digilib.uns.ac.id · implementasi pp no. 41 tahun 1999. tentang p. engendalian pencemaran udara...
TRANSCRIPT
Implementasi PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara oleh BLH Kabupaten Karanganyar
(Studi Implementasi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
Di susun oleh :
Achmad Junisar
D 0106001
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pembimbing
Dra. Sri Yuliani, M.Si.
NIP.196307301990032002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada Hari :
Tanggal :
Panitia Penguji :
1. Drs. Agung Priyono, M.Si. ( )
NIP. 195504231981031002 Ketua Penguji
2. Drs. Ali, M.Si. ( )
NIP. 195408301985031002 Sekretaris Penguji
3. Dra. Sri Yuliani, M.Si. ( )
NIP. 196307301990032002 Penguji
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prof. Drs. Pawito Ph.D
NIP.195408051985031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
“Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan kuperkenankan bagimu.”
(QS. Al-Mu’min: 60)
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah: 6)
”Jangan pernah sia-siakan waktu yang ada dalam hidupmu.”
(Penulis)
“Jangan pernah tenggelam dalam kemalasan, karena kemalasan
membuat seseorang begitu lamban sehingga kemiskinan
mengambil alih keadaan dirinya.”
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan untuk:
๘ Bapak Mus’ad Idris dan Ibu Halikus Zahro
tercinta
Atas doa dan kasih sayang yang tak ternilai
harganya dan pengorbanan yang tak pernah ada
habisnya.
๘ Kak Mepie, Yuk Nia dan Adek Tia
Yang telah memberikan dukungan dan semangat
kepadaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan segala berkah, rahmat, dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Implementasi PP
No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh BLH
Kabupaten Karanganyar (Studi Implementasi Pencemaran Udara Sumber
Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar).
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini tidak terlepas dari semua pihak yang telah membantu hingga
tersusunnya skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dra. Sri Yuliani, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
membimbing dan memberikan arahan sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Sukadi, M.Si selaku pembimbing akademis yang telah
membimbing penulis selama menempuh masa pendidikan selama ini.
3. Bapak Drs. Pawito Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si dan Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku Ketua
dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
5. Bapak Drs. Wahyo Dwi B, M.M selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Karanganyar yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis
untuk melakukan penelitian.
6. Ibu Indah Rudiartati, S.H selaku Kepala Sub Bidang Penegakan Hukum
Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan data selama
penulis melakukan penelitian.
7. Bapak Aji Dwi Bintoro, M.Si selaku Kepala Sub Bidang Pengendalian
Lingkungan, Bapak Abdurrozzaq An, S.T selaku staff Bidang Pengendalian
Lingkungan serta Bapak Lilik Agung Prabowo selaku Staff Bagian
Pengolahan PG. Tasikmadu yang telah memberikan informasi dan data yang
diperlukan selama penelitian.
8. Bapak dan Ibu penulis yang telah memberikan kasih sayang yang tiada
habisnya untuk setiap doa restu yang tidak pernah putus.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Penulis juga
berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan
skripsi ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Januari 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN MOTTO iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
ABSTRAK xii
ABSTRACT xiii
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penelitian
4. Manfaat Penelitian
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Implementasi Kebijakan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara
3. Pengendalian Pencemaran Udara
4. Kerangka Pemikiran
1
12
12
13
14
30
32
48
BAB III. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
2. Lokasi Penelitian
3. Sumber Data
4. Teknik Pengumpulan Data
5. Teknik Penarikan Sampel
53
54
54
56
58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
6. Teknis Analisa Data
7. Validitas Data
59
61
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
1. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar
2. PG. Tasikmadu
63
71
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak
di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
79
109
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
2. Saran
130
133
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Daftar Pengaduan Permasalahan Limbah Industri ke BLH
Kabupaten Karanganyar Melalui Pos Pengaduan Tahun
2007-2010
9
Tabel 1.2 Jenis-Jenis Pencemaran Udara 35
Tabel 1.3 Matrik Tahapan Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak di PG Tasikmadu Kabupaten
Karanganyar
107
Tabel 1.4 Matrik Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di
PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle 18
Gambar 1.2 Model Implementasi Kebijakan Menurut VanMetter dan
Van Horn
23
Gambar 1.3 Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan
Sabatier
26
Gambar 1.4 Skema Kerangka Pemikiran 60
Gambar 1.5 Model Analisis Interaktif 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
ABSTRAK
Achmad Junisar. D 0106001. Skripsi. Implementasi PP No. 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh BLH Kabupaten
Karanganyar (Studi Implementasi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber
Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar). Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. 2011.
Keberadaan industri di wilayah Kabupaten Karanganyar mampu
memberikan pengaruh positif bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
transfer teknologi dan penyerapan tenaga kerja. Namun jika hal itu tanpa disertai
suatu peraturan yang ketat yang mengatur tentang pengelolaan limbah industri,
khususnya pada pengendalian pencemaran udara, dikhawatirkan hal itu malah
berdampak negatif bagi kelestarian dan keseimbangan lingkungan. Oleh karena
itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, menjadi salah satu upaya Pemerintah
Kabupaten Karanganyar untuk berpartisipasi dalam menyelamatkan lingkungan
hidup. Peraturan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman baik itu kepada
para pelaku industri maupun masyarakat luas dalam menjunjung tinggi prinsip
pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi atau
pelaksanaan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak oleh Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian adalah di
Kantor BLH Kabupaten Karanganyar, serta pelaku usaha yaitu PG. Tasikmadu.
Metode penarikan sampel yang digunakan adalah Purposive sampling. Metode
analisis data yang dipergunakan adalah adalah analisis data interaktif. Sedangkan
untuk menguji validitas data digunakan triangulasi data. Data diperoleh dari
beberapa sumber melalui wawancara, dokumentasi serta observasi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, BLH Kabupaten Karanganyar dalam
pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak, dilaksanakan dalam
bentuk tahapan kegiatan meliputi Sosialisasi Kebijakan, Inventarisasi,
Pemantauan dan Pengawasan. Dari tahapan kegiatan tersebut, dapat diketahui
bahwa Implementasi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak bergerak di
PG. Tasikmadu oleh BLH Kabupaten Karanganyar cukup baik. Hal ini dapat
dilihat dari empat faktor : yang pertama sikap pelaksana, sikap aparat pelaksana
dalam melaksanakan kebijakan sudah sesuai dengan mekanisme yang ada. Yang
kedua komunikasi, komunikasi dalam pelaksanaan program ini telah berjalan
secara vertikal dan horizontal dengan baik. Yang ketiga sumber daya, Sumber
daya yang dimiliki BLH Kabupaten Karanganyar dalam pengendalian
pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu sudah cukup, akan
tetapi tidak dipungkiri masih banyak juga kekurangannya. Yang keempat
kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran, PG. Tasikmadu sebagai kelompok
sasaran mendukung pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak. Hal ini menunjukkan kepatuhan dan tanggapan positif
dari PG. Tasikmadu dalam mematuhi prosedur peraturan yang sudah ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
ABSTRACT
Achmad Junisar. D 0106001. Thesis. The Implemention of PP
(Government Regulation) No. 41 of 1999 about Air Pollution Control by BLH
of Karanganyar Regency (A Study on the Implementation of Air Pollution
Control for Immobile Source in PG. Tasikmadu of Karanganyar Regency).
Social and Political Sciences Faculty. Sebelas Maret University. 2011.
The existence of Industry in Karanganyar Regency area can exert positive
effect on the improvement of Local Original Income (PAD), technology transfer
and labor absorption. If it is not accompanied by a tight regulation governing the
industrial waste management particularly the air pollution control, however, it is
expected that it will affect negatively the environment preservation and balance.
For that reason, reffering to the Government Regulation No. 41 of 1999 about Air
Pollution Control, the Karanganyar Regency’s Government attempts to participate
in saving living environment. This regulation is expected to give good
understanding to both industrial performer and wide society in upholding the
environment-oriented development principle.
The objective of research is to find out the implementation of air pollution
control for immobile source by Living Environment Agency (BLH) of
Karanganyar Regency.
This study belongs to a descriptive qualitative research. The research was
taken place in BLH Office of Karanganyar Regency, as well as the businessmen,
namely PG. Tasikmadu. The sampling method used purposive sampling one.
Method of analyzing data used was an interactive data analysis. Meanwhile the
data validation was done using data triangulation. The data was obtained from
various sources through interview, documentation as well as observation.
From the result of research done, BLH of Karanganyar Regency in the air
pollution control immobile source based on the PP No. 41 of 1999 has been
implemented in the form of such activities as Policy Socialization, inventorying,
Monitoring and Overseeing. From that stage of activity, it can be seen that BLH
of Karanganyar Regency has been sufficiently good. It can be seen from four
factors : firstly, the imolementer’s attitude, the implementing apparaturs attitude
in implementing the policy has been consistent with the available mechanism.
Secondly, communication, communication in this program implementation has
proceeded well vertically and horizontally. Thirdly, resource, the resource the
BLH of Karanganyar Regency has in controlling the air pollution for immobile
source in PG. Tasikmadu has been adequate, but is undeniable that there are still
some limitations. Fourthly, the targeted group’s compliance and responsiveness,
PG. Tasikmadu as the targeted group supports the implementation of Air Pollution
Control Policy for Immobile Source. It Indicates the PG. Tasikmadu’s compliance
and positive respond to the compliance with the predetermined regulation
procedure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Perhatian dunia pada masalah lingkungan hidup yang menurunkan
kualitas lingkungan sebagai akibat pola hidup manusia dan kegiatan
pembangunan yang dilakukan, termasuk akibat industrialisasi sangat besar,
diawali konferensi Stockholm bulan Juni 1972, yaitu konferensi PBB tentang
lingkungan hidup manusia. Konferensi Stockholm ini mencetuskan berbagai
gagasan untuk mengatasi masalah kerusakan dan pencemaran lingkungan dan
merupakan tonggak bagi kepedulian dunia terhadap lingkungan. Beberapa
dokumen yang dihasilkan oleh konferensi Stockholm mempunyai arti penting
bagi usaha mengatasi masalah lingkungan global. Seperti tentang lingkungan
hidup manusia dan rencana aksi lingkungan hidup manusia yang didalamnya
dimuat rekomendasi tentang pencemaran dan pengelolaan pemukiman
manusia.
Masalah lingkungan hidup merupakan tanggung jawab setiap orang
baik perseorangan maupun kelompok. Untuk dapat mengatasi masalah ini
diperlukan pola perilaku yang dapat mendukung pola kebersamaan. Hal ini
sangat penting karena pada masalah lingkungan hidup terdapat berbagai
kepentingan yang saling bertentangan bahkan tak jarang saling berbenturan.
Di Indonesia masalah lingkungan hidup mulai disikapi pemerintah
secara formal dan nyata, setelah diundangkannya Undang-Undang RI Nomor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
4 Tahun 1982 yang sudah diganti dengan Undang-Undang RI Nomor 23
Tahun 1997 dan kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk selanjutnya dalam
penulisan ini disebut UUPLH Undang-Undang tersebut juga sudah dilengkapi
dengan berbagai peraturan pelaksananya, yang bertujuan untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Dalam pendayagunaan sumber daya alam, baik hayati maupun non
hayati, sangat mempengaruhi kondisi lingkungan bahkan dapat merombak
sistem kehidupan itu sendiri dengan lingkungannya. Manusia dalam
memanfaatkan sumber daya alam harus memperhatikan tujuannya, dan
pengaruh (dampak) yang akan ditimbulkan akibat pemakaiannya. Apabila
dampak yang ditimbulkan tidak diperhatikan, akibatnya akan dirasakan oleh
generasi berikutnya. Keseimbangan sumber daya alam akan sulit tercipta
kembali dan akan memakan waktu yang lama dengan biaya yang tidak sedikit.
Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya.
Aktivasinya mempengaruhi lingkungannya, sebaliknya manusia dipengaruhi
oleh lingkungannya. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam abad
21 ini, keseimbangan antara kedua bentuk lingkungan hidup manusia, yaitu
lingkungan hidup alami (natural environmental or the biosphere of his
inheritance) dan lingkungan hidup buatannya (man of made environment or
the technosphere of his creation) mengalami gangguan (out of balance),
secara fundamental mengalami konflik (potentially in deep conflict). Sehingga
manusia mengalami krisis lingkungan, Karena manusia sebagai pelaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sekaligus korbannya. (Silalahi Daud. 1996 : 9). Karena itu, sudah menjadi
tujuan untuk menyadarkan manusia dan bila mungkin menjadikan pembinaan
lingkungan sebagai pola perilaku yang menjadi bagian dari budaya manusia
modern. Dengan demikian kebijakan lingkungan tidak lagi berada dalam
pengertian kebijakan yang selalu tergantung pada sanksi dan pemaksaan,
sehingga dalam masyarakat diharapkan akan tumbuh budaya dan pola hidup
yang berwawasan lingkungan.
Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dan
bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dan
kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan
dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada
umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme
hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi
pemicu terjadinya pencemaran.
Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat
atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas
yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang
ada dalan dan membentuk lingkungan, merupakan suatu bentuk sistem yang
saling mengikat, saling menyokong kehidupan mereka. Karena itu suatu
tatanan lingkungan yang mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi di
dalamnya disebut juga dengan ekosistem.
Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi
perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk dan atau dimasukkannya
suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan itu. Perubahan yang
terjadi sebagai akibat dari kemasukan benda asing itu, memberikan pengaruh
(dampak) buruk terhadap organisme yang sudah ada dan hidup dengan baik
dalam tatanan lingkungan tersebut. Sehingga pada tingkat lanjut dalam arti
bila lingkungan tersebut telah tercemar dalam tingkatan yang tinggi, dapat
membunuh dan bahkan menghapuskan satu atau lebih jenis organisme yang
tadinya hidup normal dalam tatanan lingkungan itu. Jadi pencemaran
lingkunagn adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan lingkungan asli
menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan aslinya.
Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009
dijelaskan bahwa suatu tatanan lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila
ke dalam tatanan lingkungan hidup itu masuk atau dimasukkan suatu benda
lain yang kemudian memberikan pengaruh buruk terhadap bagian-bagian yang
menyusun tatanan lingkungan hidup itu sendiri, sehingga tidak dapat lagi
hidup sesuai aslinya. Pada tingkatan lanjutnya bahkan dapat menghapuskan
satu atau lebih dari mata rantai dalam tatanan tersebut. Sedangkan suatu
pencemar atau polutan adalah setiap benda, zat ataupun organisme hidup yang
masuk ke dalam suatu tatanan alami dan kemudian mendatangkan perubahan-
perubahan yang bersifat negatif terhadap tatanan yang dimasukinya.
Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia
ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi
kehidupan manusia dan tatanan lingkungan hidupnya. Aktivitas yang pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
prinsipnya merupakan usaha manusia untuk dapat hidup dengan layak dan
berketurunan dengan baik, telah merangsang manusia untuk melakukan
tindakan-tindakan yang menyalahi kaidah-kaidah yang ada dalam tatanan
lingkungan hidupnya. Akibatnya terjadi pergeseran keseimbangan dalam
tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung lebih
buruk.
Salah satu aktivitas manusia yang sangat berhubungan dengan
lingkungan adalah pembangunan industri. Dapat diambil contoh di daerah
perkotaan, semakin meningkat jumlah penduduk perkotaan, semakin besar
pula masalah lingkungan hidup perkotaan yang dihadapi. Kenaikan jumlah
penduduk di perkotaan ini erat kaitannya dengan pesatnya industrialisasi.
Industrialisasi, yang berlangsung dalam proses pembangunan, pada
hakekatnya merupakan upaya meningkatkan pemanfaatan berbagai faktor,
misalnya sumber alam, keahlian manusia, modal, dan teknologi, secara
berkesinambungan. Semakin banyak kebutuhan masyarakat, semakin banyak
kegiatan industri yang berlangsung sehingga semakin besar pula tekanan
untuk meningkatkan pemanfaatan faktor-faktor tersebut.
Dampak positif dari pembangunan sektor industri sudah banyak kita
rasakan, mulai dari meningkatnya kemakmuran rakyat, meningkatnya
pendapatan perkapita, meningkatnya mutu pendidikan masyarakat,
meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan masih banyak lagi sisi positif
dari pembangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Salah satu dampak negatif pembangunan yang menonjol adalah
timbulnya berbagai macam pencemaran, akibat penggunaan mesin dalam
industri maupun mesin sebagai hasil produksi dari industri tersebut. Suatu
tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh
banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab
tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah.
Limbah dalam konotasi sederhana dapat diartikan sebagai sampah.
Limbah atau dalam bahasa ilmiahnya disebut juga dengan polutan, dapat
digolongkan atas beberapa kelompok berdasarkan pada jenis, sifat, dan
sumbernya. Berdasrkan pada jenis, limbah dikelompokkan atas golongan
limbah padat dan limbah cair. Berdasarkan sifat yang dibawanya, limbah
dikelompokkan atas limbah organik dan limbah an-organik. Sedangkan bila
berdasarkan pada sumbernya, limbah dikelompokkan atas limbah rumah
tangga atau limbah domestik dan limbah industri.
Salah satu dari limbah industri ini adalah pencemaran udara.
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau
biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan
manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau
merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami
maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi
suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung
dan lokal, regional, maupun global.
Beberapa perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur
pengendalian pencemaran udara, antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
b. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 tentang
Indeks Pencemaran Udara.
c. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1996 tentang
Baku Mutu Emisi Tidak Bergerak.
d. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang
Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
e. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996 tentang
Baku Mutu Tingkat Kebauan.
f. Keputusan Kepala Bapeda No 205 Tahun 1996 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara Tidak Bergerak.
Keberadaan industri di wilayah Kabupaten Karanganyar mampu
memberikan pengaruh positif bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), transfer teknologi dan penyerapan tenaga kerja. Namun jika hal itu
tanpa disertai suatu peraturan yang ketat yang mengatur tentang pengelolaan
limbah industri, khususnya pada pengendalian pencemaran udara,
dikhawatirkan hal itu malah berdampak negatif bagi kelestarian dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
keseimbangan lingkungan. Dari beberapa artikel diketahui permasalahan
pengendalian pencemaran udara di Kabupaten Karanganyar antara lain:
1. Sebanyak 80 persen pabrik tekstil di Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah, mendapatkan teguran dari Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Pemkab setempat. Selain tidak memiliki unit pengelolaan limbah batubara
dan mencemari udara lingkungan sekitar, keberadaan pabrik tekstil yang
berjumlah ratusan ini juga menggunakan surat manifest palsu untuk
membuang limbah (okezone.com).
2. Dari hasil inspeksi rutin yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Karanganyar, berdasarkan laporan warga, diketahui bahwa PG
Tasikmadu dalam kegiatan operasionalnya melakukan pencemaran udara.
Pencemaran udara ini, seperti keluarnya asap dan abu bercampur debu.
Sisa pembakaran itu mengganggu udara di sekitar pabrik, sedangkan abu
bercampur debu menempel pada cucian warga. Penyebabnya adalah proses
pembakaran yang tidak berlangsung sempurna (sololawu.blogspot.com).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Karanganyar, diketahui bahwa ternyata terdapat laporan
pengaduan dari masyarakat terkait pencemaran limbah yang dilakukan oleh
beberapa pelaku usaha industri di Kabupaten Karanganyar. Pencemaran ini
berupa pencemaran udara yang berasal dari cerobong asap pabrik yang
mengganggu aktivitas warga sekitar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Tabel 1.1
DAFTAR PENGADUAN PERMASALAHAN LIMBAH INDUSTRI KE
BLH KABUPATEN KARANGANYAR MELALUI POS PENGADUAN
TAHUN 2007-2010
BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KARANGANYAR
NO Nama
Perusahaan
Jenis
Pengaduan Lokasi Permasalahan
1 PG Tasikmadu Pencemaran
Udara
Desa Ngijo Kec.
Tasikmadu
Diindikasikan oleh pelapor
bahwa timbulnya asap hitam
diikuti partikel debu berasal
dari cerobong asap, tidak
adanya penyemprotan pada
cerobong sehingga dust
collector tidak berfungsi
dengan baik.
2 PT Panca Darma
Puspawira
Pencemaran
Udara
Desa Ngasem
Kec. Colomadu
Asap yang sangat tebal
sehingga menganggu
lingkungan sekitar pabrik.
3 PT Sekar
Bengawan
Pencemaran
udara
Nggumbung
Sawit Desa Jetis
Kec. Jaten
Pabrik mengeluarkan asap
dari cerobong bahan bakar
batu bara sehingga
mengganggu penduduk
sekitar pabrik.
4 PG Tasikmadu Pencemaran
udara
Desa Nglano,
sebelah utara
pabrik
Partikel debu dari cerobong
asap PG Tasikmadu
mengganggu warga sekitar
pabrik.
5 Aliran air sungai
sebelah timur PG
Tasikmadu
Permintaan
pancuran air
dari sungai
sebelum
masuk ke PG
Tasikmadu
Desa Ngijo Kec.
Tasikmadu
Selama ini air sungai (arah
dari timur PG Tasikmadu)
yang digunakan oleh pabrik
sebagian dialirkan ke
pertanian sebelah utara
pabrik.
6 Home Industri
Snack
Pencemaran
udara dan bau
Penggorengan
Argotiloso, Kec.
Tasikmadu
Partikel debu dan bau asap
mengganggu aktivitas warga
sekitar.
7 PG Tasikmadu Pencemaran
udara dari
sumber emisi
gas buang
cerobong asap
Kec. Tasikmadu Terdapat asap hitam tebal
karena nozzle baru
diperbaiki.
8 PT Delta Merlin Pencemaran
Debu Kapas
Desa Kaling
Kec. Tasikmadu
Asap dari cerobong pabrik
mengganggu warga sekitar.
Sumber: Data yang sudah diolah dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, menjadi salah satu upaya Pemerintah
Kabupaten Karanganyar untuk berpartisipasi dalam menyelamatkan
lingkungan hidup. Peraturan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman
baik itu kepada para pelaku industri maupun masyarakat luas dalam
menjunjung tinggi prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan
sehingga perkembangan pesat di bidang industri mampu berjalan seimbang
dan selaras dengan kondisi lingkungan. Kemudian peraturan ini juga
memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran
yaitu melakukan pencemaran udara yang dapat berdampak bagi kerusakan
lingkungan.
