2% Zn-Cu isoleusinat /kg BK ransum untuk
memenuhi kecukupan kebutuhan konsumsi daging nasional dan pada gilirannya ketahanan dan
kemanan pangan dapat terwujud. Target penelitian mengoptimalkan peningkatan pertambahan
berat badan induk dan fetus, berat lahir dan berat pedet serta meningkatkan efisiensi reproduksi
dan pada gilirannya terjadi peningkatan populasi sapi yang berkualitas. Untuk mencapai
peningkatan populasi telah dilaksanakan penelitian selama 2 tahun yaitu pada tahun I adalah
percobaan terhadap induk sapi Bali bunting akhir yang dipelihara semi intensif dengan
mengiplementasikan perlakuan yang memperoleh respons terbaik pada sapi Bali jantan muda
dan sapi bibit (Hartati, dkk., 2010 dan 2011).
Penelitian dilanjutkan pada tahun II dengan perlakuan yang sama disertai penyapihan dini
terhadap pedet. Luaran tahun I menghasilkan pertambahan berat badan induk dan fetus dan berat
lahir tertinggi pada perlakuan 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan 2% Zn-Cu isoleusinat /kg
BK ransum sementara pada tahun II ingin dihasilkan berat sapih tertinggi, siklus birahi post
partum dan interval kelahiran lebih pendek dibandingkan dengan sapi yang tanpa pemberian
pakan tambahan.. Metode yang digunakan adalah percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) 3 perlakuan dan 9 ulangan. Tiga macam perlakuan adalah: R0: induk sapi Bali bunting
akhir dilepas di padang siang hari, sore di kandangkan; R1: R0 + daun legum pohon (daun
gamal); R2: R0 + 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat + 2 % Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum.
Parameter yang diamati konsumsi dan kecernaan, kinetika rumen, status Zn dan Cu, retensi N
dan energi, berat sapih pedet, lama birahi, siklus birahi post partum dan calving interval sebagai
indikator tingkat efisiensi reproduksi induk sapi Bali. .Data dianalisis menggunakan sidik ragam
dan dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan paket SPSS Relase 17.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan baik hijauan legum maupun
konsentrat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap peningkatan pertambahan berat sapih,
lama birahi dan siklus birahi induk post partum. Peningkatan berat sapih tertinggi (P<0,05) pada
induk sapi yang diberi tambahan konsentrat, sementara lama birahi dan siklus birahi induk post
partum pada induk yang diberi tambahan pakan lebih cepat (P<0,05) dibandingkan dengan tanpa
penambahan, akan tetapi antara pemberian hijauan legum dan konsentrat tidak berbeda nyata.
Kata kunci: Zn-Cu Isoleusinat;ZnSO4, berat sapih, interval kelahiran; sapi Bali
22
EKSPANSI STEM CELLS PARTENOGENETIK DALAM MEDIUM SELULER
TERKONDISIKAN DAN PENGARAHANNYA MENJADI BERBAGAI TIPE SEL
SEBAGAI MODEL UNTUK TERAPI PENYAKIT DEGENERATIF
Thomas Mata Hine1, Arnol Elyazar Manu
2, Kirenius Uly
3
Dosen Fakultas Peternakan,Universitas Nusa Cendana, Jln, Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah menemukan media tumbuh stem cells alternatif
yang murah dan mudah diperoleh dan mampu menunjang proliferasi stem cells partenogenetik
selama kultur in vitro, sehingga dapat dijadikan sebagai model bahan baku terapi sel dalam
upaya menyembuhkan berbagai penyakit degeneratif. Target khususnya adalah optimalisasi
produksi stem cells partenogenetik mencit pada medium seluler terkondisikan yakni medium
terkondisikan pada sel kumulus (MTK), medium terkondisikan pada sel fibroblas (MTF), dan
medium terkondisikan pada sel endometrium (MTE).
Hasil penelitian pada tahun pertama menunjukkan bahwa TCM-199 lebih baik dalam
mendukung pertumbuhan sel kumulus, fibroblas, dan endometrium. Untuk kultur embrio
partenogenetik, MTF lebih superior dari MTK dan MTE. Pada tahun kedua, kegiatan penelitian
difokuskan untuk produksi stem cells partenogenetik pada MTK, MTF, dan MTE; yang diawali
dengan kegiatan isolasi inner cell mass blastosis menggunakan rabbit anti mouse anti serum dan
guinea pig complement, selanjutnya dikultur dalam MTK, MTF, dan MTE dalam inkubator CO2
5%, 37oC. Pasase dan perbanyakan stem cells dilakukan secara enzimatik, dan selanjutnya
dilakukan uji pluripotensi. Stem cells selanjutnya diarahkan menjadi sel syaraf dengan cara
menempatkan stem cells dalam medium yang telah dikondisikan dengan beberapa agens
diferensiasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa MTF, MTK, dan MTE mampu menunjang pembentukan
koloni stem cell yang lebih baik daripada yang dikultur tanpa medium terkondisikan; dengan
hasil terbaik dihasilkan oleh MTF.
