eecafedotnet.files.wordpress.com · iii pengantar buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik...

305
Pilihan Pilihan Pilihan Pilihan Topik Topik Topik Topik Matematika Matematika Matematika Matematika (Aplikasi dalam Analisis Rangkaian Listrik ) Darpublic Edisi Juli 2012 Sudaryatno Sudirham

Upload: trinhque

Post on 20-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Pilihan Pilihan Pilihan Pilihan TopikTopikTopikTopik

Matematika Matematika Matematika Matematika (Aplikasi dalam Analisis Rangkaian Listrik )

Darpublic – Edisi Juli 2012

Sudaryatno Sudirham

Page 2: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

i

Pilihan Topik Matematika (Aplikasi dalam Analisis Rangkaian Listrik )

oleh Sudaryatno Sudirham

Page 3: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” ii

Hak cipta pada penulis.

SUDIRHAM, SUDARYATNO Beberapa Topik Matematika dan Aplikasinya Darpublic, Kanayakan D-30, Bandung, 40135.

Page 4: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

iii

Pengantar

Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik. Sudah barang tentu bahwa matematika sebagai ilmu dasar tidak hanya terpakai dalam analisis rangkaian listrik. Namun uraian dalam buku ini dikaitkan dengan buku-buku lain yang penulis susun, bahkan contoh-contoh persoalan yang diberikan banyak diambil dari buku-buku tersebut; dengan penulisan buku ini penulis bermaksud memberi penjelasan mengenai dasar matematika yang digunakan di dalamnya. Dalam buku ini penulis mencoba menyajikan bahasan matematika dari sisi pandang aplikasi teknik, dengan sangat membatasi penggunaan ungkapan matematis; pendefinisian dan pembuktian formula-formula diganti dengan pernyataan-pernyataan serta gambaran grafis yang lebih mudah difahami. Dengan cara demikian penulis berharap bahwa pengertian matematis yang diperlukan bisa difahami dengan lebih mudah. Pendalaman lebih lanjut dapat diperoleh dari buku-buku tentang matematika yang digunakan sebagai referensi dalam kuliah matematika.

Kemajuan teknologi komputer telah sangat membantu proses pemecahan persoalan di bidang teknik. Namun buku ini tidak membahas cara perhitungan dengan menggunakan komputer tersebut, melainkan menyajikan bahasan mengenai pengertian-pengertian dasar tentang topik matematika yang dipilih, yang penulis anggap dapat memberikan pemahaman mengenai proses perhitungan dengan menggunakan komputer.

Akhir kata, penulis harapkan tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, Juli 2012 Wassalam,

Penulis

Page 5: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” iv

Darpublic Kanayakan D-30, Bandung, 40135

Open Courses Open Course Ware disediakan oleh Darpublic di

www.ee-cafe.org dalam format .ppsx beranimasi

Page 6: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

v

Daftar Isi

Pengantar iii

Daftar Isi v

Bab 1: Pendahuluan: Pengertian Fungsi dan Grafik 1 Fungsi. Domain. Kurva, Kekontinyuan, Simetri. Bentuk Implisit. Fungsi Bernilai Tunggal dan Bernilai Banyak. Fungsi dengan Banyak Peubah Bebas. Koordinat Polar. Pembatasan Bahasan dan Sajian Bahasan.

Bab 2: Fungsi Linier 15 Fungsi Tetapan. Fungsi Linier – Persamaan Garis Lurus. Pergeseran Kurva. Perpotongan Garis.

Bab 3: Gabungan Fungsi Linier 29 Fungsi anak Tangga. Fungsi Ramp. Pulsa. Perkalian Ramp dan Pulsa. Gabungan Fungsi Ramp.

Bab 4: Mononom dan Polinom 39 Mononom: Mononom Pangkat Dua, Mononom Pangkat Tiga. Polinom: Fungsi Kuadrat. Penambahan Mononom Pangkat Tiga pada Fungsi Kuadrat.

Bab 5: Bangun Geometris 57 Persamaan Kurva. Jarak Antara Dua Titik. Parabola. Lingkaran. Elips. Hiperbola. Kurva berderajat Dua. Perputaran Sumbu.

Bab 6: Fungsi Trigonometri 71 Peubah Bebas Bersatuan Derajat. Peubah Bebas Bersatuan Radian. Fungsi Trigonometri Inversi.

Bab 7: Gabungan Fungsi Sinus 87 Fungsi Sinus Dan Cosinus. Kombinasi Fungsi Sinus. Spetrum Dan Lebar Pita Fungsi Periodik.

Bab 8: Fungsi Logaritma. Natural, Eksponensial, Hiperbolik 97 Fungsi Logaritma Natural. Fungsi Exponensial. Fungsi Hiperbolik.

Bab 9: Koordinat Polar 107 Relasi koordinat Polar dan Koordinat Sudut-siku. Persamaan Kurva Dalam Koordinat Polar. Persamaan Garis Lurus. Parabola, Elips, Hiperbola. Lemniskat dan Oval Cassini. Luas Bidang.

Page 7: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” vi

Bab 10: Turunan Fungsi Polinom 119 Pengertian Dasar. Mononom. Polinom. Nilai Puncak. Garis Singgung.

Bab 11: Turunan Fungsi-Fungsi 135 Fungsi Perkalian Dua Fungsi. Fungsi Pangkat Dari Suatu Fungsi. Fungsi Rasional. Fungsi Implisit. Fungsi Berpangkat Tidak Bulat. Kaidah Rantai. Diferensial dx dan dy.

Bab 12: Turunan Fungsi-Fungsi Transenden 147 Fungsi Trigonometri. Fungsi Trigonimetri Inversi. Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi. Fungsi Logaritmik. Fungsi Eksponensial.

Bab 13: Integral 155 Macam-macam Integral. Integral Tak Tentu, Integral Tentu. Luas Sebagai Suatu Integral. Aplikasi.

Bab 14: Integral Tak Tentu Fungsi-Fungsi 177 Fungsi Tetapan. Mononom. Polinom. Fungsi Pangkat dari Fungsi. Fungsi Berpangkat Satu. Fungsi Eksponensial. Tetapan Berpangkat Fungsi. Fungsi Trigonometri. Fungsi Hiperbolik. Integral Menghasilkan Fungsi Trigonometri. Tabel Relasi Diferensial-Integral.

Bab 15: Persamaan Diferensial Orde-1 187 Pengertian. Solusi. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa.

Bab 16: Persamaan Diferensial Orde-2 201 Persamaan Diferensial Linier Orde Dua. Tiga Kemungkinan Bentuk Solusi.

Bab 17: Matriks 211 Konsep Dasar Matriks. Pengertian dan Operasi Matriks. Matriks Khusus. Putaran Matriks. Sistem Persamaan Linier. Eliminasi Gauss. Kebalikan Matriks, Eliminasi Gauss-Jordan.

Page 8: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

vii

Bab 18: Bilangan dan Peubah Kompleks 241 Pengertian dan Definisi. Operasi-Operasi Aljabar. Repersentasi Grafis. Bentuk Sudut Siku dan Bentuk Polar. Fungsi Kompleks. Pole dan Zero. Aplikasi untuk Menyatakan Fungsi Sinus.

Bab 19: Transformasi Laplace 251 Pemahaman Transformasi Laplace. Transformasi Laplace. Sifat-sifat Transformasi Laplace. Transformasi Balik

Bab 20: Deret dan Transformasi Fourier 271 Deret Fourier. Koefisien Fourier. Deret Fourier Bentuk Eksponensial. Transformasi Fourier. Sifat-Sifat Transformasi Fourier. Transformasi Balik.

Daftar Pustaka 297

Biodata penulis 298

Page 9: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” viii

Page 10: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

1

Bab 1 Pendahuluan: Pengertian Fungsi dan Grafik

Fungsi dan dan bentuk-bentuk kurvanya akan kita gunakan secara luas di buku ini untuk memahami berbagai relasi matematis. Oleh karena itu bab pertama ini kita akan mempelajari secara umum lebih dulu mengenai fungsi dan grafik.

1.1. Fungsi

Apabila suatu besaran y memiliki nilai yang tergantung dari nilai besaran lain x, maka dikatakan bahwa besaran y tersebut merupakan fungsi besaran x. Contoh: panjang batang logam merupakan fungsi temperatur.

Secara umum suatu fungsi dituliskan sebagai sebuah persamaan

)(xfy = (1.1)

Perhatikan bahwa penulisan )(xfy ==== bukanlah berarti y sama dengan f

kali x, melainkan untuk menyatakan bahwa y merupakan fungsi dari x yang tidak lain adalah sebuah aturan atau sebuah ketentuan berapakah y akan memiliki nilai jika kepada x kita berikan suatu nilai.

y dan x adalah peubah (variable) yang dibedakan sebagai peubah-tak-bebas (y) dan peubah-bebas (x). Peubah-bebas x adalah simbol dari suatu besaran yang bisa memiliki nilai sembarang dari suatu set bilangan. Sementara peubah-tak-bebas y memiliki nilai yang tergantung dari nilai yang dimiliki x.

Dilihat dari nilai yang dimiliki oleh ruas kiri dan ruas kanan, (1.1) adalah sebuah persamaan. Namun kedua ruas itu memiliki peran yang berbeda. Kita ambil contoh dalam relasi fisis

)1(0 TLLT λ+=

dengan LT adalah panjang sebatang logam pada temperatur T, L0 adalah panjang pada temperatur nol, T temperatur dan λ adalah koefisien muai panjang. Panjang batang tergantung dari temperatur; makin tinggi temperatur makin panjang batang logam. Namun sebaliknya, makin panjang batang logam tidak selalu berarti temperaturnya makin tinggi.

Page 11: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 2

Jika logam tersebut mengalami beban tarikan misalnya, ia akan bertambah panjang namun tidak berarti temperaturnya meningkat.

Walaupun nilai x di ruas kanan (1.1) bisa berubah secara bebas, sementara ruas kiri tergantung dari ruas kanan, namun nilai x tetap harus ditenttukan sebatas mana ia boleh bervariasi.

1.2. Domain

Domain ialah rentang nilai (interval nilai) di mana peubah-bebas x bervariasi. Dalam kebanyakan aplikasi, rentang nilai ini bisa berbentuk sebagai berikut:

a). rentang nilai berupa bilangan-nyata yang terletak antara dua nilai a dan b. Kita tuliskan rentang nilai ini sebagai

a < x < b

Ini berarti bahwa x bisa memiliki nilai lebih besar dari a namun lebih kecil dari b. Rentang ini disebut rentang terbuka, yang dapat kita gambarkan sebagi berikut:

a b

a dan b tidak termasuk dalam rentang tersebut.

b). rentang nilai

a ≤ x < b

kita gambarkan sebagai

a b

Di sini a masuk dalam rentang nilai, tetapi b tidak. Ini merupakan rentang setengah terbuka.

c). rentang nilai

a ≤ x ≤ b

Dalam rentang ini baik a maupun b masuk dalam rentang nilai. Ini adalah rentang tertutup, dan kita gambarkan

a b

Page 12: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

3

1.3. Kurva, Kekontinyuan, Simetri

Kurva. Fungsi )(xfy ==== dapat divisualisasikan secara grafis. Dalam

visualisasi ini kita memerlukan koordinat. Suatu garis horisontal memanjang dari −∞ ke arah kiri sampai +∞ ke arah kanan, ditetapkan sebagai sumbu-x atau absis. Pada garis ini ditetapkan pula titik referensi 0 serta panjang satuan skala, sedemikian rupa sehingga kita dapat menggambarkan nilai-nilai x pada garis ini (lihat Gb.1.1); peubah x memiliki nilai yang berupa bilangan-nyata.

Gb.1.1. Sistem koordinat x-y atau koordinat sudut-siku.

Catatan: Suatu bilangan-nyata dapat dinyatakan dengan desimal terbatas maupun desimal tak terbatas. Contoh: 1, 2, 3, ......adalah bilangan-nyata bulat; 1,586 adalah bilangan-nyata dengan desimal terbatas; π adalah bilangan-nyata dengan desimal tak terbatas, yang jika hanya dilihat sampai sembilan angka di belakang koma nilainya adalah 3,141592654.

Selain sumbu-x ditetapkan pula sumbu-y yang tegak lurus pada sumbu-x, memanjang ke −∞ arah ke bawah dan +∞ arah ke atas, yang melewati titik referensi 0 di sumbu-x dan disebut ordinat. Titik perpotongan sumbu-y dengan sumbu-x merupakan titik referensi yang disebut titik-asal dan kita tulis berkoordinat [0,0]. Pada sumbu-y ditetapkan juga satuan skala seperti halnya pada sumbu-x, yang memungkinkan kita untuk menggambarkan posisi bilangan-nyata di sumbu-y. Besaran fisik yang dinyatakan dengan peubah-tak-bebas dalam skala sumbu-y tidak harus sama dengan besaran fisik dan skala sumbu-x; misalnya sumbu-x

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

P[2,1]

Q[-2,2]

R[-3,-3]

S[3,-2]

y

x IV

I II

III

Page 13: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 4

menunjukkan waktu dengan satuan detik/skala, sedangkan sumbu-y menunjukkan jarak dengan satuan meter/skala.

Bidang datar di mana kita menggambarkan sumbu-x dan sumbu-y, selanjutnya kita sebut bidang x-y, akan terbagi dalam 4 kuadran, yaitu kuadran I, II, III dan IV seperti terlihat pada Gb.1.1.

Setiap titik K pada bidang datar ini dapat kita nyatakan posisinya sebagai K[xk,yk], dengan xk dan yk berturut-turut menunjukkan jumlah skala di sumbu-x dan di sumbu-y dari titik K yang sedang kita tinjau. Pada Gb.1.1. misalnya, posisi empat titik yang digambarkan di kuadran I, II, III, IV, masing-masing kita tuliskan sebagai P[2,1], Q[-2,2], R[-3,-3] dan S[3,-2].

Dengan demikian setiap pasangan bilangan-nyata akan berkaitan dengan satu titik di bidang x-y. Dengan cara inilah pasangan nilai yang dimiliki oleh ruas kiri dan ruas kanan suatu fungsi y = f(x) dapat divisualisasikan pada bidang x-y. Visualisasi itu akan berbentuk kurva fungsi y di bidang x-y, dan kurva ini memiliki persamaan y = f(x), sesuai dengan pernyataan fungsi yang divisualisasikannya.

Contoh: sebuah fungsi

xy 5,0= (1.2)

Setiap nilai x akan menentukan satu nilai y. Jika kita muatkan dalam suatu tabel, nilai x dan y akan terlihat seperti pada Tabel-1.1.

Tabel-1.1.

x -1 0 1 2 3 4 dst. y -0,5 0 0,5 1 1,5 2 dst.

Fungsi xy 5,0= yang memiliki pasangan nilai x dan y seperti

tercantum dalam Tabel-1.1. di atas akan memberikan kurva seperti terlihat pada Gb.1.2. Kurva ini berbentuk garis lurus melalui titik-asal [0,0] dan memiliki kemiringan tertentu (yang akan kita pelajari lebih lanjut); persamaan garis ini adalah xy 5,0= .

Dengan contoh ini, relasi (1.2) yang merupakan relasi fungsional, setelah berbentuk kurva berubah menjadi sebuah persamaan yaitu persamaan dari kurva yang diperoleh. Ruas kiri dan kanan persamaan ini menjadi berimbang karena melalui kurva tersebut kita

Page 14: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

5

bisa mendapatkan dengan mudah nilai y jika diketahui nilai x, dan sebaliknya kita juga dapat memperoleh nilai x jika diketahui nilai y.

Gb.1.2. Kurva dari fungsi xy 5,0====

Dengan contoh di atas kita mengerti bahwa fungsi xy 5,0= membentuk

kurva dengan persamaan xy 5,0= di bidang x-y. Dalam contoh ini titik-

titik P, Q, dan R terletak pada garis tersebut dengan koordinat P[-1,-0.5], Q[2,1], R[3,1.5]. Pengertian tentang fungsi dan persamaan kurva ini perlu kita fahami benar karena kedua istilah ini akan muncul secara paralel dalam pembahasan bentuk-bentuk geometris.

Kekontinyuan. Suatu fungsi yang kontinyu dalam suatu rentang nilai x tertentu, akan membentuk kurva yang tidak terputus dalam rentang tersebut. Syarat untuk terjadinya fungsi yang kontinyu dinyatakan sebagai berikut:

Suatu fungsi y = f(x) yang terdefinisi di sekitar x = c dikatakan kontinyu di x = c jika dipenuhi dua syarat, yaitu:

(1) fungsi tersebut memiliki nilai yang terdefinisi sebesar f(c) di x = c;

(2) nilai f(x) akan menuju f(c) jika x menuju c; pernyataan ini kita tuliskan sebagai )()(lim cfxf

cx=

→ yang kita baca limit f(x)

untuk x menuju c sama dengan f(c).

Contoh: Kita lihat misalnya fungsi y = 1/x. Pada x = 0 fungsi ini tidak terdefinisi karena 1/0 tidak dapat kita tentukan berapa nilainya;

)(lim xfcx→

tidak terdefinisi jika x menuju nol. Kedua persyaratan

∆x ∆y

-0,5

0

0,5

1

1,5

2

2,5

-1

0 1 2 3 4 x

y R

P

Q

Page 15: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 6

kekontinyuan tidak dipenuhi; ia merupakan fungsi tak-kontinyu di x = 0. Hal ini berbeda dengan fungsi yang terdefinisikan di x = 0 (lihat selanjutnya ulasan di Bab-3) sebagai

0untuk 0

0untuk 1 ),(

<=≥==

xy

xyxuy

yang bernilai 0 untuk x < 0 dan bernilai 1 untuk x ≥ 0. Perhatikan Gb.1.3.

Tak terdefinikan di x = 0.

Terdefinisikan di x = 0

Gb.1.3. Fungsi xy /1= dan )(xuy =

Simetri. Kurva suatu fungsi mungkin simetris terhadap garis atau titik tertentu

a) jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan −x maka kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y;

b) jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva fungsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III.

c) jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan −y, kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-x.

y = 1/x

y = 1/x

y

x

-1

0

1

-10 -5 0 5 10

y

x

y = u(x) 1

0 0

Page 16: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

7

d) jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y, kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].

Contoh: Perhatikan contoh pada Gb.1.4. berikut ini.

Kurva y = 0,3x2 simetris terhadap sumbu-y. Jika kita ganti nilai x = 2 dengan x = - 2, nilai tidak berubah karena x berpangkat genap. Kurva y = 0,05x3 simetris terhadap titik-asal [0,0]. Di sini x berpangkat ganjil sehingga fungsi tidak akan berubah jika x diganti – x dan y diganti – y.

Kurva 922 =+ yx simetris terhadap sumbu-x, simetris terhadap

sumbu-y, simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III, dan juga simetris terhadap garis-bagi kuadran II dan IV.

Gb.1.4. Contoh-contoh kurva fungsi yang memiliki simetri.

1.4. Bentuk Implisit

Suatu fungsi kebanyakan dinyatakan dalam bentuk eksplisit dimana peubah-tak-bebas y secara eksplisit dinyatakan dalam x, seperti

)(xfy = . Namun sering kali kita jumpai pula bentuk implisit di mana

nilai y tidak diberikan secara eksplisit dalam x. Berikut ini adalah beberapa contoh bentuk implisisit.

-6

-3

0

3

6

-6 -3 0 3 6

y = 0,3x2

y = 0,05x3 y2 + x2 = 9

x

y

tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y

tidak berubah bila x diganti −x

tidak berubah jika x diganti −x x dan y diganti dengan −x dan −y x dan y dipertukarkan y diganti dengan −y

Page 17: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 8

8

1

1

22

2

22

=++

=

==+

yxyx

xy

xy

yx

(1.3)

Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, setiap nilai peubah-bebas x akan memberikan satu atau lebih nilai peubah-tak-bebas y. Contoh pertama sampai ke-tiga pada (1.3) dengan mudah kita ubah dalam bentuk eksplisit sehingga untuk menggambarkan fungsi tersebut kedalam sistem koordinat x-y dengan menggunakan tabel tidaklah terlalu sulit. Contoh yang ke-empat agak sulit, namun persamaan tersebut dapat dijadikan bentuk persamaan kuadrat

822 =++ yxyx ⇒ 0)8( 22 =−++ xxyy

yang akar-akarnya adalah

2

)8(4,

22

21−−±−

=xxx

yy

Nilai y1 dan y2 dapat dihitung untuk setiap x yang masih memberikan nilai nyata untuk y. Perhatikan bahwa akar-akar persamaan ini dapat kita tuliskan sebagai

2

)8(4

2

22 −−±−=

xxxy (1.4)

yang merupakan bentuk pernyataan eksplisit )(xfy = . Kurva fungsi

ini terlihat pada Gb.1.5.

Gb.1.5. Kurva 2

)8(4

2

22 −−±−=

xxxy

-8

-4

0

4

8

-4 -2 0 2 4 x

y

Page 18: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

9

1.5. Fungsi Bernilai Tunggal dan Fungsi Bernilai Banyak

Fungsi Bernilai Tunggal. Fungsi yang hanya memiliki satu nilai peubah-tak-bebas untuk setiap nilai peubah-bebas, disebut fungsi bernilai tunggal. Berikut ini contoh fungsi bernilai tunggal.

1). 25,0 xy = .

Pada fungsi ini setiap nilai x hanya memberikan satu nilai y. Kurva dari fungsi ini diperlihatkan pada Gb.1.6. Kita tahu bahwa kurva fungsi ini simetris terhadap sumbu-y namun dalam gambar ini terutama diperlihatkan rentang x ≥ 0.

Gb.1.6. Kurva 25,0 xy =

2). xy += .

Pada fungsi ini, y hanya mengambil nilai positif. Oleh karena itu ia bernilai tunggal dengan kurva seperti terlihat pada Gb 1.7.

Gb.1.7. Kurva xy +=

0

0,4

0,8

1,2

1,6

0 0,5 1 1,5

2 x

y

0

2

4

6

8

-1 0 1 2 3 4 x

y

Page 19: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 10

3). xy −= .

Peubah tak-bebas y hanya mengambil nilai negatif. Oleh karena itu ia bernilai tunggal dengan kurva seperti terlihat pada Gb.1.8. Sesungguhnya kurva fungsi ini adalah pasangan dari kurva

xy += . Hal ini terlihat pada Gb.1.11 di mana y mengambil nilai

baik positif maupun negatif.

Gb.1.8. Kurva xy −=

4). xy 10log= .

Sebelum melihat kurva fungsi ini ada baiknya kita mengingat kembali tentang logaritma.

log10 adalah logaritma dengan basis 10; log10a berarti berapakah 10 harus dipangkatkan agar diperoleh a. Jadi

xy 10log= berarti xy =10

01log101 ==y ;

31000log102 ==y ;

30103,02log103 ==y ; ...dst.

Kurva fungsi xy 10log= terlihat pada Gb.1.9.

Gb.1.9. Kurva xy 10log=

-1,6

-1,2

-0,8

-0,4

0 0 0,5 1 1,5 2 x

y

-0,8

-0,4

0

0,4

0,8

0 1 2 3 4 x

y

Page 20: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

11

5). 2xxy == .

Fungsi ini berlaku untuk nilai x negatif maupun positif.

Perhatikanlah bahwa 2x tidak hanya sama dengan x, melainkan ± x. Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.1.10.

Gb.1.10. Kurva y = |x| = √x2

Fungsi Bernilai Banyak. Jika untuk satu nilai peubah-bebas terdapat lebih dari satu nilai peubah-tak-bebas, fungsi tersebut disebut bernilai banyak. Berikut ini adalah contoh fungsi bernilai banyak.

1). Fungsi xy ±= .

Perhatikan bahwa ada dua nilai y untuk setiap nilai x. Sesungguhnya

x bernilai ± x dan bukan hanya x saja. Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.1.11. Jika y hanya mengambil nilai positif atau negatif saja, fungsi akan menjadi bernilai tunggal, sebagaimana disebutkan pada contoh 2 dan 3 pada fungsi bernilai tunggal .

Gb.1.11. Kurva xy ±=

-2

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

2

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 x

y

0

1

2

3

4

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 x

y

Page 21: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 12

2). Fungsi x

y12 = .

Fungsi ini bernilai banyak; ada dua nilai y untuk setiap nilai x. Kurva fungsi ini diperlihatkan pada Gb.1.12.

Gb.1.12. Kurva xy /12 = ⇒ xy /1±=

1.6. Fungsi Dengan Banyak Peubah Bebas

Fungsi dengan banyak peubah bebas tidak hanya tergantung dari satu peubah bebas saja, x, tetapi juga tergantung dari peubah bebas yang lain. Misalkan suatu fungsi dengan dua peubah bebas x dan t dinyatakan sebagai

),( txfy = (1.5)

Sesungguhnya dalam peristiwa fisis banyak fungsi yang merupakan fungsi dengan peubah-bebas banyak, misalnya persamaan gelombang berjalan. Simpangan gelombang berjalan merupakan fungsi dari posisi (x) dan waktu (t).

Secara umum kita menuliskan fungsi dengan peubah-bebas banyak sebagai

),,,,( vuzyxfw = (1.6)

untuk menyatakan secara eksplisit fungsi w dengan peubah bebas x, y, z,u,dan v.

Fungsi dengan peubah bebas banyak juga mungkin bernilai banyak, misalnya

-10

-5

0

5

10

0 1 2 3 x

y

Page 22: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

13

2222 zyx ++=ρ (1.7)

Fungsi ini akan bernilai tunggal jika kita hanya meninjau nilai positif dari ρ dan kita nyatakan fungsi yang bernilai tunggal ini sebagai

222 zyx +++=ρ (1.8)

1.7. Sistem Koordinat Polar Selain sistem koordinat sudut-siku di mana posisi titik dinyatakan dalam skala sumbu-x dan sumbu-y, kita mengenal pula sistem koordinat polar. Dalam sistem koordinat polar ini posisi titik dinyatakan oleh jarak titik ke titik asal [0,0] yang diberi simbol r, dan sudut yang terbentuk antara r dengan sumbu-x yang diberi simbol θ. Kalau dalam koordinat sudut-siku posisi titik dinyatakan sebagai P(x,y) maka dalam koordinat polar dinyatakan sebagai P(r,θ).

Hubungan antara koordinat susut siku dan koordinat polar adalah

θ= sinry ;

θ= cosrx ;

22 yxr +=

)/(tan 1 xy−=θ

Hubungan ini terlihat pada Gb.1.13.

Gb.1.13. Hubungan koordinat sudut-siku dan koordinat polar.

x

P

θ

r

y

rsinθ

rcosθ

Page 23: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 14

1.8. Fungsi Parametrik

Dalam koordinat sudut-siku fungsi )(xfy = mungkin juga dituliskan

sebagai

)(tyy = )(txx = (1.10)

jika y dan x masing-masing tergantung dari peubah lain t. Fungsi yang demikian disebut fungsi parametrik dengan t sebagai parameter.

Page 24: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

15

Bab 2 Fungsi Linier

2.1. Fungsi Tetapan

Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai x dari −∞ sampai +∞. Kita tuliskan

ky = [2.1]

dengan k bilangan-nyata. Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.2.1. berupa garis lurus mendatar sejajar sumbu-x, dalam rentang nilai x dari −∞ sampai +∞.

-4

0

5

-5 0 5 x

y

y = 4

y = −3,5

Gb.2.1. Fungsi tetapan (konstan):

4=y dan 5,3−=y .

2.2. Fungsi Linier - Persamaan Garis Lurus

Persamaan (2.1) adalah satu contoh persamaan garis lurus yang merupakan garis mendatar sejajar sumbu-x, dengan kurva seperti terlihat pada Gb.2.1. Kurva yang juga merupakan garis lurus tetapi tidak sejajar sumbu-x adalah kurva yang memiliki kemiringan tertentu. Kemiringan garis ini adalah perbandingan antara perubahan y terhadap perubahan x, atau kita tuliskan

∆∆==

" delta"

" delta" :dibaca , kemiringan

x

y

x

ym (2.2)

Page 25: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 16

Dalam hal garis lurus, rasio x

y

∆∆ memberikan hasil yang sama di titik

manapun kita menghitungnya. Artinya suatu garis lurus hanya mempunyai satu nilai kemiringan, yaitu yang diberikan oleh m pada fungsi mxy = . Gb.2.2. berikut ini memperlihatkan empat contoh kurva

garis lurus yang semuanya melewati titik-asal [0,0] akan tetapi dengan kemiringan yang berbeda-beda. Garis xy = lebih miring dari

xy 5,0= , garis xy 2= lebih miring dari xy = dan jauh lebih miring

dari xy 5,0= , dan ketiganya miring ke atas. Makin besar nilai m, garis

akan semakin miring. Garis yang ke-empat memiliki m negatif −1,5 dan ia miring ke bawah (menurun).

Gb.2.2. Empat contoh kurva garis lurus mxy = .

Secara umum, persamaan garis lurus yang melalui titik-asal [0,0] adalah

mxy = (2.3)

dengan m menunjukkan kemiringan garis; makin besar nilai m garis akan semakin miring. Jika m bernilai positif, garis miring ke atas (naik). Jika m bernilai negatif, garis akan miring ke bawah (menurun).

2.3. Pergeseran Kurva dan Persamaan Garis

Bagaimanakah persamaan garis lurus jika ia tidak melalui titik-asal [0,0] melainkan memotong sumbu-y misalnya di titik [0,2]? Misalkan garis ini memiliki kemiringan 2. Setiap nilai y pada garis ini untuk suatu nilai x, sama dengan nilai y pada garis yang melalui [0,0], yaitu y = 2x, ditambah 2. Oleh karena itu kita dapat menuliskan persamaa garis ini sebagai

22 += xy . Perhatikan Gb.2.3.

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-1 0 1 2 3 4 x

y

y = 0,5x y = x

y = 2x

y = -1,5 x

Page 26: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

17

Gb.2.3. Garis lurus melalui titik [0,2], kemiringan 2.

Secara umum, persamaan garis dengan kemiringan m dan memotong sumbu-y di [0,b] adalah

mxby =− )( (2.4)

b bisa positif ataupun negatif. Jika b positif, maka garis tergeser ke arah sumbu-y positif (ke atas) yang berarti garis memotong sumbu-y di atas titik [0,0]. Jika b negatif, garis tergeser kearah sumbu-y negatif (ke bawah); ia memotong sumbu-y di bawah titik [0,0]. Secara singkat, b pada (2.4) menunjukkan pergeseran kurva y sepanjang sumbu-y.

Kita lihat sekarang garis yang memiliki kemiringan 2 dan memotong sumbu-x di titik [a,0], misalnya di titik [1,0]. Lihat Gb.2.4. Dibandingkan dengan garis yang melalui titik [0,0] yaitu garis xy 2= ,

setiap nilai y pada garis ini terjadi pada (x−1) pada garis xy 2= ; atau

dengan kata lain nilai y pada garis ini diperoleh dengan menggantikan nilai x pada garis xy 2= dengan (x−1). Contoh: y = 2,8 pada garis ini

terjadi pada x = x1 dan hal ini terjadi pada )1( 1 −= xx pada kurva

xy 2= .

Gb.2.4. Garis lurus melalui titik [1,0].

x1 x1−1

y = 2x

-4

-2

2

4

6

8

-1 0 1 2 3 4 x

y

0

y =2(x–1)

y = 2x

y = 2x + 2

-4

-2

0

2

4

6

8

10

-1 0 1 2 3 4 x

Page 27: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 18

Secara umum persamaan garis yang melalui titik [a,0] dengan kemiringan m kita peroleh dengan menggantikan x pada persamaan

mxy = dengan (x−a). Persamaan garis ini adalah

)( axmy −= (2.5)

Pada persamaan (2.5), jika a positif garis mxy ==== tergeser ke arah

sumbu-x positif (ke kanan); dan jika a negatif garis itu tergeser ke arah sumbu-x negatif (ke kiri). Secara singkat a pada (2.5) menunjukkan pergeseran kurva y sejajar sumbu-x.

Pada contoh di atas, dengan tergesernya kurva ke arah kanan dan memotong sumbu-x di titik [1,0] ia memotong sumbu-y di titik [0,-2]. Suatu garis yang titik perpotongannya dengan kedua sumbu diketahui, pastilah kemiringannya diketahui. Dalam contoh di atas, kemiringannya adalah

21

2

1

)2(0 ========−−−−−−−−========

x

ym

∆∆

dan persamaan garis adalah

22 −= xy (2.6)

Bandingkanlah persamaan ini dengan persamaan (2.4), dengan memberikan m = 2 dan b = −2.

Secara umum, persamaan garis yang memotong sumbu-sumbu koordinat di [a,0] dan [0,b] adalah

a

bmbmxy −=+= dengan (2.7)

Contoh:

-4

-2

2

4

6

8

-1 0 1 2 3 4 x

y

0

garis memotong sumbu x di 2, dan memotong sumbu y di 4

Persamaan garis: 4242

4 +−=+−= xxy

Page 28: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

19

Bagaimanakah persamaan garis lurus yang tidak terlihat perpotongannya dengan sumbu-sumbu koordinat? Persamaan garis demikian ini dapat dicari jika diketahui koordinat dua titik yang ada pada garis tersebut. Lihat Gb.2.5.

Pada Gb.2.5. kemiringan garis dengan mudah kita peroleh, yaitu

)(

)(

12

12

xx

yy

x

ym

−−=

∆∆= (2.8)

Gb.2.5. Garis lurus melalui dua titik.

Persamaan (2.8) ini harus berlaku untuk semua garis yang melalui dua titik yang diketahui koordinatnya. Jadi secara umum harus berlaku

12

12

xx

yym

−−= (2.9)

Dengan demikian maka persamaan garis yang memiliki kemiringan ini adalah

)( 11 xxmyy −=− (2.10)

Persamaan (2.10) inilah persamaan garis lurus dengan kemiringan m yang diberikan oleh (2.9), bergeser searah sumbu-y sebesar y1 dan bergeser searah sumbu-x sebesar x1.

Contoh: Carilah persamaan garis yang melalui dua titik P(5,7) dan Q(1,2).

[x1,y1]

[x2,y2]

-4

-2

0

2

4

6

8

-1 0 1 3 x

y

2

Page 29: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 20

Kemiringan garis ini adalah 25,115

27 =−−=

−=

Qp

QP

xx

yym

Kemiringan garis ini memberikan persamaan garis yang melalui titik asal xy 25,1= . Persamaan garis dengan kemiringan ini yang

melalui titik P(5,7) adalah

75,025,1

725,625,1)5(25,17

+=+−=→−=−

xy

xyxy

Kita bisa melihat secara umum, bahwa kurva suatu fungsi

)(xfy =

akan tergeser sejajar sumbu-x sebesar x1 skala jika x diganti dengan (x − x1), dan tergeser sejajar sumbu-y sebesar y1 skala jika y diganti dengan (y − y1)

)(xfy = menjadi )( 1xxfy −= atau )(1 xfyy =− (2.11)

Walaupun (2.11) diperoleh melalui pembahasan fungsi linier, namun ia berlaku pula untuk fungsi non linier. Fungsi non linier memberikan kurva garis lengkung yang akan kita pelajari dalam bab-bab selanjutnya.

Contoh:

Contoh:

Kita kembali pada contoh sebelumnya, yaitu persamaan garis yang melalui titik P(5,7) dan Q(1,2). Persamaan garis dengan

y + 2 = 2x (pergeseran –2 searah sumbu-y)

y = 2x

-4

-2

2

4

6

8

-1 0 1 2 3 4 x

y

0

kurva semula

atau

y = 2(x – 1) (pergeseran +1 searah sumbu-x)

Page 30: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

21

kemiringan 1,25 dan melalui titik asal adalah xy 25,1= . Garis ini

harus kita geser menjadi )(25,1)( axby −=− agar melalui titik P

dan Q. Nilai a dan b dapat kita peroleh jika kita masukkan koordinat titik yang diketahui, P(5,7) dan Q(1,2). Dengan memasukkan koordinat titik ini kita dapatkan persamaan

)5(25,17 ab −=− dan )1(25,12 ab −=−

Dari sini kita akan mendapatkan nilai a = −0,6 dan juga b = 0,75 sehingga persamaan garis yang melalui titik P(5,7) dan Q(1,2) dapat diperoleh, yaitu xy 25,175,0 =− atau )6,0(25,1 += xy .

Garis ini memotong sumbu-y di +0,75 dan memotong sumbu-x di −0,6.

2.4. Perpotongan Garis

Dua garis lurus

111 bxay += dan 222 bxay +=

berpotongan di titik P sehingga koordinat P memenuhi 21 yy =

2p21P1 bxabxa +=+

sehingga

2P2P1P1P

21

12P

atau

bxaybxay

aa

bbx

+=+=⇒

−−=⇒

(2.12)

Contoh:

Titik potong dua garis 84dan 32 21 −=+= xyxy

112843221 =→−=+→= xxxyy

5,52

11P ==x ; 1435,5232P =+×=+= xy

atau 1485,54P =−×=y

Jadi titik potong adalah 14] P[(5,5), . Perhatikan Gb.2.6. berikut

ini.

Page 31: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 22

Gb.2.6. Perpotongan dua garis.

Jika kedua garis memiliki kemiringan yang sama sudah barang tentu kita tak akan memperoleh titik potong karena mereka sejajar; dikatakan juga mereka berpotongan di ∞.

Contoh: Dua garis 84dan 34 21 −=+= xyxy adalah sejajar.

2.5. Pembagian Skala Pada Sumbu Koordinat

Pada penggambaran kurva-kurva di atas, panjang per skala kedua sumbu koordinat tidak sama. Apabila panjang per skala dibuat sama kita akan memiliki kemiringan garis

θ= tanm (2.13)

dengan θ adalah sudut yang dibentuk oleh garis lurus dengan sumbu-x atau dengan garis mendatar, seperti pada Gb.2.7.

Gb.2.7. Panjang per skala sama di sumbu-x dan y.

Sesungguhnya formulasi (2.13) berlaku umum, baik untuk pembagian skala di kedua sumbu koordinat sama besar ataupun tidak. Namun jika

-30

-20

-10

0

10

20

30

-10 -5 0 5 10

y

x

P ⇒ Koordinat P memenuhi persamaan y1 maupun y2.

y2

y1

−5

y

x | |

5

5 θ= tanm

θ

Page 32: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

23

pembagian skala tersebut sama besar, sudut θ yang terlihat dalam grafik menunjukkan kemiringan garis sebenarnya; jika pembagian tidak sama besar sudut θ yang terlihat pada grafik bukanlah sudut sebenarnya sehingga sudut θ sebenarnya harus dihitung dari formula (2.13) dan bukan dilihat dari grafik. 2.6. Domain, Kekontinyuan, Simetri

Pada fungsi linier baxmy +−= )( , peubah y akan selalu memiliki nilai,

berapapun x. Peubah x bisa bernilai dari −∞ sampai +∞. Fungsi ini juga kontinyu dalam rentang tersebut.

Kurva fungsi mxy = simetris terhadap titik asal [0,0] karena fungsi ini

tak berubah jika y diganti dengan −y dan x diganti dengan −x.

2.7. Contoh-Contoh Fungsi Linier

Contoh-contoh fungsi linier berikut ini mamberikan gambaran bahwa fungsi linier dengan kurva yang kita gambarkan berbentuk garis lurus, merupakan bentuk fungsi yang biasa kita jumpai dalam praktik rekayasa.

1). Suatu benda dengan massa m yang mendapat gaya F akan memperoleh percepatan.

maF = ; a adalah percepatan

Jika tidak ada gaya lain yang melawan F, maka dengan percepatan a benda akan memiliki kecepatan sebagai fungsi waktu sebagai

atvtv += 0)(

v kecepatan gerak benda, v0 kecepatan awal, t waktu. Jika kecepatan awal adalah nol maka kecepatan gerak benda pada waktu t adalah

attv =)(

2) Dalam tabung katoda, jika beda tegangan antara anoda dan katoda adalah V , dan jarak antara anoda dan katoda adalah l maka antara anoda dan katoda terdapat medan listrik sebesar

l

VE =

Page 33: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 24

Elektron yang muncul di permukaan katoda akan mendapat percepatan dari adanya medan listrik sebesar

eEa =

a adalah percepatan yang dialami elektron, e muatan elektron, E medan listrik. Jika kecepatan awal elektron adalah nol, dan waktu tempuh dari anoda ke katoda adalah t, maka kecepatan elektron pada waktu mencapai katoda adalah

atvk =

3) Suatu pegas, jika ditarik kemudian dilepaskan akan kembali pada posisi semula jika tarikan yang dilakukan masih dalam batas elastisitas pegas. Gaya yang diperlukan untuk menarik pegas sepanjang x merupakan fungsi linier dari x.

kxF =

dengan k adalah konstanta pegas.

4) Dalam sebatang logam sepanjang l, akan mengalir arus listrik sebesar i jika antara ujung-ujung logam diberi perbedaan tegangan sebesar V. Arus yang mengalir merupakan fungsi linier dari tegangan dengan relasi

R

VGVi == , dengan

RG

1=

G adalah tetapan yang disebut konduktansi listrik dan R disebut resistansi listrik.Persamaan ini juga bisa dituliskan

iRV = yang dikenal sebagai relasi hukum Ohm dalam kelistrikan.

Jika penampang logam adalah A dan rata sepanjang logam, maka resistansi dapat dinyatakan dengan

A

lR

ρ=

ρ disebut resistivitas bahan logam.

]]]] anoda katoda

l

Page 34: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

25

Kerapatan arus dalam logam adalah A

ij = dan dari persamaan di

atas kita peroleh

El

V

RA

V

A

ij σ=

ρ=== 1

dengan lVE /= adalah kuat medan listrik dalam logam, ρ=σ /1

adalah konduktivitas bahan logam.

Secara infinitisimal kuat medan listrik adalah gradien potensial atau

gradien dari V yang kita tuliskan dx

dVE = . Mengenai pengertian

gradien akan kita pelajari di Bab-9.

5). Peristiwa difusi. Secara thermodinamis, faktor pendorong untuk terjadinya difusi, yaitu penyebaran materi menembus materi lain, adalah adanya perbedaan konsentrasi. Situasi ini analog dengan peristiwa aliran muatan listrik di mana faktor pendorong untuk terjadinya aliran muatan adalah perbedaan tegangan.

Analog dengan peristiwa listrik, fluksi materi yang berdifusi dapat kita tuliskan sebagai

dx

dCDJx −=

D adalah koefisien difusi, dC/dx adalah variasi konsentrasi dalam keadaan mantap di mana C0 dan Cx bernilai konstan. Relasi ini disebut Hukum Fick Pertama yang secara formal menyatakan bahwa fluksi dari materi yang berdifusi sebanding dengan gradien konsentrasi; dengan kata lain fluksi materi yang berdifusi merupakan fungsi linier dari gradien konsentrasi.

Berikut ini tersaji soal-soal untuk latihan. Soal-soal ini hanya berkenaan dengan kurva garis lurus. Namun dengan contoh-contoh di atas kita menyadari bahwa fungsi linier bukan hanya sekedar pernyataan suatu

xa x

Ca

Cx

materi masuk di xa

materi keluar di x

∆x

Page 35: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 26

garis lurus melainkan suatu bentuk fungsi yang banyak dijumpai dalam praktik rekayasa.

Soal-Soal 1. Tentukan persamaan garis-garis yang membentuk sisi segi-lima

yang tergambar di bawah ini.

2. Carilah koordinat titik-titik potong dari garis-garis tersebut pada soal nomer-1 di atas.

3. Carilah persamaan garis yang a) melalui titik asal (0,0) dan sejajar garis y2; b) melalui titik asal (0,0) dan sejajar dengan garis y3.

4. Carilah persamaan garis yang melalui a) titik potong y1 − y2 dan titik potong y3 – y4 ; b) titik potong y3 − y4 dan titik potong y1 – y5 ; c) titik potong y1 − y2 dan titik potong y4 – y5.

5. Carilah persamaan garis yang a) melalui titik potong y1 – y5 dan sejajar dengan garis y2 ; b) melalui titik potong y4 – y5 dan sejajar dengan garis y1.

