04. penilaian multirisiko banjir dan rob di...

106
Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Upload: doandang

Post on 17-May-2018

241 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan

Pekalongan Utara

Page 2: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Pasal 2(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk

mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 72(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan seba gaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS)

Program S-2 Geografi , Fakultas Geografi Universitas Gadjah MadaTahun 2012

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan

Pekalongan Utara

Djati MardiatnoMuh Aris Marfai

Kusuma RahmawatiRiski Tanjung

Riswan S. SianturiYosi S.Mutiarni

encanaan dan P

Page 4: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Penulis:Djati MardiatnoMuh Aris Marfai

Kusuma RahmawatiRiski Tanjung

Riswan S. SianturiYosi S.Mutiarni

Copyright©Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS)

Program S-2 Geografi , Fakultas Geografi Universitas Gadjah MadaSekip Utara Jalan Kaliurang Bulaksumur – Yogyakarta, 55281

Telepon : +62.274.6492340Fax : +62.274.589595

Website: http://mppdas.geo.ugm.ac.idEmail: [email protected]

Diterbitkan atas kerja sama dengan:

RedCarpet StudioWebsite: www.redcarpetstudio.netEmail: [email protected]

Cetakan Pertama: Februari 2012

Editor: Novi RahmawatiLayout & Desain Cover: Panjibudi

ISBN: 978-602-19549-9-7ISBN: 978-602-19549-9-7

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruhDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Dicetak oleh:Percetakan Pohon Cahaya

Page 5: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • v

Kata Pengantar

Buku Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utaraini merupakan pengembangan dari draft laporan kuliah kerja lapangan program Magister Perencanaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir (MPPDAS), Fakultas Geografi , Universitas Gadjah Mada tahun 2011. Buku ini memberikan pengantar tentang Konsep Kerentanan Risiko dan Penilaian Risiko, Deskripsi Wilayah Kecamatan Pekalongan Utara secara fi sik dan sosial, Tingkat Kerentanan Banjir dan Rob (Kerentanan Fisik, Kerentanan Ekonomi, dan Kerentanan Sosial), Kapasistas Masyarakat dalam menghadapi Banjir dan Rob, Risiko Banjir dan Rob beserta Managemen Risiko Banjir dan Rob di Pekalongan Utara. Pekalongan Utara dipilih sebagai studi kasus untuk kajian ini dengan pertimbangan kompleksitas permasalahan pesisir yang ada.

Buku ini merupakan hasil dari studi pendahuluan yang masih memerlukan telaah dan kajian lebih lanjut yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengkayaan materi, terutama untuk studi program S2 dalam bidang pengelolaan pesisir, penerapan Sistem Informasi geografi (SIG) untuk studi pesisir dan kajian-kajian kebencanaan (bencana pesisir).

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan sebagai penyempur-naan untuk buku ini.

Yogyakarta, Februari 2012

Penulis

Page 6: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob
Page 7: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • vii

Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................vDaftar Isi ................................................................................................... viiDaftar Gambar ........................................................................................... ixDaftar Tabel ............................................................................................... xi

Bab I Latar Belakang ................................................................................ 1

Bab II Konsep Kerentanan, Risiko, dan Penilaian Risiko ........................7A. Kerentanan dan Risiko ........................................................................7B. Penilaian Risiko (Risk Assesement) .................................................. 10

Bab III Kondisi Wilayah Kota Pekalongan ............................................... 13A. Kondisi Umum ....................................................................................13B. Kondisi Geologi ................................................................................. 14C. Kondisi Geomorfologi Pantai ........................................................... 15D. Pola Penggunaan Lahan dan Perairan .............................................. 16E. Kependudukan ................................................................................... 18

1. Ketenagakerjaan ......................................................................... 182. Kondisi Ekonomi Daerah ........................................................... 193. Ketersediaan Sumberdaya Air .................................................... 194. Kondisi Kecamatan Pekalongan Utara ..................................... 205. Status Lahan................................................................................236. Peruntukan Lahan ......................................................................247. Ekosistem ................................................................................... 268. Sarana Umum ............................................................................ 289. Kejadian Bencana di Kecamatan Pekalongan Utara ................ 28

Page 8: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

viii • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Bab IV Tingkat Kerentanan Bencana Banjir dan Rob ............................. 35A. Kerentanan Fisik (Physical Vulnerability) .......................................37

1. Konstruksi rumah .......................................................................382. Sarana umum ............................................................................. 403. Bangunan pelindung ................................................................. 484. Letak geografi s dan elevasi ....................................................... 49

B. Kerentanan Sosial (Social Vulnerability) ........................................ 491. Komposisi penduduk .................................................................502. Mata pencaharian .......................................................................523. Tingkat keamanan ......................................................................524. Penerimaan ASKESKIN terhadap KK ........................................535. Sistem sosial ................................................................................54

C. Kerentanan Ekonomi (Economic Vulnerability) .............................561. Persentase Penggunaan Lahan untuk Pertanian ......................572. Penyokong Ekonomi Keluarga .................................................. 593. Tingkat Pendapatan .................................................................. 604. Keberadaan Industri Kecil Menengah ....................................... 615. Pelatihan Keterampilan ..............................................................626. Keberadaan Koperasi ..................................................................62

Bab V Kapasitas Masyarakat & Lembaga Menghadapi Banjir dan Rob .........................................................................................65A. Mitigasi Struktural............................................................................ 67B. Coping Capacity Sosial ......................................................................74C. Coping Capacity Ekonomi ................................................................78

Bab VI Risiko Bencana Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara ..................................................83

Bab VII Manajemen Risiko Bencana Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara..........................................................................85

Bab VIII Penutup .......................................................................................89

Daftar Pustaka ........................................................................................... 91

Page 9: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • ix

Daftar Gambar

Gambar 1.1. Lokasi Genangan Rob yang Terjadi di Kota Pekalongan (Sumber: Lapangan, 2011) ...........................................................................3

Gambar 2.1. Diagram alir penelitian ....................................................................... 9Gambar 3.1. Peta Administrasi Kota Madya Pekalongan

(Sumber: Anonim, 2010) ........................................................................................14

Gambar 3.2. (a) Profi l Salah Satu Wilayah Pesisir Kota Pekalongan (sumber: Lapangan,2011) (b) Geomorfologi Kota Pekalongan (sumber: Anonim, 2009) .......................................................................... 16

Gambar 3.3. Penggunaan Lahan di Pesisir Kota Pekalongan: (a) Semak belukar/ Alang-alang di Pesisir Kota Pekalongan, (b) Ladang/Tegalan Masyarakat di Pesisir Kota Pekalongan (Sumber: Anonim, 2010) ............................................................................ 17

Gambar 3.III.4. Jenis Tanah Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan (Sumber: Anonim,2010) ............................................... 21

Gambar 3.5. Persentase Penggunaan Lahan di Kecamatan Pekalongan Utara (Sumber: Anonim, 2010) ........................................22

Gambar 3. 6. Salah satu tanda kepemilikan lahan di wilayah pesisir Kota Pekalongan. Sumber: Anonim, 2010 ........................................................24

Gambar 3.7. Halaman Depan Rumah Warga Bandengan yang Tergenang Rob (Sumber: Lapangan, 2011) ......................................30

Gambar 3.8. Salah Satu Rumah Warga Kandangpanjang yang Rusak Terkena Rob (Sumber: Lapangan, 2011) ................................................... 31

Gambar 3.9. Genangan Rob di Sekitar Pemukiman di Desa Panjang Wetan (Sumber: Lapangan, 2011) .........................................................................32

Gambar 3.10. Peta Tingkat Bahaya Rob dan Banjir di Kecamatan Pekalongan Utara (Sumber: Analisis, 2011 ) .........................34

Gambar 4.1. Peta Kerentanan di Kecamatan Pekalongan Utara (Sumber: Analisis, 2011) .............................................................................37

Gambar 4.2. Peta Vulnerability Fisik di Kecamatan Pekalongan Utara (Sumber: Analisis, 2011) .............................................................................38

Page 10: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

x • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 4.3. a) kontruksi ruman permanen ..........................................................39Gambar 4.3. b) kontruksi ruman semi permanen ................................................39Gambar 4. 3. c) konstruksi rumah non permanen.............................................. 40Gambar 4.4. Kondisi Jalan aspal (a), konblok (b), tanah (c)

Sumber: Analisis, 2011 ...............................................................................42Gambar 4.5. Sumur Gali (a), Sungai (b), sebagai Sumber Air

(Sumber: Analisis, 2011) .............................................................................43Gambar 4.6. Sumur Gali (a), Sungai (b), sebagai Sumber Air

(Sumber: Analisis, 2011) ............................................................................ 44Gambar 4. 7. Fasilitas Kesehatan (Sumber: Analisis, 2011) ...................................45Gambar 4. 8. Toilet Umum (a), Jamban (b) Sumber: Analisis, 2011 .................... 46Gambar 4.IV.9. Saluran Septik Tank Terhubung dengan Sungai(a),

Air Sumur (b) Sumber: Analisis, 2011 .......................................................47Gambar 4.10. Pintu Air (a), Tanggul (b), Tanggul di Sekeliling Rumah (c)

Sumber: Analisis, 2011 .............................................................................. 48Gambar 4.11. Peta Vulnerability Sosial di Kecamatan Pekalongan Utara

(Sumber: Analisis, 2011) .............................................................................50Gambar 4.12. Grafi k Persentase Sex Ratio di Kecamatan Pekalongan Utara

Sumber: Analisis, 2011 ............................................................................... 51Gambar 4.13. Grafi k Kepadatan Penduduk di Kecamatan Pekalongan Utara

Sumber: Analisis, 2011 ...............................................................................52Gambar 4.14. Pos Ronda Sumber: Analisis, 2011 ....................................................53Gambar 4.15. Grafi k Persentase Penerima ASKESKIN

di Kecamatan Pekalongan Utara Sumber: Analisis, 2011.........................54Gambar 4.16. Sampah di Sekitar Rumah (a) dan Saluran Air (b)

Sumber: Analisis, 2011 ...............................................................................55Gambar 4.17. Peta Vulnerability Ekonomi di Kecamatan Pekalongan Utara

Sumber: Analisis, 2011 ...............................................................................56Gambar 4.18. Sawah (a)-Sawah Air Payau/Asin (b) Sumber: Analisis, 2011 .........58Gambar 4.19. Laki-Laki (a) dan Perempuan (b) sebagai Penyokong

Ekonomi Keluarga Sumber: Analisis, 2011 ............................................. 60Gambar 4.20. Usaha Kecil Menengah ...................................................................62Gambar 5.1. Peta Coping Capacity Delapan Desa di Pekalongan Utara

Sumber: Hasil Analisis, 2011 ..................................................................... 67

Page 11: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • xi

Gambar 5.2. Tanggul Sungai (ditunjukkan dengan arah tanda panah) sebagai Antisipasi Meluapnya Air Rob/Banjir di Desa Krapyak Lor Sumber: Lapangan, 2011 ........................................................................... 69

Gambar 5.3. Pintu Air yang Tergenang Air Rob di Desa Pabean (Sumber: Lapangan, 2011) .........................................................................70

Gambar 5.4. Peninggian Lantai yang Dilakukan Warga Desa Krapyak Lor (Sumber: Lapangan, 2011) ......................................................................... 71

Gambar 5.5. Teras yang Baru Dibangun untuk Mencegah MasuknyaAir Rob di Desa Panjangwetan (Sumber: Lapangan, 2011) .....................72

Gambar 5.6. (a). Kondisi Jalan di Desa Pabean, (b). Kondisi Jalan di Desa Bandengan Pasca Peninggian (Sumber: Lapangan, 2011) .......................73

Gambar 5.7. Gotong Royong dalam Upaya Peninggian Jalan Desa(Sumber: Lapangan, 2011) .........................................................................75

Gambar 5.8. Peta Coping Capacity Sosial (Sumber: Analisis, 2011) ......................78Gambar 5.9. Peta Coping Capacity Ekonomi (Sumber: Analisis, 2011).................83Gambar 6.1. Peta Risiko Bencana di Pekalongan Utara

(Sumber: Analisis, 2011) ............................................................................ 84Gambar 7.1. Berbagai bentuk strategi Adaptasi yang dilakukan Masyarakat

Pekalongan Utara (Sumber: Hasil Analisis, 2011) ................................... 86

Daftar TabelTabel 1.1. Kejadian Banjir di Kota Pekalongan ...................................................... 4Tabel 1.2. Kejadian Rob di Kota Pekalongan .......................................................... 4Tabel 1.3. Jumlah Rumah yang Terkena Banjir dan Rob

di Kecamatan Pekalogan Utara ...............................................................5Tabel 3.1. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pekalongan Utara .................22Tabel 3.2. Status Tanah dan Penggunaan Lahan

di Kecamatan Pekalongan Utara ...........................................................24Tabel 3.3. Jenis Mangrove di Kecamatan Pekalongan Utara,

Kota Pekalongan ....................................................................................27

Page 12: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

xii • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Tabel 3.4. Tingkat Bahaya Bencana Rob Berdasarkan % Kerusakan Rumah dan Magnitudo .......................................................................................33

Tabel 3.5. Tingkat Bahaya Bencana Banjir Berdasarkan Persentase Kerusakan Rumah dan Magnitudo .......................................................34

Tabel 6.1. Tingkat Kerentanan, Coping Capacity dan Risiko Bencana di Kecamatan Pekalongan Utara .......................................................... 84

Tabel 7.1. Berbagai Strategi Pengurangan Risiko Bencana yang dapat dilakukan dalam menghadapi Kenaikan Muka Air Laut di Pekalongan Utara ..............................................................................87

Page 13: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 1

Bab I

Latar Belakang

Bencana merupakan suatu kondisi sebagai akibat yang terjadi ketika ancam-an mengenai suatu wilayah beserta penduduk yang ada di dalamnya yang rentan. Seringkali, bencana yang terjadi menimbulkan kerusakan bagi lingkungan di sekitar pusat bencana tersebut. Kerusakan yang terjadi akibat bencana tersebut bisa terjadi secara mendadak maupun perlahan, tidak saja memberikan dampak secara langsung terhadap komunitas, tetapi juga berdampak tidak langsung. Dampak secara langsung adanya bencana seperti adanya korban jiwa, kerusakan rumah dan infrastruktur, gangguan psikologis, dan lain-lain. Sedangkan dampak tidak langsung antara lain, hilang atau rusaknya fungsi-fungsi produksi, misalnya area persawahan, pabrik dan pusat industri, jaringan transportasi, serta pasar. Selanjutnya kondisi seperti ini dapat merusak sistem pasar, kemampuan daya beli, dan pertumbuhan ekonomi (Blaikie, et.al., 1994).

Di sisi lain, suatu wilayah tidak bisa lepas dari suatu kondisi yang berisiko dari ancaman terjadinya suatu bencana. Kondisi fi sik suatu wilayah, karakter masyarakatnya, serta kondisi ekternal seperti hubungan wilayah tersebut dengan wilayah-wilayah bisa mempertajam risiko yang harus dihadapi oleh suatu wilayah tertentu. Dalam pembahasan mengenai manajemen bencana, risiko merupakan prediksi kondisi atau akibat yang akan terjadi akibat hubungan antara ancaman dan kerentanan dari objek yang terkena dampak tersebut.

Kedua hal tersebut, bencana ataupun ancaman bencana (hazard) serta risiko yang harus dihadapi oleh suatu wilayah memerlukan perhatian serta upaya-upaya yang merujuk pada tindakan pasca bencana agar dampak bencana dapat dikurangi. Hal ini diupayakan untuk mengurangi adanya korban jiwa, meminimalisir kerusakan yang terjadi pada sarana dan prasarana umum,

Page 14: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

2 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

ataupun akses terhadap unit-unit produksi wilayah. Upaya-upaya dalam me-ngelola bencana yang menekankan pada pendekatan dengan pendugaan serta pencegahan biasa dikenal sebagai manajemen resiko ( Kotze & Holloway, 1998).

