#00.daftar isi rev -...

744

Upload: vutu

Post on 02-Mar-2019

493 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

i

Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Tahun 2017

26 Juli 2017

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Malang

Inovasi Teknologi Akabi Siap Mendukung Tercap

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, 2018

ii

PROSIDING Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2017 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Ketua Panitia Pengarah : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Penanggung Jawab : Kepala Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Ketua Pelaksana : Dr. Kartika Noerwijati

Penelaah : Dr. Titik Sundari Dr. Sholihin Dr. Rudi Iswanto Ir. Fachrur Rozi, MS Dr. Andy Wijanarko Dr. Runik Dyah P. Dra. Suryantini Ir. Erliana Ginting, M.Sc Eriyanto Yusnawan, Ph.D Ir. Sri Wahyuni Indiati, MS

Penyunting : Herdina Pratiwi, SP, MP. Apri Sulistyo, SP, MSi Sri Ayu Dwi Lestari, SP. Kurnia Paramita Sari, SP Afandi Kristiono, SSi Wiwit Rahajeng, SP

ISBN 978-979-1159-75-3

Cetakan Pertama, 2018 Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jl. Merdeka No. 147, Bogor, Telp. 0251-8334-089, 0251-8331-718, Fax. 0251-8312-755 E-mail: [email protected] Pencetakan buku ini dibiayai DIPA Balitkabi Tahun 2018 Index

iii

Kata Pengantar

Pemerintah telah menetapkan prioritas pembangunan pertanian menuju swa-sembada pangan untuk delapan komoditas pertanian strategis yaitu padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, tebu, dan daging sapi. Indonesia memi-liki potensi yang besar untuk pengembangan dan peningkatan produksi tanaman pangan seperti sumberdaya lahan, inovasi teknologi, dan kebijakan pemerintah, sehingga peluang untuk pengembangan dan peningkatan produksi tanaman pangan menuju swasembada dan kedaulatan pangan sangatlah besar.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan berupaya untuk menda-ratkan inovasi hasil litbang tanaman pangan guna mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan. Sampai saat ini Indonesia masih impor kedelai sekitar 70% dari ke-butuhan nasional. Laju impor kedelai selama lima tahun terakhir sekitar 3,94% per tahun. Volume impor kedelai tahun 2015 relatif tinggi yaitu sebesar 1,67 juta ton. Sedangkan laju produksi kedelai dalam negeri hanya 2,37% per tahun sehingga tidak mampu mengimbangi kebutuhan dalam negeri. Untuk mengatasi permasalahan terse-but Balitbangtan telah berupaya menyusun strategi pencapaian swasembada kedelai pada tahun 2020, yang akan dipercepat pencapaiannya pada tahun 2018.

Salah satu upaya pendaratan inovasi teknologinya, pada tanggal 26 Juli 2017, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan melalui Balitkabi menyeleng-garakan acara Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017, yang bertemakan Inovasi Teknologi Akabi Siap Mendukung Tercapainya Swa-sembada Pangan dan Kedaulatan Pangan. Seminar mengundang dua pemakalah kunci yang pakar di bidangnya yaitu Prof. Dr. Irsal Las, Pakar Agroklimat dan Pence-maran Lingkungan, dengan topik Kualitas Lahan Pertanian Indonesia dan Implika-sinya bagi Pengembangan Tanaman Aneka Kacang dan Umbi serta Dr. Bayu Krisnamurthi, Pakar Ekonomi Pertanian, yang menyampaikan topik Potensi, Tantang-an, dan Peluang Agribisnis Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Acara seminar di-rangkai dengan Launching Varietas Unggul Baru dan Inkubator Teknologi Balitkabi.

Prosiding ini berisi makalah-makalah yang telah dipresentasikan baik secara lisan (oral) maupun poster yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu berbasis komoditas aneka kacang dan umbi. Seminar diikuti oleh berbagai kalangan mulai dari peneliti, dosen, dinas, swasta, teknisi, dan mahasiswa mulai dari Aceh hingga Papua.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyukseskan acara ini. Semoga informasi yang tertuang dalam prosiding berman-faat bagi banyak pihak.

Bogor, Januari 2018 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Dr. Andriko Noto Susanto, S.P., M.P.

iv

v

Daftar Isi

Halaman

Kata Pengantar ........................................................................................ iii

Daftar Isi ................................................................................................. v-x

Makalah Utama

1 Posisi dan Keragaan Sumberdaya Lahan Pertanian dan Implikasinya bagi Pengembangan Aneka Kacang dan Umbi Irsal Las, Erna Suryani dan Anny Mulyani .......................................... 1-14

2 Tantangan Dan Peluang Agribisnis Kedelai Dan Ubi Kayu Bayu Krisnamurthi .......................................................................... 15-22

Makalah Hasil Penelitian: Kedelai

3 Pendugaan Nilai Heritabilitas Karakteristik Biji Kedelai Apri Sulistyo, Purwantoro ................................................................ 23-30

4 Galur-Galur Mutan Harapan Kedelai Umur Genjah Hasil Iradiasi Sinar Gamma Arwin dan Yuliasti ........................................................................... 31-38

5 Heterosis, Heterobeltiosis, dan Aksi Gen Beberapa Karakter Agrono-mis Kedelai Ayda Krisnawati dan M. Muchlish Adie .............................................. 39-51

6 Keragaan Galur-galur F4 Kedelai Adaptif Lahan Pasang Surut Heru Kuswantoro, Rina Artari, Agus Supeno ...................................... 52-63

7 Identifikasi Ketahanan terhadap Pecah Polong dari Beberapa Galur Harapan Kedelai M. Muchlish Adie, Ayda Krisnawati.................................................... 64-72

8 Keragaan Empat Varietas Kedelai di Lahan Rawa Lebak Dangkal Muhammad Saleh dan Herman Subagio ........................................... 73-79

9 Kultur Embrio Tanaman Kedelai Varietas Dering Rossa Yunita, Endang Gati Letari ..................................................... 80-87

10 Karakterisasi Polong dan Biji Plasma Nutfah Kedelai Koleksi Balitkabi Suhartina, Didik Sucahyono, Novita Nugrahaeni ................................ 88-100

11 Penampilan Galur Mutan Kedelai di Lokasi Lahan Masam Yuliasti, Arwin ................................................................................ 101-109

12 Kajian Efisiensi Pemupukan Fosfat (Guano) pada Tanaman Kedelai di Lahan Sawah Provinsi Aceh Abdul Azis, dan Basri A. Bakar ....................................................... 110-120

vi

13 Keefektifan Pupuk Hayati Kayabio, Kayabio Plus, dan Petrobio untuk Peningkatan Hasil Kedelai di Lahan Tegal dan Sawah Alfisol Arief Harsono, Henny Kuntyastuti, Didik Sucahyono ........................... 121-130

14 Keragaan Pertumbuhan dan Komponen Hasil Beberapa Varietas Kedelai di Lahan Kering Gunung Kidul dengan Penggunaan Mulsa Jerami Christina Astri Wirasti, Evy Pujiastuti, Sarjiman .................................. 131-142

15 Pengaruh Komposisi dan Bahan Matrikondisioning terhadap Vigor dan Pertumbuhan Benih Kedelai Didik Sucahyono ............................................................................. 143-152

16 Cara Aplikasi Isolat Rhizobium dan pengaruhnya pada VUB Kedelai di Tanah Latosol Ikhwani ......................................................................................... 153-164

17 Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Kedelai pada Berbagai Pupuk Organik Cair di Lahan Kering Beriklim Kering Nani Herawati, Awaludin Hipi, Ai Rosah Aisah, Tantawizal .................. 165-174

18 Karakter Fisiologi Kedelai Toleran Cekaman Salinitas Runik Dyah Purwaningrahayu dan A. Taufiq ...................................... 175-186

19 Karakter Morfologi Empat Genotipe Kedelai pada Beberapa Level Kadar Lengas Tanah Siti Muzaiyanah, H. Pratiwi, A. Taufiq, T. Sundari ............................... 187-197

20 Beberapa Sifat Kimia Tanah Inceptisol dan Hasil Kedelai (Glycine max L.) Akibat Pemberian Bahan Amelioran Rija Sudirja, Benny Joy, Anni Yuniarti, Emma Trinurani, Oviyanti Mulyani, dan Arini Mushfiroh ............................................................ 198-205

21 Pengaruh Residu Pupuk KCl terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai dan Kacang Tanah di Tanah Vertisol Sri Ayu Dwi lestari, Runik Dyah Purwaningrahayu, Henny Kuntyastuti . 206-213

22 Respons Tanaman Kedelai terhadap Waktu Pemangkasan Pucuk Sutrisno dan Andy Wijanarko ........................................................... 214-222

23 Pengaruh Musim Tanam dan Varietas Kedelai terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Kabupaten Lombok Tengah Tantawizal, Nani Herawati, Awaludin Hipi ......................................... 223-228

24 Pengaruh Penggunaan Difenokonazol terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai

Yuliana Susanti, Hiryana Windiyani, Awaludin Hipi, Nani Herawati ....... 229-235

25 Pengaruh Pemupukan terhadap Tiga Varietas Kedelai di Lahan Sawah dan Lahan Kering Zainal Arifin, Indriana RD ................................................................ 236-246

vii

26 Identifikasi Genotipe Kedelai Tahan Spodoptera litura dengan Metode Pemilihan Inang Marida Santi Yudha Ika Bayu, Ayda Krisnawati, M. Muchlish Adie ........ 247-257

27 Intensitas Serangan Ulat Grayak Spodoptera litura F. pada Genotipe Kedelai Kurnia Paramita S, Gatut Wahyu A S, Heru Kuswantoro ..................... 258-266

28 Kajian Penggunaan Nigarin sebagai Penggumpal pada Pengolahan Tahu Berbahan Baku Kedelai Varietas Unggul dan Impor Erni Apriyati, Purwaningsih, Nurdeana C., Yeyen P.W. ....................... 267-274

29 Sifat Fisik dan Kimia Varietas Kedelai Toleran Naungan Dena 2 dan Kualitas Susu yang Dihasilkan

Joko Susilo Utomo, Rahmi Yulifianti .................................................. 275-283

30 Karakterisasi Fisik dan Kimia Genotipe Kedelai Hitam dan Kaya Iso-flavon Untuk Bahan Pangan Rahmi Yulifianti, Erliana Ginting ....................................................... 284-295

31 Pengembangan Model Simulasi Potensi Hasil Kedelai Berbasis Web (Sucsoy.Ins) I K. Tastra, B.S. Kuntjoro, dan F.R. Abadi ......................................... 296-313

32 Introduksi Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo Jagung-Kedelai pada Lahan Sawah di Kabupaten Seluma Herlena Bidi Astuti, Rudi Hartono, Siti Mutmaidah .............................. 314-321

33 Potensi Pengembangan Produk Olahan Kedelai untuk Pemenuhan Kebutuhan Gizi Masyarakat Ruly Krisdiana ................................................................................ 322-331

34 Efisiensi Pemanfaatan Lahan untuk Memaksimalkan Pendapatan dengan Pola Tumpangsari Jagung dan Kedelai Siti Mutmaidah, Titik Sundari ........................................................... 332-340

Makalah Hasil Penelitian: Kacang Tanah

35 Pengamatan Sifat Agronomi dan Pengujian Aflatoksin terhadap Galur-galur Mutan Harapan Tanaman Kacang Tanah (Arachys hypogaea L. Merr) di Karanganyar, Jawa Tengah Lilik Harsanti dan Parno .................................................................. 341-353

36 Toleransi Genotipe Kacang Tanah terhadap Salinitas Trustinah dan Astanto Kasno ........................................................... 354-363

37 Interaksi Galur dan Lingkungan Galur-Galur Kacang Tanah Harapan Tahan Penyakit Bercak dan Karat Daun Joko Purnomo, A.A. Rahmianna, Novita Nugrahaeni .......................... 364-377

viii

38 Keragaman Karakter Agronomi pada Plasma Nutfah Kacang Tanah Tahan Penyakit Daun Novita Nugrahaeni, Herdina Pratiwi .................................................. 378-388

39 Karakter Fenotipik Galur Kacang Tanah Generasi F7-F8 dan Korelasinya terhadap Hasil Joko Purnomo, A.A. Rahmianna, Novita Nugrahaeni .......................... 389-395

