ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · web viewbab i. pendahuluan. latar belakang

54
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adat perkawinan ala Sunda hanya merupakan salah satu tata cara perkawinan di Indonesia. Membaca namanya, tentu saja adat ini berasal dari Jawa Barat. Tata cara perkawinan ini adalah tradisi yang turun temurun dari nenek moyang khususnya di ranah Sunda. Namun hingga saat ini masih banyak digunakan mengingat prosesinya yang unik dan mengandung petuah-petuah bagi kedua mempelai Sebenarnya adat perkawinan sunda ini meliputi beberapa tahapan. Dan saweran adalah salah satu dari rangkaian upacara perkawinan adat Sunda. Adapun tahapan adat yang hingga saat ini masih sering digunakan, mulai dari Sungkeman, Saweran, Meuleum harupat, Nincak endog, Ngaleupas japati. Dan kali ini penulis akan membahas hanya tentang prosesi saweran. Seluruh tahapan di atas dilaksanakan setelah proses akad nikah, dimana kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri. Setelah upacara sungkeman, prosesi 1

Upload: nguyencong

Post on 17-Sep-2018

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Adat perkawinan ala Sunda hanya merupakan salah satu tata cara

perkawinan di Indonesia. Membaca namanya, tentu saja adat ini berasal dari Jawa

Barat. Tata cara perkawinan ini adalah tradisi yang turun temurun dari nenek

moyang khususnya di ranah Sunda. Namun hingga saat ini masih banyak

digunakan mengingat prosesinya yang unik dan mengandung petuah-petuah bagi

kedua mempelai

Sebenarnya adat perkawinan sunda ini meliputi beberapa tahapan. Dan

saweran adalah salah satu dari rangkaian upacara perkawinan adat Sunda. Adapun

tahapan adat yang hingga saat ini masih sering digunakan, mulai dari Sungkeman,

Saweran, Meuleum harupat, Nincak endog, Ngaleupas japati. Dan kali ini penulis

akan membahas hanya tentang prosesi saweran.

Seluruh tahapan di atas dilaksanakan setelah proses akad nikah, dimana

kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri. Setelah upacara sungkeman,

prosesi dilanjutkan dengan acara saweran. Jangan salah duga ya, saweran disini

bukanlah seperti saweran saat penyanyi [biasanya dangdut] disawer uang oleh

penontonnya.

Saweran disini adalah mendudukkan kedua mempelai berdampingan,

didampingi oleh kedua orang tua masing-masing. Kedua mempelai dipayungi,

lalu sembari diiringi oleh nyanyian sunda yang berisi petuah, mereka akan

melemparkan kepada hadirin berbagai barang sebagai symbol.

1

Page 2: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Barang-barang itu disediakan dalam sebuah bokor. Isinya terdiri dari uang

receh, beras, irisan kunyit, permen, dan lipatan daun sirih. Masing-masing

mempunyai makna, uang sebagai symbol kemakmuran, beras adalah symbol

kesejahteraan, permen menandakan sepahit apapun kehidupan harus selalu

diselesaikan dengan manis. Irisan kunyit dianalogikan bahwa kunyit itu

bermanfaat bisa untuk makanan, bisa untuk obat. Istri harus berperan seperti itu,

bisa memasak dan menjadi obat untuk suaminya kelak. Lipatan daun sirih

diharapkan menjadi symbol agar dalam membina tetaplah harum dan bermanfaat

seperti daun sirih.

Kidung berarti nyanyian, lagu (syair yang dinyanyikan atau juga

puisi, sedangkan me’ngi’dung berarti bersenandung dengan kidung;

bernyanyi, ki’dung’an yaitu nyanyian yang bersifat lirik (yang

melukiskan suatu perasaam).

Gambar 1. Visual Arti Kata Kidung

Adapun cakupan dari pembahasan penelitian ini akan memaparkan tenaga:

1. Struktur teks kidung saweran yang berada di Dusun Cikijing Desa Muktisari

Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.

2. Proses Penciptaan Puisi Kidung Sawer yang berada di Dusun Cikijing Desa

Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa

Barat.

2

Page 3: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

3. Konteks penuturan yang terdapat dalam puisi Kidung Sawer dari Dusun

Cikijing Desa Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka

Propinsi Jawa Barat.

4. Fungsi, yaitu fungsi dari macam Kidung Sawer yang berada di Dusun

Cikijing Desa Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka

Propinsi Jawa Barat.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana stuktur kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari

Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.

2. Bagaiman Konteks Penuturan kidung sawer di Dusun Cikijing Desa

Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa

Barat.

3. Kidung sawer berfungsi untuk apa saja di Dusun Cikijing Desa Muktisari

Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.

4. Bagaiman proses penciptaan puisi Kidung sawer di Dusun Cikijing Desa

Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa

Barat.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

3

Page 4: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Tujuan penelitan ini berdasarkan pada masalah yang diangkat,

pembahasan penelitian yang bertujuan untuk:mengetahui hal – hal berikut:

1. Struktur kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari Kecamatan

Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.

2. Konteks penuturan kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari

Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.

3. Fungsi dari macam kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari

Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.

4. Proses penciptaan puisi kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari

Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberi manfaat yang

berguna. Beberapa manfaat itu antara lain:

1. Mendapatkan wawasan mengenai kidung sawer di Dusun Cikijing Desa

Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa

Barat.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan pustaka kebudayaan di perpustakaan

daerah Majalengka.

3. Bahan apresiasi dasar penciptaan dan sebagai sumbangan terhadap Ilmu

Sastra.

4. Sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal

tradisi tulisan.

BAB II

4

Page 5: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMBAHASAN

2.1 Kidung Sawer

Analisis yang dilakukan , yaitu menganalisis teks kidung sawer di Dusun

Cikijing Desa Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi

Jawa Barat. Macam kidung sawer yang dianalisis merupakan kidung yang

menggunakan bahasa sunda (sunda-majalengka). Mengapa peneliti memilih teks

kidung sawer karena, dianggap menarik khususnya pada pemilihan diksi, yang

mana akan berhubungan dengan tujuan utama, yaitu menganalisis struktur,

konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi.

