repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · web...

101
91 BAB V KEBIJAKAN POLITIK EMPAT KHULAFA AL-RASYIDIN Dalam konteks ini akan disampaikan beberapa penjelasan tentang sosok dan kepribadian, serta kebijakan-kebijakan politik para Khulafa al-Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keempat-empat senior Sahabat Nabi ini dari sisi kedekatan kepada Nabi tidak diragukan lagi, karena Abu Bakar dan Umar keduanya menjadi mertua Nabi, sementara Utsman dan Ali bin Abi Thalib, keduanya adalah menantu Nabi, dan dari sisi perjuangan dalam menegakkan Islam dan kebenaran keempat-empat Sahabat Nabi tersebut paling terdepan. Berikut ini penjelasan tentang sosok, kepribadian dan kebijaka-kebijakan mereka dalam politik kenegaraan, sebagai berikut; 1. Abu Bakar al-Siddiq dan Kebijakan Politik Setelah resmi menjadi khalifah, Abu Bakar memerintah selama dua 2 tahun tiga 3 bulan sepuluh 10 hari (632 – 634 M.), maka Abu Bakar menjadi khalifah pertama pasca Nabi Muhammad saw. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat oleh umat Islam untuk menggantikan posisi Nabi sebagai pemimpin umat yang bertugas melanjutkan perjuangan Nabi dalam

Upload: hoangngoc

Post on 19-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

91

BAB VKEBIJAKAN POLITIK

EMPAT KHULAFA AL-RASYIDIN

Dalam konteks ini akan disampaikan beberapa penjelasan tentang sosok dan kepribadian, serta kebijakan-kebijakan politik para Khulafa al-Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keempat-empat senior Sahabat Nabi ini dari sisi kedekatan kepada Nabi tidak diragukan lagi, karena Abu Bakar dan Umar keduanya menjadi mertua Nabi, sementara Utsman dan Ali bin Abi Thalib, keduanya adalah menantu Nabi, dan dari sisi perjuangan dalam menegakkan Islam dan kebenaran keempat-empat Sahabat Nabi tersebut paling terdepan. Berikut ini penjelasan tentang sosok, kepribadian dan kebijaka-kebijakan mereka dalam politik kenegaraan, sebagai berikut;

1. Abu Bakar al-Siddiq dan Kebijakan Politik

Setelah resmi menjadi khalifah, Abu Bakar memerintah selama dua 2 tahun tiga 3 bulan sepuluh 10 hari (632 – 634 M.), maka Abu Bakar menjadi khalifah pertama pasca Nabi Muhammad saw. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat oleh umat Islam untuk menggantikan posisi Nabi sebagai pemimpin umat yang bertugas melanjutkan perjuangan Nabi dalam rangka menciptakan kedamaian, memberikan perlindungan, mendakwahkan agama, memastikan ajaran Islam dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari, serta mengelola kehidupan masyarakat dengan baik.

Setelah resmi diangkat menjadi khalifah, Abu Bakar menyampaikan pidato perdananya (pidato kenegaraan) di depan umat, antaranya sebagai berikut;

“ Wahai manusia (umat), Aku telah diangkat untuk mengelola ( memenej ) urusan kalian, padahal Aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian, maka ketika Aku melaksanakan tugasku dengan baik, bantulah aku, tetapi jika Aku berbuat

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

92

salah, betulkanlah aku. Kejujuran itu amanah ( al-sidqu amanah ), berbohong itu penghianatan (al-kizbu khianah ). Orang yang kalian pandang lemah, aku pandang dia kuat, sehingga aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Sementara orang yang kalian pandang kuat, aku pandang dia lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya. Umat Islam agar tetap mempertahankan agama Allah. Jika tidak, maka akan terjadi malapetaka kehinaan ( al-dzulli ). Upayakan agar tindak kejahatan tidak merebak di tengah-tengah masyarakat, karena jika tindak kejahatan merebak, maka Allah akan menurunkan bencana. Taatlah ( loyal ) kepada-ku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya, maka tidak perlu kalian taat kepada-ku. Dirikanlah shalat, maka Allah akan menurunkan rahmat kepada kalian.1

1.1. Dasar Politik Abu Bakar

Berdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai Khalifah, dapat disampaikan bahwa dasar politik Abu Bakar berlandaskan pada karakter dan sikap jujur, adil dan tegas yang sudah tertanam pada jiwa dan kepribadiannya, dan ini sebagai keberhasilan pendidikan yang diajarkan Nabi Muhammad saw. kepadanya. Karakter jujur, adil dan tegas dari kepemimpinan Abu Bakar tercermin pada pidato pertamanya setelah pelantikannya sebagai khalifah. Dalam pidatonya ini terdapat beberapa pernyataan politik yang mendasari berbagai kebijakannya. Dasar pemikiran politik tersebut menekankan pada aspek pembangunan mentalitas dan sifat-sifat terpuji sebagai langkah awal dalam strategi pembangunan yang menjadi agenda utama sepanjang pemerintahannya, antaranya sebagai berikut;

1. Sikap tawadhu`; yaitu sikap yang tidak memperlihatkan kelebihan atau keistimewaan yang dimiliki Abu Bakar, meskipun Abu Bakar orang kesatu setelah Nabi Muhammad

1 . Lihat Ibnu Hisyam, al-Sirah al- Nabawiyyah, Juz 4, h. 1520. Lihat juga Ibnu Qutaibah al-Dainuriy, al-Imamah wa al-Siyasah, h. 22 - 23

Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

93

saw. tetapi Abu Bakar tidak mengklaim dirinya lebih baik dari pada yang lainnya.

2. Terbuka atau transparan; yaitu sikap terbuka menerima masukan dan kritikan membangun dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Abu Bakar sebagai manusia biasa bisa saja benar dan salah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin umat. Oleh karena itu Abu Bakar meminta kepada rakyatnya agar selalu memberikan motivasi dan kerjasama mereka jika Abu Bakar benar dalam perintah dan kebijakannya. Tetapi jika Abu Bakar salah, rakyatnya diminta agar senantiasa menyampaikan teguran dan kritikan yang membangun.

3. Tulus dan Jujur (al-shidqu / integrity); yaitu sikap yang penuh dengan kejujuran dan ketulusan, baik dalam tindakan atau pun ucapan. Dalam hubungan ini Abu Bakar menegaskan bahwa kejujuran itu amanah, sedangkan bohong itu khianat ( al-sidqu amanah wal-kizbu khiyanah ), maka keadilan dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang terkait dengan sosial politik, sosial ekonomi, hukum, pendidikan dan sebagainya harus ditegakkan kepada siapa saja, meskipun kepada orang kuat tetapi salah, justeru orang yang lemah harus dilindungi jika dia berada pada posisi yang benar.

4. Komitmen dengan ajaran agama. Dalam hubungan ini Abu Bakar menegaskan bahwa umat Islam agar tetap memepertahankan agama dengan penuh komitmen untuk melaksanakan ajarannya. Jika tidak, maka akan berdampak buruk terhadap kehidupan umat.

5. Upaya meminimalisir tindak kejahatan dan tindak kriminal. Dalam hubungan ini Abu Bakar berpesan kepada rakyatnya agar senantiasa berusaha mencegah supaya tindak kejahatan atau kriminal tidak merebak atau meluas di tengah-tengah masyarakat. Jika itu yang terjadi, maka akan berdampak munculnya berbagai virus masalah sosial ( social problems ).

6. Komitmen rakyat untuk mendukung dan selalu loyal (taat setia) kepadanya dalam hal kebenaran. Dalam hubungan ini Abu Bakar berpesan agar masyarakat Islam (rakyatnya) untuk tetap loyal ( taat setia ) kepadanya, selama Abu Bakar

Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

94

taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dalam arti menjalankan semua perintah dan meninggalkan semua yang dilarang. Tetapi jika Abu Bakar tidak taat menjalankan perintah dan meninggalkan apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, maka umat Islam diingatkan oleh Abu Bakar untuk tidak memberikan loyalitas kepadanya. Ini artinya siapapun pemimpin yang sudah menyimpang atau sudah menyalah gunakan wewenang yang dimandatkan kepadanya dari garis ketentuan dan peraturan, maka rakyat (umat Islam) tidak perlu memberikan loyalitas kepadanya.

7. Lebih khusus Abu Bakar menekankan pesannya agar umat Islam ( rakyatnya ) tetap komitmen melaksanakan ibadah shalat, karena shalat merupakan tiang agama, siapa saja yang melaksanakan shalat berarti dia telah memperkuat agama, dan jika dia meninggalkan shalat berarti dia telah meruntuhkan agama dari dalam dirinya. Allah akan selalu memberikan rahmat kepada orang-orang yang mendirikan shalat.

1.2. Konsolidasi Terciptanya Integrasi

Abu Bakar Siddiq menjabat khalifah dalam waktu yang relatif singkat, yaitu; 2 tahun 3- bula 10-hari. Dalam waktu yang relatif singkat ini Abu Bakar telah melakukan banyak hal, berbagai upaya pembenahan dan penataan pemerintahannya telah dilakukan, antaranya; Abu Bakar melakukan penumpasan terhadap gerakan separatis yang melakukan pemberontakan. Gerakan ini dilakukan oleh beberapa suku (Qabilah) Arab yang berupaya memisahkan diri dan tidak lagi loyal kepada pemerintah yang dipimpin Abu Bakar. Hal ini karena mereka beranggapan bahwa perjanjian damai (al-`ahd) dan pengakuan terhadap kepemimpinan yang berpusat di Madinah itu dilakukan dengan Nabi Muhammad, maka ketika Nabi Muhammad telah wafat menurut anggapan mereka secara otomatik perjanjian itu tidak berlaku lagi dan tidak ada kesepakatan perpanjangan perjanjian baru antara ke dua belah pihak. Oleh karena itu mereka menentang kekuasan Abu Bakar.

Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

95

Gerakan separatis ini umumnya dipimpin oleh orang-orang yang mengaku dirinya nabi ( nubuwwah ) yang muncul di beberapa wilayah di sekitar Semenangjung Arabia. Pengakuan kenabian ini sebenarnya hanya klaim-klaim saja tanpa berdasarkan bukti-bukti hakikat kenabian yang sebenarnya, oleh karenanya dapat dipastikan bahwa pengakuan kenabian tersebut hanya upaya politisasi dari pihak-pihak yang menentang kekuasaan Abu Bakar untuk mengelabuhi masyarakatnya. Beberapa orang yang mengaku dirinya nabi, antaranya adalah Musailimah al-Kazzab dan Thulaihah bin Khuwailid, tetapi kedua gerakan separatis berhasil ditumpas oleh pasukan Tentara yang dipimpin Khalid bin Walid. Thulaihah berhasil lolos dan melarikan diri ke Syam (Syiria). Menurut salah satu riwayat dia kemudian masuk Islam kembali, dan ketika kepemimpinan umat berganti kepada Umar bin Khattab, Thulaihah berbai`at kepada Umar sebagai Khalifah, bahkan Thulaihah banyak melibatkan diri dalam upaya perluasan wilayah (al-fath). Selain dua orang tersebut di atas yang mengaku nabi, muncul gerakan sparatis di wilayah Bahrain, tetapi kemudian gerakan separatis ini berhasil dihancurkan oleh pasukan Tentara yang dipimpin al-`Ala al-Hadhramiy.2

Dalam menyikapi kondisi ini Abu Bakar merasa bertanggung

jawab untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat, menjaga agama dan kedaulatan pemerintahan, maka Abu Bakar sebenarnya pada langkah awal mengambil kebijakan terhadap persoalan ini melalui upaya diplomasi dengan teguran melalui surat yang dikirim kepada para pelaku gerakan separatis, dan jika upaya ini menemui kegagalan, maka solusi akhir adalah perang, dan ternyata upaya diplomasi menemui kegagalan, maka jalan akhir adalah perang. Perang ini dikenal dalam sejarah Perang Riddah, yaitu menumpas gerakan orang-orang yang melakukan separatis dengan menggunakan isu murtad, yaitu orang yang menyatakan diri keluar dari agama Islam dan kembali kepada agama atau kepercayaan dahulu. Pasukan yang dikirim untuk menumpas gerakan sparatis ini dipimpin oleh Khalid bin Walid; salah seorang panglima perang

2 . Muhammad Jalal Syaraf dan `Ali Abdul Mu`thi Muhammad, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, Shakhshiyyat wa Mazahib, h. 110 - 111

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

96

yang sukses.3 Perang ini terjadi di beberapa wilayah, antaranya Daerah Yamamah, dan tentara yang dipimpin oleh Khalid bin Walid berhasil menumpas gerakan separatis ini. Khalid bin Walid berhasil menyatukan kembali wilayah kekuasaan politik secara sempurna di wilayah Jazirah Arab (semenanjung Arab) yang berada di bawah kekuasaan Madinah.4

Pada masa Nabi Muhammad saw. kekuasaan wilayah baru sebatas Mekah dan Madinah, di mana Madinah sebagai pusat Pemerintahan, tetapi saat kepemimpinan umat dipimpin oleh Abu Bakar dan bahkan para Khalifah sesudahnya perluasan wilayah semakin terus bertambah. Perpolitikan umat Islam pun terus mengalami dinamikanya yang cukup signifikan dari waktu ke waktu. Hal ini terlihat ketika Abu Bakar memerintah sebagai khalifah untuk pertama kalinya dalam sejarah peradaban Islam, bahwa perkembangan politik sangat ketara dalam beberapa aspek. Paling tidak secara umum ada tiga hal yang cukup menonjol, yaitu;

1. Masa pembenahan dan masa penguatan dasar-dasar politik negara.

2. Perluasan wilayah kekuasaan.3. Penyatuan bangsa Arab di bawah satu kordinasi

kepemimpinan Abu Bakar, negara pun semakin menjadi besar meliputi Semenanjung Arab.5

Model kekuasaan yang diimplementasikan pada masa Khalifah Abu Bakar sebagaimana pada masa Nabi Muhammad saw. adalah bersifat sentralistik, di mana kekusaan legislatif, eksekutif dan yudikatif berada ditangan Khalifah, belum terlembagakan dalam masing-masing lembaga tersendiri yang terpisah dan memang di era

3 . lihat Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasi Li al-Daulah al-Islamiyyah, h. 82

4 . Ibid.5 .Ibid. h. 82 – 83. Setelah menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu

Bakar mempersiapkan pasukan perang ke luar Semenanjung Arabia. Kemudian pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid dikirim ke Iraq dan berhasil menguasai al-Hirah pada tahun 634 M. Sebuah ekspedisi dikirim ke Syria dibawah empat orang pemimpin perang, yaitu; Abu Ubaidah, Amr bin Ash bin Abi Sufyan dan Surahbil. Lihat. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 36

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

97

Khalifah Abu Bakar belum terbentuk pemerintah daerah yang dipimpin Gubernur atau Amir, karena wilayah kekuasaanya masih sebatas semenangjung Arabia, belum merambah ke Syam atau Iraq dan lain-lain.6 Pada waktu itu belum terjadi distribusi kekuasaan, karena memang dinamika perpolitikannya saat itu masih dalam tahap-tahap pembinaan dan pembenahan, rupanya ketiga-tiga kekuasaan tersebut masih mampu ditangani Khalifah yang dibantu oleh beberapa staff ahli, seperti Umar, Utsman Ali bin Abi Thalib dan sebgainya. Meskipun demikian, seperti juga di era Nabi Muhammad saw. Abu Bakar selalu memprioritaskan sahabat-sahabat Nabi yang senior untuk bermusyawarah dalam mengambil kebijakan terhadap berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan orang banyak.7

2. Umar Bin Khattab dan Kebijakan Politik

Umar bin Khattab menjabat khalifah selama kurang lebih 13 tahun, yaitu antara tahun 634 - 644 M. Umar bin Khattab menerima jabatan khalifah pada hari Selasa 13 Agustus 634 M. dan terpilihnya Umar sebagai khalifah memberikan manfaat yang sangat besar bagi kelangsungan dan perkembangan Islam sebagai kekuatan politik umat Islam,8 terciptanya pemerintahan yang solid dan kuat, serta didukung oleh sistem birokrasi yang cukup mapan. Kebijakan yang dilakukan Umar, baik yang terkait dengan kepentingan internal umat Islam ataupun secara eksternal dalam hubungannya dengan masyarakat non muslim mendapatkan dukungan luar biasa dari umat Islam.

Pertama sekali yang disampaikan Umar bin Khattab dalam pidato politiknya (khutbah politik) setelah resmi menjadi khalifah, antaranya Umar menegaskan sebagai berikut bahwa;

6 . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 367 . Ibid.