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

y1 y2

y3

y4

y5

y

x

Page 36: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

27

Bab 3 Gabungan Fungsi Linier

Fungsi-fungsi linier banyak digunakan untuk membuat model dari perubahan-perubahan besaran fisis. Perubahan besaran fisis mungkin merupakan fungsi waktu, temperatur, tekanan atau yang lain. Artinya waktu, temperatur, tekanan dan lainnya itu menjadi peubah bebas, x, sedangkan besaran fisis yang tergantung padanya merupakan peubah tak bebas, y.

Pada umumnya perubahan besaran fisis terjadi secara tidak linier. Jika dalam batas-batas tertentu perubahan tersebut dapat dianggap linier, besaran fisis tersebut dapat dimodelkan dengan memanfaatkan fungsi-fungsi linier dan model ini kita sebut model linier dari besaran fisis tersebut. Fungsi-fungsi berikut ini biasa dijumpai dalam analisis rangkaian listrik. 3.1. Fungsi Anak Tangga

Fungsi tetapan membentang pada nilai x dari −∞ sampai +∞. Jika kita menginginkan fungsi bernilai konstan yang muncul pada x = 0 dan membentang hanya pada arah x positif, kita memerlukan fungsi lain yang disebut fungsi anak tangga satuan yang didefinisikan bernilai nol untuk x < 0, dan bernilai satu untuk x ≥ 0 dan dituliskan sebagai )(xu . Jadi

0untuk 0

0untuk 1)(

<=≥=

x

xxu (3.1)

Jika suatu fungsi tetapan ky ==== dikalikan dengan fungsi anak tangga

satuan, akan kita peroleh suatu fungsi lain yang kita sebut fungsi anak tangga (disebut juga undak), yaitu

)(xkuy = (3.2)

Fungsi anak tangga (3.2) bernilai nol untuk x < 0, dan bernilai k untuk x ≥ 0. Gb.3.1. memperlihatkan kurva dua fungsi anak tangga. Fungsi

)(5,3 xuy = dan fungsi )(5,2 xuy −= yang bernilai nol untuk x < 0

dan bernilai 3,5 dan −2,5 untuk x ≥ 0.

Page 37: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 28

-4

0

5

-5 0 5 x

y y = 3,5 u(x)

y = −2,5 u(x)

Gb.3.1. Fungsi anak tangga.

Fungsi anak tangga seperti (3.2) dikatakan mulai muncul pada x = 0 dan k disebut amplitudo. Kita lihat sekarang fungsi anak tangga yang baru muncul pada x = a. Ini tidak lain adalah fungsi anak tangga tergeser. Fungsi demikian ini dinyatakan dengan mengganti peubah x dengan

)( ax − . Dengan demikian maka fungsi anak tangga

)( axkuy −= (3.3)

merupakan fungsi yang mulai muncul pada x = a dan disebut fungsi anak tangga tergeser dengan pergeseran sebesar a. Jika a positif fungsi ini bergeser ke arah positif sumbu-x dan jika negatif bergeser ke arah negatif sumbu-x. Gb.3.2. memperlihatkan kurva fungsi seperti ini.

-4

0

5

-5 0 5 x

y

y = 3,5 u(x−1)

1

Gb.3.2. Kurva fungsi anak tangga tergeser.

Perhatikanlah bahwa fungsi anak tangga memiliki nilai yang terdefinisi di x = 0. Oleh karena itu fungsi ini kontinyu di x = 0, berbeda dengan fungsi y = 1/x yang tidak terdefinisi di x = 0 (telah disinggung di Bab-1).

Page 38: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

29

3.2. Fungsi Ramp

Telah kita lihat bahwa fungsi y = ax berupa garis lurus dengan kemiringan a, melalui titik [0,0], membentang dari x = -∞ sampai x = +∞. Fungsi ramp terbentuk jika persamaan garis tersebut bernilai nol untuk x < 0, yang dapat diperoleh dengan mengalikan ax dengan fungsi anak tangga satuan u(x) (yang telah didefisisikan lebih dulu bernilai nol untuk x < 0). Jadi persamaan fungsi ramp adalah

)(xaxuy = (3.4)

Jika kemiringan a = 1, fungsi tersebut menjadi fungsi ramp satuan.

Fungsi ramp tergeser adalah

)()( gxugxay −−= (3.5)

dengan g adalah pergeserannya. Perhatikanlah bahwa pada (3.5) bagian )(1 gxay −= adalah fungsi linier tergeser sedangkan

)(2 gxuy −= adalah fungsi anak tangga satuan yang tergeser. Gb.3.3.

memperlihatkan kurva fungsi ramp satuan )(1 xxuy = , fungsi ramp

)(22 xxuy = , dan fungsi ramp tergeser )2()2(5,13 −−= xuxy .

Gb.3.3. Ramp satuan y1 = xu(x), ramp y2 = 2xu(x),

ramp tergeser y3 = 1,5(x-2)u(x-2). 3.3. Pulsa

Pulsa merupakan fungsi yang muncul pada suatu nilai x1 tertentu dan menghilang pada x2>x1. Bentuk pulsa ini dapat dinyatakan dengan gabungan dua fungsi anak tangga, yang memiliki amplitudo sama tetapi

0

1

2

3

4

5

6

-1 0 1 2 3 4 x

y y1 = xu(x)

y2 = 2xu(x)

y3 = 1,5(x-2)u(x-2)

Page 39: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 30

berlawanan amplitudo dan berbeda pergeserannya. Persamaan umumnya adalah

)()( 21 xxauxxauy −−−= (3.6)

x1 menunjukkan pergeseran fungsi anak tangga yang pertama dan x2 adalah pergeseran fungsi anak tangga yang ke-dua, dengan x2 > x1. Penjumlahan kedua fungsi anak tangga inilah yang memberikan bentuk pulsa, yang muncul pada x = x1 dan menghilang pada x = x2. Selisih

)( 12 xx − disebut lebar pulsa

12 xxpulsalebar −= (3.7)

Gb.3.4. memperlihatkan pulsa dengan amplitudo 2, yang muncul pada x = 1 dan menghilang pada x = 2, yang persamaannya adalah

{ })2()1(2

)2(2)1(2

−−−=−−−=

xuxu

xuxuy

Gb.3.4. Fungsi pulsa 2u(x-1)-2u(x-2)

Apa yanga berada dalam tanda kurung pada persamaan terakhir ini, yaitu { })2()1( −−−=′ xuxuy , adalah pulsa beramplitudo 1 yang muncul pada

x = 1 dan berakhir pada x = 2. Secara umum pulsa beramplitudo A yang muncul pada x = x1 dan berakhir pada x = x2 adalah

{ })()( 21 xxuxxuAy −−−=′ ; lebar pulsa ini adalah (x2 – x1).

Contoh: Pulsa yang muncul pada x = 0, dengan lebar pulsa 3 dan amplitudo 4, memiliki persamaan

{ })3()(4 −−= xuxuy .

y1=2u(x-1)

y2= -2u(x-2)

y1+y2= 2u(x-1)-2u(x-2)

lebar pulsa

-2

-1

0

1

2

-1 0 1 2 3 4 x

Page 40: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

31

Fungsi pulsa memiliki nilai hanya dalam selang tertentu yaitu sebesar lebar pulsanya, )( 12 xx − , dan di luar selang ini nilanya nol. Oleh karena

itu fungsi apapun yang dikalikan dengan fungsi pulsa, akan memiliki nilai hanya dalam selang di mana fungsi pulsanya juga memiliki nilai.

Dalam praktik, fungsi pulsa terjadi berulang secara periodik. Gb.3.5. memperlihatkan deretan pulsa

Gb.3.5. Deretan Pulsa.

Peubah x biasanya adalah waktu. Selang waktu di mana pulsa muncul biasa diberi simbol ton sedangkan selang waktu di mana ia menghilang diberi simbol toff. Satu perioda T = ton + toff. Nilai rata-rata deretan pulsa adalah

makson

rr yT

ty =pulsa (3.8)

dengan ymaks adalah amplitudo pulsa.

3.4. Perkalian Ramp dan Pulsa.

Persamaan umumnya adalah

{ } )()()( 21 xxuxxuAxmxuy −−−×= (3.9)

dengan m dan A berturut-turut adalah kemiringan kurva ramp dan amplitudo pulsa. Persamaan (3.9) dapat kita tulis

{ })()( 21 xxuxxumAxy −−−=

Perhatikan bahwa 1)( =xu karena ia adalah fungsi anak tangga satuan.

Gb.3.6. memperlihatkan perkalian fungsi ramp )(21 xxuy = dengan

fungsi pulsa { })3()1(5,12 −−−= xuxuy yang hanya memiliki nilai

antara x = 1 dan x = 3. Perhatikan bahwa hasil kalinya hanya memiliki

perioda

x

y

Page 41: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 32

nilai antara x = 1 dan x = 3, dengan kemiringan yang merupakan hasil kali antara amplitudo pulsa dengan kemiringan ramp.

{ }{ })3()1(3

)3()1(5,1)(2213

−−−=−−−×==

xuxux

xuxuxxuyyy

Gb.3.6. Perkalian fungsi ramp y1 dan pulsa y2.

Perkalian fungsi ramp )(1 xmxuy = dengan pulsa { })()(12 bxuxuy −−=

membentuk fungsi gigi gergaji { })()()1( bxuxuxmy −−×= yang

muncul pada t = 0 dengan kemiringan m dan lebar b. (Gb.3.7).

Gb.3.7. Kurva gigi gergaji

Seperti halnya pada pulsa, fungsi gigi gergaji biasanya terjadi secara periodik, dengan perioda T, seperti terlihat pada Gb.3.8.

Nilai rata-rata fungsi gigi gergaji adalah

2gergaji-gigi maks

rry

y = (3.10)

y1=2xu(x)

y2=1,5{u(x-1)-u(x-3)}

y3 = y1 y2

0

2

4

6

8

10

-1 0 1 2 3 4 5 x

y

y

x 0

2

4

6

8

10

-1 0 1 2 3 4 5 b

y2={u(x)-u(x-b)}

y1=mxu(x)

y3 = y1 y2 =mx{ u(x)-u(x-b)}

Page 42: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

33

dengan ymaks adalah nilai puncak gigi gergaji.

Gb.3.8. Fungsi gigi gergaji terjadi secara periodik.

3.5. Gabungan Fungsi Ramp

Penjumlahan fungsi ramp akan berbentuk

.......)()(

)()()(

22

11

+−−+−−+=

xxuxxc

xxuxxbxaxuy (3.11)

Kita ambil contoh penjumlahan dua fungsi ramp, )(21 xxuy = dan

)2()2(22 −−−= xuxy seperti terlihat pada Gb.3.9. Gabungan dua

fungsi ramp ini akan memiliki nilai konstan mulai dari x = 2, karena mulai dari titik itu jumlah kedua fungsi adalah nol sehingga fungsi gabungan akan bernilai sama dengan nilai fungsi yang pertama pada saat mencapai x = 2.

Gb.3.9. Gabungan ramp y1 dan ramp tergeser y2.

Gb.3.10. memperlihatkan kurva gabungan dua fungsi ramp, )(21 xxuy =

dan )2()2(4 −−−= xuxy . Di sini, fungsi kedua memiliki kemiringan

y

x

T

0

2

4

6

0 1 2 3 4 5

-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8

10 12

0 1 2 3 4 5

y1=2xu(x)

y2= −2(x−2)u(x−2)

y3= 2xu(x)−2(x−2)u(x−2)

y

x

Page 43: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 34

negatif dua kali lipat dari kemiringan positif fungsi yang pertama. Oleh karena itu fungsi gabungan y3 = y1 + y2 akan menurun mulai dari x = 2.

Gb.3.10. Gabungan ramp y1 dan ramp tergeser y2.

Apabila fungsi gabungan ini kita kalikan dengan fungsi pulsa )3()1( −−−= xuxuypulsa akan kita peroleh bentuk kurva seperti

terlihat pada Gb.3.11.

Gb.3.11. Kurva {2xu(x)−4xu(x−2)}{ u(x-1)-u(x-3)}

Gabungan fungsi ramp dapat digunakan untuk menyatakan bentuk gelombang segitiga seperti terlihat pada Gb.3.12.

Gb.3.12. Gelombang segitiga.

-10

-5

0

5

10

15

0 1 2 3 4 5 x

y

5

y1=2xu(x)

y2= −4(x-2)u(x-2)

y3= {2xu(x)−4(x-2)u(x-2)}{ u(x-1)-u(x-3)}

y1=2xu(x)

y2= −4(x−2)u(x−2)

y3= 2xu(x)−4(x−2)u(x−2)

-10

-5

0

5

10

15

0 1 2 3 4 5 x

y

x

y

Page 44: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

35

Bentuk-bentuk kurva gabungan fungsi linier banyak kita jumpai dalam bentuk gelombang sinyal di rangkaian listrik, terutama elektronika. Rangkaian elektronika yang membangkitkan gelombang gigi gergaji misalnya, kita jumpai dalam osciloscope.

3.6. Domain, Kekontinyuan, Simetri

Fungsi anak tangga satuan yang tergeser )( axuy −= hanya mempunyai

nilai untuk x ≥ a. Oleh karena itu semua bentuk fungsi yang dikalikan dengan fungsi anak tangga ini juga hanya memiliki nilai pada rentang x ≥ a. Dalam rentang ini pula fungsi anak tangga kontinyu.

Fungsi anak tangga tidak memiliki sumbu simetri. Hanya fungsi yang memiliki sumbu-x sebagai sumbu simetri yang akan tetap simetris terhadap sumbu-x apabila dikalikan dengan fungsi anak tangga satuan yang tergeser.

Soal-Soal

Bentuk-bentuk kurva gabungan fungsi linier banyak kita jumpai pada bentuk gelombang sinyal dalam rangkaian listrik.

1. Gambarkan dan tentukan persamaan bentuk kurva fungsi anak tangga berikut ini :

a) y1: ymaks = 5, muncul pada x = 0.

b) y2: ymaks = 10 , muncul pada x = 1.

c) y3: ymaks = −5 , muncul pada x = 2.

2. Dari fungsi-fungsi di soal nomer 1, gambarkanlah kurva fungsi berikut ini.

3216

315

214

c).

; b).

; a).

yyyy

yyy

yyy

++=+=+=

3. Gambarkan dan tentukan persamaan bentuk pulsa berikut ini :

a). Amplitudo 5, lebar pulsa 1, muncul pada x = 0.

b). Amplitudo 10, lebar pulsa 2, muncul pada x=1.

c). Amplitudo −5, lebar pulsa 3, muncul pada x=2.

Page 45: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 36

4. Gambarkan bentuk kurva fungsi periodik yang berupa deretan pulsa dengan amplitudo 10, lebar pulsa 20, perioda 50.

5. Gambarkan bentuk kurva fungsi periodik gigi gergaji dengan amplitudo 10 dan perioda 0,5.

6. Tentukan persamaan siklus pertama dari kurva periodik yang digambarkan di bawah ini.

7. Tentukan persamaan siklus pertama dari bentuk kurva periodik yang digambarkan di bawah ini.

5

−3

0 x

y

perioda

1 2 3 4 5 6

−5

0 x

y

perioda

5

1 2 3 4 5 6

Page 46: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

37

Bab 4 Mononom dan Polinom

Mononom adalah pernyataan tunggal yang berbentuk kxn, dengan k adalah tetapan dan n adalah bilangan bulat termasuk nol.

Fungsi polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Berikut ini beberapa contoh fungsi polinom dalam bentuk eksplisit

5

10

)5(

735

4

3

222

231

==

−=

+−+=

y

xy

xy

xxxy

Contoh yang pertama, y1, adalah fungsi polinom berpangkat tiga, yaitu pangkat tertinggi dari peubah bebas x. Contoh ke-dua, y2, adalah fungsi berpangkat empat. Contoh y3 dan y4 adalah fungsi mononom berpangkat satu dan berpangkat nol yang telah kita kenal sebagai fungsi linier dan fungsi tetapan yang memiliki kurva berbentuk garis lurus. 4.1. Mononom

Mononom Pangkat Dua. Mononom pangkat dua kita pandang sebagai fungsi genap, kita tuliskan

2kxy = (4.1)

Karena x di-kuadratkan, maka mengganti x dengan −x tidak akan mengubah fungsi. Kurva akan simetris terhadap sumbu-y. Nilai y hanya akan negatif manakala k negatif.

Kita ingat bahwa pada fungsi linier kxy = nilai k merupakan

kemiringan dari garis lurus. Jika k positif maka garis akan naik ke arah positif sumbu-x, dan jika negatif garis akan menurun. Jika k makin besar kemiringan garis makin tajam.

Pada fungsi mononom pangkat dua, kurva akan berada di atas sumbu-x jika k positif dan akan berada di bawah sumbu-x jika k negatif . Jika k makin besar lengkungan kurva akan semakin tajam. Gb. 4.1. memperlihatkan kurva fungsi (4.1) untuk tiga macam nilai positif k.

Page 47: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 38

Makin besar nilai k akan membuat lengkungan kurva makin tajam. Perhatikanlah bahwa pada x = 1, nilai y sama dengan k.

Gb.4.1. Kurva fungsi 2kxy = dengan k positif.

Gb.4.2 memperlihatkan bentuk kurva jika k bernilai negatif. Jika kurva dengan nilai k positif menunjukkan adanya nilai y minimum, yaitu pada titik [0,0], kurva untuk k negatif menunjukkan adanya nilai y maksimum pada titik [0,0].

-100

-80

-60

-40

-20

0 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

y = −2x2

y = −10x2

y

x

Gb.4.2. Kurva fungsi 2kxy = dengan k negatif.

Peninjauan pada fungsi polinom akan kita lakukan pada k yang positif; kita akan melihat bagaimana jika kurva mononom digeser. Pergeseran kurva sebesar a skala sejajar sumbu-x diperoleh dengan menggantikan peubah x dengan (x − a), dan pergeseran sejajar sumbu-y sebesar b skala diperoleh dengan mengganti y dengan (y − b). Dengan demikian persamaan mononom pangkat dua yang tergeser menjadi

2)()( axkby −=− (4.3)

y

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

-3 -2 -1 0 1 2 3

y = x2

y = 3x2 y = 5x2

x

Page 48: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

39

Kurva fungsi seperti ini diperlihatkan pada Gb.4.3. untuk a = 0 dan b = 0, a = 2 dan b = 0, serta a = 2 dan b = 30. Untuk nilai-nilai ini, dengan k = 10, persamaan dapat kita tuliskan menjadi

21 10xy =

22 )2(10 −= xy

30)2(10 23 +−= xy

Gb.4.3. Pergeseran kurva mononom pangkat dua dan tergeser.

Perhatikanlah bahwa y2 adalah pergeseran dari y1 ke arah positif sumbu-x sebesar 2 skala; y3 adalah pergeseran dari y2 ke arah positif sumbu-y sebesar 30 skala. Bentuk lengkungan kurva tidak berubah.

Mononom Pangkat Genap. Mononom pangkat genap yang lain adalah berpangkat 4, 6 dan seterusnya. Semua mononom pangkat genap akan membentuk kurva yang memiliki sifat seperti pada mononom pangkat dua yaitu simetris terhadap sumbu-y, berada di atas sumbu-x jika k positif dan berada di bawah sumbu-x jika k negatif. Gb.4.4. memperlihatkan perbedaan bentuk kurva mononom pangkat genap yang memiliki koefisien k sama besar.

Kita lihat pada Gb.4.4. bahwa makin tinggi pangkat mononom makin cepat nilai y bertambah namun hal ini hanya terlihat mulai dari x = 1. Pada nilai x lebih kecil dari satu, kurva makin landai jika pangkat makin tinggi. Dengan kata lain lengkungan makin kurang tajam. Hal ini dapat dimengerti karena pangkat bilangan pecahan bernilai makin kecil jika pangkat makin besar.

x 0

50

100

-5 -3 -1 1 3 5

y1 = 10x2

y2 = 10(x−2)2

y3 = 10(x−2)2 + 30

y

Page 49: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 40

Gb.4.4. Kurva mononom pangkat genap dengan koefisien sama.

Telah kita ketahui dalam kasus mononom pangkat dua, bahwa jika koefisien k makin besar lengkungan menjadi makin tajam. Hal yang sama terjadi juga pada kurva mononom pangkat genap yang lebih tinggi. Gb.4.5. memperlihatkan kurva mononom pangkat genap dengan koefisien yang yang meningkat dengan meningkatnya pangkat.

Gb.4.5. Kurva mononom pangkat genap dengan koefisien tak sama.

Pada Gb.4.5 terlihat bahwa makin besar k, nilai y juga makin cepat meningkat. Kecepatan peningkatan y dengan koefisien yang lebih besar sudah mulai terjadi pada nilai x kurang dari satu. Gejala kelandaian pada nilai x yang kecil tetap terlihat.

Kurva-kurva pada Gb.4.5 adalah kurva mononom dengan koefisien yang makin besar pada pangkat yang makin besar. Bila koefisien makin kecilpada pangkat yang makin besar, situasi yang akan terjadi adalah seperti terlihat pada Gb.4.6 berikut ini.

0 1 2 3 4 5 6

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5

y3 = 2x2

y2 = 3x4

y1 = 6x6 y

x

y2 = 2x4

y3 = 2x6

y1 = 2x2

0

1

2

3 y

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 x

Page 50: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

41

Gb.4.6. Kurva mononom pangkat genap dengan koefisien yang makin rendah pada mononom

berpangkat tinggi.

Kelandaian kurva pangkat tinggi tetap terjadi pada nilai x yang kecil. Kurva pangkat tinggi baru akan menyusul kurva berpangkat rendah pada nilai x > 1; perpotongan dengan kurva dari fungsi yang berpangkat rendah terjadi pada nilai y yang besar.

Contoh Fungsi Mononom Pangkat Dua. Kita ambil beberapa contoh peristiwa fisis.

1). Suatu benda dengan massa m yang mendapat gaya F akan memperoleh percepatan a sehingga kecepatan benda sebagai fungsi waktu (apabila kecepatan awal adalah nol) dapat dinyatakan sebagai

attv =)(

Jarak yang ditempuh mulai dari titik awal adalah

2

2

1)( atts =

2). Dalam tabung katoda, jika kecepatan awal elektron adalah nol, dan waktu tempuh dari anoda ke katoda adalah t, maka kecepatan elektron pada waktu mencapai katoda adalah

atvk =

0 1 2 3 4 5 6 7 8

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5

y = x6

y = 3x4

y = 6x2

Page 51: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 42

(lihat contoh fungsi linier sub-bab-2.7).

Waktu tempuh dapat dihitung dari formula 2

2

1)( atts = , di mana s(t)

= l.

3). Dalam teori atom, di mana elektron dipandang sebagai gelombang, fungsi gelombang dari elektron-bebas dibawah pengaruh medan

sentral adalah rje k=ψ dengan k adalah vektor bilangan gelombang

yang searah dengan rambatan gelombang. λπ= 2

k , λ : panjang

gelombang

Energi kinetik elektron sebagai gelombang, Ek , adalah

ek m

kE

2

22h=

me massa electron, h suatu konstanta.

Ek dan k memiliki relasi mononomial pangkat dua

(Dari Bab-8, ref. [4])

Mononom Pangkat Ganjil. Pangkat ganjil paling kecil adalah 1 dan dalam hal demikian ini kita mendapatkan persamaan garis kxy = .

Pangkat ganjil berikutnya adalah 3, 5, 7 dan seterusnya. Gb.4.5. memperlihatkan kurva fungsi mononom berpangkat ganjil. Kurva fungsi mononom pangkat ganjil simetris terhadap titik asal. Ia bernilai positif untuk x positif dan bernilai negatif untuk x negatif. Makin tinggi pangkat mononom makin cepat perubahan nilai y untuk x > 1.

]]]] anoda katoda

l

k

Ek

Page 52: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

43

Untuk x < 1 kurva makin landai yang berarti makin tajam “pembengkokan” garis lurus yang terjadi di dalam rentang 11 ≤≤− x .

Gb.4.5. Kurva fungsi mononom pangkat ganjil.

Apabila peningkatan pangkat disertai juga dengan peningkatan koefisien k, perpotongan kurva dengan garis kxy = bisa terjadi pada nilai x < 1.

4.2. Polinom Pangkat Dua

Fungsi polinom pangkat dua berbentuk

cbxaxy ++= 2 (4.4)

Berikut ini kita akan melihat apa yang terjadi pada proses penambahan mononom demi mononom. Untuk penggambaran kurva masing-masing mononom dalam tinjauan fungsi (4.4) diambil semua koefisien mononom positif. Dengan mengambil nilai-nilai a = 2, b = 15, dan c = 13, kurva masing-masing mononom diperlihatkan pada Gb.4.6.

Gb.4.6. Kurva masing-masing mononom dari fungsi kuadrat.

y

y1=2x2

x

y3=13

y2=15x

-150

0

150

-10 0

-3

-2 -1 0 1 2 3

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5

y = 2x y = 2x5

y = 2x3

Page 53: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 44

Jika kurva y2 = 15x ditambahkan pada y1 = 2x2 maka kurva y1 akan bertambah tinggi di sebelah kanan titik [0,0] dan menjadi rendah di sebelah kiri titik [0,0] seperti terlihat pada Gb.4.7.a.

(a)

(b)

(c)

Gb.4.7. Penjumlahan y1 = 2x2 , y2 = 15x, dan y3 = 13

y4 = 2x2+15x

x

y

-150

0

150

-10 0

sumbu simetri y5 = 2x2+15x+13

y4=2x2+15x

−15/2 x

y

-150

0

150

-10 0

sumbu simetri

−15/4

y1=2x2

y4=2x2+15x

x

y

y2=15x -150

0

150

-10 0

x = −15/2

Page 54: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

45

Karena xy 152 = melalui titik [0,0] dan y1 = 2x2 juga melalui titik [0,0]

maka penjumlahan kedua kurva akan memberikan kurva

xxyyy 152 2214 +=+= (4.5)

yang juga melalui titik [0,0]. Selain di x = 0 kurva penjumlahan ini juga memotong sumbu-x di 2/15−=x karena dua titik ini (yaitu x = 0 dan

2/15−=x ) memenuhi persamaan 0152 23 =+= xxy . Kurva ini

memiliki sumbu simetri yang memotong sumbu-x di 4/15−=x seperti terlihat pada Gb.4.7.b. Jika kemudian tetapan 13 ditambahkan pada y4 tebentuklah

13152 25 ++= xxy (4.6)

yang merupakan pergeseran dari y4 ke arah positif sumbu-y sebesar 13 skala, seperti terlihat pada Gb.4.7.c.

Kita lihat sekarang bentuk umum fungsi pangkat dua (4.4)

cbxaxy ++= 2

yang dapat kita tuliskan sebagai

a

acb

a

bxa

ca

b

a

bxacx

a

bxay

4

4

2

42

22

222

−−

+=

+−

+=+

+= (4.7)

Kurva dari fungsi (4.7) ini dapat kita fahami sebagai berikut: kurva y

adalah kurva y = ax2 yang tergeser sejajar sumbu-x sejauh a

b

2−

kemudian tergeser lagi sejajar sumbu-y sejauh

−−a

acb

4

42.

Perhatikan Gb.4.8.

Page 55: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 46

Gb.4.8. Pergeseran kurva y = ax2 sejajar sumbu-x ke kiri sejauh

–b/2a kemudian tergeser lagi sejajar sumbu-y ke bawah sejauh –(b2−4ac)/4a.

Sumbu simetri terletak pada a

bx

2−= dan kurva memotong sumbu-x di

sebelah kiri dan kanan sumbu simetri ini, yaitu di x1 dan x2 . Dari persamaan (4.7) kita dapatkan

04

4

2

22

=−−

+=a

acb

a

bxay →

a

acb

a

bxa

4

4

2

22 −=

+

→2

22

4

4

2 a

acb

a

bx

−=

+ →2

2

4

4

2 a

acb

a

bx

−±=

+

a

acb

a

bxx

2

4

2,

2

21−±−= (4.8)

yang kita kenal sebagai akar-akar persamaan kuadrat.

Keadaan kritis terjadi pada waktu kurva fungsi kuadrat bersinggungan dengan sumbu-x; dua akar nyata dari persamaan kuadrat menjadi sama besar. Hal ini terjadi jika pergeseran sejajar sumbu-y bernilai nol

-50

0 0

y = ax2 +bx +c

x1 x2

}

y

x

y = ax2

−−a

acb

4

42

a

b

2−

Page 56: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

47

0)4(04

4 22

=−⇒=−− acba

acb (4.9)

Jika 0)4( 2 <− acb maka kurva tidak memotong sumbu-x. Keadaan ini

memberikan akar kompleks yang belum akan kita bahas.

Tinjauan di atas memberikan hal-hal berikut:

1. Jika c = 0, maka fungsi menjadi bxaxy += 2 yang memotong sumbu-

x di x = 0 dan a

bx −= dan memiliki sumbu simetri di

a

bx

2−=

yang juga menjadi sumbu simetri kurva fungsi kuadrat

cbxaxy ++= 2 .

2. Nilai puncak fungsi cbxaxy ++= 2 adalah nilai puncak

bxaxy += 2 ditambah c yaitu ca

by +−=

4

2 atau

a

acb

4

42 −− .

3. Fungsi kuadrat cbxaxy ++= 2 memotong sumbu-x di

a

acb

a

bx

2

4

2

2

2,1−±−=

Fungsi Polinom Pangkat Dua Sebagai Mononom Tergeser. Mononom

pangkat dua yang tergeser tergeser adalah 2)()( axkby −=− yang

dapat kita tuliskan sebagai

CBxAxbkaakxkxy ++=++−= 222 2

dengan bkaCakxBkxA +=−== 22 , 2 , .

Jadi bentuk kurva polinom pangkat dua memiliki bentuk yang sama dengan mononom tergeser.

Page 57: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 48

4.3. Mononom dan Polinom Pangkat Tiga

Fungsi mononom pangkat tiga kita tuliskan 3kxy = . Jika k positif, fungsi

ini akan bernilai positif untuk x positif dan bernilai negatif untuk x negatif. Jika k negatif maka keadaan akan menjadi sebaliknya. Kurva fungsi ini diperlihatkan pada Gb.4.9.

Gb.4.9. Kurva fungsi y = kx3.

Fungsi mononom yang tergeser sejajar dengan sumbu-x dengan pergeseran sebesar a skala diperoleh dengan mengganti peubah x dengan (x − a), dan jika tergeser sejajar sumbu-y sebesar b skala kita peroleh dengan mengganti y dengan (y − b) . Fungsi mononom pangkat tiga yang tergeser akan menjadi

baxky +−= 3)( (4.10)

dengan bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.4.10.

y

x

-500

-400

-300

-200

-100

0

100

200

300

400

500

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

32xy −=

32xy −=

32xy =

32xy =

Page 58: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

49

Gb.4.10. Kurva fungsi pangkat tiga tergeser.

Jika mononom pangkat tiga ditambahkan pada polinom pangkat dua, terbentuklan polinom pangkat tiga, dengan persamaan umum yang berbentuk

dcxbxaxy +++= 23 (4.11)

Karena 3kxy = naik untuk x positif (pada k positif) maka penambahan

ke fungsi kuadrat akan menyebabkan kurva fungsi kuadrat naik di sebelah kanan titik-asal [0,0] dan turun di sebelah kiri [0,0].

Kita ambil a = 4 untuk menggambarkan 31 axy = dan b =19, c = −80, d

= −200 untuk menggambarkan kurva fungsi dcxbxy ++= 22 seperti

terlihat pada Gb.4.11.a.

-600

-400

-200

0

200

400

600

-5 -3 -1 1 3 5 x

y = 10x3

y = 10(x−2)3

y = 10(x−2)3 + 100

y

Page 59: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 50

Gb.4.11. Mononom pangkat tiga y1 dan fungsi kuadrat y2.

Dengan a positif maka kurva y1 bernilai positif untuk x > 0 dan bernilai negatif untuk x < 0. Kurva fungsi kuadrat y2 telah kita kenal. Jika y1

ditambahkan pada y2 maka nilai-nilai y2 di sebelah kiri titik [0,0] akan berkurang sedangkan yang di sebelah kanan titik [0,0] akan bertambah. Kurva yang kita peroleh akan terlihat seperti pada Gb.4.9.b.

Terlihat pada gambar ini bahwa penjumlahan y1 dan y2 menghasilkan kurva y3 yang memotong sumbu-x di tiga titik. Ini berarti bahwa

persamaan pangkat tiga 023 =+++ dcxbxax (dengan nilai koefisien yang kita ambil) memiliki tiga akar nyata, yang ditunjukkan oleh perpotongan fungsi y3 dengan sumbu-x tersebut.

-2000

0

2000

-10

0 10

y

x

y1= 4x3 2008019 2

2 −−= xxy

-2000

0

2000

-10 0 10 x

y

y1

y2

20080194 23

213

−−+=

+=

xxx

yyy

(a)

(b)

Page 60: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

51

Hal demikian tidak selalu terjadi. Jika koefisien a kurang positif, penurunan kurva y1 di daerah x negatif tidak terlalu tajam. Hal ini menyebabkan pengurangan nilai y2 didaerah ini juga tidak terlalu banyak. Kita akan memperoleh kurva seperti ditunjukkan pada Gb.4.12.a. Di sini fungsi pangkat tiga memotong sumbu-x di tiga tempat akan tetapi yang terlihat hanya dua. Titik potong yang ke-tiga berada jauh di x negatif. Makin kecil nilai a (tetap positif) akan makin jauh letak titik perpotongan yang ke-tiga ini.

(a) a kurang positif

(b) a terlalu positif

Gb.4.12. Pengaruh nilai a kurva fungsi pangkat tiga y = y1 + y2.

Jika koefisien a terlalu positif, penurunan y1 di daerah negatif sangat tajam. Pengurangan y2 di daerah ini terjadi sangat besar. Kurva yang kita

2000

-10 10

y2

y1

y3 = y1 + y2

-2000

-2000

2000

-10 15

y1

y2

y3 = y1+y2

Page 61: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 52

peroleh akan terlihat seperti pada Gb.4.12.b. Di sini kurva tidak memotong sumbu-x di daerah negatif. Hanya ada satu titik potong di sumbu-x positif. Jika a = 0 akan terjadi fungsi kuadrat yang sudah kita bahas di sub-bab sebelumnya.

Kita lihat sekarang keadaan di mana a bernilai negatif. Nilai a negatif akan membuat kurva y1 bernilai positif di daerah x negatif dan bernilai negatif di daerah x positif. Hal ini menyebabkan nilai y2 akan bertambah di daerah negatif dan akan berkurang di daerah positif. Jika a tidak terlalu negatif, kurva yang kita peroleh akan berbentuk seperti terlihat pada Gb.4.13.a.

(a)

(b)

Gb.4.13. Fungsi pangkat tiga y3 = y1 + y2 dengan a negatif.

Kurva berpotongan dengan sumbu-x di tiga tiga tempat. Akan tetapi perpotongan yang ke-tiga berada jauh di daerah x positif. Makin negatif a

-2000

0

-10 0

y3 = y1 + y2

y1

y2

15

-2000

0

2000

-10 0 15

y3 = y1 + y2

y1

y2

Page 62: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

53

makin jauh letak titik perpotongan tersebut. Jika a terlalu negatif kurva berpotongan dengan sumbu-x di satu tempat, seperti terlihat pada Gb.4.13.b.

CATATAN: Sesungguhnya perpotongan kurva fungsi pangkat tiga dengan sumbu-x tidak semata-mata ditentukan oleh nilai koefisien a pada mononom pertama ax3. Bentuk dan posisi kurva fungsi kuadratnya, juga akan menentukan letak titik potong.

4.4. Domain, Kekontinyuan, Simetri

Peubah x pada semua fungsi polinom dapat mengambil nilai dari −∞ sampai +∞. Nilai peubah y akan mengikuti nilai x. Fungsi polinom kontinyu dalam rentang x tersebut. Demikian pula halnya jika kita mempunyai fungsi yang merupakan hasilkali antara polinom dengan

polinom, 21 yyy ×= .

Kita telah melihat bahwa kurva mononom pangkat dua 2kxy ==== simetris

terhadap sumbu-y karena penggantian x dengan −x tidak mengubah fungsi ini. Hal ini juga akan berlaku untuk semua kurva mononom yang berpangkat genap. Kenyataan ini menimbulkan istilah simetri genap untuk fungsi-fungsi yang simetris terhadap sumbu-y; misalnya fungsi cosinus yang akan kita pelajari di bab lain.

Kita juga telah melihat bahwa kurva mononom pangkat tiga 3kxy ====

simetris terhadap titik asal [0,0]. Penggantian y dengan −y dan penggantian x dengan −x tidak akan mengubah fungsi ini. Hal ini berlaku pula untuk semua kurva mononom berpangkat ganjil. Istilah simetri ganjil diberikan pada fungsi yang simetris terhadap titik asal [0,0], seperti fungsi sinus yang akan kita pelajari di Bab-6.

Penjumlahan antara mononom berpangkat genap dengan mononom berpangkat ganjil tidak menghasilkan kurva yang memiliki sumbu simetri. Hal ini disebabkan karena kaidah untuk terjadinya simetri bagi mononom berpangkat genap tidak sama dengan kaidah yang diperlukan untuk terjadinya simetri pada kurva mononom berpangkat ganjil.

Keadaan khusus terjadi pada mononom berpangkat satu yang juga merupakan mononom berpangkat ganjil. Kurva dari fungsi ini juga simetris terhadap titik asal [0,0]. Namun fungsi ini adalah fungsi linier dengan kurva yang berbentuk garis lurus, berbeda dengan kurva fungsi mononom pangkat tiga. Kelinieran ini menyebabkan penjumlahan

Page 63: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 54

dengan kurva mononom pangkat dua menghasilkan pergeseran kurva fungsi pangkat dua; kurva yang tergeser ini memiliki sumbu simetri yang sejajar dengan sumbu-y.

Soal-Soal

1. Tentukanlah koordinat titik puncak dan perpotongan dengan sumbu-y kurva fungsi-fungsi berikut ini.

84 ; 123

; 75 ; 42

42

3

22

21

+−=−=

−==

xyxy

xyxy

2. Dari soal nomer-1, tentukanlah koordinat titik perpotongan antara kurva-kurva fungsi berikut ini

433221 dan ; dan ; dan yyyyyy

3. Tentukanlah koordinat titik puncak dan perpotongan dengan sumbu-y kurva fungsi-fungsi berikut ini.

xxyxxyxxy 24 ; 123 ; 105 23

22

21 +−=−=−=

4. Dari soal nomer-3, selidikilah koordinat titik perpotongan kurva-kurva fungsi berikut.

313221 dan ; dan ; dan yyyyyy

5. Tentukanlah koordinat titik puncak dan perpotongan dengan sumbu-y kurva fungsi-fungsi berikut ini.

824

; 2123

; 7105

23

22

21

++−=

+−=

−−=

xxy

xxy

xxy

6. Dari soal nomer-5, selidikilah koordinat titik perpotongan kurva-kurva fungsi berikut.

313221 dan ; dan ; dan yyyyyy

Page 64: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

55

Bab 5 Bangun Geometris

5.1. Persamaan Kurva

Persamaan suatu kurva secara umum dapat kita tuliskan sebagai

0),( =yxF (5.1)

Persamaan ini menentukan tempat kedudukan titik-titik yang memenuhi persamaan tersebut. Jadi setiap titik pada kurva akan memenuhi persamaan dan setiap titik yang memenuhi persamaan harus pula terletak pada kurva.

Berikut ini adalah karakteristik umum suatu kurva. Beberapa di antaranya telah kita pelajari di bab pertama.

Simetri. Kurva suatu fungsi mungkin simetris terhadap garis atau titik tertentu

a) jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan −x maka kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y;

b) jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva funsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III.

c) jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan −y, kurva funsi tersebut simetris terhadap sumbu-x.

d) jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y, kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].

Nilai Peubah. Dalam melihat bentuk-bentuk geometris hanya nilai-nyata dari y dan x yang kita perhatikan. Apabila dalam suatu persamaan terdapat pangkat genap suatu peubah maka akan terlibat suatu nilai yang berasal dari akar pangkat dua (pangkat genap) dari peubah tersebut. Dalam keadaan demikian kita anggap bahwa bilangan negatif tidak memiliki akar, karena kita belum membahas bilangan kompleks. Hal ini telah dikemukakan di bab pertama dalam sub-bab pembatasan pembahasan.

Contoh: 122 =+ xy . Jika kita cari nilai y kita dapatkan

21 xy −±=

Page 65: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 56

Apabila nilai mutlak x lebih besar dari 1, maka nilai bilangan di bawah tanda akar akan negatif. Dalam hal demikian ini kita membatasi x hanya pada rentang 11 ≤≤− x . Karena kurva ini simetris terhadap garis y = x, maka ia memiliki nilai juga terbatas pada rentang 11 ≤≤− y .

Titik Potong Dengan Sumbu Koordinat. Koordinat titik potong dengan sumbu-x dapat diperoleh dengan memberi nilai y = 0, sedangkan koordinat titik potong dengan sumbu-y diperoleh dengan memberi nilai x = 0.

Contoh: 122 =+ xy . Titik potong dengan sumbu-x adalah P[1,0] dan

Q[−1,0]. Titik potong dengan sumbu-y adalah R[0,1] dan S[0,−1].

Contoh: xy = 1. Dengan memberi nilai x = 0 kita tidak akan mendapatkan solusi untuk y. Demikian pula memberi y = 0 tidak akan memberi solusi untuk x. Kurva persamaan ini tidak memotong sumbu-x maupun sumbu-y.

Asimptot. Suatu titik P[x,y] pada kurva yang bergerak sepanjang kurva menjauhi titik-asal mungkin akan semakin dekat dengan suatu garis tertentu, namun tidak akan menyentuhnya. Garis tersebut merupakan asimptot dari kurva.

Contoh: 10)( 222 +=− xxxy .

Persamaan ini memberikan )1(

102

−+

±=xx

xy

Apa yang berada di dalam tanda akar, tidak boleh negatif. Hal ini berarti jika x harus positif maka ia tidak boleh lebih kecil dari satu agar x(x−1) positif; jika x negatif maka x(x−1) akan tetap positif. Jadi haruslah x < 0 atau x > 1. Tidak ada bagian kurva yang berada antara x = 0 dan x = 1. Garis vertikal x = 0 dan x = 1 adalah asimptot dari kurva. Lihat Gb.5.1.

Page 66: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

57

Gb.5.1. Garis asimptot (ditunjukkan oleh garis patah-patah).

Persamaan kurva ini juga bisa dituliskan sebagai

x

x

xx

xy

/11

/10110 2

2

22

−+=

−+=

Jika x → ±∞ maka y2 = 1, dan y = ±1. Garis mendatar y = 1 dan y = −1 juga merupakan asimptot dari kurva.

Soal-Soal:

Tentukan sumbu simetri, titik-titik potong dengan sumbu koordinat, dan garis asimptot kurva-kurva dari fungsi berikut:

xxy

1+= ; 12 += xy ; 1

12 +

=x

y ;

12 −= xy ; 1

12 −

=x

y .

5.2. Jarak Antara Dua Titik

Jika koordinat dua titik diketahui, misalnya P[xp,yp) dan Q[xq,yq], maka jarak antara keduanya adalah

22 )()(PQ qpqp yyxx −+−= (5.2)

Formula ini sangat bermanfaat jika kita hendak mencari tempat kedudukan titik yang berjarak tertentu dari suatu titik lain. Kita akan melihatnya pada ulasan bentuk-bentuk geometris berikut ini.

y

-4

0

4

-4 0 4 x

Page 67: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 58

Soal-Soal:

1). Diketahui dua titik P(-2,1) dan Q(2,-3). Dengan menggunakan persamaan persamaan (5.2) tentukan tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap P dan Q.

2). Diketahui dua titik P(-1,0) dan Q(2,0). Dengan menggunakan persamaan persamaan (5.2) tentukan tempat kedudukan R yang sedemikian rupa sehingga RP = 2× RQ.