2.1.1 Analisis Struktur Teks Kidung Sawer

Teks kidung yang akan dianalisis merupakan teks kidung yang digunkan

pada saat akan melakukan suatu kegiatan (saweran dipernikahan ). Berikut ini teks

Kidung sawer:

Teks asli: Teks terjemahan:

1. Asalamualaekum Asslamu’alaikum

2. Ka sadaya nu lalinggih Kepada semua hadirin yang duduk

3. Para uleman sadaya Para undangan semua

4. Nu tos kersa sami hadir Yang sudah mau hadir

5. Ayeuna abdi ngawitan Sekarang saya memulai

6. Nyawer anu pengantenan Untuk nyawer panganten

7. Sujud syukur ka yang agung Sujud syukur ka yang agung

8. Bingah au tanpa tanding Gembira yang tiada tara

9. Manah ibu sareng rama Hati ibu dan bapak

10. Wireh geulis jatuk rami Bahwasanya sicantik menikah

5

Page 6: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

11. Kenging jodo keur panutan Mendapatkan jodoh untuk dirinya

12. Cocog lahir sareng batin Yang cocok lahir dan batin

2.1.2 Formula Sintaksis

Berdasarkan pengamatan atas teks kidung sawer diatas, teks tersebut

terdiri dari beberapa larik. Penulis akan menganalisis beberapa larik di atas dari

segi formula sintaksis dan diuraikan dalam aspek – aspek , antara lain: fungsi,

kategori dan peran komponen komponen teks kidung sawer tersebut .

Larik pertama pada teks di atas merupakan sebuah bentuk frase fatis yang

digunakan pada waktu pembicara memulai interaksi. Lebih spesifknya pada

sebelum memulai penggunaan kidung sawer. Apabila larik pertama ini sudah

diucapakan penutur, itu artinya si penutur sudah siap menggunakan kidung sawer

ini. Menurut Kridalaksana (1986:111) mengatakan bahwa kategori fatis adalah

kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan

pembicaraan antara kawan bicara dan pembicara.

Sebagaian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam

lisan pada umumnya merupakan ragam non–standar, maka kebanyakan kategori

fatis terdapat dalam kaliamat–kaliamat non–standar yang banyak mengandung

unsur–unsur daerah atau dialek regional. Kata “Asalamualaekum” pada larik

pertama termasuk salah satu bentuk kategori fatis, yaitu frase fatis. Frase fatis

tersebut bisa dikatakan sebagai kaliamt minor, yakni ada beberapa fungsi yang

terlepaskan. Mislnya kata Asalamualaekum pada konteks kaliama yang lengkap

terdapat fungsi subjek dan predikat . Adanya penjelasan konteks kaliamat yang

lengkap dimasukan agar mengetahui bahwa dalam frase fatis terdapat beberapa

fungsi yang terlepaskan.

6

Page 7: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Larik kedua teks kidung sawer, termasuk kedalam kalimat sapaan, karena

larik kedua ini berfungsi menyapa kepada hadirin yang datang di acara

perkawinan. Kalimat sapaan pada larik kedua ini adalah “Ka sadaya nu

lalinggih” yang artinya Kepada semua hadirin yang duduk pola larik adalah

S+O.Agar lebih jelas perhatikan tabel berikut:

Tabel 1. Analisis Sintaksis Larik Ka Sadaya Nu Lalinggih

Analisis Sintaksis Ka sadaya Nu lalinggih

Fungsi S O

Kategori Nomina Verba

Peran Pelaku Perbuatan

Dari analisis sintaksis kedua, dapat diketahui bahwa fungsi subjek diisi

oleh kata ka sadaya yang berkategori sebagi tanda frasa nomina. Fungsi subjek

dalam konteks ini adalah sebagi pengisi peran pelaku, dimana subjek melakukan

perbuatan yang dinyatakan oleh pengisi fungsi objek nu lalinggih. Fungsi predikat

itu sendiri diisi oleh frasa verba.

Larik ketiga kidung sawer diatas, termasuk dalam jenis kalimat berita,

karena larik ketiga ini berfungsi memberitahukan sesuatu kepada orang lain. Larik

“para uleman sadaya” memiliki pola S+ Ket. Agar lebih jelas lagi perhatikan

tabel berikut:

Tabel 2. Analisis Sintaksis Larik Para Uleman Sadaya

Analisis Sintaksis Para uleman Sadaya

7

Page 8: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Fungsi S Ket

Kategori Nomina Preposisi

Peran Pelaku Penegas

Dari analisis sintaksis larik ketiga, dapat diketahui bahwa fungsi bahwa

fungsi subjek diisi oleh kata para uleman yang berkategori sebagai tanda benda

(nomina). Fungsi subjek dalam konteks kalimat ini adalah sebagai pengisi peran

pelaku, dimana subjek yang dinyatakan oleh penegas sadaya.

Larik keempat kidung sawer di atas termasuk dalam jenis kalimat berita,

karena larik keempat ini berfungsi memberitahukan sesuatu kepada orang lain.

Larik “ nu tos kersa sami hadir” memiliki pola P+Ket. Agar lebih jelas perhatikan

tabel berikut:

Tabel 3. Analisis Sintaksis Larik Nu Tos Kersa Sami Hadir

Analisis Sintaksis Nu tos kersa Sami hadir

Fungsi P K

Kategori Verba Preposisi

Peran Perbuatan Penegas

Dari analisis sintaksis larik kempat, dapat diketahui bahwa larik tersebut

merupakan kalimat pasif. Akan tetapi, subjek dalam larik tersebut terlepaskan,

karena subjeknya sudah disebutkan dalam larik – larik sebelumnya. Fungsi

predikat itu sendiri diisi oleh kata nu tos kersa sebagai kata kerja frasa verba.

Fungsi predikat dalam konteks kalimat ini adalah sebagai pengisi perbuatan. Dan

diikuti oleh kata Ket.

8

Page 9: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Larik kelima kidung sawer di atas, termasuk dalam kalimat berita, karena

larik kedua ini berfungsi memberitahukan sesuatu kepada orang lain.

Pemberitahuan pada larik ini berupa informasi, adalah ”ayeuna abdi ngawitan”

artinya sekarang saya mulai. Pola larik tersebut adalah Ket+S+P. Agar lebih jelas

perhatikan tabel berikut:

Tabel 4. Analisis Sintaksis Larik Ayeuna Abdi Ngawitan

Analisis Sintaksis Ayeuna Abdi Ngawitan

Fungsi Ket S P

Kategori Kata tunggal Nomina Verba

Peran Sebab Pelaku Perbuatan

Dari analisis sintaksis larik kelima, dapat diketahui bahwa fungsi

Keterangan diisi oleh kata ayeuna yang berkategori kata tunggal. Fungsi

keterangan dalam konteks kalimat ini adalah sebagi sebab, dimana keterangan sini

dilakukan oleh pelaku yang dinyatakan oleh pengisi fungsi subjek Abdi. Fungsi

subjek itu sendiri diisi oleh nomina. Fungsi subjek dalam konteks kalimat ini

adalah sebagi pengisi peran pelaku, dimana subjek ini melakukan perbuatan yang

dinyatakan oleh pengisi predikat ngawitan. Fungsi predikat itu sendiri diisi oleh

verba.