40 Implikasi Sifat Fisika dan Kimiawi Tanah pada Ketinggian yang Berbeda terhadap Budidaya Kacang Tanah di Sumba Timur, NTT Andy Wijanarko, A.A. Rahmianna ..................................................... 396-404

41 Keefektifan Beberapa Macam Pupuk Hayati untuk Peningkatan Hasil Kacang Tanah di Tanah Alfisol Henny Kuntyastuti, Didik Sucahyono, Arief Harsono ........................... 405-414

42 Pengaruh Lengas Tanah terhadap Tingkat Klorosis pada Kacang Tanah di Tanah Alkalis Herdina Pratiwi, Abdullah Taufiq ...................................................... 415-427

43 Uji Efektivitas Pupuk Majemuk NPK pada Tanaman Kacang Tanah di Sumatera Utara Siti Maryam Harahap, Idri Hastuty Siregar ...................................... 428-435

44 Pengaruh Dosis Pupuk Majemuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah di Sumatera Utara Siti Maryam Harahap, Timbul Marbun ............................................... 436-443

45 Penggunaan Pembenah Tanah dan Pupuk Hayati untuk Meningkat-kan Produktivitas Kacang Tanah di Alfisol Marginal Suryantini ...................................................................................... 444-453

46 Seleksi Isolat Bakteri Endofit Indigenos untuk Meningkatkan Per-tumbuhan Tanaman Kacang Tanah Yulmira Yanti .................................................................................. 454-461

47 Status Penyakit Utama Pada Tanaman Kacang Tanah dan Kacang Hijau di Lahan Sub Optimal Jawa Timur Mudji Rahayu dan Sumartini ............................................................ 462-471

48 Pengaruh Cara Pengeringan dan Proses Pengepresan terhadap Mutu Tepung Kacang Tanah Nugroho Siswanto, Yeyen Prestyaning Wanito ................................... 472-481

Makalah Hasil Penelitian: Kacang Hijau

49 Keragaan Lima Varietas Kacang Hijau (Vigna radiata L.) di Lahan Rawa Lebak Dangkal Muhammad Saleh dan Rusmila Agustina ........................................... 482-487

ix

50 Tanggap Kacang Hijau terhadap Amelioran dan Pemulsaan di Tanah Salin Abdullah Taufiq, Andy Wijanarko dan Afandi Kristiono ....................... 488-501

51 Prospek Usahatani Kacang Hijau dalam Pemanfaatan Lahan di antara

Pertanaman Kelapa pada Wilayah Perbatasan Merauke Papua Fransiskus Palobo, Edison Ayakeding, Yuliantoro Baliadi ..................... 502-509

Makalah Hasil Penelitian: Ubi Kayu

52 Karakterisasi Agronomis Ubi Kayu Lokal Maluku Utara Bayu Suwitono, Indra Heru Hendaru, Pratanti Haksiwi Putri ................ 510-517

53 Stabilitas Klon-Klon Harapan Ubi Kayu Berdasarkan Sifat Kimia Umbi Kartika Noerwijati dan Erliana Ginting ............................................... 518-528

54 Keragaman Kandidat Mutan (Putative) Ubi Kayu (M1V3) Hasil Irradiasi Sinar Gamma dan Klon Asalnya (UJ5) Sholihin dan M Rahayu .................................................................... 529-538

55 Keragaman Karakter Agronomis Klon-Klon Ubi Kayu Terinduksi Mutasi pada Uji Daya Hasil Pendahuluan Tinuk Sri Wahyuni .......................................................................... 539-551

56 Telaah Hubungan Karakter Morfologis Tanaman dengan Hasil Umbi Ubi Kayu (Manihot esculenta Cranzt.) Berumur Genjah Tinuk Sri Wahyuni dan Sholihin ........................................................ 552-563

57 Respons Agronomi Varietas Ubi Kayu Tanam Baris Ganda pada Sistem Tumpangsari di Lahan Kering Kabupaten Gunungkidul DI Yogyakarta Charisnalia listyowati, Sutarno ......................................................... 564-573

58 Studi Pertumbuhan Ubi Kayu (Manihot utilissima) Metode Bud Chips dengan Perlakuan Hot Water Treatment dan Hormon Pertumbuhan Alami Sunandar, Nova Anggraeni, Ahmad Nur Ahid Faizin, Ali Ikhwan .......... 574-584

59 Preferensi dan Keputusan Petani terhadap Pilihan Karakteristik Varietas Unggul Ubi kayu di Lahan Pasang Surut Nila Prasetiaswati dan Dian Adi Anggraeni Elisabeth .......................... 585-595

60 Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Kayu Skala Rumah Tangga di Kabupaten Bengkulu Tengah Andi Ishak, J. Firison, K. Dinata, S. Mutmaidah .................................. 596-607

Makalah Hasil Penelitian: Ubi Jalar

61 Penampilan Hasil dan Karakter Agronomis Ubi Jalar Ungu Joko Restuono, Febria C I, dan Wiwit R ............................................ 608-618

x

62 Keragaan Karakter Agronomis dan Hubungan Antara Hasil dan Komponen Hasil Klon-Klon Harapan Ubi Jalar Wiwit Rahajeng, Joko Restuono, Purwono ......................................... 619-631

63 Tingkat Kerusakan Plasma Nutfah Ubi Jalar terhadap Hama Tungau Puru, Eriophyes gastrotrichus SW. Indiati, W. Rahajeng, M Rahayu ................................................ 632-647

Makalah Hasil Penelitian: Aneka Kacang dan Umbi

64 Identifikasi Teknologi Budidaya Koro Pedang di Lahan Kering Astanto Kasno, Trustinah, Andi Wijanarko ....................................... 648-657

65 Keragaan Lima Aksesi Kacang Koro (Phaseolus lunatus L.) pada Dua Kondisi Pemupukan Rina Artari, Pratanti Haksiwi Putri ..................................................... 658-665

66 Pengaruh Pemangkasan dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Koro Pedang (Canavalia ensiformis (L.)) Muchdar Soedarjo ........................................................................... 666-676

67 Kuantifikasi Metabolit Sekunder pada Ekstrak Kecambah Kacang Hijau, Kacang Tunggak, dan Kacang Tanah dengan Teknik GC-MS Sunandar, Nova Anggraeni, Ahmad Nur Ahid Faizin dan Ali Ikhwan ..... 677-683

68 Pengaruh Pupuk Kandang Kotoran Ayam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Talas Lokal (Colocasia esculenta L. Shott) pada Ultisol di Kalimantan Barat Agus Subekti, Dadan Permana, Tinuk Sri Wahyuni ............................. 684-693

69 Formulasi Minuman Serbuk Berbasis Pati Talas dan Tepung Ubi Jalar N. Nurhayati, Naili Mawadatur Rohmah, Miftahul Choiron ................... 694-705

70 Kinerja DataLogger DATATAKER DT80 Menggunakan Dua Jenis Termokel Tipe K pada Pengukuran Sifat Termal Bahan Pertanian F.R. Abadi dan I K. Tastra ............................................................... 706-716

71 Faktor yang Mempengaruhi Ketertarikan UMKM untuk Mengadopsi Hasil Introduksi Pengolahan Produk Pangan Berbasis Akabi sebagai Usaha Komersial Baru Dian Adi Anggraeni Elisabeth, Erliana Ginting .................................... 717-728

Lampiran:

Daftar Peserta ................................................................................ 729-732

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 1

Posisi dan Keragaan Sumberdaya Lahan Pertanian dan Implikasinya Bagi Pengembangan Aneka Kacang dan Umbi

Irsal Las1), Erna Suryani2) dan Anny Mulyani2) 1) FKPR Balitbangtan/Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian

2)Balai Besar Litbang Sumber Daya Pertanian

ABSTRAK

Walaupun sejak beberapa tahun terakhir hanya kedelai yang termasuk komoditas strategis dalam core program pembangunan pertanian, namun secara sosial dan ekonomi sebagian besar tanaman aneka kacang dan umbi tetap strategis sebagai pendukung ket-ahanan pangan, kesejahteraan petani, dan industri pangan. Tanaman aneka kacang dan umbi di lahan sawah sebagian besar diusahakan setelah padi, dan di lahan kering meru-pakan tanaman utama. Gencarnya upaya peningkatan produksi padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, dan tebu yang mengutamakan penggunaan lahan sawah, upaya peningkatan produksi dan pengembangan tanaman aneka kacang dan umbi ke depan seyogianya lebih arahkan pada lahan kering dan lahan suboptimal lainnya. Sistem penge-lolaan lahan kering dapat dibedakan atas lahan tegalan atau huma (aneka tanaman), lahan berkawasan atau penggunaan khusus seperti perkebunan dan HTI, serta lahan di kawasan hutan. Secara teknis, lahan kering dibedakan atas: (a) lahan kering beriklim basah yang umumnya berupa lahan kering masam dengan tingkat kesuburan rendah, (b) lahan kering dataran tinggi dengan kendala suhu rendah dan berlereng, serta (c) lahan kering beriklim kering dengan kendala utama minimnya ketersediaan air dan tanah dangkal dan berbatu. Produktivitas dan produksi tanaman aneka kacang dan umbi pada lahan kering eksisting umumnya rendah dan potensial dapat ditingkatkan, baik melalui intensifikasi maupun diversifikasi komoditas dan varietas. Untuk itu, adanya terobosan inovasi (tekno-logi) sangat dibutuhkan. Luas lahan kering "potensial tersedia" yang berpeluang dapat di-manfaatkan untuk pengembangan tanaman aneka kacang dan umbi adalah 7,4 juta ha dari 24,8 juta ha lahan kering potensial tersedia untuk pertanian. Berdasarkan karakteristik, potensi, dan kendala pemanfaatannya, strategi utama pemanfaatan lahan kering adalah: (1) untuk intensifikasi dan diversifikasi komoditas dengan pendekatan sistem usaha perta-nian (SUP) inovatif dengan beberapa ciri, yakni integrasi komoditas, inovasi dan teknologi unggul, pendekatan agribisnis dan kelembagaan; (2) dalam rangka ekstensifikasi, juga me-nerapkan SUP invatif, namun berbasis pengembangan kawasan/wilayah menuju pertanian moderen. Pada opsi terakhir, dukungan kebijakan khusus dalam tata kelola lahan untuk pengembangan kawasan khusus sangat penting, terutama dalam pemanfaatan lahan non-APL potensial.

ABSTRACT

Although only soybeans have been included in strategic commodities in the core of agriculture development programs since the last few years, most of legume and tuber crops are still strategically important to support food security and the welfare of small farmers and the food industries. Legume and tuber crops in wet land were mostly grown following rice and in the dry land are the main crop. The very intense efforts were done to increase the

2 Las et al.: Posisi, Keragaan Sumberdaya Lahan, dan Implikasi Pengembangan Akabi

production of rice, corn, soybeans, chili, onion and sugar cane that prioritie the use of wet lands, thefore the effort to increase the production and development of legume and tuber crops in the future should be directed to dry land and other sub-optimal land. The dry land management system is distinguished on moor or huma (various crops) fields, terrestrial lands or special used such as plantations and HTIs, as well as land in forest areas. Dry land is distinguished technically on: (a) wet dry land which is generally in the form of acid dry land with low fertility level, (b) highland dry land with dry climate with low temperature and slope constraints, and (c ) dryland land with major constraints for lack of water availability and physical condition of land due to shallow and rocky soils. Generally, the productivity and production of legume and tuber crops on the existing dry land are still low and it is potential to be improved both through intensification and diversification of commodities and varieties. For that, the breakthrough of innovation (technology) is needed. The avai-lability of "potential" dry land that is likely to be used for the development of legume and tuber crops as a new field of approximately 7.4 million ha of 24.8 million ha of potential available agriculture dryland. Based on the characteristics, potentials and constraints of dry land, the main strategic of dry land use are: (1) for intensification and diversification of commodities with the support of innovative approaches to farming systems (SUP) with several features, namely commodity integration, innovation and superior technology, agri-business and institutions; (2) in the framework of extensification, it is needed to implemen innovative SUP, however, it should be based on the development of the region to modern agriculture. In last option, the support of specific policies in land governance for the deve-lopment of special areas is very important, especially in the use of potential non-APL land.

