1. bakto agar

Upload: slam4rever

Post on 13-Jul-2015

169 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

RISET TEKNIK EKSTRAKSI BAKTO AGAR UNTUK MIKROBIOLOGI

ABSTRAK Riset teknik ekstraksi bakto agar telah dilakukan. Jenis rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gelidium sp dengan metode ekstraksi tanpa praperlakuan alkali. Pada penelitian tahun 2005 skala yang digunakan adalah skala laboratorium dengan bahan baku 100 gram dan volume air 2 L dan sudah menghasilkan bakto agar yang memenuhi standar dilihat dari kadar abu, kekuatan gel, maupun parameterparameter lainnya. Pada tahun 2006 ini dilakukan ekstraksi dengan jumlah bahan baku yang lebih besar yaitu 2 kg (skale up) dengan volume ekstraksi 60 L. Sebelum ekstraksi dalam skala ini, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan untuk menentukan waktu ekstraksi yang ekonomis. Waktu ekstraksi yang dilakukan adalah 1, 2 dan 3 jam. Parameter yang dianalisis adalah rendemen, kadar air dan kadar abu, kadar abu tak larut asam, kekuatan gel, clarity, titik leleh dan titik jendal. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa waktu ekstraksi selama 2 jam menghasilkan bakto agar yang memenuhi standar dengan rendemen sebesar 12.33%, kadar air 10.41%dan kadar abu 2.1%, kadar abu tak larut asam 0.18%, kekuatan gel 670.72 kg/mm2, titik leleh 77 C dan titik jendal 34 C. Metode pengemasan (botol plastik dan botol kaca) dan uji daya simpan bakto agar hasil ekstraksi skale up dilakukan selama 6 bulan dan sebagai pembanding adalah bakto agar komersial (merk Oxoid, BD). Pengamatan dilakukan setiap bulan sekali, dengan pengamatan meliputi: kadar air , aw , kekuatan gel , pH , clarity , abu, abu tak larut asam, derajat putih, titik leleh dan titik jendal. Parameter mikrobiologi yang diamati meliputi TPC dan diameter koloni. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa bakto agar hasil ekstraksi skala scale up dari rumput laut jenis Gelidium sp sudah memenuhi standar mutu bakto agar komersial dan uji daya simpan bakto agar dalam proses penyimpanan selama 1 bulan pada pengemasan dalam botol plastik maupun botol kaca tidak berpengaruh terhadap kualitas bakto agar. Kemampuan bakto agar hasil penelitian sama dengan bakto agar komersial dalam menumbuhkan bakteri.

1

PENDAHULUAN

Salah satu potensi rumput laut yang dimiliki Indonesia adalah jenis agarophyt yang dapat diolah menjadi bakto agar untuk keperluan laboratorium. Hasil penelitian ekstraksi bakto agar tahun 2005 dari jenis Gelidium sp. dan Rhodymenia ciliata telah mendapatkan bakto agar yang memenuhi persyaratan komersial. Mengingat tingginya kebutuhan bakto agar dalam negeri yang selama ini masih mengandalkan produk impor, maka potensi pengembangan industri bakto agar dalam negeri sangat besar dan diharapkan mampu menekan angka impor produk olahan rumput laut. Selain itu berkembangnya industri ini diharapkan mampu menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan penggunaan bahan baku rumput laut yang selama ini belum dapat diolah di dalam negeri. Jenis rumput laut yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Gelidium sp, mengingat selama ini pemanfaatan rumput laut ini masih sangat terbatas dan masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering. Hasil penelitian tahun 2005 menunjukkan bahwa rumput laut ini mampu menghasilkan bakto agar dengan kekuatan gel yang tinggi dan telah memenuhi persyaratan bakto agar komersial. Penelitian yang akan dilakukan adalah skale up teknik ekstraksi, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu uji kemampuan sebagai media untuk menumbuhkan bakteri serta cara pengemasan dan daya simpan produk akan dilakukan untuk menunjang usaha komersialisasinya. Bakto agar adalah agar-agar yang memiliki kualitas tertentu sehingga memungkinkan untuk digunakan dalam keperluan mikrobiologi seperti media untuk hitung bakteri dsb. Beberapa persyaratan standar untuk bakto agar adalah kekuatan gel (gel strength) min. 400 g/cm2, abu 4,5%, air 15%, pH 7-7,5, abu tak larut asam max. 1%. Sampai saat ini keperluan bakto agar dalam negeri masih sepenuhnya mengandalkan dari impor, meskipun produksi rumput laut penghasil agar di dalam negeri cukup tinggi. Beberapa jenis rumput laut penghasil agar di Indonesia adalah kades (Gelidium sp), Bludru (Rhodymenia Cilialata), bulu merak (Gelidiella sp), Agar merah (Gracilaria sp). Potensi rumput jenis Geldidium sp. cukup besar yaitu sekitar 4500 ton/tahun (Atmadja, et.al. 1996). Selama ini pemanfaatan Gelidium sp sebagian besar masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering atau sebagai campuran bahan baku