5.3. Parabola

Kita telah melihat bentuk kurva

2kxy = (5.3)

yang simetris terhadap sumbu-y. Bentuk kurva ini disebut parabola. Dalam persamaan ini, ada suatu nilai k sedemikian rupa sehingga jarak antara satu titik P yang terletak pada kurva dengan titik Q yang terletak di sumbu-y sama dengan jarak antara titik P dan suatu garis tertentu, seperti diperlihatkan pada Gb.5.2. Titik Q disebut titik fokus parabola, dan garis tertentu y = −p disebut garis direktriks dan titik puncak parabola berada di tengah antara titik fokus dan direktriknya.

Gb.5.2. Titik fokus dan garis direktriks.

Hubungan antara k dan p dapat dicari sebagai berikut.

xppyyxpyxp 2222222 2 )()PR(PQ ++−=+−=+−=

py )(PR +=

[0,0]

y

x

y=kx2

P[x,y]

Q[0,p]

R[x,−p]

Page 68: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

59

Karena PQ = PR, maka

pyxppyy +=++− 222 2

22222 22 ppyyxppyy ++=++−

pyx 42 +=+

atau

p

xy

4

2= yang berarti

pk

4

1= atau k

p4

1=

Dengan demikian persamaan parabola dapat kita tuliskan

2

4

1x

py = (5.4)

dengan direktiks y = −p dan titik fokus Q[0,p].

Contoh: Persamaan parabola 25,0 xy = dapat kita tuliskan

22

5,04

1

2

1xxy

×==

dan parabola ini memiliki direktrik 5,0−=−= py dan

titik fokus di Q[0,(0,5)].

Soal-Soal:

Tentukan titik fokus dan direktrik parabola-parabola berikut:

842 =+ xy ; 482 =− yx ;

03422 =−−+ yxx ; 02 =++ yxy

5.4. Lingkaran

Lingkaran merupakan tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap satu titik tertentu. Titik tertentu itu disebut titik pusat lingkaran. Jika titik tertentu itu adalah titik-asal [0,0] maka jarak suatu titik X[x,y] ke titik-asal adalah

22XO yx +=

Page 69: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 60

Jika jarak ini tertentu, r misalnya, maka

ryx =+ 22

Oleh karena itu persamaan lingkaran dengan titik pusat [0,0] adalah

222 ryx =+ (5.5)

dengan r adalah jari-jari lingkaran.

Jika titik pusat lingkaran tidak berimpit dengan titik asal, kita dapat melihatnya sebagai lingkaran tergeser. Lingkaran dengan titik pusat di P[a,b] mempunyai persamaan

222 )()( rbyax =−+− (5.6)

Gb.5.3. memperlihatkan bentuk lingkaran dengan jari-jari 1 yang disebut

lingkaran-satuan, berpusat di [0,0] dengan persamaan 122 =+ yx .

Gb.5.3. Lingkaran

Pada Gb.5.3 ini pula diperlihatkan lingkaran dengan r2 = 0,4 berpusat di [(0,5),(0,5)] yang berarti lingkaran tergeser sejajar sumbu-x sebesar 0,5 skala dan sejajar sumbu-y sebesar 0,5 skala, dengan persamaan

4,0)5,0()5,0( 22 =−+− yx

-1

0,5

1

-1 [0,0] 0,5

1 x

y

y1

Page 70: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

61

Soal-Soal:

Tentukan persamaan dan cari titik-titik potong dengan sumbu-sumbu koordinat lingkaran berikut

1) Titik pusat di P(1,2), jari-jari 4.

2) Titik pusat di Q(-2,1), jari-jari 5.

3) Titik pusat R(2,3) jari-jari 3.

4) Titik pusat S(3,2) jari-jari 2.

5.5. Elips

Elips adalah tempat kedudukan titik yang jumlah jarak terhadap dua titik tertentu adalah konstan. Kedua titik tertentu tersebut merupakan dua titik fokus dari elips.

Perhatikan Gb.5.4. Misalkan diketahui posisi dua titik P[−a,0] dan Q(a,0]. Jarak antara titik sembarang X[x,y] dengan kedua titik tersebut masing-masing adalah

Gb.5.4. Elips

22)(XP ycx ++= dan

22)(XQ ycx +−=

Jika jumlah antara keduanya adalah konstan, misalkan 2a, maka

aycxycx 2)()( 2222 =+−+++

Jika suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan dan kedua ruas di kuadratkan, akan kita peroleh

2222222 )()(44)( ycxycxaaycx +−++−−=++

yang dapat disederhanakan menjadi

22)( ycxxa

ca +−=−

X[x,y]

P[-c, 0] Q[c, 0] x

Page 71: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 62

Jika kedua ruas di kuadratkan kita dapatkan

22222

22 22 yccxxx

a

ccxa ++−=+−

yang dapat disederhanakan menjadi

122

2

2

2=

−+

ca

y

a

x

Kita perhatikan penyebut pada suku ke-dua ruas kiri persamaan terakhir ini, dengan melihat pada Gb.5.4. Pada segitiga XPQ, jumlah dua sisi selalu lebih besar dari sisi yang ketiga, (XP + XQ) > PQ atau 2a > 2c, sehingga penyebut suku ke-2 di ruas kiri selalu positif dan memiliki akar

nyata; misalkan bca =− 22 . Dengan demikian kita mendapatkan persamaan elips

12

2

2

2=+

b

y

a

x (5.7)

Titik-titik potong dengan sumbu-x adalah [±a,0] dan titik-titik potong dengan sumbu-y adalah [0,±b]. Jadi suatu elips dilingkupi oleh satu segi panjang 2a×2b; 2a adalah sumbu panjang elips dan 2b adalah sumbu pendeknya. (Perhatikan bahwa jika a = b yang berarti c = 0, kita mendapatkan persamaan lingkaran).

Apabila titik fokus elips tidak terletak pada sumbu-x, kita bisa melihatnya sebagai elips tergeser. Persamaan elips tergeser adalah

1)()(

2

2

2

2=−+−

b

qy

a

px (5.8)

dengan p adalah pergeseran sejajar sumbu-x dan q adalah pergeseran sejajar sumbu-y. Gb.5.5. adalah elips dengan persamaan

15,0

)25,0(

1

)5,0(2

22

=−

+− yx

Page 72: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

63

Gb.5.5. Elips tergeser.

Soal-Soal:

Tentukan titik-titk fokus dan gambarkan (skets) elips berikut:

1) 3649 22 =+ xx ;

2) 14494 22 =+ yx ;

3) 14 22 =+ yx ;

4) 144)3(9)2(16 22 =++− yx

5.6. Hiperbola

Hiperbola merupakan tempat kedudukan titik-titik yang selisih jaraknya antara dua titik tertentu adalah konstan. Penurunan persamaan hiperbola dapat dilakukan seperti halnya dengan penurunan persamaan elips di atas.

Perhatikan Gb.5.6. Misalkan diketahui posisi dua titik P[−c,0] dan Q(c,0].

Jarak antara titik sembarang X[x,y] dengan kedua titik tersebut masing-masing adalah

22)(XP ycx ++= dan

22)(XQ ycx +−=

1

-1

0 -1 0 1 2 x

y

Page 73: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 64

Gb.5.6. Posisi titik X terhadap P[-c,0] dan Q[c,0].

Jika selisih antara XP dan XQ harus tetap, misalnya 2a, maka

aycxycx 2)()( 2222 =+−−++

Suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan dan kedua ruas di kuadratkan, kemudian dilakukan penyederhanaan

22)()/( ycxaxac +−=−

Jika kedua ruas dikuadratkan akan diperoleh

122

2

2

2

=−

−ac

y

a

x

Kita lihat lagi Gb.5.6. Dalam segitiga PXQ, selisih (XP−XQ) = 2a selalu lebih kecil dari PQ = 2c. Jadi a < c sehingga penyebut pada suku kedua

ruas kiri selalu positif, misalkan 222 bac =− . Dengan demikian kita dapatkan persamaan

12

2

2

2

=−b

y

a

x (5.9)

Inilah persamaan hiperbola, dengan bentuk kurva seperti pada Gb.5.7.

X(x,y)

P[-c,0] Q[c,0]

y

x

Page 74: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

65

Gb.5.7. Kurva hiperbola

Dengan memberi nilai y = 0, kita dapatkan titik potong hiperbola dengan sumbu-x yaitu [±a,0]. Dengan memberikan nilai x = 0, kita tidak memperoleh solusi untuk y. Kurva tidak memotong sumbu-y; tidak ada bagian kurva yang terletak antara x = −a dan x = a.

Soal-Soal:

Gambarkan (skets) hiperbola berikut:

1) 1169

22=− yx

; 2) 1169

22=− xy

;

3) 1916

22=− yx

; 4) 1169

22−=− yx

5.4. Kurva Berderajat Dua

Parabola, lingkaran, elips, dan hiperbola adalah bentuk-bentuk khusus kurva berderajat dua, atau kurva pangkat dua. Bentuk umum persamaan berderajat dua adalah

022 =+++++ FEyDxCyBxyAx (5.10)

Persamaan parabola adalah bentuk khusus dari (5.10) dengan

pEAFDCB 4 ;1 ;0 −======

+∞

−∞

X(x,y)

-c -a a c

y

x

Page 75: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 66

sehingga diperoleh persamaan (5.4) 2

4

1x

py = .

Lingkaran satuan adalah bentuk khusus dari (5.10) dengan

;1 ;1 ;0 ===== CAEDB F = −1

Bahkan persamaan garis luruspun merupakan keadaan khusus dari (5.10), di mana

bFEaDCBA −==−==== ;1 ; ;0

yang memberikan persamaan garis lurus baxy += . Namun dalam

kasus terakhir ini persamaan berderajat dua (5.10) berubah status menjadi persamaan berderajat satu.

Bentuk Ax2 dan Cy2 adalah bentuk-bentuk berderajat dua yang telah sering kita temui pada persamaan kurva yang telah kita bahas. Namun bentuk Bxy, yang juga merupakan bentuk berderajat dua, belum pernah kita temui. Dalam sub-bab berikut ini hal tersebut akan kita lihat.

5.5. Perputaran Sumbu Koordinat

Dalam bangun geometris yang sudah kita lihat, mulai dari parabola sampai hiperbola, tidak satupun mengandung bentuk Bxy. Hal Ini sesungguhnya merupakan konsekuensi dari pemilihan koordinat. Dalam bangun hiperbola misalnya, kita telah memilih titik-titik fokus P[−c,0] dan Q[c,0] sehingga hiperbola simetris terhadap sumbu-x dan memotong sumbu-x di x = ±a. Sekarang akan kita coba memilih titik fokus di P[−a,−a] dan Q[a,a] seperti pada Gb.5.8.

Gb.5.8. Titik fokus di P[-a.-a] dan Q[a,a]

Selisih jarak XP dan XQ yang tetap kita misalkan 2a

P[-a,-a]

Q[a,a]

y

x

X

Page 76: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

67

aayaxayax 2)()()()( 2222 =−+−−+++

Jika suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan kemudian kedua ruas dikuadratkan dan dilakukan penyederhanaan, akan kita peroleh

22 )()( ayaxayx −+−=−+

Jika ruas kanan dan kiri dikuadratkan lagi kita dapatkan

22 axy = (5.11)

Mempetukarkan x dengan y tidak mengubah persamaan ini. Kurva persamaan ini simetris terhadap garis y = x, yaitu garis bagi kuadran II dan III seperti terlihat pada Gb.5.9.

Gb.5.9. Kurva 2xy = a2.

Kalau kita bandingkan kurva Gb.5.9 ini dengan kurva hiperbola sebelumnya pada Gb.5.7. terlihat bahwa kurva pada Gb.5.9. memiliki sumbu simetri yang terputar 45o berlawanan dengan arah perputaran jarum jam, dibandingkan dengan sumbu simetri Gb.5.7 yaitu sumbu-x. Apakah memang demikian? Kita akan lihat secara umum mengenai perputaran sumbu ini. Perhatikan Gb.5.10.

Gb.5.10. Perputaran sumbu.

x’

y

x α β

y’ P[x,y] P[x’,y’]

Q

Q’

O

-5

0

5

-5 0

y

x

Page 77: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 68

Sumbu x-y diputar sebesar α menjadi sumbu x’-y’ . Titik P dapat dinyatakan dengan dua koordinat P[x,y] dengan referensi sumbu x-y, atau P[x’,y’ ] dengan referensi sumbu x’-y’ . Dari Gb.5.10. kita dapatkan

)sin(OPPQ

)cos(OPOQ

β+α==β+α==

y

x (5.12)

Sementara itu

β==β==

sinOPPQ''

cosOPOQ''

y

x (5.13)

Dengan kesamaan (Catatan: lihat fungsi trigonometri di Bab-6)

βα+βα=β+αβα−βα=β+α

sincoscossin)sin(

sinsincoscos)cos( (5.14)

Dengan (5.13) dan (5.14), maka (5.12) menjadi

α+α=α−α=

cos'sin'

sin'cos'

yxy

yxx (5.15)

Persamaan (5.15) inilah persamaan rotasi sumbu.

Kita coba aplikasikan (5.15) pada (5.11) yang memiliki kurva pada Gb.5.10, di mana rotasi sumbu terjadi pada sudut 45o sehingga

2/1sincos =α=α . Oleh karena itu kita peroleh

2

'' yxx

−= dan 2

'' yxy

+=

Nilai x dan y ini kita masukkan ke (5.11) dan kita mendapatkan

222 )'()'(2

''

2

''2 ayx

yxyx =−=+×−

Bentuk persamaan ini sama dengan bentuk persamaan (5.9); pada (5.9) sumbu simetri adalah sumbu-x, sedangkan di sini sumbu simetri adalah sumbu-x’ yaitu sumbu-x yang diputar 45o. Dengan pembahasan mengenai perputaran sumbu ini, menjadi lengkaplah pergeseran kurva yang kita bahas. Pergeseran kurva sejajar sumbu-x dan sumbu-y yang telah kita bahas sebelumnya dapat pula kita pandang sebagai pergeseran atau translasi sumbu koordinat. Dengan demikian kita mengenal translasi dan rotasi sumbu koordinat, di mana sumbu-sumbu simetri dari suatu kurva tidak berimpit dengan sumbu koordinat, dan titik simetri tidak berimpit dengan titik asal [0,0].

Page 78: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

69

Bab 6 Fungsi Trigonometri

Trigon adalah poligon yang paling sederhana. Ia bersisi tiga yang disebut segitiga; ia unik. Suatu segitiga ABC dengan sisi-sisi a, b, dan c adalah satu-satunya segitiga yang memiliki sisi-sisi ini; tidak ada segitiga lain yang memiliki sisi-sisi a, b, dan c, yang berbeda bentuk dan ukuran dari segitiga ABC. Bentuk dan ukuran yang pasti ini menjamin adanya relasi yang pasti antara sisi-sisi dan sudutnya. Dengan kepastian ini ia menjadi wahana transformasi dari berbagai gejala fisis yang kita kenal; bentuk segitiga yang digunakan untuk keperluan ini adalah segitiga siku-siku.

Segitiga siku-siku dengan sisi-miring c dan sisi siku-siku b dan c, dan sudut α adalah antara sisi b dan c, mempunyai relasi pasti

α=α=

cos

dan sin

cb

ca

Sinus dan cosinus adalah fungsi-fungsi trigonometri. Sudut α menjadi peubah bebas dan a menjadi peubah tak bebas yang nilainya tergantung dari α, dengan c merupakan tetapan; kita dapat menuliskan fungsi

α= sinAy

Jika α bervariasi terhadap waktu, ta ω= , maka

tAy ω= sin

Inilah fungsi sinus yang sering kita jumpai, yang digunakan untuk menyatakan berbagai besaran fisis yang berubah terhadap waktu secara sinusoidal. Sebagai contoh: getaran garpu tala, gelombang suara gong yang ditabuh, gelombang tegangan saluran transmisi enegi listrik, gelombang tegangan medan listrik pemancar radio, dan sebagainya.

ω dalam contoh di atas disebut frekuensi sudut, t adalah waktu yang biasanya dinyatakan dalam satuan detik, dan sudut α dapat dinyatakan dalam satuan derajat ataupun radian; jadi ω memiliki satuan derajat/detik atau radian/detik.

αA

B

C

c

α= coscb

α= sinca

Page 79: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 70

6.1. Peubah Bebas Bersatuan Derajat

Berikut ini adalah fungsi-fungsi trigonometri dengan sudut θ sebagai peubah-bebas.

θ=θ=

θ=θ=

θθ=θ=

θθ=θ=

θ=θ=

sin1

csc

cos

1sec

sincos

cot

cos

sintan

cos

sin

6

5

4

3

2

1

y

y

y

y

y

y

(6.1)

Untuk menjelaskan fungsi trigonometri, kita gambarkan lingkaran-satuan, yaitu lingkaran berjari-jari satu. Bentuk lingkaran ini diperlihatkan pada Gb.6.1. Kita menggunakan referensi arah positif berlawanan dengan arah jarum jam; artinya sudut θ makin besar jika jari-jari r berputar berlawanan dengan arah perputaran jarum jam.

Gb.6.1. Lingkaran berjari-jari 1.

O

P

Q

θ

-1

1

-1 [0,0] 1 x

y

r

P’

Page 80: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

71

Fungsi sinus. Dengan membuat jari-jari r = OP = 1, maka

PQPQ

sin ==θr

(6.2)

PQ = 0 pada waktu θ = 0o, dan membesar jika θ membesar sampai mencapai maksimum PQ = 1 pada waktu θ = 90o. Kemudian PQ menurun lagi dan mencapai PQ = 0 pada waktu θ = 180o. Sesudah itu PQ menjadi negatif (arah ke bawah) dan mencapai minimum PQ = −1 pada waktu θ = 270o, kemudian meningkat lagi mencapai PQ = 0 pada waktu θ = 360o. Setelah itu keadaan akan berulang, dan satu siklus berikutnya terjadi pada waktu θ = 720o. Kejadian berulang lagi dan demikian seterusnya. Kejadian satu siklus kita sebut satu perioda. Secara singkat kita memperoleh

0360sin ;1270sin

;0180sin ;190sin ;00sinoo

ooo

=−=

===

Fungsi Cosinus. Karena telah ditetapkan r = 1, maka

OQOQ

cos ==θr

(6.3)

OQ = 1 pada waktu θ = 0, dan mengecil jika θ membesar sampai mencapai minimum OQ = 0 pada waktu θ = π/2. Kemudian OQ meningkat lagi tetapi negatif dan mencapai OQ = −1 pada waktu θ = π. Sesudah itu OQ mengecil dan tetap negatif dan mencapai minimum OQ = 0 pada waktu θ = 1,5π, kemudian meningkat lagi mencapai OQ = 1 pada waktu θ = 2π. Setelah itu keadaan akan berulang, dan satu siklus berikutnya terjadi pada waktu θ = 4π. Kejadian berulang lagi dan demikian seterusnya. Secara singkat

1360cos ;0270cos

;1180cos ;090cos ;10cosoo

ooo

==

−===

Pada Gb.6.1, jika sin(θ) = PQ dan cos(θ) = OQ, sedangkan dalil Pitagoras memberikan PQ2 + OQ2 = OP2 =1, maka

1)(cos)(sin 22 =θ+θ (6.4.a)

Dari Gb.6.1. dapat kita peroleh juga

Page 81: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 72

θ−=−=′

=θ− sinPQQP

)sin(rr

(6.4.b)

θ==θ− cosOQ

)cos(r

(6.4.c)

Pada segitiga siku-siku OPQ maupun OP’Q sisi tegak selalu lebih kecil dari sisi miring. Oleh karena itulah sinθ maupun cosθ akan bernilai antara −1 dan +1.

Fungsi Tangent.

OQ

PQtan =θ (6.4.d)

θ−=−=′

=θ− tanOQ

PQ

OQ

QP)tan( (6.4.e)

Nilai tanθ akan menjadi 0 jika θ = 0o, dan akan menuju +∞ jika θ menuju 90o karena pada waktu itu PQ juga ∞ dan tan(−θ) akan menuju −∞ pada waktu θ menuju −90o. Jadi tanθ bernilai antara −∞ sampai +∞.

Nilai tanθ = 1 bila θ = 45o karena pada waktu itu PQ = OQ; tan(−θ) = −1 jika θ = −45o. Lihat pula kurva pada Gb.6.5.

Fungsi Cotangent.

PQ

OQcot =θ (6.4.f)

θ−=−

=′

=θ− cotPQ

OQ

QP

OQ)cot( (6.4.g)

Nilai cotθ akan menuju +∞ jika θ menuju 0o karena PQ akan menuju 0 walau OQ menuju 0; cotθ = 0 jika θ = 90o karena OQ = 0.

Sebaliknya cotθ akan menuju −∞ jika θ menuju −0 karena P’Q akan menuju −0; cotθ = 0 jika θ = −90o karena P’Q menuju −∞. Lihat pula kurva Gb.6.6.

Page 82: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

73

Fungsi Secan dan Cosecan

OQcos

1sec

r=θ

=θ (6.4.h)

PQsin

1csc

r=θ

=θ (6.4.i)

Nilai secθ menuju ∞ jika θ menuju 90o karena OQ menuju 0 dan secθ = 1 pada waktu θ = 0o karena pada waktu itu OQ = r atau cosθ = 1. Sementara itu cscθ akan menuju ∞ jika θ menuju 0 karena sinθ menuju 0. Lihat pula Gb.6.7.

Relasi-Relasi. Relasi-relasi yang lain dapat kita turunkan dengan mengunakan Gb.6.2., yaitu

Gb.6.2. Relasi-relasi

βα−βα=β+αβα+βα=β+α

sinsincoscos)cos(

sincoscossin)sin( (6.5)

Karena β−=β− sin)sin( dan β=β− cos)cos( maka kita peroleh pula

βα+βα=β−αβα−βα=β−α

sinsincoscos)cos(

sincoscossin)sin( (6.6)

sinα

α

-1

1

-1 [0,0] 1 x

y

β

cosα

cosα cosβ

cosα sinβ

β

sinα sinβ

sinα cosβ

Page 83: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 74

6.2. Kurva Fungsi Trigonometri Dalam Koordinat x-y

Bilangan-nyata dengan desimal yang tidak terbatas, π, digunakan untuk menyatakan besar sudut dengan satuan radian. Jumlah radian dalam sudut θ didefinisikan dengan persamaan

θ==θ rsr

s , (6.7)

Jika θ = 360o maka s menjadi penuh satu keliling lingkaran, atau s = 2πr . Jadi jumlah radian dalam sudut 360o adalah 2π. Dengan demikian maka ukuran sudut

rad. adalah 180 o1 π=θ

rad. 0,5adalah 90 o2 π=θ

rad. )180/(adalah 1 o3 π=θ dst.

Fungsi Sinus. Dengan menggunakan satuan radian, fungsi trigonometri akan kita gambarkan pada sistem koordinat x-y, yang kita ketahui bahwa sumbu-x adalah sumbu bilangan-nyata, termasuk π. Bentuk kurva fungsi sinus

)sin(xy = (6.8)

terlihat pada Gb.6.3. yang dibuat untuk nilai x dari −2π sampai +2π.

Fungsi ini mencapai nilai maksimum +1 pada x = π/2 atau θ = 90o, mencapai nilai nol pada x = π atau θ = 180o, mencapai minimum −1 (arah negatif) pada x = 1,5π atau θ = 270o, kembali nol pada x = 2π atau θ = 360o; inilah satu perioda.

Gb.6.3. Kurva fungsi sinus dalam dua perioda.

x

y

-1,5

-1 -0,5

0

0,5

1

1,5

0 −π π 2π −2π

θ s r

Page 84: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

75

Fungsi Cosinus. Kurva fungsi cosinus

)cos(xy = (6.9)

terlihat pada Gb.6.4. Fungsi ini mencapai nilai maksimum +1 pada x = 0 atau θ = 0o, mencapai nilai nol pada x = π/2 atau θ = 90o, mencapai minimum −1 (arah negatif) pada x = π atau θ = 180o, kembali nol pada x = 1,5π atau θ = 270o, dan ke nilai maksimum +1 lagi setelah satu perioda, 2π.

Gb.6.4. Kurva fungsi cosinus.

Fungsi sinus maupun fungsi cosinus adalah fungsi periodik dengan perioda sama sebesar 2π, dengan nilai maksimum dan minimum yang sama yaitu +1 dan −1. Perbedaan antara keduanya terlihat, yaitu

)cos()cos( sedangkan )sin()sin( xxxx −=−−= (6.10)

Fungsi sinus simetris terhadap titik-asal [0,0], dan disebut memiliki simetri ganjil. Fungsi cosinus simetris terhadap sumbu-y dan disebut memiliki simetri genap.

Dengan memperbandingkan Gb.6.3. dan Gb.6.4 kita lihat bahwa fungsi sinus dapat dipandang sebagai fungsi cosinus yang tergeser sejajar sumbu-x sebesar π/2. Oleh karena itu fungsi sinus dapat kita nyatakan dalam cosinus

)2/cos()sin( π−== xxy (6.11)

Fungsi Tangent. Selanjutnya kita lihat fungsi

)cos(

)sin()tan(

x

xxy == (6.12)

perioda

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

0 x

y

2π π −π

Page 85: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 76

Karena cos(x) = 0 pada x = +π/2 dan −π/2, maka tan(x) bernilai tak hingga pada x = +π/2 dan −π/2.

Fungsi Cotangent. Fungsi ini adalah kebalikan dari fungsi tangent.

)tan(

1

)sin(

)cos()cot(

xx

xxy === (6.13)

Karena sin(x) = 0 pada x = 0, maka cot(x) bernilai tak hingga pada x = 0. Lihat Gb.6.6.

Gb.6.6. Kurva y = cot (x)

-3

-2

-1

0

1

2

3

-1,5π -π -0,5π 0 0,5π π 1,5π

y

Gb.6.5. Kurva )tan(xy ====

-3

-2

-1

0

1

2

3

-1,5π -π -0,5π 0 0,5π π 1,5π

Page 86: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

77

Fungsi Secan. Fungsi ini adalah kebalikan fungsi cosinus.

)cos(

1)sec(

xxy == (6.14.a)

Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.6.7.a. Perhatikan bahwa sec(x) bernilai 1 pada x = 0 karena pada nilai x itu cos(x) juga bernilai 1.

Fungsi Cosecan. Fungsi ini adalah kebalikan fungsi sinus.

)sin(

1)csc(

xxy == (6.14.b)

Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.6.7.b. csc(x) bernilai ∞ pada x = 0 kara pada nilai x ini sin(x) bernilai 0.

(a) y = sec(x)

(b) y = csc(x)

Gb.6.7. Kurva y = sec(x) dan y = csc(x)

-3

-2

-1

0

1

2

3

-1,5π -π -0,5π 0 0,5π π 1,5π

-3

-2

-1

0

1

2

3

-1,5π -π -0,5π 0 0,5π π 1,5π

Page 87: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 78

Soal-Soal: Skets kurva fungsi-fungsi berikut:

xy sin2= ; xy 2sin3= ; xy 3cos2= ;

)4/2cos(3 π+= xy ; )3/tan(2 xy =

6.3. Fungsi Trigonometri Inversi

Sinus Inversi. Jika fungsi sinus kita tuliskan )sin(xy = , maka fungsi

sinus inversi dituliskan sebagai

xyxy 1sinatau arcsin −== (6.15)

Perhatikan bahwa sin−1x bukan berarti 1/sinx, melainkan inversi sinus x yang bisa kita baca sebagai: y adalah sudut yang sinusnya sama dengan x.

Karena fungsi sinus adalah periodik dari −∞ sampai +∞ maka fungsi

xy 1sin−= tidaklah bernilai tunggal. Kurva fungsi ini terlihat pada

Gb.6.8.a.

Ia akan terlihat bernilai tunggal jika kita membatasi nilai y; kita hanya

meninjau fungsi sinus inversi pada 22

π≤≤π− y . Dengan pembatasan ini

maka kita hanya terlibat dengan nilai-nilai utama dari sin−1x. Jadi nilai

utama xy 1sin−= terletak pada 2

sin2

1 π≤≤π− − x . Kurva fungsi

xy 1sin−= yang dibatasi ini terlihat pada Gb.6.8.b.

Perhatikanlah bahwa pada x = 0, y = sin−1x = 0 karena pada y = 0 sin(y) = 0 = x. Pada x = 1, y = sin−1x = π/2 karena sin(y) = sin(π/2) = 1 = x.

Contoh: π== − 5,0)1(sin 1y ;

π−=−= − 5,0)1(sin 1y

6)5,0(sin 1 π== −y ;

6)5,0(sin 1 π−=−= −y

Page 88: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

79

a) b)

Gb.6.8. Kurva y = sin−1x

Jika kita bandingkan Gb.6.8. (fungsi sinus inversi) dengan Gb.6.3. (fungsi sinus) terlihat bahwa jika sumbu-y pada Gb.6.8. kita gambarkan horizontal sedangkan sumbu-x kita gambarkan vertikal, maka kita akan memperoleh bentuk kurva fungsi sinus pada Gb.6.3. pada rentang

22

π≤≤π− y , yaitu rentang di mana kita membatasi nilai y pada fungsi

sinus inversi, atau rentang nilai utama fungsi sinus inversi.

Cosinus Inversi. Fungsi cosinus inversi kita peroleh melalui hubungan

xxy 11 sin2

cos −− −π== (6.16)

Hubungan ini berasal dari relasi segitiga siku-siku. Jika sudut lancip segitiga siku-siku adalah α dan β, maka α−π=β 2/ dan β=α cossin .

Oleh karena itu jika x=αsin maka x=βcos sehingga

xx 11 sin2/2/cos −− −π=α−π=β=

x

y

-1 0

1 0

−π

π

−2π

-0,5π

-0,25π

0

0,25π

0,5π

-1 -0,5 0 0,5 1 x

y

Page 89: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 80

Karena dengan pembatasan 22

π≤≤π− y pada fungsi sinus inversi

memberikan 2

sin2

1 π≤≤π− − x maka nilai-nilai utama dari x1cos− akan

terletak pada π≤≤ − x1cos0 . Gb.6.9.b. memperlihatkan kurva fungsi cosinus inversi pada nilai utama.

Perhatikan bahwa jika sumbu-x digambar vertikal sedang sumbu-y digambar horizontal, kita dapatkan fungsi cosinus seperti pada Gb.6.4. dalam rentang π≤≤ x0 .

a) b)

Gb.6.9. Kurva xy 1cos−=

Tangent Inversi. Fungsi tangent inversi adalah

xy 1tan−= (6.17)

dengan nilai utama 2

tan2

1 π<<π− − x

Untuk fungsi ini, nilai )2/(π±=y tidak kita masukkan pada

pembatasan untuk y karena nilai tangent akan menjadi tak hingga pada

nilai y tersebut. Gb.6.10.a. memperlihatkan kurva xy 1tan−= lengkap

sedangkan Gb.6.10.b. dibatasi pada nilai π<<π− 5.05,0 y .

x

y

-1 0

1 0

−π

π

0

0,25π

0,5π

0,75π

-1 -0,5 0 0,5 1 x

y

Page 90: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

81

a) b)

Gb.6.10. Kurva xy 1tan−=

Jika kita mempertukarkan posisi sumbu-x dan sumbu-y pada Gb.6.10.b ini, kita akan memperoleh kurva pada Gb.6.5. yaitu kurva fungsi tangent, dalam rentang

2tan

21 π<<π− − x

Inilah batas nilai-nilai utama fungsi tangent inversi.

Cotangent inversi. Fungsi ini diperoleh melalui hubungan

xxy 11 tan2

cot −− −π== (6.18)

dengan nilai utama π<< − x1cot0

0 dan π tidak masuk dalam pembatasan y karena pada nilai tersebut y menjadi tak hingga.

Hubungan (6.18) diperoleh dari segitiga siku-siku. Jika sudut lancip segitiga siku-siku adalah α dan β, maka α−π=β 2/ dan β=α cottan .

Oleh karena itu jika x=αtan maka x=βcot sehingga

xx 11 tan2/2/cot −− −π=α−π=β=

Kurva fungsi cotangent inversi terlihat pada Gb.6.11.

-3 -2 -1 0 1 2 3

-1,5π

-0,5π

0

0,5π

π

1,5π y

x

-0,5π

-0,25π

0

0,25π

0,5π

-10 -5 0 5 10 x

y

Page 91: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 82

Gb.6.11. Kurva xy 1cot−=

Pertukaran posisi sumbu-x dan sumbu-y Gb.6.11. ini akan memberikan bentuk kurva fungsi cotangent pada Gb.6.6.

Fungsi Secan Inversi. Selanjutnya kita memperoleh fungsi secan inversi

xxy

1cossec 11 −− == (6.19)

dengan nilai utama π≤≤ − x1sec0 .

Gb.6.12. Kurva xy 1sec−=

Fungsi Cosecan Inversi.

xx

1sincsc 11 −− = (6.20)

dengan nilai utama 2

csc2

1 π≤≤π− − x

0

0,5π

-10 -5 0 5 10

y

x

0

0,25π

0,5π

0,75π

π

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

Page 92: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

83

Pertukaran posisi sumbu-x dan sumbu-y pada gambar kurva kedua fungsi terakhir ini juga akan memberikan bentuk kurva fungsi non-konversinya.

Gb.6.12. Kurva xy 1csc−=

Hubungan Fungsi-Fungsi Inversi. Hubungan antara fungsi inversi dengan fungsi-fungsi non-inversi dapat kita cari dengan menggunakan gambar segitiga siku-siku.

1). Dari fungsi xy 1sin−= , yaitu

sudut y yang sinus-nya adalah x dapat kita gambarkan segitiga siku-siku dengan sisi miring sama dengan 1 seperti terlihat di samping ini.

Dari gambar ini selain fungsi

xy 1sin−= dan xy =sin , kita dapat peroleh

21cos xy −= , 21

tanx

xy

−= , dst.

2). Dari fungsi cosinus inversi

xy 1cos−= dapat kita

gambarkan segitiga siku-siku seperti di samping ini.

y

-0,5π

-0,25π

0

0,25π

0,5π

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 x

x 1

21 x−

y

x

1 21 x−y

Page 93: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 84

Selain xy =cos dari gambar ini kita dapatkan

21sin xy −= , x

xy

21tan

−= , dst.

3). Dari fungsi xy 1tan−= , kita

gambarkan segitiga seperti di samping ini.

Selain xy =tan , kita peroleh

21sin

x

xy

+= ,

21

1cos

xy

+= , dst

4). Dari fungsi xy 1sec−= kita

gambarkan segitiga seperti di samping ini.

Dari gambar ini kita peroleh

21tan xy −= , x

xy

1sin

2 −= , dst.

Soal-Soal:

1) Dari fungsi xy 1cot−= tentukan ysin dan ycos

2) Dari fungsi xy 1csc−= tentukan ytan dan ycos

x

1

21 x+

y

x 12 −x

y

1

Page 94: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

85

Bab 7 Gabungan Fungsi Sinus

7.1. Fungsi Sinus Dan Cosinus

Banyak peristiwa terjadi secara siklis sinusoidal, seperti misalnya gelombang cahaya, gelombang radio pembawa, gelombang tegangan listrik sistem tenaga, dsb. Peristiwa-peristiwa itu merupakan fungsi waktu, sehingga kita akan melihatnya dengan menggunakan waktu sebagai peubah bebas, dengan simbol t, satuan detik.

Dalam peristiwa sinusoidal, jumlah siklus yang terjadi setiap detik disebut frekuensi siklus, dengan simbol f , dengan satuan Hertz (1 Hz = 1 siklus per detik). Jadi jika fungsi sinus memiliki perioda T0 maka

00

1

Tf = (7.1)

Sebagaimana dikemukakan di bab sebelumnya, kita menggunakan jumlah radian untuk menyatakan sudut. Karena satu siklus perubahan sudut bersesuaian dengan perubahan sebesar 2π radian, maka f siklus per detik bersesuaian dengan 2πf radian per detik. Jadi di samping frekuensi siklus f kita memiliki frekuensi sudut dengan simbol ω, dengan satuan radian per detik. Relasi antara frekuensi siklus (f) dengan frekuensi sudut (ω), dan juga dengan perioda (T0), adalah

00

22

Tf

π=π=ω (7.2)

Suatu fungsi cosinus yang memiliki amplitudo (nilai puncak) A dituliskan sebagai

π=ω=0

2coscos

T

tAtAy (7.3)

Catatan: Sebelum kita lanjutkan pembahasan kita, ada sedikit catatan yang perlu dicermati. Di bab sebelum ini kita menyatakan fungsi sinus )sin(xy = atau fungsi cosinus )cos(xy = dengan x sebagai

peubah bebas dengan satuan radian. Pada (7.3) kita menyatakan fungsi cosinus ty ω= cos dengan t sebagai peubah bebas dengan

satuan detik. Faktor ω-lah yang membuat satuan detik menjadi radian; ω disebut frekuensi susut, satuan rad/detik.

Page 95: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 86

Gb.7.1. memperlihatkan kurva fungsi cosinus. Jika fungsi cosinus ini kita geser ke arah positif sebesar ¼ perioda kita akan mendapatkan fungsi sinus. Gb.7.2.

π=ω=

π−ω=0

2sinsin

2cos

T

tAtAtAy (7.4)

Gb.7.1. Fungsi cosinus

π=ω=0

2coscos

T

tAtAy

Gb.7.2. Fungsi sinus

π−ω=

π=ω=2

cos2

sinsin0

tAT

tAtAy

Pergeseran fungsi cosinus sebesar Ts diperlihatkan pada Gb.7.3. Persamaan kurva cosinus tergeser ini adalah

( )

π−π=−ω=00

22coscos

T

T

T

tATtAy s

s

T0

-A

0

A

0 t

y

T0

-A

0

A

0 t

y

Page 96: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

87

Gb.7.3. Fungsi cosinus tergeser

Kita perhatikan bahwa puncak pertama fungsi cosinus menunjukkan pergeseran. Pada Gb.7.1. pergeseran adalah nol. Pada Gb.7.3. pergeseran adalah Ts . Pada Gb.7.2. pergeseran adalah π/2 yang kemudian menjadi kurva fungsi sinus. Jadi akan sangat mudah menuliskan persamaan suatu fungsi sinusoidal sembarang, yaitu dengan menuliskannya dalam bentuk cosinus, dengan memasukkan pergeseran yang terjadi yaitu yang ditunjukkan oleh posisi puncak yang pertama.

Untuk selanjutnya, peristiwa-peristiwa yang berubah secara sinusoidal kita nyatakan dengan menggunakan fungsi cosinus, yang dianggap sebagai bentuk normal

Perhatikanlah bahwa Ts adalah pergeseran waktu dalam detik, sehingga fungsi sinusoidal dengan pergeseran Ts kita tuliskan (Gb.7.3)

( )sTtAy −ω= cos

yang dapat pula kita tuliskan

( )sTtAy ω−ω= cos

Pada penulisan terakhir ini, ωTs mempunyai satuan radian, sama dengan satuan ωt. Selanjutnya

0

2

T

TT s

=ω=ϕ (7.5)

disebut sudut fasa dari fungsi cosinus dan menunjukkan posisi puncak pertama dari fungsi cosinus. Fungsi cosinus dengan sudut fasa ϕ kita tuliskan

( )ϕ−ω= ty cos (7.6)

T0

-A

0

A

0 t

y

Ts

Page 97: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 88

Jika ϕ = π/2 maka kita mempunyai fungsi sinus. Jadi untuk mengubah fungsi sinus ke dalam format normal (menggunakan fungsi cosinus) kita menambahkan pergeseran sebesar π/2 pada fungsi cosinus.

7.2. Kombinasi Fungsi Sinus. Dalam tinjauan selanjutnya, jika disebut fungsi sinus, yang dimaksudkan adalah fungsi sinus yang dinyatakan dalam bentuk normal, yaitu cosinus.

Fungsi sinus adalah fungsi periodik. Fungsi-fungsi periodik lain yang bukan sinus, dapat dinyatakan sebagai jumlah dari fungsi-fungsi sinus. Atau dengan kata lain suatu fungsi periodik dapat diuraikan menjadi jumlah dari beberapa komponen sinus, yang memiliki amplitudo, sudut fasa, dan frekuensi yang berlainan satu sama lain. Dalam penguraian itu, fungsi akan terdiri dari komponen-komponen yang berupa komponen searah (nilai rata-rata dari fungsi), komponen sinus dengan frekuensi dasar f0 , dan harmonisa yang memiliki frekuensi harmonisa nf0 .

Sebaliknya dapat juga dikatakan bahwa jumlah dari beberapa fungsi sinus yang memiliki amplitudo, frekuensi, serta sudut fasa yang berlainan, akan membentuk fungsi periodik, walaupun bukan berbentuk sinus. Gb.7.4. memperlihatkan beberapa bentuk fungsi periodik; bentuk fungsi-fungsi periodik ini tergantung macam komponen sinus yang menyusunnya.

Frekuensi harmonisa adalah nilai frekuensi yang merupakan kelipatan bulat n dari frekuensi dasar f0. Frekuensi f0 kita sebut sebagai frekuensi dasar karena frekuensi inilah yang menentukan perioda T0 = 1/f0 . Frekuensi harmonisa dimulai dari harmonisa kedua (2fo), harmonisa ketiga (3f0), dan seterusnya, yang secara umum kita katakan harmonisa ke-n mempunyai frekuensi nf0 .

7.3. Spektrum Dan Lebar Pita.

Spektrum. Jika kita menghadapi suatu fungsi periodik, kita bisa mempertanyakan bagaimana komponen-komponen sinusoidalnya. Bagaimana penyebaran amplitudo dan sudut fasa setiap komponen, atau dengan singkat bagaimana spektrum fungsi tersebut. Kita juga mempertanyakan bagaimana sebaran frekuensi dari komponen-komponen tersebut.

Page 98: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

89

Gb.7.4. Beberapa fungsi periodik.

Berikut ini kita akan melihat suatu contoh fungsi yang dinyatakan dengan persamaan

( ) ( ) ( )tftftfy )4(2cos5,7)2(2sin152cos3010 000 π−π+π+=

Fungsi ini merupakan jumlah dari satu komponen konstan dan tiga komponen sinus. Komponen konstan sering disebut komponen berfrekuensi nol karena y(t) = A cos(2πft) = A jika f = 0. Komponen sinus yang pertama adalah komponen sinus dasar karena komponen inilah yang mempunyai frekuensi paling rendah tetapi tidak nol. Suku ketiga dan keempat adalah harmonisa ke-2 dan ke-4; harmonisa ke-3 tidak ada.

Fungsi ini dinyatakan dengan campuran fungsi sinus dan cosinus. Untuk melihat bagaimana spektrum fungsi ini, kita harus menuliskan tiap suku dengan bentuk yang sama yaitu bentuk normal (standar). Telah dikatakan

-4

1

-5 15

)4/)2(2cos(22cos31 00 πππ ++++−−−−++++==== tftfy

y

y = 1 + 3 cos 2f0t -4

0

4

-5 15 t

))2(2cos(22cos31 00 tftfy ππ −−−−++++====

y

t

- 4

0

4

- 5 15

y

y = 3 cos 2f0t -4

0

4

-5 15 t

Page 99: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 90

di depan bahwa bentuk normal pernyataan fungsi sinusoidal adalah menggunakan fungsi cosinus, yaitu )2cos( ϕ+π= ftAy .

Dengan menggunakan kesamaan

)2/2cos()2sin( π−π=π ftft dan )2cos()2cos( π+π=π− ftft

persamaan fungsi di atas dapat kita tulis

)42cos(5,7)2/22cos(15)2cos(3010 000 π+π+π−π+π+= tftftfy

Dalam pernyataan terakhir ini semua suku telah kita tuliskan dalam bentuk standar, dan kita dapat melihat amplitudo dan sudut fasa dari tiap komponen seperti dalam tabel berikut.