PENDAHULUAN

Tantangan pembangunan pertanian di Indonesia ke depan diantaranya adalah jumlah penduduk yang terus bertambah yang dewasa ini sudah menyentuh angka 258 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,36% per tahun (BPS 2017), diikuti oleh arus urbanisasi dan peningkatan kesejahteraan yang mendorong perubahan pola konsumsi pangan. Hal ini berdampak terhadap peningkatan permintaan pangan, baik kuantititas dan keragaman, maupun kualitas dan mutu, termasuk gizi yang mendorong peningkatan ketergantungan terhadap pangan impor (food trap) seperti kedelai. Di sisi lain, sistem produksi pangan nasional juga menghadapi beb-erapa tantangan, antara lain konversi lahan pertanian 96.500 ha/tahun dan belum terkendali sepenuhnya (Mulyani et al. 2014), akses yang rendah terhadap sumber pembiayaan, teknologi, informasi pasar, dan dampak negatif perubahan iklim global.

Dikaitkan dengan gagasan "Indonesia Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045" (LPD-45), khususnya mendukung pembangunan pertanian berorientasi ekspor (LPBE) di wilayah perbatasan, pengembangan berbagai jenis tanaman aneka kacang dan umbi sangat relevan dan strategis. Orientasi LPBE adalah pengem-bangan sistem sistem pertanian modern berbasis kawasan bermuatan inovasi unggul. Untuk itu, pengembangan inovasi tanaman aneka kacang dan umbi ke depan harus berbasis bioscience, termasuk bioproses dan bioenergi. Dalam hal ini,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 3

pemanfaatan biodeversity melalui teknologi rekayasa genetik menjadi tumpuan utama, yang didukung oleh teknologi produksi dan teknologi proses.

Di era globalisasi, produksi pangan nasional juga dituntut untuk: (a) berdaya saing tinggi, terutama dalam mengantisipasi pasar bebas AEC (ASEAN Economic Community 2015), dimana Indonesia termasuk target pasar bebas; (b) memper-cepat diversifikasi pangan guna mengurangi konsumsi beras dan tepung terigu; dan (c) mampu mendukung peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Walaupun sejak beberapa tahun terakhir hanya kedelai yang termasuk komoditas strategis core program pembangunan pertanian, khususnya swasembada dan kedaulatan pangan 2015-2019, namun secara sosial dan ekonomi sebagian besar komoditas pangan tetap berperan penting dan strategis mendukung ketahanan pangan, pengembangan industri pangan, dan kesejahteraan jutaan petani.

Sesuai dengan sebutannya "palawija" atau tanaman pangan kelas dua (secon-dary crop), memang diusahakan setelah padi di lahan sawah, tetapi di lahan kering tanaman aneka kacang dan umbi (AKABI) sering dijadikan sebagai tanam-an utama atau tanaman pokok. Produksi kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau dalam beberapa tahun terakhir cenderung turun, hanya ubi jalar dan ubi kayu yang terus meningkat. Penurunan produksi aneka kacang tersebut terutama dise-babkan oleh penurunan luas areal tanam. Di sisi lain, produktivitas palawija umumnya terus meningkat setiap tahun dengan laju 0,82% untuk kacang tanah, 7,16% untuk ubi jalar, dan 2,47% untuk kedelai (Tabel 1).

Faktor menonjol yang menentukan sistem produksi tanaman AKABI adalah aspek sosial ekonomi dan daya saing komoditas sehingga menggairahkan petani untuk mengusahakannya dari tahun ke tahun. Daya saing suatu komoditas tidak hanya terkait dengan aspek ekonomi atau keuntungan yang akan diperoleh petani, tetapi juga kompetisi penggunaan lahan, terutama lahan sawah yang ber-irisan dengan kebijakan dan prioritas program pemerintah dalam memacu pro-duksi padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, dan tebu sebagai komoditas strategis. Namun, dari sisi teknologi dan inovasi terdapat dinamika positif sistem usahatani AKABI. Hal ini terindikasi dari laju pertumbuan produktivitas hampir semua komoditas AKABI yang selalu meningkat sejak beberapa tahun terakhir.

Tabel 1. Produksi, luas tanam, dan produkivitas komodtas AKABI pada tahun 2015

Komoditas Produksi Luas tanam Produktivitas

(juta ton) Laju (%) (000 ha) Laju (%) (kw/ha) Laju (%) Kedelai 0,85 0,88 603 -2,63 14,30 2,47 Kacang tanah 0,71 -6,10 549 -4,76 12,91 0,82 Kacang hijau 0,27 -2,74 88 -10,90 11,49 1,15 Ubi kayu 24,13 0,67 1.127 -2,31 214,41 3,11 Ubi jalar 2,30 3,79 171 -3,49 134,79 7,16

Sumber: Puslitbangtan (2017).

4 Las et al.: Posisi, Keragaan Sumberdaya Lahan, dan Implikasi Pengembangan Akabi

Secara nasional, target laju pertumbuhan produksi komoditas AKABI hingga tahun 2019 adalah 2,3% kedelai, 1,75% kacang tanah, 1,50% kacang hijau, 2,04% ubi kayu, dan 1,85% ubi jalar per tahun. Dalam 3-4 tahun terakhir laju per-tumbuhan produksi kelima komoditas tersebut adalah 0,85% kedelai, 0,71% kacang tanah, 0,27% kacang hijau, 24,13% ubi kayu, dan 2,3% ubi jalar. Hal ini terkait dengan peningkatan produktivitas melalui dukungan inovasi teknologi dan sarana produksi. Kondisi tersebut selaras dengan RPJMN pembangunan nasional dengan penekanan pada pembangunan kompetitif perekonomian berbasis sum-berdaya alam yang tersedia, sumberdaya manusia berkualitas, dan kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)".

Dengan demikian, posisi inovasi dan teknologi hasil penelitian Balitbangtan, khususnya Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) menjadi semakin strategis dan dibutuhkan. Dalam aspek lain, penyediaan lahan eksisting maupun lahan bukaan baru juga menjadi fokus perhatian, dengan mengidenti-fikasi lahan potensial tersedia yang sebagian besar adalah bersifat suboptimal. Kenyataan menunjukkan pengembangan tanaman AKABI pada lahan sawah semakinberat. Oleh sebab itu, upaya peningkatan komoditas AKABI kedepan dia-rahkan pada lahan kering, baik dalam konteks daya saing maupun peningkatan produktivitas dan luas tanam.

Makalah ini membahas beberapa aspek teknis yang terkait dengan kondisi dan potensi sumberdaya lahan, terutama lahan kering, baik lahan kering masam maupun lahan kering beriklim kering, serta arah dan strategi pengembangan tek-nologi dan inovasi tanaman AKABI, khususnya aspek sumberdaya lahan, air, dan iklim.

STATUS DAN PROBLEMA SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Hingga saat ini produksi pangan nasional ditopang oleh hanya 37,0 juta ha lahan pertanian yang terdiri atas 8,1 juta ha lahan sawah, 17 juta ha tegalan, ladang, huma, dan 11,9 juta ha lahan sementara yang tidak diusahakan (Kemen-tan 2016). Selain itu, masih terdapat lahan perkebunan sekitar 23 juta ha yang didominasi oleh perkebunan kalapa sawit (BPS 2017). Itupun tidak semuanya dapat efektif digunakan untuk tanaman pangan, tetapi sebagian (kecuali lahan sawah), dan berasosiasi dengan komoditas perkebunan. Selain itu, lahan tersebut tidak dapat sepanjang tahun diusahakan untuk tanaman pangan terkait dengan musim dan ketersediaan air. Sementara itu, laju permintaan terhadap produk per-tanian yang terus meningkat membawa konsekuensi logis terhadap peningkatan kebutuhan lahan pertanian, padahal di sisi lain terdapat berbagai permasalahan dalam pemanfaatan sumber daya lahan, baik secara biofisik, sosial-ekonomi maupun regulasi-kebijakan.

Menjelang satu abad kemerdekaan RI pada tahun 2045 diperlukan tambahan lahan sekitar 14,8 juta ha yang terdiri atas 4,9 juta ha lahan sawah (Ritung dan Amien 2010), 8,7 juta ha lahan kering (Sukarman dan Suharta 2010), dan 1,2 juta

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 5

ha lahan rawa (Sumarno dan Suharta 2010). Kenyataannya, lahan subur sudah sangat terbatas. Selain aspek legal dan kepemilikan, secara biofisik dan teknis terdapat empat masalah utama dalam pemanfaatan dan pengembangan sumber daya lahan di Indonesia, yakni: (a) konversi lahan sawah produktif sulit dihindari karena berbagai kebutuhan dan perkembangan ekonomi (infrastruktur, peru-mahan, industri); (b) fragmentasi lahan pertanian akibat sistem kepemilikan yang berlaku di Indonesia menyebabkan tingkat kepemilikan lahan menjadi semakin sempit yang mendorong peningkatkan jumlah petani gurem, terutama di Pulau Jawa; (c) perubahan iklim sebagai derivasi dari pemanasan global berdampak terhadap semakin sering dan meluasnya bencana banjir dan kekeringan, pening-katan suhu dan muka air laut; dan (d) degradasi sumber daya lahan, air, dan ling-kungan, terutama penurunan tingkat kesuburan tanah, erosi, longsor, pencemaran, dan permasalahan lainnya. Keempat permasalahan biofisik tersebut mendorong upaya simultan dua pendekatan dalam pemanfaatan sumberdaya lahan pertanian, yaitu: (a) optimalisasi lahan eksisting yang dibarengi dengan (b) perluasan areal pertanian baru dengan dukungan teknologi inovatif dan kebijakan. Secara teknis, potensi peningkatan produktivitas lahan eksisting masih memungkinkan pada kon-disi tertentu, terutama pada lahan sawah intensif di Jawa dengan berbagai kendala dan tantangan. Begitu juga optimalisasi lahan pertanian eksisting pada lahan kering, seyogianya lebih ditujukan untuk pemanfaatan dan konservasi lahan dan tata air berbasis model usaha tani terintegrasi, sebagaimana halnya pertanian bio-industri yang memerlukan dukungan inovasi pertanian dan teknologi maju. Oleh sebab itu, entry point optimalisasi lahan eksisting adalah inovasi berbasis IPTEK maju berbasis bioscience dan bioengineering.

Kondisi lahan cadangan pertanian masa depan yang sebagian besar bersifat suboptimal mempunyai berbagai kendala, sehingga pengembangannya diarahkan untuk memperbaiki beberapa aspek, yaitu produktivitas, efisiensi produksi, kelesta-rian sumber daya dan lingkungan, serta kesejahteraan petani. Bahkan saat ini seluas 15% lahan sawah eksisting dan 60% lahan pertanian lainnya merupakan lahan suboptimal yang potensial, produktif, dan sudah berkontribusi nyata ter-hadap ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi lahan suboptimal terhadap produksi pangan nasional berkisar antara 50-55% terhadap pengembangan berbagai komoditas, termasuk tanaman pangan.

Ketersediaan lahan potensial untuk pengembangan pertanian ke depan diperki-rakan sekitar 34,7 juta ha dan 15,01 juta ha di antaranya cocok untuk tanaman pangan (Ritung et al. 2015). Namun sebagian besar lahan cadangan untuk pangan masa depan berupa lahan suboptimal dengan berbagai keunikan dan keter-batasan. Sekitar 50% lahan suboptimal adalah lahan kering (122 juta ha) yang terdiri atas lahan kering masam (LKM) seluas 108,8 ha dan lahan kering iklim kering (LKIK) seluas 13,3 juta ha (Mulyani dan Sarwani 2013). Lahan kering masam kebanyakan berhimpitan dengan wilayah beriklim basah dengan curah hujan lebih dari 2.000 mm/tahun dengan musim hujan >6 bulan yang sebagian tersebar di wilayah barat Indonesia. Lahan kering masam potensial sudah diman-

6 Las et al.: Posisi, Keragaan Sumberdaya Lahan, dan Implikasi Pengembangan Akabi

faatkan secara intensif untuk pengembangan perkebunan seperti di Pulau Suma-tera dan Kalimantan, sebagian yang lain merupakan tegakan dengan berbagai komoditas dan sisanya adalah lahan tidur yang ditumbuhi semak belukar yang umumnya sesuai untuk tanaman pangan. Sebagian besar lahan kering iklim kering (LKIK) tersebar di bagian timur Indonesia, terutama di NTB, NTT, sebagian di Jawa Timur, dan Aceh serta beberapa provinsi lain dengan luasan yang lebih terbatas. Walaupun dengan berbagai kendala, terutama air, tetapi LKIK umumnya sangat potensial untuk mendukung peningkatan produksi tanaman AKABI, teru-tama kacang-kacangan, dan kesejahteraan petani.

