1 bidang unggulan :sosial,ekonomi dan bahasa kode/bidang

44
1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang Ilmu : 596 / Ilmu Hukum LAPORAN AKHIR HIBAH DOSEN MUDA PENGENTASAN FAKIR MISKIN DAN ANAK-ANAK TERLANTAR MELALUI PENGANGKATAN ANAK DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM Ketua/Anggota Tim I NYOMAN MUDANA SH.,MH (Anggota) NIP. 19561231198601001 DR. MARWANTO .SH., M.Hum (Ketua) NIP. 19600101198602001 Dibiayai oleh DIPA PNPB Universitas Udayana TA-2017 Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Pendidikan Nomor:673-78/UN14.4.A/LT/2017,12 Juli 2017

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

1

Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa

Kode/Bidang Ilmu : 596 / Ilmu Hukum

LAPORAN AKHIR HIBAH DOSEN MUDA

PENGENTASAN FAKIR MISKIN DAN ANAK-ANAK TERLANTAR MELALUI PENGANGKATAN ANAK DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM

Ketua/Anggota Tim I NYOMAN MUDANA SH.,MH (Anggota) NIP. 19561231198601001

DR. MARWANTO .SH., M.Hum (Ketua) NIP. 19600101198602001

Dibiayai oleh DIPA PNPB Universitas Udayana TA-2017

Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Pendidikan Nomor:673-78/UN14.4.A/LT/2017,12 Juli 2017

Page 2: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

2

Page 3: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

--" s RAT CATATA

'CIPTAAN ,

, Dalam rangka pelindungan ciptaan dl bld.!mg. lImu pengetahuan, seni ,dan ssstra berdasarkan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hm.c C~de, all:-in+-fMnerangkan: ' . ' ~ :~ .. ' - ~. - -:: ." _. . - " .

••: ~ - -. ,I

NomoI' an tanggal permQhQtlart /~:..~~ ::,:.--. : Ecd ~1820920,-1Z'Jun20t ~:"~ '. Penclpta ,':., .. i, . .~:~_-=~_..__ ~. ::,. :~ ~;,,~ ".

~ ~. ~

Nama

Afamat

- ......

Page 4: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

-r---o-_-_.,

_ • .~ .. ...:. t _~ , .... ,

. .' J1 Patlh Nambi XXVI/6 Denpasar._._I_:-__ .....:._-.:i..::. . ._~

Page 5: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

3

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mencari solusi yang tepat apa yang dapat dilakukan

dalam rangka program pengentasan fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, dalam

perspektif hukum islam. Metodenya adalah metode penelitian hukum normatif/doktriner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip pengangkatan anak dalam perspektif

hukum islam tidak menyebabkan putusnya hubungan kekerabatan antara anak yang

diangkat dengan orang tua kandungnya. Hubungan antara anak angkat dengan orang tua

angkatnya hanyalah sebatas hubungan dalam rangka pemeliharaan untuk hidupnya

sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua

kandung kepada orang tua angkatnya berdasarkan Putusan Pengadilan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan, bahwa Hukum Islam

memandang pengangkatan anak sebagai upaya pengentasan kemiskinan dari keluarga

yang tidak mampu dan atau anak-anak yang terlantar agar kehidupan di masa mendatang

mejadi lebih baik. Prinsip-prinsip pengangkatan anak dalam hukum islam dapat

membantu Pemerintah berkaitan dengan tanggungjawab konstitusionalnya dalam

memelihara dan mengentaskan fakir miskin serta anak-anak yang terlantar.

Page 6: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

4

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan

karunia-Nya, karena Laporan Penelitian yang berjudul “Pengentasan Fakir Miskin dan Anak

Terlatar Melalui Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam”, akhirnya dapat

diseleaikan tepat pada waktunya sesuai dengan skedul pelaksanaan penelitian. Penelitian ini

dapat terselenggara, karena LPPM Universitas Udayana telah menyetujui proposal yang

diajukan oleh Tim peneliti, dengan demikian dibiayai oleh DIPA PNPB Universitas Udayana

TA-2017, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Pendidikan Nomor: 673-

78/UN14.4.A/LT/2017, 12 Juli Tahun 2017.

Dalam kesempatan ini tidak berlebihan jika tim peneliti mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Rektor Universitas Udayana, sebagai Pimpinan Lembaga yang telah memberi kesempatan

kepada para dosen untuk melakukan penelitian.

2. Ketua LPPM Universitas Udayana, sebagai penyelenggara dan pengelola dana anggaran

penelitian;

3. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, yang telah memberi kesempatan kepada para

dosen untuk berpartisipasi dalam salah satu Tridarma Perguruan Tinggi;

4. Ketua LPPM Fakultas Hukum Universitas Udayana, yang telaah mengelola dan

mengkoordinir para peneliti di Fakultas Hukum Unud;

5. Seluruh sivitas akademika Fakultas Hukum Universitas Udayana, dan berbagai pihak yang

tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Page 7: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

5

Tiada Gading yang tak retak, maka kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari para

pembaca akan diterima dengan senang hati.

Denpasar, 19 Nopember 2017

Tim Peneliti

Page 8: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

6

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN

RINGKASAN .......................................................................................................................... i

PRAKATA............................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................................4

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .............................................................9

BAB IV. METODE PENELITIAN ........................................................................................ 11

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 13

BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKIUTNYA ............................................................ 33

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Instrumen

Personalia Tenaga peneliti

HKI dan Publikasi

Page 9: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

7

BAB I

PENDAHULUAN

Fakir miskin dan anak yang terlantar di Indonesia dapat dengan mudah dijumpai,

terutama di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Di kota-kota besar tersebut sangat mudah

dijumpai para pengemis dengan bermacam-macam istilah. Ada yang menyebut gelandangan,

pengemis, pengamen dan anak jalanan. Keberadaan mereka merupakan cerimnan dari kehidupan

fakir miskin dan anak-anak yang terlantar. Jumlah mereka cenderung semakin meningkat dan

terus bertambah banyak, terutama pada bulan-bulan puasa dan hal itu akan meningkat drastis

pada hari-hari mendekati lebaran. Mereka akan memadati tempat-tempat strategis di kota-kota

besar seperti di perempatan jalan terutama pada lampu Traficlight, serta tempat-tempat

keramaian, misalnya tempat perbelanjaan/ mall, dan sebagainya.

Keberadaan para pengemis, gelandangan dan pengamen yang berdatangan ke kota-kota

tersebut belum mendapat perhatian yang khusus dari pemerintah, selain hanya melakukan

penangkapan dan pembinaan di Depsos. Namun akhirnya mereka kembali lagi beroperasi seperti

semula. Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menentukan: Fakir miskin dan anak-anak terlantar

dipelihara Negara. Bertolak dari ketentuan tersebut jumlah fakir miskin dan anak terlantar yang

terus bertambah dapat merupakan indiksasi bahwa Negara belum dapat memberikan

penghidupan yang layak bagi mereka.

Fenomena fakir miskin dan anak yang terlantar tersebut saat ini keadaannya sangat

memprihatinkan. Keprihatinan ini antara lain disebabkan karena Negara belum mampu hadir

sepenuhnya dalam penanganan masalah-masalah sosial, juga disebabkan oleh adanya

penyimpangan-penyimpangan dari peran panti-panti asuhan yang disalahgunakan dengan

menghimpun dana untuk kepentingan pribadi, akibatnya fakir miskin dan anak terlantar semakin

Page 10: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

8

terlantar. Hal tersebut dapat diketahui baik dari media-media cetak maupun media elektronik

yang hampir setiap hari ada pemberitaan tentang kondisi anak-anak yang ada di panti asuhan.