Frekuensi 0 f0 2 f0 4 f0 Amplitudo 10 30 15 7,5 Sudut fasa − 0 −π/2 π

Fungsi yang kita ambil sebagai cintoh mungkin merupakan pernyataan suatu sinyal (dalam rangkaian listrik misalnya). Tabel ini menunjukkan apa yang disebut sebagai spektrum dari sinyal yang diwakilinya. Suatu spektrum sinyal menunjukkan bagaimana komposisi baik amplitudo maupun sudut fasa dari semua komponen cosinus sebagai fungsi dari frekuensi. Sinyal yang kita bahas ini berisi empat macam frekuensi, yaitu : 0, f0 , 2f0 , dan 4f0. Amplitudo dari setiap frekuensi secara berturut-turut adalah 10, 30, 15, dan 7,5 satuan (volt misalnya, jika ia adalah sinyal tegangan). Sudut fasa dari komponen sinus yang berfrekuensi f0 , 2f0 dan 4f0 berturut turut adalah 0, −π/2, dan π radian.

Dari tabel tersebut di atas kita dapat menggambarkan dua grafik yaitu grafik amplitudo dan grafik sudut fasa, masing-masing sebagai fungsi frekuensi. Grafik yang pertama kita sebut spektrum amplitudo (Gb.7.5.a) dan grafik yang kedua kita sebut spektrum sudut fasa (Gb.7.5.b).

Page 100: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

91

Gb.7.5.a. Spektrum Amplitudo

Gb.7.5.b. Spektrum sudut fasa.

Penguraian fungsi periodik menjadi penjumlahan harmonisa sinus, dapat dilakukan untuk semua bentuk fungsi periodik dengan syarat tertentu. Fungsi persegi misalnya, yang juga periodik, dapat diuraikan menjadi jumlah harmonisa sinus. Empat suku pertama dari persamaan hasil uraian fungsi persegi ini adalah sebagai berikut :

....)2/72cos(7

)2/52cos(5

+

)2/32cos(3

)2/2cos(

00

00

+π−π+π−π

π−π+π−π=

tfA

tfA

tfA

tfAy

Dari persamaan ini, terlihat bahwa semua harmonisa mempunyai sudut fasa sama besar yaitu –π/2; amplitudonya menurun dengan meningkatnya frekuensi dengan faktor 1/n; tidak ada komponen konstan dan tidak ada harmonisa genap. Tabel amplitudo dan sudut fasa adalah seperti berikut.

0

π/2

0 1 2 3 4 5 Su

dut F

asa

Frekuensi [×f0]

−π/2

−2π

0

10

20

30

40

0 1 2 3 4 5

Frekuensi [×f0]

Am

plit

udo

Page 101: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 92

Frekuensi: 0 f0 2f0 3f0 4f0 5f0 .. nf0

Amplitudo: 0 A 0 A/3 0 A/5 .. A/n

Sudut Fasa: - -π/2 - -π/2 - -π/2 .. -π/2

Gb.7.6. berikut ini memperlihatkan bagaimana fungsi persegi dibangun dari harmonisa-harmonisanya.

Gb.7.10. Uraian fungsi persegi. a). sinus dasar. b). harmonisa-3 dan sinus dasar + harmonisa-3. c). harmonisa-5 dan sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5. d). harmonisa-7 dan sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5 + harmonisa-7. e) hasil penjumlahan yang dilakukan sampai pada harmonisa ke-21.

Lebar Pita. Dari contoh fungsi persegi di atas, terlihat bahwa dengan menambahkan harmonisa-harmonisa pada sinus dasarnya kita akan makin mendekati bentuk persegi. Penambahan ini dapat kita lakukan terus sampai ke suatu harmonisa tinggi yang memberikan bentuk fungsi yang kita anggap cukup memuaskan artinya cukup dekat dengan bentuk yang kita inginkan.

Pada spektrum amplitudo, kita juga dapat melihat bahwa makin tinggi frekuensi harmonisa akan makin rendah amplitudonya. Hal ini tidak hanya berlaku untuk fungsi persegi saja melainkan berlaku secara umum. Oleh karena itu secara umum kita dapat menetapkan suatu batas

a) b)

d)

c)

e)

Page 102: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

93

frekuensi tertinggi dari suatu fungsi periodik, dengan menganggap amplitudo harmonisa-harmonisa yang frekuensinya di atas frekuensi tertinggi ini dapat diabaikan. Batas frekuensi tertinggi tersebut dapat kita tetapkan, misalnya frekuensi harmonisa yang amplitudonya tinggal 2% dari amplitudo sinus dasar.

Jika batas frekuensi tertinggi kita tetapkan, batas frekuensi terendah juga perlu kita tetapkan. Batas frekuensi terendah adalah frekuensi sinus dasar jika bentuk fungsi yang kita tinjau tidak mengandung komponen konstan. Jika mengandung komponen konstan maka frekuensi terendah adalah nol. Selisih dari frekuensi tertinggi dan terendah disebut lebar pita (band width).

Page 103: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 94

Soal-Soal: Fungsi Sinus, Gabungan Sinus, Spektrum

1. Tentukan persamaan bentuk kurva fungsi sinus berikut ini dalam format cosinus )cos( sxxAy −= :

a). Amplitudo 10, puncak pertama terjadi pada x = 0, frekuensi siklus 10 siklus/skala.

b). Amplitudo 10, puncak pertama terjadi pada x = 0,02, frekuensi siklus 10 siklus/skala.

c). Amplitudo 10, pergeseran sudut fasa 0o, frekuensi sudut 10 rad/skala.

d). Amplitudo 10, pergeseran sudut fasa +30o, frekuensi sudut 10 rad/skala.

2. Carilah spektrum amplitudo dan sudut fasa dari fungsi gabungan sinus berikut ini:

80002sin2,0 40002cos220002sin54 ttty π+π−π+=

Dengan mengambil batas amplitudo harmonisa tertinggi 5%, tentukan lebar pita fungsi ini.

3. Carilah spektrum amplitudo dan sudut fasa dari fungsi gabungan sinus berikut ini, dan tentukan juga lebar pita fungsi ini dengan mengambil batas amplitudo harmonisa tertinggi 5%.

8000cos2 20002sin2-)6010002cos(3 o ttty π+π−π=

4. Carilah spektrum amplitudo dan sudut fasa dari fungsi gabungan sinus berikut ini, dan tentukan juga lebar pita fungsi ini dengan mengambil batas amplitudo harmonisa tertinggi 5%.

5000cos02,01500cos2.0

500cos300cos2100cos10

tt

ttty

++++=

5. Carilah spektrum amplitudo dan sudut fasa dari fungsi gabungan sinus berikut ini, dan tentukan juga lebar pita fungsi ini dengan mengambil batas amplitudo harmonisa tertinggi 5%.

20002cos2,0 15002cos2

10002cos35002cos1010

tt

tty

π+π+π+π+=

Page 104: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

97

Bab 8 Fungsi Logaritma Natural, Eksponensial, Hiperbolik

8.1. Fungsi Logarithma Natural.

Definisi. Logaritma natural adalah logaritma dengan menggunakan basis bilangan e. Bilangan e ini, seperti halnya bilangan π, adalah bilangan-nyata dengan desimal tak terbatas. Sampai dengan 10 angka di belakang koma, nilainya adalah

e = 2,7182818284

Bilangan e merupakan salah satu bilangan-nyata yang sangat penting dalam matematika:

1ln =e (8.1)

aeaea == lnln (8.2)

Kita lihat sekarang fungsi logaritma natural. Fungsi logaritma natural dari x dituliskan sebagai

xy ln= (8.3)

Fungsi ini didefinisikan melalui integral (mengenai integrasi akan kita pelajari pada Bab-12), yaitu

∫=x

dtt

x1

1ln (8.4)

Di sini kita akan melihat definisi tersebut secara grafis di mana integral dengan batas tertentu seperti (8.4) berarti luas bidang antara fungsi 1/t dan sumbu-x yang dibatasi oleh t = 1 dan t = x . Perhatikan Gb.8.1. Nilai fungsi y = ln x adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, dalam rentang antara t = 1 dan t = x.

Gb.8.1. Definisi ln x ditunjukkan secara grafis.

x t

ln x 1/t

0

1

2

3

4

5

6

0 1 2 3 4

y

Page 105: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 98

Kurva fungsi y = ln x dalam koordinat x-y adalah seperti pada Gb.8.2. Nilai ln x = 1 terjadi pada nilai x = e.

Gb.8.2. Kurva y = ln x.

Sifat-Sifat. Sifat-sifat logaritma natural mirip dengan logaritma biasa. Jika x dan a adalah positif dan n adalah bilangan rasional, maka:

1 untuk negatif bernilai ln

ln

1ln

lnln

;lnlnln

lnlnln

<=

==

−=

+=

xx

xe

e

xnx

axa

x

xaax

x

n (8.5)

Soal-Soal

Dengan membagi luas bidang di bawah kurva (1/t) pada Gb.8.1 dalam segmen-segmen selebar ∆t = 0,1 dan mendekati luas segmen sebagai luas trapesium, hitunglah

1). ln 1,5 2). ln 2 ; 3). ln 0,5

-2

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

2

0 1 2 3 4 x

y

e

y = ln x

Page 106: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

99

8.2. Fungsi Eksponensial

Antilogaritma dan Fungsi Eksponensial. Antilogaritma adalah inversi dari logaritma; kita melihatnya sebagai suatu fungsi

yx ln= (8.6)

Mengingat sifat logaritma sebagaimana disebutkan di atas, ekspresi ini ekivalen dengan

xey = (8.7)

yang disebut fungsi eksponensial.

Fungsi eksponensial yang penting dan sering kita jumpai adalah fungsi eksponensial dengan eksponen negatif; fungsi ini dianggap mulai muncul pada x = 0 walaupun faktor u(x), yaitu fungsi anak tangga satuan, tidak dituliskan.

0 ; ≥= − xaey bx (8.8)

Eksponen negatif ini menunjukkan bahwa makin besar bx maka nilai fungsi makin kecil. untuk suatu nilai b tertentu, makin besar x fungsi ini akan makin menurun. Makin besar b akan makin cepat penurunan tersebut.

Dengan mengambil nilai a = 1, kita akan melihat bentuk kurva fungsi eksponensial (8.8) untuk beberapa nilai b, dalam rentang x ≥ 0 seperti terlihat pada Gb.8.3. Pada Gb.8.3. ini terlihat bahwa makin besar nilai b, makin cepat fungsi menurun.

Gb.8.3. Perbandingan kurva y = e−x dan y = e−2x.

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 x

y

e− x

e−2x

Page 107: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 100

Penurunan kurva fungsi eksponensial ini sudah mencapai sekitar 36% dari nilai awalnya (yaitu nilai pada x = 0), pada saat x = 1/b. Pada saat x = 5b kurva sudah sangat menurun mendekati sumbu-x, nilai fungsi sudah di bawah 1% dari nilai awalnya. Oleh karena itu fungsi eksponensial biasa dianggap sudah bernilai nol pada x = 5/b.

Persamaan umum fungsi eksponensial dengan amplitudo A adalah

)(tuAey at−= (8.9)

Faktor u(t) adalah fungsi anak tangga satuan untuk menyatakan bahwa kita hanya meninjau keadaan pada t ≥ 0. Fungsi ini menurun makin cepat jika a makin besar. Didefinisikanlah

a

1=τ (8.10)

sehingga (8.9) dituliskan

)(/ tuAey t τ−= (8.11)

τ disebut konstanta waktu; makin kecil τ, makin cepat fungsi eksponensial menurun.

Gabungan Fungsi Eksponensial. Gabungan fungsi eksponensial yang banyak dijumpai dalam rekayasa adalah eksponensial ganda yaitu penjumlahan dua fungsi eksponensial. Kedua fungsi mempunyai amplitudo sama tetapi berlawanan tanda; konstanta waktu dari keduanya juga berbeda. Persamaan fungsi gabungan ini adalah

( ) )( 21 // tueeAy tt τ−τ− −= (8.12)

Bentuk kurva dari fungsi ini terlihat pada Gb.8.4.

Fungsi ini dapat digunakan untuk memodelkan surja. Gelombang surja (surge) merupakan jenis pulsa yang awalnya naik dengan cepat sampai suatu nilai maksimum tertentu kemudian menurun dengan agak lebih lambat. Surja tegangan yang dibangkitkan untuk keperluan laboratorium berbentuk “mulus” namun kejadian alamiah yang sering dimodelkan dengan surja tidaklah mulus, misalnya arus terpaan petir.

Page 108: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

101

Gb.8.4. Kurva gabungan dua fungsi eksponensial.

Soal-Soal

1. Gambarkan dan tentukan persamaan kurva fungsi eksponensial yang muncul pada x = 0 dan konstanta τ , berikut ini :

a). ya = amplitudo 5, τ = 2.

b). yb = amplitudo 10, τ = 2.

c). yc = amplitudo −5, τ = 4.

2. Dari fungsi pada soal 10, gambarkanlah bentuk kurva fungsi berikut.

cbaf

cae

bad

yyyy

yyy

yyy

++=+=+=

c).

b).

a).

3. Gambarkanlah bentuk kurva fungsi berikut.

{ } )( 1 10 a). 5,01 xuey x−−=

{ } )( 510 b). 2,02 xuey x−−=

0

1

2

3

4

5

0 1 2 3 4 5

(((( ))))21 // ττ tt eeAy −−−−−−−− −−−−====

1/1

τtAey −−−−====

2/2

τtAey −−−−====

A

y

0 t/τ

Page 109: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 102

8.3. Fungsi Hiperbolik

Definisi. Kombinasi tertentu dari fungsi eksponensial membentuk fungsi hiperbolik, seperti cosinus hiperbolik (cosh) dan sinus hiperbolik (sinh)

2sinh ;

2cosh

vvvv eev

eev

−− −=+= (8.13)

Persamaan (8.13) ini merupakan definisi dari cosinus hiperbolik dan sinus hiperbolik. Definisi ini mengingatkan kita pada fungsi trigonometri biasa cosinus dan sinus. Pada fungsi trigonometri biasa, jika x = cosθ dan y = sinθ maka fungsi sinus dan cosinus ini memenuhi persamaan “lingkaran satuan” (berjari-jari 1), yaitu

θ+θ==+ 2222 cossin1yx .

Pada fungsi hiperbolik, jika x = cosh v dan y = sinh v, maka fungsi-fungsi ini memenuhi persamaan “hiperbola satuan”:

122 =− yx

Hal ini dapat kita uji dengan mensubstitusikan cosh v untuk x dan sinh v untuk y dan kita akan mendapatkan bahwa persamaan “hiperbola satuan” akan terpenuhi. Kita coba:

14

4

4

2

4

2 sinhcosh

22222222 ==+−−++=−=−

−− vvvv eeeevvyx

Bentuk kurva fungsi hiperbolik satuan terlihat pada Gb. 8.5. dengan

2sinh ;

2cosh

vvvv eevy

eevx

−− −==+==

Gb.8.5. Kurva fungsi hiperbolik satuan.

-4

-3

-2 -1

0

1

2

3 4

0 1 2 3 4

y

x

P[x,y] v = 0

v = ∞

Page 110: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

103

Jika kita masukkan

2sinh ;

2cosh

vvvv eevy

eevx

−− −==+==

maka titik P[x,y] akan berada di bagian positif kurva tersebut. Karena ev selalu bernilai positif dan e−v = 1/ev juga selalu positif untuk semua nilai nyata dari v, maka titik P[x,y] selalu berada di bagian positif (sebelah kanan sumbu-y) kurva hiperbolik.

Mirip dengan fungsi trigonometri, fungsi hiperbolik yang lain didefinisikan sebagai

vv

vv

vv

vv

ee

ee

v

vv

ee

ee

v

vv −

−+==

+−==

sinh

coshcoth ;

cosh

sinhtanh (8.14)

vvvv eevv

eevv −− −

==+

== 2

sinh

1csch ;

2

cosh

1sech (8.15)

Identitas. Beberapa identitas fungsi hiperbolik kita lihat di bawah ini.

1). 1sinhcosh 22 =− vv . Identitas ini telah kita buktikan di atas. Identitas ini mirip dengan identitas fungsi trigonometri biasa.

2). vv 22 sechtanh1 =− . Identitas ini diperoleh dengan membagi identitas pertama dengan cosh2v.

3). vv 22 csch1coth =− . Identitas ini diperoleh dengan membagi identitas pertama dengan sinh2v.

4). uevv =+ sinhcosh . Ini merupakan konsekuensi definisinya.

5). uevv −=− sinhcosh . Ini juga merupakan konsekuensi definisinya.

Page 111: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 104

Kurva-Kurva Fungsi Hiperbolik. Gb.8.6 berikut ini memperlihatkan kurva fungsi-fungsi hiperbolik.

(a)

b)

c)

xe2

1

xe−−2

1

xy sinh=

x

y

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

-2 -1 0 1 2

-1

0

1

2

3

4

-2 -1 0 1 2

xy sech=

xy cosh= y

x

xe2

1 xy sinh=

xy cosh= y

x

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

-2 -1 0 1 2

Page 112: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

105

d)

e) Gb.8.6. Kurva-kurva fungsi hiperbolik.

xy csch=

xy sinh=

x

y

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

-2 -1 0 1 2

xy csch=

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

-2 -1 0 1 2

xy coth=

xy coth=

xy tanh=x

y

Page 113: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 106

Soal-Soal

1). Turunkan relasi )sinh( vu + dan )cosh( vu + .

2). Diketahui 4/3sinh −=v . Hitung cosh v, coth v, dan csch v.

3). Diketahui 4/3sinh −=v . Hitung cosh v, tanhv, dan sech v.

Page 114: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

107

Bab 9 Koordinat Polar

9.1. Relasi Koordinat Polar dan Koordinat Sudut-siku

Pada pernyataan posisi satu titik P[xP,yP] pada sistem koordinat sudut-siku terdapat hubungan

θ= sinP ry ; θ= cosP rx (9.1)

dengan r adalah jarak antara titik P dengan titik-asal [0,0] dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh arah r dengan sumbu-x, seperti terlihat pada Gb. 17.1.

Gb.9.1. Posisi titik P pada sistem koordinat polar.

Dalam koordinat polar, r dan θ inilah yang digunakan untuk menyatakan posisi titik P. Posisi titik P seperti pada Gb. 17.1. dituliskan sebagai P[r,θ].

17.2. Persamaan Kurva Dalam Koordinat Polar

Di Bab-5 kita telah melihat persamaan lingkaran berjari-jari c berpusat di O[a,b] dalam koordinat sudut-siku, yaitu

222 )()( cbyax =−+−

Kita dapat menyatakan lingkaran ini dalam koordinat polar dengan mengganti x dan y menurut relasi (9.1), yaitu

222 )sin()cos( cbrar =−θ+−θ (9.2.a)

yang dapat dituliskan sebagai

P[r,θ]

θ

[0,0] x

y

r

xP

yP

Page 115: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 108

( )( ) 0)sincos(2

0)sincos(2

0)sin2sin()cos2cos(

222

2222

2222222

=−++θ+θ−

=−++θ+θ−

=−+θ−θ++θ−θ

cbabarr

cbabarr

cbrbrarar

(9.2.b)

dengan bentuk kurva seperti Gb.9.2.a

Jika lingkaran ini berjari-jari c = a dan berpusat di O[a,0] maka persamaan (9.2.b) menjadi

0)cos2( =θ− arr (9.2.c)

Pada faktor pertama, jika kita mengambil 0====r , kita menemui titik pusat. Faktor ke-dua adalah

0cos2 =θ− ar (9.2.d)

merupakan persamaan lingkaran dengan bentuk kurva seperti pada Gb.9.2.b.

(a) (b)

Gb.9.2. Lingkaran

Berikut ini tiga contoh bentuk kurva dalam koordinat bola.

Contoh: )cos1(2 θ−=r . Bentuk kurva fungsi ini terlihat pada Gb.9.3

yang disebut kardioid (cardioid) karena bentuk yang seperti hati.

[0,0]

a

x

y

P[r,θ]

θ

r

b

[0,0]

a

x

y P[r,θ]

θ

r

Page 116: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

109

Gb.9.3 Kurva kardioid, )cos1(2 θ−=r

Perhatikan bahwa pada θ = 0, r = 0; pada θ = π/2 , r = 2; pada θ = π, r = 4; pada θ = 1,5π, r = 2.

Contoh: θ= cos162r . Bentuk kurva fungsi ini terlihat pada Gb.9.4

Gb.9.4 Kurva θ= cos162r

Perhatikan bahwa pada θ = 0, r = 4; pada θ = π/2 , r = 0; pada θ = π, r = 4; pada θ = 1,5π, r = 0.

Contoh: 2=θr . Untuk θ > 0 bentuk kurva fungsi ini terlihat pada Gb.9.5

-3

-2

-1

0

1

2

3

-5 -3 -1 1

y

x

r

θ

P[r,θ]

θ

y

x

-3

-2

-1

0

1

2

3

-5 -3 -1 1 3 5

r

P[r,θ]

Page 117: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 110

Gb.9.5 Kurva 2====θr

Pada persamaan kurva ini jika θ = 0 maka 0 = 2; suatu hal yang tidak benar. Ini berarti bahwa tidak ada titik pada kurva yang bersesuaian dengan θ = 0. Akan tetapi jika θ mendekati nol maka r mendekati ∞; garis y = 2 merupakan asimptot dari kurva ini. Perhatikanlah bahwa perpotongan kurva dengan sumbu-x tidak berarti θ = 0 dan terjadi pada θ = π, 2π, 3π, 4π, dst.

17.3. Persamaan Garis Lurus Salah satu cara untuk menyatakan persamaan kurva dalam koordinat polar adalah menggunakan relasi (9.1) jika persamaan dalam koordinat sudut-siku diketahui. Hal ini telah kita lakukan misalnya pada persamaan lingkaran (9.2.a) menjadi (9.2.b) atau (9.2.c). Berikut ini kita akan menurunkan persamaan kurva dalam koordinat polar langsung dari bentuk / persyaratan kurva.

Gb.9.6 memperlihatkan kurva dua garis lurus l1 sejajar sumbu-x dan l2 sejajar sumbu-y.

Gb.9.6 Garis lurus melalui titik-asal [0,0].

Garis l1 berjarak a dari titik-asal; setiap titik P yang berada pada garis ini harus memenuhi

r

θ O

y

x

l2

b r

θ O

y

x

l1

a

P[r,θ] P[r,θ]

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

2

-1 0 1 2 3 x

y

θ = π θ = 2π θ = 3π θ = 4π

r

θ

P[r,θ] y = 2

Page 118: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

111

ar =θcos (9.3)

Inilah persamaan garis l1.

Garis l2 berjarak b dari titik-asal; setiap titik P yang berada pada garis ini harus memenuhi

br =θsin (9.4)

Inilah persamaan garis l2.

Kita lihat sekarang garis l3 yang berjarak a dari titik asal dengan kemiringan positif seperti terlihat pada Gb.9.7. Karena garis memiliki kemiringan tertentu maka sudut antara garis tegak-lurus ke l3, yaitu β juga tertentu. Kita manfaatkan β untuk mencari persamaan garis l3. Jika titik P harus terletak pada l3 maka

ar =θ−β )cos( (9.5)

Inilah persamaan garis l3.

Gb.9.7. Garis lurus l3 berjarak a dari [0,0], memiliki kemiringan positif.

Jika kita bandingkan persamaan ini dengan persamaan (9.3) terlihat bahwa persamaan (9.5) ini adalah bentuk umum dari (9.3), yang akan kita peroleh jika kita melakukan perputaran sumbu. Jika perputaran kita lakukan sedemikian rupa sehingga memperoleh kemiringan garis positif, maka akan kita peroleh persamaan garis seperti (9.5). Apabila perputaran sumbu kita lakukan sehingga garis yang kita hadapi, l4, memiliki kemiringan negatif, seperti pada Gb.9.8., maka persamaan garis adalah

ar =β−θ )cos( (9.6)

α

r

β

l3

a A

O

y

x

θ

P[r,θ]

Page 119: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 112

Gb.9.8. Garis lurus l4 berjarak a dari [0,0], kemiringan negatif.

17.4. Parabola, Elips, Hiperbola

Ketiga bangun geometris ini telah kita lihat pada Bab-5 dalam koordinat sudut-siku. Kita akan melihatnya sekarang dalam koordinat polar.

Eksentrisitas. Pengertian sehari-hari dari istilah eksentrik adalah menyimpang dari yang umum. Dalam matematika, eksentrisitas adalah rasio antara jarak suatu titik P terhadap titik tertentu dengan jarak antara titik P terhadap garis tertentu. Titik tertentu itu disebut titik fokus dan garis tertentu itu disebut direktriks; kedua istilah ini telah kita kenal pada waktu pembahasan mengenai parabola di Bab-5. Sesungguhnya, dengan pengertian eksentrisitas ini kita dapat membahas sekaligus parabola, elips, dan hiperbola.

Perhatikan Gb.9.8. Jika es adalah eksentrisitas, maka

PD

PF=se (9.7)

Gb.9.8. Titik fokus dan garis direktriks.

Jika kita mengambil titik fokus F sebagai titik asal, maka

r=PF

F

D

θ

r

k

x A B

y

direktriks

P[r,θ]

r

β

l4 a

O

y

x

θ

P[r,θ]

Page 120: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

113

dan dengan (9.7) menjadi PDser = ; sedangkan

θ+=+== cosFBAFABPD rk

sehingga θ+=θ+= cos)cos( rekerker sss

Dari sini kita dapatkan

θ−=

cos1 s

s

e

ker (9.8)

Nilai es menentukan persamaan bangun geometris yang kita akan peroleh.

Parabola. Jika 1=se , yang berarti PF = PD, maka

θ−=

cos1

kr (9.9)

Inilah persamaan parabola.

Perhatikan bahwa jika θ mendekati nol, maka r mendekati tak hingga. Jika θ = π/2 maka r = k. Jika π=θ titik P akan mencapai puncak kurva dan r = k/2, yang berarti bahwa puncak parabola berada di tegah-tengah antara garis direktriks dan titik fokus. Hal ini telah kita lihat di Bab-5.

Elips. Jika es < 1, misalnya 5,0=se , PF = PD/2, maka

θ−=

cos2

kr (9.10)

Inilah persamaan elips.

Perhatikan bahwa karena 1cos1 +≤θ≤− maka penyebut pada persamaan (9.10) tidak akan pernah nol. Oleh karena itu r selalu mempunyai nilai untuk semua nilai θ. Jika θ = 0 maka r = k, titik P mencapai jarak terjauh dari F. dan jika θ = π/2 maka r = k/2 . Jika θ = π maka r = k/3, titik P mencapai jarak terdekat dengan F.

Hiperbola. Jika 1>se , misal 2=se , berarti PD2PF ×= , maka

θ−=

cos21

2kr (9.11)

Inilah persamaan hiperbola.

Page 121: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 114

Jika θ mendekati π/3 maka r menuju tak hingga. Jika 2/π=θ maka r = 2k. Jika π=θ , titik P ada di puncak kurva, dan r = k/3 = PF.

17.4. Lemniskat dan Oval Cassini

Di laut Aegea di hadapan selat Dardanella, terdapat sebuah pulau yang penting dalam mitologi Yunani yaitu pulau Lemnos atau Limnos. Pulau vulkanik ini berbentuk tak beraturan dengan dua teluk yang menjorok dalam ke daratan di pantai utara dan pantai selatan.

Giovanni Domenico Cassini dikenal juga dengan nama Jean Dominique Cassini (1625 – 1712) adalah astronom Italia. Cassini menemukan empat di antara sembilan atau sepuluh satelit planet Saturnus. Ia pula yang menemukan celah cincin Saturnus, antara cincin terluar dengan cincin ke-dua yang paling terang; celah itu kemudian disebut Cassini’s division.

Bangun-geometris yang disebut lemniskat dan oval Cassini merupakan situasi khusus dari kurva yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang hasil kali jaraknya terhadap dua titik tertentu bernilai konstan. Misalkan dua titik tertentu tersebut adalah F1[a,π] dan F2[a,0]. Lihat Gb.9.9.

Gb.9.9. Menurunkan persamaan kurva dengan persyaratan PF1×PF2 = konstan

Dari Gb.9.9. kita dapatkan

( ) ( ) ( )θ++=

θ++θ=

cos2

cossinPF22

2221

arar

rar

( ) ( ) ( )θ−+=

θ−+θ=

cos2

cossinPF22

2222

arar

rar

Misalkan hasil kali 221 PFPF b=× , maka kita peroleh relasi

F1[a,π] F2[a,0]

P[r,θ]

r

θ θ = 0 θ = π

θ = π/2

Page 122: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

115

( ) ( )

)cos21(2

)cos2(2

cos2cos2

22244

22244

22224

θ−++=

θ−++=

θ−+×θ++=

raar

arraar

ararararb

(9.12)

Kita manfaatkan identitas trigonometri

1cos2sincos2cos 222 −θ=θ−θ=θ

untuk menuliskan (9.12) sebagai

θ−+= 2cos2 22444 raarb (9.13)

Jika b kita buat ber-relasi dengan a yaitu b = ka maka persamaan (9.13) ini dapat kita tuliskan

)1(2cos20 44224 karar −+θ−=

Untuk r > 0, persamaan ini menjadi

)1(2cos2cos 42222 kaar −−θ±θ= (9.14)

Lemniskat. Bentuk kurva yang disebut lemniskat ini diperoleh pada

kondisi khusus (9.14) yaitu k = 1, yang berarti b = a atau 221 PFPF a=× .

Pada kondisi ini persamaan (9.14) menjadi

)2cos2(0 222 θ−= arr

Faktor pertama r = 0 akan memberikan sebuah titik. Faktor yang ke-dua memberikan persamaan

θ= 2cos2 22 ar

Dengan mengambil a = 1, kurva dari persamaan ini terlihat pada Gb.9.10.

Page 123: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 116

Gb.9.10. Kurva persamaan (9.14), k = 1 = a.

Bentuk lemniskat masih akan diperoleh pada k > 1, misalnya k = 1,1. Pada keadaan ini, dengan tetap mengambil a = 1, bentuk kurva yang akan diperoleh terlihat seperti pada Gb.9.11.

Gb.9.11. Kurva persamaan (9.14), k = 1,1 & a = 1.

Oval Cassini. Kondisi khusus yang ke-tiga adalah k < 1, misalkan k = 0,8. Dengan tetap mengambil a = 1, bentuk kurva yang diperoleh adalah seperti pada Gb.9.12, yang disebut “oval Cassini”. Kurva ini terbelah menjadi dua bagian, mengingatkan kita pada Cassini’s division di planet Saturnus.

θ = 0 θ = π

θ = π/2

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

-2 -1 0 1 2

θ = 0 θ = π

θ = π/2

-0,6

-0,2

0

0,2

0,6

-1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5

Page 124: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

117

Gb.9.12. Kurva persamaan (9.14), k = 0,8 & a = 1.

17.5. Luas Bidang Dalam Koordinat Polar

Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva dan dua garis masing-masing mempunyai sudut kemiringan α dan β. Lihat Gb.9.12

Gb.9.12. Mencari luas bidang antara kurva dan dua garis.

Antara α dan β kita bagi dalam n segmen.

n

α−β=θ∆

Luas setiap segmen bisa didekati dengan luas sektor lingkaran. Antara θ dan (θ + ∆θ) ada suatu nilai θk sedemikian rupa sehingga luas sektor lingkaran adalah

2/)( 2 θ∆= kk rA

Luas antara θ = α dan θ = β menjadi

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

-2 -1 0 1 2

θ = 0 θ = π

θ = π/2

θ = α

θ = β

θ ∆θ

x

y

Page 125: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 118

( )∑ ∑ θ∆θ=θ∆=αβ 2/)(2/)( 22kk frA

Jika n menuju ∞, ∆θ menuju nol, kita dapat menuliskan luas bidang menjadi

[ ]

[ ]∫

∑∑β

α

→θ∆→θ∆αβ

θθ=

θ∆θ=θ∆=

df

frA k

2

2

0

2

0

)(2

1

2/)(lim2/)(lim

atau ∫β

ααβ θ= dr

A2

2 (9.15)

Page 126: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

119

Bab 10 Turunan Fungsi Polinom

10.1. Pengertian Dasar

Kita telah melihat bahwa apabila koordinat dua titik yang terletak pada suatu garis lurus diketahui, misalnya [x1,y1] dan [x2,y2], maka kemiringan garis tersebut dinyatakan oleh persamaan

)(

)(

12

12

xx

yy

x

ym

−−=

∆∆= (10.1)

Untuk garis lurus, m bernilai konstan dimanapun titik [x1,y1] dan [x2,y2] berada. Bagaimanakah jika yang kita hadapi bukan garis lurus melainkan garis lengkung? Perhatikan Gb.10.1.

(a)

(b)

Gb.10.1. Tentang kemiringan garis.

Pada Gb.10.1.a. ∆y/∆x merupakan kemiringan garis lurus P1P2 dan bukan kemiringan garis lengkung y = f(x). Jika ∆x kita perkecil, seperti terlihat pada GB.10.1.b., ∆y/∆x menjadi ∆y′/∆x′ yang merupakan kemiringan garis lurus P1P′2. Jika ∆x terus kita perkecil maka kita dapatkan

P1 ∆y′

∆x′

x

y

P′2

y = f(x)

P1

∆y

∆x

x

y

P2

y = f(x)

Page 127: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 120

kemiringan garis lurus yang sangat dekat dengan titik P1, dan jika ∆x mendekati nol maka kita mendapatkan kemiringan garis singgung kurva y di titik P1. Jadi jika kita mempunyai persamaan garis )(xfy ==== dan

melihat pada suatu titik tertentu [x,y], maka pada kondisi dimana ∆x mendekati nol, persamaan (10.1) dapat kita tuliskan

)()()(

limlim00

xfx

xfxxf

x

y

xx′=

∆−∆+=

∆∆

→∆→∆ (10.2)

)(xf ′ merupakan fungsi dari x karena untuk setiap posisi titik yang kita

tinjau )(xf ′ memiliki nilai berbeda; )(xf ′ disebut fungsi turunan dari

)(xf , dan kita tahu bahwa dalam hal garis lurus, )(xf ′ bernilai konstan

dan merupakan kemiringan garis lurus tersebut. Jadi formulasi (10.1) tidak hanya berlaku untuk garis lurus. Jika ∆x mendekati nol, maka ia dapat diaplikasikan juga untuk garis lengkung, dengan pengertian bahwa kemiringan m adalah kemiringan garis lurus yang menyinggung kurva lengkung di titik [x,y]. Perhatikan Gb. 11.2.

Gb.10.2. Garis singgung pada garis lengkung.

Jika fungsi garis lengkung adalah )(xfy = maka )(xf ′ pada titik [x1,y1]

adalah kemiringan garis singgung di titik [x1,y1], dan f ′(x) di titik (x2,y2) adalah kemiringan garis singgung di [x2,y2]. Bagaimana mencari f ′(x) akan kita pelajari lebih lanjut.

Jika pada suatu titik x1 di mana x

y

x ∆∆

→∆ 0lim seperti yang dinyatakan oleh

(10.2) benar ada, fungsi f(x) memiliki turunan di titik tersebut dan dikatakan sebagai “dapat didiferensiasi di titik tersebut” dan nilai

(x1,y1)

(x2,y2)

x

y

Page 128: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

121

x

y

x ∆∆

→∆ 0lim merupakan nilai turunan di titik tersebut (ekivalen dengan

kemiringan garis singgung di titik tersebut).

Persamaan (10.2) biasanya ditulis

)()()(

lim

lim)(

0

0

xfx

xfxxfx

yy

dx

d

dx

dy

x

x

′=∆

−∆+=

∆∆==

→∆

→∆ (10.3)

dx

dy kita baca “turunan terhadap x dari fungsi y”, atau “turunan fungsi y

terhadap x”. Penurunan ini dapat dilakukan jika y memang merupakan fungsi x. Jika tidak, tentulah penurunan itu tidak dapat dilakukan. Misalnya y merupakan fungsi t , )(tfy = ; maka penurunan y hanya bisa

dilakukan terhadap t, tidak terhadap x.

)()(

tfdt

tdf

dt

dyy ′===′

10.2. Fungsi Mononom

Kita lihat uraian-uraian berikut ini.

1). kxfy == )(0 , bernilai konstan. Di sini

00)()(

lim0

0 =∆

=∆

−∆+=′→∆ xx

xfxxfy

x

2). xxfy 2)(11 ==

⇒ 222)(2

lim)(0

1 =∆∆=

∆−∆+=′

→∆ x

x

x

xxxxf

x

Page 129: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 122

Gb.10.3. Fungsi mononom y = 2x dan turunannya.

Kurva )(1 xf ′ membentuk garis lurus sejajar sumbu-x; ia bernilai

konstan 2 untuk semua x.

3). 222 2)( xxfy ==

xxxx

xxxxx

x

xxxxf

x

xx

4)222(lim

2)2(2lim

2)(2lim)(

0

222

0

22

02

=∆+×=∆

−∆+∆+=∆

−∆+=′

→∆

→∆→∆

Turunan fungsi ini membentuk kurva garis lurus dengan kemiringan 4.

4). 333 2)( xxfy ==

2222

0

33323

0

33

03

623232lim

2)33(2lim

2)(2lim)(

xxxxx

x

xxxxxxx

x

xxxxf

x

x

x

=∆+∆×+×=∆

−∆+∆+∆+=

∆−∆+

=′

→∆

→∆

→∆

Turunan fungsi ini membentuk kurva parabola.

0

2

4

6

8

10

0 1 2 3 4 5x

yxxf 2)(1 ====

2)(1 ====′′′′ xf

Page 130: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

123

5). Secara umum, turunan mononom nmxxfy == )( (10.4)

adalah )1()( −×=′ nxnmy (10.5)

Jika n pada (10.4) bernilai 1 maka kurva fungsi )(xfy = akan

berbentuk garis lurus dan turunannya akan berupa nilai konstan,

kxfy =′=′ )(

Jika n > 1, maka turunan fungsi akan merupakan fungsi x, )(xfy ′=′ . Dengan demikian maka fungsi turunan ini dapat

diturunkan lagi dan kita mendapatkan fungsi turunan berikutnya

)(xfy ′′=′′

yang mungkin masih juga merupakan fungsi x dan masih dapat diturunkan lagi untuk memperoleh fungsi turunan berikutnya lagi

)(xfy ′′′=′′′

dan demikian seterusnya.

dx

dyxfy =′=′ )( kita sebut turunan pertama,

2

2)(

dx

ydxfy =′′=′′ turunan kedua,

3

3)(

dx

ydxfy =′′′=′′′ turunan ke-tiga, dst.

Contoh: 3

44 2)( xxfy ==

12 ;12)2(6 ;6)3(2 4)12(

42)13(

4 =′′′==′′==′ −− yxxyxxy

6) Dari (10.4) dan (10.5) kita dapat mencari titik-potong antara kurva suatu fungsi dengan kurva fungsi turunannya.

Fungsi mononom nmxxfy == )( memiliki turunan

)1()( −×=′ nxnmy . Koordinat titik potong P antara kurva mononom

f(x) dengan turunan pertamanya diperoleh dengan

Page 131: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 124

)1()( −×=→′= nn xnmmxyy

⇒ nx =P dan nmxy PP =

Koordinat titik potong kurva mononom dengan kurva-kurva turunan selanjutnya dapat pula dicari.

Gb.10.4. memperlihatkan kurva mononom 4xy = dan turunan-

turunannya 34xy =′ , 212xy =′′ , xy 24=′′′ , 24=′′′′y .

Gb.10.4. Mononom dan fungsi turunan-nya.

10.3. Fungsi Polinom

Polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Kita lihat contoh-contoh berikut.

1). 24)(11 +== xxfy

{ } { }4

242)(4lim)(1 =

∆+−+∆+=′

→∆ x

xxxxf

xx

Kurva fungsi ini dan turunannya terlihat pada Gb.10.5.

-100

0

100

200

-3 -2 -1 0 1 2 3 4

4xy =

34xy =′

212xy =′′ xy 24=′′′

24=′′′′y

212xy =′′34xy =′

Page 132: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

125

Gb.10.5. f1(x) = 4x + 2 dan turunannya.

Suku yang bernilai konstan pada f1(x), berapapun besarnya, positif maupun negatif, tidak memberikan kontribusi dalam fungsi turunannya.

2). )2(4)(22 −== xxfy ⇒ 84)(2 −= xxf

⇒ 4)(2 =′ xf

Gb.10.6. f2(x) = 4(x – 2) dan turunannya.

3). 524)( 233 −+== xxxfy

{ } { }28224

5245)(2)(4lim

22

03

+=+×=∆

−+−−∆++∆+=′→∆

xxx

xxxxxxy

x

4). 5245)( 2344 −++== xxxxfy

{ } { }281522435

5245 5)(2)(4)(5lim

22

2323

04

++=+×+×=∆

−++−−∆++∆++∆+=′→∆

xxxx

x

xxxxxxxxxy

x

)2(4)(2 −−−−==== xxf

4)(2 ====′′′′ xf

-15

-10

-5

0

5

10

-1 0 1 2 3 4 x

y

f1(x) = 4x + 2

f1′(x) = 4

-4

-2

0

2

4

6

8

10

-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 x

y

Page 133: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 126

5) Secara Umum: Turunan suatu polinom, yang merupakan jumlah beberapa mononom, adalah jumlah turunan masing-masing mononom dengan syarat setiap mononom yang membentuk polinom itu memang memiliki turunan.

10.4. Nilai Puncak

Kita telah melihat bahwa turunan fungsi di suatu nilai x merupakan kemiringan garis singgung terhadap kurva fungsi di titik [ x,y]. Jika titik [xp,yp] adalah titik puncak suatu kurva, maka garis singgung di titik [xp,yp] tersebut akan berupa garis mendatar yang kemiringannya nol. Dengan kata lain posisi titik puncak suatu kurva adalah posisi titik di mana turunan pertama fungsi bernilai nol.

Polinom Orde Dua. Kita ambil contoh fungsi polinom orde dua (fungsi kuadrat):

13152 2 ++= xxy

Turunan pertama fungsi ini adalah

154 +=′ xy

Jika kita beri y ′ = 0 maka kita dapatkan nilai xp dari titik puncak yaitu

xp = −(15/4) = −3,75

Jika nilai xp ini kita masukkan ke fungsi asalnya, maka akan kita dapatkan nilai puncak yp.

125,15 13)75,3(152(-3,75)

13152

2

2

−=+−×+=

++= ppp xxy

Secara umum, xp dari fungsi kuadrat cbxaxy ++= 2 dapat diberoleh

dengan membuat

02 =+=′ baxy (10.6)

sehingga diperoleh

a

bxp 2

−= (10.7)

Page 134: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

127

Nilai puncak, yp dari fungsi kuadrat cbxaxy ++= 2 dapat diperoleh

dengan memasukkan xp

a

acbc

a

bcbxaxy ppp 4

4

4

222 −−=+−=++= (10.8)

Maksimum dan Minimum. Bagaimanakah secara umum menentukan apakah suatu nilai puncak merupakan nilai minimum atau maksimum? Kita manfaatkan karakter turunan kedua di sekitar nilai puncak. Lihat Gb.10.7.

Gb.10.7. Garis singgung di sekitar titik puncak.

Turunan pertama di suatu titik pada kurva adalah garis singgung pada kurva di titik tersebut. Di sekitar titik maksimum, mulai dari kiri ke kanan, kemiringan garis singgung terus menurun sampai menjadi nol di titik puncak kemudian menjadi negatif. Ini berarti turunan pertama y′ di sekitar titik maksimum terus menurun dan berarti pula turunan kedua di titik maksimum bernilai negatif.

Sebaliknya, di sekitar titik minimum, mulai dari kiri ke kanan, kemiringan garis singgung terus meningkat sampai menjadi nol di titik puncak kemudian menjadi positif. Ini berarti turunan pertama y′ di sekitar titik minimum terus menurun dan berarti pula turunan kedua di titik minimum bernilai positif.