Luas lahan kering yang tersedia untuk perluasan pertanian adalah 24,8 juta ha, sebagian besar potensial untuk tanaman perkebunan. Sisanya, selain potensial untuk pencetakan sawah baru, 7,4 juta ha di antaranya sesuai dan potensial untuk tanaman pangan, terutama AKABI. Secara keseluruhan luas lahan kering masam yang potensial dan tersedia untuk tanaman pangan adalah 6,1 juta ha, terluas ada di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. LKIK seluas 1,2 juta ha potensial dan terse-dia untuk tanaman pangan, utamanya kacang-kacangan yang sebagian besar terdapat di Bali dan Nusa Tenggara, dan sebagian di Jawa, Sulawesi, dan Maluku.

Tabel 2. Luas lahan potensial yang tersedia untuk tanaman semusim dan tanaman tahunan (BBSDLP 2014).

Pulau Ketersediaan lahan kering (ha)

Total (ha) Tanaman pangan (TP)

Tanaman sayuran (TS)

Tanaman tahunan (TT)

Pengembalaan& TH ternak (PT)

Sumatera 1.422.161 10.082 2.642.166 0 4.074.409 Jawa 175.654 131.873 1.149.270 0 1.456.797 Bali & NT 374.631 11.086 1.096.950 260.691 1.743.358 Kalimantan 2.035.820 0 5.978.184 111.390 8.125.394 Sulawesi 231.936 0 1.286.357 140.934 1.659.227 Maluku 450.902 1.049 1.124.972 371.096 1.948.019 Papua 2.665.933 0 3.073.877 47.244 5.787.054

Indonesia 7.357.037 154.090 16.351.776 931.355 24.794.258

Lahan kering potensial dan tersedia di kawasan APL (alokasi penggunaan lain/kawasan budi daya) hanya 1,6 juta ha, sisanya 1,4 juta hadi kawasan hutan yang dapat dikonversi (HPK), dan 4,3 juta ha terdapat di kawasan hutan produksi (HP). Berbagai kajian juga meyakini sebagian besar lahan potensial tersedia di kawasan APL umumnya ditumbuhi semak belukar (tidak dimanfaatkan) atau hutan sekunder, namun sebagian dimiliki oleh perorangan atau badan usaha dalam bentuk lahan konsesi. Oleh sebab itu, berbagai program peningkatan produksi komoditas strategis, termasuk pencetakan sawah baru, tidak mudah dire-alisasikan, termasuk program reformasi agraria sekalipun.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 7

POSISI, MASALAH, DAN KENDALA LAHAN KERING

Memperhatikan kualitas lahan pertanian Indonesia secara umum, pengem-bangan tanaman aneka kacang dan umbi harus diarahkan dengan dua strategi. Pertama, untuk tujuan intensifikasi dan diversifikasi komoditas dengan pendekatan sistem usaha pertanian (SUP) inovatif dengan beberapa ciri, yakni integrasi komo-ditas, inovasi dan teknologi unggul, pendekatan agribisnis dan kelembagaan. Kedua, dalam rangka pengembangan atau ekstensifikasi, juga menerapkan SUP inovatif namun berbasis pengembangan kawasan menuju pertanian moderen. Pada opsi terakhir, berarti dukungan kebijakan tata kelola lahan untuk pengem-bangan kawasan khusus menjadi sangat penting, terutama dalam pemanfaatan lahan non-APL tetapi potensial.

Gencarnya upaya peningkatan produksi padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, dan tebu pada lahan sawah, maka upaya pengembangan tanaman AKABI ke depan diarahkan pada lahan kering dan lahan suboptimal lainnya, baik dalam konteks optimalisasi lahan eksisting maupun lahan pengembangan (baru). Sistem pengelolaan lahan kering dibedakan atas lahan tegalan atau huma (aneka tana-man), lahan berkawasan atau penggunaan khusus seperti perkebunan dan HTI, serta lahan di kawasan hutan.

Saat ini lebih 65% lahan pertanian (pangan) eksisting merupakan lahan kering dengan kontribusi yang cukup signifikan dalam pengadaan bahan pangan nasi-onal. Selain berkontribusi terhadap produksi pangan biji-bijian (beras, kedelai, dan jagung), lebih dari separuh komoditas kacang-kacangan dan umbi-umbian berasal dari lahan kering, baik lahan kering masam maupun lahan kering iklim kering. Selain itu, sekitar 70% dari lahan cadangan (potensial) untuk pengembangan per-tanian merupakan lahan kering dengan berbagai keragaman topografi, kimia/ ke-suburan, fisika, dan lain-lain. Beberapa hal yang memposisikan lahan kering sebagai lahan strategis di antaranya adalah: a. Sebagian besar lahan kering mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting,

terutama karena merupakan wilayah penyangga hidrologi, penyediaan air, dan konservasi keragaman hayati;

b. Lahan kering pada umumnya berasosiasi dengan sebaran dan konsentrasi penduduk miskin, khususnya di NTT dan NTB;

c. Ketersediaan inovasi, teknologi, dan model usahatani (SUP inovatif dan reka-yasa kelembagaan);

d. Lahan kering prospektif bagi pengembangan pertanian bioindustri, diversifikasi pertanian dan optimalisasi pemanfaatan lahan, termasuk dalam program pe-ngembangan lumbung pangan dunia berorientasi ekspor (LPBE), sebagai salah satu pilar dalam menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045 (LPD-45) (Sulaeman et al. 2017);

8 Las et al.: Posisi, Keragaan Sumberdaya Lahan, dan Implikasi Pengembangan Akabi

e. peningkatan perhatian pemerintah terhadap swasembada padi, jagung, dan kedelai, beriringan dengan degradasi dan penurunan kemampuan/kapasitas lahan sawah (alih fungsi) sebagai pemasok utama pangan.

Lahan kering sering berasosiasi dengan kantong-kantong kemiskinan dan daerah rawan pangan, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Teng-gara Barat (NTB). Purwantini et al. (2007) melaporkan wilayah rawan pangan tinggi antara lain dicirikan oleh daya dukung lahan yang relatif terbatas dengan penguasaan lahan dan ternak yang terbatas. Lahan tersebut umumnya beririsan dengan lahan kering, terutama lahan kering beriklim kering. Kenyataannya, lahan kering memang mempunyai berbagai permasalahan, baik biofisik maupun sosial ekonomi, antara lain: (a) secara inheren lahan kering memiliki kendala kimia/ke-suburan dan fisik seperti rendahnya kandungan bahan organik dan hara, solum tipis, terutama pada lahan kering iklim kering, dan topografi/kelerengan; (b) sumber daya air, baik distribusi dan curah hujan yang terbatas maupun durasi ketersediaan air; (c) rentan terhadap perubahan iklim dan iklim ekstrim; (d) aspek sosial ekonomi, seperti kompetisi dan konversi lahan, keterampilan, tingkat pen-didikan, dan sebaran usia petani, serta lambatnya inovasi;(e) status dan luas kepe-milikan lahan (land tenure); (f) laju degradasi lahan (kesuburan dan daya dukung) yang menyebabkan erosi, longsor, leaching, residu agrokimia dan permasalahan lainnya.

Total luas lahan pertanian sekitar 60 juta ha, terdiri atas lahan sawah 8,1 juta ha, lahan tegalan/huma/ladang 17 juta ha, lahan sementara tidak diusahakan 11,9 juta ha (Kementan 2016) dan lahan perkebunan 23 juta ha (BPS 2017). Lahan perkebunan yang berada di lahan basah atau gambut sekitar 2 juta ha, artinya sebagian besar lahan pertanian eksisting berada pada lahan kering, sekitar 38 juta ha. Lahan sementara tidak diusahakan seluas 11,9 juta ha memberikan peluang dikembangkan dengan skala prioritas dan komoditas unggulan. Produktivitas dan produksi tanaman AKABI pada lahan kering eksisting masih potensial ditingkat-kan, baik melalui intensifikasi maupun diversifikasi komoditas dan varietas. Oleh karena itu, terobosan inovasi teknologi sangat dibutuhkan. Luas lahan kering "potensial tersedia" yang berpeluang dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman AKABI baru sekitar 7,4 juta ha dari 24,8 juta ha yang tersedia (Tabel 2).

Di wilayah timur, lahan kering pada umumnya berhimpitan dengan wilayah beriklim kering, termasuk lahan kering beriklim kering (LKIK). Sebagian sudah dimanfaatkan, tetapi belum optimal dengan kendala utama keterbatasan sumber-daya air, tetapi cukup potensial untuk tanaman AKABI. Hampir 5 juta ha dari 13,5 juta lahan kering iklim kering di Indonesia berada di Provinsi NTT dan NTB, sisanya tersebar di berbagai daerah, terutama Jawa Timur. Lahan kering masam mendominasi lahan cadangan tersedia dengan beberapa catatan: (a) ketersediaan air cukup dan kadang-kadang berlebihan, namun (b) dengan tingkat kesuburan yang rendah dan sering bermasalah, seperti pH rendah (kemasaman tinggi), kahat hara tertentu (Al, Fe, dll), KTK, C-organik rendah, (c) umumnya terdapat di

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 9

kawasan bergelombang sehingga potensial mengalami degradasi, terutama erosi, dan (d) lahan sudah terbuka dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit dan bergunung.

Karakteristik umum lahan kering iklim kering antara lain dicerminkan oleh: (a) ketersediaan air terbatas, curah hujan

10 Las et al.: Posisi, Keragaan Sumberdaya Lahan, dan Implikasi Pengembangan Akabi

kering, adalah: (1) optimalisasi pemanfaatan lahan eksisting melalui peningkatkan produktivitas dan luas tanam, (2) pemanfaatan lahan alernatif, seperti lahan perke-bunan melalui pengembangan pola integrasi tanaman pangan-perkebunan, (3) pembukaan lahan baru, khususnya lahan kering terdegradasi, dan atau lahan kering terlantar (abondaned land/idle land), serta (4) pengembangan sistem usaha pertanian (SUP) inovatif dan moderen.

Entry point keempat strategi tersebut adalah pengembangan dan hilirisasi ino-vasi teknologi aneka kacang dan umbi yang dihasilkan Balitkabi dengan tiga pilar utama, yaitu; (1) eksplorasi, eksploitasi, dan rekayasa sumber daya genetik melalui perakitan varietas unggul adaptif pada lahan kering, seperti toleran kekeringan dan kemasaman tanah, serta umur genjah, (2) pemanfaatan karbon, biomasa, by product dan limbah organik, baik untuk tujuan peningkatan nilai tambah melalui teknologi proses maupun tujuan konservasi atau perbaikan tanah mendukung per-tumbuhan dan produksi tanaman serta kelestarian lingkungan, dan (3) eksplorasi dan optimalisasi sumber daya lahan dan air, termasuk pemanfaatan sumber daya air alternatif.

Sesuai dengan faktor pembatas di lapangan, teknologi pemanfaatan lahan kering untuk tanaman pangan, terutama AKABI berbasis SUP inovatif antara lain: a. teknologi usahatani konservasi (tanah dan air) terkait dengan faktor inheren

topografi lahan kering dengan kelerengan 8-15%, b. teknologi pemupukan inovatif (berimbang) berbasis pengelolaan hara spesifik

lokasi (PHSL) dan penggunaan bahan organik, khusus pada lahan kering masam yang membutuhkan pengapuran, dll.

c. teknologi penataan lahan (levelling) dan pola tanam dengan memanfaatkan sumberdaya air melalui bangunan penampung air seperti embung, dam parit, untuk menghindari ancaman kekeringan pada musim kemarau.