Badan Lingkungan Hidup (BLH) sebagai pendukung tugas Bupati
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang lingkungan hidup
bertanggung jawab langsung dalam hal pengendalian pencemaran udara di
wilayah Kabupaten Karanganyar. Dalam pengendalian pencemaran udara,
langkah-langkah atau tugas pokok yang dimiliki oleh Badan Lingkungan
Hidup (BLH) adalah sebagai berikut:
1. BLH melaksanakan inventarisasi data untuk menentukan sumber dan jenis
pencemaran;
2. Kemudian BLH menurunkan team untuk melakukan pemantauan atau
pengawasan secara langsung di lokasi pencemaran;
3. Jika dalam kegiatan pemantauan dan pengawasan ditemukan adanya
pelanggaran, maka BLH melakukan kroscek atau memanggil terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
pihak-pihak yang bersangkutan untuk dilakukan musyawarah untuk
mendapatkan solusi yang tepat atas permasalahan tersebut;
4. Kemudian BLH melakukan pembinaan dan memberikan arahan terhadap
pihak yang bersangkutan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui lebih lanjut
proses Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara yang difokuskan pada studi implementasi
yaitu pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG.
Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Hal ini dikarenakan PG. Tasikmadu
merupakan salah satu dari para pelaku usaha industri di Kabupaten
Karanganyar yang mempunyai potensi untuk melakukan pencemaran udara
yang dapat berdampak buruk bagi kondisi lingkungan sekitarnya. Hal itulah
yang menjadi alasan penulis memilih judul: “Implementasi Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara oleh BLH Kabupaten Karanganyar (Studi Implementasi
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG.
Tasikmadu Kabupaten Karanganyar)”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2. Perumusan masalah
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, maka permasalahan yang
hendak dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara di PG. Tasikmadu?
b. Faktor apa saja yang mempengaruhi dalam Implementasi Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendaliaan Pencemaran
Udara di PG. Tasikmadu?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian implementasi pengendalian pencemaran udara
oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar ini adalah sebagai
berikut:
a) Tujuan Operasional
1. Mengetahui Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara di PG. Tasikmadu.
2. Mencari dan mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi
Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara di PG. Tasikmadu.
b) Tujuan Fungsional
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak, sebagai bahan pemikiran dalam melanjutkan dan meningkatkan
kualitas implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Karanganyar maupun di daerah lainnya.
c) Tujuan Individual
Untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar sarjana S-1 di
jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi
organisasi yang terkait dalam meningkatkan implementasi Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar.
2. Sebagai sumbangan dalam pengujian dan penerapan teori Administrasi
Negara terhadap masalah publik terutama masalah yang berkaitan dengan
pengendalian pencemaran udara sehingga penelitian selanjutnya dapat
melengkapi dan memperbaiki penelitian yang ada sebelumnya.
3. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang mempunyai perhatian
terhadap pengendalian pencemaran udara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mempermudah penyampaian teori yang menjadi landasan dalam
penelitian ini, maka penyusunannya adalah sebagai berikut :
1. Implementasi Kebijakan
Implementasi yang berasal dari bahasa Inggris “implementation”.
Menurut Riant Nugroho (2004:158), Implementasi kebijakan adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. tidak lebih dan tidak kurang.
Untuk mengimplemtasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah
yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-
program atau melalui formulasi kebijakan derivatt atau turunan dari kebijakan
publik tersebut.
Secara luas, implementasi merupakan tahap dari proeses kebijakan
segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas
mempunyai makna pelaksanaan undang-undang di mana berbagai aktor,
organisasi, prosedur, dan tehnik bekerja bersama-sama untuk menjalankan
kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-
program.
Menurut Wiliam N. Dunn (2000:24), Implementasi kebijakan
merupakan kebijakan yang telah di ambil dilaksanakan oleh unit-unit
administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Sedangkan Stewart, Alan Greer dan Paul Hogget dalam Journal Public
Policies, Private Strategies, and Local Public Spending Bodies justru
membedakan antara kebijakan dengan implementasi yaitu :
“The policy – implementation distinction is not only based
upon a questionable set of assumption about how policy is
constructed but is also central component of a combination of a
practices which have led to progressive depoliticization of
local public life” (“Perbedaan implementasi dengan kebijakan
tidak hanya berdasarkan pada kumpulan pertanyaan mengenai
asumsi bagaimana kebijakan tersebut dibuat tetapi itu termasuk
juga bagian pusat dari kombinasi praktek untuk memimpin
depolitisasi progresif kehidupan masyarakat lokal”).
Bintoro Tjokroamidjojo (dalam Lubis, 2010:13) berpendapat bahwa
implementasi adalah merealisasikan pencapaian tujuan yang telah dirumuskan
ke dalam rencana, kebijaksanaan dan Program Pemerintah yang konsisten
berdasarkan keputusan politik. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian
dan Paul A.Sabatier (dalam Lubis, 2010:13) sebagai berikut :
“Implementation is carrying out of basic polcy, decision
usually in corporated a state but which cam also take the from
or important executive orders or court decisions ideally, that
decisions identifies the problem to be addressed, stipulates the
objectives to be persued and in variety of process. The process
normally runs through anumber of stages beginning with
passages of the basic statue, followed by the policy output
(decisions) of the implementing agencies, the compliance of
target groups with those decisions the actual impact of
agencies decisions, and finally, important revisions (or attem-
ted revisions) in the basic statue” (“Implementasi adalah
pelaksanaan kebijaksanaan dari suatu keputusan yang
mendasar, biasanya berbentuk undang-undang (peraturan) yang
dikeluarkan oleh suatu lembaga dapat juga berasal dari perintah
seorang eksekutif yang penting atau keputusan pengadilan.
Keputusan ini untuk mengidentifikasikan masalah yang
menjadi pusat perhaian, menetapkan tujuan yang hendak
dicapai dan berbagai cara penyusunan proses implementasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Proses ini pada permulaan biasanya menghabiskan sejumlah
pernyataan uraian dari undang-undang diikuti dengan
pelaksanaan dari hasil kebijaksanaan (keputusan), pemenuhan
tujuan kelompok berdasarkan keputusan yang telah ditentukan.
Hasil nyata antara yang diharapkan, pengaruh dari keputusan
dan yang terakhir adalah perbaikan-perbaikan yang penting
(atau usaha-usaha untuk memperbaiki) dari peraturan dasar
tersebut”).
Menurut kamus Webster (dalam Lubis, 2010:13) implementasi diartikan
sebagai berikut :
“…to implement is to provide the means for carrying out and to
give practical effect to…” (“Mengimplementasikan berarti
menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu serta
menimbulkan dampak akibat tertentu”).
Sedangkan implementasi menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Lubis,
2010:13) adalah:
“those actions by public or private individuals or groups that
directed at the achievement of objectives set forth in prior
policy decisions” (“Tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada
tercapainya tujuan-tujuan yag telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan”)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi
adalah penerapan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya atau tindakan yang nyata dari rencana yang telah di tetapkan.
Selain definisi implementasi hal yang perlu mendapat perhatian adalah
bilamana implementasi dinilai berhasil. Terhadap keberhasilan implementasi
tidak ada kriteria yang berlaku mutlak dan umum, sebab pada situasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kondisi tertentu ada kemungkinan tidak berlaku. Menurut Nakamura (dalam
Lubis, 2010: 14) merekomendasikan 5 kriteria keberhasilan implementasi
program atau kebijakan yang dapat diukur dari hasilnya, meliputi :
1. Pencapaian tujuan atau hasil akhir
2. Efisiensi
3. Kepuasan kelompok sasaran
4. Daya tanggap klien
5. Sistem pemeliharaan
Sedangkan menurut Petak dalam Journal The Problem of Formulating
Public Policy ada hal yang harus diperhatikan dalam proses implementasi
yaitu :
“It’s implementation – it seems it is possible to abstract at least
three fundamental problems to which one should pay attention.
The first problem concerns a possible lack of coordination in
formulating particular policies, the second one a possible lack
of monitoring, and the third one an unsystematic evaluation of
policies (Petak, 2008a:160-164)” (“Implementasi ini – ini
terlihat dapat diabstrakkan menjadi tiga masalah fundamental
yang salah satunya harus diberikan perhatian. Masalah pertama
memusatkan pada kemungkinan terjadinya kesalahan
koordinasi dalam formulasi kebijkan tertentu, yang kedua
kemungkinan kesalahan pengawasan dan yang ketiga tidak
adanya sistematika evaluasi kebijakan”).
Suatu program untuk mencapai kinerja sesuai tujuan ditentukan oleh
banyak faktor dalam pelaksanaannya. Berbagai faktor atau variabel yang
mempengaruhi kinerja suatu program akan nampak dalam model-model
implementasi yang ada.
Di bawah ini disajikan model-model implementasi kebijakan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
a. Model dari Grindle
Grindle (dalam Lubis, 2010:15) mengemukakan bahwa
implementasi kebijakan secara garis besar dipengaruhi oleh 2 variabel
utama yaitu isi kebijakan dan konteks implementasinya.
Gambar 1.1
Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle
Program yang dijalankan seperti yang direncanakan?
Tujuan Kebijakan
Program aksi dan
proyek individu
yang didesain dan
dibiayai
Tujuan yang ingin
dicapai
Pengukuran
Keberhasilan
Melaksanakan Kegiatan dipengaruhi oleh:
b. Isi Kebijakan
1. Kepentingan yang dipengaruhi
2. Tipe Manfaat
3. Derajat perubahan yang diharapkan
4. Letak Pengambilan Keputusan
5. Pelaksanaan Program
6. Sumberdaya yang diharapkan
c. Konteks implementasi
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi
actor yang tepat
2. Karakteristik Lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Hasil Kebijakan:
2. Dampak pada
masyarakat,individu, dan
kelompok
3. Perubahan dan penerimaan oleh
masyarakat
Tujuan Kebijakan
Program aksi dan
proyek individu
yang didesain dan
dibiayai
Tujuan yang ingin
dicapai
Pengukuran
Keberhasilan
Melaksanakan Kegiatan dipengaruhi oleh:
a. Isi Kebijakan
1. Kepentingan yang dipengaruhi
2. Tipe Manfaat
3. Derajat perubahan yang diharapkan
4. Letak Pengambilan Keputusan
5. Pelaksanaan Program
6. Sumberdaya yang diharapkan
b. Konteks implementasi
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi
actor yang tepat
2. Karakteristik Lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Hasil Kebijakan:
1. Dampak pada
masyarakat,individu, dan
kelompok
2. Perubahan dan penerimaan oleh
masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Keterangan :
1) Isi Kebijakan Mencakup
a) Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan
Suatu kebijakan sebaiknya mampu secara optimal
menampung kepentingan pihak-pihak yang terkena dampak dari
suatu kebijakan tersebut. Semakin optimal suatu kebijakan dalam
menampung kepentingan banyak pihak maka semakin sedikit pihak
yang menentang kebijakan tersebut untuk diimplementasikan.
b) Jenis manfaat yang dihasilkan
Suatu kebijakan haruslah mampu menghasilkan manfaat
yang besar dan jelas manfaat yang dihasilkan kebijakan tersebut
maka semakin besar dukungan terhadap kebijakan tersebut untuk
segera diimplementasikan.
c) Derajat perubahan yang diinginkan
Suatu kebijakan haruslah mampu menghasilkan perubahan
kearah kemajuan secara nyata dan rasional. Suatu kebijakan yang
terlalu menuntut perubahan perilaku dari kelompok sasaran akan
lebih sulit untuk diimplementasikan.
d) Kedudukan pembuat kebijakan
Pembuat kebijakan yang mempunyai wewenang (otoritas)
yang tinggi dapat dengan mudah mengkoordinasikan bawahannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
didukung oleh komunikasi yang baik sehingga keduduka pembuat
kebijakan dapat mempengaruhi proses implementasinya.
e) Pelaksanaan program
Pelaksana program harus mempunyai kualitas pemahaman
yang baik mengenai kondisi lapangan dan tugas yang harus
dijalaninya. Koordinasi haruslah baik supaya program berjalan
efektif dan lancer.
f) Sumber daya yang dilibatkan
Sumber daya yang dimaksud adalah semua komponen yang
diperlukan dalam pelaksanaan program seperti keuangan,
administrasi dan sebagainya.
2) Konteks Kebijakan mencakup
a) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
Banyaknya aktor dari berbagai tingkat pemerintahan
maupun non pemerintahan yang memiliki kepentingan serta
strategi yang mungkin saja berbeda berpengaruh terhadap
pengimplementasian suatu kebijakan.
b) Karakteristik lembaga dan penguasa
Apa yang diimplementasikan sebenarnya adalah hasil dari
perhitungan berbagai kelompok yang berkompetisi memperebutkan
sumber daya yang terbatas, yang semua interaksi tersebut terjadi
dalam konteks suatu lembaga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
c) Kepatuhan serta daya tanggap kelompok sasaran
Pelaksana kebijakan yang baik tentu mempunyai tingkat
kepatuhan serta pemahaman (daya tanggap) yang tinggi terhadap
kebijakan yang harus mereka implementasikan. Adanya sikap
pelaksana yang baik menimbulkan tanggapan baik pula dari
kelompok sasaran.
b. Model dari Van Meter dan Van Horn
Van Meter dan Van Horn (dalam Lubis, 2010:18) mengemukakan
6 variabel yang memperlihatkan hubungan yang mempengaruhi kinerja
atau hasil suatu kebijakan. Enam variable tersebut adalah :
1) Standar dan Sasaran Kebijakan
Standard dan sasaran harus dirumuskan secara spesifik dan konkret
sehingga kita bisa mengukur sejauh mana telah dilaksanakan dan
bagaimana pula tingkat keberhasilannya karena kinerja kebijakan pada
dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standard dan
sasaran tersebut telah dilaksanakan dan bagaimana pula tingkat
keberhasilannya.
2) Sumber Daya
Kebijakan menuntut adanya sumber daya baik yang berupa dana
maupun insentif yang lain yang kemungkinan dapat mendorong
terlaksananya implementasi secara efektif.
3) Komunikasi Antar Organisasi san Pengukuhan Aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Suatu kebijakan agar berhasil dalam implementasinya haruslah
tercipta suatu komunikasi yang baik (terpadu) antar organisasi pelaksana
serta adanya penetapan (pengukuhan) dan kejelasan dari serangkaian
tindakan atau aktivitas yang akan dilakukan dalam implementasi kebijakan
tersebut.
4) Karakteristik Birokrasi Pelaksana
Karakteristik yang bisa disebut antara lain kompetensi dan jumlah
staf, rentang dan derajat pengendalian, dukungan politik yang dimiliki,
kekuatan organisasi, derajat keterbukaan serta kebebasan komunikasi dan
keterbukaan kaitan dengan pembuat kebijakan.
5) Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik
Hal ini berdasarkan pada beberapa pertanyaan, misalnya : apakah
sumber daya ekonomi yang dimiliki mendukung keberhasilan
implementasi?. Bagaimana keadaan social ekonomi dari masyarakat yang
dipengaruhi kebijakan?.
6) Sikap Pelaksana
Sikap individu pelaksana sangat mempengaruhi bentuk respons
mereka terhadap keterkaitan antar variable tersebut. Wujud respons
pelaksana menjadi penyebab dari berhasil dan gagalnya implementasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 1.2
Model Implementasi Kebijakan Menurut Van
Metter dan Van Horn
c. Model dari Mazmanian dan Sabatier
Kerangka berpikir mereka sebenarnya tidak jauh berbeda dengan milik
Van Meter dan Van Horn serta Grindle. Dalam hal perhatiannya terhadap dua
persoalan mendasar (kebijakan dan lingkungan kebijakan). Hanya saja pemikiran
Mazmanian ini terkesan menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif
apabila birokrasi pelaksanaannya mematuhi apa yang telah digariskan oleh
peraturan (petunjuk pelaksanaan teknis). Model ini sering disebut sebagai model
top down (pendekatan dari atas ke bawah).
Mazmanian dan Sabatier (dalam Lubis, 2010:21) menyatakan
implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga variable, yaitu :
Komunikasi antar organisasi
dan pengukuhan aktivitas
Kinerja
Kebijakan
Standar
dan saran
kebijakan Karakteristik
organisasi
komunikasi
antar
organisasi
Sikap Pelaksana
Sumber Daya Kondisi sosial,
ekonomi,politik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
1) Karakteristik masalah
Dalam implementasi program akan dijumpai karakteristik masalah yang
bisa terdiri dari empat variable yaitu bagaimana ketersediaan teknologi dan teori
teknis, keragaman perilaku kelompok sasaran, sifat dari populasi dan derajat
perubahan.
2) Daya dukung peraturan
Implementasi akan efektif bila pelaksanaannya mematuhi apa yang telah
digariskan oleh peraturan yang ditetapkan. Aturan-aturan yang disarankan yaitu:
kejelasan atau konsistensi tujuan yang merupakan standar evaluasi dan saran
lebal bagi pelaksana untuk mengerahkan sumber daya, teori kausal yang
memadai, sumber keuangan yang mencukupi dalam pelaksanaan kebijakan,
integrasi organisasi pelaksana, direksi pelaksana, rekruitmen dari pejabat
pelaksana dan akses formal pelaksana keorganisasian lain sebagai suatu bentuk
koordinasi.
3) Variable non Pemerintah
Dalam implementasi juga memerlukan variable lain di luar peraturan
seperti kondisi sosio ekonomi dan teknologi, perhatian pers terhadap masalah
kebijakan, dukungan public, sikap sumber daya kelompok sasaran, dukungan
kewenangan serta komtmen dan kemampuan pejabat pelaksana.
Ketiga variabel di atas merupakan hal-hal yang berpengaruh terhadap
proses implementasi. Implememtasi adalah suatu proses yang terhadap proses
implementasi. Implementasi adalah suatu proses yang terdiri dari tahapan itu juga
merupakan input bagi keberhasilan tahap yang lain. Tahap tersebut yaitu :
keluaran kebijakan dari organisasi pelaksana, kesesuaian keluaran kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
sasaran, dampak actual keluaran kebijakan, dampak yang diperkirakan dan
perbaikan peraturan. Struktur manajemen program yang tercermin dalam
berbagai peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan.
Adapun model implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Gambar 1.3
Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier
Karakteristik Masalah
1. Ketersediaan teknologi dan teori
2. Keragaman perilaku kelompok
sasaran
3. Sifat populasi
4. Derajat perilaku yang diharapkan
Daya dukung peraturan
1. Kejelasan/konsistensi tujuan dan
sasaran
2. Teori kausal yang memadai
3. Sumber keuangan yang memadai
4. Direksi pelaksana
5. Rekruitmen dari pejabat pelaksana
6. Akses formal pelaksana ke organisasi lain
Variabel non peraturan
1. Kondisi social ekonomi dan teknologi
2. Perhatian pers terhadap masalah
kebijakan
3. Dukungan publik
4. Sikap dan sumber daya kelompok
sasaran
5. Dukungan kewenangan
6. Komitmen kemampuan pelaksaan
Proses Implementasi
Keluaran kebijakan dari organisasi
pelaksana
Kesesuaian keluar kebijakan dengan
kelompok sasaran
Dampak Aktual Keluaran
Dampak yang diperkirakan Perbaikan peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Dalam pelaksanaan suatu program ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan. Faktor-faktor yang ada merupakan hasil pemilihan dari
pendapat atau model dari para ahli. Faktor-faktor yang ada tidak secara
otomatis berlaku secara bulat dan utuh artinya ada suatu faktor yang
dikemukakan sebagai kesatuan, adakalanya dipisah dan diadaptasikan
dengan kondisi lapangan.
Dengan demikian penelitian ini, faktor-faktor yang digunakan
adalah :
a. Sikap Pelaksana (diambil dari model Implementasi Van Metter dan
Van Horn)
Dukungan sikap pelaksana program meliputi keahlian, keaktifan,
kreatifitas serta dedikasi pelaksana yang berpengaruh selama proses
pelaksanaan serta kekuasaan, kepentingan dan strategi aparat yang terlibat
proses pelaksanaan. Sikap pelaksana yang mendukung program akan
menimbulkan kreatifitas agar pelaksanaan lebih efektif. Sikap ini
ditentukan oleh pemahaman terhadap tujuan program. Seringkali terjadi
sikap pelaksana berubah karena mempunyai kepentingan atau pengaruh
lain dari luar.
Faktor ini menjelaskan bagaimana sikap yang diambil oleh
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar guna mendukung
terlaksananya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. Hal ini sangat penting mengingat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 merupakan kebijakan yang
bersifat top down, sehingga memerlukan dukungan dari para pelaksana
kebijakan tersebut.
b. Komunikasi (diambil dari model Implementasi Van Metter dan Van
Horn)
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu
program, terlebih yang menyangkut lebih dari satu instansi, sebagai
jembatan koordinasi. Komunikasi menghubungkan antara sesama aparat
pelaksana (pemerintah) ataupun antara aparat dengan publik (kelompok
sasaran) dan juga untuk menyamakan persepsi dan pemahaman antara para
pelaksana dengan apa yang dimaksud oleh kebijakan.
Secara garis besar komunikasi yang terjadi dapat dibedakan
menjadi dua yakni komunikasi mendatar (horizontal communication) dan
komunikasi vertikal. Komunikasi mendatar terjadi antar aparat yang
berkedudukan sejajar untuk mengkoordinasikan tugas dan peranan agar
tidak terjadi overlapping tugas-tugas atau kekosongan perhatian terhadap
sesuatu. Komunikasi vertikal terjadi antar atasan dengan bawahan yang
bisa berwujud perintah, informasi, teguran dan laporan yang berkaitan
dengan pelaksanaan program.
Faktor ini menjelaskan bagaimana pola komunikasi yang dibuat
oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar dalam
menjalankan tugas pokoknya sebagai pemantau, pengawas dan pengendali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
terlaksananya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Penegendalian Pencemaran Udara.
c. Sumber daya (diambil dari model Implementasi Grindle, Van Metter
dan Van Horn, Mazmanian dan Sabatier)
Tersedianya sumber daya yang memadai akan mendukung dalam
pelaksanan suatu program untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Sumber daya tersebut dapat berupa biaya, perlengkapan yang dibutuhkan
maupun sumber daya manusianya.
Faktor ini menjelaskan siap, tidaknya atau memadai dan tidak
memadainya sumber daya yang dimiliki oleh Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Karanganyar baik berupa sumber biaya, perlengkapan maupun
sumber daya manusianya dalam mendukung implementasi Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara.
d. Kepatuhan serta daya tanggap kelompok sasaran (diambil dari model
Implementasi Mazmanian dan Sabatier)
Pelaksana kebijakan yang baik tentu mempunyai tingkat
kepatuhan serta pemahaman (daya tanggap) yang tinggi terhadap
kebijakan yang harus mereka implementasikan. Adanya sikap pelaksana
yang baik menimbulkan tanggapan baik pula dari kelompok sasaran.
