©ukdwsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang...

34
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanyaan Aceh Tenggara yang sering disebut dengan Tanah Alas 1 adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Aceh, daerah cagar alam nasional terbesar di Aceh. Pada dasarnya wilayah Kabupaten Aceh Tenggara kaya akan potensi alam, salah satu di antaranya adalah Sungai Alas. Secara umum ditinjau dari potensi pengembangan ekonomi, wilayah ini termasuk zona pertanian. Potensi ekonomi daerah berhawa sejuk ini adalah pertanian kopi dan hasil hutan. 2 Kabupaten Aceh Tenggara merupakan bagian dari Provinsi Aceh dengan luasan wilayah seluas 4.165,63 km2. 3 Kabupaten Aceh Tenggara terdiri dari 16 Kecamatan dan 386 Desa serta 51 mukim. 4 Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara memiliki dua karakteristik kawasan yaitu kawasan dataran dan kawasan pegunungan. Dua karakteristik tersebut mengindikasikan adanya dua kegiatan budidaya utama yaitu wilayah dataran yang memberikan peluang sebagai sentra pengembangan komoditi tanaman pangan berupa padi, palawija, tanaman hortikultura seperti buah- buahan, sayuran dan juga berpeluang dikembangkan untuk sektor peternakan dan perikanan. Wilayah pedalaman yang memiliki daerah perbukitan diprioritaskan pengembangannya sebagai kawasan perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Daerah Kabupaten Aceh Tenggara terletak diketinggian ±200-2000 meter diatas 1 Dalam tulisan ini penulis memakai kedua kata tersebut dalam berbagai penjelasan. 2 BPS Provinsi Aceh, Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh September 2012, 2013, dalam http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=persentasi%20kemiskinan%20di%20indonesia- %20aceh%20tenggara&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CDwQFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.b ps.go.id%2Fbrs_file%2Fkemiskinan_02jan13.pdf&ei=- np3Uc_xEMf7rAepsIAw&usg=AFQjCNF7rV767nJlgMtdkgziDOUuqZD8xg&bvm=bv.45580626,d.bmk , diakses tanggal 20 Mei 2012. 3 Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Aceh Tenggara 2011, h.28. 4 Hasanuddin, Aceh, 2011, dalam, http://aceh.bps.go.id/?r=data/dinamis&id=2&id2=13, diakses tanggal 20 Mei 2012. ©UKDW

Upload: ngothu

Post on 01-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pertanyaan

Aceh Tenggara yang sering disebut dengan Tanah Alas1 adalah salah satu

Kabupaten di Propinsi Aceh, daerah cagar alam nasional terbesar di Aceh. Pada

dasarnya wilayah Kabupaten Aceh Tenggara kaya akan potensi alam, salah satu di

antaranya adalah Sungai Alas. Secara umum ditinjau dari potensi pengembangan

ekonomi, wilayah ini termasuk zona pertanian. Potensi ekonomi daerah berhawa sejuk

ini adalah pertanian kopi dan hasil hutan.2 Kabupaten Aceh Tenggara merupakan bagian

dari Provinsi Aceh dengan luasan wilayah seluas 4.165,63 km2.3 Kabupaten Aceh

Tenggara terdiri dari 16 Kecamatan dan 386 Desa serta 51 mukim.4 Wilayah Kabupaten

Aceh Tenggara memiliki dua karakteristik kawasan yaitu kawasan dataran dan kawasan

pegunungan. Dua karakteristik tersebut mengindikasikan adanya dua kegiatan budidaya

utama yaitu wilayah dataran yang memberikan peluang sebagai sentra pengembangan

komoditi tanaman pangan berupa padi, palawija, tanaman hortikultura seperti buah-

buahan, sayuran dan juga berpeluang dikembangkan untuk sektor peternakan dan

perikanan. Wilayah pedalaman yang memiliki daerah perbukitan diprioritaskan

pengembangannya sebagai kawasan perkebunan rakyat maupun perkebunan besar.

Daerah Kabupaten Aceh Tenggara terletak diketinggian ±200-2000 meter diatas

1 Dalam tulisan ini penulis memakai kedua kata tersebut dalam berbagai penjelasan.

2 BPS Provinsi Aceh, Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh September 2012, 2013, dalam

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=persentasi%20kemiskinan%20di%20indonesia-

%20aceh%20tenggara&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CDwQFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.b

ps.go.id%2Fbrs_file%2Fkemiskinan_02jan13.pdf&ei=-

np3Uc_xEMf7rAepsIAw&usg=AFQjCNF7rV767nJlgMtdkgziDOUuqZD8xg&bvm=bv.45580626,d.bmk

, diakses tanggal 20 Mei 2012. 3 Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Aceh Tenggara 2011, h.28.

4 Hasanuddin, Aceh, 2011, dalam, http://aceh.bps.go.id/?r=data/dinamis&id=2&id2=13, diakses tanggal

20 Mei 2012.

©UKDW

Page 2: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

2

permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian

kawasannya merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).5

Kedatangan suku Batak ke Tanah Alas dimulai dengan adanya pembukaan jalan

dari Dairi-Sidikalang pada tahun 1909-1914. Pembukaan jalan tersebut menjadi sumber

informasi bagi orang Batak Toba yang ada di Sumatera Utara untuk mengadu nasib di

Tanah Alas.6 Dengan mengikuti sistem pertanian tradisional di Tanah Alas, suku Batak

Toba juga mengikuti sistem yang sama. Suku Batak Toba mulai memiliki tanah dengan

cara membeli dari suku Alas dan Gayo dengan harga yang masih relatif murah pada

waktu itu. Dengan status sosial para suku pendatang yang sudah mulai berkembang,

mereka mendirikan perkampungan-perkampungan yang baru. Perkampungan-

perkampungan yang dirintis adalah tanah masyarakat lokal. Suku Batak Toba mulai

merintis perkampungan-perkampungan di daerah pinggiran Lawe Sigalagala dan pada

akhirnya tinggal menetap sebagai warga masyarakat Tanah Alas. Suku Batak Toba

sebagian besar sebagai petani dan pada perkembangan selanjutnya ada yang menjadi

pedagang.

Pada tahun 1909 Pdt. Justin Sihombing dikirim ke Tanah Alas, di mana telah

ada orang-orang Batak Toba yang pindah ke sana dan membuka sawah-sawah di

Bungamelur, Rantodiar, Rungkahau, Lawe Ponggas, Lawe Petanduk dan Lawe

Sigalagala. Pada tahun 1934, ditempatkan seorang pendeta di Kutacane yakni Pdt. Boas

Simatupang diikuti dengan berdirinya 3 Resort yakni Resort Kutacane, Resort Lawe

Sigalagala dan Resort Lawe Diski.7 Kemudian pada tanggal 1 April 1934 didirikan

Resort HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) Lawe Sigalagala di areal seluas 1,5 Ha.8

HKBP Lawe Sigalagala sebagai gereja tertua dan gereja yang memiliki jumlah jemaat

5 Buku Putih Sanitasi (BPS)Kabupaten Aceh Tenggara 2011, h.29.

6 Justin Sihombing, Seratus Tahun Kekristenan Dalam Sejarah Rakyat Batak, (Jakarta: Panitia Distrik IX

Perayaan Jubileum 100 Tahun HKBP, 1961), h.55. 7 Ibid, h.56.

8 HKBP, Almanak HKBP 2013, (Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2012), h.516.

©UKDW

Page 3: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

3

paling banyak dibandingkan dengan gereja-gereja yang terdapat di Aceh Tenggara.

Masyarakat yang tinggal di sekitar HKBP Lawe Sigalagala adalah suku Alas, Gayo

yang beragama Islam. Pada kurun waktu 1942-1945, akibat kekejaman Jepang yang

memberlakukan romusha (kerja paksa), banyak orang Batak Toba melarikan diri ke

Sidikalang dan Medan, walaupun anak dan istri mereka masih tinggal di Tanah Alas.9

Rheinische Mission Gesellschaft (RMG) dan HKBP telah menghadapi masa sulit atau

penderitaan secara terpisah akibat Perang Dunia Kedua. Pendudukan rezim Hitler ke

negeri Belanda berakibat fatal bagi penginjil RMG dan HKBP. HKBP mengalami

pengambilalihan seluruh aset sending dan gereja oleh Belanda, kemudian Jepang dan

akhirnya pemerintah Indonesia.10

Setelah itu perkembangan selanjutnya suku Batak

Toba mengalami perkembangan yang pesat, suku Batak Toba sudah memiliki rumah,

lahan persawahan sendiri. Dengan perkembangan ekonomi tersebut ternyata bagi orang-

orang Batak Toba di luar Aceh Tenggara menjadi satu daya tarik untuk merantau ke

tanah yang subur tersebut. Seiiring dengan perkembangan tersebut di mana ada

perkampungan Batak, di sana pula akan ditemukan gereja. Dapat dibandingkan dengan

jumlah gereja HKBP yang tergabung dalam Distrik XII Tanah Alas sebanyak 44

gereja.11

HKBP Lawe Sigalagala yang dibangun berhadapan dengan Masjid Shabah

Radhiyallahu Anhu menunjukkan bahwa HKBP Lawe Sigalagala diperhadapkan dengan

konteks masyarakat Muslim Alas dan Gayo. Artinya, konteks keberagaman agama

adalah satu konteks yang harus disadari HKBP Lawe Sigalagala. Daerah yang memiliki

sumber-sumber kekayaan alam yang luar biasa, namun mayoritas mereka (Suku Alas

9 Elvis F. Purba, Sejarah Kedatangan Orang Batak Toba ke Tanah Alas, 1998, dalam,

http://kutacaneku.blogspot.com/2009/11/sejarah-kedatangan-orang-batak-toba-ke.html, diakses tanggal 8

Mei 2012. 10

Jubil Raplan Hutauruk, Lahir, Berakar dan Bertumbuh di Dalam Kristus: Sejarah 150 Tahun HKBP 7

Oktober 1981-7 Oktober 2011, (Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2011), h.177. Bnd. Notulen

Sinode Godang HKBP, 24-25 Nopember 1948 di Seminarium Sipoholon, (Pearaja-Tarutung: Kantor

Pusat HKBP), h.6. 11

HKBP, Almanak HKBP 2013, (Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2012), h.372-374.

