04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

95
KAPASITAS SIMPANG APILL

Upload: aagungkartika

Post on 13-Jan-2017

44 views

Category:

Engineering


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

KAPASITAS SIMPANG APILL

Page 2: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

i

Daftar Isi

Daftar Isi i

Prakata iv

Pendahuluan iv

1 Ruang lingkup 1

2 Acuan normatif 1

3 Istilah dan definisi 1

4 Ketentuan 7

4.1 Ketentuan umum 7

4.1.1 Prinsip 7

4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Simpang APILL 8

4.2 Ketentuan teknis 11

4.2.1 Tipikal Simpang APILL dan sistem pengaturan 11

4.2.2 Data masukan lalu lintas 12

4.2.3 Penggunaan isyarat 13

4.2.4 Penentuan waktu isyarat 15

4.2.4.1 Tipe pendekat 15

4.2.4.2 Penentuan lebar pendekat efektif, LE 16

4.2.4.3 Arus jenuh dasar, S0 17

4.2.4.4 Arus jenuh yang telah disesuaikan, S 19

4.2.4.5 Rasio arus/Arus jenuh, RQ/S 20

4.2.4.6 Waktu siklus dan waktu hijau 20

4.2.5 Kapasitas Simpang APILL 21

4.2.6 Derajat kejenuhan 21

4.2.7 Kinerja lalu lintas Simpang APILL 21

4.2.7.1 Panjang antrian 21

4.2.7.2 Rasio kendaraan henti 22

4.2.7.3 Tundaan 22

4.2.8 Penilaian kinerja 23

5 Prosedur perhitungan kapasitas 23

5.1 Langkah A : Menetapkan data masukan 27

5.1.1 Langkah A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan kondisi lingkungan Simpang APILL 27

5.1.2 Langkah A.2. Data kondisi arus lalu lintas 27

5.2 Langkah B : Menetapkan penggunaan isyarat 28

5.2.1 Langkah B.1. Fase sinyal 28

5.2.2 Langkah B.2. Waktu antar hijau dan waktu hilang 28

5.3 Langkah C : Menentukan waktu APILL 28

Page 3: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

ii

5.3.1 Langkah C.1. Tipe pendekat 28

5.3.2 Langkah C.2. Lebar pendekat efektif 29

5.3.3 Langkah C.3. Arus jenuh dasar 29

5.3.4 Langkah C.4. Faktor penyesuaian 29

5.3.5 Langkah C.5. Rasio arus per arus jenuh (RQ/S) 31

5.3.6 Langkah C.6. Waktu siklus dan waktu hijau 31

5.4 Langkah D : Kapasitas 31

5.4.1 Langkah D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan 32

5.4.2 Langkah D.2. Keperluan perubahan geometrik 32

5.5 Langkah E : Tingkat kinerja lalu lintas 32

5.5.1 Langkah E.1. Persiapan 32

5.5.2 Langkah E.2. Panjang antrian, PA 33

5.5.3 Langkah E.3. Jumlah kendaraan terhenti 33

5.5.4 Langkah E.4. Tundaan 34

Lampiran A (normatif): 35

Lampiran B (normatif): 42

Lampiran C (informatif): 53

Lampiran D (informatif): 79

Lampiran F (informatif): 84

Bibliografi 88

Daftar nama dan Lembaga 89

Gambar 1. Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan...................... 7 Gambar 2. Urutan waktu menyala isyarat pada pengaturan APILL dua fase ......................... 8 Gambar 3. Pendekat dan sub-pendekat............................................................................... 11 Gambar 4. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan ..................... 14 Gambar 5. Penentuan tipe pendekat ................................................................................... 16 Gambar 6. Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas ........................................... 17 Gambar 7. Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang APILL . 26 Gambar 8. Jumlah antrian maksimum (NQMAX), skr, sesuai dengan peluang untuk beban lebih (POL) dan NQ ........................................................................................................................ 33 Gambar 9. Biaya Siklus Hidup per Arus Simpang total untuk jenis Simpang tak bersinyal, Simpang bersinyal (simpang APILL), Bundaran, dan Simpang Susun ................................. 73

Gambar A. 1. Tipikal pengaturan fase APILL pada simpang-3 ............................................. 35

Gambar A. 2. TIpikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 2 dan 3 fase, khususnya

pemisahan pergerakan belok kanan (4A, 4B, 4C) ................................................................ 36

Gambar A. 3. Tipikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 4 fase .............................. 36

Gambar A. 4. panduan pemilihan tipe simpang yang paling ekonomis, berlaku untuk ukuran

kota 1-3juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10% ............................................................ 37

Gambar A. 5. Kinerja lalu lintas pada simpang-4 ................................................................. 38

Gambar A. 6. Kinerja lalu lintas pada simpang-3 ................................................................. 39

Gambar A. 7. Penempatan zebra cross ............................................................................... 40

Page 4: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

iii

Gambar B. 1. Tipikal geometrik simpang-4 .......................................................................... 42

Gambar B. 2. Tipikal geometrik simpang-3 .......................................................................... 43

Gambar B. 3. Arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (tipe P) ...................................... 43

Gambar B. 4. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) tanpa lajur belok kanan

terpisah ................................................................................................................................ 44

Gambar B. 5. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) yang dilengkapi lajur belok

kanan terpisah ..................................................................................................................... 45

Gambar B. 6. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG) .................................................... 46

Gambar B. 7. Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (FP) ............................................. 46

Gambar B. 8. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa), pada pendekat tipe P dengan

jalan dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk .............................................. 47

Gambar B. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P,

tanpa BKiJT, dan Le ditentukan oleh LM .................................................................................. 47

Gambar B. 10. Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian, cbp ...................................... 48

Gambar B. 11. Jumlah kendaraan tersisa (skr) dari sisa fase sebelumnya .......................... 48

Gambar B. 12. Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah ............... 49

Gambar B. 13. Penentuan rasio kendaraan terhenti, RKH ..................................................... 50

Tabel 1. panduan pemilihan tipe Simpang APILL yang paling ekonomis ............................... 9

Tabel 2. Perkiraan kinerja lalu lintas simpang-3 dan simpang-4, untuk ukuran kota 1-3juta

jiwa dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1 ...................................................................... 10

Tabel 3. Padanan klasifikasi jenis kendaraan ...................................................................... 13

Tabel 4. Tabel kinerja simpang Jalan Iskandarsyah – Jalan Wijaya ..................................... 53

Tabel 5. Tabel kinerja simpang Jalan Martadinata – Jalan A. Yani ...................................... 61

Tabel A. 1. Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu sebagai

pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang ................................................. 40

Tabel A. 2. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci ........ 40

Tabel B. 1. Tipikal geometrik dan pengaturan fase .............................................................. 50

Tabel B. 2. Ekivalen Kendaraan Ringan............................................................................... 51

Tabel B. 3. Nilai normal waktu antar hijau ............................................................................ 51

Tabel B. 4. Faktor penyesuaian ukuran kota (FUK) ............................................................... 51

Tabel B. 5. Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan simpang, hambatan samping, dan

kendaraan tak bermotor (FHS) .............................................................................................. 51

Tabel B. 6. Waktu siklus yang layak ..................................................................................... 52

Page 5: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

iv

Prakata

Pedoman kapasitas Simpang APILL ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas Simpang APILL. Istilah kapasitas Simpang APILL yang dipakai dalam pedoman ini sebelumnya disebut Simpang bersinyal.

Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal xx September 2014 di Bandung, oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga terkait.

Pendahuluan

Page 6: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

v

Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:

1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu-lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan, teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji dampaknya terhadap kapasitas jalan;

2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang signifikan;

3) terdapat indikasi ketidakakuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya, 4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam

penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya;

Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:

a) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan dewasa ini semakin meningkat,

b) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun Indonesia memiliki regulasi prioritas.

Pedoman ini merupakan pemutakhiran kapasitas jalan dari MKJI'97 tentang Simpang bersinyal yang selanjutnya disebut Pedoman Simpang APILL sebagai bagian dari Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi:

1) Pendahuluan 2) Kapasitas jalan luar kota 3) Kapasitas jalan perkotaan 4) Kapasitas jalan bebas hambatan 5) Kapasitas Simpang APILL 6) Kapasitas Simpang 7) Kapasitas jalinan dan bundaran 8) Perangkat lunak kapasitas jalan

yang akan dikemas dalam publikasi terpisah-pisah sesuai kemajuan pemutakhiran.

Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang (emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan. Nilai ekr mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang juga mempengaruhi nilai C0.

Pemutakhiran perangkat lunak kapasitas jalan tidak dilakukan, tetapi otomatisasi perhitungan terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet Excell (dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.

Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis Simpang APILL untuk desain Simpang APILL yang baru, peningkatan Simpang APILL yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL.

Page 7: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

1 dari 89

Kapasitas Simpang APILL

1 Ruang lingkup

Pedoman ini menetapkan ketentuan perhitungan kapasitas Simpang APILL untuk perencanaan dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL, meliputi penetapan waktu isyarat, kapasitas (C), dan kinerja lalu lintas yang diukur oleh derajat kejenuhan (DJ), tundaan (T), panjang antrian (PA), dan rasio kendaraan berhenti (RKB), untuk Simpang APILL 3 lengan dan Simpang APILL 4 lengan yang berada di wilayah perkotaan dan semi perkotaan.

2 Acuan normatif

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan

Keputusan menteri perhubungan No.62 Tahun 1993, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

3 Istilah dan definisi

Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:

3.1 akses terbatas (AT) akses terbatas bagi pejalan kaki atau kendaraan (contoh: karena ada hambatan fisik, maka tidak ada akses langsung ke jalur utama karena harus melalui jalur lambat)

3.2 alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) alat yang mengatur arus lalu lintas menggunakan 3 isyarat lampu yang baku, yaitu merah, kuning, dan hijau. Penggunaan 3 warna tersebut bertujuan memisahkan lintasan arus lalu lintas yang saling konflik dalam bentuk pemisahan waktu berjalan

3.3 angka henti (Ah) jumlah rata rata berhenti per kendaraan (termasuk berhenti berulang-ulang dalam antrian)

3.4 arus jenuh (S) besarnya arus lalu lintas keberangkatan antrian dari dalam suatu pendekat selama kondisi yang ada (skr/jam)

3.5 arus jenuh dasar (S0) besarnya arus lalu lintas keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat pada kondisi ideal (skr/jam)

3.6 arus lalu lintas (Q,q)

Page 8: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

2 dari 89

jumlah kendaraan-kendaraan yang melalui suatu garis tak terganggu di hulu pendekat per satuan waktu, dalam satuan kend./jam atau ekr/jam. Notasi Q dipakai untuk menyatakan LHRT dalam satuan ekr/hari atau kend./hari.

3.7 arus lalu lintas belok kanan (qBKa) arus lalu lintas yang membelok ke kanan dari suatu pendekat (kend./jam, skr/jam)

3.8 arus lalu lintas belok kanan melawan atau terlawan (qo BKa) arus lalu lintas belok kanan dari pendekat yang berlawanan, kend./jam, skr/jam

3.9 arus lalu lintas belok kiri (qBKi) arus lalu lintas yang membelok ke kiri dari suatu pendekat, kend./jam, skr/jam

3.12 arus lalu lintas melawan atau terlawan (qo) arus lalu lintas lurus yang berangkat dari suatu pendekat dan arus yang belok kanan dari arah pendekat yang berlawanan terjadi dalam satu fase hijau yang sama; atau arus yang membelok ke kanan dan arus lalu lintas yang lurus dari arah yang berlawanan terjadi dalam satu fase hijau yang bersamaan (contoh: lihat Gambar 4 kasus 42). Arus lalu lintas yang berangkat disebut arus terlawan, dan arus lalu lintas dari arah berlawanan disebut arus melawan

3.13 arus lalu lintas terlindung (qp) arus lalu lintas yang lurus diberangkatkan ketika arus lalu lintas belok kanan dari arah berlawanan sedang menghadapi isyarat merah; atau arus lalu lintas yang belok kanan diberangkatkan ketika arus lalu lintas lurus dari arah yang berlawanan sedang menghadapi isyarat merah, sehingga tidak ada konflik, kend./jam

3.14 belok kiri (Bki) indeks untuk arus lalu lintas belok ke kiri

3.15 belok kiri jalan terus (BkiJT) indeks untuk arus lalu lintas belok kiri yang pada saat isyarat merah menyala diizinkan jalan terus

3.16 belok kanan (Bka) indeks untuk arus lalu lintas belok kanan

3.17 derajat kejenuhan (DJ) rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat

3.19 ekivalen kendaraan ringan (ekr) faktor konversi berbagai jenis kendaran dibandingkan dengan kendaraan ringan yang lain sehubungan dengan dampaknya pada kapasitas jalan. Nilai ekr untuk kendaraan ringan adalah satu

Page 9: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

3 dari 89

3.20 hambatan samping (HS) interaksi antara arus lalu lintas dan kegiatan samping jalan yang menyebabkan menurunnya arus jenuh dalam pendekat yang bersangkutan

3.23 jumlah kendaraan terhenti (NKH) jumlah kendaraan terhenti dan antri dalam suatu pendekat, skr

3.24 kapasitas (C) arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan selama waktu paling sedikit satu jam

3.25 kelandaian (G) kelandaian memanjang pendekat, jika menanjak ke arah simpang diberi tanda positif, dan jika menurun ke arah simpang diberi tanda negatif, dinyatakan dalam satuan %

3.27 kendaraan ringan (KR) kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan tidak lebih dari 5,5m dengan lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot), mikrobis (termasuk mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil lihat foto tipikal jenis KR dalam Lampiran F)

3.28 kendaraan sedang (KS) kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat atau enam, dengan panjang kendaraan antara 5,5m s.d. 9,0m, meliputi Bus sedang dan truk sedang (lihat foto tipikal jenis KS dalam Lampiran F)

3.29 kendaraan tak bermotor (KTB) kendaraan yang tidak menggunakan motor, bergerak ditarik oleh orang atau hewan, termasuk sepeda, becak, kereta dorongan, dokar, andong, gerobak (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran F)

3.30 komersial (KOM) lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh kegiatan komersial (contoh: pertokoan, restoran, perkantoran) dengan akses langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan

3.31 lalu lintas harian rata-rata (LHRT) volume lalu lintas harian rata-rata tahunan yang ditetapkan dari survei perhitungan lalu lintas selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut, atau ditetapkan berdasarkan survei perhitungan lalu lintas yang lebih pendek sesuai ketentuan yang berlaku, dinyatakan dalam skr/hari.