Kata Kunci : Media Tumbuh, Model, Terapi Penyakit Degeneratif
23
4. FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UJI COBA MODEL PEMBERDAYAAN PERAN PEREMPUAN DALAM
MENGHADAPI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN KUPANG
DAN KABUPATEN TIMOR TENGAHN UTARA
Mien Ratoe Oedjoe1,Reny Masu
2, Orpa G Manuain
3, Thelma S.M.Kadja
4
Dosen FKIP Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Model Pemberdayaan Peran Perempuan dalam menghadapi dampak perubahan iklim di
Kabupaten Kupang merupakan hasil penelitian yang ditemukan pada pnelitian tahap pertama,
yang perlu diujicobakan kembali untuk mendapatkan input bagi revisi model demi memperoleh
model yang diharapkan memberikan kontribusi dalam upaya pemberdayaan peran perempuan
menghadapi masalah bencana alam di Kabupaten Kupang. Uji coba model ini di Kabupaten
Kupang dan di perbandingkan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Untuk itu maka
masalah yang dikemukakan adalah Uji Coba Rancangan Model, Potensi yang dimiliki dalam
penerapan Rancangan Model; Hambatan yang dihadapi;Solusi yang diambil; Input terkait
dengan penyempurnaan model yang lebih efektif. Metode yang dipergunakann adalah deskriptif
kualitatif dengan alat analisis Gender Pathway (GAP). Komponen acuan/wilayah kunci Uji
Coba Model adalah: Komitmen/ (Good Will) yang tampak dalam peraturan perundang-
undangan;Sumberdaya Manusia/Satgas; Dana tanggap darurat; Fasilitas/ Sarpras; Koordinasi
antara pemerintah, swasta dan masyarakat; Pemberdayaan Masyaraka t(masyarakat harus
mandiri dalam menghadapi CC; Peta Lokasi dan Penanggungjawab Sektor;Rambu-rambu lokasi
bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pemberdayaan peran perempuan yang
diujikan pada Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTU, dengan latar belakang penganut budaya
Timor Dawan, berpandangan bahwa peran perempuan adalah di ranah domestik dimana pada
saat terjadi bencana perempuan yang banyak berbeban dalam mengatasi berbagai masalah rumah
tangga. Dengan demikian maka perempuan dapat mempergunakan warisan kearifan lokal untuk
menghadapi berbagai permasalahan dalam rumah tangga. Pemerintah Kabupaten Kupang
maupun TTU melalui Badan Penaggulangan bencana daerah (BPBD) cq. Setiap bidang baik
Bidang pencegahan dan kesiap siagaan, Kedaruratan dan Logistik, Rehabilitasi dan Rekonstruksi
melibatkan perempuan dalam membantu menyediakan konsumsi bagi korban bencana dan
evakuasi anak . Input terkait model pemberdayaan peran perempuan adalah Model yang bersifat
Integratif dimana BPBD dan stake holders mengintegrasikan 9 komponen kunci dengan
pengalaman, masalah dan kearifan lokal yang dimiliki perempuan menghadapi bencana alam;
kesimpulan yang diambil bahwa pendekatan integarif dalam upaya memberdayakan peran
perempuan dinilai lebih efektif yang dapat menjawab kepetingan perempuan dan anak. Sehingga
disarankan agar perlu penguatan kapasitas perempuan dan stake holders kebencanaan melalui
pelatihan dan sosialisasi; Menginventarisir Masalah, Kebutuhan, Kearifan Lokal dan Potensi
Perempuan dalam bentuk Profil Peran Perempuan dalam menghadapi dampak perubahan Iklim;
meningkatkan koordinasi antara Semua Stake Holder kebencanaan Pentingnya Desa Pilot Model
Penanganan bencana berbasis ”Model Integrasi Pemberdayaan Peran Perempuan”
Kata kunci: Model, Pemberdyaan, peran perempuan, dampak Perubahan Iklim
24
RESISTENSI MASYARAKAT LOTAS DAN PERAN PEMIMPIN LOKAL DI WILAYAH
PERBATASAN BELU DAN SOE
Anderias Ande1,Reny Masu
2, Orpa G Manuain
3, Thelma S.M.Kadja
4
Dosen FKIP Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Riset ini bertujuan untuk menemukan suatu model yang tepat melalui data dan informasi
tentang berbagai sub-etnik dan lokasi kediamannya yang jelas untuk dijadikan dasar bagi
pengambilan kebijakan yang dapat meredusir kemungkinan hubungan yang tidak harmonis di
antara berbagai sub-etnik tersebut. Salah satu bentuk konkritnya ialah menjadikan hunian
kompleks perbatasan baru dan sejenis lebih heterogen, membuka isolasi pemukiman daerah
konflik dan menghindari konsentrasi hunian dari sub-etnik tertentu sehingga mengeliminir
kemungkinan munculnya ethnosentrisme yang sempit. Riset ini akan didisain dalam tiga tahap.