Faktor ini menjelaskan hubungan timbal balik antara Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar sebagai pelaksana kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
dengan masyarakat dan para pelaku industri di Kabupaten Karanganyar
khususnya PG Tasikmadu. Dari komponen ini dapat dilihat juga kepatuhan
dan daya tanggap masyarakat serta para pelaku industri di Kabupaten
Karanganyar khususnya PG Tasikmadu terhadap implementasi Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara. Dari komponen inilah kita dapat mengetahui dan mengukur tingkat
keberhasilan dari implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
1999.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
Dalam rangka upaya menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif,
pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan untuk penanganan masalah
lingkungan khususnya tentang pengendalian pencemaran udara yaitu dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999. Peraturan
Pemerintah ini menjadi dasar hukum pelaksanaan tindakan preventif oleh
aparat pelaksana yang melalui penetapan tolak ukur baku mutu udara baik itu
sumber pencemaran udara yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
Dengan adanya tolok ukur baku mutu udara maka akan dapat
dilakukan penyusunan dan penetapan kegiatan pengendalian pencemaran
udara. Penjabaran kegiatan pengendalian pencemaran udara nasional
merupakan arahan dan pedoman yang sangat penting untuk pengendalian
pencemaran udara di daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2.1 Tujuan
Pengendalian pencemaran udara ini diselenggarakan dengan tujuan:
a) Untuk melindungi udara yang merupakan sumber daya alam yang
harus dilindungi untuk hidup dan kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya.
b) Tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia
dengan lingkungan hidup.
c) Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang
diinginkan.
2.2 Ruang Lingkup Keberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk mendapatkan udara yang
sesuai dengan tingkat kualitas yang baik dengan melalui beberapa kegiatan
yaitu:
a) Inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan
berbagai kriteria yang ada dalam pengendalian pencemaran udara;
b) Penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang
digunakan sebagai tolok ukur pengendalian pencemaran udara;
c) Penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan
pengalokasian kegiatan yang berdampak mencemari udara;
d) Pemantauan kualitas udara baik ambien dan emisi yang diikuti dengan
evaluasi analisis;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
e) Pengawasan terhadap penaatan peraturan pengendalian pencemaran
udara;
f) Peran masyarakat dalam kepedulian terhadap pengendalian
pencemaran udara;
g) Kebijakan bahan bakar yang diikuti dengan serangkaian kegiatan
terpadu dengan mengacu kepada bahan bakar bersih dan ramah
lingkungan;
h) Penetapan kebijakan dasar baik teknis maupun non-teknis dalam
pengendalian pencemaran udara secara nasional.
3. Pengendalian Pencemaran Udara
3.1 Pengendalian
Menurut Syamrilaode (2010) dalam artikelnya, pengendalian
secara umum dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan manajemen
agar pelaksanaan tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan.
Pengendalian menurut Ibnu Syamsi (dalam Syamrilaode, 2010)
adalah fungsi manejemen yang mengusahakan agar pekerjaan atau
kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, instruksi, pedoman, patokan
atau peraturan yang telah di tetapkan dalam sebelumnya. Senada dengan
pengertian tersebut, Indriyo (dalam Syamrilaode, 2010) menjelaskan
bahwa ada tiga tahap dalam proses pengendalian :
1. Proses penentuan standar
2. Proses evaluasi dan penilaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
3. Proses perbaikan
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengendalian adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
Beberapa ahli ada yang menyamakan pengendalian dengan
pengawasan atau controlling. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa
terdapat perbedaan antara pengendalian dengan pengawasan. Dalam
penelitian ini, dalam kegiatan pengendalian terdiri dari beberapa kegiatan
yaitu kegiatan sosialisasi, kegiatan inventarisasi, kegiatan pemantauan dan
pengawasan.
3.2 Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia,
sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Udara ambien adalah
udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di
dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan
hidup. (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999). Sedangkan menurut
Tresna Wijaya, (2009:192), pencemaran udara ialah jika udara di atmosfer
dicampuri dengan zat atau radiasi yang berpengaruh jelek terhadap
organisme hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pencemaran udara juga dapat diartikan adanya bahan atau zat-zat
asing yang terdapat di udara dalam jumlah yang menyebabkan perubahan
komposisi atmosfer dari keadaan normal. Pengertian tentang pencemaran
udara diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat
energi, dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan
udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang
atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Pramudya
Sunu, 2001:41).
Pencemaran udara memiliki dua jenis sumber emisi. Sumber emisi
ini adalah setiap usaha dan atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari
sumber bergerak, sumber bergerak spesifik dan sumber tidak bergerak
maupun sumber tidak bergerak spesifik. Sumber bergerak adalah sumber
emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari
kendaraan bermotor dan sumber bergerak spesifik adalah sumber emisi
yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kereta
api, pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya. Sedangkan
sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat
dan sumber tidak bergerak spesifik adalah sumber emisi yang tetap pada
suatu tempat yang berasal dari kebakaran hutan dan pembakaran sampah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
3.3 Jenis-Jenis Pencemaran Udara
Tabel 1.2
Jenis-Jenis Pencemaran Udara
Pencemaran Udara Jenisnya
1. Menurut bentuk
2. Menurut tempat
3. Gangguan kesehatan
4. Susunan kimia
5. Menurut Asalnya
a. Gas
b. Partikel
a. Ruangan
b. Udara bebas
a. Iritansia
b. Aspeksia
c. Anestesia
d. Toksis
a. Anorganik
b. Organik
a. Primer
b. Sekunder
Sumber: Pramudya Sunu dalam buku Melindungi
Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001 Hal. 43
3.4 Penyebab Pencemaran Udara
Menurut Pramudya Sunu (2001:47) pada umumnya pencemaran
udara disebabkan oleh kegiatan manusia yang tidak mengindahkan
dampak lingkungan dan faktor alam.
Penyebab pencemaran udara oleh kegiatan manusia seperti:
a) Debu atau partikel dari kegiatan industri.
b) Penggunaan zat kimia yang disemprotkan ke udara.
c) Gas buang hasil pembakaran bahan bakar fosil.
Penyebab pencemaran udara oleh faktor alam seperti:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
a) Debu akibat letusan gunung berapi
b) Proses pembusukan sampah organik
c) Debu yang berterbangan akibat tiupan angin.
Pramudya Sunu (2001:47-48) juga menambahkan, udara yang tercemar
dapat merusak lingkungan sekitarnya dan berpotensi terganggunya
kesehatan. Lingkungan yang rusak berarti berkurangnya daya dukung alam
yang selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup manusia. Pencemaran
udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran berbagai
bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan, atau gas yang masuk
terdispersi terurai ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan
sekitarnya. Kondisi geografi, suhu, udara, dan tekanan udara setempat
akan mempengaruhi kecepatan penyebaran pencemarannya. Kawasan
yang daya dukung alamnya berkurang, sering dijumpai berbagai penyakit
yang erat kaitannya dengan akibat pencemaran.
3.5 Pengendalian Pencemaran Udara
Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan atau
penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.
Pengendalian pencemaran udara ini meliputi pengendalian dan usaha dan
atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak
bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik, yang dilakukan dengan
upaya pengendalian emisi dan atau sumber gangguan yang bertujuan untuk
mencegah turunnya mutu udara ambien (Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Berkaitan dengan pelaksanaan pengendalian pencemaran udara
sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu, BLH Kabupaten Karanganyar
melalui Surat Keputusan Kepala BLH Kabupaten Karanganyar
membentuk Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan
Hidup. Tim tersebut berfungsi melakukan dan mengawasi jalannya
tahapan kegiatan pengendalian pencemaran udara yaitu kegiatan
sosialisasi, inventarisasi, pemantauan dan pengawasan.
a) Tahap Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada kelompok sasaran yakni PG. Tasikmadu
mengenai isi dan tujuan dari pelaksanaan pengendalian
pencemaran udara sumber tidak bergerak tersebut.
b) Tahap Inventarisasi
Tujuan dari kegiatan inventarisasi ini adalah untuk mengetahui
status mutu udara suatu daerah apakah sudah tercemar atau
belum tercemar oleh sumber pencemar udara. Kegiatan
inventarisasi ini dilakukan dengan mewajibkan para pelaku
usaha yakni PG. Tasikmadu melaporkan hasil laboratorium uji
udara ambien dan emisi gas minimal enam bulan sekali.
c) Tahap Pemantauan dan Pengawasan
Tujuan dari kegiatan pemantauan dan pengawasan adalah
sebagai salah satu bentuk tanggung jawab BLH Kabupaten
Karanganyar sebagai Pembina dan pengawas bagi para pelaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
usaha dalam penataan mereka terhadap ketentuan-ketentuan
yang ada di dalam semua peraturan pengelolaan lingkungan
hidup khususnya di bidang pengendalian pencemaran udara.
3.5.1 Metode Pengendalian Pencemaran Udara
Jika pengendalian pencemaran ingin diterapkan, maka berbagai
pendekatan dapat dipilih untuk menentukan metode pengendalian atau
pencegahan pencemaran udara. Pencegahan yang ditempuh terhadap
pencemaran udara tergantung dari sifat dan sumber polutannya.
Pencegahan yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu
menggunakan masker sebagai pelindung untuk menghindari terjadinya
gangguan kesehatan.
Pencegahan disesuaikan dengan kebutuhan dengan memperhatikan
pengaruhnya terhadap kesehatan dan peralatan yang digunakan. Tindakan
yang dilakukan untuk meneegah pencemaran udara seperti mengurangi
polutan bahan yang mengakibatkan polusi dengan peralatan, mengubah
polutan, melarutkan polutan, dan mendispersikan atau menguraikan
polutan.
Pramudya Sunu (2001:85-90) dalam bukunya, membagi mencegah
pencemaran udara menjadi dua jenis, yaitu mencegah pencemaran udara
berbentuk gas dan mencegah pencemaran udara berbentuk partikel.
Berikut penjelasannya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Mencegah pencemaran udara berbentuk gas
a) Adsorbsi
Adsorbsi merupakan proses melekatnya molekul polutan atau ion
pada permukaan zat padat adsorben seperti karbon aktif dan silikat.
Adsorben mempunyai sifat dapat menyerap zat lain sehingga menenmpel
pada permukaannya tanpa reaksi kimia serta memiliki daya kejenuhan
yang bersifat disposal (sekali pakai buang) atau dibersihkan dulu,
kemudian digunakan lagi. Emisi hidrokarbon diadsorbsi pada permukaan
karbon aktif, kemudian dihilangkan dengan cara melewatkan uap yang
selanjutnya dikondensasi menjadi cairan dan hidrokarbon dapat diperoleh
kembali untuk penggunaan selanjutnya.
b) Absorbsi
Absorbsi merupakan proses penyerapan yang memerlukan solven
yang baik untuk memisahkan polutan gas dengan konsentrasinya. Cara
yang mudah dan sederhana, menggunakan air sebagai absorben, tetapi
kadang-kadang dapat juga tidak mengunakan air yang disebut dry
absorben. Metode absorbsi ini pada prinsipnya hampir sama dengan
metode adsorbsi, hanya bedanya bahwa emisi hidrokarbon mengalami
kontak dengan cairan di mana hidrokarbon akan larut atau tersuspensi.
Kontak antara emisi hidrokarbon dengan cairan absorbsi biasanya
digunakan pada menara yang tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
c) Kondensasi
Kondensasi merupakan proses perubahan uap air atau benda gas
menjadi benda cair pada suhu udara di bawah titik embun. Polulan gas
diarahkan mencapai titik kondensasi, terutama pada polutan gas yang
mempunyai titik kondensasi tinggi dan tilik penguapan yang rendah,
seperti hidrokarbon dan gas organik lainnya. Cara kondensasi dalam
membersihkan polutan gas kurang praktis, untuk penggunaan polutan gas
yang mempunyai konsentrasi tinggi. Untuk lebih praktisnya digunakan
cara kombinasi pacla taraf awal digunakan cara kondensasi, kemuclian
cliikuti dengan cara adsorbsi. Emisi hidrokarbon akan mengalami
kondensasi menjadi cairan pada suhu yang cukup rendah. Metode
kondensasi ini digunakan untuk menghilangkan gas buang yang
dilewatkan permukaan bersuhu rendah sehingga cairan hidrokarbon yang
terkondensasi tetap tertinggal dan dapat dikumpulkan.
d) Pembakaran
Pembakaran merupakan proses untuk menghancurkan gas
hidrokarbon yang terdapat di dalaru polutan dengan mempergunakan
proses oksidasi panas yang disebut incineration. Hasil pembakaran berupa
karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Proses pembakarannya
menggunakan proses incineration, sedangkan alatnya namanya incinerator
atau burner dengan berbagai tipe yang suhunya dapat mencapai 1800 °F.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Incineration merupakan salah satu metode dalam pengolahan
limbah padat dengan menggunakan pembakaran yang menghasilkan gas
dan residu pembakaran. Metode ini mempunyai resiko yang cukup tinggi
seperti bahaya meledak. Cara pencegahan polusi gas dengan pembakaran
ini harus segera disingkirkan seperti menggunakan exhaust fan atau
pembuatan cerobong asap. Penurunan volume hasil pembakaran dapat
mencapai 70 % dari limbah padat. Metode insinerasi dapat menggunakan
alat seperti :
Menggunakan api untuk oksidasi lengkap hidrokarbon menjadi
CO2 dan air, di mana efisiensi penghilangan hidrokarbon
sangat tinggi.
Menggunakan katalis sehingga oksidasi hidrokarbon lengkap
dapat terjadi pada suhu yang lebih rendah.
Mencegah pencemaran udara berbentuk partikel
a) Filter
Filter udara dimaksudkan untuk menangkap debu atau polutan
partikel yang ikut keluar pada cerobong atau slack pada permukaan filter,
agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih saja
yang keluar dari cerobong. Filter udara yang di pasang pada cerobong
harus diperiksa secara periodik, bila sudah dalam kondisi jenuh yaitu
penuh dengan debu harus segera diganti atau dibersihkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Penggunaan filter udara seharusnya disesuaikan dengan sifat gas
buangan yang keluar seperti berdebu banyak, bersifat asam, bersifat
alkalis, dan sebagainya. Beberapa contoh jenis filter yang banyak
digunakan seperti cotton, nylon, orion, dacron, fibreglass, polypropylene,
ivool, nomex, teflon.
b) Filter basah
Cara kerja filter basah atau scrubbers/wet collectors adalah
membersihkan udara kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian
atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat
udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotan air
turun ke bawah. Secara alamiah air hujan cukup efektif untuk
membersihkan polutan partikel.
c) Elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik dapat digunakan untuk membersihkan
udara kotor dalam jumlah yang relatif besar. Alat ini menggunakan arus
searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kv, berupa tabung
silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada
sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung,
diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan akan menimbulkan
corona discharga di sekitar pusat silinder. Udara kotor menjadi ion
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
negatif, sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing
akan menuju elektroda yang sesuai.
Menggunakan presipitasi elektrostatik berbeda dengan cara
mekanis lainnya, karena langsung ke butir-butir partikel seperti pada
industri peleburan logam, industri semen. Polutan dialirkan diantara dua
pelat yang diberi aliran listrik sebagai presipirator yang akan
mempresipitasikan polutan partikel dan ditampung dalam kolektor.
d) Kolektor mekanis
Mengendapkan polutan partikel yang ukurannya relatif besar dapat
dengan menggunakan tenaga gravitasi. Cara kerjanya cukup sederhana
yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat
sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan,
zarah/partikel akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri
(gravitasi).
Pengendap siklon atau cyclone separators adalah pengendap debu
yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu.
Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari
udara/gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung
siklon sehingga partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah. Makin
besar ukuran debu/partikel akan makin cepat diendapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
e) Program penghijauan
Tumbuh-tumbuhan menyerap hasil pencemaran udara berupa
karbon dioksida (CO,) dan melepaskan oksigen (O2). Tumbuh-tumbuhan
akan menghisap dan mengurangi polutan. dengan melepaskan gas oksigen
maka akan mengurangi jumlah polutan di udara.
Semakin banyak tumbuh-tumbuhan ditanam sebagai paru-patu kota
maka kualitas udara akan semakin sehat sehingga akan mendukung
program langit biru (prolabir). Program penghijauan ini seharusnya
merupakan gerakan nasional agar semua pihak dapat berpartisipasi aktif.
Pemerintah dapat memberikan contoh. dan kontribusinya seperti
penghijauan sarana umum dan sarana sosial. Para industriawan juga turut
serta melakukan penghijauan dilingkungan pabriknya. Masyarakat juga
tidak kalah pentingnya untuk berpaitisipasi dalam program penghijauan
yaitu dengan menanam tanaman/bunga baik di pekarangan sekitar rumah
maupun dalam pot.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, sumber peneemaran udara
terbanyak berasal dari kendaraan bermotor sekitar 90 % dan industri
sekitar 5 %. Untuk mengurangi pencemaran udara yang diakibatkan oleh
kendaraan bermotor, maka emisi gas buang pacla seluruh kendaraan
bermotor umum, pribadi, truk, harus memenuhi batas ambang yang
ditetapkan, serta kepedulian para pengelola industri agar emisi yang
ditimbulkannya memenuhi batas ambang yang ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
f) Pencemaran udara secara elektronik
Pencemaran udara secara elektronik (electronic air cleaner) dapat
berfungsi untuk mengurangi polutan udara dalam ruangan. Udara yang
mengandung polutan dilewatkan melalui alat ini sehingga udara yang ada
dalam ruangan menjadi lebih bersih.
g) Ventilasi udara
Penggunaan dan penempatan ventilasi udara seharusnya
clisesuaikan dengan kebutuhan. Perhatian utama yaitu tercukupinya
kebutuhan gas oksigen (O2) dalam ruangan serta menjadikan udara dalam
ruangan bebas dari berbagai polutan. Bila akan menggunakan exhaust fan,
maka usahakan dekat dengan sumber pencemaran, agar polutan segera
dapat keluar dari dalam ruangan.
3.5.2 Teknologi Pengendalian Pencemaran Udara
Teknologi pengendalian pencemaran udara dalam suatu plant atau
tahap proses dirancang untuk memenuhi kebutuhan proses itu atau
perlindungan lingkungan. Teknologi ini dapat dipilih dengan penerapan
susunan alat pengendali sehingga memenuhi persyaratan yang telah
disusun dalam rancangan proses.
Rancangan proses pengendalian pencemaran ini harus dapat
memenuhi persyaratan yang dicantumkan dalam peraturan pengelolaan
lingkungan. Rancangan ini harus mempertimbangkan faktor ekonomi. Jadi
penerapan peralatan pengendalian ini perlu dikaitkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
perkembangan proses produksi itu sendiri sehingga memberikan nilai
ekonomik yang paling rendah baik untuk instalasi, operasi, dan
pemeliharaan. Nilai ekonomik yang dihubungkan dengan biaya produksi
ini masih sering dianggap cukup besar. Penilaian ekonomik yang
dihubungkan dengan kemaslahatan masyarakat kurang ditinjau, karena
analisis ini kurang dapat dipahami oleh pihak industriawan. Dengan
demikian penerapan peraturan harus dilaksanakan dan diawasi dengan
baik, agar penerapan teknologi pengendalian ini bukan hanya sekedar
memasang alat pengendalian pencemaran udara, tetapi kinerja alat ini
tidak memenuhi persyaratan.
Teknologi pengendalian ini perlu dikaji dengan seksama, agar
penggunaan alat tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat
alat dapat dicapai dan memenuhi persyaratan perlindungan lingkungan.
Sistem pengendalian ini harus diawali dengan pemahaman watak emisi
senyawa pencemar dan lingkungan penerima. Teknologi pengendalian
yang sempurna akan membutuhkan biaya yang besar sekali sehubungan
dengan dimensi alat, kebutuhan energi, kinerja, keselamatan kerja, dan
mekanisme reaksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan teknologi
pengendalian atau rancangan sistem pengendalian meliputi :
a) watak gas buang atau efluen,
b) tingkat pengurangan yang dibutuhkan,
c) teknologi komponen alat pengendalian pencemaran udara, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
d) kemungkinan perolehan senyawa pencemar yang bernilai
ekonomik.
Watak efluen merupakan faktor penentu dan tidak dapat digunakan
untuk penyelesaian semua jenis pengendalian pencemaran. Jadi watak fisik
dan kimia efluen dan lingkungan penerima harus dipahami dengan baik.
Kemungkinan fenomena sinergetik yang dapat berlangsung harus dapat
diperkirakan, jika perubahan watak atau komposisi efluen atau proses
produksi berlangsung dalam waktu yang akan datang.
Rancangan sistem pengelolaan udara di daerah industri meliputi
semua langkah perbaikan dan metoda perlakuan yang menjamin hasil-
guna dan ekonomis untuk penyelesaian masalah. Pengkajian yang rinci
harus dilakukan untuk sistem yang lengkap. Penilaian masalah
pencemaran udara untuk sistem produksi meliputi tahap-tahap :
a) penilaian,
b) kajian teknis dan rekayasa, dan
c) rancangan dan konstruksi.
Tahap penilaian masalah meliputi :
a) penyigian plant,
b) pengujian dan pengumpulan data,
c) penentuan kriteria rancangan, yang mencakup pengkajian watak
efluen dengan Baku Mutu Lingkungan Udara.
Tahap kajian teknis dan rekayasa melaksanakan :
a) penilaian sistem dan teknologi pengendalian pencemaran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
b) sumber perbaikan,
c) metode perlakuan yang memperhatikan cara pengumpulan,
pendinginan, dispersi, dan pembuangan, dan
d) perolehan kembali senyawa yang bernilai ekonomik.
Tahap rancangan dan konstruksi mencakup :
a) pemilihan sistem pengendalian, dan
b) rancangan proses dan rekayasa, serta konstruksi.
Sistem pengendalian pencemaran ini akan selalu memasang
cerobong sebagai upaya untuk mengurangi konsentrasi senyawa pencemar
pada saat pembebasan ke lingkungan. Rancangan cerobong ini harus
memenuhi persyaratan tingkat konsentrasi di permukaan dan watak
lingkungan udara yang meliputi kemantapan dan derajat inversi.
4. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran digunakan sebagai dasar atau landasan dalam
pengembangan berbagai konsep atau teori yang digunakan dalam penelitian
serta hubungannya dengan perumusan masalah. Mengacu pada konsep dan
teori yang telah disebutkan diatas maka kerangka pemikiran yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
Dalam rangka upaya menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif,
pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan untuk penanganan masalah
lingkungan khususnya dalam pengendalian pencemaran udara yaitu dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan ini menjadi dasar hukum
pelaksanaan tindakan preventif oleh aparat pelaksana yang melalui penetapan
tolak ukur baku mutu udara baik itu sumber pencemaran udara yang bergerak
maupun yang tidak bergerak.
Di Kabupaten Karanganyar permasalahan dalam pencemaran udara
terlihat dalam tumbuh pesatnya perkembangan industri yang ditandai dengan
banyaknya pabrik-pabrik yang didirikan. Jumlah pabrik yang terus meningkat
itulah yang menjadi salah satu penyebab atau potensi yang dapat
menyebabkan pencemaran udara. Hal yang tidak mungkin terhindar lagi
adalah dampak pencemaran udara tersebut terhadap lingkungan sekitar.
Dengan segala permasalahan pencemaran udara ini perlu adanya suatu
upaya perlindungan terhadap kualitas udara, salah satunya dalam hal
Pengendalian Pencemaran Udara. Pelaksanaan atau implementasi
pengendalian pencemaran udara ini akan difokuskan pada studi implementasi
pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu
Kabupaten Karanganyar yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Hal ini dikarenakan
PG. Tasikmadu merupakan salah satu dari para pelaku usaha industri di
Kabupaten Karanganyar yang mempunyai potensi untuk melakukan
pencemaran udara yang dapat berdampak buruk bagi kelestarian dan
keseimbangan lingkungan sekitarnya.
Langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar
melalui BLH yang merupakan instansi yang bertanggung jawab di bidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
lingkungan hidup untuk mengatasi dan mencegah potensi terjadinya
pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu yaitu dengan
melaksanakan fungsi pengendalian yang dimiliki oleh BLH Kabupaten
Karanganyar dengan baik. Pelaksanaan pengendalian pencemaran udara
sumber tidak bergerak tersebut dilaksanakan melalui 3 tahap kegiatan,
meliputi : Tahap Sosialisasi, Tahap Inventarisasi, serta Tahap Pemantauan dan
Pengawasan.
Dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara sumber tidak
bergerak di PG. Tasikmadu ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan :
Pertama, sikap pelaksana yang merupakan faktor penunjang pelaksanaan
program yang berupa keahlian, keaktifan, kreatifitas serta dedikasi pelaksana.
Sikap dan dukungan yang positif dari aparat pelaksana akan mendukung
keberhasilan pelaksanaan kebijakan dalam mencapai tujuan dan sasarannya.
Kedua, komunikasi, dengan adanya komunikasi dapat dijadikan penghubung
antara aparat pelaksana dengan kelompok sasaran. Selain itu juga mendukung
dalam pelaksanaan sosialisasi kebijakan, kejelasan dalam memberikan
infomasi akan mempermudah kelompok sasaran untuk mengetahui isi, tujuan,
manfaat dan ketentuan dari kebijakan tersebut. Ketiga, sumber daya yang
memadai akan mendukung dalam pelaksanan suatu program untuk dapat
mencapai tujuan yang diinginkan. Sumber daya tersebut dapat berupa biaya,
perlengkapan yang dibutuhkan maupun sumber daya manusianya. Keempat,
kepatuhan serta daya tanggap kelompok sasaran akan mempengaruhi hasil
akhir dari pelaksanaan suatu program. Kepatuhan dan dukungan ini muncul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
seiring dengan kesadaran akan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan
program. Keseluruhan faktor ini nantinya akan berpengaruh satu sama lain
terhadap pelaksanaan kebijakan pengendalian pencemaran udara oleh Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Gambar 1.4
Skema Kerangka Pemikiran
Faktor yang mempengaruhi
dalam Pelaksanaan
Pengendalian Pencemaran
Udara di PG Tasikmadu:
Sikap pelaksana
Komunikasi
Sumber daya
Kepatuhan dan daya
tanggap kelompok
sasaran
Masalah yang
ditimbul:
Bertambahnya
jumlah pabrik
yang dapat
menyebabkan
pencemaran udara
Dampak akibat
pencemaran udara
tersebut terhadap
lingkungan
PP No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
Tercapainya :
Keselarasan,
keserasian dan
keseimbangan
antara manusia
dengan
lingkungan hidup
Kualitas udara
yang diinginkan
PENGENDALIAN PENCEMARAN
UDARA
Pencegahan dan atau
penanggulangan pencemaran
udara
Pemulihan mutu udara
Tahap kegiatan :
Sosialisasi
Inventarisasi Data
Pemantauan dan Pengawasan
BLH Kabupaten
Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan suatu keadaan
sebagaimana adanya. Hasil penelitian ditekankan pada pemberian gambaran
secara objektif tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Oleh
sebab itu bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
kualitatif yang bermaksud memberikan gambaran secara sistematis, aktual dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.
Penelitian kualitatif mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan
mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi
menurut apa adanya di lapangan studinya (HB Sutopo, 2002:11). Pada
prinsipnya dengan metode deskriptif, data-data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar dan bukan angka. Dengan demikian laporan penelitian ini
berupa kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.
Jadi penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk menyusun gambaran
mengenai objek apa yang diteliti dengan terlebih dahulu peneliti
mengumpulkan data di lokasi penelitian, lalu data itu diolah dan diartikan
untuk kemudian dianalisa dari data yang telah disajikan dalam arti hasil
penelitian ini lebih menekankan gambaran mengenai implementasi PP No. 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh BLH Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Karanganyar (Studi Implementasi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber
Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu di Kabupaten Karanganyar).
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di
Kabupaten Karanganyar. Adapun pemilihan lokasi tersebut berdasarkan pada
beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Pesatnya perkembangan industri di Kabupaten Karanganyar khususnya PG
Tasikmadu yang berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar, diduga telah menyebabkan
terjadinya pencemaran udara sumber tidak bergerak yang dapat merugikan
lingkungan sekitar.
b. Adanya kesempatan dan ijin penelitian yang diberikan oleh pihak Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar dan PG. Tasikmadu kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
3. Sumber Data
a. Narasumber (informan)
Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia
(narasumber) sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki
informasinya. Peneliti dan narasumber disini memiliki posisi yang sama
dan narasumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
peneliti, tetapi ia lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan
informasi yang ia miliki. (H.B. Sutopo, 2002:50). Informan tersebut adalah
Informan dalam penelitian ini terdiri dari :
1) Aparat Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar yaitu,
Bidang Pengendalian khususnya Pengendalian Pencemaran Udara.
2) Pihak industri yaitu, Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu.
b. Peristiwa atau aktivitas
Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa,
aktivitas, atau perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran
penelitiannya. Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa
mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena
menyaksikan sendiri secara langsung. Peristiwa sebagai sumber data
memang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik yang terjadi sengaja
ataupun tidak, aktivitas rutin yang berulang atau yang hanya satu kali
terjadi, aktivitas yang formal maupun yang tidak formal, dan juga yang
tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa saja (H.B.
Sutopo, 2002:51).
c. Tempat atau lokasi
H.B. Sutopo (2002:52) mengemukakan bahwa tempat atau lokasi yang
berkaitan dengan sasaran atau permasalahan penelitian juga merupakan
salah satu jenis sumber data yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas dilakukan
bisa digali lewat sumber lokasinya baik yang merupakan tempat maupun
lingkungannya.
d. Dokumen dan arsip
Dokumen resmi dan arsip merupakan bahan tertulis yang
bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu (H.B. Sutopo,
2002:54). Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
2) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
3) Keputusan Kepala BLH Kabupaten Karanganyar tentang Pembentukan
Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup
Kabupaten Karanganyar.
4) Hasil laporan laboratorium uji udara ambient dan emisi gas dari
BPPKKH No. Seri : L-115/2010.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan metode :
a. Observasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitan untuk mengamati
secara kualitatif berbagai kegiatan dan peristiwa yang terjadi.
Sedangkan menurut HB Sutopo (2000:64) Observasi merupakan
pengamatan perilaku yang relevan dengan kondisi lingkungan yang
tersedia di lokasi penelitian.
Tehnik ini biasanya diartikan sebagai pengamatan dari sistem
fenomena yang diselidiki, dimana Observasi dalam penelitian ini
dilakukan dengan Observasi Langsung yaitu suatu cara pengumpulan data
yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang
tampak pada objek penelitian, pelaksanaannya langsung di mana suatu
peristiwa terjadi.
Adapun sistem yang disepakati pada Observasi langsung adalah
Non participant Observation dimana kedudukan peneliti hanya sebagai
pengamat bukan anggota penuh dari objek yang sedang diteliti.
b. Wawancara
Merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi dengan
memberikan kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan
dalam proses wawancara (Lexy J. Moleong, 2002:136). Teknik ini
dilakukan secara mendalam dengan mempersiapkan garis besar pertanyaan
yang akan diajukan kepada responden untuk memperoleh informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
jelas dan mendalam tentang berbagai aspek yang sesuai dengan penelitian
ini.
Dalam H.B Sutopo (2002:58) Tujuan utama melakukan wawancara
adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konsep
mengenai pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi
tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan dan sebagainya,
untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai bagian dari masa
lampau, dan memproyeksikan hal-hal itu dikaitkan dengan harapan yang
bisa terjadi di masa yang akan datang.
c. Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data-data dengan cara mencatat
data-data, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian
yang diambil dari beberapa sumber demi kesempurnaan penganalisaannya.
5. Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Teknik ini adalah menggunakan cuplikan atau sampel
pada informan yang dianggap lebih mengetahui tentang informasi yang akan
diteliti. Menurut H.B Sutopo (2002:36) pilihan sampel diarahkan pada sumber
data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti.
Tetapi tidak menutup kemungkinan penulis juga menggunakan
snowball sampling, sepanjang data-data yang diperoleh belum lengkap dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
mendalam. Teknik ini digunakan, apabila informasi yang didapat sangat
terbatas, yaitu dengan cara bertanya kepada informan pertama barangkali
informan pertama mengetahui siapa yang lebih mengetahui informasi,
sehingga penulis bisa menemui informan berikutnya dan bertanya lebih jauh
dan mendalam, demikian seterusnya.
6. Teknik Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data
secara kualitatif dengan menggunakan model analisa data interaktif, menurut
H.B Sutopo (2002 : 91-93) teknik tersebut meliputi :
a. Data Reduction (pegumpulan data)
Merupakan proses seleksi, membuat fokus, menyederhanakan dan
membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa.
Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset, yang dimulai dari
sebelum pengumpulan data dilakukan.
b. Data Display (Penyajian Data)
Merupakan sekumpulan informasi secara sistematis yang memungkinkan
penarikan suatu kesimpulan dapat diambil.
c. Conclusion Data (Penarikan Kesimpulan)
Dari awal pengumpulan data peneliti harus sudah mulai mengerti apa arti
hal-hal yang ditemui. Dari data yang diperoleh di lapangan maka dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
diambil suatu kesimpulan sebagai hasil akhir dari proses penelitian
tersebut.
Dalam proses analisanya, ketiga komponen tersebut di atas
aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai
proses siklus. Selama proses pengumpulan data berlangsung, peneliti tetap
bergerak diantara komponen pengumpulan data tersebut. Untuk lebih jelasnya,
proses analisis data dengan model interaktif ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 1.5
Model Analisis Interaktif
Sumber: H.B Sutopo, 2002: 96.
Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka prosesnya dapat dilihat
pada waktu pengumpulan data, peneliti selalu membuat reduksi data dan
sajian data. Artinya, data yang berupa catatan lapangan yang terdiri dari
bagian deskripsi dan refleksinya adalah data yang telah digali dan dicatat.
Pengumpulan data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan
Reduksi data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Dari dua bagian data tersebut peneliti menyusun rumusan
pengertiannya secara singkat, berupa pokok-pokok temuan yang penting
dalam arti pemahaman segala peristiwa yang dikaji yang disebut reduksi data.
Kemudian diikuti penyusunan sajian data yang berupa cerita sistematis dan
logis dengan suntingan penelitinya supaya makna peristiwanya menjadi lebih
jelas dipahami, dengan dilengkapi perabot sajian yang diperlukan (matriks,
gambar, dan sebagainya) yang sangat mendukung kekuatan sajian.
Reduksi dan sajian data ini harus disusun pada waktu peneliti sudah
mendapatkan unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian.
Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan
usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal
yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti wajib
kembali melakukan kegiatan pegumpulan data yang sudah terfokus untuk
mencari pendukung simpulan yang ada juga bagi pendalaman data. (H.B.
Soetopo, 2002: 95-96).
7. Validitas Data
Validitas data sebagai proses pembuktian bahwa data yang diperoleh
sesuai dengan kenyataan/fakta. Untuk itu, peneliti menggunakan cara
triangulasi data. Triangulasi data merupakan teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh.
Pada penelitian ini, triangulasi data dilaksanakan dengan membandingkan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
yang sama atau pada informan yang berbeda, artinya apa yang diperoleh dari
sumber satu, bisa lebih teruji kebenarannya jika dibandingkan dengan data
sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda sehingga keakuratan
data dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian suatu data akan dapat
dikontrol oleh data yang sama namun dari sumber yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
1. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar
Badan Lingkungan Hidup sesuai Peraturan Bupati Kabupaten
Karanganyar Nomor 81 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Jabatan
Struktural pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar
mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintah
Daerah di bidang lingkungan hidup.
Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Badan Lingkungan Hidup
mempunyai fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup;
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang
lingkungan hidup yang meliputi analisa dampak lingkungan,
pengendalian, pemulihan lingkungan dan pelestarian sumber daya alam
serta kesekretariatan;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang lingkungan hidup yang
meliputi analisa dampak lingkungan, pengendalian, pemulihan lingkungan
dan pelestarian sumber daya alam serta kesekretariatan;
d. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis dalam lingkup Badan
Lingkungan Hidup;
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
1.1 Visi dan Misi
a. Visi
Visi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar sejalan dengan
visi Bupati Karanganyar Tahun 2008 – 2013 adalah:
“TERWUJUDNYA LINGKUNGAN HIDUP YANG SEHAT DAN
TENTERAM DALAM SEMANGAT KEMITRAAN”
Penjelasan visi tersebut adalah bahwa eksistensi Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Karanganyar harus mampu memegang peranan utama
dalam upaya mewujudkan lingkungan hidup yang sehat dan tenteram dalam
semangat kemitraan.
Adapun penjabaran TENTERAM dari sisi pandang lingkungan hidup
adalah:
Tenang : Bebas dari kebisingan.
Teduh : Terwujudnya kelestarian lingkungan, alam, hutan dan
penghijauan yang memenuhi aspek etika dan estetika lingkungan.
Rapi : Tata ruang lingkungan yang sinergis dengan daya dukung dan
daya guna lingkungan/alam.
Aman : Waspada terhadap dampak pencemaran dan kerusakan
lingkungan baik udara, tanah, perairan dan sumber daya alam.
Makmur : Keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
b. Misi
Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Karanganyar untuk mencapai visi terwujudnya lingkungan hidup
yang sehat dan tenteram dalam semangat kemitraan adalah
1. Mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
2. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengelola lingkungan
hidup secara sistematik dan holistik.
3. Menegakkan hukum di bidang lingkungan.
4. Memfasilitasi berbagai upaya pengelolaan, pemulihan dan rehabilitasi
kerusakan sumber daya alam dan lingkungan sebagai basis pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
5. Mendorong individu, keluarga dan masyarakat agar memiliki komitmen
dan melaksanakan secara nyata pengelolaan lingkungan hidup.
6. Meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia dan
kelembagaan lingkungan hidup.
7. Meningkatkan kelestarian dan pemulihan keanekaragaman hayati.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan adalah pernyataan tentang apa yang perlu dicapai untuk
mencapai/mewujudkan visi, misi dan mengatasi isu yang dihadapi. Idealnya
tujuan dirumuskan berasaskan pendekatan spesifik, terukur, dapat dicapai,
realistis dan berorientasi hasil dan jangka waktu pencapaian yang jelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Perumusan tujuan diharapkan dapat menciptakan iklim yang kondusif
untuk mengoptimalkan kinerja pemerintah daerah/Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Karanganyar dan dapat mencerminkan arah dan prioritas;
memberikan indikasi ke arah perumusan sasaran, kebijakan dan program;
berorientasi kedepan; serta mudah dipahami.
Untuk merealisasikan pelaksanaan Misi Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Karanganyar, perlu ditetapkan tujuan pembangunan yang akan
dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan. Tujuan pembangunan ini
ditetapkan untuk memberikan arah terhadap program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. Di
samping itu, juga dalam rangka memberikan kepastian operasionalisasi dan
keterkaitan terhadap peran misi yang telah ditetapkan. Tujuan pada masing-
masing misi sebagai berikut:
Misi 1
Mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
Tujuan :
a. Menyediakan prasarana dan sarana pengelolaan lingkungan hidup.
b. Menyediakan lahan hijau yang memadai di kawasan perkotaan dan
kawasan strategis daerah yang berwawasan lingkungan.
c. Mengendalikan tingkat pencemaran lingkungan.
Sasaran :
a. Meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana pengelolaan
lingkungan hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
b. Terciptanya Karanganyar kota yang bersih, sejuk dan bebas polusi.
c. Terpenuhinya ruang terbuka hijau kota.
d. Terwujudnya Karanganyar sebagai daerah industri yang ramah
lingkungan.
e. Mengurangi beban pencemaran badan air oleh industri dan domestik.
f. Mengurangi beban emisi dari kendaraan bermotor dan industri.
g. Mengawasi pemanfaatan B3 dan pembuangan limbah B3.
h. Mengembangkan produksi yang lebih bersih.
Misi 2
Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak utuk mengelola lingkungan
hidup secara sistematik dan holistik.
Tujuan :
Meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup melalui kerjasama antar
lembaga.
Sasaran :
Meningkatnya pengelolaan lingkungan hidup melalui kerjasama antar
lembaga.
Misi 3
Menegakkan hukum di bidang lingkungan hidup
Tujuan :
Menegakkan Peraturan Perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Sasaran:
a. Tersedianya Peraturan Perundang-undangan di bidang lingkungan
hidup.
b. Meningkatnya kesadaran hukum di bidang lingkungan hidup.
c. Terciptanya pelaku usaha yang taat terhadap Peraturan Perundang-
undang yang berlaku di bidang lingkungan hidup.
Misi 4
Memfasilitasi dan meningkatkan berbagai upaya pelestarian, pengelolaan,
pemulihan dan rehabilitasi kerusakan sumber daya alam dan lingkungan
sebagai basis pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Tujuan :
Meningkatkan kelestarian sumber daya alam Karanganyar.
Sasaran :
a. Meningkatkan konservasi air bawah tanah dan daerah tangkapan air.
b. Menanggulangi kerusakan lahan bekas pertambangan, TPA dan
bencana.
c. Mengoptimalkan pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis.
Misi 5
Mendorong individu, keluarga dan masyarakat agar memiliki komitmen
dan melaksanakan secara nyata pengelolaan lingkungan hidup.
Tujuan :
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Sasaran :
a. Terwujudnya individu/masyarakat cinta lingkungan.
b. Meningkatkan ketanggapan masyarakat terhadap bencana.
Misi 6
Meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia dan
kelembagaan lingkungan hidup.
Tujuan :
Menguatnya kelembagaan lingkungan hidup dan meningkatnya
kompetensi sumber daya manusia lingkungan hidup.
Sasaran :
a. Meningkatnya kemampuan petugas teknis laboratorium lingkungan
hidup.
b. Meningkatnya sumber daya manusia bagi kader-kader lingkungan dan
tenaga teknis lingkungan hidup.
Misi 7
Meningkatkan kelestarian dan pemulihan keanekaragaman hayati.
Tujuan :
Terjaganya kelestarian dan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman
hayati.
Sasaran :
Rehabilitasi dan konservasi keanekaragaman hayati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
1.3 Struktur Organisasi
Susunan organisasi Badan Lingkungan Hidup sesuai Peraturan Bupati
Kabupaten Karanganyar Nomor 81 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas dan
Fungsi Jabatan Struktural pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Karanganyar terdiri dari:
a. Kepala Badan
b. Sekretariat, membawahkan:
1) Sub Bagian Perencanaan;
2) Sub Bagian Keuangan;
3) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Analisa Dampak Lingkungan, membawahkan:
1) Sub Bidang Pengelolaan Teknis Dampak Lingkungan;
2) Sub Bidang Pengembangan Kelembagaan dan Kapasitas.
d. Bidang Pengendalian, membawahkan:
1) Sub Bidang Pengendalian Lingkungan;
2) Sub Bidang Penegakan Hukum Lingkungan.
e. Bidang Pemulihan Lingkungan dan Pelestarian Sumber Daya Alam,
membawahkan:
1) Sub Bidang Pemulihan Lingkungan;
2) Sub Bidang Pelestarian Sumber Daya Alam.
f. Unit Pelaksana Teknis
g. Kelompok Jabatan Fungsional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
2. PG. Tasikmadu
Pabrik gula Tasikmadu pengolahanya di bawah PT. Perkebunan
Nusantara IX (PERSERO), yang pertama kali didirikan di Colomadu oleh
KGPAA Mangkunegoro IV pada tahun 1871 yang bekerja sama dengan
pemerintahan Hindia Belanda yaitu Soeperintedes ME Zeken. Mulai
berproduksi dapat menghasilkan 3.700 kuintal dari luas areal tanah 95 hektar.
KGPAA Mangkunegoro IV sukses mendirikan PG. Colomadu, beliau
mulai tertarik memperluas pabriknya dengan mendirikan pabrik yaitu PG.