8 . Ahmad Fadlali et al, Sejarah Peradaban Islam ( Jakarta: Pustaka Asatrus, 2004 ), h. 23

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

98

Bangsa Arab itu ibarat seekor unta yang ditarik dengan gelang pada hidungnya, ke mana saja unta itu ditarik, ia ikut, maka perhatikan orang yang menarik unta ke mana dia menarik. Tetapi aku (kata Umar) demi Tuhan yang menjaga Ka`bah akan aku tarik mereka ke jalan (yang benar).9

Pidato ini memperlihatkan kekuatan kepribadian Umar yang bertanggung jawab atas terciptanya kebaikan masyarakat dan rakyatnya secara konsisten, maka dapat ditegaskan bahwa pada masa Khalifah Umar (bahkan juga di era Abu Bakar), kondisi politik dalam keadaan stabil sehingga mendorong upaya-upaya perluasan wilayah kekuasaan. Upaya-upaya ini menghasilkan buah bahwa wilayah kekuasaan Islam terbentang luas dari Semenanjung Arab, Palestina, Syam ( Siria ), Iraq, Persia ( Iran ), sampai ke Mesir.10

Di zaman pemerintahan Umar, gerakan ekspansi dilakukan

besar-besaran, yaitu perluasan daerah kekuasaan, dan pertama kali terjadi pada Ibu Kota Syam (Syiria); Damaskus yang berhasil dikuasai pada tahun 635 M. setahun kemudian seluruh daerah Syiria dapat dikuasai oleh tentara Islam. Ekspansi kemudian diteruskan ke Mesir di bawah pasukan yang dikomandoi Amr bin Ash dan berhasil menguasai daerah Iskandariah yang menjadi Ibu kota Mesir saat itu pada tahun 641 M. kemudian tentara Islam yang dipimpin oleh Sa`ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memasuki wilayah Iraq dan berhasil menguasai daerah al-Qadisiyah pada tahun 637 M. selanjutnya tentara Islam berhasil menguasasi ibu kota Persia; al-Madain pada tahun yang sama. Pada tahun 641 M. daerah Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Semenangjung Arab, Palestina, Syam ( Syiria ), sebagian besar wilayah Persia dan Mesir.11

9 . Lihat Muhammad Fathi Utsman, Min Usul al-Fikr al-Siyasiy al-Islamiy ( Beirut: Muassisah al-Risalah, 1904 ), hlm.348

10 . Muhammad Salim al-`Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasiy Li al-Daulah al-Islamiyah, hlm. 84. Lihat juga Hanum Asrohah, Sejarah Peradaban Islam ( Jakarta: Wacana Ilmu, 2001 ), hlm. 17

11 .Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasiy Li al-Daulah al-Islamiyah, hlm. 83. Lihat juga, Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

99

2.1. Menciptakan Stabilitas Politik

Dalam mengelola wilayah kekuasaan yang luas, Umar bin Khattab mulai mengatur administrasi dan birokrasi pemerintahan sebagai langkah dan kebijakan yang diambilnya dalam menata perpolitikan. Penataan ini mencontohi administrasi yang sudah berkembang, terutama di Persia.12 Kebijakan yang dilakukan Umar pada prinsipnya adalah upaya konsolidasi wilayah Arab dan penyatuan suku-suku Arab dalam sebuah nation state. Kebijakan ini tentu saja paling tidak dimaksudkan untuk menghilangkan hal-hal yang menyebabkan terjadinya permusuhan antar suku atau qabilah. Melihat luasnya kekuasaan sebagai keberhasilan perjuangan Tentara Islam, sebagaimana disebutkan di atas, tentu saja memerlukan kapabelitas dan kecermatan pengelolaan. Dalam hal ini Khalifah Umar telah melakukan beberapa kebijakan, sebagai berikut;13

1.Menciptakan Pemerintahan Bersih

Hal ini tercermin dari sikap keterbukaan Umar dalam mengambil keputusan melalui musyawarah, dan menutup rapat-rapat tindakan nepotisme, serta persamaan perlakuan di depan hukum. Mekanisme musyawarah yang dipraktikan Umar melalui beberapa pola, antaranya; bermusyawarah yang melibatkan masyarakat umum, atau melalui pola di mana Umar mengundang beberapa sahabat senior, baik dari komunitas Muhajirin, Anshor dan lainnya. Selain dari itu, perekrutan dan pengawasan pegawai dapat menjadi cermin upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, di dalam bahasa saat ini adalah clean and good governance, antaranya; Umar mensyaratkan pegawai-pegawainya harus berilmu, wara`i (sikap hati-hati, cukup dengan apa yang ada dan tidak gila harta), kuat, dan bukan orang yang gila jabatan. Umar juga terus melakukan kontrol terhadap para pegawainya, misalnya; kasus yang terjadi terkait

Aspeknya, hlm. 58. Lihat juga Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 3712 . Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 3713 . Lihat Ahmad Fadlali, Sejarah Peradsaban Islam, h. 25 - 27

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

100

penganiyaan yang dilakukan Amr bin Ash (Gubernur Mesir) dan putranya; Muhammad terhadap seorang warga Mesir. Ketika nmendengar kasus ini, Umar segera mengundang semua fihak dan memerintahkan agar orang-orang Mesir membalas kezaliman tersebut.

2. Sumber Pendanaan Negara

Dalam memenuhi kebutuhan operasional negara, Umar mengandalkan pendapatan negara dari beberapa sumber pendapatan, antaranya; dana zakat, fey, dan ghanimah. Dalam pengambilan dana zakat, zakat diambil dari orang-orang Islam yang sudah wajib mengeluarkan zakat, tetapi kemudian Umar mengambil kebijakan untuk mentiadakan golongan al-Muallafah Qulubuhum (orang yang baru masuk Islam). Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dulu mereka diberi bagian harta zakat karena umat Islam masih dalam kondisi lemah, tetapi setelah umat Islam kuat, maka tidak perlu lagi memberikan bagian harta zakat kepada mereka (Muallafah Qulubuhum). Harta Fey terdiri dari Jizyah, yaitu; pajak kepala yang dikenakan kepada orang-orang non mslim yang bertempat tinggal di daerah kekuasaan Islam, Kharraj ialah pajak tanah yang dikenakan kepada orang-orang non muslim yang bertempat tinggal di daerah kukasaan Islam, dan `ushur, yaitu; pajak perdagangan dikeluarka 10% (`ushur) setelah dihitung semua barang dagangan pada setiap haul atau lingkaran pertemuan tanggal dan bulan pada setiap tahunya. Jumlah Jizyah yang harus diserahkan adalah 24 Dirham per-tahun dari setiap laki-laki ahl-Zimmah, yaitu; orang-orang non muslim yang bertempat tinggal di daerah kekusaan Islam yang telah mendapatkan jaminan keselamatan dan keamanan. Keputusan Umar tentang pemberlakuan kharraj terhadap tanah adalah keputusan yang didasarkan pada pertimbangan sosiologis dan politis, meskipun terlihat adanya penyimpangan dari tradisi Nabi, dan Abu Bakar. `Ushur adalah semacam bea cukai yang dikenakan pada barang

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

101

dagangan yang berasal dari Dar al-Harab, yaitu wilayah yang masih bergolak tetapi sudah dikuasai umat Islam.

3. Administrasi Pemerintahan

Dalam hal ini, Khalifah Umar telah melakukan pembenahan administrasi negara. Dalam kaitan ini Muhammad Salim al-`Awwa menyebutkan beberapa langkah strategis yang dilakukan Khalifah Umar sebagai berikut;14

a. Pembagian Daerah Kekuasaan Islam

Khalifah Umar membagi daerah kekuasaan Islam ke dalam beberapa wilayah. Hal ini dilakukan bertujuan agar pemimpin-pemimpin wilayah, yaitu Amir, Wali, atau Gubernur dapat memaksimalkan peningkatan sumber pendapatan negeri atau wilayah tersebut, seperti Provinsi Ahwas atau Bahrain, Provinsi Tobaristan, dan Provinsi-Provinsi lainnya. Khalifah Umar juga membangun ( mendirikan ) kota-kota baru, seperti Basrah, Kufah, Fustat, dan sebagainya.

b.Menertibkan Administrasi Militer.

Tentara digaji melalui lembaga negara yang disebut al-Diwan; semacam Kemeterian. Khalifah Umar juga mengangkat pejabat bawahan atau staff untuk membantu tugas Komandan Militer. Tentara saat itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kaveleri ( pasukan berkuda ) dan Infantri ( pasukan pejalan kaki ). Untuk memperkuat pertahanan, Khalifah Umar membangun benteng perbatasan.

c.Pemisahan Lembaga Eksekutif dan Yudikatif

14 . Lihat Muhammad Salim al-`Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasiy Li al-Daulah al-Islamiyah, h. 83

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

102

Umar bin Khattab merupakan khalifah pertama yang memberlakukan gaji untuk para hakim, dan Umar juga yang membedakan antara kekuasaan Yudikatif dari kekuasaan Eksekutif. Untuk Lembaga Pidana (hukuman), Khalifah Umar memperkenalkan sistem pidana penjara untuk pertama kalinya di dunia Islam sebagai memperkuat apa yang sudah ada sebelumnya, di mana hukuman ini meskipun tidak melembaga, tetapi sebenarnya sudah ada semenjak Nabi Muhammad saw. di era Khalifah Umar hukuman penjara ini dilembagakan. Selain dari itu Khalifah Umar disebut sebagai peletak dasar prinsip-prinsip peradilan, Umar juga disebut sebagai penyusun pedoman bagi para hakim.

d.Pembentukan Komisi Pemilihan Khalifah

Kalifah Umar di akhir-akhir hayatnya dan dalam kondisi kesehatanya yang semakin menurun, Umar masih sempat memikirkan tentang kelangsungan pemerintahan jika nanti dia sudah tidak ada lagi di dunia ini, yaitu tentang bagaimana mekanisme pemilihan seorang kandidat Khalifah. Hal ini dalam rangka untuk memastikan bahwa agar peralihan kekuasaan atau kepemimpinan berada dalam kondisi aman dan terkendali, tidak muncul gejolak yang mengganggu stabilitas politik, maka kemudian Umar memutuskan untuk membentuk Komisi Pemilihan (election committee), sebuah lembaga yang diberi wewenang untuk menyelenggarakan pemilihan kandidat khalifah, siapa yang paling layak dan memiliki kapabelitas, serta memiliki komitmen tinggi terhadap pelaksanaan agama untuk diangkat menjadi khalifah.

Berdasarkan program kerja ini, Umar mengangkat enam orang anggota Komisi Pemilihan, yaitu; Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah, dan Saad bin Ubadah,

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

103

tetapi kemudian ditambah satu orang anggota sehingga menjadi tujuh orang. Anggota ketujuh itu adalah Abdullah bin Umar, yaitu putra Khalifah Umar, tetapi dalam keanggotaannya, Abdullah bin Umar hanya diberi hak suara memilih, tanpa diberi hak dipilih, dan ini berdasarkan keputusan Khalifah Umar sendiri, alasannya karena Umar tidak mau ada tuduhan di kemudian hari bahwa Umar sebagai pemimpin yang nepotisme jika Abdullah bin Umar dipilih menjadi khalifah. Dalam kaitan ini Umar menegaskan; Cukuplah Umar saja yang menjadi Amirul Mukminin. Untuk melaksanakan tugas pemilihan ini diangkatlah Abdurrahman bin Auf sebagai ketua Komisi Pemilihan ( Head of Election Committee ), dan Khalifah Umar memberikan batas waktu kepada Komisi ini dalam masa tiga hari saja. Dalam waktu tiga hari Komisi Pemilihan sudah harus menyelesaikan tugasnya, yaitu terpilihnya seorang Khalifah.

e.Menguatkan Pengelolaan Baitul Mal

Baitul Mal merupakan lembaga yang berfungsi sebagai tempat menyimpanan harta kekayaan negara. Harta kekayaan negara ini diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara dan dipergunakan untuk berbagai kepentingan umum, serta untuk kesejahteraan umat. Oleh karenanya harta yang disimpan di Baitul Mal adalah milik negara. Nabi Muhammad saw. semasa hidupnya telah memperkenalkan harta Baitul Mal yang dipergunakan untuk menjamin kebutuhan hidup dan kesejahteraan masyarakat minimum bagi setiap orang muslim dan non muslim yang hidup bersama orang-orang Islam.15 Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, Baitul Mal semakin dikembangkan fungsinya sehingga menjadi lembaga resmi negara dan

15 . Lihat Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi Pengembangan Kebijakan dan Perbandingan Pengalaman ( Jakarta: PSIK Universitas Paramadina, 2008 ), h. 15

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

104

permanen. Baitul Mal di masa pemerintahan Khalifah Umar tidak hanya ada di Ibu Kota Negara; Madinah, melainkan juga didirikan di wilayah-wilayah yang sudah dikuasai umat Islam. Pengembangan ini dilakukan seiring dengan luasnya wilayah kekuasaan pemerintahan Islam. Khalifah Umar telah melakukan kebijakan membangun cabang-cabang Baitul Mal di Ibu Kota Provinsi. Dalam pengelolaannya, agar Baitul Mal dapat berjalan dengan baik, Khalifah Umar mengangkat Abdullah bin Arqam sebagai bendahara negara (semacam Menteri Kordinator bidang ekonomi di era modern) dengan dibantu oleh Abdullah bin Ubaidillah al-Qari dan Muayqab sebagai wakilnya.16 Dalam pengelolaan Baitul Mal, Khalifah Umar dan staff-staffnya sebagai pemegang amanah, sedangkan pengelolaan Baitul Mal di tingkat cabang-cabang di provinsi ditangani oleh para pejabat setempat dan tidak bertanggung jawab kepada Gubernur. Oleh karenanya pejabat-pejabat Baitul Mal di tingkat cabang memilki otoritas penuh dalam pengelolaan harta umat dan hanya bertanggung jawab kepada pemerintah pusat di Madinah, yaitu bertanggung jawab kepada Khalifah. Berdasarkan fasilitas yang dimiliki negara di era Khalifah Umar dengan melimpahnya harta kekayaan negara yang tersimpan di Baitul Mal, maka negara bertanggung jawab menyediakan berbagai fasilitas untuk berbagai keperluan hidup, antaranya makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar, membiayai penguburan orang-orang miskin, membayar hutang-hutang orang yang bangkrut, membayar diyat ( denda) untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar diyat prajurit Shebani yang membunuh orang Kristen karena terpaksa untuk menyalamatkan dirinya, serta memberikan pinjaman tanpa bunga kepada rakyat yang memerlukanya. Tanggung jawab negara di era Khalifah Umar sebagaimana disebutkan di atas merupakan salah satu keberhasilan negara dalam merealisasikan

16 . Lihat Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 59 - 60

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

105

kemakmuran dan kesejahteraan sosial, dan pengelolaan institusi Baitul Mal melalui administrasi yang tertata baik dan rapi merupakan kontribusi terbesar Khalifah Umar bin Khattab pada peradaban Islam.

f. Pembentukan al-Diwan

Selain mendirikan dan mengembangkan Baitul Mal, Khalifah Umar juga membentuk al-Diwan, yaitu sebuah lembaga pemerintah yang diberi wewenang untuk mengatur dan mengelola tunjangan-tunjangan kepada Tentara dan pensiunanya, sekaligus sebagai upaya realisasi jaminan sosial. Pembentukan lembaga ini dilatar belakangi oleh peristiwa yang terjadi kepada Abu Hurairah yang ketika itu menjabat Gubernur di Bahrain. Abu Hurairah membawa harta hasil pengumpulan pajak kharraj (pajak tanah) sebesar 500.000 Dirham ke Madinah; Ibu Kota Negara. Peristiwa ini terjadi pada sekitar tahun 16 H. kemudian beberapa Sahabat Nabi menuntut bagiannya masing-masing, bahkan di antara mereka ada yang mencoba membagi-bagikanya untuk diri mereka sendiri, dan ini tentu saja menjadi tidak baik karena akan terjdi perebutan harta kharraj yang berakibat munculnya kekacuan, oleh karena itu perlu ada kordinasi untuk pengelolaan. Dengan demikian, perlu ditegaskan bahwa pendapatan negara agar bisa didistribusikan dengan baik untuk tujuan terciptanya kesejahteraan dan pemerataan pendapatan. Pengembangan kebijakan dan perbandingan pengalaman merupakan sesuatu yang baik, maka Khalifah Umar berinisiatif untuk mengaturnya, dan atas usulan Khalid bin Walid yang telah melihat pelaksanaan Diwan di Syam ( Syria ), Umar menganggap perlu mengikuti usulan Khalid bin Walid untuk pengelolaan al-Diwan yang lebih efektif.17

2.2. Prinsip-Prinsip Politik Umar bin Khattab17. Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan

Globalisasi: Pengembangan Kebijakan dan Perbandingan Pengalaman.h. 59

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

106

Dalam konteks ini akan disampaikan beberapa prinsip politik yang menjadi landasan kebijakan Khalifah Umar bin Khattab dalam pemerintahannya sebagai berikut;

1.Musyawarah

Musyawarah atau konsultasi merupakan prinsip utama dalam pemerintahan Umar bin Khattab. Di abad modern dan kontemporer musyawarah atau konsultasi menjadi prinsip utama dalam sistem pemerintahan yang berdasarkan demokrasi. Khalifah Umar memiliki komitmen yang sangat tinggi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang melibatkan orang banyak ( masyarakat atau negara ) melalui musyawarah dengan menghadirkan beberapa sahabat senior Nabi. Hanya teknisnya saja barangkali yang berbeda, kalau zaman dulu musyawarah diselenggarakan bisa jadi sangat sederhana, dan dimana saja bisa dilakukan, tanpa terikat di suatu tempat. Di zaman modern dan kontemporer musyawarah diselenggarakan dalam bentuk yang sudah didesain sangat rapi, dan bahkan sudah terlembagakan, baik dalam bentuk urun rembuk, rapat, siding, konferensi, dan sebagainya.

Kenapa umat Islam menjadikan musyawarah sebagai pola atau mekanisme dalam penyelesaian masalah menjadi prioritas utama ?. karena selain manfaatnya sangat efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, musyawarah hakikatnya merupakan perintah agama. Hal ini sebagaiamana disebutkan di dalam al-Qur`an, surat Ali `Imran: 159 yang artinya;

maka karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhdap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu, maka maafkanlah mereka, mohonkan ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkalah kepada Allah.

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

107

Dalam firman Allah yang lain, yaitu; Surat al-Syura, ayat: 38 ditegaskan yang artinya sebagai berikut:

Dan (bagi) orang-orang yang mematuhi seruan Allah dan mendirikan shalat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.

Oleh karena itu, Khalifah Umar menjadikan musyawarah

sebagai landasan dalam mengelola pemerintahannya, kecuali dalam kasus-kasus tertentu atau persoalan-persoalan mendesak untuk segera diputuskan, maka Khalifah Umar mengambil kebijakan untuk memuputuskannya berdasarkan ijtihadnya sendiri. Dalam melaksanakan pemerintahannya, Khalifah Umar mengeluarkan beberapa kebijakan baru yang dihasilkan atas dasar musyawarah, misalnya;

a. Pembinaan pemerintahan dengan mendirikan diwan- diwan ( lembaga-lembaga yang sudah disediakan kantornya),

b. Peletakan dasar-dasar peradilan dan administrasi, c. Pembentukan Baitul Mal, d. Pengaturan jaringan pos (al-barid), dane. Penempatan pasukan-pasukan perang di daerah-daerah

perbatasan. Oleh karena banyaknya tugas yang ditangani seorang

Khalifah, Umar senantiasa meminta pendapat (musyawarah, baik secara tertutup atau terbuka) dari para sahabat senior dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang menyangkut kepentingan orang banyak.18

Sebagai seorang pemimpin umat, Umar berupaya menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah, sekalipun ia memiliki otoritas kekuasaan yang bisa memaksa, tetapi Umar tidak ingin mengandalkan semua tindakannya berdasarkan faktor kekuasaan.