Tahap pertama, akan dilakukan identifikasi terhadap kognisi, afeksi dan psikomotorik mereka
tentang etnisitas dan kekerasan dalam kehidupan bermasyarakat. Cara untuk mencermatinya
yaitu dengan melalui pengamatan dalam kancah dan wawancara mendalam. Pendekatan yang
digunakan dalam riset ini adalah pendekatan interdisipliner dan selanjutnya dianalisis secara
kualitatif. Tahap kedua adalah tahap intervensi, di mana data hasil pengamatan dalam kancah
dan hasil wawancara mendalam serta hasil studi kepustakaan dibuatkan pemetaan terhadap
etnisitas daerah perbatasan dalam bingkai kekerasan sebagai upaya resolusi terhadap tindakan
kekerasan. Bertolak dari pemetaan tersebut kemudian diberikan pelayanan sosial berupa
konseling keluarga baik dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Tahap ketiga,
dilakukan try-out dan simulasi untuk menguji tingkat efisiensi dan efektivitas resolusi yang
dicanangkan. Konflik anarkisme antar wilayah perbatasan yang terjadi di Pulau Timor sendiri
pada dasarnya merupakan embrio dari ketidakadilan dan marjinalisasi suatu kelompok terentu
selama bertahun-tahun. Adapun ethnisitas yang selama ini disematkan dalam membaca dan
menganalisis konflik wilayah perbatasan di Pulau Timor. Ia dapat dikatakan sebagai faktor
pendukung sekaligus sebagai pemicu konflik kekerasan karena pada hakekatnya konflik lebih
mengarah pada perebutan sumber daya politik, budaya, ekonomi, dan hukum. Dalam kerangka
sejarah konflik kekerasan wilayah perbatasan antar kabupaten/kota diwarnai dengan praktik-
praktik dominasi maupun subordinasi semenjak zaman kerajaan hingga masa Republik ini
terutama era otonomi daerah yang berimplikasi pada semakin bertumbunya potensi konflik laten.
Konflik kekerasan selama ini terjadi rupanya belum efektif diselesaikan jika diselesaikan
melalui pendekatan hukum positif. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa rekonsiliasi konflik
kekerasan wilayah perbatasan di Pulau Timor yang cukup efektif melalui pendekatan kearifan
lokal. Kearifan lokal pada tataran ini sebenarnya memiliki tingkat keefektifan yang cukup tinggi
bila dibandingkan dengan pendekatan hukum formal. Karena kearifan lokal memiliki potensi
dalam merajut kembali dan merekatkan kohesivitas masyarakat menuju proses rekonsialisasi.
Dan juga turut dipertimbangkan seperti faktor agama, jabatan birokrasi dan kepentingan-
kepentingan lain sejenisnya di wilayah perbatasan. Hasil temuan lapangan juga telah
menunjukkan bahwa harmonisasi dalam hidup dan kehidupan di wilayah perbatasan merupakan
cara rekonsiliasi yang efektif dalam tataran elite dalam konteks menjaga perdamaian. Situasi dan
kondisi seperti ini dijaga dalam kerangka mereduksi segala bentuk etnosentrisme yang
seringkali mengkonstruksi konflik kekerasan di wilayah perbatasan.
