wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · mesin pemisah biji cabai...

20

Upload: dinhmien

Post on 08-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Warta

Pengantar Redaksi Daftar Isi

ISSN 0126-4427

Penelitian dan Pengembangan PertanianVolume 40 No. 2, 2018

Rumput Steno Unggul di Bawah Naungan 1

Penerapan Teknologi Bangkitkan Pesona Bunga Krisan di Sukaraja 3

Peningkatan Indeks Pertanaman Padi di Lahan Rawa Tengahan 5

Menyulap Kulit Kopi Menjadi Rupiah 8

"Bukti nyata” Model Pertanian Bio Industri Mampu Meningkatkan Nilai Tambah Bagi Petani 10

Mesin Pemisah Biji Cabai Mendukung Perbenihan Cabai Berkelanjutan 12

Mengatasi Resistensi terhadap Anthelmentika pada Domba dan Kambing 13

Penerapan Teknologi untuk Menyelamatkan Populasi Kerbau Krayan 16

Penerapan paket teknologi dan jejaring kerjasama menjadi bagian penting dalam menciptakan efisiensi, efektivitas, dan keberhasilan suatu program, tidak terkecuali dalam kegiatan pertanian. Salah satu artikel menunjukkan "Bukti nyata” penerapan teknologi Bio Industri yang mampu meningkatkan nilai tambah bagi petani. Adapula kesan positif yang dirasakan oleh petani di Sukaraja dimana teknologi mampu membangkitkan pesona Bunga Krisan pada daerah tersebut. Efisiensi dengan konsep pemanfaatan limbah juga menjadi target dari penerapan teknologi seperti yang ditunjukkan pada pemanfaatan kulit kopi menjadi pakan ternak. Pakan limbah kulit kopi menjadi salah satu solusi atas permasalahan berkurangnya sumber pakan hijauan akibat alih fungsi lahan. Upaya pemenuhan kebutuhan pakan juga dilakukan melalui pengembangan Rumput Steno yang produksinya meningkat jika dibudidayakan di bawah naungan. Ternak menjadi sumber protein yang terbaik sehingga dukungan pengembangan, peningkatan populasi, hingga pemeliharaan yang baik perlu untuk dilakukan. Artikel kali ini juga menyajikan penerapan teknologi tepat spesifik lokasi dan karakteristik untuk mempertahankan keberadaan Kerbau Krayan. Kemudian teknologi untuk mengatasi resistensi penggunaan Anthelmentika pada ternak jika obat-obatan tersebut digunakan secara berlebih. Dari sisi pangan, peningkatan indeks pertanaman di lahan rawa tengahan juga masih bisa lebih diekspose lagi guna stabilisasi produksi pangan. Tidak ketinggalan, kehadiran salah satu alsintan yakni pemisah biji cabai hadir untuk mendukung perbenihan cabai berkelanjutan. Redaksi Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian diterbitkan enam kali dalam setahun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pengarah: Muhammad Syakir; Tim Penyunting: Retno Sri Hartati Mulyandari, Istriningsih, Nuning Nugrahani, Sri Hartati, Sofjan Iskandar, Syahyuti, Sri Utami, Tri Puji Priyatno, Miskiyah, Wiwik Hartatik, Achmad Subaidi; Ika Djatnika; Ronald Hutapea; Penyunting Pelaksana: Morina Pasaribu, Siti Leicha Firgiani, Ujang Sahali Tanda Terbit: No. 635/SK/DITJEN PPG/STT/1979; Alamat Penyunting: Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian, Jalan Salak No. 22, Bogor 16151, Telepon: (0251) 8382567, 8382563, Faksimile: (0251) 8382567, 8382563, E-mail: [email protected]. Selain dalam bentuk tercetak, Warta tersedia dalam bentuk elektronis yang dapat diakses secara on-line pada http://www.bpatp.litbang.pertanian.go.id

Foto sampulKrisan varietas Arundaya

Redaksi menerima naskah tentang inovasi teknologi dan kelembagaan pertanian dari hasil Penelitian, Pengkajian, dan Diseminasi lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sasaran pembaca adalah komunitas pertanian, terutama penyuluh dan praktisi di lapangan. Naskah disajikan dalam bentuk ilmiah popular disertai gambar/foto yang sesuai dengan bahasan naskah. Jumlah halaman naskah 4-6 halaman ketik dua spasi dengan judul maksimal 10 kata.

Volume 40 Nomor 2, 2018 1

Ru m p u t S t e n o t a p h r u m secundatum merupakan jenis

rumput yang baik untuk pakan ternak. Nama Stenotaphrum berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas dua kata yakni “stenos” yang artinya sempit dan “taphros” yang artinya parit. Rumput yang biasa disebut dengan nama rumput steno cocok tumbuh pada areal yang ternaungi dengan intensitas cahaya rendah. Karakter rumput steno sangat cepat berkembang biak, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, serta memiliki kemampuan tinggi untuk berkompetisi dengan gulma.

Toleransinya terhadap naungan berat menjadikan rumput steno sesuai untuk diintegrasikan di lahan perkebunan kelapa sawit, karet, kelapa, atau jeruk. Integrasi tersebut akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan untuk penanaman pakan hijauan yang saat ini sudah semakin terbatas. Apalagi pertumbuhan rumput ini terbukti lebih baik apabila ditanam di lahan yang ternaungi. Penyesuaian rumput steno terhadap naungan secara morfologi ditunjukkan melalui tinggi dan lebar daun sedangkan secara fisiologis terlihat dari jumlah kandungan klorofil atau zat hijau daun. Jumlah hijau daun pada Stenotaphrum secundatum yang ditanam di lahan naungan lebih tinggi dibanding pada lahan terbuka.

Rumput Steno Unggul di Bawah Naungan

Rumput steno (Stenotaphrum secundatum) yang ditanam di bawah naungan, produksinya mencapai 65,7% lebih tinggi dibandingkan yang ditanam di lahan terbuka, mengandung protein kasar 25,9% lebih tinggi,

serta lebih disukai ternak. Berbagai kelebihan dengan metode budi daya di bawah naungan tersebut menjadi peluang pengembangan dan peningkatan

produksi rumput steno sebagai pakan ternak.

Produksi Lebih Tinggi

Hasi l penel i t ian Sirai t (2016) menunjukkan bahwa produksi segar rumput steno yang ditanam pada naungan 55% dan 75%, masing-masing mencapai 53,7 dan 46,7 t/ha/tahun. Hasil ini lebih tinggi dibanding rumput steno yang ditanam pada lahan terbuka dengan produksi hanya 32,4 t/ha/tahun. Dengan kata lain, produksi rumput steno meningkat sebesar 44,1% dan 65,7% apabila ditanam di bawah naungan dengan interval waktu pemanenan 60 hari. Apabila interval panen diperpendek menjadi 45 hari, produksi segar meningkat mencapai 106 t/ha/tahun pada naungan 50%.Nilai nutrisinya bahkan jauh lebih baik. Kandungan protein kasar rumput steno yang ditanam pada lahan terbuka menunjukkan angka 9,38% sedang pada lahan dengan naungan 50% dapat mencapai 11,81% yang berarti terjadi peningkatan sebesar 25,91%. Hasil ini diperoleh pada interval pemanenan 45 hari.

Lebih Disukai Ternak

Selain produksi dan nilai nutrisi yang lebih tinggi, respon ternak pada rumput steno yang ditanam pada lahan naungan menunjukkan tingkat palatabilitas atau kesukaan yang lebih baik. Jika konsumsi

ternak kambing untuk rumput kering steno yang ditanam pada lahan terbuka sebanyak 236 gram/ekor/hari maka konsumsi kambing untuk rumput yang ditanam pada naungan 75% mencapai 279 g/ekor/hari. Perbedaan jumlah konsumsi tersebut memperlihatkan adanya peningkatan konsumsi sebanyak 18,2% dan dianggap tergolong tinggi karena mencapai 3,25% dari bobot hidup sebagaimana dilaporkan oleh Sirait dan Simanihuruk (2008). Gambaran lain juga dilaporkan oleh Ginting dan Tarigan (2006) yakni jika tidak dibatasi (ad libitum) maka konsumsi rumput steno pada naungan akan lebih tinggi lagi hingga 588 g/ekor/hari pada Kambing Kacang.

Apabila dibandingkan dengan jenis rumput lainnya yang juga toleran naungan, rasio daun/batang rumput steno jauh lebih besar. Rasio daun/batang rumput steno sebesar 6,1 hingga 6,5. Sedangkan rumput Brachiaria humidicola hanya sebesar 2,5 hingga 3,4 atau rumput Ottochloa nodusa berasio 1,8 hingga 2,0. Ternak lebih menyukai bagian daun dibandingkan batang. Semakin tinggi rasio daun/terhadap batang, semakin baik bagi produktivitas te r nak . Ha l i n i d i ka renakan kandungan nitrogen dalam daun lebih tinggi.

Rumput steno responsif terhadap pemupukan nitrogen, Sirait (2005) melaporkan kandungan protein kasar rumput steno mengalami peningkatan dengan pemupukan dibanding tanpa pemupukan. Hasil perlakuan nitrogen menunjukkan pen ingka tan mas ing-mas ing 12,79%; 16,33% dan 17,80% pada pemupukan 0,100 dan 200 kg N/ha/thn. Upaya perbaikan produktivitas

2 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ternak te lah di lakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dengan pemberian pakan berkualitas. Tanaman sumber hijauan yang memiliki nilai nutrisi tinggi perlu d i k e m b a n g k a n m e n g i n g a t keterbatasan lahan untuk pakan hijauan selama ini menjadi kendala.

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 melaporkan luas perkebunan besar di Indonesia mencapai 6.725.300 ha untuk kelapa sawit dan 551.100 ha untuk karet. Hutabarat (2002) menyebutkan bahwa sekitar 70-80% areal perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan hijauan, utamanya dengan mengintegrasikan tanaman pakan toleran naungan. Apabila rumput s teno d i tanam pada lahan kelapa sawit yang sudah menghasilkan dengan kondisi naungan sedang hingga berat maka dapat memproduksi pakan hijauan dalam jumlah besar untuk pemenuhan kebutuhan pakan ruminansia.