18 . Artani Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi ( Ciputat: Gaya Media Pratama, 2001 ), h. 107

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

108

Bahkan justeru dengan musyawarah, keuasaan dan kewibawaan Umar semakin kuat di hadapan rakyatnya. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam ucapan pidatonya; bahwa ia seperti salah seorang di antara mereka, karena pada hakekatnya Umar tidak bisa melepaskan diri dari sahabatnya. Sebagai konsekuensi dari sikap seorang pemimpin yang mengedapankan musyawarah, Umar memiliki sikap tanggung jawab (accountability) yang sangat tinggi dan oleh karenanya siap menerima pandangan dan aspirasi yang disampaikan melalui musyawarah.19

Sebagaimana diketahui bahwa Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah melalui musyawarah, yaitu musyawarah terbatas di antara para sahabat senior yang dipimpin Khalifah Abu Bakar di akhir-akhir hayatnya, setelah mendapatkan kesepakatan bersama tentang keputusan mengangkat Umar sebgai pengganti kepemimpinan Abu Bakar, baru kemudian kepemimpinan Umar diumumkan kepada umat. Setelah dinobatkan (dilantik) menjadi khalifah, Umar tetap mempertahankan musyawarah dalam rangka memelihara kepentingan orang banyak, hal ini dilakukan sebagai bukti komitmennya pada musyawarah dan kepedulianya kepada kepentingan orang banyak. Dari sinilah, Umar membangun musyawarah sebagai upaya melanjutkan tradisi yang sudah dibangun oleh Nabi Muhammad dan dilanjutkan oleh Khalifah Abu Bakar. Pada periode Khalifah Umar prinsip-prinsip musyawarah diperkuat melalui institusi untuk menghargai pandangan umat, maka dari sinilah Umar memberikan hak dan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Hal ini dapat dibuktikan dengan dibentuknya lembaga musyawarah atau Majlis Syura pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Pembentukan lembaga ini sebagai konsekuensi dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan yang mengalami dinamikanya dari waktu ke waktu itu. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab aktivitas musyawarah semakin meningkat sesuai dengan tuntutan berbagai permasalahan yang muncul yang harus ditangani dan segera dicarikan penyelesaiannya. Hal ini sebagai dampak dari perkembangan Islam yang semakin meluas.

19 . Ibid.

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

109

2.3.Menegakan Keadilan dan Persamaan Hak

Penegakkan keadilan dan persamaan hak di antara sesama warga merupakan prinsip yang diberlakukan oleh Khalifah Umar dalam rangka terciptanya umat yang damai, aman, dan sejahtera. Pada masa pemerintahannya, Umar sangat menjunjung tinggi keadilan dan persamaan hak di depan hukum, salah satu kasus sebagai contoh; Mesir yang pada waktu itu merupakana wilayah provinsi di bawah pemerintahan pusat di Madinah, di sebuah rumah yang dihuni oleh seorang yang beragama Yahudi, rumah tersebut letaknya bersebelahan dengan istana Gubernur, rumah orang Yahudi tersebut akan dirobohkan oleh Gubernur untuk dijadikan taman kota, tetapi orang Yahudi tersebut menolak rencana pembongkaran rumahnya, akhirnya orang Yahudi tersebut melapor kepada Khalifah Umar, kemudian Khalifah Umar mengirim pesan berupa tulang onta yang telah diberi garis lurus oleh pedang Khalifah Umar. Pesan Khalifah tersebut diterima oleh Gubernur Mesir, setelah melihat dan memahami pesan tersebut, Gubernur Mesir langsung meminta maaf kepada orang Yahudi. Dalam pesan tersebut yang dipahami Gubernur tersirat betapa adilnya Khalifah Umar terhadap rakyatnya, dan betapa tegasnya Umar terhadap para pejabat bawahanya yang menjalankan pemerintahan.

Dalam kasus di atas menunjukan bahwa Umar bin Khattab

telah melaksanakan keadilan dan kebijaksanaanya dalam menyelesaikan persoalan. Tetapi Umar tidak sendirian dalam memutuskan permasalahan, melainkan setelah mendapatkan nasehat dan pandangan dari para senior sahabat Nabi yang lain, baik ketika dimintai pendapatnya ataupun tidak, sehingga setiap keputusan yang diambilnya bisa dipertanggung jawabakan kepada rakyat, bahkan kepada Allah.

2.4. Persamaan dan Kebebasan

Umar bin Khattab salah seorang sahabat Nabi yang memiliki nama besar dalam sepanjang sejarah peradaban Islam setelah Abu Bakar. Kebesarannya diukur dari tingkat keberhasilanya dalam berbagai aspek kehidupan, baik sebagai seorang negarawan yang

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

110

adil dan bijaksana maupun sebagai seorang pemimpin yang sukses dalam membangun sebuah negara besar yang ditegakan di atas prisnsip-prinsip keadilan, persamaan dan persaudaraan sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah. Dalam kedudukannya sebagai seorang mujtahid, Umar termasuk tujuh orang sahabat Nabi yang banyak memberikan fatwa, dan orang terdepan dalam banyak hal terkait dengan keputusan terhadap masalah berdasarkan al-ra`yu (pemikiran) yang tetap berada dalam koridor al-Qur`an dan Sunnah Nabi.

Umar berusaha menanamkan rasa persamaan dan kemerdekaan di kalngan rakyatnya. Salah satu contoh; pada suatu waktu Umar melakukan tindakan tegas kepada para pemilik tanah yang merasa berat atau enggan membayar zakat, jizyah atau kharraj, tetapi di sisi lain ia juga ramah kepada rakyat biasa. Padahal para Panglima perang atau para Jenderalnya merasa hormat sehormat-hormatnya disertai dengan rasa takut, tetapi rakyat biasa atau orang-orang kecil merasa bebas untuk mengomentari pembicaraannya saat Khalifah Umar berada di depan publik. Kondisi seperti ini menggambarkan realitas persamaan dan kemerdekaan yang luar biasa di saat itu.

Selain dari itu persamaan di depan hukum dalam Islam, dipertegas lagi oleh Umar dengan persamaan di depan peradilan. Oleh karena itu, tercipta kondisi di mana semua warga negara sama di depan pengadilan, baik dari segi kepatuhan mereka kepada keputusan, prosedur yang harus dipenuhi dalam melakukan dakwaan, dasar-dasar pengaduan, prinsip-prinsip memutuskan pelaksanaan keputusan, pelaksanaan hukum maupun kewajiban berlaku adil di antara orang yang berbeda pendapat. Tidak ada perbedaan antara individu yang satu dari individu yang lain, bahkan musuhpun diperlakukan sama, mereka ( musuh ) merasakan keadilan dan persamaan di depan pengadilan.20 Perjuangan Khalifah Umar mengenai prinsip-prinsip persamaan di depan hukum merupakan kebijaksanaan yang luar biasa.

20 .Sayuti Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan al-Qur`an ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994 ), h. 9

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

111

Di bidang ekonomi, Umar melakukan intervensi, dan mengontrol terhadap aktivitas perekonomian agar tidak terjadi kebebasan atau liberalisasi yang tidak terkendali dalam hal-hal tertentu. Hal ini dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan baru, seperti tanah-tanah pertanian yang baru dibebaskan oleh Tentara Islam di beberapa wilayah, antaranya; Syiria, Irak, Persia, dan Mesir. Tanah-tanah pertanian tersebut dinasionalisasikan, tetapi penggarapannya tetap pada pemilik asal, yaitu pemilik yang lama (jika mau) dengan syarat mereka dikenakan pajak penghasilan (zakat). Hasil pajaknya kemudian didistribusikan kepada seluruh rakyat.21

Dengan diterapkannya sistem intervensi dan control dari pihak pemerintah, semua pihak dapat merasakan keadilan dan semuanya merasa diuntungkan dan tidak ada yang merasa dirugikan sehingga semuanya dapat menikmati hasil pertanian yang digarapnya. Rakyat yang kurang mampu atau yang tidak terlibat dalam urusan penggarapan tanah pertanian juga dapat menikmati hasilnya melalui perbaikan sarana atau fasilitas umum dari hasil pajak yang diambil dari keuntungan penghasilan pertanian tersebut.

2.5. Sumber Pendapatan Negara

Pendapatan ekonomi negara pada masa Rasulullah saw. sama seperti pendapatan negara pada masa pemerintahan Khulafa al-Rasyidin,22 tetapi dengan penambahan hasil dari berbagai aktivitas

21 . Ibid. h. 13522. Sumber-sumber pendapatan negara di era Khalifah Abu Bakar sedikit

mengalami kendala dikarenakan terjadinya krisis kepercayaan masyarakat yang masih belum mantap keimanan mereka. Orang-orang Arab yang tidak mengakui otoritas kekuasaan Abu Bakar sebagai pemimpin negara Madinah pasca wafatnya Nabi Muhammad saw. kemudian banyaknya wilayah-wilayah yang jauh dari kota Madinah (Ibu Kota Negara) mulai melakukan gerakan sparatis melakukan tindakan pemberontakan. Para pemberontak sebenarnya berasal dari dua kelompok, Pertama; Kelompok yang terdiri dari orang-orang yang kembali menyembah berhala dibawah pimpinan Musailimah, Tulaihah, Sajah, dan lain-lain. Kedua; mereka yang tidak menyatakan permusuhan terhadap umat Islam, tetapi hanya memberontak kepada negara. Hal ini disebabkan mereka

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

112

perekomian dan kondisi baru yang diciptakan oleh negara. Sumber-Sumber pendapatan negara tersebut, antara lain;

a. Zakat dengan berbagai jenisnya dikenakan kepada setiap orang muslim .

b. Kharraj ( pajak tanah),c. Jizyah (pajak kepala),d. `Ushur ( per sepuluh ) pertanian.e. Khumus ( per lima ) harta rikaz.23

Negara Madinah pada masa Khalifah Umar merupakan masa futuhat ( ekspansi ), sehingga wilayah kekuasaan negara Madinah semakin luas, maka pendapatan negarapun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Oleh karenanya sumber-sumber pendapatan negara menjadi perhatian khusus pemerintahan Umar agar dapat dimenej dengan benar, efisien dan efektif. Setelah dilakukan musyawarah dengan para sahabat senior (para elite politik) terkait dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan negara yang sudah berlimpah ruah, Khalifah Umar mengambil kebijakan untuk tidak menghabiskan pendapatan negara yang disimpan di Baitul Mal, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan keperluan, bahkan disediakan dana cadangan.

Sumber-sumber pendapatan negara di era Khalifah Umar dapat dijelaskan sebagai berikut;24

a. Pendapatan Harta Zakat

menolak membayar zakat dengan alasan bahwa kewajiban membayar zakat itu hanya kepada Nabi Muhammad. Setelah Nabi wafat mereka merasa bebas. Oleh karenanya mereka merasa tidak berkewajiban membayar apa pun (bayar zakat), dan bahkan tidak harus memberikan loyalitas kepada pemerintah di Madinah, karena tidak ada perpanjangan perjanjian. Lihat Irfan Mahmud Ra`ana, Sistem Ekonomi Pemerintah Umar Ibn Khattab, terj. Economic System Under Umar The Great ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990 ). h. 6 -7

23 . Musthofa al-Himsyi, al-Nizam al-Iqtishadiy Fiy al-Islam, .h. 40324 . Pusat Pengkajian dan Pembangunan Ekonomi Islam ( P3EI ), Ekonomi

Islam ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008 ), h. 101 - 102

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

113

Zakat adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang Islam sebagai sadakah wajib jika sudah sampai ke tahap sebagai seorang muzakki. Negara memiliki kewajiban untuk memaksa orang-orang Islam yang tidak mau mengeluarkan zakat untuk mengeluarkan zakat, agar kesejahteraan umat yang dalam kondisi lemah dan miskin tidak terabaikan. Perintah untuk mengeluarkan zakat disebutkan di dalam al-Qur`an, surah al-Taubah, ayat 103 yang artinya sebagai berikut;

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka (orang-orang Islam), dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Zakat merupakan sumber pendapatan negara yang telah ada sejak zaman Nabi, dan menjadi sumber utama pendapatan Negara. Pada masa Khalifah Umar, zakat dikelola sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah dan Abu Bakar. Khalifah Umar kemudian mengembangkan sistem zakat melalui berbagai teknis dan pendekatan sebagai kebijakan yang harus dilakukan dalam kondisi yang sudah banyak mengalami perubahan. Pada masa pemerintahannya, Umar menetapkan khumus zakat (lima persen) atas karet yang ditemukan di Semenangjung Yaman, lokasinya antara Aden dan Mukha, dan hasil laut. Karena Umar menganggap barang-barang tersebut dianggap sebagai hadiah dari Allah swt. Padahal barang-barang tersebut pada masa Khalifah Abu Bakar belum dikenakan zakat, hal itu disebabkan karena barang-barang tersebut belum menjadi salah satu sumber utama pendapatan negara. Apa yang baru saja dijelaskan di atas adalah sebagai salah satu contoh bahwa barang-barang yang di masa Rasulullah dan Abu Bakar belum dikenakan zakatnya karena masih belum ada potensi ekonomi dan nilai kekayaan, tetapi di era Khalifah Umar barang-barang tersebut sudah mengalami

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

114

peningkatan sehingga menjadi potensi ekonomi yang cukup signifikan, maka Khalifah Umar menetapkan zakatnya. Khalifah Umar sangat memahami tujuan utama kewajiban zakat, selain sebagai sumber pendapatan negara, zakat juga bertujuan untuk menghindari adanya penumpukan harta kekayaan pada sekelompok kecil orang-orang kaya. Oleh karena itu, maka kekayaan harus didistribusikan kepada masyarakat secara adil dan merata.

Zakat harus diambil dari orang-orang kaya (bila perlu secara paksa, bukan berdasarkan kesadaran) untuk kemudian dibagikan kepada orang-orang mustahiqqin. Untuk mencapai tujuan ini Khalifah Umar melakukan berbagai kebijakan, yaitu dengan membuat jenis barang yang wajib dizakati bila dirasa perlu dan menghilangkannya jika dianggap sudah tidak relevan lagi. Pada sisi lain, Khalifah Umar menetapkan sangsi yang sangat berat kepada orang-orang Islam kaya yang tidak mau mengeluarkan zakat ( para pengemplang zakat ). Pada masa Rasulullah orang-orang Islam yang tidak mau membayar zakat dikenakan denda sebesar 50% dari seluruh harta kekayaan yang dimiliknya, hal ini sebagaimana dinyatakan Rasulullah; Orang-orang yang tidak mau membayar zakat, akan saya ambil zakatnya setengah dari seluruh kekayaanya. Pendapatan negara yang dikumpulkan dari berbagai sumber di zaman Khalifah Umar didistribusikan di tingkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan negara tersebut di simpan di Baitul Mal pusat dan dibagikan kepada delapan ashnaf seperti yang telah ditentukan di dalam al-Qur`an.

b. Pendapatan Khumus dan Sedekah

Khumus adalah pajak 5% terhdap harta ghanimah, yaitu harta kekayaan yang diterima Tentara Islam dari pihak musuh tanpa ada perlawanan, harta kekayaan ini kemudian disimpan di Kas Negara atau Baitul Mal. Jumlah dana yang dihasilkan dari pajak khumus harta ghanimah adalah berkisar 29 persen setiap tahunnya. Pendapatan ini didistribusikan

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

115

kepada orang-orang fakir miskin, tanpa membedakan apakah ia seorang muslim atau non muslim. Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa; dalam perjalanan menuju Damaskus, Khalifah Umar bertemu dengan seorang Nasrani yang menderita penyakit kaki gajah. Melihat keadaan tersebut, Khalifah Umar segera memerintahkan pegawainya agar memberikan dana kepada orang tersebut yang diambilkan dari hasil pendapatan sedekah dan makanan yang diambil dari persediaan untuk para petugas.25 Contoh ini menunjukkan bagaimana Khalifah Umar mendistribusikan ( mengalokasikan ) pendapatan negara yang dihasilkan dari pajak khumus dan sedekah kepada orang yang sedang memerlukan pengobatan penyakitnya.

c.Pendapatan Kharraj, Fay, Jizyah, Ushur, dan sewa tanah

Kharraj adalah sejenis pajak yang dibebankan atas tanah produktif yang dimiliki oleh warga non muslim, yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Islam. Pajak jenis ini dibebankan atas tanah tanpa membedakan pemiliknya, apakah pemiliknya kanak-kanak atau orang dewasa, orang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan.26 Khalifah Umar menentukan beban pajak kharraj kepada tanah Sawad 27 di Irak. Umar sangat teliti mengenai jumlah pajak kharraj yang dibebankan kepada para petani, misalnya; Umar melarang para petugas pajak dari memungut pajak yang melebihi dari kemampuan wajib pajak, sambil memperhatikan luas tanahnya. Pajak kharraj hanya dibayar sekali dalan satu tahun, meskipun lahan tanah yang dimiliki warga non muslim bisa ditanami lebih dari satu kali dalam setahun, sehingga pajak kharraj yang ada pada pemerintahan Umar tidak menjadi beban yang memberatkan kepada masyarakat non muslim. Pendapatan negara dari

25 . Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. h. 7426 . Irfan Muhammada Ra`ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn

Khattab, h. 118 - 11927 .Sawad adalah nama sebuah wilayah di Irak yang menjadi bagian

wilayah kekuasaan pemerintah Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab.