3.33 lebar pendekat (LP) lebar awal bagian pendekat yang diperkeras, digunakan oleh lalu lintas memasuki simpang, m

Page 10: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

4 dari 89

3.34 lebar jalur masuk (LM) lebar pendekat diukur pada garis henti, m

3.35 lebar jalur keluar (LK) lebar pendekat diukur pada bagian yang digunakan lalu lintas keluar simpang, m

3.36 lebar jalur efektif (LE) lebar pendekat yang diperhitungkan dalam kapasitas, yaitu lebar yang mempertimbangkan LP, LM, LK, dan pergerakan membelok, m

3.37 lurus (LRS) indeks untuk arus lalu lintas yang lurus

3.38 panjang antrian (PA) panjang antrian kendaraan yang mengantri di sepanjang pendekat, m

3.39 pendekat jalur pada lengan simpang untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti

3.40 permukiman (KIM) lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh tempat permukiman dengan akses langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan

3.41 rasio arus lalu lintas (Rq/S) rasio arus lalu lintas (q) terhadap arus lalu lintas jenuh (S) dari suatu pendekat

3.42 rasio arus lalu lintas simpang (RAS) jumlah dari rasio arus lalu lintas untuk semua fase yang berurutan dalam suatu siklus

3.43 rasio arus belok kanan (RBKa) perbandingan arus belok kanan terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau

3.44 rasio arus belok kiri (RBKi) perbandingan arus belok kiri terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau

3.45 rasio arus belok kiri jalan terus (RBKiJT) perbandingan arus BkiJT terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau

3.46 rasio arus mayor terhadap arus minor (Rmami) perbandingan arus lalu lintas total pada jalan mayor terhadap arus lalu lintas total pada jalan minor

Page 11: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

5 dari 89

3.47 rasio fase (RF) rasio antara rasio arus lalu lintas terhadap rasio arus lalu lintas simpang

3.48 rasio kendaraan tak bermotor (RKTB) perbandingan arus kendaraan tak bermotor terhadap jumlah arus kendaraan bermotor dan kendaraan tak bermotor

3.49 rasio kendaraan terhenti (RKH) rasio arus lalu lintas yang harus berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian isyarat lampu lalu lintas terhadap seluruh arus yang lewat

3.50 rasio waktu hijau (RH) perbandingan antara waktu isyarat hijau terhadap waktu fase pada pendekat yang ditinjau

3.51 satuan kendaran ringan (skr) satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan disamakan menjadi kendaraan ringan, termasuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, dengan menggunakan nilai ekr

3.52 sepeda motor (SM) kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran F)

3.57 tipe pendekat dengan arus berangkat terlawan (To) Tipe keberangkatan arus dengan konflik antara gerak belok kanan dari suatu pendekat dan gerak lurus dan/atau gerak belok kiri dari bagian pendekat yang berlawanan pada fase yang sama

3.58 tipe pendekat dengan arus berangkat terlindung (Tp) tipe keberangkatan arus tanpa konflik antara gerakan lalu lintas belok kanan dengan arus lurus dan/atau belok kiri

3.59 tipe simpang APILL kode simpang yang terdiri dari tiga angka, angka pertama menunjukkan jumlah lengan simpang, angka kedua menunjukkan jumlah lajur pada pendekat jalan minor, dan angka ketiga menunjukkan jumlah lajur pada pendekat jalan mayor, tambahan huruf L pada dijit ke 4 yang menunjukkan belok kiri jalan terus. Contoh 412 adalah simpang-4 lengan, jumlah lajur pendekat di jalan minor sebanyak 1 lajur, dan pada jalan mayor sebanyak 2 lajur

3.60 tundaan (T) waktu tempuh tambahan yang digunakan pengemudi untuk melalui suatu simpang apabila dibandingkan dengan lintasan tanpa simpang

3.61 tundaan geometrik (TG)

Page 12: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

6 dari 89

tundaan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di simpang dan/atau yang terhenti oleh lampu merah

3.62 tundaan lalu lintas (TL) waktu menunggu yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang berlawanan

3.63 ukuran kota (UK) ukuran kota yang diukur dari jumlah penduduk dalam wilayah perkotaan tersebut

3.64 waktu antar hijau (HA) periode waktu kuning ditambah waktu merah semua antara dua fase isyarat yang berurutan, detik

3.65 waktu hijau (H) waktu isyarat lampu hijau sebagai izin berjalan bagi kendaraan-kendaraan pada lengan simpang yang ditinjau, detik

3.66 waktu hijau maksimum (Hmaks) waktu isyarat hijau terlama yang diizinkan untuk pendekatan yang ditinjau, detik

3.67 waktu hijau minimum (Hmin) waktu isyarat hijau terpendek yang diperlukan dalam satu fase kendali lalu lintas kendaraan, detik

3.68 waktu hijau hilang total (HH) jumlah semua periode antar hijau (HA) dalam satu siklus lengkap, dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus (c) dengan jumlah waktu hijau (H) dalam semua fase yang berurutan, detik

3.69 waktu isyarat kuning (K) waktu dimana lampu kuning dinyalakan setelah hijau dalam sebuah pendekat, detik

3.70 waktu isyarat merah (M) waktu isyarat lampu merah sebagai larangan berjalan bagi kendaraan-kendaraan pada lengan simpang yang ditinjau, detik

3.71 waktu isyarat merah semua (Msemua) waktu isyarat merah menyala bersamaan pada setiap pendekat, detik

3.72 waktu siklus (c) waktu untuk urutan lengkap isyarat APILL, misal waktu diantara dua permulaan hijau yang berurutan pada suatu pendekat, detik

Page 13: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

7 dari 89

4 Ketentuan

4.1 Ketentuan umum

4.1.1 Prinsip

1) APILL digunakan untuk tujuan: 1) mempertahankan kapasitas simpang pada jam puncak, dan 2) mengurangi kejadian kecelakaan akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang berlawanan. Prinsip APILL adalah dengan cara meminimalkan konflik baik konflik primer maupun konflik sekunder. Konflik primer adalah konflik antara dua arus lalu lintas yang saling berpotongan, dan konflik sekunder adalah konflik yang terjadi dari arus lurus yang melawan atau arus membelok yang berpotongan dengan arus lurus atau pejalan kaki yang menyeberang.

Gambar 1. Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan

2) Untuk meningkatkan kapasitas, arus keberangkatan dari satu pendekat dapat memiliki arus terlawan dan arus terlindung pada fase yang berbeda khusus pada kondisi dimana arus belok kanan pada lengan pendekat yang berlawanan arah sangat banyak, sehingga berpotensi menurunkan kapasitas dan/atau menurunkan tingkat keselamatan lalu lintas di simpang.

3) Untuk meningkatkan keselamatan, pergerakan arus lurus dapat dipisahkan dari pergerakan belok kanan pada pendekat terlawan, tetapi hal ini akan menambah jumlah fase sehingga akan menurunkan kapasitas. Gambar A.1. hingga A.3. pada Lampiran A menampilkan tipikal pengaturan fase pada simpang-3 dan simpang-4.

4) Untuk memenuhi aspek keselamatan, lampu isyarat pada Simpang APILL harus dilengkapi dengan:

- Isyarat lampu kuning untuk memperingati arus yang sedang bergerak bahwa fase sudah berakhir, dan

- Isyarat lampu merah semua untuk menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja berakhir memperoleh waktu yang cukup untuk keluar dari area konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang

Page 14: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

8 dari 89

sama. Waktu ini berguna sebagai waktu pengosongan ruang simpang antara dua fase.

Gambar 2 menjelaskan urutan perubahan isyarat pada sistem dua fase, meliputi waktu siklus, waktu hijau, dan waktu antar hijau.

Gambar 2. Urutan waktu menyala isyarat pada pengaturan APILL dua fase

4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Simpang APILL

Analisis kapasitas untuk Simpang APILL eksisting atau yang akan ditingkatkan harus: 1) mempertahankan DJ≤0,85; dan 2) mempertimbangkan dampaknya terhadap keselamatan, kelancaran lalu lintas,

lingkungan jalan, dan perwujudan desain teknis rinci. Pemilihan jenis Persimpangan baru (Simpang atau Simpang APILL atau Bundaran atau Simpang tak sebidang) harus didasarkan pada analisis biaya siklus hidup (BSH). Ikuti uraian pada Bagian I Pendahuluan (sebagai contoh, lihat contoh 4 dalam Lampiran C).

Pemilihan tipe Simpang APILL harus:

1) Paling ekonomis. Untuk pemilihan tipe simpang baru, Tabel 1. atau Gambar A.4. Lampiran A dapat digunakan sebagai referensi, dengan masukan empat parameter, yaitu arus total simpang (kend./jam) tahun kesatu, rasio arus mayor dan rasio arus minor (Rmami), RBka dan RBKi, dan Ukuran kota. Dari Tabel 1. atau A.4. tersebut dapat dipilih tipe simpang yang paling ekonomis berdasarkan analisis biaya siklus hidup untuk ukuran kota 1-3juta dan rasio arus belok kiri dan kanan masing-masing 10%.

K K

K

Fase 1

Fase 2

1 ke 2

Waktu Merah

Waktu Siklus

2 ke 1

Antar hijau Antar hijau

Merah

Semua

Waktu Merah

Waktu Hijau

Merah

Semua

Waktu Hijau

Fase 1 Fase 2Tipikal Simpang 4

Jalan

A

Jalan B

Page 15: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

9 dari 89

Tabel 1. panduan pemilihan tipe Simpang APILL yang paling ekonomis

2) Memiliki kinerja lalu lintas yang optimum. Tujuan analisis desain dan operasional simpang APILL eksisting adalah untuk menyelaraskan waktu isyarat dan geometrik agar kinerja lalu Iintas yang disyaratkan dapat tercapai. Dalam hal ini, kinerja diukur dari dua parameter, yaitu T dan rasio Q/C.

Tabel 2 maupun Gambar A.5 dan Gambar A.6 pada Lampiran A menunjukkan perkiraan T rata-rata sebagai fungsi dari rasio Q/C. Tabel 2 juga menunjukkan perkiraan kapasitas, faktor-ekr, dan rentang kinerja lalu lintas untuk masing-masing tipe simpang. Tabel 2, Gambar A.5, dan Gambar A.6 dapat juga digunakan untuk desain atau menetapkan asumsi awal, misalnya dalam analisis desain dan operasional peningkatan simpang eksisting. Perlu konsistensi dalam melakukan analisis, agar nilai Q/C tidak melampaui 0,85 selama jam puncak rencana.

Page 16: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

10 dari 89

Tabel 2. Perkiraan kinerja lalu lintas simpang-3 dan simpang-4, untuk ukuran kota 1-3juta jiwa

dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1

3) Mempertimbangkan keselamatan lalu lintas. Angka kecelakaan lalu lintas pada Simpang APILL diperkirakan sebesar 0,43 kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan dengan 0,60 pada Simpang dan 0,30 pada bundaran (data MKJI’97 didasarkan pada data negara maju). Rekayasa lalu lintas di Simpang APILL, baik itu melalui penyediaan fasilitas fisik seperti kanalisasi untuk memfasilitasi pergerakan belok, maupun melalui pengaturan fase APILL, seperti penetapan tipe suatu pendekat tipe terlindung dan penambahan waktu antar hijau, dapat mengurangi jumlah kecelakaan. Tabel A.1 dalam Lampiran A dapat dijadikan acuan dalam pemilihan jenis persimpangan berdasarkan keselamatan lalu lintas.