Selaras dengan tiga pilar utama inovasi tersebut, strategi utama penelitian dan pengembangan (litbang) untuk menghasilkan invensi dan inovasi teknologi aneka kacang dan umbi mendukung SUP inovatif atau pertanian modern adalah melalui empat pendekatan, yaitu: (a) pengembangan teknologi berbasis bioscience, ter-masuk pemuliaan dan bioteknologi dan rekayasa genetik, (b) pengembangan ino-vasi teknologi pengelolaan lahan dan air dengan dukungan bioegineering dan alsintan, (c) pengembangan teknologi proses dengan dukungan teknologi bio-proses dan alsintan, dan (d) kajian/analisis komoditas dan dukungan model dina-mik sistem produksi, termasuk kelayakan sosial-ekonomi teknologi atau inovasi.

Dalam kontek optimalisasi lahan kering masam yang umumnyapada wilayah beriklim basah maupun lahan kering iklim kering, sasaran utamamnya adalah peningkatan produktivitas dan intensitas/luas tanam. Untuk pengembangan lahan (ekstensifikasi) ada dua aspek penting yang perlu dicermati. Pertama, kondisi dan status lahan kering dalam pengertian luas potensial dan tersedia secara hukum "clear and clean". Kedua, karakteristik, potensi dan kendala biofisik bagi tanaman AKABI secara ekologis, ekofisiologis, dan agronomis.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 11

Dari aspek land tenure, status dan ketersediaan lahan kering, permasalahan utamanya adalah status kawasan yang terkait dengan UU No. 05/1967, status penggunaan (RTRW), penguasaan/kepemilikan, akurasi dan ketepatan lokasi (clear and clean). Sekitar 70% lahan berstatus hutan (HK & HPK), dalam hal ini hanya kebijakan politik yang memungkinkan lahan tersebut bisa dimanfaatkan. Dari aspek teknis, terkait dengan ekologi dan kebutuhan tanaman yang sangat spesifik di masing-masing tipe agroekosistem/tanah dan jenis tanaman.

Secara umum lahan kering masam yang mencakup sekitar >60% lahan kering ekstisting atau sekitar 28 juta ha, dan sekitar 70% dari lahan potensial tersedia atau sekitar 17 juta ha, didominasi oleh tanah PMK, atau Ultisol, Oxisol, Inceptisal, yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua, sebagian Jawa. Lahan kering masam mempunyai berbagai kendala fisika dan kimia/kesuburan tanah yang sudah banyak dipahami, seperti pH rendah, kejenuhan Al, dan miskin hara utama. Lahan kering beriklim kering mencakup luas sekitar 3,75 juta ha untuk tanaman pangan dari sekitar 7,4 juta ha potensial untuk pertanian, umumnya berupa tanah Vertisol, Alfisol, Entisol, tersebar di NTT, NTB, Jatim, Bali Sulteng, dan Sultra. Pada lahan kering beriklim kering, kendala utama selain kekurangan air adalah sifat fisik lahan yang berbatu, bersolum tipis, dan berkejenuhan basa tinggi (>5).

Kawasan SUP inovatif menuju pertanian modern adalah sistem pertanian yang dikelola secara terpadu dengan mengintegrasikan berbagai komoditas yang bertitik tolak dari pengelolaa sumber daya lahan dan air secara optimal dan berbasis ino-vasi pertanian dengan dukungan kelembagaan yang handal. SUP inovatif dikelola dengan pendekatan scientific seperti biosains, bioengineering, bioproses, dan menerapkan mekanisasi pertanian sesuai kebutuhan dan didukung oleh teknologi informasi dan dirancang dengan sistem yang dinamis. Beberapa ciri SUP inovatif antara lain adalah: (a) utuh dalam tiga subsistem agribisnis (prasarana-saprodi, produksi, panen-pascapanen), (b) produktivitas dan produksi tinggi, berkualitas, beragam, efisien, yang memberikan nilai tambah ekonomi atau keuntungan, dan daya saing. (c) berkelanjutan (ramah lingkungan dan sumberdaya) yang didukung oleh teknologi inovatif, dan (d) pengembangan kelembagaan yang andal.

Entry point SUP inovatif adalah (a) pengembangan dan pengelolaan sumber daya air alternatif dan pengembagan infrastruktur; (b) dukungan kebijakan dan program subsidi dan insentif (saprodi dan modal) selaras dengan lahan sawah, (c) dukungan inovasi teknologi, penyediaan saprodi, alsintan, modal, dan infra-struktur, (d) selain pengembangan lahan baru, pemanfaatan lahan perkebunan merupakan peluang yang potensial untuk pengembangan tanaman AKABI berba-sis SUP inovatif. Ditilik dari konsep petanian moderen, beberapa teknologi dan inovasi lain yang juga mencirikan SUP inovatif adalah: a) penerapan mekanisasi pertanian untuk berbagai penggunaan dan sesuai kebutuhan, (b) pengelolaan lahan dan air yang inovatif dan adaptif perubahan iklim, seperti kincir angin dan energi surya untuk pompanisasi air, irigasi tetes, sprinkler, (c) dukungan sistem/teknologi informasi, dan (d) dirancang dengan sistem dinamis.

12 Las et al.: Posisi, Keragaan Sumberdaya Lahan, dan Implikasi Pengembangan Akabi

Program Pengembangan Lumbung Pangan Dunia (LPD) 2045 bertujuan agar Indonesia mencapai swasembada berkelanjutan dan mampu berkontribusi (ekspor) dalam penyediaan pangan dunia. Program pionir LPD-45 adalah pengembangan Lumbung Panggan Berorientasi Eskpor di Wilayan Perbatasan (LPBE-WP). Program ini bertujuan untuk mewujudkan (a) swasembada pangan, (b) kesejahteraan petani wilayah perbatasan, (c) mampu mengekspor komoditas pangan, dan (d) mendukung pengembangan wilayah perbatasan (secara terpadu). LPBE-WP merupakan program strategis yang sangat beririsan dan bersinergi dengan pengembangan tanaman akabi (Sulaeman et al. 2017).

Di banyak wilayah perbatasan justru terdapat cukup luas lahan yang sesuai dan potensial, serta prospektif untuk berbagai pengembangan tanaman AKABI yang diarahkan sebagai kawasan khusus berbasis sistem pertanian modern. LPBE-WP adalah konsep/gagasan, cita-cita, obsesi, atau keinginan kuat yang optimistis, namun rasional dan berpeluang besar diwujudkan", bahkan dalam taraf tertentu sudah merupakan kenyataan, seperti halnya perdagangan lintas batas negara (PLBN) dengan masyarakat negara tetangga.

Selain inovasi, baik teknologi maupun SUP, kunci sukses pengembangan tanaman akabi ke depan adalah: (a) dukungan kebijakan dan program, seperti bantuan, subsidi dan pemberdayaan petani, (b) penyetaraan perhatian antara SUT pada lahan sawah dengan SUT pada lahan sub-optimal, termasuk lahan kering, dan (c) regulasi dan kebijakan politik tata kelola sumberdaya lahan perta-nian dan tata ruang wilayah.

PENUTUP

Pengembangan lahan pertanian pangan tidak menunjukkan peningkatan yang berarti, bahkan menyusut akibat terkonversi untuk keperluan nonpertanian. Se-mentara itu, kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang telah menyentuh angka 258 juta jiwa pada tahun 2017. Untuk menutupi kebutuhan dan mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan dan menjadikan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia menjelang tahun 2045 (LPD-45), perlu upaya dan strategi khusus dalam pemanfaatan sumberdaya alam dengan mengoptimalkan penggunaan lahan pertanian eksisting, termasuk di lahan kering dengan dukungan inovasi maju dan modern. Tanaman AKABI seba-gai palawija pada lahan sawah justru mempunyai posisi strategis bagi ketahanan pangan dan sosial ekonomi puluhan juta rumah tangga petani dan prospektif men-dukung kedaulatan pangan, bahkan pengembangan LPD-45.

Tanpa mengabaikan peluang pada lahan sawah dan lahan rawa, berdasarkan tantangan, potensi dan kendala, pengembangan tanaman akabi lebih diutamakan pada lahan kering. Karakteristik biofisik dan sosial-ekonomi agroekosistem lahan kering menuntut inovasi pertanian yang andal melalui pengembangan teknologi unggul akabi yang dikemas dalam SUP inovatif atau pertanian modern. Pengem-bangan tanaman akabi juga perlu didukung oleh kebijakan (politik) khusus, teru-

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 13

tama dalam tata kelola lahan. Pengembangan tanaman AKABI seyogianya cocok disenergikan dengan program pengembangan LPBE-WP (LPD-45).

Strategi utama penelitian dan pengembangan (litbang) untuk menghasilkan invensi dan inovasi teknologi AKABI mendukung SUP inovatif atau pertanian modern adalah melalui empat pendekatan, yaitu: (a) pengembangan teknologi berbasis bioscience, termasuk pemuliaan tanaman, bioteknologi, dan rekayasa genetik; (b) pengembangan inovasi teknologi pengelolaan lahan dan air dengan dukungan bioegineering dan alsintan; (c) pengembangan teknologi proses dengan dukungan teknologi bioproses dan alsintan; dan (d) kajian/analisis komoditas dan dukungan model dinamik sistem produksi, termasuk kelayakan sosial-ekonomi teknologi atau inovasi.

DAFTAR PUSTAKA

Balitbangtan (Badan Penelitian dan Pengebangan Penelitian). 2015. Sumberdaya Lahan Pertanian Indonesia: Luas, Penyebaran, dan Potensi Ketersediaan. Penyusun: Ritung S., Suryani E, Subardja D, Sukarman, Nugroho K, Su-parto, Hikmatullah, Mulyani A, Tafakresnanto C, Sulaeman Y, Subandiono RE, Wahyunto, Ponidi, Prasojo N, Suryana U, Hidayat H, Priyono A, Supriatna W. (Editor: Husen E, Agus F, Nursyamsi D). Jakarta, IAARD Press. 98 halaman.

Balitkabi. 2012. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Malang, Jawa Timur.

Balitklimat. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim/Agroklimat untuk Pertanian. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Bogor, Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS). 1986-2014. Indonesia Dalam Angka 1986-2014. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Indonesia dalam angka 2010. Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi.

Agustus 2014, Edisi 51. Badan Pusat Statistik, Jakarta Badan Pusat Statistik. 2014. Indonesia dalam angka 2014. Badan Pusat Statistik,

Jakarta. Dariah A, Nuraida N, Agus F, Las I. 2010. Ekosistem Lahan Kering sebagai

Pendukung Pembangunan Pertanian Buku Membalik Kecenderungan Degradasi SDL & Air. Badan Litbang Pertanian

Dirjen Perkebunan. Statistik Perkebunan Indonesia 2013-2015. Kelapa Sawit. Direktorat Perkebunan, Jakarta. 68 halaman

Facino, A. 2012. Penawaran Kedelai Dunia dan Permintaan Impor Kedelai Indonesia serta Kebijakan Perkedelaian Nasional.

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/58077 Kementerian Pertanian. 2016. Basis Data Statistik Pertanian. Kementerian Perta-

nian. (https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/newkom.asp). Kuswantoro, H, Wijanarko A, Setyawan D, William DE, Dadang A, Mejaya MJ.

14 Las et al.: Posisi, Keragaan Sumberdaya Lahan, dan Implikasi Pengembangan Akabi

2010. Soybean germplasms evaluation for acid tidal swamp tolerance using selection index. International Journal of Plant Biology 1(2): 56-60.

Kompas.com 2016. Penyebab Produksi Kedelai Merosot dalam 5 Tahun ter-akhir.http:// bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/07/1900570/

Las I. 2011. Antisipasi perubahan iklim global terhadap pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Jurnal Ekstensia. Badan PSDMP-Kemen-terian Pertanian. 1/2010

Las I, Pramudia A, Rontunuwu E, Setiyanto P. 2011. Antisipasi Perubahan Iklim dalam Mengamankan Produksi Beras Nasional J. Pengembangan Inovasi Pertanian vol. 4 no.1.

Las I, Mulyani A. 2014. Reorientasi Politik Tata Kelola Lahan Mendukung Pembangunan pertanian ke depan. Dalam Buku. Pokok-pokok pikiran Pem-banguan Kedepan. IIARD Pers. 2014

Mulyani A, Sarwani M. 2013. Karakteristik dan Potensi Lahan Sub Optimal untuk Pengembangan Pertanian di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan 2: 47-56.

