1. edwin martin (revisi).cdr

14
1 PERSEPSI DAN SIKAP PARA PIHAK TERHADAP LANSKAP BERHUTAN DI KOTA PAGARALAM, DAS MUSI HULU SUMATERA SELATAN (Stakeholder's Perception and Attitude Toward Forested Landscape at Kota Pagaralam, The Upper Musi Watershed, South Sumatera) Edwin Martin , Bambang Tejo Premono & Ari Nurlia 1 2 3 1,2,3 Balai Penelitian Kehutanan Palembang, Jl. Kol. H. Burlian Punti Kayu Km 6,5. Telp/Fax 414864 Palembang, E-mail : [email protected] Masalah deforestasi di DAS bagian hulu tidak dapat dihentikan atau diperlambat oleh kebijakan dan program yang berlaku saat ini, sehingga masih diperlukan pendekatan lain yang sesuai dengan dinamika sosial-ekonomi kondisi masyarakat lokal. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana memulai manajemen lanskap hutan di daerah dataran tinggi, melalui studi kasus di Pagaralam, Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan melalui survei terhadap para pihak yang memiliki kepentingan dan kewenangan pada lanskap hutan di Pagaralam. Data hasil survei dianalisis dengan statistik non parametrik, kemudian dibahas dengan para pihak melalui FGD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para aktor pemerintah dan pengguna lahan memiliki persepsi dan sikap yang berbeda dalam menilai lanskap berhutan. Selain pentingnya peningkatan kesadaran bagi pengguna lahan melalui media yang mengangkat isu-isu lingkungan, prioritas program untuk memulai pengelolaan lanskap hutan adalah penanaman kembali dan melindungi daerah sekitar mata air dan kanan kiri sisi sungai. Kata kunci : Lanskap berhutan, dataran tinggi, DAS hulu, persepsi Diterima 18 Juli 2012, disetujui 1 Agustus 2012 ABSTRACT Problems of deforestation in the upstream watershed site can not be stopped or slowed down by current policies and programs, therefore other approaches are still required in accordance with the dynamics of socio- economics condition of local communities. This study was intended to answer questions about how to start a forest landscape management in upland areas, through case study in the Pagaralam, South Sumatra. Research is done by a survey of stakeholders who have interests and power on the forested landscape in Pagaralam. Data were analyzed with nonparametric statistics, and then discussed with the parties through FGD. The results showed that the actors in the goverment and land users have different perceptions and attitudes in assesing forested landscape. In addition to the importance of awareness-raising for land users through the media that raise enviromental issues, program priorities to initiate the management of forest landscapes in the upper basin include replanting and protecting springs and along side of the river. Keyword : Forested landscape, upland, upper watershed, perception. ABSTRAK

Upload: dinhanh

Post on 17-Jan-2017

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PERSEPSI DAN SIKAP PARA PIHAK TERHADAP LANSKAPBERHUTAN DI KOTA PAGARALAM, DAS MUSI HULU

SUMATERA SELATAN(Stakeholder's Perception and Attitude Toward Forested Landscape at Kota

Pagaralam, The Upper Musi Watershed, South Sumatera)

Edwin Martin , Bambang Tejo Premono & Ari Nurlia1 2 3

1,2,3Balai Penelitian Kehutanan Palembang, Jl. Kol. H. Burlian Punti KayuKm 6,5. Telp/Fax 414864 Palembang, E-mail : [email protected]

Masalah deforestasi di DAS bagian hulu tidak dapat dihentikan atau diperlambat oleh kebijakan danprogram yang berlaku saat ini, sehingga masih diperlukan pendekatan lain yang sesuai dengan dinamikasosial-ekonomi kondisi masyarakat lokal. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaantentang bagaimana memulai manajemen lanskap hutan di daerah dataran tinggi, melalui studi kasus diPagaralam, Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan melalui survei terhadap para pihak yang memilikikepentingan dan kewenangan pada lanskap hutan di Pagaralam. Data hasil survei dianalisis denganstatistik non parametrik, kemudian dibahas dengan para pihak melalui FGD. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa para aktor pemerintah dan pengguna lahan memiliki persepsi dan sikap yangberbeda dalam menilai lanskap berhutan. Selain pentingnya peningkatan kesadaran bagi pengguna lahanmelalui media yang mengangkat isu-isu lingkungan, prioritas program untuk memulai pengelolaanlanskap hutan adalah penanaman kembali dan melindungi daerah sekitar mata air dan kanan kiri sisisungai.

Kata kunci : Lanskap berhutan, dataran tinggi, DAS hulu, persepsi

Diterima 18 Juli 2012, disetujui 1 Agustus 2012

ABSTRACT

Problems of deforestation in the upstream watershed site can not be stopped or slowed down by currentpolicies and programs, therefore other approaches are still required in accordance with the dynamics of socio-economics condition of local communities. This study was intended to answer questions about how to start aforest landscape management in upland areas, through case study in the Pagaralam, South Sumatra. Research isdone by a survey of stakeholders who have interests and power on the forested landscape in Pagaralam. Datawere analyzed with nonparametric statistics, and then discussed with the parties through FGD. The resultsshowed that the actors in the goverment and land users have different perceptions and attitudes in assesingforested landscape. In addition to the importance of awareness-raising for land users through the media that raiseenviromental issues, program priorities to initiate the management of forest landscapes in the upper basininclude replanting and protecting springs and along side of the river.

Keyword : Forested landscape, upland, upper watershed, perception.

ABSTRAK

2

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 10 No. 1, April 2013 : 1 - 14

I. PENDAHULUAN

Saat ini, agen utama penyebab deforestasitidak lagi hanya oleh peladang berpindah danpetani skala kecil saja, namun oleh usaha-usahaberbasis kapital (Boucher, 2010; Rudel ,2009). Karenanya, konsentrasi penangananmasalah-masalah deforestasi dalam kerangkaperubahan iklim lebih banyak diarahkan didaerah dataran rendah seperti lahan gambut,yang berpotensi besar sebagai wilayahpertumbuhan ekonomi, sementara di wilayahdataran tinggi dan pegunungan sebagai huluDaerah Aliran Sungai (DAS) sedikitterabaikan. Padahal, di Pulau Sumatera,tutupan hutan yang tersisa lebih terkonsentrasidi area sepanjang Bukit Barisan, sebagai bagianhulu DAS-DAS di Sumatera.