Sebaran Rumput Steno

Pemeliharaan rumput steno di tingkat petani-peternak di Sumatera Utara telah dilakukan di beberapa kabupaten (Kab.) seperti Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, Karo. Sedangkan budi daya rumput

steno di luar Sumatera Utara, antara lain di Bukittinggi Sumatera Barat dan Jambi. Pada Kab. Karo (Tatang, 2010) menunjukkan pertanaman campuran rumput dan legum yang diintegrasikan di bawah perkebunan jeruk. Diantara spesies rumput yang dikombinasikan dengan legum, campuran terbaik pertama adalah rumput Brachiaria ruziziensis dan kedua rumput steno dimana produksi bahan kering pada pemanenan masing-masing 24,3 dan 12,3 kg/ha/hr. Dari komposisi botanis, rumput Brachiaria ruziziensis adalah yang tertinggi mencapai 94.7% disusul oleh rumput steno mencapai 60,4%. Namun, dari aspek nutrisi, rumput steno memiliki kandungan protein kasar tertinggi mencapai 20%. Integrasi hijauan dan legum tidak memberikan pengaruh negatif baik terhadap kondisi batang, daun maupun buah jeruk.

Integrasi pertanaman rumput steno juga telah dikembangkan di bawah perkebunan kelapa di Bali pada tahun 1991 oleh Mendra (1995) dan juga di Sulawesi Utara oleh Kaligis pada tahun 1992. Pada tahun 2007 Hanafi mengintegrasikan campuran rumput dan legum di bawah tegakan kelapa sawit di Kab. Langkat Sumatera Utara dan memperoleh hasil bahwa rumput Paspalum notatum dan rumput steno sangat toleran terhadap naungan berat 75%. Rataan persentase komposisi botanis rumput steno masing-masing sebesar 2,94;

12,93 dan 24,11% untuk taraf naungan 0, 55 dan 75%. Rumput steno telah diujiadaptasikan pada agroekosistem dataran tinggi di Desa Gurgur, Kab. Tobasa dan di agroekosistem dataran rendah Sei Putih Deli Serdang, Sumatera Utara tahun 2003 sampai 2007. Secara umum pertumbuhan dan produksi rumput steno yang ditanam di agroekosistem dataran rendah lebih baik dibanding agroekosistem dataran tinggi seperti dilaporkan Sirait dkk. (2006 dan 2007).

Peluang Pengembangan

Tanaman rumput steno mempunyai peluang besar untuk dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia, utamanya sentra perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, dan jeruk. Tercatat sejak tahun 2012 hingga 2016 bibit rumput steno dari Loka Penelitian Kambing Potong sudah menyebar sebanyak ± 12.000 pols atau stek bibit. Lokasi penyebaran ke beberapa daerah Indonesia, yakni Sumatera Utara, Nangro Aceh Darussalam, Jambi, dan Sumatera Barat. Permintaan rumput steno berasal dari kalangan peneliti, perguruan tinggi, perkebunan kelapa sawit, serta peternak rakyat. Peluang pengembangan rumput steno juga didukung oleh produksi biomassa, rasio daun/batang, nilai nutrisi, palatabilitas, dan konsumsi bahan kering yang relatif tinggi. Apalagi proses budi dayanya tergolong sangat mudah.

Juniar Sirait dan Kiston Simanihuruk

Loka Penelitian Kambing Potong

Sei Putih PO BOX 1 Galang Deli Serdang,

Sumatera Utara

Telepon : (061) 7980270

Faksimile : (061) 7980013

E-mail : lolitkambing@hotmail.

pertanian.go.id; lolitkambing1@yahoo.

comRumput Stenotaphrum secundatum di bawah legum pohon Gliricidia sepium (a) dan di bawah tegakan kelapa sawit (b).

(a) (b)

Volume 40 Nomor 2, 2018 3

Balithi di bawah koordinasi Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hortikultura (Puslitbanghortikultura), Ba l i t bang tan , me lepas dan mendaftarkan lebih dari 30 varietas unggul krisan beserta teknologi pendukung pengembangan produksi krisan. Hal tersebut mendapat tanggapan yang baik dari pelaku usaha tani tanaman hias. Proses diseminasi memegang peranan penting dalam menyebarluaskan pemanfaatan teknologi ke pengguna akhir. Semakin banyak yang dapat menerapkan teknologi tersebut menunjukkan proses alih teknologi yang baik. Teknologi pada dasarnya berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani sehingga mutu produk yang dihasilkan baik. Kesuksesan program dari lembaga atau organisasi masih sangat bergantung pada keberhasilan menciptakan jejaring kerja (networking) termasuk dalam upaya diseminasi teknologi varietas krisan.

P r o d u k s i k r i s a n p o t o n g di Indonesia rata-rata pertahun mencapai 417 ribu tangkai. Produksi krisan paling banyak dihasilkan di Provinsi Jawa Barat ± 47,1%, Jawa Tengah ± 27,3%, Jawa Timur ± 21,5%, diikuti oleh DI Yogyakarta,

Penerapan Teknologi Bangkitkan Pesona Bunga Krisan di Sukaraja

Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah melepas dan mendaftarkan

lebih dari 30 varietas unggul krisan. Hasil litbang tersebut siap didiseminasikan gmelalui Pengembangan Kawasan Agribisnis Krisan

(PKAK). Kerja bersama semua pihak baik instansi pusat, daerah, serta peran aktif kelompok tani mendatangkan manfaat, terbukti dari banyaknya

umpan balik penggunaan dan pengembangan benih krisan varietas Balitbangtan.

Sulawesi Utara, dan Bali yang rata-rata produksinya 1%, serta provinsi lainnya yang memil iki daerah pengembangan krisan juga (BPS, 2016).

Provinsi Jawa Barat menyumbang paling banyak produksi krisan nasional. Daerah sentra produksi krisan di Jawa Barat antara lain di Kabupaten (Kab.) Bandung Barat, Cianjur, dan Sukabumi dengan jumlah berimbang masing-masing lebih kurang 30% (Ditjen Hortikultura, 2015). Daerah tersebut menjadi sentra karena memiliki kesamaan topografi dengan kondisi iklim yang bisa memenuhi persyaratan untuk budi daya krisan.

B a l i t h i m e n g e m b a n g k a n Kawasan Agribisnis Krisan (PKAK) di Kecamatan (Kec.) Sukaraja, Kab. Sukabumi bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, Dinas Pertanian Kab. Sukabumi, Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kec. Sukaraja, kelompok tani yang mengusahakan tanaman krisan di Kec. Sukaraja, dan petani krisan di Kab. Sukabumi. Kegiatan tersebut disertai dengan display produk beberapa varietas krisan dalam bentuk demplot di lahan Kelompok tani Asri Sukaraja. Varietas

krisan tersebut adalah Varietas Puspita Nusantara, Sakuntala, Swarna Kencana, Pasopati, Puspita Pelangi, Kusuma Swasti , dan Kusuma Sakti. Kegiatan pelaksanaan demplot varietas krisan unggulan Balitbangtan terdiri atas persiapan lahan yang dilakukan langsung oleh petani krisan; persiapan benih di bawah pendampingan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) Balithi; penanaman benih krisan; dan pemeliharaan tanaman dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) hingga krisan siap panen.

Inovasi teknologi produksi dalam teknik budi daya krisan yang didesiminasikan dalam PKAK adalah sistem irigasi. Teknologi sistem irigasi yang diterapkan adalah dengan memanfaatkan jaringan paralon dengan nozzle atau sprayer yang dirangkai diatas bedengan per tanaman kr isan. Manfaat penggunaan sistem irigasi ini antara lain: a) menjaga perakaran benih krisan setelah pindah tanam karena butiran air yang keluar melalui nozzle lebih halus dan merata, b) kelembapan media tanam tercapai dalam waktu yang hampir sama pada satu lahan karena air dari nozzle akan keluar bersamaan, dan c) metode pengairan tersebut lebih efektif karena lebih cepat menyelesaikan penyiraman apabila dibandingkan dengan penyiraman secara konvensional yakni dengan menggunakan embrat/gembor oleh tenaga manusia.

Tanaman krisan merupakan tanaman hari pendek fakultatif. Apabila panjang hari yang diterima lebih pendek dari kebutuhan untuk

4 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

pertumbuhan vegetatifnya, maka tanaman akan berbunga pada kondisi tinggi tanaman belum optimal sesuai standar mutu yang telah ditentukan. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu aplikasi pemberian cahaya lampu tambahan yang diterima tanaman selama 4 jam/hari pada malam hari dengan intensitas pencahayaan optimal berkisar 70-100 lux. Penggunaan teknologi lampu Light Emitting Diode (LED) untuk penambahan cahaya menjadi lebih efisien karena daya listrik lampu LED lebih rendah yaitu 12 watt atau dapat menghemat 45% dibandingkan lampu flourescent 25 watt, atau menghemat 70% dibandingkan lampu pijar 75 watt untuk memperoleh intensitas cahaya yang dikehendaki tanaman krisan.

Bal i th i mengadakan acara temu lapang yang ber tema inisiasi pengembangan kawasan agribisnis krisan yang bekerjasama dengan semua p ihak da lam

rangka meningkatkan adopsi dan pengembangan inovasi teknologi budidaya krisan di Sukabumi. Temu lapang mencakup kegiatan temu koordinasi, kunjungan ke demplot inovasi teknologi budidaya krisan, dan kegiatan Training of Trainers (TOT) dengan materi Standard Operat ing Procedures (SOP) perbenihan dan budi daya tanaman krisan. Rangkaian acara temu lapang tersebut diselenggarakan di Desa Limbangan, Kec. Sukaraja, Kab. Sukabumi. Kegiatan temu lapang merupakan hasil kerjasama Balithi, Puslitbanghorti, BPTP Jawa Barat, Direktorat Budi Daya dan Pascapanen Florikultura, Direktorat Perbenihan, Dinas Per tanian Sukabumi, BP4K Sukabumi, BP3K Kec. Sukaraja, kelompok tani, dan petani krisan di Sukabumi.

