05-suplemen ekkp3k - pendanaan

Upload: denny-boy-mochran

Post on 04-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Panduan ini merupakan bagian dari 9 Suplemen E-KKP3K dan diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi pengelola KKP3K dalam mencapai peringkat merah. Suplemen ini memuat langkah langkah dalam mencapai kriteria peringkat pengelolaan pada level 1 (merah) yang terkait dengan pengajuan usulan inisiatif, pelaksanaan identifikasi dan pengajuan pencadangan KKP/KKP3K.

TRANSCRIPT

  • iPanduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    SUPLEMEN 5PANDUAN PENDANAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN,

    PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

    SUPLEMEN PEDOMAN E-KKP3K

    Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Kementerian Kelautan dan Perikanan

  • ii Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil iiiPanduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    SUPLEMEN 5PANDUAN PENDANAAN

    KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

    PENgARAh:Menteri Kelautan dan Perikanan

    Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecill

    PENANggUNg JAWAb:Agus Dermawan Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

    PENyUSUN:Syamsul bahri Lubis

    SurajiNilfa Rasyid

    Asri S. Kenyo hAntung R. Jannah

    Dyah Retno WulandariM. Saefudin

    Muschan AshariRirin Widiastutik

    Tendy Kuhajayusuf Arief AfandiAhmad SofiullahRoni Megawanto

    Dipersilahkan mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan mencantumkan sumber sitasi.

    2014Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

    Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau KecilKementerian Kelautan dan Perikanan

    gedung Mina bahari III Lantai 10Jalan Medan Merdeka Timur No 16 Jakarta Pusat 10110

    Telp./Fax: (021) 3522045, Surel: [email protected] resmi: http://kkji.kp3k.kkp.go.id

    KATA PENGANTAR

    Salah satu aspek penting dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil yakni pendanaan. Aspek mengenai pendanaan ini telah diatur dan diulas dalam Pedoman Teknis E-KKP3K yang ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal KP3K Nomor Kep. 44/KP3K/2012 tentang

    Pedoman Teknis Evauasi Efektivitas Pengelolaan kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K). buku panduan ini merupakan bagian dari seri panduan suplemen E-KKP3K yang terdiri atas: Panduan Identifikasi, Panduan Rencana Pengelolaan dan Zonasi, Panduan Kelembagaan, Panduan Sarana dan Prasarana, Panduan Pendanaan, Panduan Penetapan, Panduan Penataan batas;Panduan Monitoring biofisik (Sumberdaya Kawasan); danPanduan Monitoring Sosial budaya dan Ekonomi.

    Ucapan terimakasih disampaikan kepada para pihak yang telah berkontribusi dalam proses penyusunan buku ini terutama kepada LSM mitra yang tergabung dalam konsor-sium Marine Protected Area governance (CI, CTC, TNC, WCS , WWF) serta pihak lain yang tidak disebutkan satu per satu.

    .

    Jakarta, 2014Tim Penyusun,

  • iv Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 1Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    DAfTAR ISI

    BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1

    1.1 LATAR bELAKANg ................................................................................................................... 1

    1.2 TUJUAN ....................................................................................................................................... 2

    BAB II PENDANAAN BERKELANJUTAN .................................................................................... 3

    2.1 PENgERTIAN ............................................................................................................................. 3

    2.2 PENDANAAN PADA PERINgKAT KUNINg .................................................................... 6

    2.3 PENDANAAN PADA PERINgKAT hIJAU .......................................................................... 9

    2.3.1 PENDANAAN MELALUI ANggARAN PEMERINTAh ....................................... 9

    2.3.2 PENDANAAN MELALUI ANggARAN NON PEMERINTAh ........................... 12

    2.3.3 PROPOSAL RENCANA KEgIATAN ........................................................................ 13

    2.3.4 RENCANA bISNIS KAWASAN KONSERVASI ....................................................... 14

    2.4 PENDANAAN PADA PERINgKAT bIRU ............................................................................ 14

    2.4.1 RETRIbUSI KAWASAN ................................................................................................ 17

    2.4.2 bADAN LAyANAN UMUM ........................................................................................ 17

    2.4.3 REFERENSI MEKANISME LAIN ................................................................................ 19

    BAB III DANA WALI AMANAH ....................................................................................................... 27

    BAB IV PENUTUP ................................................................................................................................. 33

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 34

    LAMPIRAN ............................................................................................................................................... 35

    BAB IPENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (selanjutnya disebut E-KKP3K) disusun sebagai panduan baku (standard) dalam mengevaluasi capaian pengelolaan berkelanjutan suatu kawasan konservasi. Penyusunan EKKP3K memiliki dua tujuan utama diantaranya sebagai pedoman dalam mengevaluasi efektivitas pengelolaan sebuah kawasan konservasi, dan sebagai pedoman dalam mengembangkan sebuah kawasan konservasi yang sesuai dengan konteks ekologi, sosial-ekonomi dan budaya, ketersediaan sumberdaya manusia dan kapasitas teknis, serta pendanaan dimana kawasan tersebut dikembangkan. E-KKP3K diharapkan dapat dijadikan acuan bagi semua kegiatan yang perlu dan akan dilaksanakan di kawasan konservasi tersebut agar arah pengembangan kawasan konservasi sesuai dengan yang diharapkan sekaligus meningkatkan kinerja pengelolaan.

    Dalam upaya mendukung kinerja pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP/KKP3K), telah disusun suplemen pendukung Panduan E-KKP3K yang bertujuan memberikan pedoman teknis untuk membekali pengelola KKP/KKP3K, antara lain: (1) Panduan Usulan Inisiatif, Identifikasi dan Inventarisasi dan Pencadangan; (2)Panduan Kelembagaan; (3) Panduan Rencana Pengelolaan dan Zonasi; Panduan Sarana dan Prasarana; (5) Panduan Pendanaan; (6) Panduan Penetapan; (7) Panduan Penataan batas; (8) Panduan Monitoring biofisik (Sumberdaya Kawasan); dan (9) Panduan Monitoring Sosial budaya dan Ekonomi.

    Panduan pendanaan (suplemen 5) dalam efektifitas pengelolaan berdasarkan E-KKP3K memuat empat aspek penting, yaitu a) Perolehan pendapatan termasuk upaya penggalangan dana; b) Penggunaan dana yang merujuk pada perencanaan; c) Regulasi keuangan yang berlaku termasuk otonomi daerah, keuangan negara, dan regulasi lain yang terkait; dan d) Administrasi pendanaan.

    Pada konteks E-KKP3K ini, pembahasan komponen pendanaan akan dibagi ke dalam level efektifitas pengelolaan, yaitu level kuning untuk efektifitas pengelolaan minimum, level hijau untuk efektifitas pengelolaan medium, dan level biru untuk efektifitas pengelolaan optimum. Uraian komponen pendanaan pada level merah dan emas tidak menjadi bagian pembahasan pada panduan pendanaan ini, dikarenakan pada level merah kawasan konservasi baru diinisiasi dalam proses pengembangannya dan pada level emas

  • 2 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 3Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    kawasan konservasi telah dikelola secara mandiri dan komponen biaya pengelolaan sudah dapat dikelola dengan baik.

    1.2 TUJUAN

    Tujuan dari panduan teknis pendanaan berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan konservasi ini adalah:

    1. Memberikan penjelasan dan uraian yang lebih lengkap terkait pertanyaan-pertanyaan aspek pendanaan berkelanjutan pengelolaan kawasan konservasi dalam Pedoman Teknis E-KKP3K.

    2. Memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih lengkap dalam pendanaan berkelanjutan guna mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif.

    BAB IIPENDANAAN BERKELANJUTAN

    2.1 Pengertian

    E-KKP3K merupakan metode evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang menunjukan peringkat/level sejauh mana upaya pengelolaan kawasan konservasi memberikan hasil positif terhadap aspek-aspek sumberdaya kawasan dan sosial-ekonomi-budaya masyarakat yang berdampak pada peningkatan kinerja pengelolaan kawasan konservasi. Salah satu komponen dalam pengelolaan kawasan konservasi yang efektif adalah pendanaan berkelanjutan. Salah satu indikator pencapaian pengelolaan efektif kawasan konservasi yang mandiri antara lain adanya sistem pendanaan yang berkelanjutan.

    Pendanaan berkelanjutan merupakan portofolio dari beberapa sumber pendapatan untuk membiayai pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP/KKP3K) agar jumlah dan kepastian ketersediaan dana cukup memadai dalam jangka panjang. Pedoman teknis ini menjabarkan beberapa sumber pendapatan yang dapat menjadi pilihan sumber pendanaan dari pengelolaan suatu kawasan konservasi, sehingga konsep pendanaan berkelanjutan merupakan upaya mengurangi ketergantungan pada satu sumber saja agar tercipta aliran kas yang bisa diprediksi.

    Pendanaan berkelanjutan mengacu pada dokumen Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan yang meliputi strategi penguatan kelembagaan, strategi penguatan pengelolaan sumberdaya kawasan, dan strategi penguatan sosial, ekonomi dan budaya. Mekanisme pendanaan berkelanjutan bukan hanya untuk membiayai operasional pengelola kawasan tapi juga harus bisa memberikan insentif ekonomi dan mendukung pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat lokal di sekitar kawasan.

    berdasarkan dokumen rencana pengelolaan yang telah disusun, maka dapat dihitung dana yang dibutuhkan yang kemudian di bagi ke dalam tiga komponen biaya, yaitu 1) biaya operasional, 2) biaya investasi berkala untuk pemeliharaan dan peningkatan kapasitas SDM pengelolaan, dan 3) biaya investasi untuk sarana dan prasarana. Ketiga komponen biaya tersebut kemudian diproyeksikan dalam tiga skenario kondisi yaitu, minimum, medium, dan optimum. Skenario minimum hanya mencakup biaya operasional, skenario medium mencakup biaya operasional dan biaya investasi berkala untuk pemeliharaan dan peningkatan kapasitas SDM pengelolaan, sementara skenario optimum mencakup biaya

  • 4 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 5Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    operasional, biaya investasi berkala untuk pemeliharaan dan peningkatan kapasitas SDM pengelolaan, dan biaya investasi untuk sarana dan prasarana.

    Dalam konteks E-KKP3K, ketiga komponen biaya dan skenario tersebut diterjemahkan ke dalam peringkat efektifitas pengelolaan, yaitu peringkat kuning untuk skenario minimum, peringkat hijau untuk skenario medium, dan peringkat biru untuk skenario optimum. Peringkat merah dan emas pada tingkatan peringkat E-KKP3K tidak dimasukkan ke dalam komponen pendanaan berkelanjutan. hal ini dikarenakan pada peringkat merah, kawasan konservasi baru diinisiasi dan pada level emas, kawasan konservasi perairan telah dikelola secara mandiri dan komponen biaya pengelolaan sudah tertutupi oleh pendapatan.

