01 any anomali

7
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” PENGARUH ANOMALI CURAH HUJAN TERHADAP POTENSI KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DI PULAU SUMATERA Any Zubaidah 1 , Dede Dirgahayu 1 , dan Betty Sariwulan 1 1 Bidang Pemantauan Sumberdaya Alam dan Lingkungan – LAPAN Jl. LAPAN No 70, Jakarta 13710, Indonesia Telp. +62 21 8717715;8710786, Fax. +62 21 8717715 email: [email protected] Abstract Forest/land fire in Indonesia occurred every year often becomes world attention, because 10 % of the tropical forest are located in Indonesia. Sumatra island is one of regions in which forest/land fire occurred anually. Forest/land fire in Sumatra is caused by many factors, among others by the land clearing for the plantation and by drought condition. This research analyses the effect of climate factor, that is rainfall anomaly, to hotspot which commonly use as the indicator of potential forest/land fire. The periode of analyses is from January to December 2002 representing the El Nino condition (moderate). The results show that in Riau Province the number of hotspot is rapidly increasing for landcover over shrub/bush and moderately increasing over the agricultural area when rainfall anomaly between - 20 mm/month and - 50 mm/month happened at least in two consecutive months. In South Sumatra province the increase of hotspot is very steep when rainfall anomaly was between - 30 mm/month and - 40 mm/month for three consecutive months. Keyword: Hotspot, Rainfall Anomaly, Forest/land fire, South Sumatra Province and Riau Province. 1. PENDAHULUAN Kebakaran hutan/lahan yang sering terjadi pada musim kemarau setiap tahun, telah meningkat menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius dan komplek di tingkat regional, nasional dan internasional. Penyebab kebakaran hutan/lahan di Indonesia umumnya akibat pembakaran lahan yang tidak terkendali pada kegiatan konversi lahan, perladangan liar, pertanian, kecemburuan sosial, proyek transmigrasi. Faktor lain yang menjadi pemicu kebakaran adalah iklim yang ekstrim, sumber energi berupa kayu, deposit batubara dan gambut (Djoko Setijono, 2001). Kebakaran hutan besar terpicu oleh munculnya fenomena iklim El-Nino seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994, 1997 (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998). Perkembangan kebakaran tersebut memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran yang terjadi hampir di seluruh provinsi, serta tidak hanya terjadi di kawasan hutan tetapi juga di lahan non-hutan seperti lahan pertanian. Dengan cakupan kebakaran yang luas, dampak kebakaran hutan/lahan secara akumulatif tidak hanya dirasakan di sekitar lokasi kebakaran, tetapi dirasakan juga di wilayah-wilayah lainnya, bahkan dirasakan di beberapa negara tetangga. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan/lahan yang tidak terkendali cukup besar antara lain: kerugian ekonomis, kerugian ekologis, menurunnya produktifitas tanah, menurunnya keanekaragaman hayati dan estetika, berubahnya iklim mikro maupun global, terganggunya kesehatan masyarakat, terganggunya lalu lintas udara dan lain-lain. Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang selalu mengalami kebakaran hutan/lahan setiap tahun. Pada saat terjadi penyimpangan iklim yang menyebabkan kekeringan, jumlah kejadian kebakaran hutan/ lahan menjadi meningkat secara nyata (Adiningsih, 2005). Tahun 2002 merupakan tahun El Nino dengan kriteria sedang sehingga pada penelitian ini dibahas pengaruh faktor iklim, yaitu penyimpangan (anomali) curah hujan, terhadap Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005 MBA - 1

Upload: rifandry-fitra

Post on 19-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

statistik

TRANSCRIPT

Page 1: 01 Any Anomali

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

PENGARUH ANOMALI CURAH HUJAN TERHADAP POTENSI KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DI PULAU SUMATERA

Any Zubaidah1, Dede Dirgahayu1, dan Betty Sariwulan1

1Bidang Pemantauan Sumberdaya Alam dan Lingkungan – LAPAN

Jl. LAPAN No 70, Jakarta 13710, Indonesia Telp. +62 21 8717715;8710786, Fax. +62 21 8717715

email: [email protected]