4) Mempertimbangan dampaknya terhadap lingkungan. Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan umumnya bertambah akibat percepatan atau perlambatan kendaraan, dan saat kendaraan berhenti. Dengan pemahaman ini, Simpang dengan tundaan rata-rata yang tinggi cenderung memiliki gas buang dan atau kebisingan yang lebih tinggi pula. Oleh karenanya, terkait dengan dampak terhadap lingkungan ini, perencanaan harus menghasilkan pengaturan isyarat yang efisien. Pengaturan isyarat terkoordinasi dan/atau pengaturan isyarat aktualisasi kendaraan dapat menghasilkan emisi yang lebih kecil daripada pengaturan isyarat tetap.

5) Mempertimbangkan hal-hal teknis, sebagaimana tercantum dalam Tabel A.2 pada Lampiran A dalam melaksanakan desain teknis rinci.

Page 17: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

11 dari 89

6) Berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar. Secara ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun. Jika diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku atau yang dapat dipertanggung-jawabkan. Misal perhitungan lalu lintas selama 7 hari atau 40 jam per triwulan, perlu mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas dan akurasi yang memadai.

7) Berdasarkan nilai qJD yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.

4.2 Ketentuan teknis

4.2.1 Tipikal Simpang APILL dan sistem pengaturan

Persimpangan, harus merupakan pertemuan dua atau lebih jalan yang sebidang. Pertemuan dapat berupa simpang-3 atau simpang-4 dan dapat merupakan pertemuan antara tipe jalan 2/2TT, tipe jalan 4/2T, tipe jalan 6/2T, tipe jalan 8/2T, atau kombinasi dari tipe-tipe jalan tersebut (Gambar B.1. dan B.2. dalam Lampiran B). Jenis fase (sistim pengaturan) ditentukan berdasarkan tipe simpang (lihat Tabel B.1.) dengan catatan semua simpang dianggap dilengkapi kereb dan trotoar, dengan RBKa dan RBKi masing-masing sebesar 10% atau 25%, dan dianggap terisolir dengan sistem kendali waktu tetap.

Analisis kapasitas untuk setiap pendekat dilakukan secara terpisah. Satu lengan simpang dapat terdiri dari satu pendekat atau lebih (menjadi dua atau lebih sub-pendekat, termasuk pengaturan fasenya, lihat Gambar 3). Hal ini terjadi jika gerakan belok kanan dan/atau belok kiri mendapat isyarat hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik oleh pulau-pulau jalan. Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat, lebar efektif (LE) ditetapkan dengan mempertimbangkan lebar pendekat pada bagian masuk simpang dan pada bagian keluar simpang.

Gambar 3. Pendekat dan sub-pendekat

Pendekat

Sub-Pendekat

Page 18: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

12 dari 89

4.2.2 Data masukan lalu lintas

Data masukan lalu lintas diperlukan untuk dua hal, yaitu pertama data arus lalu lintas eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam desain (qJD) yang ditetapkan dari LHRT, menggunakan faktor k.

……………………………………………………………………..1)

keterangan:

LHRT adalah volume lalu lintas harian rata-rata tahunan, dinyatakan dalam skr/hari. K adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas jam-jaman

selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan perkotaan berkisar antara 7% sampai dengan 12%.

LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama beberapa hari tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992).

Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti klasifikasi di lingkungan DJBM (1992) baik yang dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road Management System (IRMS) (Tabel 3.). Untuk tujuan praktis, Tabel 3. dapat digunakan untuk mengkonversikan data lalu lintas dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data lalu lintas dengan klasifikasi MKJI’97. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih juga digunakan. Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang dilaksanakan sesuai klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, dapat juga digunakan untuk perhitungan kapasitas.

Page 19: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

13 dari 89

Tabel 3. Padanan klasifikasi jenis kendaraan

IRMS (11 kelas)

DJBM (1992) (8 kelas)

MKJI’97 (5 kelas)

1. Sepeda motor, Skuter, Kendaraan roda tiga

1. Sepeda motor, Skuter, Sepeda kumbang, dan Sepeda roda tiga

1. SM: Kendaraan bermotor roda 2 dan 3 dengan panjang tidak lebih dari 2,5m

2. Sedan, Jeep, Station wagon

2. Sedan, Jeep, Station wagon

2. KR:Mobil penumpang (Sedan, Jeep, Station wagon, Opelet, Minibus, Mikrobus),Pickup,Truk Kecil, dengan panjang tidak lebih dari atau sama dengan 5,5m

3. Opelet, Pickup-opelet, Suburban, Kombi, dan Minibus

3. Opelet, Pickup-opelet, Suburban, Kombi, dan Minibus

4. Pikup, Mikro-truk, dan Mobil hantaran

4. Pikup, Mikro-truk, dan Mobil hantaran

5a. Bus Kecil 5. Bus 3. KS: Bus dan Truk 2 sumbu, dengan panjang tidak lebih dari atau sama dengan 12,0m

5b. Bus Besar

6. Truk 2 sumbu 6. Truk 2 sumbu

7a. Truk 3 sumbu 7. Truk 3 sumbu atau lebih dan Gandengan

4. KB: Truk 3 sumbu dan Truk kombinasi (Truk Gandengan dan Truk Tempelan), dengan panjang lebih dari 12,0m*).

7b. Truk Gandengan

7c. Truk Tempelan (Semi trailer)

8. KTB: Sepeda, Becak, Dokar, Keretek, Andong.

8. KTB: Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Andong.

5. KTB: Sepeda, Becak, Dokar, Keretek, Andong.

Catatan: *) Dalam jalan perkotaan, KB dikatagorikan KS

Arus lalu lintas, Q, dinyatakan dalam skr per jam untuk satu atau lebih periode, misalnya pada periode jam puncak pagi, siang, atau sore. Q dikonversi dari satuan kendaraan per jam menjadi skr per jam dengan menggunakan nilai ekivalen kendaraan ringan (ekr) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Perlu diperhatikan, dalam satu pendekat kadang terdapat dua tipe pendekat yang berbeda pada masing-masing fasenya. Jika hal ini ditemui pada saat analisis, maka nilai ekr yang digunakan juga menjadi dua, sesuai tipe pendekat masing-masing fase tersebut. Nilai ekr untuk tiap jenis kendaraan pada tipe pendekat terlindung dan terlawan ditunjukkan dalam Tabel B.2. Lampiran B.

4.2.3 Penggunaan isyarat

Pengaturan dua fase dapat pertimbangan pada awal analisis karena memberikan kapasitas terbesar dengan tundaan yang terendah dibandingkan dengan pengaturan fase lainnya (lihat Gambar A.1. dan A.2. dalam Lampiran A, sebagai contoh). Apabila pengaturan dua fase ini belum memadai, evaluasi arus belok kanan, apakah memungkinkan bila dipisahkan dari arus lurus?; dan apakah tersedia lajur untuk memisahkannya? Pengaturan arus belok kanan yang terpisah hanya dilakukan bila arusnya melebihi 200skr/jam, tetapi bisa saja dilakukan pemisahan ini, walaupun arus belok kanan lebih rendah dari 200skr/jam dengan pertimbangan peningkatan terhadap keselamatan lalu lintas.

Perhitungan rinci nilai AH dan HH diperlukan saat analisis operasional dan desain peningkatan, untuk keperluan praktis, nilai normal AH dapat menggunakan nilai seperti yang ditunjukkan pada Tabel B.3. dalam Lampiran B.

Page 20: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

14 dari 89

Msemua diperlukan untuk pengosongan area konflik dalam simpang pada akhir setiap fase. Waktu ini memberikankesempatan bagi kendaraan terakhir (KBR pada Gambar 4.) melewati garis henti pada akhir isyarat kuning sampai dengan meninggalkan titik konflik. jarak ini adalah panjang lintasan keberangkatan (LKBR) ditambah panjang kendaraan berangkat (PKBR) sebelum kedatangan kendaraan pertama yang datang dari arah lain (KDT) pada fase berikutnya yang melewati garis henti pada awal isyarat hijau sampai dengan ke titik konflik yang sama dengan jarak lintasan LKDT. Jadi, Msemua merupakan fungsi dari kecepatan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti masing-masing arah sampai ke titik konflik, serta panjang dari kendaraan yang berangkat (PKBR).Dalam hal waktu lintasan pejalan kaki (LPK) lebih lama ditempuh dibandingkan LKBR, maka LPK yang menentukan panjang lintasan berangkat.

Gambar 4. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan

Titik konflik kritis pada masing-masing fase (i) adalah titik yang menghasilkan Msemua terbesar. Msemua per fase dipilih yang terbesar dari dua hitungan waktu lintasan, yaitu kendaraan berangkat dan pejalan kaki. Hitung menggunakan persamaan 2).

{

……………………………………………………..2)

keterangan:

Page 21: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

15 dari 89

LKBR, LKDT, LPK adalah jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan

yang berangkat, kendaraan yang datang, dan pejalan kaki, m

PKBR adalah panjang kendaraan yang berangkat, m

VKBR, VKDT, VPK adalah kecepatan untuk masing-masing kendaraan berangkat, kendaraan

datang, dan pejalan kaki, m/det

Gambar 5. menunjukkan kejadian dengan titik-titik konflik kritis yang diberi tanda bagi kendaraan-kendaraan maupun para pejalan kaki yang memotong jalan. Nilai-nilai VKBR, VKDT, dan PKBR tergantung dari kondisi lokasi setempat. Nilai-nilai berikut ini dapat digunakan sebagai pilihan jika nilai baku tidak tersedia.

VKDT = 10m/det (kendaraan bermotor) VKBR = 10m/det (kendaraan bermotor)

3m/det (kendaraan tak bermotor misalnya sepeda) 1,2m/det (pejalan kaki)

PKBR = 5m (KR atau KB) 2m (SM atau KTB)

Apabila periode Msemua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu hijau hilang total (HH) untuk simpang untuk setiap siklus dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau menggunakan persamaan 3).

………………………………………………………………….3)

Panjang waktu kuning pada APILL perkotaan di Indonesia biasanya ditetapkan 3,0 detik.

4.2.4 Penentuan waktu isyarat

4.2.4.1 Tipe pendekat

Pada pendekat dengan arus lalu lintas yang berangkat pada fase yang berbeda, maka analisis kapasitas pada masing-masing fase pendekat tersebut harus dilakukan secara terpisah (misal, arus lurus dan belok kanan dengan lajur terpisah). Hal yang sama pada perbedaan tipe pendekat, pada satu pendekat yang memiliki tipe pendekat, baik terlindung maupun terlawan (pada fase yang berbeda), maka proses analisisnya harus dipisahkan berdasarkan ketentuan-ketentuannya masing-masing. Gambar 5. di bawah ini memberikan ilustrasi dalam penentuan tipe pendekat, apakah terlindung (P) atau terlawan (O).

Page 22: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

16 dari 89

Gambar 5. Penentuan tipe pendekat

4.2.4.2 Penentuan lebar pendekat efektif, LE

Penentuan lebar pendekat efektif (LE) berdasarkan lebar ruas pendekat (L), lebar masuk (LM), dan lebar keluar (LK). Jika BKiJT diizinkan tanpa mengganggu arus lurus dan arus belok kanan saat isyarat merah, maka LE dipilih dari nilai terkecil diantara LK dan (LM-LBKiJT).

Menentukan LM. Pada pendekat terlindung, jika LK < LM×(1-RBKa-RBKiJT), tetapkan LE = LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini hanya didasarkan pada arus lurus saja. Jika pendekat dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditetapkan seperti ditunjukkan dalam Gambar 6. sebelah kiri. Jika pendekat tidak dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditentukan seperti ditunjukkan dalam Gambar 6. sebelah kanan. Maka LM = L-LBKiJT.

Page 23: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

17 dari 89

Gambar 6. Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas

1) Jika LBKiJT ≥ 2m, maka arus kendaraan BKiJT dapat mendahului antrian kendaraan lurus

dan belok kanan selama isyarat merah. LE ditetapkan sebagai berikut:

Langkah 1: Keluarkan arus BKiJT (qBKiJT) dari perhitungan dan selanjutnya arus yang dihitung adalah q = qLRS+qBKa

Tentukan lebar efektif sebagai berikut:

{

……………………………………………………….4)

Langkah 2: Periksa LK (hanya untuk pendekat tipe P), jika LK < LM×(1-RBKa), maka LE =

LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini didasarkan hanya bagian lalu lintas yang lurus saja yaitu qLRS

2) Jika LBKiJT < 2m, maka kendaraan BKiJT dianggap tidak dapat mendahului antrian kendaraan lainnya selama isyarat merah. LE ditetapkan sebagai berikut:

Langkah 1: Sertakan qBKiJT pada perhitungan selanjutnya.