Jadi apabila turunan kedua di titik puncak bernilai negatif, titik puncak tersebut adalah titik maksimum. Apabila turunan kedua di titik puncak bernilai positif, titik puncak tersebut adalah titik minimum.

y

x

Q

P

y′ y′

Page 135: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 128

Dalam kasus fungsi kuadrat cbxaxy ++= 2 , turunan pertama adalah

baxy +=′ 2 dan turunan kedua adalah ay 2=′′ . Jadi pada fungsi

kuadrat, apabila a bernilai positif maka ia memiliki nilai minimum; jika a negatif ia memiliki nilai maksimum.

Contoh: Kita lihat kembali contoh fungsi kuadrat yang dibahas di atas.

13152 2 ++= xxy

Nilai puncak fungsi ini adalah 125,15−=py dan ini merupakan

nilai minimum, karena turunan keduanya 4=′′y adalah positif.

Lihat pula Gb.10.5.c.

Contoh: Kita ubah contoh di atas menjadi:

13152 2 ++−= xxy

Turunan pertama fungsi menjadi

75,3 memberi 0 jika yang , 154 +==′+−=′ pxyxy

Nilai puncak adalah

125,411375,3152)^75,3(2 +=+×+−=py

Turunan kedua adalah 4−=′′y bernilai negatif. Ini berarti

bahwa nilai puncak tersebut adalah nilai maksimum.

Contoh: Dua buah bilangan positif berjumlah 20. Kita diminta menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa sehingga perkaliannya mencapai nilai maksimum, sementara jumlahnya tetap 20.

Jika salah satu bilangan kita sebut x maka bilangan yang lain adalah (20−x). Perkalian antara keduanya menjadi

220)20( xxxxy −=−=

Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan memberikan nilai x yang memberikan ypuncak.

0220 =−=′ xy memberikan x = 10

dan nilai puncaknya adalah

Page 136: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

129

100100200 =−=puncaky

Turunan kedua adalah 2−=′′y ; ia bernilai negatif. Jadi

ypuncak yang kita peroleh adalah nilai maksimum; kedua bilangan yang dicari adalah 10 dan (20−10) = 10. Kurva dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.10.8.

Kurva tersebut memotong sumbu-x di

20dan 0 0)20( 21 ==⇒=−= xxxxy

Dalam contoh di atas kita memperoleh hanya satu nilai maksimum; semua nilai x yang lain akan memberikan nilai y dibawah nilai maksimum ypuncak yang kita peroleh. Nilai maksimum demikian ini kita sebut nilai maksimum absolut.

Jika seandainya ypuncak yang kita peroleh adalah nilai minimum, maka ia akan menjadi minimum absolut, seperti pada contoh berikut.

Contoh: Dua buah bilangan positif berselisih 20. Kita diminta menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa sehingga perkaliannya mencapai nilai minimum, sementara selisihnya tetap 20.

Jika salah satu bilangan kita sebut x (positif) maka bilangan yang lain adalah (x + 20). Perkalian antara keduanya menjadi

xxxxy 20)20( 2 +=+=

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

-5 0 5 10 15 20 25

y

x

Gb.11.8. Kurva )20( xxy −=

Page 137: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 130

Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan memberikan nilai x yang memberikan ypuncak.

0202 =+=′ xy sehingga x = −10

dan nilai puncak adalah

100200100 −=−=puncaky

Turunan kedua adalah 2+=′′y ; ia bernilai positif. Jadi

ypuncak yang kita peroleh adalah nilai minimum; kedua bilangan yang dicari adalah −10 dan (−10+20) = +10. Kurva fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.10.9.

Gb.10.9. Kurva )20( += xxy

Polinom Orde Tiga. Fungsi pangkat tiga diberikan secara umum oleh

dcxbxaxy +++= 23 (10.10)

Turunan dari (10.29) adalah

cbxaxy ++=′ 23 2 (10.11)

Dengan membuat 0====′′′′y kita akan mendapatkan xp.

cbxaxy pp ++==′ 230 2

Ada dua posisi nilai puncak, yaitu

-120

-100

-80

-60

-40

-20

0

20

40

-25 -20 -15 -10 -5 0 5 x

y

Page 138: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

131

a

acbb

a

acbbxx pp

3

3

6

1242,

2

2

21

−±−=

−±−= (10.12)

Dengan memasukkan xp1 dan xp2 ke penyataan fungsi (10.11) kita peroleh nilai puncak yp1 dan yp2. Namun bila xp1 = xp2 berarti dua titik puncak berimpit atau kita sebut titik belok.

Contoh: Kita akan mencari di mana letak titik puncak dari kurva fungsi

332 23 +−= xxy dan apakah nilai puncak merupakan nilai

minimum atau maksimum.

Jika turunan pertama fungsi ini kita samakan dengan nol, akan kita peroleh nilai x di mana puncak-puncak kurva terjadi.

1dan 0 memberikan

0)1(666 2

===−=−=′

xx

xxxxy

Memasukkan nilai x yang diperoleh ke persamaan asalnya memberikan nilai y, yaitu nilai puncaknya.

2 memberikan 1

3 memberikan 0

+==

+==

puncak

puncak

yx

yx

Jadi posisi titik puncak adalah di P[0,3] dan Q[1,2]. Apakah nilai puncak ypuncak minimum atau maksimum kita lihat dari turunan kedua dari fungsi y

6 1Untuk

6 0Untuk

612

+=′′⇒=−=′′⇒=

−=′′

yx

yx

xy

Jadi nilai puncak di P[0,3] adalah suatu nilai maksimum, sedangkan nilai puncak di Q[1,2] adalah minimum. Kurva dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.10.10.

Page 139: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 132

Gb.10.10. Kurva 332 23 +−= xxy dan garis singgung di R.

10.5. Garis Singgung

Persamaan garis singgung pada titik R yang terletak di kurva suatu fungsi )(xfy = secara umum adalah mxys = dengan kemiringan m adalah

turunan pertama fungsi di titik R.

Contoh: Lihat fungsi 332 23 +−= xxy yang kurvanya diberikan pada

Gb.10.10.

Turunan pertama adalah )1(666 2 −=−=′ xxxxy . Titik R dengan

absis 2R =x , memiliki ordinat 734382R =+×−×=y ; jadi

koordinat R adalah R(2,7). Kemiringan garis singgung di titik R adalah 12126 =××=m .

Persamaan garis singgung Kxys +=12 . Garis ini harus melalui

R(2,7) dengan kata lain koordinat R harus memenuhi persamaan garis singgung. Jika koordinat R kita masukkan ke persamaan garis singgung akan kita dapatkan nilai K.

Kxys +=12 ⇒ K+×= 2127 ⇒ 17247 −=−=K .

Persamaan garis singgung di titk R adalah 1712 −= xys

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

-2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5

P[0,3] Q[1,2]

x

y

ys

R

Page 140: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

133

10.6. Contoh Hubungan Diferensial

Berikut ini adalah beberapa contoh relasi diferensial. (ref. [3] Bab-2)

Arus Listrik. Arus litrik adalah jumlah muatan listrik yang mengalir per detik, melalui suatu luas penampang tertentu. Ia merupakan laju aliran muatan. Kalau arus diberi simbol i dan muatan diberi simbol q maka

dt

dqi =

Satuan arus adalah ampere (A), satuan muatan adalah coulomb (C). Jadi 1 A = 1 C/detik.

Tegangan Listrik. Tegangan listrik didefinisikan sebagai laju perubahan energi per satuan muatan. Kalau tegangan diberi simbol v dan energi diberi simbol w, maka

dq

dwv =

Satuan daya adalah watt (W). Satuan energi adalah joule (J). Jadi 1 W = 1 J/detik.

Daya Listrik. Daya listrik didefinisikan sebagai laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p maka

dt

dwp =

Dari definisi tegangan dan arus kita dapatkan vidt

dq

dq

dw

dt

dwp ===

Karakteristik Induktor. Karakteristik suatu piranti listrik dinyatakan dengan relasi antara arus yang melewati piranti dengan tegangan yang ada di terminal piranti tersebut. Jika L adalah induktansi induktor, vL dan iL masing-masing adalah tegangan dan arus-nya, maka relasi antara arus dan tegangan induktor adalah

dt

diLv L

L =

Karakteristik Kapasitor. Untuk kapasitaor, jika C adalah kapasitansi kapasitor, vC dan iC adalah tegangan dan arus kapasitor, maka

dt

dvCi c

C =

Page 141: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 134

Soal-Soal

1. Carilah turunan fungsi-fungsi berikut untuk kemudian menentukan nilai puncak

824

; 2123

;7105

23

22

21

++−=

+−=

−−=

xxy

xxy

xxy

2. Carilah turunan fungsi-fungsi berikut untuk kemudian menentukan nilai puncak

2373

2342

231

2173

; 627

; 2452

xxxy

xxxy

xxxy

+−=

++−=

−+−=

Page 142: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

135

Bab 11 Turunan Perkalian Fungsi, Pangkat Dari Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit

11.1. Fungsi Yang Merupakan Perkalian Dua Fungsi

Misalkan kita memiliki dua fungsi x, )(xv dan )(xw , dan kita hendak

mencari turunan terhadap x dari fungsi vwy = . Misalkan nilai x berubah

sebesar ∆x, maka fungsi w berubah sebesar ∆w, fungsi v berubah sebesar ∆v, dan fungsi y berubah sebesar ∆y. Perubahan ini terjadi sedemikian rupa sehingga setelah perubahan sebesar ∆x hubungan vwy = tetap

berlaku, yaitu

)(

))(()(

vwvwwvvw

wwvvyy

∆∆+∆+∆+=∆+∆+=∆+

(11.1)

Dari sini kita dapatkan

x

wv

x

vw

x

wv

x

vwvwvwwvwv

x

yyy

x

y

∆∆∆+

∆∆+

∆∆=

∆−∆∆+∆+∆+=

∆−∆+=

∆∆

)()(

(11.2)

Jika ∆x mendekati nol maka demikian pula ∆v dan ∆w, sehingga x

wv

∆∆∆

juga mendekati nol. Persamaan (11.2) akan memberikan

dx

dvw

dx

dwv

dx

vwd

dx

dy +== )( (11.3)

Inilah formulasi turunan fungsi yang merupakan hasilkali dari dua fungsi.

Contoh: Kita uji kebenaran formulasi ini dengan melihat suatu fungsi

mononom 56xy = yang kita tahu turunannya adalah 430xy =′ .

Kita pandang sekarang fungsi y sebagai perkalian dua fungsi

Page 143: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 136

vwy = dengan 32xv = dan 23xw = . Menurut (11.3) turunan dari

y menjadi

44422323

3018126362)32(

xxxxxxxdx

xxdy =+=×+×=

×=′

Ternyata sesuai dengan apa yang diharapkan.

Bagaimanakah dx

uvwd )( jika u, v, w ketiganya adalah fungsi x. Kita

aplikasikan (11.3) secara bertahap seperti berikut.

dx

duvw

dx

dvuw

dx

dwuv

dx

duv

dx

dvuw

dx

dwuv

dx

uvdw

dx

dwuv

dx

wuvd

dx

uvwd

)()()(

)(

)()(

))(()(

++=

++=

+==

(11.4)

Contoh: Kita uji formula ini dengan mengambil fungsi penguji

sebelumnya, yaitu 56xy = yang kita tahu turunannya adalah

430xy =′ . Kita pandang sekarang fungsi y sebagai perkalian tiga

fungsi uvwy = dengan xu 2= , 23xv = , dan xw = . Menurut

(11.9) turunan dari y adalah

44442

222

3012126)4)((3x

)6)(2()1)(32()(

xxxxxx

xxxxxdx

uvwd

dx

dy

=++=×+

×+×==

Ternyata sesuai dengan yang kita harapkan.

11.2. Fungsi Yang Merupakan Pangkat Dari Suatu Fungsi

Yang dimaksud di sini adalah bagaimana turunan dx

dy jika y = vn dengan

v adalah fungsi x, dan n adalah bilangan bulat. Kita ambil contoh fungsi

vvvvy ××== 2361 dengan v merupakan fungsi x. Jika kita

aplikasikan formulasi (11.4) akan kita dapatkan

Page 144: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

137

dx

dvv

dx

dvv

dx

dvvv

dx

dvv

dx

dvv

dx

dvv

dx

dvv

dx

dvvv

dx

dvv

dx

dvvv

dx

dvv

dx

dvvv

dx

dvvv

dx

dvvv

dx

dy

5

4555

22345

32

23231

6

2

)()()(

=

++++=

++

++=

++=

Contoh ini memperlihatkan bahwa

dx

dvv

dx

dv

dv

dv

dx

dv 566

6==

yang secara umum dapat kita tulis

dx

dvnv

dx

dv nn

1−= (11.5)

Contoh: Kita ambil contoh yang merupakan gabungan antara perkalian dan pangkat dua fungsi.

2332 )1()1( −+= xxy

Kita gabungkan relasi turunan untuk perkalian dua fungsi dan pangkat suatu fungsi.

)12()1)(1(6

)1()1(6)1()1(6

2)1(3)1()3)(1(2)1(

)1()1(

)1()1(

3223

22233322

22232332

3223

2332

−++−=

+−+−+=

+−+−+=

+−+−+=

xxxxx

xxxxxx

xxxxxx

dx

xdx

dx

xdx

dx

dy

Page 145: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 138

11.3. Fungsi Rasional

Fungsi rasional merupakan rasio dari dua fungsi

w

vy = (11.6)

Tinjauan atas fungsi demikian ini hanya terbatas pada keadaan 0≠w . Kita coba memandang fungsi ini sebagai perkalian dari dua fungsi:

1−= vwy (11.7)

Kalau kita aplikasikan (11.3) pada (11.7) kita peroleh

−=

+−=+−=

+==

=

−−

−−−

dx

dwv

dx

dvw

w

dx

dv

wdx

dv

w

v

dx

dvw

dx

dvvw

dx

dvw

dx

dwv

dx

vwd

w

v

dx

d

dx

dy

2

212

111

1

1

)(

atau 2w

dx

dwv

dx

dvw

w

v

dx

d

−=

(11.8)

Inilah formulasi turunan fungsi rasional. Fungsi v dan w biasanya merupakan polinom dengan v mempunyai orde lebih rendah dari w. (Pangkat tertinggi peubah x dari v lebih kecil dari pangkat tertinggi peubah x dari w).

Contoh:

1). 3

2 3

x

xy

−=

4

2

6

244

6

223

9)93(2

)3)(3()2(

x

x

x

xxx

x

xxxx

dx

dy

+−=−−=

−−=

2). 2

2 1

xxy +=

Page 146: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

139

3

2 22

4

2102

xx

xxx

dx

dy −=×−×+=

3). 1dengan ;1

1 22

2≠

−+= x

x

xy (agar penyebut tidak nol)

2222

33

22

22

)1(

4

)1(

2222

)1(

2)1(2)1(

−−=

−−−−=

+−−=

x

x

x

xxxx

x

xxxx

dx

dy

11.4. Fungsi Implisit Sebagian fungsi implisit dapat diubah ke dalam bentuk explisit namun sebagian yang lain tidak. Untuk fungsi yang dapat diubah dalam bentuk eksplisit, turunan fungsi dapat dicari dengan cara seperti yang sudah kita pelajari di atas. Untuk mencari turunan fungsi yang tak dapat diubah ke dalam bentuk eksplisit perlu cara khusus, yang disebut diferensiasi implisit. Dalam cara ini kita menganggap bahwa fungsi y dapat didiferensiasi terhadap x. Kita akan mengambil beberapa contoh.

Contoh:

1). 822 =++ yxyx . Fungsi implisit ini merupakan sebuah

persamaan. Jika kita melakukan operasi matematis di ruas kiri, maka operasi yang sama harus dilakukan pula di ruas kanan agar kesamaan tetap terjaga. Kita lakukan diferensiasi (cari turunan) di kedua ruas, dan kita akan peroleh

yxdx

dyyx

dx

dyy

dx

dxy

dx

dyxx

−−=+

=+++

2)2(

022

Untuk titik-titik di mana 0)2( ≠+ yx kita peroleh turunan

yx

yx

dx

dy

2

2

++−=

Untuk suatu titik tertentu, misalnya [1,2], maka

Page 147: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 140

8,041

22 −=++−=

dx

dy .

Inilah kemiringan garis singgung di titik [1,2] pada kurva fungsi y bentuk implisit yang sedang kita hadapi.

2). 434 434 =−+ yxyx . Fungsi implisit ini juga merupakan sebuah

persamaan. Kita lakukan diferensiasi pada kedua ruas, dan kita akan memperoleh

0124)3(44

0)3()4(

44

3323

43

33

=−++

=−++

dx

dyyy

dx

dyyxx

dx

yd

dx

xdy

dx

dyxx

)(4)1212( 3332 yxdx

dyyxy +−=−

Di semua titik di mana 0)( 32 ≠− yxy kita dapat memperoleh

turunan

)(3

)(32

33

yxy

yx

dx

dy

−+−=

11.5. Fungsi Berpangkat Tidak Bulat Pada waktu kita mencari turunan fungsi yang merupakan pangkat dari suatu fungsi lain, y = vn , kita syaratkan bahwa n adalah bilangan bulat. Kita akan melihat sekarang bagaimana jika n merupakan sebuah rasio

q

pn = dengan p dan q adalah bilangan bulat dan q ≠ 0, serta v adalah

fungsi yang bisa diturunkan. qpvy /= (11.9)

Fungsi (11.9) dapat kita tuliskan pq vy = (11.10)

yang merupakan bentuk implisit fungsi y. Jika kita lakukan diferensiasi terhadap x di kedua ruas (11.10) kita peroleh

dx

dvpv

dx

dyqy pq 11 −− =

Page 148: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

141

Jika y ≠ 0, kita dapatkan

dx

dv

qy

pv

dx

vd

dx

dyq

pqp

1

1/ )(−

−== (11.11)

Akan tetapi dari (11.9) kita lihat bahwa

( ) )/(1/1 qppqqpq vvy −−− ==

sehingga (11.11) menjadi

dx

dvv

q

p

dx

dvv

q

p

dx

dv

qv

pv

dx

vd

dx

dy

qp

qppp

qpp

pqp

1)/(

)/()1(

)/(

1/

)(

+−−

=

=

==

(11.12)

Formulasi (11.12) ini mirip dengan (11.5), hanya perlu persyaratan bahwa v ≠ 0 untuk p/q < 1.

11.6. Kaidah Rantai

Apabila kita mempunyai persamaan

)(dan )( tfytfx == (11.13)

maka relasi antara x dan y dapat dinyatakan dalam t. Persamaan demikian disebut persamaan parametrik, dan t disebut parameter. Jika kita eliminasi t dari kedua persamaan di atas, kita dapatkan persamaan yang berbentuk

)(xFy = (11.14)

Bagaimanakah )(xFdx

dy ′= dari (11.14) ber-relasi dengan

)(dan )( tfdt

dxtg

dt

dy ′=′= ?

Pertanyaan ini terjawab oleh kaidah rantai berikut ini.

Page 149: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 142

Jika )(xFy = dapat diturunkan terhadap x dan

)(tfx = dapat diturunkan terhadap t, maka

( ) )()( tgtfFy == dapat diturunkan terhadap t

menjadi

dt

dx

dx

dy

dt

dy = (11.15)

Relasi ini sudah kita kenal.

11.7. Diferensial dx dan dy

Pada pembahasan fungsi linier kita tuliskan kemiringan garis, m, sebagai

)(

)(

12

12

xx

yy

x

ym

−−

=∆∆=

kita lihat kasus jika ∆x mendekati nol namun tidak sama dengan nol. Limit ini kita gunakan untuk menyatakan turunan fungsi y(x) terhadap x pada formulasi

)(lim0

xfx

y

dx

dy

x′=

∆∆=

→∆

Sekarang kita akan melihat dx dan dy yang didefinisikan sedemikian rupa sehingga rasio dy/dx , jika dx≠ 0, sama dengan turunan fungsi y terhadap x. Hal ini mudah dilakukan jika x adalah peubah bebas dan y merupakan fungsi dari x:

)(xFy = (11.16)

Kita ambil definisi sebagai berikut

1. dx, kita sebut sebagai diferensial x, merupakan bilangan nyata berapapun nilainya, dan merupakan peubah bebas yang lain selain x;

2. dy, kita sebut sebagai diferensial y, adalah fungsi dari x dan dx yang dinyatakan dengan

dxxFdy )('= (11.17)

Kita telah terbiasa menuliskan turunan fungsi y terhadap x sebagai

Page 150: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

143

)(xfdx

dy ′= .

Perhatikanlah bahwa ini bukanlah rasio dari dy terhadap dx melainkan turunan fungsi y terhadap x. Akan tetapi jika kita bersikukuh memandang relasi ini sebagai suatu rasio dari dy terhadap dx maka kita juga akan memperoleh relasi (11.17), namun sesungguhnya (11.17) didefinisikan dan bukan berasal dari relasi ini.

Pengertian terhadap dy lebih jelas jika dilihat secara geometris seperti terlihat pada Gb.11.1. Di titik P pada kurva, jika nilai x berubah sebesar dx satuan, maka di sepanjang garis singgung di titik P nilai y akan berubah sebesar dy. Diferensial dx dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke kanan” dan negatif jika “mengarah ke kiri”. Diferensial dy dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke atas” dan negatif jika “mengarah ke bawah”.

Gb.11.1. Penjelasan geometris tentang diferensial.

θ= tandx

dy ; dxdy )(tanθ=

1. dx

dy adalah laju perubahan y terhadap perubahan x.

2. dy adalah besar perubahan nilai y sepanjang garis singgung di titik P pada kurva, jika nilai x berubah sebesar dx skala.

P dx

dy

θ

P dx

dy

θ

P dx

dy

θ

P dx

dy

θ

y

x

x x

x

y

y y

Page 151: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 144

Dengan pengertian diferensial seperti di atas, kita kumpulkan formula turunan fungsi dan formula diferensial fungsi dalam Tabel-10.1. Dalam tabel ini v adalah fungsi x.

Tabel-11.1

Turunan Fungsi Diferensial

1. 0=dx

dc; c = konstan 1. 0=dc ; c = konstan

2.dx

dvc

dx

dcv = 2. cdvdcv=

3.dx

dw

dx

dv

dx

wvd +=+ )( 3. dwdvwvd +=+ )(

4.dx

dvw

dx

dwv

dx

dvw += 4. wdvvdwvwd +=)(

5.2w

dx

dwv

dx

dvw

dx

w

vd −

=

5.

2w

vdwwdv

w

vd

−=

6.dx

dvnv

dx

dv nn

1−= 6. dvnvdv nn 1−=

7. 1−= nn

cnxdx

dcx 7. dxcnxcxd nn 1)( −=

Ada dua cara untuk mencari diferensial suatu fungsi.

1. Mencari turunannya lebih dulu (kolom kiri Tabel-11.1), kemudian dikalikan dengan dx.

2. Menggunakan langsung formula diferensial (kolom kanan Tabel-10.1)

Kita ambil suatu contoh: cari dy dari fungsi

653 23 −+−= xxxy

Page 152: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

145

Turunan y adalah : 563 2 +−=′ xxy

sehingga dxxxdy )563( 2 +−=

Kita dapat pula mencari langsung dengan menggunakan formula dalam tabel di atas:

dxxx

dxxdxdxxdxdxdxddy

)563(

563 )6()5()3()(2

223

+−=

+−=−++−+=

Page 153: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 146

Soal-Soal : Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.

322

43

23

)1()2(

; )2(

;)3()1(

−++=

−=

+−=

xxy

xxy

xxy

13

2

;1

1

; 1

12

2

2

2

+=

−+=

−+=

x

xy

x

xy

x

xy

22

; 1

;

;2

33

2222

2

=−−

=+

+=

+=+

yx

yx

yx

yxyx

yxyxy

Page 154: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

147

Bab 12 Turunan Fungsi Trigonometri, Trigonometri Inversi, Logaritmik, Eksponensial

12.1. Turunan Fungsi Trigonometri

Jika xy sin= maka

x

xxxxxx

xxx

dx

xd

dx

dy

∆−∆+∆=

∆−∆+==

sinsincoscossin

sin)sin(sin

Untuk nilai yang kecil, ∆x menuju nol, sin∆x = ∆x dan cos∆x = 1. Oleh karena itu

xdx

xdcos

sin = (12.1)

Jika xy cos= maka

x

xxxxx

x

xxx

dx

xd

dx

dy

∆−∆−∆=

∆−∆+== cossinsincoscos

cos)cos(cos

Jik ∆x menuju nol, maka sin∆x = ∆x dan cos∆x = 1. Oleh karena itu

xdx

xdsin

cos −= (12.2)

Turunan fungsi trigonometri yang lain tidak terlalu sulit untuk dicari.

xxx

xxx

x

x

dx

d

dx

xd 222

2sec

cos

1

cos

)sin(sincos

cos

sintan ==−−=

=

xxx

xxx

x

x

dx

d

dx

xd 222

2csc

sin

1

sin

)(coscossin

sin

coscot −=−=−−=

=

xxx

x

x

x

xdx

d

dx

xdtansec

cos

sin

cos

)sin(0

cos

1sec22

==−−=

=

xxx

x

x

x

xdx

d

dx

xdcotcsc

sin

cos

sin

)(cos0

sin

1csc22

−=−=−=

=

Page 155: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 148

Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.

xyxyxy 222 cos3 ; )3(sin5 ; )4tan( ===

)2cos()2(sin ; )63cot( 3 xxyxy −=+=

244 )cot(csc ; tansec xxyxxy +=−=

Contoh-Contoh Dalam Praktik Rekayasa. Berikut ini kita akan melihat turunan fungsi trigonometri dalam rangkaian listrik. (ref. [3] Bab-4).

1). Tegangan pada suatu kapasitor merupakan fungsi sinus vC = 200sin400t volt. Kita akan melihat bentuk arus yang mengalir pada kapasitor yang memiliki kapasitansi C = 2×10-6 farad ini.

Hubungan antara tegangan kapasitor vC dan arus kapasitor iC adalah

dt

dvCi C

C =

Arus yang melalui kapasitor adalah

( ) ampere 400cos160,0400sin200102 6 ttdt

d

dt

dvCi C

C =××==

Daya adalah perkalian tegangan dan arus. Jadi daya yang diserap kapasitor adalah

watt800sin16

400sin400cos32400cos16,0400sin200

t

ttttivp CCC

==×==

Bentuk kurva tegangan dan arus terlihat pada gambar di bawah ini.

Pada waktu tegangan mulai naik pada t = 0, arus justru sudah mulai menurun dari nilai maksimumnya. Dengan kata lain kurva arus mencapai nilai puncak-nya lebih dulu dari kurva tegangan; dikatakan

-200

-100

0

100

200

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05

vC

pC iC

vC

iC

pC

t [detik]

Page 156: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

149

bahwa arus kapasitor mendahului tegangan kapasitor. Perbedaan kemunculan ini disebut perbedaan fasa yang untuk kapasitor besarnya adalah 90o; jadi arus mendahului tegangan dengan beda fasa sebesar 90o.

Kurva daya bervariasi secara sinusoidal dengan frekuensi dua kali lipat dari frekuensi tegangan maupun arus. Variasi ini simetris terhadap sumbu waktu. Kapasitor menyerap daya selama setengah perioda dan memberikan daya selama setengah perioda berikutnya. Secara keseluruhan tidak akan ada penyerapan daya netto; daya ini disebut daya reaktif.

2). Arus pada suatu inductor L = 2,5 henry merupakan fungsi sinus terhadap waktu sebagai iL = −0,2cos400t ampere. Berapakah tegangan antara ujung-ujung induktor dan daya yang diserapnya ?

Hubungan antara tegangan induktor vL dan arus induktor iL adalah

dt

diLv L

L =

( ) tttdt

d

dt

diLv L

L 400sin200 400400sin2,05,2400cos2,05,2 =×××=−×==

Daya yang diserap inductor adalag tegangan kali arusnya.

W800sin20

400cos400sin40)400cos2.0(400sin200

t

ttttivp LLL

−=−=−×==

Kurva tegangan, arus, dan daya adalah sebagai berikut.

Kurva tegangan mencapai nilai puncak pertama-nya lebih awal dari kurva arus. Jadi tegangan mendahului arus atau lebih sering dikatakan bahwa arus ketinggalan dari tegangan (hal ini merupakan kebalikan dari kapasitor). Perbedaan fasa di sini juga 90o, artinya arus ketinggalan dari tegangan dengan sudut fasa 90o.

Daya bervariasi secara sinus dan simetris terhadap sumbu waktu, yang berarti tak terjadi transfer energi netto; ini adalah daya reaktif.

vL

iL

pL

vL

pL

iL

t[detik]

-200

-100

0

100

200

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05

Page 157: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 150

12.2. Turunan Fungsi Trigonometri Inversi

1) xy 1sin−=

yx sin= ⇒ ydydx cos= ⇒ ydx

dy

cos

1=

21

1

xdx

dy

−=

2) xy 1cos−=

yx cos= ⇒ ydydx sin−= ⇒

ydx

dy

sin

1−= ; 21

1

xdx

dy

−=

3) xy 1tan−=

yx tan= ⇒ dyy

dx2cos

1= ⇒

ydx

dy 2cos= ; 21

1

xdx

dy

+=

4) xy 1cot−=

yx cot= ⇒ dyy

dx2sin

1−= ⇒

ydx

dy 2sin−= ; 21

1

xdx

dy

+−=

x 1

21 x−

y

x

1 21 x−y

x

1

21 x+y

x

1 21 x+y

Page 158: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

151

5) xy 1sec−= ⇒ y

yxcos

1sec == ⇒ dy

y

xdx

2cos

)sin(0 −−=

1

1

1

1

sin

cos

2

22

2

−=

−×==

xx

x

x

xy

y

dx

dy

6) xy 1csc−= y

yxsin

1csc == ⇒ dy

y

xdx

2sin

)(cos0 −=

1

1

1

1

cos

sin

2

22

2

−=

−×−=

−=

xx

x

x

xy

y

dx

dy

Soal-Soal

1). Jika )5.0(sin 1−=α carilah αcos , αtan , αsec , dan αcsc .

2). Jika )5.0(cos 1 −=α − carilah αsin , αtan , αsec , dan αcsc .

3). Hitunglah )1(sin)1(sin 11 −− −− .

4). Hitunglah )1(tan)1(tan 11 −− −− .

5). Hitunglah )2(sec)2(sec 11 −− −− .

12.3. Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi

Jika v = f(x), maka

dx

dvv

dx

dv

dv

vd

dx

vdcos

)(sin)(sin ==

dx

dvv

dx

dv

dv

vd

dx

vdsin

)(cos)(cos −==

1

x 12 −xy

1 x

12 −x

y

Page 159: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 152

dx

dvv

dx

dv

x

xx

v

v

dx

d

dx

vd 22

22sec

cos

sincos

cos

sin)(tan =+=

=

dx

dvv

v

v

dx

d

dx

vd 2cscsin

cos)(cot −=

=

dx

dvvv

dx

dv

v

v

vdx

d

dx

vdtansec

cos

sin0

cos

1)(sec2

=+=

=

dx

dvvv

vdx

d

dx

vdcotcsc

sin

1)(csc −=

=

Jika w = f(x), maka

dx

dw

wdx

wd

2

1

1

1)(sin

−=

dx

dw

wdx

wd

2

1

1

1)(cos

−−=

dx

dw

wdx

wd2

1

1

1)(tan

+=

dx

dw

wdx

wd2

1

1

1)(cot

+−=

dx

dw

wwdx

wd

1

1)(sec

2

1

−=

dx

dw

wwdx

wd

1

1)(csc

2

1

−−=

Soal-Soal : Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.

xyx

y

xyxy

4sec ; 3

tan3

1

)2(cos ; )5,0(sin

11

11

−−

−−

==

==

Page 160: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

153

12.4. Turunan Fungsi Logaritmik

Walaupun kita belum membicarakan tentang integral, kita telah mengetahui bahwa fungsi xxf ln)( = didefinisikan melalui suatu

integrasi (lihat bahasan tentang fungsi logaritmik sub-bab 8.1)

)0( 1

ln)(1

>== ∫ xdtt

xxfx

y = ln x adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, di selang antara t = 1 dan t = x pada Gb.11.1.

Gb.12.1. Definisi lnx dan turunan lnx secara grafis.

Kita lihat pula

∆=

∆−∆+

∫∆+ xx

xdt

txx

xxx 11)ln()ln( (12.3)

Apa yang berada dalam tanda kurung (12.3) adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, antara t = x dan t = x + ∆x. Luas bidang ini lebih kecil dari luas persegi panjang (∆x × 1/x). Namun jika ∆x makin kecil, luas bidang tersebut akan makin mendekati (∆x × 1/x); dan jika ∆x mendekati nol luas tersebut sama dengan (∆x × 1/x). Pada keadaan batas ini (12.3) akan bernilai (1/x). Jadi

xdx

xd 1ln = (12.4)

0

1

2

3

4

5

6

0 1 2 3 4x

y

x t

1/x

1/t lnx

ln(x+∆x)−lnx

x+∆x

1/(x+∆x)

Page 161: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 154

Jika v adalah v = f(x), kita mencari turunan dari lnv dengan

memanfaatkan kaidah rantai. Kita ambil contoh: 43 2 += xv

43

6)43(

43

1lnln2

2

2 +=+

+==

x

x

dx

xd

xdx

dv

dv

vd

dx

vd

Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.

)ln(ln ; )ln(cos ;22

ln ; )2ln( 2 xyxyx

xyxxy ==

+=+=

12.5. Turunan Fungsi Eksponensial

Fungsi eksponensial berbentuk xey = (12.5)

Persamaan (12.5) berarti xexy == lnln , dan jika kita lakukan

penurunan secara implisit di kedua sisinya akan kita dapatkan

11ln ==

dx

dy

ydx

yd atau xeydx

dy == (12.6)

Jadi turunan dari ex adalah ex itu sendiri. Inilah fungsi eksponensial yang tidak berubah terhadap operasi penurunan yang berarti bahwa penurunan dapat dilakukan beberapa kali tanpa mengubah bentuk fungsi. Turunan-

turunan dari xey = adalah xey =′ xey =′′ xey =′′′ dst.

Formula yang lebih umum adalah jika eksponennya merupakan suatu fungsi, )(xvv = .

dx

dve

dx

dv

dv

de

dx

de vvv

== (12.7)

Kita ambil contoh: xey1tan−

=

2

tan1tan

1

tan1

1

x

e

dx

xde

dx

dy xx

+==

−− −

Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.

2 ; 2

xxx ee

yexy−−

== ; xxxx

xxeyey

ee

eey /1sin ; ;

1

==+−=

Page 162: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

155

Bab 13 Integral

Dalam bab sebelumnya, kita mempelajari salah satu bagian utama kalkulus, yaitu kalkulus diferensial. Berikut ini kita akan membahas bagian utama kedua, yaitu kalkulus integral.

Dalam pengertian sehari-hari, kata “integral” mengandung arti “keseluruhan”. Istilah “mengintegrasi” bisa berarti “menunjukkan keseluruhan” atau “memberikan total”; dalam matematika berarti “menemukan fungsi yang turunannya diketahui”.

Misalkan dari suatu fungsi f(x) yang diketahui kita diminta untuk mencari suatu fungsi y sedemikian rupa sehingga dalam rentang nilai x tertentu, misalnya a< x < b, dipenuhi persamaan

)(xfdx

dy = (13.1)

Persamaan seperti (13.1) ini, yang menyatakan turunan fungsi sebagai fungsi x (dalam beberapa hal ia mungkin juga merupakan fungsi x dan y) disebut persamaan diferensial. Sebagai contoh:

036

652

222

2

2

=++

++=

yxdx

dyxy

dx

yd

xxdx

dy

Pembahasan yang akan kita lakukan hanya mengenai bentuk persamaan diferensial seperti contoh yang pertama.

13.1. Integral Tak Tentu

Suatu fungsi )(xFy = dikatakan sebagai solusi dari persamaan

diferensial (13.1) jika dalam rentang a< x < b ia dapat diturunkan dan dapat memenuhi

)()(

xfdx

xdF = (13.2)

Perhatikan bahwa jika F(x) memenuhi (13.2) maka KxF +)( dengan K

adalah suatu nilai tetapan sembarang, juga akan memenuhi (13.2) sebab

Page 163: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 156

[ ]0

)()()( +=+=+dx

xdF

dx

dK

dx

xdF

dx

KxFd (13.3)

Jadi secara umum dapat kita tuliskan

KxFdxxf +=∫ )()( (13.4)

yang kita baca: integral f(x) dx adalah F(x) ditambah K.

Persamaan (13.2) dapat pula kita tulisan dalam bentuk diferensial, yaitu

dxxfxdF )()( =

yang jika integrasi dilakukan pada ruas kiri dan kanan akan memberikan

∫∫ = dxxfxdF )()( (13.5)

Jika kita bandingkan (13.5) dan (13.4), kita dapat menyimpulkan bahwa

KxFxdF +=∫ )()( (13. 6)

Jadi integral dari diferensial suatu fungsi adalah fungsi itu sendiri ditambah suatu nilai tetapan. Integral semacam ini disebut integral tak tentu; masih ada nilai tetapan K yang harus dicari.

Kita ambil dua contoh untuk inegrasi integrasi tak tentu ini.

1) Cari solusi persamaan diferensial 45xdx

dy =

Kita tuliskan persamaan tersebut dalam bentuk diferensial

dxxdy 45=

Menurut relasi (11.4) dan (11.5) di Bab-9,

dxxxd 45 5)( =

Oleh karena itu

Kxxddxxy +=== ∫∫554 )(5

Page 164: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

157

2). Carilah solusi persamaan yxdx

dy 2=

Kita tuliskan dalam bentuk diferensial dxyxdy 2= dan kita

kelompokkan peubah dalam persamaan ini sehingga ruas kiri mengandung hanya peubah tak bebas y dan ruas kanan hanya mengandung peubah bebas x. Proses ini kita lakukan dengan membagi kedua ruas dengan √y.

dxxdyy 22/1 =−

Ruas kiri memberikan diferensial ( ) dyyyd 2/12/12 −= dan ruas kanan

memberikan diferensial dxxxd 23

3

1 =

, sehingga

( )

= 32/1

3

12 xdyd

Jika kedua ruas diintegrasi, diperoleh

23

12/1

3

12 KxKy +=+ atau

KxKKxy +=−+= 312

32/1

3

1

3

12

Dua contoh telah kita lihat. Dalam proses integrasi seperti di atas terasa adanya keharusan untuk memiliki kemampuan menduga jawaban. Beberapa hal tersebut di bawah ini dapat memperingan upaya pendugaan tersebut.

1. Integral dari suatu diferensial dy adalah y ditambah konstanta sembarang K.

Kydy +=∫

2. Suatu konstanta yang berada di dalam tanda integral dapat dikeluarkan

∫∫ = dyaady

Page 165: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 158

3. Jika bilangan n ≠ −1, maka integral dari yndy diperoleh dengan menambah pangkat n dengan 1 menjadi (n + 1) dan membaginya dengan (n + 1).

1 jika ,1

1−≠+

+=

+

∫ nKn

ydyy

nn

Penggunaan Integral Tak Tentu. Dalam integral tak tentu, terdapat suatu nilai K yang merupakan bilangan nyata sembarang. Ini berarti bahwa integral tak tentu memberikan hasil yang tidak tunggal melainkan banyak hasil yang tergantung dari berapa nilai yang dimiliki oleh K. Dalam pemanfaatan integral tak tentu, nilai K diperoleh dengan menerapkan apa yang disebut sebagai syarat awal atau kondisi awal. Kita akan mencoba memahami melalui pengamatan kurva. Jika kita

gambarkan kurva 210xy = kita akan mendapatkan kurva bernilai

tunggal seperti Gb.13.1.a. Akan tetapi jika kita melakukan integrasi

∫ dxx

3

10 3 tidak hanya satu kurva yang dapat memenuhi syarat akan

tetapi banyak kurva seperti pada Gb.13.1.b; kita akan mendapatkan satu kurva jika K dapat ditentukan.

a) b)

Gb.13.1. Integral tak tentu memberikan banyak solusi.

Sebagai contoh kita akan menentukan posisi benda yang bergerak dengan kecepatan sebagai fungsi waktu yang diketahui. Kecepatan sebuah benda bergerak dinyatakan sebagai tatv 3== , dengan v adalah kecepatan, a adalah percepatan yang dalam soal ini bernilai 3, t waktu. Kalau posisi

50

100

-5 -3 -1 1 3 5 x

y = 10x2

50

100

-5 -3 -1 1 3 5

K1

K2

K3

y

yi = 10x2 +Ki

y

x

Page 166: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

159

awal benda adalah 30 =s pada waktu t = 0, tentukanlah posisi benda

pada t = 4.

Kita ingat pengertian-pengertian dalam mekanika bahwa kecepatan

adalah laju perubahan jarak, dt

dsv = ; sedangkan percepatan adalah laju

perubahan kecepatan, dt

dva = . Karena kecepatan sebagai fungsi t

diketahui, dan kita akan mencari posisi (jarak), maka kita gunakan relasi

dt

dsv = yang memberikan vdtds=

sehingga integrasinya memberikan

∫ +=+== KtKt

atdts 22

5,12

3

Kita terapkan sekarang kondisi awal, yaitu 30 =s pada t = 0.

K+= 03 yang memberikan 3=K

Dengan demikian maka s sebagai fungsi t menjadi 35,1 2 += ts

sehingga pada t = 4 posisi benda adalah 274 =s

Luas Sebagai Suatu Integral. Kita akan mencari luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva )(xfy = , sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x

= q. Sebagai contoh pertama kita ambil fungsi tetapan 2=y seperti

terlihat pada Gb.13.2.

Gb.13.2. Mencari luas bidang di bawah y = 2.

p x x+∆x q

y

x

y = f(x) =2

0

2

∆Apx Apx

Page 167: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 160

Jika luas dari p sampai x adalah Apx, dan kita bisa mencari fungsi pertambahan luas ∆Apx yaitu pertambahan luas jika x bertambah menjadi x+∆x, maka kita dapat menggunakan fungsi pertambahan tersebut mulai dari x = p sampai x = q untuk memperoleh Apq yaitu luas dari p sampai q. Pertambahan luas yang dimaksud tentulah

xApx ∆=∆ 2 atau )(2 xfx

Apx ==∆

∆ (13.7)

Jika ∆x diperkecil menuju nol maka kita dapatkan limit

2)(lim0

===∆

∆→∆

xfdx

dA

x

A pxpx

x (13.8)

Dari (13.8) kita peroleh

KxdxdAA pxpx +=== ∫∫ 22 (13.9)

Kondisi awal (kondisi batas) adalah Apx = 0 untuk x = p. Jika kondisi ini kita terapkan pada (13.9) kita akan memperoleh nilai K yaitu

Kp += 20 atau pK 2−= (13.10)

sehingga

pxApx 22 −= (13.11)

Kita mendapatkan luas Apx (yang dihitung mulai dari x = p) merupakan fungsi x. Jika perhitungan diteruskan sampai x = q kita peroleh

)(222 pqpqApq −=−= (13.12)

Inilah hasil yang kita peroleh, yang sudah kita kenal dalam planimetri yang menyatakan bahwa luas segi empat adalah panjang kali lebar yang dalam kasus kita ini panjang adalah (q − p) dan lebar adalah 2.

Bagaimanakah jika kurva yang kita hadapi bukan kurva dari fungsi tetapan? Kita lihat kasus fungsi sembarang dengan syarat bahwa ia kontinyu dalam rentang qxp ≤≤ seperti digambarkan pada Gb.13.3.