Abstract

Forest/land fire in Indonesia occurred every year often becomes world attention, because 10 % of the tropical forest are located in Indonesia. Sumatra island is one of regions in which forest/land fire occurred anually. Forest/land fire in Sumatra is caused by many factors, among others by the land clearing for the plantation and by drought condition. This research analyses the effect of climate factor, that is rainfall anomaly, to hotspot which commonly use as the indicator of potential forest/land fire. The periode of analyses is from January to December 2002 representing the El Nino condition (moderate). The results show that in Riau Province the number of hotspot is rapidly increasing for landcover over shrub/bush and moderately increasing over the agricultural area when rainfall anomaly between - 20 mm/month and - 50 mm/month happened at least in two consecutive months. In South Sumatra province the increase of hotspot is very steep when rainfall anomaly was between - 30 mm/month and - 40 mm/month for three consecutive months. Keyword: Hotspot, Rainfall Anomaly, Forest/land fire, South Sumatra Province and Riau Province. 1. PENDAHULUAN Kebakaran hutan/lahan yang sering terjadi pada musim kemarau setiap tahun, telah meningkat menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius dan komplek di tingkat regional, nasional dan internasional. Penyebab kebakaran hutan/lahan di Indonesia umumnya akibat pembakaran lahan yang tidak terkendali pada kegiatan konversi lahan, perladangan liar, pertanian, kecemburuan sosial, proyek transmigrasi. Faktor lain yang menjadi pemicu kebakaran adalah iklim yang ekstrim, sumber energi berupa kayu, deposit batubara dan gambut (Djoko Setijono, 2001). Kebakaran hutan besar terpicu oleh munculnya fenomena iklim El-Nino seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994, 1997 (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998). Perkembangan kebakaran tersebut memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran yang terjadi hampir di seluruh provinsi, serta tidak hanya terjadi di kawasan hutan

tetapi juga di lahan non-hutan seperti lahan pertanian. Dengan cakupan kebakaran yang luas, dampak kebakaran hutan/lahan secara akumulatif tidak hanya dirasakan di sekitar lokasi kebakaran, tetapi dirasakan juga di wilayah-wilayah lainnya, bahkan dirasakan di beberapa negara tetangga. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan/lahan yang tidak terkendali cukup besar antara lain: kerugian ekonomis, kerugian ekologis, menurunnya produktifitas tanah, menurunnya keanekaragaman hayati dan estetika, berubahnya iklim mikro maupun global, terganggunya kesehatan masyarakat, terganggunya lalu lintas udara dan lain-lain. Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang selalu mengalami kebakaran hutan/lahan setiap tahun. Pada saat terjadi penyimpangan iklim yang menyebabkan kekeringan, jumlah kejadian kebakaran hutan/ lahan menjadi meningkat secara nyata (Adiningsih, 2005). Tahun 2002 merupakan tahun El Nino dengan kriteria sedang sehingga pada penelitian ini dibahas pengaruh faktor iklim, yaitu penyimpangan (anomali) curah hujan, terhadap

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005 MBA - 1

Page 2: 01 Any Anomali

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

titik panas (hotspot) yang biasa digunakan sebagai indikator potensi kebakaran hutan/lahan. Berdasarkan rekapitulasi pemantauan titik panas bulan Januari sampai dengan Desember 2002, konsentrasi titik panas dari bulan Januari hingga Agustus berada di provinsi Riau, bulan September hingga Desember 2002 bergeser ke provinsi Sumatera Selatan Oleh karena itu fokus penelitian dilakukan di kedua provinsi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh anomali curah hujan terhadap jumlah hotspot. 2. METODOLOGI 2.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data hotspot yang diturunkan dari data AVHRR/ NOAA-12 dan data hujan dari GPCP (Global Precipitation Climatology Project) data set. Data AVHRR/NOAA-12 mempunyai resolusi spasial sekitar 1 km. Data GPCP memiliki ukuran grid tiap 2.5°. Periode yang diamati adalah dari Januari sampai dengan Desember 2002. Data lain yang digunakan adalah penutup lahan P. Sumatera yang diolah dari citra satelit Landsat tahun 2002. Penelitian dilakukan di Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). 2.2 Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini teknik penginderaan jauh dan geographic information system (GIS) digunakan untuk: 2.2.1 Penentuan Titik Panas (Hotspot) Titik panas ditentukan menggunakan data AVHRR/NOAA-12 dengan memanfaatkan data kanal 3 (kanal inframerah sedang) dengan panjang gelombang 3,55–3,93 µm dan kanal 4 (kanal inframerah panjang) dengan panjang gelombang 10,3–11,3 µm. Algoritma yang digunakan untuk menentukan titik panas adalah : If (Tb3 > 320) and (Tb3 – Tb4 > 20 ) Then Hotspot else null .............................(2-1)