©UKDW

Page 4: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

4

dan Gayo) adalah penduduk miskin dan tertinggal. Hasil pengamatan penulis

menunjukkan bahwa masih banyak keluarga yang tinggal di sekitar HKBP Lawe

Sigalagala tidak mengecap pendidikan, rumah yang sangat sederhana, tidak memiliki

pekerjaan tetap. Berhadapan dengan situasi ini, stigma-stigma bahwa masyarakat Alas/

Gayo tersebut adalah orang yang bodoh, miskin, pencuri dan ungkapan lainnya sering

menjadi cap yang diberikan warga gereja kepada penduduk Muslim Alas/ Gayo yang

ada di Lawe Sigalagala. Gereja cenderung menarik diri dari kehidupan bersama

masyarakat, sehingga kehadiran gereja hanya berguna untuk warga gereja sendiri.

Selama ini penulis melihat HKBP Lawe Sigalagala belum bertindak untuk merespon

konteks yang dimaksudkan di atas.

Berhadapan dengan situasi yang demikian, penulis termotivasi untuk meneliti

apa yang membuat gereja bisa menjadi sedemikian terpisah dari kehidupan

masyarakatnya?. Lalu bagaimana gereja memaknai arti kehadirannya di tengah-tengah

pergumulan konteks lokal, seperti konteks kemiskinan dan konteks pluralitas agama?.

Bahwa gereja adalah milik Kristus dan Kristus-lah sebagai kepala gereja, mestinya

menjadi sebuah dasar bahwa kehidupan bergereja adalah kehidupan yang mewujudkan

Kerajaan Allah. Dengan demikian di mana pun gereja hadir, gereja mestinya

menunjukkan kepedulian kepada konteks di mana gereja itu bertumbuh dan

berkembang. Gereja menjadi satu persekutuan yang membebaskan bagi setiap konteks

yang dihadapi. HKBP Lawe Sigalagala dalam Tri-Tugas panggilan gereja (bersaksi,

bersekutu dan melayani) diingatkan kembali pada apa yang termuat dalam Pengakuan

Iman HKBP Tahun 1951, 1996 (Konfessi). Konfessi HKBP yang ditetapkan oleh

Sinode Agung HKBP pada 17-22 Nopember 1996 adalah rumusan yang kedua setelah

Konfessi Pertama yang dilakukan pada 28-30 Nopember 1951 di Seminarium

Sipoholon. Dalam pelaksanaan di jemaat yang dipakai adalah rumusan yang kedua yang

©UKDW

Page 5: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

5

ditetapkan tahun 1996.12

Pada Pasal 7 tentang “Gereja”, pada bagian E. Tanda dari

gereja yang benar adalah:

Tanda dari gereja yang benar adalah:

a. Kalau kabar baik dikhotbahkan dan diajarkan dengan murni.

b. Kalau sakramen (Baptisan Kudus dan Perjauan Kudus) yang dua itu dilayankan dengan

benar (Mat.28:19, Mark.16:15-16).

c. Kalau Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja dijalankan dengan benar. 13

Tanda-tanda gereja yang benar yang dicantumkan dalam Konfessi HKBP pasal

7 dituliskan dalam konteks penginjilan. Peraturan jemaat itu bertujuan

“mengkristenkan” tatanan kehidupan orang Batak. Pandangan para sending Jerman

memberlakukan sejumlah tindakan dan peraturan gerejawi yang bagi orang-orang Batak

Kristen membatalkan berbagai kaidah serta nilai budaya dari tata kehidupan orang

Batak.14

Maka Konfessi tersebut harusnya dibaca ulang dan dirumuskan dengan

mempertimbangkan konteks kemiskinan dan pluralisme agama. Berangakat dari point

tentang gereja yang benar dalam Konfessi HKBP 1996, pemahaman tersebut persis

sama dengan apa yang sudah diutarakan pada Pengakuan Iman HKBP 1951. Jubil R.

Hutauruk mengatakan proses pemikiran dan praksis para pembentuk Tata Gereja sejak

1866 hingga saat ini memunculkan pengertian eklesiologi yang kontekstual dan

universal.15

Penulis berpendapat bahwa pemahaman tentang eklesiologi dalam Konfessi

HKBP harusnya dirumuskan kembali dengan mempertimbangkan konteks di mana

HKBP itu hadir (konteks kemiskinan dan pluralisme agama).

Berangkat dari permasalahan yang sudah diungkapkan di atas maka penulis

mencoba menelusuri pemahaman eklesiologi seperti apakah yang dihidupi dan dijiwai

oleh HKBP Lawe Sigalagala saat ini, untuk mengetahui gereja seperti apakah yang

12

HKBP, Panindangian Haporseaon HKBP Tahun 1951 & 1996, (Pearaja-Tarutung: Kantor Pusat

HKBP, 2009), h.7. 13

Ibid, h.136. 14

J.R. Hutauruk, Kemandirian Gereja: Penelitian Historis tentang Gerakan Kemandirian Gereja di

Sumatera Utara dalam kancah Pergolakan Kolonialisme dan Gerakan Kebangsaan di Indonesia, 1899-

1942, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), h.52. 15

Jubil R. Hutauruk, Menata Rumah Allah, (Pearaja-Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2008), h.33

©UKDW

Page 6: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

6

mereka hayati sebagai Tubuh Kristus Sang Kepala dan Pemilik gereja.16

Sangat

mungkin bahwa pemahaman eklesiologi saat ini yang menjiwai warga gereja adalah

pemahaman yang belum mempertimbangkan konteks kemiskinan dan pluralisme agama

di Lawe Sigalagala. Oleh karena itu dapat menawarkan sebuah konsep eklesiologi yang

ideal yang akan menolong HKBP Lawe Sigalagala dapat hidup bersama dengan

masyarakat Muslim Alas dan Gayo dan sekaligus dapat menolong memperbaiki taraf

ekonomi dan ketertinggalan masyarakatnya dalam berbagai bidang kehidupan. HKBP

Lawe Sigalagala akan bergerak pada pelayanan yang membebaskan dari berbagai

keterpurukan yang dialami. Dalam konteks kemiskinan dan pluralisme agama HKBP

Lawe Sigalagala bertumbuh dan berkembang pada arah yang membebaskan. Dalam

rangka mewujudnyatakan Kerajaan Allah di dunia ini, HKBP Lawe Sigalagala sebagai

tempat persekutuan orang kristen Batak khususnya terpanggil menjawab realitas

kemiskian dan pluralisme agama.

1.2. Rumusan Pertanyaan

1. Bagaimana pandangan HKBP Lawe Sigalagala terhadap masyarakat Islam

Alas/ Gayo yang miskin?

2. Mengapa HKBP Lawe Sigalagala terpisah dari masyarakat miskin (Masyarakat

Alas/ Gayo?

3. Eklesiologi manakah yang seharusnya ditawarkan kepada HKBP Lawe

Sigalagala?

16

Pada Konfessi HKBP 1996 Pasal 7. poin D, dikatakan bahwa gereja di dunia ini esa adanya, itulah

Tubuh Kristus. Karena itu hanya Kristuslah dasar keesaan (keesaan yang dimaksud adalah keesaan

kerohanian).

©UKDW

Page 7: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

7

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membangun Eklesiologi yang kontekstual dan

dapat dijadikan sebagai dasar untuk mendukung hidup bersama HKBP Lawe Sigalagala

dengan komunitas masyarakat Muslim Alas dan Gayo di Aceh Tenggara. Penulis

berharap tulisan ini menawarkan satu konsep eklesiologi yang kontekstual, konsep

eklesiologi yang dapat menolong HKBP Lawe Sigalagala melakukan pelayanan dalam

konteks kemiskinan dan pluralisme agama.

1.4. Landasan Teori

Michael Amaladoss adalah seorang Jesuit dari Tamil Nadu-India Selatan. Dia

seorang teolog yang menggumuli inkulturasi, dialog interreligius, spiritualitas dan

kristologi. Saat ini dia menjabat sebagai Professor di Vidyajyoti College of Theology di

Delhi dan Direktur Institute for Dialogue with Cultures and Religions di Chennai, India.

Teologi-teologi pembebasan Asia yang diuraikan oleh Amaladoss memiliki ciri khas

tersendiri, teologi pembebasan Asia lebih memperhatikan dua konteks yaitu kemiskinan

Asia dan pluralisme keagamaan serta dampaknya terhadap perjuangan pembebasan.17

Dalam kedua konteks inilah Amaladoss merumuskan teologi pembebasan Asia. Dalam

rangka merumuskan pemahaman teologinya, Amaladoss mempelajari refleksi dari para

teolog-teolog Asia dari berbagai agama yang melibatkan diri dalam teologi pembebasan

Asia. Konsep Teologi pembebasan Asia sebenarnya tidak lahir atau dirumuskan oleh

salah seorang teolog Asia. Hal itu lahir dari pergumulan orang Asia dalam menghadapi

realitas kehidupannya. Walaupun begitu, konsep teologi Amaladoss sangat memperkaya

pemahaman kita terhadap teologi pembebasan Asia.

17

Michael Amaladoss, Life In Freedom – Liberation Theologies From Asia, (Maryknoll: Orbis Book,

1997), h. I.

©UKDW

Page 8: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

8

Bagi Amaladoss, pembebasan Asia adalah pembebasan yang menyeluruh.