Salah satu contoh DAS bagian hulu yangkini masih berkutat pada persoalan deforestasiadalah Sub DAS Lematang yang terletak diKota Pagaralam, Sumatera Selatan. Meskipunsejak tahun 2003 Pemerintah Kota Pagaralamtelah menggalakkan program penanamanpohon yang bersifat wajib bagi Pegawai NegeriSipil, namun, sampai sekarang dampaklingkungan kerusakan hutan masih tetapdikeluhkan para pihak. Pada musim kemarausawah dan air terjun sebagai objek wisataseringkali mengalami kekeringan, sementarabanjir bandang selalu menghantui pada saatdatangnya hujan (Sumeks, 13 September 2011,31 Oktober 2011, 17 November 2011). Seluas7.950 ha dari 8.740 ha jumlah total hutanlindung telah mengalami kerusakan danberalih fungsi menjadi lahan pertanian ataulahan kritis (Sindo, 10 Februari 2011). Situasiini makin diperparah oleh meluasnya alih gunalahan hutan di daerah perbukitan dan sekitarGunung Dempo menjadi kebun-kebun sayur(Sumeks, 27 Agustus 2011; Republika, 21November 2011). Keadaan ini menunjukkan

et al.

bahwa masalah deforestasi pada taraf tapakatau mikro DAS hulu belum dapat dihentikanatau diperlambat melalui pendekatanstruktural kebijakan dan program yangberlaku sekarang, sehingga masih diperlukanpendekatan lain yang sesuai dengan dinamikakondisi sosial ekonomi masyarakat lokal.

Teori transisi hutan menyebutkanbahwa deforestasi di suatu wilayah akan terusterjadi sebagai akibat urbanisasi danindustrialisasi, kemudian suatu waktu akanmengalami pemulihan lagi atau reforestasi(Rudel , 2005; Mather, 2007). MenurutAngelsen (1999) deforestasi untuk membukalahan pertanian seringkali menjadi satu-satunya pilihan yang tersedia bagi kehidupanpetani yang hidup di sekitar hutan. Jikademikian, maka deforestasi yang masih terjadisebagaimana kasus di Pagaralam adalah sesuatuyang tak terelakkan. Pada situasi ini, tugaspemerintah adalah mempertahankan tutupanhutan yang tersisa dan mendorong reforestasipada bentang lahan (lanskap) yang memilikinilai konservasi tinggi. Bagaimana, dimana danbersama siapa kebijakan konservasi danpenanaman kembali lanskap hutan tersebutakan dilakukan bergantung kepada statusperilaku para pihak yang berinteraksi denganlanskap. Persepsi dan sikap para pihakmenggambarkan perilaku yang telah, sedangdan akan mereka lakukan.

Penelitian ini dimaksudkan untukmenjawab pertanyaan tentang bagaimanamemulai pengelolaan lanskap hutan di daerahdataran tinggi yang masih mengalamideforestasi, melalui contoh kasus di KotaPagaralam. Tujuan penelitian adalah untukmengetahui persepsi dan sikap para pihakterhadap nilai penting hutan dalam skalalanskap sub DAS Lematang Kota Pagaralam,Sumatera Selatan.

et al.

3

Persepsi dan Sikap para Pihak terhadap Lanskap Berhutan di . . .Edwin Martin, Bambang Tejo Premono & Ari Nurlia

II. METODE PENELITIAN

A. Konteks dan Penentuan Para Pihak

Kota Pagaralam mulai berdiri sendirisebagai daerah otonom dan terpisah dariKabupaten Lahat sejak tahun 2001. Sebagaisalah satu kota di Provinsi Sumatera Selatan,Pagaralam terletak sekitar 298 km dariPalembang (Ibukota Provinsi) serta berjarak 60km di sebelah barat daya Lahat (IbukotaKabupaten Lahat). Kota Pagaralam memilikiluas wilayah ± 63.366 ha, yang terbagi menjadilima kecamatan yaitu Dempo Selatan, Dempo

Tengah, Dempo Utara, Pagaralam Selatan danPagaralam Utara. Kota ini memiliki tingkatkepadatan penduduk 195 jiwa/km .

Sebagian besar keadaan tanah diPagaralam berasal dari jenis latosol dan andosoldengan bentuk permukaan bergelombangsampai berbukit (Gambar 1). Tipologi tanah diPagaralam tergolong subur. Sebagian besarareal yang berada tidak jauh dari pemukimandijadikan lahan usahatani, seperti sayur mayur,kopi, coklat dan buah-buahan, terutama diareal yang bergelombang dan berbukit. Desa-desa tertentu di sisi utara merupakan arealpenghasil beras dengan persawahan yang luas.

2

Gambar 1. Citra lanskap Kota Pagaralam sebagai lokasi penelitianFigure 1. Image of Pagaralam landscape as case study site

4

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 10 No. 1, April 2013 : 1 - 14

Kota Pagaralam temasuk ke dalam huluSub DAS Lematang, DAS Musi. Sebagai huluDAS, wilayah Kota Pagaralam dipenuhi olehsungai-sungai kecil dan ratusan mata air, sertadidominasi lahan dengan kemiringan lebih dari40%. Selain Sungai Lematang yang berada disisi tengah wilayahnya, terdapat sungai-sungailain seperti Selangis Besar, Selangis Kecil, AirKundur, Air Perikan, Endikat dan puluhansungai-sungai lainnya yang berperan sebagaipenyokong kehidupan masyarakat diPagaralam dan sekitarnya. Deskripsi KotaPagaralam ini berimplikasi pada kebutuhanuntuk mengelola lanskapnya sebagai arealyang selayaknya didominasi oleh vegetasihutan.

Meskipun secara lanskap wilayahPagaralam idealnya didominasi oleh vegetasihutan, namun pada kenyataannya areal yangmasih berhutan kian hari makin menyempit.Dinas Kehutanan dan Perkebunan KotaPagaralam melaporkan telah terjadi deforestasiseluas 7.950 ha dari 28.740 ha keseluruhan arealkawasan hutan lindung (Sindo, 10 Februari2011). Deforestasi ini dilakukan oleh petaniuntuk membuka kebun kopi atau sayur. Selainhutan yang terletak di areal kawasan hutanlindung, deforestasi juga terjadi pada hutan-hutan di perbukitan, sepanjang aliran sungaidan mata air yang berada di luar kawasanhutan. Hal ini terindikasi dari luasnya lahankritis dan sangat kritis yang dilaporkan olehDinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan(2009) untuk areal di luar kawasan hutan diKota Pagaralam, yaitu 13.070,36 ha, sementaradi dalam kawasan hutan mencapai 11.554,60ha. Secara total, lahan yang tergolong kritis dansangat kritis mencapai 24.625,16 ha atauhampir 40% dari total keseluruhan wilayahKota Pagaralam.