Tb3 : suhu kecerahan (brightness temperature) kanal 3 dalam derajat ( 0 ) Kelvin.

Tb4 : suhu kecerahan (brightness temperature) kanal 4 dalam derajat ( 0 ) Kelvin

2.2.2 Penentuan Anomali Curah Hujan Anomali curah hujan bulanan tahun 2002 ditentukan berdasarkan formula sebagai berikut : CHa = CHb – CHr, dimana ...............(2-2) Cha : Anomali curah hujan bulanan CHb: curah hujan bulanan CHr: curah hujan rata-rata bulanan yang diturun-

kan dari 22 tahun data (1982- 2003) Proses selanjutnya dilakukan interpolasi menggunakan metode Spline dengan type tension untuk menghasilkan resolusi spasial 5 km x 5 km. 2.2.3 Tumpang tindih antara anomali curah

hujan dengan jumlah hotspot Proses tumpang tindih (overlay) antara data anomali curah hujan dan hotspot dilakukan dengan menggunakan software ARC-View. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pemantauan Titik Panas Tahun 2002 Grafik jumlah hotspot di lima provinsi di P. Sumatera yaitu provinsi Jambi, provinsi Lampung, provinsi Sumatera Selatan, dan provinsi Riau dapat dilihat pada Gambar 1.

0

100

200

300

400

500

600

Jambi Lampung Sumut Sumsel Riau

Provinsi

Jum

lah

hots

pot

JFMAMJJASOND

Gambar 1. Jumlah hotspot di lima provinsi di P. Sumatera

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005 MBA - 2

Page 3: 01 Any Anomali

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Berdasarkan pemantauan satelit NOAA-AVHRR, jumlah hotspot yang terdeteksi di P. Sumatera pada tahun 2002 sejumlah 2481 titik panas. Titik panas tersebut tersebar hampir di seluruh provinsi, paling banyak di provinsi Riau dijumpai 1279 titik, selanjutnya provinsi Sumatera Selatan sejumlah 631 titik panas, di provinsi Lampung terpantau 182 titik panas, provinsi Jambi 172 titik panas dan provinsi Sumatera Utara sejumlah 126 hotspot, sisanya tersebar di provinsi Sumatera Barat, provinsi Nanggro Aceh Darussalam dan Bengkulu. Jumlah hotspot terdeteksi paling banyak di provinsi Riau terjadi pada bulan Maret 2002, sedangkan di provinsi Sumatera Selatan hotspot banyak dijumpai pada bulan Oktober 2002. 3.2 Anomali Curah Hujan Anomali curah hujan tahun 2002 dari bulan Januari sampai dengan Desember 2002 dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2 menunjukkan distribusi hotspot dan anomali curah hujan di P. Sumatera pada bulan Januari – Juni 2002, sedangkan Gambar 3 menunjukkan distribusi hotspot dan anomali curah hujan pada bulan Juli hingga Desember 2002. Anomali curah hujan di P. Sumatera pada tahun 2002 secara keseluruhan menunjukkan anomali curah hujan yang negatif (kering) kecuali pada bulan Juli, Nopember dan Desember 2002. Pada bulan Januari – Maret di wilayah provinsi Riau anomali curah hujan kering mencapai -55 mm/bulan. Adapun di wilayah provinsi Sumatera Selatan selama tiga bulan berturut-turut mulai bulan Agustus – Oktober 2002 mengalami anomali curah hujan yang sangat kering hingga mencapai –180 mm/bulan. Kondisi ini memicu terjadinya kebakaran yang tidak terkendali. Untuk wilayah provinsi Riau paling banyak terjadi pada bulan Januari-Maret 2002, adapun di provinsi Sumatera Selatan kebakaran hutan banyak terjadi pada bulan Agustus – Oktober 2002. 3.3 Penutup/Penggunaan Lahan P. Sumatera