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

116

pajak kharraj jumlahnya sangat besar. Misalnya nominal pajak kharraj dari daerah Irak saja mencapai sekitar 86.000.000,- Dirham untuk setiap tahunnya, dan mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun berikutnya, yaitu sekitar 100.020.000,- Dirham. Sementara dari wilayah Mesir, jumlah pajak kharraj berkisar 12.000.000,- Dirham setiap tahunnya.28 Dari pajak kharraj pada setiap tahunnya yang tersimpan di Baitul Mal bisa mencapai 160.000.000,-.29

Jizyah adalah pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim yang menetap di bawah kekuasaan pemerintahan Islam. Jizyah berupa konpensasi bagi jaminan perlindungan yang diberikan kepada mereka, keluarga, dan harta miliknya. Kemudian Jizyah juga sebagai pajak konpensasi tugas kemiliteran, karena orang-orang non muslim yang menjadi warga pemerintahan Islam dibebaskan dari tugas kemiliteran. Implementasi Jizyah pada masa Khalifah Umar tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan pada masa Rasulullah dan Khalifah Abu Bakar. Dalam hal ini, Khalifah Umar tidak membebankan Jizyah kepada kaum wanita, anak-anak, orang-orang miskin,30 para budak, dan rahib-rahib (pendeta-pendeta). Jika mereka kemudian 28 . Irfan Muhammad Ra`ana, Sistem Ekonomi Pememerintahan Umar

Ibn Khattab, h. 12629 . PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi,

h. 5930 .Pembebasan pembayaran Jizyah (pajak) dari orang-orang lemah dan

miskin pada masa Khalifah Umar dilatar belakangi oleh peristiwa ketika Khalifah Umar berkunjung ke suatu daerah, tiba-tiba menjumpai seorang pengemis pria yang buta. Khalifah Umar bertanya kepada pengemis tersebut. Siapa sebenrnya kamu ?. Pengemis tersebut menjawab, saya seorang Yahudi. Selanjutnya Khalifah Umar bertanya; apa yang telah memaksa kamu meminta-minta. Lalu pengemis tersebut menjawab; bahwa yang memaksa dirinya meminta-meminta adalah kewajiban membayar jizyah, kebutuhan ekonomi dan usia lanjut. Mendengar jawaban seorang pengemis tersebut Khalifah Umar memerintahkan petugas Baitul Mal untuk membebaskan orang-orang non muslim yang lemah dan miskin dari kewajiban membayar jizyah, dan Khalifah menetapkan bantuan kepada mereka setiap tahunnya dari Baitul Mal. Lihat Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, terj. Economic Doctrines of Islam, Jld. I, ( Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995 ), h. 174 -175

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

117

menjadi orang kaya, mereka baru dikenakan membayar Jizyah. Umar memiliki karakter sangat lemah lembut kepada orang-orang miskin dan lemah, tetapi Umar bisa berubah bersikap keras terhadap orang-orang kaya yang mencoba menghindar dari kewajiban membayar Jizyah.31

Fey dan Ghanimah. Fey adalah harta rampasan perang yang diperoleh dari pihak musuh ( kafir ) tanpa perlawanan ( min ghairi qitalin ).32 Sedangkan Ghanimah adalah harta rampasan perang yang diambil dari musuh setelah tentara Islam memperoleh kemenangan melalui perang.33 Harta rampasan perang ini merupakan sumber pendapatan negara. Harta rampasan perang harus dibagikan sesuai dengan aturan yang telah berlaku sejak zaman Rasulullah. Pada masa Khalifah Umar, tanah-tanah yang berasal dari harta fey sangat luas, sehingga di kemudian hari tanah-tanah tersebut dikuasai negara, namun penduduknya tetap diberi hak untuk mengelola dengan sistem sewa. Dalam pendistribusian harta Fey, Umar mempergunakannya sesuai dengan ketetapan al-Qur`an, Surat al-Anfal, Ayat 41. Yang artinya;

Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai harta rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima ( khumus ) untuk Allah, Rasul, Kerabat Rasul, anak-anak Yatim, orang-orang miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad saw.) di hari Furqan. Yaitu bertemunya dua pasukan, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu .

31 . Irfan Muhammad Ra`ana, Sastem Ekonomi Pemerintahan Umar, h. 100 - 101

32 . Musthofa Dib al-Bigha, al-Tahzib Fiy Adillah Matan al-Ghayah wa al-Taqrib, ( Damaskus, Beirut: Muassisah Ulum al-Qur`an, 1405 H./ 1985 M. ), h.231

33 . Musthofa Dib al-Bigha, al-Tahzib Fiy Adillah Matan al-Ghayah wa al-Taqrib, h. 231

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

118

Ushur adalah jenis pajak persepuluh (10%) dari hasil perdangan yang dikenakan kepada para pedagang non muslim yang melakukan aktivitas perdagangannya di wilayah kekuasaan pemerintahan Islam. Ketentuan pajak persepuluh atas perdagangan orang-orang non muslim pada masa Khalifah Umar bin Khattab di latar belakangi oleh peristiwa ketika orang-orang non muslim harbi yang meminta izin kepada Khalifah Umar agar diperbolehkan berdagang di wilayah yang dikuasai pemerintahan Islam dengan membayar pajak persepuluh dari nilai barang. Setelah berkonsultasi dengan para Sahabat senior tentang permintaan orang-orang non muslim tersebut, Khalifah Umar mengizinkan permintaan orang-orang non muslim harbi tersebut. Pajak persepuluh dari perdagangan orang-orang non muslim harbi hanya dibebankan satu kali dalam setahun, dengan asumsi bahwa barang yang diperdagangankan jumlahnya melebihi 200 Dirham. Sementara ketentuan jumlah pajak yang harus dibayar adalah;

a. 2.5% untuk para pedagang muslim, b. 5% untuk para pedagang kafir dzimmi, c. 10% untuk para pedagang kafir harbi.

Khalifah Umar juga melarang para petugas pemungut pajak mengambil ushur lebih dari satu kali dalam setahun. Pendapatan negara ini dialokasikan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan, serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.

Umar bin Khattab mengakhiri jabatannya sebagai Amirul Mukminin atau Khalifah karena tutup usia setelah empat hari menderita luka-luka parah akibat hujaman sangkur ( pisau belati yang ujungnya bengkok ) bertubi-tubi di tubuhnya yang dilakukan oleh seorang mantan tawanan perang Persia yang bernama Fairuz.34 Percobaan pembunuhan itu sendiri terjadi di saat Khalifah Umar memimpin shalat Jamaah Shubuh di Mesjid Nabawi pada hari Sabtu

34 . Yoesoef Souyb, Sejarah Daulat Khulafaur Rassyidin ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979 ), h. 311-315

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

119

tanggal 26 Dzul Hijjah, tahun 23 H./634 M. Selain Amirul Mukminin Umar bin Khattab tiga belas Shahabat Nabi yang lain turut menjadi korban amukan Fairuz secara membabibuta, sebelum ia sendiri melakukan bunuh diri.

3. Utsman Bin Affan dan Kebijakan Politik

Utsman bin Affan menjabat khalifah di saat ekspansi militer kaum muslimin di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab telah mencapai kemenangan dalam pembebasan imperium Persia dan beberapa kota penting yang dulunya dikuasai imperium Romawi Timur. Khalifah Umar mewariskan kepemimpinan Islam kepada Utsman bin Affan bukan hanya dalam hal-hal yang menyangkut wilayah kekuasaan yang sudah sangat luas membentang, tetapi juga seluruh permasalahannya yang sudah mulai kompleks dan rawan. Kerawanan situasi sosial politik yang sebelumnya telah dikhawatirkan oleh Umar. Hal ini sebagaimana diekspresikan Umar dalam sebuah do`anya; Ya Allah, usiaku telah senja, kekuatanku telah melemah, rakyatku telah tersebar, maka janganlah Engkau jadikan perbuatanku sia-sia.35

Setelah resmi Utsman bin Affan menduduki jabatan Khalifah pada tahu 23 H. atau 24 H.36 tidak sedikit langkah-langkah yang ditetapkanya sebagai realisasi dari kebijakannya dalam membangun daulah khilafah Islamiyah yang sudah luas wilayah kekuasaannya. Sumbangan terbesar dari Khalifah Utsman kepada umat Islam sampai hari ini adalah penyeragaman tulisan dan bacaan al-Qur`an, sehingga tidak terjadi perbedaan dalam hal tulisan dan bacaan al-Qur`an antara daerah yang satu daerah-daerah yang lain. Hal ini berdampak pada wujudnya persatuan dan kesatuan umat Islam dari wilayah-wilyah yang sudah berada dalam kekuasaan pemerintahan Islam. al-Qur`an yang sudah diseragamkan itu dikenal dengan; al-Qur`an Mushaf Utsmaniy. Beberapa kebijakan Khalifah Usman yang lain dapat dijelaskan sebagai beriku;

35 . Lihat Abbas Mahmud al-`Aqqad, Kejeniusan Utsman (terj.) ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 ), h. 67

36 . Lihat Ibnu Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz 7, h. 161

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

120

3.1. Menciptakan Keamanan di Wilayah Kekuasaan.

Tahun-tahun pertama dari era kekhalifahan Utsman, Khalifah Utsman disibukkan dengan mengendalikan berbagai pemberontakan di beberapa wilayah bekas kekuasaan Persia dan Romawi. Sebagaimana dilaporkan oleh para ahli sejarah, antaranya Ibnu Katsir; bahwa ketika Utsman memangku jabatan Khalifah, wilayah kekuasaan Islam telah terbentang luas dari ujung Persia di Timur hingga perbatasan Sirenaika dan Tripoli di Barat, dari laut Kaspia di Utara hingga Nubia di Selatan.37 Pada masa Khalifah Umar bin Khattab seluruh wilayah kekuasaan Persia sebenarnya telah berada dalam kekuasaan Khilafah Islam. Demikian pula kota-kota penting yang berdekatan dengan wilayah Persia yang sebelumnya berada dalam koloni Romawi Timur telah pula dapat dikuasai Pasukan Islam, tetapi penguasa tertinggi Persia yang hidup dalam pengasingannya; Kaisar Yezdegrid III terus menggerakan perlawanan dan pemberontakan terhadap pemerintahan Islam (Khilafah Islam) dari pengasingannya. Ia terus menjalin kontak rahasia dengan penduduk yang masih loyal kepadanya melalui mata-mata yang disebarkannya, tetapi Yezdegrid III meninggal dunia pada tahun 30 H./653 M. akibat dibunuh oleh pengawalnya sendiri, setelah hampir sepuluh tahun hidup dalam pengasingan dan dalam jaminan suaka politik negara-negara tetangga.38

Dengan kematian Kaisar Yezdegrid III, maka menjadi reda pemberontakan-pemberontakan di wilayah Persia, dan kedaulatam Islampun dengan sendirinya semakin menguat. Pada sisi lain, di beberapa negeri bekas wilayah kekuasaan Romawi terjadi hal yang serupa seperti yang terjadi di beberapa wilayah bekas kekuasaan Persia, negeri-negeri bekas wilayah kekuasaan Romawi melakukan pemberontakan dan berupaya melepaskan diri dari kekuasaan Khilafah Islam. Pergantian para pejabat militer di Armenia dan Azerbaijan di masa Khalifah Utsman, dijadikan kesempatan oleh para mantan penguasa Romawi untuk melakukan pemberontakan

37 . Muhammad Husain Haekal, Utsman bin Affan ( terjemahan Indonesia oleh Ali Audah ), ( Jakarta: Litera Antar Nusa, 2002 ), h. 57

38 . Yousouf Soe`yb, Sejarah Daulat Khulafa Rasyidin, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1970 ), hlm. 376

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

121

dan membatalkan perjanjian sepihak di kedua negeri tersebut, dengan meminta bantuan tentara Kaisar Romawi mereka mencetuskan perlawanan terhadap penguasa Islam (Khalifah).39 Sikap yang sama dilakukan oleh sisa-sisa penguasa Romawi di wilayah Iskandariyah, Mesir, dan Tripoli. Tetapi semua gerakan separatis dan pemberontakan itu dihadapi oleh kekuatan Tentara Islam dengan keberanian dan ketangguhan perjuangan mereka dibawah komando Panglima Perang yang juga Gubernur Mesir; Amr bin `Ash berhasil menghancurkan kekuatan angkatan perang Romawi, sehingga Mesir seluruhnya kembali ke pangkuan Khilafah Islam.40

3.2. Tunjangan Sosial dan Kontroversi Distribusi Kekayaan

Kekayaan negara pada masa Khalifah Umar cukup melimpah ruah dan merupakan keberhasilan yang baik dalam sejarah pembangunan pemerintahan Islam di masa Khulafa al-Rasyidin. Keberhasilan ini ditunjang melalui kebijakan kontrol yang sangat ketat terhadap para Pejabat Tinggi, para Gubernur, serta para Staff Pemerintah agar tidak hidup berpoya-poya, glamour atau gaya hidup mewah. Oleh karenanya Khalifah Umar menerapkan cara hidup zuhud, yaitu sikap hidup yang jauh dari gemerlapan dunia, gila kemewahan dunia, meskipun tunjangan dan bantuan sosial diberikan kepada rakyatnya secara adil dan merata, tetapi Khalifah Umar terus mengadakan pengawasan kekayaan para Gubernur yang diangkatnya. Dengan cara seperti ini dampak negatif dari melimpahnya kekayaan dapat diminimalisir dan kesenjangan sosial di antara masyarakat dapat dihindari, setidaknya tidak menimbulkan kecemburuan sosial.

Kebijakan Khalifah Umar ini rupanya tidak diteruskan oleh Khalifah Utsman atas berbagai alasan dan pertimbangan. Keengganan untuk mengikuti kebijakan Khalifah Umar ini bisa jadi karena latar belakang kehidupan Khalifah Utsman sendiri yang kaya raya, serta sifat kepribadiannya yang lemah lembut dan dermawan. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada lahirnya

39 . Ibid. h. 36640 . Ibid. h. 34

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

122

kecendrungan masyarakat untuk hidup lebih leluasa dan mudah untuk mendapatkan berbagai fasilitas yang disediakan oleh pemerintah setelah mereka merasakan pola hidup yang ketat dan keras di masa dua Khalifah sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar. Disamping itu Khalifah Utsman sendiri tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh dan desakan keluarga dekatnya, terutama dari qabilah ( clan ) Umayyah, dan terutama dari Marwan bin Hakam yang sangat mungkin mempengaruhi gaya hidup bermewah-mewah, dan bahkan kebijakan-kebijakan politik Utsman.41 Kondisi sosial ekonomi yang sudah sangat baik di era pemerintahan Khalifah Utsman ini pada awalnya diharapkan dapat memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menikmati hidup lebih mudah. Tetapi ternyata memunculkan side effect yang mungkin saja tidak diperhitungkan sebelumnya oleh para pengambil kebijakan ( decision makers ) di era Khalifah Utsman, yaitu; bahwa kondisi sosial ekonomi yang sudah membaik ini diharapkan dapat menarik simpati mayoritas kaum bangsawan Quraisy untuk menggairahkan pertumbuhan ekonomi yang dimotori oleh para saudagar dan para tuan tanah. Tetapi realitasnya justeru kondisi ini memunculkan rasa kecemburuan sosial dari suku-suku lain, terutama dari kabilah-kabilah non Arab sebagai akibat dari semakin menganganya jurang perbedaan kekayaan. Isu kesenjangan sosial inilah yang di kemudiasn hari dijadikan salah satu senjata alasan bagi kaum demonstran untuk mendesak Khalifah Utsman agar mundur dari jabatannya. Karena itu Khalifah Utsman kemudian mengeluarkan kebijakan baru agar tunjangan sosial kepada para veteran perang Badar, isteri-isteri dan keluarga Nabi, kaum Muhajirin dan Anshar, serta kaum fakir miskin dan seluruh penduduk yang sebelumnya memang sudah ditetapkan menerima tunjangannya oleh Khalifah Umar ditingkatkan sesuai dengan derajat dan kedudukan (status sosial) mereka dalam masyarakat. Kebijakan ini nampaknya tidak dapat memuaskan hati masyarakat karena tidak mencakup seluruh rakyat yang berada di berbagai pelosok wilayah negeri yang sudah sangat luas.

41 . Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam ( terj.), ( Jakarta: Kalam Mulia, 2002 ), h.504

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

123

Kecendrungan gaya hidup mewah di era pemerintahan Khalifah Utsman ini dinilai oleh para elit dan senior Sahabat Nabi sebagai sesuatu yang sudah berlebihan, oleh karenanya mereka tidak setuju dengan lahirnya gejala gaya hidup mewah tersebut. `Ali bin Thalib, Abu Dzar al-Ghifary, `Ammer bin Yasir dan Salman al-Farisy adalah di antara tokoh-tokoh kunci yang melawan arus kecendrungan tersebut. Oleh karena itu, tidak heran kalau sering terjadi berbeda pendapat antara tokoh-tokoh tersebut dengan Khalifah Utsman dan para pejabat tinggi negara. Bukti yang paling ketara adalah ketegangan yang terjadi antara Abu Dzar al-Ghifary dengan Gubernur Syam (Syria); Mu`awiyah bin Abi Sufyan, yang kemudian memuncak menjadi konflik terselubung antara Abu Dzar berikut pendukungnya dari suku Ghifar dengan Khalifah Utsman beserta keluarga besar Bani Umayyah.42 Abu Dzar al-Ghifary dalam setiap kesempatan mengkampanyekan sikap hidup zuhud dan sederhana sebagaimana yang diterapkan oleh Khalifah Umar, menyeru para pemimpin, elit politik, dan kaum hartawan agar lebih mempedulikan nasib kaum fakir-miskin, dhu`afa, dan mempersamakan hak-hak mereka di bidang politik dan ekonomi.43

3.3. Kekayaan Negara Pada Era Khalifah Utsman

Sebagaimana diberlakukan di dalam Syariat Islam dan hukum perang pada zaman itu, bahwa penaklukan ( al-futuhat al-Islamiyah ) atas suatu wilayah berarti penguasaan atas segala sumber kekayaan alam dan makhluk hidup di wilayah tersebut. Penaklukan imperium Persia dan Romawi, terutama negeri Iraq dan Mesir yang tanahnya subur makmur oleh militer Islam telah membuka pintu terbukanya kekayaan yang melimpah ruah. Harta rampasan perang dan budak-budak tawanan tidak terhitung banyaknya. Penaklukan seperti ini terus berlanjut pada masa Khalifah Utsman, sehingga kekayaanpun terus mengalir ke Kas Negara ( Baitul Mal) yang berada di Ibu Kota Negara; Madinah dan ke kantong-kantong para prajurit Islam.