Dalam konteks kesatuan wilayah DAS,area administrasi Kota Pagaralam meliputilanskap hulu yang berbukit sampai bergunungdan hilir yang relatif datar sampai

bergelombang. Wilayah hulu adalah hutanlindung Bukit Jambul sebagai daerah sumbermata air dan ratusan anak sungai. Tutupanlahan di wilayah hulu kini adalah hutanprimer, hutan sekunder, semak belukar, kebunladang masyarakat dan beberapa kantongpemukiman masyarakat. Tata guna lahanusahatani di wilayah hulu didominasi olehkebun kopi dan sayur. Wilayah hilir padaumumnya merupakan pusat pemukimanpenduduk/perkampungan, sawah, tegalan dankebun masyarakat. Masyarakat di hilirmengandalkan sawah sebagai sumber nafkahkeluarga, namun biasanya tetap mengusaha-kan kebun kopi.

Para pihak ( ) didefinisikanoleh Freeman (1984 Ramirez 1999)sebagai setiap kelompok atau individu yangdapat memengaruhi atau dipengaruhipencapaian tujuan bersama. Namun, menurutRamirez (1999), dalam konteks pengelolaansumberdaya alam, definisi Rolling danWagemakers (1998) lebih mengena, yaknikelompok atau individu yang menggunakandan mengelola sumberdaya alam. Oleh karenaitu, selain pemerintah kota sebagai pihak yangberpengaruh, para pihak dalam penelitian iniadalah mereka yang menggunakan lahan diwilayah hulu (petani kopi dan sayur) dan hilir(petani sawah).

Pengumpulan data persepsi para pihakterhadap nilai penting lanskap berhutan diKota Pagaralam dilakukan dengan cara surveiyang dilengkapi dengan(FGD). Unit analisis dalam penelitian iniadalah lanskap di sekitar Sungai Lematangyang termasuk dalam wilayah administrasiKota Pagaralam, sehingga pewakil para pihakditentukan secara sengaja berdasarkan posisisentral suatu komunitas sebagai penggunalahan. Petani kopi diwakili oleh masyarakatDusun Tebat Benawa dan Tanjung Taring

stakeholdersdalam

Focus Group Discussion

B. Pengumpulan Data

5

Persepsi dan Sikap para Pihak terhadap Lanskap Berhutan di . . .Edwin Martin, Bambang Tejo Premono & Ari Nurlia

yang berada di sisi selatan lanskap Pagaralamdan berbatasan langsung dengan kawasanberhutan ( ). Petani padidirepresentasi oleh masyarakat Dusun Janggadan Bandar, tempat yang dikenal sebagaipenghasil beras. Petani sayur diwakilimasyarakat Dusun Kerinjing, sebagai sentraperkebunan sayur. Ketiga pihak ini disebutsebagai kelompok masyarakat. Pihakpemerintah kota diwakili oleh aktor-aktoryang berasal dari dinas instansi yang terkaitlangsung dengan lanskap, yaitu DinasKehutanan dan Perkebunan (Dishutbun),Badan Perencanaan Pembangunan Daerah(Bappeda), Badan Pengelolaan LingkunganHidup (BPLH), Dinas Pertanian danHortikultura (Distan), Badan KetahananPangan dan Penyuluhan (BKPP) dan camat.Pihak lain yang memiliki kepentingan danpengaruh baik terhadap lanskap maupun parapihak adalah para ketua RW. Mereka adalahwarga dusun yang dipilih oleh masyarakat

forest frontier

sebagai pemimpin dusun, menggantikan perankepala desa pada era sebelum Pagaralammemisahkan diri dari Kabupaten Lahat.

Survei dilakukan terhadap petani dan aktorpada setiap kelompok pihak dengan carawawancara. Partisipan kelompok petanidipilih secara insidentil pada setiap dusunterpilih. Partisipan adalah kepala keluargapetani yang pada saat penelitian berlangsungsedang berada di rumah dan bersedia untukmelakukan wawancara. Karena keterbatasansumberdaya (waktu dan dana), jumlahpartisipan di setiap dusun dibatasi sebanyak 30kepala keluarga. Wawancara dibantu olehenumerator lokal yang mentranslasi bahasa dikuesioner ke dalam bahasa yang mudahdipahami partisipan. Wawancara terhadapkelompok pemerintah kota, termasuk denganketua RW, dilakukan sendiri oleh tim peneliti.Wawancara terhadap para pihak ini meng-gunakan satu dokumen kuesioner. Jumlah danasal partisipan penelitian disajikan padaTabel 1.

Tabel 1. Jumlah dan asal partisipan penelitianTable 1. The amount and origin of research participants

No.Unsur pihak

(Group of party )Asal pihak

(Origin)

Jumlah partisipan(Amount ofparticipant)

1. Petani kopi (kebuncampuran)

Dusun Tebat Benawa, Dusun TanjungTaring

60 orang

2. Petani padi sawah Dusun Jangga, Dusun Bandar 60 orang

3. Petani sayur Dusun Kerinjing 30 0rang4. Ketua RW (mantan

kepala desa)Dusun Tebat Benawa, Dusun TanjungTaring, Dusun Jangga, Dusun Bandar,Dusun Kerinjing, Dusun Benua Keling, danDusun Semidang Alas

7 orang

5. Camat Pagaralam Selatan, Dempo Tengah, Dempo

Utara

3 orang

6. SKPD (Satuan KerjaPerangkat Daerah)

Dinas Kehutanan dan Perkebunan, BadanPengelolaan Lingkungan Hidup, Bappeda,Dinas Pertanian dan Hortikultura, BadanKetahanan Pangan dan Penyuluhan.