Dalam perspektif pembaharuan hukum islam, konsep untuk mengentaskan fakir miskin

dan anak yang terlantar pada hakikatnya telah mendapat pengaturan dalam Kompilasi Hukum

Islam (KHI), yaitu dalam bentuk pengangkatan anak. Konsep tersebut tersirat dalam Pasal 171

huruf (h) yang menentukan: anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk

hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang

tua anak kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan. Ketentuan tersebut jika

dikaji lebih mendalam mengandung makna bahwa pengangkatan anak dalam perspektif hukum

islam dapat dilakukan hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan yang dimaksudkan untuk

pemeliharaan hidupnya sehari-hari serta mengenai biaya pendidikan yang ditanggung oleh orang

tua angkatnya. Jadi dalam hal ini pengangkatan anak tidak dimaksudkan untuk menjadikan anak

angkat sama dengan anak kandung, sehingga tidak memutuskan hubungan kekerabatan dengan

orang tua kandungnya. Larangan terssebut sangat erat hubungannya dengan masalah waris-

mewaris.

Tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara orang tua angkat dengan anak angkatnya

sudah seperti anak kandung sendiri, bahkan tidak jarang terjadi bahwa cinta kasih orang tua

angkat bahkan melebihi dari cinta kasih terhadap anak kandungnya sendiri. Kesejahteraan anak

angkat menjadi harapan juga bagi orang tua angkatnya. Oleh karena itu tidak jarang orang tua

angkatnya juga ingin membekali biaya kehidupan anak angkatnya, jika anak angkatnya mulai

berkeluarga. Satu hal yang pasti apabila orang tua angkatnya meninggal dunia, maka anak

angkat bukanlah sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya. Oleh karena itu, jika orang tua

angkat ada keinginan untuk memberikan sebagaian dari harta kekayaannya kepada anak

Page 11: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

9

angkatnya agar dapat dinikmati dan tidak dihadapkan pada masalah hukum di kemudian hari,

perlu dicarikan solusi yang dapat menjamin kepastian hukumnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, sangat penting untuk dilakukan penelitian

terhadap pengentasan kemiskinan dan anak terlantar dalam perspektif hukum islam. Adapun

judul selengkapnya adalah: Pengentasan Fakir Miskin dan Anak-anak yang Terlantar Melalui

Peangkatan Anak DalamPerspektif Hukum Islam.

Page 12: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 ditentukan: fakir miskin dan anak-anak yang

terlantar dipelihara oleh Negara. Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui, bahwa pada

dasarnya masalah pengetasan kemiskinan merupakan taggungjawab Negara. Walaupun

keterlibatan masyarakat sangat diharapkan, sehingga program pengentasan kemiskinan

lebih cepat dapat terrealisir.

Dalam rangka pelaksanakan program pengentasan kemiskinan, Pemerintah Indonesia

menggunakan pendekatan holistik yang mencakup bantuan sosial , pemberdayaan

masyarakat, dan meningkatkan mata pencaharian. Beranjak dari hal tersebut

pengangkatan anak menurut hukum islam tidak dibolehkan dengan tujuan menyamakan

kedudukan anak angkat dengan anak kandung.

Hukum kewarisan, menurut Amir Syarifudin, adalah hukum yang mengatur harta

dari seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup. Aturan tentang peralihan

harta ini disebut dengan berbagai nama, antara lain Faro’id, Fikih Mawaris dan Hukum

Waris.1

Menurut hukum kewarisan islam, yang diatur dalam Kompilasi hukum islam, dalam

Pasal 174 ayat (1) ahli waris dibedakan:

a. Menurut hubungan darah:

- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, paman dan kakek

- Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan

nenek.

1Amir Syarifudin, 2005, Hukum Kewarisan Islam, Prenada Media, Jakarta, hal. 5

Page 13: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

11

b.Menurut hubungan perkawinan terdiri dari :

- duda atau

- janda

Berdasarkan ketentuan tersebut anak angkat bukanlah sebagai ahli waris. “Anak

angkat dalam hal ini adalah anak kandung orang lain yang “diambil ( dijadikan ) anak”

oleh seseorang. Perkataan “diambil (dijadikan) anak” di sini bermakna dipelihara,

dididik dan dibiayai kehidupannya.2 Seorang anak angkat merupakan anak kandung

orang lain yang diperlakukan seperti anak kandungnya sendiri oleh seseorang. Seseorang

di sisni lizimnya sepasang suami isteri yang tidak mempunyai anak kendung sendiri.

Profesor Hilman Hadikusuma menegaskan, bahwa anak angkat adalah anak orang lain

yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat

setempat, dikarenakan bertujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan

atas harta kekayaan dan atau pemeliharaan atas harta keayaan rumah tangga.3

Sementara itu Suroyo Wignjodipuro, memberikan arti anak angkat sebagai suatu

perbuatan mengambil anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa,

sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul hubungan

kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya

sendiri.4

Tindakan atau perbuatan mengambil anak kandung orang lain untuk dijadikan anak

sendiri oleh seseorang itu lazim disebut pengangkatan anak. Istilah pengangkatan anak ini

sering dipadankan dengan istilah “Adopsi”. Kata “Adopsi” itu sendiri berasal dari kata

Bahasa Belanda, “Adoption” dalam bahasa Inggris. Dalam Bahasa Arab pengangkatan

2 Rachmad Budiono, 2010, Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam, Pen. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.114.

3 Hilman Hadikusuma, 20011, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, hal.188.

4 Surojo Wigjodipuro, 2011, Pengantar dan Sas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung , Jakarta, hal. 188

Page 14: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

12

anak sepadan maknanya dengan istilah “tabanni” , adanya beberapa ahli hukum yang

membedakan makna “Pengangkatan anak” dan “Adopsi”, sesungguhnya dilatarbelakangi

oleh adanya perbedaan akibat hukum pengambilan anak kandung orang lain untuk

dijadikan anak sendiri antara hukum yang satu dengan hukum yang lain, atau karena

adanya perbedaan akibat hukum pengambilan anak kandung orang lain untuk dijadikan

anak sendiri antara tempat yang satu dengan tempat yang lain, misalnya akibat hukum

pengangkatan anak menurut hukum adat berlainan (berbeda) dengan akibat hukum

dengan akibat hukum adopsi, menurut Staatblad Tahun 1917 Nomor 129. Pada

hematnya, tanpa bermaksud menyamakan sesuatu yang berbeda, istilah pengangkatan

anak dapat dipadankan dengan istilah adopsi.

Dalam hukum adat, meskipun hukum adat di daerah yang satu dengan di daerah yang

lain berbeda, tetapi dapat dikatakan bahwa seluruh hukum adat di berbagai daerah di

Indonesia mengenal pengangkatan anak. Sangat mungkin berlainan adalah akibat-akibat

hukum pengangkatan anak di satu daerah dengan daerah lainnya. Hukum adat

Minangkabau menegaskan bahwa walaupun pengangkatan anak merupakan perbuatan

yang diperbolehkan, tetapi perbuatan itu tidak menimbulkan hubungan kewarisan antara

orang tua angkat dengan anak angkat. Sementara di daerah-daerah yang dianut

kekerabatan bilateral (parental, keibu-bapakan), misalnya di Jawa, Sulawesi dan sebagian

Kalimantan, pengangkatan anak menimbulkan hubungan kewarisan. Hukum adat Jawa

mengenal “ngangsu sumur loro” untuk kewarisan anak angkat. Perkataan ngangsu

berarti mencari atau memperoleh , “sumur” berarti tempat mengambil air atau perigi, loro

berarti dua. Jadi lengkapnya asas itu bermakna bahwa seorang anak angkat memperoleh

warisan dari dua sumber, yaitu dari (a) orang tua kandung, dan (b) orang tua angkat.