Permasalahan dan pergumulan yang dialami Asia dalam kedua konteks tadi saling

terkait satu sama lain. Maka perlu suatu analisis sosial dengan mengkaji konteks Asia

dalam konteks ekonomi, politik, hak azasi manusia, kebudayaan dan agama. Dalam

konteks itulah teologi pembebasan Asia lahir. Dalam melakukan analasis ini Amaladoss

merujuk pada kenyataan real yang dialami Asia seperti perjuangan Minjung di Korea,

perjuangan rakyat Filipina, perjuangan kaum Dalit di India, perjuangan perempuan Asia

dan perjuangan terhadap keselarasan alam, yang di dalamnya agama-agama di Asia

mengambil peran masing-masing.

Asia bukan saja beragama tetapi beragam agama. Oleh sebab itu teologi

pembebasan Asia adalah proyek lintas agama. Situasi di mana terjadi dialog dengan

penganut agama lain, di sana bukan saja seseorang memberi tahu tentang pandangan

agama masing-masing, namun bisa terjadi saling mempengaruhi atau menerima

tantangan dari penganut agama lain. Dalam situasi seperti itulah seseorang dapat

merefleksikan dan menafsirkan tradisinya dengan perspektif baru yang berujung pada

proses mengembangkan tradisi itu dalam kerangka yang lebih baru lagi dengan secara

kreatif memadukan unsur-unsur tradisi lain. Hal ini juga merupakan sebuah

pembebasan: pembebasan iman dan teologi dari segala hambatan oleh lembaga-lembaga

keagamaan.18

Penulis melihat sikap Amaladoss ini sebagai suatu motivasi bagi banyak

orang bahwa berteologi pembebasan lintas agama akan melahirkan suatu sudut pandang

baru. Masyarakat secara bersama-sama menggumuli dan memperjuangkan pembebasan

itu sendiri. Tanpa itu kita tidak bisa melakukan perjuangan karena akan sangat dibatasi

oleh tradisi-tradisi yang terkotak-kotak dan tidak saling menerima. Perjuangan bersama

seluruh agama Asia akan membawa Asia pada pembebasan yang menyeluruh.

18

Ibid, h. 205.

©UKDW

Page 9: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

9

Konteks pebebasan yang dimaksudkan oleh Amaladoss dapat dilihat dalam

konteks apakah dia berbicara. Titik tolak pembebasan Asia adalah pengalaman real

masyarakat Asia yang mengalami penderitaan, kemiskinan, penindasan, diskriminasi

terhadap kaum perempuan, dan eksploitasi terhadap alam. Sebelum berhasil melakukan

refleksi tantangan-tantangan dari pengalaman real tersebut, perlu memahami fenomena-

fenomena, terutama sebab akibat yang ada di dalam struktur-struktur masyarakat.

Beberapa analisis tradisional memusatkan perhatian kepada konteks sosial, ekonomi

dan politik. Namun orang-orang Asia telah menandaskan bahwa Asia tidak bisa terlepas

dari konteks keragaman agamanya. Kemudian ada yang sudah mulai masuk pada

konteks transformasi budaya. Menurut Amaladoss, untuk dapat melakukan pembebasan

secara menyeluruh maka perlu mengkaji kenyataan real, yang melaluinya kita mengenal

pergumulan Asia dan dapat berjuang melakukan pembebasan.19

Untuk dapat menuju

hidup yang bebas merdeka, maka perlu melakukan analisis masyarakat terhadap konteks

Asia yang meliputi konteks sebagai berikut:

1.4.1. Konteks Ekonomi

Konteks ekonomi menyangkut produksi dan pendistribusian barang-barang yang

mengakibatkan tereksploitasinya bumi dan kekayaannya. Kemajuan teknologi telah

membantu proses produksi demi memenuhi kebutuhan masyarakat Asia. Namun ketika

hasil produksi didistribusikan dengan sistem kapitalisme maka terjadi penumpukan

keuntungan untuk beberapa pihak dan kemiskinan bagi pihak lain. Struktur-strukrut

ekonomi lebih fokus pada pencarian keuntungan pribadi daripada mengutamakan

kesejahteraan umum. Struktur-struktur ekonomi rupanya memperoleh otonomi sendiri,

yang dikendalikan oleh dewan-dewan yang tak berwajah, yang bertanggungjawab

19

Ibid, h. 204.

©UKDW

Page 10: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

10

kepada diri sendiri dan pasar, bukan kepada masyarakat banyak. Jangkauan kapitalisme

secara mendunia dan tak tertandingi serta spekulasi keuangan.20

Ketidakadilan sangat dekat dengan kemiskinan karena kemiskinan merupakan

efek langsung dari ketidakdilan di mana terjadi penguasaan aset oleh sekelompok orang.

Banyak orang Asia yang menjadi miskin oleh sistem ekonomi. Beberapa orang

menguasai sarana-sarana produksi dan menggunakannya untuk memperbesar

keuntungan pribadi, tetapi menjadikan orang lain semakin miskin. Para politisi pun

cenderung berminat dan tertarik kepada perlindungan proses ekonomi daripada

memperjuangkan kesejahteraan umum. Dengan demikian orang-orang miskin tidak

memiliki kesempatan untuk membela kepentingannya bahkan tidak diikutkan dalam

pengambilan keputusan-keputusan yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka.

Konteks Asia yang sarat dengan ketidakadilan, penindasan dan kemiskinan yang

dialami oleh para rezim telah membuat banyak masyarakat Asia mengalami

penderitaan. Dapat dilihat Minjung di Korea yang sangat menderita dan tertekan akibat

rezim Jepang, bahkan penindasan dari pemerintah mereka sendiri. Demikian juga di

Filipina terdapat kesenjangan yang besar antara orang kaya dan orang miskin.

Kemiskininan di Filipina terdiri dari berbagai ragam. (1) Orang-orang miskin yang

bekerja di perkebunan-perkebunan besar yang hasilnya diekspor. (2) Anggota-anggota

suku yang digusur dari tanah leluhurnya yang turut mempengaruhi kebudayaan, cara

hidup yang berbasis tanah. (3) Orang-orang miskin yang mencari nafkah di kota-kota.

(4) Eksploitasi tenaga kerja anak, penindasan kaum perempuan, turisme seks.21

Konteks

seperti ini telah mewarnai banyak negeri di Asia sehingga membutuhkan pemulihan

melalui pembebasan.

20

Ibid, h. 206. 21

Ibid, h. 17-18.

©UKDW

Page 11: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

11

1.4.2. Konteks Politik

Konteks politik menyangkut relasi-relasi dalam penguasaan sumber daya yang

ada di Asia. Para pemilik modal menjadi tokoh politik yang dapat memakai uangnya

untuk melaksanakan segala kepentingannya tanpa perduli terhadap eksploitasi alam dan

manusia. Kesejahteraan umum ternyata bisa terlupakan hanya karena percaturan para elit

politik dalam memperebutkan sumber-sumber yang dapat dikuasai.22

Politik bersangkut

paut dengan hubungan-hubungan kekuasaan, siapa yang mengendalikan sarana-sarana

produksi dan pasar-pasar?, siapa yang berkuasa dalam masyarakat dari sudut struktur

sosial?, politik diungkapkan dalam aparat negara. Bahkan dalam masyarakat-masyarakat

demokratis, hubungan-hubungan kekuasaan bersifat kompleks. Biasanya orang yang

memiliki uang juga memiliki kendali politis, meskipun kerap kali dilakukan secara tak

langsung melalui politik profesional. Kelompok-kelompok yang berkuasa dapat

mengeksploitasi rakyat dengan berbagai cara yang kurang lebih terbuka. Kesejahteraan

umum boleh jadi tersisih dalam percaturan komplek kepentingan-kepentingan

kelompok.23

Dalam situasi percaturan politik Asia, Hukum positif (hukum negara) sering

dipolitisir para elit politik demi mencari keuntungan pribadi sementara banyak orang

menjadi korban. Seharusnya hukum menjadi sumber kekuatan yang mensejahterahkan

banyak orang. Untuk mewujudkan cita-cita tentang keadilan dalam masyarakat maka

hukum harus dibuat untuk kepentingan semua pihak sebagaimana dijelaskan oleh Frans

Magnis Suseno:

“Hukum yang dibuat tidak boleh hanya bersifat praktis, efisien dan efektif melainkan harus

bermaksud untuk mewujudkan suatu tatanan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai adil

dan sesuai dengan penghayatan mereka tentang martabat mereka sebagai manusia. Untuk

menemukan perasaan masyarakat itu semua unsur-unsur yang relevan bagi perasaan

masyarakat dalam hubungan dengan tata tertib hukum harus diperhatikan seperti nilai-nilai,

norma-norma kehidupan, pola dan struktur-struktur hidup bermasyarakat, peranan-peranan

sosial, situasi dan keadaan, hubungan-hubungan sosial, lembaga-lembaga dengan fungsi

22

Ibid, h. 206. 23

Ibid

©UKDW

Page 12: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

12

dan kedudukan masing-masing. Dalam unsur-unsur ini kelihatan apa yang dinilai adil,

wajar, dan pantas oleh masyarakat. Semakin unsur-unsur ini diperhatikan dalam pembuatan

hukum, semakin terjadi keadilan sesuai dengan martabat manusia.”24

Selanjutnya dapat dilihat bahwa dalam pembentukan sebuah hukum harus

memperhatikan tiga nilai dasar hukum: yaitu kesamaan, kebebasan dan solidaritas.

Hukum menjamin kedudukan yang sama bagi semua anggota masyarakat. Inti

kesamaan ialah bahwa setiap orang diperlakukan bedasarkan kriteria objektif yang

berlaku bagi semua pihak bukan berdasarkan siapa yang paling mampu dan kuat

melaksanakannya. Kesamaan dalam hukum ini akan membawa pada suatu keadilan di

mana setiap manusia diperlakukan secara merata sesuai dengan hak dan kewajibannya.