{

( )

………………………………….5)

Langkah 2: Periksa LK (hanya untuk pendekat tipe P), jika LK < LM×(1-RBKa-RBKiJT), maka LE = LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk arus lalu lintas lurus saja.

4.2.4.3 Arus jenuh dasar, S0

Arus jenuh (S, skr/jam) adalah hasil perkalian antara arus jenuh dasar (S0) dengan faktor-faktor penyesuaian untuk penyimpangan kondisi eksisting terhadap kondisi ideal. S0 adalah

Page 24: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

18 dari 89

S pada keadaan lalu lintas dan geometrik yang ideal, sehingga faktor-faktor penyesuaian untuk S0 adalah satu. S dirumuskan oleh persamaan 6).

……………………………….6)

keterangan:

FUK adalah faktor penyesuaian S0 terkait ukuran kota, (Tabel B.4. Lampiran B)

FHS adalah faktor penyesuaian S0 akibat HS lingkungan jalan (Tabel B.5. Lampiran B)

FG adalah faktor penyesuaian S0 akibat kelandaian memanjang pendekat (Gambar B.6.

Lampiran B)

FP adalah faktor penyesuaian S0 akibat adanya jarak garis henti pada mulut pendekat

terhadap kendaraan yang parkir pertama (Gambar B.7. Lampiran B)

FBKa adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kanan

(Gambar B.8. Lampiran B, dengan ketentuan tertentu)

FBKi adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kiri (Gambar

B.9. Lampiran B, dengan ketentuan tertentu)

1) Untuk pendekat terlindung, S0 ditentukan oleh persamaan 7), sebagai fungsi dari lebar

efektif pendekat. Selain itu, penetapan nilai S0 untuk tipe pendekat terlindung, dapat ditentukan dengan menggunakan diagram yang ditunjukkan dalam Gambar B.3. dalam Lampiran B.

……………………………………………………………………….7)

keterangan: S0 adalah arus jenuh dasar, skr/jam LE adalah lebar efektif pendekat, m

Catatan: Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh

kenyataan bahwa pengemudi sering mengabaikan "aturan hak jalan". Arus kendaraan-kendaraan yang membelok ke kanan memaksa menerobos arus lalu lintas lurus dari arah yang berlawanan. Model kapasitas simpang dari negara Barat tentang tipikal keberangkatan arus lalu lintas seperti ini, tidak dapat diterapkan karena teori tersebut didasarkan pada teori gap acceptance ("waktu antara yang diterima"). Model lain yang telah dikembangkan dan dianggap sesuai didasarkan pada pengamatan perilaku pengemudi di Indonesia dan diterapkan dalam pedoman ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model Barat. Nilai-nilai skr yang berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan seperti diuraikan di atas.

2) Untuk pendekat tak terlindung (tipe O), dan:

Tidak dilengkapi lajur belok-kanan terpisah, maka S0 ditentukan menggunakan Gambar B.4. Lampiran B. sebagai fungsi dari LE, QBKa, dan QBKa,O.

dilengkapi dengan lajur belok kanan terpisah, maka gunakan Gambar B.5. Lampiran B, sebagai fungsi dari LE, QBKa, dan QBKaO.

Gunakan gambar-gambar tersebut untuk mendapatkan nilai S0 dan lakukan interpolasi seperlunya. Lihat contoh berikut terkait penanganan keadaan yang mempunyai qBKa lebih besar dari yang terdapat dalam diagram.

Contoh: Lajur belok kanan terpisah:

Page 25: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

19 dari 89

QBKa = 125skr/jam dan arus dari arah berlawanan yang terlawan QBka,o =

100skr/jam; LE sesungguhnya = 5,4m. Maka, dari Gambar B.5. diperoleh S6,0 =

3000; S5,0 = 2440; dan dengan interpolasi diperoleh S5,4 = (5,4-5,0)×(S6,0-

S5,0)+S5,0 = 0,4x(3000-2440)+2440 = 2664 ≈ 2660

Jika gerakan belok kanan lebih besar dari 250skr/jam, fase isyarat terlindung

harus dipertimbangkan dan rencana fase isyarat harus diganti. Cara pendekatan

berikut dapat digunakan untuk tujuan analisis operasional misalnya peninjauan

kembali waktu isyarat suatu simpang.

Lajur belok kanan tidak terpisah:

a) Jika QBka,O > 250skr/jam, maka

QBKa < 250: 1. Tentukan SBka,O pada QBka,O = 250

2. Tentukan S sesungguhnya sebagai

S = SBka,O - {(QBka,O - 250) × 8 } skr/jam

QRT > 250: 1. Tentukan SBKa,o pada QBka,O and QBKa= 250

2. Tentukan S sesungguhnya sebagai

S = SBka,O - {(QBka,O + QBKa - 500) × 2 } skr/jam

b) Jika QBka,O < 250 dan QBKa > 250 skr/jam, maka tentukan S seperti pada QBKa

= 250.

Lajur belok kanan terpisah:

a) Jika QBka,O> 250skr/jam, maka:

QBKa < 250: Tentukan S dari Gambar B.5. dengan ekstrapolasi.

QBKa > 250: Tentukan SBka,O pada QBka,O and QBKa = 250

b) Jika QBka,O < 250 dan QBKa > 250skr/jam, maka tentukan S dari Gambar B.5.

dengan ekstrapolasi.

4.2.4.4 Arus jenuh yang telah disesuaikan, S

Nilai S ditentukan dengan menggunakan persamaan 6) di atas. Dalam perhitungannya, perlu diperhatikan jika suatu pendekat mempunyai isyarat hijau lebih dari satu fase, yang arus jenuhnya telah ditentukan secara terpisah, maka nilai arus jenuh kombinasi harus dihitung secara proporsional terhadap waktu hijau masing-masing fase.

Contoh, jika suatu pendekat berisyarat hijau pada kedua fase 1 dan 2 dengan waktu hijau H1 dan H2 dan arus jenuh S1 dan S2, nilai kombinasi S1+2 dihitung sebagai berikut:

……………………………………………………………………..8)

Jika salah satu dari fase tersebut adalah fase pendek, misalnya "waktu hijau awal", dimana satu isyarat pada pendekat menyala hijau beberapa saat sebelum mulainya hijau pada arah yang berlawanan, disarankan untuk menggunakan hijau awal ini antara 1/4 sampai 1/3 dari total waktu hijau pada pendekat yang diberi waktu hijau awal. Perkiraan yang sama dapat digunakan untuk "waktu hijau akhir" dimana nyala hijau pada satu pendekat diperpanjang beberapa saat setelah berakhirnya nyala hijau pada arah yang berlawanan. Lama waktu hijau awal dan akhir minimal 10 det.

Contoh: Waktu hijau awal sama dengan 1/3 dari total waktu hijau dari pendekat dengan waktu hijau awal:

Page 26: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

20 dari 89

……………………………………………………..…………9)

4.2.4.5 Rasio arus/Arus jenuh, RQ/S

Dalam menganalisis RQ/S perlu diperhatikan bahwa:

a) Jika arus BKiJT harus dipisahkan dari analisis, maka hanya arus lurus dan belok kanan saja yang dihitung sebagai nilai Q.

b) Jika LE = LK, maka hanya arus lurus saja yang masuk dalam nilai Q. c) Jika pendekat mempunyai dua fase, yaitu fase kesatu untuk arus terlawan (O) dan fase

kedua untuk arus terlindung (P), maka arus gabungan dihitung dengan pembobotan seperti proses perhitungan arus jenuh pada sub bab 4.2.4.4.

RQ/S dihitung menggunakan persamaan 10) berikut ini:

…………………………………………………………………………………...10)

4.2.4.6 Waktu siklus dan waktu hijau

Waktu isyarat terdiri dari waktu siklus (c) dan waktu hijau (H). Tahap pertama adalah penentuan waktu siklus untuk sistem kendali waktu tetap yang dapat dilakukan menggunakan rumus Webster (1966). Rumus ini bertujuan meminimumkan tundaan total. Tahap selanjutnya adalah menetapkan waktu hijau (g) pada masing-masing fase (i). Nilai c ditetapkan menggunakan persamaan 11) atau dengan menggunakan Gambar B.10. dalam Lampiran B.

∑ …………………………………………………………………………11)

keterangan: c adalah waktu siklus, detik HH adalah jumlah waktu hijau hilang per siklus, detik RQ/S adalah rasio arus, yaitu arus dibagi arus jenuh, Q/S RQ/S kritis adalah Nilai RQ/S yang tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada fase

yang sama Σ RQ/S kritis adalah rasio arus simpang (sama dengan jumlah semua RQ/S kritis dari semua

fase) pada siklus tersebut. Catatan: c yang terlalu besar akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. c yang

besar terjadi jika nilai ∑(RQ/S Kritis) mendekati satu, atau jika lebih dari satu, maka simpang tersebut melampaui jenuh dan rumus Webster akan menghasilkan nilai c tidak realistik karena sangat besar atau negatif.

H ditetapkan menggunakan persamaan 12).

………………………………………………………….12)

keterangan: Hi adalah waktu hijau pada fase i, detik i adalah indeks untuk fase ke i

Page 27: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

21 dari 89

Catatan: Kinerja suatu Simpang APILL pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecil dari rasio hijau (Hi/c) yang ditentukan dari rumus 12) di atas dapat berakibat bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.

4.2.5 Kapasitas Simpang APILL

Kapasitas Simpang APILL (C) dihitung menggunakan persamaan 13).

…………………………………………………………………………………13)

keterangan: C adalah kapasitas simpang APILL, skr/jam

S adalah arus jenuh, skr/jam

H adalah total waktu hijau dalam satu siklus, detik

c adalah waktu siklus, detik

4.2.6 Derajat kejenuhan

Derajat kejenuhan (DJ) dihitung menggunakan persamaan 14)

…………………………………………………………………………................14)

4.2.7 Kinerja lalu lintas Simpang APILL

4.2.7.1 Panjang antrian

Jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat lampu hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah kendaraan terhenti (skr) yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah kendaraan (skr) yang datang dan terhenti dalam antrian selama fase merah (NQ2), dihitung menggunakan persamaan 15).

...................................................................................................15)

Jika DJ>0,5; maka

{ √

} ...........................16)

Jika DJ≤0,5; maka NQ1=0

................................................................................17)

Nilai NQ1 dapat pula diperoleh dengan menggunakan diagram pada Gambar B.11. dan nilai NQ2 menggunakan diagram pada Gambar B.12. dalam Lampiran B.

Page 28: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

22 dari 89

Panjang antrian (PA) diperoleh dari perkalian NQ (skr) dengan luas area rata-rata yang digunakan oleh satu kendaraan ringan (ekr) yaitu 20m2, dibagi lebar masuk (m), sebagaimana persamaan 18).

......................................................................................................18)

4.2.7.2 Rasio kendaraan henti

RKH, yaitu rasio kendaraan pada pendekat yang harus berhenti akibat isyarat merah sebelum melewati suatu simpang terhadap jumlah arus pada fase yang sama pada pendekat tersebut, dihitung menggunakan persamaan 19) atau dapat pula menggunakan diagram dalam Gambar B.13. Lampiran B.

...................................................................................19)

keterangan: NQ adalah jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat hijau c adalah waktu siklus, detik Q adalah arus lalu lintas dari pendekat yang ditinjau, skr/jam Jumlah rata-rata kendaraan berhenti, NH, adalah jumlah berhenti rata rata per kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung menggunakan persamaan 20).

.......................................................................................................20)

4.2.7.3 Tundaan

Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal, yaitu 1) tundaan lalu lintas (TL), dan 2) tundaan geometrikk (TG). Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat i dihitung menggunakan persamaan 21).

.......................................................................................................21)

Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat i dapat ditentukan dari persamaan 22) (Akcelik 1988):

.........................................................................22)

Catatan: Hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktor-faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir, atau pengaturan oleh polisi secara manual, atau yang lainnya.

Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekat i dapat diperkirakan penggunakan persamaan 23).

...........................................................23)

keterangan: PB adalah porsi kendaraan membelok pada suatu pendekat

Page 29: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

23 dari 89

Catatan: Nilai normal TGi untuk kendaraan belok tidak berhenti adalah 6 detik, dan untuk yang berhenti adalah 4 detik. Nilai normal ini didasarkan pada anggapan-anggapan, bahwa: 1) kecepatan = 40km/jam; 2) kecepatan belok tidak berhenti =10km/jam; 3) percepatan dan perlambatan = 1,5m/det2; 4) kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.

4.2.8 Penilaian kinerja

Tujuan analisis kapasitas adalah memperkirakan kapasitas dan kinerja lalu lintas pada kondisi tertentu terkait desain atau eksisting geometrik, pengaturan fase dan waktu isyarat, arus lalu lintas dan lingkungan Simpang APILL. Dengan perkiraan nilai kapasitas dan kinerja, memungkinkan dilakukan perubahan desain Simpang APILL untuk memperoleh kinerja lalu lintas yang diinginkan berkaitan dengan kapasitas dan tundaannya. Cara yang paling cepat untuk menilai hasil adalah dengan melihat nilai DJ untuk kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan kondisi lalu lintas pada masa pelayanan terkait dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur pelayanan yang diinginkan dari Simpang APILL tersebut. Jika nilai DJ yang diperoleh terlalu tinggi (misal >0,85), maka perlu dilakukan perubahan desain yang berkaitan dengan penetapan fase dan waktu isyarat, lebar pendekat dan membuat perhitungan baru.