Page 15: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

13

Dalam Al-qur‟an, surat Al-Ahzab ayat 4 dan 5 menegaskan hal ini, yang

terjemahannya adalah sebagai berikut :

“…Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri).

Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulut saja. Dan Allah mengatakan

yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan yang benar.

Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak

mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui

bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka) sebagai saudara-saudara

seagama, dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya,

tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah adalah

Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.

Dalam kaitan ini Profesor Masjfuk mengatakan bahwa (a) Adopsi seperti praktek

dan tradisi di zaman Jahilliyah, yang memberi status kepada anak angkat sama dengan

status anak kandung tidak dibenarkan (dilarang) dan tidak diakui oleh Islam, (b)

hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarganya tetap seperti

sebelum diadopsi, yang tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan.5

Menyantuni orang miskin, memelihara anak yatim-piatu dan anak-anak terlantar,

merupakan beberapa bidang ajaran utama dalam agama islam, akan tetapi garis tegas

dalam hukum kekeluargaan (kekerabatan) tidak dapat diabaikan oleh perbuatan manusia.

Mengangkat anak disesuaikan dengan tujuan-tujuan ajaran agama islam, tentu saja

diperkenankan. Kebolehan ini tidak sampai pada derajat yang bersinggungan, apalagi

bertentangan dengan ajaran-ajaran agama islam, khususnya di bidang hukum

kekeluargaan dan hukum kewarisan. Memberikan hubungan hukum kepada anak angkat

5Masjfuk Zuhdi, 2010, Masail Fiqhiyah, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, hal. 29

Page 16: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

14

sama dengan anak kandung merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum

islam. Contohnya seorang anak laki-laki yang mengangkat anak perempuan, tetap tidak

dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan anak angkatnya itu. Demikian juga dalam

bidang kewarisan. Tidak ada hubungan kewarisan antara orang tua angkat dengan anak

angkat. Apabila orang tua angkat meninggal dunia, maka anak angkatnya tidak tampil

sebagai ahli waris, demikian pula sebaliknya.

Menurut Muderis Zaini, ia mengatakan bahwa menurut hukum islam pengangkatan

anak hanya dapat dibenarkan apabila memenuhi ketetuan-ketetuan sebagai berikut.

1. Tidak memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua

biologisnya

2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya,

melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya, demikian juga orang

tua angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak angkatnya

3. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung,

kecuali sekedar sebagai tanda pengenal/alamat

4. Orang tua angkat tidak bertindak sebagai wali dalam perkawinan terhadap anak

angkatnya.6

6 Muderis Zaini, 2010, Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem HUkum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 54

Page 17: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

15

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum

a. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi,

memahami, dan menganalisis tentang fakir miskin dan anak-anak yang

terlantar.

b. Mencari solusi yang tepat apa yang dapat dilakukan dalam rangka program

pengentasan fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, dalam perspektif

hukum islam.

3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh solusi dan dasar hukum

pemberian harta kekayaan orang tua angkat kepada anak angkat tanpa menimbulkan

masalah dikemudian hari.

4.Manfaat Penelitian

4.1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis hasil penelitian ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dalam

pembaharuan hukum islam .

b. Menambah bahan pustaka tentang pola pengentasan fakir miskin dan anak-

anak yang terlantar dalam perspektif hukum islam.

Page 18: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

16

c. Membantu pemerintah dalam pola pelaksanaan program pengentasan

kemiskinan dan anak-anak yang terlantar.

4.2. Manfaaat Praktis

a. Menjamin kepastian hukum terhadap anak terlantar dan fakir miskin yang

diangkat oleh orang tua angkatnya.

b. Meningkatkan taraf hidup fakir miskin dan anak yang terlantar.

c. Sebagai refrensi bagi mereka yang ingin melakukan pengangkatan anak.

Page 19: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

17

BAB IV

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang jenisnya adalah penelitian Yuridis

Normatif menggunakan data sekunder, yang bersumber dari penelitian kepustakaan ( Library

Research). Data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan sekunder, dan bahan hukum

tertier. Bahan hukum- bahan hukum tersebut diperoleh di Perpustakaan. Sementara itu, karena

penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan menganalisis bahan hukum tentang Pengentasan

Fakir miskin dan anak terlantar melalui pengangkatan anak dalam perspektif hukum, maka bahan

hukum primer yang paling utama adalah Kompilasi Hukum Islam, UUD 1945, Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak, dan di samping itu, juga bahan hukum

sekunder yaitu berupa buku-buku dan karya ilmiah para ahli yang terkait dengan materi yang

diteliti. Bahan hukum tertsie , meliputi ensiklopedi dan Kamus Hukum. Penelitian Yuridis

Normatif yaitu, penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji bahan-bahan hukum

yang berasal dari berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berasal

dari berbagai literatur.7

Cara pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan metode studi dokumen, yaitu merujuk

pada bahan-bahan yang didokumentasikan, sedangkan alat pengumpul data yang digunakan

adalah kartu catatan, yaitu studi dengan cara mempelajari/mengkaji dokumen-dokumen baik

berupa dokumen pembahasan rancangan Kompilasi Hukum Islam, buku, laporan hasil penelitian,

makalah dalam seminar, tulisan para ahli dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan materi

penelitian, dan mencatat dalam kartu-kartu yang sudah dipersiapkan. Bahan hukum-bahan

7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2010, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),

Rajawali Press., Jakarta. hlm. 13

Page 20: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

18

hukum yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan content analysis (analisis isi) dan

comparative analysis (analisis perbandingan).

Page 21: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

19

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengaturan Fakir Miskin dan Anak Anak-anak Terlantar

Dasar hukum pengaturan fakir miskin dan anak-anak yang terlantar tersurat dalam Pasal

34 UUD 1945, menentukan:

(1) fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.

(2) Negara mengembangkan system jaminan socsal bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat

kemanusiaan.

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak

(4) Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar

adalah menjadi tanggungjawab Negara. Artinya kebutuhan-bebutuhan mereka itu harus dipenuhi

oleh Negara, sehingga mereka minimal dapat memperoleh penghidupan dan pendidikan yang

layak bagi kemanusiaan. Di samping itu, Pembukaan UUD 1945 telah menegaskan, bahwa

tujuan nasional yang ingin diwujudkan oleh bangsa Indonesia yaitu, melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan berbangsa, serta ikut melaksnakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

“Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini sebenarnya telah

memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan, karena pada dasarnya

pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat”.8

“Masalah kemiskinan sampai saat ini terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan, dan

merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, karena dalam

8 Ali Khomsan, dkk, 2015: Indikator Kemiskinan, dan Misklasifikasi Orang Miskin, Yayasan Pustaka

Obor Indonesia, Jakarta, hal.1

Page 22: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

20

menanggulanginya masalah yang dihadapi bukan saja terbatas pada hal-hal yang menyangkut

hubungan sebab akibat timbulnya kemiskinan, tetapi melibatkan juga prefensi nilai dan politik”9.

Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian

dan atau mempunyai sumber mata pencaharian, tetapi tidak mempunyai kemampuan memenihi

kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan atau keluarganya. (Pasal 1 anga 1 UU

No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir miskin). Penanganan fakir miskin berasaskan:

kemanusiaan, keadilan sosial, non-diskriminasi, kesejahteraan, kesetiakawanan, dan

pemberdayaaan. Anak terlantar adalah anak karena suatu sebab orang tuanya melalaikan

kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak terpenhuhi dengan wajar baik secara rohani,

jasmani dan soasial. Pada hakikatnya yang dimaksud anak terlantar adalah anak yang tinggal

dalam keluarga miskin usia sampai dengan 18 tahun.10

Ciri-ciri anak terlantarr adalah:

a. Laki-laki atau perempuan berusia 5 s/d 18 tahun

b. Anak yatim piatu

c. Tidak terpenuhi kebutuhan dasar

d. Anak yang terlahir dari pemerkosaan, tidak ada yang mengurus dan tidak mendapatkan

pendidikan.11

Faktor-faktor yang menyebabkan mengapa si anak menjadi terlantar antara lain adalah:

1. Faktor keluarga

9Sholeh, 2010: Kemiskinan: Telaah dan Beberapa Strategi Penanggulangannya”, dalam Ali Khohsan dkk.