42 . Lihat al-Thabary, Abu Ja`far Muhammad bin Jarir, Tarikh al-Umam wa al-Muluk ( Beirut: Dar el-Suwaidan, tt. ), h. 283 – 285

43 . Lihat Ahmad Amin, Fajru al-Islam ( Kairo: Maktabah Nahdhah al-Misriyah, 1964 ), h. 110

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

124

Kemakmuran hidup dan kesejahteraan sosial berlipat ganda ini sudah dimulai sejak masa-masa sebelumnya, yaitu dari masa pemerintahan Khalifah Umar. Sebagai gambaran singkat bagaimana melimpahnya kekayaan kaum muslimin di masa itu, dapat diberikan contoh dari beberapa penaklukan wilayah Persia. Ketika Tentara Islam merebut kota Qadisiyah di bawah panglima perang Sa`ad bin Abi Waqqas, mereka berhasil membawa harta kekayaan rampasan Kiasar Persia yang ditinggalkan, sehingga ditaksir mencapai 652 juta Dinar. Seperlima (5%) dari jumlah tersebut dikirim ke Ibu Kota Negara, sementara sisanya dibagikan kepada Tentara dan disedekahkan ke penduduk setempat yang miskin. Dalam pembebasan kota Madain masing-masing Tentara Islam memperoleh bagian harta rampasan sekitar 12. 000 Dirham. Dari pembebasan kota Jalula, setiap Tentara Berkuda ( Kaveleri ) memperoleh jatah rampasan sekitar 90.000 Dirham per-orang. Sedangkan dalam pembebasan kota Tikrit, Moshul, Ramharmaz, Tustar, dan Shaus, masing-masing Tentara Berkuda memperoleh bagian dari tiap kota tersebut sebesar 3000 Dirham, dan setiap prajurit pejalan kaki (infantri ) memdapat bagian sebesar 1000 Dirham.44

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai kondisi kekayaan negara pada masa Khalifah Umar dan Khalifah Utsman, tidaklah mengherankan kalau diriwayatkan betapa kayanya seorang Sahabat Nabi, semisal; Abdurrahman bin Auf yang mampu bersedekah dalam satu kali senilai 15.000 Dinar. Zubair bin Awwam meninggalkan harta warisan senilai 50.200.000 Dinar. Thalhah mempunyai kekayaan di Iraq yang menghasilkan tiap tahunnya sekitar 400.000 Dinar, dan ia mengambil 10.000 Dinar untuk disedekahkan. Sementara Said bin Auf pernah kebingungan karena terlalu melimpah kekayaannya. Akhirnya ia mengambil 400.000 Dinar untuk disedekahkan saat itu juga.45

Melimpahnya harta kekayaan hasil rampasan perang rupanya melahirkan implikasi kecenderungan hidup mewah bukan

44 . Lihat Qutb Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab, (terj.) ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 ), h. 60 - 61

45 . Abbas Mahmud al-`Aqqad, Kesejahteraan Utsman bin Affan ( terj. ) ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 ), h. 124 - 125

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

125

saja dikalangan para prajurit yang baru memeluk Islam, tetapi juga dikalangan Sahabat-sahabat Nabi yang umumnya mendapatkan jabatan terhormat dalam dinas kemiliteran. Di era pemerintahan Umar bin Khattab, Umar menyadari bahwa kecenderungan hidup mewah membawa dampak buruk terhadap perilaku umat Islam jika tidak segera diantisipasi. Oleh karena itu Umar menerapkan kebijakan melarang para Sahabat keluar dari kota Madinah, kecuali atas seizinnya dalam batas-batas tugas kenegaraan, itupun diberikan dalam jangka waktu yang ditentukan.46 Umar juga menerapkan sikap zuhud, dan terus mengadakan pengawasan terhadap kekayaan para Gubernur dan para pejabat pemerintahan di setiap daerah dan wilayah. Dengan cara ini dampak negatif sebagai akibat dari melimpahnya kekayaan negara dapat diminimalisir dan kesenjangan sosial tidak menimbulkan kecemburuan sosial, sehingga roda pemerintahan tetap berjalan dengan baik.

3.4. Kebijakan Kontroversial Khalifah Utsman

Beberapa kebijakan politik Utsman yang dinilai kurang strategis dan karenanya menimbulkan reaksi keras dari rakyatnya adalah persoalan mutasi dan pergantian para pejabat penting, digantikan dengan orang-orang yang dekat keluarga Khalifah atau digantikan dengan orang-orang yang tidak memiliki kapabilitas tetapi punya kedekatan dengan Khalifah. Pergantian ini terjadi baik ditingkat pusat pemerintahan (Madinah) ataupun di tingkat wilayah atau daerah. Kebijakan yang tidak menguntungkan ini pada akhirnya menuai isu nepotisme yang dituduhkan kaum oposisi kepada Khalifah Usman. Beberapa kebijakan Utsman yang tidak populis itu, antaranya sebagai berikut;

Pertama: Khalifah mengganti pejabat sekretaris negara yang dijabat oleh Zayd bin Thabit (berasal dari komunitas Anshar) semenjak Khalifah Abu Bakar dan Umar, digantikan oleh Marwan bin Hakam yang merupakan putra paman Utsman sendiri.47 Kemudian Zayd sendiri dimutasi

46 . Muhammad Husain Haikal, Utsman bin Affan, terj. ( Jakarta: Litera Antar Nusa, 2002 ), h. 118

47 . Hakam bin Abu al-`Ash bin Umayah adalah orang yang sangat memusuhi Nabi Muhammad. Tetapi akhirnya dia masuk Islam setelah fathu

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

126

menjadi kepala Baitul Mal (Bendahara Negara), menggantikan posisi Abdullah bin Arqam dari komunitas Muhajirin. Abdullah diberhentikan dengan diberi uang pesangon sekitar 30.000 Dirham, tetapi Abdullah tidak menerimanya.48

Kedua; `Amr bin `Ash, sebagai Gubernur ( Amir ) Mesir dan Tripoli yang telah menjabat jabatan ini sejak keberhasilannya memimpin pasukan perang menaklukkan wilayah Mesir dan Tripoli pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab tahun 18 H. diberhentikan dari jabatannya sebagai Gubernur dan digantikan dengan Abdullah bin Sa`ad bin Abi Sarah yang masih keluarga Umayyah dan saudara sepesusuan Khalifah Utsman. Abdullah bin Sa`ad bin Abi Sarah sebenarnya seorang panglima perang dibawah pimpinan `Amr bin `Ash ketika dalam penaklukan Mesir.

Ketiga; Abu Musa al-`Ash`ari yang menjabat Gubernur wilayah Persia (Iran) dan Khurasan yang berpusat di Basrah diberhentikan dan digantikan dengan Abdullah bin Amir bin Kuraez, saudara sepupu Khalifah Utsman yang waktu itu masih berusia 25 tahun.49

Keempat;Panglima Perang, Sa`ad bin Abi Waqqas, seorang Gubernur untuk tiga wilayah Iraq, Azerbaizan, dan Armenia yang berpusat di Kufah digantikan dengan al-Walid bin `Uqbah bin Abi Muayth yang juga masih keluarga Umayyah. 50 Sementara itu Muawiyah bin Abi

Makkah ( Mekkah ditaklukkan Pasukan Islam ) secara damai pada tahun 8 H. Nabi sendiri menetapkan hukuman mati kepada Hakam karena permusuhannya kepada Islam yang keterlaluan. Tetapi sebagai penghormatan kepada Utsman dan karena dia sudah masuk Islam, Nabi menarik keputusannya dan membolehkan ia bersama keluarganya tinggal di Thaif. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar keluarga Hakam ini tidak diizinkan tinggal di Ibu Kota Madinah. Ini adalah salah satu pemicu kebencian penduduk Madinah kepada keluarga Umayyah. Lihat Joesoef Sou`yb, Sejarah Daulat Khulafa Rasyidin, h. 336

48 . Ibid. h. 33649 . Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz VII, h. 165 50 . Ibid. h. 162

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

127

Sufyan bin Umayyah (cucu Umayyah) tetap dikukuhkan sebagai Gubernur Syam yang kekuasaannya meliputi Syiria dan Palestin, sampai terbunuhnya Khalifah Utsman oleh para kaum demonstran yang brutal.

Dalam mengomentari kebijakan-kebijakan Khalifah Utsman di atas, para ahli rupanya sepakat bahwa Marwan bin Hakam mempunyai peran penting dalam mempengaruhi keputusan politik Utsman yang kontroversial dengan aspirasi mayoritas para Sahabat senior Nabi, sehingga Khalifah Utsman beberapa kali harus menanggung kritikan pedas atas kebijakan-kebijakannya yang kurang strategis, bahkan terjadi perbedaan pandangan dengan para penasehatnya sendiri yang sekaligus sebagai anggota Ahlul Halli wa al-Aqd i, yaitu; Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa`ad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah, dan Zubayr bin Awwam.51 Utsman bin Affan, Khalifah ketiga berkepribadian lemah-lembut, dermawan, dan toleran, ditambah dengan usianya yang sudah lanjut di atas tujuh puluh tahun tidaklah sulit untuk menegaskan bahwa kebergantungan Utsman dalam banyak hal setrategis kepada orang kepercayaannya, oleh karenanya ada benarnya jika ada yang berpendapat bahwa kebijakan-kebijakan Khalifah Utsman sangat kuat dipengaruhi oleh masukan-masukan Marwan bin Hakam yang merupakan kepercayaan yang paling utama bagi Khalifah Utsman.

Selain kebijakan politik, kebijakan keagamaan yang berdasarkan ijtihad Utsman dalam beberapa kasus, juga menimbulkan reaksi keras dari para Sahabat senior Nabi. Dalam konsteks ini al-Thabary mengutip riwayat al-Waqidiy yang bersumber dari Ibnu Abbas, sebagai berikut;

Sesungguhnya pertama kali munculnya pembicaraan orang tentang Utsman secara terbuka, bahwa selama masa kepemimpinan Utsman shalat di Mina ( saat ibadah haji dengan qashar dari empat rakaat ) dua rakaat-dua rakaat, tetapi ketika tahun keenam dari kepemimpinannya Utsman shalat sempurna, dalam arti Utsman tidak melaksanakan 51 . Lihat Abbas Mahmud al-`Aqqad, Kejeniusan Usman bin Affan, terj. h.

98 - 100

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

128

qashar, berbeda dengan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar yang melaksanakannya dua rakaat-dua rakaat ketika di Mina.52

Utsman berargumentasi bahwa dia mengerjakan shalat di Mina empat rakaat secara sempurna, karena ada laporan bahwa sebagian orang yang melaksanakan ibadah haji dari penduduk Yaman pada tahun yang lalu, mereka mengatakan bahwa shalat bagi orang muqim; kok hanya dua raka`at. Ini pemimpin kalian; Utsman, shalat dua rakaat. Sedang aku (kata Utsman ) punya keluarga di Mekkah, maka aku berpendapat untuk shalat empat rakaat karena khawatir dari perkataan masyarakat Yaman. Aku juga punya isteri di Mekah dan punya kekayaan di Thaif.53

Ijtihad Khalifah Utsman yang menyalahi pendapat mayoritas tokoh-tokoh Sahabat Nabi yang lain rupanya berdampak munculnya pandangan miring terhadap Khalifah Utsman. Kondisi ini menjadi peluang bagi pihak-pihak yang merasa kecewa untuk menyebarkan issu kecacatan kepemimpinan Utsman. Bagi masyarakat yang kuat berpegang pada tradisi Sunnah Nabi dan generasi pendahulunya, maka issu yang paling sensitif adalah penyelewengan dari tradisi yang sudah mengakar itu, dan tidak ada tradisi agama dalam Islam yang paling disakralkan melebihi tatacara ritual ibadah seperti shalat dan haji. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa issu ini menjadi alasan bagi masyarakat untuk mengecam kebijakan Khalifah Utsman secara terbuka yang diawali dari peristiwa shalatnya Utsman empat rakaat - empat rakaat di Mina pada musin Haji tahun 29 H. atau akhir tahun keenam dari kekhilafahan Utsman bin Affan. Dengan issu menyalahi Sunnah Nabi, tradisi Abu Bakar, serta Umar, maka kecaman-kecaman masyarakat, terutama dari orang-orang oposisi atas berbagai kebijakan politik Utsman semakin menguat dan gencar. Kecaman-kecaman tersebut sebenarnya tidak lepas dari tujuan akhir mereka, yaitu menjatuhkan Utsman dan menghentikan dominasi kepemimpinan klan Umayyah,

52 .al-Thabary, Abu Ja`far Muhammad bin Jarir, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 267

53 . Untuk informasi lebih lengkapnya, lihat al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk. h. 258

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

129

maka sejak itu tidak ada kebijakan politik Utsman yang luput dari kritik terbuka dari kaum oposisi.

Keputusan Khalifah Utsman untuk menghimpun al-Qur`an dalam satu mushaf, dan penyeragaman bacaannya dengan dialek Quraisy, dituduh sebagai upaya kaum Quraisy –khususnya Bani Umayyah- secara sistematis untuk mendominasi suku-suku Arab yang lain lewat simbol agama yang paling disakralkan, serta menyebarkan berita ( dalam nada menghasut ) bahwa Utsman telah membakar mushaf-mushaf yang dimiliki para Sahabat Nabi yang lain.54 Renovasi Mesjid Nabawiy dan Mesjidil Haram Mekah sehingga menjadi lebih besar, lebih megah dan lebih indah, dituduh sebagai menyalahi Sunnah Nabi dan kedua Khalifah sebelumnya.55 Kedermawanan Utsman dalam membagi-bagikan bantuan kepada keluarga Nabi, para pejuang Badar, kaum miskin dan kepala keluarganya sendiri, dituduh sebagai penyelewengan uang negara secara sewenang-wenang.56

3.5. Situasi Politik Akhir Pemerintahan Khalifah Utsman

Perbedaan pendapat di dalam masalah sosial politik dan keaagamaan antara Khalifah dengan para elit Sahabat Nabi yang lain terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama, klimaks dari kondisi yang tidak menguntungkan persatuan umat Islam muncul gerakan penentangan dan pembangkangan terhadap Khalifah Utsman dan para pejabatnya, dimulai dengan membangun jaringan oposisi yang bersikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan Khalifah yang dinilainya nepotisme dan boros dalam penggunaan uang negara. Jaringan oposisi pada akhirnya berubah menjadi pressure group yang melakukan demonstrasi menuntut secara paksa agar Khalifah Utsman bersedia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai khalifah atau menyerahkan Marwan bin Hakam yang posisinya sebagai sekretaris negara kepada para demonstran. Beberapa kali delegasi kaum penentang datang menemui Khalifah untuk menyampaikan aspirasi politik mereka. Tetapi rupanya tidak ada perubahan kebijakan kearah yang lebih baik, sehingga

54 . Abbas Mahmud al-`Aqqad, Kejeniusan Usman. h. 6455 . Joesoef Soe`yb, Daulat Khulafa Rasyidin, h. 392 - 39656 . Ibid. h. 433 - 440

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

130

keceman-kecaman terhadap Khalifah Utsman semakin meningkat. Ali bin Abi Thalib sebagai penasehat sering mengingatkan tentang situasi yang berkembang dan menyampaikan saran bagaimana sikap yang seharusnya diambil oleh Khalifah,57 tetapi peringatan Ali tidak direspon dengan baik.

Menghadapi gelombang kecaman dan gerakan penentangan yang massif pada enam tahun terakhir dari masa pemerintaha Khalifah Utsman, Khalifah Utsman kemudian mau mengubah beberapa kebijakan setelah berkonsultasi dengan Ali bin Abi Thalib, yaitu Utsman mengabulkan tuntutan penduduk Kufah untuk memecat Gubernur al-Walid bin Uqbah yang dilaporkan suka minum minuman keras ( khamer ) dan melakukan shalat Subuh empat rakaat, kemudian Khalifah Utsman mengangkat Sa`id bin `Ash menjadi Gubernur Kufah sebagai pengganti al-Walid bin Uqbah.58

Situasi aman di Kufah berlangsung hanya dalam beberapa bulan saja, kurang dari tiga bulan, setelah itu situasi buruk melanda kembali, hal ini ditandai dengan munculnya para penentang Khalifah Utsman kembali mengeluarkan kecaman-kecaman di tempat umum. Kondisi ini memaksa Gubernur Sa`id bin Ash melaporkan situasi buruk kepada Khalifah, Khalifah Utsman kemudian mensikapinya dengan menginstruksikan agar para propokator itu diasingkan ke Syam (Syiria) untuk diberikan peringatan, pemulihan oleh Gubernur Muawiyah. Dalam waktu yang bersamaan atas dasar laporan Gubernur Basrah; Abdullah bin Amir bin Kuraez tentang kerusuhan yang terjadi di Basrah, Khalifah Utsman juga memerintahkan agar para propokator di Basrah diasingankan ke Mesir.59 Tetapi upaya tersebut rupanya tidak bisa meredam api kemarahan para penentang Khalifah Utsman, justeru sebaliknya para penentang malah semakin bringas dan jaringan mereka semakin kuat, terutama di tiga Provinsi, yaitu; Mesir, Kufah, dan Basrah.

57 . Ibnu Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz VII, h. 18958 . Ibid. h. 16659 . Ibid. h. 178

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

131

Tahun 35 H. merupakan kematangan rencana dan akumulasi dari serangkaian kejadian-kejadian di tahun-tahun sebelumnya, para penentang pemerintah bergerak untuk mendesak Khalifah Utsman agar mengundurkan diri dari jabatannya sebagai khalifah atau menyerahkan Marwan bin Hakam yang dianggap oleh mereka sebagai otak dari kebijakan-kebijakan Khalifah Utsman yang menyebabkan terjadinya carut marut, terutama dalam hal pengangkatan para pejabat negara dan gubernur di beberapa wilayah yang dinilainya berdasarkan unsur nepotisme dan tidak memiliki kapabilitas,60 dan pada saat yang sama Utsman didesak untuk mengubah dasar kebijakannya dalam hal pendistribusian kekayaan negara agar lebih merata dan berpihak kepada masyarakat luas yang miskin. Melalui surat menyurat secara rahasia antar sesama kelompok jaringan mereka yang tersebar di Mesir, Kufah, Basrah, dan lain-lainnya, para penentang sepakat untuk datang ke Ibu Kota Negara; Madinah secara bergelombang dengan kekuatan pasukan yang dipimpin oleh masing-masing ketua kelompok, dan semuanya di bawah satu kordinasi pemimpin.