Temu lapang pengembangan kawasan agribisnis krisan telah memberikan banyak manfaat secara langsung maupun tidak langsung

dalam pengembangan agribisnis krisan nasional. Beberapa hasil penting dari temu lapang antara lain adanya rencana tindak lanjut pengembangan yang lebih luas dengan meningkatkan kerjasama dan je jar ing pengembangan krisan, melibatkan petani-petani di daerah sentra krisan lainnya, floris, pelaku usaha di bidang dekor, dan direktorat terkait. Umpan balik dari hasil kegiatan temu lapang adalah peningkatan penggunaan dan pengembangan benih krisan varietas dalam negeri dalam hal ini dengan meningkatnya penggunaan benih krisan varietas Balitbangtan.

E. Dwi Sulistya Nugroho dan

Ika Djatnika

Balai Penelitian Tanaman Hias

Jalan Raya Pacet, Ciherang

PO BOX Sindanglaya Cianjur, Jawa Barat

Telepon : (0263) 517056

Faksimile : (0263) 514138

E-mail : [email protected]

(a) (b)

Pemasangan nozzle pada paralon (a), instalasi dan cek sistem penyiraman dengan jaringan irigasi paralon di atas bedengan (b).

Penggunaan lampu light-emitting diode (LED) dalam penambahan panjang hari dalam budidaya krisan.

(a) (b) (d)

Demplot tanaman krisan varietas Badan Litbang Pertanian (a), temu wicara dan koordinasi (b), pelaksanaan TOT (c), penyampaian sertifikat TOT dari Kepala Balithi kepada peserta TOT (d

Volume 40 Nomor 2, 2018 5

Peningkatan Indeks Pertanaman Padi di Lahan Rawa Tengahan

Pemilihan dan penerapan teknologi yang tepat terbukti dapat meningkatkan produktivitas penggunaan lahan rawa. Sifat fisiko-kimia lahan rawa lebak

yang kurang sesuai untuk komoditas pertanian pangan menjadi acuan dalam penentuan teknologi. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) telah melakukan uji penggunaan varietas sebagai teknologi

yang dapat meningkatkan indeks pertanaman padi. Hasil uji menunjukkan penggunaan varietas padi Rintak dan Surung dengan mekanisme budidaya

yang sesuai pada lahan rawa lebak tengahan menjadi kombinasi tepat dalam meningkatkan produktivitas padi.

Usaha pengembangan pertanian di lahan rawa lebak telah lama

dilaksanakan, namun hasil yang diperoleh selama ini masih rendah. Kondisi tersebut selain berhubungan erat dengan kendala fisiko-kimia lahan juga disebabkan masih belum optimalnya pemilihan dan penerapan teknologi yang seharusnya mengacu pada kondisi spesifik lokasi dan sosial budaya setempat. Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan teknologi pengelo laan lahan rawa lebak perlu dilakukan untuk menciptakan pertanian berkelanjutan melalui integrasi aspek produksi, ekonomi, dan lingkungan.

Salah satu proses pemilihan teknologi yang dilakukan melalui kegiatan uji penggunaan varietas. Kegiatan tersebut dilakukan di Desa Tambalang Kecil, Kecamatan (Kec.) Sungai Pandan, Kabupaten (Kab.) Hulu Sungai Utara (HSU), Provinsi Kalimantan Selatan. Pemilian lokasi berdasarkan tipologi lahan rawa lebak dangkal dan tengahan yang berada di dalam kawasan polder/tanggul Alabio. Pengembangan inovasi teknologi dititikberatkan pada peningkatan produktivitas padi melalui penambahan indeks pertanaman (IP) dari 100 menjadi 300 untuk lebak dangkal dan 100

menjadi 200 untuk lebak tengahan. Pada dasarnya, IP 300 di lahan rawa lebak dangkal sudah biasa dilakukan oleh petani, sedang IP 200 di lebak tengahan baru diupayakan pada kegiatan ini. Berikut uraian teknologi yang diterapkan pada kegiatan peningkatan padi di Lahan Rawa Tengahan:

Pertanaman Padi I (Rintak)

Padi rintak adalah padi rawa lebak yang ditanam pada akhir musim hujan dan dipanen pada musim kemarau. Pertanaman padi rintak sampai sekarang masih menghadapi permasalahan antara lain: a) air pasang-surut tidak menentu sehingga menyulitkan prosest tanam

yang tepat dimana kemungkinan bibit yang baru ditanam dapat tenggelam karena air naik dan b) cekaman kekeringan, terutama jika terlambat tanam. Budi daya padi rintak dapat dilaksanakan sesuai tahapan:

Persemaian. Persemaian benih padi rintak merupakan persemaian kering yang dilaksanakan di tempat lebih tinggi. Benih padi yang akan disemai adalah benih berumur genjah seperti varietas : Inpara 2, Inpara 3, Inpara 6, dan Inpari 17. Tanah di lokasi persemaian harus subur, cukup sinar matahari, dan bebas dari sisa akar tumbuhan. Semai dilakukan secara bertahap untuk mengantisipasi air surut yang tidak menentu dan berubah-ubah. Pada saat pengujian, ketinggian air berkisar 45- 69 cm. Persemaian diberi amelioran (1 kg abu/m²) abu sekam, pupuk Urea, dan KCl masing-masing 5 gr/m² dengan kepadatan benih 200-250 gr benih/m² atau 30 kg/ha. Pada umur bibit 10-15 hari sebaiknya bibit dipindah ke tempat basah di pinggir sawah (ampakan) dan akan dilakukan penanaman pada saat berumur 25-30 hari.

Persemaian padi rintak yang dibuat di tempat yang lebih tinggi dan setelah berumur 2 minggu dipindahkan ke lahan yang ada airnya (ampakan).

6 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Kondisi lahan untuk kegiatan pertanaman padi sebelum dan setelah dibersihkan.

Sistem jajar legowo 2:1.

Penyiapan lahan. Penyiapan lahan dilakukan tanpa olah tanah, hanya membersihkan serasah tanaman a tau gu lma yang kemud ian diletakkan di pinggir sawah agar tidak mengganggu saat menanam. Secara alami serasah tersebut akan menjadi kompos. Kegiatan dilakukan bertahap karena jika genangan masih di atas 60 cm persiapan lahannya belum dapat dilakukan.

Tanam. S is tem tanam yang dilakukan adalah sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan varietas padi Inpara 2, Inpara 3, Inpara 6, dan Inpari 17. Proses penanaman juga dilakukan bertahap sesuai kondisi genangan air.

Pemupukan. Pemupukan pertama dilakukan 10 Hari Setelah Tanam (HST) atau menunggu air surut. Pemupukan kedua dilakukan pada tanaman berumur 45 hst. Takaran pupuk berdasarkan rekomendasi dosis pemupukan padi lahan rawa yaitu 150 kg/ha Urea dan 250 kg/ha NPK Mutiara (15:15:15). Pupuk NPK diberikan seluruhnya pada pemupukan pertama, sedang Pupuk

Urea sebagian diberikan pada pemupukan pertama dan sisanya pada pemupukan kedua. Pupuk diberikan dengan cara disebar merata dan akan terbenam sendiri saat petani melewati lahan tersebut.

P e m e l i h a r a a n T a n a m a n .Pemeliharaan tanaman salah satunya ditujukan untuk mengendalikan gulma. Gulma umumnya tidak begitu banyak karena lahannya berair. Jika ada gulma, dapat dikendalikan secara manual atau menggunakan herbisida berbahan panadin dengan dosis 2 l/ha disemprotkan secara hati-hati diantara baris tanaman pada umur 30 hst. Sebaiknya alat semprot dilengkapi dengan sungkup agar mempersempit areal semprotan dan dapat lebih terarah serta tidak mengenai daun padi.

Hama dan Penyakit Tanaman.Hama utama padi rintak di lahan rawa lebak tengahan adalah keong mas, hama putih palsu, dan walang sangit. Pengendalian keong mas dapat dilakukan secara terpadu yakni pengambilan manual dan muluskasida. Pengendalian hama

putih palsu dengan menggunakan pestisida berbahan Lamda Sihalotrin dan Carbaryl. Hama walang sangit dikendalikan dengan perangkap keong busuk. Penyakit yang banyak menyerang adalah blast yang dapat dikendalikan dengan penggunaan var ie tas tahan, menghindar i pemakaian benih dari daerah yang pernah terserang, pemupukan berimbang, sanitasi, atau fungisida.

Panen. Panen padi rintak dilakukan pada musim kemarau. Hasil ubinan seluas 10 x 10 m menunjukkan besaran Inpara 2 sebesar 5,6 t/ha GKG, Inpara 6 sebesar 4,3 t/ha GKG, Inpara 3 adalah 4,4 t/ha GKG, dan Inpari 17 sebesar 3,7 t/ha GKG. Inpara 2 menunjukkan produksi yang lebih baik dikarenakan proses recovery setelah genangan lebih cepat dan lebih toleran terhadap kelarutan Al dan Fe.

Pertanaman Padi II (Surung)

Pertanaman padi surung merupakan per tanaman padi pada akhir musim kemarau (kondisi lahan kering) dan panen pada awal musim hujan (kondisi lahan berair). Penerapan sistem tanam ini lebih menguntungkan karena saat air mulai menggenang kondisi bibit sudah tumbuh cukup tinggi dan kokoh.

Pemilihan Benih, Varietas, dan Semaian. Benih yang dipilih harus berkualitas baik (bersertifikat) karena : a) menghasilkan bibit yang sehat dengan perakaran yang kuat, b) menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, c) bibit dapat tumbuh lebih cepat dengan vigor yang baik, dan d) benih yang baik akan memberikan hasil yang tinggi. Benih sebaiknya diambil dari varietas padi yang berumur genjah, tahan kekeringan, dan tahan genangan menjelang panen.

Kondisi pertanaman padi rintak saat menjelang panen

Volume 40 Nomor 2, 2018 7

Persemaian kering untuk menyiapkan bibit padi surung.

Kondisi lahan pada saat persiapan lahan penanaman padi surung (a) dan pengolahan tanah dengan hand traktor (b).

Varietas yang diuji adalah varietas Inpara 20, Inpara 13, dan Mekongga. Persemaian padi surung seperti padi rintak, dilakukan di tempat lebih tinggi dan dilakukan sebelum panen padi rintak agar setelah persiapan lahan, benih siap ditanam.