10Peksos Room: Definisi anak Terlantar: Kurniawan-ramsen .blogspot.com. diakses hari sabtu, tgl 21

Oktober 2017, jam 13.29 wita. 11

ibid

Page 23: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

21

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri dan

anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (UU No. 10 tahun 1992)

dimana keluarga ini merupakan faktor yang paling penting yang sangat berperan

dalam pola dasar anak, kelalaian orang tua terhadap anak sehingga anak merasa

ditelantarkan. Anak-anak sebetulnya tidak hanya membutuhkan perlindungan, tetapi

juga perlindungan orang tuanya untuk tumbuh berkembang secara wajar.

2. Faktor pendidikan

Di lingkungan masyarakat miskin, pendidikan cenderung ditelantarkan karena krisis

kepercayaan pendidikan dan ketiadaan biaya untuk memperoleh pendidikan.

3. Faktor ekonomi

Akibat situasi krisis ekonomi yang tidak kunjung usaipemerintah mau tidak mau

memang harus menyisihkan anggaran untuk membayar utang dan memperbaiki

kinerja perekonomian jauh lebih banyak daripada anggaran yang disediakan untuk

fasilitas kesehatan, pendidikan, dan perlindungan soasial anak.

4. Kelahiran di luar nikah

Seorang anak yang kelahirannya tidak dikehendaki pada umumnya sangat rawan

untuk ditelantarkan dan bahkan diperlakukan salah. Pada tingkat yang ekstrim

perilaku penelantaran anak bisa berupa tindakan pembuangan anak untuk menutupi

aib atau karena ketidaksanggupan orang tua untuk melahirkan dan memelihara

anaknya secara wajar. 12

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah

mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang

tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara memberikan perlindungan

12

ibid

Page 24: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

22

terhadap anak. Meskipun demikian dipandang masih sangat diperlukan suatu

uandang-undang yang khusus mengatur mengenai perlindungan anak sebagai

landasan yuridis bagi pelaksanaan dan tanggung jawab tersebut. Pada hematnya

pembentukan undang-undang perlindungan anak harus didasarkan pada pertimbangan

bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan

pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan

bernegara. Orang tua, keluarga, dan masyarakat untuk menjaga dan memelihara hak

asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. demikian juga

dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, Negara dan pemerintah

bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam

menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, telah

menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat,

pemerintah, dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara

terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus

berkelanjutan, dan terarah guna menjamin pertumbuhan, dan perkembangan anak,

baik fisik, mental, spiritual, maupun 22ocial. Tindakan ini dimaksudkan untuk

mewujudkankehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa

yang potensial, tangguh memiliki jiwa nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia

dan nilai Pancasila serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.

Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni

sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas ) tahun.

Hal ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan

Page 25: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

23

komprehensif. Undang-undang perlindungan anak juga harus meletakkan kewajiban

memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non-diskriminasi,

kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangasungan hidup, dan

perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak.

Dalam melakukan pembinaan, pengembangan, dan perlindungan anak, diperlukan

peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan,

lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi 23ocial, dunia

usaha atau lembaga pendidikan.

Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum

perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam

masyarakat sesuai adat istiadat dan motivasi yang berbeda serta perasaan hukum yang hidup

dan berkembang di masing-masing daerah, walaupun di Indonesia masalah pengangkatan

anak tersebut belum diatur secara khusus dalam undang-undang tersendiri.

5.2. Tanggung jawab Pengentasan Fakir Miskin dan Anak-Anak yang Terlantar

Bedasarkan Pasal 34, dan Pembukaan UUD 1945 sebagaimana yang telah dibahas di atas,

pada hakikatnya Negara harus bertanggung jawab terhadap keadaan kemiskinan dan kondisi

anak-anak yang terlantar. Jadi pada hakikatnya yang harus bertanggungjawab adalah

Negara, tetapi mengingat keterbatasan kemampuan Negara, maka sudah barang tentu Negara

belum dapat sepenuhnya melaksanakan kewajibannya tersebut. Terkait dengan program

pemerintah tentang pengentasan kemiskinan dan anak yang terlantar ini, kepala Bapenas

Bambang Brodjonegoro mengatakan: maslah pengentasan kemiskinan di Indonesia adalah

Page 26: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

24

menjadi tanggung jawab bersama.13

Selanjutnya dikatakan, bahwa Pemerintah terus

berkomiten mengatasi kemiskinan di masyarakat, dan untuk itu diperlukan peran aktif dari

berbagai pihak seperti: swasta, LSM, dan Akademisi, karena masalah kemiskinan dan

ketimpangan serta pemeliharaan anak yang terlantar adalah masalah bersama.14

Pemerintah

saat ini berfokus memperbaiki taraf hidup 40 % penduduk terbawah dalam struktur ekonomi.

Indonesia sudah baik polanya dalam mengurangi kemiskinan, tetapi belum cukup agresif,

sehingga masih banyak area yang harus diperbaiki.15

Dalam 24ocial24logy hukum islam telah dikatakan dalam Hadist Nabi bahwa:

“setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai tangyung jawab terhadap yang

dipimpinnya, seorang imam adalam pemimpin dan akan ditanya tentang rakyat yang

dipimpinnya…”.16

Hadits tersebut mengandung makna bahwa Negara tidak hanya

bertanggung jawab terhadap masalah keamanan saja, akan tetapi juga bertanggung jawab

atas pemeliharaan terhadap orang-orang lemah, dan orang-orang yang membutuhkan serta

menjamin kehidupan yang layak untuk mereka. Berdasarkan Hadist tersebut memang pada

hakikatnya Negara harus bertanggung jawab, tetapi dalam konteks pengentasan kemiskinan

dan anak-anak yang terlantar “pemimpin” tidak harus diinterpretasikan sebagai pemimpin

Negara, melainkan dapat diinterpretasikan setiap fungsionaris komunitas, sehingga dapat

memperoleh justifikasi bahwa pengentasan fakir miskin dan anak yang terlantar menjadi

tanggung jawab bersama. Hasil penelitian ini dapat dijadikan “policy paper” sebagai bentuk

tanggung jawab akademisi dalam program pengentasan kemiskinan dan anak-anak yang

terlantar, yang dapat menunjang program pemerintah.

13

Antaranews.com ”,Pengentasan Kemiskinan Menjanjadi Tanggung jawab Bersama”, Jum‟at. 11 Agustus

2017, diakses, sabtu 11 Nopember 2017 jam 11.15. wita 14

Ibid 15

Ibid 16

Hadits Riwayat Muttafaqun „Alaih.