Secara hakiki hukum juga harus melindungi kebebasan para anggota masyarakat

sehingga hak setiap orang untuk mengurus diri terlepas dari segala paksaan. Bukan

berarti bahwa setiap orang bebas melakukan seturut kemauan sendiri, tetapi justru

kebebasan yang diambil harus mempertimbangkan dan memperhatikan relasi dengan

orang lain. Dengan demikian hukum akan menjadi institusi solidaritas. Pertimbangan

pembuatan hukum harus merealisasikan ketiga nilai tersebut secara optimal.25

Namun dalam kenyataan real Asia, hukum adalah milik orang-orang kaya sebab

hukum dapat dibeli dengan kekayaannya. Situasi ini semakin membuka jurang yang

lebar antara penguasa dengan rakyat. Penguasa dapat menikmati hidup yang sejahtera

sementara rakyat banyak menderita. dalam konteks ini pun perlu dilakukan pembebasan

sehingga orang Asia akan hidup dalam jaminan hukum yang tidak pandang bulu.

24

Frans Magnis Suseno, Etika Politik, (Jakarta: Gramedia, 1988), h. 112. 25

Ibid, h. 115-118.

©UKDW

Page 13: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

13

1.4.3. Konteks Sosial dan Hak Azasi Manusia

Hak Azasi manusia di Asia sering mengalami diskriminasi. Konteks ini ingin

lebih memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk diberdayakan diri secara kreatif

dan bebas. Forum-forum international sering merumuskan tentang hak-hak azasi

personal namun dalam kenyataannya sering terabaikan. Terdapat perbedaan antara hak-

hak manusia secara hukum dan secara nyata. Namun sering juga egoisme dan

individualisme menjadi merajalela. Orang bisa membela hak-hak secara individualistis

namun mengabaikan kewajiban-kewajiban orang kepada orang lain. Dalam keadaan

seperti itu orang menjadi sulit bergaul dengan orang lain di sekitarnya.26

Dalam hal ini termasuk penting untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Para

perempuan Asia bangkit memperjuangkan situasi subordinasi yang mereka alami atas

legitimasi struktur budaya patriarki. Amaladoss membuat gambaran perempuan Asia

yang sangat tragis. Di beberapa negara Asia, digambarkan bahwa perempuan sejak dari

masa kandungan, anak-anak, remaja, gadis, ibu bahkan sampai tua sering mengalami

ketidakadilan. Ketika dalam kandungan, orangtua merasa bahwa lebih baik

mengandung anak laki-laki. Ketika sudah menjadi gadis, perempuan disosialisasikan ke

dalam masyarakat yang patriarkal di mana kebebasannya tidak sama dengan laki-laki.

Ketika beranjak menjadi gadis dewasa, dia terancam oleh pelecehan seksual. Ketika

sudah kawin, dia harus ikut suaminya dan sering menjadi bulan-bulanan di tengah

keluarga. Kalau perempuan bekerja, maka dia bekerja secara rangkap yaitu di tempat

kerja dan di rumah. Jika perempuan tinggal di desa, pekerjaannya mengumpulkan

kebutuhan keluarga dari alam, yang saat ini sudah terancam karena eksplotiasi manusia

terhadap alam. Itu artinya peran perempuan desa semakin sulit mendapat akses

mencukupi kebutuhan hidup. Dalam tatanan sosial patriarkal, perempuan tidak

26

Michael Amaladoss, Life In Freedom – Liberation Theologies From Asia, h. 207.

©UKDW

Page 14: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

14

mempunyai kekuasaan dan kemampuan membuat keputusan. Dalam lingkup

keagamaan, peranannya tidak dominan. Memang gambaran konkret dari sikap-sikap ini

berbeda dari setiap tempat di Asia. Namun struktur-struktur yang menindas perempuan

Asia terjadi di mana-mana.27

Konteks masyarakat Asia yang terbagi-bagi dalam kelompok suku, agama dan

ras di mana ada yang dominan dan ada yang defensif sering membuat jurang yang

dalam di antara kelompok. Kelompok-kelompok lain merasa tersingkir, tertutup,

termarginalkan. Pluralisme budaya bukannya dipandang sebagai kekayaan namun

sering menjadi permasalahan yang berujung pada konflik. Kesejahteraan umum menjadi

sebuah pertimbangan di antara kelompok-kelompok. Itu sebabnya banyak orang

mengupayakan jatidiri-jatidiri kelompok berdasarkan suku, agama, kasta, ras dengan

dalih bahwa orang-orang yang mempunyai jati diri yang sama itu juga mempunyai

kepentingan yang sama dalam bidang ekonomi, politik dan sosial yang perlu dibela dan

diperjuangkan.28

Di India terdapat masyarakat yang mengalami diskriminasi karena dipatahkan

oleh sistem kasta. Ada empat golongan kasta yaitu kaum Brahmana yaitu golongan

paling atas dan termurni secara ritual (para imam dan cendikiawan), Kaum Ksatria yaitu

para prajurit dan pejuang yang memerintah, Kaum Vaisya yaitu para pedagang, kaum

Sudra yaitu para pelayan, petani dan pekerja. Di luar keempat golongan ini disebut para

dalit, yaitu orang-orang cemar terutama karena pekerjaan mereka yang kasar dan kotor.

Mereka adalah orang-orang yang tidak boleh disentuh dan terbuang. Sesungguhnya

tidak ada orang yang tahu bagaimana sistem penataan masyarakat seperti itu bisa

terbentuk namun kaum Brahmana memperkokoh status sosial mereka dengan

mengembangkan suatu ideologi dan mengabsahkan suatu mite penciptaan. Sistem sosial

27

Ibid, h. 60-61. 28

Ibid, h. 207.

©UKDW

Page 15: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

15

itu sedemikian kuatnya sehingga agama-agama Islam, Kristen dan Sikh tidak dapat

menghilangkannya. Memang agama-agama itu tidak mengabsahkannya seperti Hindu

tetapi menerimanya tanpa perlawanan sebagai hal yang seolah-olah tak tersingkirkan

lagi. Banyak kaum dalit yang pindah ke agama Kristen namun tetap saja memperoleh

diskriminasi-diskriminasi sosial. Secara sosial mereka tersingkir, mereka hidup di luar

atau di pinggir desa-desa.29

Mereka tidak mempunyai hubungan sosial yang benar-benar

sederajat dengan orang-orang lain. Fasilitas-fasilitas umum seperti sumur-sumur dan

kuil-kuil desa tidak diperuntukkan bagi mereka.

1.4.4. Konteks Kebudayaan

Konteks kebudayaan terdiri dari pandangan-pandangan hidup dan sistem-sistem

nilai yang diungkapkan, dirayakan, dihayati dari generasi ke generasi. Kebudayaan telah

memberi makna kepada dunia di mana para penganutnya dapat mengungkapkan

pengalaman-pengamalan dan jati dirinya melalui kebudayaan. Namun seringkali

kebudayaan diterima begitu saja tanpa sikap kritis. Setiap kebudayaan memiliki

keterbatasan karena kebudayaan merupakan salah satu cara kreatif untuk memberi

sumbangsih bagi dunia ini. Dengan demikian orang dapat mentransformasi

kebudayannya. Kebudayaan seseorang sering dibentuk dan dikondisikan oleh keadaan-

keadaan geografis, sejarah dan kehidupan sosialnya. Oleh sebab itu sistem-sistem yang

bermakna akan memiliki tujuan untuk membentuk suatu tatanan sosial menyeluruh.

Dengan demikian masyarakat akan berdialektika di mana yang satu tidak dapat diubah

tanpa mengubah yang lain. Bahkan dalam keadaan dikuasai dan tertindas orang-orang

akan dapat berpegang teguh pada kebudayaannya sebagai sumber jatidirinya.30

29

Ibid, h. 33. 30

Ibid, h. 208.

©UKDW

Page 16: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

16

Salah satu ciri khas kebudayaan Asia adalah hidup selaras dengan alam. Alam

bukan saja dipandang sebagai sumber kehidupan, tetapi alam adalah bagian dari jatidiri

orang Asia. Namun ilmu pengetahuan dan teknologi dengan minat-minat ekonomi yang

tak dikendalikan, telah membawa akibat negatif bagi lingkungan hidup. Keserakahan

manusia dan pemborosan sumber alam termasuk pemborosan terhadap air telah

menghancurkan lingkungan hidup. Kehancuran lingkungan hidup pada gilirannya juga

akan menghancurkan kehidupan manusia sendiri.31

Oleh sebab itu, budaya keselarasan

dengan alam perlu dijaga dan dipertahankan serta ditransformasi supaya lebih peka lagi

dalam merawat dan mencintai alam.

1.4.5. Konteks Agama

Konteks ini merupakan elemen penting karena memberi makna yang ultimate.

Beberapa makna datang dari pengalaman mendalam orang-orang berkharisma, yang

kadang dikaitkan dengan pewahyuan Ilahi. Agama dalam upayanya untuk terungkap

dalam kehidupan akhirnya terjelma ke dalam struktur-struktur sosial-budaya dan

akhirnya mengabsahkan struktur tersebut. Namun perlu juga bahwa orang-orang dengan

jiwa kenabiannya menentang struktur-sturktur sosial, budaya dan keagamaan yang

baku. Sebab agama dapat dipakai orang sebagai jati dirinya dalam rangka mencapai

tujuan ekonomi maupun politik. Konteks Asia dengan keberagaman agama sering

terjadi benturan-benturan pandangan mutlak. Namun situasi itu harus dipakai dalam

rangka membangun dialog.32

Amaladoss memberi gambaran tentang teologi

pembebasan Asia yang di dalamnya semua agama-agama Asia turut ambil bagian. Para

teolog Asia dari berbagai agama, berakar dan mengembangkan serta menafsirkan tradisi

keagamaannya sendiri. Hasil penafsiran masing-masing teolog kemudian dapat menjadi

31

J.B. Banawiratma, 10 Agenda Pastoral Transformatif: Menuju Pemberdayaan Kaum Miskin Dengan

Perspektif Adil Gender, HAM dan Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 71-72. 32

Michael Amaladoss, Life In Freedom – Liberation Theologies From Asia, h. 208.

