repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur...

120

Upload: others

Post on 11-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal
Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

iv

ABSTRAK

DEVY NURUL SEPTIANI NIM 11150440000081 PEMBATALAN

HIBAH DAN PEMBAGIAN HARTA WARIS PADA PUTUSAN NOMOR

2394/Pdt.G/2011/PA.JT dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK. Program Studi

Hukum Keluarga (Akhwal Syaksiyyah), Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/ 2019 M. 104 halaman + Lampiran

1 halaman.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui menjelaskan bagaimana pertimbangan

Majelis Hakim mengenai pembatalan hibah yang dilakukan ayah terhadap anaknya

pada putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JK dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK

Perspektif Hukum Positif dan Perspektif Hukum Islam. serta bertujuan untuk

mengetahui pertimbangan Majelis Hakim pada pembagian harta waris kepada ahli

warisnya ditinjau dari Hukum Waris Islam terhadap putusan Nomor

394/Pdt.G/2011/PA.JK dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK.

Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan yuridis

normatif. Sumber data primer dalam putusan ini adalah berkas putusan gugat waris

pada putusan Nomor 394/Pdt.G/2011/PA.JK dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK.

Teknik penulisan dalam skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang ayah membatalkan hibah

yang telah diberikan kepada anak-anaknya karena ayah merasa hibah tersebut ada

unsur penekanan sehingga ayah tersebut membatalkan kembali hibah yang telah

diberikan. Menurut pertimbangan Majelis Hakim hal ini telah sesuai dengan Pasal

212 Kompilasi Hukum Islam dan Hadits Nabi sehingga hakim menilai bahwa hibah

yang telah dibatalkan oleh ayah kepada anak-anaknya itu sah. Untuk pembagian

waris Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi

Agama Jakarta dalam menetukan bagian-bagian ahli waris berpedoman pada Al-

Qur’an surat An-Nisa ayat 11 dan ayat 12, namun demikian ada sedikit kekeliruan

yakni pada tingkat pertama asal masalah antara ayah dan anak berbeda seharusnya

disamakan yaitu /28 dan pembagian untuk anak perempuan 1 sedangkan untuk anak

laki-laki 2 seharusnya jika dihitung sesuai dengan hukum waris Islam yaitu anak

perempuan mendapatkan 3 sedangkan untuk anak laki-laki 6. Untuk pembagian

waris pada Tingkat Banding juga ada sedikit kekeliruan yaitu bagian untuk anak

perempuan 4 sedangkan untuk anak laki-laki 8, seharusnya anak perempuan

mendapatkan 3 dan anak laki-laki mendapatkan 6. Dalam perkara waris ini

kedudukan anak-anaknya sebagai ‘asobah bil ghair oleh karena itu anak-anaknya

mendapatkan sisa harta.

Kata kuci : Pembatalan, Hibah, Waris, Putusan Pengadilan

Pembibing : Hj. Hotnidah Nasution. MA

Daftar Pustaka: Tahun 1992 sampai tahun 2018

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

v

KATA PENGANTAR

مممبسم الل من لر لر

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan

rahmat dan kasih sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul Pembatalan Hibah dan Pembagian Harta Waris Pada Putusan Nomor

2394/Pdt.G/2011/PA.JT dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK. Shalawat serta salam

senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang

telah membawa ummatnya ke jalan yang terang benderang seperti sekarang ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini banyak hambatan dan rintangan yang muncul

silih berganti. Namun dengan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak

maka penulis dapat melewati semua sehingga dapat terselesaikan atas izin-Nya. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., Rektor Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para wakil Dekan I, II, dan III

Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Dr. Mesraini, M.Ag., dan Ahmad Chairul Hadi, M.A., selaku Ketua Program

Studi Hukum Keluarga dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga

Fakultas Syariah dan Hukum, yang selalu memberikan semangat dan arahan

kepada penulis.

4. Hj. Hotnidah Nasution, M.A., selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran disaat membimbing dan memberikan

masukan-masukan dalam penyususn skripsi ini.

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

vi

5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah memberikan ilmu

pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan yang

tidak bias penulis sebutkan semuanya tanpa mengurangi rasa hormat penulis.

6. Staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah

memberikan fasilitas peminjaman buku kepada penulis guna menyelesaikan

skripsi ini.

7. Kedua orang tua, teruntuk ibuku tersayang Mikir Sariyati dan ayahku tercinta

Slamet Supriyadi yang tak pernah lelah untuk memberikan doa dan

motivasinya kepada penulis, sehingga menjadi motivasi tersendiri kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa kakakku Eko Budi

Santoso, Amd. Par., adikku tercinta Danish Hilman Eshan dan Ayu Dya

Windiniarti, yang selalu menghibur penulis dikala penulis sedang gelisah.

8. Teman-temanku alumni Al-Amanah Al-Gontory khususnya Abdul Mulki

Al-Ansory, Ade Tita, dan Laras Destila yang selalu memberikan masukan,

memberikan semangat, dan menemani penulis dari awal hingga selesainya

skripsi ini .

9. Sahabatku tersayang, Saadah, Hana, Dina, Novia, Dede, Imamah, Iis, Novi,

Lala, dan Desi mereka adalah sahabat seperjuangan, yang selalu

mendengarkan keluh kesah penulis, dan merekalah yang telah menemani

penulis dari awal perkuliahan hingga saat ini.

10. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 2015 yang sudah menemani

penulis dalam menentut ilmu dan menempuh pendidikan di Program Studi

Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Kawan-kawan KKN Merpati 50 2018 yang juga telah memberikan motivasi

dan semangat penulis sehingga penulis sampai pada penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan

mereka dengan balasan yang setimpal. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan

manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Untuk itu penulis

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

vii

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk memperbaiki skripsi

ini.

Jakarta, 25 November 2019

Devy Nurul Septiani

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing

(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi

mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab

yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

penggunaannya terbatas.

A. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak Dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

H ha dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

ix

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis bawah ص

D de dengan garis bawah ض

T te dengan garis bawah ط

Z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik diatas hadap ‘ ع

kanan

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Qo ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

x

Apostrop ‘ ء

Y Ya ي

B. Vokal Pendek dan Vokal Panjang

Vokal Pendek Vokal Panjang

____ _ __ = a اى = a

_____ ______ = i يى = i

_____ ______ = u = u

C. Diftong dan Kata Sandang

Diftong Kata Sandang

al = (ال) ai = يأ

al-sh = (الش) aw = وأ

-wa al = (وال)

D. Tasydid (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: al-Syuf’ah, tidak ditulis asy-

syuf’ah

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

xi

E. Ta Marbutah

Jika ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1)

atau diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti

dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t”

(te) (lihat contoh 3).

Kata Arab Alih Aksara

Syarî’ah شريعة

al-syarî’ah al-islâmiyyah الشريعةالإسلامية

Muqâranat al-madzâhib نةالمذاهبمقار

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkandalam alih aksara

ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miringatau cetak tebal. Berkaitan

dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia Nusantara

sendiri, disarankan tidakdialihaksarakan meski akar kara nama tersebut berasal dari

BahasaArab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

Istilah keislaman (serapan): istilah keislaman ditulis dengan berpedoman

kepadaKamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai berikut contoh:

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

xii

No Transliterasi Asal Dalam KBBI

1 Al-Qur’an Alquran

2 Al-Hadist Hadis

3 Sunnah Sunah

4 Nash Nas

5 Tafsir Tafsir

6 Fiqh Fikih

Dan lain-lain (lihat KBBI)

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUN BIMBINGAN ........................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………… iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………………. viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 6

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ................................ 6

D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7

E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8

F. Studi Kajian Terdahulu ................................................................... 8

G. Metode Penelitian ........................................................................... 9

H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 11

BAB II: KAJIAN TEORITIS HIBAH DAN KEWARISAN ISLAM ............. 13

A. Hibah Prespektif Hukum Islam ....................................................... 13

1. Pengertian Hibah Menurut Hukum Islam .................................. 13

2. Rukun, dan Syarat Hibah........................................................... 15

3. Dasar Hukum Hibah.................................................................. 16

4. Penarikan Hibah Menurut Hukum Islam ................................... 17

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

xiv

B. Hibah Prespektif Hukum Positif ...................................................... 19

1. Pengertian Hibah Menurut Hukum Positif ................................. 19

2. Penarikan Hibah Menurut Hukum Positif .................................. 22

C. KONSEP KEWARISAN ISLAM ................................................... 24

1. Pengertian Waris dalam Hukum Islam ..................................... 24

2. Rukun dan Syarat .................................................................... 27

3. Dasar Hukum Waris Islam ....................................................... 30

4. Sebab-sebab Mendapatkan Hak Waris ..................................... 33

5. Halangan-halangan Untuk Menerima Waris............................. 34

6. Ahli Waris dan Bagiannya ....................................................... 37

7. Metode Pembagian HartaWarisan dalam Islam ........................ 42

8. Tashih ..................................................................................... 45

BAB III: Deskripsi Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor

2394/Pdt.G/2011/PA.JT dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK .................................................... 46

A. PutusanNomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT .................................... 46

1. PosisiKasus ......................................................................... 46

2. Duduk Perkara .................................................................... 47

a. Alasan Gugatan ............................................................. 47

b. Petitum Penggugat ......................................................... 55

c. Proses Pemeriksaan ....................................................... 56

3. Amar Putusan ...................................................................... 68

B. Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTAJK ................................... 69

1. Posisi Kasus ........................................................................ 69

2. Duduk Perkara .................................................................... 70

a. Alasan Pembanding ....................................................... 70

3. Amar Putusan ...................................................................... 71

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

xv

BAB IV: ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF PADA

PEMBATALAN HIBAH, DAN ANALISIS HUKUM ISLAM

PADA PEMBAGIAN HARTA WARIS ........................................ 74

1. Pertimbangan Hakim Mengenai Pembatalan Hibah Pada Putusan

Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA. JT ............................................... 74

2. Pertimbangan Majelis Hakim Mengenai Pembatalan Hibah Pada

Putusan Nomor145/Pdt.G/2012/PTA. JK .................................. 77

3. Pertimbangan Majelis Hakim Mengenai BagianWaris Pada

Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT .................................. 82

4. Pertimbangan Majelis Hakim Mengenai BagianWaris Pada

Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA. JK ................................. 88

BAB V : PENUTUP ...................................................................................... 95

A. Kesimpulan ............................................................................... 95

B. Saran ...................................................................................... ..99

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 100

LAMPIRAN ....................................................................................................... 105

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia mempunyai beberapa aturan hukum, salah satunya

adalah Hukum Islam. Hukum Islam merupakan asas hukum berdasarkan

wahyu Allah SWT yang terdapat pada Al-Qur’an, dan Hadits.1 Salah satu

yang diatur oleh Hukum Islam yaitu tentang harta kekayaan. Harta yang

diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Seperti misalnya hukum

kewarisan, dalam hal ini hukum Islam mengatur secara detail tentang

pengalihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada orang yang

berhak atas harta tersebut. Tak hanya masalah kewarisan saja, hibah dan

wasiat juga diatur oleh hukum Islam.2 Dalam Undang-undang No 7 tahun

1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1), dan (2) yang telah diubah dengan

Undang-undang No 6 tahun 2006 ketiga persoalan diatas merupakan

kewenangan Peradilan Agama. Pada Pasal 50 ayat (2) menerangkan bahwa

untuk orang yang beragama Islam perkara diatas haruslah diputus oleh

Pengadilan Agama3.

Allah SWT dan Rasulullah menganjurkan umatnya untuk saling tolong

menolong, memiliki rasa kepedulian sosial, dan memiliki rasa kepedulian

terhadap orang yang membutuhkan. Semua itu dapat diwujudkan dengan cara

melakukan hibah. Hal ini terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 177 yang

artinya:

“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-

anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan

1 Barzah Latuponodkk, Buku Ajar Hukum Islam, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2017), h. 2. 2 Akhmad Jenggis, 10 Isu Global di Dunia Islam, (Yogyakarta: NFP Publishing 2012), h. 198. 3 A Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 120-121.

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

2

orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) budak” (Q.S Al-

Baqarah(2):177).

Ayat diatas menganjurkan kita sebagai manusia untuk saling tolong

menolong. Oleh karena itu sangat baik untuk orang yang mempunyai

kelebihan harta berbagi atau berhibah kepada orang yang membutuhkan.4

Dengan melakukan hibah akan menimbulkan hubungan yang erat terhadap

sesama. Hibah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain, dan waktu

pemberian hibah tersebut disaat si pemberi hibah masih hidup. Hibah juga

merupakan suatu kegiatan untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa

mengaharapkan imbalan apapun.5 Siapapun berhak untuk menerima atau

memberi hibah seperti memberi hibah kepada teman, ayah kepada anaknya,

dan segala bentuk harta apapun milik si pemberi hibah dapat dihibahkan jika

harta tersebut adalah harta orang lain maka tidak diperbolehkan.6

Dalam KUH Perdata Pasal 1666 hibah yaitu suatu perjanjian dengan

mana si penghibah, pada waktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan

tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan

dipenerima hibah yang menerima penyerahan itu. 7

Kasus pembatalan hibah bisa saja terjadi apabila orang yang

dihibahkan tidak memenuhi syarat tertentu pada pemberian hibah tersebut. Di

dalam Hukum Perdata BW Pasal 1666 tidak ada penarikan hibah yang telah

diberikan kepada orang lain kecuali ada persetujuan dari pihak yang

menerima hibah tersebut.8 Hukum Islam juga melarang penarikan atau

4 Harun, Fiqh Muamalah (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), h. 227. 5 Harun, Fiqh Muamalah, h. 225. 6 Faizah Bafadhal, “Analisis Tentang Hibah dan Korelasinya Dengan Kewarisan dan

Pembatalan Hibah Menurut Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum, 4, 1

(Juli, 2011), h. 18. 7 Eman Suparman, Hukum Waris Indosesia, (Bandung: PT Refika Aditama 2005) h. 81-83. 8 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, h. 84.

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

3

pembatalan hibah, berdasarkan hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu

Umar dan Ibnu Abbas mengibaratkan orang yang menarik kembali hibahnya

seperti orang yang muntah, lalu memakan muntahnya kembali. Kecuali

penarikan hibah yang dilakukan ayah kepada anaknya. Karena ayah selaku

orang tua wajib menjaga kemslahatan anaknya.9

Berbicara mengenai hibah, hibah dari orang tua kepada anak dapat

diperhitungkan sebagai warisan, hal ini terdapat pada Inpres Pasal 211. Pada

dasarnya orang yang telah meninggal secara otomatis hartanya berpindah

kepada orang yang berhak atas harta tersebut. Pada Al-Qur’an surat An-Nissa

ayat 7,8,11,12,33, dan ayat 176 telah mengatur mengenai hukum waris serta

bagian masing-masing ahli waris dari harta peninggalan si pewaris.10

Ada

beberapa unsur dalam waris Islam yaitu: Pewaris, orang yang meninggal, ia

memiliki harta yang akan diwariskan. Harta Waris atau tirkah yang

ditinggalkan oleh si pewaris yang sudah dikurangi untuk membayar hutang,

dan harta tersebut menjadi objek waris yang akan diwariskan. Ahli waris,

orang yang mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan ia juga

akan menerima harta dari si pewaris setelah si pewaris itu meninggal dunia.11

Pembagian waris kepada masing-masing ahli waris harus sesuai

dengan ketentuan yang terdapat pada Al-Qur’an. Pada praktinya dalam

masyarakat masih banyak yang bingung mengenai masalah waris, dan

menimbulkan sengketa pada masalah kewarisan. Seperti kasus yang telah

diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta pada perkara Nomor

2394/Pdt.G/2011/PAJT dalam perkara ini yang diajukan oleh Penggugat

kepada tergugat 1, tergugat 2, tergugat 3, tergugat 4, tergugat 5. Dalam

9 Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 2014), h. 84. 10 Aulia Muthiah dan Novy Sri Pratiwi Hardani, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: Medpres

Digital, 2015), h. 2. 11 Tinuk Dwi Cahyani, Hukum Waris Dalam Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang, 2018), h. 3.

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

4

perkara ini yang ingin penulis angkat adalah mengenai pertimabngan Majelis

Hakim mengenai pembatalan hibah yang dilakukan ayah terhadap anaknya

dan bagian masing-masing ahli waris dari harta peninggalan si pewaris yang

pada awalnya ketika pewaris telah meninggal dunia, si pewaris meninggalkan

objek waris berupa sebidang tanah seluas kurang lebih 429 M2, dan bangunan

diatasnya 148 M2.

Harta tersebut sudah dihibahkan oleh penggugat kepada para Tergugat

dengan bukti tertulis dalam surat pernyataan Penggugat tertanggal 24 Februari

2009 Penggugat telah secara sukarela menyatakan beberapa hal yaitu:

menyatakan melepaskan hak kepemilikan atas rumah Keluarga Ramelan

Djojo Ardjo, dan (Alm) Siti Mulyani dan menyerahkan kepemilikan rumah

tersebut kepada kelima anaknya, dalam hal ini Para Tergugat. Bahwa akta

pernyataan Penggugat Nomor : 1 tertanggal 1 Maret 2009 yang dibuat

dihadapan Helmi, S.H., Notaris di Bekasi, Penggugat secara sukarela

membuat pernyataan : (1) Bahwa Penggugat dengan ini menyatakan dan

berani diangkat sumpah melepaskan Hak Waris, (2) Bahwa benar untuk

menghargai dan menjamin hak-hak dari 5 (lima) orang anak yang sampai saat

ini masih hidup yaitu Para Tergugat sebagai pemilik dan ha katas sebidang

tanah dan bangunan Harta Peninggalan, (3) Penggugat menjamin tidak akan

menjual, memindahkan dan menyerahkan ataupun dengan cara lain

melepaskan sebidang tanah dan Bangunan Harta Peninggalan tanpa

persetujuan tertulis Para Tergugat.

Penggugat tidak boleh tinggal dirumah terebut karena penggugat telah

menikah lagi dengan perempuan yang bernama Darwati Simatupang.

Meskipun penggugat telah menghibahkan rumah dan tanah kepada para

Tergugat, namun penggugat merasa hibah itu ada penekanan dari para

Tergugat sehingga pada tanggal 28 Juni 2010 penggugat telah membatalkan

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

5

hibah dan peralihan dalam bentuk apapun terhadap harta bersama kepada para

Tergugat.

Alasan Penggugat mengajukan gugatan waris ini ke Pengadilan

Agama karena Penggugat selaku suami berhak mendapatkan bagian waris

sebesar 1/4 bagian dan ditetapkan atau ditentukan siapa-siapa saja ahli

warisnya serta berapa besar bagiannya masing-masing. Mengenai pembagian

masing-masing ahli waris dalam Al-Qur’an ada enam yang ditetapkan yaitu:

1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Adapula yang berhak menerima 1/2 dari harta

warisan yaitu suami (jika seorang diri tidak mempunyai keturunan), cucu

perempuan keturunan laki-laki, saudara kandung perempuan, saudara

perempuan seayah. Adapula yang mendapatkan 1/4 yaitu ayah (apabila

memiliki keturunan).12

Dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur ini

Majelis Hakim telah memutuskan perkara ini dengan mengabulkan

permohonan penggugat serta menetapkan bagian masing-masing ahli waris.

Akan tetapi ada sedikit kekeliruan dalam pembagian masing-masing dari ahli

waris, yaitu asal masalahnya untuk Penggugat dan para Tergugat berbeda, dan

bagian untuk para Tergugat masih belum sesuai dengan hukum Islam.

Para tergugat tidak puas dengan putusan tingkat pertama sehingga para

Tergugat mengajukan Banding. Pada putusan Tingkat Banding Majelis Hakim

memutuskan untuk membatalkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur

dengan mengadili sendiri. Namun, pada putusan tingkat banding ini Majelis

Hakim masih ada sedikit kekeliruan mengenai penetapan masing-masing

bagian dari ahli waris, yang mana dalam pembagian itu hasilnya tidak sama

dengan asal masalahnya dan pembagian untuk para Pembanding masih belum

sesuai dengan hukum Islam.

12 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani,

1995), h. 46-59.

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

6

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Pembatalan Hibah dan Pembagian Harta Waris Pada Putusan

Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT Dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan oleh

penulis, maka dapat mengidentifikasi pembahasan tema skripsi ini ke dalam

beberapa pertanyaam guna megidentifikasi permasalahn yang akan saya

bahas, diantaranya:

1. Apa yang dimaksud dengan hibah menurut hukum Islam?

2. Apa yang dimaksud dengan hibah menurut hukum Positif?

3. Apa saja rukun dan syarat yang harus dilakukan untuk memberi hibah?

4. Apakah hibah yang telah diberikan kepada orang lain dapat ditarik

kembali?

5. Apa yang dimaksud dengan waris menurut hukum Islam?

6. Apa saja rukun dan syarat waris islam?

7. Apa dasar hukum waris islam?

8. Bagaimana ketentuan bagian harta waris untuk masing-masing ahli waris?

9. Apa pertimbangan Hakim membatalkan hibah yang dilakukan ayah

terhadap anaknya?

10. Bagaimana pertimbangan waris Islam terhadap pembagian harta waris

terhadap putusan Pengadilan Agama Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT. Dan

Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK?

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak menyimpang dan melebar

dari inti atau pokok masalah yang akan dikaji, maka penulis disini

membatasinya yakni persoalan yang berkaitan dengan hibah dan

kewarisan yang diatur dengan Hukum Islam, dan Hukum Positif. Dalam

hal ini penulis memfokuskan kepada putusan Pengadilan Agama Putusan

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

7

Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK

antara lain:

a. Dalam pembahasan hibah dibatasi dengan pengertian hibah menurut

hukum Islam dan hukum Positif, rukun dan syarat hibah, dan hukum

penarikan hibah menurut Hukum Islam dan Hukum Positif. Sehingga

para pembaca dapat memahami lebih dalam mengenai hibah.

b. Dalam pembahasan waris dibatasi dengan pengertian waris dalam

Hukum Islam, rukun dan syarat, ahli waris dan bagiannya.

c. Pertimbangan Majelis Hakim dibatasi pada pertimbangan hukumnya

sehingga pembaca dapat mengetahui bagaimana pertimbangannya.

d. Pertimbangan waris Islam terhadap pembagian harta waris pada

putusan Pengadilan Agama Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT. Dan

Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK

Dari hasil kajian skripsi ini diharapkan dapat menjelaskan

tentang penarikan hibah yang dilakukan orang tua terhadap anaknya,

serta pembagian harta waris kepada masing-masing ahli waris.

2. Rumusan Masalah

a. Apakah pertimbangan Majelis Hakim tentang pembatalan hibah yang

dilakukan ayah terhadap anaknya pada putusan Nomor

2394/Pdt.G/2011/PA.JT Dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK telah

sesuai dengan Hukum Positif dan Hukum Islam ?

b. Bagaimana pertimbangan Majelis Hakim tentang bagian ahli waris

pada Putusan Pengadilan Agama Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT Dan

Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK ditinjau dari Hukum Waris Islam?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian ini sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaiman pertimbangan

Majelis Hakim mengenai pembatalan hibah yang dilakukan ayah terhadap

anaknya pada putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT dan Nomor

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

8

145/Pdt.G/2012/PTA.JK perspektif Hukum Positif dan Perspektif Hukum

Islam.

2. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan Majelis Hakim pada

pembagian harta wariskepada ahli warisnya ditinjau dari Hukum Waris

Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Nomor

2394/Pdt.G/2011/PA.JT. Dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK?