5 orang

6

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 10 No. 1, April 2013 : 1 - 14

Kuesioner yang dipakai dalam penelitianini berisi daftar pernyataan tentang nilaipenting keberadaan hutan dan sikap para pihakterhadap lanskap berhutan. Daftar pernyataannilai penting keberadaan hutan disusunberdasarkan manfaat ekonomis, ekologis dansosial hutan yang disebut dalam penelitianDolisca . (2007). Partisipan meng-ungkapkan keyakinan terhadap pernyataannilai penting hutan dengan memilih enampilihan tanggapan, yaitu tidak tahu, sangatsalah, salah, ragu-ragu, benar dan sangat benar.Daftar pernyataan tentang idealismekonservasi hutan pada lanskap tertentudisusun secara normatif dengan mengacukepada Keputusan Presiden RI No. 32 tahun1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.Partisipan menunjukkan sikapnya terhadappernyataan normatif nilai penting hutan padalanskap tertentu dengan memilih salah satudari enam jawaban, yaitu tidak mengerti,sangat tidak setuju, setuju, ragu-ragu, setujudan sangat setuju.

Persepsi dan sikap masyarakat terhadapnilai penting hutan pada lanskap tertentudidiskusikan secara formal dalam forum FGD,guna melengkapi data dan informasi yangdiperoleh dari wawancara. FGD dilakukanbersama masyarakat Dusun Semidang Alas, dimana sebagian warganya merupakan petanikopi dan sebagian lain adalah petani sayur,sehingga dapat dianggap mewakili duakelompok dominan pengguna lanskap. Dusunini merupakan salah satu pintu masuk ke arahkawasan hutan lindung Bukit Jambul.

Tanggapan partisipan penelitian terhadappernyataan yang diajukan dalam wawancaradikuantifikasi melalui skala Likert, dimulaidari angka 1 untuk tidak tahu/mengerti, 2untuk sangat salah/sangat tidak setuju, 3 untukjawaban salah/tidak setuju, 4 untuk responragu-ragu, 5 untuk benar/setuju dan 6 untuk

et al

C. Analisis Data

respon sangat benar/setuju. Hasil kuantifikasidianalisis secara deskriptif untuk memperolehpemusatan jawaban (rerata) setiap pernyataanyang diajukan dan setiap kelompok pihak.Perbedaan nilai persepsi antarpihak terhadapnilai penting hutan dianalisis melalui uji bedaMann-Whitney. Perbedaan sikap antarpihakterhadap konservasi hutan pada lanskaptertentu dianalisis melalui uji beda Kruskal-Wallis (Santoso, 2001).

Hubungan antara atribut partisipanpenelitian dari kelompok masyarakat dengansikapnya terhadap hutan pada lanskap tertentudianalisis menggunakan korelasi Spearmandan Cramer. Penjelasan mengenai alasan-alasan dibalik persepsi para pihak dianalisissecara deskriptif kualitatif sebagai hasil dariFGD.

Manusia menilai apakah suatu hutanpenting atau tidak bagi diri dan lingkungannyaberdasarkan informasi, pengalaman dankepentingan masing-masing yang tidak selalusama. Nilai penting hutan selalu dilihat dari 3(tiga) fungsi, yaitu ekologi, ekonomi dan sosial.Penelitian ini mendefinisikan hutan sebagaiareal yang didominasi vegetasi berkayu ataupepohonan. Tabel 2 menampilkan nilaipersepsi setiap kelompok kepentinganterhadap nilai penting eksistensi hutan diwilayah administrasi Kota Pagaralam.

Nilai penting hutan dari sisi ekologidirepresentasikan oleh peran ekosistem hutan,konservasi tanah dan air, suplai air dan udarabersih. Peran ekosistem hutan sebagai habitatflora fauna dibenarkan para pihak (nilai reratalebih dari 5), meskipun kelompok petani sayurtidak terlalu meyakininya. Seluruh kelompokkepentingan meyakini peran hutan dalam

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Persepsi terhadap nilai penting hutan

7

Persepsi dan Sikap para Pihak terhadap Lanskap Berhutan di . . .Edwin Martin, Bambang Tejo Premono & Ari Nurlia

mencegah terjadinya banjir, namun peranmengurangi bahaya erosi tidak terlalu diyakinioleh kelompok petani kopi. Petani sayur dankopi juga tidak terlalu yakin jika hutanmemiliki peran dalam penyuplai air bersih, airbagi persawahan serta udara bersih. Keraguan

terhadap peran-peran ekologis hutan inidisampaikan paling sering oleh kelompokpetani sayur. Kelompok pemerintah sangatmeyakini semua atribut peran ekologis hutan.Nilai persepsi kelompok pemerintah tersebutberbeda nyata dengan nilai persepsi kelompokkepentingan lainnya.

Tabel 2. Nilai persepsi para pihak terhadap nilai penting hutanTable 2. Score of stakeholders perception toward forests roles

Rataan nilai persepsi kelompok kepentingan(Mean score of stakeholders perception )

No.Pernyataan

(Statements) Kopi(K)

Padi(P)

Sayur(S)

RW(R)

PEMDA(M)

Signifikansiperbedaan

(Significance ofdifference)

1. Hutan menyediakan tempat bagibanyak tumbuhan dan hewan

5,02 5,16 4,83 5,25 5,88 M > R, P, K, S

2. Hutan adalah tempat yang baik bagianda untuk mengamati alam

4,62 4,95 4,07 5,00 5,25 M, R, P, K > S

3. Hutan meningkatkan kualitas tanah 4,60 4,90 4,43 5,00 5,50 M > K, S

4. Hutan mencegah banjir 5,05 5,21 5,07 5,25 5,75 M > P, S, K5. Hutan mengurangi erosi tanah 4,84 5,19 5,03 5,25 5,88 M > R, P, S, K