Mulyani A, Dariah A, Nurida NL, Sosiawan H, Las I. 2014. Penelitian dan pengembangan pertanian di lahan sub optimal lahan kering iklim kering: Desa Mbawa, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, Provinsi NTB. Makalah dipresentasikan pada Seminar Ilmiah Sistem Riset Inovasi Nasional (InSinas 2014), Kemenristek. Bandung, 1-2 Oktober 2014.

Mulyani A, Nursyamsi D, Las I. 2014. Percepatan pengembangan pertanian lahan kering iklim kering di Nusa Tenggara. Pengembangan Inovasi Pertanian 7(4): 187-198

Pusdatin. 2015. Bulletin Tri Wulanan Ekspor - Impor Komoditas Pertanian, Volume VII. No. 1. Pusat Data dan Sistem Informasi PErtanian, Kementerian Pertanian.

Soil Survey Staff. 2010. Soil Survey Division Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. 11th Edition. USDA Natural Resources Conservation Service.

Subagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Hlm 21-66 dalam Adimihardja A, Amien LI, Agus F, Djaenudin D (eds.). Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Syam M, Las I, Pasandaran E. 2010. Membalik Kecenderungan Degradasi: Pengelolaan Air Melalui Pengelolaan Lahan-Buku Membali Kecenderungan Degradasi SDL & Air (2010)

Zakaria AK. 2010. Program Pengembangan Agribisnis Kedelai dalam Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petani. Jurnal Litbang Pertanian 29(4):147-153.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 15

Tantangan Dan Peluang Agribisnis Kedelai Dan Ubi Kayu

Bayu Krisnamurthi

Departemen Agribisnis dan Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB)

PENDAHULUAN

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia yang dapat dipenuhi dari sektor pertanian dan harus dijaga ketersediaannya. Palawija merupakan ko-moditas pangan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Komoditas palawija yang banyak diusahakan adalah jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang hijau. Kedelai dan ubi kayu merupakan dua komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk olahan pangan, baik secara langsung dikon-sumsi oleh rumah tangga atau pun menjadi bahan baku dari industri pangan. Ubi kayu merupakan sumber pangan yang mengandung karbohidrat dan kedelai merupakan sumber pangan yang mengandung protein nabati. Sifat multiguna yang terdapat pada kedelai dan ubi kayu ini menyebabkan tingginya permintaan kedua komoditas tersebut di dalam negeri.

Pemerintah memiliki tanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pangan pen-duduknya. Tercapainya ketahanan pangan menjadi indikator keberhasilan eko-nomi dan pembangunan suatu negara. Peluang dari adanya kebutuhan masya-rakat yang tinggi akan kedelai dan ubi kayu, serta adanya fenomena impor untuk mencukupi kebutuhan tersebut, menjadi sinyal tingginya prospek budidaya dari kedelai dan ubi kayu pada bidang agribisnis pertanian. Potensi pasar yang tinggi tentu menjadi salah satu indikator peluang yang menguntungkan untuk dikem-bangkan dan dibudidayakan.

TANTANGAN DAN PELUANG AGRIBISNIS KEDELAI DAN UBIKAYU

Dalam 20 hingga 30 tahun ke depan, semua yang bergerak dalam bidang per-tanian harus memperhatikan apa yang diinginkan oleh konsumen, tidak bisa lagi bertani hanya mementingkan dari sisi produsen karena nanti pertanian bisa salah kaprah, barang dan produk yang dihasilkan bisa tidak laku. Hal yang paling me-nentukan sekarang ini adalah konsumen, bukan lagi produsen. Agribisnis Indo-nesia dan dunia datangnya dari konsumsi yang didorong oleh jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Indonesia saat ini, 65% dari total ekonominya adalah konsumsi rumah tangga dan 75% dari pertumbuhan ekonominya dibentuk oleh pertumbuhan konsumsi. Indonesia adalah Negara ke-4 terbesar di dunia sebagai konsumen, selain China, India, dan USA pada urutan ke 1, 2, dan 3. Penyebab masih dilakukannya impor adalah karena konsumen tidak dipenuhi kebutuhannya

16 Krisnamurthi: Tantangan dan Peluang Agribisnis Kedelai dan Ubi Kayu

sedangkan konsumsi tumbuh terus, sehingga harus dipenuhi dengan cara apapun juga (Tabel 1).

Tabel 1. Daftar Negara dengan jumlah konsumen terbesar dunia. Negara Populasi % China 1.383.100.453 18,6 India 1.328.867.697 17,9 USA 324.428.515 4,4 Indonesia 260.966.290 3,5 Brazil 209.788.233 2,8

Keterangan: % adalah terhadap total populasi dunia selama 7 bulan.

Pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) pada tahun 2014 hingga 2017 yang terbesar adalah di wilayah Asia Selatan (India, Nepal, Pakistan, dan lain-lain) lalu diikuti oleh Asia Timur dan Pasifik (China, Malaysia, Indonesia, dan lain-lain) di urutan kedua. Hal tersebut datang dari jumlah penduduk yang besar (Tabel 2). Negara akan melakukan apa saja agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi pen-duduknya. Hal yang menentukan dalam impor adalah ketersediaan kapal peng-angkut, di mana jika ada negara dengan jumlah impor yang besar, semua peru-sahaan kapal pengangkut pasti akan melayani konsumen tersebut. Impor kedelai di China tahun 2017 sebesar 80 juta ton dan Indonesia sekitar 2 juta ton.

Tabel 2. Pertumbuhan produk domestik bruto tahun 20142017 (%). Wilayah 2014 2015 (E) 2016 (F) 2017 (F) 2018 (F) East Asia & Asia Pasific (eg. China, Malaysia, Indonesia)

6,8 6,5 6,3 6,2 6,1

Europe & Central Asia 1,8 -0,1 1,2 2,5 2,8 Latin America & The Caribbean 1,0 -0,7 -1,3 1,2 2,1 Middle East & North Africa 2,9 2,6 2,9 3,5 3,6 South Asia (eg. India, Nepal, Pakistan) 6,8 7,0 7,1 7,2 7,3 Sub Saharan Africa 4,5 3,0 2,5 3,9 4,4

Indonesia saat ini adalah negara dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia. Se-banyak 45 juta jiwa adalah anggota kelas konsumen yang hanya sebagai peng-guna tanpa memproduksi atau menghasilkan bahan-bahan pangan (padi, kedelai, ubi kayu) yang akan dikonsumsi. Sebanyak 53% dari populasi di Indonesia hidup di kota-kota dan menghasilkan 74% dari produk domestik bruto, yang artinya 74% dari daya beli ada di 53% tersebut dan menghasilkan 0,5 trilyun dolar bisnis, termasuk di dalamnya bisnis pertanian dan perikanan. Suatu tempat dikatakan sudah berkembang menjadi sebuah kota dapat dicirikan dengan adanya dealer-dealer, toko-toko besar, dan bioskop di tempat tersebut.

Indonesia pada tahun 2030, akan menjadi Negara dengan ekonomi nomor 7 terbesar di dunia. Sebanyak 135 juta jiwa menjadi bagian dari kelas konsumen (5

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 17

kali jumlah penduduk Singapura dan 4 kali jumlah seluruh penduduk Malaysia), dengan 71% populasi ada di kota yang pasti tidak akan memproduksi, tetapi akan meminta produk serta mengkonsumsinya dan menghasilkan 86% dari produk domestik bruto. Semua hal tersebut akan menciptakan peluang bisnis sebesar 1,8 trilyun dolar, termasuk pertanian dan perikanan. Kebutuhan tersebut harus dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, agar tidak impor. Betapa hebatnya perjuangan pemerintah untuk memenuhi konsumsi bagi rakyatnya, sebagai contoh yaitu Pemerintah Qatar bersedia mem-booking seluruh produksi beras di Tasikmalaya dan Garut selama 20 tahun, bersedia investasi pelabuhan, jalan, dan semua yang dibutuhkan untuk memenuhi produksi beras tersebut. Alasannya adalah jika 1520 tahun yang akan datang, rakyat Qatar kelaparan, maka seluruh kekayaan dan teknologi yang negara punya, tidak akan ada artinya.

Yang terjadi jika suatu negara lebih banyak orang kotanya, maka akan ada perubahan pola konsumsi. Prepared food and beverages (tempe, keripik tempe, susu kedelai, tepung mocaf) membesar porsinya dari tahun 1998 ke 2013, sedang-kan cereal and tuber (biji-bijian dan singkong segar) menurun porsinya. Produk yang akan banyak dibeli adalah barang-barang jadi seperti tempe maupun keripik tempe. Oleh karena itu, tidak ada artinya swasembada biji kedelai jika tidak bisa dijadikan hasil olahan seperti tempe dan keripik tempe (Gambar 1).

Gambar 1. Perubahan pola konsumsi

Konsumsi beras turun 4% dari tahun 2009 ke 2030, sedangkan untuk konsumsi buah, susu, dan bahan jadi lainnya akan meningkat. Sekarang banyak toko khusus buah, berbeda dengan jaman dahulu. Toko buah tersebut, menghendaki buah harus pas matangnya setiap harinya. Untuk memenuhi hal seperti itu, diper-lukan management supply chain dan management on farm yang berbeda sekali, yaitu buah harus segar dan matang pada saat sampai di toko (Tabel 3).

18 Krisnamurthi: Tantangan dan Peluang Agribisnis Kedelai dan Ubi Kayu

Tabel 3. Perubahan pola dalam pemenuhan kalori di Asia Timur dan Asia Tenggara. 2009 2030 (proyeksi) Perubahan (%) Padi 889 850 -4 Serealia lain 535 645 21 Daging 350 664 90 Ikan 54 79 46 Susu 55 78 42 Sayur 74 111 50 Buah 160 280 75 Minyak nabati 143 210 47 Lainnya 434 273 -37 Total 2.694 3.190 29

Ciri umum konsumsi sekarang dan yang akan datang, yaitu: 1) akan menjadi kota, artinya bukan hanya orang sekedar pindah ke kota tetapi desa yang berubah menjadi kota. Kota bukan hanya saja berdasarkan kepadatan penduduk dan alih fungsi lahan, tetapi juga gaya hidupnya berbeda, meminta yang praktis, siap santap, bervariasi, informatif, senang memilih, cepat bosan, dan harus ada infor-masi lengkap per sajian. Yang dibeli adalah nilai, bukan lagi produk apalagi komo-ditas. Sebagai contoh, keluarga A sudah suka dengan beras Pandanwangi, jika suatu saat harga beras Pandanwangi tersebut naik, pasti akan tetap dibeli karena sudah suka dengan harum nasinya; 2) bisnis sebagai pelayan utama, yaitu logistik menjadi sangat menentukan. Logistik dan pembayaran menjadi kunci, semua pe-menuhan kebutuhan kita dipenuhi oleh toko-toko seperti Alfamart dan Indomaret. Untuk itu, bisnis harus dijaga, jangan sampai terabaikan.

Kapasitas produksi dihadapkan pada tantangan ketersediaan lahan. Permintaan naik, sedangkan daya dukung lahan global semakin menurun. Pada tahun 2015, kebutuhan seluruh pangan sehari-hari di dunia hanya ditopang 0,22 ha/orang dan pada tahun 2050 berkurang menjadi 0,15 ha/orang (Gambar 2).

Kondisi luas lahan pertanian per kapita di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 0,203 ha, pada tahun 2013 menurun menjadi 0,198 ha. Luas sawah beririgasi hanya 0,02 ha/kapita. Terjadi perubahan luas per kapita per tahun pada semua jenis lahan pertanian (Tabel 4).

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 19

Gambar 2. Kondisi luas lahan pertanian per kapita di Indonesia.