    Sumber-sumber pembiayaan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan secara umum berasal dari anggaran pemerintah dan anggaran non-pemerintah. Anggaran pemerintah bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan belanja Nasional (APbN) dan Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APbD), baik APbD Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sumber pendapatan non-pemerintah bisa berasal dari bUMN/bUMD, sektor swasta (CSR), hibah dari dalam dan luar negeri (termasuk kerjasama LSM), dan retribusi/tiket masuk kawasan (entrance fee).

    Dalam hal kerjasama dengan pihak swasta, pengelola kawasan tidak harus menerima dan mengelola dana tapi dalam bentuk kegiatan dimana mitra pengelola sendiri yang mengelola dana kegiatan. Pengelola dalam hal ini cukup memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan mitra dalam rangka mendukung pengelolaan kawasan berdasarkan Rencana Pengelolaan yang sudah disusun.

    Pengelola kawasan konservasi diharapkan memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan dana non-APbN/APbD, pemerintah telah menyediakan regulasi tentang Pola Pengelolaan Keuangan dalam bentuk badan Layanan Umum (bLU) untuk unit organisasi pusat dan badan Layanan Umum Daerah (bLUD) untuk unit organisasi daerah. Melalui penerapan pola pengelolaan keuangan bLU/bLUD dalam pendanaan pengelolaan kawasan konservasi, maka pengelola kawasan dapat mengelola sumber-sumber pendapatan lain selain dari APbN/APbD seperti disebutkan diatas.

    gambaran dan penjelasan pendanaan berkelanjutan dalam mendukung pengelolaan KKP/KKP3K diuraikan melalui diagram alur dibawah berikut ini.

    dala

    m h

    al i

    ni c

    uku

    p m

    emas

    tika

    n ba

    hwa

    kegi

    atan

    yan

    g di

    laku

    kan

    mit

    ra

    dala

    m r

    angk

    a m

    endu

    kung

    pen

    gelo

    laan

    kaw

    asan

    ber

    dasa

    rkan

    Ren

    can

    a

    Peng

    elol

    aan

    yan

    g su

    dah

    dis

    usu

    n.

    Peng

    elol

    a ka

    was

    an k

    onse

    rvas

    i di

    hara

    pkan

    mem

    iliki

    fle

    ksib

    ilita

    s

    dala

    m

    pen

    gelo

    laan

    da

    na

    non

    -APB

    N/A

    PBD

    , pe

    mer

    inta

    h te

    lah

    men

    yedi

    akan

    reg

    ula

    si t

    enta

    ng P

    ola

    Peng

    elol

    aan

    Keu

    anga

    n d

    alam

    ben

    tuk

    Bad

    an L

    ayan

    an U

    mu

    m (

    BLU

    ) u

    ntu

    k u

    nit

    orga

    nis

    asi

    pusa

    t da

    n B

    adan

    Laya

    nan

    Um

    um

    Dae

    rah

    (B

    LUD

    ) u

    ntu

    k u

    nit

    org

    anis

    asi

    daer

    ah.

    Mel

    alu

    i

    pen

    erap

    an

    pola

    pe

    ngel

    olaa

    n ke

    uan

    gan

    B

    LU/B

    LUD

    da

    lam

    pe

    ndan

    aan

    peng

    elol

    aan

    ka

    was

    an

    kon

    serv

    asi,

    mak

    a pe

    ngel

    ola

    kaw

    asan

    da

    pat

    men

    gelo

    la

    sum

    ber-

    sum

    ber

    pen

    dapa

    tan

    lain

    se

    lain

    da

    ri

    APB

    N/A

    PBD

    sepe

    rti d

    iseb

    utk

    an d

    iata

    s.

    Gam

    bara

    n

    dan

    pen

    jela

    san

    pe

    ndan

    aan

    berk

    elan

    juta

    n da

    lam

    men

    duku

    ng p

    enge

    lola

    an K

    KP/

    KK

    P3K

    diu

    raik

    an m

    elal

    ui

    diag

    ram

    alu

    r

    diba

    wah

    ber

    iku

    t in

    i.

    Bel

    umad

    ape

    ngel

    ola

    P

    enin

    gkat

    anpa

    rtisi

    pasi

    para

    piha

    k

    Pen

    gelo

    laan

    Dan

    aP

    erw

    alia

    n

    Pem

    biay

    aan

    belu

    mm

    emad

    ai

    Kaw

    asan

    dike

    lola

    min

    imum

    Kaw

    asan

    Diin

    isia

    si

    Kaw

    asan

    Did

    irika

    n

    Kaw

    asan

    dike

    lola

    optim

    um

    Kaw

    asan

    Man

    diri

    C

    ukup

    utk

    biay

    aop

    eras

    iona

    lka

    ntor

    Sud

    ahad

    ape

    ngel

    ola

    Pen

    gelo

    laan

    min

    imal

    R

    enca

    nape

    ndan

    aan

    dira

    ncan

    gda

    rire

    ncan

    ast

    rate

    gipe

    ngel

    olaa

    n

    Duk

    unga

    nda

    naA

    PB

    D/

    AP

    BN

    (DA

    K,D

    ekon

    /TP

    )dl

    mpe

    ndan

    aan

    D

    ukun

    gan

    usul

    ando

    nasi

    /do

    natu

    rdlm

    pend

    anaa

    n

    Pen

    gelo

    laan

    optim

    al

    P

    enge

    mba

    ngan

    sum

    ber-

    sum

    berp

    embi

    ayaa

    nal

    tern

    atif

    P

    enge

    mba

    ngan

    Uni

    tO

    rgan

    isas

    idgn

    Pol

    aP

    enge

    lola

    anK

    euan

    gan

    BLU

    /BLU

    D

    Pen

    gem

    bang

    anK

    erja

    sam

    a/ke

    mitr

    aan

    dgn

    piha

    ksw

    asta

    (CS

    R,

    PK

    BL)

    D

    ana

    Hib

    ah

    Dan

    aS

    wad

    aya

    Pen

    gelo

    laan

    Ber

    kela

    njut

    an

    Ada

    renc

    ana

    pem

    biay

    aan

    Pem

    enuh

    anpe

    mbi

    ayaa

    nS

    iste

    mpe

    ndan

    aan

    Gam

    bar

    1. D

    iagr

    am A

    lir K

    onse

    p D

    ukun

    gan

    Pem

    biay

    aan

    Peng

    elol

    aan

    Kaw

    asan

    Kon

    serv

    asi.

    Gam

    bar 1

    . Dia

    gram

    Alir

    Kon

    sep

    Duk

    unga

    n Pe

    mbi

    ayaa

    n Pe

    ngel

    olaa

    n Ka

    was

    an K

    onse

    rvas

    i.

  • 6 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 7Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    Mekanisme pendanaan yang perlu dibangun oleh pengelola kawasan konservasi adalah melakukan koordinasi perencanaan anggaran kegiatan dengan kementerian/lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait untuk memenuhi biaya pengelolaan. Misalnya untuk kebutuhan infrastruktur perlu dianggarkan pada Kementerian/Dinas PU, untuk komponen pemanfaatan wisata dapat dianggarkan pada Kementerian/Dinas Pariwisata dan komponen lain seperti pemberdayaan masyarakat pesisir dapat dianggarkan pada Kementerian Sosial/Dinas Pemberdayaan Masyarakat, dan seterusnya.

    Melalui pendekatan mekanisme pendanaan berkelanjutan seperti disebutkan di atas, maka pengelolaan kawasan bukan hanya menjadi tanggung jawab pengelola kawasan saja melainkan juga tanggungjawab semua kementerian/lembaga, SKPD dan para pemangku kepentingan. Upaya merealisasikan hal ini membutuhkan leadership yang kuat terutama dalam mengkoordinasikan dan memastikan penganggaran oleh instansi terkait, selain Kementerian/Dinas Kelautan dan Perikanan.

    2.2 PENDANAAN PADA PERINGKAT KUNING

    Efektifitas pengelolaan suatu kawasan konservasi pada peringkat kuning merupakan kawasan konservasi yang baru didirikan. Tingkatan ini memiliki 4 (empat) kriteria, yaitu: (i) Unit organisasi pengelola dengan SDM; (ii) Rencana pengelolaan dan zonasi; (iii) Sarana dan prasarana pendukung pengelolaan; dan (iv) Dukungan pembiayaan pengelolaan.

    Dukungan pembiayaan pengelolaan (pendanaan berkelanjutan) dalam pengelolaan kawasan konservasi pada peringkat kuning E-KKP3K disajikan pada tabel di bawah ini.

    Tabel 1. Evaluasi Pendanaan Berkelanjutan Pada Peringkat Kuning

    Pada peringkat kuning, komponen pendanaan hanya meliputi biaya operasional kantor dan biaya pengawasan kawasan konservasi. berikut rincian pendanaan yang dapat dijadikan acuan prioritas pada level ini:

    1. biaya Operasional kantor dan pengelolaan bersama2. biaya Penguatan Kelembagaan (Unit Organisasi dan SDM)3. biaya Pengawasan (patroli, pos jaga, dsb)4. biaya Public Awareness5. biaya Riset dan Edukasi6. biaya Monitoring biofisik, sosial, budaya dan ekonomi7. biaya Penguatan Masyarakat (langsung ke nelayan, pemuda, ibu rumah tangga,

    dsb)

    Pada peringkat kuning, biaya pengelolaan sepenuhnya bersumber dari dana pemerintah (APbN/APbD). Pada peringkat ini pengelola mulai melakukan komunikasi awal dengan kementerian/lembaga dan SKPD terkait agar kegiatan-kegiatan dapat diarahkan dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi. Arahan kegiatan di kawasan konservasi merujuk pada dokumen rencana pengelolaan. Selain dokumen rencana pengelolaan, rujukan penting lainnya dalam pembiayaan kawasan konservasi perairan adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga/SKPD, Rencana Strategis (Renstra) Pesisir jika sudah ada, Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerka Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL), dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD). Ilustrasi perkiraan biaya pengelolaan pada level kuning terlampir pada Lampiran 1.

    Tabel 1. Evaluasi Pendanaan Berkelanjutan Pada Peringkat Kuning

    Peringkat Pertanyaan Alat Verifikasi Penjelasan Alat Verifikasi Kuning Bagaimana

    status pembiayaan pengelolaan?

    Apakah pembiayaan pengelolaan belum memadai (minimum untuk operasional kantor).

    Laporan keuangan unit organisasi pengelola

    Biaya operasional kantor, mencakup; Biaya kebutuhan sehari-hari

    perkantoran Biaya langganan daya dan jasa Biaya pemeliharaan kantor, Biaya pembayaran terkait

    pelaksanaan operasional kantor Biaya ini dipertangungjawabkan dalam dokumen laporan keuangan oleh pimpinan unit organisasi pengelola yang secara umum memuat penggunaan biaya serta jumlahnya.