6. Hutan meningkatkan ketersediaanair minum

4,75 5,14 4,63 5,00 5,75 M > P, R, K, S

7. Hutan menjaga ketersediaan air

sawah4,90 5,04 4,77 4,75 5,63 M > P, K, S, R

8. Hutan meningkatkan kualitas udara 4,75 5,04 4,47 5,00 5,75 M > P, R, K, S

9. Menanam pohon menambah nilaikekayaan anda

4,60 4,80 4,4 4,25 5,50 M > P, K, S, R

10. Hutan menarik kedatangan

wisatawan3,70 4,14 4,3 4,75 5,25 M > S, P, K

11. Hutan meningkatkan hasil usaha

pertanian4,39 4,85 4,4 4,50 5,25 M > R, S, K

12. Hasil hutan bukan kayu menambahpenghasilan

4,73 4,92 4,17 5,00 5,38 M > K > S

13. Hasil hutan kayu menambahpenghasilan

4,19 4,06 4,23 4,50 4,88 M > S, K, P

14. Hutan menyediakan sumber matapencarian

4,54 4,47 4,23 4,00 5,13 M > K, P, S, R

15. Menanam pohon meningkatkan

peluang pendidikan anak-anak4,70 4,98 4,3 4,75 5,50 M > P, R, K, S

16. Menanam pohon berarti

menyediakan kayu bangunan5,00 5,02 4,93 5,00 5,25 M > P, K, R, S

17. Menanam pohon berartimemperkuat masyarakat perdesaan

4,14 4,66 3,77 4,75 5,25 M > P, K, S

18. Menanam pohon mendukungtanggung jawab lingkungan

4,70 5,16 4,17 5,00 5,50 M > K, S

19 Pohon-pohon menciptakan damaibagi kehidupan

4,28 4,86 4,2 4,75 5,38 M > P, R, K, S

20. Pejabat dan tokoh masyarakat

menjadi contoh dalam menjaga danmembangun hutan.

4,87 4,69 5,03 5,00 5,63 M > S, R, K, P

Rataan per kelompok kepentingan 4,62 4,86 4,47 4,84 5,46

8

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 10 No. 1, April 2013 : 1 - 14

Peran ekonomi lanskap berhutan secaraumum dipandang dari nilai ekonomi kayu,hasil hutan bukan kayu dan jasa-jasalingkungan. Para pihak meragukan hasil kayudari hutan dapat menambah penghasilanmasyarakat (Rerata nilai persepsi mendekati4). Semua kelompok kepentingan kecualipemerintah daerah juga meragukan usahatanaman dan ekowisata hutan sebagai kegiatanekonomi yang menguntungkan di Pagaralam.Bagi kelompok petani sayur, hasil hutan bukankayu tidak bisa menjadi sumber penghasilantambahan. Hutan menurut semua kelompokkepentingan selain pemerintah daerah tidakdapat menjadi sumber mata pencaharianmasyarakat. Namun demikian, semuakelompok kepentingan memiliki persepsiyang sama bahwa menanam pohon dapatmenyediakan kayu bangunan.

Petani sayur merupakan kelompokkepentingan yang paling meragukan nilaipenting peran sosial eksistensi hutan di Kota

Pagaralam. Peran sosial hutan, sepertiterciptanya kedamaian relasional, peningkatanstatus sosial desa hutan, kebanggaan terhadapcitra penyelamat lingkungan diragukan olehkelompok-kelompok pengguna lahan namundibenarkan oleh kelompok pemerintah(Pemda dan ketua RW). Kelompokpemerintah daerah secara umum memilikipersepsi positif terhadap nilai penting fungsihutan. Persepsi pemerintah daerah ini berbedasecara nyata dengan para pihak lainnya.

Gambar 2 menunjukkan sebaran nilaipersepsi para pihak di Kota Pagaralamterhadap nilai penting hutan. Secara umumterlihat bahwa para pihak paling mengapresiasifungsi ekologi dari eksistensi hutan. Ini berarti,pendekatan nilai-nilai ekologi hutan lebihtepat untuk menjadi pintu masuk pengelolaanhutan di Kota Pagaralam. Gambar ini jugamemperlihatkan terjadinya kesenjanganpersepsi yang luar biasa antara kelompokpemerintah daerah dengan kelompok petanisayur dan kopi.

Ragu-ragu

Sangat penting

Penting

Ekologi Ekonomi Sosial

Gambar 2. Posisi nilai persepsi para pihak terhadap nilai penting hutanFigure 2. Mapping of stakeholders perception scores toward forests roles

9

Persepsi dan Sikap para Pihak terhadap Lanskap Berhutan di . . .Edwin Martin, Bambang Tejo Premono & Ari Nurlia

2. Sikap terhadap lanskap berhutan

Lanskap atau bentang lahan merupakankonfigurasi khusus dari topografi, penutupanvegetasi, tata guna lahan dan pola pemukimanyang membatasi beberapa ide aktivitas-aktivitas dan proses-proses alam dan budaya(Green ., 1996 Arifin ., 2009).Lanskap berhutan mengacu kepadapenampakan di atas permukaan bumi yangdidominasi vegetasi pohon atau tanamanberkayu lainnya. Undang-Undang No. 41tahun 1999 dan Keputusan Presiden RI Nomor32 tahun 1990 tentang Pengelolaan KawasanLindung telah mengatur hubungan antaramasyarakat dengan lanskap tertentu yangberhutan. Tabel 3 menyajikan sikap kelompokpengguna lahan di Pagaralam terhadap lanskaptertentu yang berdasarkan peraturan per-undangan merupakan kawasan dilindungi.

et al dalam et al

Penelitian ini menunjukkan bahwa tigakelompok dominan pengguna lahan diPagaralam memiliki kesamaan sikap terhadaphutan yang berada di kawasan hutan lindung,namun berbeda sikap terhadap lanskapdilindungi lainnya yang berada di kawasanbudidaya. Kelompok petani sayur cenderungbersikap tidak setuju jika hutan yang berada diatas lahan-lahan miring tidak boleh ditebangi.Sikap tersebut juga diikuti oleh petani kopimeskipun menunjukkan gejala keragu-raguan.Sikap ragu-ragu ditunjukkan pula oleh petanisayur tentang pentingnya mempertahankanhutan yang berada di kanan kiri sungai dansekitar mata air. Perbedaan sikap yangmencolok umumnya terjadi antara petanisayur dan petani padi. Petani padi, meskipuntidak mutlak, cenderung setuju denganperlindungan hutan pada lanskap tertentu.Secara umum, lanskap berhutan kurangdisukai oleh kelompok petani sayur.

Tabel 3. Rataan nilai sikap kelompok pengguna lahan terhadap lanskap berhutanTable 3. Mean score of land users attitude toward forested landscape

Rataan nilai sikapkelompok kepentingan

(Mean score of land users attitude )No.

Pernyataan sikap

(Statements of attitude )

Kopi Padi Sayur

Probabilitas

(Probability )

1. Hutan yang berada di kawasan hutan lindung tidakboleh ditebang.

5,17 5,285 5,07 0,97ns

2. Hutan yang berada di atas lahan yang kemiringannyalebih dari 45 derajat tidak boleh ditebangi, meskipunpada lahan milik.