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang rentan terhadap berbagai bencana. Bencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob dan banjir sungai. Banjir rob merupakan banjir yang diakibatkan oleh air laut pasang yang menggenangi daratan. Di beberapa kota di Indonesia permasalahan banjir rob ini telah terjadi cukup lama dan semakin parah karena terjadi penurunan muka tanah, sedangkan air laut meninggi sebagai akibat dari pemanasan global (Sumekto, 2007). Untuk banjir terutama banjir sungai, di Indonesia, sedikitnya ada lima faktor penyebab terjadinya kejadian bencana tersebut, yaitu hujan, hancurnya retensi DAS, kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai, pendangkalan sungai, dan kesalahan tata wilayah dan pembangunan sarana prasarana (Maryono dalam Suyono, 2009).

Berbagai ancaman bencana seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terjadi pula pada kota-kota pesisir di pantai utara Pulau Jawa, salah satunya adalah Kota Pekalongan. Bencana yang cukup signifi kan memberikan dampak bagi masyarakat yang tinggal di Kota Pekalongan, khususnya Kecamatan Pekalongan Utara antara lain bencana banjir dan banjir rob. Bencana tersebut memberi dampak pada kehidupan masyarakat yang tinggal di kota ini. Tidak hanya berdampak pada kerusakan infrastruktur dan sarana wilayah saja, melainkan juga pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Gambar 1.1. menunjukkan genangan rob di beberapa lokasi di Kota Pekalongan.

Page 15: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 3

a)

b)

Gambar 1.1. Lokasi Genangan Rob yang Terjadi di Kota Pekalongan (Sumber: Lapangan, 2011)

Dalam perkembangannya, Kota Pekalongan mengalami banyak kejadian banjir dan rob. Menurut data Kantor Kesbangpol dan Linmas (2011) terdapat 15 kelurahan yang tergenang banjir, dengan 7 (tujuh) kelurahan diantaranya terdapat di Kecamatan Pekalongan Utara. Ketinggian banjir di enam desa tersebut bervariasi antara 20-70 cm. Wilayah-wilayah yang terkena banjir tahun 2011 ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Page 16: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

4 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Tabel 1.1. Kejadian Banjir di Kota Pekalongan

No Kecamatan Kelurahan

1. Pekalongan Utara

Panjang WetanPabean

BandenganKandang Panjang

DukuhPanjang BaruKrapyak Lor

2. Pekalongan TimurKlegoBaros

3. Pekalongan Barat Tirto

4. Pekalongan Selatan

Banyu Urip AgengBanyu Urip Alit

BuaranKradenanJenggot

(Sumber : Kesbangpol dan Linmas, 2011)

Selain kejadian banjir, berdasarkan data kejadian bencana dari Kantor Kesbangpol dan Linmas (2010), terdapat 9 kelurahan di 3 kecamatan yang terkena banjir rob. Kelurahan-kelurahan yang mengalami banjir rob dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Kejadian Rob di Kota Pekalongan

No Kecamatan Desa

1. Pekalongan Utara

Panjang BaruKrapyak Lor

Panjang WetanKandang Panjang

BandenganPabean Degayu

2. Pekalongan Timur Klego

3. Pekalongan Barat Tirto

Sumber: Kesbangpol dan Linmas, 2010 & 2011)

Page 17: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 5

Dari kedua data kejadian bencana tersebut, diantara 4 kecamatan yang ada, Kecamatan Pekalongan Utara memiliki wilayah yang paling banyak terkena banjir dan rob.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, suatu kejadian di alam, tidak akan berarti bencana apabila tidak berkaitan dengan manusia. Sama halnya dengan kejadian di Kecamatan Pekalongan Utara. Kejadian bencana banjir dan rob memberi efek bagi kehidupan manusia yang tinggal di pusat bencana tersebut. Bencana tersebut mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan rumah penduduk. Jumlah kerusakan rumah akibat banjir dan rob di Kecamatan Pekalongan Utara dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Jumlah Rumah yang Terkena Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalogan Utara

No Desa Banjir (rumah) Rob (rumah)

1 Panjang Baru 2271 1906

2 Krapyak Lor 848 1484

3 Panjang Wetan 1048 516

4 Pabean 915 801

5 Kandang Panjang 780 905

6 Bandengan 1197 475

7 Dukuh 220 NA

8 Degayu NA 70

(Sumber : Kesbangpol dan Linmas, 2010 dan 2011)

Untuk Kelurahan Dukuh, pada laporan Kesbangpol dan Linmas tidak memberi keterangan berapa jumlah korban dari kejadian bencana tersebut. Akan tetapi hanya dilaporkan bahwa di kelurahan tersebut pernah ada kejadian banjir. Kejadian banjir rob di kelurahan tersebut pernah dan sering terjadi, namun

Page 18: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

6 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

tidak sampai mengakibatkan korban jiwa ataupun rusaknya rumah penduduk. Kejadian banjir rob di Kelurahan Dukuh, hanya menggenang di jalan yang dekat dengan saluran banjir rob. Kondisi tersebut boleh dikatakan sama dengan kondisi di Degayu, kejadian banjir karena meluapnya sungai serta saluran, tidak menyebabkan korban berjatuhan, baik korban jiwa ataupun rumah.

Bencana, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak akan berarti bencana jika tidak dikaitkan dengan komunitas atau masyarakat yang tinggal di sekitar pusat bencana. Tidak terkecuali dengan banjir dan rob yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan kapasitas komunitas yang tinggal di sekitar pusat bencana. Kerugian akibat bencana cenderung terjadi pada komunitas yang rentan, dan akan membuat komunitas semakin rentan. Kerentanan komunitas diawali oleh kondisi-kondisi lingkungan fi sik, sosial dan ekonomi yang tidak aman. Kondisi tidak aman tersebut terjadi oleh tekanan-tekanan dinamik baik internal maupun eksternal (dynamic pressures).

Page 19: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 7

Bab II

Konsep Kerentanan, Risiko, dan Penilaian Risiko

A. Kerentanan dan Risiko

Kerentanan (vulnerability) merupakan kondisi karakteristik biologis, geografi s, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat tersebut mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Sedangkan, kerentanan sosial menunjukkan perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa/kesehatan penduduk apabila ada bahaya. Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan ekonomi (proses ekonomi) yang terjadi bila terjadi ancaman bahaya. Indikator yang dapat kita lihat menunjukkan tingginya tingkat kerentanan ini misalnya adalah persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (sektor jasa dan distribusi) dan persentase rumah tangga miskin.

Menurut Cardona (2003), risiko bencana didefi nisikan sebagai potensi kerugian baik berupa kematian, keterancaman jiwa, kerugian materi dan gangguan kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang ditimbulkan akibat bencana. Sedangkan, Smith & Petley (2009) mendefi nisikan penilaian risiko sebagai suatu proses evaluasi tentang pentingnya risiko, baik secara kuantitatif atau kualitatif. Penilaian risiko kuantitatif adalah proses yang dipahami oleh minoritas masyarakat dan penilaian ini belum diterapkan pada semua bahaya lingkungan. Jadi, terkadang penilaian kuantitatif hanya mengukur satu bahaya lingkungan saja. Kondisi yang demikian tadi membuat tingkat ketidakpastian yang berhubungan dengan estimasi biasanya tinggi, bahkan ketika risiko telah diukur, Semua perkiraan risiko perlu dinyatakan dalam cara yang lebih mudah

Page 20: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

8 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

diakses orang awam untuk menjelaskan apa yang dimaksud oleh ketidakpastian yang terkait dengan perkiraan yang telah dilakukan.

Penilaian atau analisis risiko bencana bertujuan untuk mengindentifi kasi wilayah berdasarkan tingkat risikonya terhadap bencana. Hasil analisis menjadi acuan dalam perumusan penanggulangan dampak negatif terjadinya bencana. Manajemen risiko merupakan proses pengukuran atau penilaian risiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko adalah proses dimana risiko dievaluasi sebelum strategi diperkenalkan untuk mengelola dan memitigasi ancaman. Manajemen risiko, pada awalnya secara keseluruhan dikelola oleh pemerintah secara nasional melalui penetapan undang-undang dan kebijakan. Namun pada perkembangannya, pemerintah secara aktif perlu mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam mitigasi bencana (Smith & Petley, 2009).

Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan menilai tingkat risiko dari bencana banjir dan rob dengan dasar-dasar yang sudah disebutkan sebelumnya, seperti penjelasan mengenai apa itu penilaian risiko termasuk elemen yang digunakan untuk menilai risiko suatu wilayah terhadap suatu atau beberapa bencana. Diagram alir penelitian multirisk bencana dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Page 21: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 9

Bencana

Risiko

Rob dan Banjir Manajemen Bencana Lingkungan

Penilaian Risiko

Variabel-variabel penilaian risiko

Lapangan (wilayah amatan)

Indeks Multirisiko

Peta Multirisiko

Hazard

Vulnerability

Coping capacity Evaluasi risiko

Fisik/Struktural

Ekonomi

Sosial & Demografi

Gambar 2.1. Diagram alir penelitian

Bencana didefi nisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian berupa korban jiwa, materi, ekonomi, atau lingkungan yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri (ISDR, 2004). Sedangkan, Blaikie et.al. (1994)menyatakan bencana sebagai suatu kejadian alam yang ekstrim dimana dapat terjadi di tempat yang berbeda secara tunggal atau berselang-seling pada waktu yang berbeda. Pada umumnya, bencana berhubungan dengan proses geologi dan geomorfologi, seperti gempa, letusan gunungapi, erupsi, longsor, dan banjir, yang biasa dikenal dengan bencana alam (Alkema et.al. dalam Zein, 2010).

Sebuah risiko bencana dibentuk paling tidak oleh dua faktor, yaitu dimana bencana tersebut berada, biasanya disebut tempat yang memiliki potensi bencana (hazard) dan tingkat kerentanan (vulnerability). Secara matematik, risiko dapat dirumuskan sebagai berikut:

(i)

Dimana hubungan tersebut menunjukkan fungsi dari kombinasi antara hazard dan vulnerability. Menurut ISDR (2004) menyatakan hubungan antara hazard dan vulnerability sebagai berikut:

…(ii)

Page 22: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

10 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Alexander (2000), mendefi nisikan risiko sebagai kemungkinan atau probabilitas, bahwa tingkat kerugian tertentu akan ditopang oleh serangkaian elemen tertentu sebagai hasil dari suatu tingkat bahaya. Total risiko berisi penjumlahan dari kasus yang dapat diprediksi, kerusakan dan kehilangan, ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

(iii)

Menurut laporan Disaster Reduction Institute dalam laporan DepartmentFor International Development (DFID) of England yang tercantum dalam White et. al. (2005) menghubungkan risiko dengan coping capacity:

(iv)

Pada hubungan ini, coping capacities mengacu pada orang atau kelompok yang menggunakan sumberdaya yang tersedia dan kapasitas untuk menghadapi bencana.

B. Penilaian Risiko (Risk Assesement)

Smith dan Petley (2009) mendefi nisikan penilaian risiko (risk assessement)sebagai suatu proses evaluasi tentang pentingnya risiko, baik secara kuantitatif atau kualitatif. Penilaian risiko kuantitatif adalah proses yang dipahami oleh minoritas masyarakat dan penilaian ini belum diterapkan pada semua bahaya lingkungan. Jadi, terkadang penilaian kuantitatif hanya mengukur satu bahaya lingkungan saja. Kondisi yang demikian tadi membuat tingkat ketidakpastian yang berhubungan dengan estimasi biasanya tinggi, bahkan ketika risiko telah diukur, Semua perkiraan risiko perlu dinyatakan dalam cara yang lebih mudah diakses orang awam untuk menjelaskan apa yang dimaksud oleh ketidakpastian yang terkait dengan perkiraan yang telah dilakukan. Berdasarkan ISDR (2004), defi nisi pengkajian/analisis risiko (risk assesement/analysis) adalah suatu metodologi untuk menentukan cakupan risiko dengan melakukan analisis terhadap potensi bencana dan mengevaluasi kondisi-kondisi kerentanan yang

Page 23: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 11

ada dan dapat menimbulkan suatu ancaman atau kerugian bagi penduduk, harta benda, penghidupan dan lingkungan tempat tinggal.

Di samping defi nisi sebelumnya, WMO (1999) mendefi nisikan penilaian risiko sebagai kombinasi evaluasi dari perkiraan kehilangan jiwa, orang terluka, kerusakan terhadap properti, dan gangguan kegiatan ekonomi. Salah satu faktor yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam penilaian bahaya dan risiko adalah tujuan dari penilaian itu sendiri, termasuk pengguna dari penilaian tersebut. Ketika penilaian bahaya diperlukan untuk mendesain skema mitigasi maka pembuatan evaluasi risiko digunakan sebagai dasar perencanaan dan alokasi keuangan serta sumberdaya lainnya. Jadi tujuan dari penilaian risiko adalah perhitungan ekonomi. Di sisi lain, penilaian potensi kehilangan nyawa meningkatkan kesadaran pengambil keputusan akan pentingnya usaha mitigasi dari risiko bencana alam secara relatif terhadap kepentingan dana publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Risiko yang berasal dari bahaya alam dapat secara langsung dibandingkan dengan risiko sosial. Keputusan yang didasarkan pada penilaian risiko komparatif dapat menghasilkan alokasi suberdaya terhadap kesehatan dan keselamatan publik yang lebih efektif. Penilaian atau analisis risiko bencana bertujuan untuk mengidentifi kasi wilayah berdasarkan tingkat risikonya terhadap bencana. Hasil analisis risiko tersebut menjadi acuan dalam perumusan tindakan prioritas pengurangan risiko bencana.

Tolerable risk merupakan tingkat kerugian yang dirasakan oleh masyarakat atau pihak berwenang yang relevan untuk ditoleransi ketika mengelola risiko. Risiko yang ditoleransi berupa konsep yang sangat kompleks dan dinamis karena tingkat risiko yang dapat ditoleransi sebenarnya bervariasi menurut berbagai faktor. Ini termasuk tingkat keparahan risiko itu sendiri, sifat dampak potensial, tingkat pemahaman tentang risiko, kebiasaan orang-orang yang terpengaruh dengan risiko, manfaat yang terkait dengan risiko dan bahaya serta manfaat terkait dengan alternatif skenario (Smith dan Petley, 2009).

Tujuan dari analisis multirisiko adalah untuk menetapkan tingkatan dari berbagai tipe risiko dengan mengakomodasi pula berbagai situasi yang memperburuk fenomena risiko yang terjadi. Adapun berbagai pertimbangan yang digunakan dalam penilaian risiko:

Page 24: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

12 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

a. perkiraan index multirisiko perlu mempertimbangkan kejadian lain yang dapat dipicu oleh fenomena sebelumnya

b. waktu dan area yang terancam harus digunakanc. kerusakan yang diperkirakan perlu didefi nisikan secara teoritis.