    Pada peringkat kuning, komponen pendanaan hanya meliputi

    biaya operasional kantor dan biaya pengawasan kawasan konservasi.

    Berikut rincian pendanaan yang dapat dijadikan acuan prioritas pada

    level ini:

    1. Biaya Operasional kantor dan pengelolaan bersama

    2. Biaya Penguatan Kelembagaan (Unit Organisasi dan SDM)

    3. Biaya Pengawasan (patroli, pos jaga, dsb)

    4. Biaya Public Awareness

    5. Biaya Riset dan Edukasi

    6. Biaya Monitoring Biofisik, sosial, budaya dan ekonomi

    7. Biaya Penguatan Masyarakat (langsung ke nelayan, pemuda, ibu

    rumah tangga, dsb)

    Pada peringkat kuning, biaya pengelolaan sepenuhnya bersumber

    dari dana pemerintah (APBN/APBD). Pada peringkat ini pengelola mulai

    melakukan komunikasi awal dengan kementerian/lembaga dan SKPD

    terkait agar kegiatan-kegiatan dapat diarahkan dalam mendukung

    pengelolaan kawasan konservasi. Arahan kegiatan di kawasan

    konservasi merujuk pada dokumen rencana pengelolaan. Selain

    dokumen rencana pengelolaan, rujukan penting lainnya dalam

    pembiayaan kawasan konservasi perairan adalah Rencana Pembangunan

  • 8 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 9Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    2.3 PENDANAAN PADA PERINGKAT HIJAU

    Efektifitas pengelolaan suatu kawasan konservasi pada peringkat hijau merupakan kawasan konservasi yang dikelola mandiri. Tingkatan ini memiliki 4 (empat) kriteria, yaitu (i)Pengesahan rencana pengelolaan dan zonasi; (ii)Standar Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan; (iii)Pelaksanaan rencana pengelolaan dan zonasi; dan (iv)Penetapan Kawasan Konservasi.

    Dukungan pembiayaan pengelolaan (pendanaan berkelanjutan) dalam pengelolaan kawasan konservasi pada peringkat hijau E-KKP3K disajikan pada tabel di atas ini.

    Pada peringkat hijau, komponen pendanaan meliputi biaya operasional dan biaya investasi berkala untuk pemeliharaan infrastruktur dan peningkatan kapasitas SDM pe-ngelolaan. berikut rincian pendanaan yang dapat dijadikan acuan prioritas pada level ini:

    1. biaya Operasional kantor dan pengelolaan bersama2. biaya Penguatan Kelembagaan (Unit Organisasi dan SDM)3. biaya Pengawasan (patroli, pos jaga, dsb)4. biaya Public Awareness5. biaya Riset dan Edukasi6. biaya Monitoring biofisik, sosial, budaya dan ekonomi7. biaya Penguatan Masyarakat (langsung ke nelayan, pemuda, ibu rumah tangga,

    dsb)8. biaya Pelatihan SDM dan Peningkatan kapasitas9. biaya Pemeliharaan infrastruktur10. biaya Perlindungan populasi dan habitat11. biaya Pengelolaan wisata atau perikanan12. biaya Peninjauan dokumen perencanaan (evaluasi).

    2.3.1 PENDANAAN MELALUI ANGGARAN PEMERINTAH

    Pada peringkat hijau, pengelola kawasan konservasi diharapkan sudah melakukan komunikasi intensif dengan Kementerian/Lembaga dan SKPD terkait pendanaan untuk kegiatan pengelolaan kawasan konservasi. Pengelola kawasan konservasi, khususnya pengelola kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) dapat mengakses anggaran APbN melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Ilustrasi perkiraan biaya pengelolaan pada peringkat hijau terlampir pada Lampiran 1.

    Peringkat

    hijau

    Pertanyaan

    Apakah Perencanaan Pendanaan pengelolaan sudah ada?

    Apakah unit pengelola memperoleh dukungan pembiayaan pengelolaan dari APbD/APbN?

    Apakah ada perencanaan pemenuhan kebutuhan anggaran pengelolaan kawasan

    Alat Verifikasi

    Dokumen strategi dan rencana pendanaan kawasan

    Laporan keuangan unit organisasi pengelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia dan rencana kerja tahunan.

    Dokumen usulan anggaran alternatif, surat permohonan, proposal dan lain-lain

    Penjelasan Alat Verifikasi

    Rencanapengelolaanjangkamenengah merupakan dokumen strategis unit organisasi pengelola KKP.

    Melaluidokumenrencanastrategisini kebutuhan dana dan sumber dana yang memungkinkan dihitung dan diperkirakan dalam sebuah rencana pendanaan.

    DukunganAPBD/APBNbisadari anggaran Dinas, anggaran kementerian (Dekon/TP), dan anggaran Dana Perimbangan (DAK) terkait dgn bidang Kelautan dan Perikanan.

    APBDberpedomanpadaRencanaKerja pemerintah daerah (RKPD), sementara APbN berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana Kerja Pemerintah atau Pemerintah Daerah merupakan rencana jangka pendek atau rencana kerja tahunan. Rencana kerja tahunan disusun berdasarkan rencana jangka menengah.

    PertanggungjawabanpelaksanaanAPbN/APbD disampaikan dalam bentuk laporan keuangan yang antara lain meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. bentuk dan isi laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi dalam laporan keuangan pemerintahan.

    Pemenuhankebutuhananggaran dapat melalui rencana pengumpulan dana melalui pihak lain (donor/donatur), yg bisa berasal dari dalam negeri ataupun luar negeri dengan mengajukan proposal rencana kegiatan, surat permohonan kerjasama, atau dokumen usulan pendanaan lainnya.

    Tabel 2. Evaluasi Pendanaan berkelanjutan pada Peringkat hijau

  • 10 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 11Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    A. DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)

    Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APbN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah.

    DAK merupakan salah satu dana perimbangan, selain Dana bagi hasil dan Dana Alokasi Umum, yang dimaksudkan bukan hanya untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, tapi juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.

    besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APbN berdasarkan kriteria yang ditetapkan pemerintah, meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APbD, kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah, dan kriteria teknis ditetapkan oleh Kementerian Teknis. Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK yang dianggarkan dalam APbD. Namun demikian, daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping.

    DAK bidang kelautan dan perikanan adalah dana yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan pembangunan fisik di bidang kelautan dan perikanan yang bersifat investasi jangka menengah, seperti gedung dan bangunan, sarana peralatan dan mesin, speed boat pengawasan, perahu motor POKMASWAS, alat komunikasi pengawasan, kendaraan roda dua pengawasan perikanan, bangunan pos pengawas, dan steiger speed boat pengawasan. Template isian rencana Kegiatan DAK bidang Kelautan dan Perikanan tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

    B. DANA DEKONSENTRASI

    Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APbN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dekonsentrasi yang dimaksud adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah. Pengaturan Dana Dekonsentrasi bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi

    pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah.

    Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui Kementerian/Lembaga kepada gubernur dan secara khusus dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat nonfisik, seperti kegiatan sinkronisasi, koordinasi, perencanaan, bimbingan teknis, penelitian, pelatihan, supervisi, dan lain-lainnya. Dalam pelaksanaannya, kegiatan dekonsentrasi di daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur.

    Dana Dekonsentrasi merupakan bagian anggaran Kementerian/Lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga.Dalam hal pertanggungjawaban pelaksanaan Dana Dekonsentrasi, SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi kepada gubernur dan selanjutnya gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan dekonsentrasikepada menteri negara/pimpinan lembaga yang memberikan pelimpahan wewenang. Menteri negara/pimpinan lembaga menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi secara nasional kepada Presiden.

    C. DANA TUGAS PEMBANTUAN

    Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APbN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. Tugas Pembantuan yang dimaksud adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Dana Tugas Pembantuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan pemerintah yang ditugaskan kepada daerah.

    Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga untuk kegiatan yang bersifat fisik dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur, bupati, atau Walikota. Dalam hal pertanggungjawaban pelaksanaan dana Tugas Pembantuan, SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan kepada gubernur, bupati, atau Walikota. Para Kepala Daerah kemudian menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga yang telah menugaskan. Pada akhirnya Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan secara nasional kepada Presiden.

  • 12 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 13Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    2.3.2 PENDANAAN MELALUI ANGGARAN NON PEMERINTAH

    Strategi dan Rencana Pendanaan perlu disusun untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan selain dari anggaran pemerintah (APbN/APbD). Pendanaan tersebut perlu diidentifikasi misalnya dalam bentuk kerja sama kegiatan melalui hibah dari lembaga donor dan program Corporate Social Responsibilities (CSR) dari korporasi (termasuk Program Kemitraan dan bina Lingkungan/PKbL dari bUMN).

    A. LEMBAGA DONOR

    Lembaga donor yang membiayai kegiatan lingkungan umumnya dibagi kedalam 3 kelompok besar, yaitu yayasan swasta, lembaga multilateral, dan lembaga bilateral. yayasan swasta yang dimaksud adalah yayasan (foundation) yang dimiliki oleh korporasi atau pemilik korporasi yang didirikan khusus untuk memberikan bantuan pendanaan dalam bidang pembangunan tertentu, termasuk bidang lingkungan. beberapa yayasan swasta yang bekerja di Indonesia diantaranya adalah Ford Foundation, Packard Foundation, Walton Foundation, McArthur Foundation, Cargill Foundation, Toyota Foundation, gates Foundation, dan lain-lain.

    Donor multilateral umumnya membiayai program pembangunan dengan cakupan geografis yang luas atau merefleksikan prioritas beberapa negara. Lembaga donor multilateral biasanya memiliki mekanisme atau prosedur yang rumit, memakan banyak waktu, sangat birokratis, dan persyaratan yang ketat. beberapa contoh lembaga donor multilateral adalah global Environment Facility (gEF), World bank, Asian Development bank (ADb), dan beberapa lembaga Perserikatan bangsa-bangsa seperti United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Environment Programme (UNEP).

    Lembaga donor bilateral berasal dari negara-negara maju yang menyediakan bantuan langsung kepada negara-negara berkembang, seperti Indonesia, melalui kedutaan besar masing-masing negara. beberapa lembaga donor bilateral yang telah lama bekerja di Indonesia adalah USAID dari pemerintah Amerika, Australian AID (sebelumnya AUSAID) dari pemerintah Australia, gIZ dari pemerintah Jerman, JICA dari pemerintah Jepang, DANIDA dari pemerintah Denmark, dan CIDA dari pemerintah Kanada. Penggunaan dana ini untuk pengelolaan kawasan konservasi harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

    B. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

    Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan terhadap dampak yang ditimbulkannya terhadap masyarakat. Konsep ini mendorong perusahaan untuk tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line yaitu kondisi finansial saja, tapi harus berpijak pada

    triple bottom lines, yaitu finansial, sosial, dan lingkungan yang kemudian lebih terkenal dengan sebutan 3P, yaitu Profit, People, dan Planet.