Penyiapan Lahan. Penyiapan lahan dilakukan lebih cepat untuk menghemat waktu. Lahan yang telah bersih disemprot dengan herbisida pratumbuh untuk mematikan benih gulma. Penyemprotan dilakukan dengan dosis yang dianjurkan, hindari penggunaan berlebih karena dapat mengganggu pertumbuhan t a n a m a n . H a s i l p e n e l i t i a n menun jukkan penyempro tan herbisida pratumbuh sebelum tanam dapat menekan pertumbuhan gulma sekitar 70-80% sampai menjelang pemupukan kedua.

Tanam. Penanaman padi surung sama seperti padi rintak, bedanya pada kondisi lahan padi rintak berair dan padi surung agak kering. Sistem tanam yang digunakan sistem tanam jarwo 2:1 dan 4:1.

Pemupukan. Pemupukan dilakukan hanya sekali yaitu seminggu setelah tanam. Takaran pupuk berdasarkan rekomendasi pemupukan padi lahan rawa yaitu 150 kg/ha Urea dan 250 kg/ha NPK Mutiara (15:15:15). Semua pupuk diberikan dengan cara disebar merata.

Pemeliharaan Tanaman. Gulma pada pertanaman padi surung lebih banyak terutama pada vase vegetati f karena lahan dalam kondisi kering. Memasuki vase generatif per tumbuhan gulma berkurang karena lahan mulai berair. Pengendalian gulma dilakukan secara manual atau herbisida berbahan panadin dengan dosis 2 l/ha disemprotkan secara hati-hati diantara baris tanaman.

Hama dan Penyakit Tanaman. Hama utama tanaman padi surung di lahan rawa lebak tengahan adalah tikus, keong mas, hama putih palsu, dan burung. Hama tikus menyerang tanaman padi begitu tanaman memasuki vase generatif (keluar malai). Adapun pengendalian terhadap hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan sani tas i l ingkungan, ratel, umpan, dan pagar plastik. Jika lahan berair, sering terjadi serangan keong mas pada tanaman

muda. Pengendaliannya dilakukan secara terpadu yakni manual atau muluskasida. Pengendalian te rhadap hama pu t ih pa lsu menggunakan pestisida berbahan pertako dan valia. Hama burung menyerang pada saat tanaman mulai berisi. Pengendaliannya dengan membentangkan tali yang berwarna mengkilap di tengah persawahan.

Panen. Panen padi surung dilakukan pada awal musim hujan. Hasil ubinan seluas 10 x 10 m adalah sebesar Inpari 20 5,6 t/ha GKG, Inpari 13 5,1 t/ha GKG, dan Mekongga 5,0 t/ha GKG. Hal tersebut dikarenakan karakter tingkat produktifitas ketiga varietas yang hampir sama besar.

Muhammad Alwi

Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa

Jalan Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat

Utara, Banjarbaru

Telepon : (0511) 4772534

E-mail : [email protected].

go.id

(a) (b)

Sistem tanam jarwo 4:1 di lokasi kegiatan. Penampilan pertanaman padi surung varietas Mekongga menjelang panen di lokasi kegiatan.

8 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang

menghasilkan kulit bisa mencapai 40-50% dari berat kopi yang dipanen. Dalam setiap ton buah basah diperoleh 200 kg kulit kopi kering. Hasil analisis kesetimbangan massa buah kopi menunjukkan bahwa dari 100 kg buah kopi yang diolah kering akan diperoleh 29 kg (29%) gelondong kering yang terdiri dari 15,95 kg biji kopi (55%) dan 13,05 kg kulit gelondong kering (45%). Kulit gelondong kering terdiri atas kulit cangkang, lendir, dan kulit buah dengan perbandingan bobot kering 11,9 : 4,9 : 28,7 (Widyotomo, 2013).Limbah pertanian dan perkebunan saat ini baru dimanfaatkan sebagai pakan ternak mencapai 39% dari potensi yang tersedia. Sebagian besar dari limbah tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, bahkan

Menyulap Kulit Kopi Menjadi Rupiah

Kebutuhan pakan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan konsumsi daging, namun ketersediaan hijauan semakin

terbatas sehingga pertumbuhan ternak menjadi kurang optimal. Kulit kopi sebagai limbah dari tanaman kopi banyak tersedia terutama pada musim panen. Pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak ruminansa mampu

mengurangi penggunaan hijauan sampai 40%.

dibuang dan dibakar. Kondisi tersebut dapat menjadi peluang besar pengembangan melalui bisnis pengolahan limbah tersebut.

Salah satu manfaat dari limbah kulit kopi adalah dapat diolah menjadi bahan pakan ternak untuk mengatasi masalah kekurangan hijauan terutama pada musim kemarau. Pengolahan limbah kulit kopi dengan cara proses fermentasi dapat meningkatkan kandungan nutrisi, menurunkan kandungan serat kasar dan mengurangi zat anti nutrisi seperti kafein dan tannin pada kulit kopi sehingga aman bagi ternak. Kompiang, et al (1994) menyatakan bahwa proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti proein dan energi metabolisme seta mampu memecah komponen kompleks menjadi komponen sederhana.

Pengolahan Kulit Kopi

Pengolahan kulit kopi dengan cara fermentasi sangat mudah tanpa membutuhkan alat dan bahan yang sederhana. Hasilnya pun dapat disimpan hingga dua tahun tanpa mengurangi kualitas pakan dengan kondisi penyimpanan yang anaerob. Alat yang diperlukan untuk pengolahan kulit kopi adalah sekop, terpal, ember, gembor, plastik, tali plastik dan koran bekas. Bahan yang diperlukan adalah kulit kopi sebanyak 800 kg, dedak padi 200 kg, gula merah atau mollases 2,5 kg, activator 2,5 kg, garam dapur 5 kg, dan air secukupnya.

Cara membuatnya yaitu kulit kopi dihamparkan di atas terpal dan diratakan hingga tingginya berkisar 20 cm. Pada permukaan hamparan kulit kopi tersebut ditaburi dedak padi. Activator dilarutkan bersama gula merah atau molasses, urea, serta garam dapur dengan air yang bersih. Larutan tersebut disiramkan pada tumpukan bahan dengan menggunakan gembor kemudian diaduk hingga rata dan mencapai kelembaban sekitar 60%. Setelah selesai pengadukan, campuran tersebut dimasukkan ke dalam karung plastik dan bagian atasnya ditutupi dengan koran. Karung plastik ditutup rapat hingga kedap udara atau dalam kondisi anaerob dan disimpan ditempat yang teduh. Proses fermentasi akan berlangsung kurang lebih selama 21 hari . Setelah proses fermentasi berhasil dilakukan dan kulit kopi yang telah terfermentasi dengan baik makan kulit kopi siap diberikan pada ternak sapi.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Kulit Kopi

Zat makanan Hasil Fermentasi Non Fermentasi

Air (%) 37,45 11,64

Abu (%) 12,49 19,52

Protein Kasar (%) 10,27 8,49

Lemak Kasar (%) 4,14 1,04

Serat Kasar (%) 29,64 35,32

Kalsium (%) 0,20 1,86

Phospor (%) 0,41 0,48

Energi (kkal/kg) 41,48 3252Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi 2015

Volume 40 Nomor 2, 2018 9

Pakan fermentasi kulit kopi oleh petani. Ternak sapi lebih menyukai pakan fermentasi kulit kopi.

Kandungan Nutrisi Kulit Kopi

Kulit kopi hasil fermentasi yang baik akan memiliki bau wangi seperti tapai, tidak berjamur, remah atau tidak menggumpal, dan berwarna cokelat terang kehitaman. Ciri tersebut menandakan proses fermentasi berjalan dengan baik. salah satu kelebihan dari pakan kulit kopi fermentasi ini adalah nilai kandungan nutrisi yang setara dengan pakan hijauan unggul.

Kandungan protein nutr is i kulit kopi sebelum difermentasi hanya berkisar 8 – 9%, setelah melalui proses fermentasi, maka nilai kandungan proteinnya akan mengalami peningkatan menjadi 10,27%. Selain meningkatkan kandungan nutrisi, proses fermentasi juga dapat mengurangi faktor pembatas yaitu kandungan serat kasar dan zat antinutrisi berupa kafein dan tannin (Akmal dan Filawati, 2008) yang tidak dapat dicerna atau diserap baik oleh ternak. Apabila ingin melengkapi ni la i kandungan nutr is i lebih tinggi lagi maka dapat dilakukan penambahan bahan-bahan yang diinginkan. Penambahan Aspergillus niger, mampu meningkatkan nilai protein kasar dari pakan kulit kopi fermentasi secara drastis bahkan dapat semakin menekan kandungan zat-zat penghambat pencernaan yang berbahaya bagi ternak.

Pengujian Kulit Kopi Hasil Fermentasi sebagai Pakan Ternak

Pembuatan limbah kulit kopi menjadi pakan ternak dapat dilakukan oleh petani sendiri dengan mudah. Kemudahan untuk mengolah pakan tersebut dapat didukung jika peternak memiliki tanaman kopi atau kemudahan memperoleh bahan mentahnya yakni kulit kopi. Adanya pakan ternak alternatif tersebut dapat mengatasi masalah kesulitan dalam mencari rumput. Pakan hijauan saat ini memang menjadi permasalahan bagi peternak dimana sumber pakan hijauan makin sulit akibat alih fungsi lahan dan musim yang cenderung kering. Hasil pengkajian terhadap pemberian kulit kopi hasil fermentasi pada ternak sapi terbukti menunjukkan hasil yang baik. Hasil perhitungan Pertambahan Bobot Badan Harian menjadi (PBBH) 400-500 gr/ekor/hari. Pemberian kulit kopi terfermentasi sebanyak 0,9 kg/hari/ekor ditambah dengan pakan hijauan dan bahan pakan lainnya mampu meningkatkan PBBH sebesar 0,62 kg/ekor/hari (Wulandari, 2013). Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian kulit kopi hasil fermentasi sebanyak 60% dari jumlah pakan yang diberikan pada ternak kambing dapat meningkatkan PBBH 71,79 gr/ekor/hari (Londro, et al. 2013).