Page 25: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 13

Bab III

Kondisi Wilayah Kota Pekalongan

A. Kondisi Umum

Kota Pekalongan merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Tengah yang terletak di dataran rendah pantai Utara Jawa. Wilayah ini memiliki elevasi kurang lebih satu meter di atas permukaan laut dan secara astronomis terletak antara 6o50’42”– 6o55’44” LS dan 109o37’55”–109o42’19” BT. Kota Pekalongan membentang antara 510,00 – 518,00 km membujur dan 517,75 – 562,75 km melintang. Secara administratif, Kota Pekalongan terbagi menjadi empat (4) kecamatan, yaitu: Kecamatan Pekalongan Utara, Kecamatan Pekalongan Timur, Kecamatan Pekalongan Selatan, dan Kecamatan Pekalongan Barat seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. Batas wilayah administrasi Kota Pekalongan yaitu:

a. Utara : Laut Jawab. Selatan : Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batangc. Barat : Kabupaten Pekalongan d. Timur : Kabupaten Batang

Kota Pekalongan memiliki garis pantai kurang lebih sepanjang 6 km membentang dari barat ke timur berhadapan langsung dengan Laut Jawa yang berada di Kecamatan Pekalongan Utara. Secara morfologis pantainya berbentuk landai didominasi oleh hamparan pasir, tidak berbatu, perairannya bersifat terbuka, bukan merupakan teluk dan ombak pantainya relatif berkekuatan rendah. Warna perairan pantai keruh kecoklatan dan bau, kurang lebih 1 mil

Page 26: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

14 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

warna terlihat hijau kebiruan. Kedalaman perairan pantai antara 0,5 – 25 m dengan kecepatan arus yang cukup deras.

Di Kota Pekalongan terdapat enam kelurahan yang bagian utara wilayahnya berhubungan langsung dengan perairan Laut Jawa yaitu Kelurahan Bandengan, Kelurahan Kandang Panjang, Kelurahan Panjang Baru, Kelurahan Panjang Wetan, Kelurahan Krapyak Lor dan Kelurahan Degayu. Secara administratif enam kelurahan tersebut masuk wilayah Kecamatan Pekalongan Utara.

Gambar 3.1. Peta Administrasi Kota Madya Pekalongan (Sumber: Anonim, 2010)

B. Kondisi Geologi

Berdasarkan analisis Peta Geologi Lembar Pekalongan, Skala 1 : 100.000 yang bersumber dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, litologi batuan di wilayah Kota Pekalongan merupakan endapan sedimen alluvium,terbentuk pada zaman holosen periode tersier dengan ketebalan ± 150 m yang terdiri dari kerikil, pasir, lanau dan lempung, endapan sungai dan rawa. Endapan alluvium ini terbentuk menutupi lapisan batuan anggota breksi formasi ligungyang bersusunan andesit, lava andesit hornblend dan tufa yang merupakan

Page 27: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 15

bagian atas formasi ligung yang terbentuk pada pleiosen akhir – pleiosen awal. Jenis tanah di Kota Pekalongan berwarna agak kelabu dengan jenis tanah alluvialkelabu dan alluvial hidromorf.

C. Kondisi Geomorfologi Pantai

Geomorfologi pantai di Kota Pekalongan menunjukkan bahwa bentuk pantai relatif landai dengan kemiringan kurang dari 3o. Bentuk morfologi pantai di bagian barat, berpasir halus yang bercampur dengan vegetasi seperti semak belukar atau ladang dan di pantai bagian timur, berpasir cenderung berlumpur. Bentuk lahan di Kota Pekalongan dibedakan menjadi 2 bentukan yaitu dataran alluvial dan dataran alluvial pantai. Dataran alluvial merupakan hasil proses fl uvial dan sedangkan dataran alluvial pantai merupakan hasil dari proses marine.Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 3.2.

a)

Page 28: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

16 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

b)

Gambar 3.2. (a) Profi l Salah Satu Wilayah Pesisir Kota Pekalongan (sumber: Lapangan,2011) (b) Geomorfologi Kota Pekalongan (sumber: Anonim,

2009)

D. Pola Penggunaan Lahan dan Perairan

Luas wilayah Kota Pekalongan kurang lebih 4.525 ha atau sekitar 0,14% dari luas wilayah Propinsi Jawa Tengah (luas wilayah Jawa Tengah 3.254.000 ha). Penggunaan lahannya terdiri atas lahan sawah seluas 1.472 ha (32,81%), dan 3.014 ha (67,19%) berupa lahan bukan sawah/tanah kering. Lahan sawah yang digunakan sebagai lahan sawah berpengairan irigasi teknis seluas 1472 ha. Lahan bukan sawah/tanah kering sebagian besar digunakan untuk bangunan seluas 2.488 ha, perkebunan/tegalan seluas 175 ha dan lainnya berupa rawa-rawa yang tidak ditanam seluas 70 ha, tambak 74 ha dan lahan kering yang sementara tidak diusahakan seluas 7 ha, serta penggunaan lainnya seluas 200 ha. Di kawasan pesisir Kota Pekalongan dijumpai tambak, sawah, sawah tergenang air laut dan pemukiman yang luasnya masing-masing 332,29 ha; 372,53 ha; 183,83 ha; dan 619,73 ha. Sawah tergenang air laut dijumpai pada daerah yang berdekatan dengan tambak dan menjadi sawah yang tidak produktif lagi seperti pada Gambar 3.3.a). dan Gambar 3.3.b).

Page 29: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 17

(a)

(b)Gambar 3.3. Penggunaan Lahan di Pesisir Kota Pekalongan: (a) Semak belukar/

Alang-alang di Pesisir Kota Pekalongan, (b) Ladang/Tegalan Masyarakat di Pesisir Kota Pekalongan (Sumber: Anonim, 2010)

Pada umumnya wilayah pesisir Kota Pekalongan digunakan oleh masyarakat sebagai lahan budidaya pertambakan, namun karena kondisi perairan yang keruh dan tercemar (terutama di sekitar muara), kegiatan budidaya tidak maksimal dilakukan. Penggunaan wilayah pesisir dan laut lainnya adalah adanya kawasan pariwisata pantai di sekitar Kelurahan Krapyak Lor, Panjang Baru, dan Panjang Wetan. Objek wisata yang dapat menjadi alternatif untuk berekreasi di Kota Pekalongan adalah objek wisata alam yang menawarkan keindahan pemandangan pantai seperti Pantai Slamaran, Wisata Bahari PPNP dan Pasir Kencana.

Page 30: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

18 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

E. Kependudukan

Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pembangunan. Pem-bangunan yang dilaksanakan adalah dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Untuk itu pemerintah telah melaksanakan berbagai usaha dalam rangka memecahkan berbagai masalah kependudukan. Usaha-usaha yang mengarah pada pemerataan penyebaran penduduk telah dilaksanakan pemerintah dengan cara transmigrasi, sedangkan usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk telah dilakukan pemerintah dengan Program KB (Keluarga Berencana) yang dimulai awal tahun 1970-an.

Jumlah Penduduk Kota Pekalongan pada Tahun 2009 adalah 276.158 jiwa, terdiri dari 134.332 laki-laki (48,64%) dan 141.826 perempuan (51,36%). Sedangkan banyaknya rumah tangga adalah 68.432. Kepadatan penduduk di Kota Pekalongan cenderung meningkat seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Rasio ketergantungan (Dependency Ratio) Kota Pekalongan cukup kecil, hal ini disebabkan karena jumlah penduduk usia 15 - 64 tahun lebih besar dari penduduk usia 0 - 14 tahun dan 65 tahun ke atas. Program KB di Kota Pekalongan terus ditingkatkan, sehingga diharapkan peserta KB semakin meningkat dari tahun ke tahun. Untuk Tahun 2009 tercatat jumlah peserta KB baru sebesar 7.286 orang.

1. Ketenagakerjaan

Penduduk usia kerja didefi nisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Proporsinya terdiri dari ”Angkatan Kerja” dan ”Bukan Angkatan” Proporsi penduduk yang tergolong Angkatan Kerja dikenal sebagai ”Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ”(TPAK). TPAK menurut umur mengikuti pola huruf ”U” terbalik. Angka ini rendah pada umur-umur muda (karena sekolah), kemudian naik sejalan dengan kenaikan umur sampai mencapai puncaknya pada umur 40 - 44 tahun dan selanjutnya turun lagi secara perlahan pada umur-umur berikutnya (antara lain karena pensiun dan mencapai usia tua). Di Kota Pekalongan pada Tahun 2009 kebanyakan pekerja bekerja di sektor industri, yang sebagian besar merupakan industri batik.

Page 31: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 19

2. Kondisi Ekonomi Daerah

Dari PDRB (Pendapatan Daerah Regional Bruto) Kota Pekalongan Tahun 2008, sektor industri merupakan sektor yang paling banyak berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Industri yang banyak berkembang di Pekalongan adalah industri batik dan pengolahan ikan. Pendapatan Daerah Domestik Bruto Pekalongan di Tahun 2008 adalah sebagai berikut: sektor pertanian menyumbang 257.096,79 (juta rupiah), industri pengolahan 646.107,71 (juta rupiah), listrik, gas dan air minum 54.348,26 (juta rupiah), bangunan 473.671,27 (juta rupiah), perdagangan/hotel/restoran 749.770,68 (juta rupiah), angkutan atau komunikasi 377.582,89 (juta rupiah), bank/keu/perum 247.152,67 (juta rupiah), jasa 418.889,07 (juta rupiah). Sektor industri berkontribusi sebesar 646.107,71 (juta rupiah) dari total pendapatan 3.224.619,35 (juta rupiah).

3. Ketersediaan Sumberdaya Air

Umumnya kondisi visual sungai di Kota Pekalongan terlihat kotor dan berwarna hitam pekat, terutama di sekitar wilayah pemukiman penduduk dan dok kapal. Sampah rumah tangga dan sampah bekas renovasi kapal bertebaran di sekitar sungai. Disamping itu karena Kota Pekalongan merupakan dataran rendah yang hanya memiliki elevasi maksimum sekitar 6,25 m dpl menyebabkan laju aliran sungai menuju muara tidak terlalu deras sehingga limbah yang dibuang ke sungai banyak yang mengendap. Dengan banyaknya industri rumah tangga yang tidak memiliki sarana pengolahan limbah, sehingga sungai menjadi tempat pembuangan limbah langsung dari industri tersebut yang akhirnya merusak lingkungan maupun biota yang ada di sungai. Di muara, karena terjadi pencampuran air laut dan air sungai menyebabkan kondisi visual air sungai tidak terlalu berwarna hitam pekat.

Dengan memperhatikan faktor topografi geologi dan kondisi hidrogeologi, sumberdaya air tanah di daerah Kota Pekalongan termasuk kedalam kategori air tanah dataran pantai. Air tanah dataran pantai ditutupi oleh aluvium dan endapan pantai sebagai hasil rombakan batuan yang lebih tua. Ketinggian topografi Kota Pekalongan berkisar dari 0 - 6, 25 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan kurang dari 5°. Sungai-sungai besar yang mengalir di daerah

Page 32: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

20 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

ini yaitu Sungai Pekalongan dan Sungai Banger yang kesemuanya mengalir di pantai utara.

Alluvium dan endapan pantai disusun oleh material berbutir halus sampai kasar berupa lumpur, pasir dan kerikil. Umumnya batuan tersebut mempunyai kelulusan sedang sampai tinggi, sehingga dapat diharapkan sebagai lapisan pembawa air dengan produktivitas tinggi.

Curah hujan rata-rata tiap tahun pada mendala air tanah dataran pantai berkisar antara 1000-3000 mm/tahun. Dengan memperhitungkan sebaran batuan, vegetasi dan kemiringan lereng, maka diperkirakan 30% dari jumlah curah hujan tersebut merupakan surplus pengisian kembali air tanah.

4. Kondisi Kecamatan Pekalongan Utara

Secara administrasi, Kecamatan Pekalongan Utara merupakan bagian dari Kota Pekalongan dengan karakteristik wilyah pesisir. Kecamatan Pekalongan Utara merupakan satu-satunya kecamatan pesisir di Kota Pekalongan yang memiliki garis pantai sepanjang kurang lebih 6 km. Luas wilayah Kecamatan Pekalongan Utara adalah sekitar 1,488 ha (BPS, 2007) atau sekitar 33% dari seluruh luas wilayah Kota Pekalongan Utara yaitu 4.525 ha.

Kecamatan Pekalongan Utara terbagi menjadi sepuluh (10) kelurahan yaitu, Kelurahan Panjang Wetan, Kelurahan Panjang Baru, Kelurahan Kandang Panjang, Kelurahan Degayu, Kelurahan Bandengan, Kelurahan Pabean, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Kraton Lor, Kelurahan Krapyak Lor, dan Kelurahan Krapyak Kidul. Perbatasan Kecamatan Pekalongan Utara ini adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Laut Jawab. Sebelah Timur : Kabupaten Batangc. Sebelah Barat : Kabupatan Pekalongand. Sebelah Selatan : Kecamatan Pekalongan Barat dan Kecamatan

Pekalongan Timur

Keadaan tanah di Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan didominasi oleh jenis tanah aluvial hidromorf yang merupakan jenis tanah di wilayah pesisir seperti Gambar 3.4. Di Kecamatan Pekalongan Utara terdapat 6 kelurahan yang

Page 33: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 21

wilayahnya berhubungan langsung dengan Laut Jawa yaitu: Kelurahan Degayu, Krapyak Lor, Panjang Wetan, Panjang Baru, Kandang Panjang, dan Bandengan.

Gambar 3.III.4. Jenis Tanah Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan (Sumber: Anonim,2010)

Penggunaan lahan di Kecamatan Pekalongan Utara didominasi oleh permukiman dengan persentase luas lahan sekitar 41%, kemudian tambak seluas 20%, semak belukar dan sawah irigasi 11% serta sawah tadah hujan, rawa, perkebunan dan ladang/tegalan dibawah 5%. Proporsi Penggunaan lahan di Kecamatan Pekalongan Utara ditunjukkan pada Gambar 3.5. Luas masing-masing penggunaan lahan di Kecamatan Pekalongan Utara disajikan dalam Tabel 3.5.

Page 34: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

22 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 3.5. Persentase Penggunaan Lahan di Kecamatan Pekalongan Utara (Sumber: Anonim, 2010)

Rincian luasan penggunaan lahan di Kecamatan Pekalongan Utara ditun-jukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pekalongan Utara

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase

Empang/tambak 305.905 19.49%

Ladang/tegalan 96.05 6.12%

Permukiman 646.009 41.15%

Perkebunan 35.418 2.26%

Rawa 71.583 4.56%

Sawah Tadah Hujan 70.18 4.47%

Sawah Irigasi 170.542 10.86%

Semak belukar 174.121 11.09%

Jumlah 1569.808 100.00%

Sumber : Anonim, 2010

Page 35: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 23

5. Status Lahan

Data status lahan diperoleh dari Peta Status Lahan yang bersumber dari Badan Pertanahan Nasional Kota Pekalongan, Skala 1:10,000 Tahun 1987, yang diperbaharui pada bulan Juli 2008. Dari peta tersebut, di wilayah Kota Pekalongan, khususnya di Kecamatan Pekalongan Utara hampir ± 84 % status lahan yang ada kebanyakan merupakan tanah warisan dari leluhurnya, yang status kepemilikannya merupakan hak milik warga terutama di sebelah barat Kali Pekalongan, di sebelah timur Kali Pekalongan sampai utara terdapat ± 5 % sebagian tanah yang merupakan hak pakai dan ± 3 % sisanya merupakan tanah yang mempunyai status hak guna bangunan. Gambar 3.6. menunjukkan tanda kepemilikan di wilayah pesisir.

Gambar 3. 6. Salah satu tanda kepemilikan lahan di wilayah pesisir Kota Pekalongan

Page 36: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

24 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Sedangkan Tabel 3.2. menunjukkan status tanah dan penggunaan lahan di Kecamatan Pekalongan Utara secara lebih detail.