    Di Indonesia, CSR merupakan kewajiban sebagimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas. Menurut Undang-Undang Penanaman Modal, setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.Sementara Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas hanya memberi kewajiban CSR pada Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.

    Terdapat juga ketentuan khusus bagi badan Usaha Milik Negara (bUMN) untuk melaksanakan CSR melalui Program Kemitraan dan bina Lingkungan (PKbL), yaitu Peraturan Menteri (Permen) Negara badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/Mbu/2007 Tentang Program Kemitraan badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil Dan Program bina Lingkungan. Permen ini mewajibkan bUMN (Perusahan Umum dan Persero) untuk melaksanakan PKbL. Peraturan Menteri bUMN ini bahkan menyebutkan bahwa bUMN harus mengalokasikan dana untuk PKbL sebesar maksimal 2% dari laba perusahaan setelah pajak. Penggunaan dana ini untuk pengelolaan kawasan konservasi harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

    2.3.3 PROPOSAL RENCANA KEGIATAN

    Pengelola kawasan konservasi dapat menyusun dan mengajukan proposal rencana kegiatan dalam mengakses sumber dana non APbN/APbD. Proposal kegiatan yang diajukan harus merujuk kepada rencana pengelolaan dan setidaknya memuat analisa kebutuhan, tujuan, keluaran, rancangan dan rencana kegiatan, dan Rencana Anggaran dan biaya (RAb). Perlu digarisbawahi bahwa kerja sama dengan pihak ketiga tidak harus dilakukan oleh pengelola dana kawasan konservasi. Sistemika proposal setiap lembaga mitra dapat saja berbeda satu sama lain, namun secara umum format proposal kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 5.

    berikut beberapa tahapan utama dari proses persetujuan usulan pendanaan seperti yang dirangkum oleh brown dan Dunais (2005):

    1. Tahap Pra-pendanaan. Dalam tahap ini diperlukan penilaian dan pembahasan awal terhadap lembaga

    donor. Lembaga donor umumnya mempublikasikan kriteria persyaratan dan evaluasi, serta tenggat waktu pengajuan usulan.

    2. Tahap Pengembangan Konsep. Pada tahap ini lembaga donor mungkin akan melakukan peninjauan gagasan yang

  • 14 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 15Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    diusulkan oleh calon penerima potensial. beberapa lembaga donor menyediakn bantuan teknis atau dana perencanaan dalam fase ini, khususnya untuk mitra yang telah mapan.

    3. Tahap Usulan Proyek. Dalam tahap ini dilakukan pengajuan proposal secara resmi untuk dilakukan

    peninjauan kembali. Kemungkinan akan banyak dilakukan pembahasan terhadap berbagai hal dalam fase ini, khususnya pada saat mulai bergerak dari proses usulan ke proses perencanaan kerja.

    4. Tahap Pengesahan Formal dan Implementasi. Setelah disetujui, berbagai aspirasi dari penerima dana maupun lembaga donor

    dituangkan dalam dokumen resmi, yang antara lain memuat kesepakatan anggaran, hasil-hasil yang diharapkan, dan tanggungjawab staf.

    5. Tahap Pemantauan dan Evaluasi. Selama fase implementasi berlangsung, lembaga donor akan melakukan

    pemantauan terhadap kegiatan, prosedur, dan hasil-hasil kegiatan. Proses ini dapat meliputi kunjungan tidak resmi ke lokasi,self-evaluation, pemeriksaan formal, dan evaluasi eksternal.

    2.3.4 RENCANA BISNIS KAWASAN KONSERVASI

    Pada peringkat hijau ini, pengelola sebaiknya mulai menyusun strategi dan rencana pendanaan atau rencana bisnis (bussniess plan) dalam pengembangan pengelolaan kawasan konservasi yang dikelolanya. Rencana bisnis menjelaskan tentang unit organisasi pengelola kawasan, termasuk visi, misi, kegiatan utama, dan keunggulan kompetitif kawasan. Penjelasan tentang hal-hal tersebut pada dasarnya sudah terdapat pada dokumen rencana pengelolaan. Rencana bisnis juga menjelaskan analisis pasar, analisis SWOT, dan yang terpenting adalah memberikan proyeksi pendanaan/keuangan. Proyeksi keuangan menjelaskan jumlah pemasukan dan jumlah pengeluaran untuk membiayai pengelolaan kawasan. KKPD Nusa Penida adalah salah satu kawasan yang telah mengembangkan rencana bisnis dengan menggunakan Palo Alto Software. Template Strategi dan Rencana Pendanaan (Rencana bisnis) dapat dilihat pada Lampiran 4.

    2.4 PENDANAAN PADA PERINGKAT BIRU

    Efektifitas pengelolaan suatu kawasan konservasi pada peringkat biru merupakan kawasan konservasi yang dikelola optimum. Pada tingkatan ini memiliki 4 (empat) kriteria, yaitu (i)Penataan batas Kawasan; (ii)Kelembagaan; (iii)Pengelolaan sumberdaya kawasan; dan (iv)Pengelolaan sosial, ekonomi dan budaya.

    Dukungan pembiayaan pengelolaan (pendanaan berkelanjutan) dalam pengelolaan kawasan konservasi pada peringkat biru E-KKP3K disajikan pada tabel di bawah ini.

    Tabel 3. Evaluasi Pendanaan berkelanjutan pada Peringkat biruTabel 3. Evaluasi Pendanaan Berkelanjutan pada Peringkat Biru

    Peringkat Pertanyaan Alat Verifikasi Penjelasan Alat Verifikasi Biru Apakah anggaran

    pengelolaan kawasan telah terpenuhi sesuai dengan perencanaan?

    Laporan pelaksanaan kegiatan dan sumber pendanaan.

    Sumber pendanaan anggaran pengelolaan selain melalui APBD/APBN dan bantuan pendanaan, dapat berasal dari: Kerjasama (NGO,CSR, PKBL,

    Hibah) Pengembangan sumber

    pembiayaan alternatif (PES, user fee, dll) yang sah sesuai peraturan peraturan Perundang-undangan

    meningkatkan Unit organisasi pengelola KKP menjadi Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) agar fleksibel dalam menggali sumber-sumber pendanaan secara mandiri

    Pada peringkat biru, komponen pendanaan mencakup biaya

    operasional, biaya investasi berkala untuk pemeliharaan dan

    peningkatan kapasitas SDM pengelolaan, dan biaya investasi untuk

    sarana dan prasarana. Berikut rincian pendanaan yang dapat dijadikan

    acuan prioritas pada peringkat ini:

    1. Biaya Operasional kantor dan pengelolaan bersama

    2. Biaya Penguatan Kelembagaan (Unit Organisasi dan SDM)

    3. Biaya Pengawasan (patroli, pos jaga, dsb)

    4. Biaya Public Awareness

    5. Biaya Riset dan Edukasi

    6. Biaya Monitoring Biofisik, sosial, budaya dan ekonomi

    7. Biaya Penguatan Masyarakat (langsung ke nelayan, pemuda, ibu

    rumah tangga, dsb)

    8. Biaya Pelatihan SDM dan Peningkatan kapasitas

    9. Biaya Pemeliharaan infrastruktur

    10. Biaya Perlindungan populasi dan habitat

    11. Biaya Pengelolaan wisata atau perikanan

    12. Biaya Peninjauan dokumen perencanaan (evaluasi).

    13. Biaya Kantor Utama

  • 16 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 17Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    Pada peringkat biru, komponen pendanaan mencakup biaya operasional, biaya investasi berkala untuk pemeliharaan dan peningkatan kapasitas SDM pengelolaan, dan biaya investasi untuk sarana dan prasarana. berikut rincian pendanaan yang dapat dijadikan acuan prioritas pada peringkat ini:

    1. biaya Operasional kantor dan pengelolaan bersama2. biaya Penguatan Kelembagaan (Unit Organisasi dan SDM)3. biaya Pengawasan (patroli, pos jaga, dsb)4. biaya Public Awareness5. biaya Riset dan Edukasi6. biaya Monitoring biofisik, sosial, budaya dan ekonomi7. biaya Penguatan Masyarakat (langsung ke nelayan, pemuda, ibu rumah tangga,

    dsb)8. biaya Pelatihan SDM dan Peningkatan kapasitas9. biaya Pemeliharaan infrastruktur10. biaya Perlindungan populasi dan habitat11. biaya Pengelolaan wisata atau perikanan12. biaya Peninjauan dokumen perencanaan (evaluasi).13. biaya Kantor Utama14. biaya Papan Informasi15. biaya Pos Monitoring16. biaya Operasional Jetty17. biaya Kapal Pengawas18. biaya Kapal Monitoring19. biaya Produk Informasi20. biaya Sarana Pengawasan (Alat Komunikasi dsb)21. biaya Sarana Penelitian22. biaya Sarana Pendidikan23. biaya Sarana Wisata

    Pada level biru, selain mengembangkan program kemitraan dengan lembaga lain seperti yang telah dimulai di level hijau, pengelola juga mulai mengembangkan sumber pendapatan lainnya seperti tiket masuk kawasan (entrance fee), pengalihan utang untuk lingkungan (Debt-for-Nature Swaps (DNS), pasar karbon (carbon market), pembayaran jasa lingkungan (Payment for Environmental Services), Biodiversity offset, dan denda kerusakan lingkungan. Ilustrasi perkiraan biaya pengelolaan pada peringkat biru (skenario optimum) dapat di lihat pada Lampiran 1.

    2.4.1 RETRIBUSI KAWASAN

    Retribusi kawasan konservasi diterjemahkan dalam kerangka regulasi sebagai pungutan oleh pemerintah terhadap masyarakat, yaitu sebagai retribusi untuk pemerintah daerah dan Pendapatan Negara bukan Pajak (PNbP) untuk pemerintah pusat. Proses penentuan retribusi harus melalui Peraturan Daerah (Perda) bagi kawasan yang di kelola oleh Pemda, sementara untuk kawasan nasional mesti melalui Peraturan Pemerintah tentang Pendapatan Negara bukan Pajak (PNbP). Peraturan tentang retribusi diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sementara pengaturan tentang Pendapatan Negara bukan Pajak diatur oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara bukan Pajak.

    Namun terdapat pengecualian jika unit pengelola telah membentuk badan Layanan Umum (bLU)/badan Layanan Umum Daerah (bLUD) dimana Kepala Daerah bisa menetapkan tarif tiket masuk melalui Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala SKPD atas dasar perhitungan biaya satuan per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan harus mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, dan asas keadilan dan kepatutan; dan kompetisi yang sehat. Tahapan penentuan tarif layanan bLU/bLUD adalah sebagai berikut:

    1. Tarif layanan diusulkan oleh pimpinan bLU kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.

    2. Usul tarif layanan dari Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya. Khusus bLUD, Kepala Daerah menyampaikannya kepada pimpinan DPRD.