4,345 4,71 3,73 0,000

3. Lahan yang berada 50 meter dari kanan kiri sungaitidak boleh menjadi kebun dan tetap dibiarkan

menjadi hutan.

4,52 4,915 4 0,000

4. Lahan yang berada 200 meter di sekitar mata airtidak boleh diganggu dan dibiarkan sebagai hutan.

4,91 4,905 4,13 0,000

5. Orang yang berkebun di sekitar aliran sungai (50meter) dan sumber mata air (200 meter) adalah

penjahat lingkungan.

4,38 4,615 3,83 0,001

6. Untuk memenuhi kebutuhan kayu bangunan yangmakin mahal dan sulit diperoleh, masyarakat harus

menanam sendiri pohon-pohon di kebun.

5 5,105 5 0,102ns

7. Setiap jiwa yang tinggal di wilayah Pagaralam wajib

untuk menanam pohon penghijauan.4,74 4,985 5 0,002

Keterangan: ns = berarti sikap para pihak tidak berbeda secara nyata; angka probabilitas kurang dari 0,05 berarti ada perbedaan sikapantarpihak.

non-significant

Remark: ns = non-significant means attitude among stakeholders is not different significantly; Probability value less than 0,05 meant attitudeamong stakeholders is different significantly

10

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 10 No. 1, April 2013 : 1 - 14

Para pihak pengguna lahan di Pagaralammemiliki sikap yang sama terhadap tindakanpenanaman pohon-pohon penghasil kayubangunan di kebun. Menurut mereka,penanaman pohon dalam jumlah terbatas yangtidak mengganggu tanaman pokok adalahtindakan yang dapat diterima. Hasil penelitianyang menarik adalah bahwa ternyata petanisayur setuju dengan kewajiban penanamanpohon untuk penghijauan, sementara petanikopi sedikit meragukannya. Pohon peng-hijauan dirasakan perlu keberadaannya olehpetani sayur karena lingkungan sekitar merekayang kini terbuka dan terasa panas pada sianghari.

Petani kopi adalah pengguna lahan utamadalam lanskap Kota Pagaralam. Tabel 4

menampilkan perbedaan nilai sikap antarakelompok petani kopi dengan kelompokpemerintah. Lanskap tertentu sangat disetujuioleh kelompok pemerintah daerah untukdipertahankan sebagai hutan, namunkelompok petani kopi dan ketua RWmenunjukkan sikap yang cenderung ragu-ragu.Perbedaan sikap tersebut sangat mencolokterutama untuk perlindungan hutan di lanskapberbukit dan kanan kiri sungai. Bagi petanikopi, perbukitan dan kanan-kiri sungai adalahtempat favorit untuk berkebun kopi. Namundemikian, petani kopi setuju dengan tindakanpenanaman pohon-pohon penghasil kayubangunan pada lanskap-lanskap yang merekausahakan sebagai kebun kopi.

Tabel 4. Rataan nilai sikap kelompok petani kopi dan pemerintah terhadap lanskap berhutanTable 4. Mean score of attitude of coffee growers and government officials toward forested landscape

Rataan nilai sikapkelompok kepentingan

(Mean score of major stakeholderattitude)

No.Pernyataan sikap

(Statements of attitude )

Kopi RW Pemda

Probabilitas(Probality )

1. Hutan yang berada di kawasan hutan lindung tidak

boleh ditebang.5,17 5,25 5,88 0,005

2. Hutan yang berada di atas lahan yang kemiringannyalebih dari 45 derajat tidak boleh ditebangi, meskipun

pada lahan milik.

4,345 4,75 5,63 0,000

3. Lahan yang berada 50 meter dari kanan kiri sungai

tidak boleh menjadi kebun dan tetap dibiarkanmenjadi hutan.

4,52 4,25 5,50 0,001

4. Lahan yang berada 200 meter di sekitar mata air

tidak boleh diganggu dan dibiarkan sebagai hutan.4,91 4,00 5,63 0,000

5. Orang yang berkebun di sekitar aliran sungai (50

meter) dan sumber mata air (200 meter) adalahpenjahat lingkungan.

4,38 4,25 5,50 0,002

6. Untuk memenuhi kebutuhan kayu bangunan yang

makin mahal dan sulit diperoleh, masyarakat harusmenanam sendiri pohon-pohon di kebun.

5 4,00 3,25 0,003

7. Setiap jiwa yang tinggal di wilayah Pagaralam wajibuntuk menanam pohon penghijauan.

4.74 4,75 5,38 0,000

Keterangan: angka probabilitas kurang dari 0,05 berarti ada perbedaan sikap antarpihak.Remark : Probability value less than 0,05 meant attitude among stakeholders is different significantly

11

Persepsi dan Sikap para Pihak terhadap Lanskap Berhutan di . . .Edwin Martin, Bambang Tejo Premono & Ari Nurlia

Tabel 5 memperlihatkan korelasi antarasikap kelompok pengguna lahan, yakni petanikopi, padi dan sayur terhadap lanskapberhutan dengan atribut pribadi mereka.Perbedaan sikap terhadap semua pernyataantentang lanskap berhutan antar partisipanpenelitian dari kelompok pengguna lahan inisecara umum hanya berkorelasi dengan atribut

pilihan usahatani, tidak dipengaruhi olehperbedaan tingkat pendidikan, pendapatan danluas lahan usahatani. Atribut luas lahanusahatani hanya berkorelasi secara negatifdengan sikap terhadap kewajiban menanampohon penghijauan, di mana pemilik lahansempit cenderung tidak setuju dengankewajiban tersebut.

Tabel 5. Hubungan antara atribut partisipan penelitian dari kelompok pengguna lahan dengansikap terhadap lanskap berhutan

Table 5. Correlation between attitude toward forested landscape and land users personal attributes

Atribut partisipan kelompok pengguna lahan(Land users personal attributes )

No.Sikap terhadap pernyataan...(Attitude toward statements... ) Usahatani

(Farming)Pendidikan(Education )

Pendapatan(Income )

Luas lahanusahatani(Wide of

farming land)

1. Hutan yang berada di kawasan hutanlindung tidak boleh ditebang.

0,218* 0,133 - 0,136 - 0,123

2. Hutan yang berada di atas lahan yang

kemiringannya lebih dari 45 derajat tidakboleh ditebangi, meskipun pada lahan

milik.