Keuntungan Menggunakan Kulit Kopi Hasil Fermentasi Sebagai Pakan Ternak

Limbah kul i t kopi tersedia me l impah pada saa t panen kopi sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli limbah kulit kopi tersebut. Petani hanya perlu untuk menyediakan molasses atau gula merah 2,5kg, dedak padi 20% dari jumlah bahan fermentasi kulit kopi, activator 2,5kg dan garam 5 kg.

Biaya yang dikeluarkan petani untuk membuat pakan kulit kopi terfermentasi untuk produksi 1 ton sebesar Rp594.500. Peternak di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu rata – rata mengeluarkan biaya untuk mencari rumput sebesar Rp20.000/ikat. Penggunaan pakan kulit kopi hasil fermentasi dapat mengurangi penggunaan hijauan sebesar 40% dan pemberian pakan kulit kopi hasil fermentasi rata – rata 4-7 kg/hari mampu menghemat pencarian hijauan selama 19 hari.

Linda Harta

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Bengkulu

Jalan Irian Km. 6,5

Kel. Semarang, Bengkulu

Telepon : (0763) 23030

Faksimile : (0763) 345568

E-mail : bptp-bengkulu@litbang.

pertanian.go.id; [email protected]

10 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pendapatan riil petani binaan BPTP Bali di Desa Antapan, Kecamatan

(Kec.) Baturiti, Kabupaten (Kab.) Tabanan saat ini mampu meningkat 18,4% per tahun. Peningkatan tersebut ditopang oleh nilai usaha tani yang meningkat 24,41%. Hasil anal isis menunjukkan kondisi tersebut terjadi karena adanya pergeseran sumber pendapatan utama dari hasil usaha tani dan jumlah komoditas yang diusahakan. Petani pun sudah mulai berpikir ke arah konsep agribisnis yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Jenis komoditas yang ditanam berkembang dari 10 menjadi 12 jenis, termasuk kentang. Jumlah frekuensi tanam meningkat dari 12 menjadi 20 kali tanam. Selain itu, juga berlangsung peningkatan luas tanam sebesar 16,27%, dari 175 are/tahun menjadi 209 are/tahun per petani. Perubahan tersebut tidak lepas dari dampak aplikasi hydram dan embung yang mendukung proses usaha tani meski dalam kondisi Musim Kemarau (MK).

Keberhasilan ini diawali dari pelaksanaan Participatory Rural Appraisal (PRA) di awal tahun 2015 di Desa Antapan oleh BPTP Bali. Hasil PRA menemukan bahwa permasalahan mendasar petani adalah sulitnya berusahatani pada

"Bukti nyata” Model Pertanian Bio Industri Mampu Meningkatkan Nilai Tambah bagi Petani

Upaya keras Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali sejak tahun 2015 telah berbuah manis. Sebuah Model Pertanian Bio Industri

yang dibangun di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti Tabanan, Bali terbukti mampu tingkatkan pendapatan petani.

saat MK karena ketiadaan sumber air/irigasi. Beranjak dari situasi tersebut, BPTP Bali merancang sarana pendukung melalui Model Pertanian Bio Industri. Prasarana awal yang dibangun adalah 24 unit embung, 20 unit kandang sapi yang dilengkapi sarana produksi pupuk organik padat dan cair, instalasi hydram dengan sistem irigasi sepanjang 2,7 km, rumah bibit 20 unit, dan bibit rumput odot. Tahun 2017, di lokasi Model Pertanian Bio Industri ini tercatat telah terbangun 5 unit pompa hydram dan 70 unit unit embung tersebar di 48 lahan petani.

Tujuan jangka panjang model pertanian bio industri menekankan pada integrasi ternak dan tanaman hortikultura yang berkelanjutan dari aspek ekonomi, sosial, dan ekologis. Perspektif model pertanian bio industri adalah pertanian berbasis ekosistem intensif, pengolahan untuk memberikan nilai tambah hasil pertanian dan diversifikasi produk, serta integrasi usaha pertanian dengan ternak. Selain itu, model pertanian bio industri sarat akan introduksi dan pengembangan teknologi Balitbangtan. Ada tiga teknologi spesifik lokasi yang telah diadopsi petani yaitu paket teknologi budi daya ternak sapi, tanaman sayuran, pasca panen, ser ta

dipadukan dengan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) petani peserta. Pelaksanaan model pertanian ini melibatkan kelompok tani antara lain Kelompok Tani (KT) Setia Makmur dan Labak Lestari dan Kelompok Wanita Tani (KWT) Srikandi. Melalui kerjasama lintas instansi, kegiatan mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah Kab. Tabanan.

Paket Teknologi Budidaya Ternak Sapi

Rata-rata petani di Desa Antapan memelihara sapi sebanyak 4 ekor per keluarga, baik jantan maupun betina. Peternak mengantisipasi permasalahan minimnya sumber pakan hijauan menggunakan limbah sayuran dan terjadinya kasus kematian sapi akibat keracunan pakan dar i l imbah sayuran . Asumsinya adalah disebabkan oleh adanya kandungan pestisida kimia yang tinggi. Kecurigaan ini terbukti dari hasil PRA bahwa penggunaan pestisida pada tanaman sayuran hingga 67-100%. Untuk mengurangi penggunaan pest is ida kimia, model pertanian bio industri ini m e n e r a p k a n p e n g e n d a l i a n Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) melalui metode hayati dan mekanis. Salah satunya dengan perangkap kuning. Beberapa OPT yang terperangkap adalah aphid bersayap, lalat penggerek daun, lalat buah, trips, kutu kebul, kutu loncat,

Volume 40 Nomor 2, 2018 11

kutu daun, dan jenis hama lainnya. Tujuan pengurangan penggunaan pestisida kimia agar nantinya limbah sayuran aman sebagai pakan ternak.

Alternatif pakan lainnya adalah rumput odot dengan tampilan morfologi: jarak ruasnya 1-4 cm, tinggi 40-75 cm, memiliki batang lunak, produksi 120-250 ton/ha, dan umur panen setiap 40 hari atau setiap 7 sampai 8 minggu. Kandungan protein rumput odot 11% lebih tinggi dari rumput gajah 6-8%, apalagi jika dipanen pada umur potong 60 hari. Dari performanya, rumput odot menunjukkan keunggulan antara lain kemampuan produksi yang baik, dapat ditanam bersama tanaman lain tanpa saling merugikan, kandungan gizi dan nutrisi yang lebih baik, dan rendahnya zat yang berbahaya bagi ternak. Hasil kajian pemanfaatannya menunjukkan kelompok sapi yang diberikan pakan 50% rumput lapang dikombinasikan dengan 50% rumput odot, mampu tumbuh 0,4 kg/hari, sedangkan tanpa rumput odot hanya 0,3 kg/hari.

Paket Teknologi Budi daya Tanaman Sayuran

Awalnya petani menerapkan usaha tani sayuran yang sangat bergantung pada penggunaan input luar berbahan kimia. Perilaku merusak alam yang sudah berlangsung lama ini dapat diperbaiki dengan pelibatan kelompok secara aktif, baik dalam proses mengkaji dan sebagai pelaksana langsung penerapan paket teknologi ramah lingkungan. Upaya tersebut dimulai dengan menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan usaha tani. Penyusunan SOP berdasarkan hasil kajian terdahulu dan akan terus disempurnakan di masa mendatang.

Paket Teknologi Pascapanen

Tahun 2017 merupakan tahun ketiga pelaksanaan model pertanian bio industri. Hasil yang ditunjukkan terlihat pada kemampuan KWT Srikandi dalam memproduksi ragam produk olahan, seperti aneka jus berbahan sayur namun rasanya seperti buah alpukat. Sumber bahan bakunya dihasilkan dari kebun petani. Aneka jus yang diproduksi juga dijadikan welcome drink untuk tamu yang berkunjung ke lokasi tersebut. Produk olahan lainnya adalah penepungan umbi talas yang bahan bakunya cukup banyak di Desa Antapan. Penggunaan dalam bentuk tepung akan lebih praktis

dan dapat mengganti penggunaan terigu. Dukungan peralatan Vacum Friying serta alat kemasan semakin mempermudah KWT Sr ikandi dalam berproduksi dan mengemas produknya lebih menarik seperti aneka keripik sehat berbahan wortel, mentimun, dan atau umbi-umbian.

Peningkatan SDM Petani Binaan

Keg ia tan pen ingka tan SDM dilakukan melalui Sekolah Lapang (SL), pendampingan, dan studi banding. Materi SL disesuaikan dengan kebutuhan petani dan perkembangan d i lapangan. Materinya antara lain menyangkut teknologi produksi pupuk organik padat dan cair, kesehatan ternak, penggemukan sapi, pascapanen, dan lainnya. Antusiasme dan respon petani cukup tingi. Salah satu keberhasilan yang ditunjukkan melalui pengangkatan ketua KT Setia Makmur menjadi penyuluh swadaya. Demikian pula produk KWT Srikandi yang selalu hadir dalam berbagai event daerah.

Putu Sweken Elizabeth dan

I Made Rai Yasa

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

Jalan By Pass Ngurah Rai Pesanggaran,

Denpasar Selatan

Telepon : (0361) 720498

Faksimile : (0361) 720498

E-mail : [email protected].

go.id; [email protected].

go.id

Pemasangan perangkap kuning untuk pengendalian hama.

Rumput Odot Berkembang di Lokasi MPIB. Sapi hasil penggemukan di lokasi MPIB Desa Antapan, Baturiti Tabanan.

Produk sayuran organik petani di Desa Antapan, Baturiti.

12 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Cabai (Caps icum annuum L .) merupakan salah satu

komoditi sayuran yang penting dan mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Hal ini dikarenakan peranannya yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan domestik baik sebagai bumbu masak, bahan industri pangan dan industri obat obatan serta bahan komoditi ekspor. Mengingat begitu pentingnya manfaat cabai bagi masyarakat Indonesia, maka harga cabai seringkali fluktuatif bergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan. Pada saat produksi menurun harga cabai melambung tinggi. Kondisi tersebut dapat memicu laju inflasi. Oleh karena itu, cabai menjadi salah satu komoditas unggulan yang diprioritaskan untuk dikembangkan.