5 Prosedur perhitungan kapasitas

Prosedur perhitungan kapasitas Simpang APILL ditunjukkan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 7. Terdapat lima langkah utama yang meliputi: Langkah A: Data masukan, Langkah B: penggunaan Isyarat, Langkah C: penentuan waktu isyarat, Langkah D: Kapasitas, dan Langkah E: Kinerja lalu lintas. Untuk desain, baik desain Simpang APILL baru maupun desain peningkatan Simpang APILL lama dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL, prosedur tersebut secara umum sama. Perbedaannya adalah dalam penyediaan data masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan kriteria desain (contoh, DJ maksimum yang harus diperuhi, T yang lebih kecil dari nilai tertentu) dan data lalu lintas rencana. Untuk evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL, perlu data geometrik, pengaturan arus lalu lintas dan data arus lalu lintas eksisting.

Sasaran utama dalam mendesain Simpang APILL baru adalah menetapkan jumlah fase dan waktu isyarat yang paling efektif untuk LHRT atau qJD masing-masing lengan pendekat dengan kriteria desain tertentu. Data masukan utama pada langkah A adalah data arus lalu lintas. Berdasarkan data lalu lintas tersebut, geometrik Simpang (Tipe Simpang) awal diperkirakan dengan pertimbangan nilai ekonomis menggunakan bantuan Tabel 1. atau diagram-diagram dalam Gambar A.4. Lampiran A, Tipikal geometrik Simpang APILL sendiri dapat dilihat dari Gambar B.1. dan Gambar B.2. dalam Lampiran B. Pemilihan Tipe Simpang awal, disesuaikan dengan kriteria desain yang ingin dicapai, misalnya tundaan rata-rata tiap kendaraan (dalam satuan kendaraan ringan) berdasarkan besar DJ yang telah ditetapkan sebelumnya pula. Untuk desain simpang awal, Tabel 2. maupun Gambar A.5. dan Gambar A.6. dapat digunakan sebagai penentuan tipe simpang, berdasarkan kinerja lalu lintas dengan ketentuan ukuran kota 1-3juta jiwa dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1. Langkah selanjutnya adalah menetapkan penggunaan isyarat, berupa penentuan fase isyarat dan waktu HA serta HH (Langkah B), gunakan Gambar A.1. sebagai acuan dalam penentuan pengaturan fase simpang-3, dan Gambar A.2. atau Gambar A.3. sebagai acuan dalam penentuan pengaturan fase simpang-4. Dalam menentukan HA dan HH, diperlukan data geometrik simpang dan perilaku lalu lintas, yang perlu diperhatikan dalam penentuannya yaitu jarak dan kecepatan kendaraan yang berangkat dan kendaraan yang datang, lihat Gambar 4. sebagai ilustrasi, kemudian tentukan Msemua, dan HH menggunakan persamaan 2) dan 3). Langkah selanjutnya yaitu menentukan waktu APILL (Langkah C),

Page 30: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

24 dari 89

langkah ini sangat penting dalam mencari nilai kapasitas simpang yang akan digunakan dalam analisis. Langkah ini meliputi penentuan enam hal, antara lain: 1) Tipe pendekat, 2) Lebar pendekat efektif, 3) Arus jenuh, 4) faktor penyesuaian, 5) Rasio arus terhadap arus jenuh, dan 6) waktu siklus dan waktu hijau. Dalam penentuan tipe pendekat, tentukan tipe masing-masing lengan pendekat simpang, yang merupakan bagian dari pengaturan fase simpang. Tipe pendekat dapat dikategorikan terlindung (Tipe P) atau terlawan (Tipe O), gunakan Gambar 5. sebagai acuan. Tipe pendekat ini akan mempengaruhi besaran nilai ekr dan faktor penyesuaian belok dalam proses analisis. Penentuan lebar efektif dipengaruhi oleh tipe pendekat, lebar masuk pendekat, lebar keluar pendekat, dan pergerakan BKiJT yang berlaku pada suatu pendekat simpang atau tidak. Penentuan arus jenuh dasar akan ditentukan oleh lebar efektif, tipe, dan pengaturan belok kanan masing-masing pendekat atau sub-pendekat (Langkah C-2). Persamaan 7) atau Gambar B.3. digunakan untuk mendapatkan nilai S0 untuk pendekat dengan tipe P, sedangkan Gambar B.4. dan B.5. dipergunakan untuk menentukan nilai S0 untuk pendekat dengan tipe O. Perlu diperhatikan untuk parameter-parameter yang diluar dari besar yang tersedia dalam diagram, agar mengikuti ketentuan yang dijelaskan pada sub bab 4.2.4.3. Nilai S0 ini kemudian disesuaikan terhadap FUK (Tabel B.4. dalam Lampiran B), FHS (Tabel B.5.), FG (Gambar B.6.), FP (Gambar B.7. atau persamaan 27), FBKa (Gambar B.8. atau persamaan 28), dan FBKi (Gambar B.9. atau persamaan 29) dan dihitung dengan menggunakan persamaan 6) untuk mendapatkan nilai arus jenuh yang disesuaikan (S). Langkah selanjutnya yaitu menetapkan waktu siklus sebelum penyesuaian (cbp), yang didapat dari persamaan 11) maupun dari Gambar B.10. Untuk keperluan praktis, Tabel B.6 dapat dijadikan acuan dalam penentuan waktu siklus yang layak terkait dengan tipe pengaturan fase. Langkah selanjutnya yaitu menghitung Kapasitas (Langkah D) dan menganalisis kinerja lalu lintas Simpang awal ini (Langkah E) ikuti prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.4.dan 5.5.

Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah luarannya (pada Gambar 7. ditandai dengan garis terputus-putus satu titik). Jika yang diperlukan adalah evaluasi kinerja Simpang, maka lakukan langkah E dan hasilnya adalah luaran langkah E (pada Gambar 7. ditandai dengan garis terputus-putus dua titik). Jika yang diperlukan adalah perencanaan, setelah langkah E maka lanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya.

Jika kriteria desain telah dipenuhi, maka ketentuan fase isyarat dan Tipe Simpang awal adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain awal perlu dirubah, misalnya dengan menambah jumlah fase, memisahkan arus belok kanan, memperlebar pendekat atau memperbaiki kondisi lingkungan jalan. Hitung ulang kapasitas Simpang APILL dan kinerja lalu lintasnya untuk desain yang telah diubah ini sesuai dengan Langkah C, Langkah D dan Langkah E. Hasilnya agar dievaluasi terhadap kriteria desain yang ditetapkan. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain tercapai.

Sasaran utama untuk peningkatan Simpang yang sudah ada adalah menetapkan fase dan Tipe Simpang yang memenuhi kriteria desain Simpang yang ditetapkan, misal DJ<0,85 dengan Tundaan rata-rata <18det/skr. Data masukan untuk langkah A adalah data geometrik eksisting, pengaturan arus lalu lintas di simpang, kondisi lingkungan Simpang APILL, data arus lalu lintas masing-masing pendekat, dan umur rencana peningkatan untuk menghitung qJD dari masing-masing pendekat pada akhir umur rencana. Langkah berikutnya adalah menghitung kapasitas dan kinerja lalu lintas Simpang eksisting sesuai dengan langkan D dan langkah E. Bandingkan kinerja lalu lintas eksisting dengan kriteria desain. Umumnya, kinerja lalu lintas eksisting tidak memenuhi kriteria desain yang mana hal ini menjadi alasan untuk melakukan peningkatan. Perubahan desain ini misalnya dengan menerapkan manajemen lalu lintas seperti pemberlakuan waktu hijau awal pada pendekat yang arus belok kanannya tinggi atau merubah Tipe Simpang. Untuk desain Simpang yang sudah dirubah ini, hitung ulang kapasitas dan analisis kinerja lalu lintasnya, kemudian bandingkan

Page 31: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

25 dari 89

hasilnya dengan kriteria desain. Jika kriteria desain telah dipenuhi, maka Tipe Simpang peningkatan tersebut adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain peningkatan perlu ditingkatkan lagi. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Simpang tercapai.

Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL yang telah dioperasikan adalah menghitung dan menilai DJ, PA, NKH, dan T, yang menjadi dasar analisis kinerja lalu lintas Simpang. Data utamanya adalah data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, kondisi lingkungan Simpang APILL, dan data lalu lintas eksisting. Lakukan langkah B, hingga Langkah E sesuai prosedur yang diuraikan dalam butir 5.2. hingga 5.4., kemudian buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan nilai DJ, PA, NKH, dan T, yang diperoleh.

Masing-masing langkah diuraikan secara rinci dalam sub-bab ini dan untuk memudahkan pelaksanaan perhitungan, disediakan Formulir kerja yang terdiri dari 5 (lihat Lampiran E), yaitu:

1) Formulir-SIS I untuk penyiapan data geometrik, pengaturan lalu lintas, dan lingkungan; 2) Formulir-SIS II untuk penyiapan data arus lalu lintas; 3) Formulir SIS-III untuk menghitung AH dan HH; 4) Formulir SIS-IV untuk menghitung waktu isyarat (c, H, M, K) dan C; dan 5) Formulir SIS-V untuk menghitung PA, NKH, dan tundaan T.

Page 32: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

26 dari 89

Gambar 7. Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang APILL

Page 33: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

27 dari 89

5.1 Langkah A : Menetapkan data masukan

Data masukan terdiri dari data geometrik, pengaturan lalu lintas, dan kondisi lingkungan jalan (A-1), serta data lalu lintas (A-2).

5.1.1 Langkah A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan kondisi

lingkungan Simpang APILL

Gunakan Formulir SIS-I, lengkapi data Simpang dengan tanggal, bulan, tahun, nama kota, nama simpang (nama ruas jalan mayor - nama ruas jalan minor), ukuran kota, periode data lalu lintas, serta nama personil yang menangani kasus ini. Buat sketsa fase APILL, meliputi pergerakan lalu lintas dari pendekat pada tiap-tiap fase, cantumkan H, Ah, c, dan HH Untuk pendekat yang melayani BKiJT, beri keterangan pada pendekat tersebut dengan menuliskan BKiJT serta arah arusnya. Buat sketsa geometrik simpang, posisi pendekat, pulau jalan (jika ada), garis henti, marka (pembagi lajur, zebra cross, penunjuk arah), lebar pendekat (m), pemberhentian kendaraan umum, akses sepanjang pendekat (jika ada), panjang lajur yang terbatas (misal pada lajur khusus belok kanan atau belok kiri), dan arah Utara. Jika desain simpang dan fase belum ada, buat sketsa desain dan fase awal.

Dalam sketsa geometrik simpang, tuliskan ukuran lebar lajur pada bagian pendekat pada ruas yang diperkeras mulai dari lajur di hulu (L), pada lajur BKiJT (LBKiJT), pada garis henti (LM), dan pada tempat keluar tersempit setelah melewati area konflik (LK), lebar median (jika ada) dan jenisnya (apakah ditinggikan atau direndahkan).

Tuliskan data-data kondisi lingkungan, hambatan samping, kelandaian pendekat, dan jarak ke kendaraan parkir pada tiap-tiap lengan pendekat, pada tabel isian di bawah sketsa geometrik simpang. Tuliskan kode untuk setiap pendekat, kode tersebut berdasarkan arah kompas (misal U untuk pendekat arah utara, B untuk Barat, dst.). satu lengan simpang dapat memiliki lebih dari satu pendekat yang dibatasi oleh pemisah lajur, masing-masing dapat memiliki fase yang berbeda, pengkodeannya dilakukan dengan indeks (misal Utara 1 (U1), Utara 2 (U2), dst.). Hal-hal lain (jika ada yang mempengaruhi terhadap kapasitas agar dicatat.

Pada kriteria lingkungan, tentukan guna lahan masing-masing pendekat (KOM=komersial; KIM=permukiman; AT=Akses terbatas). Penentuan hambatan samping ditentukan dari terganggu atau tidaknya pergerakan arus berangkat pada tempat masuk dan keluar simpang, apakah terganggu atau berkurang akibat adanya aktivitas samping jalan di sepanjang pendekat (misal aktivitas menaik-turunkan penumpang ataupun kegiatan mengetem angkutan umum, pejalan kaki, pedagang kaki lima di sepanjang atau melintas pendekat, dan kendaraan yang keluar-masuk samping pendekat). Hambatan samping dapat dikatakan rendah jika arus keberangkatan pendekat tidak terganggu oleh aktivitas-aktivitas tersebut.