Kata Kunci: Ethnisitas; Konflik; Perbatasan
25
5. FAKULTAS HUKUM
INPLEMENTASI HUKUM KEBIJAKAN PERIKANAN DAN EFEKTIFITAS
HUKUMNYA DALAM MENUNJANG SISTEM PERIKANAN LAUT DAERAH
SECARA BERKELANJUTAN
Dr.Jimmy Pello
Dosen Fakultas HUKUM Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Pertentangan azas-azas hukum pembagian wewenang pengelolaan perikanan daerah yang
melandasi UU Perikanan Nomor 31 Thn 2004 (dekonsentrasi), UU No. 45 Tahun 2009 (Tugas
pembantuan) dan UU Pemda (desentralisasi) mengacaukan konsistensi logika hukum. Melandasi
persoalan tersebut secara teoretis hierarki perundang-undangan bahwa hukum terendah
mengikuti hukum yang tertinggi. Dengan demikian apakah kelompok hukum perikanan
mengikuti kehendaki ketentuan Pasal 33 (3) UUD 1945 dan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 ?
Tujuan jangka panjang berkontribusi bagi terwujudnya sistem pengelolaan perikanan
berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat, dan untuk meningkatkan mutu pendidikan hukum
khususnya menghasilkan pilihan azas-azas hukum dan konsep-konsep hukum kebijakan
perikanan berkelanjutan. Hal ini dilaksanakan melibatkan mahasiswa, menghassilkan, bahan
penulisan buku, berpeluang dijadikan materi jurnal terakreditasi, materi bahan ajar, materi di
perguruan tinggi serta sebagai informasi tambahan bagi calon peneliti selanjutnya.
Metode yang digunakan dalam mencapai tujuan: Metode penelitian hukum normatif (tahun
pertana dan kedua. Tahun ketiga menggunakan metode penelitian hukum empirik dan bersifat
kualitatif dan deskriptif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat sistem konsep yang
terkandung dalam prinsip konservasi versi konstitusi Indonesia dan harus menyatu antara
“konsep dikuasai negara “ dengan “konsep dikuasai daerah” rumuskan hukum perikanan
bergagasan eksploitasi dan budidaya serta sedikit mengemukakan konsep konservasi di
perikanan laut atas dasar prinsip dekonsentrasi karena kuat dugaan pembentuk hukum
menafsirkan isi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tidak secara utuh. Dengan demikian UU Perikanan
No.31 Thn 2004 (Pasal 60) inkonstitusional. Selanjutnya UU No. 45 Tahun 2009 perubahan UU
No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, khususnya ketentuan Pasal 60 pemerintah daerah
menerapkan prinsip mandate dalam arti ketiadaan kewenangan pada pemerintah daerah .
kehendak uu ini menonjolkan konsep konservasi dan perlindungannya namun kewenangan
berada di pusat. Dengan demikian uu ini inkonstitusional pula, kecuali UU Pemda No. 32 Tahun
2004 berkesesuaian dengan UUD 1945 berdasarkan rumusan ketentuan Pasal 18 mengedepankan
pemikiran pembagian wilayah pengelolaan wilayah perikanan menonjolkan gagasan Pasal 33
ayat (3) tentang wewenang pusat dan daerah dipadukan dengan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 dan
sangat mempertimbangkan prinsip konservasi pada Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dalam Pasal 18
ayat (3) UU Pemda. Gagasan tentang otonomi perikanan terlihat dalam hal bersama mengatur,
melindungi dan mengelola perikanan berdasarkan wewenang yang dimiliki dan harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai digariskan dlm UU organik (perikanan nasional oleh Pemerintah,
Perikanan daerah oleh Pemda (DKP). Rekomendasi hasil penelitian perlu amandemen ketentuan
Pasal 60 pada kedua uu perikanan diseleraskan dengan ide dasar desentralisasi dan konservasi
menurut ketentuan Pasal 33 ayat (3), (4) serta Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 serta Pasal 18 UU
Pemda demi pengelolaan perikanan nasional dan daerah secara berkelanjutan.