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi kalangan akademisi atau masyarakat umum, penelitian ini

diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pembatalan hibah yang

dilakukan ayah kepada anak, dan proses penyelesaian pembagian waris

kepada masing-masing ahli waris.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan

sumbangan pemikiran mengenai hukum penarikan hibah yang dilakukan

ayah terhadap anaknya menurut hukum Islam dan hukum Positif serta

pembagian harta waris menurut hukum waris Islam.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan untuk bisa menjadi pembelajaran

bagi orang yang ingin menghibahkan seluruh hartanya kepada orang lain

atau kepada keluarga dekatnya sendiri. Dan dengan adanya penelitian ini

diharapkan agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana cara pembagian

waris yang sesuai dengan hukum waris Islam, agar tidak banyak

menimbulkan sengketa waris di dalam masyarakat.

F. Studi Kajian Terdahulu

Penulis melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu yang hampir

sama dengan apa yang penulis teliti, jika diteliti lebih dalam adapun

perbedaan dari pembahasan. Pada skripsi ini terkait pada penelitian-penelitian

yang telah dilakukan oleh:

1. Ade Apriani Syarif, B11113095, Universitas Hasanudin Makassar

Fakultas Hukum,Jurusan Departemen Hukum Keperdataan, 2017, judul

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

9

Skripsi Tinjauan Terhadap Penarikan Hibah dari Orang Tua Terhadap

Anak. (Studi Putusan Pengadilan Agama Pinrang Nomor

432/Pdt.G/2012/PA.Prg). Dalam skripsi ini menjelaskan tentang

kedudukan hukum hibah dari orang tua terhadap anak menurut Hukum

Islam dan bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Nomor

432/Pdt.G/2012/PA.Prg. Perbedaan dengan penulisan ini yaitu pada

tempat objek penelitian, dalam hal ini penulis meneliti dari Pengadilan

Agama Jakarta Timur sampai Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.13

2. Mohammad Apip Firmansyah 107044102095, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan

Konsentrasi Peradilan Agama, 2014, judul Skripsi Hak Suami Sebagai

Ahli Waris Dalam Kompilasi Hukum Islam. (Analisis Putusan Perkara

Gugat Waris Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor

753/Pdt.G/2011/PA.Cn). Dalam skripsi ini menjelaskan tentang

bagaimana prosedur gugatan waris, deskripsi pada perkara gugatan waris

pada putusan nomor 753/Pdt.G/2011/PA.Cn, dan pertimbangan majelis

hakim dalam memutuskan perkara waris pada putusan Nomor

753/Pdt.G/2011/PA.Cn. Perbedaannya dengan penulisan skripsi yang

ditulis oleh penulis adalah penulis fokus pada pertimbangan waris Islam

terhadap pembagian harta waris terhadap putusan Pengadilan Agama

Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT. Dan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK14

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis

normatif yaitu penelitian yang difokuskan membahas penerapan kaidah

13 Ade Apriani Syarif, Tinjauan Terhadap Penarikan Hibah dari Orang Tua Terhadap Anak.

(Studi Putusan Pengadilan Agama Pinrang Nomor 432/Pdt.G/2012/PA.Prg) skripsi tahun 2017. 14 Mohammad Apip Firmansyah, Hak Suami Sebagai Ahli Waris Dalam Kompilasi Hukum

Islam. (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor

753/Pdt.G/2011/PA.Cn) skripsi tahun 2014.

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

10

atau hukum normatif.15

Melalui pendekatan ini penulis dapat menelaah

adanya persamaan atau perbedaan dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

dengan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, dan Nomor

145/Pdt.G/2012/PTA.JK

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif yaitu

jenis penelitian yang bertujuan untuk menemukan konsep dan teori,

dan pustaka (Library Research) yaitu jenis penelitian yang berkaitan

dengan metode pengumpulan data kepustakaan dalam penelitian ini

penulis menelaah data tertulis yang berkaitan dengan topik

permasalahan yang akan dikaji meliputi buku, makalah, jurnal dan

lain-lain untuk menemukan kajian teoritis16

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Data Primer adalalah data yang diperoleh langsung dari survey

dengan menggunakan metode pengumpulan data yang original.17

Data yang diperoleh penulis dari lapangan yaitu berupa berkas

putusan perkara Gugatan Waris. Berkas Putusan Pengadilan

Agama Jakarta Timur Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT dan berkas

Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor

145/Pdt.G/2012/PTA.JK.

b. Data Sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain

dan dipiblikasikan kepada masyarakat.18

Penulis memperoleh data

dari Al-Qur’an, Kompilasi Hukum Islam, serta Undang-undang.

15 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia

Publishing, 2006), h. 295. 16 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.

3. 17 Nur Achmad Budi Yulianto dkk, Metodologi Penelitian Bisnis, (Polinema Press, 2018), h.

37. 18 Nur Achmad Budi Yuliantodkk, Metodologi Penelitian Bisnis, h. 37.

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

11

4. Analisis Data

Bahan-bahan hukum yang sudah dikumpulkan tersebut

dianalisis dengan berpedoman pada metode kualitatif, yaitu suatu cara

penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif analisis dan

terkumpul untuk mendapatkan kebenaran atau mengurai fakta dan

berakhir pada suatu kesimpulan serta saran.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Dokumentasi, yaitu sumber data yang digunakan untuk

melengkapi penelitian19

dengan cara mengambil dokumen-

dokumen dari kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur dan

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta yang mengenai persoalan yang

akan dibahas.

b. Kajian kepustakaan, untuk memahami teori-teori dan konsep yang

berkenan dengan metode ijtihad Hakim melalui beberapa buku dan

literatur yang pandang mewakili dan berkaitan dengan objek

penelitian.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam menganalisis materi pembahasan penulis

memberikan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang meliputi, Latar

Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Review Studi, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan.

Bab kedua yaitu kajian teoritis hibah meliputi pengertian hibah

menurut hukum Islam dan Hukum Positif, rukun dan syarat hibah, dan hukum

penarikan hibah menurut Hukum Islam dan Hukum Positif. Dalam

19

Muh Fitra dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian Penelitian Kualitatif, Tindakan

Kelas dan Studi Kasus, (Sukabumi: Jejak, 2017), h. 74.

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

12

pembahasan waris yaitu pengertian waris dalam Hukum Islam, rukun dan

syarat, dasar hukum waris, ahli waris dan bagiannya.

Bab ketiga penulis akan mendeskripsikan putusan pada perkara Nomor

2394/Pdt.G/2011/PA.JT dan Nomor 145/2012/Pdt.G/PTA.JK.

Bab keempat berisi analisis yang meliputi pertimbangan Hakim dalam

pembatalan hibah yang dilakukan ayah terhadap anaknya, dan bagaimana

pertimbangan waris Islam terhadap pembagian harta waris terhadap putusan

Pengadilan Agama Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT. Dan Nomor

145/Pdt.G/2012/PTA.JK.

Bab kelima yaitu Penutup meliputi, kesimpulan yang menggambarkan

secara umum tentang permasalahn yang dibahas, dalam bab ini juga

mencakup saran-saran dan peneliti atas permasalahan yang diteliti sehingga

upaya mencapai tujuan dari peneliti yang dilakukan dan diharapkan dapat

bermanfaat bagi kalangan akademis umunya dan penulis khusususnya.

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

13

BAB II

KAJIAN TEORITIS HIBAH DAN KEWARISAN ISLAM

A. Hibah Perspektif Hukum Islam

1. Pengertian Hibah Menurut Hukum Islam

Hibah merupakan pemberian harta dari seseorang kepada orang

lain secara sukarela dan tanpa megharapkan imbalan. Hibah tidak dapat

disamakan sebagai pemberian harta waris, karena pelaksanaan pemberian

hibah dilakukan ketika penghibah masih dalam keadaan hidup, dan pada

saat itu juga barang yang telah dihibahkan dapat dimiliki dan

dipergunakan kepada penerima hibah tersebut. Sedangkan pemberian

harta waris dilakukan ketika pewaris telah meninggal dunia.1

Hibah berasal dari bahasa Arab: هبة –وهبا –ي وهب –وهب yang

artinya memberikan. Secara makna lafadz hibah diambil dari lafadz:

مروره ان ها تر من يدالوهب الى يدالموهوب له.

Perlewatannya untuk melewatkan dari tangan wahib (pemberi

hibah) kepada tangan mauhub lah (penerima hibah) kepada yang lain.

Atau

الى اخرىمر ل رورهال من

Perlewatannya dari tangan ke tangan lainnya.2

Hibah menurut istilah adalah pemberian suatu barang kepada

orang lain melalui akad tanpa mengharapkan imbalan apapun dari si

1 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 138. 2 M. Sulaeman Jajuli, Fiqh Madhzhab ‘Ala Indonesia, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2015),

Cet. 1, h. 111.

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

14

penerima hibah, dan pemberiannya sewaktu masih hidup.3 Atau bisa

dikatakan bahwa hibah yaitu suatu akad yang pokok perosoalannya

pemberian suatu harta milik seseorang yang diberikan kepada orang lain

ketika orang tersebut masih hidup, tanpa adanya imbalan. Hibah mutlak

tidak menghendaki imbalan, baik yang semisal, atau lebih rendah, atau

lebih tinggi darinya. Apabila seseorang memberikan hartanya kepada

orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepadanya hak

kepemilikan, maka hal itu disebut I’arah (pinjaman). Demikian pula

apabila seseorang memberikan apa yang bukan harta seperti misalnya

khamr dan bangkai, hal ini tidak layak untuk dijadikan hadiah.4

Menurut syariat hibah adalah sumbangan dengan cara memberikan

hak milik harta kepada orang lain dilakukan ketika masih hidup tanpa

mendapatkan balasan apapun. Kata “sumbangan” untuk membedakan

antara hibah dengan pemberian dengan balasan. Kalimat “memberikan

hak milik” untuk membedakan antara hibah dengan pinjaman, karena

pinjaman yang telah diberikan kepada orang lain hanya bisa dimanfaatkan

saja, tidak menjadi hak milik orang yang meminjam, kemudian harus

dikembalikan kepada pemiliknya. Kalimat “masih hidup” untuk

membedakan antara hibah dan wasiat, karena wasiat merupakan

sumbangan pemberian harta kepada orang lain setelah orang yang

berwasiat itu wafat.5

3 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375. 4 M. Sulaeman Jajuli, Fiqh Madzhab ‘Ala Indonesia, h. 111-112. 5 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Fiqhul Maratul Muslimatu. Penerjemah Faisal

Saleh, Yusuf Hamdani: Shahih Fiqh Wanita Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jakarta: Akbarmedia,

2009, Cet.1, h. 470.

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

15

2. Rukun dan Syarat Hibah

a. Rukun Hibah

Menurut Ibnu Rusyd dalam Kitabnya Bidayatul Mujtahid

sebagaimana yang dikutib oleh Jaziri mengemukakan bahwa rukun

hibah ada tiga yaitu:

1) Orang yang menghibahkan atau al-wahib

2) Orang yang menerima hibah atau al-mauhublah

3) Pemberiannya atau perbuatan hibah atau disebut juga dengan al-

hibah

4) Harta atau barang yang dihibahkan.6

b. Syarat Hibah

Adapun syarat-syarat untuk melaksanakan sahnya hibah yaitu

sebagai berikut:

1) Orang yang menghibahkan harus memenuhi syarat sebagai orang

yang telah dewasa, orang yang cakap melakukan perbuatan

hukum, dan mempunyai harta yang akan dihibahkan.

2) Orang yang menerima hibah disyaratkan sebagai orang yang cakap

melakukan perbuatan hukum, apabila orang yang menerima hibah

masih dibawah umur, maka diwakili oleh walinya sampai si

penerima hibah cakap melakukan perbuatan hukum.7

3) Adapun syarat untuk Harta atau barang yang dihibahkan yaitu:

a) Barang harus jelas nilainya

b) Barangnya ada sewaktu hibah itu dilaksanakan

c) Barang dimilik si pemberi hibah

6 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2008), h. 133. 7 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 139.

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

16

d) Benda tersebut dapat diserahkan oleh penerima hibah8

Selain syarat-syarat yang telah disebutkan diatas, para ulama

menyebutkan syarat utama yaitu penerimaan (al-qabdl). Adapun

ikhtilaf para ulama mengenai al-qabdl yaitu menurut as-Syafi’I dan

Abu Hanifah penerimaan merupakan syarat sahnya hibah. Oleh karena

itu pelaksanaan hibah bila tidak disertai persyaratan menerima, maka

hibah itu tidak sah. Menurut Ahmad Ibn Hambal dan Ali Dhahir

berpendapat bahwa sah hukumnya dengan akad dan penerimaan tidak

termasuk syarat.9

3. Dasar Hukum Hibah

Hibah merupakan salah satu bentuk saling tolong menolong yang

sangat dianjurkan oleh syariat Islam, adapun dasar hukum hibah yaitu:

a. Al-Qur’an surat An-Nisa: 4: ayat 4:

ا مري ه هني سا فكلو ه ن ف ء م ن شى عن ل كم فان طب لة ء صدقتهن ن آوا توا الن س ئا

Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang

kamu nikahi) sebagai pemberian engan penuh kerelaan. Kemudia jika

mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu

dengan senang hati, maka makanlah (ambilah) pemberian itu (sebagai

makanan) yag sedap lagi baik akibatnya. (Q.S. An-Nisa(4): 4)

b. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah

بيل بن وا لمسكي وا لي تمى وا القرب ذوى ب هح على ل الما تى وا الس

آ وا ب الر قا وف ئلي لس

8 Abdul Ghofur Anshory, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2011), Cet. 1, h. 80. 9 Ahmad Rafiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Depok: Rajawali Press, 2017), h. 380.

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

17

Artinya: Memberikan harta yang dicintainya kepada

kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang

memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan

(memerdekakan) hamba sahaya. (Q.S. Al-Baqarah(2): 177)

c. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah

و ا ق ف ن ين ي يل لذ ب م ف س ل وا م آ ا ن أ ون م ع ب ت و الل ث ل ي ق ف نا ن ا م

ا و م ل د رب ن م ع ره ج م أ ى ل ون ذ زن م ي م ول ه ه ي ل وف ع ول خ

Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,

kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan

menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si

penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada

kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.”

(Q.S.Al-Baqarah(2): 262)10

4. Penarikan Hibah Menurut Hukum Islam

Ada dua macam hibah yang dilakukan pada masa jahiliyah.

Pertama adalah hibah umra, apabila pemberian itu dengan syarat harus

dikembalikan lagi kepada penghibah, manakala penghibah lebih dahulu

meninggal dari yang diberi hibah. Kedua, hibah ruqba yaitu jika

pemberian itu hanya selama hidup pihak penghibah dan pihak menerima

hibah. Kemudian syariat datang menegaskan hibah, dan membatalkan

syarat tersebut sehingga hibah tidak bisa ditarik kembali.11

Dalam kitab as-Sunan disebutkan bahwa Rasulullah SAW

bersabda:

.الالوالد فيما وهب لولده ل يل لوا هب ان ي رجع فيما وهب للحد

“Orang yang telah memberikan hibah tidak boleh meminta

kembali hibahnya, kecuali seorang bapak yang memberikan hibah kepada

10 Mardani, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), Cet. 9 h.

126-127. 11 Abdul Ghofur Anshory, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, h. 78-79.

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

18

anaknya.” Oleh sebab itu dikatakan bahwa pemberian yang telah

melaksanakan serah terima haram untuk di tarik kembali, seseorang yang

menarik kembali hibah tersebut diibaratkan seperti anjing yang muntah

lalu memakan muntahannya itu kembali. Kecuali satu orang, yaitu

penarikan hibah yang dilakuka ayah terhadap anaknya. Karena seorang

ayah berhak untuk memiliki harta anaknya, terlebih menarik kembali

pemberian yang telah diberikan seperti sabda Rasulullah SAW:

.انت ومالك لبيك

“Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu”12

Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan

Imam empat yang berbunyi:

عطية , ث ى بن عباس , ي رف عان الديث , قال : "ل يل للر جل ان ي عط وا ,بن عمر عن ا

ها إل ها , كمثل الكلب ى ولده, ومثل الذي ي عط ى لد فيما ي عط االو ي رجع في العطية ث ي رجعفي

ف ق يئه". ررواه الرممذي أكل حت اذا شبع قاء ث عا

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas dari Nabi

SAW ia Bersabda: Tidak halal bagi seorang muslim memberi suatu

pemberian kemudian ia menarik kembali pemberiannya itu kecuali

seorang ayah yang meminta kembali pemeriannya yang diberikan

kepada anaknya. (H.R. Tarmidzi)13

Menurut sabda Rasulullah SAW yang telah disampaikan diatas,

sebagai umat muslim janganlah meniru perbuatan atau prilaku yang

buruk. Kalimat “Orang yang menarik kembali muntahannya seperti

seekor anjing yang muntah lalu memakan kembali muntahannya.”

12 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Fiqhul Maratul Muslimatu. Penerjemah

Faisal Saleh, Yusuf Hamdani: Shahih Fiqh Wanita Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Cet. 1, h. 472. 13 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, h. 156

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

19

Merupakan perumpamaan yang dimaksudkan untuk melarang. Anjing

merupakan hewan yang paling kotor dan najis, apabila terkena najisnya

anjing harus kita bersihkan dengan tanah sebanyak tujuh kali. 14

B. Hibah Prespektif Hukum Positif

5. Pengertian Hibah Menurut Hukum Positif

a. Hibah Menurut Burgerlijk Wetboek (BW)

Hibah dalam KUHPerdata diatur di dalam Buku III tentang

perikatan, BAB X tentang Hibah, hibah yaitu pemberian (schenking).15

Menurut Pasal 1666 BW, hibah diartikan sebagai “Hibah adalah suatu

perjanjian dengan mana si penghibah pada waktu hidupnya, dengan

Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan

sesuatu benda guna keperluan di penerima hibah yang menerima

penyerahan itu”

Dari rumusan diatas, dapat diketahui unsur-unsur hibah sebagai

berikut:

1) Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan Cuma-

Cuma. Artinya, prestasi hanya pada satu pihak saja, sedangkan pihak

lain tidak perlu memberikan kontra prestasi sebagai imbalan.

2) Dalam hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai

maksud untuk menguntungkan pihak yang diberi hibah.

3) Yang menjadi objek perjanjian hibah adalah segala macam harta

benda milik penghibah, baik berada berwujud maupun tidak

berwujud, benda tetap maupun benda bergerak, termasuk juga segala

macam benda piutang penghibah.

4) Hibah tidak dapat ditarik kembali.

14 Al-Utsaimin dan Syaikh Muhammad bin Shalih, Asy-Syarul Mumti Kitabul Waqf Wal

Hibah Wal Washiyyah. Penerjemah Abu Hudzaifah. Panduan Wakaf, Hibah dan Wasiat menurut al-

Qur’an dan as-Sunnah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2008, h. 140. 15 Abdul Ghofur Ansory, Filsfat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 2011), h. 67.

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

20

5) Penghibah harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.

6) Hibah harus dilakukan dengan akta notaris.16

Hibah telah diatur di dalam BW yakni sebagai berikut:

a) Hibah hanya dapat dilakukan apabila barang yang akan

dihibahkan ada saat hibah itu dilaksanakan. Apabila barang itu

tidak ada saat pemberian hibah berlangsung maka hibah tersebut

batal. Hal ini dijelaskan pada Pasal 1667 KUHPer “Penghibah

hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada

pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah tersebut

mencangkup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan

batal sekedar mengenai barang-barang yang belum ada”.17

b) Pasal 1668 KUHPer Penghibah tidak boleh memperjanjikan

bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan hibah

tersebut kepada orang lain.

c) Pasal 1669 KUHPer menjelaskan penghibah boleh

memperjanjikan bahwa pemberi hibah tetap bisa menikmati hasl

dari benda-benda yang sudah dihibahkan.

d) Pasal 1670 KUHPer menjelaskan hibah akan batal apabila

penerima hibah akan melunasi hutang-hutang lain, selain yang

telah dinyatakan dengan tegas di dalam akta hibah sendiri.

e) Pasal 1671 KUHPer menjelaskan bahwa penghibah boleh

memperjanjikan bahwa ia tetap boleh menggunakan uang dari

benda-benda yang telah dihibahkan. Apabila penghibah telah

meninggal dunia sedangkan uang tersebut belum digunakan oleh

16 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1992), h. 159. 17 Tim Redaksi BIP, Tiga Kitab Undang-Undang KUHPERdata, KUHP, KUHAP, Beserta

Penjelasannya, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2017), h. 464.

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

21

penghibah maka uang tersebut dan seluruh harta yang telah

dihibahkan tetap seluruhnya untuk penerima hibah.

f) Pasal 1672 KUHPer menjelaskan bahwa penghibah boleh

memperjanjikan bahwa penghibah boleh menarik kembali

pemberiannya apabila penerima hibah lebih dahulu meninggal

dari penghibah.

g) Pasal 1676 KUHPer juga menjelaskan mengenai kecakapan para

pihak dalam melaksanakan hibah yaitu setiap orang boleh

menerima atau memberi hibah, kecuali orang-orang yang

menurut Undang-Undang dinyatakan tidak cakap untuk itu.

h) Pasal 1679 KUHper penerima hibah harus ada saat hibah

dilaksanakan.18

b. Hibah Menurut Kompilasi Hukum Islam

Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf g, hibah adalah

pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang

akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.19

Dalam KHI hibah

diartikan sebagai pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa

imbalan dari sesueorang kepada orang lain yang masih hidup untuk

dimiliki. Dengan demikian unsur yang ada dalam melaksanakan hibah

yaitu tidak adanya keterpaksaan dari pihak lain.20

Pada Pasal 211

Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa hibah dari orang tua kepada

anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Pengertian “dapat” pada

pasal tersebut bukan berarti harus, tetapi merupakan salah satu jalan

alternative yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa warisan.

Sepanjang ahli waris tidak ada yang mempersoalkan hibah yang sudah

18 H.R. Daeng Naja, Contract Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, (T.t:

Citra Adtya Bakti, 2006), Cet. 1, h. 43-45. 19 Pasal 171, Kompilasi Hukum Islam. 20 Abdul Ghofur Anshory, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia h. 92.

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

22

diterima oleh sebagian ahli waris maka harta warisan yang belum

dihibahkan dapat dibagikan kepada semua ahli waris sesuai dengan

porsinya masing-masing.21

6. Penarikan Hibah Menurut Hukum Positif

Pada pasal 212 Kompilasi Hukum Islam menerangkan bahwa

hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah dari orang tua kepada

anaknya. Seperti sabda Rasulullah yang telah disinggung sebelumnya

kebolehan ayah menarik kembali pemberiannya karena ayah berhak

menjaga kemaslahatan anaknya dan berhak atas harta anaknya. Pasal

tersebut menjelaskan mengenai keharaman hibah yang telah diberikan

kepada orang lain lalu ditarik kembali, kebolehan menarik kembali hibah

yang telah diberikan hanya berlaku kepada hibah dari orang tua kepada

anaknya.22

Misalnya, apabila anak yang telah diberikan hibahnya tidak

memperdulikan orang tuanya yang mengalami kesmiskinan, sedangkan

anaknya berkecukupan untuk membantu kedua orang tuanya namun ia

tidak peduli. Atau penarikan hibah yang didasari dengan hibah berysarat

seperti ketika dalam melaksanakan hibah ada persyaratan bahwa ketika

anaknya telah menerima hibah tersebut ia akan mengurus dan

menanggung kehidupan orang tuanya selama orang tuanya masih hidup.