Salah satu faktor yang sangat menentukan hasil produksi adalah benih unggul yang bermutu. Benih cabai yang bermutu umumnya didatangkan dari luar negeri atau impor. Masih jarang benih cabai bermutu yang diproduksi oleh penangkar benih atau produsen ben ih da lam neger i . Proses pengolahan benih cabai dimulai dari pemisahan biji cabai dari kulitnya sampai ke pengeringan biji cabai. Proses pemisahan biji cabai dari

Mesin Pemisah Biji Cabai Mendukung Perbenihan Cabai Berkelanjutan

Cabai sebagai salah satu komoditas sayuran yang bernilai ekonomi tinggi memiliki peran yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai bumbu masak, bahan industri pangan dan obat - obatan, serta komoditi ekspor. Sebagai upaya percepatan pencapaian swasembada

cabai, Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan) mengembangkan mesin pemisah biji cabai. Melalui pengembangan mesin

pemisah biji cabai diharapkan dapat mendorong sistem perbenihan dan ketersediaan benih cabai di Indonesia secara cepat dan berkualitas.

kulitnya yang dilakukan oleh petani biasanya masih dilakukan dengan membelah buah cabai satu per satu dengan menggunakan pisau dan memisahkan bijinya secara manual. Cara ini membutuhkan waktu dan tenaga kerja yang cukup banyak. Dalam satu hari satu orang hanya mampu memisahkan biji cabai sebanyak 20 kg cabai segar dengan hasil biji cabai kering sebanyak 15–20 gram untuk setiap 1 kg cabai segar. Untuk menghasilkan 1 kg benih cabai kering dibutuhkan cabai segar sebanyak 50–67 kg dan tenaga kerja sekitar 3–4 orang.

Mesin Pemisah Biji Cabai

Dalam rangka mendukung sistem perbenihan hortikultura khususnya benih cabai, maka BBP Mektan mengembangkan mesin pengolahan benih cabai diantaranya adalah mesin pemisah biji cabai.

Mes in pemisah b i j i cabai berfungsi untuk memisahkan biji cabai dari daging buah yang akan digunakan sebagai benih. Prototipe mesin pemisah biji cabai terdiri atas beberapa komponen utama yaitu motor penggerak, silinder pemisah biji, hopper pengumpan, kerangka utama, sistem transmisi, dan ayakan. Penggerak utama mesin pemisah biji cabai adalah motor listrik 1 Hp, 1 phase, 1.400 rpm.

Mesin pemisah biji cabai dari daging kulitnya yang dikembangkan menggunakan sistem pembubur buah (pulper) yang telah direkayasa oleh Astu Unadi, et. al. (2001). Mesin pemisah biji cabai dari daging

Proses pemisah biji cabai.

Volume 40 Nomor 2, 2018 13

kulitnya menggunakan mekanisme memotong dan mencacah buah cabai oleh pisau pencacah. Hasilnya berupa cabai utuh segar yang dilewatkan ke dalam silinder pemisah biji. Silinder tersebut dilengkapi dengan saringan pengeluaran biji dan daging setelah terpisah dari biji cabai. Hasil uji fungsional prototipe mesin dapat berfungsi dengan baik dan tidak mengalami kerusakan pada komponennya. Uji unjuk kerja mesin pemisah cabai dilakukan terhadap 2 jenis varietas cabai yaitu cabai keriting dan cabai besar. Mesin ini dioperasikan pada putaran motor penggerak sekitar 1.470 rpm (dengan beban), putaran silinder

pemisah biji sekitar 600 rpm dan putaran ayakan eksentrik saringan yaitu 305 rpm dengan tingkat kebisingan 84,7 db (tanpa beban) dan 86,67 db (dengan beban).

Kapasitas mesin pemisah cabai adalah 40,7 kg/jam (kapasitas input) dan 9,5 kg/jam (kapasitas output) untuk cabai besar dengan nisbah biji 9,1%. Sedangkan untuk cabai keriting 56,4 kg/jam (kapasitas input) dan 11,9 kg/jam (kapasitas output) untuk cabai keriting dengan nisbah 12,9%. Efisiensi pemisahan biji masing–masing adalah 99,7% (cabai besar) dan 99,7% (cabai keriting). Tingkat kebersihan hasil pemisahan biji adalah 54,4% untuk cabai besar

dan 56,7% untuk cabai keriting. Melalui pengembangan teknologi mekanisasi untuk budi daya cabai diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja, mutu benih cabai, serta mendorong berkembangnya industri perbenihan cabai di dalam negeri.

Suparlan dan Reny J. Gultom

Balai Besar Pengembangan

Mekanisasi Pertanian

Situgadung, Legok Tromol Pos 2, Serpong

Tangerang 15310

Telepon : 0811 993 6787

Faksimile : (021) 71695497

E-mail : [email protected].

go.id

Cacing Nematoda Saluran Pencernaan merupakan salah

satu penyakit penting yang selalu menjadi permasalahan pada budi daya ternak domba dan kambing. Penyakit cacingan ini memang terlihat sepele karena jarang menimbulkan dampak secara akut seperti penyakit yang disebabkan oleh Bakteri atau Virus. Namun apabila dicermati ternyata menimbulkan dampak yang cukup serius dalam memengaruhi kesehatan ternak. Kondisi ternak

Mengatasi Resistensi terhadap Anthelmentika pada Domba dan Kambing

Cacing nematoda pada saluran pencernaan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah utama pada ternak domba dan kambing. Ternak yang mengalami cacingan ini akan mengalami kekurangan nutrisi

dan menurunkan daya tahan tubuh sehingga ternak mudah terserang infeksi yang lain. Upaya untuk mengatasinya adalah dengan pemberian obat cacing (antelmentika), namun jika digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan resistensi. Dengan demikian, teknik pengobatan dan

pencegahan yang tepat perlu dilakukan.

yang terserang penyakit cacing antara lain menyebabkan penurunan produksi hingga kematian terutama pada ternak kambing atau domba yang masih muda.

Te r n a k y a n g m e n g a l a m i cacingan tersebut akan mengalami k e k u r a n g a n n u t r i s i y a n g dalam kondisi lanjut juga akan mengakibatkan turunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ternak nantinya akan mudah terserang penyakit infeksi yang lainnya. Hewan

yang terinvestasi cacing secara kronis akan terlihat lebih pucat karena anemia; tubuhnya kurus; rambutnya menjadi kusam, berdiri dan mudah rontok; perut tampak membesar; mencret atau diare yang berkepanjangan; nafsu makan besar tetapi pekembangan berat badan lambat. Kontrol atau pengendalian pertama yang umumnya dilakukan untuk memberantas cacing adalah dengan pemberian obat cacing atau sering disebut dengan pengobatan antelmentika.

Sayangnya pemberian obat cacing yang jika digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya resistensi. Resistensi merupakan kondisi dimana parasit cacing dalam tubuh ternak tidak lagi mempan dengan obat-obatan antelmentika golongan tertentu sekal ipun. Resistensi cacing

14 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

nematoda pada saluran pencernaan terhadap obat cacing golongan Benzimidazole pada domba di Indonesia pernah dilaporkan oleh Sawitri et al. (2001) dan Martindah et al. (2016). Domba-domba tersebut diberi antelmentika golongan Benzimidazole atau Albendazole secara rutin setiap tiga bulan sekali tanpa rotasi selama lebih dari lima tahun. Alhasil, cacing tersebut menjadi resisten.

Ada 3 golongan obat cacing un tuk domba dan kamb ing yang beredar dipasaran yaitu: Benzimidazole (Albendazole, Fenbendazole, Oxfendazole) ; Macrocyclic Lactones (Ivermectin, doramectin, abamectin, moxidectin) dan Imodazothiazole (Levamizole). Dari ketiga golongan antelmentika tersebut, Benzimidazole yang paling banyak digunakan peternak pada kambing atau domba yang terserang.

Benzimidazole dianggap memiliki spektrum yang lebih luas, efektif, dan lebih ekonomis. Produsen obat memberikan rekomendasi untuk melakukan pengobatan cacing pada ternak setiap 3-6 bulan atau ada juga yang merekomendasikan setiap bulan jika sedang memasuki musim penghujan. Ternyata rekomendasi ini tidak begitu tepat karena justru akan menyebabkan cacing menjadi lebih resistensi.

Beberapa kebiasaan peternak dalam beternak baik sengaja maupun tidak sengaja dilakukan dapat menyebabkan berkembangnya resistensi. Tindakan rutinitas tersebut antara lain saat pemberian obat cacing dengan dosis yang tidak tepat, frekuensi pengobatan yang terlalu sering tanpa rotasi dengan antelmentika jenis yang lain, dan sanitasi kandang yang kurang baik. Manajemen ternak yang baik harus menjadi pegangan peternak sehingga untuk menghindar i serangan atau bahkan terjadinya resistensi penyakit itu sendiri.

Berkembangnya Resistensi terhadap Antelmentika

Tidak ada obat cacing yang 100% efektif menghilangkan keberadaan cacing dalam tubuh ternak. Jika cacing tetap hidup meski setelah pengobatan, cacing tersebut telah resisten terhadap obat yang digunakan. Setiap kita memberi obat cacing maka populasi cacing resisten akan meningkat. Semakin sering pengobatan dilakukan berarti semakin cepat meningkatkan jumlah cacing resisten.

Saat dilakukan pengobatan cacing maka cacing yang peka akan mati sementara cacing resisten akan tetap hidup dan selanjutnya akan melakukan reproduksi sehingga populasi cacing yang resisten semakin banyak. Terlebih lagi pada pengobatan di bawah dosis standar

Normal, Tidak perlu pengobatan

Normal, Tidak perlu pengobatan

Dipertimbangan untuk diobat jika kondisi hewan kurus

Anemia berat harus diobat diobati

Anemia sangat berat harus diobat

Sumber : https://www.slideshare.net/MauraMcDW/goat-parasite-workshop.

maka lebih banyak cacing yang tidak terbunuh dan akan membentuk populasi yang lebih tahan pada generasi berikutnya.