Page 168: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

161

Gb.13.3. Fungsi sembarang kontinyu dalam bxa ≤≤

Dalam kasus ini, ∆Apx bisa memiliki dua nilai tergantung dari apakah dalam menghitungnya kita memilih ∆Apx = f(x)∆x atau ∆Apx = f(x+∆x)∆x. Namun kita akan mempunyai nilai

xxxfxxfxxfApx ∆∆+≤∆≤∆=∆ )()()( 0 (13.13)

dengan x0 adalah suatu nilai x yang terletak antara x dan x+∆x. Jika ∆x kita buat mendekati nol kita akan mempunyai

xxxfxxfxxfApx ∆∆+=∆=∆=∆ )()()( 0 (13.14)

Dengan demikian kita akan mendapatkan limit

)(lim0

xfdx

dA

x

A pxpx

x==

→∆ (13.15)

Dari sini kita peroleh

KxFdxxfdAA pxpx +=== ∫∫ )()( (13.16)

Dengan memasukkan kondisi awal Apx = 0 untuk x = p dan kemudian memasukkan nilai x = q kita akan memperoleh

] qppq xFpFqFA )()()( =−= (13.17)

p x x+∆x q

y

x

y = f(x)

0

∆Apx

f(x) f(x+∆x )

Apx

Page 169: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 162

13.2. Integral Tentu

Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas. Konsep dasar integral tentu adalah luas bidang yang dipandang sebagai suatu limit. Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva y = f(x), sumbu-x, garis x = p, dan x = q, yaitu luas bagian yang diarsir pada Gb.13.4.a.

Sebutlah luas bidang ini Apq. Bidang ini kita bagi dalam n segmen dan kita akan menghitung luas setiap segmen dan kemudian menjumlahkannya untuk memperoleh Apq. Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas segmen seperti tergambar pada Gb.13.4.b, kita akan memperoleh luas yang lebih kecil dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas segmen ini Apqb (jumlah luas segmen bawah).

Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas segmen seperti tergambar pada Gb.13.4.c, kita akan memperoleh luas yang lebih besar dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas segmen ini Apqa (jumlah luas segmen atas).

Kedua macam perhitungan tersebut di atas akan mengakibatkan terjadinya error. Antara Apqb dan Apqa ada selisih seperti terlihat pada Gb.13.4.d. Jika x0k adalah suatu nilai x di antara kedua batas segmen ke-k, yaitu antara xk dan (xk+∆x), maka berlaku

)()()( 0 xxfxfxf kkk ∆+≤≤ (13.18)

Jika pertidaksamaan (13.18) dikalikan dengan ∆xk yang yang cukup kecil dan bernilai positif, maka

kkkkkk xxxfxxfxxf ∆∆+≤∆≤∆ )()()( 0 (13.19)

Jika luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (13.19) kita jumlahkan dari 1 sampai n (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita buat), kita akan memperoleh

k

n

kk

n

kkk

n

kkk xxxfxxfxxf ∆∆+≤∆≤∆ ∑∑∑

=== 110

1

)()()( (13.20)

Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah, Apqb; ruas paling kanan adalah jumlah luas segmen atas, Apqa; ruas yang di tengah adalah jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan An. Jelaslah bahwa

Page 170: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

163

pqanpqb AAA ≤≤ (13.21)

(a)

(b)

(c)

(d)

Gb.13.4. Menghitung luas bidang di bawah kurva.

Nilai An dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita cari. Error yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, n. Jika n

p x2 xk xk+1 xn

y

x

y = f(x)

0

p x2 xk xk+1 xn

y

x

y = f(x)

0

p x2 xk xk+1 xn

y

x

y = f(x)

0

p x2 xk xk+1 xn

y

x

y = f(x)

0

Page 171: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 164

kita perbesar menuju tak hingga dan semua ∆xk menuju nol, maka luas bidang yang kita cari adalah

pqax

nx

pqbx

pq AAAAkkk 000

limlimlim→∆→∆→∆

=== (13.22)

Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut integral tertentu, dituliskan

∫=q

ppq dxxfA )( (13.23)

Integral tertentu (13.23) ini terkait dengan integral tak tentu (11.12)

] )()()()( pFqFxFdxxfA qp

q

ppq −=== ∫ (13.24)

Jadi untuk memperoleh limit bersama dari penjumlahan segmen bawah, penjumlahan segmen atas, maupun penjumlahan segmen pertengahan dari fungsi f(x) dalam rentang p ≤ x ≤ q, kita cukup melakukan:

a. integrasi untuk memperoleh ∫= dxxfxF )()( ;

b. masukkan batas atas x = q untuk mendapat F(q);

c. masukkan batas bawah x = p untuk mendapat F(p);

d. kurangkan perolehan batas bawah dari batas atas, F(q) − F(p).

Walaupun dalam pembahasan di atas kita mengambil contoh fungsi yang bernilai positif dalam rentang qxp ≤≤ , namun pembahasan itu

berlaku pula untuk fungsi yang dalam rentang qxp ≤≤ sempat

bernilai negatif. Kita hanya perlu mendefinisikan kembali apa yang disebut dengan Apx dalam pembahasan sebelumnya. Pendefinisian yang baru ini akan berlaku umum, yaitu

Apx adalah luas bidang yang dibatasi oleh )(xfy = dan

sumbu-x dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian yang berada di atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x.

Page 172: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

165

Agar lebih jelas kita mengambil contoh pada Gb 13.2. Kita akan

menghitung luas antara xxy 123 −= dan sumbu-x dari x = −3 sampai x

= +3. Bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.13.5.

Di sini terlihat bahwa dari x = −3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu-x dan antara x = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu-x. Untuk bagian yang di atas sumbu-x kita mempunyai luas

75,33)5425,20(064

)12(

0

3

240

3

3 =−−−=

−=−=

−−∫ x

xdxxxAa

Untuk kurva yang di bawah sumbu-x kita dapatkan

75,33)0(5425,2064

)12(

3

0

243

0

3 −=−−=

−=−= ∫ x

xdxxxAb

Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x

5,67)755,33(75,33 =−−=−= bapq AAA

Contoh ini menunjukkan bahwa dengan pengertian yang baru mengenai Apx, formulasi

( )))()( pFqFdxxfAq

p−== ∫

tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di bawah sumbu-x.

Gb.13.5. Kurva xxy 123 −= - 20

- 10

0

10

20

- 4 - 3 - 2 - 1 0 1 2 3 4

x

xxy 123 −=

Page 173: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 166

Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.13.6. kita dapatkan

4321 AAAAApq +−+−=

yang kita peroleh dari ( )))()( pFqFdxxfAq

ppq −== ∫

Gb.13.6. Kurva memotong sumbu-x di beberapa titik.

Luas Bidang Di Antara Dua Kurva. Kita akan menghitung luas bidang di antara kurva )(11 xfy = dan )(22 xfy = pada batas antara x = p dan x

= q . Kurva yang kita hadapi sudah barang tentu harus kontinyu dalam rentang qxp ≤≤ . Kita tetapkan bahwa kurva )(11 xfy = berada di atas

)(22 xfy = meskipun mungkin mereka memiliki bagian-bagian yang

berada di bawah sumbu-x. Perhatikan Gb.13.7.

Gb.13.7. Menghitung luas bidang antara dua kurva.

Rentang qxp ≤≤ kita bagi dalam n segmen, yang salah satunya

diperlihatkan pada Gb.13.7. dengan batas kiri x dan batas kanan (x+∆x), dimana npqx /)( −=∆ .

p q

y

x 0

y1

y2

x x+∆x

p

q

y

x

A4

A1

A2

A3

y = f(x)

Page 174: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

167

Luas segmen dapat didekati dengan

{ } xxfxfAsegmen ∆−= )()( 21 (13.25)

yang jika kita jumlahkan seluruh segmen akan kita peroleh

{ }∑∑∆−=

=∆−=

xqx

px

n

segmen xxfxfA )()( 211

(13.25)

Dengan membuat n menuju tak hingga sehingga ∆x menuju nol kita sampai pada suatu limit

{ }∫∑ −==∞→ q

p

n

segmenpq dxxfxfAA )()(lim 211

(13.26)

Kita lihat beberapa contoh.

1). Jika 41 =y dan 22 −=y berapakah luas bidang antara y1 dan y2

dari x1 = p = −2 sampai x2 = q = +3.

{ } ] 30)12(186)2(4( 32

3

2=−−==−−= +

−+

−∫ xdxApq

Hasil ini dengan mudah dijakinkan menggunakan planimetri. Luas yang dicari adalah luas persegi panjang dengan lebar 621 =− yy

dan panjang 512 =− xx .

2). Jika 21 xy = dan 42 =y berpakah luas bidang yang dibatasi oleh y1

dan y2.

Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada perpotongan antara y1 dan y2.

2 ,2 4 212

21 ==−==⇒=→= qxpxxyy

Perhatikan bahwa y1 adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada di di bawah y2 = 4.

Page 175: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 168

3

32

3

16

3

16

3

88

3

88

34)4(

2

2-

32

2

2 =−−=

−−−−

−=

−=−= ∫−

xxdxxApq

Jika kita terbalik dalam memandang posisi y1 terhadap y2 kita akan melakukan kesalahan:

03

16

3

168

3

88

3

84

3)4(*

2

2-

32

2

2 =+−−=

+−−

−=

−=−= ∫− x

xdxxApq

3). Jika 221 +−= xy dan xy −=2 berapakah luas bidang yang

dibatasi oleh y1 dan y2.

Terlebih dulu kita perhatikan karakter fungsi-fungsi ini. Fungsi y1 adalah fungsi kuadrat dengan titik puncak maksimum yang memotong sumbu-y di y = 2. Fungsi y2 adalah garis lurus melalui titik asal [0,0] dengan kemiringan negatif −1, yang berarti ia menurun pada arah x positif. Dengan demikian maka bagian kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya berada di atas y2.

Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva.

22

811 ; 1

2

811

02atau 2

2

2

2

1

2221

=−

+−−==−=−

++−==

=++−−=+−⇒=

qxpx

xxxxyy

5,4 22

1

3

142

3

8

223

)2(

2

1

232

1

2

=

−+−−−

++−=

++−=++−=

−−∫ x

xxdxxxApq

Penerapan Integral Tentu. Pembahasan di atas terfokus pada penghitungan luas bidang di bawah suatu kurva. Dalam praktik kita tidak selalu menghitung luas melainkan menghitung berbagai besaran fisis, yang berubah terhadap waktu misalnya. Perubahan besaran fisis ini dapat pula divisualisasi dengan membuat absis dengan satuan waktu dan

Page 176: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

169

ordinat dengan satuan besaran fisis yang dimaksud. Dengan demikian seolah-olah kita menghitung luas bidang di bawah kurva. Berikut ini dua contoh dalam kelistrikan.

1). Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan 200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8 jam ?

Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p dan energi diberi simbol w, maka

dt

dwp = yang memberikan ∫= pdtw

Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau batas bawah dari wktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8, dengan satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap selama 8 jam adalah

[kWh]hour Watt kilo 8,0

[Wh]r Watt.hou800100 10080

8

0

8

0

=

==== ∫∫ tdtpdtw

2). Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?

Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q.

dt

dqi = sehingga ∫= idtq

Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah

coulomb 625,02

25,1

2

05,005,0

5

0

5

0

25

0===== ∫∫ ttdtidtq

Pendekatan Numerik. Dalam pembahasan mengenai integral tentu, kita fahami bahwa langkah-langkah dalam menghitung suatu integral adalah:

1. Membagi rentang f(x) ke dalam n segmen; agar proses perhitungan menjadi sederhana buat segmen yang sama lebar, ∆x.

2. Integral dalam rentang p ≤ x ≤ q dari f(x) dihitung sebagai

Page 177: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 170

∑∫=→∆

∆=n

kkk

x

q

pxxfdxxf

10

)(lim)(

dengan f(xk) adalah nilai f(x) dalam interval ∆xk yang besarnya akan sama dengan nilai terendah dan tertinggi dalam segmen ∆xk jika ∆x menuju nol.

Dalam aplikasi praktis, kita tentu bisa menetapkan suatu nilai ∆x sedemikian rupa sehingga jika kita mengambil f(xk) sama dengan nilai terendah ataupun tertinggi dalam ∆xk, hasil perhitungan akan lebih rendah ataupun lebih tinggi dari nilai yang diharapkan. Namun error yang terjadi masih berada dalam batas-batas toleransi yang dapat kita terima. Dengan cara ini kita mendekati secara numerik perhitungan suatu integral, dan kita dapat menghitung dengan bantuan komputer.

Sebagai ilustrasi kita akan menghitung kembali luas bidang yang dibatasi

oleh kurva xxy 123 −= dengan sumbu-x antara x = −3 dan x = +3. Luas

ini telah dihitung dan menghasilkan 5,67=pqA . Kali ini perhitungan

∫− −=3

3

3 )12( dxxxApq akan kita lakukan dengan pendekatan numerik

dengan bantuan komputer. Karena yang akan kita hitung adalah luas antara kurva dan sumbu-x, maka bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x harus dihitung sebagai positif. Jika kita mengambil nilai ∆x = 0,15 maka rentang 33 ≤≤≤≤≤≤≤≤−−−− x akan terbagi dalam 40 segmen. Perhitungan menghasilkan

4,6739875,67)12(40

1

3 ≈=−=∑=k

kkpq xxA

Error yang terjadi adalah sekitar 0,15%.

Jika kita mengambil ∆x = 0,05 maka rentang 33 ≤≤− x akan terbagi dalam 120 segmen. Perhitungan menghasilkan

5,6748875,67)12(120

1

3 ≈=−=∑=k

kkpq xxA

Error yang terjadi adalah sekitar 0,02%.

Page 178: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

171

Jika kita masih mau menerima hasil perhitungan dengan error 0,2%, maka hasil pendekatan numerik sebesar 67,4 cukup memadai.

Perhitungan numerik di atas dilakukan dengan menghitung luas setiap segmen sebagai hasilkali nilai minimum ataupun nilai maksimum masing-masing segmen dengan ∆x. Satu alternatif lain untuk menghitung luas segmen adalah dengan melihatnya sebagai sebuah trapesium. Luas setiap segmen menjadi

( ) 2/)()( min xxfxfA kmaksksegmen ∆×+= (13.27)

Perhitungan pendekatan numerik ini kita lakukan dengan bantuan komputer. Kita bisa memanfaatkan program aplikasi yang ada, ataupun menggunakan spread sheet jika fungsi yang kita hadapi cukup sederhana.

Soal-Soal:

1. Carilah titik-titik perpotongan fungsi-fungsi berikut dengan sumbu-x kemudian cari luas bidang yang dibatasi oleh kurva fungsi dengan sumbu-x.

xyyxxy =−−= 322 ; 2

2. Carilah luas bidang yang dibatasi oleh kurva dan garis berikut.

3 garisdan 2 kurva antara Luas

4 garisdan kurva antara Luas2

2

−=−=

==

xxxy

xxy

3. Carilah luas bidang yang dibatasi oleh dua kurva berikut.

24 2xxy −= dan 22xy =

52 2 −= xy dan 52 2 +−= xy

13.3. Volume Sebagai Suatu Integral

Di sub-bab sebelumnya kita menghitung luas bidang sebagai suatu integral. Berikut ini kita akan melihat penggunaan integral untuk menghitung volume.

Balok. Kita ambil contoh sebuah balok seperti tergambar pada Gb.13.8. Balok ini dibatasi oleh dua bidang datar paralel di p dan q. Balok ini diiris tipis-tipis dengan tebal irisan ∆x sehingga volume balok, V, merupakan jumlah dari volume semua irisan.

Page 179: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 172

Gb.13.8. Balok

Jika A(x) adalah luas irisan di sebelah kiri dan A(x+∆x) adalah luas irisan di sebelah kanan maka volume irisan ∆V adalah

xxxAVxxA ∆∆+≤∆≤∆ )()(

Volume balok V adalah

∑ ∆=q

p

xxAV )(

dengan )(xA adalah luas rata-rata irisan antara A(x) dan A(x+∆x).

Apabila ∆x cukup tipis dan kita mengambil A(x) sebagai pengganti )(xA

maka kita memperoleh pendekatan dari nilai V, yaitu

∑ ∆≈q

p

xxAV )(

Jika ∆x menuju nol dan A(x) kontinyu antara p dan q maka

∫∑ =∆=→∆

q

p

q

pox

dxxAxxAV )()(lim (13.28)

Rotasi Bidang Segitiga Pada Sumbu-x. Satu kerucut dapat dibayangkan sebagai segitiga yang berputar sekitar salah satu sisinya. Segitiga ini akan menyapu satu volume kerucut seperti terlihat pada Gb.13.9. Segitiga OPQ, dengan OQ berimpit dengan sumbu-x, berputar mengelilingi sumbu-x.

∆x

Page 180: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

173

Gb.13.9. Rotasi Segitiga OPQ mengelilingi sumbu-x

Formula (13.28) dapat kita terapkan disini. Dalam hal ini A(x) adalah luas lingkaran dengan jari-jari r(x); sedangkan r(x) memiliki persamaan garis OP.

[ ] ∫∫∫ π=π==hhh

dxxmdxxrdxxAV0

22

0

2

0)()( (13.29)

dengan m adalah kemiringan garis OP dan h adalah jarak O-Q. Formula (13.29) akan memberikan volume kerucut

3

3

PQ/OQ)(

32

3232

kerucuth

rhhm

V π=π=π= (13.30)

dengan OQ = h dan r adalah nilai PQ pada x = h.

Bagaimanakah jika OQ tidak berimpit dengan sumbu-x? Kita akan memiliki kerucut yang terpotong di bagian puncak. Volume kerucut terporong demikian ini diperoleh dengan menyesuaikan persamaan garis OP. Jika semula persamaan garis ini berbentuk mxy = berubah menjadi

bmxy += dengan b adalah perpotongan garis OP dengan sumbu-y.

Rotasi Bidang Sembarang. Jika f(x) kontinyu pada bxa ≤≤ , rotasi bidang antara kurva fungsi ini dengan sumbu-x antara bxa ≤≤ sekeliling sumbu-x akan membangun suatu volume benda yang dapat dihitung menggunakan relasi (13.10).

Gb.13.10. Rotasi bidang mengelilingi sumbu-x

y

x

∆x

x 0 a b

f(x)

y

x

∆x

x O Q

P

Page 181: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 174

Dalam menghitung integral (13.28) penyesuaian harus dilakukan pada A(x) dan batas-batas integrasi.

( ) ( )22 )()()( xfxrxA π=π=

sehingga ( )∫ π=b

adxxfV 2)( (13.31)

Gabungan Fungsi Linier. Jika f(x) pada (13.31) merupakan gabungan fungsi linier, kita akan mendapatkan situasi seperti pada Gb.13.11.

Gb.13.11. Fungsi f(x) merupakan gabungan fungsi linier.

Fungsi f(x) kontinyu bagian demi bagian. Pada Gb.13.11. terdapat tiga rentang x dimana fungsi linier kontinyu. Kita dapat menghitung volume total sebagai jumlah volume dari tiga bagian.

Fungsi f(x) Memotong Sumbu-x. Formula (13.29) menunjukkan bahwa dalam menghitung volume, f(x) dikuadratkan. Oleh karena itu jika ada bagian fungsi yang bernilai negatif, dalam penghitungan volume bagian ini akan menjadi positif.

13.4. Panjang Kurva Pada Bidang Datar

Jika kurva )(xfy = kita bagi dalam n segmen masing-masing selebar

∆x, maka ∆l dalam segmen tersebut adalah

22 yxPQl ∆+∆==∆

Salah satu segmen diperlihatkan pada Gb.13.12.

Ada satu titik P′ yang terletak pada kurva di segmen ini yang terletak antara P dan Q di mana turunan fungsi )(Py ′′ , yang merupakan garis

singgung di P′, sejajar dengan PQ. Menggunakan pengertian )(Py ′′ ini,

∆l dapat dinyatakan sebagai

( )[ ] ( ) xyxyxl ∆′′+=∆′′+∆=∆ 222 )P(1)P(

y

x

∆x

x 0 a b

2000

Page 182: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

175

Gb.13.12. Salah satu segmen pada kurva )(xfy = .

Setiap segmen memiliki )(Py ′′ masing-masing yaitu ky′ , dan ∆l

masing-masing yaitu ∆lk . Jika n dibuat menuju ∞, panjang kurva dari x = a ke x = b adalah

( ) ( ) xyxylln

kk

x

n

kk

n

n

kk

nab ∆′+=∆′+=∆= ∑∑∑

=→∆=∞→=∞→1

2

01

2

1

1lim 1limlim

atau dxdx

dyl

b

aab ∫

+=2

1 (13.32)

Perlu kita ingat bahwa panjang suatu kurva tidak tergantung dari posisi sumbu koordinat. Oleh karena itu (13.32) dapat ditulis juga sebagai

dydy

dxl

b

aab ∫

+=

2

1 dengan a′ dan b′ adalah batas-batas peubah

bebas.

13.5. Nilai Rata-Rata Suatu Fungsi

Untuk fungsi )(xfy = yang kontinyu dalam rentang qxp ≤≤ nilai

rata-rata fungsi ini didefinisikan sebagai

∫−=

q

pxrr dxxf

pqy )(

1)( (13.33)

(Penulisan (yrr)x untuk menyatakan nilai rata-rata fungsi x)

Definisi (13.33) dapat kita tuliskan

P ∆y

∆x

x

y

Q

y = f(x)

∆l

a b

Page 183: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 176

∫=−⋅q

pxrr dxxfpqy )()()( (13.34)

Ruas kanan (13.34) adalah luas bidang antara kurva fungsi )(xfy =

dengan sumbu-x mulai dari x = p sampai x = q. Ruas kiri (13.34) dapat ditafsirkan sebagai luas segi empat dengan panjang (q − p) dan lebar (yrr)x. Namun kita perlu hati-hati sebab dalam menghitung ruas kanan (13.34) sebagai luas bidang antara kurva fungsi )(xfy = dengan sumbu-

x bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x memberi kontribusi positif pada luas bidang yang dihitung; sedangkan dalam menghitung nilai rata-rata (13.33) kontibusi tersebut adalah negatif.

Sebagai contoh, kita ambil fungsi xxy 123 −= . Luas bidang antara

xxy 123 −= dengan sumbu-x dari x = −3 sampai x = +3 adalah positif,

5,67=pqA (telah pernah kita hitung). Sementara itu jika kita

menghitung nilai rata-rata fungsi ini dari x = −3 sampai x = +3 hasilnya adalah (yrr)x = 0 karena bagian kurva yang berada di atas dan di bawah sumbu-x akan saling meniadakan.

Page 184: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

177

Bab 14 Integral Tak Tentu Fungsi-Fungsi

Dalam bab sebelumnya kita telah mengenal macam-macam perhitungan integral. Salah satu cara mudah untuk menghitung integral adalah dengan pendekatan numerik, walaupun cara ini memberikan hasil yang mengandung error. Namun error dalam pendekatan numerik bisa ditekan sampai pada batas-batas toleransi. Dalam bab ini kita akan melihat perhitungan integral tak tentu secara analitis dari macam-macam fungsi.

14.1. Integral Fungsi Tetapan: ∫adx

Kaxadx +=∫ karena adxdax=

Contoh: Kxdxy +== ∫ 22

14.2. Integral Fungsi Mononom: ∫ dxxn

Karena dxxdx nn 1−= dengan syarat n ≠ −1, maka Kn

xdxx

nn +

+=

+

∫ 1

1

Contoh: Kxdxxdxxy +=== ∫∫322

3

222

14.3. Integral Fungsi Polinom ∫ + dxxx mn )(

Polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Integral suatu polinom sama dengan jumlah integral mononom yang menyusunnya.

Karena dxxdxxxxd mnmn +=+ )( maka

1 ,1syarat dengan ,11

)(11

−≠−≠++

++

=+++

∫ mnKm

x

n

xdxxx

mnmn

Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.

∫∫

∫∫∫∫++++−

+

dxxxxdxxx

dxxdxxxdxdx

)2464( ; )42(

; )52( ;4 ;2 ; 5

231

0

2

4

Page 185: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 178

14.4. Integral Fungsi Pangkat Dari Fungsi: ∫ dxv n

Jika v adalah polinom, maka ∫ ++

=+

Kdvn

vdvv

nn

1

1 karena

dvvn

vd n

n=

+

+

1

1 dengan syarat n ≠ −1. Formulasi ini digunakan untuk

mencari ∫ dxvn .

Contoh: Hitunglah ∫ += dxxy 2)12(

Misalkan 12 += xv → dxdv 2= →2

dvdx=

Kxxx

Kxxx

Kv

dvv

dxxy

++++=

++++=+==+= ∫∫

6

12

3

4

6

16128

62)12(

23

23322

Kita coba untuk meyakinkan hasil ini dengan hasil yang akan diperoleh jika polinom kita kuadratkan lebih dulu.

Kxxx

dxxxdxxy ′+++=++=+= ∫∫ 2

4

3

4)144()12(

2322

Hasil perhitungan sama dengan hasil sebelumnya,

6/1+=′ KK .

Contoh: Hitunglah ∫−

= dxx

xy

21

3

Misalkan x

dvdxx

dx

dvvx

221 2

−=→−=→=−

22/1

2/12/12

132/12

3

2

3

2

3

1

3 y x

vdvv

x

dv

v

xdx

x

x −−=−=−=−

=−

= ∫∫−

Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.

∫∫ ++ dxxdxx 14 ; )1( 2 ; ∫∫∫++

+ dxx

xdx

xdxx

12 ;

)23(

1 ; 52

22

Page 186: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

179

14.5. Integral Fungsi Berpangkat -1: ∫ v

dv

Karena v

dvvd =)(ln , maka Kv

v

dv +=∫ ln . Integrasi ini

memecahkan masalah persyaratan n ≠ −1 pada integrasi ∫ dxvn .

Contoh: Carilah integral ∫ += dx

x

xy

1

22

Misalkan x

dvdxx

dx

dvxv

2212 =→=→+=

∫∫ ++=+==+

= KxKvx

dv

v

xdx

x

xy )1ln(ln

2

2

1

2 22

Soal-Soal: Carilah integral tak tentu berikut ini.

∫∫ ∫∫∫ ∫ +−+−−+ 14 ;

1 ;

1 ;

32 ;

4 ;

32 223

2

x

xdx

x

xdx

x

xdx

x

dx

x

dxx

x

dx

14.6. Integral Fungsi Eksponensial:∫ dvev

Karena dvede vv = maka Kedve vv +=∫

Soal-Soal:

∫∫∫∫ + x

xxxx

e

dxedxedxxedxe

21 ; ; ; 3/2 2

14.7. Integral Tetapan Berpangkat Fungsi :∫ dvav

Karena advada vv ln= maka Ka

adva

vv +=∫ ln

Page 187: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 180

Contoh: Carilah ∫= dxy x23

Misalkan v = 2x → 2

2dv

dxdx

dv =→=

∫∫ +=== Kdvdxyxv

x

3ln

3

2

1

2

33

22

14.8. Integral Fungsi Trigonometri

Karena vdvvd cossin = maka Kvdxv +=∫ sincos

Karena vdxvd sincos −= maka Kvdxv +−=∫ cossin

Relasi diferensial dan integral fungsi trigonometri yang lain termuat dalam Tabel-13.1.

Contoh: Carilah integral tak tentu ∫= xdxy 2sin

Misalkan 2

22dv

dxdx

dvxv =→=→=

2

2cos

2

cos

2

sin2sin

xvdv

vxdxy −=−=== ∫∫

Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.

∫∫∫ + xdxdxxxdx 3cos4 ; )22cos( ; 4sin .

∫∫ xdxxdxxx cossin ; cossin2 2 .

∫∫ axdxxdx 22 cos ; sin

∫∫ −dx

x

xxdxx

2cos2

2sin ; sincos2 .

Page 188: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

181

14.9. Integral Fungsi Hiperbolik

Karena vvd cosh)(sinh = maka Kvvdv +=∫ sinhcosh

Karena vdvvd sinh)(cosh = maka Kvvdv +=∫ coshsinh

Relasi diferensial dan integral fungsi hiperbolik yang lain termuat dalam Tabel-13.1.

Contoh: Carilah ∫ += dxxy )12cosh(

Misalkan 2

212dv

dxdx

dvxv =→=→+=

Kx

Kvdvvdxxy

++=

+==+= ∫∫)12sinh(

2

1

sinh2

1)cosh(

2

1)12cosh(

Soal-Soal: Carilah integral berikut

∫∫∫∫∫ xdxdxx

xxdxxdxdx

x

x 24

2 tanh ; cosh

sinh ; 2cosh ; tanh ;

sinh

14.10. Integral Menghasilkan Fungsi Trigonometri Inversi

Integral fungsi-fungsi yang berbentuk ∫− 21 v

dv , ∫ + 21 v

dv,

∫−12vv

dv dan setrusnya mulai nomer 20 sampai 31,

menghasilkan fungsi-fungsi trigonometri inversi.

Contoh: Carilah ∫−

=241 x

dxy

Page 189: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 182

Jika kita membuat pemisalan 241 xv −= maka xdx

dv8−= atau

x

dvdx

8−= . Kalau pemisalan ini kita masukkan dalam persoalan

integral yang diberikan, kita akan mendapatkan bentuk x

dvv

82/1

−∫−

yang tidak dapat diproses lebih lanjut; persoalan integral tidak dapat ter-transformasi menjadi integral dalam peubah v.

Namun bentuk ∫− 241 x

dx ini dapat kita transformasi menjadi bentuk

yang termuat dalam Tabel-13.1, yaitu nomer 20. Kita misalkan v = 2x

yang akan memberikan 2=dx

dv atau

2

dvdx= . Persoalan integral kita

menjadi

∫∫∫−

=−

=−

=222 12

1

1241 v

dv

v

dv

x

dxy

yang menghasilkan KxKvy +=+= −− )2(sin2

1sin

2

1 11

Soal-Soal: Carilah integral tak tentu berikut ini.

∫∫∫∫∫ −++−+

1 ;

4 ;

4 ;

1 ;

4122222 x

dx

xx

dx

x

dx

x

dx

x

dx

Page 190: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

183

14.9. Relasi Diferensial dan Integral Berikut ini daftar formula untuk deferensial beserta pasangan integralnya. Beberapa di antaranya perlu untuk diingat, misalnya formula 1 sampai 9 dan 16, 17 yang sering kita temui.

Tabel-14.1.

1. dxdx

dvdv = 1. Kvdv +=∫

2. kdvkvd =)( 2. ∫∫ = dvkkdv

3. dwdvwvd +=+ )( 3. ∫∫∫ +=+ dwdvdwdv )(

4. dvnvdv nn 1−= 4. C

n

vdvv

nn +

+=

+

∫ 1

1; n≠1

5. v

dvvd =)(ln 5. Kv

v

dv +=∫ ln

6. dvede vv = 6. Kedve vv +=∫

7. advada vv ln= 7. K

a

adva

vv +=∫ ln

8. vdvvd cos)(sin = 8. Kvvdv +=∫ sincos

9. vdvvd sin)(cos −= 9. Kvvdv +−=∫ cossin

10. vdvvd 2sec)(tan = 10.∫ += Kvvdv tansec2

Page 191: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 184

11. vdvvd 2csc)(cot −= 11. Kvvdv +−=∫ cotcsc2

12. vdvvvd tansec)(sec = 12. Kvvdv +=∫ sectansec

13. vdvvvd cotcsc)(csc −= 13. Kvvdv +−=∫ csccotcsc

14. vvd cosh)(sinh = 14. Kvvdv +=∫ sinhcosh

15. vdvvd sinh)(cosh = 15. Kvvdv +=∫ coshsinh

16. vdvvd 2hsec)(tanh = 16. Kvvdv +=∫ tanhhsec 2

17. vdvvd 2hcsc)(coth −= 17. Kvvdv +−=∫ cothhcsc 2

18. vdvvvd tanhhsec)sech( −= 18. Kvvdvv +−=∫ sechtanhhsec

19. vdvvvd cothhcsc)csch( −= 19. Kvvdvv +−=∫ coshcothcsch

20.2

1

1)(sin

v

dvvd

−=− 20.∫ +=

− Kvv

dv 1

2sin

1

21.2

1

1)(cos

v

dvvd

−=− 21.∫ ′+−=−

− Kvv

dv 1

2cos

1

22. 2

1

1tan

v

dvvd

+=− 22. ∫ +=

+− Kv

v

dv 12

tan1

Page 192: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

185

23. 2

1

1cot

v

dvvd

+−=− 23. ∫ +−=

+− Kv

v

dv 12

cot1

24. 1

sec2

1

−=−

vv

dvvd 24. ∫ +=

− Kvvv

dv 1

2sec

1, v >0

25. 1

csc2

1

−=−

vv

dvvd 25. ∫ +−=

−− Kv

vv

dv 1

2csc

1, v >0

26.2

1

1)(sinh

v

dvvd

+=− 26.∫ +=

+− Kv

v

dv 1

2sinh

1

27.1

)(cosh2

1

−=−

v

dvvd 27.∫ +=

− Kvv

dv 1

2cosh

1

28.2

1

1)(tanh

v

dvvd

−=− 28.∫ +=

−− Kv

v

dv 12

tanh1

; jika |v|<1

29.2

1

1)(coth

v

dvvd

−=− 29.∫ +=

−− ;coth

11

2Kv

v

dv jika |v|>1

30. 2

1

1)h(sec

vv

dvvd

−=− 30. ∫ +−=−

− ;hsec1

1

2Kv

vv

dv

31. 2

1

1)h(csc

vv

dvvd

+

−=− 31. ∫ +−=+

− ;hcsc1

1

2Kv

vv

dv

Catatan Tentang Isi Tabel-14.1.

Dengan menggunakan relasi-relasi dalam Tabel-13.1 kita dapat melakukan proses integrasi fungsi-fungsi mencakup:

Fungsi mononom dan polinom: ∫vdv

Fungsi polinom berpangkat: ∫∫ v

dvdvvn ;

Fungsi exponensial: ∫∫ dvadve vv ;

Page 193: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 186

Fungsi trigonometri: ∫ vdvcos ; ∫ vdvsin ; ∫ vdv2sec ; ∫ vdv2csc ;

∫ vdvtansec ; ∫ vdvcotcsc .

tetapi tidak: ∫ vdvtan ; ∫ vdvcot ; ∫ vdvsec ; ∫ vdvcsc .

Fungsi hiperbolik: ∫ vdvcosh ; ∫ vdvsinh ; ∫ vdv2hsec ;

∫ vdv2hcsc ; ∫ vdvv tanhhsec ; ∫ vdvvcothcsch .

tetapi tidak: ∫ vdvtanh ; ∫ vdvcoth ; ∫ vdvhsec ; ∫ vdvhcsc .

Integrasi fungsi aljabar yang menghasilkan fungsi trigonometri inversi dan fungsi hiperbolik inversi, seperti

∫− 21 v

dv ; ∫ + 21 v

dv; ∫

−12vv

dv; ∫

+ 21 v

dv ;

∫− 12v

dv ; ∫ − 21 v

dv ; ∫− 21 vv

dv; ∫

+ 21 vv

dv.

tetapi tidak mengintegrasi fungsi inversi seperti

∫− vdv1sin ; ∫

− xdx1tan ; ∫− vdv1sinh ; ∫

− vdv1tanh

Tabel-14.1 tidak memuat relasi integrasi fungsi-fungsi aljabar yang

berbentuk ∫∫∫ −±+

dsb ; ; ; 222222

dvavdvvava

dv

Page 194: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

187

Bab 15 Persamaan Diferensial Orde-1

15.1. Pengertian

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau lebih turunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai:

1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak kita pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan satu peubah bebas.

2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi

turunan fungsi yang ada dalam persamaan. 3

3

dx

yd adalah orde

tiga; 2

2

dx

yd adalah orde dua;

dx

dy adalah orde satu.

3. Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi.

Sebagai contoh: xex

y

dx

yd

dx

yd =+

+

+

12

5

2

22

3

3 adalah persamaan

diferensial biasa, orde tiga, derajat dua.

Dalam buku ini kita hanya akan membahas persamaan diferensial biasa, orde satu dan orde dua, derajat satu.

15.2. Solusi

Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya.

Kita ambil satu contoh: xkey −= adalah solusi dari persamaan

0=+ ydt

dy karena turunan xkey −= adalah xkedt

dy −−= , dan jika ini kita

masukkan dalam persamaan akan kita peroleh 0=+− −− xx keke .; persamaan terpenuhi.

Page 195: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 188

Pada contoh di atas kita lihat bahwa persamaan diferensial orde satu mempunyai solusi yang melibatkan satu tetapan sembarang yaitu k. Pada umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang mengandung n tetapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua yang akan kita bahas di bab berikutnya, kita akan menemukan solusi dengan dua tetapan sembarang. Nilai dari tetapan ini ditentukan oleh kondisi awal.

15.3. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan

Solusi suatu persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah dapat dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kita mengumpulkan semua y dengan dy dan semua x dengan dx. Jika hal ini bisa dilakukan maka persamaan tersebut dapat kita tuliskan dalam bentuk

0)()( =+ dxxgdyyf (15.1)

Apabila kita lakukan integrasi kita akan mendapatkan solusi umum dengan satu tetapan sembarang K, yaitu

∫∫ =+ Kdxxgdyyf ))()( (15.2)

Kita ambil dua contoh.

1). yxedx

dy −= . Persamaan ini dapat kita tuliskan y

x

e

e

dx

dy =

sehingga kita dapatkan persamaan dengan peubah terpisah

0=− dxedye xy dan Kdxedye xy =− ∫∫

sehingga Kee xy =− atau Kee xy +=

2). xydx

dy 1= . Pemisahan peubah akan memberikan bentuk

0=−x

dxydy dan K

x

dxydy =− ∫∫

Page 196: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

189

sehingga Kxy =− ln2

2 atau Kxy ′+= 2ln

15.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu

Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk

=x

yF

dx

dy (15.3)

Persamaan demikian ini dapat dipecahkan dengan membuat peubah bebas baru

x

yv =

Dengan peubah baru ini maka

vxy = dan dx

dvxv

dx

dy +=

Persamaan (14.2) menjadi

)(vFdx

dvxv =+ (15.4)

yang kemudian dapat dicari solusinya melalui pemisahan peubah.

0)(

=−

+vFv

dv

x

dx (15.5)

Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan menggantikan v dengan y/x setelah persamaan terakhir ini dipecahkan.

Kita ambil contoh: 02)( 22 =++ xydydxyx

Persamaan ini dapat kita tulis 02)1(2

22 =++ xydydx

x

yx atau

dyx

ydx

x

y2)1(

2

2−=+ sehingga )/(

)/(2

)/(1 2xyF

xy

xy

dx

dy =+−=

Page 197: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 190

yang merupakan bentuk persamaan homogen.

Peubah baru v = y/x memberikan

vxy = dan dx

dvxv

dx

dy +=

dan membuat persamaan menjadi

v

v

dx

dvxv

2

1 2+−=+ atau v

v

v

vv

dx

dvx

2

31

2

1 22 +−=+−−=

Dari sini kita dapatkan

x

dx

vv

dv −=+ 2/)31( 2

atau 031

22

=+

+v

vdv

x

dx

Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v sebagai fungsi x. Kita perlu pengalaman untuk ini.

Kita tahu bahwa xdx

xd 1)(ln = . Kita coba hitung

)6(31

1

)31(

)31(

)31ln()31ln(2

2

2

22x

xdx

xd

xd

xd

dx

xd

+=+

++=+

Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas kita dapatkan solusi dari

031

22

=+

+v

vdv

x

dx

adalah KKvx ′==++ ln3

1)31ln(

3

1ln 2 atau

KKvx ′==++ ln)31ln(ln3 2 sehingga Kvx ′=+ )31( 23

Dalam x dan y solusi ini adalah

( ) Kxyx ′=+ 23 )/(31 atau ( ) Kyxx ′=+ 22 3

Page 198: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

191

15.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu

Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol. Dalam menentukan derajat ini kita harus memperhitungkan pangkat dari peubah dan turunannya; misal y(dy/dx) adalah berderajat dua karena y dan dy/dx masing-masing berpangkat satu dan harus kita jumlahkan untuk menentukan derajat dari y(dy/dx).

Persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan dalam bentuk

QPydx

dy =+ (15.6)

dengan P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan. Persamaan diferensial bentuk inilah selanjutnya akan kita bahas dan kita akan membatasi pada situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena kita akan langsung melihat pemanfaatan praktis dengan contoh yang terjadi pada analisis rangkaian listrik.

Dalam analisis rangkaian listrik, peubah fisis seperti tegangan dan arus merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu persamaan diferensial yang akan kita tinjau kita tuliskan secara umum sebagai

)(tfbydt

dya =+ (15.7)

Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan. Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian. Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.

Persamaan diferensial seperti (15.7) mempunyai solusi total yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (15.7) sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen

0=+ bydt

dya (15.8)

Page 199: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 192

Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi (15.7) dan fungsi f2(t) memenuhi (15.8), maka y = (f1+f2) akan memenuhi (15.7) sebab

( )

0

)(

11

22

11

2121

++=+++=

+++=+

bfdt

dfabf

dt

dfabf

dt

dfa

ffbdt

ffdaby

dt

dya

Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari (15.7), dan kita sebut solusi total yang terdiri dari solusi khusus f1 dari (15.7) dan solusi homogen f2 dari (15.8).

Peristiwa Transien. Sebagaimana telah disebutkan, persamaan diferensial seperti (14.7) dijumpai dalam peristiwa transien, yaitu selang peralihan dari suatu keadaan mantap ke keadaan mantap yang lain.. Peralihan kita anggap mulai terjadi pada t = 0 dan peristiwa transien yang kita tinjau terjadi dalam kurun waktu setelah mulai terjadi perubahan yaitu dalam kurun waktu t > 0. Sesaat setelah mulai perubahan kita beri tanda t = 0+ dan sesaat sebelum terjadi perubahan kita beri tanda t = 0−.

Solusi Homogen. Persamaan (15.8) menyatakan bahwa y ditambah dengan suatu koefisien konstan kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt berbentuk sama. Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi dari (15.8) mempunyai bentuk eksponensial y = K1e

st . Jika solusi dugaan ini kita masukkan ke (15.8), kita peroleh

( ) 0atau 0 111 =+=+ ybasKebKseaK stst (15.9)

Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (15.9) terpenuhi adalah

0 =+ bas (15.10)

Persamaan (15.10) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = −(b/a). Jadi solusi homogen yang kita cari adalah

tabsta eKeKy )/(

11−== (15.11)

Nilai K1 masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan tertentu yang kita sebut kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0+ sesaat

Page 200: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

193

setelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y telah mempunyai nilai tertentu pada t = 0+ sehingga nilai K1 haruslah sedemikian rupa sehingga nilai y pada t = 0+ tersebut dapat dipenuhi. Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada solusi homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi awal harus kita terapkan pada solusi total dan bukan hanya untuk solusi homogen saja. Oleh karena itu kita harus mencari solusi khusus lebih dulu agar solusi total dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan kondisi awal.

Solusi khusus. Solusi khusus dari (15.7) tergantung dari bentuk fungsi pemaksa f(t). Seperti halnya dengan solusi homogen, kita dapat melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus haruslah sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (15.7) maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang sama. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka yp dan turunannya harus mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai bentuk f(t), solusi khusus dugaan yp adalah sebagai berikut.

. cosinusmaupun sinus fungsi umumbentuk

adalah sincos

sincos

maka , cos)(atau , sin)( Jika

aleksponensi

maka al,eksponensi)( Jika

konstan maka konstan,)( Jika

0 maka , 0)( Jika

tKtKy

tKtKy

tAtftAtf

Key

Aetf

KyAtf

ytf

sc

scp

tp

t

p

p

ω+ω=

ω+ω=ω=ω=

==

==

====

==

α

α

: Perhatikan

Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka solusi total adalah

tspap eKyyyy

1+=+= (15.12)

Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan memberikan nilai K1.

Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal terjadinya perubahan yaitu pada t = 0+. Dalam menurunkan persamaan diferensial pada peristiwa transien kita harus memilih peubah yang disebut peubah

Page 201: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 194

status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini, sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama. Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) maka

)0()0( −+ = yy (15.13)

Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12) akan kita peroleh nilai K1.

)0()0( )0()0( 11++++ −=→+= pp yyKKyy (15.14)

yp(0+) adalah nilai solusi khusus pada t = 0+. Nilai y(0+) dan yp(0

+) adalah tertentu (yaitu nilai pada t = 0+). Jika kita sebut

0)0()0( Ayy p =− ++ (15.15)

maka solusi total menjadi

tsp eAyy

0 += (15.16)

15.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa

Tanpa Fungsi Pemaksa, f(t) = 0. Jika f(t) =0 maka solusi yang akan kita peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam mencari soluai kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada, akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus diterapkan pada solusi total, sedangkan solusi total harus terdiri dari solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol). Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada solusi homogen saja atau solusi khusus saja.