Namun pada kenyataannya semua itu tidak ia laksanakan.23

Pada Perma Nomor 2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah menyebutkan kaidah hukum hibah, salah satunya ialah

mengenai penarikan kembali hibah yang telah diberikan. Adapun hal-hal

sebagai berikut:

21 Destri budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Di

Indonesia,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), Cet. 1, h. 84. 22 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 383. 23 Abdul Ghofur Ansory, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, h. 95.

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

23

a. Penerima hibah bisa menjadi pemilik harta yang telah dihibahkan

kepadanya setelah pelaksanaan hibah telah dilakukan.

b. Penghibah dapat menarik hibahnya kembali atas kemauannya sendiri

sebelum harta tersebut dihibahkan.

c. Jika penghibah melarang si penerima hibah untuk mengambil harta

hibah setelah terjadinya transaksi berarti si pemberi hibah menarik

kembali hibah tersebut.

d. Penerima hibah dapat menarik kembali hibahnya dengan persetujuan

si penerima hibah.

e. Apabila penghibah menarik kembali hibahnya tanpa ada persetujuan

dari penerima hibah atau tanpa adanya keputusan dari Pengadilan

maka penghibah merupakan seseorang yang telah merampas hak

orang lain, apabila barang tersebut rusak atau hilang ditangan

penghibah maka penghibah harus mengganti kerugian tersebut.

f. Jika seseorang memberikan hibah kepada orang tuanya atau anak-

anaknya, atau kepada saudara perempuannya, atau saudara laki-

lakinya, atau kepada paman dan bibinya, maka pemberi hibah tidak

boleh menarik kembali hibah yang telah diberikan setelah transaksi

berlangsung.

g. Jika suami atau istri masih dalam ikatan perkawinan mereka saling

memberi hibah kepada orang lain, mereka tidak berhak menarik

kembali hibahnya masing-masing setelah adanya penyerahan harta.

h. Jika sesuatu yang diberikan sebagai pengganti harta hibah maka

penghibah tidak boleh menarik kembali hibahnya.

i. Jika penambahan suatu harta atau barang yang ditambahkan

berhubungan dengan hibah maka penghibah tidak boleh menariknya

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

24

kembali akan tetapi tambahan suatu harta atau benda yang tidak

berhubungan dengan hibah dapat ditarik kembali.24

Menurut Hukum Perdata BW pada Pasal 1666 hibah tidak bisa

ditarik kembali kecuali dengan kesepakatan para pihak. Pada Pasal 1688

BW hibah dapat ditarik kembali dalam hal-hal berikut:

a. Jika orang yang telah diberikan hibahnya tidak dapat menjalankan

syarat-syarat yang telah ditentukan oleh penghibah.

b. Jika orang yang telah diberi hibah bersalah dengan melakukan atau

ikut serta dalam melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu

kejahatan atas diri penghibah.

c. Jika penerima hibah menolak untuk menafkahi penghibah setelah

penghibah jatuh miskin.25

C. Pengertian Waris Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Waris

Ilmu mawaris atau “al-mawaariist” adalah ilmu yang رثاالمو

mempelajari tentang penentuan harta peninggalan seseorang yang telah

meninggal kepada ahli warisnya.26

Kata “Al-Miiraats” راث dalam المي

bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari kata: Waratsa,- Yaritsu-

Irtsan- Wamiiraatsan. Pengertian Miraats menurut bahasa adalah

berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu

24 Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia, h. 86-87. 25 Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2007,

Cet Pertama) h. 434. 26 Zurinal Z dan Aminudiin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 290.

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

25

kaum kepada kaum lain.27

Adapun dalam istilahnya, waris ialah

berpindahnya kepemilikan harta benda dan hak milik yang ditinggalkan

mayit kepada ahli warisnya yang berhak.28

Waris menurut hukum Islam adalah proses pemindahan harta

peninggalan seseorang yang telah meninggal, baik yang berupa harta

benda berwujud maupun yang berupa hak kebendaan, kepada

keluarganya yang dinyatakan berhak menurut hukum.29

Dijelaskan Amir

Syarifuddin mengenai pengertian hukum waris Islam ialah seperangkat

ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dari seseorang yang

meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang ketentuan-

ketentuan tersebut berdasarkan wahyu Allah yang terdapat dalam Al-

Qur’an dan penjelasannya diberikan oleh Nabi Muhammad SAW.

Prof. T.M. Hasby As-Shiddiqi dalam bukunya Fiqhul Mawaris

telah memberikan pemahaman tentang pengertian hukum waris (fiqh

mawaris). Fiqh mawaris ialah

ي عرف به من يرث و من ل يرث و مقدار كل وارث وكيفية الت وزيج علم

“Ilmu yang dengan dia dapat diketahui orang-orang yang

mewarisi, orang yang tidak dapat mewarisi, kadar yang diterima oleh

masing-masing ahli waris serta cara pengambilannya.”

Fiqh mawaris juga disebut ilmu faraidh, al-faraidh bentuk jamak

dari kata fardh, artinya keajiban dan atau bagian tertentu. Apabila

digabungkan dengan ilmu, menjadi ilmu faraidh, maksudnya ialah.

27 Muhammad Ali Ashabuniy, Al-Mawarits Fisy-Syar’iyatil Islamiyah ‘Ala Dhauil Kitab Was

Sunnah. Penerjemah Sarmin Syukur: Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), Cet.1, h. 56. 28 Saifuddin Masykuri, Ilmu faraidl Pembagian Harta Warisan, (Kediri: Santri Salaf Press,

2016), Cet.1, h. 8. 29 Tinuk Dwi Cahyani, Hukum Waris Dalam Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang, 2018), h. 12-13.

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

26

.علم ي عرف به كيفية قسمة الرم كة على مستحق ها

“Ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan

seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang berhak

menerimanya.”30

Sementara itu kata faraidh لفرائض ا diambil dari lafazh faridhah

,yang oleh ulama faradhiyun semakna dengan lafazh mafrudhah الفريضة

yakni bagian yang telah dipastikan kadarnya. Jadi disebut dengan ilmu

faraidh, karena dalam pembagian harta warisan telah ditentukan siapa-

siapa yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak, dan

jumlah (kadarnya) yang akan diterima oleh ahli waris yang telah

ditentukan.31

Ilmu faraidh dikhususkan untuk bagian ahli waris yang telah

ditentukan besar kecilnya oleh syara’. Ilmu faraidh oleh sebagian

faradhiyun (ahli faraidh) di definisikan dengan

لق بلإرث و معرفة الساب الموصل إلى معرفة ذلك و معرفة قدر الوا حب الفقه المت

من الرم كة لكل ذى حق

“Ilmu yang berpautan dengan pembagian harta pusaka,

pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan

kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-

bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak

pusaka”

30 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 7. 31 Agus Roswandi, Al-Islam III Buku Daras Mata Kuliah Pengembanga Kepribadian, h. 28.

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

27

Di dalam ketentuan kewarisan Islam yang terdapat pada al-

Qur’an lebih banyak ditentukan dibanding yang tidak ditentukan

bagiannya. Oleh karena itu, hukum ini dinamai dengan

faraidh.adapula penggunaan untuk kata mawarits lebih kepada yang

menjadi objek dari hukum ini, yaitu mengenai harta yang beralih

kepada orang yang masih hidup. 32

Ilmu Faraidh ini merupakan disiplin ilmu yang mulia, karena

menyatukan antara logika akal, dan nash untuk dapat menyampaikan

harta warisan kepada mereka yang berhak menerimanya dengan cara

yang tepat dan meyakinkan, ketika terjadi ketidak tahuan dalam

pembagian dan mereka yang mengalami kesulitan dalam memabagi

warisan. Para pakar ilmu faraidh pada masa sekarang menyatakan

keutamaan ilmu ini berdasarkan hadits yang dikutip dari Abu Hurairah

yang menyebutkan “Bahwa faraidh merupakan sepertiga ilmu

pengetahuan dan ia merupakan ilmu pengetahuan yang akan

dilupakan.”33

2. Rukun dan Syarat Waris:

a. Rukun waris ada tiga macam yaitu:

1) Al- Muwarrits, yaitu orang yang meninggal dunia atau, baik mati

hakiki maupun mati hukmiy, suatu kematian yang dinyatakan oleh

keputusan hakim atas dasar beberapa sebab, kendati sebenarnya ia

belum mati, yang meninggalkan harta atau hak.34

32 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, h. 7-8. 33 Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun, Mukkadimah Ibnu Khaldun.

Penerjemah Masturi Irham, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011, Cet.1, h. 834. 34 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Ahkamul-Mawarits Fil-Fiqhil-Islami,

Penerjemah Addys Aldisar, dan Fathurrahman: Hukum Waris, Jakarta: Senayan Abadi Publshing,

2004, Cet. 1, h. 27.

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

28

2) Al-Warits, (mereka yang berhak menerima harta warisan dari

orang yang telah meninggal dunia) yaitu orang yang memiliki

hubungan pertalian darah atau kekerabatan, hubungan pernikahan,

hubungan prwalian, dan persamaan agama.

3) Al-Mauruts, (sesuatu yang diwariskan), yaitu harta peninggalan

setelah dikurangi biaya perawatan (apabila sakit atau mati), utang,

zakat harta, dan hibah atau wasiat (tidak melebihi sepertiga

hartanya).35

Diatas merupakan tiga rukun waris. Jika salah satu dari

rukun tersebut tidak ada, waris-mewarisi pun tidak bisa dilakukan.

b. Syarat-syarat Waris

Lafal syuruth ‘syarat-syarat’ adalah bentuk jamak dari syarth

‘syarat’. Menurut bahasa syarat berarti tanda. Sedangkan syarat

menurut istilah adalah sesuatu yang karena ketiadaannya, tidakakan

ada hukum. Adapun persoalan warisan memerlukan syarat-syarat

sebagai berikut:

1) Matinya orang yang mewariskan. Kematian orang yang

mewariskan, menurut ulama dibedakan menjadi tiga:

a) Mati hakiki, yaitu hilangnya nyawa seseorang (yang semula

nyawa itu berwujud padanya), baik kematian itu disaksikan

dengan pengujian, seperti tatkala seseorang disaksikan

meninggal, atau dengan pendeteksian dan pembuktian, yakni

kesaksian dua orang yang adil atas kematian seseorang.

b) Mati hukmiy, yaitu suatu kematian yang disebabkan oleh

keputusan hakim, seperti bila seseorang hakim memvonis

kematian si mafqud (orang yang tidak diketahui kabar

beritanya, tidak dikenal domisilinya, dan tidak pula diketahui

35 A. Kadir, Memahami Ilmu Faraidh, (Jakarta: Amzah, 2016), Cet. 1, h. 11.

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

29

hidup atau matinya). Status orang ini jika telah melewati batas

waktu yang ditentukan untuk pencariannya, si mafqud, karena

didasarkan atas sangkaan yang kuat, bisa dikategorikan sebagai

orang yang telah mati.

c) Mati taqdiry, yaitu suatu kematian yang semata-mata

berdasarkan dugaan yang sangat kuat.36

2) Kejelasan bahwa al-waarits masih hidup setelah kematian al-

mauwarits. Atau disamakan hukumnya dengan orang yang hidup,

seperti bayi yang lahir dalam keadaan hidup beberapa waktu

setelah kematian al-muwarits, kemudian bayi itu meninggal.

3) Kejelasan tentang alasan menerima warisan, baik karena

pernikahan, kekerabatan, atau memerdekakan hamba. Kekerabatan

ini meliputi anak, bapak, ibu saudara, atau saudara ayah. 37

Untuk

ahli waris karena hubungan wala’ (karena pembebasan budak)

yaitu seseorang yang telah membebaskan budak berhak terhadap

peninggalan budak itu.38

36 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Ahkamul-Mawarits Fil-Fiqhil-Islami,

Penerjemah Addys Aldisar, dan Fathurrahman: Hukum Waris, h. 29-30. 37 Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahihu Fiqhisunnati Waadilatuhu wa Taudhiuhu

Madzaahibil Aimati. Penerjemah Ade Ichwan Ali. Tuntunan Praktis Hukum Waris Islam Jakarta:

Pustaka Ibnu Umar, 2010, Cet. 1, h. 11. 38 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Tt: tp.,1984), Cet. 1, h. 40.

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

30

3. Dasar Hukum Waris Islam

Sebagaimana sumber-sumber hukum Islam pada umumnya,

Hukum Waris Islam bersumber pada al-Qur’an, dan Sunnah Rasul.39

a. Ayat-ayat kewarisan dan hal-hal yang diatur di dalamnya.

1) Al-Qur’an Surat An-Nisa

رب ون وللن سآء نصيب م للر جال نصيب م ا ت را الولدان ا ت را الولدان والق

رب ون م با مفروضا ا قل منه او والق كث ر نصي

Artinya: Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta

peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi

perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan

kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

menurut bagian yang telah ditetapkan. (Q.S.(An-Nisa (4): 7)

2) Al-Qur’an surat An-Nisa

كم ف الل يوصيكم ف وق نساء كن فإن الن ث ي ي حظ مثل للذكر أول

لكل ولب ويه الن صف ف لها واحدة كانت وإن ت را ما ث لثا ف لهن اث ن ت ي

هما واحد فإن ولد له كان إن ت را ما السدس من أب واه وورثه ولد له يكن ل

با يوصي وصية ب عد من السدس فلم ه إخوة له كان فإن الث لث فلم ه

الل من فريضة ن فعا لكم أق رب أي هم تدرون ل وأب ناؤكم آبؤكم ين أو

.حكيما عليما كان الل إن

Artinya: Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu

tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu)

bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang

anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang

39 Suryati, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: ANDI, 2017), h. 11.

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

31

jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga

dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu

seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang

ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-

masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang

meninggal) mempunyai anak.jika dia (yang meninggal) tidak

mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya

(saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang

meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya

mendapatkan seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut

diatas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan

setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-

anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang

lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah.

Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maka Bijaksana. (Q.S. An-

Nisa(4):11)40

3) Al-Qur’an surat An-Nisa

ولد لن كان فإن ولد لن يكن ل إن أزواجكم ت را ما نصف ولكم ما الربع ولن ين أو با يوصي وصية ب عد من ت ركن ما الربع ف لكم ت ركتم ما الثمن ف لهن ولد لكم كان فإن ولد لكم يكن ل إن ت ركتم امرأة أو كللة يورث رجل كان وإن ين أو با توصون وصية ب عد من هما واحد فلكل أخت أو أخ وله لك من أكث ر كانوا فإن السدس من ذر ين أو با يوصى وصية ب عد من الث لث ف شركاء ف هم مضار غي حليم عليم والل الل من وصية

Artinya: Dan bagimuanmu (suami-suami) adalah

seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika

mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu

mempunyai anak, maka kamu mendapatkan seperempat dari

harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang

mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri

memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika

kamu tidak mempunyai anak.Jika kamu mempunyai

mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan

40 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. 1, h.7-8.

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

32

dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat

yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-

utangmu.Jika seseorang meninggal, baik laki-laki (seibu) atau

seseorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-

masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.Tetapi

jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka

mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu,

setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah

dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli

waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui,

Maha Penyantun. (Q.S.An-Nisa(4):12)

1) Al-Qur’an surat An-Nisa

يست فت ونك قل الل ي فتيكم ف الكللة ان امرؤ هلك ليس له ولد وله اخت

وهو يرث هآ ان ل يكن لا ولد فان كان تا الث ن ي ف لهما ف لها نصف مات را

الثلثن ما ت را وان كان وا اخوة ر جال ونسآء فللذ كرمثل حظ الن ث ي ي

لكم ان تضلوا الل بكل ش ي ب ي .يءعليم والل

Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang

kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu

tentang kalalah, (yaitu) jika seseorang mati dan dia tidak

mempunyai anak tetapi mempunyai mempunyai saudara

perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu)

seperdua harta dari harta yang ditinggalkannya, dan

saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara

perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika

saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua

pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka ahli

(ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan

perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama

dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerengkan

(hukum ini) kepadamu agar kamu tidak sesat. Allah Maha

Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. An-Nisa(4):176)41

b. Sunnah Rasul:

41 Muhammad Amin Summa, Keadilan Hukum Waris Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),

Cet. 1, h. 24-28.

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

33

1) Hadits riwayat Bukhari dan Muslim:

ررواه بخري و مسلم ألقوا الفرائض بهلها فما بقي ف هو لولى رجل ذكر

Artinya: Berikan warisan kepada yang berhak, jika masi tersisa

maka harta itu untuk keluarga laki-laki terdekat. (H.R Bukhari

dan Muslim)

c. Ijtihad

Yaitu pemikiran seseorang ulama dalam menyelesaikan

pembagian kewarisan yang belum atau tidak disepakati. Meskipun

hukum kewarisan yang biasa disebut dengan (faraidl) ketentuan,

adalah ketentuan yang dibakukan bagiannya, dalam hal ini sering

terjadi kasus yang menyimpang atau tidak sesuai dengan yang

ditetapkan pada Al-Qur’an. Penyelesaian pembagian warisan dengan

cara ijtihad tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadis.42

4. Sebab-sebab Mendapatkan Hak Waris

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan seorang untuk

menjadi ahli waris dan mendapatkan warisan diantaranya:

a. Pertalian darah atau kekerabatan (nasab)

Seseorang bisa menjadi ahli waris serta mendapatkan warisan karena

adanya hubungan darah atau kekerabatan dengan pewaris. Misalnya,

hubungan dengan kedua orang tua, anak keturunan, dan saudara.43

b. Ikatan Perkawinan

Seseorang juga bisa menerima hak waris karena adanya akad nikah

yang sah dengan pewaris (suami atau Istri yang meninggal). Baik

42

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 19. 43 A. Kadir, Memahami Ilmu Faraidh Tanya Jawab Hukum Waris Islam, h. 12.

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

34

suami telah menggauli istrinya setelah melakukan akad nikah, atau

suami atau istri mati sebelum dia menggauli istrinya. 44

c. Hubungan pemerdeka hamba, yaitu hubungan dengan seseorang

hamba sahaya yang telah dimerdekakannya. Dengan demkian ia

berhak mewarisi, karena ia telah memberikan kesenangan kepada

budak. Hubungan disini hanyalah hubungan sepihak yang berarti

orang yang telah memerdekakan hamba sahaya berhak menjadi ahli

waris bagi hamba sahaya yang telah dimerdekakannya. Tetapi hamba

sahaya tidak berhak mewarisi orang yang telah memerdekakannya.45

5. Halangan-halangan Untuk Menerima Waris

Halangan-halangan untuk mewarisi merupakan gugurnya hak ahli

waris dalam bagiannya dari harta peninggalan muwarris. Berikut

merupakan hal-hal yang dapat menghalangi dalam mewarisi:

a. Pembunuhan, semua para ulama sepakat bahwa pembunuhan

merupakan salah satu gugurnya hak untuk mendapatkan harta

waris. Karena tujuan pembenuhan tersebut ialah agar ia segera

memiliki harta muwwaris. Rasulullah bersabda dalam hal ini:

“Tidak ada hak bagi pembunuh sedikitpun untuk mewarisi”(H.R.

Al-Nasai).46

b. Perbedaan agama antar pewaris dengan ahli waris. Alasan

penghalang ini adalah hadits Nabi yang mengajarkan bahwa orang

muslim tidak berhak mewarisi harta orang kafir, begitu pula

sebaliknya bahwa orang kafir tidak boleh mewarisi harta orang

muslim.47

44 Muhammad Muhyidin dan Abdul Hamid, Panduan Waris Empat Mazhab, (Jakarta: Al-

Kautsar, 2009), h. 14. 45 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. 1, h. 150. 46 Hasbiyallah, Fikih, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2008), Cet. 1, h. 85. 47 Suryati, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: Andi, T.t), h. 62.

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

35

c. Perbudakan, kehadiran Islam sejak semula menghendaki adanya

penghapusan perbudakan, namun pada kenyataannya perbudakan

sudah merata dan sangat sulit untuk dihapuskan. Seorang budak

menjadi penghalang mewarisi, karena status seorang budak dinilai

tidak cakap hukum. Begitu juga dengan kesepakatan mayoritas

ulama sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl: 75:

“Allah membuat perumpamaan dengan sorang hamba

sahaya yang dimilki yang tidak dapat bertindak terhadap

sesuatupun dan seorang yang kami beri rezeki itu secara sembunyi

dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji

hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui”.48

Adapun perbedaan para ulama mengenai halangan-halangan untuk

mewarisi:

a. Menurut Imam Hanafi menyebutkan empat penghalang dalam

mewarisi, yaitu budak, membunuh, perbedaan agama, dan

perbedaan negara.

b. Menurut Imam Malik ada sepuluh penghalang dalam mewarisi,

yaitu:

1) Perbedaan agama, berdasarkan ijma’ ualam orang kafir tidak

dapat mewarisi harta orang muslim, begitu pula sebaliknya.

Hal ini berbeda dengan pendapat Abu Hanifah, dan Imam

Syafi’I. Jika orang kafir masuk Islam setelah kematian orang

yang mewariskan yaitu seorang muslim maka dia tidak bisa

mewarisi.

2) Budak, segala macam budak seperti budak mukatab, budak

mudabbar, ummul walad, budak sebagian, budak yang

merdeka untuk tempo tertentu tidak mewarisi dan tidak

48 Tinuk Dwi Cahyani, Hukum Waris Dalam Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang, 2018), Cet. 1, h. 52.

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

36

diwarisi. Pewarisannya adalah orang yang memelihara budak

tersebut(tuannya).

3) Pembunuhan sengaja, seseorang yang telah membunuh dengan

sengaja muwarrisnya, maka ia tidak bisa mewarisi harta

ataupun diyatnya. Dia juga tidak bisa menghalangi pewaris

lain, jika ia membunuh muwarrisnya dengan tidak sengaja

maka ia bisa mewarisi hartanya bukan di-yatnya, dan ia bisa

menghalangi pewaris yang lain.

4) Al-Li’an, orang yang di-li’an tidak bisa mewarisi harta orang

yang me-li’an, begitu pula sebaliknya orang yang meli’an tidak

bisa mewarisi orang yang di-li’an.

5) Zina, anak yang terlahir disebabkan zina tidak bisa mewarisi

harta orang tuanya, sebab ia tidak dalam nasabnya.

6) Ragu-ragu mengenai kematian muwarris, seperti orang yang

ditahan dan orang yang hilang.

7) Janin di dalam kandungan, harta yang ia dapatkan ditahan

sampai si janin tersebut dilahirkan.

8) Ragu-ragu mengenai hidupnya anak yang baru lahir. Jika si

anak menangis atau menjerit maka dia mewarisi dan diwarisi,

jika tidak maka tidak dapat mewarisi dan diwarisi. Jeritan tidak

bisa digantikan dengan gerakan.

9) Ragu-ragu mengenai matinya muwarris atau ahli waris.

10) Ragu-ragu mengnai kelakian atau kewanitaan atau banci. Dia

diuji dengan jenggot, kencing, dan haid. Apabila dia sama

dengan laki-laki maka dia mewarisi warisan laki-laki. Apabila

dia sama dengan perempuan maka dia mewarisi warisan

perempuan. Apabila dia musykil, maka dia diberi setengah

perempuan dan setengah laki-laki.