Bagaimana Cara Mencegah terjadinya Resistensi?

Ada beberapa hal yang dapat di lakukan untuk menghambat terjadinya resistensi cacing pada ternak, antara lain:

Manajemen Pakan dan Padang Penggembalaan. Rotasi padang penggembalaan akan membantu mengontrol keberadaan cacing d e n g a n m a n f a a t m e m e n u h i kebutuhan nutrisi ternak sehingga ternak lebih tahan terhadap investasi parasit dan mencegah atau mengurangi ekspose larva cacing pada ternak. Tersedianya

Volume 40 Nomor 2, 2018 15

cukup padang penggembalaan akan membuat domba a tau kambing menghindari merumput di sekitar kotorannya sendiri. Hal ini dikarenakan kotoran tersebut merupakan sumber infeksi. Ternak akan merumput sekitar pukul 10.00-15.00 serta tidak digembalakan jika padang rumput basah.

Pada te r nak domba a tau kambing yang dikandangkan, pemberian pakan rumput sebaiknya rumputnya dipotong kurang lebih 15 cm dari permukaan tanah. Hal tersebut dikarenakan keberadaan 80% larva cacing berada di bagian bawah. Larva cacing hanya dapat bergerak 30 cm dari feses dan mampu memanjat setinggi 5 cm pada rumput (Hale, 2006).

Kandang dan Sanitasi. Menjaga kebersihan kandang dan peralatan kandang akan meminimalisir kontak parasit dengan ternak. Sebaiknya kandang dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah atau kurang lebih setinggi 1,25 cm dengan alas yang bercelah. Tujuannya agar air seni dan kotoran ternak bisa langsung jatuh ke kolong kandang. Kandang juga memerlukan celah untuk memperoleh sinar matahari pagi dan ventilasi udara yang cukup. Atap kandang diusahakan dari bahan yang ringan dan memiliki daya serap panas yang relatif kecil, misalnya dari atap rumbia. Kebersihan kandang harus dijaga dan dilakukan setiap hari.

P e n g o b a t a n . A n t e l m e n t i k a merupakan obat dewa untuk pemberantasan cacing pada ternak. Tetapi, perlu digarisbawahi bahwa obat ini hanya digunakan sebagai pengobatan dan bukan pencegahan. Waspada terhadap penggunaan yang sering akan memicu terjadinya resistensi. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan pada manajemen pengobatan cacing:

1. Pemberian dosis antelmentika yang tepat. Sebelum diberikan pada ternak, sebaiknya dicek apakah ternak ter investasi cacing dalam jumlah yang cukup tinggi atau tidak. Diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan telur cacing atau Telur Per Gram (TPG) tinja. Pemeriksaan TPG ini dapat dilakukan melalui dinas peternakan setempat. Pengamatan langsung pada ternak dengan Metode FAMACHA untuk menentukan kondis i ternak yang perlu pengobatan. Metode ini dilakukan dengan m e m b a n d i n g k a n w a r n a kelopak mata bagian dalam dengan standar tabel untuk mengidentifikasi tingkat anemia. Metode ini banyak digunakan dan cukup akurat.

2. Rotasi dan seleksi obat. Pemilihan obat cacing yang tepat untuk jenis cacing yang akan dibasmi karena masing-masing golongan antelmentika adalah efektif terhadap cacing tertentu. Tidak kalah pentingnya adalah rotasi antelmentika dengan golongan yang lain yang dilakukan secara periodik setiap tahun sekali. Hal ini untuk memelihara efektivitas obat dan mencegah resistensi. Sebagai contoh jika tahun ini diberi antelmentika golongan Benzimidazole maka tahun depan bisa diberikan Ivermectin atau Levamizole, demikian seterusnya obat diberikan secara bergantian.

3. Pemberian obat yang efisien. Ternak yang diberi pengobatan adalah ternak yang terinvestasi cacing dalam jumlah banyak yai tu dengan TPG > 200, seh ingga per lu d i lakukan pengobatan intensif. Hewan yang terinvestasi cacing dalam jumlah sedikit yaitu TPG < 200 tidak perlu pemberian obat cacing karena hal tersebut dianggap

normal. Pemberian antelmentika dilakukan berdasarkan dosis rekomendasi yang disesuaikan dengan berat badan ternak.

4. Monitoring jumlah cacing pada ternak yang dapat dilakukan dengan menghitung jumlah TPG tinja. Penghitungan jumlah TPG tinja bertujuan untuk mengetahui tingkat infeksi cacing pada ternak. TPG tinja dilakukan sebelum pengobatan dan 2 minggu setelah pengobatan. Jika terjadi penurunan jumlah TPG tinjang kurang dari 95% berarti populasi cacing tersebut sudah ada yang mengalami resistensi terhadap penggunaan obat tersebut.

Pengobatan melalui Campuran Pakan dengan Tanaman Herbal

K e b e r g a n t u n g a n t e r h a d a p antelmentika perlu dihindari. Salah satunya dengan cara alami yakni dengan memberikan tanaman yang mempunyai kandungan tannin yang tinggi dan mengandung zat antelmentika. Tanaman dengan kandungan tanin yang t inggi dilaporkan dapat menekan jumlah cacing pada ternak.

Contoh tanaman yang tinggi kandungan tanninnya adalah Gamal (Gliricidia), Lamtoro biasa (Leucaena diversifolia), Kaliandra (Calliandra calothyrsus) daun singkong (Manihot utilissima). Disamping itu tanaman yang mengandung terpen dan alkaloid juga menunjukkan efek antelmentika sebagai contoh adalah indigofera.

Dyah Haryuningtyas Sawitri

Balai Besar Penelitian Veteriner

Jalan R.E Martadinata No. 30, Bogor

Telepon : (0251) 8331048;8334456

Faksimile : (0251) 8336425

E-mail : bbalitvetweb@litbang.

pertanian.go.id

16 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Penerapan Teknologi untuk Menyelamatkan Populasi Kerbau Krayan

Kerbau Krayan selain sebagai sumber daging merah juga sebagai satu-satunya penghasil pupuk organik untuk padi organik yang berasnya dikenal dengan nama beras Adan, yang merupakan komoditas ekspor ke negara Malaysia dan Brunei. Namun sayang populasi kerbau di Kerayan ini terus menurun dari tahun ke tahun dan kini tinggal sekitar 2.084 ekor. Dukungan

teknologi seperti inseminasi buatan, pemberian pakan optimal dan pencegahan penyakit, perlu mendapat perhatian khusus, mengingat kondisi

lapang yang cukup berat.

Pemeliharaan ternak kerbau Krayan, di daerah perbatasan

Malaysia, yaitu di Kecamatan (Kec.) Krayan, Kabupaten (Kab.) Nunukan Provinsi Kalimantan Utara, memiliki fungsi dan hubungan yang sangat erat dengan produktivitas pertanian padi organik Adan. Budi daya Padi Adan yang secara organik, menggunakan pupuk kotoran Kerbau Kerayan. Namun sayang populasi Kerbau Krayan terindikasi terus mengalami penurunan terutama dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Padi Adan merupakan padi varietas terbaik dengan tampilan beras berwarna putih, merah, atau hitam. Penanaman Padi Adan masih menggunakan cara yang tradisional yakni dengan sistem tegel berjarak 20 x 20 cm dengan memanfaatkan kotoran kerbau sebagai pupuk organik. Masa tanam Padi Adan selama enam bulan, hal tersebut bisa disebabkan Padi Adan memang belum tersentuh teknologi budi daya padi mutkahir. Panen Padi Adan hanya sekali dalam setahun dengan produksi sebesar tiga ton per hektar. Produktivitas Padi Adan sangat jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan produktivitas padi nasional yang saat ini mencapai

5-6 ton/ha dan dapat dipanen 2-3 hali dalam setahun. Saat ini pemasaran Beras Adan lebih banyak ke negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Hal ini dikarenakan lokasi yang lebih dekat dari titik produksi.

Krayan di Wilayah Perbatasan

Kec. Krayan terletak dibagian Barat Kab. Nunukan Provinsi Kalimantan Utara, memiliki luas wilayah 1.837,54 km² dengan jumlah penduduk 18.556 jiwa pada tahun 2017. Kec. Krayan merupakan wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia. Jarak Kec. Krayan dengan salah satu desa di Serawak Malaysia sekitar 7 Km dengan waktu tempuh satu jam jika menggunakan sepeda motor, sedangkan jarak Kec. Krayan ke kota Tarakan sebagai bagian dari wilayah Indonesia cukup jauh dan akses yang sangat minim jika melalui jalan darat atau sungai. Satu-satunya transportasi yang dapat menjadi penghubung Kec. Krayan ke wilayah Indonesia lainnya hanya dengan transportasi udara dengan waktu tempuh sekitar 55 menit. Saat ini hanya ada dua penerbangan yang

menghubungkan Krayan dengan kota Tarakan yaitu Susi Air dan Hevilift dengan jadwal penerbangan yang tidak menentu. Kondisi inilah yang menjadikan Krayan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang masih terisolir.

Sejak tahun 2016 Krayan terbagi menjadi 5 wilayah yaitu Krayan Induk, Krayan Tengah, Krayan Timur, Krayan Barat, dan Krayan Selatan. Jumlah seluruh desa di Kec. Krayan sebanyak 89 desa. 23 desa berada di kecamatan Krayan, 25 desa berada di wilayah Krayan Barat, 17 desa di wilayah Krayan Timur, 8 desa di wilayah Krayan Tengah, dan 16 desa di wilayah Krayan Selatan. Akibat sulitnya transportasi dari Tarakan ke Krayan, maka kebutuhan sehari - hari bagi masyarakat Krayan lebih mudah diperoleh dari Malaysia, tepatnya di Desa Ba’kelalan Malaysia.

Wilayah Krayan didominasi oleh perbukitan, perkampungan penduduk berada didaerah dataran sementara persawahan berada di lembah-lembah dengan bukit panjang yang mengapit berada pada ketinggian sekitar 800-2000 m di atas permukaan laut. Sawah penduduk relatif subur karena cekungan dari bukit dan gunung menyebabkan unsur hara terkumpul dari proses leaching atau etraksi padat cair yang mengalir ke bawah.