Tabel 3.2. Status Tanah dan Penggunaan Lahandi Kecamatan Pekalongan Utara

No

Stat

us T

anah

Empa

ng

Lada

ng/T

egal

an

Perm

ukim

an

Perk

ebun

an

Raw

a

Saw

ah

Sem

ak B

eluk

ar

Luas

Tot

al

Pers

enta

se

1tanah bekas bengkok 0.6 0.8 4.3 - - 4.3 1.7 11.7 0.74%

2tanah bengkok 6.7 2.5 6.5 1.5 0.3 27.6 5.9 51.0 3.25%

3

tanah hak guna bangunan

1.5 3.8 45.2 - 0.3 2.6 6.7 60.0 3.82%

4tanah hak milik - 4.6 0.1 - - - 0.0 4.8 0.30%

5

tanah hak milik/tanah c/ tanah garapan

288.9 81.3 538.4 15.7 64.6 204.9 135.8 1329.5 84.69%

6tanah hak pakai 14.0 2.3 46.5 - 6.5 1.4 20.5 91.1 5.81%

7tanah kuburan - - 3.0 - - - 1.9 4.9 0.32%

8

tanah yang dikuasai instansi pemerintah

0.4 0.8 14.0 - - - 1.6 4.9 0.32%

TOTAL 312.1 96.1 658 17.2 71.6 240.7 174.1 1569.8 100.00%

Sumber: Anonim, 2010

6. Peruntukan Lahan

Peruntukan lahan yang ada di di Kecamatan Pekalongan Utara dapat dikategorikan menjadi dua jenis lahan, yaitu :

a. Lahan tambak, dimana lahan itu sebelumnya merupakan persawahan. Perubahan ini didasari oleh kondisi ekonomi, dimana permintaan udang windu dipasaran meningkat maka banyak lahan yang diubah

Page 37: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 25

menjadi lahan tambak udang dengan maksud untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sekitar. Setelah permintaan pasar udang windu menurun maka banyak lahan tambak yang terbengkalai dan menjadi lahan mati, sebagian beralih menjadi tambak bandeng. Selain itu Kecamatan Pekalongan Utara merupakan daerah yang terkena genangan rob, sehingga lahan ini hanya cocok untuk tambak.

b. Lahan persawahan; lahan persawahan ini terdapat di bagian selatan Kelurahan Bandengan, Lahan ini masih sesuai untuk persawahan karena daerah ini tidak terkena genangan rob, sehingga lahannya masih dapat ditumbuhi padi.

Pada umumnya wilayah pantai dan pesisir Kota Pekalongan digunakan oleh masyarakat sebagai lahan budidaya pertambakan, namun karena kondisi perairan yang keruh dan tercemar (terutama di sekitar muara), kegiatan budidaya tidak maksimal dilakukan. Kecamatan Pekalongan Utara terdiri atas 10 kelurahan yaitu Kelurahan Panjang Wetan, Panjang Baru, Kandang Panjang, Kraton Lor, Dukuh, Bandengan, Pabean, Krapyak Lor, Krapyak Kidul, dan Degayu. Dari 10 kelurahan tersebut terdapat 6 kelurahan yang berhubungan langsung dengan wilayah perairan laut yakni Kelurahan Bandengan, Kandang Panjang, Panjang Baru, Panjang Wetan, Krapyak Lor dan Degayu.

Penggunaan lahan pantai dari masing-masing kelurahan tersebut cukup bervariasi. Di Kelurahan Bandengan, lahan pantai sebagian besar digunakan untuk pertanian dan pertambakan. Penggunaan lahan lainnya adalah untuk pemukiman penduduk. Di Kelurahan Kandang Panjang penggunaan lahan dimanfaatkan sebagai pemukiman penduduk, sawah dan ladang serta tambak. Di kelurahan ini relatif belum banyak pemukiman yang mendekat pantai seperti di Kelurahan Panjang Wetan.

Kelurahan Panjang Wetan berjarak sekitar 1 km dari pusat Pemerintahan Kecamatan Pekalongan Utara. Penggunaan lahan pantai Kelurahan Panjang Wetan didominasi oleh pemukiman penduduk yang sangat padat. Selain itu di kelurahan ini juga terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP) sebagai tempat pendaratan ikan, kantor-kantor instansi pemerintah dan swasta, kawasan industri pengolahan ikan dan bengkel-bengkel kapal perikanan, wisata bahari dan sebagainya. Kawasan pertambakan/pertanian hanya menempati

Page 38: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

26 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

sebagian kecil lahan pantai dan tanah rawa yang belum dikelola. Garis pantainya telah dilindungi oleh bangunan penahan gelombang sepanjang kurang lebih 2 km.

Penggunaan wilayah pesisir dan laut lainnya adalah kawasan pariwisata pantai di sekitar Kelurahan Krapyak Lor, Panjang Baru, dan Panjang Wetan. Objek wisata yang dapat menjadi alternatif untuk berekreasi adalah objek wisata alam yang menawarkan keindahan pemandangan pantai seperti Pantai Slamaran, Wisata Bahari PPNP dan Pasir Kencana.

7. Ekosistem

Ekosistem mangrove terdapat di sepanjang pantai dengan kelimpahan yang cukup rendah. Pantai sebelah barat lebih sedikit vegetasinya dari pada pantai sebelah timur. Di beberapa lokasi juga terlihat aktifi tas manusia berupa membuka daerah tambak, memasang pagar pembatas, mencari ikan dan kepiting, serta sisa-sisa penebangan bakau. Jenis mangrove yang terdapat di Kecamatan Pekalongan Utara diperlihatkan pada Tabel 3.3. di bawah ini.

Page 39: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 27

Tabel 3.3. Jenis Mangrove di Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan

No Nama Jelas Nama Daerah

Mangrove Sejati

1 Achrostichum Aureum Paku Laut

2 Avicennia Marina Api-Api Putih

3 Nypa Fruticans Nipah

4 Rhizopora Mucronata Bakau Hitam

Mangrove Ikutan

5 Ipomoea Pes-Caprae Batata Laut

6 Ricimus Communis Jarak

7 Sesuvium Portulacastrum Seruni Laut

8 Terminalia Catappa Ketapang

Vegetasi Lain

9 Thespesia Populnea Waru Laut

Sumber: Anonim, 2010

Page 40: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

28 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

8. Sarana Umum

Sarana permukiman di kawasan pesisir Kecamatan Pekalongan Utara dapat dikategorikan sebagai :

(1) Tradisional, terdiri dari : a. Pemukiman petani nelayanb. Pemukiman petani tambak bandengc. Pemukiman petani dan peternakd. Pemukiman petani budidaya laut

(2) Modern, terdiri dari :a. Pemukiman penjual jasa pariwisatab. Pemukiman campuran (dengan profesi yang tidak berkaitan dengan

wilayah pesisir)

Sarana umum lain yang tersedia di Kecamatan Pekalongan Utara tergolong lengkap. Jumlah bangunan pemerintahan dan swasta yang terdapat di Kecamatan Pekalongan Utara adalah 58 bangunan, yang terdiri dari kantor dinas, bank swasta dan pemerintah, kantor polisi, KUA, dan lain-lain. Selain itu, sarana umum lain yang terdapat di Kecamatan Pekalongan Utara terdiri dari sarana peribadatan berupa masjid yang berjumlah 12 buah, vihara dan geraja masing-masing 1 buah dan terdapat krematorium untuk pembakaran jenazah sebanyak 1 buah. Fasilitas lainnya berupa sarana pendidikan baik sekolah, madrasah, pesantren dan perguruan tinggi berjumlah 48 buah, sedangkan fasilitas kesehatan berupa rumah sakit 2 buah, puskesmas dan puskesmas pembantu berjumlah 3 buah dan 10 tempat untuk tempat praktek dokter, balai pengobatan dan bidan.

9. Kejadian Bencana di Kecamatan Pekalongan Utara

Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain:

a. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan

Page 41: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 29

menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards),bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation)

b. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana

c. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat

Berdasarkan uraian diatas analisis kebencanaan dilakukan dengan metode interpretasi peta geologi lembar Bojonegara – Pekalongan skala 1:100.000 tahun 1996 yang dikeluarkan oleh Puslitbang Geologi Bandung (Rencana Zonasi Dokumen PWP Kota Pekalongan), groundcheck dan wawancara dengan masyarakat setempat. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dideskripsikan mengenai risiko bencana di Kota Pekalongan sebagai berikut :

a. Secara tektonik, Kota Pekalongan merupakan daerah yang relatif stabil karena tidak dilalui oleh suatu jalur struktur patahan aktif dan dengan litologi yang berupa endapan sedimen alluvium yang mempunyai sifat mengabsorpsi gelombang gempa karena karakteristik dari material pembentuknya. Berdasarkan hal tersebut maka tingkat seismisitas Kota Pekalongan sangat kecil.

b. Kondisi morfologi yang landai dan tersusun oleh material alluvial yang berupa endapan sungai dan rawa, daerah ini termasuk ke dalam daerah rawan terkena bahaya hidro-meteorologi yaitu banjir. Dari informasi yang diperoleh, bahaya hidrometeorologi yang terjadi yang sering muncul berupa rob yang biasanya terjadi pada bulan April sampai Oktober dengan ketinggian rendaman mencapai semata kaki orang dewasa dan jaraknya mencapai kira-kira 1 km ke arah darat.

c. Bentang alam kawasan pesisir Kota Pekalongan langsung berhubungan dengan laut lepas tanpa adanya suatu penghalang alami yang dapat berupa gugusan karang ataupun hutan bakau sehingga kawasan ini rentan terjadi erosi pantai atau abrasi yang diakibatkan oleh gelombang laut. Abrasi yang terjadi dalam kurun waktu ± 10 tahunan mencapai 100 meter. Hal ini sudah diantisipasi karena dibeberapa tempat terlihat adanya penahan gelombang dan konservasi tanaman bakau.

Page 42: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

30 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

d. Kota Pekalongan merupakan kota industri batik dimana banyak melibatkan home industry dimana dalam proses pembuatannya menghasilkan limbah cair dan langsung dibuang ke sungai tanpa melalui instalasi pengolahan limbah yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan bahaya biologi dan penurunan kualitas lingkungan.

Rob merupakan gejala alam yang biasanya terjadi pada saat kondisi bulan purnama. Saat itu gaya gravitasi bulan terhadap bumi sangat kuat sehingga gerak air laut ke arah pantai lebih kuat daripada di hari-hari biasa. Ini terjadi di sepanjang musim, baik musim hujan maupun musim penghujan.

Kehadiran air pasang (rob) yang masuk ke pemukiman penduduk hampir setiap hari yang menyebabkan lingkungan permukiman menjadi kotor dan kumuh. Hal ini disebabkan air rob ini bercampur dengan buangan limbah industri dan limbah rumah tangga masyarakat. Adanya rob juga berakibat terjadinya perubahan air tawar menjadi air asin pada sebagian besar lahan pertanian dekat pantai sehingga banyak lahan pertanian yang menjadi tidak produktif. Salah satu contohnya adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Halaman Depan Rumah Warga Bandengan yang Tergenang Rob (Sumber: Lapangan, 2011)

Page 43: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 31

Berdasarkan data dari wawancara dengan masyarakat di Kecamatan Pekalongan Utara, banjir rob yang terjadi di wilayah Kota Pekalongan terutama Kecamatan Pekalongan Utara bukan merupakan kejadian yang terjadi sejak dulu. Kejadian banjir rob ini dirasakan warga sejak sekitar 10 tahun terakhir. Hal ini terjadi pada wilayah desa pesisir yang langsung berbatasan dengan laut maupun desa yang tidak berbatasan langsung dengan laut tetapi memiliki elevasi yang rendah. Contohnya dapat ditunjukkan pada Gambar 3.8. dan Gambar 3.9. yang menunjukkan rumah warga di perbatasan laut dan darat yang mengalami genangan. Selain itu keberadaan sungai yang mengalir melewati wilayah desa menjadi jalan bagi air laut yang naik kemudian meluap pada pemukiman yang berada di sekitarnya.

Gambar 3.8. Salah Satu Rumah Warga Kandangpanjang yang Rusak Terkena Rob (Sumber: Lapangan, 2011)

Selain rob, Kota Pekalongan juga rawan terkena bencana banjir, terutama Kecamatan Pekalongan Utara. Desa-desa di Kecamatan Pekalongan Utara merupakan wilayah yang rutin terkena banjir. Hal ini disebabkan karena letak

Page 44: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

32 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

desa-desa di Kecamatan Pekalongan Utara terletak pada elevasi antara 1-3 m di atas permukaan laut. Selain itu desa-desa ini dilewati sungai yang bermuara di Laut Jawa sehingga pada saat musim hujan, banjir yang terbawa dari daerah hulu dan tengah terbawa sampai pada daerah hilir.

Gambar 3.9. Genangan Rob di Sekitar Pemukiman di Desa Panjang Wetan (Sumber: Lapangan, 2011)

Peta bencana bahaya rob dan banjir yang dihasilkan ini mengacu pada laporan kejadian rob dan banjir yang dikeluarkan oleh Badan Kesbangpol dan Linmas dari Kecamatan Pekalongan Utara bulan Oktober dan November 2010, serta bulan Januari dan Mei 2011. Data kerusakan magnitudo dan persentase kerusakan rumah terhadap keseluruhan jumlah rumah di wilayah desa tersebut. Tabel 3.4. menjelaskan mengenai tingkat bahaya bencana rob berdasarkan persentase kerusakan rumah dan magnitudo. Di sisi lain, Tabel 3.5. menjelaskan mengenai tingkat bahaya bencana banjir berdasarkan persentase kerusakan rumah dan magnitude bencana. Berdasarkan data-data pada Tabel 3.4. dan Tabel 3.5. dihasilkan peta risiko bencana yang terjadi di Kecamatan Pekalongan Utara.

Page 45: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 33

Desa Bandengan, Desa Panjang Baru, dan Desa Pabean memiliki tingkat bahaya yang tinggi. Hal ini berdasarkan kombinasi tingkat bencana rob dan banjir yang tinggi. Pada ketiga desa tersebut dampak rob dirasakan seluruh warga masyarakat dan menyebabkan kerusakan pada permukiman dan infrastruktur fasilitas publik desa. Desa Krapyak Lor, Desa Degayu, Desa Kandang panjang memiliki tingkat bayan yang sedang. Desa Dukuh dan Desa Panjang Wetan memiliki tingkat bahaya bencana rendah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Tabel 3.4. Tingkat Bahaya Bencana Rob Berdasarkan % Kerusakan Rumah dan Magnitudo

No Nama Desa Jumlah Rumah Rusak Magnitudo% Kerusakan

RumahTingkat Bahaya

1 Panjang Baru 1906 40-60 cm 100% Tinggi

2 Krapyak Lor 1484 20-60 cm 63% Sedang

3 Panjang Wetan 516 Na 11% Rendah

4 Kandang Panjang 905 50 cm 36% Sedang

5 Bandengan 475 Na 46% Sedang

6 Pabean 801 20-30 cm 100% Tinggi

7 Degayu 70 - 46% Sedang

8 Dukuh - - 0% Rendah

Sumber: Kesbangpol dan Linmas, 2010 dan 2011 dan Analisis, 2011

Page 46: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

34 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Tabel 3.5. Tingkat Bahaya Bencana Banjir Berdasarkan Persentase Kerusakan Rumah dan Magnitudo

No Nama DesaJumlah Rumah Rusak

MagnitudoPersentase Kerusakan

Rumah

Tingkat Bahaya

1 Panjang Baru 2271 30-50 cm 100% Tinggi

2 Krapyak Lor 848 20-30 cm 36% Sedang

3 Panjang Wetan 1048 30-50 cm 23% Rendah

4 Kandang Panjang 780 30-40 cm 31% Rendah

5 Bandengan 1197 20-40 cm 100% Tinggi

6 Pabean 915 40-70 cm 100% Tinggi

7 Degayu - - 0% Rendah

8 Dukuh 220 30-40 cm 32% Rendah

Sumber: Kesbangpol dan Linmas, 2010 dan 2011 dan Analisis, 2011

Gambar 3.10. Peta Tingkat Bahaya Rob dan Banjir di KecamatanPekalongan Utara (Sumber: Analisis, 2011 )

Page 47: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 35

Bab IV

Tingkat Kerentanan Bencana Banjir dan Rob

Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor atau proses fi sik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang meningkatkan kecenderungan (susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak bahaya (ISDR 2004). Tingkat kerentanan (vulnerability) merupakan suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya ’bencana alam’, karena bencana baru akan terjadi bila ’bahaya alam’ terjadi pada ’kondisi yang rentan’, seperti yang dikemukakan Lewis (1997): ”....... Natural disasters are the interaction berween natural hazards and vulnerable condition”.Pendapat lain menyatakan bahwa kerentanan lebih menekankan aspek manusia di tingkat komunitas yang langsung berhadapan dengan ancaman (bahaya), sehingga kerentanan menjadi faktor utama dalam suatu tatanan sosial yang memiliki risiko bencana lebih tinggi apabila tidak didukung oleh kemampuan (capacity). Kapasitas (capacity) adalah suatu kombinasi antara semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004).