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

37

c. Sedangkan menurut Imam Hambali dan Imam Syafi’I

menyebutkan tiga penghalang dalam mewarisi, yaitu budak,

pembunuhan, dan perbedaan agama.49

6. Ahli Waris Dan Bagiannya

Bagian warisan terbagi menjadi dua, ada yang berupa bagian pasti

(fadlu), ada yang berupa sisa (‘ashabah). Maksud dari bagian pasti ialah

bagian yang pasti didapatkan sesuai presentasenya, seperti 1/2 , 1/4, 1/8,

2/3, 1/3 atau 1/6 dari harta warisan. Adapun bagian ‘ashabah ialah tidak

pasti, terkadangan sedikit, sesuai berapa banyak sisa harta warisan setelah

dibagikan pada para ahli waris yang mendapat bagian pasti. Bahkan

terkadang ahli waris ‘ashabah tidak mendapatkan warisan jika ternyata

harta warisan telah habis dibagikan pada ahli waris yang mendapatkan

bagian pasti.

Karena bagian warisan ada dua, yakni bagian fardlu dan

‘ashabah maka ahli waris pun dibagi dua, ada ahli waris yang mendapat

bagian pasti (shahibu fardlin), ada yang mendapat sisa (‘ashabah).50

a. Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti

1) Yang berhak mendapatkan 1/2 harta yaitu:

a) Anak perempuan, jika ia seorang diri dan tidak bersama-

sama saudaranya.

b) Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan), jika

tidak ada anak perempuan.

c) Saudara perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja,

jika saudara perempuan seibu sebapak tidak ada, dan ia

hanya sendirian.

49 Tim El-Madani, Tata Cara Pembagian dan Pengaturan Wakaf, (Yogyakarta: Medpress

Digital, 2014), Cet. 1, h. 14-16. 50 Saifuddin Masykuri, Ilmu Faraidh Pembagian Harta Warisan Perbandingan Empat

Mazhab, h. 25-41.

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

38

d) Suami, jika istrinya yang meninggal dunia itu tidak

meninggalkan anak dan tidak pula meninggalkan cucu

(baik laki-laki maupun perempuan) dari anak laki-laki.

2) Yang berhak mendapatkan 1/4 harta warisan yaitu:

a) Suami, jika istri meninggal itu mempunyai anak, baik laki-

laki atau perempuan, atau mempunyai cucu dari anak laki-

laki (baik cucu laki-laki atau perempuan).

b) Istri, baik istri itu seorang atau lebih mendapat 1/4 dari

harta peninggalan suami, jika suami tidak meninggalkan

anak (laki-laki atau perempuan). Maka sekiranya istri itu

lebih dari satu, bagian 1/4 itu dibagi rata diantara mereka.

3) Yang mendapat 1/8 harta warisan, yaitu:

a) Istri, baik seorang atau lebih, mendapat harta warisan dari

suaminya sebanyak 1/8 bagian, kalau suaminya yang

meninggal itu meninggalkan anak (laki-laki atau

perempuan), atau cucu dari anak laki-laki (laki-laki atau

perempuan).

4) Yang mendapat 2/3 harta warisan yaitu:

a) Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat

jika tidak ada anak laki-laki, maka mereka mendapat

2/3 dari harta warisan yang ditinggalkan oleh bapak

mereka.

b) Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki,

jika anak perempuan tidak ada, mereka mendapat harta

warisan dari kakek mereka sebanyak 2/3 dari harta

warisan.

c) Saudara perempuan yang seibu sebapak, jika

berjumlah lebih dari seorang.

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

39

d) Saudara perempuan yang sebapak, dua orang atau

lebih.

5) Yang mendapatkan 1/3 harta warisan, yaitu:

a) Ibu, jika yang meninggal dunia tidak mempunyai anak

atau cucu, dan tidak pula mempunyai dua orang

saudara (laki-laki atau perempuan), baik yang seibu

sebapak atau sebapak saja atau seibu saja.

b) Dua orang saudara ataulebih dari saudara yang seibu,

baik laki-laki maupun perempuan.

6) Yang mendapat 1/6 harta warisan, yaitu:

a) Bapak mendapatkan bagian 1/6 dari harta yang

ditinggalkan anaknya, jika ia bersama-sama dengan

anak atau cucunya dari anak laki-laki, atau beserta

dengan saudara atau lebih (laki-laki atau perempuan)

yang seibu sebapak, atau sebapak atau seibu saja.

b) Ibu, juga mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan.

c) Nenek, mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan, jika

ibu tidak ada.

d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, baik seorang atau

lebih, jika bersamanya hanya seorang anak perempuan.

Tetapi jika anak perempuan itu lebih dari satu orang,

maka cucu tadi tidak mendapatkan harta warisan.

e) Kakek, jika berserta dengan anak atau cucu dari anak

laki-laki, sedang bapak tidak ada. Ketetapan ini

berdasarkan ijma’ ulama.

f) Seorang saudara seibu, baik laki-laki atau perempuan.

g) Saudara perempuan yang sebapak saja (seorang atau

lebih) jika bersamanya ada seorang saudara wanita

seibu sebapak. Tetapi jika saudara seibu sebapak lebih

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

40

dari seorang, maka saudara sebapak tidak mendapat

bagian dari harta warisan.51

b. Ahli waris yang mendapatkan ‘ashabah

Ahli waris ‘ashabah adalah ahli waris yang tidak

mendapatkan bagian tertentu. Ia mendapatkan harta peninggalan

setelah harta tersebut di bagikan kepada ashabul furudh. Apabila

tidak ada ashabul furudh seorangpun, maka ahli waris ‘ashabah

mendapatkan seluruh harta warisan.52

Ada dua macam ‘ashabah yaitu ‘asabah nasabiyyah, dan

‘asabah sababiyyah.

1) ‘Ashabah nasabiyyah (karena ada pertalian keturunan) terdiri

dari tiga macam:

a) ‘Ashabah Binafsihi

Yaitu setiap laki-laki yang silsilah keturunannya

dengan mayit tidak diselipi perempuan. Jika diselipi

perempuan, maka ia tidak menjadi ‘ashabah, seperti

halnya anak laki-laki dari ibu (dengan kata lain yaitu

saudara laki-laki si mayit yang seibu dengannya).

Jalur-jalur ‘ashabah binafsihi:

Berdasarkan kaidah diatas maka terdapat empat

jalur ‘ashabah binafsihi, yaitu:

(1) Jalur anak laki-laki: yakni anak-anak laki-laki mayit,

kemudian anak-anak laki-laki mereka, dan seterusnya

kebawah.

51 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 295-301. 52 Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqh Ibadah h. 308.

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

41

(2) Jalur bapak: yakni bapak si mayit dan bapak dari

bapak si mayit, dan seterusnya keatas.

(3) Jalur saudara laki-laki: yakni saudara-saudara laki-

laki si mayit yang sekandung, kemudian yang

sebapak kemudian anak-anak mereka yang

sekandung, kemudian anak-anak mereka yang

sebapak, dan seterusnya kebawah.

(4) Jalur saudara laki-laki bapak: yakni saudara laki-laki

sekandung dari bapak si mayit, kemudian saudara

laki-laki yang sebapak dari bapak si mayit, kemudian

anak-anak laki-laki mereka yang sekandung,

kemudian anak-anak laki-laki mereka yang sebapak.53

b) ‘Ashabah bil ghair

‘Ashabah bil ghair adalah setiap wanita yang bagian

warisannya setengah atau dua pertiga jika ada anak laki-laki

yang memilik derajat dan kekuatan kekerabatan yang sama.

‘Ashabah bil ghair memiliki dua sisi, yaitu:

(1) ‘Ashabah, yaitu wanita yang memiliki hak waris setengah

dari harta warisan jika ia sendiri atau dua pertiga jika ia

berdua atau lebih.

(2) Ghair, yaitu laki-laki yang bergabung bersama wanita

karena berada pada derajat yang sama dan memiliki

hubungan kekerabatan yang sama kuat.

Empat wanita yang menjadi ‘ashabah yaitu anak

kandung perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki,

saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah.

Tidak ada yang mewarisi dengan cara ‘ashabah bilghair,

53 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Tuntunan Praktis Hukum Waris, h. 24-25.

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

42

kecuali tiap-tiap perempuan yang bagian warisnya setengah

jika ia sendiri atau dua pertiga jika mereka berdua atau lebih.

Ghair (ahli waris lain) yang membuat wanita menjadi

‘ashabah adalah:

(1) Seorang anak kandung laki-laki atau lebih bersama anak

kandung perempuan.

(2) Seorang cucu laki-laki dari anak laki-laki atau lebih

bersama cucu perempuan.

(3) Seorang saudara kandung laki-laki atau lebih bersama

saudara kandung perempuan.

(4) Seorang saudara laki-laki seayah atau lebih bersama

saudara kandung perempuan seayah.54

c) ‘Ashabah Ma’al Ghair

‘Ashabah ma’al ghair adalah saudara perempuan yang

mewarisi bersama keturunan perempuan dari pewaris. Dalam

hal ini maka keturunan perempuan tadi mendapatkan bagian

tertentu sesuai dengan kedudukannya sebagai dzul fara’idh

dan sisanya diberikan kepada saudara perempuan. Saudara

perempuan pewaris ini disebut ‘ashabah ma’al gahir atau

menjadi ‘ashabah karena mewarisi bersama orang lain.55

7. Metode Pembagian Harta Warisan dalam Islam

Apabila kita akan membagikan harta warisan dari seseorang yang

telah meninggal, dan agar pembagian harta itu sesuai dan terarah haruslah

mengikuti cara-cara sebagai berikut:

54 Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah, Hukum WarisPembagian Warisan Berdasarkan

Syariat Islam, (Solo: Tiga Serangkai, 2007), Cet. 1, h. 412. 55 Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), Cet. 9,

h. 106

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

43

a. Langkah pertama sebelum menetapkan usul al-masail atau dalam

bentuk tunggal, dan lebih mudah. Asal masalah adalah menentukan:

1) Siapa ahli waris yang termasuk zawi al-arham (orang yang

memiliki hubungan keluarga)

2) Siapa ahli waris ashab al-furud

3) Siapa ahli waris penerima ‘ashabah

4) Siapa ahli waris yang mahjub

5) Menetapkan bagian-bagian tertentu yang diterima oleh masing-

masing ashab al-furud

Untuk kepentingan tersebut, seseorang perlu mengetahui

secara persis dan menyeluruh, ahli waris, ashab al-furud, bagian

‘ashabah, hajib-mahjub dan syarat seseorang dapat menerima

bagian.56

Setelah mengetahui bagian masing-masing untuk ahli waris

selanjutnya menentukan asal masalahnya. Bagian-bagian para ahli

waris yang telah ditentukan adalah berupa bilangan-bilangan pecahan,

yaitu 2/3 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, dan 1/8. Apabila sejumlah ahli waris

berkumpul, maka akan terdapat sejumlah bilangan pecahan. Asal

masalah merupakan suatu cara untuk menemukan porsi bagian

masing-masing ahli waris dengan cara menyamakan nilai “penyebut”

dan semua bagian para ahli waris.57

Untuk menentukan angka asal masalah dalam suatu kasus

pembagian warisan perlu diperhatikan terlebih dahulu angka-angka

penyebut masing-masing bagian ahli waris. Yang dimaksud asal

masalah disini yaitu Kelipatan Persekutuan terkecil dari “penyebut”.

Adapun asal masalah yang disepakati yaitu, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 2458

56 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafido, 1995) h. 75 57 Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2002),

h. 68. 58 Abu Malik Kamal, Tuntutan Praktis Hukum Waris, h. 67.

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

44

Apabila angka-agka penyebut bagian para ahli waris sama besarnya,

dinamakan tamatsul. Seperti misalnya bagian ahli waris 1/3 dengan

2/3 disini angka penyebutnya sama yaitu 3 (tiga), asal masalahnya

harus ditetapkann sesuai dengan angka penyebutnya yaitu 3 (tiga).59

Mudakhalah adalah bilangan penyebut yang besar dapat dibagi

oleh bilangan penyebut yang kecil. Jika demikian, maka bilangan asal

masalah diambil dari bilangan penyebut terbesar.60

Mubayyanah yaitu

apabila bilangan penyebut pada bagian warisan dalam suatu kasus

tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya antara

angka penyebut 3 dan 2 satu sama lain tidak dapat dibagi, untuk

menentukan asal masalah dalam hal mubayyanah yaitu dengan cara

mengalikan penyebut yang satu dengan angka penyebut yang lain.

Muwafaqah yaitu apabila bilangan penyebut pada bagian warisan

dalam suatu kasus tidak sama antara yang satu dengan yang lain, tetapi

angka tersebut mempunyai persekutuan, misalnya angka 8 dan 6 kedua

angka ini mempunyai persekutuan yaitu angka 2. Baik angka 6 dan

angka 8 kedua ngka ini sama-sama dapat dibagi 2. Untuk mencari asal

masalah KPK dari angka 6 dan 8 yaitu 2461

.

b. Langkah kedua menjelaskan asal masalah seperti yang telah dijelaskan

diatas.

c. Apabila kita telah mengetahui bagian untuk setiap ahli waris dan kadar

satu bagian dari harta haris tinggal kita kalikan kadar bagian itu

dengan jumlah bagian ahli waris dan hasilnya menjadi bagian untuk

setiap ahli waris.

59 Moh. Muhibbin, dan H. Abdul Wahid, Hukum Kewarisan IslamSebagai Pembaruan

Hukum Positif di Indonesia, h. 119. 60 Saifuddin Masykuri, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan, h. 93. 61 Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 96-98.

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

45

d. Untuk mengetahui bagian setiap ahli waris yang menjadi ‘ashabah,

kita harus membagi warisan itu berdasarkan asal masalah. Dari hasil

pembagian itu, laki-laki mendapatkan bagian sebesar dua kali bagian

perempuan.62

8. Tashih

Dalam membagikan harta warisan menggunakan cara yang telah

dipaparkan diatas masih saja ada yang menerima bagian yang belum

genap atau masih bilangan pecahan. Selain sistem asal masalah sebagai

cara untuk penyelesaian, ada pula yang dikenal dengan Tashihul

Masalah. Tashihul Masalah ini diadakan setelah melalui asal masalah.

Tashih menurut bahasa izalatu as suqmi berarti hilangnya rasa sakit.

Menurut istilah adalah mendapatkan bilangan terkecil yang keluar dari

bilangan masing-masing ahli waris karena adanya bilangan pecahan.

Atau adanya angka asal masalah yang terkecil yang dapat menghasilkan

bagian-bagian para ahli waris tanpa bilangan pecahan. 63

Adapun cara mentashih masalah yaitu dengan memperhatikan

semua saham ahli waris dan jumlah semua ahli warisnya, apabila

keduanya ada persesuaian maka ambilah yang sesuai dengan jumlah ahli

warisnya, lalu dikalikan dengan asal masalahnya. Bagian yang dikalikan

dengan asal masalah merupakan bagian saham. Setelah diadakan

perhitungan dengan cara tashihul masalah, maka tidak ada lagi bilangan

pecahan dan masing-masing kepala mendapatkan bagian yang utuh.64

62 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Ahkamul-Mawarits Fil-Fiqhil-Islami,

Penerjemah Addys Aldisar, dan Fathurrahman: Hukum Waris, h. 299-300 63 Asyari Abta, Djuanidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidl, (Surabaya, Pustaka

HikmahPerdana, 2005), h.182. 64 A. Kadir, Memahami Ilmu Faraidh Tanya Jawab Hukum Waris Islam, h. 72.

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

46

BAB III

DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR NOMOR

2394/Pdt.G/2011/PA. JT dan PENGADILAN TINGGI AGAMA JAKARTA

NOMOR 145/Pdt.G/PTA. JK.

A. Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT

1. Posisi Kasus

Pengadilan Agama Jakarta Timur pada hari Rabu tanggal 16 Mei

2012 Masehi telah menerima gugatan dalam perkara gugat waris yang

diajukan oleh Penggugat yang identitasnya sebagai berikut:

a. Penggugat, umur 67 tahun, beragama Islam, pekerjaan Pensiunan

PNS, bertempat tinggal di daerah Jakarta Timur. Dalam hal ini

diwakili oleh kuasa hukumnya Amat Basiyo, SH, Tabrani Kemal SH.,

MH dan Tasman Gulton, SH., AAA-IK, para advokat pada kantor

Lembaga Konsultasi dan Lembaga Bantuan Huku Altri Penganyoman,

alamat di kampus Altri Pengayoman jalan Percetakan Negara VII/27

Rawasari, Jakarta Pusat, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 3

Nopember 2011, selanjuynya disebut sebagai Penggugat.1

Melawan tergugat yang identitasnya sebagai berikut:

b. Tergugat 1, umur 42 tahun, beragama Islam, pekerjaan Karyawati

bertempat tinggal di daerah Jakarta Timur.

c. Tergugat 2, umur 41, beragama Islam, beragama Islam, pekerjaan

Karyawan, bertempat tinggal di daerah Jakarta Tmur.

d. Tergugat 3, umur 40 tahun, beragama Islam, pekerjaan Karyawan,

bertempat tinggal di daerah Jakarta Timur.

e. Tergugat 4, umur 39 tahun, beragama Islam, pekerjaan Karyawati,

bertempat tingal di daerah Jakarta Timur.

1 Salinan Putusan Nomor 2493/Pdt.G/2011/PA.JT, h. 1.

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

47

f. Tergugat 5, umur 36 tahun, beragama Islam, pekerjaan Karyawati,

bertempat tinggal di daerah Jakarta Timur.

Dalam perkara ini diwakili kuasa Hukumnya Egia Bastanta

Tarigan, SH, Ridwan Aritomo, SH, Fitra Mochammad Adi Permana, SH,

para Advokat dari Kantor Hukum Egia, Aritomo, dan Ady Permana,

berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Desember 2011.

Penulis sengaja menyamarkan nama Penggugat dan nama-nama

para Tergugat untuk menjaga nama baik agar menghindari hal-hal yang

dapat merugikan kedua belah pihak dikemudian hari.2

2. Duduk Perkara

Penggugat melalui kuasa hukumnya telah mengajukan

permohonan gugat waris pada tanggal 7 November 2011 dibawah Nomor

2394/Pdt.G/2011/PA.JT Penggugat mengajukan alasan-alasan sebagai

berikut:

a. Alasan-alasan Gugatan

1) Tentang Kewenangan Mengadili

a) Bahwa gugatan ini yaitu sudah tepat dan benar diajukan ke

Pengadilan Agama karena gugatan ini merupakan perkara

perdata agama dalam ruang lingkup hukum waris Islam, antara

Penggugat dengan para Tergugat mengenai Syirkah dan

Pewaris.

b) Pewaris, Penggugat, dan para Tergugat adalah penganut

Agama Islam, maka gugatan a quo harus diajukan ke

Pengadilan Agama Jakarta Timur, karena Syirkah yang

2 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT h.2.

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

48

disengketakan berada dalam daerah hukumnya yaitu terletak di

Jakarta Timur.

c) Hal tersebut diatas sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku, untuk menentukan Pengadilan mana yang berwenang

untuk memeriksa, mengadili dan memutus. Pasal (1) HIR telah

menentukan sebagai berikut:

“Gugatan-gugatan perdata yang pada tingkat pertama termasuk

kewenangan Pengadilan Negeri, diajuka dengan surat

permohonan yang ditanda tangani oleh Penggugat atau oleh

kuasanya sesuai ketentuan pasal 123 kepada Ketua Pengadilan

Negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana Tergugat

bertempat tinggal atau jika tidak mempunyai tempat tinggal

yang diketahui tempat kediamannya sebenarnya”.

d) Dengan demikian dilihat secara absolut dan relatif Pengadilan

Agama Jakarta Timur berwenang untuk memeriksa, mengadili,

memutus da menyelesaikan perkara tersebut.

2) Tentang Pewaris

Pada tanggal 22 November 2008 pukul 07:20 WIB telah

berpulang ke rahmatullah seorang wanita bernama RA. Siti

Moelyani beragama Islam, demikian sudah patut dan sah disebut

sebagai Pewaris.3

3) Tentang Hubungan Hukum Pewaris dengan Penggugat dan

Para Tergugat

Bahwa Penggugat merupakan suami sah dari Pewaris. Dari

perkawinan antara Penggugat dengan Pewaris mereka dikaruniai

lima orang putra-putri yaitu sebagai berikut:

3 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 5-6.

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

49

a) Rani Amanu Ramayanti binti Ramelan DA, yang dalam

perkara a quo merupakan Tergugat 1.

b) Imam Sujudi bin Ramelan DA, yang dalam perkara a quo

merupakan Tergugat 2.

c) Mulandaru Rachma bin Ramelan DA, yang dalam perkara a

quo merupakan Tergugat 3.

d) Ratih Puspa Dewi binti Ramelan DA, yang dalam perkara a

quo merupakan Tergugat 4.

e) Marini Kusuma Ningsih binti DA, yang dalam perkara a quo

merupakan Tergugat 5.4

4) Tentang Ahli Waris

Ahli waris yang sah dan patut menurut hukum untuk

ditetapkan oleh Majelis Hakim yaitu:

(1) Ramelan bin Ambiah Djojo Ardjo suami dari Pewaris, yaitu

Penggugat.

(2) Imam Sudjudi bin Ramelan DA, anak laki-laki dari Penggugat

dan Pewaris, Tergugat 2.

(3) Mulandaru Rachim bin Ramelan Da, anak kali-laki dari

Penggugat dan Pewaris, Tergugat 3.

(4) Rani Amanu Ramayanti bini Ramelan DA, anak perempuan

dari Penggugat dan Pewaris, Tergugat 1.

(5) Ratih Puspa Dewi binti Ramelan DA, anak perempuan dari

Pengguguat dan Pewaris, Tergugat 4.

(6) Marini Kusuma Nigsih binti Ramelan DA, anak perempuan

dari Penggugat dan Pewaris, Tergugat 5.

4 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 6.

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

50

Ahli waris dari Pewaris yang dimaksud diatas belum

pernah ditetapkan atau ditentukan siapa saja ahli warisnya, dan

bagiannya masing-masing untuk ahli waris.5

5) Tentang Syirkah Atau Harta Peninggalan Dari Pewaris

Setelah Pewaris meninggal dunia, Pewaris meninggalkan

harta antara lain berupa sebidang tanah Hak Milik BTP Nomor:

2062 seluas kurang lebih 429 M2

dan sebuah banguna diatasnya

seluas 200 M2 yang terletak di Jalan N-1 No. 27 RT. 017/ RW.

03, Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Kotamdya

Jakarta Timur. Dengan demikian harta tersebut merupakan harta

peninggalan dari Pewaris, dan telah sesuai dengan pasal 171

Huruf (d) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi sebagai berikut:

“Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh Pewaris

baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun

hak-haknya. Berdasarkan pada UU No. 1 Tahun 1974 pada Bab

Harta Benda dalam perkawinan pasal 35 berbunyi: “(1) Harta

benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta

benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau

warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang

para pihak tidak menentukan lain. Telah disebutkan secara jelas

dalam pasal 1 huruf (f) KHI “Harta kekayaan dalam perkawinan

atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau

bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung

5 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 6-7.

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

51

selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar

atas nama siapapun”.6

a) Pembagian harta bersama dan harta warisan akan dirincikan sebagai

berikut:

ن ث ي ي فا ن كنه ف اولادكم للذهكر مثل حظ الأ نساء ف وق اث ن ت ي ي وصيكم الله

هما ف لهنه ث لث مات رك وإنكانت واحدة ف لها الن سف. ولأب ويه لكل وا حد من

لث. فإن السدس مها ت رك انكان له ولد. فإن ل يكن له و لد وورثه اب واه فأم ه الث

كان له إخوة فلم ه السدس من ب عد وصيهة ي و صى با اودين. ابؤكم و اب نآ ؤكم

لا تدروان اي هم اق رب لكم ن فعا. فريضة من الله انه الله كان علما حكيما.

“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang

(pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang

anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.

Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari

dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka

dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk

kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta

yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak.jika

dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh

kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika

dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya

mendapatkan seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut diatas)

setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah

dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,

kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih banyak

manfaatnya bagimu.Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah

Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (Q.S Al-Baqarah(2):11)

6 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 7.

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

52

Suami berhak atas harta dari peninggalan istrinya, landasan ini

terdapat pada Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 12:

نه ولد فانكان لنه ولد ف لكم الربع مها ولكم نصف مات رك ازواجكم ان ل يكن له

ن فا ت ركن من ب عد وصيهة يصي با اودين ولنه الربع مها ت ركتم ان ل يكن لهكم ولد

كان لكم ولد ف لهنه الثمن مها ت ركتم من ب عد و صي ة ت وصوا ن با اوديي وان كان

هما السدس فان كان وآ رجل ي ورث كللة اوامراة وهله اخ او اخت فلكل واحد م ن

ر مضآر اكث ر من ذلك ف هم شركا ء ف الث لث من ب عد وصيهة ي وصى با اودين غي

عليم حليم. وصيهة من الله والله

“Dan kalian (suami) berhak mendapatkan setengah dari

kekayaan istrimu jika tidak memiliki anak, namun jika memiliki

anak maka kalian hanya mendapatkan seperempat dari harta

kekayaan istrimu.” (Q.S Al-Baqarah(2):12)7

Pasal 97 KHI: “Janda atau duda cerai masing-masing

berhak seperdua harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain

dalam perjanjian perkawinan”. Pasal 174 ayat (2) KHI: Apabila

semua ahli waris ada maka yang berhak mendapatkan warisan

hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda”. Pasal 175 ayat (1) KHI:

“(1) Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah: d. “Membagi

harta warisan diantara ahli waris yang berhak”. Pasal 179 KHI:

“Duda mendapatkan separoh bagian, bila pewaris tidak

meninggalkan keturunan. Apabila meninggalkan keturunan maka

duda mendapatkan seperempat bagian”.8

7 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 8-9.

8 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 9.

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

53

6) Objek Hisabul Fardh

Setelah wafatnya Pewaris, Pewaris meninggalkan harta

berupa sebidang tanah Hak Milik BTP Nomor: 2062 seluas kurang

lebih 429 M2

dan sebuah bangunan diatasnya seluas 200 M2 yang

terletak di Jalan N-1 No. 27 RT. 017/ RW. 03, Kelurahan Cipinang

Muara, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur.9

7) Tashilul Fard (hasil hitungan faraidh)

Mengenai pembagian harta waris menurut hukum Islam

harta peninggalan dibagi dua, karena harta tersebut merupkan harta

bersama antara Pewaris dengan Penggugat. Separoh harta untuk

suami kemudian separohnya lagi untuk dibagi secara faraidh.

Ahli waris menjadi ‘ashobah yaitu secara bersama-sama

menghabisi semua harta berbagi 2:1 seperti dimaksud Q.S An-Nisa

ayat 11-12 dan pasal 35 UU No.1 tahun 1974, pasal 1 huruf f KHI,

dan pasal 97, pasal 174, pasal 175, pasal 179 KHI adalah sebagai

berikut:

a) Ramelan DA bin Ambiah Djojo Ardjo (suami) = 1/4 = 7/28 x

V-I HB = 7/56 + 28/56 (HB) = 35/56 (62,5 %).

b) Imam Sudjudi bin Ramelan = 2/7 = 6/28 x 1/2 HB = 6/56 (10.

741%)

c) Mulandaru Rachim bin Ramelan = 2/7 = 6/28 x 1/2 HB = 6/56

(10. 741%)

d) Rani Amanu Ramayanti binti Ramelan = 1/7 = 3/28 x 1/2 HB

= 3/56 (5, 357%).

e) Ratih Puspa Dewi binti Ramelan = 1/7 = 3/28 x 1/2 HB = 3/56

(5, 357%).

9 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 10.

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

54

f) Marini Kusuma Ningsih binti Ramelan = = 1/7 = 3/28 x 1/2

HB = 3/56 (5, 357%).10

8) Penggugat Mengajukan Permohonan Sita Jaminan.

Dalam hal ini, Penggugat juga mengajukan permohonan

sita jaminan kepada Majelis Hakim agar meletakkan sita jaminan

terhadap harta peninggalan Pewaris berupa:

Sebidang tanah Hak Milik BTP Nomor: 2062 seluas kurang

lebih 429 M2

dan sebuah banguna diatasnya seluas 200 M2 yang

terletak di Jalan N-1 No. 27 RT. 017/ RW. 03, Kelurahan Cipinang

Muara, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur.

9) Penggugat Mengajukan Permohonan Tentang Putusan Sela

Selanjutnya, Penggugat juga mengajukan permohonan

putusan sela kepada Majelis Hakim supaya Tergugat 2, 3, dan 5

dihukum dan atau diperintahkan supaya meninggalkan dan

mengosongkan harta peningalan Pewaris tersebut diatas sebelum

putusan pokok perkara dijatuhkan.

10) Tentang Putusan Serta Merta

Oleh karena gugat waris ini diajukan berdasarkan bukti-

bukti otentik dan tidak terbantah kebenarannya, maka secara

hukum berdasarkan Pasal 180 HIR juncto Surat Edaran Mahkamah

Agung Nomor 3 tahun 2000, Penggugat memohon kepada Ketua

Pengadilan Agama Jakarta Timur agar menjatuhkan putusan serta

merta dalam perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu, meskipun

ada upaya hukum verzet, banding, maupun kasasi dan peninjauan

kembali. Penggugat menyampaikan surat kepada Majelis Hakim

bahwa Penggugat sekarang ini dalam keadaan miskin dan tidak

mampu, tinggal disebuah kontrakan berukuran 3x3 M2 dimana

10 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 10.

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

55

dapur, kamar mandi, dan tempat tidur menyatu. Uang pensiun

sebesar Rp. 1.100.000 perbulan habis dipotong hutang BTPN

sebesar Rp 1.008.000 selama lima tahun dari 2009 sampai 2014.

Biaya hidup sehari-hari di dapat dari menjual barang-barang bekas

dipinggir jalan. Oleh karena itu Penggugat memohon kepada

Majelis Hakim dalam mengajukan perkara ini tanpa biaya

(prodeo).11

b. Petitum Gugatan Penggugat

Pada petitum Penggugat, Penggugat memohon kepada Majelis

Hakim untuk menetapkan:

1) Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

2) Menyatakan Almarhumah yang meninggal dunia pada tanggal 22

November 2008 adalah sebagai Pewaris.

3) Sebidang tanah hak milik BTP Nomor: 2062 seluas kurang lebih

429 M2 dan sebuah bangunan rumah diatasnya sekuas 200 M

2

yang terletak di Kotamdya Jakarta Timur sebagai harta

peninggalan/Syirkah dari Pewaris.

4) Menetapkan ahli waris dari pewaris yaitu Penggugat dan para

Tergugat.

5) Menetapkan bagian masing-masing untuk ahli waris sebagai

berikut:

a) Penggugat 1/4 = 7/28 x 1/2 HB = 7/56 + 28/56 (HB) = 35/56

(62,5%).

b) Tergugat I 2/7 = 6/28 x 1/2 HB = 6/56 (10,741%)

c) Tergugat II 2/7 = 6/28 x 1/2 HB = 6/56 (10,741%)

d) Tergugat III 1/7 = 3/28 x 1/2 HB = 3/56 (5,357%)

e) Tergugat IV 1/7 = 3/28 x 1/2 HB = 3/56 (5,357%)

11 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 11-12.

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

56

f) Tergugat V 1/7 = 3/28 x 1/2 HB = 3/56 (5,357%)

6) Menghukum beban biaya perkara menurut hukum.12

c. Proses Pemeriksaan

Pada hari persidangan yang telah ditetapkan Penggugat hadir

bersama kuasa hukumnya, begitupula para Tergugat juga hadir

bersama dengan kuasa hukumnya di persidangan. Majelis Hakim telah

berusaha mendamaikan kedua belah pihak baik melalui mediator

maupun selama persidangan, namun tidak berhasil karena Penggugat

tetap dengan pendiriannya agar warisan dibagi secara hukum Islam.

Selanjutnya pemeriksaan dilanjutkan dengan membacakan

surat gugatan dari Penggugat yang isinya tetap dipertahankan oleh

Penggugat. Dengan demikian Para Tergugat melalui kuasa hukumnya

telah memberi jawaban sebagai berikut:

a) Dalam Eksepsi

(1) Bahwa yang disampaikan oleh Penggugat di dalam gugatannya

terutama pada pokok gugatan yaitu perhitungan waris terhadap

harta peninggalan Almarhumah RA. Siti Moelyani (Pewaris),

yang merupakan istri dari Penggugat dan ibu kandung dari para

Tergugat, telah disampaikan secara tidak teliti dan tidak sesuai

dengan fakta yang ada.

(2) Bahwa benar Pewaris meninggal pada 22 November 2008,

Penggugat dan para Tergugat merupakan ahli waris yang sah

dari Pewaris sebagaimana berdasarkan Surat Keterangan Waris

yang dicatat dalam buku register Kecamatan Jatinegara No.

086/1.711.03 tanggal 12 Maret 2009.

(3) Bahwa benar Pewaris meninggalkan harta peninggalan berupa

sebidang tanah Hak Milik BTP Nomor: 2062 seluas kurang

12 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 12-13.

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

57

lebih 429 M2

dan sebuah bangunan di atasnya seluas 200 M2

yang terletak diJalan N-1 No. 27 RT. 017/ RW. 03, Kelurahan

Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Kotamdya Jakarta

Timur.

(4) Sehubungan dengan hal yang dimaksud maka para Tergugat

menyampaikan Eksepsi terhadap gugatan yang disampaikan

oleh Penggugat yaitu sebagai berikut:

(a) Setelah meninggalnya Pewaris, Penggugat dan para

Tergugat belum pernah membicarakan mengenai

pemisahan harta bersama antara Penggugat dengan Pewaris

maupun pembagian harta kepada masing-masing ahli

waris.

(b) Gugatan yang disampaikan oleh Penggugat tidak

memenuhi syarat pasal 188 KHI agar pembagian warisan

ditentukan oleh Pengadilan Agama, karena belum pernah

ada suatu permintaan dari salah satu ahli waris yang yang

satu kepada para ahli waris yang lainnya untuk melakukan

pembagian warisan sehingga tidak pernah ada suatu

penolakan dari para Tergugat terhadap pembagian harta

warisan dari Penggugat karena memang tidak pernah ada

permintaan.

Pasal 188 KHI: “Para ahli waris baik secara bersama-sama

atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada

ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta

warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui

permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan

gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan

pembagian warisan”. Dari uraian diatas sudah seharusnya

gugata yang disampaikan oleh Penguggat ditolak oleh

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

58

Majelis Hakim yang memeriksan perkara a quo mengingat

bahwa gugatan tersebut prematur.13

b) Gugatan Penggugat Tidak Cermat Dalam Menunjuk Objek

Sengekta Waris.

Dalam gugatannya, Penggugat menyebutkan harta

peninggalan Pewaris yaitu sebidang tanah Hak Milik BTP Nomor:

2062 seluas kurang lebih 429 M2

dan sebuah bangunan diatasnya

seluas 200 M2 yang terletak di Jalan N-1 No. 27 RT. 017/ RW. 03,

Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Kotamdya

Jakarta Timur. Mengenai luas tanah yang disengketakan,

Penggugat tidak cermat dalam menyebutkan luas spesifik atas

harta peninggalan, terutama pada luas bangunan dimana dalam

gugatannya, Penggugat menyebutkan luas bangunan yaitu kurang

lebih 200 M2 sedangkan fakta yang sebenarnya yaitu bangunannya

seluas kurang lebih 148 M2.

Berdasarkan Yurisprudensi Putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 81 K/Sip/1971 tanggal

9 Juli 1973, dalam perkara antara Tanao alias Duanna Nuadin

melawan Mustafa, Mahkamah Agung RI memutuskan berdasarkan

pertimbangan dan prisnip hukum bahwa karena tanah yang

dikuasai oleh Tergugat tidak sama batas dan luasnya dengan

tercantum dalam gugatan, maka gugatan harus dinyatakan tidak

dapat diterima. Dapat diketahui bahwa gugatan dari pihak

Penggugat telah tidak cermat dalam menyebutkan secara spesifik

luas dan batasannya harta peninggalan sehingga menyebabkan

gugatan menjadi tidak jelas atau Obscur Libel, maka sudah

13 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 15-16.

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

59

seharusnya Majelis Hakim memutuskan agar gugatan dari

Penggugat tidak dapat diterima.14

c) Penggugat Tidak Memiliki Kapasitas Untuk mengajukan

Gugatan Waris

Selanjutnya terhadap harta peninggalan dari Pewaris, pihak

Penggugat secara suka rela telah melepaskan haknya baik atas

harta bersama juga terhadap harta waris dan diserahkan kepada

seluruh anak-anaknya yaitu para Tergugat berdasarkan dua bukti

tertulis antara lain: Surat pernyataan Penggugat tanggal 24

Februari 2009 dan Akta pernyataan Penggugat Nomor: 1 tanggal 1

Maret 2009 yang dibuat dihadapan Helmi S.H., Notaris di Bekasi.

Dan surat pernyataan Penggugat tanggal 24 Februari 2009

Penggugat telah secara sukarela menyatakan beberapa hal yaitu:

menyatakan melepaskan hak kepemilikan atas rumah Keluarga

Ramelan Djojo Ardjo, dan (Alm) Siti Mulyani dan menyerahkan

kepemilikan rumah tersebut kepada kelima anaknya. Akta

pernyataan Penggugat Nomor : 1 tertanggal 1 Maret 2009 yang

dibuat dihadapan Helmi, S.H., Notaris di Bekasi, Penggugat secara

sukarela membuat pernyataan : (1) Bahwa Penggugat dengan ini

menyatakan dan berani diangkat sumpah melepaskan Hak Waris,

(2) Bahwa benar untuk menghargai dan menjamin hak-hak dari 5

(lima) orang anak yang sampai saat ini masih hidup yaitu Para

Tergugat sebagai pemilik dan ha katas sebidang tanah dan

bangunan Harta Peninggalan, (3) Penggugat menjamin tidak akan

menjual, memindahkan dan menyerahkan ataupun dengan cara lain

melepaskan sebidang tanah dan Bangunan Harta Peninggala tanpa

persetujuan tertulis Para Tergugat.

14 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 17.

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

60

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Penggugat

telah kehilangan hak atas harta peninggalan, baik hak atas harta

bersama dan harta waris, akibat pernyataan hibah yang telah

Penggugat berikan secara sukarela kepada para Tergugat dengan

dua bukti tertulis antara lain: Surat Pernyataan Penggugat

tertanggal 24 Februari 2009 dan Akta pernyataan Penggugat

Nomor: 1 tanggal 1 Maret 2009.Maka Penggugat secara hukum

tidak memiliki kapasitas untuk mengajukan gugatan waris

terhadap para Tegugat, sehingga demi keadilan maka gugatan dari

Penggugat sudah seharusnya ditolak oleh Majelis Hakim.15

Selanjutnya para Tergugat juga ingin menyampaikan

Eksepsinya terhadap permohonan putusan sela yang diajukan oleh

Penggugat, dan memohon kepada Majelis Hakim untuk menolak

permohonan putusan sela dengan beberapa hal sebagai berikut:

(1) Penggugat tidak mempunyai dalil untuk mendasari

permohonan sela yang memerintahkan Tergugat 2, Tergugat 3,

dan Tergugat 5, untuk meninggalkan dan mengosongkan harta

peninggalan Pewaris sebelum putusan pokok perkara tersebut

dijatuhkan.

(2) Dalam pemeriksaan perkara a quo oleh Majelis Hakim

mengenai perkara sengketa pembagian harta waris, bukan

perkara penentuan hak kepemilikan, sehingga Pengadilan

Agama Jakarta Timur tidak berwenang untuk menerima dan

memutus permohonan putusan sela Penggugat.

(3) Bahwa keberadaan para Tergugat terhadap harta peninggalan

adalah sebagai ahli waris yang sah dari Pewaris berdasarkan

hak waris bukan tanpa hak, sehingga tidak ada alasan apapun

15 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 18.

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

61

yang gunakan oleh Penggugat untuk memohon putusan sela ke

pada Maejlis Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk

menghukum Tergugat 3, Tergugat 4, dan Tergugat 5 agar

mengosongkan harta peninggalan Pewaris.16

d) Dalam Konpensi

Tentang Pewaris, maka para Tergugat menyatakan benar

Pewaris adalah seorang wanita yang bernama R.A. Siti Mulyani

binti R.M Soemulyo yang lahir di Bandung pada 22 Juli 1942,

beragama Islam, meninggal pada tanggal 22 Nopember 2008

sekitar jam 07.20 WIB. Pewaris selama perkawinannya dengan

Penggugat telah dikaruniai lima orang anak kandung yaitu dua

anak laki-laki, dan tiga anak perempuan, semuanya merupakan

para Tergugat pada perkara a quo, yaitu sebagai berikut:

(a) Rani Amanu Ramayanti, Perempuan, lahir di Jakarta tanggal

19 Maret 1969.

(b) Imam Sujudi, laki-laki, lahir di Jakarta tanggal 8 Mei 1970.

(c) Mulandaru Rachim, laki-laki, lahir di Jakarta 22 Agustus 1971.

(d) Ratih Puspa Dewi, perempuan, lahir di Jakarta tanggal 24

September 1972.

(e) Marini Kusuma Ningsih, perempuan, lahir di Jakarta tanggal

14 Maret 1975.

Para Tergugat merupakan anak kandung dari Pewaris

sehingga mempunyai hubungan darah yang langsung, kesemuanya

beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum, maka para

Tergugat secara hukum patut disebut sebagai ahli waris

berdasarkan pasal 171 huruf (c) KHI. Berdasarkan pasal 171 huruf

16 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 20.

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

62

(c) KHI maka Penggugat seharusnya juga disebut sebagai ahli

waris bersama dengan para tergugat, namun Penggugat telah

menyatakan secara sukarela untuk melepaskan hak waris dan juga

hak atas harta bersama berdasarkan dua bukti tertulis antara lain

yaitu: Surat pernyataan Penggugat tanggal 24 Februari 2009 dan

Akta Pernyataan Penggugat tanggal 1 Maret 2009.

Surat pernyataan Penggugat tanggal 24 Februari 2009

Penggugat telah secara sukarela menyatakan beberapa hal yaitu:

menyatakan melepaskan hak kepemilikan atas rumah Keluarga

Ramelan Djojo Ardjo, dan (Alm) Siti Mulyani dan menyerahkan

kepemilikan rumah tersebut kepada kelima anaknya. Pada akta

pernyataan Penggugat Nomor : 1 tertanggal 1 Maret 2009 yang

dibuat dihadapan Helmi, S.H., Notaris di Bekasi, Penggugat secara

sukarela membuat pernyataan : (1) Bahwa Penggugat dengan ini

menyatakan dan berani diangkat sumpah melepaskan Hak Waris,

(2) Bahwa benar untuk menghargai dan menjamin hak-hak dari 5

(lima) orang anak yang sampai saat ini masih hidup yaitu Para

Tergugat sebagai pemilik dan hak atas sebidang tanah dan

bangunan Harta Peninggalan, (3) Penggugat menjamin tidak akan

menjual, memindahkan dan menyerahkan ataupun dengan cara lain

melepaskan sebidang tanah dan Bangunan Harta Peninggala tanpa

persetujuan tertulis Para Tergugat.

Dapat disimpulkan bahwa Penggugat telah kehilangan hak

atas harta peninggalan, baik hak atas harta bersama dan juga harta

waris, akibat pernyataan hibah yang telah diberikan Penggugat

secara sukarela kepada para Tergugat berdasarkan dua bukti

Tertulis yaitu surat Pernyataan tanggal 24 Februari 2009, dan Akta

Pernyataan Nomor: 1 tanggal 1 Maret 2009

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

63

Pewaris meninggalkan harta peninggalan yang pada

awalnya merupakan sebidang tanah Hak Milik BTP Nomor 2062

seluas kurang lebih 429 M2 yang terletak di di Jalan N-1 No. 27

RT. 017/ RW. 03, Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan

Jatinegara, Kotamdya Jakarta Timur. Kemudian diatas tanah

peninggalan tersebut dibangunan rumah dnegan luas kurang lebih

148 M2.

Mengenai bagian untuk ahli waris yang patut dan sah

sebagai ahli waris dari Pewaris yaitu hanya para Tergugat dan

tidak diperhitungkan untuk Penggugat. Maka perhitungan

pembagian harta peninggalan sudah seharusnya hanya

mempertimbangkan para Tergugat sebagai ahli waris yang sah,

dimana perhitungan yang kami mohonkan agar di tetap diputuskan

oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo sebagai

berikut:

- Imam Sujudi bin Ramelan DA sebesar 28, 57%.

- Mulandari Rachim bin Ramelan DA sebesar 28, 57%.

- Rani Amanu Ramayanti binti Ramelan DA sebesar 14, 29 %.

- Ratih Puspa Dewi binti Ramelan DA sebesar 14, 29 %

- Marini Kusuma Ningsih binti Ramelan DA sebesar 14, 29%.

Para Tergugat keberatan atas sita jaminan yang diajukan

oleh Penggugat karena pemeriksaan perkara terkait dengan

sengketa pembagian waris dan bukan terkait tentang sengketa

penentuan hak kepemilikan serta keberadaan para Tergugat di

harta peninggalan adalah sebagai ahli waris yang sah dari

Pewaris berdasarkan hak waris dan bukannya tanpa hak sehingga

seharusnya ditolak.

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

64

Fakta yang sebenarnya terjadi sehubungan pernyataan

Penggugat pada surat gugatan yaitu akan para Tergugat

sampaikan sebagai berikut:

- Para Tergugat dengan ini menyatakan dengan sebenar-

benarnya bahwa keberadaan Penggugat saat ini yang

tinggal dirumah kontrakan merupakan atas kemauannya

sendiri dan tanpa paksaan dari para Tergugat.

- Para Tergugat hingga saat ini masih memperhatikan nasib

dan kehidupan Penggugat sebagai bapak dan orang tua

kandung serta tidak pernah menelantarkan Penggugat. Dan

para Tergugat juga memberikan uang sebesar Rp.

8.000.000.00,- untuk membayar biaya kontrakan pertahun.

- Bahwa terhadap permohonan putusan serta merta para

Tergugat menyatakan keberatannya dan memohon agar

Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo menolak

permohonan dimaksud untuk melindungi kepentingan dan

hak hukum para Tergugat untuk menempuh upaya hukum

lebih lanjut. 17

Maka dengan jawaban-jawaban yang telah dituangkan oleh

para Tergugat, para Tergugat Konvensi mengajukan permohonan

kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini agar berkenan

untuk memutuskan sebagai berikut:

17 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 21-27.

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

65

Dalam Eksepsi

1. Menerima dan mengabulkan Eksepsi para Tergugat secara

keseluruhan.

2. Menolak dan atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat

diterimanya gugatan Penggugat secara keseluruhan.

Dalam Konvensi

1. Menerima dan mengabulkan jawaban para Tergugat secara

keseluruhan.

2. Menolak gugatan Penggugat secara menyeluruh.

3. Memutuskan dan menyatakan bahwa (Almh) R.A. Siti

Mulyani yang meninggal secara Islam di Jakarta pada tanggal

22 Nopember 2008 sebagai pewaris yang sah menurut hukum.

4. Memutuskan dan menetapkan sebidang tanah dengan luas

kurang lebih 429M2 dan bangunan rumah diatasnya 148 M

2

yang terletak di Kotamadya Jakarta Timur.