Page 27: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

25

5.3. Konsep Pengangkatan Anak Dalam Hukum Adat dan Hukum Islam

5.3.1. Pengangkatan Anak Dalam Hukum Adat

“…bahwa dengan jalan suatu perbuatan hukum, dapatlah orang memengaruhi

pergaulan-pergaulan yang berlaku sebagai ikatan biologis, dan tertentu dalam

kedudukan sosialnya ; sebagai cotoh dapat disebutkan: kawin ambil anak, atau

“inlijfhuwelijk”. Kedukan yang dimaksud membawa dua kemungkinan, yaitu: a.

sebagai anak, sebagai anggota keluarga melanjutkannketurunan, sebagain ahli

waris. b. sebagai anggota masyarakat (sosial) dan menurut tata cara adat,

perbuatan pengangkatan anak itu pasti dilakukan dengan terang dan tunai.17

Berdasarkan pendapat Ter Haar tersebut di atas, dapat diketahui bahwa seorang anak

yang telah diangkat sebagai anak angkat, melahirkaan hak-hak yuridis dan 25ocial, baik

dalam aspek hukum kewarisan, kewajiban nafkah dan perlindungan anak, perkawinan dan

25ocial kemasyarakatan. Dalam hukum waris adat anak angkat menerima hak-hak dan

kewajiban sebagai ahli waris layaknya anak kandung baik materiil, maupun immatreriil.

Benda-benda meteriil mslnya, rumah, sawah, kebon, sapi, atau ternak lainnya, dsn benda-

benda lainnya, sedangkan yang termasuk benda-benda immaterial, misalnya: gelar adat,

kedudukan adat, dan martabat keturunan. Dalam bidang sosial kemasyarakatan, anak

angkat adat mempunyai hak-hakk sosial , seperti menghadiri upacara adat, cara berpakian

tertentu pada upacara-upacara tertentu, menempati tempat-tempat adat tertentu seperti, di

kursi paling depan, dan lain-lain.

Prinsip hukum adat dalam suatu perbuatan hukum adat adalah terang dan tunai.18

Terang ialah suatu prinsip legalitas, yang berarti bahwa perbuatan hukum itu dilakukaan di

17

“Ter Haar”, dalam Bushar Muhammad, 1981, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta Pradnya Paramita ,

hlm. 29 18

Bushar Muhammad, 1981, Pokok-Pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 29

Page 28: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

26

hadapan dan diumumkan di depan orang banyak, dengan resmi secara formal, dan telah

dianggap semua orang mengetahuinya. Tunai, artinya perbuatan itu akan selesai seketika

pada saat itu juga, tidak mungkin ditarik kembali.19

Ter Haar menyatakan:

Pertama-tama harus dikemukakan mengambil anak dari luar lingkungan keluarga

ke dalam lingkungn suatu klan atau kerabat tertentu, anak ini dilepaskan dari

lingkungan yang lama dengan serentak diberi imbalannya, penggantinya berupa

benda magis. Setelah penggantian dan penukaran itu berlangsung, anak yang

dipungut itu masuk ke dalam lingkungan kerabat yang mengambilnya sebagai

anak, inilah mengambil anak sebagai suatu perbuatan tunai.20

Surojo Wignjodipuro, menyebutkan bahwa adopsi dalam hal ini harus terang,

artimya wajib dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan kepala adat.

Kedudukan hukum anak yang diangkat demikian ini adalah sama denga anak kandung

dari suami isteri yang mengangkatnya, sedangkan hubungan kekeluargaan dengan orang

tua sendiri secara adat menjadi putus, seperti yang terdapat di daerah Gayo, Lampung,

Pulau Nias, dan Kalimantan.21

Dilihat dari aspek hukum, pengangkatan anak menurut hukum adat tersebut,

memiliki segi persamaan dengan hukum adopsi yang dikenal dalam hukum barat, yaitu

masuknya anak angkat ke dalam keluarga orangtua yang mengangkaatnya, dan

terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orang tua kandung anak angkat.

Perbedaanya dalam hukum adat dipersyaratkannya suatuimbalan sebagai pengganti

kepadaa orang tua kandung anak angkat, biasanya berupa benda-benda yang

dikeramaatkan atau dupandang memiliki keuatan magis.

Di lihat dari segi motivasi pengangkatan anak, berbeda dengan motivasi

pengangkatan anak yang terdapat dalam undang-undang perlindungan anak yang

19

Ibid hlm. 30 20

Ibid 21

Ibid

Page 29: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

27

menekankan bahwa perbuatan hukum pengangkatan anak harus didorong oleh motivasi

semata-mata untuk kepentingan yang terbaik untuk anak yang akan diangkat. Dalam

hukum adat lebih ditekankan pada kekhawatiran (calon orangb tua angkat) akan

kepunahan, maka calon orang tua angkat (keluarga yang tidak punya anak)

mengambil/mupon anak dari lungkungan kekuasaan kekerabatannya yang dilakukan

secara kekerabatan, maka anak yang diangkatb itu kemudian mendudukiseluruh

kedudukan anak kandung ibu dan bapak yang mengangkatnya, dan ia terlepas dari

golongan sanak saudaranya semula. Pengangkatan anak tersebut dilakukan dengan

upacara-upacara dengan bantuan pemuka-pemuka rakyat atau penghulu-penghulu yang

dilakukan secara terang karena dihadiri dan disaksikan oleh hadirin undangan dan

khalayak ramai.22

Bushar Muhammad membagi pengangkatan anak dalam dua macam, yaitu: adopsi

langsung (mengangkat anak), adopsi tidak langsung (melalui perkawinan).23

Nyentana

yang merupakan bentuk adopsi langsung (mengangkat anak) di Bali, yaitu pengangkatan

anak yang dilakukan dengan cara mengambil anak dari lingkungn klan besar , dari kaum

keluarga, bahkan akhir-akhir ini tidak jarang terjadi dari luar lingkungan keluarga.

Apabila isteritua tidak mempunyai anak, dan bini selir mempunyai anak, maka anak-anak

tersebut dijadikan sebagai anak angkat isteri tua. Apabila tidak ada anak laki-laki yang

dapat diambil anak, dapat juga anak perempuan yang dipungut menjadi Santana, yang

diangkat dengan fungsi rangkap, yaitu yang pertama dipisahkan dari kerabatnya sendiri,

dan dilepas dari ibu kandungnya sendiri dengan jalan pembayaran adat berupa “seribu

kepeng” serta “seperangkat pakaian perempuan” kemudian ia baru dihubungkan dengan

22

Ibid hlm. 30 23

Ibid

Page 30: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

28

kerabat yang mengangkat (diperas).24

Suami yang mengambil anak bertindak dengan

persetujuan kerabatnya, lalu diumumkan dalam desa “siar” dan dari pihak raja sebagai

kepala adat dikeluarkan izin yang disusun dalam suatu penetapan raja, berupa akta yang

disebut Surat Peras.alasan dari pengangkatan semacam ini, ialah suatu kehawatiran akan

kepunahan, malahan sesudah meninggalnya suami iteripun dapat mengangkat anak

dengan mengangkat keris atas nama suami sebagai wakilnya.25

Adopsi tidak langsung,

yaitu apabila seseorang kawin atau mengawinkan dan sesudah itu ia mengangkat seorang

anak tirinya atau anak mantunyasebagai anak sendiri yang akan melanjutkan keturunan,

kadang-kadang sebagai ahli waris sepenuhnya.26

Dalam hukum adat tidak ada ketentuan yang tegas tentang siapa saja yang boleh

melakukan adopsi dan batas usianya, kepatutan batas usia anak yang patut untuk

diangkat, antara daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda. Di Banjarmasin

perbedaan usia antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat dipandang patut jika

ada selisih usia 15 Tahun.27

Mengenai hakiki suatu pengangkatan anak secara adat dipandang telah terjadi,

yurisprudensi Mahkamah Agung menyatakan bahwa “menurut hukum adat di daerah

Jawa Barat. Seseorang dianggap sebagai anak angkat bila telah diurus, dikhitan,

disekolahkan, dikawinkan, oleh orang tua angkatnya.28

Di daerah Kecamatan Singaraja Kabupaten Darut seorang perempuan yang belum

pernah kawin tidak boleh melakukan adopsi, tetapi janda/duda diperbolehkan. Di

24

Ibid hal. 30 25

Ibid hal 30 26

Ibid hal 33 27

Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin oleh Mudernis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem

Hukum , 1999, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.42 28

Yurisprudensi Mahkamah Agung No.1074K/Pdt/1995 tanggal 18 Maret 1996

Page 31: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

29

kecamatan Leuwidamar (Bandung) baik belum atau sudah kawin boleh saja, begitu pula

di Kecamatan Banjarharjo, Brebes (Semarang). Kemudian di Daerah Parindu Kalimantan

Barat (SukuDayak), juga dibolehkan, tapi dalam hubungan keponakan saja. Begitu juga

di Kecamatan Sambas Kalimantan Barat, kecuali di Kecamatan Mmanyuke, mempawah,

maka seorang yang belum kawin hanya boleh memelihara seorang anak yang disebut

“Nganahain”, bukan dalam pengertian mengangkat anak.29

Di daerah Kendari Sulawesi Tenggara lain lagi, di sana tidak ditemukan orang

yang belum kawin mengangkat anak, begitu pula di daerah Kolaka, kecuali janda/duada.