    3. Kepala daerah dalam menetapkan besaran tarif dapat membentuk tim yang keanggotaannya dapat berasal dari:

    a. pembina teknis;b. pembina keuangan;c. unsur perguruan tinggi;d. lembaga profesi.

    2.4.2 BADAN LAYANAN UMUM

    Pada peringkat hijau, unit organisasi pengelola kawasan konservasi diarahkan untuk mengembangkan Pola Pengelolaan Keuangan dalam bentuk bLU/bLUD. bLU/bLUD adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

  • 18 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 19Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    Pengembangan bLU/bLUD menjadikan pengelola dapat merekrut staf bukan hanya dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) tapi juga Non-PNS profesional sesuai kebutuhan. Terdapat tiga jenis persyaratan penerapan bLU/bLUD, yaitu persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan substantif terpenuhi apabila tugas dan fungsi SKPD atau Unit Kerja bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasipublic goods) yang berhubungan dengan hal-hal berikut:

    a. penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas;b. kuantitas pelayanan masyarakat;c. pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan

    perekonomian;d. masyarakat atau layanan umum; dan/ataue. pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atauf. pelayanan kepada masyarakat.

    Persyaratan teknis terpenuhi apabila: a. Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan

    pencapaiannya melalui bLU/bLUD; b. kinerja keuangan pengelola kawasan yang sehat.

    Sementara persyaratan administratif terpenuhi, apabila unit pengelola membuat dan menyampaikan dokumen yang meliputi:

    a. Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan

    b. Manfaat bagi masyarakat;c. Pola tata kelola;d. Rencana strategis bisnis;e. Stan dar pelayanan minimal;f. Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; dang. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara

    independen.

    Dalam pembentukan bLU, pengelola kawasan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan badan Layanan Umum, sementara untuk pembentukan bLUD mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang badan Layanan Umum Daerah. beberapa format tentang bLUD dapat dilihat pada Lampiran 6 Lampiran 11.

    2.4.3 REFERENSI MEKANISME LAIN

    Sebagai acuan bagi pengelola kawasan, terdapat beberapa mekanisme sumber pendapatan lain yang sudah diimplementasikan di beberapa negara seperti pengalihan utang untuk lingkungan (Debt-for-Nature Swaps/DNS), pasar karbon (carbon market), pembayaran jasa lingkungan (Payment for Environmental Service/PES), denda kerusakan lingkungan, dan biodiversity Offset. Namun demikian, mekanisme ini membutuhkan upaya ekstra dan melibatkan beberapa kementerian terkait, seperti Menteri Koordinator, bappenas, Kementerian Keuangan, dan kementerian teknis lainnya. Karena itu mekanisme ini lebih bersifat referensi untuk pengelolaan kawasan masa depan (futuristic).

    A. PENGALIHAN UTANG UNTUK LINGKUNGAN

    Pengalihan utang untuk lingkungan (Debt-for-Nature Swaps/DNS) adalah mekanisme pertukaran utang dengan ekuitas atau dana dalam mata uang lokal untuk pembiayaan suatu program lingkungan. Terdapat dua tipe DNS, yaitu bilateral DNS dan three-party DNS. bilateral DNS hanya melibatkan dua pemerintahan dimana negara pemberi utang (kreditor) menghapuskan sebagian hutang pemerintah negara yang berutang (debitor) dan sebagai gantinya negara debitor memberikan komitmen terhadap penyelamatan lingkungan. Sebagai contoh, pemerintah Amerika Serikat menghapus sebagian utang pemerintah Jamaika dan memperkenankan pembayaran utang melalui dana nasional untuk membiayai konservasi lingkungan.

    Mekanisme bilateral DNS digambarkan dalam diagram berikut:

    Gambar 2. Mekanisme Bilateral DNS

    Tipe three-party DNS melibatkan pihak ketiga, dalam hal ini organisasi lingkungan seperti CI, TNC, dan WWF. Dalam Three-party DNS, organisasi lingkungan berperan sebagai donor yang membeli utang dari komersial bank di pasar sekunder. Organisasi lingkungan ini kemudian mentransfer utang ke negara yang berutang (debitor) dan sebagai gantinya negara debitor tersebut setuju untuk melakukan kebijakan lingkungan atau menempatkan dana abadi (endowment fund) untuk tujuan program konservasi. Mekanisme kerja three-party DNS digambarkan pada bagan berikut:

    memberikan komitmen terhadap penyelamatan lingkungan. Sebagai

    contoh, pemerintah Amerika Serikat menghapus sebagian utang

    pemerintah Jamaika dan memperkenankan pembayaran utang melalui

    dana nasional untuk membiayai konservasi lingkungan.

    Mekanisme bilateral DNS digambarkan dalam diagram berikut:

    Gambar 2. Mekanisme Bilateral DNS

    Tipe three-party DNS melibatkan pihak ketiga, dalam hal ini

    organisasi lingkungan seperti CI, TNC, dan WWF. Dalam Three-party

    DNS, organisasi lingkungan berperan sebagai donor yang membeli utang

    dari komersial bank di pasar sekunder. Organisasi lingkungan ini

    kemudian mentransfer utang ke negara yang berutang (debitor) dan

    sebagai gantinya negara debitor tersebut setuju untuk melakukan

    kebijakan lingkungan atau menempatkan dana abadi (endowment fund)

    untuk tujuan program konservasi. Mekanisme kerja three-party DNS

    digambarkan pada bagan berikut:

    Gambar 3. Mekanisme Kerja Three-party DNS

    Salah satu implementasi DNS di Indonesia adalah Tropical Forest

    Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera) yang ditandatangani

    Endowment Fund dalam mata uang lokal setara dengan USD250.000

    Lembaga Kreditor Organisasi Lingkungan

    USD 650.000

    USD 100.000

    Debitor

    Pemerintah Trust Fund

    Program Konservasi

    Lingkungan

    Alokasi pembiayaan dalam mata uang lokal yang jumlahnya setara dengan USD 250.000

    Kreditor Pemerintah

    Debitor Pemerintah

    USD 500.000

    USD 250.000

    Program Konservasi

    Lingkungan

  • 20 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 21Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    Gambar 3. Mekanisme Kerja Three-party DNS

    Salah satu implementasi DNS di Indonesia adalah Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera) yang ditandatangani pada tanggal 30 Juni 2009 di Jakarta. Pemerintah Amerika Serikat sepakat untuk menghapus hutang luar negeri Indonesia, sebesar hampir 20 juta dolar AS selama 8 tahun. Sementara Pemerintah Indonesia menyalurkan dana pembayaran hutangnya bukan ke Pemerintah Amerika Serikat namun dialihkan untuk mendukung penyediaan dana hibah bagi perlindungan dan pebaikan hutan tropis Indonesia. Kesepakatan yang merupakan pengalihan hutang (debt-swap) ini terlaksana dengan melibatkan dua Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai mitra pelaksana kegiatan (swap partner) yaitu Conservation International (CI) dan yayasan Keanekaragaman hayati Indonesia (KEhATI) yang masing-masing berkontribusi sebesar $1 juta.

    Untuk mewujudkan skema DNS langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

    1. Pembahasan skema Debt Swap yang dipimpin Menko Perekonomian.2. Pihak kreditor menyampaikan usulan secara resmi. Perlu digarisbawahi bahwa

    usulan formal pengurangan utang melalui skema DNS ini tidak berasal dari pemerintah Indonesia sebagai debitor sebab jika hal ini dilakukan dapat diartikan oleh dunia internasional bahwa Indonesia sedang tidak mampu membayar utang.

    3. Kementerian Keuangan melakukan pembahasan teknis perjanjian dengan pihak kreditor.

    4. Kementerian/Lembaga sebagai pelaksana kegiatan akan melaksanakan kegiatan sesuai perjanjian debt swap yang dilakukan melalui mekanisme APbN.

    5. Penghapusan utang akan diberikan ketika kegiatan telah melalui tahapan implementasi, evaluasi akhir, dan proses audit berdasarkan sistem pengelolaan APbN yang berlaku.

    b. PASAR KARBON

    Pasar karbon (carbon market) adalah salah satu instrumen ekonomi yang berperan

    penting memberikan insentif bagi kegiatan mitigasi perubahan iklim. Dalam pasar karbon, yang diperdagangkan sesungguhnya adalah hak atas emisi gas rumah kaca dalam satuan setara-ton-CO2 (ton CO2 equivalent). hak disini dapat berupa hak untuk melepaskan gas rumah kaca ataupun hak atas penurunan emisi gas rumah kaca. Pasar karbon berdasarkan dasar pembentukannya terdiri atas pasar karbon sukarela (voluntary carbon market) dan pasar karbon wajib (compliance market).

    Pasar karbon sukarela menggunakan mekanisme dengan system crediting atau sering juga disebut baseline-and-crediting. Dalam mekanisme ini, penurunan emisi adalah selisih dari skenario emisi tanpa adanya proyek penurunan emisi (baseline) dengan emisi aktual setelah adanya proyek. Komoditi yang diperdagangkan adalah penurunan emisi yang telah disertifikasi berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang berlaku di pasar tersebut. Komoditi ini disebut juga sebagai kredit karbon dimana satu unit kredit karbon biasanya setara dengan penurunan emisi satu ton karbon dioksida. Kredit yang dihasilkan dari suatu proyek yang sudah terverifikasi dapat dijual dan digunakan oleh pembeli (buyer) untuk memenuhi target penurunan emisi atau bahkan untuk menjadikan kegiatan yang dilakukan pembeli menjadi netral karbon (carbon neutral) atau nol emisi (zero emission). beberapa program sertifikasi kredit karbon untuk pasar sukarela adalah Verified Carbon Standard (VCS), the Climate, Community and biodiversity Alliance (CCbA), gold Standard (gS),Plan Vivo, Panda Standard, American Carbon Registry, dan sebagainya.

    Mekanisme sistem kredit untuk pasar karbon sukarela menurut DNPI (2013) secara umum mempunyai tahapan sebagai berikut:

    1. Tahap pengusulan, dimana proyek menyusun dokumen usulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    2. Tahap validasi, dimana kesesuaian dokumen usulan dengan persyaratan dan ketentuan diperiksa.