©UKDW

Page 17: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

17

inspirasi bagi penganut agama lain karena tujuannya sama-sama meperjuangkan

pembebasan Asia.

Dalam rangka memandang agama lain, maka pertanyaannya bukanlah apakah

agama lain memiliki ajaran yang benar dan menerima keselataman atau tidak. Hal yang

penting dilihat adalah bahwa di dalam agama lain Allah turut bekerja dalam kehidupan

dan komunitas penganut agama lain. Kita memahami bahwa Allah memiliki relasi

dengan kita melalui ajaran, mite agama dan ritual. Namun kita juga dapat melihat

bahwa Allah memiliki relasi dengan agama yang lain sekalipun dengan ajaran, mite

agama dan ritual yang berbeda.33

Dalam Alkitab dapat ditemukan kesaksian tentang

Allah yang inklusif di mana Allah dilihat sebagai Allah bagi semua orang. Allah

mampu menjangkau semua orang dari berbagai latar belakang (lihat. Ams. 8:24-32,

Ayub 28:1-28). Keinklusifan Allah ini berangkat dari visi dan misi penciptaannya yang

menciptakan segala sesuatu (Kej. 1:1-31).34

Puncak keinklusifan Allah adalah melalui

inkarnasi dalam diri Yesus Kristus yang berkelanjutan secara terus menerus. Dalam

pelayanan Yesus juga menjadi pelayanan yang inklusif bagi bangsa-bangsa dan umat

lain.35

Demikian juga dalam kitab suci Quran digambarkan Allah sebagai yang inklusif.

Dalam pernyataan: “There is no God but Allah”, terdapat juga pernyataan “there must

be no coercion in matters of faith”.36

Hal ini merupakan pernyataan yang implisit di

mana iman seseorang menuntunnya kepada Allah yang esa. Allah menunjukkan bahwa

keberagaman agama adalah atas kehendakNya. Jika Allah menginginkan semua orang

menjadi seragam, tentu semua orang akan diciptakannya sebangsa dan sebagai muslim.

33

Michael Amaladoss, Making Harmony-Living in Pluralist World, (Delhi: IDCR&ISPCK, 2003), h.

124. 34

Ibid, h. 126. 35

Calvin Shenk, Who Do You say that I am? Christian Encounter Other Religions, (Pennsylvania: Herald

Press, 1997), h. 209. 36

Michael Amaladoss, Making Harmony-Living in Pluralist World, h. 132.

©UKDW

Page 18: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

18

Namun ternyata Allah tidak melakukan hal tersebut dan pada pemahaman inilah umat

Muslim harus menuruti kehendak Allah yang menciptakan keberagaman. Demikian

juga Muhammad tidak menciptakan agama baru, namun memperkenalkan kepada dunia

Arab agama yang menyembah satu Allah. Quran menegaskan bahwa pewahyuan yang

diberikan kepada Muhammad bukan berarti membatalkan pewahyuan yang diberikan

kepada umat lain melalui nabi-nabi lain. Itu sebabnya Muhammad menyarankan umat

Muslim untuk berlaku santun kepada umat Kristen dan Yahudi sebab mereka

mempercayai satu Allah.

“Do not argue with the people of the book unless it is in the most courteous manner, except

for those of them who do wrong. We believe in the revelation which has come down to us

and in that which came down to you. Our God and your God is one, and to Him we

submit”.37

Oleh sebab itu keselamatan yang disediakan Allah bukan sekedar memindahkan

orang dari neraka menuju surga. Keselamatan yang dibawa Allah telah dimulai sejak di

bumi ini dan semua orang penganut agama mengambil peranan dalam keselamatan itu

dalam tuntunan Roh Allah.38

Roh Allah bebas bergerak bagi siapapun. Hal ini patut

diperhatikan dan tidak perlu ditutup-tutupi bahwa Roh Allah dapat bekerja bagi dan

melalui siapa saja. Kebebasan berarti hidup dalam Roh yang di dalamNya umat

beragama dapat melampaui batas-batas ideologi, agama, golongan agama tertentu untuk

menggunakan segala sumber daya secara kreatif untuk solidaritas, dialog dan kerjasama.

MENUJU HIDUP MERDEKA DALAM EKLESIOLOGI AMALADOSS

Mengapa mengupayakan teologi pembebasan? Teologi pembebasan Asia pada

umumnya diilhami oleh model Amerika Latin. Amerika Latin yang memusatkan diri

pada kemiskinan yang diakibatkan oleh penindasan ekonomi dan politik. Para teolog

Asia lebih memikirkan religiositas dan pluralisme agama serta dampaknya terhadap

37

Ibid, h. 133. 38

Michael Amaladoss, “Identity and Harmony”, dalam Robert J. Schreiter, Mission in the Third

Millenium, (New York: Orbis Book, 2002), h. 30-31.

©UKDW

Page 19: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

19

perjuangan pembebasan.39

Amaladoss mengkajinya secara Biblis berdasarkan refleksi

imannya. Amaladoss menegaskan bahwa apa yang dibahasnya sebagai teologi

pembebasan adalah berakar dari jati dirinya sebagai seorang Kristen. Dia mengatakan

demikian:

“The model we see operative here is that I as a Christian Theologian must indeed be open

not only to reality but also to the visions and conviction of others belonging to the others

religious traditions and ideologies who share with me the same economic, political and

socio cultural context. I must be in constant dialogue with them. But I can olny reflect as a

Christian without claming to evolve an inter-religious or universal theology. This is the

only way I can be true to my own identity and roots and the same time respect the other

believer as other without somehow dominating him/her and assuming his/her perpective as

an element of my own global vision, pretending to be universal. This is the orientation that

governs the following reflection.” 40

Berangkat dari pernyataan itu, artinya harus melihat dasar Biblis panggilan

pembebasan pada konteks Asia. Yesus hadir ke dunia ini sebagai pembebas dari segala

dosa dan penderitaan. Kebebasan yang dibawa Yesus dapat dikenal di Asia dalam

konteksnya masing-masing. Ada dua jenis simbol Asia tentang Yesus: Simbol seperti

Minjung, Dalit, Liberator digunakan oleh orang-orang tertindas untuk berjumpa Yesus

sebagai orang yang termarjinal dan tertindas. Sedangkan simbol seperti Guru, Jalan,

Avatar, Penari, menunjuk pada apa yang dilakukan Yesus pada orang Asia. Yesus

adalah petunjuk dan model hidup. Dapat dilihat ketika Yesus berpihak kepada orang

miskin, dia juga memilih menjadi miskin. Hal ini bukan sekedar miskin material tetapi

juga menyangkut dimensi spritual. Hal itu lebih kepada pengosongan diri dan anugerah,

yang menjadi salah satu elemen membawa Yesus dekat kepada Asia. Pengalaman

penderitaan Yesus bagi kita harus menjadi pengalaman dalam kebangkitannya dan

pengalaman itu tidak akan pernah komplit dalam perjalanan sejarah. Hal inilah yang

membuat simbol-simbol Asia dapat selalu relevan. Semua simbol-simbol Asia tentang

39

Michael Amaladoss, Life in Freedom: Liberation Theologis from Asia, h.xiii. 40

Ibid, h.204.

©UKDW

Page 20: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

20

Yesus memiliki relevansinya sendiri walaupun berbeda pada banyak orang, waktu yang

berbeda, tetapi memiliki kesatuan pemahaman bagi mereka.41

Amaladoss mengutip penafsiran teolog Minjung, Ahn Byung Mu terhadap injil

Markus. Ahn Byung Mu menunjukkan suatu golongan rakyat yang khusus yang

senantiasa berada di sekeliling Yesus yang disebut dengan Ochlos. Yesus menyatukan

diri dengan mereka dan memaklumkan kemerdekaan. Namun kerena Yesus memihak

Minjung, ia dibunuh dan kebangkitanNya telah memberi harapan baru kepada para

Minjung. Dalam Perjanjian Lama, peristiwa keluaran merupakan proses pembebasan.

Para Minjung memandang diri mereka sebagai rakyat tertindas oleh bangsanya sendiri

dan janji pembebasannya diwartakan bagi mereka. Meskipun kedua teks tersebut

(tentang pembebasan: Musa dan Yesus) merupakan paradigma-paradigma untuk

Minjung, namun ada perbedaan-perbedaan penting dalam paradigma itu. Menurut

Minjung, Musa adalah pemimpin heroik yang berhasil dalam revolusi. Dalam peristiwa

keluaran, revolusi hanya terjadi sekali saja dalam sejarah di mana Minjung dijadikan

sebagai objek penyelamatan (penyelamatan dari luar). Yesus adalah seorang

revolusioner yang gagal jika dinilai dari sudut pandang Musa karena gaya revolusi

Yesus berbeda dari Musa. Peristiwa penyaliban dan kebangkitan Yesus menjadi

revolusi yang berkelanjutan di mana Minjung menjadi subjek keselamatan

(penyelamatan dengan percaya kepada diri sendiri). Yesus adalah aspirasi rakyat sendiri

dan menjadi bagian dari Minjung bukan semata-mata demi kepentingan Minjung.

Dalam pandangan seperti itulah mereka melihat bahwa Allah bertindak dalam sejarah

Minjung yang memberi perhatian dan kemerdekaan bagi Minjung.42

41

Michael Amaladoss, “Asia Encountering Jesus” dalam Ludwing Bertsch (ed), Vielle Wege Sim Ziel,

Herausforderegem im Dialog der Religionen und Kulturen, (Heiden: Freinburg, 2006), h. 222. 42

Michael Amaldoss, Life In Freedom – Liberation Theologies From Asia, h. 8

©UKDW

Page 21: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

21

Menurut Amaladoss, sikap yang diharapkan dalam rangka pembebasan Asia

adalah ketidakberpusatan pada diri sendiri, peyerahan diri dan tindakan yang pamrih.43

Sikap ini dapat direfleksikan dari teguran Yesus kepada pemuda kaya untuk membagi-

bagikan hartanya kepada orang miskin (Mat. 19:16-26, Mrk. 10:17-27, Luk. 18:18-27).