Larik keenam kidung sawer di atas,’nyawer anu panganten’ kontruksi

kalimat S+P. Berikut ini akan diuraikan fungsi,kategori dan peran kata dalam

kalimat.

Tabel 5. Analisis Sintaksis Larik Nyawer Anu Panganten

Analisis Sintaksis Nyawer Anu panganten

9

Page 10: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Fungsi P S

Kategori Verba Nomina

Peran Perbuatan Pelaku

Dari analisis sintaksis larik keenam, dapat diketahui bahwa fungsi predikat

diisi oleh kata nyawer yang berkategori sebagai kata kera(verba). Fungsi predikat

dalam konteks ini adalah sebagai pengisi peran perbuatan, dimana predikat

dilakukan oleh pelaku yang dinyatakan oleh pengisi fungsi subjek anu penganten.

Fungsi subjek itu sendiri oleh frasa verba.

Larik ketujuh kidung sawer di atas,”sujud syukur ka yang Agung”

kontuksi kalimat S+O. Berikut ini akan diuraikan fungsi, kategori dan peran kata

dalam kalimat.

Tabel 6. Analisis Sintaksis Larik Sujud Syukur Ka Yang Agung

Dari analisis sintaksis larik ketujuh, dapat diketahui bahwa fungsi subjek

diisi oleh kata sujud syukur yang berkategori sebagai kata kerja(verba). Fungsi

subjek dalam konteks kalimat ini sebagai pengisi peran perbuatan, dimana subjek

melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh pengisi fungsi objek Ka yang Agung.

Fungsi objek itu sendiri diisi oleh nomina.

10

Analisis Sintaksis Sujud syukur Ka yang Agung

Fungsi S O

Kategori Verba Nomina

Peran Perbuatan Pelaku

Page 11: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Larik kedelapan kidung sawer, di atas.”Bingah anu tanpa tanding”

kontruksi kalimatnya adalah S+P. Berikut ini diuraikan fungsi, kategori, dan peran

kata dalam kalimat.

Tabel 7. Analisis Sintaksis Larik Bingah Anu Tanpa Tanding

Analisis Sintaksis Bingah Anu tanpa tanding

Fungsi S P

Kategori Nomina

Peran

Larik kesembilan kidung sawer diatas “manah ibu sareng rama” kontruksi

kalimatnya adalah S+P. Berikut ini diuraikan fungsi, kategori, dan peran dalam

kalimat.

Tabel 8. Analisis Sintaksis Larik Manah Ibu Sareng Rama

Analisis Sintaksis Manah Ibu Sareng Rama

Fungsi S P

Kategori Nomina nomina

Peran Pelaku Pelaku

Dalam analisis sintaksis larik kesembilan fungsi subjek diisi oleh kata

manah ibu yang berkategori sebagai kata benda (nomina). Fungsi subjek dalam

konteks kalimat ini sebagai pengisi peran pelaku, dimana subjek dilakukan oleh

pelaku yang dinyatakan oleh pengisi fungsi objek sareng rama . Fungsi objek itu

sendiri diisi oleh nomina.

Tabel 9. Analisis Sintaksis Larik Wireh Geulis Jatuk Rami

11

Page 12: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Analisis

Sintaksis

Kenging Jodo Keur panutan

Fungsi P S O

Kategori Verba Nomina Nomina

Peran Perbuatan Hasil

Larik kesepuluh kidung sawer diatas “wireh geulis jatuk rami” kontruksi

kalimatnya adalah +S+Ket. Berikut ini diuraikan fungsi, kategori, dan peran

dalam kalimat.

Tabel 10. Analisis Sintaksis Larik Kenging Jodo Keur Panutan

Larik kesebelas kidung sawer diatas ‘kenging jodo keur panutan’

kontruksi kalimatnya adalah P+S+O. Berikut ini diuraikan fungsi, kategori, dan

peran dalam kalimat.

2.1.3 Formula Bunyi

12

Analisis

Sintaksis

wireh geulis Jatuk rami

Fungsi S Ket

Kategori Nomina Verba

Peran Penegas Pelaku Perbuatan

Page 13: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Analisis berikutnya penulis menganalisis teks kidung sawer di atas dari

segi formula bunyi yang meliputi pembahasan asonansi dan aliterasi beserta efek

yang ditimbulkannya.

Aliterasi menurut Altenbernd dan Leslie L. Lewis (dalam Badrun ,

2003 :29) adalah pengulangan bunyi pada posisi awal kata atau pengulangan

bunyi konsonan dalam kata. Jenis aliterasi yang paling umum adalah bunyi awal

yang umum disebut awal atau rima kepala.

Asonansi yang muncul pada larik pertama adalah vokal /a/ /u/ /e/.vokal /a/

merupakan vokal yang sangat mendominasi dan berkombinasi dengan

konsonan /s/ /l/ / pada kata /Asalamualaekum/.Vokal /u/ pada larik pertama yang

berkombinasi dengan konsonan / h/ merupakan formulasi bunyi yang

menimbulkan efek pelafalan teks terasa ringan .

Aliterasi yang muncul pada larik pertama adalah konsonan / l/ yang

menghasilkan bunyi ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan

yakni /a/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang ringan.

Asonansi yang muncul pada larik kedua adalah vokal /a/ /u/ /i/ merupakan

vokal yang sangat mendominasi dan berkombinasi dengan konsonan /k/ /s/ /d/

/y/ /n/ /l / / g / /h / vokal /a/ berkombinasi dengan konsonan /k/ /l/ pada

kata /lalinggih/ merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek pembaca teks

terasa ringan.

Aliterasi yang muncul pada larik kedua adalah konsonan /l/ yang

menghasilkan bunyi ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan

yakni /a/ / i/ ,sehingga menimbulkan efek bunyi yang ringan.

13

Page 14: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Asonansi yang muncul pada larik ketiga adalah vokal /a/ /u/ merupakan

vokal yang berkombinasi dengan konsonan /p/ /r/ /m/ /s/ /d/ /y/ /l/ vokal /a/

berkombinasi dengan konsonan /s/ /d/ /y/ pada kata / sadaya/ merupakan

formulasi bunyi yang menimbulkan efek pembaca teks terasa ringan.