Tahun 2002 Hasil klasifikasi penutup lahan di P. Sumatera tahun 2002 secara keseluruhan terdiri dari dari hutan, belukar, ladang/tegalan, mangrove, perkebunan, gambut, sawah, rawa, danau, permukiman, sungai, dan fasilitas lain. Adapun hotspot banyak terdapat pada jenis penutup lahan belukar, hutan, ladang, serta ladang bercampur

kampung. Jenis penutup lahan di lokasi penelitian dapat di lihat pada Gambar 4 untuk wilayah provinsi Riau dan Gambar 5 untuk wilayah provinsi Sumatera Selatan.

Gambar 4. Jenis penutup lahan di wilayah provinsi Riau

tahun 2002.

Gambar 5. Jenis penutup lahan di wilayah provinsi Sumatera Selatan tahun 2002.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005 MBA - 3

Page 4: 01 Any Anomali

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Jenis penutup lahan di wilayah lokasi penelitian di provinsi Riau terdiri dari belukar, hutan dan ladang, adapun di wilayah lokasi penelitian di provinsi Sumatera Selatan jenis penutup lahannya adalah belukar, belukar dan ladang pertanian serta hutan. 3.4 Pengaruh anomali curah hujan dengan

Hotspot. Fluktuasi peningkatan jumlah hotspot sejalan dengan penurunan jumlah curah hujan. Kejadian hotspot terbesar setiap bulan terjadi di Provinsi Riau pada bulan Maret 2002, sedangkan untuk provinsi Sumatera Selatan kejadian hotspot terbesar terjadi pada bulan Oktober 2002. Di wilayah provinsi Riau, jika diperhatikan anomali curah hujan pada tiga bulan berturut-turut dari bulan Januari 2002 sampai dengan Maret 2002 yaitu -50 mm/bulan hingga -20 mm/bulan (kondisi kering) dan hotspotnya mencapai jumlah paling tinggi sebesar 208 hotspot. Anomali curah hujan yang ditunjukkan pada bulan Oktober 2002 di provinsi Riau tidak begitu tinggi, pada bulan tersebut anomali kering hanya terjadi satu bulan saja (Gambar 6 dan Gambar 7).

Untuk wilayah provinsi Sumatera Selatan, anomali curah hujan kering berturut-turut selama dua bulan terjadi pada bulan Agustus 2002 sampai dengan Oktober 2002, yaitu -110 mm/bulan hingga -40 mm/bulan menunjukkan anomali yang sangat kering dan hotspotnya mencapai jumlah paling banyak sebesar 83 hotspot (Gambar 8 dan Gambar 9)

Jumlah hotspot dan anomali curah hujan di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan

10 110 0 0 0 0 0 0 00

83

020406080

100120140160180200220240260280300320340360380

J F M A M J J A S O N DBulan

Jum

lah

hot

spot

-130-120-110-100-90-80-70-60-50-40-30-20-100102030405060

An

om

ali cu

rah

hu

jan

(m

m)

Hotspot Anomali curah hujan Gambar 6. Jumlah hotspot dan anomali curah hujan di

wilayah kabupaten Dumai, provinsi Riau.

Jumlah hotspot dan anomali curah hujan di wilayah Kabupaten Dumai, Provinsi Riau

208

11

83

17 13 131 1 0 00 2

020406080

100120140160180200220240260280300320340360380

J F M A M J J A S O N DBulan

Jum

lah

hot

spot

-130-120-110-100-90-80-70-60-50-40-30-20-100102030405060

An

omal

i cu

rah

hu

jan

(m

m)

Hotspot Anomali curah hujan

Gambar 7. Jumlah hotspot dan anomali curah hujan di wilayah kabupaten Indragiri Hilir, provinsi Riau.