Tasikmadu tanggal 11 Juni 1871 dengan arsitek bernama H. Kamp yang dulu
menjadi arsitek pada PG. Colomadu. Sesuai dengan perkembangan luas
tanaman tebu, maka PG.Tasikmadu dirancang dan dibangun dengan kapasitas
yang lebih besar dari PG. Colomadu. Sejak tanggal 20 Mei 1926 diadakan
perbaikan dan berproduksi normal tahun 1937, saat pemerintahan jepang
kantornya diganti menjadi Kantor Pimpinan Oemoem Perusahaan
Mangkunegara (KPOPPMN). PG. Tasikmadu mengalami banyak
perkembangan antara lain :
a. Periode 1871-1942
Berada di bawah pimpinan Het Fonds Egendommen Van Het
Mangkoenegarance RIJK.
b. Periode 1942-1945
Terdapat perubahan nama kantor yaitu Kantor Pimpinan Umum Perusahaan-
Perusahaan Mangkuoenegaran (PUPPMN) .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
c. Periode 1946-1947
Penggabungan antara Perusahaan Milik Kasunanan, yang diberi nama
Perusahaan Nasional Surakarta ( PNS ).
d. Periode 1947-1960
Dengan di keluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9/1947 Perusahaan
Nasional Surakarta (PNS), diubah menjadi Perusahaan Perkebunan Republik
Indonesia (PPRI) dan kepemilikannya dipegang oleh Negara Republik
Indonesia.
e. Periode 1960-1963
Perubahan nama dari Perusahaan Republik Indonesia menjadi Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN) .
f. Periode 1963-1968
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1/1963 Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN) diubah menjadi Badan Pimpinan Perusahaan
Perkebunan Negara Gula (BPUPPN Gula).
g. Periode 1968-1981
Badan Pimpinan Perusahaan Perkebunan Negara Gula (BPUPPN Gula)
diubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 14/1968. Sehingga dengan adanya peraturan tersebut PG. Tasikmadu
termasuk dalam PNP XVI Surakarta.
h. Periode 1981-1994
Tanggal 1 April 1981 di tetapkan bahwa Perusahaan Negara Perkebunan XVI
digabung menjadi PT. Perkebunan XV_XVI yang berkedudukan di Semarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
i. Periode 1994-1995
Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.016/1994 tanggal 2
Mei 1994 maka PT. Perkebunan XV_XVI (Persero) berada dibawah
pengelolaan PT. Perkebunan XXI_XXII (Persero).
j. Periode 1995 sampai sekarang
Dengan dikeluerkan Peraturan Pemerintah Nomor 14/1996 maka terjadi
penggabungan Pt.Perkebunan XV-XVI (Persero) dan PT. Perkebunan
Nusantara IX (Persero). PT. Perkebunan Nusantara IX ( Persero ) memiliki
unit-unit produksi antara lain sebagai berikut :
a) PG. Jatibarang
b) PG. Pangka
c) PG. Sumberharjo
d) PG. Sragi
e) PG. Rendeng
f) PG. Gondang Baru
g) PG. Tasikmadu
h) PG. Mojo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
2.1 Sasaran dan Tujuan PG. Tasikmadu
a. Sasaran
Sasaran perusahaan sesuai yang telah ditetapkan oleh direksi PTPN IX
(Persero) adalah :
Diupayakan rasa ikut memiliki dari seluruh karyawan sehingga loyalitas
atau kesetiaan tinggi bersedia bekerja serta berprestasi demi keberhasilan
serta kelangsungan hidup perusahaan.
Diciptakan untuk berani mengutarakan pendapat dari seluruh karyawan
yang didasari oleh rasa tanggung jawab yang tinggi demi kemajuan
perusahaan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan
karyawan.
Diciptakanya kepatuhan seluruh jajaran baik terhadap
perundangundangan, peraturan dan sistem atau prosedur kerja dalam
upaya pencapaian misi perusahaan sebagai salah satu BUMN demi
kepentingan nasional.
b. Tujuan
Tujuan perusahaan sesuai Tri Darma Perkebunan adalah :
Menghasilkan devisa maupun rupiah untuk negara dengan cara seefisien
mungkin.
Memenuhi fungsi sosial, diantaranya pemeliharaan atau penambahan
lapangan kerja untuk warga Indonesia.
Memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan
kesuburan tanah dan tanamannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
2.2 Lokasi Perusahaan
PG.Tasikmadu terletak di desa Sondokoro (dulu) , sekarang bernama
desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa
Tengah. PG. Tasikmadu merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di
bidang pengolahan tebu menjadi produk gula. Pabrik Gula Tasikmadu ini
sangat strategis, karena :
a) Lokasi berdekatan dengan daerah penghasil bahan baku utama yaitu gula,
b) dekat dengan pengairan yaitu waduk Delingan,
c) dekat dengan tenaga kerja baik ahli maupun biasa, dan
d) area tanah di sekitar pabrik sangat cocok untuk tanaman tebu, sehingga
alat angkut tebu (lori) dapat keluar masuk dengan mudah.
2.3 Struktur Organisasi
Seperti perusahaan lainnya, PG.Tasikmadu memiliki struktur
organisasi yang dipimpin oleh seorang administratur yang akan bertanggung
jawab kepada Direksi PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero). Di dalam PG.
Tasikmadu menggunakan jenis wewenang garis (lini). Wewenang ini
merupakan suatu sistem hubungan wewenang pihak atasan mendelegasikan
wewenangnya kepada pihak bawahan. Tujuan dibentuk stuktur organisasi
pada umumnya adalah :
a) Mempermudah karyawan melakukan tugasnya.
b) Mempermudah pimpinan mengadakan pengawasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
c) Mengkoordinasi kegiatan bawahan agar paham dengan tugas yang
diberikan.
Tugas dan Tanggung Jawab masing-masing jabatan di PG. Tasikmadu :
a. Administratur
Bertugas :
Memimpin bawahan dan bertanggung jawab atas kelangsungan serta
kemajuan perusahaan.
Mengawasi seluruh kegiatan operasional bawahan.
Bertanggung jawab kepada Direksi.
Menyusun perencanaan jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang.
b. Kepala Bagian Instalasi
Bertugas :
Mengkoordinir kegiatan yang bersangkutan dengan mesin di lingkungan
pabrik baik masa giling maupun diluar masa giling.
Mengatur penyelenggaraan daftar hadir atau absensi karyawan.
Melaporkan semua hasil kegiatan kepada administratur secara periodik
yang akan dibantu oleh masinis bagian .
Bagian ini membawahi :
masinis stasiun gilingan,
masinis stasiun ketelan,
masinis pabrik tengah,
masinis pabrik belakang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
masinis stasiun listrik,
masinin bangunan,
masinis besali,
masinis remisi.
c. Kepala Bagian Pabrikasi
Bertugas :
Memimpin proses pengolahan agar dapat menghasilkan kristal gula yang
memiliki kualitas dan kuantitas yang optimal.
Menyelenggarakan arsip dan dokumen.
Mengatur penyimpanan gula dan tetes.
Melaporkan hasil kegiatan kepada administratur secara periodik yang akan
dibantu oleh chemiker.
Bagian ini membawahi :
chemiker,
kepala prosessing,
pengawasan mutu,
staff gudang gula,
staff timbang gula.
d. Kepala Bagian TUK (Tata Usaha dan Keuangan)
Bertugas :
Bertanggung jawab atas SDM , keuangan dan pembukuan.
Mengatur dan mengawasi penggunaan uang dan barang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Menyusun laporan secara periodik.
Bagian ini membawahi :
pembukuan,
keuangan,
personalian dan tenaga kerja umum.
e. Kepala Bagian Tanaman
Bertugas :
Mengadakan penyuluhan kepada petani tebu.
Mengadakan perjanjian dengan petani tebu mengenai penggilingan tebu.
Mengatur jalannya pelaksanaan kerja teknis dan administrasi.
Melaporkan hasil kegiatan secara periodik yang akan dibantu oleh Manajer
Kebun Wilayah (MKW).
Bagian ini membawahi :
sinder kebun,
sinder kebun kepala.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak
di PG Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
Pada dasarnya Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara merupakan
upaya pencegahan dan atau penanggulangan pencemaran udara serta
pemulihan mutu udara. Pengendalian pencemaran udara ini meliputi
pengendalian dan usaha dan atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak
spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik, yang
dilakukan dengan upaya pengendalian emisi dan atau sumber gangguan yang
bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien. Kebijakan tersebut
tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara yang ditindaklanjuti dalam Keputusan
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar tentang
Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan
Hidup Kabupaten Karanganyar. Tujuan dari Peraturan ini adalah untuk
menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif dan upaya untuk
meningkatkan kesadaran para pelaku usaha, terhadap pengelolaan lingkungan
hidup di Kabupaten Karanganyar, melalui penetapan tolak ukur baku mutu
udara, baik itu sumber pencemaran udara yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, serta mewajibkan para pelaku usaha untuk memberikan hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
laporan laboratorium uji udara ambien dan emisi gas melalui kegiatan
inventarisasi.
Pengendalian Pencemaran Udara di Kabupaten Karanganyar telah
dilaksanakan sejak tahun 1999. Tugas tersebut dilaksanakan oleh BLH
Kabupaten Karanganyar yang merupakan unsur pendukung tugas Bupati
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang lingkungan hidup.
Namun dalam implementasinya, BLH Kabupaten Karanganyar memiliki suatu
tim yaitu Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup
yang berfungsi melakukan tahapan kegiatan pengendalian pencemaran yaitu
kegiatan sosialisasi, inventarisasi, pemantauan dan pengawasan terhadap
pengendalian pencemaran lingkungan di Kabupaten Karanganyar baik itu air,
udara, maupun limbah padat (LB-3). Sebagaimana diungkapkan oleh
Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si
berikut ini :
“Badan Lingkungan Hidup melalui Tim Pengawas Pelaksanaan
Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup dalam Pengendalian
Pencemaran Udara mempunyai prioritas yang sama dengan
pengendalian pencemaran air dan limbah padat (LB-3). Karena
dalam pemantauan dan pengawasan selalu dilakukan secara
bersama untuk pengendalian pencemaran ketiganya.” (Wawancara
tanggal 15 Juni 2011)
Dari pendapat di atas, diketahui bahwa Tim Pengawas Pelaksanaan
Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup dalam melaksanakan tugasnya di bidang
pengendalian, tim tersebut memberikan prioritas yang sama, baik itu terhadap
pengendalian pencemaran air, udara, maupun limbah padat (LB-3). Hal ini
dikarenakan terbatasnya anggaran operasional yamg dimiliki oleh BLH
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Kabupaten Karanganyar sehingga tahapan dari kegiatan sosialisasi,
inventarisasi, pemantauan dan pengawasan terhadap pengendalian pencemaran
ketiganya dijadikan menjadi satu. Meski fungsi dari kegiatan pengendalian
tersebut disatukan dan mendapat prioritas yang sama, penulis menemukan
fakta di lapangan yang menyatakan bahwa pengendalian pencemaran udara
belum menjadi prioritas utama bagi BLH Kabupaten Karanganyar sebagai
kegiatan yang perlu dilaksanakan. Hal ini diungkapkan secara langsung oleh
pihak BLH Kabupaten Karanganyar, yang mengakui bahwa kegiatan
pengendalian pencemaran udara cukup sulit untuk dilaksanakan karena
terbentur dengan permasalahan yang ada, baik itu dari anggaran operasional
yang minim, SDM yang kurang hingga belum adanya fasilitas pendukung
seperti alat laboratorium uji udara ambien dan emisi gas yang harganya sangat
mahal dan sangat sulit untuk mengoperasikannya. Meski demikian, BLH
Kabupaten Karanganyar tetap berusaha untuk melaksanakan kegiatan
pengendalian pencemaran udara dengan sebaik mungkin.
Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Kabupaten
Karanganyar dilaksanakan di seluruh wilayah Kabupaten Karanganyar. Dari
pelaksanaan pengendalian pencemaran udara tersebut, penulis mengambil
suatu studi implementasi, yaitu implementasi pengendalian pencemaran udara
sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar, dimana
PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu pelaku usaha
industri gula yang mempunyai potensi untuk melakukan pencemaran udara
yang bersumber dari cerobong asap pabrik yang dapat mengganggu aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
warga sekitar. Pencemaran udara yang bersumber dari cerobong asap pabrik
inilah yang disebut dengan pencemaran udara sumber tidak bergerak.
Pesatnya pertumbuhan industri akan berdampak baik bagi kemajuan
suatu daerah. Namun, kemajuan itu tidak akan berarti apa-apa dan malah akan
berdampak buruk bagi daerah tersebut jika tidak diimbangi oleh kesadaran
para pelaku usaha dalam menciptakan dan menjaga agar lingkungan hidup
tetap kondusif. Salah satu dampak buruk tersebut adalah pencemaran udara.
Oleh karena itu, PG. Tasikmadu sebagai salah satu pelaku industri di
Kabupaten Karanganyar wajib menciptakan dan menjaga kelestarian
lingkungan, sehingga dalam menjalankan kegiatannya tidak terjadi perusakan
dan pencemaran terhadap lingkungan. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 21 yang
menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan
yang mengeluarkan emisi dan/atau gangguan ke udara ambien wajib :
1) menaati baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan baku tingkat
yang ditetapkan untuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya;
2) melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara
yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya;
3) memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat
dalam rangka upaya pengendalian pencemaran udara dalam lingkup
usaha dan/ atau kegiatannya.
Karena berdasarkan Daftar Pengaduan Permasalahan Limbah Industri
tahun 2007-2010 yang diterima oleh BLH Kabupaten Karanganyar melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Pos Pengaduan, diindikasikan bahwa PG. Tasikmadu telah melakukan
pencemaran udara yang mengganggu aktivitas warga sekitar. Pencemaran
udara ini diakibatkan pembakaran yang terjadi di boiler pada saat proses
produksi gula tidak berjalan sempurna dan kerusakan pada alat penangkap
debu (Dust Collector) yang terdapat di cerobong asap. Pencemaran udara
sumber tidak bergerak yang terjadi di PG. Tasikmadu adalah berupa
banyaknya debu hitam yang dikeluarkan sehingga menyebabkan daerah di
sekitar lingkungan PG. Tasikmadu terkena polusi berupa debu. Daerah yang
terkena dampaknya berdasarkan laporan dari BLH Kabupaten Karanganyar
adalah desa yang mengelilingi PG Tasikmadu yaitu Desa Ngijo, Desa Buran,
Desa Nglano, Desa Suruh , Desa Pandeyan, Desa Kongan dan Papahan. Hal
ini seperti yang diungkapkan Bapak Margono, Desa Ngijo :
“Hal biasa kalau terjadi banyak debu waktu musim giling mas.
Dulu malah pernah banyak debu hitam yang di keluarkan dari
cerobong milik PG Tasikmadu yang berasal dari pembakaran tebu
selama beberapa hari”. (Sumber: Wawancara tanggal 20 Juni 2011)
Hal ini diperkuat dengan keterangan dari Bpk Widodo, warga Nglano
mengatakan :
“Kalau masalah debu mas, setiap memasuki musim giling pasti
ada. Sudah jadi hal yang lumrah bagi warga sekitar PG Tasikmadu
terkena debu pada waktu musim giling”. (Sumber: Wawancara
tanggal 20 Juni 2011)
Sebagaimana juga diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
“Munculnya pencemaran udara dari sumber tidak bergerak yang
dilakukan PG. Tasikmadu ini mas, disebabkan oleh beberapa hal
antara lain : Pembakaran yang terjadi pada boiler tidak sempurna,
bahan bakar yang tidak memenuhi standar, dan kerusakan pada alat
penangkap debu (Dust Collector) pada cerobong asap.” (Sumber :
Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Dari pendapat di atas, dijelaskan bahwa terjadinya pencemaran udara
sumber tidak bergerak yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu terjadi pada saat
musim giling tebu dimulai dan diakibatkan kurangnya kesadaran serta
kelalaian dari pelaku usaha itu sendiri. Hal itu bisa dilihat dari kerusakan alat
produksi yang dimiliki PG Tasikmadu yaitu pada alat penangkap debu (Dust
Collector) yang terdapat di cerobong asap yang mengakibatkan terjadinya
pencemaran udara.
Kesadaran dari pelaku usaha terhadap ketentuan yang sudah ditetapkan
oleh BLH Kabupaten Karanganyar itu sangat dibutuhkan sehingga dalam
melakukan kegiatan produksinya, keseimbangan dan kelestariaan lingkungan
hidup tetap terjaga dan terhindar dari polusi udara yang dihasilkan dari
kegiatan produksi tersebut.
Untuk menghindari hal tersebut, BLH sebagai pelaksana peraturan
pengendalian pencemaran udara, menindaklanjuti dengan melakukan kegiatan
seperti berikut:
a. Tahap Sosialisasi Kebijakan
Sosialisasi peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Udara
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2009
merupakan dasar hukum bagi BLH Kabupaten Karanganyar untuk mengatasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
persoalan pencemaran udara. Sebagai pedoman pelaksanaanya BLH
Kabupaten Karanganyar kemudian menerbitkan Surat Keputusan Kepala
Badan Lingkungan Hidup tentang Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan
Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. Untuk
memperjelas pemahaman tentang pelaksanaan peraturan tersebut, BLH
Kabupaten Karanganyar terlebih dahulu melaksanakan sosialisasi kebijakan
dengan mengenalkan dan menjelaskan tentang berbagai aturan sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Pemerintah dan Surat Keputusan Kepala BLH
Kabupaten Karanganyar yang mengatur tentang pengendalian pencemaran
udara. Diantara peraturan tersebut, berisi tentang ketentuan umum,
inventarisasi kaulitas udara, penetapan baku mutu udara ambien dan baku
mutu emisi, pemantauan kualitas udara, dan pengawasan terhadap pentaatan
peraturan. Sosialisasi ini bertujuan untuk mengadakan pendekatan kepada para
pelaku usaha, agar mematuhi peraturan sehingga nantinya diharapkan akan
muncul kesadaran untuk menjaga dan mengelola lingkungan hidup dengan
baik. Pelaksanaan sosialisasi melibatkan beberapa instansi dan pihak yang
terkait, antara lain BLH Kabupaten Karanganyar melalui Tim Pengawas
Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup, dan PG. Tasikmadu sebagai pelaku
usaha.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Kegiatan yang kami lakukan biasanya berbentuk sosialisasi.
Sosialisasi ini berkaitan dengan pelaksanaan pengendalian
pencemaran udara dan juga memberikan informasi-informasi
kepada para pengusaha berkaitan dengan lingkungan hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
khususnya pencemaran udara.” (Sumber : Wawancara tanggal 15
Juni 2011)
Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
Bergerak di PG. Tasikmadu dilakukan dengan dua cara yaitu, dengan cara
langsung dan tidak langsung. Dengan cara langsung yaitu dengan memberikan
penjelasan mengenai Peraturan Pemerintah secara langsung kepada kelompok
sasaran, dimana aparat pelaksana menyosialisasikan kepada setiap pelaku
usaha dengan mendatangi mereka secara langsung untuk diberikan penjelasan
dan pengarahan atau dengan cara mengundang mereka untuk melakukan
pertemuan di Kantor BLH Kabupaten untuk diberikan informasi dan
pengarahan berkaitan dengan pelaksanaan pengendalian pencemaran baik itu
air, udara, dan limbah padat (LB-3), misalnya seperti arahan kepada para
pelaku usaha untuk memberikan hasil laporan uji laboratorium udara ambien
dan emisi gas secara berkala kepada BLH Kabupaten Karanganyar. Setelah
para pelaku usaha tahu dan mengerti, diharapkan mereka dapat memahami dan
mematuhi aturan tersebut agar apa yang sudah menjadi tujuan kebijakan dapat
tercapai.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Sosialisasi yang dilakukan secara langsung yaitu dengan
mengumpulkan para pelaku usaha untuk diberikan sosialisasi atau
dengan langsung mendatangi kelompok sasaran.” (Sumber :
Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Hal senada juga diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG.
Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
“Untuk kegiatannya biasanya mas bentuknya seperti sosialisasi
atau seminar-seminar untuk membahas masalah-masalah, namun
yang dibahas tidak hanya masalah pengendalian pencemaran udara
saja mas tapi juga masalah-masalah yang berkaitan dengan
Lingkungan Hidup”. (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011)
Cara kedua, sosialisasi dilaksanakan dengan cara tidak langsung, yaitu
dengan cara mengirimkan surat kepada setiap para pelaku usaha untuk
menginformasikan dan menjelaskan isi dan tujuan dari Kebijakan
Pengendalian Pencemaran Udara. Seperti yang diungkapkan Staff BLH,
Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut :
...“sedangkan sosialisasi dengan cara yang tidak langsung yaitu
dengan melalui surat tertulis mas”... (Sumber : Wawancara tanggal
22 Juni 2011)
Dari pernyataan di atas, diketahui bahwa kegiatan sosialisasi yang
dilakukan oleh Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan
Hidup bersifat preventif, yaitu bertujuan untuk mencegah adanya pelanggaran
dengan mengenalkan terlebih dahulu tentang prosedur aturan dalam Peraturan
Pemerintah tersebut, selain itu sosialisasi juga bersifat kuratif, yaitu
dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran para pelaku usaha agar mereka
tidak melakukan pelanggaran yang dapat berdampak bagi kerusakan
lingkungan hidup. Dalam Surat Keputusan Kepala BLH Kabupaten
Karanganyar, TUPOKSI Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang
Lingkungan Hidup lebih berperan sebagai konsultan industri bukan sebagai
aparat pelaksana. Maksud dari konsultan industri adalah, Tim Pengawas
Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup memiliki tugas yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
1) Melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan lingkungan hidup;
2) Memberikan pengarahan/pembinaan terhadap pelaku usaha;
3) Melaporkan hasil kegiatan kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup.