    3. Tahap registrasi, dimana proyek dinyatakan memenuhi syarat dan dicatat sebagai peserta skema crediting bersangkutan.

    4. Tahap verifikasi, dimana hasil penurunan emisi dalam suatu periode tertentu diperiksa kebenaran dan kesesuaiannya.

    5. Tahap penerbitan kredit karbon, dimana sejumlah kredit karbon diterbitkan berdasarkan hasil verifikasi.

    Pasar karbon wajib (compliance market) adalah kebalikan dari pasar karbon sukarela, terbentuk karena ada kebijakan yang mewajibkan pengurangan dan atau pembatasan jumlah emisi gas rumah kaca, seperti kewajiban yang diatur dalam Protokol Kyoto. Protokol Kyoto adalah perjanjian internasional yang mengikat secara hukum (legally binding) bagi negara-negara yang meratifikasinya dan mewajibkan negara-negara maju (Annex-1) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5,2% selama 5 tahun, antara 2008-2012, dibandingan dengan emisi tahun 1990.

    memberikan komitmen terhadap penyelamatan lingkungan. Sebagai

    contoh, pemerintah Amerika Serikat menghapus sebagian utang

    pemerintah Jamaika dan memperkenankan pembayaran utang melalui

    dana nasional untuk membiayai konservasi lingkungan.

    Mekanisme bilateral DNS digambarkan dalam diagram berikut:

    Gambar 2. Mekanisme Bilateral DNS

    Tipe three-party DNS melibatkan pihak ketiga, dalam hal ini

    organisasi lingkungan seperti CI, TNC, dan WWF. Dalam Three-party

    DNS, organisasi lingkungan berperan sebagai donor yang membeli utang

    dari komersial bank di pasar sekunder. Organisasi lingkungan ini

    kemudian mentransfer utang ke negara yang berutang (debitor) dan

    sebagai gantinya negara debitor tersebut setuju untuk melakukan

    kebijakan lingkungan atau menempatkan dana abadi (endowment fund)

    untuk tujuan program konservasi. Mekanisme kerja three-party DNS

    digambarkan pada bagan berikut:

    Gambar 3. Mekanisme Kerja Three-party DNS

    Salah satu implementasi DNS di Indonesia adalah Tropical Forest

    Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera) yang ditandatangani

    Endowment Fund dalam mata uang lokal setara dengan USD250.000

    Lembaga Kreditor Organisasi Lingkungan

    USD 650.000

    USD 100.000

    Debitor

    Pemerintah Trust Fund

    Program Konservasi

    Lingkungan

    Alokasi pembiayaan dalam mata uang lokal yang jumlahnya setara dengan USD 250.000

    Kreditor Pemerintah

    Debitor Pemerintah

    USD 500.000

    USD 250.000

    Program Konservasi

    Lingkungan

  • 22 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 23Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    Protokol Kyoto memungkinkan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang dalam mengurangi gas rumah kaca, yaitu melalui mekanisme Clean Development Mechanism (CDM). Dengan mekanisme ini, negara maju yang belum berhasil mencapai target emisi karbon dapat menggantinya dengan melaksanakan proyek karbon di negara berkembang, seperti proyek renewable energy (pembangkit listrik tenaga air, angin, matahari), proyek efisiensi energi, proyek konservasi lingkungan, dan sebagainya. Jumlah gas rumah kaca yang berhasil dicegah untuk tidak lepas ke atmosfir melalui proyek CDM di negara berkembang tersebut kemudian dijadikan sebagai kredit karbon oleh negara maju. Kredit karbon selanjutnya diperhitungkan dalam pencapaian negara maju terhadap target emisi karbon.Sertifikasi untuk pasar karbon wajib dalam kerangka Protokol Kyoto dikeluarkan oleh Dewan Eksekutif Clean Development Mechanism (CDM) dalam bentuk Certified Emission Reductions (CER) atau sertifikat pengurangan karbon.

    C. PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN

    Pembayaran jasa lingkungan (Payment for Environmental Service/PES) adalah pembayaran/imbal yang diberikan oleh pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa lingkungan hidup yang bersifat sukarela.Dalam sebuah transaksi PES, pemanfaat dari jasa lingkungan membayar atau menyediakan bentuk lain imbalan kepada pemilik lahan atau orang yang berhak menggunakan lingkungan tersebut (lahan atau air tawar, laut), untuk mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga menjamin jasa lingkungan.

    Salah satu contoh penerapan PES di Indonesia adalah jasa pemanfaatan air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau, Provinsi banten. Pemanfaat dalam kasus ini adalah PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) yaitu perusahaan air minum yang memanfaatkan air baku dari Sungai Cidanau untuk memproduksi air bersih. Sementara penyedia jasa lingkungan dalam hal ini adalah masyarakat yang tinggal di hulu DAS Cidanau, yaitu masyarakat Desa Cibojong dan Desa Citaman (dalam perkembanggannya Desa Cibojong diganti dengan Cikumbueun karena melanggar kesepakatan). Di antara pemanfaat dan penyedia jasa lingkungan terdapat Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) sebagai mediator transaksi sekaligus sebagai lembaga pengelola DAS Cidanau yang struktur kepengurusannya terdiri dari instansi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat. PT. KTI sebagai pemanfaat (buyer) sepakat untuk dengan sukarela (voluntary) membayar Rp. 175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) per tahun dengan masa perjanjian pembayaran jasa lingkungan selama 5 (lima) tahun. Manfaat yang diperoleh PT. KTI dari transaksi ini adalah mengatasi penurunan debit air sungai Cidanau yang disebabkan oleh degradasi di hulu DAS Cidanau. Sementara masyarakat desa sebagai penyedia (seller/provider) menerima pembayaran sebesar Rp. 1.200.000,-/ha dengan masa perjanjian pembayaran jasa lingkungan selama 5 (lima) tahun. FKDC sebagai mediator memperoleh

    15% dari nilai transaksi yang digunakann untuk biaya pengelolaan jasa lingkungan, termasuk menyalurkan pembayaran dari PT. KTI kepada masyarakat desa.

    Tahapan umum dalam penerapan PES adalah sebagai berikut:Tahap 1: Mengenali permintaan, menetapkan tujuan, dan menentukan nilai- Menelaah kebutuhan dengan pertimbangan sosial ekonomi dari calon pembeli

    tertentu (komersial dan perorangan) akan jasa lingkungan tertentu- Menetapkan, mengukur, dan melakukan penilaian atas jasa lingkungan tertentu

    maupun mengenali ancaman pada waktu ini dan mendatang- Menentukan apakah PES merupakan alat kebijakan yang tepat, dan alat-alat lain

    apa saja yang akan diperlukan- Menetapkan tujuan- Menentukan nilai ekonomi dan nilai jual melalui penilaian lingkungan

    Tahap 2: Menilai kemampuan dan kelayakan kelembagaan & teknis- Menilai segi hukum, kebijakan, dan kepemilikan lahan- Memeriksa kebijakan yang ada mengenai PES, misalnya pengguna lahan

    seharusnya dapat menerima imbalan dan pembeli seharusnya memberi imbalan (dan jika ada kewajiban pungutan, biaya atau pajak, itu semua seharusnya dapat diakses dalam program PES)

    - Melakukan survei atas jasa penunjang dan organisasi penunjang PES yang tersedia

    Tahap 3: Menetapkan kerangka kelembagaan & perjanjian- Merancang rencana pengelolaan, usaha, dan komunikasi- Menetapkan kerangka kelembagaan berdasarkan lembaga-lembaga yang

    ada, mencari cara lain untuk mengurangi biaya transaksi, dan meningkatkan kemampuan apabila diperlukan

    - Menentukan cara pemberian imbalan yang tepat dan adil berdasarkan pertimbangan sosial ekonomi dan sosial budaya

    - Menyusun model perjanjian dan dokumen operasional lain

    Tahap 4: Pelaksanaan- Komunikasi, pemasaran, negosiasi dan pendaftaran perjanjian- Melaksanakan pemantauan dan pembuktian- Melaksanakan pembiayaan dan pembayaran

    D. DENDA KERUSAKAN LINGKUNGAN

    Denda bagi perusak atau pencemar lingkungan merupakan salah satu penerapan dari

  • 24 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 25Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    prinsip Polluter Pay (polluter pays principle).Prinsip polluter pays adalah siapapun harus bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan dan harus menanggung biaya yang terkait dengan kerusakan tersebut (UNEP, 1995). Prinsip ini bukan hanya prinsip yang baik bagi pihak-pihak yang melakukan pencemaran lingkungan tapi juga merupakan perluasan dari prinsip dasar kejujuran dan keadilan: orang harus bertanggungjawab terhadap aksinya.

    Di Indonesia, denda terhadap pencemar dan perusak lingkungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Menurut Undang-Undang ini, Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana denda paling sedikit Rp 3 milyar dan paling banyak Rp 10 milyar (Pasal 98). Namun jika hal tersebut dilakukan karena kelalaiannya atau tidak disengaja maka akan dipidana denda paling sedikit Rp 1 milyar dan paling banyak Rp 3 milyar (Pasal 99).

    Selain Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, terdapat juga pidana denda pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Undang-Undang Perikanan ini menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/ atau lingkungannya dipidana denda paling banyak Rp 1,2 milyar (Pasal 84).

    Salah satu kasus kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak adalah tumpahan minyak dari Kapal Tanker Exxon Valdez di Selat Prince William, Alaska, Amerika, tahun 1989. Kapal tanker ini menumpahkan 260.000-750.000 barel (41.000 -119.000 m3 ) minyak mentah. Sebagai konsekuensi, Pengadilan Amerika kemudian menjatuhkan hukuman denda kepada perusahaan Exxon dengan rincian sebagai berikut:

    - $150 juta denda pidana, dimana $12 juta diantaranya diserahkan kepada the North American Wetlands Conservation Fund.

    - $100 juta ganti rugi pidana untuk Pemerintah Federal dan Negara bagian Alaska, digunakan untuk menangani sumber daya ikan, satwa langka, dan lahan yang terkena tumpahan minyak.

    - $900 juta untuk memperbaiki sumber daya yang menderita kehilangan atau penurunan substansial akibat tumpahan minyak, termasuk untuk kegiatan monitoring, penelitian, dan untuk perlindungan habitat di wilayah tumpahan minyak.