Aliterasi yang muncul pada larik ketiga adalah konsonan /r/ yang

menghasilkan bunyi berat. Aliterasi ini berkombinasi dengan huruf vokal /a/,

sehingga menimbulkan efek bunyi yang semakin berat.

Asonansi yang muncul pada larik keempat adalah vokal / u/ /o/ /e/ /a/ /i/

merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan /n/ /t/ /s/ /k/ /h/ /d/.vokal /a

/ /i/ berkombinasi dengan konsonan /h/ /d/ /r/ pada kata /hadir/, sehingga

menimbulkan efek bunyi yang ringan.

Aliterasi yang muncul pada larik keempat adalah konsonan /n/ /t/ /k/ /r/

/s/ /m/ /h/ yang menghasilkan bunyi ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan

vokal yang ringan yakni /a/ / i/, pada kata hadir sehingga menimbulkan efek

bunyi yang ringan.

Asonansi yang muncul pada larik kelima adalah vokal /a/ /e/ /i/

merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan vokal /a/ berkombinasi

dengan konsonan /y/ /n/ pada kata / ayeuna/ merupakan formulasi bunyi yang

menimbulkan efek pembaca teks terasa ringan.

Aliterasi yang muncul pada larik kelima adalah bunyi nasal /ng/ posisi

terdapat pada tengah larik. Aliterasi yang terdapat pada larik ini adalah selain

bunyi nasal juga terdapat konsonan /y/ / n/ /t/ ini berkombinasi dengan huruf

vokal /a/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang ringan,

14

Page 15: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Asonansi yang muncul pada larik keenam adalah vokal /e/ /a/ /u/ /i/

merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan /n/ /p/ vokal /a/

berkombinasi dengan konsonan /n/ pada kata / pangantenan / merupakan

formulasi bunyi yang menimbulkan efek pembaca teks terasa ringan.

Aliterasi yang muncul pada larik keenam adalah konsonan /w/ / r.

Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal/monoftong yang pengucapannya semi

terbuka. Yaitu /e/ pada kata /nyawer/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang

berat.

Asonansi yang muncul pada larik ketujuh adalah vokal /u/ /a/ / merupakan

vokal yang berkombinasi dengan konsonan /s/ /j/ /d/ /y/ /k/ /g/ /ng/ vokal /u/

berkombinasi dengan konsonan /s/ /j/ /y/ /k/ /r/ pada kata / sujud syukur /

merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek pembaca teks terasa ringan.

Bunyi yang mendominasi pada larik ketujuh adalah bunyi nasal /ng/ posisi

terdapat pada tengah larik. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan

yakni /u/ misalnya pada kata /ka yang Agung/,sehingga menimbulkan efek bunyi

ringan.

Asonansi yang muncul pada larik kedelpan adalah vokal /a/ /u/ /i/

merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan /b/ /h/ /n/ t/ /p/. Vokal /a/

berkombinasi dengan konsonan /n/ / /t/ p/ /d/ pada kata / anu tanpa tanding /

merupakan formulasi bunyi menimbulkan efek teks terasa ringan.

Aliterasi yang muncul pada larik kedelapan adalah konsonan /t/ yang

menghasilkan bunyi berat. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan

yakni /a/ / u/ ./i/ ,sehingga menimbulkan efek bunyi yang berat.

15

Page 16: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Asonansi yang muncul pada larik kesembilan adalah vokal /a/ /i/ /e/

merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan /m/ /n/ /i/ / b/ /s/ / r/. vokal

/a/ berkombinasi dengan konsonan /m/ /n/ /h/ /i/ /b/ pada kata / manah ibu/

merupakan formulasi bunyi yang menimbulakn efek bunyi ringan.

Bunyi yang mendominasi pada larik kesembilan adalah bunyi nasal /ng/

posisi terdapat pada tengah larik. Aliterasi yang terdapat pada larik ini adalah

selain bunyi nasal juga tedapat konsonan /r/ yang menghasilkan bunyi – bunyi

yang ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan yakni /a/ /e/

misalnya pada kata / sareng rama/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang

ringan.

Asonansi yang muncul pada larik kesepuluh adalah vokal /i/ /e/

/a/merupakan yang berkombinasi dengan konsonan /w/ / r/ /h/ /l/ /j/ /t/ / k/ /m/ /r/.

Vokal /e/ /i/ /u/ berkombinasi dengan konsonan /w/ /r/ /l/ /s/ pada kata /wireh

eulis / merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek bunyi berat.

Aliterasi yang muncul pada larik kesepuluh adalah konsonan /t/ yang

menghasilkan bunyi berat. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan

yakni /a/ / u/ ./i/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang berat.

Asonansi yang muncul pada larik kesebelas adalah vokal /e/ /i/ /o/ /u/ /a/

merupakan yang berkombinasi dengan /k/ /n/ g/ /j/ /d/ /r/ /p/. Vokal /o/

berkombinasi dengan konsonan /j/ /d/ pada kata / jodo/ merupakan formulasi

bunyi yang menimbulkan efek buny berat.

Bunyi yang mendominasi pada larik kesepuluh adalah bunyi nasal /ng/

posisi terdapat pada tengah larik. Aliterasi yang terdapat pada larik ini adalah

selain bunyi nasal juga tedapat konsonan /r/ yang menghasilkan bunyi – bunyi

16

Page 17: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

yang ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan yakni /a/ /e/ /u/

misalnya pada kata /keur panutan/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang

ringan.

Asonansi yang muncul pada larik kedua belas adalah vokal /o/ /a/ /i/ /e/

merupakan yang berkombinasi dengan /c/ /l/ /h/ /s/ /r/ /n/ /g/ /b/ t/. Vokal /o/

berkombinasi dengan konsonan /c/ pada kata /cocog/. Efek yang timbul dari

kombinasi itu adalah pengucapan terasa ringan dan memudahkan penghafal .

Bunyi yang mendominasi pada larik kesepuluh adalah bunyi nasal /ng/

posisi terdapat pada tengah larik. Aliterasi yang terdapat pada larik ini adalah

selain bunyi nasal juga tedapat konsonan /r/ yang menghasilkan bunyi – bunyi

yang ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan yakni /a/ /e/ /i/

misalnya pada kata /sareng batin/,sehingga menimbulkan efek bunyi yang ringan.