Agar pelaksanaan Peraturan Pemerintah berjalan secara maksimal maka
jadwal sosialisasi dilaksanakan menyesuaikan dengan update informasi-
informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup baik itu mengenai
pengendalian pencemaran air, udara, maupun limbah padat (LB-3). Hal ini
disebabkan oleh isu-isu serta informasi yang berkaitan dengan lingkungan
hidup selalu bergerak dinamis dan fleksibel dengan mengikuti perkembangan
zaman. Seperti yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak
Aji Dwi Bintoro, S.T, M.Si :
“Jadwal sosialisasi disesuaikan dengan update terbaru dari
informasi-informasi mengenai lingkungan hidup khususnya yang
berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara.” (Sumber :
Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Hambatan sosialisasi dapat dilihat dari tanggapan yang diungkapkan
oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo
seperti berikut:
“Untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran udara itu sendiri
pada umumnya sudah berjalan dengan baik mas. Namun pastinya
ada kekurangan di dalamnya, seperti sosialisasi terhadap suatu
program atau suatu aturan yang dirasakan sering terlambat dan
kurang intensitasnya mas.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni
2011)
Dari tanggapan di atas, secara umum pelaksanaan Kebijakan
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak dirasakan sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
berjalan dengan baik oleh para pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Namun
kekurangannya adalah sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Pegawas
Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup terhadap peraturan tersebut
dirasakan kurang intensitasnya dan sering terlambat oleh para pelaku usaha
(PG. Tasikmadu) sehingga dapat menimbulkan kesalah pahaman antara Tim
Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup dengan pelaku
usaha (PG. Tasikmadu). Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh BLH
Kabupaten Karanganyar terhadap para pelaku usaha, lebih disebabkan oleh
banyaknya jumlah industri di Kabupaten Karanganyar dan anggaran
operasioanal yang sangat terbatas. Karena hal itulah, yang memaksa BLH
Kabupaten Karanganyar untuk menetapkan skala prioritas dalam pelaksanaan
sosialisasi peraturan tersebut. Seperti yang diungkapkan Kasubbid
Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Hambatan sosialisasi ini mas dikarenakan banyaknya jumlah
industri di Kabupaten Karanganyar sehingga dibutuhkan skala
prioritas dalam pelaksanaan sosialisasi, kemudian anggaran yang
belum cukup memadai untuk mendukung pelaksanaan
pengendalian pencemaran udara saat ini.” (Sumber : Wawancara
tanggal 15 Juni 2011)
Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu
dilakukan melalui dua cara, secara langsung yaitu dengan mendatangi langsung
kelompok sasaran untuk memberikan penjelasan mengenai Peraturan
Pemerintah tersebut. Cara kedua yaitu secara tidak langsung, dengan
memberikan surat kepada para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
menginformasikan dan menjelaskan isi dan tujuan dari Kebijakan Pengendalian
Pencemaran Udara di Kabupaten Karanganyar. Secara umum, pelaku usaha
(PG. Tasikmadu) menilai bahwa kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh BLH
Kabupaten Karanganyar masih kurang dan lambatnya sosialisasi menjadi
hambatan dalam pelaksanaan sosialisasi sehingga hasil dari proses sosialisasi
kurang berjalan dengan baik.
b. Inventarisasi (Sumber dan Jenis Pencemaran)
Setelah dilakukan tahap sosialisasi kebijakan maka tahap selanjutnya
yang dilakukan adalah tahap inventarisasi. Dalam PP No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara, status mutu udara ambien suatu
daerah ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan inventarisasi dan atau penelitian
terhadap mutu udara ambien, potensi sumber pencemar udara, kondisi
meteorotogis dan geografis, serta tata guna tanah.
Inventarisasi merupakan salah satu kegiatan usaha BLH Kabupaten
Karanganyar untuk mengendalikan pencemaran udara yang terjadi di
Kabupaten Karanganyar. Tujuan dari kegiatan inventarisasi ini adalah untuk
mengetahui status mutu udara suatu daerah apakah sudah tercemar atau belum
tercemar oleh sumber pencemar udara. Dalam PP No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 50 ayat (1) dan ayat (2)
menyatakan bahwa :
1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
menyampaikan laporan hasil pemantauan pengendalian pencemaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
udara yang telah dilakukan kepada instansi yang bertanggung jawab,
instansi teknis dan instansi terkait lainnya.
2) Pedoman dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara sumber tidak
bergerak di PG. Tasikmadu, BLH Kabupaten Karanganyar sebagai instansi
yang bertanggung jawab telah melakukan inventarisasi terhadap kegiatan
usaha industri di Kabupaten Karanganyar yang salah satunya dilakukan
terhadap PG. Tasikmadu yang kemungkinan besar dapat menimbulkan
pencemaran udara yang bisa berasal dari bau atau asap dari cerobong pabrik.
Kegiatan inventarisasi ini dilakukan dengan cara mewajibkan seluruh pelaku
usaha (PG. Tasikamdu) untuk melaporkan hasil uji laboratorium udara ambien
dan uji emisi gas buang dari cerobong boiler secara berkala minimal enam
bulan sekali. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 50 ayat (1), yaitu setiap orang
atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan menyampaikan laporan hasil
pemantauan pengendalian pencemaran udara yang telah dilakukan kepada
instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait lainnya.
Hal ini sesuai juga dengan yang diungkapkan oleh Staff BLH Kabupaten
Karanganyar, Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut :
“Untuk kegiatan inventarisasi mas, kami mewajibkan para pelaku
usaha untuk melaporkan hasil uji laboratorium udara ambien dan
uji emisi gas dari cerobong pabrik minimal enam bulan sekali.”
(Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Pada awalnya, kegiatan inventarisasi di Kabupaten Karanganyar tidak
berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan belum adanya ukuran atau standar
baku mutu yang jelas mengenai pencemaran udara, dan para pelaku usaha
yang mengeluhkan belum tersedianya fasilitas laboratorium untuk uji udara
ambien dan emisi gas di BLH Kabuapeten Karanganyar serta masih mahalnya
biaya untuk melakukan uji laboratorium tersebut. Oleh sebab itu, tidak heran
jika berdasarkan Daftar Pengaduan Permasalahan Limbah Industri tahun
2007-2010 yang diterima oleh BLH Kabupaten Karanganyar melalui Pos
Pengaduan, PG Tasikmadu sering melakukan pencemaran udara sumber tidak
bergerak. Kegiatan inventarisasi ini sangat penting, disamping untuk
mengetahui status mutu udara suatu daerah, inventarisasi juga berguna untuk
mencegah para pelaku usaha melakukan pencemaran udara terhadap
lingkungan di sekitarnya.
Untuk melaksanakan uji laboratorium udara ambien dan uji emisi gas,
para pelaku usaha harus menggunakan laboratorium yang telah mendapat
rujukan dari Gubernur Jawa Tengah atau telah mendapatkan akreditasi dari
KAN (Komite Akreditasi Nasional). Untuk PG. Tasikmadu sendiri telah
melaksanakan uji laboratorium udara ambien dan uji emisi gas dengan
mengujikannya di Laboratorium Balai Pelatihan dan Pengujian Keselamatan
Kerja dan Hiperkes Semarang (BPPKKH).
Berdasarkan Hasil Laporan Uji Laboratorium dari BPPKKH No. Seri :
L-115/2010 menyimpulkan bahwa hasil pengujian kualitas udara emisi
sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu, pada 3 cerobong Boiler dan 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
cerobong Diesel untuk parameter yang diukur secara keseluruhan memenuhi
baku mutu, serta hasil pengujian kualitas udara ambien pada 3 lokasi untuk
parameter yang diukur secara keseluruhan memenuhi baku mutu. Dari Hasil
Laporan Uji tersebut diketahui bahwa PG. Tasikmadu dalam melaksankan
kegiatan produksinya, emisi yang dikeluarkan telah memenuhi baku mutu
yang sudah ditetapkan sehingga tidak terjadi pencemaran udara sumber tidak
bergerak yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu.
Berikut ini nama laboratorium yang dapat digunakan oleh para pelaku
usaha untuk melaksanakan uji laboratorium udara ambien dan uji emisi gas :
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI)
Semarang;
Balai Pelatihan dan Pengujian Keselamatan Kerja dan Hiperkes
Semarang (BPPKKH);
Hiperkes Yogyakarta;
BTKL Yogyakarta.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan,
Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
...’’untuk laboratorium pengujinya harus mendapatkan rujukan dari
Gubernur Jawa Tengah atau sudah mendapatkan akreditasi dari
KAN (Komite Akreditasi Nasional)...” (Sumber : Wawancara
tanggal 15 Juni 2011)
Hal tersebut dilakukan, dikarenakan BLH Kabupaten Karanganyar belum
mempunyai anggaran yang cukup dan belum memiliki fasilitas serta SDM
yang dapat mengoperasikan fasilitas laboratorium itu sendiri, yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
untuk melakukan uji udara ambien dan emisi gas. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro,
ST. M.Si :
“Untuk pengendalian pencemaran udara itu mas, dibutuhkan biaya
yang besar dan peralatan yang rumit dan mahal. Sedangkan
anggaran dan SDM untuk mengoperasikan alat uji yang BLH
miliki terbatas serta kami belum punya untuk alat ujinya.” (Sumber
: Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Dari pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa BLH Kabupaten
Karanganyar masih memiliki kendala dalam menjalankan tahap inventarisasi.
Kendala ini berkaitan dengan anggaran serta fasilitas yang BLH Kabupaten
Karanganyar miliki, padahal untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran
udara dibutuhkan biaya yang sangat besar, SDM yang mampu
mengoperasikan fasilitas peralatan untuk uji laboratorium udara yang sangat
rumit dan harganya yang sangat mahal. Kemudian masih ada beberapa pelaku
usaha industri yang masih mangkir atau belum memberikan hasil dari uji
laboratorium udara ambien dan emisi gas dari kegiatan produksinya kepada
BLH Kabupaten Karanganyar, yang disebabkan mahalnya biaya untuk
melakukan uji laboratorium tersebut. Hal ini perlu mendapat perhatian, agar
fungsi pemantauan terhadap kualitas udara dapat dilaksanakan secara utuh,
efektif dan efisien oleh BLH Kabupaten Karanganyar.
Pelaksanaan Inventarisasi berkaitan dengan pengendalian pencemaran
udara khususnya sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu sudah dilakukan
dengan baik yaitu para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) telah memberikan hasil
uji laboratorium udara ambien dan emisi gasnya secara berkala minimal enam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
bulan sekali kepada BLH Kabupaten Karanganyar dan terpenuhinya baku
mutu pada hasil uji laboratorium udara ambien dan emisi gas yang dilakukan
oleh PG. Tasikmadu. Namun kurangnya anggaran, fasilitas serta SDM yang
dimiliki membuat pelaksanaan kegiatan iventarisasi kurang berjalan
maksimal.
Akan tetapi ada hal yang menarik yang penulis temukan di lapangan,
yaitu ketika dikonfirmasi kepada PG. Tasikmadu sebagai pelaku usaha
mengenai hambatan yang dihadapi oleh BLH Kabupaten Karanganyar dalam
pelaksanaan kegiatan inventarisasi, PG. Tasikmadu menganggap hambatan
itu tidak menjadi masalah karena mereka menilai bahwa hambatan tersebut
tidak terlalu mempengaruhi kinerja BLH Kabupaten Karanganyar dalam
melaksanakan kegiatan inventarisasi. PG Tasikmadu menilai berhasilnya
pelaksanaan kegiatan inventarisasi lebih dikarenakan pada aparat BLH
Kabupaten Karanganyar itu sendiri yang bekerja sangat baik dan kooperatif
dengan pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Hal ini
membuktikan bahwa, meski menemui banyak hambatan, BLH Kabupaten
Karanganyar tetap berhasil melaksanakan kegiatan inventarisasi dengan baik.
c. Kegiatan Pemantauan dan Pengawasan
Kegaiatan pemantauan dan pengawasan merupakan bagian dari tugas
pokok BLH Kabupaten Karanganyar dalam pelaksanaan pengendalian
pencemaran udara. Tujuan dari kegiatan pemantauan dan pengawasan ini
adalah sebagai salah satu bentuk tanggung jawab BLH Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Karanganyar sebagai pembina dan pengawas bagi para pelaku usaha dalam
penataan mereka terhadap ketentuan-ketentuan yang ada di dalam semua
peraturan pengelolaan lingkungan hidup khususnya di bidang pengendalian
pencemaran udara. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 47 ayat (1) s/d ayat (3) yang
menyatakan bahwa :
1) Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas berwenang melakukan
pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dan dokumen
dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu,
mengambil contoh mutu udara ambien dan/atau mutu emisi
memeriksa peralatan, memeriksa instalasi serta meminta keterangan
dan pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan.
2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi permintaan
petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda
pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat
pengawasan tersebut.
Fokus dari kegiatan pemantauan dan pengawasan ini adalah semua
aspek dari kegiatan para pelaku usaha yang berpotensi dapat mencemari
lingkungan, seperti semua surat perizinan, lingkungan dan kegiatan produksi
serta administrasi pelaporan hasil dari kegiatan pengelolaan limbah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
dilakukan oleh pelaku usaha. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 47 ayat (1), yaitu dalam
melaksanakan tugasnya, pengawas berwenang melakukan pemantauan,
meminta keterangan, membuat salinan dan dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh mutu
udara ambien dan/atau mutu emisi, memeriksa pera memeriksa instalasi serta
meminta keterangan dan pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau
kegiatan. Sesuai juga dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Yang kami lakukan pada saat kegiatan pemantauan dan
pengawasan meliputi: 1. Semua perijinan yang harus dipunyai
pelaku usaha 2. Pengelolaan lingkungan yang meliputi lingkungan
perusahaan, bahan baku dan proses produksi dan semua limbah
yang dihasilkan (air, udara dan limbah padat) 3. Administrasi
pelaporan kegiatan pengelolaan limbah (air, udara dan limbah
padat).” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Berdasarkan hasil temuan di lapangan diketahui kegiatan pemantauan dan
pengawasan dalam pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di
PG. Tasikmadu hanya difokuskan pada administrasi pelaporan kegiatan
pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh PG. Tasikmadu yaitu dengan
menyerahkan hasil laporan uji laboratorium udara ambien dan emisi gas
secara berkala minimal 6 bulan sekali kepada BLH Kabupaten Karanganyar.
Hal ini dikarenakan BLH Kabupaten Karanganyar menilai hasil laporan uji
laboratorium udara ambien dan emisi gas sudah cukup untuk dijadikan dasar
dalam menentukan apakah PG. Tasikmadu telah melakukan pencemaran
udara atau tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Kegiatan pemantauan dan pengawasan ini dilaksanakan secara rutin
oleh BLH Kabupaten Karanganyar melalui Tim Pengawas Kebijakan Bidang
Lingkungan Hidup setiap dua kali dalam seminggu. Namun jadwal tersebut
dapat berubah jika terdapat kritik, saran, komplain atau laporan dari
masyarakat yang ingin menyampaikan keluhan berkaitan dengan masalah
lingkungan. Keluhan tersebut kemudian ditampung di Pos Pengaduan dan
akan segera ditindak lanjuti oleh Tim Pengaduan BLH. Ini membuktikan
bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengawasan tidak hanya
BLH Kabupaten Karanganyar saja yang dilibatkan melainkan masyarakat pun
memiliki peran yang sama dalam mensukseskan pelaksanaan kegiatan
tersebut. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara dalam pasal 51 ayat (1) s/d ayat (3) yang menyatakan
bahwa :
1) Dalam rangka kegiatan pengawasan, masyarakat dapat melakukan
pemantauan terhadap mutu udara ambien.
2) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis
dan instansi terkait lainnya.
3) Hasil pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan oleh instansi yang
bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait lainnya sebagai
bahan pertimbangan penetapan pengendalian pencemaran udara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Hal ini sesuai juga dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Masyarakat bisa mengadukan permasalahan lingkungan kepada
kami baik lewat telepon atau surat dengan menerangkan identitas
dirinya yang bisa dihubungi serta laporan permasalahan yang
terjadi. Tim Pengaduan BLH akan mengadakan klarifikasi
lapangan guna penyeleseaian pengaduan tersebut.” (Sumber :
Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Dari pernyataan di atas, dapat kita ketahui bahwa kegiatan pemantauan
dan pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar tidak
hanya berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan tetapi dapat juga berdasarkan
pada aspirasi atau laporan dari warga sekitar yang ditampung oleh Tim
Pengaduan BLH. Kemudian Tim Pengaduan BLH akan melakukan klarifikasi
lapangan guna menindaklanjuti dan menyelesaikan laporan dari warga
tersebut. Kemudian hasil temuan di lapangan tersebut akan dituangkan dalam
Berita Acara yang ditandatangani oleh Tim dan pelaku usaha sebagai arsip
administrasi baik bagi pelaku usaha maupun salah satu bentuk
pertanggungjawaban Tim baik kepada masyarakat maupun kepada
pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Dalam penanganan laporan dari masyarakat, kami melakukan
beberapa tahapan kegiatan yang meliputi : 1. BLH melaksanakan
inventarisasi data untuk menentukan sumber dan jenis
pencemarannya 2. Kemudian BLH menurunkan team untuk
melakukan pemantauan atau pengawasan secara langsung di lokasi
pencemaran 3. Jika pengaduan tersebut benar, maka BLH
melakukan kroscek atau memanggil terhadap pihak-pihak yang
bersangkutan untuk dilakukan musyawarah untuk mendapatkan
solusi yang terbaik atas permasalahan tersebut 4. Kemudian BLH
melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pihak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
bersangkutan tersebut.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni
2011)
Agar pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengawasan ini berjalan
dengan baik diperlukan kerja sama yang baik antara BLH Kabupaten
Karanganyar selaku aparat pelaksana dengan para pelaku usaha (PG
Tasikmadu). Untuk melihat apakah kegiatan pemantauan dan pengawasan ini
berjalan dengan baik, kita dapat melihat dari tanggapan para pelaku usaha
terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh
Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Kegiatan pemantauan dan pengawasan yang kami lakukan
mendapat tanggapan yang positif dan baik sekali dari para pelaku
usaha mas...” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Hal senada juga diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG.
Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut :
“Sikap dari PG Tasikmadu sangat jelas mas, pastinya kita akan
selalu mendukung dan membantu pihak BLH dalam melaksanakan
pengendalian pencemaran udara dengan sebaik mungkin.” (Sumber
: Wawancara tanggal 6 Juni 2011)
Dari pernyataan di atas, dapat kita ketahui bahwa kegiatan pemantauan dan
pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar dapat
diterima dan direspon positif oleh para pelaku usaha (PG. Tasikmadu).
Karena pihak PG. Tasikmadu menganggap pengendalian pencemaran udara
ini merupakan tanggung jawab bersama baik itu BLH Kabupaten
Karanganyar maupun PG. Tasikmadu. Hal ini dapat terwujud dikarenakan
adanya saling pengertian dan kerja sama yang baik antara BLH Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Karanganyar dengan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) mengenai kewajibannya
masing-masing. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 48 yang menyatakan bahwa
setiap penanggung jawab usaha memiliki kewajiban diantaranya :
1) mengijinkan pengawas memasuki lingkungan kerjanya dan membantu
terlaksananya tugas pengawasan tersebut;
2) memberikan dengan benar baik secara lisan maupun tertulis apabila
hal itu diminta pengawas;
3) memberikan dokumen dan/atau data yang diperlukan oleh pengawas;
4) mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan contoh udara
emisi dan/atau contoh udara ambien dan/atau lainnya yang diperlukan
pengawas; dan
5) mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan gambar
dan/atau melakukan pemotretan di lokasi kerjanya.
Sedangkan kewajiban BLH Kabupaten Karanganyar tertera dalam PP No. 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 47 ayat (3),
yaitu setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda
pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan
tersebut. Dalam hal ini BLH Kabupaten Karanganyar sudah melaksanakan
kewajibannya dengan baik, yaitu melaksanakan kegiatan pemantauan dan
pengawasan sesuai dengan TUPOKSI yang tertera dalam Surat Keputusan
Kepala BLH tentang Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan
Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan BLH
Kabupaten Karanganyar di PG. Tasikmadu adalah kegiatan yang bersifat
pembinaan. Artinya, BLH Kabupaten Karanganyar berperan sebagai
konsultan bagi para pelaku usaha dimana pelaku usaha mempunyai
kesempatan untuk menyampaikan kendala yang dihadapinya kepada BLH
dan BLH wajib untuk menanggapi dan memberikan solusi atas kendala atau
permasalahan tersebut. Seperti yang diungkapkan juga oleh Kasubbid
Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Sifat dari kegiatan pemantauan dan pengawasan ini mas yaitu
bersifat pembinaan sehingga pelaku usaha berkesempatan untuk
menyampaikan kendala-kendala yang dihadapinya utamanya
dalam pengelolaan lingkungan dan sebisa mungkin kami
memberikan solusinya.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni
2011)
Kemudian jika selama dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan dan
pengawasan, BLH Kabupaten Karanganyar menemukan pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha terhadap ketentuan-ketentuan yang sudah
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut, maka BLH Kabupaten
Karanganyar akan memberikan sanksi apabila pelaku usaha terbukti telah
melakukan pencemaran terhadap udara berdasarkan hasil laporan uji
laboratorium udara ambien dan emisi gas. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan Kasubbid Penegakan Hukum, Ibu Indah Rudiartati, S.H, M.M :
“Industri bisa dikenai sanksi apabila secara nyata melakukan
pencemaran. Hal ini dubuktikan dengan hasil analisa dari
laboratorium yang sudah terakreditasi atau mendapat rujukan dari
Gubernur Jawa Tengah.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni
2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Dalam pemberian sanksi tersebut BLH Kabupaten Karanganyar
memiliki mekanisme tersendiri, yaitu yang pertama melalui teguran lisan, jika
teguran lisan tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh pelaku usaha maka
BLH Kabupaten Karanganyar akan mengirimkan surat peringatan kepada
pelaku usaha 1 s/d 3 kali dan jika surat peringatan tersebut juga tidak
ditanggapi, maka BLH Kabupaten Karanganyar berhak memberikan sanksi
adminstratif atau membawa masalah tersebut ke dalam ranah hukum. Seperti
yang diungkapkan oleh Kasubbid Penegakan Hukum, Ibu Indah Rudiartati,
S.H, M.M :
“Sanksi yang diberikan sama, yaitu mulai dari teguran lisan, surat
peringatan 1s/d 3 kali dan kalau masih tidak mengindahkan baru ke
ranah hukum mas.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011)
Jika pelanggaran tersebut dibawa ke dalam ranah hukum, maka sesuai dengan
UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam pasal
41 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa :
1) Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah).
Berdasarkan Daftar Pengaduan Permasalahan Limbah Industri tahun
2007-2010 yang diterima oleh BLH Kabupaten Karanganyar melalui Pos
Pengaduan, diindikasikan bahwa PG. Tasikmadu telah melakukan
pencemaran udara sumber tidak bergerak sehingga mengganggu lingkungan
warga di sekitar pabrik. Kemudian BLH Kabupaten Karanganyar segera
merespon laporan tersebut dengan menurunkan Tim Pengawas Kebijakan
Bidang Lingkungan Hidup untuk melakukan verifikasi, pemantauan dan
pengawasan secara langsung di lapangan. Dari hasil verifikasi, pemantauan
dan pengawasan di lapangan, diketahui bahwa permasalahan pencemaran
udara yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu memang benar terjadi dan
disebabkan oleh rusaknya alat dust collector sehingga berakibat timbulnya
asap hitam yang diikuti oleh partikel debu yang berasal dari cerobong asap
pabrik. Seperti kita ketahui sebelumnya bahwa kegiatan pemantauan dan
pengawasan ini bersifat membina, maka tim tersebut hanya memberikan
teguran, saran dan tindak lanjut kepada PG. Tasikmadu agar melakukan
pendekatan kepada warga sehingga ditemukan solusi penyelesaian masalah
yang baik. Dari solusi penyelesaian tersebut disepakati antara kedua pihak,
yaitu :
1) Pihak perusahaan akan melakukan usaha untuk meminimalkan
pencemaran yang muncul dari kegiatan PG. Tasikmadu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
2) Pihak PG. Tasikmadu akan memberikan kompensasi kepada warga
sekitar.