    E. BIODIVERSITY OFFSET

    Biodiversity offset adalah hasil konservasi terukur yang dihasilkan oleh kegiatan yang dimaksudkan untuk memberi kompensasi bagi dampak residual biodiversitas dari proyek pembangunan dan tetap berlangsung setelah upaya pencegahan dan mitigasi yang tepat dilaksanakan (Business and Biodiversity Offset Program, 2009). Tujuan akhir dari biodiversity offset adalah agar tidak terjadi kehilangan bersih (no net loss) dan lebih disukai memperoleh keuntungan bersih (net gain) dari sisi komposisi spesies, struktur habitat, fungsi ekosistem, dan pemanfaatan oleh masyarakat serta nilai budaya yang terkait dengan biodiversitas.

    gagasan biodiversity offset telah menciptakan kontroversi bagi sebagian masyarakat konservasi sebab ada kekhawatiran bahwa penggunaan skema ini dapat mendorong pemerintah untuk tetap mengizinkan proyek-proyek yang memiliki dampak serius terhadap biodiversitas selama proyek tersebut menawarkan kompensasi dan membolehkan perusahaan meninggalkan dampak signifikan di areal proyek sepanjang perusahaan tersebut melaksanakan kegiatan konservasi di tempat lain. Oleh karena itu penerapan biodiversity offset harus secara ketat mentaati hirarki mitigasi (mitigation hierarchy) yang menempatkan biodiversity offset sebagai benteng terakhir (the last resort), setelah semua upaya yang mungkin telah dilakukan untuk menghindari dan meminimalkan dampak dari proyek pembangunan dan kemudian merestorasi biodiversitas di areal proyek.

    hirarki mitigasi tersebut diatas telah dikembangkan oleh Business and Biodiversity Offset Program (bbOP) sebagi berikut:

    1. Menghindari (avoidance), yaitu upaya untuk menghindari terjadinya dampak permulaan dari proyek pembangunan, seperti kehati-hatian dalam penempatan elemen-elemen infrastruktur. hal ini dilakukan agar proyek betul-betul dapat menghindari terjadinya dampak terhadap komponen-komponen tertentu dari biodiversitas.

    2. Minimalisasi (minimalization), yaitu upaya untuk mengurangi durasi, intensitas, dan atau perluasan dampak (termasuk dampak langsung, tidak langsung, dan dampak kumulatif ) yang tidak bisa dihindari sepenuhnya, sepanjang bisa dilakukan secara praktis.

    3. Rehabilitasi/perbaikan (rehabilitation/restoration), upaya untuk merehabilitasi ekosistem terdegradasi atau memperbaiki ekosistem yang sudah terbuka sebagi dampak yang sepenuhnya tidak bisa dihindari dan atau diminimalkan.

    4. Offset, yaitu tindakan untuk mengkompensasi semua residual signifikan, dampak serius yang tidak bisa dihindari, diminimalkan, dan atau direhabilitasi/diperbaiki, dalam rangka mencapai kondisi tidak ada kehilangan bersih (no net loss) atau memperoleh keuntungan bersih (net gain) bagi keanekaragaman hayati.

  • 26 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 27Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    BAB III DANA WALI AMANAH

    Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2011 diterbitkan untuk mengatur pembentukan Dana Perwalian (Trust Fund) oleh Kementerian/Lembaga sebagai financing vehicle bagi pembiayaan pembangunan termasuk pengelolaan KKP. Trust Fund merupakan bagian dari sistem keuangan pemerintah, dibentuk untuk mendanai kegiatan yang merupakan prioritas dan mendukung capaian target pemerintah. Dengan demikian Trust Fund sebagai instrumen pendanaan dirancang untuk menampung kontribusi dan partisipasi pihak swasta, publik, hibah asing yang semuanya merupakan pelengkap bagi pendanaan Kawasan Konservasi Perairan yang dianggarkan oleh Kemenhut, KemenKP dan pemerintah daerah.

    Sebelum dikeluarkannya Perpres ini, beberapa lembaga telah menginisiasi pembentukan Trust Fud meskipun tanpa landasan hukum yang kuat. beberapa lembaga multilateral seperti World bank, UNDP, dan ADb berperan sebagai trustee, yaitu pengelola dana Trust Fund yang bersumber dari satu atau beberapa donor. Selain itu trustee melakukan pengelolaan operasional, termasuk proses pengadaan, penarikan dana, pembayaran kepada pihak ketiga, dan pelaporan. Sementara pihak pemerintah dari kementerian/lembaga memposisikan diri sebagai Steering Committee (Komite Pengarah) dengan tugas utama memberikan arahan strategis pada program kerja yang akan didanai.

    Dengan Perpres 80/2011, kelembagaan Trust Fund terdiri dari Majelis Wali Amanat (MWA) dan Pengelola Dana Amanat (PDA). Dengan demikian, tidak ada Komite Pengarah menurut Perpres ini tapi peran-peran Komite Pengarah dilakukan ke Majelis Wali Amanah. Majelis Wali Amanat dalam hal ini dipersamakan dengan Satuan Kerja (Satker) dari kementerian/lembaga dimana Ketua MWA sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (eselon I) dan Seketaris MWA sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (eselon II). Anggota MWA bisa terdiri dari Kementerian Keuangan, bappenas, pejabat kementerian/lembaga terkait, pihak lain yang terkait dengan pemanfaatan Dana Perwalian, dan/atau pihak yang ditunjuk oleh pemberi hibah. Secara rinci, tugas Majelis Wali Amanat adalah sebagai berikut:

    a. Menetapkan pengelola dana amanatb. Menetapkan program pengelolaan dana perwalianc. Melakukan penarikan dana hibah dari pemberi hibahd. Memerintahkan pembayaran dana perwalian kepada pihak-pihak yang terkaite. Melakukan proses pengadaan barang/jasaf. Mengajukan pengesahan dokumen anggaran pendapatan dan belanja majelis

    hirarki mitigasi diatas menunjukan bahwa biodiversity offset bukanlah langkah pertama, melainkan langkah terakhir dalam proses mitigasi biodiversitas yang merupakan dampak dari proyek pembangunan. Dengan kata lain, biodiversity offset adalah the last resort atau benteng terakhir.

    Contoh penerapan biodiversity Offset adalah di Pulau barrow, Australia. Joint Venture Gordon yang terdiri dari korporasi Chevron, Shell, dan ExxonMobil telah mendapat persetujuan untuk melaksanakan prosesing gas di Pulau ini. Akan tetapi Pulau barrow adalah kawasan konservasi nilai konservasi cukup signifikan. Untuk mengganti dampak biodiversitas ini, joint venture sepakat untuk melakukan investasi sebesar $43 juta selama 30 tahun untuk membiayai inisiatif-inisiatif mengkonservasi populasi penyu dan spesies langka lainnya di pulau tersebut. Menurut kesepakatan tersebut, inisiatif konservasi akan dikelola oleh sebuah Komite Eksekutif yang dibentuk oleh pemerintah dan perwakilan perusahaan. Kegiatan yang akan dilakukan termasuk survey, monitoring, dan penelitian populasi penyu; mitigasi kehilangan penyu dengan mengurangi gangguan pada habitat makan (feeding ground) dan tempat berkembangbiak; dan melakukan kegiatan outreach guna mendukung perlindungan penyu.

  • 28 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 29Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    wali amanat untuk penyaluran dana perwaliang. Mengajukan pengesahan dokumen realisasi pendapatan dan belanja majelis wali

    amanat untuk penyaluran dana perwalianh. Menyusun laporan keuangan penyaluran dana perwalian.

    Sementara itu, Pengelola Dana Amanat dapat berupa Kementerian/Lembaga, Lembaga Multilateral, Organisasi Non Pemerintah, badan Usaha Nasional, dan/atau Lembaga Keuangan Asing. Tugas Pengelola Dana Amanat adalah sebagai berikut:

    a. Menangani administrasi dan keuangan Dana Perwalian sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan administrasi dan keuangan yang disepakati dalam Perjanjian hibah

    b. Melaporkan penanganan administrasi dan keuangan Dana Perwalian kepada Majelis Wali Amanat.

    c. Melakukan pembayaran kepada pihak-pihak yang terkait atas perintah Majelis Wali Amanat.

    Trust Fund merupakan wujud pelaksanaan Jakarta Commitment yaitu tekad Pemerintah Indonesia dalam mengelola dan mengkoordinasikan dana hibah asing secara lebih efektif, leadership ada pada pemerintah, transparan dan akuntabel, serta berorientasi pada hasil akhir. hal ini berarti bahwa penyaluran dan pemanfaatan Dana Perwalian akan diselaraskan dengan program dan kegiatan yang didanai oleh anggaran Pemerintah. Penyelarasan ini dimungkinkan karena organ Trust Fund yaitu Majelis Wali Amanah sebagai pemegang otoritas pengelolaan Trust Fund tertinggi diangkat oleh Menteri Teknis. Melalui Trust Fund akan terjadi sinergi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang didukung oleh pendanaan dari berbagai sumber sebab keanggotaan Majelis Wali Amanah bukan hanya didominasi oleh satu kementerian teknis, melainkan bisa dari kementerian lain, LSM lokal dan internasional serta anggota lainnya.

    Sebagai rangkuman karakteristik Trust Fund menurut Perpres 80/2011 adalah sebagai berikut:

    - Pembentukan Trust Fund dilakukan oleh menteri setelah adanya komitmen pemberi hibah.

    - Menteri akan mengangkat ketua, sekretaris, dan anggota Majelis Wali Amanat. Ketua dan sekretaris merupakan pejabat kementerian sementara anggota boleh dari pemangku kepentingan termasuk lembaga donor, LSM, dan lainnya.

    - Majelis Wali Amanat adalah satuan kerja (Satker) kementerian/lembaga yang berarti sebagai unit anggaran terkecil dalam system keuangan pemerintah.

    - Dana Perwalian tidak mengenal Komite Pengarah (Steering Committee) dimana fingsinya digantikan oleh Majelis Wali Amanat sebagai organ pemegang kekuasaan tertinggi dalam Trust Fund.

    - Pengelola Dana Amanat menangani aspek administrasi dan keuangan termasuk melakukan pembayaran dan menyampaikan laporan penggunaan dana perwalian ke Majelis Wali Amanat. PDA bisa berupa lembaga multilateral, badan Usaha Nasional seperti bank komersial, kementerian/lembaga, LSM, dan lembaga keuangan asing. Peran ini berbeda dengan peran trustee pada lembaga Trust Fund sebelumnya.

    - Perjanjian hibah (grant agreement) menyediakan fleksibilitas yang tinggi. Perjanjian ini menyediakan ruang bagi lembaga donor untuk menetapkan calon penerima dana hibah luar negeri, lokasi kegiatan, kegiatan yang akan didanai dan lainnya berdasarkan kesepakatan dengan kementerian/lembaga. hal ini dirancang untuk mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak.

    Mekanisme penyaluran, penentuan kegiatan, dan operasional yang didanai Dana Perwalian diputuskan dalam mekanisme partisipatif berupa Majelis Wali Amanat, yang menjamin keterwakilan para pemangku kepentingan. Mekanisme pengelolaan penerimaan dan pengeluaran Dana Perwalian didesain untuk fleksibel, yang memungkinkan pengalokasian ke berbagai lokasi geografis, berbagai penerima (pemerintah lokal, LSM, perusahaan, kementerian), dan berbagai jenis program selaras dengan arahan dari pihak pemberi dana (Donor). Sederhananya, mekanisme kerja Lembaga Wali Amanah dapat dilihat pada diagram berikut:

    Sumber: MPAg (2014)

    - Perjanjian hibah (grant agreement) menyediakan fleksibilitas yang

    tinggi. Perjanjian ini menyediakan ruang bagi lembaga donor untuk

    menetapkan calon penerima dana hibah luar negeri, lokasi kegiatan,

    kegiatan yang akan didanai dan lainnya berdasarkan kesepakatan

    dengan kementerian/lembaga. Hal ini dirancang untuk

    mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak.