Tabel 4. Kondisi lahan pertanian di Indonesia. Lahan

2009 (Penduduk 238 juta)

2013 (Penduduk 239,5 juta

Perubahan luas per

kapita per tahun

Luas (juta ha)

Luas/kapita (ha)

Luas (juta ha)

Luas/kapita (ha)

Sawah/Wetland 8,07 0,034 8,11 0,034 0% Sawah Irigasi 4,91 0,021 4,82 0,020 -1,2% Sawah Non irigasi 3,16 0,013 3,29 0,014 +1,9% Tegal/Kebun/dry field/garden

11,78 0,049 11,87 0,049 0%

Ladang/huma/shifting cultivation

5,43 0,023 5,27 0,022 -0,1%

Lahan sementara tidak digunakan/temporary unuseland

14,88 0,062 14,2 0,059 -1,2

Jumlah 48,23 0,203 47,56 0,198 -0,6%

Terdapat new game influence yang diketuai oleh tiga orang, salah satunya adalah Presiden RI. Isi dari Sustainable Development Goals adalah: 1) tidak ada kemiskinan (bukan membuat petani miskin, tetapi harus sejahtera), 2) tidak ada kelaparan, 3) kesehatan dan kesejahteraan yang baik, 4) pendidikan yang ber-kualitas, 5) kesetaraan jenis kelamin, 6) air bersih dan sanitasi, 7) energi yang bersih dan terjangkau, 8) pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi, 9) industri, inovasi, dan infrastruktur, 10) mengurangi ketidaksetaraan, 11) kota dan masyarakat yang berkelanjutan, 12) konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, 13) aksi iklim, 14) hidup di bawah air, 15) hidup di darat, 16) keadilan, perdamaian, dan institusi yang kuat, dan 17) kemitraan untuk tujuan (Gambar 3).

20 Krisnamurthi: Tantangan dan Peluang Agribisnis Kedelai dan Ubi Kayu

Gambar 3. Isi Sustainable Development Goals

Untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur, harus ada gabungan kerja-sama yang baik antara bisnis (profit), masyarakat (people), dan lingkungan (planet) (Gambar 4).

Gambar 4. Keterkaitan antara profit, people, dan planet.

Kedelai

Ada beberapa catatan khusus untuk kedelai. Berdasarkan cara konsumsi, kede-lai dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a) konsumsi kedelai utuh segar (5%), con-tohnya kedelai rebus dan edamame. Biasanya yang diminta oleh konsumen ada-lah dari segi kesegaran dan tingkat kematangan yang tepat sehingga jadwal panen harus diatur, b) konsumsi biji kedelai utuh (50%), contohnya tempe dan keripik tempe. Konsumen biasanya meminta yang seragam, bersih (tidak banyak bintik-

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 21

bintik hitam), warna sesuai, segar, dan karakteristik lainnya, serta c) konsumsi biji kedelai dihancurkan (45%), contohnya tahu, kecap, susu kedelai, oncom, bungkil (makanan ternak), minyak kedelai. Konsumen biasanya meminta biji yang khas dan terpilih sesuai kriteria yang diinginkan. Bungkil dan minyak kedelai bisa diubah-ubah mana yang menjadi produk utama. Sebagai negara tropis, sulit untuk menghasilkan biji kedelai dengan kualitas yang sesuai untuk tempe. Jika Indonesia ingin swasembada kedelai maka swasembada yang mudah dicapai adalah swa-sembada kedelai untuk tujuan konsumsi segar dan kedelai dengan tujuan dihan-curkan karena tidak memerlukan biji yang seragam dan kriteria rumit lainnya.

Hal lain yang menjadi catatan penting adalah di Indonesia hanya sedikit petani kedelai dan tidak ada lahan khusus untuk tanam kedelai. Semua lahan yang biasanya ditanami kedelai, merupakan lahan sisipan setelah tanam padi dan palawija atau sisa-sisa lahan yang tidak ditanami padi maupun palawija lain. Dilihat dari segi pemenuhan kebutuhan, lebih dari 50% pemenuhan kebutuhan kedelai dari impor, dan 90% kedelai yang diimpor adalah produk transgenik atau GMO (Genetically Modified Organisms). Masyarakat Indonesia tidak bersedia dan banyak protes jika akan menanam kedelai GMO, namun saat mengkonsumsi ke-delai GMO tidak ada penolakan. Dulu tidak diijinkan sama sekali menanam GMO, sekarang sudah diperbolehkan menanam kedelai GMO asalkan sesuai syarat yang ada (jika peraturannya belum diubah).

Manajemen waktu dan logistik juga menjadi catatan khusus untuk komoditas kedelai. Konsumsi kedelai di Indonesia sebanyak >95% melalui proses industrial sehingga kontinuitas pasokan bahan baku (versus panen musiman) menjadi hal yang sangat penting. Pola tanam padipadikedelai yang umumnya ada di Indo-nesia memberi arti bahwa ruang produksi kedelai hanya di musim ketiga dari siklus tanaman pangan. Konsumsi kedelai melalui proses industrial yang membu-tuhkan bahan baku setiap waktu dan setiap hari. Untuk itu harus dipikirkan bagai-mana manajemen waktu dan logistik penyediaan kedelai sebagai bahan baku.

Ubi Kayu

Ada beberapa catatan khusus untuk ubi kayu. 1) Ubi kayu, 98% dikonsumsi dalam bentuk tepung dengan pendekatan secara industrial. Hal tersebut membu-tuhkan kontinuitas pasokan bahan baku. Permasalahannya adalah ubi kayu memi-liki panen musiman. Pendekatan industrial menjadi sangat kritikal, jika tidak bisa memenuhi pola industri, sehingga akan sangat kesulitan. 2) Perlu perhatian terhadap karakteristik bisnis produk akhir dari tepung tapioka, tidak hanya dipakai untuk bahan baku kue (industri makanan), sekarang sudah digunakan untuk bahan pemanis (sweetener), etanol atau energi, dan material atau bioplastik. Harus bisa membedakan dan mempelajari secara mendalam antara ubi kayu yang food grade maupun yang nonfood grade. Tuntutan terhadap seluruh bagian produksinya akan sangat berbeda sekali. Pengembangan produk belum akan berakhir karena ubi kayu adalah the most productive carbohydrate in land. Harus

22 Krisnamurthi: Tantangan dan Peluang Agribisnis Kedelai dan Ubi Kayu

dipelajari terus bagaimana perkembangan ubi kayu ini, bukan hanya ubi kayu mukibat dan ubi kayu bersianida saja. 3) Pemanfaatan seluruh bagian tanaman ubi kayu (bukan hanya umbinya saja), ini merupakan pengembangan nilai usaha. 4) Pola pengusahaan harus diubah menjadi perkebunan ubi kayu yang harus dila-kukan dengan teknologi budi daya yang intensif, jangan hanya ubi kayu sebagai tongkat kayu jadi tanaman di mana setelah ditanam lalu ditinggalkan tanpa penge-lolaan yang intensif, lalu 912 bulan kemudian datang hanya untuk panen. 5) Pengelolaan keuangan, cash flow berasal dari panen (pendapatan petani) selama 912 bulan versus pendapatan yang layak bagi petani. Petani tidak mungkin puasa selama 912 bulan selama tanam, perlu dicari kontrak dengan koperasi atau bank syariah yang mau membayar setiap 3 bulanan dan menjamin pem-belian produk setelah panen.

PENUTUP

Dalam 20 hingga 30 tahun ke depan, Indonesia masuk menjadi negara eko-nomi terbesar dunia. Kebutuhan penduduk harus dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri agar tidak impor. Sektor pangan sangat penting mengalahkan keka-yaan (sumber daya alam) lain seperti energi atau minyak bumi.

Komoditas Kedelai

Potensi pasar yang tinggi menjadi salah satu indikator peluang kedelai untuk dikembangkan dan dibudidayakan di Indonesia. Namun, terdapat permasalahan besar dan cukup berat sebagai tantangan: 1) peningkatan produksi lamban diban-ding laju kebutuhan masyarakat, 2) dalam aspek kualitas yaitu biji kedelai domes-tik kurang dalam keseragaman dan ukuran biji, dan 3) terdapat persaingan pe-manfaatan lahan dalam budidaya dengan tanaman pesaing kedelai.

Komoditas Ubi Kayu

Peluang yang besar dari ubi kayu selain sebagai sumber karbohidrat untuk mendukung diversifikasi pangan, juga memenuhi kebutuhan nasional sangat besar untuk bahan baku industri dan berbagai produk turunan dari tapioka. Perma-salahan yang dihadapi adalah produktivitas ubi kayu masih rendah dan panen musiman. Hal tersebut akan mempengaruhi kontinuitas produk dalam peman-faatan aspek agribisnis ubi kayu selanjutnya. Apabila pemerintah menempatkan ubi kayu sama pentingnya seperti komoditas lain, maka ubi kayu akan menjadi primadona dalam pengembangan komoditas di Indonesia.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 23

Pendugaan Nilai Heritabilitas Karakteristik Biji Kedelai

Heritability Estimation of Soybean Seed Characteristics

Apri Sulistyo1*, Purwantoro1 1Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Jl. Raya Kendalpayak Km 8, Malang 65101 *e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Preferensi petani kedelai di Indonesia menginginkan varietas kedelai dengan karakte-ristik ukuran biji besar dan hasil tinggi. Perbaikan ukuran biji kedelai dapat dilakukan dengan serangkaian tahapan pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heritabilitas karakteristik biji kedelai. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Muneng, Probolinggo pada musim kemarau tahun 2016. Materi genetik yang digunakan adalah tetua betina (P1), tetua jantan (P2), populasi F1 dan F2 dari persilangan antara Anjasmoro (P1) dengan Dorodozy (P2). Seluruh materi genetik ditanam pada bedengan berukuran 25 m x 3 m, dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm. Tetua P1, P2, dan populasi F1 masing-masing ditanam sebanyak dua baris, sedangkan populasi F2 ditanam sebanyak 54 baris. Pemupukan, pengairan, dan pengendalian hama penyakit dilakukan secara optimal. Pengamatan dilakukan terhadap panjang biji, lebar biji, rasio panjang-lebar biji, dan bobot 100 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan rasio panjang-lebar biji, diperoleh tiga bentuk biji, yaitu bulat, elips dan bulat telur. Hasil penghitungan nilai heritabilitas menunjukkan bahwa karakteristik biji tergolong sedang hingga tinggi (41,90-91,55%). Hal Ini berarti ada peluang untuk melakukan perbaikan karakteristik biji pada kedelai.

Kata kunci: heritabilitas, karakteristik biji, kedelai, persilangan

ABSTRACT

Indonesian soybean farmers prefer to plant soybean varieties with large seed charac-teristics and high yield. The improvement of soybean seed size can be done through plant breeding program. This study was aimed to estimate the heritability of soybean seed characteristics. The research was conducted at Muneng Experimental Station in the dry season of 2016. The genetic material used was female parent (P1), male parent (P2), F1 and F2 populations derived from crosses between Anjasmoro (P1) and Dorodozy (P2). P1, P2, and F1 populations were planted in two rows, while the F2 population was planted in 54 rows. Plant spacing was 40 cm between rows and 15 cm in rows of 3 m length. Fertilization, irrigation and pest control were done optimally based on the recommendation of soybean cultivation. Observations were made on seed length, seed width, seed length-width ratio, and weight of 100 seeds. The results showed that based on the ratio of seed length-width, there were three forms of seed, namely round, elliptical, and egg shaped. Heritability of seed characteristics were moderate to high (from 41.90% to 91.55%), indi-cated an opportunity to improve the seed characteristics of soybean.

Keywords: heritability, hybridization, seed characteristics, soybean

24 Apri Sulistyo dan Purwantoro: Pendugaan Nilai Heritabilitas Karakteristik Biji Kedelai

PENDAHULUAN

Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan produksi kedelai untuk mencapai swasembada kedelai yang dicanangkan tercapai pada tahun 2020. Hingga kini produksi kedelai nasional masih belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga pemerintah harus mengimpor kedelai. Data BPS (2016) menunjukkan bahwa produksi kedelai tahun 2015 hanya 963.183 ton, padahal kebutuhan kedelai nasional per tahun mencapai 2 juta ton sehingga pemerintah harus impor kedelai hingga 1,19 juta ton senilai 165.816 dollar Amerika Serikat. Rendahnya produksi kedelai dalam negeri disebabkan karena berkurangnya luas panen dan rendahnya produktivitas kedelai nasional. Selama kurun waktu 2014-2015, terjadi penurunan luas areal panen kedelai sebesar 1590 ha. Tahun 2014, BPS mencatat 615.685 ha luas lahan kedelai dan menurun menjadi 614.095 ha pada tahun 2015, dengan rata-rata produksi yang masih rendah berkisar 1,55 hingga 1,57 t/ha. Pengembangan kedelai ke depan diarahkan untuk meningkatkan produksi sehingga mampu mengurangi impor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang dijadikan sebagai bahan baku dalam industri pangan di Indonesia. Kedelai dapat digunakan sebagai bahan olahan tempe, tahu, kecap, dan susu. Keempat produk olahan kedelai tersebut, merupakan sumber protein nabati dan dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Saat ini banyak petani yang sudah bergeser pada kedelai berbiji besar, sejalan dengan preferensi pengrajin tempe yang menghendaki kede-lai berbiji besar. Menurut Ginting et al. (2009), ukuran biji kedelai merupakan faktor penentu kualitas tempe, terutama bobot dan volume tempe serta sifat sen-sorisnya. Varietas kedelai nasional berbiji besar sesuai untuk bahan baku tempe karena menghasilkan tempe dengan kualitas relatif sama dengan tempe dari kedelai impor.