Teguran dan nasihat Yesus kepada orang-orang kaya bertujuan untuk mengembalikan

relasi yang baik antara orang kaya dan miskin sebab Allah mengasihi semua orang.

Allah mengasihi orang miskin dan mengajak orang kaya untuk turut ambil bagian dalam

pembebasan. Orang kaya dapat turut dalam pelayanan pembebasan melalui orang

miskin sebab Allah sendiri hadir untuk membebaskan orang miskin. Misi pelayanan

Yesus dilakukannya melalui sebuah proklamasi tentang pembebasan orang-orang yang

menderita (Luk. 4:16-30). Proklamasi ini menunjukkan bahwa keselamatan yang

dibawa Yesus ditujukan bagi semua orang termasuk orang yang miskin, tawanan, orang

buta, tertindas, dan juga orang asing.

Berita Injil menunjukkan bahwa keselamatan Allah yang dibawa Yesus berlaku

bagi semua orang tanpa diskriminasi. Pembebasan kepada orang miskin, buta dan

tertawan telah digenapi Yesus pada “hari ini” menunjukkan bahwa pembebasan itu

harus dinyatakan. Hal ini mengacu pada sikap terhadap ekonomi dan politik di mana

tidak terdapat lagi penumpukan harta materi pada segelintir orang sementara banyak

orang mengalami kemiskinan. Dalam situasi ini maka solidaritas sangat dibutuhkan.

Idealisme solidaritas tentu sangat kontras dengan individualisme ekonomi dan politik

yang lebih mempromosikan kesejahteraan individu atau kelompok tertentu di mana ada

individu lain yang menjadi korban. Karena situasi sosial politik kita sangat konkret

mengalami pergumulan ini maka sebaiknya solidaritas diarahkan untuk menjelaskan

keberpihakan terhadap orang miskin dan menderita dalam rangka mewujudkan

43

Michael Amaladoss, The Asian Jesus, (New York: Orbis Book, 2006), h. 143

©UKDW

Page 22: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

22

pembebasan. Solidaritas sejati terhadap mereka akan membawa Asia pada suatu tatanan

yang lebih merdeka dari segala penindasan, kemiskinan, diskriminasi, dan eksploitasi.44

Amaladoss menunjukkan bagaimana seharusnya gereja merespon konteks Asia

yaitu kemiskinan dan religiositas yang di dalamnya lahir teologi pembebasan. Untuk

melayani orang miskin dalam konteks Asia harus ditemukan eklesiologi yang

kontekstual dan konkret yang langsung melayani kebutuhan jemaat. Lebih konkretnya

eklesiologi kaum miskin adalah eklesiologi yang bersemangat kerakyatan, gereja yang

sangat dekat dengan pergumulan orang miskin. Oleh sebab itu Tri Tugas panggilan

gereja yaitu koinonia, martuaria dan diakonia perlu ditransformasi sehingga bisa

disangkutkan dengan pergumulan dan pengharapan umat. Marturia adalah sebagai

kesaksian mengenai cinta kasih dan mengundang banyak orang untuk ambil bagian

dalam cinta kasih ini. Koinonia berarti persekutuan baru yang mempraktekkan secara

konkret cinta kasih dalam persekutuan hidup bersama tanpa membedakan strata sosial.

Diakonia adalah pelayanan cinta kasih bagi semua orang yang ditujukan untuk

kepentingan Kerajaan Allah. Dengan demikian gereja terpanggil untuk secara aktif

dalam penciptaan kembali masyarakat melalui konsep teologi kebersamaan yang

membebaskan. Teologi ini bersifat terbuka untuk menerima pemberian Kerajaan Allah

dan menolak segala bentuk kekerasan dan diskriminasi serta bersama-sama berjuang

membebaskan dan membangun suatu masyarakat baru yang adil dan bersaudara.

Eklesiologi kaum miskin adalah eklesiologi yang mendapat bentuk dalam

pilihan mendahulukan kaum miskin dan tak berdaya, preferential option for (and with)

the poor and oppressed. Mendahulukan kaum miskin dan tertindas serta

memperjuangkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan merupakan wujud serta

44

Michael Amaladoss, “Solidarity and Struggle” dalam S. Arokiasamy (ed), Vidyajyoti Journal of

Theological Reflection Vol 66/2002, (Delhi: Vidyajyoti Educational and Welfare Society, 2002), h. 660.

©UKDW

Page 23: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

23

tanda kesetiaan kepada Injil Kristus.45

Eklesiologi yang mendahulukan orang miskin

bukanlah berarti pilihan mengecualikan orang kaya dari rencana penyelamatan Allah.

Namun dalam rangka menjalin persaudaraan antara orang kaya dan orang miskin,

sehingga jurang antara orang kaya dan orang miskin dijembatani, di mana tidak ada

lagi pemeras dan yang diperas, penindas dan yang ditindas, di mana semua “makan

bersama”. Orang kaya dapat bergembira dan berbahagia menemukan solidaritas Allah

sendiri dalam solidaritasnya dengan kaum miskin.46

Keselamatan terwujud bagi

mereka, apabila mereka ikut menjembatani jurang yang memisahkan mereka dengan

orang-orang miskin, agar dengan demikian persaudaraan semua orang dibangun.

Sebagaimana dalam Injil, Zakheus yang kaya berjumpa dengan Yesus dan mengubah

hidupnya (Luk. 19:1-10).47

Perjumpaannya dengan Yesus menghasilkan pertobatan

dan memiliki dampak yang luar biasa terhadap orang-orang miskin. Maka

terbangunnya sebuah persaudaraan antara orang miskin dan orang kaya, akan

membentuk sebuah komunitas yang berakar pada Allah sendiri, di mana Allah yang

memilih dan menyelamatkan, bukan kekayaan atau kemampuan dari prestasi manusia

itu sendiri.

Penekanan mendahulukan orang miskin tanpa mengabaikan orang kaya penting

diperhatikan supaya jangan ada pemahaman yang salah bahwa Injil hanya milik

eksklusif orang-orang miskin. Oleh sebab itu gambaran eklesiologi tidak hanya

berfokus pada penderitaan kaum miskin atau keberpihakan Yesus kepada kaum miskin.

Namun fokus eklesiologi-nya adalah panggilan Yesus kepada semua orang sama

sederajat, tidak diskriminatif dan dipanggil dalam satu persekutuan baru. Titik tolak

tetap pada pengalaman kaum miskin tetapi pusat perhatian pada persekutuan baru,

45

J.B. Banawiratma, 10 Agenda Pastoral Transformatif: Menuju Pemberdayaan Kaum Miskin dengan

Perspektif Adil Gender, HAM, dan Lingkungan Hidup, h.21. 46

J.B. Banawiratma, J Muler, Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan sebagai Tantangan Hidup

Beriman, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h.136. 47

Ibid, h.135.

©UKDW

Page 24: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

24

persekutuan kemerdekaan dan kebersamaan, cinta kasih dan keadilan yaitu umat baru

dalam pemerintahan Allah. Dalam hal ini peranan kaum miskin adalah menantang para

penindasnya bukan dengan menutup diri sebagai umat pilihan Allah tetapi bersama-

sama dengan penindasnya membangun sebuah konsep eklesiologi baru.

Mendahulukan kaum miskin bukan mengabaikan golongan lain, tetapi

mengundang semua untuk turut serta mewujudkan keadilan yang bersaudara.

Mendahulukan kaum miskin berarti bahwa gereja menyapa semua orang melalui kaum

miskin. Dalam hal ini penting untuk menjaga hubungan kasih universal Allah dengan

orang-orang yang dipilih dan diutamakan Allah sebagai sarana pemberitaan firmanNya

yaitu kaum miskin. Pilihan ini dilakukan sebagai pilihan Allah, di mana Allah sendiri

yang telah mendahulukan kaum miskin namun bukan berarti mengeksklusifkan mereka.

Gereja menjadi komunitas kasih universal bagi semua orang miskin maupun kaya.48

Pembebasan seperti itu hanya dapat terlaksana bila orang miskin dijadikan sebagai

subjek pelayanan bukan sebagai objek. Pewartaan Injil akan sungguh menjadi

membebaskan ketika orang miskin sebagai “pewarta-pewarta” kabar sukacita. Orang-

orang miskin bergumul dengan kehidupan dan mereka pulalah yang tepat untuk

menyuarakan pesan pembebasan Kerajaan Allah. Mereka adalah saksi-saksi utama

karena mereka sendiri merasakan pergumulan, penderitaan, kemiskinan dan anugerah

pengasihan Allah. Kesaksian hidup mereka harus menjadi motivasi yang mengarahkan

orang lain untuk membebaskan diri dari penderitaan kemiskinan. Dengan memilih

hidup demi kepentingan kaum miskin dan berjuang bersama dengan mereka untuk

pembebasan mereka. Pieris melihat dalam diri Yesus suatu fakta pertahanan Allah

bersama dengan kaum miskin demi pembebasan mereka. Pieris berbicara tentang

peranan rangkap evanggelisasi orang Kristen:

48

Marthin Chen, Teologi Gustavo Gutierrez – Refleksi dari Praksis Kaum Miskin, (Yogyakarta: Kanisius,

2006), h. 122-125.