Tabel 11. Formula Bunyi

Bunyi Vokal Bunyi konsonan

/a/ /u/ /e/ /s/ /l/ /m/ /k/

/a/ /u/ /i/ /k/ /s/ /d/ /y/ /n/ /l / /

g / /h /

/a/ /u/ /p/ /r/ /l/ / m / / n/ /s/

/d/ /y/

/u/ /o/ /e/ /a/ /i/ /n/ /t/ /s/ /k/ /r/ /m/ /h/ /d/

/a/ /e/ /i/ /y/ /n/ /b/ /d/ /n/ /g/ /w/ /t/

/a/ /e/ /n/ /y/ /w/ /r/ /p/ /n/ /g/ /t/

/u/ /a/ /s/ /j/ /d/ /s/ /y/ /k/ /r/ /n/ /g/

/i/ /a/ /u/ /b/ /n/ /g/ /t/ /p/ /d/

17

Page 18: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

/a/ /i/ /u/ /e/ /m/ /n/ /h/ /b/ /s/ /r/ /g/

/i/ /e/ /u/ /w/ /r/ /h/ /l/ /s/ /k/ /p/ /n/ /t/

/e/ /i/ /o/ /u/ /a/ /k/ /n/ /g/ /j/ /d/ /r/ /p/ /t/

/o/ /a/ /i/ /e/ /c/ /g/ /l/ /h/ /r/ /s/ /r/ /b/ /t/

/n/

Asonansi yang menonjol adalah /a/ dan /i/. Asonansi itu kadang – kadang

berkombinasi dengan konsonan berat dan ringan. Kombinasi itu tergantung pada

pilihan kata yang digunakan. Pilihan yang cermat akan mampu menghasilkan

asonansi yang bagus.

Aliterasi yang tergambar pada teks kidung sawer di atas pada umumya

terbentuk dari bunyi – bunyi berat /ng/ /nya/ /l/. Bunyi – bunyi itu semakin berat

karena berkombinasi dengan vokal yang berat pula, yakni /a/ /u/. Tetapi tidak

semua larik terasa berat, karena banyak pula larik yang dikombinasi dengan vokal

/i/ yang dirasa terasa ringan dalam pengucapannya.

Aliterasi pada teks kidung sawer di atas hampir semua merangkap sebagai

rima. Hanya sebagian kecil asonansi yang berkaitan dengan rima. Menyatukannya

aliterasi dengan rima menambah keindahan teks dan bunyi.

2.1.4 Formula Irama

Pada teks kidung sawer ini terdapat distribusi suku kata yang bertekanan

dan tidak bertekanan tetap. Jumlah suku kata tiap lariknya beragam, yakni ada

yang 10,11,12 suku kata. Penuturan/irama untuk penutur teks kidung sawer ini

sifatnya arbiter (mana suka). Artinya penutur dapat dengan bebas menuturkan

kidung sawer dengan irama masing – masing.

18

Page 19: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Penelitian menggunakan tanda–tanda tertentu untuk menganlisis teks

kidung sawer, tanda itu antara lain: tanda (-) menandakan tanda panjang, tanda

(∩) menandakan nada pendek dan tanda (≥) menunjukan nada yang sedang.

Analisis berikutnya penulis menganalisis teks kidung sawer di atas dari

segi formula irama yang meliputi pembahasan yang menandakan tanda irama

panjang, pendek, dan sedang pada teks kidung sawer.

Untuk memberi nada-nada tersebut, dilakukan setiap suku kata. Jadi

gambaran adalah satu tanda untuk satu suku kata. Agar tahu suku kata mana yang

disuarakan panjang, pendek, atau suku kata yang disuarakan sedang. Berikut

formula irama pada teks kidung sawer.

Tabel 12. Formula Irama

Asalamualaekum __ __ __ ∩∩∩∩∩∩__ __ ≥

Kasa daya nu lalinggih __ __ __ ∩∩∩∩__ __ __ ∩ __ ≥

Para uleman sadaya __ __ __ ∩∩∩∩≥

Nu tos kersa sami hadir ∩∩∩__ __∩∩≥

Ayeuna abdi ngawitan ∩∩∩∩∩∩∩∩

Nyawer anu panganten ∩∩∩∩∩∩∩__ __ ≥

Sujud syukur ka yang agung __ __ __∩∩∩∩∩∩∩∩

Bingah anu tanpa tandngi ∩∩∩∩∩∩∩∩__ __ __ ≥

Manah ibu sareng rama __ __ __ ∩∩__ __ __ __≥

Wireh eulis jatuk rami __ __ __ ∩∩∩∩∩∩

Kenging jodo keur panutan ∩∩∩∩∩__ __∩∩∩__ __ ≥

Cocog lahir sareng batin ∩∩∩__ __ __ __≥

Keterangan :

19

Page 20: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

(-) : nada panjang dengan lima harokat ( lima ketukan)

(∩) : nada pendek

(≥) : nada sedang dengan dua harokat ( dua ketukan)

2.2 Majas

2.2.1 Sinekdok

Sinekdok adalah gaya bahasa kias yang menyebutkan suatu bagian yang

penting dari suatu benda itu sendiri. Sinekdok dibagi menjadi dua macam: (1) pars

pro toto, sebagian untuk keseluruhan (2) totem pro parte, kesuluruhan untuk

sebagian. Pada teks kidung sawer di atas majas pro parte tidak ditemukan,

sedangkan totem pro parte terdapat pada kata Kasa daya nu lalinggih teks di atas

menerangkan bahwa bukan hanya keseluruhan untuk bagia yang sudah hadir atau

sudah duduk. Kata lainnya adalah kata para uleman sadaya. Kata tersebut juga

menerangakan keseluruhan para undangan yang sudah hadir untuk bagian.

2.2.2 Antonomasia

Antonomasia adalah majas kiasa yang menyebutkan sebutan untuk

menggantikan nama orang. Pada teks kidung sawer di atas terdapat pada kata

‘wireh eulis jatuk rami’. Kata tersebut menerangkan bahwa ‘eulis’ ini

menggantikan nama orang.

2.2.3 Hiperbola

Majas hiperbola merupakan gaya bahasa kias yang memberikan makna

yang dilebih – lebihkan. Terdapat pada kata ‘Bingah au tanpa tanding’ kata

tersebut menerangkan gembira yang tiada tara.

2.2.4 Diksi

20

Page 21: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Secara keseluruhan bahasa yang digunakan teks kidung sawer, yaitu

bahasa sunda (Majalengka ). Dengan kata lain bahasanya merupakan bahasa

ragam lisan pada umumnya, khususnya mantra ( puisi mantra).

Kidung sawer ini tidak dapat sembarang orang bisa digunakan, hanya pada

orang yang bisa menggunakannya dan digunakan pada acara tertentu saja, seperti

dalam pernikahan. Jadi tidak dapat digunakan untuk bahasa komunikasi untuk

masyarakat luas. Hal ini di maksud karena hanya si penuturnya saja yang dapat

menggunakan.