Sawah hijau terhampar pada 27 lokasi di 89 desa dengan luas 3.446,87 hektar. Daerah ini sangat cocok ditanami padi Adan yang merupakan beras organik yang sangat terkenal dan memiliki cita rasa khas.

Volume 40 Nomor 2, 2018 17

Populasi Kerbau di Krayan

Kerbau yang dipel ihara oleh masyarakat merupakan jenis kerbau rawa. Pada saat ini telah terjadi penyusutan populasi Kerbau Krayan dari tahun ke tahun sehingga menjadi ancaman secara tidak langsung terhadap kesinambungan p r o d u k t i v i t a s b e r a s A d a n . Berdasarkan hasil pendataan di lima wilayah kecamatan yang dilakukan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Krayan per Agustus 2017, populasi kerbau berjumlah 2084 ekor dengan distribusi sebagai berikut: di Krayan induk sebanyak 747 ekor, di Krayan Timur sebanyak 218 ekor, di Krayan Barat sebanyak 924 ekor, di Krayan Selatan sebanyak 195 ekor, di Krayan Tengah tidak ada kerbau. Jumlah ini menunjukkan penurunan populasi yang sangat nyata dari Sensus BPS tahun 2011 tercatat populasi kerbau sebanyak 2987 ekor, dengan kata lain terjadi penurunan sebesar 30,23%.

Penyebab menurunnya jumlah populasi kerbau antara lain karena: 1. Terjadinya penjualan ternak

kerbau ke Malaysia yang tidak terkendali menjelang Hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri, dengan jumlah kerbau yang keluar dari Krayan (wilayah Long Bawan) ke Ba’Kelalan, Malaysia dan sekitarnya mencapai puluhan hingga ratusan ekor;

2. T idak adanya pendekatan teknologi reproduksi sehingga peningkatan jumlah kelahiran h a n y a m e n g a n d a l k a n kemampuan reproduksi secara alami, sehingga reproduksi kerbau tercatat bahwa umur pertama kali beranak lebih dari tiga tahun dan memiliki jarak beranak yang panjang;

3 . Dukungan sumber pakan yang kurang diduga turut memperpanjang jarak beranak kerbau, sehingga pertambahan populasi berjalan lambat.

Pendekatan Teknologi

Penerapan teknologi yang tepat berdasarkan spesifik lokasi dan karakteristik dari Kerbau Krayan perlu untuk dilakukan. Berikut ini adalah penerapan teknologi yang dianggap cukup tepat untuk meningkatkan populasi Kerbau Krayan :

Breeding dan Reproduks i . Terbatasnya kerbau pejantan menyebabkan perkawinan terjadi antara induk kerbau dengan pejantan yang sama secara berulang ataupun dengan keturunannya (inbreeding). Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan introduksi pejantan dengan mutu genetik unggul untuk memperbaiki mutu genetik kerbau yang ada. Kerbau rawa yang ada berukuran tubuh relatif kecil. Biasanya bobot tubuh dewasa hanya berkisar 200-300 kg/ekor. Lebih kecil apabila dibandingkan kerbau rawa di Pulau Jawa dengan bobot hidup rata-rata 372,66 ± 95,25 kg (Komariah et al., 2014).

Untuk mendatangkan pejantan kerbau unggul dari Jawa atau Sumatera sangat sulit mengingat sulitnya transportasi. Sebagai solusi untuk perbaikan mutu genetik, dapat dilakukan dengan kawin suntik atau inseminasi buatan (IB). Sebenarnya metode kawin IB hanya direkomendasikan pada ternak yang dikandangkan. Kerbau di Krayan dipelihara dengan cara digembalakan di sawah setelah musin panen atau dilepas liar di hutan dan sekitarnya.

Untuk mengatasi masalah di atas, maka telah dilakukan program upaya khusus (Upsus) betina produktif wajib bunting atau yang disebut dengan program Siwab. Program ini berlangsung pada tahun 2017 melalui kerja sama beberapa institusi Kementrian Pertanian (Kementan) dengan masyarakat pemilik kerbau di Krayan. Program Siwab meliput:

1) pemeriksaan induk kerbau, 2) pemberian hormon gertak birahi PGF2, dan 3) kegiatan IB dapat dilakukan dengan baik saat kerbau diikat atau dikumpulkan dalam paddock atau semacam kandang sederhana dengan pagar bambu. Pengumpulan kerbau da lam paddock tersebut berlangsung se lama beberapa har i yang menyebabkan para pemilik kerbau harus menyediakan pakan yang umumnya berupa pakan hijauan rumput.

B a n y a k h a l y a n g h a r u s diperhatikan untuk suksesnya suatu program perkawinan dengan sistem IB, diantaranya adalah: 1) Adanya dukungan Balai Inseminasi Buatan (BIB) dalam penyediaan jumlah straw semen beku kerbau Kerayan dengan kualitas baik sesuai SNI; 2) Jumlah inseminator yang handal mendeteksi ternak birahi, ternak bunting sekaligus mendeteksi adanya gangguan reproduksi; 3) Ketersediaan dan distribusi N2 Cair; 4) Ketersediaan peralatan pendukung minimal seperti peralatan thawing otomatis, insemination gun, cover sheat; 5) Sarana seperti tangki penyimpanan semen beku berukuran besar dan kecil, sarana komunikasi, sarana transportasi; se r ta 6 ) Kecukupan pakan .Pendistribusian N2 cair kemungkinan akan menjadi masalah besar karena sarana transportasi dari pulau ke pulau. Tidak semua maskapai penerbangan mau mengangkut N2 cair. Pengiriman melalui laut membutuhkan waktu lama dan belum lagi gelombang yang besar yang dapat mengguncang kontainernya sehingga sampai di tempat tujuan ada kemungkinan N2 cair sudah habis. Kemudian perjalanan dari pelabuhan menuju lokasi juga mempunyai kendala tersendiri karena jalan yang bergelombang/berlubang akan menggoncang-goncang kontainer N2 cair yang dapat bocornya container.

18 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pemeriksaan kebuntingan kerbau (a); Kerbau digembala di sawah setelah panen (b); Kerbau digembala di padang gembala dan terdapat tempat berkubang (c) (Foto: W. Puastuti).

Teknologi Pakan dan HIjauan Ternak. Kerbau rawa di Krayan dipelihara secara digembalakan. Metode penggembalaan ini otomatis hanya mengandalkan pakan dari sisa tanaman padi dan vegetasi alam di lahan sawah selama enam bulan pasca musim panen dan hijauan rumput di lahan hutan dan sekitarnya pada saat musim tanam padi. Pergantian musim dari penghujan ke kemarau akan mempengaruhi produksi dan kualitas hijauan pakan. Oleh karena itu introduksi hijauan pakan ternak berupa rumput dan leguminosa yang diberikan secara khusus, sangat diperlukan.

Kepada masyarakat yang belum menguasai teknologi pakan hijauan ternak, maka diperlukan percontohan penanaman atau seperti demostrasi plot (demplot) di lokasi tersebut. Dengan cara demplot masyarakat akan belajar secara langsung sehingga adopsi akan lebih tepat. Beberapa jenis rumput yang dapat diperkenalkan antara lain rumput raja (Pennisetum purpuroides), rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cvMot t ) , r umpu t brachiaria (Brachiaria mutica, B. humidicola, B. decumbens, dan B. ruzizinensis). Penanaman jenis rumput yang berukuran tinggi seperti rumput gajah dan raja dilakukan dengan cara stek, sedangkan untuk

jenis yang pendek dengan cara pols atau penanaman benih. Tanaman jenis leguminosa di wilayah Krayan yang dijumpai umumnya berupa tanaman gamal (Gliricidia sp.) atau turi (Sesbania sp.). Namun, dedaunan tersebut belum biasa diberikan pada kerbau. Oleh karena itu diperlukan percontohan cara pemberian hijauan leguminosa sebagai pakan tambahan kaya protein untuk meningkatkan gizi pakan yang diberikan. Leguminosa Indigofera sp. yang memiliki produksi hijauan tinggi, tahan kekeringan, dan mudah dibudidayakan dengan biji serta memiliki kualitas gizi yang bagus, dapat disarankan sebagai pakan hijauan. Indigofera sp dilaporkan memiliki kandungan protein sebesar 24,57-27,9% (Herdiawan, 2013; Akbarillah et al., 2002) dengan palatabilitas yang tinggi. Untuk melengkapi gizi pakan rumput selain leguminosa, dedak padi dapat diberikan, serta tambahan mineral dan vitamin dalam bentuk pakan blok. Adapun suplemen blok dapat dibuat sendiri dan diberikan dengan cara digantung di kandang atau diletakkan di tempat pakan yang mudah dijangkau ternak. Pada saat pemberian pakan ternak akan mengkonsumsi mineral dan vitamin dengan cara menjilat-jilat mineral blok yang keras tersebut untuk waktu 2-4 minggu.

M a n a j e m e n P e m e l i h a r a a n .Pemeliharaan ternak yang baik a k a n m e n g h a s i l k a n k e r b a u dengan performa yang optimal. Pada umumnya kerbau Krayan digembalakan di sawah dan di hutan sehingga hijauan pakan yang dikonsumsi hanya berupa rumput dan jerami padi. Hal tersebutlah yang menyebabkan kerbau berpotensi mengalami defisiensi zat-zat gizi seperti protein, mineral, dan vitamin. Bahkan kerbau akan menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Kondisi tubuh kerbau rata-rata sedang dengan Body Condition Score (BCS) sekitar 2,5 dari skala 1, sehingga akan terlihat kurus sampai gemuk. Pemberian obat cacing harus rutin dilakukan untuk mencegah berkembangnya parasit cacing pada saluran pencernaan. Untuk mencegah infeksi parasit cacing sebaiknya penggembalaan dimulai pada pagi hari menjelang siang hari dengan cuaca yang cukup memanas atau pada saat setelah pukul 09.00.

Wisri Puastuti

Balai Penelitian Ternak

Jalan Veteran III

PO BOX 221 Ciawi, Bogor

Telepon : (0251) 8240752

Faksimile : (0251) 8240754

E-mail : [email protected].

go.id