2

industri agar di dalam negeri.

Penggunaan sebagai bahan baku utama industri

pengolahan agar di dalam negeri umumnya masih kalah dibanding jenis lain seperti Gracilaria sp karena kualitas rumput laut yang rendah yang disebabkan karena tingginya tingkat bahan pengotor, banyaknya rumput laut lain sebagai pencampur, serta teknologi ekstraksinya yang lebih sulit. Meskipun demikian rumput laut ini memiliki potensi sebagai penghasil agarose yang bernilai tinggi, sehingga permintaan dunia akan rumput laut ini relatif tetap tinggi. Di beberapa negara maju jenis rumput laut ini digunakan sebagai bahan baku untuk industri agarose yang banyak digunakan dalam bidang bioteknologi seperti: gel elektroforesis, imunologi, media kultur mikroorganime, kolom khromatografi, teknik imobilisasi enzim dll. Hasil penelitian tentang ekstraksi agar yang telah dilakukan umumnya baru menghasilkan agar untuk food grade dan belum memenuhi kriteria untuk bakto agar. Beberapa kelemahan yang menyebabkan tidak masuknya kualitas agar ke dalam bakto agar umumnya adalah rendahnya gel strength, tingginya kadar abu dan abu tak larut asam (Suryaningrum, et.al, 1994, Utomo et.al. 1990). Selain itu untuk rumput laut Gelidium sp. juga terkendala oleh rendahnya rendemen yang dihasilkan. Sedangkan untuk rumput laut lain yang rendemennya cukup tinggi seperti agar merah (Gracilaria sp) dan Bludru (Rhodymenia sp) terkendala oleh ketersediaan bahan baku yang tidak kontinyu sepanjang musim.

Agar-Agar Agar-agar adalah produk ekstraksi rumput laut merah (agarophyte) (Winarno, 1990). Menurut Chapman dan Chapman (1980), agarophyte yang paling penting adalah jenis Gelidium sp, Gracilaria sp, Pterocladia sp, Acanthopeltis japonica dan Ahnfeltis plicata. Agar-agar merupakan kompleks polisakarida linier yang mempunyai berat molekul 120.000, tersusun dari beberapa jenis polisakarida, antara lain: 3,6-anhidro Lgalaktosa, D-galaktopiranosa dan sejumlah kecil metil D-galaktosa. Agar-agar adalah produk kering tak berbentuk (amorphous), mempunyai sifat seperti gelatin. Alga laut makro kelompok agarophyte molekul agar-agar terdiri dari rantai linier galaktan. Galaktan adalah polimer dari galaktosa. Dalam menyusun senyawa agar-agar, galaktan dapat berupa rantai linier yang netral maupun sudah berasosiasi dengan metil atau asam sulfat. Galaktan yang sebagian monomer

3

galaktosanya membentuk ester dengan metil disebut agarosa sedangkan galaktan yang tersesterkan dengan asam sulfat disebut agaropektin.