2.2.5 Tema

Kidung sawer adalah

Dari teks kidung sawer diatas terlihat bahwa tujuan yang ingin sampaikan. Dalam

menganalisis tema akan menggunakan teori isotopi. Dalam analisis ini suatu

kata/frasa akan di identifikasi sebagai sesuatu yang memiliki gagasan. Analisis

akan dimulai dari larik kedua karena dirasa larik kedua ini yang merupakan

penyebab dari isi larik–larik berikutnya analisisnya:

Teks kidung sawer di atas terdapat isotopi diantaranya isotopi kekuatan, isotopi

tuhan, isotopi pekerjaan, isotopi manusia, isotopi perasaan.

Gambar 2. Tahapan Isotopi

Tabel 13. Isotopi kekuatan

Isotopi Kekuatan

Isotopi Tuhan

Isotopi Pekerjaan

Isotopi Manusia

Isotopi Perasaan

21

Page 22: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Kata / frasa yang

termasuk isotopi

kekuatan

Intensitas Denotasi

(D)

Konotasi

(K)

Komponen makna bersama

Tuhan Gaib Sifat

Asslamua’alaikum 1x D + - -

Nyawer 1x D - + +

Anu penganten 1x D _ _ +

Tabel di atas menunjukan kata / frasa yang mendukung isotopi kekuatan.

Kata/frasa tersebut dimasukan kedalam isotopi kekuatan dilihat dari sifatnya. Dari

komponen makna bersama yang digambarkan melalui sifat – sifat yang

menyertainya. Jadi pengaruh gaib sangat kental pada teks kidung sawer ini

dibandingkan pengaruh makna tuhan. Isotopi kekuatan ini mendeskripsikan

tentang pengaruh kekuatan gaib terhadap teks kidung sawer.

Tabel 14. Isotopi Tuhan

Kata / frasa

termasuk

isotopi Tuhan

Intensit

as

Denotasi (D)

Konotasi (K)

Komponen Makna bersama

Ruh Dzat Sifat

Sujud syukur 1x D/K _ _ +

Kyang agung 1x D + _ _

22

Page 23: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Tabel di atas menunjukan kata / frasa yang mendukung isotopi tuhan

hanya dua buah kata / frasa . Dari komponen makna bersama hanya terdapat pada

sifatnya saja. Karena sifatnya mampu meguasai alam, kata tersebut dimasukan ke

dalam isotopi tuhan . kedua kata/frasa tersebut berkaitan dengan sesuatu yang di

sembah itu berarti Tuhan. Dengan demekian kata/frasa tersbut digolongkan ke

dalam isotopi Tuhan.

Tabel 15. Isotopi Pekerjaan

Tabel di atas menunujukkan kata/frasa yang mendukung isotopi pekerjaan.

Ada empat buah kata/frasa, dari komponen yang di gambarkan, terlihat bahwa

komponen makna aktifitas mendominasi pada teks kidung sawer. Komponen

makna lainnya adalah komponen makna perintah dan komponen makna sifat.

Kedua komponen makna tersebut menggambarkan sifat-sifat dan perintah tentang

segala aktifitas-pekerjaan. Isotopi pekerjaan ini mendeskripsikan tentang segala

aktiitas manusia yang berhubungan dengan kekuatan tertentu, baik terlihat

maupun gaib.

23

Kata / frasa

termasuk isotopi

Tuhan

Intensitas Denotasi (D)

Konotasi (K)

Komponen Makna bersama

peri

ntah

Aktivitas Sifat

Abdi ngawitan 1x D/K + _ +

Nyawer anu

panganten

1x D + + +

Page 24: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Tabel 16. Isotopi Manusia

Kata/frasa

termasuk isotopi

manusia

Intensit

as

Denotasi

(D)

Konotasi

(K)

Komponen Makna bersama

Tubuh/ roh Berakal

budi

aktivita

s

Ayeuna 1x D _ + +

Abdi 1x D + + +

Ngawitan 1x D - + +

Manah ibu 1x D + + +

Sareng rama 1x D + + +

Tabel diatas menunjukkan kata/frasa yang mendukung isotopi ada lima

buah kata/frasa. Komponen makna bersama isotopi manusia adalah tubuh/roh,

berakal budi dan aktifitas. Hal ini menunjukkan bahwa manusia yang

menggunakan hidung sawer adalah manusia sempurna yang mampu melakukan

laku mistik tertentu. Hal yang meliputi komponen makna pada isotopi manusia

ini, menunjukkan kesempurnaan manusia itu sendiri. Artinya manusia mempunyai

tubuh/roh beakal budi dan beraktifitas mampu menggunakan kidung sawer.

24

Page 25: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Isotopi manusia ini mendeskripsikan manusia dengan segala aktifitas yang

berhubungan dengan kidung sawer.

Tabel 17. Isotopi Perasaan

Kata/frasa

termasuk

isotopi

perasaan

Intensita

s

Denotasi

(D)

Konotasi

(K)

Komponen Makna bersama

senang cinta Bahagia

Bingah anu

tanpa tanding

1x D/K + + +

Kata/frasa yang termasuk kedalam isotopi perasaan tidak banyak. Hanya ada

empat buah kata/frasa. secara konotasi kata-kata tersebut mempunyai makna

kebahagiaan, kesenangan, kerinduan dan cinta. Dengan kata lain teks kidung

sawer ini diciptakan untuk memenuhi perasaan tersebut. Komponen makna diatas

dapat mendeskripsikan perasaan-perasaan yang di alami si penutur. Isotopi

persaan ini merupakan penggambaran mengenai perasaan manusia yang sedang

dalam pengaruh kekuatan gaib tertentu.

Tabel 18. Isotopi Tempat / Ruang

25

Page 26: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Kata/frasa

termasuk

isotopi Tuhan

Intensit

as

Denotasi (D)

Konotasi (K)

Komponen Makna bersama

Diindra

i

Terbatas

kasa daya 1x D + +

Nu lalinggih 1x D/K + +

Tabel di atas menunjukan kata / frasa yang masuk ke dalam isotopi

tempat/ruang. komponen makna bersama isotopi tempat/ruang adalah diindrai dan

terbatas. Hal ini menunjukan bahwa alat yang digunakan pada kidung sawer ini

adalah tempat/ruang yang sempurna yang digunakan untuk berbuat laku misik

terr\tentu.Isotopi ini mendeskripsikan tempat/ruang yang digunakan pada teks

kidung sawer ini.