0,288** 0,086 - 0,078 0,04

3. Lahan yang berada 50 meter dari kanankiri sungai tidak boleh menjadi kebun

dan tetap dibiarkan menjadi hutan.

0,322** 0,069- - 0,104 - 0,029

4. Lahan yang berada 200 meter di sekitar

mata air tidak boleh diganggu dandibiarkan sebagai hutan.

0,305** - 0,036 0,087 - 0,076

5. Orang yang berkebun di sekitar aliran

sungai (50 meter) dan sumber mata air(200 meter) adalah penjahat lingkungan.

0,27** 0,07 - 0,087 - 0,01

6. Untuk memenuhi kebutuhan kayubangunan yang makin mahal dan sulitdiperoleh, masyarakat harus menanam

sendiri pohon-pohon di kebun.

0,209* 0,112 - 0,013 - 0,128

7. Setiap jiwa yang tinggal di wilayah

Pagaralam wajib untuk menanam pohonpenghijauan.

0,309** 0,027 0,014 - 0,167*

Keterangan:1. Kecuali usahatani, korelasi antara karakteristik responden dan sikapnya dianalisis menggunakan Metode Spearman. Usahatani merupakan

kategorisasi (nominal) sehingga menggunakan analisis korelasi Cramer.2. ** dan * berarti secara berturut-turut korelasi signifikan untuk tingkat kepercayaan 99% dan 95%

Remarks:1. Except for farming, the correlation between respondent characteristics and his/her attitudes were analyzed using the Spearman method. Farming

score is categorization, so that analyzed by Cramer correlation.2. ** and * meant significant correlation in 99% and 95% level of confidence respectively

12

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 10 No. 1, April 2013 : 1 - 14

B. Pembahasan

Temuan pertama penelitian ini adalahterjadi kesenjangan persepsi yang lebar antarapemerintah dengan masyarakat lokalpengguna lahan, terutama kelompok petanisayur, dalam menilai penting atau tidaknyalanskap berhutan. Ini mengindikasikan bahwagerakan pencegahan deforestasi dan peng-hijauan kembali yang didengung-dengungkanpemerintah belum membumi dan cenderungtertuju untuk masyarakat kota/hilir saja.Ketidakefektifan implementasi kebijakanpemerintah ini menyebabkan deforestasi didaerah-daerah yang jauh dari kota masih tetapberlangsung dan upaya penanaman kembali(rehabilitasi) kurang mendapat dukungan,sebagaimana juga terjadi pada kasus deforestasidi dataran tinggi Filipina (Jensen, 2003).Kebijakan hanya menyentuh aspek tekniskewajiban larangan menebangi hutan padalanskap tertentu dan penanaman saja, tidakmemperhatikan aspek institusi yang men-cakup pengetahuan dan norma-norma yangdiyakini masyarakat.

Meskipun hasil penelitian Verbist(2005) dalam kasus sistem agroforestri kopi diLampung menyebutkan bahwa deforestasihanya merupakan fase awal perubahan tataguna lahan di hulu DAS dan setelah itu akanterjadi “penanaman pohon kembali”, tetapilanskap yang mulai berhutan dalam kasus diKota Pagaralam tidak terjamin untuk makinberhutan atau bertahan lama. Masyarakat lokalmenilai peran ekonomi hutan hanya daripenyediaan kayu bangunan untuk keperluanrumah tangga saja. Nilai ekonomi lahan akandidapatkan apabila lanskapnya berubahmenjadi pertanian. Perbedaan persepsi yanglebar antara pemerintah dan pengguna lahanini akan memunculkan ketidakpastian keadaanlanskap, sehingga keberlanjutan nilai pentinghutan tidak dapat dipertahankan.

Dibandingkan nilai ekonomi, nilai ekologihutan lebih dihargai masyarakat. Karenanya,

et al.

pintu masuk untuk memulai pengelolaanlanskap hutan di daerah hulu DAS sepertiPagaralam adalah lebih tepat melalui isu-isulingkungan. Menurut Frost (2006),tindakan pertama yang penting dalam programpenghutanan kembali lanskap tertentu yangseharusnya berhutan adalah mengelolainterseksi kepentingan dan memberdayakanmasyarakat lokal untuk terlibat secara aktif.Keterlibatan masyarakat dapat terjadi apabilakepentingan perlindungan lingkungan yangmereka butuhkan, seperti banjir dankekeringan, dihubungkan dengan nilai pentinglanskap berhutan.

Masyarakat lokal pengguna lahan ternyatamemiliki sikap yang berbeda untuk hutan padalanskap tertentu. Sikap paling positif merekatujukan bagi hutan di sekitar mata air, diikutihutan di kanan kiri sungai. Sementara itu,mereka menunjukkan ketidaksetujuan dankeraguan terhadap larangan merusak hutan diperbukitan yang memiliki kemiringan curam.Sikap pada penelitian ini menunjukkan nilai-nilai yang dipegang oleh para pihak. MenurutHermans dan Thissen (2008), nilai-nilaimenyediakan arah kemana aktor-aktor akanmelangkah. Nilai-nilai berhubungan denganapa yang dianggap baik atau lebih disukaiuntuk dilakukan oleh aktor. Ini berhubungandengan tujuan dan sasaran dari tindakan aktor,dalam hal ini pemenuhan nafkah keluarga. Iniberarti, kebijakan pengurangan deforestasi danpenanaman kembali di daerah hulu sungailebih sesuai untuk diprioritaskan bagi lanskapsekitar mata air dan kanan kiri sungai, di manaresistensi masyarakat paling minim.

Temuan akhir yang penting dalampenelitian ini adalah bahwa sikap penggunalahan terhadap lanskap berhutan dipengaruhioleh faktor pilihan usahatani. Petani sayursecara umum memiliki sikap negatif terhadaplanskap berhutan. Sistem pertanian sayurdiyakini membutuhkan sinar matahari secaralangsung, sehingga keberadaan pohon tidakdiperlukan. Pertanian sayur yang diusahakan

et al.