Kerentanan fi sik (infrastruktur) menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fi sik (infrastruktur) bila ada faktor berbahaya (hazard)tertentu. Tingkat kerentanan fi sik dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai berikut: persentase kawasan terbangun; kepadatan bangunan; persentase bangunan konstruksi darurat; jaringan listrik; rasio panjang jalan; jaringan telekomunikasi; jaringan PDAM; dan jalan kereta api. Apabila persentase dari berbagai indikator tersebut rendah,maka dikatakan wilayah tersebut rentan terhadap bencana yang ada. Kerentanan sosial menunjukkan perkiraan tingkat

Page 48: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

36 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

kerentanan terhadap keselamatan jiwa/kesehatan penduduk apabila ada bahaya. Kerentanan sosial dapat dilihat dengan menggunakan indikator, antara lain: kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua-balita dan penduduk wanita. Jika melihat kondisi sosial saat ini, terdapat bencana non-alam (manmade disaster), seperti rentannya kondisi sosial masyarakat terhadap kerusuhan, tingginya angka pengangguran, instabilitas politik, dan tekanan ekonomi. Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan ekonomi (proses ekonomi) yang terjadi bila terjadi ancaman bahaya. Indikator yang dapat kita lihat menunjukkan tingginya tingkat kerentanan ini misalnya adalah persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (sektor jasa dan distribusi) dan persentase rumah tangga miskin.Wilayah yang memiliki tingkat kerentanan yang tinggi akan berpengaruh terhadap tingginya risiko bencana yang terjadi di wilayah tersebut (BAKORNAS PBP, 2002).

Menurut letak geografi snya, Kecamatan Pekalongan Utara berada paling dekat dengan laut, sehingga rob merupakan ancaman bagi penduduk. Selain rob, banjir juga merupakan ancaman lain ketika musim penghujan tiba. Berdasarkan Data KesbangPol dan Linmas (2010), ada 7 desa yang rentan terhadap rob dan banjir, yaitu Panjang Wetan, Panjang Baru, Kandang Panjang, Bandengan, Pabean, Krapyak Lor, dan Dukuh. Kerentanan merupakan sifat/karakter dari seseorang atau kelompok dalam kapasitas untuk mengantisipasi, mengatasi, bertahan dan memperbaiki dampak bencana, termasuk faktor-faktor kombinasinya (Blaikie et.al., 1994).

Secara umum, tingkat kerentanan di Kecamatan Pekalongan Utara dikategorikan ke dalam tingkat kerentanan tinggi dan sedang (Gambar 4.1.). Tingkat kerentanan tinggi meliputi desa Bandengan, Kandang Panjang, dan Panjang Baru; sedangkan tingkat kerentanan sedang meliputi desa Panjang Wetan, Degayu, Krapyak Lor, Dukuh, dan Pabean. Penilaian tingkat kerentanan tersebut diturunkan berdasarkan berbagai indikator, yang meliputi kerentanan fi sik, ekonomi, dan sosial.

Page 49: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 37

Gambar 4.1. Peta Kerentanan di Kecamatan Pekalongan Utara (Sumber: Analisis, 2011)

A. Kerentanan Fisik (Physical Vulnerability)

Kerentaran fi sik di Kecamatan Pekalongan Utara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tingkat kerentanan fi sik tinggi dan sedang (Gambar 4.2.). Kerentanan fi sik tinggi terdapat di desa Bandengan dan Kandang Panjang; sedangkan kerentanan fi sik sedang terdapat di desa Panjang Wetan, Panjang Baru, Krapyak Lor, Pabean, Degayu, dan Dukuh Pembedaan penilaian tingkat kerentanan fi sik ini dilakukan berdasarkan perbedaan bahan material bangunan, ada/ tidaknya bangunan fi sik, dan kondisi bangunan yang ada serta perbandingan kerusakan pada bangunan-bangunan yang ada.

Page 50: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

38 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 4.2. Peta Vulnerability Fisik di Kecamatan Pekalongan Utara (Sumber: Analisis, 2011)

Indikator-indikator penilaian tingkat kerentanan fi sik dibuktikan dengan kondisi di lapangan. Macam indikator yang digunakan untuk meniai tingkat kerentanan fi sik di Kecamatan Pekalongan Utara, antara lain : kontruksi rumah, sarana umum, bangunan pelindung, dsb.

1. Konstruksi rumah

Konstruksi rumah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi adalah non permanen, sedangkan tingkat kerentanan sedang dimiliki oleh rumah yang berkonstruksi semi-permanen (Gambar 4.3.). Saat terkena banjir atau rob, rumah non permanen mengalami kerusakan sangat berat, lantai dan dinding mengalami pelapukan dan sangat lembab. Sebagian besar rumah non permanen yang mengalami kerusakan, tidak layak digunakan sebagai tempat tinggal lagi. Sementara rumah semi-permanen memiliki tingkat kerentanan sedang. Saat

Page 51: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 39

terkena banjir atau rob, dinding rumah semi-permanen lembab dan berjamur, tetapi lantai rumah tidak mengalami kerusakan yang berat.

a)

Gambar 4.3. a) kontruksi ruman permanen

Gambar 4.3. b) kontruksi ruman semi permanen

Page 52: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

40 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 4. 3. c) konstruksi rumah non permanen

2. Sarana umum

Sarana umum tingkat kerentanan fi sik diturunkan menggunakan indikator-indikator yang meliputi : jalan, sarana air bersih, sarana pendidikan dasar, sarana kesehatan, dan sarana sanitasi. Berbagai indikator tersebut dinilai berdasarkan kemungkinan kerusakan saat terkena banjir atau rob.

Kondisi jalan pada tingkat kerentanan tinggi adalah jalan tanah; sedangkan kondisi jalan yang dikatagorikan ke dalam tingkat kerentanan sedang adalah jalan konblok atau paving blok (Gambar 4.4.). Saat terkena banjir atau rob, jalan tanah akan tergenang dan tidak dapat dilalui karena ketinggian rob dapat mencapai 50-70 cm. Di beberapa desa, saat banjir atau rob melanda, jalan tidak dapat dilihat lagi. Cara yang ditempuh untuk mencapai rumah dengan menggunakan perahu kecil. Saat terkena banjir atau rob, jalan konblok atau paving blok akan tergenang dan membuat letak konblok tidak rata (jalan menjadi bergelombang).

Page 53: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 41

a)a)a)

b)

Page 54: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

42 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

c)

Gambar 4.4. Kondisi Jalan aspal (a), konblok (b), tanah (c) Sumber: Analisis, 2011

Sarana air bersih yang termasuk tingkat kerentanan tinggi adalah wilayah yang menggunakan air sungai. Hal ini dikarenakan air sungai yang ada telah tercampur air laut dan sudah tercemar oleh sampah-sampah yang terbawa saat banjir dan rob. Kondisi ini diperparah dengan pembuangan MCK (mandi, cuci, kakus) langsung ke sungai. Sementara sarana air bersih pada tingkat kerentanan sedang adalah sumur gali. Sumur gali digunakan sebagai sumber air untuk kegiatan MCK. Sumur gali biasanya dibangun dekat dengan toilet umum. Kondisi sumur gali (Gambar 4.5.) yang ada di beberapa desa tidak terawat dengan baik. Kondisi ini ditunjukkan dengan tidak adanya penutup sumur, sehingga sersahan daun ataupun sampah dapat masuk ke dalam sumur. Air yang ada di sumur gali berasa payau dengan lapisan minyak di permukaan air.

Page 55: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 43

a) b)

Gambar 4.5. Sumur Gali (a), Sungai (b), sebagai Sumber Air (Sumber: Analisis, 2011)

Sarana pendidikan dasar terdapat di sebagian besar desa di Kecamatan Pekalongan Utara. Jarak sekolah dengan permukiman penduduk juga tidak terlalu jauh dan mudah dijangkau. Banyak/sedikitnya sekolah dasar menjadi indikator yang digunakan untuk menilai tingkat kerentanan fi sik di wilayah tersebut (Gambar 4.6.). Ketersediaan fasilitas berupa sekolah dasar menunjukkan prioritas masyarakat di bidang pendidikan.

Page 56: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

44 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

a)

b)

Gambar 4.6. Sumur Gali (a), Sungai (b), sebagai Sumber Air (Sumber: Analisis, 2011)

Page 57: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 45

Sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Pekalongan Utara (Gambar 4.7.) meliputi : posyandu, puskesmas, bidan, dokter praktek, dan rumah bersalin. Banyak/ sedikitnya sarana kesehatan menjadi indikator dalam menentukan tingkat kerentanan. Semakin banyak fasilitas kesehatan yang tersedia di suatu wilayah, semakin rendah tingkat kerentanan di wilayah tersebut. Adanya sarana kesehatan akan mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan apabila terjadi bencana banjir atau rob.

Gambar 4. 7. Fasilitas Kesehatan (Sumber: Analisis, 2011)

Sarana sanitasi yang terdapat di Kecamatan Pekalongan Utara berupa toilet umum maupun saluran limbah baik yang berbentuk komunal ataupun pribadi. Sarana sanitasi komunal dibangun pada desa-desa yang terkena banjir dan rob yang sangat parah, sehingga sarana sanitasi pribadi tidak dapat dipakai. Semakin banyak sarana sanitasi, semakin rendah tingkat kerentanan masyarakat. Banyak/sedikitnya sarana sanitasi menunjukkan prioritas masyarakat di bidang kesehatan dan kebersihan lingkungannya. Sebagian penduduk yang berada di dekat sungai

Page 58: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

46 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

atau laut memiliki sarana sanitasi yang buruk karena penduduk banyak yang menggunakan sungai dan tepi laut sebagai sarana untuk kegiatan MCK (Gambar 4.8. dan Gambar 4.9.).

a)

b)

Gambar 4. 8. Toilet Umum (a), Jamban (b) Sumber: Analisis, 2011

Page 59: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 47

a)

b)

Gambar 4.IV.9. Saluran Septik Tank Terhubung dengan Sungai(a), Air Sumur (b) Sumber: Analisis, 2011

Page 60: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

48 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

3. Bangunan pelindung

Bangunan pelindung yang terdapat di Kecamatan Pekalongan Utara berupa: tanggul, pemecah gelombang (breaker water), polder, dan pintu air (Gambar 4.10.). Ada/tidaknya bangunan pelindung menjadi indikator di dalam menilai tingkat kerentanan. Semakin banyak bangunan pelindung di suatu wilayah, semakin rendah tingkat kerentanan di wilayah tersebut. Bangunan pelindung berfungsi untuk melindungi atau mengurangi atau memperlambat kerusakan yang terjadi akibat bencana.

a) b)

c)Gambar 4.10. Pintu Air (a), Tanggul (b), Tanggul di Sekeliling Rumah

(c) Sumber: Analisis, 2011

Page 61: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 49

4. Letak geografi s dan elevasi

Desa yang berada di dekat dengan sungai atau laut tentu memiliki tingkat kerentanan terhadap banjir atau rob yang lebih tinggi dibandingkan dengan desa yang berada lebih jauh dari sungai atau laut. Tingkat kerentanan berdasarkan letak geografi s dinilai dengan menggunakan indikator jauh/ dekatnya desa dengan laut atau sungai. Kondisi ini dibuktikan dengan data di lapangan yaitu dengan melihat bukti ketinggian rob atau banjir yang ada.

Beberapa desa memiliki elevasi yang sangat rendah. Perbedaan elevasi akan mempengaruhi tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap banjir dan rob. Nilai elevasi digunakan sebagai indikator dalam penilaian tingkat kerentanan karena semakin rendah elevasi suatu wilayah, menyebabkan luasan genangan semakin luas dan air yang masuk akibat rob semakin tinggi.

B. Kerentanan Sosial (Social Vulnerability)

Tingkat kerentanan sosial di Kecamatan Pekalongan Utara menggunakan indikator-indikator meliputi : komposisi penduduk, mata pencaharian, tingkat keamanan, penerimaan ASKESKIN terhadap KK, dan sistem sosial. Berdasarkan hasil penilaian, tingkat kerentanan sosial di Kecamatan Pekalongan Utara dibedakan menjadi tingkat kerentanan tinggi dan sedang. Tingkat kerentanan tinggi terdapat di desa Panjang Wetan, Krapyak Lor, dan Degayu; sedangkan tingkat kerentanan sedang terdapat di desa Panjang Baru, Kandang Panjang, Dukuh dan Pabean seperti ditunjukkan pada Gambar 4.11.

Page 62: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

50 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 4.11. Peta Vulnerability Sosial di Kecamatan Pekalongan Utara(Sumber: Analisis, 2011)

1. Komposisi penduduk

Komposisi penduduk yang digunakan sebagai indikator penilaian tingkat kerentanan meliputi penduduk usia lanjut,anak-anak,muda; komposisi antara laki-laki dan perempuan; tingkat pendidikan; kepadatan penduduk. Wilayah yang mempunyai penduduk usia lanjut dan anak-anak lebih banyak di bandingkan dengan penduduk usia muda, akan lebih rentan terhadap bencana banjir dan rob yang melanda (Gambar 4.12.)

Page 63: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 51

Gambar 4.12. Grafi k Persentase Sex Ratio di Kecamatan Pekalongan Utara Sumber: Analisis, 2011

Jika pada suatu wilayah mempunyai komposisi penduduk laki-laki lebih besar daripada penduduk perempuan, maka wilayah tersebut dikatakan lebih rentan terhadap bencana banjir dan rob. Jika penduduk suatu wilayah memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi, maka wilayah tersebut akan memiliki tingkat kerentanan yang rendah. Hal ini dikarenakan penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi akan lebih tanggap dalam merespon bencana yang terjadi. Pada wilayah yang padat penduduknya, semakin rentan wilayah tersebut terhadap banjir dan rob daripada wilayah yang jarang penduduknya (Gambar 4.13.)

Page 64: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

52 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 4.13. Grafi k Kepadatan Penduduk di Kecamatan Pekalongan Utara Sumber: Analisis, 2011

2. Mata pencaharian

Mata pencaharian yang tetap menyebabkan adanya penghasilan yang tetap pula, sedangkan mata pencaharian yang tidak tetap akan menyebabkan penghasilan yang tidak menentu. Penduduk yang memiliki mata pencaharian tetap relatif sedikit. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kecamatan Pekalongan Utara adalah nelayan. Nelayan merupakan mata pencaharian yang tidak tetap karena sangat tergantung pada musim penangkapan ikan, sedangkan saat tiba musim paceklik, para nelayan banyak yang menganggur.

3. Tingkat keamanan

Tingkat keamanan di wilayah Kecamatan Pekalongan Utara relatif tinggi. Konfl ik antar warga dan tindak kriminalitas jarang terjadi. Hal tersebut yang menyebabkan penduduk hidup rukun berdampingan di tengah bencana yang terjadi. Penilaian tingkat kerentanan dilakukan dengan menginventarisir adanya pos kampling dan keberadaan regu ronda (Gambar 4.14.)