Untuk lebih jelasnya berikut adalah bagan dari analisis isotopi–isotopi

membentuk motif–motif sehingga membentuk tema dari teks.

Gambar 3. Grafik Isotopi Motif

2009 2010 2011 2012 2013 20140

500

1000

1500

2000

2500

Chart Title

26

Page 27: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Gambar 4. Analisis Isotopi Berbentuk Motif

Isotopi tuhanIsotopi

pekerjaan

Isotopi

tempat / ruang

Isotopi kekuatan

Isotopi pekerjaan

Isotopi

Manusia

Isotopi

Perasaan

Motif 1

Kekuatan Ghaib yang menyertai kidung sawer

Motif 2

Aktivitas manusia yang berhubungan dengan laku

mistik tertetu

Tema

Kidung sawer merupakan upacara dimana para orang tua memberi nasihat kepada kedua penganten atau mempelai tersebut. Nyawer dilakukan setelah akad nikah dan

dilakukan di teras rumah atau halaman. Kedua orang tua

menyawer penganten dengan memakai kerudung. Saweran

dilakukan dengan menggunakan uang logam, beras, permen, dan irisan kunyit tipis yang diletakan di bokor. Kedua mempelai duduk

berdampingan dengan diiringi payung, seiring kidung selesai di

lantunkan, isi bokor ditabur, hadirin yang menyaksikan berebut

memunguti uang receh tersebut beserta permennya. Nyawer

27

Page 28: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

2.1 Proses

2.2

BAB III

PROSES PENCIPTAAN

3.1 Proses Penciptaan

3.1.1 Proses Penerusan Teks dari Penutur Kepada Calon Penutur Baru

Dalam kehidupan masyarakat sunda, sampai sekarang kidung sawer dari

penuturannya masih dipelihara orang dan bisa dikatakan sangat memilah–milih

untuk orang yang menjadi calon penutur baru.

Kidung ini mempunyai fungsi dan peranan dalam kehidupan manusia,

terlebih pada saat menjalani aktivitas kehidupan sehari–hari kekuatan magis yang

terdapat pada kidung sawer ini dipergunakan untuk kepentingan pribadi, sehingga

Isotopi

tempat /

Isotopi

perasaan

Isotopi manusia

Isotopi

Tempat /ruang

Isotopi

Pekerjaan Motif 3

Tujuan kidung sawer yang berhubungan dengan sesuatu yang dituju

Tema

Kidung sawer merupakan upacara dimana para orang tua memberi nasihat kepada kedua penganten atau mempelai tersebut. Nyawer dilakukan setelah akad nikah dan

dilakukan di teras rumah atau halaman. Kedua orang tua

menyawer penganten dengan memakai kerudung. Saweran

dilakukan dengan menggunakan uang logam, beras, permen, dan irisan kunyit tipis yang diletakan di bokor. Kedua mempelai duduk

berdampingan dengan diiringi payung, seiring kidung selesai di

lantunkan, isi bokor ditabur, hadirin yang menyaksikan berebut

memunguti uang receh tersebut beserta permennya. Nyawer

28

Page 29: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

beragam kepentingan itulah yang kemudian menjadi tema yang tersirat dalam

teksnya.

3.1.2 Proses Penciptaan Teks Kidung Sawer

Pada umumnya teks kidung sawer ini di ciptakan bertemakan kesaktian

tentang suatu yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan (sawer penganten),

dengan tujuan agar dirinya memiliki.

3.1.3 Konteks Penutur Kidung Sawer

Kata – kata dalam sebuah percakapan akan sangat mudah untuk dipahami

apabila kita kaitan dengan konteks . Untuk memahami kata – kata yang digunakan

dalam percakapan tidak cukup hanya dengan situasi, tetapi perlu disertai

pemahaman konteks budaya. Konteks situasi adalah lingkungan/tempat

percakapan berlangsung. Konteks situasi atau tempat berlangsung teks, menurut

Halliday (Badrun , 2003:38) mempunyai tiga unsur, yaitu medan menunjukan

pada bagian yang diperankan bahasa.

Dari uraian diatas maka konteks penuturan pada teks kidung sawer dapat

diuraikan sebagai berikut:

3.1.4 Konteks Situasi

Penutur

Pada konteks penuturan teks kidung sawer, yang dilakukan oleh seorang

penurur teks dalam menuturkan teksnya dengan menggunakan bahasa. Penuturan

adalah ibu nana (48 tahun) yang merupakan sodara sepupu. Ibu Nana berasal dari

dusun karangsari desa muktisari kecamatan cingambul kabupaten Majelengka

Jawa Barat. Ibu Nana adalah pemakai kidung sawer yang handal. Karena turun

temurun.

29

Page 30: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Adapun untuk teks kidung sawer yang penulis dapatkan susah sekali untuk

mendapatkannya, karena penutur (Ibu Nana) tidak sembarangan memberikan

teksnya kepada sembarang orang. Bahasa yang digunakan penutur (Ibu Nana)

dalam menuturkan teksnya menggunakan bahasa sunda (Majalengka)

Setting

Setting yang digunakan untuk menunturkan teks kidung sawer dalam

pernikahan dan terikat pada tempat. Setting berkaitan dengan situasi pembacaan

teks/tergantung dari teks yang digunakan. Misalnya teks kidung sawer ini

digunakan dalam acara pernikahan.

Waktu

Waktu pelaksanaan ketika menuturkan teks kidung sawer adalah ketika

hendak memakainya. Misalnya ketika akan kidung sawer waktu pembacanya

adalah saat setelah akan nikah selesai diucapkan larik kesatu sampai larik

berikutnya sampai selesai.

3.2. Fungsi Kidung Sawer

Kidung sawer ini mempunyai fungsi dan peranan penting dalam kehidupan

manusia. Kidung merupakn salah satu Mantra sebagai salah satu bentuk folklor

mempunyai empat fungsi, salah satunya adalah sebagai alat pengesahan pranata-

pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Dalam konteks ini, pranata dimaknai

sebagai sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi beserta adat istiadat dan

sistem norma yang mengaturnya, serta seluruh perlengkapannya. Guna memenuhi

berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam kehidupan.

Setiap tradisi memiliki pranata sosial sendiri sesuai konteks dinamika budaya

yang bersangkutan. Menurut Herusatoto (1985), setiap tradisi atau adat istiadat

30

Page 31: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

mempunyai empat tingkatan, yakni: (1) tingkat nilai budaya, (2) tingkat norma-

norma, (3) tingkat hukum, (4) tingkat aturan khusus.