Di daerah Lombok Tengah belum diketahui atau belum pernah seorang bujangan

mengangkat anak. Kalau di daerah Klungkung umumnya yang mengangkat anak adalah

suami-isteri, tapi ada juga wanita belum kawin mengangkat anak, demikian pula di

daerah Gianyar. Di daerah Palembang tidak terdapat orang yang belum kawin

mengangkat anak , hanya kebiasaan suami-isteri yang tidak punya anak, kecuali suku

Meapur, Kecamatan Belinyu (Bangka) juga tergadap orang yang belum kawin/tidak

kawin yang mengangkat anak adalah yang sudah tua.30

Umumnya di Indonesia tidak membeda-bedakaan anak laki-laki atau perempuan

yang dapat diangkat sebagai anak angkat. Di daerah-aerah tertentu tidak membolehkan

pengangkatan anak perempuan, sebab memang daerah tersebut menganut sistem

kekeluargaan Patrilenial, misalnya: di Kabupaten Kupang, Alor, Lampung Peminggiran

Kecamatan Kedondong.31

Mengenai batas usia anak yang dapat dijadikan anak angkat,

29

Mudernis Zaini,Op. Cit. hlm.43 30

Mudernis Zaini Loc. Cit 31

Mudernis Zaini Loc. Cit

Page 32: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

30

berbeda-beda di tiap daerah, tetapi pada umumnya dapat dikatakan bahwa usia anak

adalah 1 sampai dengan 17 tahun dan belum pernah menikah.

Perlu dipahami, bahwa pengangkatan anak yang dilakukan secara adat sesuai

dengan adat masing-masing daerah di Indonesia, belum memiliki kekuatan hukum

sepanjang belum disahkan oleh Pengadilan. itulah sebabnya beberapa kasus perdata yang

sifatnya sengketa (contentiosa) gugatan waris, biasanya ada petitum permohonan

pengesahan pengangkatan anak yang telah berlangsung lama dan dilakukan berdasarkan

hukum adat, guna untuk mendapatkan bagian warisan dari harta peninggalan orang tua

angkatanya.32

Kedudukan anak angkat berbeda-beda di tiap-tiap daerah, di daerah yang sistem

sosial kekeluargaanya menganut Patrilenial atau garis keturunan laki-laki, misalnya di

Bali dari pertalian keluarganya dengan orang tuanya sendiri dengan memasukkan anak

angkat tersebut ke dalam keluarga bapak angkat, sehingga anak angkat itu berkedudukan

sebagai anak kandung, untuk meneruskan keturunan bapak angkatnya.33

Sataus anak

angkat di Bali seperti disebutkan di atas, ada kemiripan dengan pengertian anak angkat

dalam hukum barat yang juga memutuskan, dan memasukkan anak angkat ke dalam

keluarga orang tua angkatnya sebagai anak kandung yang diberi hak-hak yang sama

dengan status anak sah atau anak kandung.34

Berbeda dengan di Jawa, pengangkatan anak

tidak memutuskan hubungan pertalian darah dengan orang tua kandung anak angkat itu,

hanya anak angkat didudukan sebagai anak kandung untuk meneruskan keturunan bapak

angkatnya, dan sama sekali tidak memutuskan hak-haknya dengan orang tua kandungnya,

32

Lihat Putusan Mahkamah Agung No.05/Pdt./1971, tanggal 25 Februari 1971. 33

Soepomo, 2010, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pustaka Gramedia, Jakarta, hlm. 118 34

Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, 2010, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan anak di Indonesia,

Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 44

Page 33: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

31

sehingga hukum adat jawa memberikan pepatah bagi anak angkat dalam hal hak waris

dikemudian hari dengan istilah “anak angkat memperoleh warisan dari dua sumber air

sumur”. Maksudnya anak angkat tetap memperoleh Harta warisan dari orang tua

kandung, juga dari orang tua angkatnya.35

Muderis Zaini, meyakini bahwa sebetulnya banyak daerah di Indonesia yang

hukum adatnya menyatakan bahwa anak angkat bukanlah sebagai ahli waris, di sini dapat

disebutkan antara lain misalnya: di daerah Lahat (Palembang), Pasemah, Kabupaten

Batanghari, Kecamatan Bontomarumu, kabupaten Goa daerah kepulauan Tidore

(Ambon)., daerah Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Kecamatan Cikajang Kabupaten

Garut, Kecamatan Sambas Kalimantan Barat dan beberapa daerah lainnya.36

Secara adat kebiasaan masyarakat yang mengakui adanya hukum adat anak

angkat, bagi mereka aadalah suatu hal yang termasuk tidak etis, dan akan mendapat

celaan dari masyarakat apabila anak angkat yang telah diketahui oleh masyarakat tersebut

kemudian dibatalkan oleh anak atau keluarga orang tua angkat. Kecuali anak angkat

tersebut nyata-nyata telah melakukan pengkhianatan, pembunuhan, percobaan

pembunuhan terhadap orang tua angkatnya. Beberapa daerah tersebut secara umum

menyatakan bahwa, anak angkat bukanlah ahli waris dari orang tua angkatnya, anak

angkat merupakan ahli waris dari orang tuanya sendiri. Anak angkat memperoleh harta

warisan dari peninggalan orang tua angkatnya melalui hibah atau melalui pemberian

wasiat (sebelum orang tua angkatnya meninggal dunia).

35

Ibid. hlm. 45 36

Mudernis Zaini, Op.Cit. hlm.50

Page 34: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

32

5.3.3. Pengangkatan Anak Dalam Hukum Islam

Istilah”Pengangkatan Anak” berkembang di Indonesia sebagai terjemahan dari

bahasa Inggris “adoption”.37

Mengangkat seorang anak, berarti mengangkat seorang

anak orang lain dijadikan anak sendiri, dan mempunyai hak yang sama dengan anak

kandung.38

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkatan anak disebut

dengan istilah “Adopsi” yang berarti pengambilan (pengangkatan) anak orang lain

secara sah menjadi anak sendiri.39

Anak yang diadopsi disebut anak angkat, peristiwa

hukumnya disebut pengangkatan anak.