13

Persepsi dan Sikap para Pihak terhadap Lanskap Berhutan di . . .Edwin Martin, Bambang Tejo Premono & Ari Nurlia

sepanjang tahun memerlukan pemeliharaanintensif yang membutuhkan penyiraman.Petani sayur meyakini bahwa posisi lahan yangterbaik adalah makin dekat ke arah puncakgunung, karena kebutuhan air dapat dipenuhidari kabut yang menyelimuti punggunggunung. Keyakinan ini berasosiasi positifdengan deforestasi hutan gunung. Apabilamakin banyak petani kopi beralih profesimenjadi petani sayur dan jumlah petani sayurmakin dominan, maka lanskap berhutan diwilayah pegunungan akan makin terancam.

Temuan-temuan yang menyingkap per-sepsi para pihak dalam penelitian ini sebaiknyamenjadi peringatan dan penunjuk arahpengelolaan hutan di daerah hulu DAS yangberbasis lanskap. Menurut Pacheco(2011), program REDD+ sebaiknya sejalandengan arah perubahan lanskap dan aktor-aktor yang relevan, agar dapat secara efektifmemitigasi perubahan iklim dalam lanskaphutan. Karenanya, selain kegiatan penyadarannilai penting hutan bagi masyarakat penggunalahan melalui media-media yang mengangkatisu-isu lingkungan, program-programpenanaman kembali harus lebih ditujukanpada lanskap-lanskap tertentu yang bernilaikonservasi tinggi, seperti sekitar mata air dankanan-kiri sungai. Penanganan masalahdeforestasi dan penanaman kembali tidakmenjadi domain sektor kehutanan saja, tetapilebih membutuhkan aksi sektor lain. Dalamkasus makin meluasnya perkebunan sayur,maka peran perencanaan tata ruang dan sektorpertanian haruslah sejalan dengan konseppembangunan ekonomi berwawasanlingkungan.

Aktor-aktor pemerintah dan kelompokpengguna lahan menunjukkan persepsi dansikap yang berbeda dalam menilai penting

et al.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

tidaknya lanskap berhutan di DAS Musibagian hulu, Kota Pagaralam. Pemerintahmeyakini semua peran eksistensi lanskapberhutan, namun kelompok pengguna lahanberanggapan bahwa hanya fungsi-fungsiekologi yang dapat dihasilkan oleh lanskapberhutan. Kelompok pengguna lahan lebihmenyetujui lanskap sekitar mata air dan kanankiri sungai untuk dipertahankan sebagai hutanatau dihutankan kembali. Perlu dilakukanpenelitian lanjutan untuk mengetahui lebihdalam tentang alasan-alasan dibalik munculnyapersepsi dan sikap masyarakat ini, baik dariaspek pengetahuan maupun institusi lokal.

Pengelolaan lanskap hutan di daerahdataran tinggi, seperti dalam kasus KotaPagaralam, sebaiknya diawali dengan programpeningkatan kesadaran masyarakat penggunalahan tentang nilai penting hutan denganmenggunakan media-media yang mengangkatisu-isu lingkungan, seperti ancaman banjir dankekeringan.

Angelsen, A. 1999 Agricultural expansion anddeforestation: modelling the impact ofpopulation, market forces and propertyrights. Journal of Development Economics58: 185-218.

Arifin, H.S., C. Wulandari, Q. Pramukanto,R.L. Kaswanto, 2009. Analisis LanskapAgroforestri. IPB Press, Bogor.

Boucher, D., 2010. Deforestation today: It'sJust Business. Tropical Forest and Climate.Union of Concerned Scientists, Briefing 7.

Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan,2009. Statistik Kehutanan ProvinsiSumatera Selatan.

Dolisca, F., J.M. McDaniel, L.D. Teeter, 2007.Farmers' perception towards forests: A

DAFTAR PUSTAKA

14

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 10 No. 1, April 2013 : 1 - 14

case study from Haiti. Forest Policy andEconomics, 9 : 704 712.

Frost, P., B. Campbell, G. Medina, L. Usongo,2006. Landscape-scale approaches forintegrated natural resource management intropical forest landscape. Ecology andSociety 11 (2):30.

Harian Republika [Republika], 21 November2011. Alih fungsi lahan picu kerusakanhutan jati di Hutan Lindung GunungDempo.

Harian Seputar Indonesia [Sindo], 10 Februari2011. DPRD minta pengawasan hutandiperketat.

Harian Sumatera Ekspres [Sumeks], 13September 2011. Air terjun menghilang.

Harian Sumatera Ekspres [Sumeks], 17November 2011. Berpotensi banjirbandang.

Harian Sumatera Ekspres [Sumeks], 27Agustus 2011. Perbukitan terancamlongsor.

Harian Sumatera Ekspres [Sumeks], 31Oktober 2011. 30 hektare sawahkekeringan.

Hermans, L.M., W.A.H. Thissen, 2008. Actoranalysis methods and their use for publicpolicy analysts. European Journal ofOperational Research. doi: 10.1016/j.ejor.2008.03.040.

Jensen, C., 2003. Development assistance toupland communities in the Philippines.World Agroforestry Centre (ICRAF),Bogor.

Keputusan Presiden RI Nomor 32 tahun 1990tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Mather, A. S. 2007 Recent Asian foresttransitions in relation to forest transitiontheory. International Forestry Review9(1): 491-502.

Pacheco, P., M. Aguilar-Stoen, J. Borner, A.Etter, L. Putzel, M.C.V. Diaz, 2011.Landscape transformation in TropicalLatin America: Assesing Trends and PolicyImplications for REDD+. Forests, 2 : 1 29.

Rudel, T.K., O.T. Coomes, E. Moran, F.Achard, A. Angelsen, J. Xu, E. Lambin,2005. Forest transitions: towards globalunderstanding of landuse change. GlobalEnvironmental Change 15: 23-31.

Rudel, T.K., R. Defries, G.P. Asner, W.F.Laurance, 2009. Changing drivers ofdeforestation and new opportunities forconservation. Conservation Biology,Volume 23 No.6: 1306 1405.

Santoso, S., 2001. Buku Latihan SPSS StatistikNon Parametrik. PT Elex MediaKomputindo, Jakarta.

Verbist, B., A.E.D. Putra, S. Budidarsono,2005. Factors driving land use change:Effects on watershed functions in a coffeeagroforestry system in Lampung, Sumatra.Agricuktural Systems, 85: 254-270.

Rámirez, R. 1999. Stakeholder analysis and conflictmanagement. Di dalam Buckles D, editor.Cultivating Peace : Conflict and Collaborationin Natural Resource Management. New York:IDRC/World Bank.