Tujuan pemanfaatan mantra kidung sawer merupakan bentuk kompensasi

dari ketidakberdayaan orang memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari

dengan menggunakan pranata formal. Oleh karena pranata formal tidak mampu

menampung konflik-konflik dalam masyarakat, kompensasinya muncul pranata-

pranata sosial tradisional yang mampu menyelesaikan konflik-konflik tersebut

dengan karakternya masing-masing. (positif-negatif). Hal tersebut akhirnya

membudaya dan bahkan diwariskan kepada generas penerus. Hal ini sesuai

dengan pendekatan psikologitik yang dinyatakan oleh Sutardja (1996) bahwa

secara naluriah suatu kelompok etnik telah memiliki mekanisme dalam

menghadapi dan memecahkan problema-problema sosial budaya yang diwarisi

dari nenek moyangnya. Implikasinya dari relevansi secara psikologis ini ialah

bahwa manusia memerlukan pegangan batin untuk menghadapi masalah-masalah

sosial budaya. Bila mekanisme pegangan batin semacam itu macet.

Dengan demikian, penilaian bijak terhadap potensi mantra tidak seharusnya

dilakukan secara normatif hitam-putih, melainkan harus diposisikan dalam

moralitas budaya yang kontekstual

31

Page 32: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis akan ditarik beberapa kesimpulan guna

menjawab rumusan masalah, adalah sebagai berikut:

a. Urutan kalimat yang membentuk teks kidung sawer menggambarkan cara

penyajian pikiran dan perasaan penutur. Dengan ketentuan sebagai berikut.

Larik pertama biasa mengandung unsur penyebab larik–larik berikutnya

merupakan unsur akibat dari larik pertama dan larik terakhir merupakan hasil

atau tujuan yang ingin dicapai oleh penutur teks.

32

Page 33: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

b. Unsur – unsur pembentuk stuktur teks kidung sawer meliputi: formula sitaksis,

formula irama, formula bunyi ,majas, tema. Kelima unsur itu saling

berhubugan satu sama lain dalam membentuk satu kesatuan teks. Pada

pembentukan kalimat dalam tiap – tiap teks ada beberapa larik pada salah satu

teks yang trdiri dari satu frasa. Sedangkan yang seing digunakan adalah satu

atau hanya dua klausa saja. Sedangkan jumlah suku kata lebih banyak

menggunakan 12 buah suku kata.

c. Formula sintaksis pada masing – masing teks kidung sawer ini pada umunya

menggunakan formula sat kata yang sama antara larik. Hampir semua teks

memilih jenis formula ini.

d. Formula rima pada masing–masing teks kidung sawer ini lebih banyak

menggunakan rima mutlak jika dilihat dari bunyinya sedangkan jika dilihat dari

bunyinya sedangkan jika dilihat dari letak rima dalam larik lebih banyak

menggunakan rima awal. Kedua jenis rima ini selalu terdapat pada tiap–tiap

teks kidung sawer dalam pernikahan.

e. Kehadiran rima asonansi dan aliterasi semakin menambah unsur rima pada

teks kiung sawer ini menjadi artistik. Asonansi dan aliterasi pada teks kidung

sawer ini hampir semua merangkap sebagai rima karena mendominasinya rima

awal dan rima akhir pada tiap–tiap teks.

f. Irama dalam teks kidung sawer banyak memiliki pola yang tidak sama. Hal ini

dikarenakan adanya aturan yang tetap seperti ada tembang. Umumnya setiap

larik dibacakan dengan irama yang tidak sama oleh penutur. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa formula sintaksis dengan jenis kalimat yang tidak sama dan

dengan jumlah suku kata yang sama menghasilkan irama yang sama pula.

33

Page 34: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

g. Majas pada teks – teks kidung sawer ini meliputi, sindekdok dengan totem pro

toto, hiperbola, antonomasia.

h. Tema dari kidung sawer meliputi, kekuatan, Tuhan, Pekerjaan, manusia,

perasaan.

i. Konteks penuturan terdiri atas penutur, setting dan waktu. Penutur adalah

seorang yang menuturkan teks. Latar / setting yang digunakan adalah

tergantung dari ritual yang dilakukan pada masing–masing teks. Sedangkan

waktu yang digunakan pada saat penuturan teks kidung sawer adalah setelah

akan nikah selasai. Sebelum kegiatan tersebut maka si penutur harus

mengucapkan salam terlebih dahulu dengan pembacaan assalamu’alaikum

kepada para undangan.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka, saran yang dapat penulis berikan

sebagai masukan adalah sebagai berikut :

a. Dalam penelitian ini hanya satu jenis saweran yang di ambil, yaitu kidung

sawer. Masih banyak variasai saweran yang dikhususkan untuk kegiatan.

b. Bertolak dari latar belakang dilakukannya penelitian ini, yaitu rasa ingin

mempertahankan budaya sunda yang hanya dipelajari oleh orang tertentu saja,

maka harapan dan saran dari penulis adanya peneliti yang lain yang mampu

menyempurnakan penelitian yang lebih peneliti lakukan agar lebih sempurna.

Hal yang paling penting adalah sebagai upaya untuk melestarikan keagungan

kesusatraan lama, khususnya tradisi lisan.

4.3. LAMPIRAN

4.3.1 Catatan pemeriksa

34

Page 35: ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

(Dr.Memen Durachaman, M. Hum)

4.3.2 Data Penutur / Informan

Nama : Nana Ratnawati S.Pd

Umur : 48

Alamat: Dusun karang sari, Desa Muktisari Rt.01/Rw.01 Kec. Cingambul

Kab. Majalengka 45467

4.3.3 Transkipsi dan Tranliterasi

Teks asli: Teks terjemahan:

1. Asalamualaekum Asslamu’alaikum

2. Kasa daya nu lalinggih Kepada semua hadirin yang duduk

3. Para uleman sadaya Para undangan semua

4. Nu tos kersa sami hadir Yang sudah mau hadir

5. Ayeuna abdi ngawitan Sekarang saya memulai

6. Nyawer anu pengantenan Untuk nyawer panganten

7. Sujud syukur ka yang agung Sujud syukur ka yang agung

8. Bingah au tanpa tanding Gembira yang tiada tara

9. Manah ibu sareng rama Hati ibu dan bapak

10. Wireh geulis jatuk rami Bahwasanya sicantik menikah

11. kenging jodo keur panutan Mendapatkan jodoh untuk dirinya

12. cocog lahir sareng batin Yang cocok lahir dan batin

35