Contoh: Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan

01000 =+ vdt

dv

untuk t > 0. Kondisi awal adalah v(0+) = 12 V.

tstp

p

ta

eAeAvv

v

eAv

ss

100000

10000

0 : totalsolusiDugaan

pemaksa) fungsi ada tidak (karena 0 : khusus solusiDugaan

:homogen solusiDugaan

100001000 :tik karakteris Persamaan

+=+=

==

−=→=+

Page 202: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

195

V 12 : menjadi totalSolusi

12012 : memberikan

totalsolusidugaan pada awal kondisi Penerapan

V. 12)0()0( : awal Kondisi

1000

00

tev

AA

vv

−+

=

=→+=

==

Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 10 V, analisis transien menghasilkan persamaan

03 =+ vdt

dv

V 10 : menjadi totalSolusi

010 : memberikan awal kondisi Penerapan

V 10)0( : awal Kondisi

: totalsolusiDugaan

0 :khusus solusiDugaan

:homogen solusiDugaan

303 :tik karakteris Persamaan

3

0

30

30

t

tp

p

ta

ev

A

v

eAvv

v

eAv

ss

+

=

+==

+=

==

−=→=+

Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari bahwa fungsi anak tangga adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan sebagai f(t) = A (tetapan).

Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan

1210 3 =+− vdt

dv

dengan kondisi awal v(0+) = 0 V.

ta eAv

ss 1000

0

33

:homogen solusiDugaan

100010/1 0110 :tik karakteris Persamaan −

−−

=

−=−=→=+

Page 203: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 196

Karena f(t) = 12 konstan, kita dapat menduga bahwa solusi khusus akan bernilai konstan juga karena turunannya akan nol sehingga kedua ruas persamaan tersebut dapat berisi suatu nilai konstan.

V 1212 : menjadi totalSolusi

12120 :memberikan awal kondisi Penerapan

.0)0()0( : awal Kondisi

V 12 : totalsolusiDugaan

12 12 0 :persamaan ke inidugaan Masukkan

: khusus solusiDugaan

1000

00

10000

t

t

pp

p

ev

AA

vv

eAv

vKv

Kv

+

−=

−=→+==−=

+=

=⇒=+

=

Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 11 V, analisis transien menghasilkan persamaan

2005 =+ vdt

dv

V. 2940 : totalTanggapan

294011

: memberikan awal kondisi Penerapan V. 11)0( :awal Kondisi

40 : lengkap solusiDugaan

40 20050 : khusus solusiDugaan

:homogen solusiDugaan

505 :tik karakteris Persamaan

5

00

50

50

50

t

ttp

pp

ta

ev

A A

v

eAeAvv

vKKv

eAv

ss

+

−−

−=

−=→+==

+=+=

=→=+→==

−=→=+

Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi jika fungsi pemaksa berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada pencarian solusi khusus.

Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0, bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan

)cos( θ+ω= tAy

Page 204: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

197

Melalui relasi

{ }θω−θω=θ+ω= sinsincoscos)cos( ttAtAy

bentuk umum fungsi sinus dapat kita tuliskan sebagai

θ−=θ=ω+ω=

sindan cosdengan

sincos

AAAA

tAtAy

sc

sc

Dengan bentuk umum seperti di atas kita terhindar dari perhitungan sudut fasa θ, karena sudut fasa ini tercakup dalam koefisien Ac dan As. Koefisien Ac dan As tidak selalu ada. Jika sudut fasa θ = 0 maka As = 0 dan jika θ = 90o maka Ac = 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa θ dari fungsi sinus yang dinyatakan dengan pernyataan umum, kita dapat

menggunakan relasi c

s

A

A=θtan .

Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga. Oleh karena itu, penjumlahan y = sinωt dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga.

tAtAdt

yd

tAtAdt

dy

tAtAy

sc

sc

sc

ωω−ωω−=

ωω+ωω−=

ω+ω=

sincos

; cossin

; sincos

222

2

Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 0 V suatu analisis transien

menghasilkan persamaan tvdt

dv10cos1005 =+

ta eAv

ss 5

0 :homogen solusiDugaan

505 :tik karakteris Persamaan −=

−=→=+

Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan berbentuk sinus juga.

Page 205: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 198

V 410sin810cos4 : Jadi

4 40 : awal kondisi Penerapan

.0)0( awal Kondisi

10sin810cos4 : totalsolusiDugaan

10sin810cos4 : khusus Solusi

8dan 4 100520 2

100510dan 0510

10cos10010sin510cos510cos1010sin10

: memberikanpersamaan ke ini khusus solusi Substitusi

10sin10cos

: khusus solusiDugaan

5

00

50

t

t

p

sccccs

cssc

scsc

scp

ettv

AA

v

eAttv

ttv

AAAAAA

AAAA

ttAtAtAtA

tAtAv

+

−+=

−=→+==

++=

+===⇒=+→=→

=+=+−→=+++−

+=

Contoh: Apabila kondisi awal adalah v(0+) = 10 V, bagaimanakah solusi pada contoh sebelum ini?

Solusi total telah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah.

V 610sin810cos4 : Jadi

6 41010)0( awal Kondisi

10sin810cos4 : totalSolusi

5

00

50

t

t

ettv

AAv

eAttv

+

++=

=→+=→=

++=

Ringkasan. Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar; solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final.

Page 206: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

199

Soal-Soal:

1. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

5)0( , 015 b).

; 10)0( , 010 .a)

==+

==+

+

+

vvdt

dv

vvdt

dv

2. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

005,0)0( , 010 b).

; 2)0( , 08 .a)

4 −==+

==+

+

+

iidt

di

iidt

di

Solusi khusus : � ditentukan oleh fungsi pemaksa. � merupakan komponen mantap;

tetap ada untuk t →∞.

Solusi homogen : � tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa. � merupakan komponen transien; hilang pada t

→∞; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5τ. � konstanta waktu τ = a/b pada (14.10)

τ−+= / 0 )( t

p eAtyy

Page 207: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 200

3. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

5)0( , )(1010 b).

; 0)0( , )(1010 .a)

==+

==+

+

+

vtuvdt

dv

vtuvdt

dv

4. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

02,0)0( , )(10010 b).

; 0)0( , )(10010 .a)

4

4

−==+

==+

+

+

ituidt

di

ituidt

di

5. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

5)0( , )()5cos(1010 b).

; 0)0( , )()5cos(105 .a)

==+

==+

+

+

vtutvdt

dv

vtutvdt

dv

Page 208: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

201

Bab 16 Persamaan Diferensial Orde-2

16.1. Persamaan Diferensial Linier Orde Dua

Secara umum persamaan diferensial linier orde dua berbentuk

)(2

2tfcy

dt

dyb

dt

yda =++ (16.1)

Pada persamaan diferensial orde satu kita telah melihat bahwa solusi total terdiri dari dua komponen yaitu solusi homogen dan solusi khusus. Hal yang sama juga terjadi pada persamaan diferensial orde dua yang dengan mudah dapat ditunjukkan secara matematis seperti halnya pada persamaan orde pertama. Perbedaan dari kedua macam persamaan ini terletak pada kondisi awalnya. Pada persamaan orde dua terdapat dua kondisi awal dan kedua kondisi awal ini harus diterapkan pada dugaan solusi total. Dua kondisi awal tersebut adalah

)0(')0(dan )0()0( −+−+ == ydt

dyyy (16.2)

Solusi homogen. Solusi homogen diperoleh dari persamaan rangkaian dengan memberikan nilai nol pada ruas kanan dari persamaan (4.25), sehingga persamaan menjadi

02

2=++ cy

dt

dyb

dt

yda (16.3)

Agar persamaan ini dapat dipenuhi, y dan turunannya harus mempunyai bentuk sama sehingga dapat diduga y berbentuk fungsi eksponensial ya = Kest dengan nilai K dan s yang masih harus ditentukan. Kalau solusi dugaan ini dimasukkan ke (16.3) akan diperoleh :

( ) 0atau 0 22 =++=++ cbsasKecKebKseeaKs stststst (16.4)

Fungsi est tidak boleh nol untuk semua nilai t . Kondisi K = 0 juga tidak diperkenankan karena hal itu akan berarti ya = 0 untuk seluruh t. Satu-satunya jalan agar persamaan ini dipenuhi adalah

02 =++ cbsas (16.4)

Page 209: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 202

Persamaan ini adalah persamaan karakteristik persamaan diferensial orde dua. Secara umum, persamaan karakteristik yang berbentuk persamaan kwadrat itu mempunyai dua akar yaitu:

a

acbbss

2

4,

2

21−±−= (16.5)

Akar-akar persamaan ini mempunyai tiga kemungkinan nilai, yaitu: dua akar riil berbeda, dua akar sama, atau dua akar kompleks konjugat. Konsekuensi dari masing-masing kemungkinan nilai akar ini terhadap bentuk solusi akan kita lihat lebih lanjut. Untuk sementara ini kita melihat secara umum bahwa persamaan karakteristik mempunyai dua akar.

Dengan adanya dua akar tersebut maka kita mempunyai dua solusi homogen, yaitu:

tsa

tsa eKyeKy 21

2211 dan == (16.6)

Jika ya1 merupakan solusi dan ya2 juga merupakan solusi, maka jumlah keduanya juga merupakan solusi. Jadi solusi homogen yang kita cari akan berbentuk

tstsa eKeKy 21

21 += (16.7)

Konstanta K1 dan K2 kita cari melalui penerapan kondisi awal pada solusi total.

Solusi Khusus. Sulusi khusus kita cari dari persamaan (16.1). Solusi khusus ini ditentukan oleh bentuk fungsi pemaksa, f(t). Cara menduga bentuk solusi khusus sama dengan apa yang kita pelajari pada persamaan orde satu. Kita umpamakan solusi khusus ykhusus = yp.

Solusi Total. Dengan solusi khusus yp maka solusi total menjadi

tstspap eKeKyyyy 21

21 ++=+= (16.8)

Page 210: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

203

16.2. Tiga Kemungkinan Bentuk Solusi

Sebagaimana disebutkan, akar-akar persamaan karakteristik yang berbentuk umum as2 + bs + c = 0 dapat mempunyai tiga kemungkinan nilai akar, yaitu:

a). Dua akar riil berbeda, s1 ≠ s2, jika {b2− 4ac } > 0;

b). Dua akar sama, s1 = s2 = s , jika {b2−4ac } = 0

c). Dua akar kompleks konjugat s1 , s2 = α ± jβ , jika {b2−4ac } < 0.

Tiga kemungkinan nilai akar tersebut akan memberikan tiga kemungkinan bentuk solusi yang akan kita lihat berikut ini, dengan contoh solusi pada persamaan diferensial tanpa fungsi pemaksa.

Dua Akar Nyata Berbeda. Kalau kondisi awal y(0+) dan dy/dt (0+) kita terapkan pada solusi total (16.8), kita akan memperoleh dua persamaan yaitu

2211

21

)0()0('

dan )0()0(

KsKsyy

KKyy

p

p

++′=

++=++

++

(16.9)

yang akan menentukan nilai K1 dan K2. Jika kita sebut

)0()0(

dan )0()0(

0

0

++

++

′−′=

−=

p

p

yyB

yyA (16.10)

maka kita peroleh

02211021 dan BKsKsAKK =+=+

dan dari sini kita memperoleh

21

0012

12

0021 dan

ss

BAsK

ss

BAsK

−−

=−−

=

sehingga solusi total menjadi

tstsp e

ss

BAse

ss

BAsyy 21

21

001

12

002

−−

+−−

+= (16.11)

Berikut ini kita lihat suatu contoh. Seperti halnya pada persamaan orde pertama, pada persamaan orde dua ini kita juga mengartikan solusi

Page 211: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 204

persamaan sebagai solusi total. Hal ini didasari oleh pengertian tentang kondisi awal, yang hanya dapat diterapkan pada solusi total. Persamaan yang hanya mempunyai solusi homogen kita fahami sebagai persamaan dengan solusi khusus yang bernilai nol.

Contoh: Dari analisis transien suatu rangkaian listrik diperoleh persamaan

0104105,8 632

2=×+×+ v

dt

dv

dt

vd

dengan kondisi awal v(0+)=15 V dan dv/dt(0+) = 0

berbeda). riilakar dua ( 8000 ,500

4)25,4(104250, :akar -akar

0104105,8 :ik karkterist Persamaan

21

2321

632

−=−=−±−=→

=×+×+

ss

ss

ss

homogen). solusi dari terdiri(hanya

V 16 : totalSolusi

115 168000500

)8000(1515

)15(0 0)0( b).

15 15 V 15)0()0( a).

: awal Kondisi

nol)homogen (solusi

0 : totalsolusiDugaan

8000 500

1221

21

21112211

1221

80002

5001

tt

tt

eev

KKss

sK

sKsKsKsKdt

dv

KKKKvv

eKeKv

−−

+

−+

−−

−=

−=−=⇒=+−

−−=−

−=⇒

−+=+=→=

−=⇒+=→==

++=

Dua Akar Nyata Sama Besar. Kedua akar yang sama besar tersebut dapat kita tuliskan sebagai

0dengan ; dan 21 →δδ+== ssss (16.12)

Dengan demikian maka solusi total dapat kita tulis sebagai

tsstp

tstsp

eKeKy

eKeKyy

)(21

21

21

δ+++=

++= (16.13)

Page 212: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

205

Kalau kondisi awal pertama y(0+) kita terapkan, kita akan memperoleh

021

21

)0()0(

)0()0(

AyyKK

KKyy

p

p

=−=+→

++=++

++

Jika kondisi awal kedua dy/dt (0+) kita terapkan, kita peroleh

0221

21

)0()0()(

)()0()0(

ByyKsKK

sKsKyy

p

p

=′−′=δ++→

δ+++′=′++

++

Dari kedua persamaan ini kita dapatkan

δ−−=→

δ−

=→=δ+

sABAK

sABKBKsA

0001

002020

(16.14)

Solusi total menjadi

stt

p

sttp

tsstp

ee

sABAy

eesABsAB

Ay

esAB

esAB

Ayy

1

)(

000

00000

)(00000

δ+

δ−−++=

δ−+

δ−−+=

δ−

+

δ−

−+=

δ

δ

δ+

(16.15.a)

Karena 1

lim1

lim 0

0t

ee tt=

δ−=

δ+

δ−

δ

→δ

δ

→δ

maka solusi total dapat kita tulis

[ ] stp etsABAyy )( 000 −++= (16.15.b)

Solusi total seperti dinyatakan oleh (16.15.b) merupakan bentuk khusus yang diperoleh jika persamaan karakteristik mempunyai dua akar sama besar. A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal. Dengan demikian kita dapat menuliskan (16.15.b) sebagai

Page 213: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 206

[ ] stbap etKKyy ++= (16.15.c)

dengan nilai Ka yang ditentukan oleh kondisi awal, dan nilai Kb ditentukan oleh kondisi awal dan s. Dalam rangkaian listrik, nilai s tergantung dari elemen-elemen yang membentuk rangkaian dan tidak ada kaitannya dengan kondisi awal. Dengan kata lain, jika kita mengetahui bahwa persamaan karakteristik rangkaian mempunyai akar-akar yang sama besar (akar kembar) maka bentuk tanggapan rangkaian akan seperti yang ditunjukkan oleh (16.15.c).

Contoh: Pada kondisi awal v(0+)=15 V dan dv/dt(0+)=0, analisis transien rangkaian listrik memberikan persamaan

0104104 632

2=×+×+ v

dt

dv

dt

vd

( ) ( ) .0 karena , 0

:berbentuk akan totalsolusi

itu karenaoleh besar; samaakar dua terdapatsini Di

2000 1041042000, :akar -akar

01044000 :tik karakteris Persamaan

6621

62

=++=++=

=−=×−×±−=

=×++

pst

bast

bap vetKKetKKvv

sss

ss

( )

( ) V 3000015 : Jadi

30000 0)0(

memberikan

0)0( kedua awal kondisi Aplikasi

.15)0(

memberikan ini totalsolusi pada pertama awal kondisi Aplikasi

2000t

abab

stba

stb

a

etv

sKKsKKdt

dv

estKKeKdt

dvdt

dv

Kv

+

+

+

+=

=−=→+==→

++=

=

==

Page 214: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

207

Akar-Akar Kompleks Konjugat. Kita belum membahas bilangan kompleks di buku ini. Kita baru memandang fungsi-fungsi yang memiliki nilai bilangan nyata. Namun agar pembahasan menjadi lengkap, berikut ini diberikan solusinya.

Dua akar kompleks konjugat dapat dituliskan sebagai

β−α=β+α= jsjs 21 dan

Solusi total dari situasi ini adalah

( ) ttjtjp

tjtjp

eeKeKy

eKeKyy

αβ−β+

β−αβ+α

++=

++=

2

1

)(2

)(1

(16.16)

Aplikasikan kondisi awal yang pertama, y(0+),

( )

021

21

)0()0(

)0()0(

AyyKK

KKyy

p

p

=−=+→

++=++

++

Aplikasi kondisi awal yang kedua, )0()0( ++ ′= ydt

dv,

( )( ) ttjtj

ttjtjp

eeKeK

eeKjeKjdt

dy

dt

dy

αβ−β

αβ−β

α++

β−β+=

21

21

Kita akan memperoleh

( ) ( )

( ) ( ) 02121

2121

)0()0(

)0()0()0(

ByyKKKKj

KKKjKjyydt

dy

p

p

=′−′=+α+−β→

α++β−β+′=′=

++

+++

( ) ( )βα−

=−→=+α+−β

=+

j

ABKKBKKKKj

AKK

002102121

021

2

/)(

2

/)( 0002

0001

βα−−=

βα−+=

jABAK

jABAK

Solusi total menjadi

Page 215: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 208

tp

ttjtjtjtj

p

ttjtjp

etAB

tAy

ej

eeABeeAy

eejABA

ejABA

yy

α

αβ−β+β−β+

αβ−β+

β

βα−+β+=

−β

α−+++=

βα−−+βα−++=

sin)(

cos

2

)(

2

2

/)(

2

/)(

000

00

0

000 000

(16.17)

A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal sedangkan α dan β memiliki nilai tertentu (dalam rangkaian listrik ditentukan oleh nilai elemen rangkaian). Dengan demikian solusi total dapat kita tuliskan sebagai

( ) tbap etKtKyy αβ+β+= sincos (16.18)

dengan Ka dan Kb yang masih harus ditentukan melalui penerapan kondisi awal. Ini adalah bentuk solusi total khusus untuk persamaan diferensial yang memiliki persamaan karakteristik dengan dua akar kompleks konjugat.

Persamaan (16.18) menunjukkan bahwa bila persamaan karakteristik memberikan dua akar kompleks konjugat, maka solusi persamaan diferensial orde dua akan terdiri dari solusi khusus yp ditambah fungsi sinus yang teredam.

Page 216: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

209

Soal-Soal:

1. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

5)0( , 0)0( ; 054 c).

10)0( , 0)0( ; 044 b).

15)0( ,0)0( ; 0107 .a)

2

2

2

2

2

2

===++

===++

===++

++

++

++

dt

dvvv

dt

dv

dt

vd

dt

dvvv

dt

dv

dt

vd

dt

dvvv

dt

dv

dt

vd

2. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

10)0(

,5)0( ;)(100258 c).

10)0(

,5)0( ;)(1002510 b).

25)0(

,5)0( ; )(1002410 .a)

2

2

2

2

2

2

===++

===++

===++

+

+

+

dt

dvvtuv

dt

dv

dt

vd

dt

dvvtuv

dt

dv

dt

vd

dt

dvvtuv

dt

dv

dt

vd

3. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

0)0( ,0)0( , )( ] 1000[cos10086 .a)2

2===++ ++

dt

dvvtutv

dt

dv

dt

vd

0)0( ,0)0( , )( ] 1000[cos10096 b).2

2===++ ++

dt

dvvtutv

dt

dv

dt

vd

0)0( ,0)0( , )( ] 1000[cos100102 c).2

2===++ ++

dt

dvvtutv

dt

dv

dt

vd

Page 217: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 210

Page 218: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

211

Bab 17 Matriks

17.1. Konsep Dasar Matriks

Matrik adalah susunan teratur bilangan-bilangan dalam baris dan kolom yang membentuk suatu susunan persegi panjang yang kita perlakukan sebagai suatu kesatuan. Dalam penulisannya matriks dibatasi oleh suatu kurung siku (ataupun dengan kurung biasa) seperti contoh berikut

123

421

302

;

4

2 ; [ ]423 ;

203

142 (17.1)

Dalam contoh matriks (17.1) ini, banyaknya baris matriks yang pertama sama dengan banyaknya kolom, dalam hal ini 3, dan disebut matriks bujur sangkar. Yang kedua terdiri dari dua baris dan satu kolom, disebut matriks kolom atau vektor kolom. Yang ketiga terdiri dari satu baris tiga kolom, disebut matriks baris atau vektor baris. Yang keempat adalah matrik persegi panjang dengan dua baris dan tiga kolom.

Secara umum suatu matrik terdiri dari m baris dan n kolom, sehingga suatu matrik akan terdiri dari m×n elemen-elemen. Elemen-elemen matriks ini dapat berupa bilangan riil maupun kompleks, akan tetapi dalam contoh-contoh selanjutnya kita hanya akan melihat matriks dengan elemen yang berupa bilangan nyata, dan disebut matriks nyata. Secara umum setiap elemen matriks diberi notasi sesuai dengan posisinya dalam matriks. Jika b (b = 1…m) adalah nomer baris dan k (k = 1…n) adalah nomer kolom, maka b dan k digunakan sebagai subscript-ganda elemen matriks. Notasi yang kita gunakan untuk memberi nama matriks adalah huruf besar cetak tebal, sedangkan huruf kecil cetak tebal digunakan sebagai notasi untuk vektor baris ataupun kolom, seperti contoh berikut.

A =

123

421

302

; B =

203

142 ; a =

4

2 ; b = [ ]423 (17.2)

Secara umum, matriks A dapat kita tuliskan

Page 219: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 212

[ ]bk

mnmm

n

n

a

aaa

aaa

aaa

=

=

L

LLLL

L

L

21

22221

11211

A (17.3)

Posisi elemen-elemen a11 …amn disebut diagonal utama matriks. Banyaknya baris dan kolom merupakan ukuran matrik . Dalam contoh (17.1), berturut-turut kita mempunyai matriks dengan ukuran 3×3, 2×1, 1×3, dan 2×3. Matriks dengan m = n disebut matriks bujur sangkar, dan kita katakan matriks ini berordo n. Matriks A pada contoh (17.2) adalah matriks bujur sangkar berordo 3.

Anak matriks atau sub-matriks adalah matriks yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian baris dan/atau sebagian kolom dari suatu matriks. Sebagai contoh, matriks

B =

203

142

mempunyai dua anak matriks 1× 3 , yaitu [ ]142 , [ ]203 ;

tiga anak matriks 2× 1, yaitu

3

2 ,

0

4 ,

2

1;

enam anak matriks 1× 1 yaitu [2] , [4] , [1] , [3] , [0] , [2];

enam anak matriks 1×2 yaitu [ ]42 , [ ]12 , [ ]14 , [ ]03

, [ ]23 , [ ]20 ;

tiga anak matriks 2×2 yaitu

03

42 ,

23

12 ,

20

14.

Dengan menggunakan pengertian anak matriks ini, kita dapat memandang matriks sebagai tersusun dari anak-anak matriks yang berupa vektor-vektor. Sebagai contoh, matriks

A=

123

421

302

dapat kita pandang sebagai matriks

=

3

2

1

a

a

a

A

Page 220: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

213

dengan anak-anak matriks berupa vektor baris [ ]3021 =a ,

[ ]4212 =a , [ ]1233 =a . Dengan cara pandang ini matriks A mirip

bentuknya dengan vektor kolom.

Matriks A juga dapat kita pandang sebagai matriks [ ]321 aaaA =

dengan anak-anak matriks

=3

1

2

1a ,

=2

2

0

2a ,

=1

4

3

3a yang berupa

vektor-vektor kolom. Dengan cara ini matriks A terlihat seperti vektor baris.

17.2. Pengertian-Pengertian dan Operasi-Operasi Matriks

Kesamaan Matriks Dua matriks A dan B sama jika dan hanya jika berukuran sama dan elemen-elemen pada posisi yang sama juga sama. Kita menuliskan kesamaan ini A = B.

Jika A =

03

42 maka haruslah B =

03

42.

Penjumlahan Penjumlahan dua matriks hanya didefinisikan untuk matriks yang berukuran sama (banyaknya baris dan banyaknya kolom dari kedua matriks tersebut sama). Jumlah dari dua matriks A dan B yang masing-masing berukuran m×n adalah sebuah matriks C berukuran m×n yang elemen-elemennya merupakan jumlah dari elemen-elemen matriks A dan B yang posisinya sama.

Jika A=

03

42 dan B=

22

31, maka C= A + B =

25

73

Penjumlahan matriks mempunyai sifat-sifat sebagai berikut

a. ABBA +=+

b. ( ) ( )CBACBA ++=++ (17.4)

Matriks Nol .

Matriks nol, 0, yang berukuran m×n adalah matriks yang berukuran m×n dengan semua elemennya bernilai nol.

Page 221: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 214

Matriks Negatif

Negatif dari matriks berukuran m×n adalah matriks berukuran m×n yang diperoleh dengan mengalikan seluruh elemennya dengan faktor (−1).

Operasi penjumlahan yang melibatkan matriks nol dan matriks negatif adalah

c). A0A =+ d). 0AAAA =−=−+ )( (17.5)

Perkalian Matriks dengan Bilangan Skalar

Hasil kali suatu bilangan skalar a dengan matriks berukuran m×n adalah matriks berukuran m×n yang seluruh elemennya bernilai a kali. Kita menuliskan perkalian matriks A dengan bilangan skalar a sebagai aA = Aa.

=

=

646

462

244

2

323

231

122

323

231

122

2

Perkalian matriks dengan bilangan skalar ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.

a. ( ) BABA aaa +=+ b. ( ) AAA baba +=+

(17.6) c. [ ] ( )AA abba =

Perkalian Matriks dengan Matriks Perkalian antara dua matriks A dan B yaitu C=AB (dalam urutan perkalian seperti ini) hanya terdefinisikan jika banyaknya kolom matriks A sama dengan banyaknya baris matriks B. Jadi jika matriks A berukuran m×n dan B berukuran p×q maka perkalian AB hanya dapat dilakukan jika n = p. Hasil kali matriks AB akan berupa matriks yang berukuran m×q yang nilai elemennya pada baris ke b kolom ke k merupakan hasil kali internal (hasil kali dot) vektor baris ke b dari matriks A dan vektor kolom ke k dari matriks B (matriks A dipandang sebagai terdiri dari anak-anak matriks yang berupa vektor baris dan matriks B terdiri dari anak matriks yang berupa vektor kolom). Jadi

Page 222: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

215

jika [ ]baA = dan [ ]kbB = maka [ ] [ ]kbbkc baABC •===

Mengalikan matriks A ke matriks B dari sebelah kiri seperti di atas kita sebut menggandaawalkan matriks A ke matriks B. Akan kita lihat bahwa menggandaawalkan A ke B tidak selalu sama dengan menggandaawalkan B ke A; AB ≠ BA.

• Perkalian internal vektor. Kita ambil contoh vektor baris [ ]32=a

dan vektor kolom

=

3

4b . Banyaknya kolom a adalah 2, sama

dengan banyaknya baris b, maka perkalian internal bac •= dapat kita lakukan, yaitu

[ ] [ ] [ ]1733423

4 32 =×+×=

=•= bac .

Jika urutan kita balik, banyaknya kolom b adalah 1 sama dengan banyaknya baris a, maka. kita dapat melakukan perkalian

[ ]

=

××××

=

=•=

96

128

3323

342432

3

4abd

Jadi, pembalikan urutan perkalian (seandainya perkalian ini dapat dilakukan) akan memberikan hasil yang berbeda. Perkalian matriks tidak komutatif.

• Perkalian matriks dengan vektor. Misalkan

=

43

12A dan

=

3

2b . Banyaknya kolom A sama dengan banyaknya baris b, maka

perkalian Ab dapat dilakukan. Matriks A kita pandang sebagai

=

2

1

a

aA , yaitu matrik dengan anak matriks berupa vektor baris

[ ]121 =a dan [ ]432 =a . Perkalian AbC = adalah

=

×+××+×

=

••

=

==

18

7

3423

3122

2

1

2

1

ba

bab

a

aAbC

Jika urutan perkalian dibalik bAD = , perkalian tak dapat dilakukan karena b terdiri dari satu kolom sedangkan A terdiri dari dua baris.

Page 223: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 216

• Perkalian dua matriks bujur sangkar. Misalkan

=

43

12A dan

=

35

24B . Banyaknya kolom A sama dengan banyaknya baris B;

oleh karena itu kita dapat melakukan perkalian ABC = . Matriks A

kita pandang sebagai

=

2

1

a

aA , yaitu matrik dengan anak matriks

berupa vektor baris [ ]121 =a dan [ ]432 =a . Matriks B kita

pandang sebagai [ ]21 bbB = , yaitu matriks dengan dua anak

matriks berupa vektor kolom

=

5

41b dan

=

3

22b . Perkalian

ABC = adalah

[ ]

=

×+××+××+××+×

=

••••

=

==

1832

713

34235443

31225142

2212

211121

2

1

baba

bababb

a

aABC

• Perkalian dua matriks persegi panjang. Misalkan

=

231

342A

dan

=32

34

21

B . Banyaknya kolom A adalah 3, sama dengan

banyaknya baris B. Kita dapat melakukan perkalian

=

×+×+××+×+××+×+××+×+×

=

==

1717

2525

323321224311

333422234412

32

34

21

231

342ABC

Pernyataan matriks dengan anak matriks pada perhitungan di atas adalah sebagai

=

2

1

a

aA , [ ]21 bbB = , sehingga

[ ]

••••

=

==

2212

211121

2

1 baba

bababb

a

aABC .

Page 224: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

217

Dalam operasi perkalian matrike, matriks yang pertama kita susun dari anak matriks yang berupa vektro baris sedangkan matriks yang kedua kita susun dari anak matriks yang berupa vektor kolom. Jadi perkalian matriks adalah perkalian dari baris ke kolom.

Perkalian matriks mempunyai sifat sebagai berikut.

a. Asosiatif dan distributif terhadap penjumlahan

( ) ( ) ( )BAABBA aaa ==

( ) ( )CABBCA =

( ) BCACCBA +=+ (17.7)

( ) CBCABAC +=+

b. Tidak komutatif. Jika perkalian AB maupun BA terdefinisikan, maka pada umumnya AB ≠ BA

c. Hukum pembatalan tidak selalu berlaku.

Jika AB = 0 tidak selalu berakibat A = 0 atau B = 0.

Matriks-Matriks Khusus Melihat pada nilai-nilai elemen dari matriks, terdapat beberapa bentuk matriks khusus.

• Matriks Segitiga. Matriks segitiga ada dua macam yaitu matriks segitiga bawah dan matriks segitiga atas. Matriks segitiga bawah adalah matriks yang elemen-elemen di atas diagonal utamanya bernilai nol. Matriks segitiga atas adalah matriks yang elemen-elemen di bawah diagonal utamanya bernilai nol. Perhatikan contoh berikut.

Matriks segitiga bawah :

−=343

011

002

1T

Matriks segitiga atas :

−=

300

310

122

2T

Page 225: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 218

• Matriks Diagonal. Matriks diagonal adalah matriks yang elemen-elemen di atas maupun di bawah diagonal utamanya bernilai nol. Contoh :

=000

010

002

D

• Matriks Satuan. Matriks satuan, disebut juga matriks identitas, adalah matriks diagonal yang elemen diagonalnya bernilai 1. Matriks ini dilambangkan dengan I .

=100

010

001

I

Suatu matrik jika dikalikan dengan matriks satuan akan kembali pada matriks asalnya.

AIAAI == (17.8)

Putaran Matriks Putaran matriks atau transposisi dari matriks A berukuran m×n adalah suatu matriks AT yang berukuran n×m dengan kolom-kolom matriks A sebagai baris-barisnya yang berarti pula bahwa baris-baris matriks A menjadi kolom-kolom matriks AT.

Jika [ ]bk

mnmm

n

n

a

aaa

aaa

aaa

=

=

L

LLLL

L

L

21

22221

11211

A maka

[ ]pq

mnnn

m

m

a

aaa

aaa

aaa

=

=

L

LLLL

L

L

21

22212

12111

TA (17.9)

Perhatikan contoh-contoh berikut ini.

Page 226: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

219

• Putaran vektor baris dan vektor kolom. Putaran vektor baris akan menjadi vektor kolom. Sebaliknya putaran vektor kolom akan menjadi vektor baris.

[ ]

=⇒=3

4

2

342 Taa ; [ ]345

3

4

5T =⇒

= bb

• Putaran jumlah dua vektor baris. Putaran jumlah dua vektor baris sama dengan jumlah putaran masing-masing vektor.

Jika [ ] [ ]231dan 342 == ba maka [ ]573=+ ba

( ) TTT

2

3

1

3

4

2

5

7

3

baba +=

+

=

=+ .

Secara umum : ( ) TTT baba +=+ (17.10)

• Putaran hasil kali vektor baris dan vektor kolom. Putaran hasil kali vektor baris dengan vektor kolom atau vektor kolom dengan vektor baris, sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan dibalik.

Jika [ ]

==2

3

1

dan 342 ba maka [ ]233412 ×+×+×=ab

⇒ [ ] [ ] TTT

3

4

2

231233412 abab =

=×+×+×=

Jika [ ]231dan

3

4

2

=

= ba maka

×××××××××

=233313

243414

223212

ab

⇒ ( ) [ ] TTT 342

2

3

1

232422

333432

131412

abab =

=

×××××××××

=

Page 227: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 220

Secara umum : ( ) TTT abab = (17.11)

• Putaran matriks persegi panjang.

Jika

=

231

342A maka

=23

34

12TA

Jika matriks A dinyatakan sebagai susunan dsri vektor baris

=

ma

a

A L

1

maka putarannya adalah [ ]TT1

TmaaA L= . Di sini

terlihat jelas bagaimana baris-baris di A menjadi kolom-kolom di AT. Sebaliknya, jika matriks A dinyatakan dengan vektor kolom

[ ]maaaA L21= maka putarannya akan berbentuk matriks

dengan anak-anak matriks berupa vektor baris.

• Putaran jumlah matriks. Putaran jumlah dua matriks sama dengan jumlah putaran masing-masing matriks. Hal ini telah kita lihat pada putaran jumlah vektor baris.

( ) TTT BABA +=+ (17.12)

Jika [ ]maaA L1= dan [ ]mbbB L1=

maka [ ]mm babaBA ++=+ L11 .

Dengan demikian

( )( )

( )TT

T

T1

T

T1

TT

T1

T1

T

T11

T BA

b

b

a

a

ba

ba

ba

ba

BA +=

+

=

+

+=

+

+=+

mmmmmm

LLLL

• Putaran hasil kali matriks. Putaran hasilkali dua matriks sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan yang dibalik. Hal ini telah kita lihat pada putaran hasil kali vektor baris dan vektor kolom.

( ) TTT ABAB = (17.13)

Page 228: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

221

Jika

=

ma

a

A L

1

dan [ ]nbbB L1= maka

••

••=

nmnm

n

baba

baba

AB

L

LLL

L 111

. Dengan demikian maka

[ ] TT1

1111T ABaa

b

b

baba

baba

AB =

=

••

••= m

nnmnm

n

LL

L

LLL

L

• Matriks simetris. Berkaitan dengan putaran matriks, kita mengenal kesimetrisan pada matriks nyata. Matriks simetris adalah matriks yang putarannya sama dengan matriksnya sendiri. Jadi matriks A dikatakan simetris apabila AA =T .

Jika BB −=T dikatakan bahwa matriks B adalah simetris miring. Karena dalam putaran matriks elemen-elemen diagonal utama tidak berubah nilai, maka matriks simetris miring dapat terjadi jika elemen-elemen diagonal utamanya bernilai nol.

17.3. Sistem Persamaan Linier

Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui. Bentuk umum sistem persamaan linier ini adalah

mnmnm

nn

nn

bxaxa

bxaxa

bxaxa

=++

=++=++

L

L

L

11

22121

11111

. . . . . . . . . . . (17.14)

Sistem (17.14) ini mengandung m persamaan dengan n unsur yang tak diketahui yaitu x1 ….xn. Bilangan a11 …..amn disebut koefisien dari sistem itu, yang biasanya merupakan bilangan-bilangan yang diketahui. Bilangan-bilangan b1 ….bm juga merupakan bilangan-bilangan yang diketahui, bisa bernilai tidak nol maupun bernilai nol; jika seluruh b bernilai nol maka sistem persamaan tersebut disebut sistem persamaan homogen.

Page 229: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 222

Dari sistem persamaan linier diharapkan adanya solusi yaitu satu set nilai dari x1, …xn yang memenuhi sistem persamaan tersebut. Jika sistem ini homogen, ia mengandung solusi trivial (solusi tak penting) yaitu x1 = 0, …., xn = 0. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang solusi dari sistem persamaan ini adalah sebagai berikut.

a). Benar adakah solusi dari sistem ini ? b). Bagaimanakah cara kita untuk memperoleh solusi? c). Kalau sistem ini mempunyai lebih dari satu solusi, bagaimanakah

himpunan solusi tersebut? d). Dalam keadaan bagaimanakah sistem ini tepat mempunyai satu solusi?

Memperhatikan sistem persamaan (17.14) kita dapat melakukan operasi-operasi yang kita sebut operasi baris sebagai berikut.

a). Ruas kiri dan ruas kanan dari setiap persamaan dapat dikalikan dengan faktor bukan nol yang sama tanpa mempengaruhi himpunan sistem persamaan tersebut.

b). Ruas kiri dari setiap persamaan dapat dijumlahkan ke ruas kiri persamaan yang lain asal ruas kanannya juga dijumlahkan. Operasi ini tidak mengganggu keseluruhan sistem persamaan tersebut.

c). Mempertukarkan tempat (urutan) persamaan tidaklah mengganggu himpunan sistem persamaan.

Sistem persamaan (17.14) dapat kita tuliskan dalam bentuk matriks dengan memanfaatkan pengertian perkalian matriks. Bentuk itu adalah

=

mnmnmm

n

n

b

b

b

x

x

x

aaa

aaa

aaa

LL

L

LLLL

L

L

2

1

2

1

21

22221

11211

(17.15)

atau secara singkat bAx = (17.16)

dengan

=

=

=

mnmnmm

n

n

b

b

b

x

x

x

aaa

aaa

aaa

LL

L

LLLL

L

L

2

1

2

1

21

22221

11211

; ; bxA (17.17)

Page 230: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

223

Dari (17.17) kita dapat membangun suatu matriks baru yang kita sebut matriks gandengan, yaitu dengan menggandengkan matriks A dengan b menjadi

=

mmnmm

n

n

baaa

baaa

baaa

|

|

|

|

~

21

222221

111211

L

LLLLL

L

L

A (17.18)

Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan linier (17.14) secara lengkap. Operasi-operasi baris pada sistem persamaan (17.14) kita terjemahkan ke dalam matriks gandengan (17.18) menjadi sebagai berikut.

a). Setiap elemen dari baris yang sama (17.18) dapat dikalikan dengan faktor bukan nol yang sama.

b). Satu baris dari (17.18) boleh dijumlahkan ke baris yang lain. c). Tempat baris (urutan baris) dapat dipertukarkan.

Setiap operasi baris akan menghasilkan matriks gandengan baru. Matriks gandengan baru ini kita sebut sebagai setara baris dengan matriks gandengan yang lama. Operasi baris dapat kita lakukan lagi pada matriks gandengan baru dan menghasilkan matriks gandengan yang lebih baru lagi dan yang terakhir inipun setara baris dengan matriks gandengan yang lama. Dengan singkat kita katakan bahwa operasi baris menghasilkan matriks gandengan yang setara baris dengan matriks gandengan asalnya. Hal ini berarti bahwa matriks gandengan baru menyatakan sistem persamaan linier yang sama dengan matriks gandengan asalnya.

Eliminasi Gauss Eliminasi Gauss merupakan langkah-langkah sistematis untuk memecahkan sistem persamaan linier. Karena matriks gandengan merupakan pernyataan lengkap dari suatu sistem persamaan linier, maka eliminasi Gauss cukup dilakukan pada matriks gandengan ini. Bagaimana langkah-langkah ini dilaksanakan, akan kita lihat melalui contoh berikut ini.

Misalkan kita mempunyai sistem persamaan linier seperti berikut.

Page 231: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 224

0234

8253

024

8

=+−+−=−+−

=−+−=−

DCBA

DCBA

CBA

BA

xxxx

xxxx

xxx

xx

(17.19)

Sistem persamaan ini dapat kita tuliskan dalam bentuk matriks sebagai

=

−−−−

−−−

0

8

0

8

2341

2531

0241

0011

D

C

B

A

x

x

x

x

dengan matriks gandeng

−−−−

−−−

0|2341

8|2531

0|0241

8|0011

Langkah 1 : Langkah pertama pada eliminasi Gauss pada matriks gandengan adalah mempertahankan baris ke-1 (disebut mengambil baris ke-1 sebagai pivot) dan menghilangkan suku pertama baris-baris berikutnya. Langkah ini dilaksanakan dengan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-2, mengurangkan baris ke-1 dari baris ke-3 dan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-4. Hasil operasi ini adalah

1 baris

1 baris

baris1

pivot

8|2330

0|2520

8|0230

8|0011

+−+

−−−

−−

Langkah 2 : Langkah kedua adalah mengambil baris ke-2 dari matriks gandeng yang baru saja kita peroleh dan menghilangkan suku kedua baris-baris berikutnya. Ini kita lakukan dengan mengalikan baris ke-2 dengan 2/3 kemudian menambahkannya ke baris ke-3, dan mengurangkan baris ke-2 dari baris ke-4. Hasil opersi ini adalah

Page 232: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

225

2 baris

2 baris 2/3

pivot

0|2100

3/16|23/4500

8|0230

8|0011

−+

−−−

−−

⇒ 3

0|2100

16|61100

8|0230

8|0011

×

−−

−−

Langkah 3 : Langkah ketiga adalah mengambil baris ke-3 sebagai pivot dan menghilangkan suku ke-3 dari baris ke-4. Ini dapat kita lakukan dengan mengalikan baris ke-4 dengan 11 kemudian menambahkan kepadanya baris ke-3. Hasilnya adalah:

3 baris 11

pivot

16|16000

16|61100

8|0230

8|0011

−−

(17.20)

Matriks gandeng terakhir ini menyatakan persamaan linier:

1616

16611

823

8

==−

=−=−

D

DC

CB

BA

x

xx

xx

xx

yang dengan substitusi mundur akan memberikan:

12 ; 4 ; 2 ; 1 ==== ABCD xxxx .

Sistem-sistem tertentu, kurang tertentu, dan tertentu berlebihan Sistem persamaan linier yang diambil sebagai contoh untuk melakukan eliminasi Gauss di atas kita sebut sistem tertentu; yaitu sistem yang memberikan tepat satu solusi. Sistem tertentu terjadi jika banyaknya unsur yang tak diketahui sama dengan banyaknya persamaan dan persamaan-persamaan ini tidak saling bergantungan. Jika banyaknya persamaan lebih kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui, maka sistem itu menjadi kurang tertentu. Sistem yang kurang tertentu

Page 233: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 226

memberikan tidak hanya satu solusi akan tetapi banyak solusi. Jika banyaknya persamaan lebih besar dari banyaknya unsur yang tak diketahui, sistem menjadi tertentu berlebihan. Sistem yang kurang tertentu selalu mempunyai solusi (dan banyak) sedangkan sistem tertentu dan tertentu berlebihan bisa memberikan solusi bisa juga tidak memberikan solusi. Berikut ini akan kita lihat contoh sistem yang memberikan banyak solusi dan yang tidak memberikan solusi

• Sistem persamaan yang memberikan banyak solusi. Kita lihat persamaan berikut.