©UKDW

Page 25: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

25

“To experience the solidarity with non-Christians by witnessing to the spirituality common

to all religions (by practising the beatitudes) and reveal their Christian uniqueness to

proclaim Jesus as the new covenant (by joining the poor against mammon’s principalities

and power that create poverty and oppression).”49

Yesus memperlihatkan dan mengejawantahkan perjuangan terus-menerus antara Allah

dan mamon. Orang-orang miskin dan tertindas adalah pelaku perjuangan tersebut. Allah

dalam diri Yesus berpihak kepada mereka, sehingga “perjuangan kaum miskin untuk

pembebasan mereka bertepatan dengan tindakan Allah yang menyelamatkan”. Oleh

karena itu, relasi-relasi yang terbangun itu hendaknya menjadi umat yang bersaksi

menyuarakan keadilan. Relasi-relasi tersebut akan membentuk jaringan-jaringan yang

saling melayani. Mereka sebagai gembala non formal yang berfungsi sebagai titik-titik

simpul jaringan saraf gereja yang terpencar di berbagai tempat instansi maupun fungsi

yang terdapat dalam banyak variasi tanpa memandang status sosial.

Kehidupan yang mendasar adalah ketika orang Asia menyadari bahwa

kehidupan ini merupakan suatu sharing, karunia, kasih dan persekutuan. Dengan saling

berhubungan manusia menemukan jati dirinya. Ini merupakan pengalaman kehidupan di

mana Allah menjadikan manusia sebagai laki-laki dan perempuan menurut citraNya.

Hal inilah yang meneguhkan suatu relasi timbal balik antara laki-laki dan perempuan

yang mengarah pada keutuhan ciptaan. Karena manusia diciptakan menurut citra Allah,

maka relasi timbal balik tidak dapat bersifat otomatis, tetapi harus diupayakan dan

dihidupi setiap orang. Manusia memang terlahir dalam persekutuan dengan yang lain

tetapi persekutuan itu harus selalu ditegakkan secara terus menerus.50

Menurut Amaladoss dasar teologis bagi orang Kristen untuk melakukan

perjuangan pembebasan lintas agama adalah karena semua orang dipanggil ke dalam

peziarahan Kerajaan Allah. Semua agama dipanggil masuk ke dalam Misteri Allah.

49

Michael Amaladoss, Life In Freedom – Liberation Theologies From Asia, h.145. 50

Michael Amaladoss, Seri Pastoral 309 - Tugas Perutusan Dalam Dunia Pasca Modern, (Yogyakarta:

Pusat Pastoral, 2000), h.15.

©UKDW

Page 26: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

26

Perspektif paling mendasar adalah Allah yang satu mengatasi seluruh jagad raya ini

akan merangkul kemanusiaan kita. Pemeliharaan, penjelmaan dan keselamatan yang

dibawanya berlaku secara universal. Dalam pemahaman seperti itu maka umat

beragama lain tidak dilihat melulu sebagai musuh atau orang asing tetapi sebagai

mediasi Roh Kudus. Hal kedua adalah bahwa Roh Allah bebas bergerak bagi siapapun.

Hal ini patut diperhatikan dan tidak perlu ditutup-tutupi bahwa Roh Allah dapat bekerja

bagi dan melalui siapa saja. Dalam terang seperti itulah dapat kita pahami bahwa umat

beragama lain turut serta dalam mewujudkan Kerajaan Allah di bumi ini.51

Para teolog agama-agama Asia membangun teologi pembebasan karena pada

masa-masa tertentu agama-agama di Asia tidak merespon kemiskinan dan pluralisme

agama di Asia. Setiap agama memiliki visi dan misi mulia demi memperjuangkan

pembebasan. Artinya bahwa teologi pembebasan menjadi tugas lintas agama yang dapat

diwujudkan melalui kerjasama yang konkret. Sekalipun dasar pembebasan berasal dari

ajaran agama masing-masing namun tujuan mulianya adalah mengupayakan

kemanusiaan yang merdeka. Dalam hal inilah setiap agama harus mampu melihat

konteksnya dan konteks agama lain sebagai satu kesatuan visi sekalipun ada perbedaan

prinsip-prinsip tentang pembebasan. Sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya,

teolog-teolog yang dijelaskan Amaladoss satu sama lain memiliki perbedaan prinsip

namun penulis melihatnya sebagai upaya pembebasan kemanusiaan dari kemiskinan

yang disebabkan ketidakadilan dan mengupayakan eklesiologi yang kontekstual.

Para teolog yang ditunjuk Amaladoss dari berbagai agama menunjukkan refleksi

dari agamanya sendiri, tetapi mereka menyatakan bahwa visi sosial yang mereka ajukan

dan nilai-nilai yang akan diperjuangkan dapat dimiliki oleh tradisi agama-agama lain.

Teologi pembebasan lintas agama dapat bekerja sama untuk membela dan memajukan

51

Michael Amaladoss, “Liberation: An Inter-Religious Project” dalam Geofrey King (ed), East Asian

Pastoral Review Vol. 28 No. 1, (Philipines: EAPI, 1991), h.21-23.

©UKDW

Page 27: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

27

nilai-nilai manusiawi dan rohani bersama, meskipun setiap kelompok agama

menemukan motivasi dan inspirasi untuk keterlibatan seperti itu dalam agamanya

sendiri. Kalau selama ini tugas misi kita sering diarahkan pada agama lain dengan

asumsi bahwa agama kita yang paling sejati. Namun sekarang penilaian kita terhadap

agama lain dan para pengikutinya sebaiknya bersifat positif. Dalam menghadapi

pergumulan global ini, semua orang dapat terlibat dalam menegakkan suatu dunia

alternatif di mana “yang lain” dianggap sebagai mitra. Dengan demikian semua orang

dapat melaksanakan dialog karya dalam rangka menegakkan keadilan dan persekutuan

yang harmonis.52

Semangat teologi pembebasan lintas agama ini harus disambut oleh orang Kristen

(gereja) sebagai kesempatan emas untuk secara bersama-sama mewujudkan

pembebasan. Thomas melihat perutusan gereja adalah perutusan berdialog dan

bernubuat. Orang Kristen harus terlibat dalam dunia sejarah, dengan berusaha

meningkatkan kemanusiaan yang penuh dan mengambil bagian dalam gerakan-gerakan

sosial dan politik yang ada, sebab hal tersebutlah dasar bersama untuk berdialog.53

Dengan melihat realitas pluralisme tersebut Amaladoss mengatakan:

“Religion tend to be absolute in their affirmation and do not easily tolerate other absolutes.

Co-existence of religions, not merely as private belief systems, but as having a public role

in society, becomes possible only on the following conditions: (i) when every religion, that

is a community of believers, is able to make space for other believers, that is, other

religions not merely in the sense of their being tolerated as second class citizens, but

accepted as full and equal participants; (ii) When every religions is able to distinguish

between its faith convictions and their moral consequences... every religious group is

rooted in its own faith; it accepts other religious groups as legitimate; it is open to dialog

with their members in view of common commitment to build up the community.”54

Orang Kristen tetap memaklumkan Kristus sebagai jawaban terakhir atas usaha-usaha

semua bangsa, melalui gerakan apa saja untuk menuju kemanusiaan sepenuhnya.Kristus

melengkapi apa yang kurang dalam ideologi-ideologi sekarang ini, baik keagamaan

52

Michael Amaladoss, Seri Pastoral 309 - Tugas Perutusan Dalam Dunia Pasca Modern, h. 24. 53

Michael Amaladoss, Life In Freedom – Liberation Theologies From Asia, h. 159. 54

Michael Amaladoss, Making All Things New: Dialogue, Pluralism & Evangelization In Asia,

(Maryknoll-New York: Orbis Books, 1990), h.14-15.

©UKDW

Page 28: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

28

maupun yang sekuler. Akan tetapi, dengan mengakui kehadiran dan tindakan Kristus

dalam agama-agama lainnya, ia harus belajar berdialog dengan mereka, dengan

memberi dan juga menerima.55

Orang Kristen bersama umat beragama lain dapat

membangun Basic Human Communities yaitu persekutuan yang dibangun berdasarkan

kepedulian manusiawi bersama yang tidak ditentukan oleh iman atau agama tertentu

tetapi dengan pengalaman hidup bersama dan kepedulian manusiawi. Hal ini merupakan

sesuatu yang sangat mendasar sebagai jawaban iman orang Kristen dalam konteks

kemiskinan dan kemajemukan agama.56

Dalam kesempatan itulah gereja bukan hanya

terbuka terhadap realitas kemiskinan dan ketidakadilan yang merajalela, namun turut

juga terbuka tehadap visi-misi dan keyakinan orang lain secara khusus karena visi-misi

itu diperuntukkan dalam konteks yang sama. Melalui Basic Human Communities orang-

orang Kristen mampu merefleksikan iman percayanya kepada Yesus untuk membawa

pembebasan dalam konteks Asia.

Berdialog dengan pandangan Amaladoss memang sangat menarik sebab beliau

merumuskan rumusan teologinya berdasarkan realitas Asia. Bahkan beliau sangat

terbuka terhadap refleksi dari teolog-teolog Asia lintas Agama. Berdialog dengan

Amaladoss sekaligus berdialog dengan kekayaan refleksi dari teolog-teolog Asia.

Dengan cara yang khas itulah Amaladoss menjelaskan teologi pembebasan Asia yang

lahir dari dan dalam realitas Asia. Pembebasan menyeluruh yang dirumuskannya

merupakan perjuangan yang sangat urgent pada masa kini dalam konteks Asia. Konflik

dan pergumulan yang menggerogoti segi-segi kemanusiaan di Asia telah menjadikan

banyak tempat di Asia menjadi miskin, bahkan dimiskinkan secara terorganisir. Dalam

konteks itulah gereja bersama penganut agama lain terpanggil untuk memperjuangkan

pembebasan demi hidup merdeka.

55

Michael Amaladoss, Life In Freedom – Liberation Theologies From Asia, h. 159. 56

J.B Banawiratma, “Hidup Menggereja Yang Terbuka” dalam J.B Banawiratma (ed), Gereja Indonesia

Quo Vadis? Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h. 192.