Perakitan varietas kedelai berbiji besar di Indonesia dimulai pada tahun 1998 dengan dilepasnya varietas Argomulyo. Sejak tahun 2003, jumlah varietas kedelai berbiji besar terus bertambah. Hingga tahun 2016, sudah dilepas 15 varietas ke-delai berbiji besar. Beberapa varietas kedelai berbiji besar yang sudah dikenal petani antara lain Argomulyo, Anjasmoro, Grobogan, Dena 1 dan Dega 1. Diban-dingkan dengan total varietas kedelai yang telah dilepas oleh pemerintah, terlihat bahwa jumlah varietas kedelai berbiji besar masih sedikit (17,6%). Kenyataan ini membuka peluang keberhasilan pengembangan varietas kedelai berbiji besar. Perakitan varietas kedelai berbiji besar dapat dilakukan melalui program pemu-liaan salah satunya melalui persilangan antara dua atau lebih tetua yang berke-sesuaian.

Persilangan antara dua tetua umum dilakukan oleh pemulia tanaman dalam pembentukan populasi dasar. Persilangan antargenotipe yang jauh kekerabatan-nya dapat meningkatkan keragaman pada populasi dasar. Varietas Anjasmoro memiliki karakter penampilan tanaman tinggi, ukuran biji besar, berumur sedang

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 25

dan tahan pecah polong, sedangkan Dorodozy merupakan galur introduksi dari Madagaskar memiliki ciri-ciri penampilan tanaman pendek, daun lebar, tangkai daun panjang, ukuran biji besar dan berumur genjah. Persilangan varietas Anjas-moro dengan Dorodozy telah dilakukan pada tahun 2015. Harapannya, dari per-silangan antara Anjasmoro dengan Dorodozy tersebut dapat meningkatkan kera-gamanan karakteristik biji. Tujuan penelitian adalah untuk menduga nilai heritabi-litas karakteristik biji kedelai hasil persilangan antara Anjasmoro dengan Dorodozy.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Muneng, Kab. Probolinggo pada musim kemarau 1 tahun 2016. Materi genetik yang digunakan adalah tetua betina Anjasmoro (P1), tetua jantan Dorodozy (P2), populasi F1 dan F2 dari persilangan antara Anjasmoro (P1) dengan Dorodozy (P2). Persilangan untuk mendapatkan populasi F1 dilakukan pada tahun 2015. Sebagian biji F1 ditanam kembali untuk mendapatkan populasi F2. Selanjutnya, seluruh materi genetik yang diperoleh kemudian ditanam pada bedengan berukuran 25 m x 3 m. Populasi P1, P2, dan F1 ditanam dua baris. Populasi F2 ditanam 54 baris, masing-masing baris meng-gambarkan perbanyakan dari 54 polong F1 hasil persilangan. Pengamatan karakteristik biji dilakukan terhadap panjang, lebar, dan bobot 100 biji. Pengukuran panjang dan lebar biji menggunakan jangka sorong dengan ketelitian hingga dua angka di belakang koma. Bobot 100 biji ditimbang meng-gunakan timbangan digital. Pendugaan ragam lingkungan, ragam genotipe, dan ragam fenotipe menggunakan 10 tanaman contoh masing-masing untuk populasi P1, P2, dan F1, serta 540 tanaman contoh untuk populasi F2. Pendugaan nilai heritabilitas untuk menduga nilai ragam lingkungan (2 E), ragam genotipe (2 G), ragam fenotipe (2 F), dan heritabilitas (h2) adalah sebagai berikut:

( P1) + (2 2 2P2) + ( F1)Ragam lingkungan ( E)=

2

3

Ragam genotipe (2 G) =

2 F2 2 E

2GHeritabilitas (h ) 2 = x 100%

2 F2 Penentuan bentuk biji didasarkan pada rasio antara panjang biji dengan lebar biji. Empat bentuk biji berdasarkan nilai rasio tersebut mengadopsi penelitian Balkaya dan Odabas (2002) pada komoditas kacang buncis sebagai berikut: Bentuk bulat jika: 1,20

26 Apri Sulistyo dan Purwantoro: Pendugaan Nilai Heritabilitas Karakteristik Biji Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai duga heritabilitas (arti luas) karakteristik biji kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang biji, lebar biji, rasio pan-jang-lebar biji, dan bobot 100 biji kedelai memiliki nilai duga heritabilitas masing-masing sebesar 43,39%, 69,37%, 41,90%, dan 92,55%. Berdasarkan pengelom-pokkan nilai heritabilitas yang dikemukakan oleh McWhirter (1979), maka herita-biltias panjang biji dan rasio panjang-lebar biji kedelai tergolong sedang (0,20h20,50), sementara heritabilitas lebar biji dan bobot 100 biji tergolong tinggi (h20,50).

Nilai duga heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Cober et al. (1997) menemukan bahwa nilai heritabilitas bentuk biji kedelai (rasio lebar-panjang dan rasio tebal-panjang) antara 0,49-0,76 (metode offspring-parent), dan antara 0,59-0,79 (heritabilitas arti sempit). Nilai heritabilitas karakteristik biji yang lebih tinggi diperoleh pada penelitian Hu et al. (2013) yaitu antara 92,46-98,47%. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik biji kedelai merupakan sifat yang dapat diwa-riskan dari tetua ke keturunannya karena faktor genetik lebih berperan bila diban-dingkan dengan faktor lingkungan yang tercermin dari nilai heritabilitas yang tinggi. Hasil penelitian Liang et al. (2005) menjukkan bahwa pewarisan karakter panjang biji, lebar biji dan ketebalan biji dikendalikan melalui gen sitoplasma atau dengan kata lain terdapat efek tetua betina.

Tabel 1. Ragam lingkungan, ragam fenotipe, ragam genotipe, dan nilai heritabilitas karak-teristik biji kedelai

Karakter 2 E 2 F 2 G h2 Panjang biji 0,3388 0,5984 0,2596 43,39 Lebar biji 0,1419 0,4632 0,3213 69,37 Rasio panjang-lebar biji 0,0228 0,0238 0,0010 41,90 Bobot 100 biji 0,4711 6,3278 5,8567 92,55

Ket: 2 E = ragam lingkungan, 2 F = ragam fenotipe, 2 G = ragam genotipe, h2 = heritabilitas

Hasil penghitungan rasio antara panjang biji dengan lebar biji dapat membe-rikan gambaran bentuk biji suatu galur kedelai. Tabel 2 memperlihatkan rasio pan-jang/lebar biji dari 54 galur F2 kedelai yang diuji, yaitu antara 1,00 hingga 2,14. Berdasarkan pengelompokkan yang dikemukakan oleh Balkaya dan Odabas (2002), maka bentuk biji dari galur-galur kedelai tersebut dapat dikelompokkan menjadi galur kedelai berbiji bulat, elips, dan berbentuk seperti telur. Pada pene-litian ini, terlihat bahwa bentuk biji bulat lebih banyak diperoleh jika dibandingkan dengan bentuk biji lainnya. Sebanyak 40 galur tergolong berbiji bulat, 13 galur berbiji elips, dan satu galur berbentuk bulat telur.

Berbeda dengan Indonesia, karakter bentuk biji merupakan salah satu karakter penting untuk kedelai sebagai bahan baku industri pangan di luar negeri (Salas et al. 2006; Xu et al. 2011). Oleh karena itu, seleksi bentuk biji lebih ditekankan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017 27

dibandingkan dengan ukuran biji. Menurut Cober et al. (1997), seleksi untuk bentuk biji bulat dapat dilakukan pada populasi generasi awal melalui metode seleksi single plant. Song et al. (2004) menyatakan bahwa bentuk biji dikendalikan oleh banyak gen dan menunjukkan kestabilan pada berbagai lingkungan. Nilai heritabilitas bentuk biji juga tergolong tinggi, berkisar antara 0,42 hingga 0,88 (Salas et al. 2006; Xu et al. 2011).

Tabel 2. Analisis deskriptif karakteristik biji 54 galur F2 kedelai hasil persilangan antara Anjasmoro dengan Dorodozy

Galur Nisbah panjang-lebar biji Bobot 100

biji Ukuran biji

Rata-rata SD Min Max Bentuk biji F2-1 1,31 0,13 1,06 1,59 Bulat 20,10 Besar F2-2 1,38 0,08 1,29 1,56 Bulat 19,17 Besar F2-3 1,42 0,08 1,31 1,54 Bulat 20,32 Besar F2-4 1,50 0,04 1,43 1,56 Bulat 22,36 Besar F2-5 1,45 0,08 1,35 1,59 Bulat 20,71 Besar F2-6 1,43 0,09 1,24 1,52 Bulat 21,98 Besar F2-7 1,44 0,05 1,37 1,50 Bulat 22,35 Besar F2-8 1,41 0,05 1,33 1,49 Bulat 20,94 Besar F2-9 1,45 0,09 1,29 1,54 Bulat 21,77 Besar F2-10 1,43 0,10 1,28 1,59 Bulat 24,37 Besar F2-11 1,45 0,12 1,26 1,60 Bulat 20,70 Besar F2-12 1,51 0,08 1,38 1,64 Bulat 18,99 Besar F2-13 1,43 0,07 1,30 1,53 Bulat 21,17 Besar F2-14 1,46 0,12 1,16 1,60 Bulat 19,68 Besar F2-15 1,54 0,28 1,38 2,33 Bulat 19,92 Besar F2-16 1,38 0,05 1,31 1,48 Bulat 14,21 Besar F2-17 1,37 0,06 1,29 1,48 Bulat 18,67 Besar F2-18 1,40 0,08 1,27 1,53 Bulat 23,05 Besar F2-19 1,41 0,06 1,32 1,50 Bulat 21,30 Besar F2-20 1,40 0,13 1,07 1,52 Bulat 23,19 Besar F2-21 1,55 0,12 1,41 1,75 Elips 20,44 Besar F2-22 1,45 0,10 1,31 1,62 Bulat 19,82 Besar F2-23 1,48 0,14 1,33 1,85 Bulat 22,36 Besar F2-24 1,45 0,06 1,38 1,56 Bulat 20,04 Besar F2-25 1,52 0,08 1,33 1,62 Elips 22,55 Besar F2-26 1,52 0,10 1,37 1,67 Elips 21,30 Besar F2-27 1,47 0,09 1,35 1,61 Bulat 18,06 Besar F2-28 1,48 0,15 1,14 1,66 Bulat 18,59 Besar F2-29 1,36 0,07 1,25 1,50 Bulat 19,28 Besar F2-30 1,39 0,15 1,00 1,55 Bulat 19,32 Besar F2-31 1,23 0,13 1,00 1,37 Bulat 16,18 Besar F2-32 1,51 0,09 1,36 1,64 Elips 19,81 Besar F2-33 1,32 0,08 1,24 1,44 Bulat 19,43 Besar F2-34 1,54 0,09 1,41 1,73 Elips 16,50 Besar

28 Apri Sulistyo dan Purwantoro: Pendugaan Nilai Heritabilitas Karakteristik Biji Kedelai

F2-35 1,49 0,06 1,34 1,56 Bulat 17,01 Besar F2-36 1,41 0,08 1,28 1,54 Bulat 21,10 Besar F2-37 1,51 0,10 1,41 1,76 Elips 16,46 Besar F2-38 1,45 0,10 1,32 1,66 Bulat 18,24 Besar F2-39 1,45 0,10 1,31 1,62 Bula