Secara historis pengangkatan anak sudah dikenal Bangsa Arab sejak zaman

Jahilliah (zaman sebelum Islam) dan sudah ditradisikan secara turun-temurun.40

Pengangkatan anak tidak mempengaruhi kemahraman antara anak angkat dengan

orang tua angkatnya. Anak angkat tidak termasuk dalam salah satu unsur

kemahraman, sehingga antara kedua belah pihak tidak ada larangan untuk saling

mengawini, dan tetap tidak boleh saling mewarisi.41

Menurut ulama fikih,

mengangkat anak atas dasar ingin mendidik dan membantu orang tua kandungnya

agar anak tersebut dapat mandiri di masa datang.42

Secara hukum tidak dikenal

perpindahan nasab dari ayah kandungnya ke ayah angkatnya. Maksudnya, ia tetap

37

Jonathan Crowther, (ed.), 1996, Oxford Adnenced Leaner Dictionery, Oxford hlm. 16 38

Simorangkir, JCT, 1996, Kamus Hukum, Aksara Baru, Jakarta, hlm.4 39

Kemendikbud, 2011, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balaim Pustaka, Jakarta, hlm.7 40

Mudernis Zaini, Op.Cit. hlm.53 41

Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, Op. Cit. hlm.100 42

Ahmd Kamil dan HM. Fauzan , loc. cit.

Page 35: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

33

menjadi salah seorang mahram dari keluarga ayah kandungnya, dalam arti berlaku

larangan kawin dan tetap saling mewarisi dengan ayah kandungnya. Jika ia

melangsungkan perkawinan setelah dewasa, maka walinya tetap ayah kandungnya.

Berdasarkan paparan di atas, jelas bahwa dalam lembaga pengangkatan anak yang

bertentangan dengan ajaran islam adalah pengangkatan anak yang dengan sengaja

menjadikan anak angkat sebagai anaknya sendiri dengan hak-hak dan kewajiban-

kewajiban yang disamakan dengan anak kandung, diberikan hak waris sama dengan

hak waris anak kandung, dan orang tua angkatnya menjadi orang tua kandung anak

yang diangkatnya. Pengangkatan anak dalam hukum islam pengertiannya terbatas

dengan menekankan aspek kecintaan , perlindungan, dan pertolongan terhadap hak

pendidikan anak, nafkah sehari-hari, kesehatan, dan lain-lain. Alloh telah berfirman:

bertolong-tolonglah kamu dalam hal kebajikan dan takwa, tetapi jangan bertolong-

tolongan dalam hal kemaksiatan dan permusuhan.43

Anak angkat harus tetap dipanggil dengan nasab ayah kandungnya. Alloh telah

berfirman:

Alloh tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia

tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu dzihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak

menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu, yang demikian itu hanya

perkataan di mulutmu saja, dan Alloh mengatakan yang sebenarnya, dan Dia

menunjukkan jalan yang lurus. Paggilah mereka (anak-anak angkt itu) dengan

memakai nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil disisi Alloh, dan jika

kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka) ebagai

saudara-saudaramu seagama, dan tidak ada dosa atasmu terhadap aoa yang kamu

khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu, dan adalah

Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.44

Berdasrkan Firman Alloh tersebut dapat diketahui bahwa pengangkatan anak

dalam hukum islam tidak dimaksudkan untuk memutuskan hubungan kemahraman

43

Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 2 44

Al-Qur’an Surat Al-Azab ayat 4 dan 5

Page 36: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

34

dengan orang tua kandungnya, melainkan hanya sebatas membiayai kehidupan anak

tersebut agar kehidupannya dimasa mendatang menjadi lebih baik.

Mengangkat anak sama dengan memberi harapan hidup bagi masa depan anak.

Hal ini sesuai dengan Firman Alloh: .. Dan barang siapa yang memelihara kehidupn

seorang manusia, maka ia seolah-olah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.45

Mengangkat anak bagian dari bertolong-tolongan dalam hal kebajikan. Firmal Alloh:

…Dan bertolong-tolonglah kami dalam hal kebajikan dan ketakwaan, dan janganlah

kamu bertolong-tolongan dalam kemaksiatan dan permusuhan.”46

Anjuran

memberikan makan kepada anak terlantar dan anak yatim. Firman Alloh:… Dan

mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan

orang-orang yang ditawan.47

Dalam hal warisan kerabat dekat tidak boleh diabaikan

karena ada anak angkat. Firman Alloh:…Orang yang mempunyai hubungan kerabat

dekat itu, sebagiannya lebih berhak terhadap sesamnya daripada yang bukan

kerabatnya di dalam Kitab Alloh sesungguhnya Alloh mengetahui segala sesuatu.48

Islam melarang menasabkan anak angkat dengan ayah angkatnya. Dari Abu Dzar r.a.

Bahwasannya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda “Tidak seorangpun yang

mengaku (membanggakan diri) kepada orang yang bukan bapak yang sebenarnya,

sedangkan ia mengetahui benar bahwa orang itu bukan ayahnya, melainkan ia telah

kufur, dan barang siapa yang telah melakukan hal-hal itu maka bukan dari golongan

45

Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 32 46

Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 2 47

Al-Qur’an Surat Al-Insan ayat 8 48

Al- Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 5

Page 37: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

35

kami (kalangan kaum muslimin) dan hendaklah ia menyiapkan diri tempatnya dalam

api neraka. (HR. Riwayat Bukhori dan Muslim).49

Berdasarkan paparan tersebut di atas, diketahui bahwa hukum islam tidak

mengakui lembaga pengangkatan anak yang bertujuan untuk melepaskan seorang

anak angkat dari kerabat orang tua kandungnya dan memasukkan ia ke dalam hukum

kekerabatan orang tua angkatnya. Hukum islam hanya mengakui bahkan

menganjurkan pengangkatan anak dan pemeliharaan anak , dalam arti status

kekerabatannya tetap berada di luar lingkungan keluarga orang tua angkatnya, dan

dengan sendirinya tidak mempunyai akibat hukum apa-apa. Ia tetap anak dan kerabat

orang tua kandungnya, berikut dengan segala akibat hukumnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa memungut, memelihara, mengsuh,

dan mendidik anak-anak yang terlantar demi kepentingan dan kemaslahatan anak

dengan tidak memutuskan nasab orangtua kandungnya adalah perbuatan yang terpuji

dan dianjurkan oleh ajaran islam, bahkan dalamm kondisi tertentu dimana tidak ada

orang lain yang memeliharanya, maka bagi si-mampu yang menemukan anak

terlantar tersebut hukumnya wajib untuk mengambil dan memeliharanya tanpa harus

memutuskan hubungan nasab dengan orang tua kandungnya.

Berdasarkan UU. No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama yang mulai berlaku mulai tanggal 21 Maret 2006,

Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolut untuk menerima, memerikasa, dan

mengadili perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum islam,

sebagaimana produk hukum yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri tentang

pengangkatan anak yang berbentuk “Penetapan”, maka produk Pengadilan Agama

49

Lihat dalam Sahih Bukhori hadis nomor 3246.

Page 38: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

36

tetang pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum islam juga berbentuk

“Penetapan”. Penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum islam oleh

Pengadilan Agama tidak memutuskan hubungan hukum atau nasab dengan orang tua

kandungnya. Anak angkat secara hukum tetap diakui sebagai anak kandung orang tua

kandungnya. Adanya justifikasi terhadap anak angkat dalam hukum islam tidak

menjadikan anak angkat itu sebagai anak kandung atau anak yang dipersamakan hak-

hak dan kewajibannya seperti anak kandung dari orang tua angkatnya, hubungan anak

angkat dengan orang tua angkatnya seperti hubungan antara anak asuh dengan orang

tua asuh yang diperluas.

5.4.Pengangkatan Anak Dalam Hukum Islam Sebagai Program Pengentasan

Kemiskinan dan Anak-Anak yang Terlantar

Kata “mengentaskan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: mengangkat

(dari suatu tempat ke tempat lain), mengentaskan untuk orang lain, menyadarkan,

memperbaiki, (menjadikan, mengangkat) nasib atau keadaan yang kurang baik

kepada yang (lebih) baik).50

Berdasarkan makna tersebut, dapat diketahui bahwa yang

dientaskan adalah nasib, objek yang dilanda keadaan kurang baik untuk dijadikan

lebih baik. Sementara dalam konteks mengentaskan kemiskinan bertujuan untuk

merubaah keadaan yang kurang baik menjadi keadaan yang lebih baik.