©UKDW

Page 29: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

29

1.5. Judul Tesis

Hubungan HKBP Lawe Sigalagala dengan Komunitas Muslim Alas/Gayo

Usaha Membangun Eklesiologi yang Kontekstual

1.6. Hipotesis

1. Selama ini HKBP Lawe Sigalagala masih memiliki pemahaman bahwa orang

miskin bukanlah bagian dari pelayanan gereja.

2. Pemahaman warga HKBP Lawe Sigalagala bahwa pelayanan yang dilakukan

masih pada yang seiman saja.

3. Pandangan HKBP Lawe Sigalagala akan Eklesiologi belum mengakomodir arti

pentingnya hidup bersama gereja dengan masyarakat miskin dan umat agama

(Islam Alas/Gayo).

1.7. Metode Penelitian

Dalam penulisan tesis ini, penulis akan memfokuskan pada satu jemaat yakni

HKBP Lawe Sigalagala. Dengan demikian metode penelitian yang akan digunakan

adalah metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif beberapa pengumpulan

data yang umum digunakan adalah observasi, wawancara, studi dokumentasi.57

Dalam

penelitian kualitatif yang akan dilakukan penulis akan lebih memfokuskan pada

pengumpulan data terhadap HKBP Lawe Sigalagala dalam konteks kemiskinan dan

Islam Alas/ Gayo yang ada di Lawe Sigalagala. Untuk memberi informasi yang jelas

dan akurat maka pengumpulan data akan dilakuakan melalui:

1. Observasi: Penelitian sosio-budaya dimaksudkan untuk mengumpulkan data

tentang fakta, aturan, lembaga, dan organisasi sosial, serta menemukan struktur

57

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif unutk ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba

Humanika, 2010), h. 116-118.

©UKDW

Page 30: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

30

pemahaman, kode etik, dan tingkah laku sosial dari satu kelompok budaya

tertentu.58

Maka pada bagian pengamatan ini tentu saja penulis hendak mengamati

orang dalam situasi normal. Selama penulis melayani sebagai pendeta di Tanah

Alas ± 3 tahun sudah memberikan gambaran yang memudahkan penulis untuk

melakukan wawancara. Pengamat memberikan latar belakang penting yang

memudahkan penafsiran data wawancara, karena peneliti sudah bisa membedakan

tingkah laku perorangan (pribadi) dari tingkah laku umum (sosial). Pengamatan

juga penting untuk memperoleh data tentang peristiwa ketika kita tidak bisa, atau

tidak mampu mau ambil bagian.59

2. Wawancara: Karena wawancara merupakan tehnik pengumpulan data yang paling

penting dalam penelitian sosio budaya60

maka dalam wawancara yang akan

dilakukan penulis mendahulukan wawancara kelompok atau Focus Group

Discustion (FGD) kemudian diikuti dengan wawancara perorangan. Alasan

melakukan wawancara kelompok terlebih dahulu adalah dengan merunut pada apa

yang dikatakan oleh John Mansford Prior, bahwa ada dua sebab, pertama, jika kita

mengadakan wawancara bersama kelompok informan, dan salah satu orang yang

diwawancarai secara pribadi ikut dalam wawancara bersama, ada bahaya, oknum

yang bersangkutan itu cenderung mengoreksi pendapat serta pandangan peserta-

peserta lainnya dan berusaha supaya arah pembicaraan disesuaikan dengan

wawancara pribadinya. Dia tidak lagi berperan sebagai peserta biasa, melainkan

sebagai kendala terhadap upaya peneliti. Kedua, wawancara bersama sangat

membutuhkan kita menyususn kembali pokok-pokok dan tema-tema budaya

selebih tepat dan matang yang kemudian dapat dilontarkan dalam wawancara

58

John Mansford Prior, Meneliti Jemaat: Pedoman Riset Partisipatoris, (Jakarta: Grasindo, 1997), h.63. 59

Ibid, h.66. 60

Ibid, h.93.

©UKDW

Page 31: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

31

wawancara pribadi.61

Focus Group Discussion (FGD) menjadi penting dilakukan

untuk melihat bagaimana subjek mengekplorasi pemikiran mereka terhadap suatu

topik, bagaimana ide mereka dibentuk melalui percakapan dengan orang lain.

Dalam diskusi ini satu sama lain bisa saling mendengarkan dan saling melengkapi

untuk memperdalam respon dan pemahaman peserta terhadap topik yang dibahas.

Melalui FGD peserta dapat diarahkan untuk membahas secara langsung segala

perbedaan pemahaman yang ada. Kelompok ini dapat menjadi kreatif untuk

membahas hal-hal menyangkut objek penelitian.62

Maka FGD yang akan dilakukan

adalah untuk mendapatkan informasi tentang pandangan warga jemaat, pelayan

gereja terhadap kemiskinan dan hubungan gereja dengan agama lain (Islam

Alas/Gayo). Sehingga hasil dari penelitian ini akan menawarkan satu pandangan

eklesiologi yang ideal bagi HKBP Lawe Sigalagala.

3. Studi dokumentasi: Studi dokumentasi terhadap dokumen-dokumen HKBP Lawe

Sigalagala dianggap penting untuk melihat bagaimana perjalanan sejarah pelayanan

HKBP Lawe Sigalagala. Peneliti akan melihat pada dokumentasi yang ada seperti

program kerja HKBP Lawe Sigalagala, Buku Register, Buku Tingting dan

dokumen-dokumen HKBP yang berkaitan dengan Tata Gereja HKBP (TG HKBP).

Melalui studi dokumentasi ini peneliti dapat melihat gambaran mengenai aktivitas,

keterlibatan individu pada pelayanan HKBP Lawe Sigalagala.

4. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposeful Sampling.

Dalam pendekatan ini pemilihan subjek penelitian berdasarkan kriteria atau tujuan

penelitian. Sample dipilih karena mereka memiliki karakter khusus dan fakta-fakta

yang dapat menjelaskan dan mengeksplorasi dengan baik tema central yang sedang

diteliti. Subjek penelitian ditentukan dengan suatu tujuan untuk mewakili suatu

61

Ibid, h.102. 62

Jane Ritchie, Jane Lewis, Qualitative Research Practice, (London: Sage Publication, 2003), h. 37.

©UKDW

Page 32: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

32

locus atau karakter tertentu yang berhubungan dengan tema utama penelitian.

Dalam hal ini ada dua tujuan yaitu: pertama, untuk memastikan bahwa semua kata

kunci yang relevan dengan subjek penelitian dapat dibahas dengan baik. Kedua,

untuk memastikan bahwa dalam setiap kata kunci utama terdapat keanekaragaman

yang dapat disertakan dalam penelitian sehingga dampak dari setiap karakter dapat

dieksplorasi. Lebih spesifiknya, tehnik pengambilan sampel dilakukan melalui

pendekatan Sampel homogen (Homogeneous Sample) di mana sampel yang dipilih

diharapkan dapat memberikan gambaran rinci tentang fenomena tertentu. Metode

ini biasanya dilakukan jika antara subjek penelitian atau lokasi penelitian terdapat

kesamaan sifat antara subjek dan kelompok yang lain. Dalam hal ini maka konteks

HKBP Lawe Sigalagala menjadi hal yang sangat penting dalam penelitian ini, baik

dalam konteks kemiskinan dan juga konteks Islam Alas/ Gayo dapat diteliti melalui

pendekatan sampel homogen. Hal ini memungkinkan untuk penyelidikan rinci dari

proses sosial konteks tertentu.63

Maka dalam penelitian ini sampel yang ditentukan

adalah sebagai berikut:

a. Kelompok-I untuk wawancara kelompok atau FGD pesertanya adalah

kaum Bapak 5 orang, Kaum Ibu 5 orang, Pemuda 2 orang, Pemudi 2

orang.

b. Kelompok yang kedua adalah pelayan gereja (Pendeta 2 orang, Penatua 5

orang).

c. Kemudian akan dilanjutkan pada wawancara perorangan, pesertanya

adalah kaum Bapak 5 orang, Kaum Ibu 5 orang, Pemuda 2 orang,

Pemudi 2 orang dan Kepala Desa.

63

Ibid, h. 78-79.

©UKDW

Page 33: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

33

d. Informan :

Nama :

Pekerjaan :

Usia :

Status :

Pendidikan:

1.8. Sistematika Pembahasan

Bab I : Pendahuluan

Pada bagian ini akan menguraikan Latar Belakang Pertanyaan, Rumusan

Pertanyaan, Tujuan Penelitian, Landasan Teori, Judul Tesis, Hipotesis,

Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

Bab II : Gambaran HKBP Lawe Sigalagala

Pada bagian ini penulis akan menyajikan penelitian lapangan dan juga kajian

literatur yang terkait dengan dokumen-dokumen HKBP Lawe Sigalagala.

Pada bagian ini juga akan digambarkan kondisi HKBP Lawe Sigalagala,

dalam konteks Sosial, Ekonomi, Politik, Budaya dan Agama, yang akan

mencakup pada analisa data.

Bab III : Gambaran eklesiologi dalam Tata Gereja HKBP.

Pada bagian ini penulis akan menyajikan pemahaman eklesiologi yang

termuat dalam Tata Gereja HKBP (Konfessi HKBP 1951 & 1996, Aturan

Peraturan HKBP 2002, Hukum Siasat Gereja (RPP), dan dokumen terkait.

Bab IV : Eklesiologi kontekstual di HKBP Lawe sigalagala

Pada bagian ini penulis akan menyajikan refleksi terhadap hasil penelitian,

dan penulis akan menawarkan satu konsep eklesiologi yang kontekstual bagi

HKBP Lawe Sigalagala.

©UKDW

Page 34: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50100278/ae7c...2 permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka

34

Bab V :Kesimpulan dan Saran/Rekomendasi

Bagian ini merupakan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian yang sudah

dilakukan, termasuk jawaban dari rumusan pertanyaan beserta rekomendasi

berupa konstruksi eklesiologi yang kontekstual bagi HKBP Lawe Sigalagala.

1.9. Kepustakaan

1.10. Lampiran

©UKDW