Gelombang yang datang dari tiga wilayah, yaitu; Mesir, Kufah, dan Basrah dapat dijelaskan sebgai berikut;

1. Para penentang Khalifah Utsman yang datang dari Mesir dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing kelompok dipimpin oleh ketua kelompok. Ke-empat-empat kelompok dipimpin oleh seorang ketua kordinator, yaitu; al-Ghafiqy bin Harb al-`Akky. Mereka menginginkan Ali bin Abi Thalib yang menjadi Amirul Mukminin ( khalifah ) setelah Utsman bin Affan.

2. Para penentang Utsman yang datang dari Kufah juga terbagi ke dalam empat kelompok, dan masing-masing kelompok dipimpin oleh seorang ketua, dan semuanya berada dibawah satu kordinasi seorang pemimpin, yaitu; Amr bin al-`Asham. Mereka semua dari Kufah menghendaki agar kepemimpinan (Amirul Mukminin) sesudah Utsman adalah Zubair.

3. Para penentang Khalifah Utsman yang datang dari Basrah juga terbagi ke dalam empat kelompok, dan masing-masing

60 . Ibnu Kahtir, al-Bidayah wa al-Nihayah, h. 190

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

132

kelompok dipimpin oleh seorang ketua, dan semuanya dibawah satu kordinasi seorang pemimpin, yaitu; Harqus bin Zuhair al-Sa`ady. Mereka semua menginginkan agar khalifah (Amirul Mukminin sesudah Utsman adalah Thalhah.61

Mereka semua dari ketiga wilayah datang ke Ibu Kota Madinah pada bulan Rajab tahun 35 H. dengan cara-cara seperti orang melaksanakan ibadah umrah.62 Hal ini dilakukan berdasarkan langkah-langkah strategis, karena dalam kondisi seperti ini mereka dapat mengelabuhi masyarakat Madinah agar kedatangan mereka tidak dicurigai, dan dengan cara ini juga memungkinkan mereka dapat leluasa bergerak ke sana ke mari di kota Madinah. Kedatangan para aksi demo dengan tujuan yang sama, yaitu menyampaikan aspirasi dan tuntutan agar Khalifah Utsman mengundurkan diri dari jabatanya sebagai khalifah, tetapi berbeda dalam hal pengengkatan pengganti Utsman jika nanti dia lengser dari jabatanya. Walaupun demikian, ternyata memasuki kota Madinah bagi mereka para penentang Khalifah Utsman tidak semudah seperti yang mereka bayangkan. Keadaan ini sepertinya sudah tercium oleh para elit politik Sahabat Nabi, oleh karenanya para elite Sahabat Nabi menolak kedatangan mereka, dan mendesak agar mereka kembali pulang. Utsman bin Affan mengakhiri jabatanya sebagai khalifah setelah terjadi peristiwa pembunuhan terhadap dirinya pada tanggal 18 Zulhijjah tahun 35 H. di rumah kediamanya oleh salah seorang demonstran.

4. Ali Bin Abi Thalib dan Kebijakan Politik

61 . Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz VII, h. 190 - 19162 . Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz. VII. h. 186 - 187

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

133

Ali bin Abi Thalib63 dibaiat (dilantik) menjadi Khalifah keempat pada tahun 35 H. Setelah Khalifah Utsman wafat terbunuh oleh para demonstran. Para demonstran mendesak Ali agar bersedia diangkat menjadi Khalifah menggantikan Utsman. Pada awalnya Ali menolak desakan para demonstran tersebut, tetapi setelah didesak terus, akhirnya Ali menerima pengangkatanyan sebagai khalifah keempat.64 Itu pun setelah Ali melakukan konsultasi dengan Thalhah dan Zubair sebagai dua orang tokoh Sahabat Nabi yang dianggap senior. Bahkan bukan itu saja Ali juga sempat

63. Ali bin Abi Thalib saudara sepupu dan menantu Nabi Muhammad saw.. Nabi Muhammad dan Ali sama-sama dibesarkan dibawah bimbingan Abi Thalib (ayah kandung Ali), Ali sangat menghormati Nabi Muhammad, Ali dinikahkan dengan satu satunya putri Nabi-Khadijah, Yaitu, Fatimah. Dari perkhawinan ini Ali dikaruniai dua orang putra, yaitu Hasan dan Husain. Para pendukung Ali, terutama golongan yang simpati kepada Ali, yaitu golongan Syiah berkeyakinan bahwa kekuasaan politik sepeninggal Nabi Muhammad saw. mestinya digantikan oleh keluarga Nabi ( ahlul Bait ), justeru Ali itu pengganti yang sah dari Nabi Muhammad saw.

64 . Berdasarkan laporan para penulis sejarah terkait waktu yang persis terjadinya pembaiatan kepada Ali ternyata berbeda-beda, yaitu;

1. Al-Suyuthi meriwayatkan dari Ibnu Sa`ad banwa Ali bin Abi Thalib dibaiat ( dilantik ) sehari setelah terjadi pembunuhan terhadap Khalihah Usman. Lihat. Jalaluddin al-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, terj. oleh Samson Rahman ( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001 ), hlm. 201

2. Al-Thabariy menuturkan bahwa Utsman terbunuh pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun 35 H. dan Ali dibaiat pada tanggal 25 bulan dan tahun yang sama, sehingga tujuh hari kemudian setelah wafatnya Utsman. Ali dibaiat. lihat. Al-Thabariy, Abu Ja`far Muhammad bin Jarir, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 432

3. Pendapat lain yang juga diriwayatkan al-Thabariy bahwa setelah Utsman terbunuh terjadi kekosongan jabatan khalifah selama lima hari. Pada saat kekosongan jabatan ini, salah seorang tokoh dari para demonstran, yaitu; al-Ghafiqy bin Harb memegang kendali sementara situasi di Ibu Kota Madinah, dan kemudian al-Ghafiqi mengeluarkan ultimatum kepada masyarakat Madinah bahwa agar dalam tempo dua hari segera dilantik salah seorang dari tiga calon khalifah, yaitu; Ali bin Abi Thalib, Thalhah atau Zubair. Jika dalam tempo tersebut belum juga terpilih salah seorang dari mereka bertiga, maka para demonstran mengancam akan membunuh ketiga-tiga tokoh tersebut, sebagaimana mereka lakukan kepada Khalifah Utsman. Ultimatum ini mereka lakukan setelah mereka merasa putus asa tidak berhasil membujuk

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

134

menanyakan, mana para calon ahli Syurga ?, mana orang-orang yang pernah berjasa perang Badar ?. Tindakan Ali ini dapat diindikasikan bahwa Ali tidak gegabah dalam hal menerima kepemimpinan publik. Pada akirnya Ali bin Abi Thalib dibaiat secara massal di Mesjid Nabawiy pada hari Jum`at tanggal 25 Dzul Hijjah tahun 35 H.

Meskipun pembaiatan Ali sebagai khalifah keempat dapat terlaksana secara mulus dan mayoritas penduduk Madinah menerima kekhalifahannya dengan antusias, tetapi ada beberapa kelompok kecil yang mengambil sikap politik yang berbeda dari mainstream penduduk Madinah umumnya. Dalam konteks ini Al-ThabarIy menjelaskan beberapa kelompok kecil yang tidak mendukung pelantikn Ali sebagai Khalifah, setidaknya ada empat kelompok, sebagai berikut.65 ;

1. Kelompok yang melarikan diri dari Madinah menuju negeri Syam pasca terbunuhnya Khalifah Utsman, mereka menghindari keterlibatan dalam pembaiatan Ali sebagai khalifah. Mereka adalah anak cucu Bani Umayyah dan para pendukung setia Utsman, di antara tokoh dari Bani Umayyah adalah Marwan bin al-Hakam ( Penasehat dan Sekretaris Negara Khalifah Utsman ) dan al-Walid bin Uqbah. Sementara dari tokokh-tokoh pendukung setia Ali bin Abi Thalib yang ikut melarikan diri ke negeri Syam adalah Qudamah bin Madh`un, Abdullah bin Salam, Mughirah bin Syu`bah, dan Nu`man bin Basyir.

2. Kelompok yang menangguhkan pembaiatan kepada Ali dan menyatakan menunggu perkembangan dan situasi politik, di antara mereka adalah Sa`ad bin Abi Waqqas, Abdullah bin Umar, Shuhayb bin Abi Sinan, Zayd bin Thabit, Muhammad bin Abi Salamah, Usamah bin Zayd, Sulaiman bin Salamah bin Raqs.

3. Kelompok yang sengaja tidak memberikan baiat kepada Ali, meskipun mereka tetap berada di Madinah saat

ketiganya agar bersedia diangkat menjadi pengganti Utsman. Lihat. Al-Thabariy, Tarikh al-Umam wa al-Muluk. h. 434

65 . Lihat al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 430 - 431

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

135

pembaiatan Ali, di antara mereka adalah Hassan bin Thabit, Ka`ab bin Malik, Rafi` bin Khadij, Abu Sa`ad al-Khudry, Muhammad bin Maslamah, dan Maslamah bin Mukhallad. Mereka disebut-sebut sebagai kelompok yang sangat loyal kepada Khalifah Utsman.

4. Kelompok yang sedang menunaikan ibadah haji pada tahun itu dan belum pulang saat dilakukan pembaiatan kepada Ali, dan setelah mereka mendengar tentang pembaiatan Ali, sebagaian dari mereka tidak pulang ke Madinah karena memang dalam situasi politik yang sedang genting, akhirnya mereka menunggu di Mekah sampai situasi politik di Madinah kembali kondusif, salah satu di antara mereka adalah Aisyah, janda Nabi Muhammad saw.

Gambaran sepintas tentang situasi pada awal terjadinya peristiwa pembaiatan Ali bin Abi Thalib di atas mengindikasikan bahwa betapa sulitnya situasi politik menjelang dan pasca terbunuhnya Utsman, dan ini menjadi preseden tidak baik dan sekaligus tidak menguntungkan bagi kepemimpinan Ali bin Abi Thalib di kemudian hari, bahkan dapat dikatakan bahwa siapapun yang memimpin saat itu pasti dihadapkan pada situasi politik yang sangat sulit. Bagaimanapun Madinah adalah ibu Kota negara dan pusat kewibawaan agama semenjak Nabi Muhammad saw. hingga tiga khalifah sesudahnya. Keputusan politik yang disepakati penduduk Madinah menjadi acuan bagi seluruh wilayah Islam yang berada di bawah otoritas kekuasaannya. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa Madinah menjadi barometer keutuhan umat, karena di sinilah berkumpulnya para sahabat Nabi yang sangat dihormati oleh generasi sesudahnya. Jika penduduk Madinah saja sudah tidak utuh dalam suatu keputusan politik, maka bagaimana pula penduduk yang berada di wilayah-wilayah keuasaan Madinah akan lebih sulit lagi untuk bersatu menerimanya.

Realitas inilah yang dihadapi Khalifah Ali, Ali tidak dibaiat dengan pembaiatan yang utuh yang memberinya kewibawan dan legitimasi yang kuat sebagaimana yang terjadi kepada ketiga-tiga Khalifah pendahulunya. Karenanya dapat ditegaskan bahwa situasi politik di luar Madinah akan lebih keruh lagi dari situasi yang ada di

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

136

Madinah, dan nampaknya sejarah telah membuktikan kebenaran prediksi tersebut di sepanjang pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, dan apa yang terjadi dalam sepanjang pemerintahan Ali adalah Ali bin Abi Thalib lebih banyak disibukkan dengan upaya menundukkan gerakan kelompok-kelompok yang menentang kebijakan politiknya dari pada merealisasikan apa yang menjadi visi dan missi politiliknya.

4.1.Dasar Kebijakan Politik Ali

Begitu selesai acara pembaiatan, dan secara konstitusional Ali resmi menjadi Khalifah keempat, kemudian Ali langsung menyampaikan pidato politiknya berisi visi yang menjadi dasar kebijakan yang akan dilaksanakan dalam pemerintahannya. Dalam konteks ini al-Thabary dalam karyanya Tarikh al-Umam wa al-Muluk mencatat sebagian isi pidato Khalifah Ali, antaranya sebagai berikut;

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menurunkan Kitab petunjuk yang menjelaskan kebaikan dan keburukan, maka ambillah kebaikan dan tinggalkan keburukan. Tunaikanlah tugas-tugas kalian kepada Allah swt. Niscaya Allah akan menunaikan kalian ke Syurga. Sesungguhnya Allah telah menetapkan hal-hal haram tanpa sembunyi. Allah mengutamakan kehormatan seorang muslim di atas semua kehormatan-kehormatan yang lain. Allah memerintahkan untuk berperilaku ikhlas dan bersatu untuk mencapai kesatuan umat Islam. Seorang muslim adalah orang yang menjaga keselamatan orang muslim lainnya dari kejahatan lidahnya (ucapan) dan tangannya (pukulan, kekuasaan) kecuali apabila memang itu haknya. Tidak halal (tidak boleh) menyakiti seorang muslim lain kecuali jika itu sudah diwajibkan.

Segeralah kalian menunaikan urusan orang banyak ( urusan publik ), terutama urusan kematian. Sesungguhnya di depan kalian adalah manusia, sementara di belakang

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

137

kalian adalah waktu ( yang sudah lewat ), oleh karenanya ringankanlah urusan mereka, niscaya kalian akan mendapatinya, karena sesungguhnya orang-orang yang menunggu adalah orang yang terakhir di antara mereka. Bertaqwalah kepada Allah dalam urusan hamba-hamba Allah dan negaranya, karena kalian akan diminta pertanggung jawaban sekalipun dalam urusan sebidang tanah dan masalah binatang. Taatlah kepada Allah dan jangan melanggar perintah-Nya. Jika kalian melihat kebaikan ambillah dan jika kalian melihat keburukan, maka tinggalkanlah. ( dan ingatlah ketika kalian dalam keadaan berjumlah sedikit dan tertindas di muka bumi ).66

Pidato politik Ali sebagaimana dikutip di atas, sedikit banyak menggambarkan garis besar visi politiknya;

1. Sumber hukum dan dasar keputusan politiknya adalah kitab suci al-Qur`an. Ini tidak berarti bahwa Ali akan mengabaikan Sunnah Nabi, karena al-Qur`an hanya dapat dilaksanakan secara tepat jika dibimbing oleh Sunnah Nabi, dan Ali tentu saja orang yang paling memahami persoalan ini.

2. Mewujudkan nilai-nilai kebaikan ideal al-Qur`an, dan menolak setiap keburukan di dalam masyarakat.

3. Tulus ikhlas dalam memimpin dan mengutamakan integrasi umat Islam.

4. Melindungi kehormatan jiwa dan harta kekayaan rakyat dari setiap ucapan lisan yang kasar, menyakiti dan kezaliman kekuasaan.

5. Membangun kehidupan masyarakat yang bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara dengan landasan ketaatan kepada Allah.

Berdasarkan garis besar visi politiknya, Khalifah Ali selama kurang lebih empat tahun sembilan bulan masa kepemimpinannya melaksanakan reformasi pemerintahan sejalan dengan visinya yang mengacu kepada nilai-nilai keadilan, persamaan, persaudaraan,

66 . Lihat al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 436. Lihat juga Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz 7, h. 347. Ungkapan yang bergaris miring adalah terjemahan ayat 26 surat al-Anfal.

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

138

kesederhanaan, kejujuran dan keikhlasan sebagaimana diajarkan al-Qur`an dan Sunnah Nabi. Secara umum, visi dan kebijakan politik Khalifah Ali sejalan dengan visi dan kebijakan politik Khalifah Umar bin Khattab,67 hanya keduanya berbeda dalam kesempatan dan situasi zaman yang dipimpinnya. Umar memimpin selama sepuluh tahun lima bulan dua puluh satu hari dalam situasi kondusif, integrasi dan solidaritas umat masih sangat kuat. Sementara Ali memipin hanya empat tahun sembilan bulan dalam suasana disintegrasi dan konflik intern di tubuh umat Islam.68 Berikut ini disampaikan realisasi dari visi dan kebijakan politik Ali dalam upaya menegembalikan kekhilafahan Islam kepada praktik-praktik yang sebenarnya.

4.2.Restrukturisasi Para Pejabat dan Gubernur

Ketika Ali bin Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah dan meskipun kurang mendapatkan dukungan padu dari seluruh penduduk di berbagai wilayah, para Gubernur dan pejabat daerah adalah mereka yang telah diangkat oleh Khalifah Utsman. Secara tinjauan politis telah terbentuk opini publik di kalangan masyarakat grasrut bahwa pengangkatan para Gubernur dan pejabat itu lebih didasarkan atas hubungan kekerabatan (nepotisme) dari pada atas kapabelitas dan pengalaman mereka. Walaupun opini publik ini sebenarnya tidak seluruhnya benar, karena tidak semua pejabat Utsman dari kalangan Bani Umayyah, ada di antara para pejabat yang diangkat Utsman memiliki prestasi cemerlang dan tidak ada hubungan kekerabatan.

Ibnu Katsir dalam karyanya: al-Bidayah wa al-Nihayah, mencatat nama-nama Gubernur dan para pejabat terkenal di masa akhir pemerintahan Khalifah Utsman yang kemudian diwarisi oleh Ali bin Abi Thalib, di antara mereka adalah;

67 . Ahmad Salaby, al-Mausu`ah al-Hadharah al-Islamiyah III; al-Siyasah fi al-Fikr al-Islamiy, ( Qahirah: Maktabah Nahdhah al-Misriyah, 1991 ), h. 165

68 . Joesoef Soe`yb, Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin, h. 311 dan 531

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

139

Abu Musa al-Asy`ari; Gubernur Kufah, sementara panglima tentaranya dijabat oleh Qa`qa` bin Amir dan kepala urusan pajak dijabat oleh Jabir al-Muzanni.