Komposisi Agar-agar Walaupun kaya akan karbohidrat, agar-agar bukanlah sumber energi yang baik karena sebagian besar berupa polisakarida kompleks yang sukar dicerna sehingga sering digunakan untuk keperluan diet sedangkan kandungan proteinnya selain sangat sedikit juga sangat rendah nilai biologisnya (Susanto et al, 1978). Agar-agar juga mengandung berbagai jenis mineral (trace element) seperti halnya rumput laut, terutama kalsium dan potasium dalam perbandingan yang cukup baik untuk nutrisi. Kandungan kimia agar-agar secara umum disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Kimia Agar-Agar Parameter Kalori (kal) Protein (gram) Lemak (gram) Total Karbohidrat Serat (gram) Abu (gram) Kalsium (miligram) Agar-agar 55.00 0.2 0.1 15.0 0.1 0.4 119.0 Parameter Sodium (miligram) Potasium (miligram) Thiamin (miligram) Riboflavin (miligram) Niacin (miligram) Besi (miligram) Pospor (miligram) Agar-agar 10.0 20.0 0.01 0.04 0.1 2.9 5.0

Sifat Fisik dan Kimia Agar-agar Agar-agar tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas. Pada suhu 32-39C terbentuk gel dan tidak meleleh dibawah suhu 35C (Soegiarto et al, 1978). Agar-agar dengan kemurnian tinggi tidak larut pada suhu 25C, larut dalam air panas, etanol amida dan formalin (Winarno, 1990). Gel agar-agar dapat dibentuk dalam larutan yang sangat encer yang mengandung fraksi 1 % agar-agar. Karakteristik gel agar-agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh tertentu. Kekuatan gel agar-agar sangat tergantung pada perbandingan kandungan agarosa terhadap agaropektin, gel yang terbentuk akan semakin kuat (Winarno, 1990).

4

Gel agar-agar bersifat thermoreversible, yaitu pada suhu diatas titik leleh fase gel akan berubah menjadi fase sol dan sebaliknya, tetapi fase transisi tidak terjadi pada suhu yang sama. Gel agar-agar bersifat cukup stabil. Gel yang dibuat dari agar-agar dengan kekuatan gel yang tinggi dapat memiliki kestabilan yang sama dengan agar-agar kering jika disterilisasi dan disimpan secara hermatis. Gel agar-agar lebih stabil dibandingkan gel dari koloid alami lain karena hanya ada sedikit mikroorganisme dan enzim yang dapat mendegradasinya (Selby dan Wynne, 1973).

Agarosa Agarosa adalah salah satu fraksi penyusun agar-agar merupakan polimer pembentuk gel yang netral dan sedikit mengandung sulfat. Fraksi yang lain adalah agaropektin, dikenal sebagai polimer sulfat. Rasio kedua jenis polimer tersebut bervariasi dan persentase agarosa dalam agar-agar berkisar antara 50-90 %, tergantung pada spesiesnya. Perbedaan komposisi kimia dari agarosa dan agaropektin disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Komposisi Kimia Agarosa dan Agaropektin

Senyawa penyusun Abu (%) Ion Sulfat (%) Asam Uronik Asam Piruvat Sumber: Chapman dan Chapman (1980)

Agarosa 0.06-0.20 0.02-0.04 -

Agaropektin 5.1-9.9 3.7-9.7 ++ 1.3

Definisi Agarosa menurut Duckworth dan Yaphe (1971) dalam Renn (1986) adalah suatu campuran molekul-molekul agar-agar dengan muatan yang paling rendah, sehingga memiliki kemampuan membntuk gel yang kuat yang difraksionisasi dari seluruh kompleks molekul agar-agar dan dibedakan dengan adanya muatan ion yang menutupinya.

5

Tabel 3. Kandungan Agarosa dari Beberapa jenis Rumput Laut Jenis Rumput Laut Gelidium amansii Gelidium subcostatum Gelidium japonicum Pteroclodia tenuis Acanthopeltis japonicum Campylaephora hypnoides Gracilaria verrucosa Geranium bodydenii Sumber: Chapman dan Chapman (1980) Spesies yang berbeda akan menghasilkan perbandingan agarosa dan agaropektin berbeda pula (Chapman dan Chapman, 1980). Perbandingan agarosa terhadap agaropektin pada genus Gracilaria sekitas 20:1, jauh lebih besar daripada genus Gelidium yang mempunyai perbandingan 5:1 (Winarno, 1990). Kandungan agarosa juga ditentukan oleh metode produksi dan kandungan sulfat dari agar-agar yang diekstraksi (Chapman dan Chapman, 1980). Kandungan agarosa dari beberapa spesies rumput laut disajikan pada Tabel 3. Kandungan Agarosa 61 89 69 85 28 55 61 82

Bakto Agar Bakto agar merupakan agar yang telah dimurnikan dengan mereduksi kandungan pigmen-pigmen pengotor dan kandungan bahan-bahan asing (organik dan inorganik) serendah mungkin sehingga dapat mendukung pertumbuhan mikroba secara umum (Gelrited, 2003 dalam Abdullah, 2004). Pemanfaatan sebagai media kultur mikroorganisme ini belum berubah sejak Dr. Robert Koch memakai pertama kalinya tahun 1982 untuk kultur media bakteri tuberkulosa. Dengan kemajuan teknik rekombinasi DNA dan fusi sel, maka kegiatan seleksi, kloning dan propagasi mikroorganisme yang direkayasa juga dilakukan dalam media agar (Rasyid et al., 1998).

6

Bakto agar biasa digunakan untuk media kultur bakteri patogen maupun bakteri non-patogen. Sebanyak 1/6 dari total produksi agar-agar yang ada di Amerika Serikat digunakan untuk keperluan mikrobiologi sebagai media kultur bakteri (Anonimous, 2004a). Permintaan pasaran internasional untuk agar-agar yang digunakan sebagai media kultur bakteri terus meningkat (Winarno, 1990). Pemanfaatan bakto agar untuk bidang mikrobiologi di dalam negeri juga semakin meningkat. Namun produksi bakto agar belum mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Salah satu solusi adalah dengan membuat bakto agar produksi dalam negeri dengan karakteristik mutu yang diharapkan sama dengan bakto agar impor. Bakto agar yang digunakan sebagai kultur media memiliki beberapa karakteristik yaitu memiliki kekuatan gel, tingkat elastisitas, kejernihan dan stabilitas yang baik (Anonimous, 2004a). Food grade agar memiliki kisaran kekuatan gel antara 150 250 gram/cm2, sedangkan bakto agar memiliki kisaran kekuatan gel berkisar antara 400 - 500 gram/cm2 untuk reguler grade, 500 650 gram/cm2 untuk standard grade dan di atas 650 gram/cm2 untuk premium grade (Anonimous, 2004b).

Tabel 4. Spesifikasi Bakto Agar Komersial (Supreme Marine Chemical) Parameter/Parameter Standar/Standard Premium Reguler/Regular Kadar air / moisture content (maks/max) Kadar abu / ash content (maks/max) Kekuatan gel / Gel strength (gram/cm2) Sumber : Anonimous (2004b). Pengemasan Pengemasan dilakukan untuk melindungi bahan pangan dari kontaminasi yang berarti, melindungi terhadap mikroorganisme dan kotoran, serta tahan terhadap serangga atau binatang pengerat lainnya. Wadah yang digunakan harus bersifat non toksik dan inert, sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, rasa dan perubahan lainnya. Contoh wadah yang digunakan adalah kaleng, botol gelas, plastik atau kertas (Winarno et.al, 1980) 15% 12% 9%

4.5% 400-500

4% 500650

1% > 650

7

BAHAN DAN METODE Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Gelidium sp (kades). Rumput laut jenis Gelidium sp dilakukan proses pemisahan, pembersihan dan sortasi bahan baku dari jenis rumput laut lain, karang, pasir, sampah dan lain-lain. Rumput laut yang telah disortasi kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih hingga tidak ada kotoran yang menempel pada rumput laut tersebut. Proses selanjutnya melakukan pengeringan terhadap rumput laut hasil panen. Proses pengeringan bertujuan untuk memudahkan pada tahapan transportasi bahan baku. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan bantuan sinar matahari hingga kering. Proses pengeringan dilakukan dengan menjemur rumput laut dengan menggunakan para-para atau dengan menjemurnya diatas tanah dengan diberi alas terlebih dahulu. Bahan baku yang telah kering lalu dikemas dengan menggunakan karung plastik untuk siap dibawa ke laboratorium Pengolahan, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Metode Bahan baku dicuci dengan air bersih dan dipucatkan dengan NaOCl 2% selama 60 menit, selanjutnya dicuci sampai netral dan dikeringkan. Selanjutnya bahan baku siap diekstrak untuk kegiatan penelitian. 1. Penelitian pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan ekstraksi pendahuluan untuk

menentukan waktu ekstraksi yang ekonomis. Waktu ekstraksi yang dilakukan adalah 1, 2 dan 3 jam. Beberapa pengamatan yang dilakukan untuk menentukan waktu ekstraksi terbaik adalah rendemen bakto agar, kadar air dan kadar abu (AOAC, 1984), kadar abu tak larut asam (AOAC, 1984), kekuatan gel menggunakan Tekstur Analyzer TA XTPlus, kadar sulfat dengan metode gravimetri (Anonim, 1991), clarity, titik leleh dan titik jendal (Stanley, 1966). 2. Penelitian Utama Pada penelitian ini dilakukan skale up teknik ekstraksi bakto agar dari skala laboratorium dengan bahan baku rumput laut sebanyak 100 gram ditingkatkan menjadi 2 kg rumput laut dengan waktu ekstraksi yang telah ditetapkan dari hasil penelitian

8

pendahuluan. Penentuan kapasitas ini berdasarkan tersedianya alat ekstraksi yang ada di BBRP2B. Diagram alur ekstraksi bakto agar dari Gelidium Sp terlihat pada Gambar 1.Rumput laut Gelidium Sp Pencucian dengan air Sortasi Pencucian dengan air

Perendaman Larutan NaOCl 2 % (t=60 menit)

Pencucian Pengeringan Perendaman dalam air (t=1 malam) Ekstraksi (T=121C, t=2 jam, P=1,1 atm) Penyaringan dan Penjendalan

Pembekuan Thawing Penarikan air dari Baktoagar dengan IPA Pengeringan di Oven T=50C Penepungan

Bakto AgarGambar 1. Diagram alur ekstraksi bakto agar dari Gelidium Sp

9

Metode pengemasan dan uji daya simpan akan dilakukan untuk melihat kemampuan produk bakto agar bertahan selama penyimpanan sebagai pembanding adalah bakto agar komersial. Metode pengemasan yang dilakukan adalah penyimpanan dalam botol plastik dan botol gelas dengan waktu penyimpanan dilakukan selama 6 bulan. Pengamatan dilakukan setiap bulan sekali, meliputi parameter: kadar air, aw menggunakan aw meter, kekuatan gel, pH, clarity, abu, abu tak larut asam, derajat putih, titik leleh, dan titik jendal. Hasil bakto agar akan diuji cobakan untuk keperluan mikrobiologi yaitu sebagai media untuk penentuan hitung bakteri total (TPC) dengan dibandingkan bakto agar komersial.

3.

Prosedur Pengujian

Rendemen Rendemen agar dihitung berdasarkan berat rumput laut bersih kering. Pengukuran dengan menimbang bakto agar yang dihasilkan dibagi dengan berat rumput laut kering yang diekstraksi, sebagai berikut.:

Rendemen (%) = Berat agar-agar kering (g) Berat Rumput Laut (g)

x 100%

Kadar air (AOAC, 1995). Cawan porselin kosong dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Contoh yang akan ditentukan kadar airnya ditimbang sebanyak 1-2 gram. Cawan yang telah berisi contoh dimasukan ke dalam oven bersuhu 105 oC sampai beratnya konstan.

10

Cawan beserta isinya kemudian dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan kemudian ditimbang. Kadar air (%) = Kehilangan Bobot (g) Berat Contoh (g) x 100%

Kadar abu (AOAC, 1995) Contoh yang telah diuapkan airnya dimasukan ke dalam tanur bersuhu 600 oC, sebelumnya berat cawan kering dan berat contoh telah diketahui. Proses penguapan dilakukan sampai semua bahan berubah warna menjadi abu-abu, kemudian contoh ditimbang, kadar abu dihitung dengan rumus:

Kadar abu ( % ) = Berat abu (g) x 100% Berat sample (g)

Gelling Point/Titik Jendal (Suryaningrum dan Utomo, 2002) Sebanyak 1,5 gram bahan ditimbang dan dilarutkan dalam akuades sehingga konsentrasinya 1,5 %. Larutan tersebut dididihkan dalam waterbath selama 5 menit. Kemudian dituangkan sekitar 25 mL ke dalam tabung reaksi. Tabung tersebut diletakkan pada rak. Sampel diturunkan suhunya secara perlahan-lahan dengan cara menempatkan pada wadah yang telah diberi pecahan es. Titik jendal ditentukan tepat pada saat sensor dapat mengangkat gel dalam tabung reaksi.

Melting Point/Titik Leleh (Suryaningrum dan Utomo, 2002) Larutan bakto agar dengan konsentrasi 1.50 % disiapkano

dengan aquades.

Sampel disimpan didalam refrigerator pada suhu 10 C selama 17 + 2 jam. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan cara memanaskan gel dalam waterbath. Di atas gel tersebut diletakan gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar maka suhu tersebut ditentukan sebagai titik leleh sampel.

Derajat Putih Analisa warna dilakukan dengan menggunakan kornameter. Alat dikalibrasi dengan standar berwarna putih, kemudian dilakukan pengukuran terhadap sample.

11

Kekuatan Gel Larutan baktoagar dengan konsentrasi 1.50 % (b/v) dilarutkan dalam aquades. Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer sampai homogen kemudian dipanaskan sampai suhu 60 oC selama 15 menit. Tuang larutan dalam Standard Bloom Jars (Botol dengan diameter 58 60 mm, tinggi 85 mm), tutup dan diamkan selama 2 menit. inkubasi pada suhu 10 oC selama 17+2 jam. Selanjutnya diukur menggunakan alat TA-XT Plus Texture Analyzer pada kecepatan probe 0,5 mm/s dengan kedalaman 25 mm dengan kontak area 126.612 mm2. Kekuatan gel dinyatakan dalam satuan kg/mm2.

Derajat Keasaman (pH) Larutan baktoagar dengan konsentrasi 1.5 % (b/v) disiapkan dengan aquades. Larutan sampel dipanaskan pada suhu 70 oC dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer, kemudian diukur derajat keasamannya dengan pH meter.

Uji Mikrobiologi Pengujian mikrobiologi ini untuk melihat performance sampel bactoagar khususnya kemampuannya dalam menumbuhkan bakteri ketika digunakan bersama komponen media pertumbuhan lainnya. Bahan yang digunakan adalah bakto agar, nutrien broth dan Bakteri uji (monokultur Gram negative, monokultur Gram positif dan mixed culture. Alat yang digunakan adalah Laminair, autoclaf, inkubator, shaker inkubator, petridish. Pada pembuatan media, pertama-tama disiapkan media NB sebanyak yang diperlukan (sesuai total jumlah sampel), setelah dilarutkan dengan akuades, dibagi kedalam sejumlah erlenmeyer, dan kedalam masing-masing erlenmeyer tersebut ditambahkan bakto agar sesuai yang diuji dengan jumlah yang sama. Sebelum dilakukan sterilisasi dilakukan pengecekan pH akhir medium memakai kertas pH. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121 oC, 1 atm. Pada persiapan bakteri uji, untuk monokultur (digunakan isolat murni atau bakteri tertentu yang sudah jelas identitasnya), lakukan penyegaran dulu dalam medium NB. Kultur cair segar kemudian diinokulasikan kedalam masing-masing medium (dengan metode tuang atau spread) dan diinkubasi pada 37 oC selama 48 jam. Hitung TPC dan

12

amati diameter koloni. Untuk mixed culture, dilakukan seperti pengujian TPC pada umumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL 1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan beberapa pengamatan yaitu rendemen, kadar air dan kadar abu, kadar abu tak larut asam, kekuatan gel, kadar sulfat, clarity, titik leleh dan titik jendal.

Tabel 5. Analisis Bakto Agar pada penelitian pendahuluan

PERLAKUAN

Waktu Ekstraksi 1 jam 2 jam 12.33 10.41 2.10 670.72 0.18 34 77 7.1 clear 3 jam 13.20 10.95 3.68 615.27 0.31 25 67 6.65 clear

Standar *)

Rendemen Air (%) Abu (%) Gel Strength (g/cm2) Abu tak larut asam Titik jendal Titik leleh pH Clearity

8.29 10.34 2.16 115.80 0.38 33.5 71 6.9 clear