Dari fakta di atas, diketahui bahwa selama kegiatan pemantauan dan
pengawasan yang dilakukan pada tahun 2007-2010 masih ditemukan
pelanggaran yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu. Meski melakukan
pelanggaran, PG. Tasikmadu tidak perlu dibawa ke ranah hukum,
dikarenakan Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup menilai
bahwa pelanggaran tersebut masih bisa diselesaikan melalui musyawarah
antara PG. Tasikmadu dengan warga sekitar agar mendapatkan solusi
penyelesaian yang baik diantara keduanya.
Namun berbeda dengan sebelumnya, selama kegiatan pemantauan dan
pengawasan dilakukan pada tahun 2011 ini, Tim Pengawas Kebijakan
Bidang Lingkungan Hidup belum pernah menemukan pelanggaran ringan
atau pelanggaran berat yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu yang dapat
dikenakan sanksi dan atau dapat dibawa ke ranah hukum. Ini membuktikan
bahwa terjadi peningkatan kesadaran dari PG. Tasikmadu sebagai pelaku
usaha dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan dan ini
membuktikan juga bahwa kegiatan pemantauan dan pengawasan yang
dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar di PG. Tasikmadu telah
berjalan dengan baik dan direspon positif.
Hambatan atau kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegaiatan
pemantauan dan pengawasan dapat dilihat dari pernyataan Kasubbid
Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
“Kendala yang kami hadapi yaitu banyaknya industri di Kabupaten
Karanganyar yang limbahnya berpotensi dapat mencemari
lingkungan, anggaran yang belum mencukupi untuk melakukan
pemantauan dan pengawasan secara menyeluruh, kurangnya
kendaraan untuk operasional kegiatan pemantauan dan pengawasan
(hanya ada 2 mobil yang dipergunakan untuk 3 bidang dan
kesekretariatan).” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Dari pernyataan di atas tersebut, dapat kita ketahui meski kegiatan
pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten
Karanganyar dapat berjalan dengan baik dan mendapat tanggapan yang
positif dari pelaku usaha (PG. Tasikmadu) namun masih banyak kendala yang
harus dihadapi oleh BLH Kabupaten Karanganyar seperti masalah anggaran
serta kendaraan operasional yang masih terbatas. Anggaran dan kendaraan
operasional ini sangat dibutuhkan karena sebagai penunjang utama BLH
Kabupaten Karanganyar dalam melaksanakan fungsi pemantauan dan
pengawasannya dengan baik, mengingat banyaknya jumlah pabrik di
Kabupaten Karanganyar yang limbahnya berpotensi untuk mencemari
lingkungan. Ini merupakan tantangan yang sangat besar bagi BLH Kabupaten
Karanganyar untuk terus menjalankan tugasnya dengan baik meski dengan
keterbatasan yang saat ini mereka miliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Tabel 1.3
Matrik Tahapan Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
Bergerak di PG Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
Tahap Kegiatan Kegiatan Pelaksanaan Analisis
1. Sosialisasi
2. Inventarisasi
- Dilaksanakan secara
langsung dan tidak
langsung
- Sifat preventif dan
kuratif
- PG. Tasikmadu
menilai sosialisasi
yang dilakukan masih
kurang dan sering
terlambat
Mewajibkan kepada PG
Tasikmadu untuk
melaksanakan uji
laboratorium udara
ambien dan emisi gas
minimal 6 bulan sekali.
Pelaksanaan sosialisasi pada
umumnya telah berjalan
dengan baik, namun PG.
Tasikmadu menilai bahwa
sosialisasi yang dilakukan
masih kurang dan sering
terlambat.
Memberikan hasil yang
cukup memuaskan, hal ini
nampak dari kesediaan PG
Tasikmadu untuk
melaksanakan uji
laboratorium udara ambien
dan emisi gas minimal 6
bulan sekali di BBTPPI
Semarang. Dan dari hasil
laporan uji udara ambien
dan emisi gas tersebut, PG
Tasikamadu sudah
memenuhi baku mutu yang
sudah ditetapkan. Hambatan
yang dihadapi BLH
Kabupaten Karanganyar
adalah kurangnya anggaran,
belum adanya fasilitas
laboratorium sendiri, dan
SDM yang belum mampu
mengopersaikan fasilitas
laboratorium tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
3. Pemantauan dan
Pengawasan
Kegiatan pemantauan
dan pengawasan
meliputi:
a. Semua perijinan yang
harus dipunyai pelaku
usaha
b. Pengelolaan
lingkungan yang
meliputi lingkungan
perusahaan, bahan
baku dan proses
produksi dan semua
limbah yang
dihasilkan (air, udara
dan limbah padat)
c. Administrasi
pelaporan kegiatan
pengelolaan limbah
(air, udara dan limbah
padat).
Diketahui pelaksanaan
kegiatan pemantauan dan
pengawasan di PG.
Tasikmadu hanya
difokuskan pada
administrasi pelaporan
pengelolaan yaitu berupa
laporan hasil uji
laboratorium udara ambien
dan emisi gas.
Proses pemantauan dan
pengawasan yang dilakukan
BLH kabupaten
Karanganyar telah berjalan
lancar dan mendapat
tanggapan positif dari PG.
Tasikmadu tapi mempunyai
banyak hambatan antara lain
kurangnya anggaran, dan
kurangnya kendaraan
operasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
2. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pelaksanaan
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG.
Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
Keberhasilan dari implementasi kebijakan pengendalian pencemaran
udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu tidak terlepas dari faktor-
faktor yang ada di dalamnya. Melalui pemahaman tentang sikap pelaksana,
komunikasi, sumber daya, serta kepatuhan dan daya tanggap kelompok
sasaran yang telah berjalan selama ini akan diketahui lebih jauh seberapa besar
faktor-faktor tersebut dapat berperan dalam pelaksanaan pengendalian
pencemaran udara.
a. Sikap Pelaksana
Unsur pelaksana memegang peranan yang penting dalam pelaksanaan
pengendalian pencemaran udara. Suatu kebijakan dapat berjalan dengan baik
walaupun sudah ditunjang dengan sumber daya yang memadai dan lingkungan
yang cukup mendukung belum tentu memberikan hasil yang sesuai dengan
yang diharapkan. Sebagai pelaksana kebijakan, mereka yang bertanggung
jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakan tersebut.
Keberhasilan pelaksanaan pengendalian pencemaran juga sangat
dipengaruhi oleh sikap pelaksana dalam menjalankan tugas. Setiap aparat
pelaksana memiliki tugas dan wewenangnya masing-masing sesuai dengan
bidang unit kerjanya. Mereka dituntut untuk menjalankan tugas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
wewenang tugas tersebut dengan loyalitas dan totalitas penuh agar
menghasilkan kinerja yang memuaskan.
Pengaruh sikap pelaksana terhadap keberhasilan kegiatan terlihat dari
pelaksanaan kegiatan yang dilaksankan oleh BLH Kabupaten Karanganyar,
yaitu kegiatan sosialisasi, inventarisasi serta pemantauan dan pengawasan.
Sikap pelaksana tersebut berawal dari bagaimana mereka menyikapi suatu
permasalahan yang ada sebelum mengambil tindakan selanjutnya, sehingga
terbentuk suatu sikap yang akan dilakukan ketika mereka melaksanakan tugas.
Meskipun untuk menyikapi permasalahan pencemaran udara, setiap unit kerja
memiliki persepsi yang berbeda sehingga perlu dilakukan koordinasi diantara
para stakeholders. Namun perbedaan persepsi itu berusaha disatukan agar
langkah yang diambil dapat sejalan dengan sikap pelaksana dengan melihat
situasi dan kondisi yang ada. Seperti penjelasan yang diungkapkan Staff BLH
Kabupaten Karanganyar, Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut :
“Pelaksanaan koordinasi dilakukan berdasarkan SK Kepala Badan
Lingkungan Hidup tentang Pembentukan Tim Pengawas
Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten
Karanganyar dengan melibatkan juga para pelaku usaha di
dalamnya.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011)
Berdasarkan penuturan di atas, jelas bahwa pelaksanaan kebijakan
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak tidak hanya
melibatkan satu pihak saja melainkan antara BLH Kabupaten Karanganyar
dengan pelaku usaha yakni PG. Tasikmadu yang saling bekerja sama demi
kelancaran pelaksanaan kebijakan tersebut. Lebih lanjut Bapak Aji Dwi
Bintoro, S.T, M.Si Kasubbid Pengendalian Lingkungan Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Karanganyar, menjelaskan bahwa setiap institusi mempunyai hak dan
kewajibannya sendiri-sendiri ketika mengambil tindakan terhadap pelaksanaan
Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, sehingga
perlu disamakan pola pikirnya agar tujuan yang ingin dicapai kebijakan
tersebut tidak salah arah.
Aparat pelaksana dituntut untuk benar-benar paham terhadap tujuan
dari Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di
PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Kepahaman aparat pelaksana
terhadap tujuan program diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Menurut saya mas, aparat pelaksana saya nilai sudah atau cukup
paham dan mengerti tentang isi dan tujuan dari peraturan tersebut.”
(Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Sikap pelaksana dalam Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dinilai
sudah bisa atau paham dalam menguasai tujuan program tersebut dimana
tujuan dari pengendalian ini adalah agar para pelaku usaha (PG. Tasikmadu)
tersebut dapat ditingkatkan kesadarannya terhadap pengelolaan lingkungan
hidup khususnya di bidang pencemaran udara. Sikap mendukung aparat
pelaksana adalah relatif baik. Hal ini dilihat dari ketaaatan dan tanggung
jawab penuh dari pihak pelaksana dalam melakukan tugasnya melaksanakan
kegiatan sosialisasi, inventarisasi, pemantauan, dan pengawasan di lapangan.
Sebagai aparat pemerintah yang baik maka dituntut untuk mempunyai sikap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
ketaatan dan tanggung jawab serta loyalitas kepada lembaga. Ketaatan dan
kepatuhan aparat pelaksana juga dapat dilihat dari kesesuaian antara aparat
pelaksana dengan prosedur yang berlaku dalam melaksanakan kebijakan. Hal
tersebut sesuai yang dijelaskan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan,
Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Jadi, ketaatan dan tanggung jawab aparat pelaksana dalam
pelaksanaan pengendalian pencemaran udara, disesuaikan dengan
tupoksi dan kondisi yang ada di lapangan, sehingga dalam
pelaksanaan pengendalian pencemaran udara dapat berjalan dengan
baik tanpa ada hambatan apapun.” (Sumber : Wawancara tanggal
15 Juni 2011)
Menurut penjelasan di atas, teori dan praktek yang dilaksanakan di
lapangan dalam melakukan kegiatan sosialisasi, inventarisasi, pemantauan,
dan pengawasan terhadap pencemaran udara memang bisa berbeda. Hal ini
dikarenakan aparat pelaksana harus melihat situasi dan kondisi di lapangan
yang memungkinkan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dengan
kelompok sasaran yaitu PG. Tasikmadu
Aparat pelaksana dalam memberikan pembinaan dan pengarahan
kepada para pelaku usha (PG. Tasikmadu) menggunakan pendekatan secara
langsung dan tidak langsung. Berikut ini pejelasan Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Sosialisasi yang kami lakukan, dilakukan secara langsung yaitu
dengan mengumpulkan para pelaku usaha untuk diberikan
sosialisasi atau dengan langsung mendatangi kelompok sasaran.
Sedangkan sosialisasi dengan cara yang tidak langsung yaitu
dengan melalui surat tertulis mas.” (Sumber : Wawancara tanggal
15 Juni 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Jika pendekatan secara langsung dan tidak langsung sudah tidak
mampu mengatasi masalah penecamaran udara tersebut, maka aparat
pelaksana dapat melakukan tindakan atau memberikan sanksi kepada
kelompok sasaran. Lebih lanjut penjelasan yang diungkapkan oleh Kasubbid
Penegakan Hukum, Ibu Indah Rudiartati, S.H, M.M :
“Sanksi yang kami berikan sama, yaitu mulai dari teguran lisan,
surat peringatan 1s/d 3 kali dan jika masih tidak mengindahkan
sama sekali, baru kita bawa ke ranah hukum mas.” (Sumber :
Wawancara tanggal 22 Juni 2011)
Selain itu dukungan dan sikap pelaksana dalam melaksanakan tugas
juga dapat dilihat dari bagaimana pemantauan dan penilaian dilakukan.
Pemantauan dilaksanakan setiap dua kali dalam seminggu dan penilaian
dilaksanakan setiap tahun atau 2 tahun sekali melalui PROPER (Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) terhadap para pelaku usaha (PG.
Tasikmadu). Berikut ini penuturan Staff BLH Kabupaten Karanganyar,
Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut :
“Setiap tahun kami akan melakukan evaluasi dan penilaian mas
melalui PROPER yaitu program penilaian peringkat kinerja setiap
perusahaan. Jadi melalui PROPER kita bisa melihat, menilai serta
mengevaluasi perusahaan yang kita anggap masih kurang
kinerjanya dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara.
Namun PROPER ini juga bisa dilaksanakan setiap dua tahun
sekali.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011)
Sikap aparat pelaksana tersebut tercermin dari pahamnya mereka
terhadap tujuan kebijakan, ketaatan dan loyalitas terhadap kebijakan serta
pemantauan dan penilaian aparat pelaksana secara berkala yang dilakukan
terhadap pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Sedangkan di pihak kelompok sasaran sendiri yakni PG. Tasikmadu
memiliki anggapan yang sama terhadap sikap aparat pelaksana ketika
melaksanakan tugas. Seperti yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan
PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut:
“Menurut saya yah mas, Petugas BLH saya nilai sudah cukup baik
dan kooperatif dalam melaksanakan program pengendalian
pencemaran udara. Dan dari pihak kami sudah menganggap pihak
BLH bukan sebagai aparatur pelaksana melainkan sebagai
konsultan industri dimana BLH berperan untuk mengatur,
mengawasi serta memberikan masukan serta informasi kepada
kami selaku pelaku industri yang berkaitan dengan permasalahan
Lingkungan Hidup”. (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011)
Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dari pihak
aparat sebagai pelaksana kebijakan, secara keseluruhan telah melaksanakan
kebijakan sesuai dengan mekanisme yang ada. Begitu juga di kalangan pelaku
usaha (PG. Tasikmadu) sendiri yang menilai bahwa aparat dapat bersikap dan
bekerja cukup baik serta kooperatif karena pelaku usaha (PG. Tasikmadu)
menganggap bahwa BLH Kabupaten Karanganyar bukan sebagai aparat
pelaksana semata, melainkan sebagai konsultan industri. Artinya, BLH
Kabupaten Karanganyar dianggap sebagai rekan kerja dan pembina oleh
pelaku usaha (PG. Tasikmadu) dimana tujuan yang ingin dicapai keduanya
adalah bekerja bersama-sama dalam membangun dan meningkatkan kesadaran
dalam pengelolaan lingkungan hidup baik itu berkaitan dengan air, udara,
maupun limbah padat (LB-3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
b. Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung
keberhasilan kebijakan. Namun demikian, komunikasi seringkali dipahami
dalam konteks formal seperti rapat, instruksi dan kegiatan sejenis lainnya.
Komunikasi menjadi faktor penghubung bagi para stakeholder, baik itu
Kantor BLH Kabupaten Karanganyar, pelaku usaha (PG. Tasikmadu),
maupun masyarakat yang mempunyai kepentingan dengan pelaksanaan
Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara. Komunikasi dilakukan dengan
maksud untuk menyampaikan informasi sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman.
Keberhasilan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pencemaran
Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu sangat di tunjang oleh
kelancaran dan kejelasan proses komunikasi antara aparat pelaksana dengan
kelompok sasaran yaitu para pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Upaya BLH
Kabupaten Karanganyar untuk mengenalkan dan menjelaskan isi dan tujuan
dari kebijakan tersebut kepada pelaku usaha (PG. Taskmadu), dilakukan
melalui sosialisasi. Sosialisasi tidak hanya dilaksanakan secara formal oleh
BLH Kabupaten Karanganyar semata akan tetapi sosialisasi tersebut juga
dilaksanakan saat aparat pelaksana mengadakan kegiatan pemantauan dan
pengawasan di lapangan. Biasanya sosialisasi dilaksanakan secara langsung
dan tidak langsung kepada para pelaku usaha. Seperti penjelasan yang
diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi
Bintoro, ST. M.Si :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
“Aparat pelaksana dalam memberikan sosialisasi kepada kelompok
sasaran yaitu dengan cara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dengan mengumpulkan para pelaku usaha untuk
diberikan sosialisasi atau dengan langsung mendatangi kelompok
sasaran. Sedangkan cara yang tidak langsung yaitu dengan melalui
surat tertulis.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Pada umumnya komunikasi yang dijalin antara BLH Kabupaten
Karanganyar dengan para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) sudah berjalan
dengan baik berkaitan dengan penyampaian sosialisasi kebijakan oleh aparat
pelaksana. Hal ini dibuktikan dengan pendapat yang diungkapkan Staff
Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti
berikut:
“Menurut saya mas, selama ini komunikasi antara pihak BLH dan
PG Tasikmadu sudah berjalan dengan baik. Hal ini bisa terwujud,
karena kami menggunakan pola komunikasi yang bersifat
horizontal atau komunikasi yang bersifat dua arah sehingga terjadi
saling bertukar informasi antara pihak BLH dan PG Tasikmadu.”
(Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011)
Namun ada beberapa hal yang harus dibenahi dari aspek komunikasi
tersebut. Seperti penjelasan yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan
PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut :
“Jadi begini mas, kami sangat berharap intensitas komunikasi
antara pihak BLH dan PG Tasikmadu dapat ditingkatkan lagi,
karena mengingat bahwa isu-isu serta informasi mengenai
Lingkungan Hidup itu selalu bergerak dinamis mas.” (Sumber :
Wawancara tanggal 6 Juni 2011)
Dari pernyataan di atas diketahui bahwa, meski dalam penyampaian
informasi dinilai sudah baik oleh PG. Tasikmadu namun pihak PG. Tasikmadu
sangat berharap agar intensitas komunikasi dengan BLH Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Karanganyar lebih ditingkatkan lagi mengingat isu-isu serta informasi yang
berkaitan dengan Lingkungan Hidup selalu bergerak dinamis. Sehingga
diperlukan jalinan komunikasi dan koordinasi yang kuat diantara keduanya
agar isi dan tujuan dari informasi tersebut dapat diterima dan dipahami dengan
baik.
Selama ini komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan ini telah berjalan
secara vertikal dan horizontal. Komunikasi vertikal maksudnya kerjasama,
koordinasi serta media yang digunakan dalam penyampaian pesan kepada para
pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Komunikasi vertikal ini terjadi antara atasan
dengan bawahan, dimana komunikasi ini terlihat dalam penyampaian isi,
tujuan serta prosedur pelaksanaan kebijakan dari Kepala BLH Kabupaten
Karanganyar kepada para bawahannya. Sedangkan komunikasi horisontal
terjadi dalam komunikasi antara instansi dengan otoritas dan unit kerja yang
sama atau komunikasi antar aparat pelaksana dan antara aparat pelaksana
dengan para pelaku usaha. Berikut penjelasan Staff BLH Kabupaten
Karanganyar, Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut :
“Pelaksanaan Koordinasi dilakukan berdasarkan SK Kepala Badan
Lingkungan Hidup tentang Pembentukan Tim Pengawas
Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten
Karanganyar. Tim pengawas tersebut bertugas sebagai pengawas
pelaksanaan kebijakan bidang lingkungan hidup dan sebagai
pembina bagi para pelaku usaha. Tim pengawas tersebut
bertanggung jawab langsung kepada Kepala BLH Kabupaten
Karanganyar.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011)
Kemudian pernyataan di atas ditambah oleh penjelasan dari Kasubbid
Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
...“Sifat dari kegaiatan pemantauan dan pengawasan ini mas yaitu
bersifat pembinaan sehingga pelaku usaha berkesempatan untuk
menyampaikan kendala-kendala yang dihadapinya utamanya
dalam pengelolaan lingkungan dan sebisa mungkin kami
memberikan solusinya...” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni
2011)
Komunikasi vertikal dalam hal ini antara atasan dengan bawahan juga
berjalan dengan baik. Pengenalan program dan prosedurnya disampaikan
atasan kepada bawahan melalui rapat masing-masing bagian, melalui surat
intruksi dan pengarahan langsung oleh Kepala BLH setiap apel pagi. Hal ini
sesuai pernyataan Berikut penjelasan Kasubbid Pengendalian Lingkungan,
Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Aparat kami benar-benar tahu dan paham terhadap tujuan
kebijakan pengendalian pencemaran udara, karena sebelum
melaksanakan kegiatan di lapangan mereka telah kami breafing
terlebih dahulu.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Sedangkan komunikasi antara bawahan dengan atasan juga
berlangsung dengan baik. Di sini terdapat kerja sama yang baik antara
bawahan dengan atasan dalam pelaksanaan kebijakan. Berikut penuturan dari
Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Menurut saya tidak ada hambatan, karena selama ini saya rasa
koordinasi dapat berjalan dengan lancar, baik itu dengan atasan,
sesama karyawan maupun dengan para pelaku usaha, karena dalam
pelaksanaannya kami semua mampu bekerja secara kooperatif.”
(Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Dalam pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak, masyarakat dapat menyampaikan pendapat, kritik,
saran dan laporan yang mekanismenya seperti berikut, masyarakat bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
mengadukan atau menyampaikan pendapat, kritik, saran serta laporan
mengenai permasalahan lingkungan baik lewat telepon atau surat dengan
menyertakan identitas dirinya yang bisa dihubungi oleh Tim Pengaduan BLH.
Kemudian Tim pengaduan BLH akan mengadakan klarifikasi lapangan atau
mengambil tindakan guna penyelesaian pengaduan tersebut.