Page 65: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 53

Gambar 4.14. Pos Ronda Sumber: Analisis, 2011

4. Penerimaan ASKESKIN terhadap KK

Penilaian tingkat kerentanan masyarakat juga dinilai menggunakan indikator penerima ASKESKIN. Sebagian besar penduduk di wilayah Kecamatan Pekalongan Utara mendapatkan ASKESKIN. Hal ini lumrah mengingat banyak penduduk yang termasuk keluarga pra-sejahtera. Semakin banyak penduduk penerima ASKESKIN, semakin rentan wilayah tersebut terhadap bencana banjir dan rob yang terjadi (Gambar 4.15.).

Page 66: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

54 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 4.15. Grafi k Persentase Penerima ASKESKIN di KecamatanPekalongan Utara Sumber: Analisis, 2011

5. Sistem sosial

Sistem sosial yang digunakan untuk menilai tingkat kerentanan wilayah di Kecamatan Pekalongan Utara meliputi ada/tidaknya kegiatan gotong royong dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya. Kegiatan gotong royong yang ada merupakan kegiatan untuk saling membantu antar warga yang terkena bencana banjir dan rob, sedangkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan biasanya diwujudkan dengan kegiatan bersih-bersih di sekitar rumah dan saluran-saluran air. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Pekalongan Utara memiliki kegiatan gotong royong, tetapi kesadaran terhadap lingkungan sangat kurang. Hal ini terlihat dari kumpulan sampah di sekitar rumah dan saluran air di lingkungan mereka tingal (gambar 4.16.).

Penilaian tingkat kerentanan sosial menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di Kecamatan Pekalongan Utara sangat rentan terhadap bencana banjir dan rob. Tingkat kerentanan sosial sebagian juga merupakan dampak dari kerentanan fi sik dan ekonomi yang ada.

Page 67: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 55

Gambar 4.16. Sampah di Sekitar Rumah (a) dan Saluran Air (b)Sumber: Analisis, 2011

Page 68: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

56 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

C. Kerentanan Ekonomi (Economic Vulnerability)

Tingkat kerentanan ekonomi di Kecamatan Pekalongan Utara dibedakan menjadi dua, yaitu tingkat kerentanan tinggi dan sedang. Tingkat kerentanan tinggi meliputi desa Bandengan, Kandang Panjang,Panjang Baru, Panjang Wetan, dan Krapyak Lor; sedangkan tingkat kerentanan sedang ada di desa Degayu, Dukuh, dan Pabean (Gambar 4.17.).

Gambar 4.17. Peta Vulnerability Ekonomi di Kecamatan Pekalongan UtaraSumber: Analisis, 2011

Indikator yang digunakan untuk menilai tingkat kerentanan ekonomi, antara lain: presentase penggunaan lahan untuk pertanian, penyokong ekonomi keluarga, dsb.

Page 69: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 57

1. Persentase Penggunaan Lahan untuk Pertanian

Pertanian merupakan mata pencaharian yang dominan bagi masyarakat Indonesia. Penggunaan lahan untuk pertanian dapat digunakan untuk menilai tingkat kerentanan ekonomi karena pertanian merupakan sektor yang menggunakan air dengan baku mutu tertentu sebagai syarat hidup dan tumbuhnya tanaman. Sektor pertanian ini biasanya berada dekat dengan sumber air. Jika sektor pertanian di suatu wilayah masih ada dan berkembang, berarti wilayah tersebut masih memiliki sumber air yang baik. Dilihat dari lokasinya, sektor pertanian sangat rentan terhadap bencana banjir dan rob. Apabila pertanian terkena banjir atau rob, maka produktivitasnya akan menurun bahkan terjadi gagal panen. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat dan dapai dihitung besaran kerugiannya. Di (Gambar 4.18.) beberapa desa di Kecamatan Pekalongan Utara masih terdapat pertanian yang berevolusi dari pertanian menggunakan air tawar menjadi pertanian air payau/asin. Meskipun produktivitasnya rendah, penduduk setempat tetap bertahan pada sektor pertanian karena merupakan warisan nenek moyang secara turun-temurun. Penilaian tingkat kerentanan ekonomi menggunakan indikator tinggi/rendahnya persentase penggunaan lahan untuk pertanian.

Page 70: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

58 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 4.18. Sawah (a)-Sawah Air Payau/Asin (b) Sumber: Analisis, 2011

Page 71: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 59

2. Penyokong Ekonomi Keluarga

Penyokong ekonomi keluarga adalah orang yang bekerja untuk menghidupi keluarganya. Penyokong ekonomi keluarga bisa kepala keluarga dan atau anggota keluarga. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Pekalongan Utara, penyokong ekonomi keluarga adalah suami atau istri sebagai kepala keluarga (Gambar 23). Anggota keluarga terkadang memiliki pekerjaan tidak tetap untuk sedikit membantu ekonomi keluarga. Ada/tidaknya penyokong ekonomi keluarga menentukan pendapatan keluarga tersebut. Hal ini akan berpengaruh terhadap kemampuan keluarga tersebut untuk kesiapan menghadapi bencana yang terjadi.

a)

Page 72: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

60 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

b)Gambar 4.19. Laki-Laki (a) dan Perempuan (b) sebagai Penyokong Ekonomi

Keluarga Sumber: Analisis, 2011

3. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan yang dinilai berdasarkan besarannya. Besarnya pendapatan akan berpengaruh terhadap kemampuan penduduk untuk memperbaiki rumah yang rusak akibat banjir dan rob. Selain itu, partisiasi masyarakat dalam memperbaiki sarana umum juga akan besar jika memiliki pendapatan yang relatif tinggi. Akan tetapi, sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pekalongan Utara memiliki pendapatan di bawah UMR, sehingga masyarakat tidak sanggup untuk memperbaiki rumah yang rusak akibat banjir dan rob. Kondisi ini membuat masyarakat sangat rentan terhadap bencana yang terjadi.

Page 73: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 61

4. Keberadaan Industri Kecil Menengah

Keberadaan indutri baik skala kecil, menengah maupun besar berarti ketersediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk. Industri yang dijumpai di Kecamatan Pekalongan Utara, antara lain : pabrik pengolahan ikan asin, pengolahan terasi, industri pemasangan payet serta industri pembuatan batik (Gambar 4.20.) dari pengamatan lapangan 2011. Akan tetapi, adanya industri di beberapa desa di Kecamatan Pekalongan Utara ternyata tidak berpengaruh nyata bagi perekonomian penduduk karena sebagian besar pekerja pabrik berasal dari luar daerah. Industri pengolahan ikan yang dahulu merupakan industri padat karya yang berkembang di Kecamatan Pekalongan Utara, sekarang ini sudah menjadi hal yang langka. Hal ini dikarenakan kelangkaan hasil perikanan. Kenyataan ini membuat perekonomian di Kecamatan Pekalongan Utara sangat terpuruk. Kondisi perekonomian yang buruk menyebabkan penduduk menjadi sangat rentan terhadap dampak yang terjadi akibat bencana banjir dan rob.

Page 74: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

62 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 4.20. Usaha Kecil Menengah

5. Pelatihan Keterampilan

Pelatihan keterampilan yang ada di Kecamatan Pekalongan meliputi: menjahit, memasak, dan lain-lain. Pelatihan ketrampilan bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan di Kecamatan Pekalongan Utara. Jika ada pelatihan keterampilan, hanya berlalu begitu saja karena keterbatasan dana untuk modal usaha.

6. Keberadaan Koperasi

Koperasi merupakan kelompok ekonomi masyarakat yang dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Ada/tidaknya koperasi mengindikasikan bahwa masyarakat setempat mempunyai dana diluar pemenuhan kebutuhan pokok, yang dikembangkan dalam bentuk usaha bersama. Wilayah yang memiliki koperasi menandakan tingkat kerentanan

Page 75: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 63

terhadap bencana rendah karena kesejahteraan masyarakatnya dinilai cukup baik. Sebagian besar wilayah di Kecamatan Pekalongan Utara tidak memiliki koperasi, sehingga tikat kerentanan wilayahnya tinggi.

Page 76: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob
Page 77: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 65

Bab V

Kapasitas Masyarakat & Lembaga Menghadapi Banjir dan Rob

Kapasitas (Coping Capacities) mengacu pada suatu cara dimana dengan cara tersebut orang atau organisasi mengunakan sumberdaya dan kapasitas untuk menghadapi dampak yang ditimbulkan bencana (De León dan JuJ, 2006). Twigg dalam Febrianti (2010) mendefi nisikan strategi (coping) sebagai tindakan dimana orang-orang bertindak dalam batasan ketersediaan sumberdaya dan harapan untuk mencapai berbagai tujuan. Hal ini dapat diekspresikan sebagai strategi bertahan, cara aktif untuk menyelesaikan masalah dan metode untuk mengelola tekanan.

Heijmans (2004) berpendapat bahwa coping strategy merupakan hasil dari proses eksperimen dan inovasi yang digunakan orang-orang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, dan kepercayaan diri yang dibutuhkan untuk membentuk dan merespon terhadap lingkungannya.

Marschiavelli (2008) mengatakan bahwa strategi seringkali diwariskan dari generasi ke generasi diantara komunitas dan rumah tangga. Selain itu, Twigg (2004) menyatakan terdapat beberapa strategi (coping) yang diterapkan dalam komunitas, antara lain:

1. strategi teknikal, mencakup membangun konstruksi dan material yang diadaptasikan dengan bahaya yang ada

2. strategi ekonomi, termasuk didalamnya diversifi kasi sumber pendapatan, dibersifi kasi produksi, simpanan dan hutang

3. strategi budaya termasuk persepsi dan pandangan religius4. strategi sosial mencakup pembangunan jaringan pertukaran, kontak

sosial dan bantuan sosial dalam keluarga yang lebih luas.

Page 78: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

66 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Salah satu komponen analisis risiko bencana adalah kemampuan pihak-pihak terkait baik itu masyarakat maupun pemerintah dalam menangani bencana. Cara pandang masyarakat dan pihak-pihak terkait di dalamnya akan memepengaruhi bagaimana mereka merespons dan mengantisipasi datangnya bencana. Mengacu pada Twigg dalam Febrianti (2010) bahwa strategi (coping) merupakan tindakan di mana orang-orang bertindak dalam batasan ketersediaan sumberdaya dan harapan untuk mencapai berbagai harapan. Masyarakat dengan keterbatasan hidup yang mereka miliki berupaya bertahan pada kondisi lingkungan yang hampir tiap hari tergenang rob dan banjir. Strategi yang dilakukan masyarakat ini secara fi sik dapat dilihat dengan peninggian lantai rumah, perubahan struktur rumah, terutama pada lantai dan teras. Selain itu, masyarakat membutuhkan anggaran ekstra dalam memperbaiki rumah mereka sehingga warga masyarakat yang mempunyai penghasilan berlebih akan mengalokasikan sebagian penghasilan untuk perbaikan rumah. Dalam sistem sosial, masyarakat juga mempunyai bentuk strategi dengan mengenali dan membaca tanda-tanda datangnya rob sehingga mereka dapat bersiap menghadapinya serta pada saat dan pasca bencana terjadi terjalin koordinasi dalam penyaluran bantuan dari pemerintah.

Kecamatan Pekalongan Utara memiliki delapan desa yang rutin dilanda rob dan banjir dengan tingkat bahaya yang bervariasi. Delapan desa tersebut adalah Desa Degayu, Desa Krapyak Lor, Desa Panjang Wetan, Desa Panjang Baru, Desa Kandang Panjang, Desa Bandengan, Desa Dukuh, dan Desa Pabean. Setiap desa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menghadapi bencana rob dan banjir.

Berdasarkan penilaian kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana (coping capacity) yang telah dilakukan, dihasilkan tingkat kemampuan dengan skala tinggi dan sedang. Secara lebih jelas, hal ini dapat dilihat pada peta copingcapacity yang dihasilkan (Gambar 5.1.). Enam desa yaitu Desa Degayu, Desa Krapyak Lor, Desa Panjang Wetan, Desa Panjang Baru, Desa Kandang Panjang, dan Desa Pabean memiliki coping capacity yang tinggi sedangkan Desa Bandengan dan Desa Dukuh memiliki coping capacity pada tingkat sedang. Hal ini berarti bahwa keenam desa yang memiliki coping capacity tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dan terencana dalam menghadapi rob dan banjir daripada Desa Bandengan dan Desa Dukuh. Tingkat coping capacity yang berbeda-beda ini

Page 79: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 67

dihasilkan dari tingkat coping capacity fi sik, sosial, dan ekonomi yang telah dianalisis sebelumnya.

Gambar 5.1. Peta Coping Capacity Delapan Desa di Pekalongan UtaraSumber: Hasil Analisis, 2011

A. Mitigasi Struktural

Mitigasi struktural menggunakan beberapa variabel yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan kesiapsiagaan warga masyarakat desa dan pemerintah desa dalam menghadapi banjir rob. Keberadaan bangunan pelindung, mekanisme perbaikan infrastruktur desa, serta bagaimana proses perbaikan dan kesiapan setiap rumah tangga dalam mengantisipasi bencana menjadi acuan dalam menentukan tingkat coping capacity fi sik.

Keberadaan bangunan pelindung yang dapat menahan air rob dan banjir agar tidak menyebar dan menyebabkan kerugian pada pemukiman warga menjadi penting. Bangunan pelindung ini dapat berupa polder, tanggul air, dan pintu

Page 80: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

68 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

air. Setiap desa mempunyai kelengkapan bangunan pelindung yang berbeda satu sama lain. Terdapat desa yang memiliki satu bangunan pelindung, tetapi terdapat desa yang mempunyai dua atau bahkan tiga jenis bangunan pelindung.

Polder merupakan salah satu bentuk bangunan yang dapat dipergunakan untuk melindungi kawasan dari kenaikan air laut. Teknologi ini sudah diterapkan di negara-negara maju seperti Belanda untuk mencegah masuknya air laut ke daratan. Di Kecamatan Pekalongan Utara, polder hanya terdapat di dua desa, yaitu di Desa Panjang Wetan dan Desa Panjang Baru. Desa yang memiliki bangunan polder akan lebih aman daripada desa-desa yang tidak memiliki bangunan tersebut. Dengan adanya polder sebagai salah satu bangunan pelindung untuk mengantasipasi datangnya rob, maka dikategorikan desa tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghadapi bencana.

Keberadaan tanggul sungai (Gambar 5.2.) menjadi salah satu kunci utama dalam menekan dampak negatif banjir rob yang melanda di Kecamatan Pekalongan Utara. Dengan keberadaan tanggul sungai ini luapan air laut yang masuk melalui aliran sungai dapat tertahan. Tanggul sungai ini dibedakan berdasarkan bahan materialnya, yaitu beton, bronjong, dan karung goni. Pemilihan material bangunan tanggul ini akan mempengaruhi ketahanan bangunan dalam menahan rob. Desa Panjang Baru, Desa Panjang Wetan, dan Desa Krapyak Lor merupakan desa-desa dengan bahaya bencana rob yang tinggi karena lokasinya yang berbatasan langsung dengan pantai. Ketiga desa tersebut mempunyai tanggul sungai yang terbuat dari beton sehingga air rob dapat ditahan agar tidak meluas sampai pemukiman warga.