26
POLA PEMBINAAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN YANG RESPONSIVE
TERHADAP PENGARUSUTAMAAN HAK ANAK DI LAPAS ANAK KELAS IIA
KUPANG
Reny R Masu1 , Mien Ratoe Oedjoe
2,Orpa G. Manuain
3
Dosen Fakultas HUKUM Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIa Kupang melaksanakan pembinaan kepada Narapidana
Anak didasarkan kepada UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pelaksanaan
Pembinaan didasarkan Kepada Peraturan Menteri Kehakiman, peraturan perundangan tersebut
bersifat umum melintasi jenis kelamin dan usia, menganut asas hukum pidana “ geenstraft
zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan), pendekatan security disampinbg kesejahteraan
anak; Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA) dipergunakan sebagai strategi untuk melindungi hak
anak perlu mendapat perhatian dari berbagai komnponen bangsa termasuk Lapas Anak Kelas IIa
Kupang. Diperlukan kajian untuk mengetahui masalah diseputar implementasi PUHA di Lapas
Anak Kelas IIa Kupang. Masalah yang dikemukakan adalah Bagaimana upaya yang telah
diambil dalam pembinaan dan pendidikan anak didik pemasyarakatan; Apakah yang menjadi
factor penghambat dalam upaya membangun pola pembinaan yang responsive PUHA; Apakah
solusi yang diambil mengatasi hambatan dalam menerapkan pola pembinaan yang responsive
PUHA; Bagaimana Model pembinaan anak didik pemasyarakatan yang responsive PUHA
Metode pendekatan deskriptif kualitatif, dengan mempergunakan alat analisis Problem Based
Approach (Proba) diperoleh jawaban atas masalah bahwa Telah terdapat upaya yang telah
dilakukan Lapas Anak kelas IIa Kupang dalam memberikan pembinaan demi perlindungan akan
hak Anak melalui kegiatan kepribadian, ketarmpilan dan pengetahuan, pendampingan dan
konsultasi masalah anak, keterbukaan menerima program dan kegiatan stake holders bidang
perlindungan anak; masalah yang dihadapi berhubungan dengan perundang-undangan yang
berlaku umum diterapkan pada masalah anak, perbedaan pandangan mengenai pendekatan
pembinaan, mengenai PUHA, Kapasitas Sumberdaya manusia dan Anggaran yang terbatas, data
terpilah belum optimal di terapkan, kelembagaan PUHA belum tampak; mutasi pejabat yang
bersifat umum.
Solusi yang diambil menyamakan persepsi tentang peraturan perundang-undangan yang tumpang
tindih dalam pelaksanaannya biasanya diadakan sharing antara para petugas, terutama pada saat
Rapat Team pemgamat Pemasyarakatan (TPP); Peningkatan kapasitas petugas melalui
sosialisasi, menjadi anggota Lembaga Perlindungan Anak, terbuka terhadap program dan
kegiatan yang di samapaikan oleh LSM, PT maupun stake holders lainnya; tingkatkan koordinasi
dengan stake holdes KemenHukHAM, dinas pendidikan Kota untuk mengatasi masalah
anggaran; Komunikasi dengan anak; Petugas membuka diri; Memberikan kebebasan kepada
Bapas untuk mengadakan penelitian tentang anak; ditemukan model pembinaan Anak Didik
Pemasyarakatan yaitu Model system Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan yang
meningtegrasikan Roh PUHA kedalam Pola Pembinaan yang selama ini dianut.
Kata kunci: Pola, Pembinaan, Lapas Anak, Pengarusutamaam Hak Anak
27
6. FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PENDIDIKAN
ANALISIS KEBIJAKAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN
PARIWISATA DI NUSA TENGGARA TIMUR (STUDI KASUS DI KABUPATEN
RAIJUA DAN SUMBA BARAT DAYA)
Apriana H.J.Fanggidae1, Catrin Adam dan Jeny Eoh
2
Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Koperasi berkualitas adalah badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan pendayagunaan
sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha
ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja
pada umumnya dengan berlandaskan pada gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian
nasional. Potensi atraksi alam, pantai, budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam
memberikan peluang bagi daerah khususnya SBD dan Sabu Raijua meningkatkan pendapatan
daerah melalui pengembangan pariwisata. Hasil penelitian ini mendorong peneliti melakukan
penelitian lanjutan untuk tahun kedua dengan tujuan kegiatan yaitu Studi Kelayakan Model
Kemitraan Pemerintah Swasta dan Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Koperasi dan
Pariwisata di NTT. Dari penelitian ini diharapkan menghasilkan luaran berupa Model Kelayakan
kemitraan Pemerintah, Swasta, dan PT dalam pengembangan koperasi dan Pariwisata di NTT
dan Publikasi Ilmiah serta Bahan Ajar. Populasi dalam penelitian ini adalah mereka yang terlibat
dalam pengembangan koperasi dan pariwisata. Pengambilan sampel diambil sesuai
kebutuhan/kepentingan penelitian di Kabupaten Sabu Raijua dan SBD. Hasil penelitian
menujukkan bahwa produk pariwisata yang menjadi unggulan dan layak dikembangkan adalah
1) Sabu Raijua: Lontar, jagung, sorgum, rumput laut, atraksi budaya, atraksi laut/pantai dan
atraksi tenun ikat. 2) Sumba Barat Daya: jagung, pisang, kuda, kerbau, tebu, kakao, jambu mete,
atraksi budaya, atraksi alam pegunungan, atraksi laut/pantai dan atraksi tenun ikat. Dan koperasi
yang layak dipercayakan untuk mengembangkan potensi pariwisata adalah: 1) Sabu Raijua:
Koperasi Mira Kaddi Hari, KSU Habba Rae dap KSU Saliko. 2) Sumba Barat Daya: KSP Iya
Teki, KSP Eta Dabba, Kopwan Analalo, Hotel “Newa Resort”, Kopwan Wali Ate dan Koperasi
Tamera. Pengembangan sektor kepariwisataan perlu memperhatian kaidah-kaidah pengelolaan
lingkungan, pasar, legalitas, keuangan, dan sosial ekonomi serta lingkungan hidup mengingat
salah satu unsur wisata adalah sumber daya alam yang merupakan bagian dari lingkungan hidup.