Cantumkan persentase kemiringan masing-masing lengan pendekat (%), tandai dengan “+” untuk pendekat yang menanjak ke arah simpang, dan tanda “-” jika menurun. Cantumkan pula jarak ke kendaraan pertama yang parkir dari garis henti pada masing-masing pendekat (jika ada) di sebelah hulu pendekat.

5.1.2 Langkah A.2. Data kondisi arus lalu lintas

Formulir kerja untuk langkah A-2 adalah Formulir SIS-II. Data arus lalu lintas meliputi:

Page 34: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

28 dari 89

1) Arus lalu lintas per jenis kendaraan bermotor dan tak bermotor (qKR, qKB, qSM, qKTB) dengan distribusi gerakan LRS, BKa, dan BKi. Tuliskan data arus ini pada masing-masing pendekat (U,S,T,B) ataupun sub-pendekat (U1,U2,dst.).

2) Konversikan arus kedalam satuan skr/jam. Gunakan nilai ekr pada Tabel B.2. Lampiran B.

3) Rasio arus kendaraan belok kiri (RBKi) dan rasio arus belok kanan (RBKa) untuk masing-masing pendekat.

………………………………………………………………………………24)

……………………………………………………………………………...25)

4) Rasio kendaraan tak bermotor (RKTB) untuk masing-masing pendekat.

……………………………………………………………………...26)

5.2 Langkah B : Menetapkan penggunaan isyarat

5.2.1 Langkah B.1. Fase sinyal

Pilih fase isyarat: Lihat Gambar A.1. hingga A.3. sebagai acuan dalam penentuan pengaturan fase yang digunakan. Dalam analisis untuk kepentingan perencanaan, tentukan pengaturan fase awal dimana dapat memberikan kapasitas yang paling besar (dua fase), dengan penyesuaian-penyesuaian pada langkah berikutnya sesuai dengan kriteria perencanaan yang telah ditetapkan. Untuk kepentingan evaluasi Simpang APILL eksisting, sangat memungkinkan terjadi variasi pengaturan fase eksisting yang kompleks untuk kepentingan manajemen lalu lintas simpang, oleh karenanya gambar-gambar pada Gambar A.1. hingga A.3. hanya digunakan sebagai acuan dalam perencanaan dan pengaturan fase isyarat tersebut disesuaikan dengan kondisi eksisting di lapangan.

Gambarkan sketsa fase APILL yang dipilih.

5.2.2 Langkah B.2. Waktu antar hijau dan waktu hilang

Hitung waktu Msemua, AH per fase, dan HH. Formulir kerja untuk langkah ini adalah Formulir SIS-III. Untuk analisis operasional dan desain peningkatan, hitung AH dan HH dengan menggunakan persamaan 2) dan 3). Untuk keperluan praktis, nilai normal AH dapat menggunakan nilai seperti ditunjukkan pada Tabel B.3. dalam Lampiran B.

5.3 Langkah C : Menentukan waktu APILL

Formulir yang digunakan untuk penentuan waktu APILL adalah formulir SIS-IV.

5.3.1 Langkah C.1. Tipe pendekat

1) Identifikasi setiap pendekat berdasarkan ketentuan dalam sub bab 4.2.4.1. 2) tentukan nomor sebagai identitas fase untuk masing-masing fase, sesuai urutan fase

yang akan digunakan dalam analisis. 3) Buatlah sketsa yang menunjukkan arah arus masing-masing.

Page 35: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

29 dari 89

4) Tuliskan dalam sketsa, besarnya qLRS, qBKa, dan qBKi dalam satuan skr/jam untuk masing-masing pendekat (distribusi arus lalu lintas tiap lengan pendekat).

5) Buat sketsa pergerakan arus masing-masing fase. 6) Tuliskan kode pendekat berdasarkan mata angin yang konsisten dengan yang

dicantumkan pada Formulir SIS-I. Untuk pendekat yang memiliki pergerakan arus lalu lintas lebih dari satu, tuliskan kode sub-pendekatnya.

7) Beri keterangan pada kolom sebelahnya, tiap-tiap kode pendekat dan sub-pendekat hijau dalam fase ke berapa sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya.

8) Tentukan tipe arus pada setiap pendekat, terlindung (P) atau terlawan (O). Gunakan Gambar 5 sebagai referensi.

9) Masukkan nilai rasio kendaraan berbelok (RBKi / RBKiJT dan RBKa) untuk setiap pendekat berdasarkan perhitungan dalam Formulir SIS-II.

10) Untuk pendekat yang bertipe O, masukkan besar qBKa dari pendekat yang ditinjau dan qBKa dari pendekat arah yang berlawanan (skr/jam).

5.3.2 Langkah C.2. Lebar pendekat efektif

Penentuan lebar pendekat efektif berdasarkan L, LM, dan LK yang terdapat pada Formulir SIS-I, adapun ketentuan-ketentuan dalam penetapan besaran nilainya harus berdasarkan penjelasan mengenai penentuan LE dalam sub bab 4.2.4.2. Masukkan nilai LE yang telah ditetapkan kedalam Formulir SIS-IV sesuai dengan arah pendekat dan fase pergerakannya.

5.3.3 Langkah C.3. Arus jenuh dasar

Tentukan arus jenuh dasar (S0) untuk setiap pendekat dengan ketentuan yang telah dijelaskan pada sub bab 4.2.4.3. Apabila tipe pendekat P, maka gunakan persamaan 7) atau bisa juga menggunakan diagram yang ditunjukkan pada Gambar B.3. dalam Lampiran B. Sedangkan untuk pendekat tipe O, gunakan Gambar B.4. dan B.5., dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku.

5.3.4 Langkah C.4. Faktor penyesuaian

Faktor penyesuaian untuk S0 meliputi enam faktor yaitu: 1) faktor penyesuaian untuk ukuran kota (FUK), 2) faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FHS), 3) faktor penyesuaian akibat kelandaian jalur pendekat (FG), 4) faktor penyesuaian akibat gangguan kendaraan parkir pada jalur pendekat (FP), 5) faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok kanan khusus untuk pendekat tipe P (FBKa), dan 6) faktor penyesuaian akibat arus lalu lintas belok kiri (FBKi).

1) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

Pengkategorian ukuran kota ditetapkan menjadi lima berdasarkan kriteria populasi penduduk, besaran nilai FUK ditetapkan pada Tabel B.4.

2) Faktor penyesuaian akibat hambatan samping

FHS dapat ditentukan dari Tabel B.5., sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, hambatan samping, dan rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, maka anggap hambatan samping tinggi agar tidak menilai kapasitas terlalu besar.

3) Faktor penyesuaian akibat kelandaian jalur pendekat

FG dapat ditentukan dari Gambar B.6. sebagai fungsi dari kelandaian (G).

Page 36: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

30 dari 89

4) Faktor penyesuaian akibat gangguan kendaraan parkir pada jalur pendekat

FP ditentukan dari Gambar B.7., sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai ke kendaraan yang diparkir pertama pada lajur pendekat. Faktor ini berlaku juga untuk kasus-kasus dengan panjang lajur belok kiri terbatas. Faktor ini tidak perlu diaplikasikan jika lebar efektif ditentukan oleh lebar keluar.

FP dapat dihitung dari persamaan 27, yang mencakup pengaruh panjang waktu hijau:

[

(

)

]

……………………………………………………………………27)

keterangan: LP adalah jarak antara garis henti ke kendaraan yang parkir pertama pada lajur belok kiri

atau panjang dari lajur belok kiri yang pendek, m

L adalah lebar pendekat, m

H adalah waktu hijau pada pendekat yang ditinjau (nilai normalnya 26 detik)

5) Faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok kanan khusus untuk pendekat tipe P

Faktor penyesuaian belok kanan (FBKa) dapat ditentukan menggunakan persamaan 28), sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan RBKa. Perhitungan ini hanya berlaku untuk pendekat tipe P, tanpa median, tipe jalan dua arah; dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk.

…………………………………………………………...28)

atau dapat diperoleh nilainya dari Gambar B.8.

Catatan: Pada jalan dua arah tanpa median, kendaraan belok kanan dari arus berangkat terlindung pada pendekat tipe P, cenderung memotong garis tengah jalan sebelum melewati garis henti ketika menyelesaikan belokannya. Hal ini menyebabkan peningkatan rasio belok kanan yang tinggi pada arus jenuh.

6) Faktor penyesuaian akibat arus lalu lintas belok kiri

Faktor penyesuaian belok kiri (FBKi) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri RBki. Perhitungan ini berlaku untuk pendekat tipe P tanpa BKiJT, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk dan dapat dihitung menggunakan persamaan 29).

…………………………………………………………….29)

atau dapat diperoleh dari Gambar B.9.

Catatan: Pada pendekat terlindung yang tidak diijinkan BKiJT, kendaraan-kendaraan belok kiri cenderung melambat dan mengurangi arus jenuh pada pendekat tersebut. Karena arus berangkat dalam pendekat-pendekat terlawan (tipe O) pada umumnya lebih lambat, maka tidak diperlukan penyesuaian untuk pengaruh rasio belok kiri.

7) Arus jenuh yang telah disesuaikan

Page 37: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

31 dari 89

Setelah mendapatkan nilai S0 dan menetapkan besaran faktor-faktor penyesuaian, tentukan S dengan menggunakan persamaan 6).

5.3.5 Langkah C.5. Rasio arus per arus jenuh (RQ/S)

Tetapkan arus lalu Iintas masing-masing pendekat (Q) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan pada sub bab 4.2.4.5.

Hitung Rasio Arus (Q) terhadap arus jenuh (RQ/S) untuk masing masing pendekat menggunakan persamaan 10).

Tandai Rasio arus tertinggi dengan tanda kritis (RQ/Skritis) dari masing-masing fase.

Hitung rasio arus simpang (RAS) sebagai jumlah dari nilai-nilai RQ/S Kritis.

……………………………………………………………………30)

Hitung Rasio Fase (RF) masing-masing fase sebagai rasio antara RQ/S Kritis dan RAS

……………………………………………………………………………..31)

5.3.6 Langkah C.6. Waktu siklus dan waktu hijau

Hitung waktu siklus sebelum penyesuaian (cbs) menggunakan persamaan 11) atau gunakan Gambar B.10. dalam Lampiran B.

Jika alternatif rencana fase isyarat dievaluasi, maka yang menghasilkan nilai terendah dari (RAS+HH/c) adalah yang paling efisien. Tabel B.6. dalam Lampiran B memberikan waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda.

Nilai-nilai yang rendah dalam Tabel B.6. dipakai untuk simpang dengan lebar jalur pendekat <10m dan nilai yang tinggi dipakai untuk pendekat yang lebih lebar. Waktu siklus yang lebih rendah dari nilai di atas, cenderung menyebabkan kesulitan bagi para pejalan kaki untuk menyeberang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari, kecuali pada kasus sangat khusus (simpang sangat besar), karena hal ini sering menyebabkan menurunnya kapasitas keseluruhan simpang.

Jika perhitungan menghasilkan waktu siklus yang jauh lebih tinggi dari batas yang disarankan, maka hal ini menandakan bahwa kapasitas dari geometrik simpang tersebut tidak mencukupi. Persoalan ini dapat diselesaikan dengan melakukan perubahan, baik geometrik maupun pengaturan fasenya (lihat langkah E).

Langkah berikutnya yaitu menghitung H tiap-tiap fase dengan menggunakan persamaan 12). Masukkan nilai c dan H kedalam Formulir SIS-IV sebagai parameter-parameter dasar penentuan nilai kapasitas (C) bersama dengan nilai S.

5.4 Langkah D : Kapasitas

Langkah D meliputi penentuan kapasitas masing-masing pendekat dan pembahasan

mengenai perubahan-perubahan yang harus dilakukan jika kapasitas tidak mencukupi.

Formulir kerja untuk langkah D adalah Formulir SIS-IV.

Page 38: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

32 dari 89

5.4.1 Langkah D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan

Kapasitas masing-masing pendekat (C) dapat dihitung menggunakan persamaan 13) dan Derajat kejenuhan (DJ) masing-masing pendekat dihitung menggunakan persamaan 14). Jika penentuan waktu isyarat sudah dikerjakan secara benar, DJ akan hampir sama untuk semua pendekat-pendekat kritis.

5.4.2 Langkah D.2. Keperluan perubahan geometrik

Jika waktu siklus yang dihitung pada langkah C.6 lebih besar dari batas atas yang disarankan, DJ umumnya juga lebih tinggi dari 0,85. Ini berarti bahwa arus lalu lintas pada simpang tersebut mendekati arus jenuhnya dan akan menyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Kondisi ini memerlukan penambahan kapasitas simpang melalui salah satu perubahan simpang. Ada tiga perubahan simpang yang dapat dipertimbangkan berikut ini.

1) Penambahan lebar pendekat Menambah lebar pendekat, pengaruh terbaik dari tindakan ini akan diperoleh jika pelebaran dilakukan pada pendekat-pendekat dengan nilai rasio fase yang kritis (RFkritis).