Dari data-data di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara unit
bagian BLH Kabupaten Karanganyar sebagai aparat pelaksana dalam hal
koordinasi telah berjalan dengan baik. Kemudian dalam komunikasi antara
aparat pelaksana dengan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) dalam penyampaian
kebijakan melalui sosialisasi secara langsung dan tidak langsung sudah
berjalan dengan baik, sehingga pelaku usaha (PG. Tasikmadu) sudah paham
tentang prosedur kebijakan, hal ini dikarenakan pola komunikasi yang dipakai
adalah pola komunikasi yang bersifat horizontal yang membuat terjalinnya
komunikasi dua arah antara BLH Kabupaten Karanganyar dengan pelaku
usaha (PG. Tasikmadu). Sehingga mudah untuk menyamakan pola pikir dan
mencari titik temu atau solusi yang terbaik dalam mengatasi permasalahan
antara aparat pelaksana dengan kelompok sasaran.
c. Sumber Daya
Tersedianya sumber daya yang memadai akan mendukung dalam
pelaksanan suatu program untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Mengenai sumber daya yang terlibat atau sumber sumber daya apa saja yang
digunakan pada tiap tahap hampir sama. Aparat yang terlibat dalam kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu
Kabupaten Karanganyar terdiri dari BLH Kabupaten Karanganyar Bidang
Pengendalian berjumlah 6 orang dan Tim Pengawas Kebijakan Bidang
Lingkungan Hidup berjumlah 9 orang. Seperti yang diungkapkan oleh
Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara kami
melibatkan BLH Kabupaten Karanganyar Bidang pengendalian
berjumlah 6 orang dan Tim Pengawas Kebijakan Bidang
Lingkungan Hidup berjumlah 9 orang.” (Sumber : Wawancara
tanggal 15 Juni 2011)
Namun aparat yang dilibatkan atau yang terjun langsung di lapangan
hanya dari Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup, dikarenakan
Tim tersebut terlibat langsung sebagai pemantau, pengawas dan pembina
dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara, hal tersebut diungkapkan
oleh Staff BLH Kabupaten Karanganyar, Bapak Abdurrozzaq An, S.T
sebagai berikut :
...”Tim pengawas tersebut bertugas sebagai pengawas pelaksanaan
kebijakan bidang lingkungan hidup dan sebagai pembina bagi para
pelaku usaha...” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011)
Dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara, BLH Kabupaten
Karanganyar menilai bahwa SDM yang dimilikinya belum cukup dan mampu
untuk mendukung pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara
khususnya sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu. Seperti yang
diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi
Bintoro, ST. M.Si :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
“Untuk pengendalian pencemaran udara itu mas, dibutuhkan biaya
yang besar dan peralatan yang rumit dan mahal. Sedangkan
anggaran dan SDM untuk mengoperasikan alat uji yang BLH
miliki terbatas serta kami belum punya untuk alat ujinya.” (Sumber
: Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Sedangkan di pihak kelompok sasaran sendiri yakni PG. Tasikmadu
memiliki anggapan yang berbeda terhadap kualitas sumber daya yang dimiliki
oleh BLH Kabupaten Karanganyar. PG. Tasikmadu menilai bahwa
berhasilnya pelaksanaan pengendalian pencemaran udara dikarenakan SDM
yang dimiliki BLH Kabupaten Karanganyar mampu bekerja dengan baik dan
kooperatif. Seperti yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG.
Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut:
“Kelebihannya adalah sumber daya yang dimiliki BLH sudah baik
dan cukup untuk mendukung BLH dalam menjalankan tugasnya
serta SDM mampu bekerja sama secara kooperatif dengan PG
Tasikmadu...” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011)
Sedangkan mengenai anggaran dan fasilitas operasioanal, BLH
Kabupaten Karanganyar menganggap anggaran dan fasilitas operasional yang
dimilkinya masih sangat kurang untuk mendukung pelaksanaan pengendalian
pencemaran udara. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
“Untuk pengendalian pencemaran udara itu mas, dibutuhkan biaya
yang besar dan peralatan yang rumit dan mahal. Sedangkan
anggaran dan SDM untuk mengoperasikan alat uji yang BLH
miliki terbatas serta kami belum punya untuk alat ujinya.” (Sumber
: Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Dari penjelasan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi
Bintoro, ST. M.Si diketahui juga bahwa belum ada program khusus untuk
pengendalian pencemaran udara. Hal ini dikarenakan BLH Kabupaten
Karanganyar tidak mempunyai anggaran yang cukup untuk membuat suatu
program khusus yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara
sehingga kegiatan pengendalian pencemaran udara kurang mendapat perhatian
dan prioritas untuk dilaksanakan. Kemudian diketahui juga bahwa BLH
Kabupaten Karanganyar belum mempunyai fasilitas laboratorium untuk
menguji kualitas udara ambien dan emisi gas. Hal ini dikarenakan mahal dan
sulitnya untuk mendatangkan fasilitas laboratorium tersebut sehingga untuk
melakukan uji laboratorium udara ambien dan emisi gas buang pada cerobong,
para pelaku usaha harus melakukan di laboratorium yang telah mendapat
rujukan dari Gubernur Jawa Tengah atau yang telah memenuhi standar KAN
(Komite Akreditasi Nasional).
Mobil operasional untuk kegiatan operasional yang dimiliki oleh
Kantor BLH Kabupaten hanya 2 buah. Dan dana operasional berasal dari
Dana Alokasi Umum APBD Kabupaten Karanganyar. Seperti yang
diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi
Bintoro, ST. M.Si :
“Kantor BLH Kabupaten Karanganyar hanya memiliki 2 buah
mobil, yang digunakan untuk operasional sehari-hari. Dana
operasional kita berasal dari DAU APBD Kabupaten.” (Sumber :
Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan
pengendalian pencemaran udara, BLH Kabupaten Karanganyar harus
mlelakukan langkah-langkah untuk mengatasi kendala tersebut. Seperti yang
diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi
Bintoro, ST. M.Si :
“Langkah-langkah yang akan kami lakukan adalah sebagai berikut,
untuk meningkatkan SDM yaitu dengan mengirimkan para staff
untuk mengikuti bimbingan teknis dan kursus-kursus yang
berkaitan dengan pelaksanaan pengendalian pencemaran udara.
Kemudian mendesak pihak legislatif untuk memberikan anggaran
yang lebih yang dapat digunakan untuk melengkapi fasilitas
operasional serta membuat program-program yang bertujuan
terwujudnya pengendalian pencemaran udara yang baik.” (Sumber
: Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Kemudian dari kelompok sasaran yaitu PG Tasikmadu memberikan
masukan agar BLH Kabupaten Karanganyar mampu meningkatkan sumber
dayanya. Seperti yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG.
Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut :
“Jadi mas, kalau dari segi SDM saya rasa BLH sudah cukup dan
mampu, tapi sebaiknya BLH dapat membenahi fasilitas sistem
informasinya dengan membuat suatu Sistem Informasi Terpadu
melalui internet sehingga dengan adanya sistem tersebut dapat
memudahkan para pelaku industri dalam mengakses informasi-
informasi yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup dengan
cepat.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011)
Dari semua pernyataan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa
sumber daya yang dimiliki oleh BLH Kabupaten Karanganyar dalam
pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
Bergerak di PG. Tasikmadu masih kurang. Hal ini bisa dilihat, khususnya dari
jumlah SDM, anggaran serta fasilitas operasional. Ketiga hal tersebut yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
menjadi kendala utama bagi BLH Kabupaten Karanganyar dalam
melaksanakan tugasnya.
d. Kepatuhan dan Daya Tanggap Kelompok Sasaran
Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran menjadi faktor yang
juga ikut memberikan pengaruh terhadap keberhasilan Implementasi
Kebijakan atau Peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Udara Sumber
Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu. Hal ini bisa dianalisis dari seberapa besar
tingkat kesadaran pelaku usaha (PG. Tasikmadu) dalam memahami dan
mentaati aturan hukum yang berlaku.
Apabila kita melihat kondisi kawasan PG. Tasikmadu saat ini yang
sedang melakukan kegiatan produksi, tidak terlihat pencemaran udara dari
kegiatan produksi tersebut. Hal ini bisa dilihat dari asap yang keluar dari
cerobong milik PG. Tasikmadu.
Kesediaan kelompok sasaran dalam menerima program merupakan
awal dari kesadaran pelaku usaha (PG. Tasikmadu) untuk mematuhi apa yang
menjadi tujuan dari kebijakan tersebut. Tentu saja kesediaan untuk menerima
kebijakan tidak terlepas dari kepentingan mereka sebagai pelaku usaha.
Seperti penjelasan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi
Bintoro, ST. M.Si :
“Hal itu sangat jelas mas, kelompok sasaran cukup sadar,
mendukung serta menyetujui pelaksanaan pengendalian
pencemaran udara tersebut, diakarenakan manfaat dari kegiatan
pengendalian tersebut akan sangat berguna dan berdampak bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
kelompok sasaran itu sendiri.” (Sumber : Wawancara tanggal 15
Juni 2011)
Tidak hanya dari kesediaan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) untuk
menerima kebijakan saja, tapi dilihat juga dari segi pemahaman mereka
tentang tujuan dari pengendalian pencemaran udara tersebut. Seperti yang
diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik
Agung Prabowo seperti berikut :
“Kami sudah mengerti mas, ini bisa kita lihat dari kegiatan
operasionalnya PG Tasikmadu selalu berlandaskan pada Peraturan
Pemerintah tersebut khususnya dalam pengendalian pencemaran
udara dan kami selalu memberikan laporan hasil uji laboratorium
uji udara ambien dan emisi gas cerobong setiap 6 bulan sekali.”
(Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011)
Dari pernyataan di atas, kita ketahui bahwa pelaku usaha yakni PG
Tasikmadu sudah paham dan mengerti terhadap aturan tersebut. Ini bisa
dilihat dari kegiatan operasional PG. Tasikmadu yang selalu berlandaskan
pada kebijakan atau peraturan yang sudah ditetapkan tersebut dan terjadi
peningkatan kesadaran dari PG. Tasikmadu sebagai pelaku usaha dalam
menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan dan ini membuktikan juga
bahwa kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh BLH
Kabupaten Karanganyar di PG. Tasikmadu telah berjalan dengan baik dan
direspon positif.
Kepatuhan dan daya tanggap sangat berkaitan dengan masalah
kejelasan dan kemudahan dalam mendapatkan informasi yang menyebabkan
pelaku usaha akan menjadi paham dengan isi dan tujuan kebijakan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Seperti yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu,
Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut :
“Untuk mendapatkan informasi, ya cukup mudah mas. Jadi ketika
kami merasa ada yang kurang atau ada sesuatu informasi yang
ingin kami ketahui, kami langsung datang ke Kantor BLH atau
menghubungi via telepon. Tapi mas, saya rasa cara ini kurang
efektif dan efisien, akan lebih baik jika BLH mempunyai suatu
Sistem Informasi Terpadu sehingga kami akan semakin terbantu
dalam mengakses suatu informasi.” (Sumber : Wawancara tanggal
6 Juni 2011)
Kepatuhan dan daya tanggap ini juga dikarenakan adanya kerja sama
yang sangat kooperatif antara BLH Kabupaten Karanganyar dengan pihak PG.
Tasikmadu sehingga keduanya tidak menemui hambatan apapun. Seperti yang
diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi
Bintoro, ST. M.Si :
“Menurut saya, kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran
selama ini cukup baik dan kooperatif sehingga BLH tidak
menemui kesulitan dalam melaksanakan pengendalian pencemaran
udara.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Kesediaan adanya kebijakan pengendalian pencemaran udara ini dapat
diketahui dari Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung
Prabowo seperti berikut :
“Sikap dari PG Tasikmadu sangat jelas mas, pastinya kita akan
selalu mendukung dan membantu pihak BLH dalam melaksanakan
pengendalian pencemaran udara dengan sebaik mungkin.” (Sumber
: Wawancara tanggal 6 Juni 2011)
Hal ini sama dengan pernyataan Kasubbid Pengendalian Lingkungan,
Bapak Aji Dwi Bintoro, S.T, M.Si sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
“Hal tersebut dapat mas lihat dari kesediaan kelompok sasaran
dalam melaporkan hasil analisa uji laboratorium udara baik ambien
dan emisi gas buang.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011)
Berdasarkan pernyataan di atas, diketahui bahwa PG. Tasikmadu
Kabupaten Karanganyar mendukung terhadap Implementasi Kebijakan atau
Peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Udara khususnya sumber tidak
bergerak. Hal ini menunjukkan kepatuhan dan kesediaan pelaku usaha (PG.
Tasikmadu) menerima dan bersikap positif terhadap prosedur kebijakan atau
peraturan yang telah ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Tabel 1.4
Matrik Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pelaksanaan
Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG.
Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
Faktor-Faktor Dampak Analisis
1. Sikap Pelaksana
2. Komunikasi
- Konsisten terhadap aturan
- Mengetahui dan paham
tujuan program
- Bersikap kooperatif
- Koordinasi antar aparat
pelaksana sudah baik
- Komunikasi yang
terbentuk antara BLH
dengan PG. Tasikmadu
bersifat horizontal dan
berjalan baik.
- Sosialisasi program cukup
dipahami walaupun PG.
Tasikmadu tidak paham,
hal tersebut dapat diatasi,
karena komunikasi yang
terbentuk adalah
komunikasi dua arah.
- Tingkat pemahaman PG.
Tasikmadu terhadap
aturan tinggi
Aparat pelaksana
secara keseluruhan
dalam melaksanakan
kebijakan telah
bersikap sebagaimana
mestinya sesuai
dengan mekanisme
yang ada. Hal ini juga
didukung dengan
pernyataan PG.
Tasikmadu sebagai
pelaku usaha yang
menilai aparat
pelaksana sudah
bekerja dengan baik
dan kooperatif.
Komunikasi sudah
berjalan baik antara
sesama aparat BLH
dan antara BLH
dengan PG.
Tasikmadu. Hal ini
berarti penyampaian
sosialisasi program
sudah berjalan
dengan baik. Tetapi
PG. Tasikmadu
menginginkan agar
intensitas komunikasi
antara BLH dengan
PG. Tasikmadu dapat
ditingkatkan.
Kemudian PG.
Tasikmadu memiliki
tingkat pamahaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
3. Sumber Daya
4. Kepatuhan dan
Daya Tanggap
Kelompok Sasaran
- Dari kantor BLH bidang
Pengendalian berjumlah 6
orang.
- Sedangkan dari Tim
Pengawas Pelaksanaan
Kebijakan Bidang
Lingkungan pada waktu
sosialisasi, inventarisasi,
pemantauan dan
pengawasan berjumlah 9
orang.
- Menggunakan 2 buah
mobil untuk kegiatan
operasional.
- Kurangnya SDM,
anggaran dan fasilitas
operasional seperti alat-
alat laboratorium untuk uji
udara dan emisi gas.
Sudah baik, bersedia
menerima program dan
memahami tujuan program
serta diikuti dengan
kepatuhan menaati aturan
yaitu dengan bersedia
melaporkan hasil
laboratorium uji udara ambien
dan emisi gas minimal setiap
6 bulan sekali.
dan kesadaran yang
tinggi sehingga PG.
Tasikmadu bersedia
untuk mematuhi
peraturan tersebut.
Pada umumnya, baik
BLH dan PG.
Tasikmadu menilai
sumber daya yang
dimilki oleh BLH
sudah cukup dan
dapat mendukung
pelaksanaan
pengendalian
pencemaran udara.
Namun tidak bisa
dipungkiri masih
banyak
kekurangannya, yaitu
berkaitan dengan
anggaran dan fasilitas
operasional.
PG. Tasikmadu
sebagai kelompok
sasaran mendukung
terhadap pelaksanaan
Kebijakan
Pengendalian
Pencemaran Udara
Sumber Tidak
Bergerak. Hal ini
menunjukkan
kepatuhan dan
tanggapan positif dari
PG. Tasikmadu
dalam mematuhi
prosedur peraturan
yang sudah
ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
BAB VI
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan dalam
Bab V tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu
Kabupaten Karanganyar sudah dikatakan cukup baik. Pemerintah Kabupaten
Karanganyar dalam pengendalian pencemaran udara yang didasarkan pada PP
No.41 Tahun 1999 dilaksanakan dalam bentuk tahapan kegiatan meliputi
Sosilaisasi Kebijakan, Inventarisasi, serta Pemantauan dan Pengawasan.
Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu
pada umumnya telah berjalan dengan baik, namun PG. Tasikmadu sebagai
kelompok sasaran menilai bahwa sosialisasi yang dilakukan masih kurang
intensitasnya dan sering terlambat.
Pelaksanaan Inventarisasi berkaitan dengan pengendalian pencemaran
udara khususnya sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu sudah dilakukan
dengan baik yaitu para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) telah memberikan hasil
uji laboratorium udara ambien dan emisi gasnya secara berkala minimal enam
bulan sekali kepada BLH Kabupaten Karanganyar dan terpenuhinya baku
mutu pada hasil uji laboratorium udara ambien dan emisi gas yang dilakukan
oleh PG. Tasikmadu. Namun kurangnya anggaran, fasilitas serta SDM yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
dimiliki membuat pelaksanaan kegiatan iventarisasi kurang berjalan
maksimal.
Sedangkan kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh
BLH Kabupaten Karanganyar dapat berjalan dengan baik dan mendapat
tanggapan yang positif dari pelaku usaha (PG. Tasikmadu) namun masih
banyak kendala yang harus dihadapi oleh BLH Kabupaten Karanganyar
seperti masalah anggaran serta kendaraan operasional yang masih terbatas.
Dari tahapan kegiatan tersebut, dapat dikatakan bahwa Pelaksanaan
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG Tasikmadu
Kabupaten Karanganyar dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat terlihat
dari beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti sikap pelaksana,
komunikasi, sumber daya, serta kepatuhan dan daya tanggap kelompok
sasaran.
Sikap pihak aparat sebagai pelaksana kebijakan, secara keseluruhan
telah melaksanakan kebijakan sesuai dengan mekanisme yang ada. Begitu
juga di kalangan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) sendiri yang menilai bahwa
aparat pelaksana dapat bersikap dan bekerja cukup baik serta kooperatif
karena pelaku usaha (PG. Tasikmadu) menganggap bahwa BLH Kabupaten
Karanganyar bukan sebagai aparat pelaksana semata, melainkan sebagai
konsultan industri. Artinya, BLH Kabupaten Karanganyar dianggap sebagai
rekan kerja dan pembina oleh pelaku usaha (PG. Tasikmadu) dimana tujuan
yang ingin dicapai keduanya adalah bekerja bersama-sama dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
membangun dan meningkatkan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan
hidup baik itu berkaitan dengan air, udara, maupun limbah padat (LB-3).
Komunikasi antara unit bagian BLH Kabupaten Karanganyar sebagai
aparat pelaksana dalam hal koordinasi telah berjalan dengan baik kemudian
dalam komunikasi antara aparat pelaksana dengan pelaku usaha (PG.
Tasikmadu) dalam penyampaian kebijakan melalui sosialisasi secara
langsung dan tidak langsung sudah berjalan dengan baik sehingga pelaku
usaha (PG. Tasikmadu) sudah paham tentang prosedur kebijakan, hal ini
dikarenakan pola komunikasi yang dipakai adalah pola komunikasi yang
bersifat horizontal yang membuat terjalinnya komunikasi dua arah antara
BLH Kabupaten Karanganyar dengan pelaku usaha (PG. Tasikmadu).
Sehingga mudah untuk menyamakan pola pikir dan mencari titik temu atau
solusi yang terbaik dalam mengatasi permasalahan yang muncul antara aparat
pelaksana dengan kelompok sasaran.
Sumber daya yang dimiliki oleh BLH Kabupaten Karanganyar dalam
pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
Bergerak di PG. Tasikmadu masih kurang. Hal ini bisa dilihat, khususnya dari
jumlah SDM yang tidak sebanding dengan jumlah pabrik yang ada di
Kabupaten Karanganyar, anggaran serta fasilitas operasional. Ketiga hal
tersebut yang menjadi kendala utama bagi BLH Kabupaten Karanganyar
dalam melaksanakan tugasnya.
PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar sebagai kelompok sasaran
mendukung penuh terhadap Implementasi Kebijakan atau Peraturan tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Pengendalian Pencemaran Udara khususnya sumber tidak bergerak. Hal ini
menunjukkan kepatuhan dan kesediaan pelaku usaha (PG. Tasikmadu)
menerima dan bersikap positif terhadap prosedur kebijakan atau peraturan
yang telah ditetapkan.
2. Saran
Dengan mengamati Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber
Tidak Bergerak di PG Tasikmadu oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar
secara menyeluruh dapat berjalan baik, maka penulis memberi saran-saran
sebagai berikut :
1. BLH Kabupaten Karanganyar diharapkan membenahi fasilitas sistem
informasinya dengan membuat suatu Sistem Informasi Terpadu melalui
internet sehingga dengan adanya sistem tersebut dapat memudahkan para
pelaku industri dalam mengakses informasi-informasi yang berkaitan
dengan pengelolaan Lingkungan Hidup dengan cepat.
2. Mengingat informasi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan
hidup yang bersifat dinamis, maka diharapkan BLH Kabupaten
Karanganyar dapat meningkatkan intensitas sosialisasi informasi tersebut
dengan kelompok sasaran atau para pelaku usaha.
3. Mengingat masih kurangnya anggaran serta fasilitas operasional yang
dimiliki oleh BLH Kabupaten Karanganayar, maka BLH Kabupaten
Karanganyar harus mendesak Pemerintah Kabupaten Karanganayar serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
DPRD untuk diberi anggaran yang cukup agar kegiatan operasional BLH
dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat terlaksana dengan baik.
4. Mengingat jumlah aparat yang masih kurang untuk melakukan dan
mendukung pelaksanaan pengendalian pencemaran udara sumber tidak
bergerak maka, BLH Kabupaten Karanganyar diharapkan untuk segera
menambah jumlah petugas / aparat pelaksana khususnya tenaga ahli demi
terciptanya kinerja yang baik.
5. Mengingat semakin kompleksnya masalah pencemaran udara, sebaiknya
BLH Kabupaten Karanganyar dapat membangun sendiri fasilitas
laboratorium untuk uji udara ambien dan emisi gas. Sehingga dengan
adanya fasilitas laboratorium uji udara ambien dan emisi gas diharapkan
dapat memudahkan para pelaku industri dalam menjalankan prosedur yang
sudah ditetapkan dalam kegiatan pengendalian pencemaran udara sumber
tidak bergerak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user