5. Memutuskan yang disebut sebagai ahli waris dari Pewaris yaitu

para Tergugat.

6. Memutuskan dan menetapkan pembagian atas harta

peninggalan yang menjadi hak masing-masing ahli waris yang

sah dari Pewaris dengan perhitungan sebagai berikut:

- Imam Sujudi bin Ramelan DA sebesar 28, 57%.

- Mulandari Rachim bin Ramelan DA sebesar 28, 57%.

- Rani Amanu Ramayanti binti Ramelan DA sebesar

14,29%.

- Ratih Puspa Dewi binti Ramelan DA sebesar 14, 29 %

- Marini Kusuma Ningsih binti Ramelan DA sebesar 14,

29%.

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

66

7. Menolak permohonan Penggugat untuk menyatakan sah dan

berharganya sita jaminan atas harta peninggalan.

8. Menolak permohonan Penggugat agar putusan perkara ini

dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum

verzet, banding, maupun kasasi dan peninjauan kembali.

Dalam Eksepsi dan Konvensi

Menghukum pihak Penggugat untuk menanggung seluruh

biaya perkara yang timbul dari pemeriksaan perkara ini sesuai

hukum dan peraturan yang berlaku. Apabila Majelis Hakim

Pengadian Agama Jakarta Timur yang memeriksa perkara a quo

memiliki pendapat yang lain, maka mohon agar dapat memberikan

putusan yang seadil-adilnya.18

Dalam perkara ini Penggugat tidak mengajukan replik dan

para Tergugat juga tidak mengajukan duplik.

e) Pembuktian

Setelah proses pemeriksaan diatas telah usai, selanjutnya

yaitu tahap pembuktian. Tahap ini berupaya untuk menguatkan

dalil-dalil gugatannya, Penggugat mengajukan dua alat bukti yaitu:

(1) Bukti surat

(a) Foto kopi kutipan Akta Nikah dari KUA Kecamatan

Gambir, Jakarta Pusat.

(b) Foto kopi keterangan waris Kecamatan Jatinegara Nomor:

086/1.7.11.03, tanggal 12 Maret 2009.

(c) Foto kopi surat pernyataan pemabatalan hibah tanggal 28

Juni 2010.

(d) Foto kopi KTP bernama Drs. Ramelan.

18 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 28.

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

67

(2) Bukti saksi

(a) Mustra Sarbini, ia adalah sahabat Penggugat dan Pewaris

oleh karena itu ia mengenal para pihak yang berpekara.

Penggugat dan Pewaris adalah suami istri yang sah, dan

mereka telah dikaruniai lima orang anak yaitu para

Tergugat. Sekarang Penggugat tinggal dikontrakan di jl.

Cipinang Muara Jatinegara Jakarta Timur. Rumah yang

disengketakan merupakan harta bersama antara Penggugat

dengan Pewaris yang sekarang telah dikuasai oleh para

Tergugat. Sedangkan Penggugat tidak tinggal dirumah

tersebut, karena telah diusir dengan para Tergugat.

(b) H. Waslan Sandjaya bin Mangun Sandjaya, ia adalah

sahabat Penggugat dan Pewaris oleh karena itu ia mengenal

para pihak yang berpekara. Penggugat dan Pewaris adalah

suami istri yang sah, dan mereka telah dikaruniai lima

orang anak yaitu para Tergugat. Sekarang Penggugat

tinggal dikontrakan di jl. Cipinang Muara Jatinegara

Jakarta Timur. Rumah yang disengketakan merupakan

harta bersama antara Penggugat dengan Pewaris yang

sekarang telah dikuasai oleh para Tergugat. Sedangkan

Penggugat tidak tinggal dirumah tersebut, karena telah

diusir dengan para Tergugat.19

g) Kesimpulan

Dengan ini Penggugat dan para Tergugat tetap pada

permohonannya dan jawabannya.

19 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT, h. 29-30.

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

68

3. Amar Putusan

MENGADILI

a. Mengabulkan gugatan Penggugat

b. Menyatakan Ny. RA Siti Mulyani binti RM Soemulyo yang

meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 22 November 2008

adalah pewaris.

c. Menetapkan harta sebidang tanah milik BTP Nomor 2062 seluas

kurang lebih 429 M2 dan sebuah bangunan diatasnya seluas 200

M2 yang terletak di Jalan N-1 No. 27 RT. 017/ RW. 03, Kelurahan

Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Kotamdya Jakarta Timur

merupakan harta bersama Penggugat dan almarhumah.

d. Menetapkan bagian Penggugat dari harta bersama tersebut

setengah bagian dan setengah bagian adalah milik almarhumah

yang merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli

waris diantaranya:

1) Penggugat, Ramelan DA bin Ambiyah Djojo Ardjo (suami

Almarhumah).

2) Tergugat 1, Rani Amanu Damayanti binti Ramelan DA (anak

perempuan almarhumah).

3) Tergugat 2, (Imam Sudjudi bin Ramelan DA (anak laki-laki

almarhumah).

4) Tergugat 3, (Mulandaru Rachim bin Ramelan DA (anak laki-

laki almarhumah).

5) Tergugat 4, Ratih Puspa Dewi binti Ramelan DA (anak

perempuan almarhumah).

6) Tergugat 5, Marini Kusuma Ningsih binti Ramelan DA (anak

perempuan almarhumah).

e. Menetapkan bagian masing-masing ahli waris tersebut sebagai

berikut:

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

69

1) Penggugat 1/4 bagian yaitu 7/28 bagian (62,5%)

2) Tergugat 1 yaitu 1/7 bagian (5,357%)

3) Tergugat 2 yaitu 2/7 bagian (10,741%)

4) Tergugat 3 yaitu 2/7 bagian (10,741%)

5) Tergugat 4 yaitu 1/7 bagian (5,357%)

6) Tergugat 5 yaitu 1/7 bagian (5,357%)

Jadi bagian anak pewaris = 3/4 bagian dari Harta Bersama

Penggugat dan Pewaris

f. Menghukum para tergugat untuk mentaati serta melaksanakan

pembagian tersebut

g. Membebankan Penggugat untuk membayar biaya perkara ini

sebesar 766.000,- (tujuh ratus enam puluh ribu rupiah).20

B. Pengadilan Tinggi Agama Jakarta 145/Pdt.G/2012/PTA.JK

1. Posisi Kasus

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta pada tanggal 30 Mei 2012 telah

menerima permohonan banding atas Putusan Pengadilan Agama Jakarta

Timur Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT dan mendapatkan nomor Pekrara

145/Pdt.G/2012/PTA.JK dari para Pembanding yang identitasnya sebagai

berikut:

a. Pembanding 1, umur 42 tahun, beragama Islam, pekerjaan Karyawati

bertempat tinggal di daerah Jakarta Timur. Dahulu sebagai Tergugat 1

sekarang sebagai Pembanding 1.

b. Pembanding 2, umur 41, beragama Islam, beragama Islam, pekerjaan

Karyawan, bertempat tinggal di daerah Jakarta Tmur. Dahulu sebagai

Tergugat 2 sekarang sebagai Pembanding 2.

20 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT, h. 40-42.

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

70

c. Pembanding 3, umur 40 tahun, beragama Islam, pekerjaan Karyawan,

bertempat tinggal di daerah Jakarta Timur. Dahulu sebagai Tergugat 3

sekarang sebagai Pembanding 3.

d. Pembanding 4, umur 39 tahun, beragama Islam, pekerjaan Karyawati,

bertempat tingal di daerah Jakarta Timur. Dahulu sebagai Tergugat 4

sekarang sebagai Pembanding 4

e. Pembanding 5, umur 36 tahun, beragama Islam, pekerjaan Karyawati,

bertempat tinggal di daerah Jakarta Timur. Dahulu sebagai Tergugat 5

sekarang sebagai Pembanding 5.

Dalam hal ini bersama-sama telah memberikan kuasa kepada: Egia

Bastanta, S.H., Ridwan Aritomo, S.H., Fitra Mochamad Ady Permana,

S.H.,

Melawan Terbanding yang identitasnya sebagai berikut:

f. Terbanding, umur 67 tahun, beragama Islam, pekerjaan Pensiunan

PNS, bertempat tinggal di Jakarta Timur. Dahulu sebagai Penggugat

sekarang sebagai Terbanding. Dalam hal ini telah memberikan kuasa

kepada: Amat Basiyo, S.H., Tabrani Kemal, S.H., M.H., dan Tasman

Gultom, S.H., AAA-IK.21

2. Duduk Perkara

a. Alasan Pembanding

Para Tergugat/ Pembanding keberatan terhadap Putusan

Pengadilan Agama Jakarta Timur, sehingga para pihak mengajukan

upaya Hukum Banding yang diajukan oleh para Tergugat atau para

Pembanding pada tanggal 30 Mei tahun 2012 yang diwakili oleh

kuasa hukumnya.

Upaya Hukum Banding, Banding merupakan salah satu upaya

hukum biasa yang dapat diajukan oleh salah satu pihak atau kedua

21 Salinan Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK, h. 1-2.

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

71

belah pihak yang berpekara terhadap suatu putusan Pengadilan

tingkat pertama. Para pihak dapat mengajukan banding apabila ia

tidak puas dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dan dapat

mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan

tingkat pertama dimana putusan itu dijatuhkan.22

Pihak yang keberatan atas putusan Pengadilan tingkat pertama

yaitu para Tergugat sehingga para Tergugat mengajukan memori

banding. Penggugat yang semula sebagai Penggugat sekarang sebagai

Terbanding, sedangkan para Tergugat yang semula menjadi para

Tergugat sekarang menjadi para Pembanding.

Bahwa para Pembanding keberatan terhadap putusan

Pengadilan Agama Jakarta Timur yang mengandung kesalahan dalam

pertimbangannya dan ketidak adilannya dalam pelaksanaan hukum

acara pemeriksaannya. 23

3. Amar Putusan

MENGADILI

a. Menyatakan bahwa permohonan banding yang diajukan para

Pembanding dapat diterima

b. Membatalkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor

2394/Pdt.G/2011/PA.JT pada hari Rabu tanggal 16 Mei 2012 Masehi,

bertepatan pada tanggal 24 Jumadil Akhir 1433 Hijriyah, dengan

mengadili sendiri.

Dalam Eksepsi

1) Menyatakan eksepsi para Tergugat/para Pembanding tidak dapat

diterima

22 RPH Whimbo Pitoyo, Strategi Jitu menangani Perkara Perdata dalam Praktik Peradilan,

(Jakarta: Visimedia, 2012), Cet. 1, h. 135. 23 Salinan Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA. JK, h. 6.

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

72

Dalam Pokok Perkara

a) Mengabulkan gugatan Penggugat/Terbanding sebagian

b) Menyatakan Almarhumah telah meninggal dunia di Jakarta pada

tanggal 22 November 2008 adalah sebagai pewaris

c) Menetapkan harta berupa sebidang tanah hak milik BTP Nomor

2062 seluas kurang lebih 429 M2 yang terletak di Jalan N-1 No. 27

RT. 017/ RW. 03, Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan

Jatinegara, Kotamdya Jakarta Timurmerupakan harta bersama

antara Penggugat/Terbanding dengan almarhumah RA Siti

Mulyani binti RM Soemulyo.

d) Menetapkan bagian Penggugat/Terbanding dari harta bersama

tersebut setengah bagian dan setengah bagian adalah bagian

almarhumah yang merupakan harta warisan yang harus dibagikan

kepada ahli waris.

Menetapkan ahli waris almarhumah yaitu:

Penggugat (suami almarhumah)

Tergugat 1 (anak laki-laki almarhumah)

Tergugat2 (anak perempuan almarhumah)

Tergugat 3 (anak laki-laki almarhumah)

Tergugat 4 (anak perempuan almarhumah)

Tergugat 5 (anak perempuan almarhumah)

e) Menetapkan bagian masing-masing ahli waris tersebut sebagai

berikut:

Penggugat ¼ bagian yaitu 7/28 x 1/2 harta bersama

Tergugat 1 4/28 x 1/2 harta bersama

Tergugat 2 8/28 x 1/2 harta bersama

Tergugat 3 8/28 x 1/2 harta bersama

Tergugat 4 4/28 x 1/2 harta bersama

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

73

Tergugat 5 4/28 x 1/2 harta bersama

Jadi bagian anak-anak pewaris= 3/4 = 21/28 bagian dari bagian

bersama almarhumah.

f) Menghukum para Tergugat/para Pembanding untuk mentaati serta

melaksanakan pembagian tersebut diatas.

g) Menolak gugatan dan tidak menerima gugatan

Penggugat/Terbanding selain dan selebihnya.

h) Memberikan kepada para Tergugat/ para Pembanding untuk

membayar biaya perkara pada tingkat pertama sejumlah Rp.

766.000,- (tujuh ratus enam puluh enam ribu rupiah).

i) Membebankan para Tergugat/para Pembanding untuk membayar

biaya perkara pada tingkat banding yang hingga kini dihitung

sejumlah Rp. 150.000.- (seratus lima puluh ribu rupiah).24

24 Salinan Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA. JK h. 14-17.

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

74

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF PADA PEMBATALAN

HIBAH, DAN ANALISIS HUKUM ISLAM PADA PEMBAGIAN HARTA

WARIS

A. Analisis Pertimbangan Hakim Mengenai Pembatalan Hibah Pada Putusan

Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT

Pada putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT bahwa yang mengajukan

gugatan yaitu Penggugat umur 67 tahun, Penggugat menikah dengan Pewaris pada

tanggal 1 Januari 1968 di Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. Dari perkawinan tersebut

mereka dikaruniai lima orang anak yaitu para Tergugat. Dalam pernikahannya

Penggugat dan Pewaris memperoleh harta bersama yaitu berupa sebidang tanah milik

BTP Nomor: 2062 seluas kurang lebih 429 M 2

yang terletak di Kotamadya Jakarta

Timur. Semenjak Pewaris meninggal dunia Penggugat dan anaknya atau para

Tergugat belum pernah membicarakan mengenai pembagaian warisan dan pemisahan

harta bersama yang ia peroleh selama perkawinan dengan Pewaris. Pada surat

pernyataan Penggugat tertanggal 24 Februari 2009 Penggugat telah secara sukarela

menyerahkan kepemilikan rumah tersebut pada kelima anaknya dalam hal ini ialah

para Tergugat, surat ini telah ditandatangani oleh Penggugat dihadapan para saksi

yaitu Bapak Karyanto selaku Sekretaris RT, Bapak Waslan selaku Tokoh

Masyarakat, dan Bapak Dani selaku tetangga Penggugat. Adapun Akta pernyataan

Penggugat Nomor: 1 tanggal 1 Maret 2009, yang dibuat dihadapan Helmi S.H.,

Notaris di Bekasi Penggugat secara sukarela membuat pernyataan diantaranya

sebagai berikut: (1) bahwa Penggugat menyatakan dan berani diangkat sumpah

melepaskan Hak Waris (2) Bahwa benar meghargai hak-hak dari lima orang anaknya

yakni para Tergugat yang sampai saat ini , masih hidup sebagai pemilik dan

pemegang hak atas harta peninggalan Pewaris (3) Penggugat menjamin tidak akan

menjual, memindahkan dan menyerahkan ataupun dengan cara lain melepaskan harta

Page 91: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

75

peninggal Pewaris tanpa persetujuan Para Tergugat.1 Disini penulis telah membaca

berkas putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT yang meliputi penjelasan para

Penggugat dan para Tergugat, saksi-saksi dan pertimbangan Hakim. Dapat

disimpulkan bahwa Penggugat telah menikah lagi dengan seorang wanita lain yang

mengakibatkan Penggugat bersama istri barunya tidak boleh tinggal dirumah, dimana

rumah tersebut merupakan harta peninggalan Pewaris yang telah dihibahkan oleh

Penggugat kepada para Tergugat.

Bahwasannya para Tergugat sekarang menguasai tanah dan rumah tersebut.

Para Tergugat dan seorang karyawan Notaris memaksa Penggugat untuk keluar dari

rumah tersebut sehingga Penggugat sekarang harus mengontrak di daerah Jakarta

Timur atas biaya dari para Tergugat. Hal ini juga diperkuat dengan bukti para saksi

yang menyatakan bahwa Penggugat memang benar tidak tinggal dirumah tersebut

lagi karena penggugat menikah lagi dengan wanita lain yang mengakibatkan

Penggugat diusir oleh para Tergugat dan seorang karyawan Notaris. Dan pada tanggal

28 Juni tahun 2010 Penggugat telah membatalkan hibah kepada para Tergugat

karena Penggugat merasa kecewa atas tindakan para Tergugat kepada Penggugat dan

disini Penggugat merasa hibah yang telah diberikan tersebut ada penekanan. Pada

akhirnya tanggal 7 November 2011 penggugat mengajukan gugatan waris ke

Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk meminta kepada Majelis Hakim agar harta

tersebut yang telah dihibahkan dibagikan kepada ahli waris sesuai dengan bagiannya

masing-masing.2

Meskipun Penggugat pernah menghibahkan seluruh harta peninggalan

Pewaris, namun Penggugat merasa hibah tersebut ada unsur penekanan dari para

Tergugat sehingga Penggugat membatalkan hibahnya.

Perihal pembatalan hibah tidak tercantum pada amar putusan, namun telah

disinggung pada posita Penggugat, petitum Penggugat, dan pertimbangan Majelis

Hakim. Pada pertimbangannya, Majelis Hakim menganggap bahwa pemberian hibah

1 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JK, h. 1-18 2 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PTA.JK, h. 34.

Page 92: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

76

yang dilakukan ayah kepada anaknya dinyatakan tidak ada dan harta tersebut harus

dibagikan kepada ahli warisnya sesuai dengan Faraidh. Mengenai hal ini adapula

landasan atau dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim. Dasar hukum

Majelis Hakim merujuk pada Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi

“Hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah orang tua terhadap anaknya”. Pasal

yang telah dijelaskan diatas dapat dipahami bahwa hibah tidak boleh ditarik kembali

jika hibah tersebut telah diberikan kepada orang lain, kecuali jika hibah tersebut

antara orang tua dan anak boleh ditarik kembali atau dibatalkan. Pasal 212 Kompilasi

Hukum Islam sejalan dengan kitab as-Sunan yang di dalamnya disebutkan bahwa

Rasulullah SAW bersabda:

.للحد الاالوالد فيما وهب لولده لا يل لوا هب ان ي رجع فيما وهب

“Orang yang telah memberikan hibah tidak boleh meminta kembali

hibahnya, kecuali seorang bapak yang memberikan hibah kepada anaknya.”

Oleh sebab itu dapat katakan bahwa apabila penyerahan hibah sudah

terlaksana maka haram untuk ditarik kembali. Seseorang yang menarik kembali

pemberiannya diibaratkan seperti anjing yang muntah lalu memakan muntahnya

kembali, kecuali orang tua yang menarik kembali pemberiannya kepada anaknya.3

Dalam hal ini Majelis Hakim juga melihat pada dalil Fiqhiyah dalam Kitab

Subulus Salam III dijelaskan yaitu:4

عليه و سلم بي صل عن الن , بن عباس وا ,بن عمرعن ا , ث عطية ال ى ان ي عط جل لر قال : "لا يل الل

ها إ ي رجع صححه التر مذي وابن حبيان والحاكم()روه احمد والأربعة ,و "ولده ىلد فيما ي عط االو لا في

Artinya: Tidak boleh bagi seorang laki-laki menarik kembali sesuatu

pemberian kepada siapapun kecuali orang tua yang menarik kembali pemberiannya

3 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Fiqhul Maratul Muslimatu. Penerjemah Faisal

Saleh, Yusuf Hamdani: Shahih Fiqh Wanita Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Cet. 1, h. 472. 4 Muhammad bin Ismail Amir, Subulussalam, (Kairo: Dar Al-Hadits, 1186 H), Juz 3, h. 939.

Page 93: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

77

kepada anaknya. (Subulus Salam III H.R. Ahmad dan disahkan Hadits itu oleh

Tarmizi)5

B. Analisis Pertimbangan Hakim Mengenai Pembatalan Hibah Pada Putusan

Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK

Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA. JK perihal pembatalan hibah dalam hal

ini yang mengajukan upaya hukum banding yaitu para Tergugat/ para Pembanding

karena merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur. Majelis

Hakim Tingkat Banding mempertimbangkan bahwa Terbanding mendalilkan bahwa

Terbanding telah mencabut kembali harta yang telah diberikan kepada para

Pembanding dan Terbanding meminta agar harta bersama Terbanding dengan

Pewaris ditetapkan 1/2 bagian untuk Terbanding dan 1/2 bagian merupakan harta

bagian Pewaris sebagai harta warisan. Namun para Pembanding keberatan karena

Terbanding telah memberikan harta tersebut secara sukarela kepada para Pembanding

sehingga Terbanding tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan waris.

Bahwa para Pembanding untuk membuktikan bantahannya telah mengajukan

bukti tertulis yang berupa surat pernyataan Terbanding tanggal 24 Februari 2009 yang

isinya Terbanding telah menyerahkan dan melepaskan hak kepemilikan atas rumah

Terbanding dengan Pewaris kepada para Pembanding. Dan bukti berupa Akte Notaris

tanggal 01 Maret 2009 yang isinya penyerahan hak kepemilikan Terbanding kepada

para Pembanding. Sedangkan Terbanding juga telah membuktikan dalilnya bahwa

Terbanding telah membatalkan hibahnya dengan bukti surat tentang pernyataan

pembatalan hibah oleh Terbanding kepada para Pembanding yang dibuta pada

tanggal 28 Juni tahun 2010 yang isinya mencabut semua hibah yang dilakukan

Terbanding pada bulan Februari 2009 kepada para Pembanding. Bahwa berdasarkan

pertimbangan tersebut diatas maka telah terbukti bahwa Terbanding telah

menghibahkan harta kepemilikan dan rumah serta warisan dari almarhumah RA Siti

Mulyani tanggal 24 Februari 2009 dan dilanjutkan dengan Akta Notaris tanggal 1

5 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT, h. 37.

Page 94: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

78

Maret 2009 dan Terbanding pada tanngal 28 Juni 2010 mencabut kembali hibah

tersebut. Maka pencabutan hibah orang tua kepada anaknya telah sesuai dengan

Hadits dan Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam tersebut diatas adalah sah menurut

Hukum Islam dan Terbanding telah terbukti sebagai suami yang sah dari Pewaris dan

mempunyai hak untuk mengajukan gugatan. Oleh karena itu harta tersebut dapat

ditetapkan 1/2 bagian untuk Terbanding dan 1/2 bagian merupakan harta Pewaris

sebagai harta waris.

Mengenai pembatalan hibah pada Tingkat Banding juga tidak tercantum pada

amar putusan. Namun telah disinggung pada pertimbangan Majelis Hakim Tingkat

Banding. Pada pertimbangannya, Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding

sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama karena hibah yang

telah diberikan orang tua kepada anaknya lalu dibatalkan adalah sah menurut hukum

Islam karena telah sesuai dengan Hadits dan Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam yang

menjelaskan bahwa “Hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah orang tua

terhadap anaknya”. Bahwa dalam Hadits yang diriwayatkan oleh ibnu umar dan ibnu

abbas “Tidak boleh bagi seorang laki-laki menarik kembali sesuatu yang telah

diberikan kepada siapapun kecuali orang tua kepada anaknya orang yang melakukan

perbuatan demikian diibaratkan seperti anjing yang muntang lalu memakan

muntahannya kembali”. Pasal 97 KHI: “Janda atau duda cerai masing-masing berhak

mendapatkan seperdua dari harti bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam

perjanjian perkawinan”. Dalam hal ini Penggugat atau Terbanding telah dinyatakan

sebagai suami yang sah dari Pewaris.