Model kelayakan pengembangan koperasi dan pariwisata akan terpadu dan bersinergi melalui
kekuatan masyarakat, pemerintah, LSM, pengelola pariwisata, akademisi, media masa dan
pelaku kepariwisataan lainnya serta Pemerintah dituntut untuk bersikap tegas yakni tidak akan
menggunakan lagi sistem proteksi dalam pengembangan dunia usaha tetapi lebih banyak
berperan sebagai penyedia fasilitas, pembuat dan penegak peraturan dan pemberi bantuan
perkuatan bagi yang lemah.
Kata Kunci: Kelayakan, kemitraan, pemerintah, Akademisi, koperasi dan pariwisata
28
PENGARUH TATAKELOLA KORPORASI UKURAN, TERHADAP
LEVERAGE,BIAYA AGENSI,TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI DAN
DAMPAKNYA PADA NILAI KORPORASI
Oktovianus Nawa Pau
Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui-Kupang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa apakah telah terjadi peningkatan nilai ukuran
korporasi, leverage, biaya agensi dan tanggung jawab sosial korporasi yang berpengaruh pada
peningkatan nilai saham di pasar modal Indonesia sebagai dampak dari penerapan tata kelola
korporasi yang baik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory survey
dengan metode General Least Ssquare(GLS). Penelitian ini menggunakan data sampel 19
korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan mengikuti program riset penerapan tata
kelola yang baik dan tanggung jawab sosial korporasi dengan periode pengamatan tahun 2007
sampai tahun 2013.
Hasil penelitian ini secara keseluruhan menunjukan bahwa penerapan tata kelola korporasi yang
baik dapat meningkatkan nilai ukuran korporasi serta berkontribusi pada peningkatan nilai saham
korporasi di pasar modal secara signifikan. Ditunjukkan oleh koefisien R-square = 0.95 dan
koefisien β = 0.2583 artinya 25.83 persen kontribusi berasal dari variabel dalam model(terdiri
dari tata kelola β = -0.01858, ukuran korporasi β = +0.4435; leverage β = -0.01699; biaya agensi
β = +0.0032; dan tanggung jawab sosial β = +0.01699). Secara parsial hasil penelitian disertasi
ini menemukan bahwa: 1) tata kelola berpengaruh positif dan signifikan terhadap ukuran
korporasi dengan koefisien β = 0.2686; 2) tata kelola berpengaruh positif dan signifikan terhadap
leverage korporasi dengan koefisien β = 0.2674; 3) tata kelola berpengaruh positif dan signifikan
terhadap biaya agensi dengan koefisien β = 0.0972; 4) tata kelola berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap tanggung jawab sosial dengan koefisien β = -2.163; 5) tata kelola
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai saham dengan kofisien β = 0.0918; 6) ukuran
korporasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan nilai saham korporasi dengan
koefisien β = 0.5238. 7) Leverage korporasi berpengaruh negatif signifikan terhadap peningkatan
nilai saham dengan koefisien β = -0.01664. 8) Biaya agensi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap nilai saham dengan koefisien β = 0.0151; 9) tanggung jawab sosial korporasi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai saham korporasi dengan koefisien β = -
0.000261.
Kata kunci: Tata kelola korporasi, Nilai saham, Tanggung jawab sosial, Ukuran, Leverage, dan
Biaya agensi.