2) Perubahan fase isyarat Jika pendekat dengan arus berangkat terlawan (tipe O) dan rasio belok kanan (RBKa) tinggi dengan menunjukan nilai RFkritis yang tinggi (RF>0,8), maka dapat dibuat satu fase tambahan terpisah untuk lalu lintas belok kanan. Penerapan fase terpisah untuk lalu lintas belok kanan ini dapat juga dilakukan dengan pelebaran jalur pendekat.

3) Pelarangan gerakan belok kanan Pelarangan bagi satu atau lebih gerakan belok kanan biasanya menaikkan kapasitas, terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan jumlah fase yang diperlukan. Walaupun demikian perancangan manajemen lalu lintas yang tepat, perlu untuk memastikan agar perjalanan arus belok kanan yang akan dilarang tersebut dapat diselesaikan tanpa jalan pengalih yang terlalu panjang dan tidak mengganggu simpang yang berdekatan.

5.5 Langkah E : Tingkat kinerja lalu lintas

Langkah E meliputi penentuan tingkat kinerja lalu lintas pada simpang APILL dengan mengevaluasi panjang antrian, jumlah kendaraan terhenti, dan tundaan. Formulir kerja untuk langkah E adalah Formulir SIS-V.

5.5.1 Langkah E.1. Persiapan

Untuk langkah persiapan penentuan tingkat kinerja lalu lintas, periksa hal-hal sebagai berikut:

1) Kode pendekat; 2) Q untuk masing-masing pendekat (skr/jam); 3) C untuk masing-masing pendekat (skr/jam); 4) DJ untuk masing-masing pendekat; 5) RH untuk masing-masing pendekat; 6) Q total dari seluruh gerakan BKiJT yang diperoleh dari jumlah seluruh gerakan BKiJT

(skr/jam); 7) Beda antara arus masuk dan keluar pendekat (Qadj) yang lebar keluarnya menentukan

lebar efektif.

Page 39: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

33 dari 89

5.5.2 Langkah E.2. Panjang antrian, PA

Dengan data yang telah dipersiapkan, hitung panjang antrian mengikuti prosedur pada sub-bab tentang kinerja lalu lintas pada bagian panjang antrian. Hitungan meliputi:

1) Jumlah kendaraan tersisa dari fase hijau sebelumnya. NQ1 dapat dihitung menggunakan persamaan 16 atau menggunakan Gambar B.11. dalam Lampiran B.

2) Jumlah kendaraan yang antri (skr) selama fase merah. NQ2 dapat dihitung menggunakan

persamaan 17) atau menggunakan Gambar B.12., untuk nilai c = 80detik untuk RH = 0,7, dan c = 100detik untuk RH=0,8.

3) Jumlahkan NQ1 dan NQ2 untuk mendapatkan NQ (persamaan 15). Lakukan koreksi untuk

mengevaluasi pembebanan yang lebih dari NQ. Jika diinginkan peluang untuk terjadinya pembebanan sebesar POL(%), maka tetapkan nilai NQMAX menggunakan Gambar 8. Untuk desain dan perencanaan disarankan POL ≤ 5%. Untuk analisis operasional, nilai POL = 5% s.d. 10% masih dapat diterima.

Gambar 8. Jumlah antrian maksimum (NQMAX), skr, sesuai dengan peluang untuk beban lebih

(POL) dan NQ

5.5.3 Langkah E.3. Jumlah kendaraan terhenti

Hitung rasio kendaraan terhenti (RKH) untuk masing-masing pendekat menggunakan persamaan 19) atau gunakan Gambar B.13. untuk mendapatkannya. Rasio tersebut sebagai fungsi dari NQ dibagi dengan waktu siklus c, dan rasio waktu hijau (RH).

Jumlah kendaraan henti (NH) dalam satuan skr, dihitung menggunakan persamaan 20).

Rasio rata-rata kendaraan berhenti untuk seluruh simpang atau angka henti seluruh simpang (RKH Total), dihitung menggunakan persamaan 32.

…………………………………………………………….32)

Page 40: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

34 dari 89

5.5.4 Langkah E.4. Tundaan

1) Hitung tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (TL) akibat pengaruh timbal balik antara gerakan-gerakan lainnya pada simpang menggunakan persamaan 22).

2) Hitung tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (TG) akibat perlambatan dan percepatan ketika menunggu giliran pada simpang dan/atau ketika dihentikan oleh lampu merah. Gunakan persamaan 23.

3) Hitung tundaan geometrik untuk gerakan lalu lintas yang BKiJT 4) Hitung tundaan rata-rata akibat lalu lintas dan geometrik (det/skr) 5) Hitung tundaan total dengan mengalikan tundaan rata-rata dengan arus lalu lintas

(detik) 6) Hitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (TI) dengan membagi jumlah nilai

tundaan dengan arus total (QTotal) dalam skr/jam seperti persamaan 33).

………………………………………………………………………………..33)

Tundaan rata-rata dapat digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan dari masing-masing pendekat, demikian juga dari suatu simpang secara keseluruhan.

Page 41: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

35 dari 89

Lampiran A (normatif):

Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan umum

Gambar A. 1. Tipikal pengaturan fase APILL pada simpang-3

Page 42: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

36 dari 89

Gambar A. 2. TIpikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 2 dan 3 fase, khususnya

pemisahan pergerakan belok kanan (4A, 4B, 4C)

Gambar A. 3. Tipikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 4 fase

Page 43: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

37 dari 89

Gambar A. 4. panduan pemilihan tipe simpang yang paling ekonomis, berlaku untuk ukuran

kota 1-3juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10%

Page 44: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

38 dari 89

Gambar A. 5. Kinerja lalu lintas pada simpang-4

Page 45: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

39 dari 89

Gambar A. 6. Kinerja lalu lintas pada simpang-3

Page 46: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

40 dari 89

Gambar A. 7. Penempatan zebra cross

Tabel A. 1. Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu sebagai

pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang

No. Tipe/Jenis Persimpangan Keterangan

1 Angka laka pada Simpang 0,60 laka/106kend.

Angka laka pada Simpang APILL 0,43 laka/106kend.

Angka laka pada Bundaran 0,30 laka/106kend.

2 Angka laka pada Simpang-3 T dibandingkan dengan

Simpang-4

40% lebih rendah

3 Laka pada Simpang Y dibandingkan dengan

Simpang-3 T

15-50% lebih tinggi

4 Laka pada median pada jalan mayor berkurang sedikit

5 Tingkat laka pada pengaturan mendahulukan

kendaraan dari arah lain (Yield) dibandingkan

dengan memprioritas-kan dari kiri

lebih rendah dari 60%

6 Tingkat laka pada pengaturan dengan tanda Stop

diban-dingkan dengan tanda Yield

lebih rendah dari 40%

7 Tingkat laka Simpang APILL dibandingkan Simpang lebih rendahdari 20-50%

Tabel A. 2. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci

No Detail teknis

1 Area konflik simpang yang kecil

2 Simpang berbentuk simetris, artinya jarak dari garis henti terhadap titik perpotongan untuk gerakan lalu lintas yang berlawanan adalah simetris

3 Lajur bersama untuk lalu lintas lurus dan membelok digunakan sebanyak mungkin dibandingkan dengan lajur terpisah untuk lalu lintas membelok saja.

Page 47: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

41 dari 89

4 Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya dibuat lebih lebar dari lebar lajur baku menurut persyaratan teknis jalan, hal ini diperlukan untuk lalu lintas kendaraan tak bermotor.

5 Pada simpang tipe jalan Sedang atau jalan Kecil, median harus digunakan bila lebar jalur jalan per arah lebih dari 10m. Median dapat hanya sepanjang antrian yang paling panjang terjadi. Hal ini mempermudah pejalan kaki menyeberang dengan memperpendek jarak penyeberangan. Median juga digunakan untuk penempatan tiang APILL kedua (yang pertama di ujung kiri pendekat dan yang kedua pada median).

6 Pada pengaturan dua fase atau fase yang mengizinkan arus membelok bersamaan dengan ijin jalan bagi pejalan kaki, marka penyeberangan pejalan kaki (zebra cross) sebaiknya ditempatkan 3-4m mundur dari garis lurus perkerasan (Gambar A.7.) untuk mempermudah kendaraan yang membelok berhenti menunggu untuk mempersilahkan pejalan kaki menyeberang, dan tidak menghalangi kendaraan-kendaraan yang bergerak lurus.

7

Pada pengaturan fase yang tidak menimbulkan konflik antara arus belok kiri dengan pejalan kaki, sebaiknya marka zebra cross ditempatkan pada garis lurus perkerasan sehingga lintasan kendaraan melalui simpang mulai dari garis henti menjadi lebih pendek, memungkinkan arus menyelesaikan lintasan di simpang dengan lebih cepat.

8 Perhentian bus sebaiknya ditempatkan setelah simpang, yaitu pada jalur keluar dan bukan pada pendekat arus masuk, dan tidak menjadi penghalang arus keluar simpang.

9 Pada arus dengan komposisi sepeda motor yang tinggi (>50%), untuk menampung SM yang terhenti dan berakumulasi selama waktu isyarat merah, garis henti ditempatkan mundur sampai dengan 20m untuk penempatan Ruang Henti Khusus (RHK) bagi SM. RHK dapat mengurangi konflik antara kendaraan roda 4 atau lebih dengan SM. Pembuatan RHK agar mengacu pada pedoman yang berlaku.

Page 48: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

42 dari 89

Lampiran B (normatif):

Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis

Gambar B. 1. Tipikal geometrik simpang-4

Page 49: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

43 dari 89

Gambar B. 2. Tipikal geometrik simpang-3

Gambar B. 3. Arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (tipe P)

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

S0, s

kr/

Ja

m-h

ija

u

LE, m

Page 50: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

44 dari 89

Gambar B. 4. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) tanpa lajur belok kanan

terpisah

Page 51: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

45 dari 89

Gambar B. 5. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) yang dilengkapi lajur belok

kanan terpisah

Page 52: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

46 dari 89

Gambar B. 6. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG)

Gambar B. 7. Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (FP)

Page 53: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

47 dari 89

Gambar B. 8. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa), pada pendekat tipe P dengan jalan

dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk

Gambar B. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P, tanpa

BKiJT, dan Le ditentukan oleh LM

Page 54: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

48 dari 89

Gambar B. 10. Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian, cbp

Gambar B. 11. Jumlah kendaraan tersisa (skr) dari sisa fase sebelumnya

Page 55: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

49 dari 89

Gambar B. 12. Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah

Page 56: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

50 dari 89

Gambar B. 13. Penentuan rasio kendaraan terhenti, RKH

Tabel B. 1. Tipikal geometrik dan pengaturan jenis fase

Tipe simpang

Pendekat jalan mayor Pendekat jalan minor Jenis fase

jumlah lajur

median BKiJT jumlah lajur

median BKiJT BKi / BKa (%)

10/10 25/25

411 412 422

422L 423 433

433L 434 444

444L 445L 455L

1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5

Tanpa Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Tanpa Tanpa Tanpa Ada

Tanpa Tanpa Ada

Tanpa Tanpa Ada Ada Ada

1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5

Tanpa Tanpa Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Tanpa Tanpa Tanpa Ada

Tanpa Tanpa Ada

Tanpa Tanpa Ada Ada Ada

42 42 42 42

43A 44C 44A 44C 44C 44C 44C 44C

42 42 42 42

43C 44B 44B 44B 44B 44B 44B 44B

311 312 322 323 333

333L

1 2 2 3 3 3

Tanpa Ada Ada Ada Ada Ada

Tanpa Tanpa Tanpa Ada

Tanpa Ada

1 1 2 2 3 3

Tanpa Tanpa Ada Ada Ada Ada

Tanpa Tanpa Tanpa Ada

Tanpa Ada

32 32 32 33 33 33

32 32 32 33 33 33

Catatan:Lihat Gambar A.1.-A.3. dalam Lampiran A untuk kode pengaturan Jenis fase

Page 57: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

51 dari 89

Tabel B. 2. Ekivalen Kendaraan Ringan

Jenis

kendaraan

ekr untuk tipe pendekat

Terlindung Terlawan

KR 1,00 1,00

KB 1,30 1,30

SM 0,15 0,40

Tabel B. 3. Nilai normal waktu antar hijau

Ukuran simpang Lebar jalan rata-rata

(m)

Nilai normal AH(detik/fase)

Kecil 6-<10 4 Sedang 10-<15 5 Besar ≥15 ≥6

Tabel B. 4. Faktor penyesuaian ukuran kota (FUK)

Jumlah penduduk kota

(Juta jiwa)

Faktor penyesuaian

ukuran kota (FUK)

>3,0 1,05

1,0-3,0 1,00

0,5 – 1,0 0,94

0,1 – 0,5 0,83

<0,1 0,82

Tabel B. 5. Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan simpang, hambatan samping, dan

kendaraan tak bermotor (FHS)

Lingkungan

jalan

Hambatan

samping

Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25

Komersial

(KOM)

Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70

Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81

Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71

Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82

Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72

Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83

Permukiman

(KIM)

Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72

Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84

Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73

Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85

Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74

Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86

Akses

terbatas

Tinggi/

Sedang/

Rendah

Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75

Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88

Page 58: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

52 dari 89

Tabel B. 6. Waktu siklus yang layak

Tipe pengaturan Waktu siklus yang layak

(detik)

Pengaturan dua-fase 40 -80

Pengaturan tiga-fase 50 - 100

Pengaturan empat-fase 80 - 130

Page 59: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

53 dari 89

Lampiran C (informatif):

Contoh-contoh perhitungan kapasitas Contoh 1: Pengaturan fase dan penilaian kinerja

APILL yang ada di jalan Iskandarsyah – jalan Wijaya (Jakarta), bekerja dengan pengaturan empat fase dan hijau awal pada pendekat Barat.

Simpang: JI. Iskandarsyah - JI. Wijaya, Jakarta

Tugas: a) Hitung waktu isyarat, derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan denganpengaturan empat fase (dengan hijau awal pada pendekat Barat)

b) Hitung waktu isyarat, derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan dengan pengaturan tiga fase

Data: Geometrik, pengaturan lalu lintas dan lingkungan, waktu kuning, serta waktu merah, semua lihat Formulir SIS-1, Formulir SIS-II, dan Formulir SIS-III.

Hasil: Hasil perhitungan ditunjukkan pada Formulir SIS-IV dan Formulir SIS-V dan

ditabelkan parameter kinerjanya dalam Tabel 11.

Catatan: Pada Formulir SIS-II, ditunjukkan arus lalu lintas untuk semua jurusandalam skr/jam.Gerakan BKiJTdari pendekat Timur diberangkatkantanpa meng-ganggu gerakan LRS dan BKa sehingga BKiJT tersebut tidak disertakan dalam perhitungan c, C, DJ, dan PA, kecuali dalam perhitungan T dan NH.

Hasil perhitungan kinerja untuk pengaturan empat fase dengan hijau awal pada pendekat barat dan perhitungan tiga fase, (lihat Formulir SIS-IV dan SIS-V pada halaman-halaman berikut), ditunjukkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Tabel kinerja simpang Jalan Iskandarsyah – Jalan Wijaya

Parameter kinerja 4 fase 3 fase

RAS

c, detik

HU, detik

HS, detik

HT, detik

HB, detik

DJ

PA-maksimum, m

NKH, henti/skr

Trata-rata, detik

0,777

117

24

29

41

9

0,88

127 (pendekat timur)

0,78

44,1

0,707

88

19

23

32 (HT-TB)

-

0,84

93 (pendekat selatan)

0,79

34,1

Pengaturan pada tiga fase menunjukkan nilai kinerja yang lebih baik, sekalipun nilai rata-rata kendaraan terhenti pada 3 fase lebih besar sedikit dari 4 fase .

Page 60: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

54 dari 89

Page 61: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

55 dari 89

Page 62: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

56 dari 89

Page 63: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

57 dari 89

Page 64: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

58 dari 89

Page 65: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

59 dari 89

Page 66: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

60 dari 89

Page 67: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

61 dari 89

Contoh 2: Pengaturan dua dan empat fase

Simpang APILL di Jalan Martadinata – Jalan Ahmad Yani, Bandung. Bekerja dengan pengaturan dua fase, waktu tetap, terisolir.

Pertanyaan: a) Hitung c, DJ, PA, dan T untuk pengaturan dua fase b) Hitung c, DJ, PA, dan T untuk pengaturan dua fase, tidak termasuk fase belok kanan c) Diskusikan pengaruh pengaturan dua fase dan pengaturan empat fase

Data masukan: a) Data geometrik, pengendalian lalu lintas, dan lingkungan dalam Formulir SIS-I; b) Data arus lalu lintas dalam Formulir SIS-II; dan c) Data K dan Msemua dalam Formulir SIS-III.

Hasil perhitungan: a) C, DJ, ditunjukkan dalam Formulir SIS-IV b) PA dan T ditunjukkan dalam Formulir SIS-V c) Hasil perhitungan ditabelkan dalam Tabel 5 Pembahasan: Karena gerakan BKiJT dapat diberangkatkan tanpa mengganggu gerakan LRS dan BKa, dengan demikian BKiJT tidak disertakan dalam perhitungan penentuan c, C, DJ dan PA, tetapi dalam perhitungan T dan NKH disertakan.

Tabel 5. Tabel kinerja simpang Jalan Martadinata – Jalan A. Yani

Parameter kinerja 4 fase 3 fase

RAS

c, detik

HU, detik

HS, detik

HT, detik

HB, detik

DJ

PA-maksimum, m

NKH, henti/skr

Trata-rata, detik

0,634 < 0,75

50 < 65

22 < 23

19 < 32

0,75

46

39,4 >17,2

0,658

93

0,827

100

39,4

Perubahan dari pengaturan dua fase menjadi pengaturan empat fase sangat menurunkan kinerja lalu lintas simpang, tetapi sangat mengurangi jumlah titik konflik sehingga cenderung akan mengurangi kejadian kecelakaaan.

Page 68: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

62 dari 89

Page 69: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

63 dari 89

Page 70: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

64 dari 89

Page 71: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

65 dari 89

Page 72: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

66 dari 89

Page 73: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

67 dari 89

Page 74: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

68 dari 89

Page 75: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

69 dari 89

Page 76: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

70 dari 89

Page 77: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

71 dari 89

Page 78: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

72 dari 89

Contoh 3: Desain simpang jalan baru

Di bagian utara kota Medan (populasi > 1juta jiwa) akan dikembangkan suatu kawasan permukiman baru yang akan dihubungkan oleh jalan Baru ke jalan Sudirman. Buat desain simpang antara jalan-jalan tersebut dengan pertimbangan ruang yang tersedia terbatas oleh bangunan-bangunan di sisi jalan yang sukar dibebaskan.

Soal: a) Tentukan tipe simpang mengikuti panduan yang diuraikan di muka dan perkirakan

kinerja lalu lintasnya pada tahun ke-10 dengan anggapan bahwa pertumbuhan laluIintas tahunan sebesar 6,5%

b) Buat desain simpang sementara berikut fase yang didapatkan dari analisis a c) Hitung c, DJ,PA, dan T dengan pengaturan dua-fase dari rencana b

Formulir SIS-1 terlampir memuat data geometrik, pengendalian lalu lintas, dan lingkungan; Formulir SIS-II memuat data arus lalu lintas tahun ke-1;

LHRT simpang adalah: Jalan Baru: LHRT pendekat Utara = 7.500 kend./hari

LHRT pendekat Selatan = 6.500 kend./hari Jalan Sudirman: LHRT pendekat Timur = 11.500 kend/hari

LHRT pendekat Barat = 9.500 kend/hari

Penyelesaian soal a:

Arus lalu Iintas dalam LHRT diubah menjadi arus jam desain (qJD) dengan faktor-k berdasarkan nilai normalnya sebesar 8,5%.

qJD,U = 7.500 x 0,085 = 640 kend./jam qJD,S = 6.500 x 0,085 = 550 kend./jam qJD,T = 11.500 x 0,085 = 980 kend./jam qJD,B = 9.500 x 0,085 = 810 kend./jam

Arus lalu lintas jalan mayor (T-B) = qma = qJD,T + qJD,B = 980 + 810 = 1.790 kend./jam Arus lalu lintas jalan minor (U-S) = qmi= qJD,U + qJD,S = 640 + 550 = 1.190 kend./jam Jumlah total arus mayor dan arus minor = qJD= 2.980 kend./jam Rasio belok Bki / Bka. = 15/15 Rasio arus mayor terhadap arus minor (Rmami) = 1.790/1.190 = 1,50 Berdasarkan kajian Biaya Siklus Hidup (BSH) untuk jenis-jenis simpang (lihat Gambar 9), jenis simpang yang paling ekonomis untuk memenuhi arus simpang sebesar 2.980 kend./jam adalah bundaran, karena nilai BSH-nya paling kecil (sekitar Rp.0,05juta/kend.). Tetapi, dalam kasus ini, bundaran tidak dipilih karena dua sebab: 1) ruang simpang terbatas. Sebagai gantinya dipilih simpang APILL. Tabel 1 digunakan untuk memilih tipe simpang berdasarkan pertimbangan ekonomis.

Page 79: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

73 dari 89

Gambar 9. Biaya Siklus Hidup per Arus Simpang total untuk jenis Simpang tak bersinyal,

Simpang bersinyal (simpang APILL), Bundaran, dan Simpang Susun

Untuk ukuran kota 1-3 juta, Rmami 1,5/1, dan RBKi/RBKa 10/10, simpang tipe 422L adalah tipe simpang yang memadai untuk arus tahun-1 sebesar 3.000 kend./jam. Kondisi ini diperkirakan juga memadai untuk RBKi dan RBKa sebesar 15/15. qJD tahun ke-5 adalah: (1,065)5 x 2.980 = 4.078 kend./jam qma tahun ke-5 adalah: 4.078 x {1,5/(1+1,5)} = 2.447 kend./jam Dari Gambar 13, untuk qma=2.447 kend./jam, ukuran kota 1-3juta jiwa, Rmami sebesar 1,5/1 dan RBKa/RBKi sebesar 10/10 memberikan tundaan sekitar 15 det/skr. Untuk rasio belok 25/25, grafik lainnya pada gambar yang sama menunjukkan tundaan sedikit dibawah 15 det/skr.

Penyelesaian soal b dan c: Hasil perhitungan terlihat dalam Formulir SIS-IV dan Formulir SIS-V. Catatan: Formulir SIS-II menunjukkan arus lalu lintas dalam skr/jam untuk semua jurusan, dengan menggunakan nilai normal faktor LHRT dan komposisi lalu lintas. Formulir SIS-IV menunjukkan Rasio Arus Simpang (RAS) adalah 0,361; c adalah 33 detik. DJsimpang adalah 0,569. Formulir SIS-V menunjukkan panjang antrian.

Page 80: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

74 dari 89

Page 81: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

75 dari 89

Page 82: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

76 dari 89

Page 83: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

77 dari 89

Page 84: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

78 dari 89

Page 85: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

79 dari 89

Lampiran D (informatif):

Formulir perhitungan kapasitas Simpang APILL

Page 86: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

80 dari 89

Page 87: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

81 dari 89

Page 88: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

82 dari 89

Page 89: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

83 dari 89

Page 90: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

84 dari 89

Lampiran F (informatif):

Tipikal kendaraan berdasarkan klasifikasi jenis kendaraan

Page 91: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

85 dari 89

Kendaraan bermotor roda 3

Pickup

Sedan

Minibox

Kombi

KR

Jeep

Honda Supra

Tiger

SM

Matic

Vespa

Yamaha

Angkot

Minibus

Page 92: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

86 dari 89

Mikrobus

Truk Gandengan

Truk Tempelan

KS

Bus Kecil

Bus

Truk 2 Sumbu

Truk Kecil

Truk Box

KB

Truk 3 Sumbu

Page 93: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

87 dari 89

KTB

Sepeda

Beca

Dokar

Andong

Page 94: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

88 dari 89

Bibliografi

Akcelik, R. 1989. Traffic signals; Capacity and Timing Analysis. Australian Road Research

Board. Report No. 123; Vermont South, Victoria, Australia.

Bang, Karl-L, 1978. Swedish Capacity Manual Part 3: Capacity of Signalized Intersections.

Transportation Research Record 667; Washington D.C. USA.

Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM), 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. DJBM,

Jakarta.

DJBM, 1987. Produk Standar untuk Jalan Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum:

Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.

Iskandar H., 2013. Pengkinian nilai ekivalen kendaraan ringan dan kapasitas dasar simpang

APILL. Naskah Ilmiah pengkinian MKJI’1997, Puslitbang Jalan dan Jembatan,

Bandung.

May, A.D. Gedizlioglu, E. Tai, L, 1983.Comparative Analysis of Signalize Intersection

Capacity Methods. Transportation Research Record 905; Washington D.C. USA.

Rois, H., 1992. Effect of Motorcycles in Signalised Intersections. Thesis ITB S2 STJR,

Bandung Indonesia.

Transport Research Board (TRB), 1985. Highway Capacity Manual. Transportation

Research Board Special Report 209; Washington D.C. USA.

TRB, 2010. Highway Capacity Manual Volume 3: Interupted flow. Transportation Research

Board of the national academies; Washington D.C. USA.

Webster, F.V. and Cobbe, B.M., 1966 Traffic signals. Roads Research Laboratory, Technical

Paper No. 56. Crowthorne, Berkshire U.K.

Undang-undang Republik Indonesia No.38 Tahun 2004. Jalan

Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006, Jalan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas

Page 95: 04 r1 -_kapasitas_simpang_apill

89 dari 89

Daftar nama dan Lembaga

1) Pemrakarsa Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan

Pengembangan, Kementrian Pekerjaan Umum.

2) Penyusun

N a m a Lembaga

Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc., Ph.D. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan

Ir. Redy Aditya