Page 81: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 69

Gambar 5.2. Tanggul Sungai (ditunjukkan dengan arah tanda panah) sebagai Antisipasi Meluapnya Air Rob/Banjir di Desa Krapyak Lor Sumber: Lapangan, 2011

Pintu air yang dibangun di beberapa titik pada aliran sungai dapat menjadi pengontrol terhadap ketinggian air yang masuk ke sungai. Dengan adanya pintu air ini maka air laut yang masuk pada saat pasang akan dapat dibatasi agar jumlahnya tidak melebihi ambang batas. Hal ini sangat bermanfaat bagi desa-sesa yang dilalui oleh aliran air sungai. Desa Panjang Baru, Desa Pabean (Gambar 5.3.), Desa Bandengan, Desa Krapyak Lor, Desa Degayu dan Desa Kandang Panjang memiliki pintu air di wilayahnya. Dilihat dari kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi banjir dan rob, maka keberadaan pintu air ini dapat mengurangi imbas rob dan banjir pada area pemukiman sehingga dapat dikategorikan mempunyai coping capacity yang tinggi. Sementara itu, Desa Panjang Wetan dan Desa Dukuh tidak terdapat adanya pintu air. Dengan tidak adanya pintu air di Desa Panjang Wetan maka air rob dan banjir menggenangi sekitar 30% wilayah desa sehingga dapat dikatakan kesiapan warga dalam menghadapi rob dan banjir rendah.

Page 82: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

70 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 5.3. Pintu Air yang Tergenang Air Rob di Desa Pabean (Sumber: Lapangan, 2011)

Peninggian lantai menjadi cara paling banyak dilakukan warga untuk mengurangi mauknya air rob dan banjir sampai ke dalam rumah. Di ketujuh desa (Degayu, Krapyak Lor, Panjang Wetan, Panjang Baru, Bandengan, Pabean, dan Kandang Panjang) lazim dilakukan peninggian lantai karena tinggi air rob dan banjir yang dapat mencapai 70 sentimeter. Peninggian ini terus dilakukan seiring dengan kenaikan air rob dan banjir. Dilihat dari persiapan warga melakukan peninggian lantai ini maka antisipasi warga terhadap banjir dan rob tinggi. Sementara itu di Desa Dukuh masyarakaa tidak melakukan peninggian lantai karena daerah ini memang secara langsung tidak terkena banjir dan rob sehingga masyarakat merasa tidak perlu melakukan peninggian lantai. Seperti contoh di Gambar 5.4. di Desa Krapyak Lor.

Page 83: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 71

Gambar 5.4. Peninggian Lantai yang Dilakukan Warga Desa Krapyak Lor (Sumber: Lapangan, 2011)

Air rob yang terus-menerus menggenang sampai beberapa hari menyebabkan tanah menjadi lembab dan licin. Selain dapat mengganggu aktivitas warga, keadaan ini dapat menyebabkan gangguan penyakit karena air rob yang menggenang telah bercampur dengan air limbah, sampah dan bersifat asin. Untuk mengantisipasi hal tersebut, masyarakat di Desa Pabean, Krapyak Lor dan Kandang Panjang mengubah bahan lantai pada rumah mereka. Warga masyarakat yang dahulunya memiliki lantai tanah sekarang telah menggantinya dengan plester atau keramik. Hal ini dilakukan warga agar dapat secara mudah mengeluarkan air rob dan banjir dari dalam rumah dan menjaga agar rob dan banjir tidak sampai merusak perabot rumah tangga.

Selain itu, air rob yang bersifat korosif dan berasa asin cenderung merusak bangunan dan fasilitas publik pada desa-desa yang menjadi daerah langganan banjir rob. Salah satu upaya yang dilakukan warga masyarakat di desa-desa yang berada di Kecamatan Pekalongan Utara adalah mengubah konstruksi bangunan teras. Teras (Gambar 5.5.) menjadi bagian dari rumah yang setiap hari dapat

Page 84: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

72 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

tergenang air. Untuk mengatasi kerusakan lebih lanjut warga masyarakat di beberapa desa melakukan perubahan pada bangunan teras mereka. Perubahan materi teras ini dilakukan seiring dengan peninggian lantai dan perubahan material lantai.

Gambar 5.5. Teras yang Baru Dibangun untuk Mencegah Masuknya Air Rob di Desa Panjangwetan (Sumber: Lapangan, 2011)

Jalan-jalan yang berada di Kecamatan Pekalongan Utara merupakan infrastruktur publik yang hampir setiap hari tergenang air rob. Hal ini mengganggu lalu lintas dan kerusakan pada bangunan jalan. Untuk mengatasi hal tersebut masyarakat melakukan peninggian jalan yang dilakukan baik secara swadaya maupun dengan mengajukan bantuan kepada pemerintah. Peninggian jalan ini biasanya dilakukan dengan menimbun tanah maupun dengan penambahan lapisan aspal sehingga jalan menjadi semakin tinggi dan tidak terkena rob dan banjir. Peninggian jalan ini dilakukan di ketujuh desa, kecuali Desa Dukuh. Hal ini disebabkan jalan di Desa Dukuh yang tergenang hanya di beberapa titik saja dan tidak setiap hari tergenang.

Page 85: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 73

..

Gambar 5.6. (a). Kondisi Jalan di Desa Pabean, (b). Kondisi Jalan di Desa Bandengan Pasca Peninggian (Sumber: Lapangan, 2011)

Page 86: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

74 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Dari kedelapan desa lokasi penelitian, hanya terdapat dua desa yang telah melakukan pengerukan sungai, yaitu Desa Krapyak Lor dan Desa Pabean. Di Desa Krapyak Lor pengerukan sungai dilakukan karena desa ini dilewati sungai yang besar sehingga apabila tidak dilakukan pengerukan maka air sungai akan meluap sampai jauh ke dalam pemukiman. Sementara itu untuk di Desa Pabean pengerukan sungai menjadi salah satu faktor penting dalam pengendalian rob karena desa ini dilewati dua lairan sungai yang berbentuk melengkung mengitari desa.

Berdasarkan keberadaan tiga bangunan pelindung, cara perbaikan rumah, dan bagaimana perbaikan infrastruktur desa yang rusak akibat rob dan banjir tersebut menghasilkan tingkat kemampuan masyarakat yang berbeda. Desa Krapyak Lor, Desa Degayu, Desa Kandang Panjang, Desa Panjang Wetan, Desa Panjang Baru, dan Desa Pabean yang memiliki kelengkapan bangunan pelindung yang lengkap sehingga memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghadapi bencana rob dan banjir, sedangkan Desa Bandengan dan Desa Dukuh yang memiliki bangunan pelindung tidak lengkap menghasilkan kemampuan menghadapi bencana pada tingkat sedang. Desa Bandengan memiliki tingkat bahaya rob dan banjir tinggi karena desa ini yang merupakan desa pesisir yang langsung berbatasan dengan laut, tetapi melihat pengalaman dan kondisi infrastruktur yang ada di desa tersebut, maka dihasilkan tingkat kapasitas masyarakat dalam skala sedang dalam menghadapi bencana. Desa Dukuh memiliki kemampuan sedang dalam menghadapi bencana karena rob dan banjir pada desa ini tergolong dalam tingkat sedang. Desa ini bukan termasuk desa pesisir dan berdasarkan observasi lapangan serta data kebencanaan yang ada, rob tidak mempengaruhi aktivitas masyarakat karena air rob yang sampai pada wilayah desa hanya sebatas mengalir pada saluran-saluran drainase di beberapa titik saja.

B. Coping Capacity Sosial

Coping capacity masyarakat pada aspek sosial ini dikaji dengan menganalisis sistem sosial masyarakat dalam menghadapi rob dan banjir, terutama bagaimana masyarakat melakukan perbaikan rumah dan infrastruktur desa yang rusak terkena rob, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai rob dan banjir serta jenis bantuan pemerintah dalam membantu warga menghadapi rob dan banjir.

Page 87: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 75

Gotong royong merupakan salah satu wujud sikap tenggang rasa antar warga masyarakat yang telah mengakar kuat dalam budaya masyarakat Indonesia. Namun pada beberapa daerah tertentu gotong-royong khususnya dalam membantu warga masyarakat dalam membangun atau memperbaiki rumah terkadang tidak menjadi salah satu bentuk kebiasaan warga masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat. Sebagai desa pesisir, warga masyarakat di Kecamatan Pekalongan Utara terbiasa dalam kehidupan yang keras sehingga kemandirian mereka telah terbentuk dengan sendirinya.

Dalam upaya perbaikan infrastruktur desa, masyarakat lebih melihat bahwa infrastruktur desa merupakan sarana prasarana yang menjadi bagian dari milik bersama sehingga warga masyarakat lebih merasa ikut bertanggung jawab dan menjaganya secara bergotong royong. Hal ini terlihat pada kebiasaan masyarakat di Desa Degayu, Pabean, dan panjang Wetan yang secara bergotong-royong (Gambar 5.7.) secara swadaya bekerja bakti dalam upaya perbaikan jalan, maupun fasilitas umum lainnya.

Gambar 5.7. Gotong Royong dalam Upaya Peninggian Jalan Desa (Sumber: Lapangan, 2011)

Page 88: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

76 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Pengetahuan warga dalam mengenal datangnya suatu bencana akan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi bencana tersebut. Pengetahuan ini berkaitan dengan kebiasaan membaca tanda-tanda alam terhadap datangnya bencana tersebut. Di berbagai daerah di Indonesia kearifan lokal masyarakat setempat dalam membaca tanda-tanda alam akan datangnya bencana telah menyelamatkan nyawa banyak orang. Namun tidak semua warga masyarakat mengetahui atau mencermati tanda-tanda tersebut. Warga masyarakat di desa-desa Pekalongan Utara telah mengenal dan mencermati tanda-tanda alam tersebut. Sebagian warga mencermati datangnya angin kencang yang berhembus sekitar pukul 14.00. Angin yang bertiup dari laut tersebut mengawali datangnya air rob yang selanjutnya akan sampai ke dareah pemukiman mereka. Sebagian lain dengan mencermati penanggalan bulan terjadinya banjir rob. Mereka telah mencermati bahwa rob datang pada awal dan akhir penanggalan setiap bulannya sehingga mereka telah bersiap mengantisipasi datangnya rob pada tanggal-tanggal tersebut. Namun warga Desa Dukuh memiliki pengetahuan tersebut karena banjir rob yang terjadi tidak mengganggu aktivitas mereka.

Bantuan makanan yang datang dari berbagai instansi pemerintah dan swasta berupa bahan makanan biasanya terjadi ketika skala bencana yang terjadi sangat besar sehingga menyebabkan warga masyarakat tidak dapat bekerja dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selama ini bantuan makanan yang datang dirasakan oleh warga di desa-desa di Kecamatan Pekalongan Utara dapat mencukupi.

Bangunan material bangunan sangat dibutuhkan warga masyarakat baik dalam memperbaiki rumah maupun sarana prasarana di desa mereka. Warga masyarakat di Desa Degayu, Krapyak Lor, dan Panjang Wetan merasa bahwa bantuan material bangunan tersebut telah mencukupi untuk menutup semua kerusakan. Namun desa-desa yang terkena imbas rob lebih besar seperti Panjang Baru, Kandang Panjang, Pabean dan Bandengan merasa bahwa bantuan material tersebut tidak mencukupi untuk perbaikan. Hal ini terjadi karena tingkat kerusakan akibat rob lebih besar sehingga bantuan tersebut tidak dapat memenuhi perbaikan secara keseluruhan. Sementara bagi masyarakat Desa Dukuh merasakan bahwa bantuan material tersebut tersalurkan dalam jumlah

Page 89: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 77

yang berlebih karena skala kerusakan yang terjadi di desa tersebut sangat kecil dan tidak memerlukan bantuan material bangunan.

Bantuan tenaga dalam hal ini adalah keberadaan Taruna Tanggap Bencana (Tagana) yang siap siaga apabila banjir rob terjadi dalam skala yang besar. Keberadaan Tagana ini sangat dibutuhkan dalam mendistribusikan bantuan ke desa-desa yang membutuhkan. Selain itu Tagana juga dapat membantu dalam perbaikan fasilitas publik pada desa tersebut. Keberadaan Tagana ini tersebar di desa-desa selain Desa Degayu dan Desa Dukuh karena pada kedua desa tersebut dampak rob kecil sehingga tidak membutuhkan keberadaan Tagana baik untuk mendistribusikan bantuan maupun untuk membantu upaya perbaikan.

Berdasarkan variabel di atas maka coping capacity sosial masyarakat di kedelapan desa tersebut berbeda-beda. Ketujuh desa, yaitu Desa Bandengan, Pabean, Kandang Panjang, Panjang Baru, Krapyak Lor, Degayu, dan Panjang Wetan,kecuali Desa Dukuh, memiliki coping capacity yang tinggi dalam menghadapi bencana rob dan banjir. Hal ini berkaitan dengan frekuensi kejadian rob dan banjir yang hampir tiap hari melanda wilayah mereka. Sedangkan di Desa Dukuh masyarakat tidak mengalami dampak negatif terhadap rob dan banjir dalam skala yang tinggi dan tidak mengganggu aktivitas harian mereka sehingga dalam menyikapi dan kesiapan mereka dalam menghadapi bencana ini termasuk pada tingkat sedang. Secara lebih jelas, coping capacity sosial masyarakat dapat dilihat pada peta di bawah ini (Gambar 5.8.).

Page 90: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

78 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 5.8. Peta Coping Capacity Sosial (Sumber: Analisis, 2011)

C. Coping Capacity Ekonomi

Tingkat coping capacity ekonomi ini dianalisis berdasarkan variabel dampak rob dan banjir terhadap aktivitas perekonomian masyarakat, bentuk bantuan modal usaha dan padat karya dalam usaha perbaikan kerusakan akibat rob dan banjir serta ketersediaan anggaran untuk biaya perbaikan terhadap kerusakan rob dan banjir.

Warga masyarakat yang bermukim di semua desa yang terkena banjir rob (kecuali Desa Dukuh) merasa bahwa banjir rob yang terjadi menyebabkan terganggunya aktivitas keseharian mereka. Terganggunya aktivitas harian mereka ini menyebabkan tingkat pendapatan warga juga mengalami penurunan. Sebagai contoh warga yang memiliki usaha jasa di rumah mereka tidak dapat melakukan aktivitas apabila rumah mereka terendam banjir. Selain itu rob juga menyebabkan kerusakan pada fasilitas umum dan kendaraan bermotor yang menyebabkan lalu lintas warga masyarakat terganggu.

Page 91: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 79

Terganggunya aktivitas perekonomian masyarakat akibat banjir rob ini menyebabkan mereka harus mempunyai cadangan pekerjaan yang lain unuk dapat memenuhi kebutuhan pada saat rob terjadi. Bagi masyarakat yang bekerja pada sektor informal, pekerjaan sampingan dapat mereka lakukan pada saat rob. Hal ini berlaku pada warga masyarakat Desa Degayu, Panjang Wetan, Panjang Baru dan Bandengan yang mayoritas warganya bekerja sebagai nelayan dan pengolah aneka makanan laut. Namun bagi warga masyarakat di Desa Kandang Panjang, Pabean, dan Dukuh yang sebagian besar bekerja sebagai PNS dan pegawai swasta, pekerjaan mereka harus tetap berjalan meskipun rob melanda daerah mereka.

Adapun program padat karya dalam perbaikan fasilitas publik sebagai dampak terjadinya rob bermanfaat bagi masyarakat agar mendapatkan penghasilan tambahan selama mereka belum dapat bekerja maksimal karena adanya rob. Hal ini dirasakan oleh warga di Desa Krapyak Lor, Panjang Wetan, Pabean dan Dukuh. Bantuan yang tersalurkan dalam bentuk program padat karya juga dapat mengurangi angka pengangguran. Warga yang bekerja sebagai nelayan tetapi tidak dapat melaut pada saat musim paceklik dapat mengikuti program padat karya ini sebagai sumber pendapatan mereka. Sedangkan bentuk bantuan dengan pemberian bantuan modal usaha bagi warga korban banjir rob dirasakan oleh warga Desa Panjang Wetan dan Kandang Panjang. Dengan modal usaha ini masyarakat dapat merintis berwiraswasta dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki di daerahnya untuk dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari maupun membuka lapangan pekerjaan.