Setelah mengetahui jalan perkara kasus ini dapat dipahami bahwa masalah

yang disengketakan antara Penggugat/ Terbanding dengan Tergugat/ Pembanding

ialah mengenai masalah gugat waris, yang pada awalnya setelah Pewaris meninggal

dunia harta peninggalan dari Pewaris telah Penggugat/ Terbanding hibahkan

seluruhnya kepada para Tergugat/ Pembanding. Namun karena Penggugat/ Terbanding

merasa hibah tersebut ada penekanan maka Penggugat/ Terbanding mencabut kembali

Page 95: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

79

atau membantalkan hibah tersebut kepada pata Tergugat/ Pembanding. Penulis

sependapat dengan pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim pada Tingkat Pertama

dan Tingkat Banding, pembatalan kembali hibah yang telah diberikan merupakan

perbuatan yang diharamkan walaupun hibah tersebut terjadi antara orang lain maupun

saudara. Adapun hibah yang dapat ditarik kembali yaitu hibah orang tua yang telah

diberikan kepada anaknya diperbolehkan untuk dibatalkan karena seorang ayah berhak

atas harta anaknya6 seperti Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dibawah ini:

ا , وان اب يريد ان يتاح مال وعن جابر ان رجلا قال ان ل مالاا وولدا لأبي ومال ال : ا , ف

)رواه ابن ما جه(

Artinya: Dan Jabir, bahwa seorang laki-laki berkata: Ya Rasulullah,

sesungguhnya aku mempunyai (sejumlah) harta dan seorang anak, sedang ayahku

hendak merampas habis hartaku. Lalu Nabi SAW. bersabda, “Engkau dan hartamu

adalah milik bapakmu”7 (H.R Ibnu Majah)

Karena harta anak itu sendiri juga diperoleh dari ayahnya. Seorang bapak

dibolehkan mencabut kembali pemberian kepada anaknya, karena ia berhak menjaga

kemaslahatan anaknya dan juga cukup menaruh kasih sayang kepada anaknya.

Apabila bapak ingin mencabut kembali hibah kepada anaknya harus dengan syarat

yaitu barang yang diberikan itu masih dalam kekuasaan anaknya, berarti masih tetap

kepunyaan anaknya. Maka apabila milik anaknya itu telah hilang bapak tidak boleh

mencabut pemberiannya, walaupun harta anak itu akan kembali dengan jalan lain.8

Dalam KUHPerdata pasal 1688 huruf c juga menyatakan bahwa hibah dapat ditarik

kembali apabila si penerima hibah tidak menafkahi penghibah ketika penghibah telah

6 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Fiqhul Maratul Muslimatu. Penerjemah Faisal

Saleh, Yusuf Hamdani: Shahih Fiqh Wanita Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Cet. 1, h. 472. 7 Mu’mmal Hamidy, dkk, Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum, (Surabaya: PT

Bina Ilmu, 2001), h. 1982. 8 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2008), Cet. 1, h. 140.

Page 96: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

80

jatuh miskin.9 Dalam hal ini para para Tergugat/ para Pembanding telah mengusir

Penggugat/Terbanding dari rumah yang telah dihibahkan kepada dari Penggugat/

Terbanding kepada para Terbanding/para Pembanding. Dan Penggugat sekarang

harus tinggal di sebuah kontrakan di daerah Jakarta Timur.

Ibn Umar dan Ibnu Abbas mengemukakan bahwa Rasulullah SAW pernah

berkata bahwa

عطيةا , ث ى يل للريجل ان ي عط بن عباس , ي رف عان الحديث , قال : "لا وا , بن عمرا عن

ها إلا ها , كمثل الكلب ى ولده, ومثل الذي ي عط ى لد فيما ي عط االو ي رجع في العطية ث ي رجعفي

ق يه". )رواه الترمذي(أكل حت ث عا بع قا ا ا

Artinya: Tidak halal bagi seorang Muslim yang memberikan suatu barang

kepada orang lain lalu dibatalkan atau ditarik kembali, kecuali membatalkan hibah

yang dilakukan oang tua kepada anaknya. (H.R Tarmizi)10

Menurut Imam Malik dan jumhur Ulama Madinah berpendapat bahwa ayah

boleh menarik kembali apa yang telah dihibahkan kepada anaknya selama anak itu

belum kawin atau belum terkait hak orang lain. Sementara itu menurut Imam Ahmad

dan fuqaha Zahiri berpendapat bahwa seseorang tidak boleh mencabut kembali apa

yang telah dihibahkannya. Menurut Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa seorang

boleh saja mencabut kembali hibahnya kepada seseorang kecuali apa yang telah

dihibahkannya kepada perempuan yang mahram.11

PadaPasal 212 Kompilasi Hukum

Islam juga telah menjelaskan kebolehan orang tua mencabut atau membatalkan

kembali hibahnya. Penggugat/ Terbanding juga berhak untuk mendapatkan bagian

hartanya, karena sudah jelas bahwa Penggugat/ Terbanding adalah suami sah dari

9 Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2007,

Cet. 1), h.343. 10 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1992), h. 156. 11 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet.

1, h. 139-140.

Page 97: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

81

Pewaris dan kedudukan Penggugat/ Terbanding yaitu sebagai duda yang ditinggal

mati oleh Pewaris. Dan harta yang ditinggalkan oleh Pewaris juga merupakan harta

Bersama antara Pewaris dengan Penggugat/ Terbanding, oleh karena itu Penggugat/

Terbanding berhak memperoleh 1/2 dari harta Bersama. Seperti yang telah dijelaskan

pada Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam “Janda atau duda cerai masing-masing berhak

mendapatkan seperdua dari harti bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam

perjanjian perkawinan”.

Dapat disimpulkan bahwa apabila anak telah dihibahkan harta oleh orang tua

hendaklah berprilaku sopan dan memperhatikan keadaan orang tua yang telah jatuh

miskin. Dan untuk seseorang yang ingin menghibahkan hartanya alangkah baiknya

pemberian itu tidak melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta warisan, hal ini telah

dijelaskan pada pasal 210 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Dapat

menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari total harta bendanya kepada

orang lain atau lembaga”. Menurut Muhammad Ibnul Hasan dan sebagian pentaklik

mazhab Hanafi menyatakan bahwa tidak sah menghibahkan seluruh hartanya

walaupun itu untuk kebaikan. Ia menganggap bahwa orang yang berbuat demikian

diibaratkan orang yang dungu yang wajib dibatasi perbuatannya. Landasan yang

dianut oleh hukum Islam adalah sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

Muhammad Ibnul Hasan bahwa seseorang yang menghilangkan semua hartanya itu

adalah orang yang dungu dan tidak layak bertindak hukum. Menurut Zainuddin Ali

bahwa hibah tidak ada kaitannya dengan waris kecuali apabila hibah tersebut

mempengaruhi kepentingan ahli waris. Dengan demikian pada pemberian hibah harus

ada batas maksimal yaitu tidak melebihi 1/3 dari harta waris. Sama seperti pemberian

wasiat yang tidak boleh melebih 1/3 dari harta.12

Oleh karena itu seseorang yang

menghibahkan semua hartanya dianggap tidak cakap bertindak hukum, maka hibah

yang ia laksanakan dipandang batal, karena ia tidak memenuhi syarat untuk

12 Destri budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Di

Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), Cet. 1, h.

Page 98: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

82

melaksanakan hibah.13

Karena sudah jelas pada Pasal 210 KHI disebutkan bahwa

dapat menghibahkan sekurang-kurangnya 1/3. Pada Ketentuan-ketentuan ini

bertujuan untuk menjaga kemaslahatan serta keharmonisan antar keluarga, dan

mempererat hubungan antara anak dengan orang tua.

C. Analisis Pertimbangan Majelis Hakim Mengenai Bagian Waris Pada Putusan

Nomor 2394/Pdt.G/2011/PAJT

Dalam pertimbangan Majelis Hakim pada putusan Nomor

2394/Pdt.G/2011/PA.JT mengenai pembagian waris Majelis Hakim Pengadilan

Agama Jakarta Timur mempertimbangkan bahwa Penggugat telah menikah dengan

Pewaris pada tanggal 1 Januari 1968 di Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. Selama

perkawinan Penggugat dengan Pewaris mereka dikarunia lima orang anak, dua anak

laki-laki dan tiga anak perempuan dalam perkara ini disebut para Tergugat. Selama

pekawinan Penggugat dengan Pewaris memperoleh harta bersama yaitu sebidang

tanah milih BTP Nomor 2062 seluas kurang lebih 429 M2 berikut bangunan diatasnya

seluas kurang lebih 148 M2 yang terletak di Jalan N-1 No. 27 RT. 017/ RW. 03,

Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur. Dan

saat ini rumah tersebut masih dikuasai oleh para Tergugat. Mengenai pembagian

waris tersebut harus sesuai dengan Q.S An-Nisa ayat 11, Q.S An-Nisa ayat 12, Pasal

97 KHI “Janda atau duda cerai masing-masing berhak memperoleh 1/2 dari harta

bersam sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”, Pasal 174 ayat

(2) KHI “Apabila semua ahli waris ada maka yang berhak mendapat warisan hanya:

anak, ayah, ibu, janda, atau duda”, Pasal 175 ayat (1) huruf d KHI (1) Kewajiban ahli

waris terhadap pewaris ialah: d. “membagi harta warisan diantara ahli waris yang

berhak” dan Pasal 179 KHI “Duda mendapatkan separoh bagian apabila pewaris tidak

meninggalkan anak, dan bila meninggalkan anak maka duda mendapatkan

seperempat dari harta waris”. Pada pasal 96 KHI dan pasal 37 UU No. 1 tahun 1974

tentang perkawinan dikemukakan bahwa harta bersama suami istri jika terjadi

13 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, Cet. 1, h. 137-138.

Page 99: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

83

putusnya perkawinan baik karena kematian atau perceraian maka kepada suami istri

tersebut memperoleh setengah bagian dari harta yang mereka peroleh selama

perkawinan. Ketentuan ini juga sejalan dengan peraturan Mahkamah Agung RI

tanggal 9 Desember 1959 No. 424 K/SIP/1959, dimana dalam putusan tersebut

dinyatakan bahwa harta bersama suami istri apabila terjadi perceraian maka masing-

masing berhak mendapatkan setengah bagian. Untuk pembagian harta peninggalan

istri atau pewaris yaitu setengah bagian (50%) milik Penggugat dan (50%) milik

pewaris yang merupakan harta peninggalan untuk para ahli waris. Bahwa yang

menjadi ahli waris yaitu Penggugat (suami almarhumah) dan para Tergugat (anak-

anak almarhumah). Untuk permohonan sita pada petitum point 6 tidak dapat

dipertimbangkan karena Penggugat tidak pernah aktif dalam mengurus

permohonannya sehingga permohonannya tersebut dikesampingkan.

Mengenai pembagian waris pada amar putusan Majelis Hakim Pengadilan

Agama Jakarta Timur Menetapkan bagian masing-masing ahli waris tersebut sebagai

berikut:

1. Penggugat 1/4 bagian yaitu 7/28 bagian (62,5%)

2. Tergugat 1, 1/7 bagian (5,357%)

3. Tergugat 2, 2/7 bagian (10,741%)

4. Tergugat 3, 2/7 bagian (10,741%)

5. Tergugat 4, 1/7 bagian (5,357%)

6. Tergugat 5, 2/7 bagian (10,741%)14

Jadi bagian anak-anak pewaris yaitu 3/4 bagian dari harta bersama Penggugat

dan Pewaris.

Pada putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT dalam menentukan siapa saja

yang berhak menjadi ahli waris yang sah dari Pewaris pada amar yang telah

dicantumkan oleh Majelis Hakim yaitu Penggugat dan para Tergugat. Pada amar

14 Salinan Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PTA.JK, h. 41.

Page 100: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

84

yang telah disebutkan diatas sudah tepat dan benar karena berkaitan dengan Al-

Qur’an surat an-Nisa ayat 12 yang berbunyi:

ب عد من ت ركن ما الربع ف لكم ولد لن كان فإن ولد لن يكن ل إن أزواجكم ت رك ما صف ولكم الثمن ف لهن ولد لكم كان فإن ولد لكم يكن ل إن ت ركتم ما الربع ولن ين أو با يوصي وصية

أو أخ وله امرأة أو كللةا يورث رجل كان وإن ين أو با توصون وصية ب عد من ت ركتم ما أخهما واحد فلكلي من أكث ر كاوا فإن السدس من ل يوصى وصية ب عد من الث لث ركا ف هم ر ين أو با حليم عليم والل الل من وصيةا مضاري غي

Artinya: Dan bagimuanmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang

ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-

istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapatkan seperempat dari harta yang

ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah

dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan

jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai mempunyai anak, maka

para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah

dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika

seseorang meninggal, baik laki-laki (seibu) atau seseorang saudara perempuan

(seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.

Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-

sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau

(dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris).

Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun. (Q.S. An-

Nisa(4):12)

Penggugat berhak mendapatkan 1/4 harta dari harta peninggalan Pewaris,

karena Pewaris meninggalkan lima orang anak. Dan sudah jelas kedudukan

Penggugat yaitu merupakan suami sah dari Pewaris dan berhak mendapatkan 1/2

harta dari harta bersama antara Penggugat dengan Pewaris, sementara kedudukan

para Tergugat adalah sebagai anak kandung dari hasil perkawinan antara Penggugat

dengan Pewaris maka para Tergugat berhak atas harta peninggalan Pewaris. Dalam

hal ini juga berkaitan dengan Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 11 yang berbunyi:

Page 101: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

85

كم الل يوصيكم ا كن فإن الأ ث ي ي حظي مثل للذكر أولا ما ث لثا ف لهن اث ن ت ي ف وق سا

وإن ت رك هما واحد لكلي ولأب ويه النيصف ف لها واحدةا كا له كان إن ت رك ما السدس من

فإن ولد ب عد من السدس فلميه إخوة له كان فإن الث لث فلميه أب واه وورثه ولد له يكن ل

إن الل من فريضةا فعاا لكم أق رب أي هم تدرون لا وأب ناؤكم آبؤكم ين أو با يوصي وصية

ا عليماا كان الل . حكيما

Artinya: Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian

warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan

bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang

jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh

setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-

masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal)

mempunyai anak.jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi

oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang

meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapatkan seperenam.

(Pembagian-pembagian tersebut diatas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya

atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,

kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih banyak manfaatnya

bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maka

Bijaksana. (Q.S. An-Nisa(4):11)

Mengenai pembagian harta untuk masing-masing ahli waris dasar hukum

yang dipakai oleh Majelis Hakim pada pertimbangannya yaitu berpedoman pada Al-

Qur’an surat An-Nisa ayat 11, dan ayat 12. Menurut penulis dasar hukum yang

digunakan Majelis Hakim sudah sesuai dan sudah tepat. Pada amar putusan, Majelis

Hakim menetapkan bagian Penggugat yaitu 7/28 sedangkan untuk Tergugat 1, 1/7

bagian (5,357%), Tergugat 2, 2/7 bagian (10,741%), Tergugat 3, 2/7 bagian

(10,741%), Tergugat 4, 1/7 bagian (5,357%), dan Tergugat 5, 1/7 bagian (5,357%),

namun apabila kita lihat dari perhitungan tersebut diatas ada sedikit kekeliruan yaitu

asal masalah antara ayah dengan asal masalah anak-anaknya berbeda sehingga jika

Page 102: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

86

penulis hitung hasilnya tidak sesuai dengan asal masalahnya, asal masalah merupakan

suatu cara untuk menemukan porsi bagian masing-masing ahli waris dengan cara

menyamakan nilai “penyebut” dan semua bagian para ahli waris.15

Berikut akan penulis uraikan perhitungan dari Majelis Hakim Pengadilan Agama

Jakarta Timur:

Ahli Waris Fardh Asal

Masalah

Suami 1/4 4 7/28

Anak Pr. (1) 3/4 1/7

Anak Lk. (2) (‘Ashobah) 2/7

Anak Lk. (2) 2/7

Anak Pr. (1) 1/7

Anak. Pr. (1)+ 1/7+

= 7 Kepala 15/28

Dan berikut menurut penulis perhitungan dengan cara mentashih:

Ahli Waris Fardh Asal

Masalah

Awal

Asal Masalah

Tashih

Suami 1/4 4 4 (AM) x 7

(Kepala) = 28

28: 4 = 7 = 7/28

Anak Pr. (1) 3/4 28 21: 7 = 3 = 3/28

Anak Lk. (2) (‘Ashobah) 3 x 2 = 6 = 6/28

Anak Lk. (2) 3 x 2 = 6 = 6/28

15 Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2002),

h. 68.

Page 103: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

87

Anak Pr. (1) 3 = 3/28

Anak. Pr. (1)+ 3 = 3/28+

= 7 Kepala = 28/28

Untuk perhitungan dari Majelis Hakim ketika dijumlah bagian ahli waris

seluruhnya maka hasilnya yaitu 15/28, jadi menurut penulis mengenai perhitungan

untuk bagian ahli waris kurang tepat. Karena seharusnya hasil penjumlahan dari

seluruh bagian ahli waris setara dengan angka asal masalah yaitu 28.

Dan seharusnya untuk asal masalah anak-anaknya disamakan dengan asal

masalah Penggugat/ suami Pewaris yaitu /28. Begitupula juga untuk masing-masing

bagian anak perempuan yaitu 3/28, sedangkan untuk masing-masing bagian anak

laki-laki yaitu dikalikan 2 = 6, sehingga jika dijumlah 7+ 3+ 6+ 6+ 3+ 3= hasilnya

menjadi 28/28 karena disini anak menjadi ‘ashabah bil ghoir. ‘Ashabah yaitu ahli

waris apabila bersama ahli waris yang mendapatkan bagian fardh maka mereka

mendapatkan sisa harta dari ahli waris yang mendapat bagian fardh, apabila hanya

mereka tidak ada ahli waris yang mendapatkan bagian fardh, maka semua harta

diberikan seluruhnya kepada mereka.16

Ghair yaitu anak laki-laki yang bergabung

bersama anak perempuan yang memliki derajat yang sama dan memiliki hubungan

kekerabatan yang kuat.17

Jadi ‘Ashabah bil ghair yaitu setiap wanita yang bagian

warisannya setengah atau dua pertiga, dan menjadi ‘Ashobah bil Ghair jika ada anak

laki-laki yang memilik derajat dan kekuatan kekerabatan yang sama.18

Untuk bagian para Tergugat mendapatkan sisa dari Penggugat yaitu 21, lihat

pada bagian Penggugat yang memperoleh 7/28 yaitu perhitungan dari 28 : 4 karena

16 Muhammad bin Shalih al-Utsamain, Tas-hiilul Faraa-idh: Panduan Praktis Hukum Waris

Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah yang Shahih, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2015), Cet- 7, h. 96. 17 Achmad Kuzari, Sistem ‘Asabah Dasar Pemindahan Hak Milik atas Harta Tinggalan,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) Cet. 1, h. 92. 18 Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah, Hukum WarisPembagian Warisan Berdasarkan

Syariat Islam, (Solo: Tiga Serangkai, 2007), Cet. 1, h. 412.

Page 104: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

88

Penggugat selaku suami mendapatan 1/4 bagian dari harta, oleh karena itu harus

dibagi 4 yaitu 28 : 4 = 7 dan sisanya ialah 21. Setelah itu sisa 21 tadi harus dibagikan

kepada para Tergugat sesuai dengan jumlah kepala. Dalam perkara gugat waris ini

kepala dari para Tergugat yaitu 7 karena terdapat 3 anak perempuan dan 2 anak laki-

laki. Cara yang digunakan agar masing-masing pihak tidak mendapatkan bagian

pecahan yaitu dengan cara mentashih. Tashih ialah perhitungan yang sudah

dibulatkan untuk dibagikan kepada ahli warisnya sehingga ahli waris tidak

mendapatkan bagian yang bilangannya masih berbentuk pecahan.19

Jadi perhitungan

untuk masing-masing anak perempuan yaitu 21: 7 = 3. Sedangkan untuk bagian

masing-masing anak laki-laki tinggal dikalikan 2 karena pada hakikatnya satu bagian

untuk anak laki-laki setara dengan bagian 2 anak perempuan seperti yang telah

dijelaskan pada Firman Allah SWT Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 11.20

Jadi hasil

untuk anak laki-laki yaitu 2 x 3 = 6.

D. Analisis Pertimbangan Majelis Hakim Mengenai Bagian Waris Pada Putusan

Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK

Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK perihal pembagian waris dalam hal

ini yang mengajukan upaya hukum banding yaitu para Tergugat/ para Pembanding

karena merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur. Majelis

Hakim Tingkat Banding mempertimbangkan bahwa Terbanding meminta agar

sebidang tanah hak milik BTP Nomor 2062 seluas kurang lebih 429 M2 dan

bangunan diatasnya seluas 200 M2 yang terletak di Jalan N-1 No. 27 RT. 017/ RW.

03, Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur

merupakan harta bersama antara Terbanding dengan Pewaris. Hal tersebut juga telah

diakui oleh para Pembanding akan tetapi luas bagunan hanya 148 M2 bukan 200 M

2.

Terbanding telah menghibahkan kepada para Pembanding dan adanya tanah tersebut

dikuatkan dengan bukti T.6 akte Jual beli tanah tahun 1980 antara Terbanding dengan

19 Hasan, Al-Fara’id, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1992), Cet. 13, h. 93. 20Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta, Kencana, 2004) Cet. 1, h. 8.

Page 105: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

89

H. Hasan bin Artijan atas tanah hak milik BTP No. 2062 seluas 429M2

persil 193

blok D.1, Desa Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara dan bukti T.12, berupa SPT

bulan Maret 2011 dan bukti T. 17 berupa SPT bulan Maret 2012 kedua alat bukti

tersebut tertera luas bangunan 148 M2. Bahwa dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1974 menyatakan harta bersama yang diperoleh selama

perkawinan menjadi harta bersama, dalam pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam

menyebutkan harta kekayaan atau syirkah yang diperoleh baik diri sendiri atau

bersama-sama suami dan istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung yaitu

disebut harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.

Gugatan dari Terbanding sebagaimana tersebut diatas juga diakui oleh para

Pembanding bahwa tanah tersebut dibeli semasa perkawinan antara Terbanding

dengan Pewaris dan hal ini sehubungan dengan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1974 dan Pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam maka harus

dinyatakan bahwa sebidang tanah hak milik BTP Nomor 2062 seluas kurang lebih

429 M2 dan bangunan diatasnya seluas 148 M

2 yang terletak di Kotamadya Jakarta

Timur Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara jalan N-1 No. 27 RT. 017

RW. 03 merupakan harta bersama antara Terbanding dengan Pewaris.21

Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam janda atau duda cerai masing-masing

berhak seperdua harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan. Terbanding meminta agar Terbanding dan para Pembanding ditetapkan

sebagai ahli waris dari Pewaris dan meminta agar ditetapkan bagian masing-masing

ahli waris sesuai dengan hukum Islam.Bahwa pembagian waris ini sesuai dengan Q.S

An-Nisa ayat 11, dan 12 dan Pasal 174 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, Pasal 179

Kompilasi Hukum Islam.22

21 Salinan Putusan Nomor 145/Pdt.G/PTA.JK, h. 8-9. 22 Salinan Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK, h. 12.

Page 106: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

90

Mengenai pembagian waris pada amar putusan Majelis Hakim Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta dalam hal menetapkan bagian masing-masing ahli waris

tersebut sebagai berikut:

Menetapkan bagian Penggugat/ Terbanding dari harta bersama tersebut

setengah bagian dan setengah bagian merupakan harta warisan yang harus dibagikan

kepada ahli waris. Menetapkan ahli waris almarhumah RA Siti Mulyani binti RM

Soemulyo adalah:

1. Ramelan DA bin Ambiah Djojo Ardjo (suami almarhumah).

2. Rani Amanu Damayanti binti Ramelan DA (anak perempuan pewaris).

3. Imam Sujudi bin Ramelan DA (anak laki-laki pewaris).

4. Mulandaru Rachim bin Ramelan DA (anak laki-laki pewaris).

5. Ratih Puspa Dewi binti Ramelan DA (anak perempuan pewaris).

6. Marini Kusuma Ningsih binti Ramelan DA (anak perempuan pewaris).

7. Terbanding 1/4 bagian yaitu 7/28 x 1/2 harta bersama

8. Pembanding 1 yaitu 4/28 x 1/2 harta bersama

9. Pembanding 2 yaitu 8/28 x 1/2 harta bersama

10. Pembanding 3 yaitu 8/28 x 1/2 harta bersama

11. Pembanding 4 yaitu 4/28 x 1/2 harta bersama

12. Pembanding 5 yaitu 4/28 x 1/2 harta bersama23

Jadi bagian anak-anak pewaris = 34 = 21/28 bagian dari 1/2 harta bersama

yang merupakan bagian almarhumah Pewaris.

Pada amar putusan yang telah dicantumkan oleh Majelis Hakim diatas

mengenai pembagian waris kepada masing-masing ahli waris menurut analisis

penulis telah sesuai dengan syariat Islam yaitu berpedoman pada Al-Qur’an Surat An-

Nisa ayat 11 dan ayat 12. Dalam perkara ini untuk bagian anak-anak penulis sepakat

dengan Majelis Hakim yaitu bagian untuk seorang anak laki-laki sama dengan bagian

23 Salinan Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK, h. 10-13.

Page 107: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

91

dua anak perempuan. Penulis juga menggunakan dasar hukum yang merujuk pada Al-

Qur’an surat An-Nisa ayat 11 yang berbunyi:

كم الل يوصيكم ا كن فإن الأ ث ي ي حظي مثل للذكر أولا ما ث لثا ف لهن اث ن ت ي ف وق سا

وإن ت رك هما واحد لكلي ولأب ويه النيصف ف لها واحدةا كا له كان إن ت رك ما السدس من

فإن ولد ب عد من السدس فلميه إخوة له كان فإن الث لث فلميه أب واه وورثه ولد له يكن ل

إن الل من فريضةا فعاا لكم أق رب أي هم تدرون لا وأب ناؤكم آبؤكم ين أو با يوصي وصية

ا عليماا كان الل .حكيما

Artinya: Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian

warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan

bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang

jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh

setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-

masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal)

mempunyai anak.jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi

oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang

meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapatkan seperenam.

(Pembagian-pembagian tersebut diatas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya

atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,

kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih banyak manfaatnya

bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maka

Bijaksana. (Q.S.An-Nisa(4):11)24

Ayat diatas juga menjelaskan bagian untuk anak laki-laki dan bagian untuk

anak perempuan. Begitu pula pada bagian suami penulispun juga sepakat dengan

amar putusan Majelis Hakim yaitu mendapatkan 1/4 bagian karena disini Pewaris

telah meninggalkan lima orang anak, maka suami berhak mendapatkan 1/4 bagian,

hal ini pun sejalan dengan Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat: 12 yang berbunyi:

24 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. 1, h.7-8.

Page 108: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

92

ب عد من ت ركن ما الربع ف لكم ولد لن كان فإن ولد لن يكن ل إن أزواجكم ت رك ما صف ولكم الثمن ف لهن ولد لكم كان فإن ولد لكم يكن ل إن ت ركتم ما الربع ولن ين أو با يوصي وصية

أو أخ وله امرأة أو كللةا يورث رجل كان وإن ين أو با توصون وصية ب عد من ت ركتم ما أخهما واحد فلكلي من أكث ر كاوا فإن السدس من ل يوصى وصية ب عد من الث لث ركا ف هم ر ين أو با حليم عليم والل الل من وصيةا مضاري غي

Artinya: Dan bagimuanmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang

ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-

istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapatkan seperempat dari harta yang

ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah

dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan

jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai mempunyai anak, maka

para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah

dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika

seseorang meninggal, baik laki-laki (seibu) atau seseorang saudara perempuan

(seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.

Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-

sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau

(dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris).

Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun. (Q.S.An-

Nisa(4):12)25

Dan untuk bagian para Pembanding disini ada sedikit kekeliruan yaitu pada

amar putusan yang dinyatakan oleh Majelis Hakim pada bagian para Pembanding,

apabila kita jumlah hasil bagian dari para pembanding dan Terbanding maka hasil

penjumlahan tersebut lebih besar dari asal masalah, berikut perhitungan menurut

Majelis Hakim Pegadilan Tinggi Agama Jakarta:

25 Syaifuddin Masykuri, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan Empat

Mazhab, (Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), Cet. 1, h. 20.

Page 109: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

93

Ahli Waris Fardh Asal

Masalah

Awal

Asal Masalah

Tashih

Suami 1/4 4 4 (AM) x 7

(Kepala) = 28

28: 4 = 7 = 7/28

Anak Pr. (1) 3/4 28 21: 7 = 4/28

Anak Lk. (2) (‘Ashobah) 4 x 2 = 8/28

Anak Lk. (2) 4 x 2 = 8/28

Anak Pr. (1) 4 = 4/28

Anak. Pr. (1)+ 4 = 4/28+

= 7 Kepala = 35/28

Berikut perhitungan penulis yang sesuai dengan Faraidh:

Ahli Waris Fardh Asal

Masalah

Awal

Asal Masalah

Tashih

Suami 1/4 4 4 (AM) x 7

(Kepala) = 28

28: 4 = 7 = 7/28

Anak Pr. (1) 3/4 28 21: 7 = 3 = 3/28

Anak Lk. (2) (‘Ashobah) 3 x 2 = 6 = 6/28

Anak Lk. (2) 3 x 2 = 6 = 6/28

Anak Pr. (1) 3 = 3/28

Anak. Pr. (1)+ 3 = 3/28+

= 7 Kepala = 28/28

Untuk asal masalah Terbanding (suami) dengan para Pembanding (anak-anak)

pada Tingkat Banding sudah tepat yaitu /28. Namun pada perhitungan yang

Page 110: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

94

seharusnya yaitu harta warisan apabila harus dibagikan kepada ahli warisnya harus

pas dan tidak boleh tersisa. Dan dalam hal ini posisi anak-anak atau para Pembanding

yaitu sebagai ‘ashobah bil ghair karena pada kasus ini terdapat dua anak perempuan

yang seharusnya mndapatkan 2/3 bagian dan yang membuat anak perempuan ini

menjadi ‘ashabah ialah ketika anak laki-laki sekandung seorang atau lebih bersama

dengan anak perempuan sekandung seorang atau lebih.26

Perhitungan menurut hukum waris Islam untuk masing-masing anak

perempuan yaitu mendapatkan 3 bukan 4, karena jika dihitung dari sisa harta yang

telah dibagikan kepada Terbanding/ suami yaitu 21 (sisa harta) : 7 (tujuh kepala) = 3,

sedangkan untuk anak laki-laki hasil pembagian tadi dikalikan 2 yakni 6 bukan 8,

oleh karena itu untuk satu anak laki-laki mendapatkan 6 bagian. Seperti yang telah

penulis singgung sebelumnya bahwa poisi anak-anak dalam perkara gugat waris yaitu

sebagai ‘Ashobah bil Ghair. Cara perhitungan diatas sama seperti cara yang telah

penulis sampaikan sebelumnya pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur

Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT. Agar masing-masing ahli waris tidak mendapatkan

bagian pecahan atau bilangan pecahan, maka kita bisa menggunakan dengan cara

mengalikan asal masalah awal dengan jumlah kepala atau mentashih sehingga

masing-masing pihak mendapatkan bagian bilangan yang bulat.

26Asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsmaini, Tas-hil Al-Faraidh, Penerjemah Abu

Najiyah Muhaimin: Ilmu Waris, (Tegal: Ash-Shaf Media, 2007), Cet. 1, h. 77

Page 111: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

95

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas yang dilakukan

secara rinci, maka penulis dapat menyimpulkan dalam uraian sebagai berikut:

1. Bahwa berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan

Agama dalam putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT dan

pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

pada putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK pada perkara hibah

keduanya sependapat bahwa hibah yang telah diberikan orang tua

kepada anaknya lalu ditarik/dibatalkan kembali diperbolehkan dan

dianggap hibah itu tidak pernah ada, dalam hal ini Majelis Hakim

Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Majelis Hakim Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta keduanya berlandasan pada Pasal 212

Kompilasi Hukum Islam, dimana pasal tersebut dapat dipahami

bahwa hibah yang telah diberikan kepada orang lain tidak dapat

ditarik kembali kecuali penarikan hibah orang tua kepada anaknya,

dan merujuk pada Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan

Ibnu ‘Abbas:

لديث , قال : "لا يل للر جل ان ي عطي عطية , ث عن ابن عمر وابن عباس , ي رف عان ا

ها , كم ها إلا الولد فيما ي عطي ولده, ومثل الذي ي عطي العطية ث ي رجعفي ثل ي رجع في

اد ف ق يئه". )رواه الترمذي(الكلب أكل حت اذا شبع قاء ث ع

Dan padadalil Fiqhiyah dalam Kitab Subulus Salam III, dijelaskan

Page 112: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

96

ن عباس , ي رف عان الديث , قال : "لا يل للر جل ان ي عطي عطية , ث بوا عن ابن عمر

ها إلا ها , كمثل جع ي ر الولد فيما ي عطي ولده, ومثل الذي ي عطي العطية ث ي رجع في في

. رواه الترمذي"الكلب أكل حت اذا شبع قاء ث عاد ف ق يئه

Artinya: “Tidak boleh bagi seorang laki-laki menarik kembali

sesuatu pemberian kepada siapapun kecuali orang tua yang menarik

kembali pemberiannya kepada anaknya”. (Subulus Salam III HR.

Ahmad dan disahkan Hadits itu oleh Tarmizi).

Perbedaan mendasar mengenai hibah yaitu apabila hibah yang

dilakukan antara orang tua dan anaknya diperbolehkan untuk dibatalkan

kembali karena hal ini sesuai dengan Pasal 212 KHI dan Hadits. Apabila

hibah yang dilakukan antara orang lain secara tegas telah dijelaskan

bahwa haram untuk ditarik kembali.

2. Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi

Agama Jakarta dalam menetukan bagian ahli waris berlandasan pada Al-

Qur’an surat An-Nisa ayat 11 dan ayat 12. Dalam hal ini keduanya sudah

tepat dalam menetukan bagian untuk ayah, anak laki-laki dan anak

perempuan. Namun demikian ada sedikit kekeliruan yaitu asal masalah

antara ayah/Penggugat dan anak-anaknya/ para Tergugat berbeda.

Seharusnya asal masalah Penggugat dan para Tergugat disamakan yaitu

/28. Dan mengenai pembagian ahli waris untuk para Tergugat dari

Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur masih kurang tepat

yaitu:

Ahli Waris Fardh Asal Masalah

Suami 1/4 4 7/ 28

Anak Pr (1) 3/4 1/7

Anak Lk (2) (‘Ashabah) 2/7

Page 113: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

97

Anak Lk (2) 2/7

Anak Pr (1) 1/7

Anak Pr (1)+ 1/7+

= 7 Kepala = 15/28

Seharusnya bagian untuk anak perempuan yaitu 3/28 karena

kedudukan para Tergugat disin menjadi ‘ashobah bil ghair oleh karena

itu para Tergugat mendapatkan sisa harta yaitu 21, dan sisa harta tersebut

dibagikan untuk 7 kepala, 21 (sisa harta) : 7 (tujuh kepala) = 3.

Sedangkan untuk anak laki-laki hasil yang telah disebutkan tadi dikalikan

2, karena bagian satu orang anak laki-laki sama dengan dua bagian anak

perempuan. Seperti yang penulis uraikan berikut ini:

Ahli Waris Fardh Asal

Masalah

Awal

Asal

Masalah

Tashih

Ayah 1/4 4 4 (AM) x 7

(Kepala) =

28

28: 4 = 7 = 7/28

Ank Pr. (1) 3/4 28 21: 7 = 3 = 3/28

Ank Lk (2) (‘Ash

obah)

3 x 2 = 6 = 6/28

Ank Lk. (2) 3 x 2 = 6 = 6/28

Ank Pr. (1) 3 = 3/28

AnkPr. (1)+ 3 = 3/28+

= 7 Kepala = 28/28

Page 114: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

98

Pada putusan Tingkat Banding, Majelis Hakim dalam

menentukan bagian ahli waris yaitu:

Ahli Waris Fardh Asal

Masalah

Awal

Asal Masalah

Tashih

Ayah 1/4 4 4 (AM) x 7

(Kepala) = 28

28: 4 = 7 = 7/28

Ank Pr. (1) 3/4 28 21: 7 = 4/28

Ank Lk. (2) (‘Ash

obah)

4 x 2 = 8/28

Ank Lk. (2) 4 x 2 = 8/28

Ank Pr. (1) 4 = 4/28

Ank. Pr. (1)+ 4 = 4/28+

= 7 Kepala = 35/28

Dalam menentukan bagian untuk ahli waris, Majelis Hakim

Tingkat Banding ada sedikit kekeliruan yaitu bagian untuk anak-

anak/para Pembanding. Pada bagian untuk anak perempuan yaitu

mendapatkan 4 bagian sedangkan untuk anak laki-laki mendapatkan 8

bagian, seharusnya jika dihitung sesuai dengan hukum waris Islam anak

perempuan mendapatkan 3 bagian karena para Pembanding

mendapatkan sisa harta yaitu 21, dan sisa harta tersebut dibagikan untuk

7 kepala apabila dihitung 21 (sisa harta) : 7 (tujuh kepala) = 3.

Sedangkan untuk anak laki-laki hasil yang telah disebutkan tadi

dikalikan 2 = 6. Jadi bagian masing-masing anak perempuan

mendapatkan 3 bagian, sedangkan bagian masing-masing anak laki-laki

mendapatkan 6 bagian. Dengan demikian jika kita jumlah hasilnya akan

sesuai dengan angka asal masalah yaitu sebagai berikut:

Page 115: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

99

Ahli Waris Fardh Asal

Masalah

Awal

Asal

Masalah

Tashih

Ayah 1/4 4 4 (AM) x 7

(Kepala) =

28

28: 4 = 7 = 7/28

Ank Pr. (1) 3/4 28 21: 7 = 3 = 3/28

Ank Lk (2) (‘Ash

obah)

3 x 2 = 6 = 6/28

Ank Lk. (2) 3 x 2 = 6 = 6/28

Ank Pr. (1) 3 = 3/28

AnkPr. (1)+ 3 = 3/28+

= 7 Kepala = 28/28

B. Saran-saran

1. Untuk panitera, wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti diharapkan

untuk lebih teliti lagi dalam memeriksa berkas yang masuk, dan berkas yang

akan dilaporkan. Sehingga tidak ada kekeliruan dalam menulis suatu perkara.

2. Untuk Majelis Hakim yang terhomat hendaklah lebih teliti dan

memperhatikan pengaturan tentang kewarisan dalam hukum Islam sehingga

tidak ada lagi kekeliruan atau sedikit kesalahan dan dapat menjadi panutan

bagi semua orang.

Page 116: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

100

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Al-Allamah bin Muhammad bin Khaldun, Mukkadimah Ibnu Khaldun.

Penerjemah Masturi Irham, Cet.1, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.

Abta, Asyari, Djuanidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidl, Surabaya, Pustaka

Hikmah Perdana, 2005.

Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahihu Fiqhisunnati Waadilatuhuwa

Taudhiuhu Madzaahibil Aimati. Penerjemah Ade Ichwan Ali. Tuntunan

Praktis Hukum Waris Islam, Jakarta: Cet. 1, Pustaka Ibnu Umar, 2010.

Al-‘Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih, Fiqhul Maratul Muslimatu.

Penerjemah Faisal Saleh, Yusuf Hamdani: Shahih Fiqh Wanita Menurut Al-

Qur’an dan As-Sunnah. Cet.1, Jakarta: Akbarmedia, 2009.

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Al-Utsaimin, dan Syaikh Muhammad bin Shalih, Asy-Syarul Mumti Kitabul Waqf

Wal Hibah Wal Washiyyah. Penerjemah Abu Hudzaifah. Panduan Wakaf,

Hibah dan Wasiat Menurut al- Qur’an dan as-Sunnah. Jakarta: Pustaka Imam

Asy-Syafi’I, 2008.

Al-Utsamain, Muhammad bin Shalih, Tas-hiilul Faraa-idh: Panduan Praktis Hukum

Waris Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah yang Shahih, Cet. 7, Jakarta:

Pustaka Ibnu Katsir, 2015.

Amir, Muhammad bin Ismail, Subulussalam, Juz 3, Kairo: Dar Al-Hadits, 1186 H.

Anshory, Abdul Ghofur, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia,

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011.

Ashabuniy, Muhammad Ali, Al-Mawarits Fisy-Syar’iyatil Islamiyah ‘Ala Dhauil

Kitab Was Sunnah. Penerjemah Sarmin Syukur: Hukum Waris Islam, Cet.1,

Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.

Ash-Shabuniy, Muhammad Ali, Pembagian Waris Menurut Islam, Jakarta: Gema

Insani, 1995.

Bafadhal, Faizah “Jurnal Ilmu Hukum Analisis Tentang Hibah dan Korelasinya

Dengan Kewarisan dan Pembatalan Hibah Menurut Peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia, 2011, h. 18. Artikel diakses pada tanggal 15 Juli2019

Page 117: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

101

dari https://media.neliti.com/media/publications/43291-ID-analisis-tentang-

hibah-dan-korelasinya-dengan-kewarisan-dan-pembatalan-hibah-men.pdf.

Cahyani, Tinuk Dwi, Hukum Waris Dalam Islam Malang: Universitas

Muhammadiyah Malang, 2018.

Djaelani, Abdul Qadir, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995.

Djalil, A Basiq, Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006.

Firmansyah, Mohammad Apip. “Hak Suami Sebagai Ahli Waris Dalam Kompilasi

Hukum Islam. (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Pengadilan Agama

Kota Cirebon Nomor 753/Pdt.G/2011/PA.Cn”Skripsi S1 Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Fitra, Muh dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian Penelitian Kualitatif, Tindakan

Kelas dan Studi Kasus, Sukabumi: Jejak, 2017.

Harun, Fiqh Muamalah Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017.

Hasan, Al-Fara’id, Cet. 13, Surabaya: Pustaka Progressif, 1992.

Hasbiyallah, Fikih, Cet. 1, Bandung: Grafindo Media Pratama, 2008.

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:

Bayumedia Publishing, 2006.

Inpres No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

Jajuli, M. Sulaeman, Fiqh Madhzhab ‘Ala Indonesia, Cet. 1, Yogyakarta: CV Budi

Utama, 2015.

Jenggis, Akhmad, 10 Isu Global di Dunia Islam, Yogyakarta: NFP Publishing 2012.

Kadir, A, Memahami Ilmu Faraidh, Jakarta: Amzah, 2016.

Khalifah, Muhammad Thaha Abul Ela, Hukum Waris Pembagian Warisan

Berdasarkan Syariat Islam, Cet. 1, Solo: Tiga Serangkai, 2007.

KomiteFakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Ahkamul-Mawarits Fil-Fiqhil-

Islami, Penerjemah Addys Aldisar, dan Fathurrahman: Hukum Waris, Cet. 1,

Jakarta Senayan Abadi Publshing, 2004.

Page 118: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

102

Kuzari, Achmad, Sistem ‘Asabah Dasar Pemindahan Hak Milik atas Harta

Tinggalan, Cet. 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Latupono, Barzah, dkk, Buku Ajar Hukum Islam, Yogyakarta: CV Budi Utama, 2017.

Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta: Kencana,

2006.

Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,

2008.

Mardani, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Cet. 9, Jakarta: Rajawali Press,

2015.

Masykuri, Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan, Cet.1, Kediri: Santri

Salaf Press, 2016.

Muhammad, Asy-Syaikh bin Shaleh Al-Utsmaini, Tas-hil Al-Faraidh, Penerjemah

Abu Najiyah Muhaimin: IlmuWaris, Cet. 1, Tegal: Ash-Shaf Media, 2007.

Muhibbin, Moh. dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan

Hukum Positif di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Muhyidin, Muhammad dan Abdul Hamid, Panduan Waris Empat Mazhab, Jakarta:

Al-Kautsar, 2009.

Mu’mmal Hamidy, dkk, Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum, Surabaya: PT Bina

Ilmu, 2001.

Muthiah, Aulia, dan Novy Sri Pratiwi Hardani, Hukum Waris Islam, Yogyakarta:

Medpres Digital, 2015.

Naja, H.R. Daeng, Contract Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis,

Cet. 1, T.t: Citra Adtya Bakti, 2006.

Nasution, Amin Husein, Hukum Kewarisan, Jakarta: Rajawali Press, 2012.

Nugraheni, Destri Budi dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 2014.

Putusan Nomor 2394/Pdt.G/2011/PA.JT.

Putusan Nomor 145/Pdt.G/2012/PTA.JK.

Page 119: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

103

Rafiq Ahmad, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Depok: Rajawali Press, 2017.

Ramulyo, M. Idris, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1992.

Rofiq, Ahmad, Fiqih Mawaris Jakarta: PT Raja Grafido, 1995.

RPH Whimbo Pitoyo, Strategi Jitu menangani Perkara Perdata dalam Praktik

Peradilan, Cet. 1, Jakarta: Visimedia, 2012.

Salman, Otje dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, Bandung: Refika Aditama,

2002.

Satori, Djaman dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:

Alfabeta, 2013.

Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. 1, Jakarta: Transmedia

Pustaka, 2007.

Summa, Muhammad Amin, Keadilan Hukum Waris Islam, (Jakarta: Rajawali Press,

2013), Cet. 1, h. 24-28.

Suparman, Eman, Hukum Waris Indosesia (Bandung: PT Refika Aditama 2005.

Suryati, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: ANDI, 2017.

Syarif, Ade Apriani, Tinjauan Terhadap Penarikan Hibah dari Orang Tua Terhadap

Anak. (Studi Putusan Pengadilan Agama Pinrang Nomor

432/Pdt.G/2012/PA.Prg) Skripsi S1, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Makassar. 2017.

Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta, Kencana, 2004.

Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2003.

.

Thalib, Sayuti, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia Cet. 9, Jakarta: Sinar Grafika,

2016.

Tim El-Madani, Tata Cara Pembagian dan Pengaturan Wakaf, Cet. 1, Yogyakarta:

Medpress Digital, 2014.

Page 120: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51776...wasiat juga diatur oleh hukum Islam. 2 Dalam Undang-undang No 7 tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) dan Pasal

104

Tim Redaksi BIP, Tiga Kitab Undang-Undang KUHPERdata, KUHP, KUHAP,

Beserta Penjelasannya, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2017.

Yulianto, Nur Achmad Budi dkk, Metodologi Penelitian Bisnis, T.t, Polinema Press,

2018.

Z, Zurinal dan Aminudiin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Zed, Mestika Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2008.