    Mekanisme penyaluran, penentuan kegiatan, dan operasional yang

    didanai Dana Perwalian diputuskan dalam mekanisme partisipatif

    berupa Majelis Wali Amanat, yang menjamin keterwakilan para

    pemangku kepentingan. Mekanisme pengelolaan penerimaan dan

    pengeluaran Dana Perwalian didesain untuk fleksibel, yang

    memungkinkan pengalokasian ke berbagai lokasi geografis, berbagai

    penerima (pemerintah lokal, LSM, perusahaan, kementerian), dan

    berbagai jenis program selaras dengan arahan dari pihak pemberi dana

    (Donor). Sederhananya, mekanisme kerja Lembaga Wali Amanah dapat

    dilihat pada diagram berikut:

    Sumber: MPAG (2014)

    Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengantisipasi

    terwujudnya pendanaan yang berkelanjutan bagi pengelolaan KKP di

    Indonesia sebagai instrumen pelengkap pendanaan pemerintah. Melalui

    Surat Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau

    Persetujuan Proposal

    Majelis wali Amanat Ketua: Eselon 1 (KPA) Sekretaris: Eselon II (PPK) Anggota: Kementerian/Lembaga,

    Donor, dll

    Pengelola Dana Amanat

    Kementerian/ Lembaga

    Pemda LSM Swasta

    PENGUSUL

    2 1

    Perintah Bayar

    Pembayaran

    3

    4

  • 30 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 31Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengantisipasi terwujudnya pendanaan yang berkelanjutan bagi pengelolaan KKP di Indonesia sebagai instrumen pelengkap pendanaan pemerintah. Melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil KemenKKP bulan Maret tahun 2011 telah dibentuk Kelompok Kerja (Pokja) dengan tugas utama merancang mekanisme serta insititusi yang dapat mewujudkan Pendanaan berkelanjutan bagi pengelolaan KKP termasuk yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pokja memiliki keanggotaan lintas kementerian/lembaga seperti Kementerian Keuangan, Lingkungan hidup, Kehutanan, dan bappenas, begitu pula beberapa LSM serta pakar konservasi. Direktur KKJI sebagai ketua Pokja telah mendorong beberapa output penting seperti:

    1. Perhitungan secara rinci tentang biaya pengelolaan kawasan konservasi yang diperlukan per tahunnya untuk level minimum, moderat maupun ideal bagi pengelolaan MPA yang ada di Indonesia saat ini.

    2. Kajian terhadap Perpres No. 80/2011 tentang Dana Wali Amanat serta peraturan-peraturan lain yang terkait dengannya, yang dituangkan dalam bentuk background paper.

    3. Desain terperinci tentang kelembagaan dan kelengkapan tata kerja Trust Fund, yang tercermin dalam rancangan Struktur organisasi, Deskripsi Tugas pokok dan fungsi serta Mekanisme kerja.

    4. Rancangan Standard Operating Procedures atau Manual Kerja untuk Majelis Wali Amanah (Ketua, Sekretaris, Anggota), trustee dan sekretariat pelaksana harian untuk pengadministrasian Dana Wali Amanah, Penyaluran dana berbasis pengajuan proposal kepada calon penerima hibah termasuk prosedur persetujuan dan mekanisme pertanggungjawabannya.

    Lembaga Wali Amanah yang sedang dikembangkan ini merupakan instrumen pendanaan tambahan yang memberikan manfaat penting bagi pencapaian komitmen pemerintah 20 (dua puluh) juta hektar pada tahun 2020 dan terkelolanya secara efektif kawasan konservasi perairan yang ada. beberapa diantara manfaat tersebut adalah:

    1. Pemerintah memiliki sumber dana tambahan selain APbN/APbD. Dana ini berasal dari bantuan hibah baik dari lembaga donor asing maupun dari dalam negeri. Sumber dana ini merupakan pelengkap bagi sumber pendanaan pemerintah yang sudah berjalan. Namun sumber dana tambahan ini tetap merupakan bagian dari sistem Pemerintah.

    2. Pemerintah memiliki kesempatan untuk mensinkronkan program atau kegiatan-kegiatan yang akan didanai oleh Trust Fund dengan pengaturan struktur organisasi yang menempatkan kementerian sebagai institusi yang memiliki otoritas dalam

    penetapan arahan strategis dan pelaksanaan operasional Trust Fund seperti penetapan kegiatan yang akan didanai.

    3. Tingkat kepercayaan pemberi dana terhadap pengelola dana akan lebih tinggi karena akuntabilitas dan transparansi pengelolaan program dan kegiatan melibatkan pihak selain pemerintah. Para wakil pemangku kepentingan diwakili dalam struktur berupa Majelis Wali Amanat, sehingga terlibat dalam penetapan arahan strategis dan operasionalisasi pendanaannya. Demikian juga adanya kewajiban pelaporan akan membuat seluruh organ kerja Trust Fund akan lebih transparan dan dapat meningkatkan kepercayaan donor pemberi hibah akan efektifitas serta efisiensi penggunaan dana yang diberikannya.

    4. Terbukanya kesempatan untuk penggalangan sumber-sumber dana untuk melengkapi pendanaan dari pemerintah.

  • 32 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 33Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    BAB IVPENUTUP

    Suplemen Aspek Pendanaan berkelanjutan ini merupakan bagian dari upaya untuk memberikan informasi atau penjelasan yang melengkapi Pedoman Teknis E-KKP3K dalam pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan berdasarkan indikator capaian pengelolaan kawasan konservasi yang dikembangkan. Suplemen ini juga diharapkan dapat menjadi panduan bagi pengelola kawasan dalam megelola pendanaan pengelolaan kawasan menuju kawasan konservasi mandiri.

  • 34 Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 35Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    DAfTAR PUSTAKA

    Ariadi, K., 2002. Pemanfaatan Skema Debt Conversion Sebagai Upaya Pengurangan Utang Luar Negeri Pemerintah. bappenas. Jakarta.

    brown, T. h dan Dunais, M.A., 2005. Pendanaan Konservasi Kelautan: Pedoman Dasar bagi Indonesia. Cara Mendapatkan dan memanfaatkan Dana untuk Meningkatkan Konservasi Kelautan. USAID Coastal Resource Management Project II dan Shield of the Indonesian Seas Foundation. Jakarta.

    Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2013. Pengantar Pasar Karbon Untuk Pengendalian Perubahan Iklim. Jakarta.

    Kelompok Kerja (Pokja) Sustainable Financing, 2011. Perkiraan biaya Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia. Jakarta.

    Megawanto, R., 2014. Pendanaan berkelanjutan bagi Kawasan Konservasi Perairan. MPAg News Edisi April. Jakarta

    MPAg, 2013. bussiness Plan Kawasan Konservasi Daerah (KKPD) Nusa Penida Penggunaan Palo Alto Software. Jakarta

    Peraturan Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil Nomor PER.10/KP3K/2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program dan Kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Lingkup Dirjen KP3K.

    Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 33 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus bidang Kelautan dan Perikanan Tahun 2013.

    Peraturan Menteri dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang badan Layanan Umum Daerah

    Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan badan Layanan Umum

    LAM

    PIRA

    N 1

    Lam

    pira

    n 1.

    Ilu

    stra

    si P

    erki

    raan

    Bia

    ya P

    enge

    lola

    an K

    awas

    an K

    onse

    rvas

    i Per

    aira

    n In

    done

    sia

    KATE

    GORI

    SM

    LH

    SM

    LH

    SM

    LH

    DATA

    BASE

    AN

    D PL

    ANN

    ING

    (INIT

    IAL

    WO

    RKS)

    Inve

    stm

    ent

    aDa

    taba

    se10

    0

    10

    0

    10

    0

    10

    0

    00

    00

    00

    00

    bRe

    ncan

    a Pe

    ngel

    olaa

    n da

    n zo

    nasi

    350

    400

    500

    600

    0

    00

    00

    00

    0c

    Kons

    ulta

    si Pu

    blik

    10

    0

    15

    0

    15

    0

    20

    0

    00

    00

    00

    00

    dSi

    te p

    lan

    150

    150

    150

    150

    0

    00

    00

    00

    0e

    Renc

    ana

    Tahu

    nan

    100

    100

    100

    100

    0

    00

    00

    00

    080

    0

    90

    0

    1.

    000

    1.

    150

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    In

    fras

    truk

    tur

    Inve

    stm

    ent

    aKa

    ntor

    uta

    ma

    750

    800

    1.00

    0

    1.25

    0

    0

    00

    00

    00

    0b

    Pos M

    onito

    ring

    150

    200

    250

    400

    0

    00

    00

    00

    0c

    Jett

    y15

    0

    20

    0

    25

    0

    40

    0

    00

    00

    00

    00

    dKa

    pal p

    enga

    was

    350

    350

    700

    1.05

    0

    0

    00

    00

    00

    0e

    Kapa

    l mon

    itorin

    g 25

    0

    25

    0

    50

    0

    75

    0

    00

    00

    00

    00

    fPa

    pan

    info

    rmas

    i 50

    50

    10

    0

    15

    0

    00

    00

    00

    00

    gPr

    oduk

    -pro

    duk

    info

    rmas

    i 50

    50

    50

    50

    00

    00

    00

    00

    hIn

    fras

    truk

    tur p

    enga

    was

    an (a

    lat k

    omun

    ikas

    i, ka

    pal)

    150

    200

    250

    330

    0

    00

    00

    00

    0j

    Infr

    astr

    uktu

    r pen

    eliti

    an

    100

    100

    150

    300

    0

    00

    00

    00

    0k

    Infr

    astr

    uktu

    r wisa

    ta

    100

    100

    150

    200

    0

    00

    00

    00

    0l

    Infr

    astr

    uktu

    r pen

    didi

    kan

    50

    50

    100

    200

    0

    00

    00

    00

    02.

    150

    2.

    350

    3.

    500

    5.

    080

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    O

    pera

    sion

    al P

    enge

    lola

    anO

    pera

    tiona

    la

    Perli

    ndun

    gan

    popu

    lasi

    dan

    habi

    tat

    100

    100

    150

    200

    10

    0

    10

    0

    150

    20

    0

    100

    100

    15

    0

    200

    b

    Ekow

    isata

    ata

    u pe

    rikan

    an

    100

    100

    150

    200

    10

    0

    10

    0

    150

    20

    0

    100

    100

    15

    0

    200

    c