Abdullah bin Amir; Gubernur Basrah. Abdullah bin Sa`ad bin Abi Sarah; Gubernur Mesir, tetapi

Abdullah kemudian dikudeta oleh Muhammad bin Abi Hudzaifah menjelang terbunuhnya Utsman, sementara Utsman sendiri telah memecatnya dan mengangkat Muhammad bin Abu Bakar sebagai penggantinya beberapa hari sebelum Utsman terbunuh.

Muawiyah bin Abi Sufyan; Gubernur Syam (Syria). Abdur Rahman bin Khalid; pejabat Walikota Hims. Habib bin Maslamah; pejabat Walikota Qonsarian. Abul `Awar bin Sufyan; pejabat Walikota Yordan. al-Qomah bin Hakim; pejabat Wali kota Palestina. al-Asy`ats bin Qais; pejabat Walikota Azerbaijan. Jarir bin Abdillah al-Bajaly, pejabat Walokota Qarqis. Malik bin Habib pejabat Walikota Qaesriyah. Hubaesy, pejabat Walikota Hamadzan. `Uqbah bin Amer; pejabat Ketua Baitulmal. Zayd bin Tsabit; Qadhi ( Hakim ) dan Kepala Pengadilan

Pusat di Madinah.69 Khalid; sebagai Walikota Mekkah. Ya`la bin Maniyah; Gubernur di Yaman.70

Dari semua pejabat yang disebutkan di atas, beberapa pejabat di tiga wilayah, yaitu; Mesir, Kufah dan Basrah, semenjak masa Khalifah Umar hingga Utsman kerap kali diadukan kepada Khalifah, sehingga di tiga wilayah ini dalam dua periode kepemimpinan dua Khalifah beberapa kali ganti pejabat. Bahkan saat terjadinya pembunuhan kepada Khalifah Utsman, tiga wilayah tersebut benar-benar dalam situasi tidak stabil. Hanya Gubernur Syam, yaitu; Muawiyah bin Abi Sofyan, yang dapat menikmati kekuasaannya lebih dari dua puluh tahun semenjak Khalifah Umar hingga Khalifah Utsman. Provinsi Syam yang meliputi Syria,

69 . lihat Ibnu Katsir, al- Bidayah wa al-Nihayah, Juz 7, h. 248 70.Muhammad Ahmazun, Fitnah Kubra, terj. Indonesia oleh Daud Rasyid,

( Jakarta: LP2SI al-Haramain, 2002 ), h.396

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

140

Yordan dan Palestina benar-benar stabil di bawah otoritas kekuasaan Muawiyah. Hasil rampasan perang ( fey, ghanimah ), pajak dan zakat melimpah, sehingga dapat memberi kemakmuran kepada para pejabat dan kesejahteraan rakyat Syam. Oleh karenanya, wajar jika penduduk Syam menyatakan dukungan setia kepada Muawiyah tetap sebagai Gubernur Syam.

Namun secara politis, penampilan sosok Muawiyah lebih menonjol sebagai seorang politisi yang piawai mengatur negara dan senang hidup mewah, ketimbang sebagai seorang sahabat Nabi yang alim. Penampilan Muawiyah lebih dikenal sebagai tokoh penting Bani Umayyah yang kekuasaannya seakan lebih besar dari sekedar seorang Gubernur yang bertanggung jawab kepada Khalifah di Madinah. Dalam konteks ni sebenarnya telah muncul desas-desus yang beredar di kalangan masyarakat tentang adanya kekhawatiran mengenai kemungkinan berdirinya pusat kekuasaan di Syam yang didasarkan kepada Dinasti di kemudian hari, yaitu; Dinasti Umayyah, hal ini ditengarai karena perilaku dan tindakan politik Muawiyah memperlihatkan ke arah itu. Karenanya ketika Khalifah Utsman masih berkuasa, Ali bin Abi Thalib yang kapasitasnya sebagai penasehat Khalifah berusaha memberi masukan kepada Khalifah Utsman, serta menyampaikan keluhan masyarakat tentang kedudukan Muawiyah. Ali menyarankan agar Khalifah Utsman segera memberhentikan Muawiyah atau membatasi kekuasaannya sebelum ia benar-benar melampaui batas kewenangannya sebagai gubernur. Namun dengan alasan bahwa yang mengangkat Muawiyah itu adalah Khalifah Umar, Utsman menolak saran Ali.71

Berdasarkan paparan tentang situasi di atas, wajarlah jika kemudian kebijakan pertama sekali yang diambil Khalifah Ali adalah menertibkan para pejabat yang dinilainya bermasalah. Hal ini dilakukan melalui pemberhentian pejabat lama dan mengangkat pejabat baru di beberapa wilayah. Wilayah yang menjadi fokus perhatian utama Khalifah Ali adalah Syam, kemudian Mesir, Kufah, Basrah, Yaman dan Mekah. Khalifah Ali memberhentikan Muawiyah dari jabatannya sebagai Gubernur dan menunjuk Abdullah bin Abbas sebagai pengganti Muawiyah, tetapi Abdullah

71 . Joesoef Soe`yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, h. 430

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

141

bin Abbas menolaknya dengan alasan kekhawatiran kalau Muawiyah nanti malah akan membunuhnya.72 Akhirnya Khalifah Ali mengangkat Sahl bin Hunaif untuk menggantikan Muawiyah, tetapi Muawiyah justeru tetap mempertahankan posisinya sebagai Gubernur Syam, bahkan lebih parah lagi Muawiyah menentang Khalifah Ali. Khalifah Ali kemudian menunjuk Ammarah bin Syihab untuk gubernur Kufah, Sumarah bin Jundub untuk Gubernur wilayah Basrah, Qays bin Sa`ad bin Ubadah untuk Gubernur wilayah Mesir, Abdullah bin Abbas untuk Yaman, dan untuk pejabat Walikota Mekah, Ali mengangkat Qutsam bin Abbas, dan Abu Musa al-Asy`ari menyampaikan informasi melalui surat yang dikirim kepada Khalifah Ali bahwa masyarakat Kufah secara mayoritas memberi dukungan penuh dan mereka menyatakan berbaiat kepada Khalifah Ali.73 Pada saat yang sama Khalifah Ali mengembalikan posisi Abdullah ban Arqam sebagai Kepala Baitul Mal pusat atau bendahara negara, Zayd bin Tsabit dikembalikan posisinya sebagai Kepala Sekretariat Negara. sementara untuk Walikota Madinah, Ali mengangkat Tammam bin Abbas.74

Khalifah Ali memang punya alasan kuat atas kebijakannya yang tegas ini. Sebagai pemimpin yang diangkat di tengah situasi konflik, Ali tentu saja memerlukan pejabat-pejabat daerah yang bersih, jujur, dan adil sekaligus memiliki loyalitas yang tidak diragukan. Sosok pejabat yang bersih, jujur dan adil diharapkan dapat meredakan gelombang protes dari warga masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil semasa kepemimpinan Khalifah Utsman. sementara loyalitas dibutuhkan untuk menguatkan posisi kepemimpinan agar semua program pembaharuan dan perbaikan ( reformasi ) yang ditetapkannya dapat berjalan lancar. Tetapi realitas di lapangan, keputusan politik Khalifah Ali ini memunculkan gesekan baru dan oleh karenanya tidak mencapai sasaran optimal. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan munculnya kontroversi baru di tengah masyarakat antara yang pro dan yang kontra atas pengangkatan para pejabat baru itu. Bahkan Amarah, Sahl dan

72 . Joesoef Soe`yb, Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin, h. 466 73 . Lihat Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz 7, h. 249-250, Lihat

juga al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 442 74 . al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 442

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

142

Utsman bin Hunaif tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai gubernur yang baru karena ditolak oleh sebagian masyarakat yang masih loyal kepada pejabat lama, dan mereka terpaksa pulang kembali ke Madinah. Dan untuk mengatasi permasalahan tersebut, Khalifah Ali terpaksa mengangkat pejabat dari kalangan kerabat dekatnya dari orang-orang yang setia kepadanya. Suatu kebijakan yang dulu dikecamnya oleh Ali sendiri ketika Khalifah Utsman melakukan kebijakan mengangkat para pejabat dari kalangan kerabat dekatnya.

4.3.Reformasi Birokrasi Kepegawaian, Pengadilan dan Ketentaraan

Dalam rangka melakukan pembenahan dan reformasi birokrasi pemerintahan untuk tujuan menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dari nepotisme dan kolusi yang berakibat munculnya citra negatif bagi pemerintahan, tidak dapat terhindarkan bahwa ada sejumlah pejabat yang diangkat Ali dari kalangan kerabatnya, mislnya; Abdullah bin Abbas yang diangkat sebagai Gubernur Basrah dan wilayah sekitarnya, Qutsam bin Abdullah sebagai Walikota Mekah dan wilayah sekitarnya, Ubaidillah bin Abbas sebagai Gubernur Yaman yang meliputi Bahraen dan Oman, dan Tammam bin Abbas sebagai Walikota Madinah, semuanya adalah saudara misan Khalifah Ali. Demikian pula Muhammad bin Abu Bakar yang diangkat sebagai Gubernur Mesir adalah anak tiri Ali. Tetapi meskipun demikian, semua orang mengetahui bahwa mereka-mereka itu memiliki kredibelitas dan kelayakan. Selain dari itu, Khalifah Ali menerapkan pengawasan yang ketat terhadap tindakan mereka dalam menjalankan tugasnya. Ali juga melarang para pejabatnya mengangkat pegawai atas dasar kekeluargaan, kesukuan (marga, etnik), maupun karena persahabatan yang tidak memiliki kelayakan.

Meskipun Ali sangat keras dan tegas dalam hal penggunaan kekayaan negara untuk diri sendiri dan keluarganya, dan Ali sangat teliti dalam menata para pegawainya, tetapi Ali sangat memperhatikan kesejahteraan para pejabat dan pegawai bawahanya.

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

143

Dalam hal rekrutmen para pegawai, Khalifah Ali dalam salah satu surat arahan kepada para Gubernurnya, menegaskan kepada mereka;

Perhatikan pegawaimu.! Pekerjakanlah mereka berdasarkan kapabelitas, jangan karena pilih kasih, karena mereka telah banyak dianiaya dan dikhiananti. Perioritaskanlah orang-orang yang berpengalaman (experien) dan memiliki rasa malu jika berbuat curang, rekrutlah mereka dari keluarga baik-baik dan orang yang lebih dulu masuk Islam, sebab dialah orang yang lebih berakhlak (bermoral), lebih baik sifatnya, tidak berorientasi pada keuntungan, dan yang lebih memperhatikan akibat dari suatu tindakan. Kemudian cukupilah gaji mereka, karena hal ini menjadikan kekuatan bagi mereka untuk memperbaiki diri mereka dan menjauhkan mereka dari mengambil apa yang ada di luar wewenangnya (mengambil yang bukan haknya). Kemudian awasilah pekerjaan mereka dan kirimlah pengawas yang terdiri dari orang-orang yang jujur. Maka pengawasan secara besar-besaran terhadap mereka akan menciptakan perilaku jujur dan bersikap lemah lembut.75

Khalifah Ali sangat tanggap terhadap laporan-laporan dari masyarakat tentang perilaku para pejabatnya. Oleh karenanya Ali tidak segan-segan menegur dan menasehati pejabat yang dinilainya menyeleweng. Bahkan para pejabatnya diingatkan agar jangan sembarang mengangkat pegawai tetapi lalai mengawasinya, karena akan dimintai pertanggung jawabannya, ingatlah bahwa setiap kelalaian pegawai yang anda abaikan akan dicatat dalam daftar anda.76

Di bidang keadilan, Ali bin Abi Thalib menerapkan asas keadilan dan persamaan di depan hukum. Para Gubernur di tiap Provinsi selalu diingatkan agar berhati-hati dalam mengangkat Qadhi ( Hakim ). Oleh karenanya Khalifah Ali melarang menangkap

75 . Abbas Mahmud al-Aqqad, Kejeniusan Ali, terj. Gazirah Abdi Ummah, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 ), h.159

76 . Goerge Jordac, Suara Keadilan: Sosok Agung Ali bin Abi Thalib, terj. Muhammad al-Sajjad, ( Jakarta: Lentera, 1996 ), h. 186

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

144

dan memenjarakan orang hanya karena berdasarkan prasangka yang belum jelas, sebagaimana Ali melarang menghukum seseorang sebelum diberi kesempatan untuk menyampaikan bukti-bukti dan pembelaannya.77

Khalifah Ali juga menaruh perhatian besar terhadap administrasi ketentaraan, karena bagaimana pun angkatan bersenjata adalah penting keberadaannya untuk menjaga kewibawaan dan kedaulatan negara dari ancaman internal ataupun eksternal. Angkatan bersenjata bukan saja harus diperhatikan kelengkapan persenjataannya, tetapi juga harus dibina akidah dan akhlaknya agar menjadi prajurit-prajurit tangguh yang senantiasa siap melaksanakan tugasnya kapan saja dan di mana saja untuk membela agama dan negara dengan motivasi jihad di jalan Allah, selain itu mereka juga harus memperoleh imbalan gaji dan tunjangan yang cukup bagi kesejahteraan hidup mereka dan keluarganya sehingga jasa-jasa dan pengabdian mereka benar-benar merasa dihargai. Hal ini juga yang menjadikan mereka benar-benar fokus dalam menjalankan tugasnya secara profesional, dan oleh karenanya mereka tidak dibebani mencari nafkah di luar tugasnya.78

Petunjuk dan arahan Khalifah Ali kepada para Pejabat dan Gubernurnya sebagaimana dikutip di atas memberi gambaran tentang keperibadian Ali yang agung. Oleh karena itu, sebagian orang memandang Ali sebagai sosok pahlawan yang pemberani, tulus dan ikhlas, dan tidak mengenal kompromi dalam mengambil keputusan strategis. Dengan pemaparan beberapa sikap Ali di atas, dapat dipahami bahwa Ali sebagai sosok seorang yang tegas, tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyatnya, dan perhatian kepada para pegawainya.

4.4. Penghematan dan Pengelolaan Pendapatan Negara

77 . Ibid. h. 18478 . Lihat Goerge Jordac, Suara Keadilan: Sososk Agung Ali bin Abi Thalib,

h. 182-183

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

145

Sebagaimana telah berlangsung semenjak kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Abu Bakar, Umar, dan Utsman, bahwa sumber pendapatan negara diperoleh dari beberapa sumber pendapatan negara, antaranya; zakat, sedekah infak, dana wakaf kaum muslimin, harta rampasan perang, baik berupa fey atau pun ghanimah, pajak ( jizyah ) dari masyarakat non muslim. Demikian pula yang dilakukan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Hanya saja dalam sepanjang kepemimpinannya boleh dikatakan sumber pendapatan negara dari harta ghanimah yang diperoleh dari hasil penaklukan wilayah baru tidak ada sama sekali. Hal ini disebabkan karena seluruh negeri tetangga yang dianggap mengancam keamanan negara Islam telah selesai ditaklukkan pada masa pemerintahan Khalifah Utsman. Sementara di dalam negeri sendiri, Ali menghadapi konflik politik yang serius. Oleh karenanya kebijakan yang dilakukannya lebih diprioritaskan pada pembenahan dan penertiban internal daripada melakukan ekspansi keluar.

Dalam rangka mengatasi kekurangan sumber pendapatan negara, Khalifah Ali menerapkan kebijakan penghematan perbelanjaan negara dengan membatasi pengeluaran kas negara hanya untuk keperluan-keperluan yang sifatnya mendesak. Sebagai implementasi dari kebijakan ini, Khalifah Ali jarang sekali mengambil gaji dan tunjangan hidup sebagai pejabat tinggi negara (kepala negara) yang menjadi haknya dari Baitul Mal. Khalifah Ali memandang hal ini perlu dilakukan, karena Khalifah Ali lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi yang berlebihan, makanya Ali lebih memilih tempat tinggal yang sempit, pakaian yang seadanya, makanan dan minuman yang sederhana.79 Kebijakan penghematan ini diberlakukan juga kepada kerabat dekatnya, salah satu contoh; permintaan Aqil bin Abi Thalib (adik kandung Khalifah Ali ) untuk mendapatkan tunjangan dari Baitul Mal. Permintaan Aqil ditolak dengan tegas oleh Ali, karena menurut Ali masih banyak rakyat miskin yang lebih berhak mendapatkannya, meskipun tindakan Ali ini berdampak munculnya rasa tidak senang Aqil, sehingga Aqil membelot dan bersekongkol dengan Muawiyah yang memberontak Khalifah Ali.80

79 . Ibid. h. 3980 . Ibid. h. 47

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

146

Sebagai tindak lanjut dari kebijakan penghematan Khalifah Ali, harta kekayaan negara yang dulu diberikan Khalifah Utsman kepada para pejabat dan kerabatnya tanpa berdasarkan pertimbangan yang matang, ditarik kembali oleh Khalifah Ali dan kemudian diserahkan ke Baitul Mal untuk dialokasikan kepada orang-orang yang lebih memerlukan. Ketegasan Ali tentang pengelolaan Baitul Mal ini tercermin dari pernyataannya; Demi Allah ! Jika aku menemukan harta itu telah dijadikan maskawin atau telah digunakan untuk membeli seorang hamba wanita, tentu aku akan mengembalikannya ke Baitul Mal.81 Pernyataan Ali ini ditujukan pada harta-harta yang dikeluarkan dari uang negara dengan cara tidak benar dan kepada orang yang tidak berhak menerimanya.