Jumlah hotspot dan anomali curah hujan di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau

620 14 3 0 0 0 12 12 0 0 0 -

020406080

100120140160180200220240260280300320340360380

J F M A M J J A S O N DBulan

Jum

lah

hots

pot

-130120

-110-100-90-80-70-60-50-40-30-20-100102030405060

An

om

ali

cura

h h

uja

n

(mm

)

Hotspot Anomali curah hujan Gambar 8. Jumlah hotspot dan anomali curah hujan di wilayah kabupaten Ogan Komering Ilir, provinsi Riau.

Jumlah hotspot dan anomali curah hujan

di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan

28004320000

2422

020406080

100120140160180200220240260280300320340360380

J F M A M J J A S O N DBulan

Jum

lah h

ots

pot

-130-120-110-100-90-80-70-60-50-40-30-20-100102030405060

Anom

ali cu

rah h

uja

n

(mm

)

Hotspot Anomali curah hujan

Gambar 9. Jumlah hotspot dan anomali curah hujan di wilayah kabupaten Ogan Komering Ilir, provinsi

Sumatera Selatan.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005 MBA - 4

Page 5: 01 Any Anomali

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

4. KESIMPULAN Hasil analisis menunjukkan bahwa pola pengaruh anomali curah hujan dengan hotspot di provinsi Riau dan provinsi Sumatera Selatan berbeda. Anomali curah hujan di provinsi Riau sangat sensitif terhadap jumlah hotspot, pada anomali curah hujan -10 mm/bulan sudah terlihat adanya hotspot, di provinsi Sumatera Selatan hotspot mulai terjadi pada anomali curah hujan -30 mm/bulan. Di provinsi Riau, hotspot mempunyai frekuensi tertinggi pada range anomali curah hujan -20 mm/bulan sampai dengan -30 mm/bulan, yang terjadi pada bulan Maret dengan jenis penutup lahan belukar. Di Provinsi Riau adanya anomali curah hujan -20 mm/bulan sampai dengan -50 mm/bulan tiga bulan berturut-turut kering, maka terjadi lonjakan jumlah hotspot yang sangat tajam. Adapun di provinsi Sumatera Selatan terjadi kenaikan jumlah hotspot yang sangat tajam apabila ditunjukkan adanya anomali curah hujan sebesar –30 mm/ bulan selama dua bulan berturut-turut. Frekuensi terjadinya hotspot tertinggi di provinsi Sumatera Selatan pada range anomali curah hujan

-100 mm/bulan sampai dengan -110 mm/bulan, yang terjadi pada bulan Oktober 2002 dengan jenis penutup lahan belukar. 5. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih E.S, 2005. Penyimpangan Iklim dan Resiko kebakaran hutan dan lahan di Sumatera. PhD – Thesis, Institute Pertanian Bogor, Bogor. Laporan Teknis. 2002. Pemantauan Hotspot Indikator Kebakaran Hutan/Lahan di Pulau Sumatera dan Kalimantan, Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998). Setijono D, 2001 Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia : PP. No.4/2001. Dalam Prosiding Seminar Sehari di Bandar Lampung

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005 MBA - 5

Page 6: 01 Any Anomali

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

JANUARI FEBRUARI

MARET APRIL

MEI JUNI

.Hotspot

-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Anomali curah hujan Tahun 2002

Gambar 2. Distribusi hotspot dan anomali curah hujan di P. Sumatera bulan Januari – Juni 2002

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005 MBA - 6

Page 7: 01 Any Anomali

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

JULI AGUSTUS

SEPTEMBER OKTOBER

NOPEMBER DESEMBER

.Hotspot

-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Anomali curah hujan Tahun 2002

Gambar 3. Distribusi hotspot dan anomali curah hujan di P. Sumatera bulan Juli – Desember 2002

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005 MBA - 7