Terjadinya rob dan banjir ini menyebabkan masyarakat harus memiliki anggaran dalam upaya perbaikan terhadap kerusakan rumah dan perabot rumah tangga yang mereka miliki. Banjir dan rob yang secara rutin melanda sebagian besar desa-desa di Kecamatan Pekalongan Utara menyebabkan kerusakan pada bangunan rumah warga dan sarana prasarana desa. Biaya perbaikan yang diperlukan dalam hal ini tidak sedikit. Masyarakat membutuhkan dana yang cukup besar agar dapat membiayai seluruh kerusakan yang ada. Kerusakan terutama pada struktur dan material rumah menyebabkan warga harus menyisihkan sebagian pendapatannya untuk biaya perbaikan. Bagi masyarakat Desa Pabean dan Krapyak Lor yang mayoritas memiliki penghasilan tetap dan lebih tinggi daripada warga di desa-desa yang lain, tabungan untuk biaya perbaikan telah mereka siapkan.

Page 92: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

80 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Namun bagi masyarakat Panjang Wetan, Panjang Baru dan Bandengan dengan tingkat pendapatan yang rendah, menyisihkan sebagian tabungan adalah sesuatu yang sulit dilakukan karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari masih sulit terpenuhi. Namun bagi masyarakat di Desa Dukuh dan Degayu yang masyoritas berpendapatan tinggi, dampak rob yang tidak secara langsung merusak rumah mereka, ketersediaan tabungan sebagai cadangan biaya perbaikan dirasa tidak perlu dilakukan.

Jumlah pengeluaran yang dikeluarkan tiap warga untuk memperbaiki rumah mereka yang rusak terkena rob bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya perbaikan yang mereka lakukan dan tingkat pendapatan mereka sendiri. Bagi masyarakat Krapyak Lor dan Pabean yang memiliki pendapatan di atas rata-rata warga desa yang lain dan mengalami dampak rob yang merusak rumah mereka, pengeluaran untuk biaya perbaikan tergolong tinggi, yaitu diatas Rp 3.000.000,00. Hal ini disebabkan mereka sekaligus membuat struktur bangunan yang lebih tahan terhadap rob. Namun bagi warga masyarakat di Desa Bandengan, penghasilan mereka yang rendah menyebabkan alokasi pengeluaran untuk perbaikan kerusakan juga rendah. Rata-rata pengeluaran yang dikeluarkan warga di bawah Rp 1.000.000,00 meskipun kerusakan bangunan cukup parah. Bagi warga Desa Kandang Panjang, Panjang Baru, dan Panjang Baru pengeluaran untuk biaya perbaikan ini pada tingkat sedang yaitu Rp 1.000.000.000,00-Rp 2.000.000.000,00. Sedangkan untuk warga desa Degayu dan Desa Dukuh biaya perbaikan ini relatif tergolong rendah karena meskipun penghasilan warga tinggi, tetapi kerusakan yang terjadi tidak parah.

Berdasarkan penjelasan di atas, persebaran tingkat coping capacity ekonomi (Gambar 5.9.) yang terdapat di ke delapan desa yang ada di Pekalongan Utara memiliki tingkat coping capacity antara sedang dan tinggi. Desa Krapyak Lor, Desa Panjang Wetan dan Desa Pabean memiliki tingkat coping capacity yang tinggi sedangkan kelima desa lainnya (Desa Degayu, Panjang Baru, Kandang Panjang, Bandengan, dan Dukuh) memiliki tingkat coping capacity yang sedang.

Page 93: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Gambar 5.9. Peta Coping Capacity Ekonomi (Sumber: Analisis, 2011)

Page 94: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob
Page 95: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 83

Bab VI

Risiko Bencana Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Risiko (risk) adalah probabilitas timbulnya konsekuensi yang merusak atau kerugian yang sudah diperkirakan (hilangnya nyawa, cideranya orang-orang, terganggunya harta benda, penghidupan dan aktivitas ekonomi, atau rusaknya lingkungan) yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara bahaya yang ditimbulkan alam atau diakibatkan manusia serta kondisi yang rentan (ISDR, 2004).

Risiko merupakan variabel yang terdiri atas faktor hazard, vulnerability, dan coping capacity. Penilaian risiko dilakukan dengan menggunakan formula:

..........................(vi)

(Sumber: White et. al, 2005)

Desa yang memiliki risiko rendah adalah Kandang Panjang, Panjang Wetan, Krapyak lor, Dukuh, Degayu, dan Pabean. Desa yang memiliki risiko sedang adalah Panjang Paru. Desa yang memiliki risiko tinggi adalah Desa Bandengan. Informasi selengkapnya seperti yang disajikan pada Tabel 6.1.

Page 96: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

84 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Tabel 6.1. Tingkat Kerentanan, Coping Capacity dan Risiko Bencana di Kecamatan Pekalongan Utara

Desa Hazard Vulnerability Coping Capacity Risiko R S T R S T R S T R S T

Bandengan Kandang Panjang

Panjang Baru Panjang Wetan

Krapyak Lor Degayu Dukuh Pabean

Keterangan: R=Rendah, S=Sedang, T=Tinggi

Secara lebih jelas, peta risiko bencana rob dan banjir yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Gambar 6.1. Peta Risiko Bencana di Pekalongan Utara (Sumber: Analisis, 2011)

Page 97: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 85

Bab VII

Manajemen Risiko Bencana Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Berbagai potensi bahaya alam, termasuk rob, tidak secara langsung menyebabkan bencana yang dihadapi masyarakat. Kejadian bencana merupakan akibat dari kombinasi keterbukaan (exposed), kerentanan, dan kurangnya persiapan masyarakat terhadap potensi bencana (ISDR, 2010:5). Upaya dalam pengurangan risiko bencana haruslah memadukan upaya mitigasi dan adaptasi yang terkait langsung dengan pembangunan berkelanjutan sebagai upaya untuk mengurangi risiko terhadap kerugian dan penghidupan masyarakat serta peningkatan daya tahan (resilience) masyarakat terhadap berbagai potensi bencana.

Secara umum, terdapat empat strategi yang dilakukan masyarakat Pekalongan Utara sebagai upaya dalam mengurangi kerugian yang ditimbulkan kenaikan muka air laut, yaitu: tidak melakukan apa-apa (do nothing), strategi adaptasi, strategi perlawanan, dan strategi mundur (retreat), seperti yang ditampilkan pada Gambar 7.1.

Page 98: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

86 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

Gambar 7.1. Berbagai bentuk strategi Adaptasi yang dilakukan Masyarakat Pekalongan Utara (Sumber: Hasil Analisis, 2011)

Masyarakat di Kecamatan Pekalongan Utara yang terkena rob telah melakukan berbagai strategi adaptasi untuk dapat tinggal di daerah yang sekarang ditempati. Namun sayangnya, strategi adaptasi ini secara umum masih bersifat individual dan kelompok dalam skala kecil serta berorientasi pada upaya struktur. Masyarakat sangat bergantung pada bantuan pemerintah dalam upaya adaptasi yang dilakukan. Hal ini dikarenakan rendahnya sebagian besar kemampuan ekonomi masyarakat. Setiap kejadian bencana banjir dan rob masih disikapi masyarakat dengan berbagai upaya yang masih berorientasi emergency responsepada saat kejadian bencana, belum mencakup upaya mitigasi dan kesiapsiagaan (sebelum terjadinya bencana) serta recovery dan rencana strategis (setelah kejadian bencana) dalam upaya pengurangan dampak kerugian ekonomi, sosial,

Page 99: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 87

dan fi sik akibat bencana. Berbagai upaya ini sama sekali belum maksimal sebagai usaha dalam pengelolaan dan pengurangan risiko bencana banjir dan rob.

Pengurangan risiko bencana merupakan sebuah usaha terintegrasi yang melibatkan semua strakeholders dan sektor pembangunan untuk mengurangi besarnya kerugian akibat bencana alam, dalam hal ini adalah pengurangan besarnya kerugian sebagai akibat kenaikan muka air laut. Hal ini berarti bahwa upaya manajemen risiko bencana merupakan usaha aktif bersama pemerintah dan masyarakat. Masyarakat berusaha secara aktif mengakses berbagai informasi formal dan informal, sementara pemerintah mempersiapkan sarana, prasarana, dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan berbagai kegiatan pengurangan risiko bencana. Upaya ini juga harus dilakukan bersamaan baik secara fi sik mapun non-fi sik, melibatkan berbagai sumberdaya biotik dan kultural yang ada di wilayah kepesisiran, seperti pada Tabel 7.1.

Tabel 7.1. Berbagai Strategi Pengurangan Risiko Bencana yang dapat dilakukan dalam menghadapi Kenaikan Muka Air Laut

di Pekalongan Utara

Upaya Struktur Upaya Non-struktur 1. Perlindungan Alami Pembuatan peta rawan bencana

Mangrove, terumbu karang, gumuk pasir

Peraturan Perundangan

2. Perlindungan Buatan Penataan ruang, yang tercermin dlaam penataan penggunaan lahan, zonasi kawasan konservasi dan budidaya, pembuatan sempadan pantai dan sungai.

Pemecah gelombang, tanggul, tembok laut, rumah panggung, dan konstruksi perlindungan pantai lainnya. Terumbu karang buatan

Diseminasi informasi dan penyuluhan publik terkait upaya mitigasi bencana kepesisiran (termasuk early warning system)

Pengelolaan Kepesisiran dan kelautan yang terintegrasi dengan sektor pembangunan dan lainnya, termasuk didalamnya adalah upaya pengentasan kemiskinan.

Relokasi permukiman yang terkena rob. Sumber: Analisis, 2011

Page 100: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob
Page 101: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 89

Bab VIII

Penutup

Berdasarkan hasil analisis tingkat bahaya bencanan, kerentanan masyarakat dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana di Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan dihasilkan risiko bencana dengan katagori tinggi, yaitu : Desa Bandengan; tingkat risiko sedang yaitu : Desa Panjang Baru; tingkat risiko bencana rendah yaitu : Desa Degayu, Desa Krapyak Lor, Desa Panjang Wetan, Desa Kandang Panjang, Desa Dukuh, dan Desa Pabean.

Melihat hasil analisis risiko, Kecamatan Pekalongan Utara harus melakukan berbagai upaya penanganan bencana yang terkoordinasi secara menyeluruh dari tingkat atas sampai tingkat bawah dengan melibatkan pihak-pihak terkait di dalamnya mulai dari : Bappeda Kota Pekalongan, Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan Umum, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pertanian, Peternakan dan Kelautan serta pihak-pihak lain yang terkait di dalamnya. Selaini itu diperlukan koordinasi dalam pendistribusian bantuan baik makanan, tenaga dan material, sehingga bantuan tersebut dapat diterima seluruh korban rob dan banjir secara merata. Dan juga, diperlukan penataan ruang daerah pesisir yang mengakomodasi aspek lingkungan, sosial masyarakat, dan ekonomi secara seimbang sehingga dampak negatif rob dan banjir dapat diminimalkan.

Semoga tulisan ini dapat membantu semua pihak dalam membangun Kota Pekalongan dan bermanfaat dalam upaya menghadapi bencana Rob dan Banjir yang melanda. Terima Kasih atas semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tulisan ini.

Page 102: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob
Page 103: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 91

Daftar Pustaka

Alexander, D., 2000, Confronting Catastrophe, Terra: HertfordshireAnonim, 2010, Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Laut Kota Pekalongan

2010-2015, Dinas Pertanian, Perternakan dan Kelautan Kota Madya Pekalongan: Pekalongan

Anonim, 2009, Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota Pekalongan 2010-2015, Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kelautan Kota Madya Pekalongan: Pekalongan

Anonim, 2008, Kota Pekalongan Dalam Angka Tahun 2007, Biro Pusat Statistik Kota Pekalongan: Pekalongan

Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS PBP), 2002, Arahan Mitigasi Bencana, Jakarta

BAPPENAS, 2010, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana 2010-2012, Jakarta

Blaikie, P., Wisner B., Cannon T.; Davis I., 1994, At Risk: Natural Hazards, People’s Vulnerability and Disaster. Second Edition, Routlede: London and Newyork

Cardona, 2003, The Need for Rethinking The Concepts of Vulnerability and Risk from A Holistic Perpective: Necessary Review and Critism for E ective Risk Management.

De León, JuJ. C. V., .2006, Vulnerability A Conceptual and Methodological Review. Bornheim, Germany

Heijmans, A., 2004, From Vulnerability to Empowerment. In: Banko , G.; Frerks, G.; Hilhorst,D. (Eds.): Mapping Vulnerability, Disasters,Development,and People, Earthscan Publications, London

Page 104: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

92 • Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara

ISDR, 2004, Living with Risk. A Global Review of Disaster Reduction Initiatives.<www.unisdr.org>, 1 Juli 2011

Kesbangpol dan Linmas, 2010, Laporan Kejadian Bencana: Banjir dan Rob,Pemerintah Kota Pekalongan: Pekalongan

____________________, 2011, Laporan Kejadian Bencana: Banjir dan Rob,Pemerintah Kota Pekalongan: Pekalongan

Kotze and Holloway,1998, Reducing Risk: Participatory Learning Activities for Disaster Mitigation in Southern Africa, Durban, South Africa: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies and Department of Adult and Community Education. University of Natal (Distributed by Oxfam, UK)

Lewis, J., 1997, Development, Vulnerability, and Disaster Reducation: Bangladesh’s Cycloon Shelter Project and Their Implication, Chapter 4 in Reconstruction After Disaster: Isssues and Practices. Awotona. Adenrele.Ed. Ashgate ISBN 1-85972-551

Marschiavelli, M. I.C., 2008, Vulnerability Assesement and Coping Mecanism related to Flood in Urban Areas : A Community-Based Case Study in Kampung Melayu, Indonesia (M.Sc Thesis), Double Degree from The International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation. Enschede, The Netherland and Geo-Information for Spatial Planning and Risk Management, Faculty of Geography, Gadjah Mada University.

Smith, K. dan Petley D. N., 2009, Environmental Hazards: Assessing Risk And Reducing Disaster, Fifth Edition, Routledge: New York USA

Sumekto, D.R., 2010, Pengurangan Resiko Bencana Melalui Analisis Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat dalam Menghadapi Bencana,Disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana

Suyono, 2009, Menelusuri Sebab-sebab Banjir, Materi Kuliah Watershed System Analysis, Master Program in Planning and Management of Coastal Area and Watershed, Fakultas Geografi , Universitas Gadjah Mada, Tidak Dipublikasikan

Page 105: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob

Penilaian Multirisiko Banjir dan Rob di Kecamatan Pekalongan Utara • 93

Twigg, John., 2004, Disaster Risk reduction (Mitigation and Preparedness in Development and Emergency Programming), Good Practice Review, No. 9 March 2004 Overseas Development Institute, London.

White P., Pelling, M., Sen, K., Seddon,D., Russell, S., dan Few, R. ,2005, Disaster Risk Reduction. A Development Concern. DFID

WMO, 1999, Comprehensive Risk Assessment for Natural Hazards, World Meteorological Organization

Zein, M., 2010, A Community Based Approach to Flood Hazard and Vulnerability Assessment in Flood Prone Area. A Case Study in Kelurahan Sewu, Surakarta City, Indonesia (M.Sc Thesis), Double Degree from The International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation. Enschede. The Netherland and Geo-Information for Spatial Planning and Risk Management, Faculty of Geography, Gadjah Mada University

Page 106: 04. PENILAIAN MULTIRISIKO BANJIR DAN ROB DI …mppdas.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/penilaian-multiresiko.pdfBencana yang biasa terjadi di wilayah pesisir, antara lain: banjir rob