Dalam rangka penarikan harta zakat dan jizyah (pajak) yang harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan sopan. Khalifah Ali mengeluarkan instruksi kepada para Pegawai dan para Gubernurnya untuk menarik zakat dan pajak tetapi harus dilakukan melalui pendekatan yang sopan santun, ramah, dan tanpa intimidasi. Mereka (para Pejabat dan para Gubernur) diminta supaya mendengarkan keluhan rakyat, memberikan hak-haknya kepada mereka, tidak membebani mereka dengan tuntutan yang memberatkan, dan Ali melarang mereka agar tidak menyamakan besar jumlah pungutan pajak di musim subur dengan di musim panen yang gagal. Khalifah Ali dalam hal penartikan zakat dan pajak (jizyah) menyampaikan beberapa hal penting yang harus dilaksanakan oleh para petugas penarik zakat dan pajak, sebagai berikut;

Perhatikan urusan pajak yang sesuai dengan keadaan wajib pajak. Karena memperhatikan kelancaran penarikan pajak dan kepentingan wajib pajak yang mengeluarkannya, terletak pada kebaikan orang dan kejelekannya, kecuali mereka yang membayar pajak. Karena kemaslahatan seluruh rakyat tergantung pada pajak dan orang-orang yang membayarnya. Perhatikan agar lebih difokuskan pada kesuburan tanah, karena pajak tidak mungkin diperoleh kecuali dengan terciptaya kesuburan tanah. Siapa saja

81 . Abbas Mahmud al-Aqqad, Kejeniusan Ali, h. 157

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

147

menarik pajak tanpa mengupayakan kesuburan tanah, maka dia menghancurkan negeri dan membinasakan rakyat.82

Apa yang disampaikan Khalifah Ali sebagaimana dikutip di atas menunjukkan bahwa urusan penarikan zakat dan pajak harus dilakukan berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan, beradab, dan sopan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam konteks penarikan zakat dan pajak, antara lain sebagai berikut;

1. Zakat dan jizyah (pajak) menjadikan kemaslahatan (kebaikan, kesejahteraan) bagi seluruh rakyat.

2. Upaya yang berterusan menciptakan kesuburan tanah.3. Penarikan zakat dan jizyah tanpa ada upaya menciptakan

kesuburan tanah, sama saja seperti orang yang menghancurkan negeri dan membinasakan rakyat.

4.5. Mengatasi Kelompok Oposisi dan Para Pemberontak

Takdir Tuhan telah menentukan bahwa Ali bin Abi Thalib telah menduduki jabatan pemimpin tertinggi umat Islam di arena panggung politik dunia Islam, Ali yang memiliki karakter mulia, memiliki wawasan brilian sangat disayangkan kemunculannya pada saat dan zaman yang kurang tepat, di mana kondisi sosial politik sedang terjadi carut marut, krisis politik yang berkepanjangan. Zaman di mana kecendrungan mayoritas kelompok aristokrasi Arab memuncak karena dorongan berbagai faktor perubahan sosial, lebih menginginkan kehidupan bernegara bercorak kerajaan (monarchy) dari pada model pemerintahan khilafah yang berdasarkan syura.83 Di saat kebanyakan para elite politik menerima kecendrungan hidup bermewah-mewah menikmati hasil ekspansi militer yang melimpah, Ali justru ingin mengembalikan tatanan sosial kepada model masyarakat kenabian dan dua Khalifah sesudahnya (Abu Bakar dan Umar bin Khattab) yang sederhana dan

82 . Ibid. h.158 – 159. Lihat juga Syed Hussain Mohammad Jafri, Moralitas Politik Islam: Belajar dari Perilaku Politik Khalifah Ali bin Abi Thalib, ( Jkarta: Pustaka Zahra, 2003 ), Cet. 1, h. 109

83 . Abbas Mahmud al-Aqqad, Kejeniusan Ali, h. 137

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

148

tidak bermewah-mewah. Dari aspek lain yang mengubah tatanan sosial politik dari kondisi stabil ke kondisi krisis, yaitu kondisi masyarakat yang sudah tercabik-cabik karena konflik berbagai kepentingan di dalam umat.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika tampilnya Ali sebagai Khalifah disambut suka cita dan harapan oleh sekolompok masyarakat dan tidak diharapkan oleh kelompok masyarakat yang lain. Mereka yang mengharapkannya adalah masyarakat kecil dari kalangan para budak, kelompok taklukkan dan suku-suku non Quraisy yang simpati kepada Bani Hasyim yang selama ini seringkali mengecam kebijakan-kebijakan Khalifah Utsman dan yang merasa termarjinalkan dari pusaran kekuasaan yang didominasi Bani Umayyah pada masa pemerintahan Khalifah Utsman. Sedangkan mereka yang menentang kebijakan Khalifah Ali adalah kalangan elite politik yang dipelopori tokoh-tokoh Bani Umayyah dan sebagian suku Quraesy.84

Berdasarkan alasan yang disampaikan, para penentang Ali dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, setidaknya ada empat kelompok, yaitu;

1. Kelompok yang memiliki ambisi kekuasaan yang tidak kesampaian. Dalam konteks ini Ahmad Salaby berpendapat bahwa hal ini ditujukan kepada sebagian tokoh Sahabat Nabi, antaranya; Abdullah bin Zubayr. Bahkan dalam pandangannya, Ibnu Zubayr inilah yang berperan mempertajam pertentangan antara Aisyah dan Ali bin Abi Thalib pada perang Jamal.85

2. Kelompok yang merasa kecewa dan sakit hati atas kebijakan politik Ali. Kelompok ini rupanya yang mayoritas dari kalangan para mantan pejabat di masa Khalifah Utsman, sebagai akibat dari kebijakan politik Ali mereka terpental dari pusaran kekuasaan dan dipaksa harus menyerahkan

84 .Ahmad Salaby, Sejarah Kebudayaan Islam I, terj. Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief, ( Jakarta: PT Alhusna Dzikra, 2000 ), cet. IV, h. 283

85 . Ahmad Salaby, Sejarah Kebudayaan Islam II, terj. Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief, ( Jakarta: PT Alhusna Dzikra, 1995 ), cet. III, h. 290

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

149

kekayaan yang mereka peroleh secara tidak wajar dari kedudukan mereka sebagai pejabat.

3. Kelompok yang berbeda pendapat tentang kebijakan politik dengan Khalifah Ali, antaranya seperti; Aisyah, Thalhah, dan Zubayr, di mana mereka bertiga melihat bahwa Ali telah berbuat keliru dengan membiarkan para pembunuh Utsman tanpa mendapat hukuman qishas. Kelomok penentang ini mendapat bantuan dari sejumlah para Sahabat Nabi beserta para pendukungnya dari Mekah dan Bashrah. Kelompok ini bergerak dari Mekah ke Bashrah dan membuat markas mereka di sana. Termasuk dalam kalangan ini adalah kelompok Muawiyah bin Abi Sofyan (yang sebenarnya sudah dipecat oleh Khalifah Ali dari jabatannya sebagai Gubernur Syam, tetapi justeru malah bertahan dan bahkan berbalik menentang Khalifah Ali). Kelompok Muawiyah ini bermarkas di Syam dengan dukungan sejumlah para Sahabat Nabi dan pasukan yang kuat.

4. Masyarakat awam yang menjadi sasaran propokasi dan panatisme golongan (ta`asub qabilah) yang dilakukan oleh orang-orang yang membenci Ali.

5. Kelompok sempalan dari pasukan Ali yang pada awalnya berperang membela Khalifah Ali dalam menumpas gerakan Aisyah dan gerakan Muawiyah, tetapi kemudian mereka menarik dukungan dari Khalifah Ali, bahkan kemudian berbalik menentang dan melakukan pemberontakan terhadap Ali. Kelompok ini adalah kelompok Khawarij, di mana mereka setelah keluar dari barisan Ali merencanakan pembunuhan terhadap beberapa Sahabat Nabi, yaitu; Abu Musa al-As`ari, Ali bin Abi Thalib, Amer bin `Ash, dan Muawiyah bin Abi sofyan, keempat-empat Sahabat Nabi ini terlibat di dalam keputusan majlis tahkim (arbritrase) ketika diberlakukan genjatan senjata dalam perang dahsyat antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah di Siffin. Rencana pembunuhan orang-orang Khawarij hanya berhasil dilakukan kepada Ali saja, sementara yang lainnya selamat dari rencana pembunuhan tersebut.

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

150

Masa kekhalifahan Ali selama lima tahun kurang tiga bulan, lebih banyak dipenuhi peristiwa-peristiwa tragis yang terjadi sepanjang pemerintahan Ali bin Abi Thalib dan dalam upaya menghadapi para penentangnya Ali melakukan langkah-langkah strategis dalam memajukan negara di beberapa provinsi yang kondisinya relatif lebih kondusif. Kondisi carut-marut ini dapat ditengarai karena besarnya pengaruh orang-orang penentang terhadap pemerintahan Ali.86 Sehingga pemerintahan Ali dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang dihadapkan pada betapa sulitnya mengatasi konflik politik internal.

Upaya rekonsiliasi melalui negosiasi yang dilakukan Ali dalam menghadapi para penentangnya selalu berakhir dengan kegagalan. Di satu sisi dikarenakan sifat tegas Ali yang tidak mengenal kompromi, berpegang kepada kejujuran dan keikhlasan menjadikannya tidak suka menggunakan intrik-intrik diplomasi yang berifat basa basi dan politik mengutamakan kepentingan sepihak, sementara pada aspek lain adanya unsur propokasi yang mengacaukan jalannya perdamaian. Hal ini jelas pada peristiwa upaya perdamaian antara pihak Ali dengan kelompok Aisyah sebelum terjadinya perang Jamal. Sebelumnya kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan untuk mencari jalan keluar dari perselisihan melalui jalan perdaamaian. Tetapi malangnya telah terjadi penyerangan sporadis dari kelompok propokator yang ada di tubuh pasukan Ali terhadap pasukan Aisyah dan kemudian dibalas dengan serangan yang lebih besar yang mengakibatkan dibatalkannya rencana perdamaian tersebut.87

Ali memang pada akhirnya berhasil menundukan kelompok Aisyah dalam peperangan besar antara ke dua belah pihak di wilayah bagian Basrah, setelah pasukannya melumpuhkan onta yang ditungganginya, kemudian mereka membawa Aisyah ke hadapan Ali, tetapi itu baru terjadi setelah memakan korban perang tidak kurang dari sepuluh ribu jiwa dari kedua belah pihak, termasuk di dalamnya dua tokoh Sahabat Nabi, yaitu; Thalhah dan

86 . Syed Hussain Muhammad Jafri, Moralitas Politik Islam: Belajar dari Perilaku Politik Ali bin Abi Thalib, ( Jakarta: Pustaka Zahra, 2003 ), h. 17

87 . al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 506

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

151

Zubair.88 Selanjutnya Aisyah kemudian dipulangkan ke Madinah dengan penuh penghormatan dan jaminan keselamatan yang diberikan Ali sebagaimana mestinya perlakuan terhadap seorang janda Nabi yang mulia.89

Upaya Ali mengajak Muawiyah untuk melakukan perundingan dengan penuh kesabaran, ternyata akhirnya gagal total dan kemudian pilihan perang pun tidak dapat dihindari. Perang dahsyatpun meletus di Siffin, suatu wilayah yang berada di perbatasan antara Iraq dengan Syria. Dalam peperangan ini ketika pasukan Muawiyah terdesak oleh kekuatan pasukan Ali, Muawiyah kemudian balik mengajak berunding setelah pertempuran berlangsung tidak kurang dari enam bulam dan memakan korban jiwa belasan ribu. Sementara pasukan Ali mendominasi jalannya pertempuran.

Melihat situasi yang tidak menguntungkan pihak tentara Muawiyah, maka Muawiyah kemudian bersama Amer bin Ash berhasrat melakukan genjatan senjata untuk sementara waktu. Hal ini dilakukan dengan menjadikan al-Qur`an ditancapkan di atas tombak sebagai tanda agar dilakukan genjatan senjata. Pada tahap awal, Ali mensikapinya dengan tidak mempedulikan terhadap apa yang dilakukan Muawiyah, dan perangpun agar tetap diteruskan sehingga pada akhirnya dapat dipastikan pihak mana yang menang dan pihak mana yang kalah biar ditentukan oleh perang. Sikap Ali seperti ini karena Ali sudah yakin bahwa kemenangan akan berpihak kepadanya karena realitas di lapangan sudah terlihat tanda-tanda kemenangan. Tetapi apa boleh dikata takdir menentukan lain, sebagian pasukan Ali mendesak agar Ali menghormati pihak lawan yang menancapkan al-Qur`an di atas tombak sebagai isyarat agar perang segera dihentikan untuk sementara waktu, maka Ali-pun mengikuti seruan untuk menghentikan perang, kemudian diadakanlah perundingan di suatu majlis yang disebut Majelis Tahkim. Ali memang tidak terkalahkan di medan perang, tetapi justru Ali dipencundang di meja perundingan.90

88 . Ibid. h. 53989 . Ibid. h. 544

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

152

Meja perundingan yang dihadiri oleh Abu Musa al-Asy`ari sebagai delegasi pihak Ali, dan Amer bin Asy sebagai mewakili pihak Muawiyah, menghasilkan suatu keputusan yang adil bagi kedua belah pihak, tetapi dalam pelaksanaannya sangat mengecewakan, karena ternyata Ali diposisikan pada posisi lemah, baik di mata lawan-lawannya ataupun di hadapan para pendukungnya.91 Bahkan kelompok besar dari pasukan Ali menyatakan keluar dan menarik dukungan mereka dari Ali, dan bahkan di kemudian hari manjadi musuhnya yang sangat militan. Kelompok inilah yang kemudian lebih terkenal dengan sebutan Khawarij, yaitu; kelompok yang menyatakan diri mereka keluar dari pasukan Ali.92

90 . Perundingan yang melibatkan kedua belah pihak, di mana pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asy`ariy dan dari pihak Muawiyah diwakili oleh Amer bin `Asy. Perundingan berlangsung di sebuah tempat bernama Adzrah, sebuah wilayah Daumatul Jandal pada bulan Ramadhan tahun 37 H.

91. Dalan acara penyampaian pengumuman hasil keputusan Majelis Tahkim kepada para pendukung ke dua belah pihak, pada tahap awal Abu Musa dipersilahkan untuk menyampaikan hasil keputusan perundingan di Majelis Tahkim, antaranya agar masing-masing delegasi menyampaikan pemberhentian pemimpinnya masing-masing, setelah itu baru dipilih pemimpin baru, maka kemudian Abu Musa al-Asy`ari mengumumkan pemberhentian Ali bin Abi Thalib dari jabatannya sebagai Khalifah. Giliran selanjutnya adalah Amer bin Asy, Amer bin Asy mengumumkan pemberhentian Muawiyah dari jabatannya sebagai Gubernur Syam, tetapi pada saat yang sama Amer bin Asy mengumumkan bahwa pada saat ini tidak ada pemimpin tertinggi (khalifah) dan itu tidak boleh walau sesaatpun, oleh karena itu pada detik ini juga saya (Amer bin Asy) mengangkat Muawiyah sebagai Khalifah. Pengumuman ini tentu saja disambut gembira terutama oleh para pendukung Muawiyah, tetapi berdampak buruk dikalangan para pendukung Ali, pada umumnya mereka tidak mengakui pengangkatan Muawiyah sebagai khalifah secara sepihak, dan Ali bin Abi Thalib tetap sebagai khalifah. Permaslahan tetap menimpa kepada Ali dan bahkan semakin parah, pertentangan dan perpecahan pun semakin menjadi-jadi di kubu Ali.

92. Khawarij secara terminologi artinya kelompok yang menyatakan diri mereka keluar dari pasukan Ali setelah terjadi keputusan Majelis Tahkim yang kontroversial dan bahkan pada akhirnya mereka menjadi musuhnya yang sangat militan dan mereka juga menentang Muawiyah. Kelompok ini kemudian menjadi sekte tersendiri selain sekte-sekte Islam yang lain. Jumlah mereka pada saat mereka keluar dari barisan Ali diperkirakan sekitar 12000 personil dengan dipimpin oleh seorang yang bernama Hurqus bin Zuhair sebagai panglimanya, dan mereka bermarkas di Harura, suatu wilayah di Kufah.

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewBerdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai

153

Semenjak terjadinya perundingan yang gagal itu, kedudukan Muawiyah semakin lebin mantap. Sebaliknya posisi Khalifah Ali semakin sulit dan terpojok, karenanya Ali tidak lagi dapat menyusun kekuatan yang solid untuk menundukan Muawiyah. Berbulan-bulan malah Ali disibukkan menghadapi ancaman kelompok Khawarij, persis tiga tahun lamanya Khalifah Ali menjinakan kelompok Khawarij, baik melalui dialog ataupun melalui pertempuran. Sejumlah besar pasukan sedianya disiagakan untuk menyerang kekuatan Muawiyah di Syam (Syiria) terpaksa dialihkan untuk menghentikan pemberontakan kelompok Khawarij di Nahrawan. Meskipun pada akhirnya memang Ali berhasil menumpas sebagian besar kelompok Khawarij dan menyadarkan sebagian yang lainnya, tetapi jumlah Korban dari pihak Ali juga besar, sehingga kekuatan tentara tempur Ali pun terus menipis. Lebih tragis lagi dua tahun kemudian sisa pasukan Khawarij yang dapat menyelamatkan diri mereka dalam perang di Nahrawan, malah berhasil membunuh Khalifah Ali di luar medan pertempuran.

Demikianlah pembahasan tentang kepemiminan Ali bin Abi Thalib, saat memimpin pemerintahanya penuh dengan berbagai persoalan yang berat-berat, negara selalu berada dalam keadaan tidak stabil, selalu gonjang ganjing. Ali yang dikenal sebagai seorang pahlawan yang hebat dengan senjata pedangnya yang menjadikan musuh-musuhnya merasa ketakutan sebelum perang dimulai, tetapi saat mengendalikan pemeritahanya tidak banyak yang dapat diperbuat, karena sibuk dengan berbagai upaya mengahadapi para penentangnya yang datang dari berbagai penjuru wilayah. Hal ini berdampak pada tidak terealisasi visi dam missi pemerintahanya yang telah diprogramkanya, sangat disayangkan. Barangkali itu memang takdir Allah begitu kejadianya, siapapun tidak dapat melawan takdir, termasuk Ali bin Abi Thalib sendiri meskipun sudah dilakukan dengan berbagai upaya. Pada akhirnya Ali sendiri wafat karena dibunuh sebagai mati syahid oleh suatu rencana konspirasi pembunuhan yang dilakukan orang-orang Khawarij.