Peganngkatan anak dalam perspektif pengentasan kemiskinan, diartikan sebagai

mengangkat anak dari keadaan yang kurang baik untuk menjadi lebih baik, sehingga

keadaan anak tersebut di masa mendatang menjadi baik sebaagaimana keadaan anak-

anak yang berada di lingkungan keluarga yang baik (dibaca mampu).

50

Balai Pustaka, 2010, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, hlm. 130

Page 39: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

37

Islam telah lama mengenal istilah adopsi yang dikenal dengan istilah : “Tabbani”

yang di era modern sekarang ini disebut Adopsi atau pengangkatan anak. Rasulullah

SAW , bahkan mempraktekkan langsung, yakni ketika mengangkat Zaid bin Haritsah

sebagai anaknya. Tabbani secara harafiah diartikan seseorang yang mengambil anak

orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Hal ini dilakukan untuk

memberi kasih sayang, nafkah, pendidikan dan keperluan lainnya, karena secara

hukum anak itu bukan anaknya.

Pengangkatan anak dinilai pantas sebagai perbuatan yang pantas dilalkukan oleh

pasangan suami isteri yang luas rejekinya, namun belum dikaruniai anak, oleh karena

itu sangat baik apabila mengambil anak orang lain yang kurang mampu agar,

mandapat kasih sayang ibu-bapak (karena yatim-piatu) atau untuk mendidik dan

memberikan kesempatan belajar kepadanya.

Di Indonesia peraturan terkait dengan pengangkatan anak terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Demikian pula

Kompilasi Hukum Islam juga memperhatikan tentang aspek ini. Pasal 171 KHI

menentukan bahwa,” anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk

hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya beralih tanggungjawabnya

dari orang tua asal ke orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan”.

Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengharapkan supaya pengangkatan anak

dilakukan atas rasa tanggung jawab sosial, untuk memelihara, mengasuh dan

mendidik anak dengan penuh kasih sayang, seperti anak sendiri, dan ini merupakan

perbuatan yang terpuji, dan termasuk amal saleh. Demikian tidak diragukan lagi

bahwa usaha melakukan pengangkatan anak (adopsi) itu merupakan perbuatan yang

Page 40: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

38

terpuji dan dianjurkan oleh agama dan diberi pahala. Seorang ayah angkat

diperbolehkan mewasiatkan sebagian dari harta peninggalannya untuk anak

angkatnya, sebagai persiapan masa depannya, agar ia dapat merasakan ketenangan

hidup. Para ulama di Indonesia telah memfatwakan bahwa pengangkatan anak warga

Negara Indonesia oleh orang asing, selain bertentangan dengan Pasal 34, UUD 1945

juga merendahkan martabat bangsa Indonesia. Pengangkatan anak oleh warga Negara

Indonesia, terhadap anak-anak kurang mampu dan anak-anak yang terlantar dari

aspek agama islam merupakan suatu kewajibann bagi yang memenuhi syarat.

Bertolak dari paparan di atas diketahui, ada 3 ( tiga) dasar prinsip pengangkatan

anak, yaitu:

6. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak

dan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

7. Pengangkatan anak yang dilakukan tidak memutuskan hubungan darah antara

anak angkat dengan orang tua kandung;

8. Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon

anak angkat, apabila calon orang tua angkat berbeda agama antara suami dan

isteri , maka calon orang tua angkat tersebut tidak bisa melakukan pengangkatan

anak.

Berdasarkan pembahasan tentang konsep pengangkatan anak dalam hukum

islam sebagaimana dipaparkan di atas, akhirnya dapat dimengerti bahwa

pengangkatan anak terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar pada

hakikatnya dapat dijadikan upaya pemerintah dalam program pengentasan fakir

miskin dan anak terlantar, demi kepentingan masa depan anak-anak tersebut.

Page 41: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

39

BAB VI

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Penelitian ini pertama kali mencarikan dasar-dasar atau landasan hukum yang

kuat pengentasan kemiskinan melalui pengengkatan anak, tanpa menimbulkan

masalah social, hukum dan agama.

Selanjutnya untuk tahap penelitian berikutnya mengupayakan akan mencari

makna pengangkatan anak menurut hukum islam berkaitan dengan upaya

pengentasan kemiskinan di Indonesia. Untuk tahun ke tiga dapat dilakukan rencana

aksi berkaitan dengan mediasi antara yang memenuhi syarat untuk pengangkatan

anak dengan pihak fakir miskin dan anak terlantar.

Page 42: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

40

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana yang telah diuraikan dalam-Bab-bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hukum Islam memandang pengangkatan anak sebagai upaya pengentasan

kemiskinan dari keluarga yang tidak mampu dan atau anak-anak yang

terlantar agar keadaan anak tersebut menjadi lebih baik sebagaimana

keadaan anak-anak dari lingkungan keluarga yang mampu. Hal tersebut

didasarkan pada prinsip-prinsip: pemberian kasih sayang, nafkah,

pendidikan dan keperluan-keperluan lainnya.

2. Prinsip-prinsip pengangkatan anak dalam hukum islam dapat membantu

Pemerintah berkaitan dengan tanggungjawab konstitusionalnya dalam

memelihara dan mengentaskan fakir miskin serta anak-anak yang terlantar

di Indonesia.

6.2. Saran-Saran

1. Dalam rangka mempercepat tercapainya tujuan Negara Republik Indonesia

untuk mensejahterakan masyarakat, hendaknya Pemerintah

mengintensifkan sosialisasi pengangkatan anak sebagai solusi kepada

masyarakat yang mampu yang belum punya keturunan menggunakan

pengangkatan anak sebagai perbuatan yang dapat menambah amal soleh.

Page 43: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

41

2. Demi kepastian hukum terhadap pelaksanaan pengentasan fakir miskin dan

ana-anak yang terlatar melalui pengangkatan anak, dan meminimalisir

penyalahgunaan lembaga pengangkatan anak, perlu adanya kebijakan

regulasi mengenai baik pengawasan prosedur maupun

pemeliharaanya/pengasuhannya di masyarakat.

Page 44: 1 Bidang Unggulan :Sosial,Ekonomi Dan Bahasa Kode/Bidang

42

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, 2010, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan anak di

Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta

Ali Khomsan, dkk, 2015: Indikator Kemiskinan, dan Misklasifikasi Orang Miskin, Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, Jakarta

Antaranews.com ”Pengentasan Kemiskinan Menjanjadi Tanggung jawab Bersama”

Amir Syarifudin, 2005, Hukum Kewarisan Islam, Prenada Media, Jakarta

Budiono, Rahmad, 2010, Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam, Pen. Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Bushar Muhammad, 20010, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta Pradnya Paramita,

Jakarta

Balai Pustaka, 2011, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT Gramedia, Jakarta

Hilman Hadikusuma, 20011, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung,

Jakarta.

Masjfuk Zuhdi, 2010, Masail Fiqhiyah, CV. Haji Mas Agung, Jakarta.

Muderis Zaini, 2010, Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem HUkum, Sinar Grafika, Jakarta

Peksos Room: Definisi anak Terlantar: Kurniawan-ramsen .blogspot.com.

Sholeh, 2010: Kemiskinan: “Telaah dan Beberapa Strategi Penanggulangannya”, dalam Ali

Khohsan dkk.

Simorangkir, JCT, 1996, Kamus Hukum, Aksara Baru, Jakarta

Soepomo, 2010, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pustaka Gramedia, Jakarta

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2010, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), Rajawali Press., Jakarta.

Surojo Wigjodipuro, 2011, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta.