07. modul blu-edited.doc

Upload: nurfitrianiulfah

Post on 09-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Modul Pelatihan Teknis

KATA PENGANTAR

Kami ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun modul panduan dalam pengelolaan dan penatausahaan keuangan negara dengan nama Modul Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Penyusunan modul ini bertujuan agar para pengguna modul memiliki panduan dalam pengelolaan keuangan negara yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah menjadi tanggung jawabnya.

Modul ini disusun oleh Tim Penyusunan/Reviu Modul Penyuluh Perbendaharaan untuk Modul Badan Layanan Umum yang terdiri dari pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya dan telah dikaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Modul ini disusun berdasarkan fungsi pengelolaan keuangan negara dengan sistematika penulisan uraian detail pemaparan yang merupakan penjabaran dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga memudahkan dalam pemahamannya.

Semoga Modul Badan Layanan Umum ini bermanfaat bagi semua pihak dan khususnya bagi Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.

Jakarta, Mei 2013Penyusun,

Direktorat Jenderal PerbendaharaanDAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................................... ivGLOSARIUM ...................................................................................................................... v1BAB I

1PENDAHULUAN

1A.LATAR BELAKANG

2B.MAKSUD DAN TUJUAN

21.Tujuan Instruksional Umum

22.Tujuan Instruksional Khusus

3C. RUANG LINGKUP

4BAB II

4PENGERTIAN, TUJUAN, DAN AZAS

4A.PENGERTIAN

4B.TUJUAN DAN AZAS

6BAB III

6PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

6A.PERSYARATAN MENJADI BLU

61. Persyaratan Substantif

62. Persyaratan Teknis

83. Persyaratan Administratif

12B.PENETAPAN BLU

121. Status BLU Secara Penuh

122. Status BLU Bertahap

13C. PENCABUTAN STATUS BLU

14BAB IV TATA KELOLA

14A.KELEMBAGAAN

14B.DEWAN PENGAWAS

14C. PEJABAT PENGELOLA

151. Pemimpin BLU

152. Pejabat Keuangan BLU

153. Pejabat Teknis BLU

15D.KEPEGAWAIAN

16E.SATUAN PEMERIKSAAN INTERN

16F.TATA HUBUNGAN KERJA

16G.REMUNERASI

18BAB V STANDAR DAN TARIF LAYANAN

18A. STANDAR LAYANAN

18B. TARIF LAYANAN

20BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

20A. RENCANA STRATEGIS BISNIS

21B. RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN (RBA)

29BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

29A. PENGELOLAAN PENDAPATAN BLU

35B.DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN BLU

35C. REVISI RBA DEFINITIF DAN DIPA BLU

43BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

43A. PENGELOLAAN KAS

45B. PENGELOLAAN PIUTANG

47C. PENGELOLAAN UTANG

49D. PENGELOLAAN INVESTASI

49E. PENGELOLAAN BARANG

51F. PENYELESAIAN KERUGIAN

52BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN

52A. AKUNTANSI

55B.PELAPORAN

60C. PERTANGGUNGJAWABAN

61BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

61A.PEMBINAAN

61B.PENGAWASAN OLEH DEWAN PENGAWAS

63C. PEMERIKSAAN

631.PEMERIKSAAN OLEH PEMERIKSA INTERNAL

642.PEMERIKSAAN OLEH PEMERIKSA EKSTERNAL

66BAB XI SOAL LATIHAN DAN STUDI KASUS

66A. SOAL LATIHAN

68B. STUDI KASUS

Daf tar Pustaka72

Lampiran-Lampiran74Lampiran 1Prosedur Kerja Penilaian dan Penetapan BLU

Lampiran 2Sistematika RBA BLU

Lampiran 3aNeraca

Lampiran 3bLA Satker BLU Penuh

Lampiran 3cLA Satker BLU Bertahap

Lampiran 3dLAK Metode Langsung

Lampiran 3eLAK Metode Tidak LangsungDAFTAR SINGKATAN

APBN:Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BLU:Badan Layanan Umum

BPK:Badan Pemeriksa Keuangan

BPKP:Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

DIPA:Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

PK BLU:Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

PNBP:Pendapatan Negara Bukan Pajak

PPK BLU:Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

RBA:Rencana Bisnis dan Anggaran

RKA K/L:Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga

RM:Rupiah Murni

SAK:Standar Akuntansi Keuangan

SAP:Standar Akuntansi Pemerintahan

SDM:Sumber Daya Manusia

SP2D:Surat Perintah Pencairan Dana

SPI:Satuan Pemeriksaan Intern

SPM:Standar Pelayanan Minimum

SPM:Surat Perintah Membayar

SP3B BLU:Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja Badan Layanan Umum

SP2B BLU:Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja Badan Layanan Umum

GLOSARIUM

1. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas

2. Dewan Pengawas BLU adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU.

3. Ikhtisar RBA adalah ringkasan RBA yang berisikan program, kegiatan dan sumber pendapatan, dan jenis belanja serta pembiayaan sesuai dengan format RKA K/L dan format DIPA BLU.

4. Kementerian Negara/lembaga adalah kementerian nagara/lembaga pemerintah yang dipimpin oleh menteri/pimpinan lembaga yang bertanggung jawab atas bidang tugas yang diemban oleh suatu BLU.

5. Pejabat Pengelola adalah Pimpinan BLU yang bertanggungjawab terhadap kinerja operasional BLU yang terdiri dari Pemimpin, Pejabat Keuangan, dan Pejabat Teknis, yang sebutannya dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada BLU yang bersangkutan.

6. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) adalah pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.7. Persentase Ambang Batas adalah besaran persentase realisasi belanja yang diperkenankan melampaui anggaran dalam DIPA BLU.

8. Pola Anggaran Fleksibel adalah pola anggaran yang penganggaran belanjanya dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang setidaknya proporsional.

9. Praktik bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.

10. Remunerasi adalah imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun.

11. Rencana Bisnis dan Anggaran BLU (RBA) adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.

12. Satuan Kerja Instansi pemerintah adalah setiap kantor atau satuan kerja yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/barang atau kuasa pengguna anggaran/barang.

13. Sistem Akuntansi BLU adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan keuangan BLU.

14. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh ikatan profesi akuntansi dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai entitas usaha.

15. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan Pemerintah.

16. Standar Pelayanan Minimum (SPM) adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat.Persentase Ambang Batas adalah besaran persentase realisasi belanja yang diperkenankan melampaui anggaran dalam DIPA BLU.

BAB I

PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGPaket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi yang signifikan di bidang keuangan negara. Salah satu dari reformasi yang menonjol adalah pergeseran dari penganggaran tradisional yang sekedar membiayai masukan (input) atau proses ke penganggaran berbasis kinerja yang memperhatikan apa yang akan dihasilkan (output).

Orientasi pada output telah dianut luas oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik untuk mendorong peningkatan pelayanan.Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah dituangkan dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas dengan sebutan Badan Layanan Umum (BLU). Pengaturan lebih lanjut tentang pengelolaan keuangan BLU diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU) diharapkan dapat menyuburkan pewadahan baru bagi pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Sebagai suatu format baru pengelolaan keuangan negara, pengelolaan keuangan BLU belum dipahami sebagian besar kalangan.Adanya suatu panduan untuk memahami pengelolaan keuangan BLU dirasa perlu untuk disusun.Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan berupaya memberikan panduan tersebut melalui penyusunan modul terkait dengan pengelolaan keuangan BLU.

B. MAKSUD DAN TUJUAN1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan para pengguna modul dapat memahami pengertian, tujuan, dan azas BLU;persyaratan, penetapan, dan pencabutanstatus BLU;tata kelola BLU; standard dan tarif layanan BLU; perencanaan dan penganggaran BLU; pelaksanaan anggaran BLU; pengelolaan keuangan dan barang BLU;akuntansi, pelaporan; dan pertanggungjawaban BLU; serta pembinaan, pengawasan , dan pemeriksaan BLU.2. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari modul ini, para pengguna modul diharapkan akan dapat :

1. Menjelaskan pengertian BLU.

2. Menjelaskan tujuan penerapan pengelolaan keuangan BLU oleh instansi di lingkungan pemerintah.

3. Menjelaskan asas-asas pengelolaan keuangan BLU.

4. Menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instansi pemerintah untuk dapat menerapkan PK BLU.

5. Menjelaskan proses penetapan suatu instansi pemerintah untuk diberikan ijin menerapkan PK BLU.

6. Menjelaskan proses pencabutan status BLU.

7. Menjelaskan kelembagaan BLU.

8. Menjelaskan Dewan Pengawas BLU.

9. Menjelaskan pejabat pengelola BLU.

10. Menjelaskan kepegawaian BLU.

11. Menjelaskan Satuan Pemeriksaan Intern BLU.

12. Menjelaskan tata hubungan kerja BLU.

13. Menjelaskan remunerasi BLU.

14. Menjelaskan standar layanan yang harus dipenuhi oleh BLU.

15. Menjelaskan tarif layanan BLU.

16. Menjelaskan rencana strategis bisnis BLU.

17. Menjelaskan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU.

18. Menjelaskan pengelolaan pendapatan BLU.

19. Menjelaskan dokumen pelaksanaan anggaran BLU.

20. Menjelaskan revisi dokumen pelaksanaan anggaran BLU.

21. Menjelaskan pengelolaan kas BLU.

22. Menjelaskan pengelolaan piutang BLU.

23. Menjelaskan pengelolaan utang BLU.

24. Menjelaskan pengelolaan investasi BLU.

25. Menjelaskan pengelolaan barang BLU.

26. Menjelaskan penyelesaian kerugian BLU.

27. Menjelaskan akuntansi BLU.

28. Menjelaskan pelaporan keuangan BLU.

29. Menjelaskan pertanggungjawaban atas keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan BLU.

30. Menjelaskan pembinaan BLU.

31. Menjelaskan pengawasan oleh Dewan Pengawas BLU.

32. Menjelaskan pemeriksaan oleh pemeriksa internal BLU.33. Menjelaskan pemeriksaan oleh pemeriksa eksternal BLU.Maksud dan tujuan dari modul Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah memberikan pedoman bagi instansi pemerintah, masyarakat, dan stakeholders lainnya untuk dapat memahami dan/atau menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU sebagai suatu pola manajemen keuangan sektor publik dalam rangka peningkatan pelayanan.C. RUANG LINGKUPDalam rangka meningkatkan kualitas penatausahaan pengelolaan keuangan negara, Direktorat Jenderal Perbendaharan memandang perlu untuk menyusun pedoman/panduan pengelolaan keuangan negara tingkat satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan dalam bentuk modul. Salah satu modul tersebut adalah Modul Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Ruang lingkup modul Pengelolaan Keuangan BLU sebagai bagian Modul Pengelolaan Keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan atau Satuan Kerja meliputi: pendahuluan; pengertian, tujuan dan asas; persyaratan, penetapan, dan pencabutan status; tata kelola; standar dan tarif layanan; perencanaan dan penganggaran; pelaksanaan anggaran; pengelolaan keuangan dan barang; akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban; pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan; dan penutup.

Pengelolaan Keuangan BLU pada modul ini membahas pengelolaan keuangan BLU di lingkungan pemerintah pusat.

BAB II

PENGERTIAN, TUJUAN, DAN AZAS

A. PENGERTIANDefinisi Badan Layanan Umum (BLU) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Dalam mengelola keuangannya, BLU menerapkan pola keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.Pola pengelolaan keuangan ini disebut Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).

Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU) diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional.Instansi dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon.Penetapan sebagai BLU adalah terkait pola pengelolaan keuangannya, bukan dalam kelembagaannya. Sehingga pengertian instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk pada definisi tersebut diatas tidak berarti suatu instansi pemerintah yang akan menerapkan PK BLU harus membentuk satker yang baru. Dalam hal instansi pemerintah tersebut perlu mengubah status kelembagaannya untuk menerapkan PK BLU, baru dilakukan perubahan statuskelembagaan dengan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.B. TUJUAN DAN AZASBLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang sehat.

Sedangkan asas-asas BLU adalah sebagai berikut:

1. BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.

2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementerian Negara/Lembaga dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari Kementerian Negara/Lembagasebagai instansi induk.

3. Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.

4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.

6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga.

7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.

BAB III

PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

A. PERSYARATAN MENJADI BLUSatuan kerja instansi pemerintah dapat menerapkan PK BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.1. Persyaratan Substantif

Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah bersangkutan :

a) Menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :

1) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum.

Contoh instansi yang menyelenggarakan penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum adalah instansi pelayanan bidang kesehatan seperti: rumah sakit, instansi penyelenggaraan pendidikan, serta instansi pelayanan jasa penelitian dan pengujian;

2) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum.

Contoh instansi yang melaksanakan kegiatan pengelolaan wilayah atau kawasan secara otonom adalah otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet); dan/atau

3) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.

Contoh instansi yang melaksanakan pengelolaan dana adalah pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola penerusan pinjaman, dan pengelola tabungan perumahan.

b)Bidang layanan umum tersebut merupakan kegiatan pemerintah yang bersifat operasional, dan dalam menyelenggarakan pelayanan umum satker tersebut menghasilkan barang/jasa semi publik (quasi public goods).Pengertian barang/jasa semi publik (quasi public goods) adalah barang/jasa yang seharusnya disediakan oleh pemerintah, tetapi juga dapat disediakan oleh swasta (private).2. Persyaratan Teknis

Persyaratan teknis instansi pemerintah bersangkutan terpenuhi apabila :

a) Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan; dan

b) Kinerja keuangan satuan kerja yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

Kinerja keuangan yang ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan, mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.Kinerja keuangan instansi pemerintah berupa prestasi yang berhasil dicapai oleh Pengguna Anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan. Informasi tentang kinerja ini relevan dengan perubahan paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara jelas keluaran (output) dari setiap kegiatan dan hasil (outcome) dari setiap program. Sehingga, kinerja keuangan yang sehat adalah apabila keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai telah sesuai dengan yang ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran.

Contoh :

Kasus 1

Sebuah balai diklat di bawah K/L akan dikembangkan menjadi satker BLU. Balai diklat tersebut sudah berjalan selama lebih dari 2 tahun anggaran. Seluruh pembiayaan balai diklat diperoleh dari alokasi rupiah murni APBN dan menginduk pada satker Sekretariat Jenderal K/L. Ke depan, balai diklat dimaksud akan diarahkan untuk melayani masyarakat luas dan memperoleh pendapatan yang signifikan.

Analisis :

Seyogyanya tidak dikembangkan menjadi satker BLU, mengingat balai diklat dimaksud bukan merupakan satker mandiri dan tidak mempunyai pendapatan yang signifikan.

Kasus 2

Sebuah balai diklat mempunyai tenaga pengajar yang andal dan mempunyai kompetensi khusus di bidangnya yang sangat dibutuhkan masyarakat/instansi lain. Pendapatan yang diperoleh balai diklat dimaksud berfluktuatif sesuai dengan jumlah siswa setiap tahunnya.Untuk menampung keinginan tenaga pengajar, maka disusunlah rencana menjadi satker BLU dengan maksud agar penyelenggaraan kegiatan sampingan tenaga pengajar dimaksud menjadi legal.

Analisis :

Dapat dikembangkan menjadi satker BLU sepanjang yang dilayani masyarakat luas, terlepas dari motivasi awal pengembangan BLU. Namun demikian, masih perlu dipertimbangkan persyaratan teknisnya, yaitu pendapatan PNBP yang dihasilkan dan jumlah asset yang dimiliki.

3. Persyaratan Administratif

Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :

a) Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat.

Pernyataan kesanggupan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam lampiran PMK No.119/PMK.05/2007 dan bermaterai, ditandatangani oleh Pimpinan Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan untuk menerapkan PK BLU dan disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.

b) Pola Tata Kelola (corporate governance).Merupakan peraturan internal Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang menetapkan:

1) Organisasi dan tata laksana, mencakup:

(a) Struktur organisasi yang menggambarkan posisi jabatan yang ada pada satker yang menerapkan PK BLU dan hubungan wewenang/tanggung jawab antar jabatan dalam pelaksanaan tugas;

(b) Prosedur kerja yang menggambarkan wewenang/tanggung jawab masing-masing jabatan dan prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas. Satker yang mengusulkan menerapkan PK BLU harus mempunyai prosedur kerja untuk semua kegiatannya, terutamauntuk kegiatan utama (core business);(c) Pengelompokan fungsi yang logis, bahwa pengelompokan fungsi-fungsi dalam struktur organisasi harus dilakukan secara logis dan sesuai dengan prinsip pengendalian intern;

(d) Ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia. Satker yang menerapkan PK BLU harus mempunyai sumber daya manusia yang memadai untuk dapat menjalankan kegiatan dalam rangka mencapai tujuannya. Ketersediaan SDM mencakup kuantitas SDM, standar kompetensi, pola rekruitmen, dan rencana pengembangan SDM.

2) Akuntabilitas, terdiri dari akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan.

a) Akuntabilitas program, adalah perwujudan kewajiban satker yang menerapkan PK BLU untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan program yang diukur dengan seperangkat indikator kinerja non-keuangan (outcome performance indicator), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Akuntabilitas program ini terkandung antara lain kebijakan-kebijakan, mekanisme atau prosedur, media pertanggungjawaban, dan periodisasi pertanggungjawaban program;

b) Akuntabilitas kegiatan, adalah perwujudan kewajiban satker yang menerapkan PK BLU untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan kegiatan yang diukur dengan seperangkat indikator kinerja non-keuangan (outcome performance indicator), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006. Dalam akuntabilitas kegiatan ini terkandung antara lain kebijakankebijakan, mekanisme atau prosedur, media pertanggungjawaban, dan periodisasi pertanggungjawaban kegiatan;

c) Akuntabilitas keuangan, terkait dengan pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang diamanatkan kepada satker yang menerapkan PK BLU dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya, akuntabilitas keuangan tertuang dalam laporan keuangan yang memberikan informasi atas sumber dana dan penggunaannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia atau standar akuntansi lain untuk bidang bisnis spesifik sesuai dengan karakteristik BLU dan praktik bisnis yang sehat. Dalam akuntabilitas keuangan ini terkandung antara lain kebijakan-kebijakan, mekanismeatau prosedur,media pertanggungjawaban, dan periodisasipertanggungjawaban keuangan.

3) Transparansi, yaituadanya kejelasan tugas dankewenangan, dan ketersediaan informasi kepada publik.

(a) Kejelasan tugas dan kewenangan.

Satker yang menerapkan PK BLU wajib memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan dari masing-masing pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai sehingga pelaksanaan tugas dan kewenangan tersebut dapat dimonitor oleh publik.

(b) Ketersediaan informasi kepada publik.

Satker yang menerapkan PK BLU wajib mengungkapkan semua informasi yang dapat mempengaruhi keputusan stakeholder/publik.Informasi tersebut harus tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat dengan relatif mudah.

c)Rencana strategis bisnis, mencakup antara lain visi, misi, program strategis, dan pengukuran pencapaian kinerja.

1) Visi, yaitu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan;

2) Misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik;

3) Program strategis, yaitu program yang berisi kegiatan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi/kekuatan, kelemahan, peluang, dan kendala/ancaman yang ada atau mungkin timbul (analisis SWOT). Program 5 (lima) tahunan memuat semua program satker yang menerapkan PK BLU yang meliputi antara lain program di bidang pelayanan, keuangan, administrasi, dan sumber daya manusia (SDM);

4) Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja;

5) Indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan, administrasi, dan SDM;

6) Pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang memberikan gambaran capaian kinerja tahun berjalan, penjelasan, dan analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pencapaian kinerja. Pengukuran pencapaian kinerja juga memberikan informasi metode pengukuran kinerja satker yang bersangkutan.

Rencana strategis bisnis satker yang diusulkan harus menunjukkan adanya peningkatan kinerja pelayanan dan keuangan sesudah satker tersebut berstatus BLU.

d) Laporan keuangan pokok, adalah laporan keuangan yang berlaku bagi instansi tersebut yang meliputi:

1) Kelengkapan laporan :

(a) Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional, yaitu laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode pelaporan yang terdiri dari unsur pendapatan dan belanja;

(b) Neraca/Prognosa Neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu;

(c) Laporan Arus Kas, yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan pendanaan selama satu periode akuntansi;

(d) Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalamLaporan Realisasi Anggaran, Neraca/Prognosa Neraca, dan Laporan Arus Kas, disertai laporan mengenai kinerja.

2) Kesesuaian dengan standar akuntansi (standar akuntansi pemerintahan, standar akuntansi keuangan, atau standar akuntansi lain);

3) Hubungan antar laporan keuangan, bahwa unsur-unsur dalam laporan keuangan harus dapat diverifikasi antar laporan;

4) Kesesuaian antara kinerja keuangan dengan indikator kinerja yang ada di rencana strategis bisnis. Rencana strategis bisnis harus dapat diterjemahkan dalam rencana kerja dan proyeksi laporan keuangan satker yang menerapkan PK BLU, sehingga indikator kinerja yang ada di rencana strategis bisnis harus selaras dengan indikator keuangan dalam laporan keuangan;

5) Analisis laporan keuangan, yaitu berupa analisis trend, analisis persentase per komponen, analisis rasio, dan analisis sumber penggunaan dana. Penggunaan metode analisis disesuaikan dengan kebutuhan satker yang bersangkutan dengan mempertimbangkan karakteristik satker. Analisis tersebut digunakan untuk menguraikan lebih lanjut tentang informasi keuangan satker sehingga pengguna laporan keuangan memperoleh informasi tambahan mengenai trend posisi keuangan, trendpendapatan dan biaya, trend arus kas, potensi kemampuan pelayanan publik dan pemenuhan kewajiban dengan sumber daya yang ada di masa yang akan datang, serta kontribusi satker yang menerapkan PK BLU terhadap kesejahteraan masyarakat di masa sekarang dan di masa depan.

e)Standar Pelayanan Minimum (SPM), menggambarkan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang akan menerapkan PK BLU dengan mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan memperoleh layanan. SPM harus mendapat penetapkan dariMenteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. SPM tersebut diperuntukkan khusus untuk satker yang akan menerapkan PK BLU yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang PedomanPenyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimum dan/atau SPM Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan.

Standar Pelayanan Minimum sekurang-kurangnya mengandung unsur:

1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker

Jenis kegiatan mencakup pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan.

2) Indikator pelayanan

Jenis kegiatan atau pelayanan dijabarkan dalam indikator-indikator pelayanan yang dapat diukur.

3) Rencana Pencapaian SPMSatuan kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.

4) Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.

f) Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU. Dalam hal Satuan Kerja Instansi Pemerintah tersebut belum pernah diaudit, Satuan Kerja Instansi Pemerintah dimaksud harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang disusun mengacu pada format yang tercantum dalam lampiran PMK No.119/PMK.05/2007.

B. PENETAPAN BLUMenteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK BLU kepada Menteri Keuangan.Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut dan apabila telah memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan menetapkan instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK BLU.Dalam rangka penilaian usulan PK BLU, Menteri Keuangan menunjuk suatu Tim Penilai.Tugas tim penilai tersebut meliputi:

1. Merumuskan kriteria yang digunakan sebagai pedoman penilaian atas usulan penerapan PK BLU untuk menciptakan standardisasi penilaian, dan menjaga obyektivitas dan kualitas penilaian;

2. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan PK BLU;

3. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK BLU yang diusulkan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan; dan

4. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian kepada Menteri Keuangan.

Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak dokumen persyaratan diterima secara lengkap dari Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. Penetapan BLU dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU Bertahap.

1. Status BLU Secara Penuh

Status BLU secara penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan administratif telah dipenuhi dengan memuaskan. Satker yang berstatus BLU secara penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, yaitu:

a) Pengelolaan Pendapatan

b) Pengelolaan Belanja

c) Pengadaan Barang dan/atau Jasa

d) Pengelolaan Barang

e) Pengelolaan Utang

f) Pengelolaan Piutang

g) Pengelolaan Investasi

h) Perumusan Standar, Kebijakan,Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan.

2. Status BLU Bertahap

Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan.Status BLU Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diusulkan untuk menjadi BLU Secara Penuh.

BLU Bertahap diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, dan perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.Fleksibilitas tidak diberikan dalam:

a) Pengelolaan investasi;

b) Pengelolaan utang; dan

c) Pengadaan barang dan/atau jasa.

Batas-batas yang diberikan dan tidak diberikan tersebut selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

C. PENCABUTAN STATUS BLU

Penerapan PK BLU berakhir apabila:

1. Dicabut oleh Menteri Keuangan apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif;

2. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul dari Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif; atau

3. Berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan. Pencabutan ini dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan.Apabila Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri Keuangan membuat penetapan pencabutan penerapan PK BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan pencabutan dianggap ditolak.Terhadap instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PK BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PK BLU.

BAB IVTATA KELOLA

A. KELEMBAGAAN

Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional.Instansi dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada Kementerian Negara/Lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU memerlukan perubahan organisasi dan struktur kelembagaan, maka perubahan tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Perubahan tersebut bertujuan untuk mewujudkan desain organisasi instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal.

Desain organisasi harus memperhatikan keserasian antara besaran organisasi dengan beban tugas, kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki. Dalam rangka menjamin kejelasan mekanisme kerja dan akuntabilitas organisasi, maka desain organisasi instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU harus menggambarkan secara jelas bagan organisasi yang meliputi kedudukan, susunan jabatan, dan hubungan kerja antar unit.B. DEWAN PENGAWAS

Dewan Pengawas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU.Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan atas persetujuan Menteri Keuangan.Pembentukan Dewan Pengawas berlaku hanya pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran atau nilai asset menurut neraca yang memenuhi syarat minimum yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan yang bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLU.Pembahasan Dewan Pengawas lebih rinci, akan dibahas dalam Bab Pembinaan, Pengawasan, dan Pemeriksaan BLU.C. PEJABAT PENGELOLA

BLU dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri dari pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis. Sebutan tersebut dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada instansi pemerintah yang bersangkutan.

1. Pemimpin BLU

Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU berkewajiban:

a) menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;

b) menyiapkan RBA tahunan;

c) mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan

d) menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.

2. Pejabat Keuangan BLU

Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan berkewajiban:

a) mengkoordinasikan penyusunan RBA;

b) menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;

c) melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;

d) menyelenggarakan pengelolaan kas;

e) melakukan pengelolaan utang-piutang;

f) menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;

g) menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan

h) menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.

3. Pejabat Teknis BLU

Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban:

a) menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;

b) melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA; dan

c) mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.D.KEPEGAWAIAN

Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri atas pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau tenaga profesional non PNS sesuai dengan kebutuhan BLU.Akan tetapi seyogyanya Pemimpin BLU dan Pejabat Keuangan berstatus PNS.Hal ini didasari pertimbangan bahwa Pemimpin BLU bertindak sebagai penanggung jawab keuangan disamping operasional, sedangkan pejabat keuangan bertanggung jawab ataspengelolaan pendapatan dan belanja.Pejabat pengelola anggaran yaitu Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran harus dijabat oleh PNS.

Pengisian PNS tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999, beserta peraturan pelaksanaannya. Sedangkan pengisian tenaga profesional bukan PNS tersebut ditetapkan berdasarkan ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, beserta peraturan pelaksanaannya.E.SATUAN PEMERIKSAAN INTERN

Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung dibawah pemimpin BLU yang bertugas melaksanakan pemeriksaan intern BLU. Pembahasan SPI lebih rinci, akan dibahas dalam Bab Pembinaan, Pengawasan, dan Pemeriksaan BLU.F.TATA HUBUNGAN KERJA

Dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang harmonis, Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menyusun mekanisme kerja yang baku, terutama hubungan antara Satker BLU, Dewan Pengawas dan instansi induknya, serta antara SPI dengan Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat.

Dewan Pengawas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola BLU. Hasil pengawasan disampaikan kepada instansi induknya dan Menteri Keuangan. Sementara, dalam melaksanakan tugasnya SPI berkoordinasi dengan unit pengawasan fungsional.

Satker BLU menyampaikan rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kepada instansi induk untuk disajikan sebagai bagian tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga.

Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menetapkan standar pelayanan minimum dan masing-masing Satker BLU wajib menggunakan standar pelayanan minimum tersebut sesuai dengan bidang tugasnya.

Untuk mengembangkan praktik bisnis yang sehat dalam penyelenggaraan layanan umum, instansi induk memberikan pembinaan teknis dan tidak membatasi atau mengganggu pelaksanaan otonomi manajemen operasional Satker BLU.G.REMUNERASI

Remunerasi merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun. Remunerasi diberikan kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan kepada Sekretaris Dewan Pengawas.

Penentuan besaran gaji Pemimpin BLU ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola BLU serta tingkat pelayanan;

2. Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis;

3. Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan;

4. Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan sekurang-kurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi masyarakat.

Perhitungan besaran gaji Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari gaji Pemimpin BLU. Sedangkan perhitungan honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut :

1. Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji Pemimpin BLU.

2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji Pemimpin BLU.

3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji Pemimpin BLU.

Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas yang diberhentikan sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari gaji/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan ditetapkannya keputusan difinitif tentang jabatan yang bersangkutan.

Disamping pemberian gaji/honorarium, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU dapat memperoleh tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau pensiun dengan memperhatikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan.

Apabila Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Sekretaris Dewan Pengawas telah berakhir masa jabatannya, dapat diberikan pesangon berupa santunan purna jabatan dengan pengikutsertaan dalam program asuransi atau tabungan pensiunyang beban premi/iuran tahunannya ditanggung oleh BLU yang besarannya ditetapkan paling banyak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari gaji/honorarium dalam satu tahun.

Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU pada masing-masing BLU ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.

BAB VSTANDAR DAN TARIF LAYANAN

A. STANDAR LAYANAN

Standar layanan BLU berupa Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh Satker yang menerapkan PK BLU ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat. SPM harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan memperoleh layanan. Kualitas layanan yang dimaksud meliputi teknis layanan, proses layanan, tata cara, dan waktu tunggu untuk mendapatkan layanan.

SPM bertujuan untuk memberikan batasan layanan minimum yang seharusnya dipenuhi oleh pemerintah. Agar fungsi standar pelayanan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka standar layanan BLU semestinya memenuhi persyaratan SMART, yaitu:

1. Fokus pada jenis layanan (specific);

2. Dapat diukur (measurable);

3. Dapat dicapai (attainable);

4. Relevan dan dapat diandalkan (reliable); dan

5. Tepat waktu (timely).

BLU wajib menggunakan SPM yang telah ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. SPM dapat disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan BLU serta kemampuan kelembagaan dan personil BLU dalam bidang yang bersangkutan.

SPM yang telah ditetapkan harus mencantumkan rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktupencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. Untuk mewujudkan transparansi, rencana pencapaian target tahunan SPM tersebut dan realisasi capaiannya agar diinformasikan kepada masyarakat.B. TARIF LAYANAN

Sesuai dengan tujuan diterapkannya PK BLU yaitu untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka dalam menetapkan tarif layanan harus memperhatikan SPM yang telah ditetapkan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. Selanjutnya, karena BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan, maka diperlukan bentuk tarif yang ditetapkan berdasarkan perhitungan biaya per unit layanan (untuk layanan yang berupa penjualan barang dan/atau jasa) atau hasil per investasi dana (untuk layanan perguliran dana).

Dalam penyusunan tarif dapat digunakan kebijakan cost plus (memperhitungkan seluruh biaya ditambah imbal hasil atau margin), cost recovery (memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan), cost minus (menutup sebagian biaya yang dikeluarkan).

Usulan tarif layanan diajukan oleh BLU kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan, untuk selanjutnya Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan mengajukan usulan tarif tersebut kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Dalam penetapan tarif dimaksud, Menteri Keuangan dibantu oleh suatu tim dan dapat menggunakan nara sumber yang berasal dari sektor terkait.

Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif layanan adalah:

1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;

2. Daya beli masyarakat;

3. Asas keadilan dan kepatutan;

4. Kompetisi yang sehat.

Penyusunan tarif layanan BLU dimulai dari perhitungan biaya layananper unit output kegiatan/layanan BLU. Biaya layanan per unitoutput dibuat berdasarkan perhitungan akuntansi biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.Setelah diperoleh biaya layanan per unit output, disusunlah harga layanan dalam bentuk besaran atau pola tarif sesuai kebijakan BLU (cost minus, cost recovery, atau cost plus). Perhitungan tarif layanan akan diuraikan lebih lanjut dalam bab selanjutnya mengenai RBA. Dalam penyusunan tarif layanan, menteri/pimpinan lembaga mengatur pedoman teknis penyusunan tarif layanan BLU. Pedoman teknis penyusunan tarif layanan BLU tersebut antara lain mengatur mengenai kebijakan kementerian negara/lembaga dalam penetapan besaran tarif layanan yang dikenakan kepada masyarakat oleh BLU sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga.

Adapun Menteri Keuangan mengatur pedoman umum penyusunan tarif layanan. Pedoman umum tersebut antara lain mengatur lebih lanjut mengenai perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana, aspek-aspek yang harus dipertimbangkan (kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, asas keadilan dan kepatutan, dan kompetisi yang sehat) dalam penyusunan tarif layanan BLU, serta batas waktu penetapan tarif.Menteri Keuangan dapat mendelegasikan kewenangan penetapan tarif layanan kepada menteri/pimpinan lembaga dan/atau pemimpin BLU. Pendelegasian tersebut memperhatikan karakteristik layanan BLU serta pengaruhnya terhadap masyarakat umum.

BAB VIPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Pembahasan tentang perencanaan dan penganggaran diawali dengan proses penyusunan rencana strategis (renstra) bisnis oleh satker BLU yang berpedoman pada renstra Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan. Renstra bisnis ini digunakan sebagai panduan oleh satker BLU dalam mengelola kegiatannya selama 5 tahun ke depan. Untuk kebutuhan perencanaan dan penganggaran tahunan, satker BLU menyusun dokumen yang disebut rencana bisnis dan anggaran atau biasa disebut RBA. Secara garis besar, RBA memuat kegiatan dan target yang akan dilaksanakan pada tahun tersebut beserta anggaran yang mengikuti. Pembahasan mengenai renstra bisnis satker BLU dan RBA akan diuraikan dalam pokok-pokok bahasan dibawah ini.A. RENCANA STRATEGIS BISNIS

Rencana strategis bisnis, selanjutnya disebut renstra bisnis, lahir dari sebuah proses manajemen strategis. Manajemen strategis sendiri merupakan seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Tujuan dari manajemen strategis adalah untuk mengeksploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda untuk masa mendatang.

Renstra bisnis mengemuka ketika organisasi sadar bahwa tantangan organisasi di masa depan semakin kompleks dengan berbagai macam permasalahan dan persaingan. Identifikasi terhadap lingkungan internal dan eksternal mutlak diperlukan guna mengetahui kekuatan, kelemahan, tantangan serta ancaman organisasi. Elemen-elemen tersebut kemudian dianalisis dan ditransformasikan ke dalam sebuah tahapan-tahapan strategi untuk mencapai visi dan misi organisasi.

Satker BLU adalah sebuah organ pemerintah yang bertindak untuk menyediakan layanan dalam bentuk penyediaan barang dan jasa dimana dalam pengelolaannya lebih menitikberatkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas dengan tidak mengutamakan pencapaian laba (not for profit). Sebagai sebuah organisasi modern, satker BLU dituntut mampu menyusun dan menguraikan visi dan misi ke dalam tahapan-tahapan strategis untuk mencapai visi dan misi tersebut.

Langkah-langkah normatif dalam proses perumusan sebuah renstra bisnis juga dilaksanakan oleh satker BLU untuk memastikan bahwa satker BLU tersebut mengenali dirinya sendiri dan menggunakan keunggulan kompetitif yang dimiliki sebagai instrumen untuk bersaing dengan organisasi lain yang memiliki layanan sejenis.

B. RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN (RBA)

1.Konsep, Definisi, dan Dasar-Dasar Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran

Ketika sebuah renstra bisnis satker BLU telah disusun, langkah lanjutan dari sebuah proses perencanaan dan penganggaran satker BLU adalah penyusunan rencana bisnis dan anggaran tahunan, yang biasa disebut RBA. Sebagai representasi dari sebuah renstra bisnis satker BLU, RBA berfungsi sebagai dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran tahunan satker BLU yang memuat program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran BLU.

Berbicara mengenai RBA satker BLU tidak dapat dilepaskan dari kerangka APBN secara keseluruhan. Target pendapatan dan belanja yang tercantum dalam RBA tetap harus dicatatkan dalam APBN. Realisasi atas target pendapatan PNBP dan belanja yang bersumber dari PNBP harus dibukukan dan dipertanggungjawabkan dalam kerangka keuangan negara. Harus disadari oleh pejabat pengelola dan pegawai satker BLU bahwa satker BLU bukanlah kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga prinsip-prinsip dalam pengelolaan keuangan negara tetap harus dipahami dan dipedomani oleh satker BLU. Fleksibilitas yang diberikan dalam kerangka memberikan pengecualian terhadap prinsip universalitas agar satker BLU dapat berkembang dan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat. Posisi RBA terhadap APBN digambarkan dalam diagram berikut:

Diagram posisi RBA terhadap APBN

2. Penyusunan RBA

Dalam menyusun RBA, satker BLU harus mempertimbangkan ukuran dan kompleksitas organisasinya. Satker BLU yang memiliki organisasi yang berukuran kecil dapat melakukan sentralisasi dalam hal penganggaran. Namun, satker BLU yang besar dan kompleks perlu melakukan desentralisasi dengan memberikan kewenangan kepada unit-unit kerja di dalamnya untuk mengajukan kebutuhan anggaran yang diperlukan dan membebaninya dengan target pendapatan. Desentralisasi penyusunan anggaran tersebut tentu saja tetap harus dalam koridor program, kegiatan, dan kebijakan yang telah dituangkan dalam renstra bisnis. Dalam hal ini, tugas pimpinan BLU untuk menerjemahkan dan mensosialisasikan renstra bisnisnya kepada unit-unit kerja yang ada dan menghimpun rencana dan anggaran yang diajukan oleh masing-masing unit kerja untuk kemudian ditransformasikan dalam bentuk RBA.Skema Penyusunan RBA

Dasar-dasar yang digunakan dalam penyusunan RBA diuraikan sebagai berikut:

a) RBA disusun dengan mengacu kepada Rencana Strategis Bisnis BLU dan Pagu Anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan. Pagu Anggaran Kementerian Negara/Lembaga merupakan batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L yang disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan pada akhir bulan Juni.

b) Pagu Anggaran BLU dalam RKA-K/L yang sumber dananya berasal dari pendapatan BLU dan surplus anggaran BLU, dirinci dalam satu program, satu kegiatan, satu output, dan jenis belanja. Rincian lebih lanjut pagu anggaran BLU dituangkan dalam RBA.

c) RBA disusun berdasarkan

1) basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.

2) kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima.

3) basis akrual.d) Penggunaan Standar Biaya:

1) Bagi BLU yang telah menyusun standar biaya layanannya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya (dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan), RBA disusun menggunakan standar biaya tersebut. Penetapan standar biaya oleh Pemimpin BLU dan dilampiri SPTJM.

2) Bagi BLU yang belum menyusun standar biaya layanannya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya, BLU menggunakan standar biaya yang ditetapkan oleh Menkeu.

e) Penyusunan kebutuhan dan kemampuan pendapatan disusun per unit kerja pada satker BLU dan merupakan pagu belanja yang dirinci menurut program, kegiatan, output, akun belanja dan detail belanja. Kemampuan pendapatan bersumber dari:

1) Pendapatan yang akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada masyarakat;

2) Hibah tidak terikat dan/atau hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain;

3) Hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya;

4) Penerimaan lainnya yang sah; dan/atau

5) Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN

f) RBA memuat paling kurang:

1) Seluruh program, kegiatan dan target kinerja (output);

Rumusan program, kegiatan, dan target kinerja (output) harus sama dengan rumusan program, kegiatan dan target kinerja (output) yang ada dalam RKA-K/L.

2) Kondisi kinerja BLU tahun berjalan;

Merupakan uraian gambaran mengenai capaian kinerja per unit kerja pada satker BLU.

3) Asumsi makro dan mikro;

Asumsi makro merupakan data dan/atau informasi atas indikator ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas perekonomian nasional dan/atau global secara keseluruhan. Asumsi mikro merupakan data dan/atau informasi atas indikator ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas satker BLU. Asumsi makro dan asumsi mikro yang digunakan dalam menyusun RBA adalah asumsi yang hanya berkaitan dengan pencapaian target BLU dan dijelaskan kaitannya dengan keberhasilan pencapaian target tersebut.

4) Kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan disusun per unit kerja pada satker BLU.

Dalam rangka penyusunan anggaran satker BLU, basis akuntansi yang digunakan adalah basis kas, yang berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas diterima oleh satker BLU, serta belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari satker BLU.

5) Perkiraan biaya layanan per unit kerja.

Perkiraan biaya layanan disusun per unit kerja pada satker BLU, meliputi seluruh biaya yang timbul atas kegiatan operasional maupun non operasional BLU. Basis akuntansi yang digunakan dalam rangka perhitungan perkiraan biaya layanan per unit kerja berdasarkan basis akrual, yang berarti biaya sudah diakui dan dicatat saat terjadinya transaksi tanpa memperhatikan saat kas telah dibayarkan atau belum oleh satker BLU.

Penyusunan biaya layanan per unit kerja tersebut harus didasarkan pada perhitungan biaya per layanan. Oleh karena itu satker BLU terlebih dahulu wajib menyusun dan memiliki dokumen mengenai biaya per layanan (unit cost per layanan).

6) Prakiraan maju (forward estimate).

Merupakan perkiraan kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang dicantumkan dalam RBA adalah sampai dengan 3 (tiga) tahun kedepan.

f)RBA menganut pola anggaran fleksibel (flexibel budget) dengan suatu Persentase Ambang Batas tertentu yang memberikan keleluasaan penggunaan belanja dalam RBA untuk bertambah atau berkurang secara proporsional terhadap pendapatan BLU selain yang bersumber dari RM.

Dalam menghitung ambang batas belanja, satker BLU harus mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional, antara lain trend naik/turun realisasi anggaran satker BLU tahun sebelumnya, realisasi/prognosa tahun anggaran berjalan, dan target anggaran satker BLU tahun yang akan datang.

Penghitungan ambang batas belanja BLU hanya untuk belanja yang didanai dari PNBP BLU tahun anggaran berjalan tanpa memperhitungkan saldo awal kas. Persentase ambang batas dicantumkan dalam RKA K/L dan DIPA BLU. Satker BLU dapat melakukan belanja melampaui pagu anggaran sampai dengan ambang batas mendahului pengesahan revisi DIPA.

1) Contoh penetapan ambang batas:

Berdasarkan laporan keuangan pada satker BLU A, diperoleh data sebagai berikut:

a) 2 tahun sebelumnya (20XX-3) pagu 100 M, Realisasi belanja adalah sebesar 110 M.

b) 1 tahun sebelumnya (20XX-2) pagu 110 M, Realisasi belanja adalah sebesar 123 M.

c) sampai dengan akhir tahun berjalan (20XX-1) pagu 123 M, perkiraan realisasi belanja adalah sebesar 135 M.

Maka berdasarkan data diatas, trend realisasi belanja satker BLU mengalami kenaikan dari pagu belanja rata-rata sebesar 10%, sehingga dapat diberikan ambang batas 10%.

2) Contoh perhitungan belanja sampai dengan ambang batas belanja untuk satker BLU penyedia barang dan jasa dan satker BLU pengelola kawasan:

Target pendapatan satker BLU sebesar Rp 20 M dan pagu belanjanya Rp 20 M. Ambang batas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan adalah 20%. Apabila realisasi pendapatan meningkat minimal sebesar 20% menjadi Rp24 M, maka belanja yang dapat dilakukan adalah sebesar Rp 20M + (20% x Rp. 20 M) atau sebesar Rp 24 M.

3) Contoh perhitungan belanja sampai dengan ambang batas belanja untuk satker BLU pengelola dana.

Target pendapatan satker BLU sebesar Rp 100 M dan pagu belanjanya Rp 20 M. Ambang batas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan adalah 20%.

Belanja yang dapat dilakukan adalah maksimal sebesar Rp 20M + (20% x Rp. 20 M) atau sebesar Rp. 24 M, sesuai dengan realisasi pendapatan tanpa harus melampaui Rp 100 M.

3. Ilustrasi Perhitungan Biaya per Layanan (unit cost per layanan).

Perhitungan biaya per layanan merupakan salah satu komponen yang ada dalam RBA pada masing-masing unit kerja BLU, yang merupakan rincian dari perhitungan biaya layanan per unit kerja. Biaya per layanan tersebut tidak disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam proses perencanaan dan penganggaran. Identifikasi atas biaya tersebut memudahkan satker BLU dalam mengetahui harga pokok produksi sebuah layanan, menetapkan margin, menetapkan tarif yang akan dibebankan ke masyarakat, dan mengevaluasi efisiensi biaya. Suatu layanan yang dijalankan oleh satker BLU tersebut dapat berupa barang atau jasa.

Klasifikasi biaya sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik satker BLU, paling kurang meliputi:

a. Biaya Langsung

Biaya langsung merupakan seluruh biaya yang terkait langsung dengan pelayanan kepada masyarakat, antara lain meliputi biaya pegawai, biaya bahan, biaya jasa layanan, biaya pemeliharaan, biaya daya dan jasa, dan biaya langsung lainnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan yang diberikan oleh satker BLU. Biaya langsung secara khusus dapat ditelusuri atau diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Dalam beberapa literatur, biaya langsung ini sering disebut juga dengan istilah biaya utama (prime cost).

b. Biaya Tidak Langsung

Biaya tidak langsung merupakan biaya-biaya yang diperlukan untuk administrasi dan biaya yang bersifat umum dan tidak terkait secara langsung dengan kegiatan pelayanan satker BLU. Biaya ini antara lain meliputi biaya pegawai, biaya administrasi perkantoran, biaya pemeliharaan, biaya langganan daya dan jasa, biaya promosi, biaya bunga dan biaya administrasi bank. Biaya tidak langsung tidak dapat diidentifikasi secara khusus terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara bersamaan. Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah biaya overhead (overhead cost).

Selanjutnya, biaya langsung dan biaya tidak langsung terdiri atas:

1. Biaya variabel, adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya volume produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total biaya variabel dengan total unit barang yang diperoduksi adalah linier (garis lurus). Sedangkan biaya per unit-nya adalah tetap. Contoh: Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.

2. Biaya tetap (fixed cost), adalah biaya yang akan selalu tetap (constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi. Contoh: biaya penyusutan dan biaya sewa.Berikut ilustrasi mekanisme perhitungan biaya per layanan:

a. Untuk memudahkan menghitung biaya per layanan, satker BLU perlu mengidentifikasi dan mengelompokkan unit-unit kerja yang menjadi revenue center dan cost center. Di dalam revenue center unit terdapat layanan/kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan, sementara pada cost center unit hanya terdapat kegiatan-kegiatan yang menimbulkan biaya.b. Untuk satu jenis layanan, tentukan jenis biaya dan komponen pembentuknya. Jenis biaya dapat berupa biaya langsung variabel, biaya langsung tetap, biaya tidak langsung variabel, dan biaya tidak langsung tetap.

c. Hitung biaya (per jenis biaya) dengan mengalikan volume komponen dengan satuan biaya.Penggunaaan satuan biaya mengacu pada standar biaya yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU berdasarkan perhitungan akuntansi biaya atau Standar Biaya yang ditetapkan Menteri Keuangan.

d. Jumlahkan seluruh jenis biaya untuk mendapatkan total biaya per jenis layanan, kemudian bagi dengan volume output/layanan. Biaya satuan per jenis layanan merupakan biaya pokok produksi suatu jenis layanan.

e. Apabila layanan tersebut termasuk dalam kelompok revenue center unit dan akan ditentukan besaran tarifnya maka jumlahkan biaya satuan per layanan dan margin yang diinginkan. Penentuan margin ini untuk menjaga kontinuitas dan pengembangan layanan.REVENUE CENTER UNITCOST CENTER UNIT

Pendapatan :

Volume x Tarif layanan = XXXX

Biaya langsung:

Biaya Variabel :

Volume x Tarif layanan = XXXX

Biaya Tetap :

Standar Biaya = XXXX

Total Biaya Langsung = XXXX

Biaya Tidak Langsung :

Unit A

Persentase x Biaya unit A = XXXX

Unit B

Persentase x Biaya unit B = XXXX

Total Biaya Tidak Langsung XXXX

layanan:

Volume Input

Biaya langsung:

Biaya Variabel :

Volume x Tariflayanan=XXXX

Biaya Tetap :

Standar Biaya = XXXX

Total Biaya Langsung= XXXX

4. Mekanisme Pengajuan don Pengesahan RBA

Keterangan:

1. Penyusunan Rencana Strategis Bisnis BLU

BLU menyusun Rencana Strategis Bisnis BLU berdasarkan Renstra K/L.

2. Penyusunan RBA

BLU menyusun RBA mengacu pada Rencana Strategis Bisnis BLU dan Pagu Anggaran K/L.

3. Penyusunan RKA K/L

a. RBA ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan diketahui oleh Dewan Pengawas/pejabat yang ditunjuk, selanjutnya diusulkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan untuk mendapat persetujuan.

b. RBA dilampiri SPM, tarif, dan/atau standar biaya.

c. RBA yang telah disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menjadi dasar penyusunan RKA K/L untuk satker BLU.

4. Penelaahan RKA K/L

a. RKA K/L dan RBA diajukan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan untuk disampaikan kepada Menkeu c.q. DJA.

b. Pengajuan RKA-K/L dan RBA dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyusunan RKA-K/L berdasarkan pagu anggaran.

c. Menkeu c.q. DJA menelaah RKA K/L dan RBA yang diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dalam rangka penelahaan RKA-K/L, sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN.

5. Penyusunan RBA Definitif

a. Pemimpin BLU melakukan penyesuaian RKA K/L dan RBA dengan Perpres Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.

b. RBA yang telah disesuaikan ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh Dewan Pengawas/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menjadi RBA definitif.

c. Dalam hal satker BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, maka RBA definitif ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan, dan disetujui Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.

d. Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menyampaikan RKA K/L dan RBA definitif kepada Menkeu c.q. DJA dan DJPBN.

e. RBA definitif merupakan dasar untuk melakukan kegiatan satker BLU.

Pemimpin BLU dapat menyusun rincian RBA definitif sebagai penjabaran lebih lanjut dari RBA definitif. Tata cara penyusunan dan format rincian RBA definitif ditetapkan oleh Pemimpin BLU.

BAB VIIPELAKSANAAN ANGGARAN

A. PENGELOLAAN PENDAPATAN BLU

Berdasarkan PP 23 Tahun 2005, pendapatan BLU terdiri dari:

1. pendapatan dari APBN;

2. pendapatan dari jasa layanan dan hibah tidak terikat;

3. pendapatan dari hasil kerjasama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya; dan

4. pendapatan dari hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya.

Pendapatan sebagaimana tercantum pada poin 2, 3, dan 4 dilaporkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) BLU. Pendapatan BLU yang berasal dari hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya.

Tata cara pertanggungjawaban pendapatan BLU yang berasal dari APBN (selain PNBP BLU) mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sementara itu, penggunaan dan pertanggungjawaban PNBP BLU berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2011 tentang Mekanisme Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satker BLU.1. Penggunaan PNBP pada Satker Berstatus BLU Penuh

Satker berstatus BLU penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP yang diperolehnya, di luar dana yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara.Pengertian anggaran fleksibel yaitu belanja dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatannya juga bertambah atau berkurang setidaknya proporsional.

Contoh:

a) Satker A berstatus BLU Secara Penuh, dalam RBA Tahun 2011 target PNBP adalah sebesar Rp. 100 miliar dan anggaran belanja yang didanai dari PNBP adalah sebesar Rp. 100 miliar.

b) Ambang batas belanja (anggaran fleksibel) yang ditetapkan dalam RBA adalah sebesar 10%, artinya realisasi belanja Satker A yang bersumber dari PNBP dapat melampaui anggaran belanja dalam RBA sebesar 10%, apabila realisasi PNBP melebihi target yang ditentukan dalam RBA minimal 10%.

c) Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp. 85 miliar, maka PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp. 85 miliar.

d) Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp. 110 miliar maka:

1) PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp. 110 miliar;

2) Pengeluaran belanja tersebut dapat dilaksanakan mendahului revisi DIPA BLU. Adapun RBA definitif tetap harus direvisi.

e) Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp. 115 miliar maka:

1) PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp. 110 miliar (Rp. 100 miliar + (10% x Rp. 100 miliar)) melalui revisi RBA definitif.Penggunaan PNBP untuk belanja tersebut dapat dilaksanakan mendahului revisi DIPA BLU.

2) Apabila sisa PNBP sebesar Rp. 5 miliar tersebut akan digunakan pada tahun anggaran berjalan, maka terlebih dahulu dilakukan revisi RBA definitif dan DIPA BLU.2. Penggunaan PNBP pada Satker Berstatus BLU Bertahap

Satker berstatus BLU bertahap dapat menggunakan langsung PNBP sebesar persentase tertentu sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan satker yang menerapkan PK BLU bersangkutan.BLU berstatus BLU bertahap wajib secepatnya menyetorkan bagian pendapatan yang tidak dapat digunakan langsung ke Kas Negara sesuai peraturan perundang- undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak.Seluruh pendapatan yang telah disetorkan ke Kas Negara tersebut tidak dapat ditarik/digunakan kembali.

Contoh:

a) Satker B berstatus BLU Bertahap, target PNBP dalam RBA Tahun 2011 adalah sebesar Rp. 100 miliar.

b) Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan Satker B sebagai BLU Bertahap menyebutkan bahwa Satker B dapat menggunakan PNBP secara langsung sebesar 90%.

c) Apabila satker BLU menerima PNBP sebesar Rp. 10 miliar, maka :

1) PNBP yang dapat digunakan digunakan secara langsung adalah sebesar Rp. 9 miliar (90% x Rp. 10 miliar);

2) PNBP yang harus disetor secepatnya ke Rekening Kas Negara dan tidak dapat ditarik kembali adalah sebesar Rp. 1 miliar (Rp. 10 miliar Rp. 9 miliar);

d) Apabila total kumulatif realisasi PNBP sampai dengan akhir tahun adalah sebesar Rp. 110 miliar, maka kelebihan target sebesar Rp. 9 miliar (90% X (Rp.110 miliar Rp. 100 miliar)) apabila ingin digunakan dalam tahun anggaran berjalan, maka satker BLU terlebih dahulu harus merevisi RBA definitif dan DIPA BLU.

3. Pengesahan Pendapatan dan/atau Belanja Satker BLU

Dalam rangka mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang bersumber dari PNBP BLU, satker BLU membuat Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU (SP3B BLU) dan disampaikan ke KPPN setiap triwulan. Penyampaian SP3B BLU tersebut dapat dilakukan satu kali atau lebih dalam satu triwulan.Dengan demikian satker BLU dapat mengajukan SP3B BLU ke KPPN secara mingguan, bulanan dan/atau triwulanan disesuaikan dengan volume/kebutuhan.

SP3B BLU yang disampaikan ke KPPN pada akhir triwulan diterima KPPN paling lambat pada pukul 10.00 waktu setempat pada hari kerja terakhir setiap triwulan berkenaan.Dalam hal satker BLU menyampaikan SP3B BLU:

a) Satu kali dalam satu triwulan, satker BLU melakukan cut off realisasi pendapatan dan/atau belanja BLU sejak tiga hari kerja sebelum akhir triwulan berkenaan. Realisasi pendapatan dan/atau belanja sejak cut off sampai dengan akhir triwulan berkenaan dipertanggungjawabkan dalam penyampaian SP3B BLU triwulan berikutnya.

b) Lebih dari satu kali dalam satu triwulan, satker BLU tetap menyampaikan SP3B BLU pada akhir triwulan berkenaan sepanjang terdapat realisasi pendapatan dan/atau belanja sampai dengan akhir triwulan berkenaan. Satker BLU melakukan cut off realisasi pendapatan dan/atau belanja BLU terhadap SP3B BLU akhir triwulan. Cut off realisasi pendapatan dan/atau belanja BLU dilakukan sejak tiga hari kerja sebelum akhirtriwulan berkenaan. Realisasi pendapatan dan/atau belanja sejak cut off sampai dengan akhir triwulan berkenaan dipertanggungjawabkan dalam penyampaian SP3B BLU triwulan berikutnya.

BLU tidak melakukan cut off realisasi pendapatan dan/atau belanja BLU terhadap SP3B BLU akhir triwulan IV. Pengajuan SP3B BLU akhir triwulan IV mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun anggaran.

ILUSTRASI PENGAJUAN SP3B BLU & PENETAPAN CUT OFF TA 2011

a. Penyampaian SP3B BLU ke KPPN adalah triwulanan, sebagaimana berikut:

1) Triwulan I adalah untuk realisasi pendapatan dan belanja mulai tanggal 1 Januari s/d 27 Maret 2011. Cut off triwulan I adalah tanggal 28 Maret 2011 (3 hari kerja sebelum akhir triwulan I)

2) Triwulan II adalah untuk realisasi pendapatan dan belanja sejak cut off triwulan I , yaitu tanggal 28 Maret 2011 s/d 23 Juni 2011. Cut off triwulan II adalah tanggal 24 Juni 2011 (3 hari kerja sebelum akhir triwulan II).

3) Triwulan III adalah untuk realisasi pendapatan dan belanja sejak cut off triwulan II, yaitu tanggal 24 Juni 2011 s/d 26 September 2011. Cut off triwulan III adalah tanggal 27 September 2011 (3 hari kerja sebelum akhir triwulan III).

4) Triwulan IV adalah untuk realisasi pendapatan dan belanja sejak cut off triwulan III, yaitu tanggal 27 September 2011 s/d 31 Desember 2011.

b. Contoh satker BLU yang menyampaikan SP3B BLU satu kali dalam satu triwulan:

1) Pengajuan SP3B BLU Triwulan I adalah mulai tanggal 28, 29, 30, dan paling lambat tanggal 31 Maret 2011 pada pukul 10.00 waktu setempat.

2) Pengajuan SP3B BLU Triwulan II adalah mulai tanggal 24, 27, 28, dan paling lambat tanggal 30 Juni 2011 pada pukul 10.00 waktu setempat.

3) Pengajuan SP3B BLU Triwulan III adalah mulai tanggal 27, 28, 29, dan paling lambat tanggal 30 September 2011 pada pukul 10.00 waktu setempat.

4) Pengajuan SP3B BLU Triwulan IV mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah menghadap i akhir tahun anggaran.

c. Contoh satker BLU yang menyampaikan SP3B BLU lebih dari satu kali dalam satu triwulan:

1) Pada triwulan III, SP3B BLU pertama diajukan pada tanggal 29 Juli 2011 untuk realisasi sejak cut off pada triwulan II yaitu tanggal 24 Juni 2011 sampai dengan realisasi pendapatan dan/atau belanja yang dipertanggungjawabkan dalam SP3B dimaksud (misalkan tanggal 28 Juli 2011).

2) Satker BLU menyampaikan SP3B BLU kedua pada tanggal 25 Agustus 2011 untuk realisasi sejak tanggal 29 Juli 2011 sampai dengan realisasi pendapatan dan/atau belanja yang dipertanggungjawabkan dalam SP3B dimaksud (misalnya tanggal 24 Agustus 2011).

3) Dalam hal sampai dengan cut off triwulan III (27 September 2011) masih terdapat realisasi pendapatan dan/atau belanja, maka satker BLU menyampaikan SP3B BLU ketiga dengan ketentuan sebagai berikut:

a) SP3B BLU yang ketiga merupakan pertanggungjawaban realisasi pendapatan dan/atau belanja sejak tanggal 25 Agustus 2011 s.d. tanggal 26 September 2011.

b) Pengajuan SP3B BLU yang ketiga adalah mulai tanggal 27, 28, 29, dan paling lambat tanggal 30 September 2011.

c) Realisasi pendapatan dan/atau belanja tanggal 27, 28, 29, dan 30 September 2011 dipertanggungjawabkan dalam SP3B BLU Triwulan berikutnya.

4) Dalam hal sampai dengan cut off triwulan III (tanggal 27 September 2011) tidak terdapat realisasi pendapatan dan/atau belanja, maka

satkerBLU tidak menyampaikan SP3B BLU ketiga.

5) Pengajuan SP3B BLU pertama pada triwulan IV adalah realisasi pendapatan dan belanja sejak cut off triwulan III (tanggal 27 September 2011) s.d realisasi yang akan dipertanggungjawabkan pada SP3B BLU berikutnya.

Satker BLU menyampaikan SP3B BLU ke KPPN dilampiri:

a. Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh Kuasa PA/Pemimpin BLU dan

b. ADK SP3B BLU yang dihasilkan dari aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

KPPN menerbitkan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU (SP2B BLU) berdasarkan SP3B BLU yang diajukan oleh satker BLU. SP2B BLU diterbitkan setelah dilakukan pengujian terhadap SP3B BLU, yaitu:

a. Memeriksa kelengkapan lampiran (SPTJ dan ADK);

b. Memeriksa kesesuaian kode kegiatan/output/jenis belanja/sumber dana dengan DlPA BLU;

c. Memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan;

d. Mencocokkan tanda tangan pada SP3B BLU dengan spesimen tanda tangan;

e. Memeriksa jumlah belanja BLU tidak melebihi ambang batas belanja sesuai yang telah ditetapkan dalam DlPA BLU;

f. Memeriksa kesesuaian pencanturnan pendapatan dan belanja pada SP3B BLU dengan SPTJ; dan

g. Mencocokkan tanda tangan Kuasa PA/Pemimpin BLU pada SPTJ dengan spesimen tanda tangan.

Dalam hal terjadi kesalahan pada SP3B BLU, satker BLU mengajukan ralat SP3B BLU ke KPPN.Kesalahan SP3B BLU dapat berupa kesalahan administrasi dan/atau kesalahan pencantuman jumlah nominal pendapatan dan/atau belanja BLU, termasuk kesalahan pencantuman kegiatan, output, jenis belanja, dan akun. Pengajuan ralat SP3B BLU dilampiri:

a. Fotokopi SP3B BLU yang akan diralat;

b. Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh KPA/Pemimpin BLU;

c. ADK dan hard copy ralat SP3B BLU;

d. Penjelasan penyebab terjadinya kesalahan yang ditandatangani KPA/Pemimpin BLU.

KPPN menerbitkan ralat SP2B BLU berdasarkan ralat SP3B BLU setelah melakukan:

a. Pemeriksaan kelengkapan lampiran;

b. Pengujian terhadap ralat SP3B BLU sebagaimana pengujian pada SP3B BLU; dan

c. Pencocokan tanda tangan Kuasa PA/Pemimpin BLU pada lampiran ralat SP3B BLU dengan spesimen tanda tangan.

Pejabat penandatangan SP3B BLU, petugas pengantar SP3B BLU, dan petugas pengambil SP2B BLU adalah Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PP- SPM), petugas pengantar SPM dan petugas pengambil SP2D pada satker BLU. Apabila keputusan penunjukan PP-SPM, petugas pengantar SPM dan petugaspengambil SP2D telah ditetapkan, maka PA/Kuasa PA melakukan revisi terhadap surat keputusan penunjukan tersebut untuk menambahkan kewenangan sebagai penandatangan SP3B, pengantar SP3B BLU dan pengambil SP2B BLU. Selanjutnya revisi tersebut segera disampaikan kepada Kepala KPPN mitra kerjanya.Tata cara mengenai:

a. Penyampaian surat keputusan penunjukan pejabat perbendaharaan untuk tahun anggaran berikutnya ke KPPN;

b. Tata cara penyampaian SPM dan pengambilan SP2D;

c. Penunjukan petugas pengantar SPM dan pengambil SP2D;

d. Penyampaian surat keputusan penunjukan petugas pengantar SPM dan pengambil SP2D;

e. Penerimaan SPM di KPPN; dan

f. Pengambilan SP2D di KPPNSebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-57/PB/2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Perintah Membayar dan Surat Perintah Pencairan Dana, berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara mengenai:

a. Penyampaian surat keputusan penunjukan pejabat perbendaharaan yang bertanggungjawab terhadap realisasi pendapatan dan/atau belanja yang sumber dananya berasal dari PNBP yang digunakan langsung oleh BLU untuk tahun anggaran berikutnya ke KPPN;

b. Tata cara penyampaian SP3B BLU dan pengambilan SP2B BLU;

c. Penunjukkan petugas pengantar SP3B BLU dan Pengambil SP2B BLU;

d. Penyampaian surat keputusan penunjukan petugas pengantar SP3B BLU dan pengambil SP2B BLU;

e. Penerimaan SP3B BLU di KPPN; dan

f. Pengambilan SP2B BLU.

B. DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN BLU

Dokumen pelaksanaan anggaran satker BLU yang disebut DIPA BLU disusun berdasarkan RBA yang telah disetujui (RBA definitif).DIPA BLU disahkan oleh Menteri Keuangan.DIPA BLU merupakan lampiran dari perjanjian kerja antara Pimpinan BLU dengan Kementerian/Lembaga/Dewan Kawasan. DIPA BLU menjadi dasar pencairan/penarikan dana dari APBN, pengesahan pendapatan dan belanja yang bersumber dari PNBP BLU, dan pertanggungjawaban.

DIPA BLU memuat antara lain saldo awal kas, pendapatan, belanja, saldo akhir kas, besaran persentase ambang batas, proyeksi arus kas (termasuk rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN), sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.DIPA BLU tidak memuat antara lain:

a. Pengeluaran pembiayaan (dana bergulir/investasi) dari APBN (Rupiah Murni) tahun sebelumnya; dan/atau

b. Pengeluaran pembiayaan (dana bergulir/investasi) dari APBN (Rupiah Murni) tahun berjalan yang telah tercantum dalam DIPA lain.

Konsep DIPA BLU disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Selanjutnya Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran/Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengesahkan DIPA BLU paling lambat tanggal 31 Desember dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA BLU (SP-DIPA BLU).

C. REVISI RBA DEFINITIF DAN DIPA BLU

Dasar Hukum revisi RBA Definitif dan DIPA BLUyang sumber dananya berasal dari PNBP BLUyaitu:

1. PMK 32/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013

2. PMK 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta Pelaksanaan Anggaran BLU.

3. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-12/PB/2013 tentang Petunjuk Teknis Revisi Anggaran Yang Menjadi Bidang Tugas Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013.Dasar hukum revisi DIPA BLU yang sumber danya berasal dari selain PNBP BLU, yaitu:

1. PMK 32/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013

2. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-12/PB/2013 tentang Petunjuk Teknis Revisi Anggaran Yang Menjadi Bidang Tugas Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013.

1. Revisi RBA Definitif

Revisi RBA Definitif dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah program pada DIPA BLU.Usul Revisi RBA Definitif disampaikan unit kerja BLU kepada pejabat keuangan BLU, selanjutnya pejabat keuangan BLU menelaah usulan untuk selanjutnya disampaikan kepada pemimpin BLU guna mendapatkan pengesahan.

Pengesahan Revisi RBA Definitif diatur sebagai berikut:

a. Disahkan oleh Pemimpin BLU untuk belanja sampai dengan pagu DlPA BLU;

b. Disahkan oleh Pemimpin BLU dan diketahui dewan pengawas/pejabat yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dalam hal BLU tidak mempunyai dewan pengawas, untuk:

1) Belanja yang melebihi pagu DIPA BLU baik dalam ambang batas fleksibilitas maupun melebihi ambang batas fleksibilitas,

2) Penggunaan saldo awal kas, dan

3) Belanja yang melebihi pagu DIPA BLU pada BLU Bertahap.

Revisi RBA Definitif disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/ Ketua Dewan Kawasan dan Menteri Keuangan (DJA & DJPBN).Revisi RBA Definitif yang telah mendapatkan pengesahan tersebut di atas merupakan dasar melakukan kegiatan satker BLU.

2. Revisi DIPA BLU

Batasan Revisi DIPA BLU adalah

1. Revisi DIPA BLU dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi :a. Biaya operasional.b. Tunjangan profesi guru/dosen & tunjangan kehormatan profesor.c. Kebutuhan pengadaan bahan makanan

d. Pembayaran berbagai tunggakan.e. Rupiah Murni Pendamping sepanjang pekerjaan masih berlanjut.f. Pekerjaan yang telah dikontrakan dan/atau direalisasikan, sehingga dananya minus.2. Revisi DIPA BLU dapat dilakukan setelah volume output tercapai dan tidak mengakibatkan pengurangan volume output terhadap :a. Kegiatan Prioritas Nasional.b. Kebijakan Prioritas Pemerintah.Revisi DIPA BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP BLU dapat dilaksanakan Kanwil DJPBN meliputi :1. Revisi DIPA BLU diatas pagu APBN:a. Penambahan pagu dalam ambang batasb. Penambahan pagu di atas ambang batasc. Penggunaan saldo awal kas BLU 2. Perubahan rincian anggaran yg tidak mengakibatkan perubahan pagu (pagu tetap);3. Perubahan akibat hal-hal khususa. Pencantuman saldo awal kas BLU,b. Penggunaan saldo awal dalam rangka mismatch,c. Setelah penetapan menjadi Satker BLU,d. Perubahan status Satker BLU dari BLU bertahap menjadi BLU penuh,e. Penerimaan hibah langsung berupa uang dan barang/jasa, 4. Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.

Tabelisasi Revisi DIPA BLUNo.Jenis RevisiBatasan RevisiBatas Waktu PengesahanLampiran

1.

Revisi DIPA BLU diatas pagu APBN

a. Penambahan pagu dalam ambang batas

a. menambah volume output yang sudah ada,

b. menambah output baru (dengan persetujuan Menkeuc.q. DJA yang diajukan oleh K/L).

c. Dapat melakukan belanja terlebih dahulu sampai dengan ambang batas mendahului revisi (kecuali untuk menambah output baru).

d. Pengesahan SP3B BLU dilakukan setelah revisi DIPA BLU.

18 Oktober 2013a. Surat Usulan Pengesahan Revisi DIPA BLU yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi),b. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa PA,c. ADK yang dihasilkan dari aplikasi RKA-K/L DIPA Revisi,

d. SPTJ Revisi RBA Definitif,

e. Persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. DJA, apabila berakibat penambahan output baru.

b. Penambahan pagu di atas ambang batas

a. menambah volume output yang sudah ada,

b. menambah output baru (dengan persetujuan Menkeuc.q. DJA yang diajukan oleh K/L).

c. Belanja dapat dilakukan setelah pengesahan revisi DIPA BLU

d. Pengesahan SP3B BLU dilakukan setelah revisi DIPA BLU.

18 Oktober 2013a. Surat Usulan Pengesahan Revisi DIPA BLU yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi),b. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa PA,c. ADK yang dihasilkan dari aplikasi RKA-K/L DIPA Revisi,

d. SPTJ Revisi RBA Definitif,

e. Persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. DJA, apabila berakibat penambahan output baru.

c. Penggunaan saldo awal kas BLU

a. menambah volume output yang sudah ada,

b. menambah output baru (dengan persetujuan Menkeuc.q. DJA yang diajukan oleh K/L).

c. Belanja dapat dilakukan setelah pengesahan revisi DIPA BLU

d. Pengesahan SP3B BLU dilakukan setelah revisi DIPA BLU.

18 Oktober 2013a. Surat Usulan Pengesahan Revisi DIPA BLU yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi),b. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa PA,c. ADK yang dihasilkan dari aplikasi RKA-K/L DIPA Revisi,

d. SPTJ Revisi RBA Definitif,

e. Persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. DJA, apabila berakibat penambahan output baru

2.

Perubahan rincian anggaran yang tidak mengakibatkan perubahan pagu (pagu tetap);

a. mengikuti ketentuan Revisi DIPA yang berlaku umum.

b. Belanja dapat dilakukan setelah pengesahan revisi DIPA BLU

c. Pengesahan SP3B BLU dilakukan setelah revisi DIPA BLU.

a. Surat Usulan Pengesahan Revisi DIPA BLU yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi),

b. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa PA,

c. ADK yang dihasilkan dari aplikasi RKA-K/L DIPA Revisi,

d. SPTJ Revisi RBA Definitif

3.Perubahan akibat hal-hal khusus

a. Pencantuman saldo awal kas BLU,

Dilakukan pencantuman saldo awal kas BLU sebesar saldo akhir kas BLU Triwulan IV TA yang lalu.30 April 2013a. Surat Usulan Pengesahan Revisi DIPA BLU yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi),

b. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa PA,c. ADK yang dihasilkan dari aplikasi RKA-K/L DIPA Revisi,

b. Penggunaan saldo awal dalam rangka mismatch,

a. Satker BLU dapat menggunakan saldo awal kas dalam hal terjadi selisih (mismatch) antara realisasi PNBP dan belanjanya.

b. Penggunaan saldo awal dalam hal mismatch, tidak menambah pagu DIPA BLU.

c. Dalam hal mismatch s.d. Akhir TA tidak dapat dibiayai PNBP BLU TA berkenaan, dilakukan revisi sumber dana dari PNBP BLU menjadi penggunaan saldo awal kas.

18 Oktober 2013------

c. Setelah penetapan menjadi Satker BLU,

a. Perubahan kode akun PNBP menjadi PNBP BLU dengan ketentuan:1) Akun belanja PNBP yang telah realisasi, tetap menggunakan akun PNBP.2) Akun belanja PNBP yang belum realisasi baik yang telah disetor maupun belum disetor ke kas negara, dirubah menjadi akun PNBP BLU.b. Pencantuman ambang batas berdasarkan usulan Satker BLU dengan pertimbangan fluktuasi operasional 2 tahun terakhir dan realisasi/ prognosa TA berjalan.c. Satker BLU yang ditetapkan sebelum proses APBN-P dan sebelumnya bukan pengguna Satker PNBP, revisi menjadi DIPA BLU dilakukan DJA.

d. Satker BLU yang ditetapkan setelah proses APBN-P dan sebelumnya bukan pengguna Satker PNBP, tidak diperlukan revisi menjadi DIPA BLU.

e. Pencantuman target PNBP BLU & realisasi belanja PNBP BLU bagi Satker BLU yang ditetapkan setelah proses APBN-P dan sebelumnya bukan pengguna Satker PNBP, diungkapkan dalam CaLK

18 Oktober 2013a. Surat Usulan Pengesahan Revisi DIPA BLU yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi),

b. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa PA,

c. ADK yang dihasilkan dari aplikasi RKA-K/L DIPA Revisi,

d. Resume pendapatan dan belanja BLU.

d. Perubahan status Satker BLU dari BLU bertahap menjadi BLU penuh,

Dilakukan pencantuman ambang batas berdasarkan usulan Satker BLU dengan pertimbangan fluktuasi operasional 2 tah