823

024

8

−=+−=−+−

=−

CB

CBA

BA

xx

xxx

xx

(17.21)

Matriks gandeng dari sistem ini adalah

−−−−

8|230

0|241

8|011

Eliminasi Gauss dari matriks gandeng ini kita lakukan seperti pada contoh di atas, yang akan menghasilkan

−−−

8|230

8|230

8|011

−−

0|000

8|230

8|011

(17.22)

Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan :

00

823

8

==−

=−

CB

BA

xx

xx

(17.23)

Dari persamaan ke-2 kita mendapatkan 3/)28( cb xx += yang

kemudian memberikan 3/)28(8 ca xx ++= . Karena xc tetap

sembarang maka kita mendapatkan banyak solusi. Kita hanya akan memperoleh nilai xa dan xb jika kita menentukan nilai xc lebih dulu.

• Sistem yang tidak memberikan solusi. Kita ambil contoh sistem persamaan berikut.

Page 234: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

227

1023

024

8

−=+−=−+−

=−

CB

CBA

BA

xx

xxx

xx

(17.24)

Matriks gandeng dan eliminasi Gauss memberikan

−−−−

10|230

0|241

8|011

−−−

10|230

8|230

8|011

−−

2|000

8|230

8|011

(17.25)

Sistem persamaan dari matriks gandeng terakhir ini adalah

20

823

8

−==−

=−

CB

BA

xx

xx

(17.26)

Kita lihat di sini bahwa penerapan eliminasi Gauss pada akhirnya menghasilkan suatu kontradiksi yang dapat kita lihat pada baris terakhir (17.26).. Hal Ini menunjukkan bahwa sistem persamaan yang sedang kita tinjau tidak memberikan solusi.

Bentuk matriks pada langkah terakhir eliminasi Gauss, seperti matriks pada (17.20), (17.22) dan (17.25) disebut bentuk eselon. Dari (17.25) misalnya, bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya adalah

−−

000

230

011

dan

−−

2|000

8|230

8|011

Secara umum bentuk eselon matriks gandengan adalah

Page 235: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 228

′′

+

m

r

rrnrr

n

n

b

b

bkk

bcc

baaa

|0

|

|0

|

|

|0

|

1

2222

111211

M

L

M

LLL

LLL

(17.27)

dan sistem yang telah tereduksi pada langkah akhir eliminasi Gauss akan berbentuk

m

r

rnrnrrr

nn

nn

b

b

bxkxk

bxaxc

bxaxaxa

′=

′=′=++

′=++=+++

+

0

0

1

22222

11212111

M

L

M

LLLL

LLLL

(17.28)

dengan 0 , 0 ,0 2211 ≠≠≠ rrkaa , dan r ≤ n. Perhatikan (17.28) ini.

a). Jika nr = dan mr bb ′′ + ,,1 K sama dengan nol atau tidak ada, maka

sistem persamaan ini akan memberikan tepat satu solusi.

b). Jika nr < dan mr bb ′′ + ,,1 K sama dengan nol atau tidak ada, maka

sistem persamaan ini akan memberikan banyak solusi.

c). Jika nr = ataupun nr < dan mr bb ′′ + ,,1 K tidak sama dengan nol

atau mempunyai nilai, maka sistem persamaan ini tidak memberikan solusi.

Jadi suatu sistem persamaan akan memberikan solusi jika

mr bb ′′ + ,,1 K sama dengan nol atau tidak ada. Pada suatu sistem persamaan

yang memberikan solusi, ketunggalan solusi terjadi jika nr = ; jika nr < akan memberikan banyak solusi. Nilai r yang dimiliki oleh matriks

gandengan pada (17.27) ditentukan oleh banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam matriks gandeng. Pengertian tentang kebebasan linier vektor-vektor kita bahas berikut ini.

Page 236: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

229

Bebas linier dan tak-bebas linier vektor-vektor

Misalkan maaa , , 21 L adalah vektor-vektor baris dari suatu matriks A

=[abk]. Kita tinjau suatu persamaan vektor

02211 =+++ mmccc aaa L (17.29)

Jika persamaan vektor ini terpenuhi hanya jika semua koefisien ( c1 … cm) bernilai nol, maka vektor-vektor baris tersebut adalah bebas linier. Jika persamaan vektor tersebut dapat dipenuhi dengan koefisien yang tidak semuanya bernilai nol (artinya setidak-tidaknya ada satu koefisien yang tidak bernilai nol) maka vektor-vektor itu tidak bebas linier.

Jika satu himpunan vektor terdiri dari vektor-vektor yang bebas linier, maka tak satupun dari vektor-vektor itu dapat dinyatakan dalam kombinasi linier dari vektor yang lain. Hal ini dapat dimengerti karena dalam persamaan (17.29) semua koefisien bernilai nol. Jika vektor-vektor tidak bebas linier maka nilai koefisien pada persamaan (17.29) (atau setidak-tidaknya sebagian tidak bernilai nol) maka satu vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor yang lain; misalnya vektor a1 dapat dinyatakan sebagai

01

21

21 =−−−= m

m

c

c

c

caaa L (17.30)

karena koefisien-koefisien ini tidak seluruhnya bernilai nol

Kita ambil contoh dua vektor baris

[ ]21321 =a dan [ ]26242 =a

Vektor a1 dan a2 adalah bebas linier karena

[ ] [ ] 026242132 212211 =+=+ cccc aa

hanya akan terjadi jika 021 == cc

Ambil vektor ketiga [ ]42643 =a . Vektor a3 dan a1 tidak bebas

linier karena kita dapat menyatakan a3 sebagai [ ] [ ]4264213222 13 === aa . Vektor a1, a2 dan a3 juga tidak

bebas linier karena kita dapat menyatakan a3 sebagai

[ ] [ ] [ ]42642624 02132 202 213 =+=+= aaa

Akan tetapi jika kita hanya melihat a3 dan a2 saja, mereka adalah bebas linier.

Page 237: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 230

Kita lihat vektor lain yaitu [ ]55764 =a . Vektor a4 , a1 dan a2 tidak

bebas linier karena kita dapat menyatakan a4 sebagai

[ ] [ ] [ ]55762624 5.02132 25.02 214 =+=+= aaa

Rank matriks. Dengan pengertian tentang vektor yang bebas linier, didefinisikan rank matriks. Banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam suatu matriks A = [abk] disebut rank matriks A disingkat rank A. Rank matriks B = 0 adalah nol.

Bagaimanakah menentukan rank suatu matriks? Kita mengetahui bahwa operasi baris menghasilkan matriks yang setara baris dengan matriks asalnya. Hal ini berarti pula bahwa rank matriks baru sama dengan rank matriks asalnya. Dengan perkataan lain operasi baris tidak mengubah rank matriks. Jadi rank suatu matriks dapat diperoleh melalui operasi baris, yaitu sama dengan rank matriks yang dihasilkan pada langkah terakhir eliminasi Gauss.

Bentuk eselon matriks yang diperoleh pada langkah terakhir eliminasi Gauss, mengandung vektor-vektor baris yang bebas linier karena vektor yang tak bebas linier telah tereliminasi. Kita ambil contoh matriks pada (17.20), (17.22) dan (17.25).

• Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari (17.20), yaitu dari sistem persamaan yang memberikan solusi tunggal, adalah

−−

16000

61100

0230

0011

dan

−−

16|16000

16|61100

8|0230

8|0011

Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks gandengan, yaitu 4. Selain dari pada itu rank matriks sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui yaitu 4

• Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari (17.22), yaitu dari sistem persamaan yang memberikan banyak solusi, adalah

Page 238: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

231

−−

000

230

011

dan

−−

0|000

8|230

8|011

Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks gandengan, yaitu 2. Akan tetapi rank matriks ini lebih kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui.

• Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari (17.25), yaitu dari sistem persamaan yang tidak memberikan solusi, adalah

−−

000

230

011

dan

−−

2|000

8|230

8|011

Dalam kasus ini rank matriks koefisien tidak sama dengan rank matriks gandengan. Rank matriks koefisien adalah 2 sedangkan rank matriks gandengannya adalah 3. Ketidak samaan rank dari kedua matriks ini menunjukkan tidak adanya solusi.

Apa yang kita amati dalam contoh-contoh di atas ternyata berlaku umum. Kita melihat bahwa

(a) agar suatu sistem persamaan memberikan solusi maka rank matriks koefisien harus sama dengan rank matriks gandengannya;

(b) agar sistem persamaan memberikan solusi tunggal maka rank matriks koefisien harus sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui;

(c) jika rank matriks koefisien lebih kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui maka akan diperoleh banyak solusi.

Sistem Persamaan Homogen Sistem persamaan disebut homogen apabila nilai b di ruas kanan dari sistem seperti (17.14) bernilai nol. Jika tidak demikian maka sistem itu disebut tak homogen. Sistem persamaan homogen berbentuk

Page 239: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 232

0

. . . . . . . . . . .

0

0

2211

2222121

1212111

=+++

=+++=+++

nmnmm

nn

nn

xaxaxa

xaxaxa

xaxaxa

L

L

L

(17.31)

Bentuk matriks gandengan sistem ini adalah

=

0|

|

0|

0|

~

21

22221

11211

mnmm

n

n

aaa

aaa

aaa

L

LLLLL

L

L

A (17.32)

Eliminasi Gauss pada sistem demikian ini akan menghasilkan

′′′′′

=′

0|000

|

0|0

0|

~ 222

11211

mn

n

n

a

aa

aaa

LLLLL

L

L

A (17.33)

Jika rank matriks gandengan terakhir ini sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui, r = n, sistem persamaan akhirnya akan berbentuk

0

0

0

2222

1212111

=′

=′++′=′++′+′

nmn

nn

nn

xa

xaxa

xaxaxa

M

L

L

(17.34)

Dari (17.34) terlihat bahwa 0=nx dan substitusi mundur akhirnya

memberikan semua x bernilai nol. Ini merupakan solusi trivial dan solusi trivial ini diakibatkan oleh kenyataan bahwa r = n. Solusi tak trivial hanya akan diperoleh jika nr < . Kita akan melihat beberapa contoh.

• Sistem persamaan homogen yang hanya memberikan solusi trivial

0234

0253

024

0

=+−+−=−+−

=−+−=−

DCBA

DCBA

CBA

BA

xxxx

xxxx

xxx

xx

(17.35)

Matriks gandengan sistem ini dan hasil eliminasi Gauss-nya adalah

Page 240: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

233

−−−−

−−−

0|2341

0|2531

0|0241

0|0011

eliminasi Gauss

−−

0|16000

0|61100

0|0230

0|0011

Rank matrik koefisien adalah 4; banyaknya unsur yang tak diketahui juga 4. Sistem persamaan liniernya menjadi

016

0611

023

0

==−

=−=−

D

DC

CB

BA

x

xx

xx

xx

⇒ yang akhirnya memberikan

0==== ABCD xxxx (17.36)

Inilah solusi trivial yang dihasilkan jika terjadi keadaan nr = .

• Sistem persamaan yang memberikan solusi tak trivial

06134

0253

024

0

=+−+−=−+−

=−+−=−

DCBA

DCBA

CBA

BA

xxxx

xxxx

xxx

xx

(17.37)

Matriks gandengan dan hasil eliminasinya adalah

−−−−

−−−

0|61341

0|2531

0|0241

0|0011

eliminasi Gauss

−−

0|0000

0|61100

0|0230

0|0011

dan sistem persamaan menjadi

00

0611

023

0

==−

=−=−

DC

CB

BA

xx

xx

xx

(17.38)

Page 241: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 234

Jika kita mengambil nilai 1=Dx maka akan diperoleh

33

12 ;

33

12 ;

11

6 === ABC xxx . Solusi ini membentuk vektor solusi

=

1

11/6

33/12

3312

1

/

x yang jika digandaawalkan dengan matriks koefisiennya

akan menghasilkan vektor nol b = 0.

=

−−

=

0

0

0

0

1

6/11

12/33

12/33

0000

61100

0230

0011

1Ax (17.39)

Jika kita menetapkan nilai xD yang lain, misalnya 33=Dx akan

diperoleh vektor solusi yang lain, yaitu 12 33

33

18

12

12

xx =

= , yang jika

digandaawalkan dengan matriks koefisiennya juga menghasilkan vektor nol.. Vektor solusi x2 ini merupakan perkalian solusi sebelumnya dengan bilangan skalar (dalam hal ini 33), yang sesungguhnya bisa bernilai sembarang. Secara umum vektor solusi berbentuk

1xx cc = (17.40)

dengan c adalah skalar sembarang.

Vektor solusi yang lain lagi dapat kita peroleh dengan menjumlahkan vektor-vektor solusi, misalnya x1 dan x2.

111213 3433

33

18

12

12

1

11/6

33/12

33/12

xxxxxx =+=

+

=+= (17.41)

Jelas bahwa x3 juga merupakan solusi karena jika digandaawalkan akan memberikan hasil vektor nol. Jadi secara umum vektor solusi

Page 242: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

235

dapat juga diperoleh dengan menjumlahkan vektor solusi yang kita nyatakan sebagai

∑= cj xx (17.42)

Contoh di atas memperlihatkan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk vektor-vektor yang seluruhnya dapat diperoleh melalui perkalian salah satu vektor solusi dengan skalar (17.40) dan penjumlahan vektor-vektor solusi (17.42). Kita katakan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk suatu ruang vektor. Dalam sistem persamaan homogen yang sedang kita tinjau ini, ruang vektor yang terbentuk adalah ber-dimensi satu. Perhatikan bahwa setiap vektor solusi merupakan hasilkali skalar dengan vektor x1 walaupun diperoleh dari penjumlahan vektor sebagaimana terlihat pada (17.41).

Jika kita perhatikan lebih lanjut ruang vektor yang terbentuk oleh vektor solusi akan berdimensi (n − r), yaitu selisih antara banyaknya unsur yang tak diketahui dengan rank matriks koefisien. Dalam kasus yang sedang kita tinjau ini, banyaknya unsur yang tak diketahui adalah 3 sedangkan rank matriks koefisien adalah 2. Kita akan melihat kasus yang lain.

• Sistem persamaan dengan vektor solusi berdimensi 2. Kita lihat sistem berikut.

04107

0254

0254

0

=+−+−=−+−

=+−+−=−

DCBA

DCBA

DCBA

BA

xxxx

xxxx

xxxx

xx

(17.43)

Matriks gandengan dan hasil eliminasi Gauss adalah

−−−−

−−−

0|41071

0|2541

0|2541

0|0011

eliminasi Gauss

−−

0|0000

0|0000

0|2530

0|0011

Rank matriks ini adalah 2 sedangkan banyaknya unsur tak diketahui 4. Sistem persamaan menjadi

Page 243: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 236

00

00

0253

0

==

=+−=−

DCB

BA

xxx

xx

(17.44)

Jika kita memberi nilai 0dan 1 == DC xx , kita akan mendapatkan

5/3 ; 3/5 == AB xx .

Vektor

=

0

1

3/5

3/5

1x adalah salah satu vektor solusi; jika kita gandaawalkan

matriks koe fisien dengan vektor ini maka akan diperoleh vektor 0b =

=

+−+−

=

−−

=

0

0

0

0

0

0

0550

3/53/5

0

1

3/5

3/5

0000

0000

2530

0011

1Ax

Jika Ax1 = 0, maka perkalian dengan skalar k akan memberikan 0xA =11k , 0xA =12k , dan 0)( 111211211 ==+=+ xAxAxAxA ckkkk .

Dengan kata lain, jika x1 adalah vektor solusi, maka )( , , 12111211 xxxx kkkk + adalah juga vektor-vektor solusi dan

sebagaimana kita tahu vektor-vektor ini kita peroleh dengan memberi nilai 0dan 1 == DC xx .

Jika 1dan 0 == DC xx akan kita peroleh 3/2−=Bx dan 3/2−=Ax

yang membentuk vektor solusi

−−

=

1

0

3/2

3/2

2x . Dengan skalar l

sembarang kita akan memperoleh vektor-vektor solusi yang lain seperti )( , , 22212221 xxxx llll + .

Secara keseluruhan maka vektor-vektor solusi kita adalah

21 xxx lk += (17.45)

Page 244: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

237

Inilah vektor-vektor solusi yang membentuk ruang vektor berdimensi 2.

Dari dua contoh terakhir ini terbukti teorema yang mengatakan bahwa solusi sistem persamaan linier homogen dengan n unsur tak diketahui dan rank matriks koefisien r akan membentuk ruang vektor berdimensi (n − r).

Kebalikan matriks dan metoda eliminasi Gauss-Jordan Pengertin tentang kebalikan matriks (inversi matriks) erat kaitannya dengan pemecahan sistem persamaan linier. Namun demikian pengertian ini khusus ditujukan untuk matriks bujur sangkar n × n.

Kebalikan matriks A (inversi matriks A) didefinisikan sebagai matriks yang jika digandaawalkan ke matriks A akan menghasilkan matriks identitas. Kebalikan matriks A dituliskan sebagai A−1 sehingga definisi ini memberikan relasi

11 −− == AAIAA (17.45)

Jika A berukuran n × n maka A−1 juga berukuran n × n dan demikian pula matriks identitasnya. Tidak semua matriks bujur sangkar memiliki kebalikan; jika A memiliki kebalikan maka A disebut matriks tak singular dan jika tak memiliki kebalikan disebut matriks singular .

Jika A adalah matriks tak singular maka hanya ada satu kebalikan A; dengan kata lain kebalikan matriks adalah unik atau bersifat tunggal. Hal ini mudah dimengerti sebab jika A mempunyai dua kebalikan, misalnya P dan Q, maka AP = I =PA dan juga AQ = I =QA , dan hal ini hanya mungkin terjadi jika P = Q.

QQIAPQQAPPAQIPP ====== )()( (17.46)

Berbekal pengertian kebalikan matriks, kita akan meninjau persamaan matriks dari suatu sistem persamaan linier tak homogen, yaitu

bAx = (17.47)

Jika kita menggandaawalkan kebalikan matriks A ke ruas kiri dan kanan (17.47), akan kita peroleh

bAxIxbAAxA 111 −−− ==→= (17.48)

Page 245: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 238

Persamaan (17.48) menunjukkan bahwa kita dapat memperoleh vektor solusi x dari sistem persamaan linier jika kebalikan matriks koefisien A ada, atau jika matriks A tak singular. Jadi persoalan kita sekarang adalah bagaimana mengetahui apakah matriks A singular atau tak singular dan bagaimana mencari kebalikan matriks A jika ia tak singular.

Dari pembahasan sebelumnya kita mengetahui bahwa jika matriks koefisien A pada (17.47) adalah matriks bujur sangkar n × n, maka solusi tunggal akan kita peroleh jika rank A sama dengan n. Hal ini berarti bahwa vektor x pada (17.48) dapat kita peroleh jika rank A−1 sama dengan n. Dengan perkataan lain

matriks A yang berukuran n × n tak singular jika rank A sama dengan n dan akan singular jika rank A lebih kecil dari n.

Mencari kebalikan matriks A dapat kita lakukan dengan cara eliminasi Gauss-Jordan. Metoda ini didasari oleh persamaan (17.47). Jika X adalah kebalikan matriks A maka

IAX =

Untuk mencari X kita bentuk matriks gandengan [ ]IAA =~

dan kita

lakukan eliminasi Gauss pada A~

sehingga matriks gandengan ini berubah menjadi [ ]HU dengan U berbentuk matriks segitiga atas.

Eliminasi Gauss-Jordan selanjutnya beroperasi pada [ ]HU dengan

mengeliminasi unsur-unsur segitiga atas pada U sehingga U berbentuk matriks identitas I . Langkah akhir ini akan menghasilkan [ ]XI .

Perhatikan contoh berikut.

Kita akan mencari kebalikan dari matriks

−−=

142

223

221

A

Kita bentuk matriks gandengan [ ]IA

[ ]

−−=

100|142

010|223

001|221

IA

Page 246: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

239

Kita lakukan eliminasi Gauss pada matriks gandengan ini

1 baris 2

1 baris3

pivot

102|580

013|480

001|221

×+×−

−−− ⇒

2 baris

pivot

111|100

013|480

001|221

+

−−−−

Kemudian kita lakukan eliminasi Gauss-Jordan

)8/1(

111|100

08/18/3|2/110

001|221

−×

−− ⇒

baris35.0

3 baris2

111|100

2/18/58/7|010

223|021

×−×−

−−−−−

2 baris2

111|100

2/18/58/7|010

18/68/10|001 ×−

−−−

−−

Hasil terakhir ini memberikan kebalikan matriks A, yaitu :

−−−

−−=−

111

2/18/58/7

18/68/101A

Hasil ini dapat kita teliti balik dengan menggandaawalkannya dengan matriks A

=

++−+−−−+−−−−++−

−−−++−=

−−

−−−

−−=−

100

010

001

122422231

2/18/108/1428/108/1418/158/7

18/128/2048/128/2028/188/10

142

223

221

111

2/18/58/7

18/68/101AA

Page 247: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 240

Dengan demikian untuk suatu sistem persamaan linier tak homogen yang persamaan matriksnya

=

−−

0

0

8

142

223

221

3

2

1

x

x

x

vektor solusinya adalah

−=

−−−

−−=

−−=

8

7

10

0

0

8

111

2/18/58/7

18/68/10

0

0

8

142

223

221

1

3

2

1

x

x

x

Kebalikan matriks diagonal. Kebalikan matriks diagonal dapat dengan mudah kita peroleh.

=

nnnn a

a

a

a

/100

00

00/1

00

00

00 111

11

LL (17.49)

Kebalikan dari kebalikan matriks. Kebalikan dari kebalikan matriks adalah matriks itu sendiri.

( ) AA =−− 11 (17.50)

Kebalikan dari perkalian matriks. Kebalikan dari perkalian dua matriks adalah perkalian dari kebalikan masing-masing matriks dengan urutan dibalik.

( ) 111 −−− = ABAB (17.51)

Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut

( )( ) 1−= ABABI

( )( ) ( ) ( ) ( )( )

( ) ( ) ( ) 111111

11

111111

−−−−−−

−−

−−−−−−

===

=

===

ABABIABBBAB

ABBA

ABIBABBAAABABAIA

Page 248: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

241

Bab 18 Bilangan dan Peubah Kompleks

Jika kita menggambarkan kurva fungsi

xy =

dengan x adalah peubah bebas yang merupakan bilangan-bilangan nyata seperti yang kita temui dalam bab-bab sebelumnya, maka penggambaran kurva hanya dapat kita lakukan untuk nilai x > 0.

0

0.5

1

1.5

2

0 1 2 3 4

Maka dibuat pengertian bilangan khayal dengan operator 1−=j sehingga jika dari bilangan nyata 1 kita peroleh

bilangan khayal j1, dari bilangan nyata 2 kita dapatkan bilangan khayal j2 dan seterusnya.

Dalam penggambaran grafis, bilangan nyata digambarkan di sumbu mendatar yang selanjutnya disebut sumbu-nyata (real-axis) diberi tanda Re, sedangkan bilangan khayal atau bilangan imajiner digambarkan pada sumbu yang tegak lurus pada sumbu-nyata yang diberi tanda Im. Bidang yang dibatasi oleh kedua sumbu ini kita sebut bidang kompleks.

18.1. Definisi Bilangan Kompleks

Suatu bilangan kompleks s didefinisikan sebagai

ω+σ= js (18.1)

dengan σ dan ω keduanya adalah bilangan nyata (σ ∈ ℜ dan ω ∈ ℜ).

Page 249: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Representasi bilangan kompleks seperti di atas disebut representasi sudut siku ; σ adalah bagian riil dari s dan ditulis Re(s) = σ, ω adalah bagian imajiner dari s dituliskan Im(s) = ω.

18.2. Representasi Grafis

Suatu bilangan kompleks dapat kita pandang sebagai pasangan berurut dari dua bilangan riil.

ω+σ= js ⇔ (σ,ω) (18.2)

Dengan demikian kita dapat menggambarkan bilangan kompleks di bidang kompleks seperti pada Gb.18.1.a. Bidang dengan sumbu koordinat Re (sumbu riil) dan Im (sumbu imajiner) ini disebut bidang kompleks atau bidang s. Suatu kumpulan bilangan kompleks akan terletak di bidang kompleks ini.

Pasangan berurut (σ,ω) dapat pula diasosiasikan dengan sebuah vektor seperti terlihat pada Gb.18.1.b.; dengan kata lain vektor tersebut merepresentasikan bilangan kompleks. Dengan representasi vektor ini kita dapat menyatakan bilangan kompleks sebagai

)sin(cos θ+θ=ω+σ= jAjs (18.3)

dengan A adalah panjang vektor dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh arah vektor dengan sumbu nyata. Bentuk pernyataan bilangan kompleks seperti (18.3) ini disebut bentuk sudut siku. Selain bentuk susut siku kita mengenal juga pernyataan dalam bentuk polar.

Gb.18.1.. Representasi grafis bilangan kompleks.

Bentuk polar diturunkan dari bentuk sudut siku melalui relasi geometri sederhana. Jika panjang vektor pada Gb.18.1.b. adalah A, dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh vektor tersebut dengan sumbu Re maka

b). Representasi bilangan kompleks secara vektor

a) Pasangan berurut bilangan (σ,ω) pada bidang kompleks

σ Re

Im

• s(σ,ω) jω

Re

Im

σ

jω ρ

θ A

Page 250: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

243

σω=θω+σ=

θ=ωθ=σ

−122 tandan

sindan cos

A

AA

(18.4)

Melalui persamaan atau identitas Euler, yaitu

θ+θ=θ sincos je j (18.5)

representasi polar dari bilangan kompleks menjadi

θ= jAes (18.7)

Nilai absolut (magnitude) s adalah A, ditulis 22 || ω+σ== As . Sudut

θ disebut sudut fasa, ditulis )/(tan 1 σω=θ=∠ −s . Pernyataan dalam

bentuk sudut siku dapat diubah ke dalam bentuk polar; sebaliknya pernyataan dalam bentuk polar dapat pula diubah ke dalam bentuk sudut siku.

18.3. Operasi-Operasi Aljabar

Penjumlahan dan Pengurangan. Penjumlahan bilangan kompleks adalah sebagai berikut:

)()(

)()(

2121

221121

ω+ω+σ+σ=ω+σ+ω+σ=+

j

jjss

)()(

)()(

2121

221121

ω−ω+σ−σ=ω+σ−ω+σ=−

j

jjss

Perkalian. Perkalian dua bilangan kompleks adalah sebagai berikut.

)()(

))(())((

21212121

221121

ωσ+σω+ωω−σσ=ω+σω+σ=j

jjss

Pembagian. Pembagian satu bilangan kompleks oleh bilangan kompleks yang lain adalah sebagai berikut.

22

22

21212121

22

22

22

11

2

1 )()(

ω+σ

ωσ−σω+ωω+σσ=

ω−σω−σ

×ω+σω+σ

=j

j

j

j

j

s

s

Page 251: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 244

CONTOH : Jika 43dan 32 21 jsjs +=+= maka

176)98()126()43)(32())((

11)43()32(

75)43()32(

21

21

21

jjjjss

jjjss

jjjss

+−=++−=++=−−=+−+=−

+=+++=+

25

1

25

18

43

)98()126(

43

43

43

3222

2

1 jj

j

j

j

j

s

s+=

+

+−++=−−×

++=

CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks s = 10 e j0,5.

Nilai bilangan kompleks ini adalah |s| = 10 dan sudut fasanya ∠s = 0,5 rad.

Bentuk sudut sikunya adalah: 8,48,8)48,088,0( 10)5,0sin5,0(cos 10 jjjs +=+=+=

CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks s = 3+ j4.

Nilai absolut s adalah 543 || 22 =+=ρ=s

Sudut fasanya adalah rad 93,03

4tan 1 ==θ=∠ −s .

Representasi polar adalah: s = 5e j0,93

CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks s = −1.

Representasi polar adalah : s = −1 = e jπ = e −jπ

Pemahaman :

−−

1

0tan 1 tidak bernilai tunggal. Kita harus

berhati-hati menentukan sudut fasanya. Di sini kita harus memilih π rad.

CONTOH: Representasi polar dari bilangan kompleks mempermudah operasi perkalian dan pembagian.

)(212121

2121))(( θ+θθθ ρρ=ρρ= jjj eeess

Page 252: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

245

)(

2

1

2

1

2

1 21

2

1 θ−θθ

θ

ρρ

ρ= j

j

j

ee

e

s

s

Konjugat Kompleks. Konjugat dari suatu bilangan kompleks diperoleh dengan mengganti j dengan −j .

Perhatikan Gb.18.2. Jika ω+σ= js maka konjugatnya adalah

ω−σ= js .

Relasi-relasi antara suatu bilangan kompleks dengan konjugatnya adalah sebagai berikut.

* atau ||*))(( 2 ss|s|sss == ;

[ ][ ] ( )( )

∗∗

∗∗∗

∗∗∗

=

=

+=+

2

1

2

1

2121

2121

s

s

s

s

ssss

ssss

18.4. Fungsi Kompleks

Fungsi kompleks X(s) merupakan suatu fungsi yang memetakan suatu set peubah bebas kompleks ke dalam satu set peubah tak bebas kompleks. Peubah bebas kompleks adalah peubah bebas yang berupa bilangan kompleks; dan peubah tak bebas kompleks adalah peubah tak bebas yang juga berupa bilangan kompleks.

s = σ + jω

s*= σ − jω

Re

Im

Gb.17.2. Konjugat bilangan kompleks.

Page 253: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 246

Zero. Kita lihat fungsi kompleks

42)( −= ssX

Untuk beberapa nilai s kita dapat nilai X(s) pada tabel dan gambar berikut:

s X(s)

1s 11 j+ 1X 22 j+−

2s 22 j+ 2X 40 j+

3s 02 j+ 3X 00 j+

Setiap nilai s memberikan X(s). Ada satu nilai s yang khusus yaitu yang memberikan nilai 00)( jsX += ; s ini kita sebut zero yang artinya

membuat fungsi kompleks menjadi bernilai nol.

Suatu fungsi kompleks X(s) dikatakan mempunyai zero di s = z1 jika

0)(lim1

=→

sXzs

Pole. Kita lihat sekarang fungsi

42

1)(

−=

ssX

Kita dapat membuat tabel dan gambar seperti pada pembahasan mengenai zero, akan tetapi tidak kita lakukan. Kita lebih tertarik pada peubah s yang khusus, yaitu yang membuat fungsi kompleks menjadi bernilai tak hingga; s ini kita sebut pole. pada fungsi kompleks yang diambil contoh ini zero ada di

02 042 jss +=⇒=−

0

1

2

3

4

-2 -1 0 1 2

1s2s

3s

1X

2X

3X

Page 254: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

247

Suatu fungsi kompleks X(s) dikatakan mempunyai pole di s = p1 jika

∞=→

)(lim1

sXps

CONTOH: Tinjau suatu fungsi kompleks baas

bssX ≠

−−= , )(

Fungsi ini mempunyai pole di s = a dan zero di s = b

18.5. Fungsi Rasional Kompleks

Fungsi rasional kompleks adalah fungsi kompleks yang merupakan rasio dua polinomial kompleks dengan koefisien-koefisien nyata.

)(

)()(

01

1

01

1

sA

sB

asasa

bsbsbsX

nn

nn

mm

mm =

++++++= −

−−

L

L

Kita definisikan bahwa orde dari fungsi ini adalah n. Polinomial B(s) disebut numerator (kita mengguanakan istilah pembilang), sedangkan A(s) disebut denominator (kita menggunakan istilah penyebut). Dalam penulisan fungsi rasional biasanya diambil an = 1 (dengan mengeluarkan an dari suku-suku penyebut).

Fungsi rasional X(s) dikatakan proper (kita menggunakan istilah patut) jika m ≤ n ; dikatakan not proper (kurang patut) jika m > n. Fungsi rasional dengan m > n sering juga disebut fungsi non-kausal.

Jika X(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien nyata, kita dapat menyatakan B(s) dan A(s) dalam faktor-faktor yang linier.

)())((

)())(()(

21

21

n

m

pspsps

zszszsKsX

−−−−−−

=L

L (18.11)

Jika koefisien X(s) nyata maka akar-akar kompleks dari B(s) dan A(s) akan berupa pasangan konjugat. Bentuk pernyataan fungsi rasional seperti (18.11) ini memperlihatkan dengan jelas pole dan zero-nya. Pada umumnya kita menghadapi fungsi yang proper, sehingga jumlah zero lebih kecil dari jumlah pole. Dalam keadaan demikian sering kita menganggap bahwa fungsi demikian mempunyai (n − m) zero di tak hingga.

Page 255: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 248

CONTOH : Misalkan kita mempunyai fungsi rasional

)4)(2(

)2)(1()(

++++

=ss

sssX

Fungsi ini dapat ditulis sebagai )4(

)1()(1 +

+=s

ssX .

X1(s) merupakan bentuk tereduksi dari X(s). Numerator dan denominator dari fungsi X(s) mempunyai faktor yang sama yaitu (s + 2) dan faktor yang sama ini dapat dieliminir.

Numerator dan denominator dari fungsi tereduksi X1(s) mempunyai pula faktor sama, yaitu 1. Jadi faktor yang sama antara polinom B1(s) dan A1(s) pada X1(s) adalah 1; rasio dua polinom yang demikian ini disebut coprime. Dalam menangani fungsi rasional kita bekerja pada bentuk yang sudah tereduksi; kita bekerja pada numerator dan denominator yang coprime.

18.6. Diagram Pole-Zero Fungsi rasional dapat direpresentasikan secara grafis, yaitu dengan hanya menggambarkan pole dan zero yang dimilikinya. Pole diberi tanda “×” sedangkan zero diberi tanda “o”. Hasilnya kita sebut diagram pole-zero.

CONTOH: Tinjau fungsi )12)(12)(1(

)1(5)(

jsjss

ssX

−++++−= .

×

×

×

× −1 1

Re

Im

−1

1

−2

Zero ada di s = 1 ; Pole ada di s = −1, (−2−j1), (−2+j1).

Page 256: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

249

18.7. Aplikasi Bilangan Kompleks untuk Menyatakan Fungsi Sinus

Kita telah melihat di sub-bab 18.2. bahwa melalui persamaan atau identitas Euler, representasi polar dari bilangan kompleks adalah

θ+θ== θ sincos jAAAes j (18.12)

Dari relasi (18.2) ini kita dapat menyatakan bahwa θcosA adalah bagian

nyata dari bilangan kompleks θjAe yang kita tuliskan

θ=θ jAeA Recos (18.13)

Jika relasi (18.13) ini kita tetapkan sebagai relasi untuk menyatakan fungsi sinus (yang dalam hal ini dinyatakan sebagai cosinus) maka penulisan Re di ruas kanan (18.13) tidak perlu dituliskan lagi sehingga

θ=θ jAeAcos (18.14)

Relasi (18.14) inilah pernyataan besaran sinusoidal menggunakan bilangan kompleks: A di ruas kiri adalah amplitudo besaran sinusoidal, dan A di ruas kanan adalah panjang vektor pernyataan bilangan komplek secara vektor. Karena dalam pernyataan bilangan kompleks secara vektor θ adalah sudut antara arah vektor dengan sumbu nyata, maka kita dapat menyatakan bilangan kompleks dengan menyatakan panjang vektor dan sudutnya

θ∠=θ AAej (18.15)

sehingga (18.14) menjadi

θ∠=θ AAcos (18.16)

Dalam besaran-besaran berbentuk sinusoidal dengan amlitudo A, misalnya tegangan sinusoidal, θ merupakan fungsi waktu yang dapat kita tulis

ψ+ω=θ t ; ω adalah frekuensi sudut dalam radian/detik, dan ψ adalah

sudut fasa yaitu pergeseran sudut yang sudah terjadi pada 0=t . Dari (18.16) kita dapat menyatakan

0

)()cos( =ψ∠=ψ+ω∠=ψ+ωt

AtAtA (18.17)

Inilah pernyataan besaran sinusoidal dalam fasor. Dalam menyatakan besaran sinusoidal ke dalam bentuk fasor, kita mengambil bentuk seperti ruas paling kanan (18.17) tanpa menyebut lagi t = 0, karena hanya amplitudo dan sudut fasa sajalah yang membedakan satu besaran sinusoidal

Page 257: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 250

dengan besaran sinusoidal yang lain, dan perbedaan itu kita amati pada t = 0.

Hubungan antara cosinus dan sinus suatu sudut adalah )2/cos(sin π−ω=ω tt . Oleh karena itu bentuk fasor dari

)2/(adalah )sin( π−ψ∠ψ+ω AtA (18.18)

Dalam analisis rangkaian listrik, penulisan dalam bentuk fasor dilakukan seperti contoh berikut:

β∠=β+ω=α∠=α+ω=

ItIi

VtVv

I

V

menjadi )cos(

menjadi )cos(

Operasi perkalian fasor menjadi lebih mudah dilakukan

)(

,

)(

;

111111

111111111

2121)(

2121

22221111

21

21

β−α∠=×⇒

β−∠=⇒β∠=α∠=

α+α∠==×⇒

=α∠==α∠=

α+α

αα

IV

IIV

VVeVV

eVVeVVj

jj

IV

IIV

VV

VV

Penjumlahan dan pengurangan akan lebih mudah jika fasor-fasor dinyatakan dalam bentuk sudut siku

( ) ( )2211221121

222222

111111

sinsincoscos

)sin(cos

)sin(cos

α+α+α+α=+⇒

α+α=α∠=α+α=α∠=

VVj V V

j VV

j VV

VV

V

V

Selanjutnya lihat ”Analisis Rangkaian Listrik Jilid-1” pada bab Fasor dan Impedansi.

Page 258: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

251

Bab 19 Transformasi Laplace Transformasi Laplace, didefinisikan sebagai suatu integral

∫∞ −=0

)()( dtetfs stF (19.1)

dengan s merupakan peubah kompleks, s = σ + jω. Batas bawah integrasi ini adalah nol yang berarti bahwa dalam kita hanya meninjau besaran dengan nilai lebih besar dari nol. Untuk itu kita menggunakan fungsi anak tangga satuan u(t) untuk menyatakan f(t).

19.1. Transformasi Laplace

Melalui transformasi Laplace kita menyatakan suatu fungsi yang semula dinyatakan sebagai fungsi waktu, t, menjadi suatu fungsi s di mana s adalah peubah kompleks.

Transformasi Laplace dari suatu fungsi f(t) yang didefinisikan sebagai

∫∞ −=0

)()( dtetfs stF kita tuliskan dengan notasi :

∫∞ −==0

)()()]([ dtetfstf stFL (19.2)

Fungsi Tetapan. Kita lihat lebih dulu fungsi tetapan )()( tAutf =

sehingga ∞ω+σ−∞ −∞ −

ω+σ−=== ∫∫

0

)(

00 )(][

j

AedtAedtetAuAu(t)

tjststL

Batas atas, dengan σ > 0, memberikan nilai 0, sedangkan batas bawah memberikan nilai A/s.

Jadi s

AtAu = )]([L (19.3)

Fungsi Eksponensial. Transformasi Laplace fungsi eksponensial

beramplitudo A, yaitu )()( tuAetf at−= adalah ∞+−∞ +−∞ −−−

+−=== ∫∫

0

)(

0

)(

0)( )]([

as

AeAedttueeAtuAe

tastasstatatL

Page 259: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 252

Dengan a > 0, batas atas memberikan nilai 0 sedangkan batas bawah memberikan A/(s+a).

Jadi as

AtuAe at

+=− ])([L (19.4)

Fungsi Sinus. Transformasi Laplace fungsi sinus

f(t) = (A cos ωt) u(t) adalah :

[ ] dtetAdttuetAtutA stst∫∫

∞ −∞ − ω=ω=ω00

)cos()( )cos( )()cos(L

Dengan memanfaatkan hubungan Euler

2/)(cos tjtj ee ω−ω +=ω

ruas kanan persamaan di atas menjadi

22

)(

0

)(

00

22

2

ω+=

+=+ −ω−∞−ω∞−∞ ω−ω

∫∫∫

s

As

dteA

dteA

dteee

A tsjtsjsttjtj

Jadi [ ]22

)( )cos(ω+

=ωs

sAtutAL (19.5)

Dengan cara yang sama, diperoleh

[ ]22

)( )sin(ω+

ω=ωs

AtutAL (19.6)

19.2. Tabel Transformasi Laplace

Mencari transformasi Laplace dari beberapa di atas merupakan contoh bagaimana suatu transformasi dari fungsi t ke dalam fungsi s dilakukan. Kita lihat bahwa nilai tetapan A, selalu muncul sebagai faktor pengali dalam pernyataan fungsi di kawasan s. Transformasi dari beberapa fungsi yang lain termuat dalam Tabel-19.1. dengan mengambil nilai tetapan A = 1.

Page 260: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

253

Tabel-19.1. Pasangan Transformasi Laplace

Pernyataan Fungsi di Kawasan t : f(t)

Pernyataan Fungsi di Kawasan s : L[f(t)]=F(s)

impuls : δ(t) 1

anak tangga : u(t)

s

1

eksponensial : [e−at]u(t) as+

1

cosinus : [cos ωt] u(t) 22 ω+s

s

sinus : [sin ωt] u(t) 22 ω+

ωs

cosinus teredam : [e−atcos ωt] u(t) ( ) 22 ω++

+as

as

sinus teredam : [e−atsin ωt] u(t) ( ) 22 ω++

ωas

cosinus tergeser : [cos (ωt + θ)] u(t) 22

sincos

ω+θω−θ

s

s

sinus tergeser : [sin (ωt + θ)] u(t) 22

cossin

ω+θω+θ

s

s

ramp : [ t ] u(t) 2

1

s

ramp teredam : [ t e−at ] u(t) ( )2

1

as+

CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang berikut:

)( 3)( c).

)()10sin(5)( b).

)()10cos(5)( a).

23

2

1

tuetf

tuttf

tuttf

t−=

==

Page 261: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 254

Solusi : Dengan menggunakan Tabel-3.1 kita peroleh :

2

3)( )( 3)( c).

100s

50

)10(

105 )()()10sin(5)( b).

100

5

)10(

5)()()10cos(5)( a).

32

3

22222

22211

+=→=

+=

+×=→=

+=

+=→=

−s

sFtuetf

ssFtuttf

s

s

s

ssFtuttf

t

19.3. Sifat-Sifat Transformasi Laplace

Sifat Unik. Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut.

Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t).

Bukti dari pernyataan ini tidak kita bahas di sini. Sifat ini memudahkan kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) dengan menggunakan tabel transformasi Lapalace. Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut mencari transformasi balik dari F(s), dengan notasi L−1[F(s)] = f(t) . Hal terakhir ini akan kita bahas lebih lanjut setelah membahas sifat-sifat transformasi Laplace.

Sifat Linier. Karena transformasi Laplace adalah sebuah integral, maka ia bersifat linier.

Transformasi Laplace dari jumlah beberapa fungsi t adalah jumlah dari transformasi masing-masing fungsi.

Jika )()()( 2211 tfAtfAtf += maka transformasi Laplace-nya adalah

[ ])()(

)()( )()()(

2211

022

011

02211

sFAsFA

dttfAdttfAdtetfAtfAsF st

+=

+=+= ∫∫∫∞∞∞ −

(19.7)

dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).

Page 262: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

255

CONTOH: a). Carilah transformasi Laplace dari :

)( )31()( 21 tuetv t−+=

b). Jika transformasi Laplace fungsi eksponensial Ae−atu(t) adalah 1/(s+a), carilah transformasi dari v2(t)=Acosωt u(t).

Solusi :

2

31)()( )31()( a). 1

21 +

+=→+= −ss

stuetv t V

( )

22222

2

2

2

11

2)(

)()(2

)(2

)()cos( b).

ω+=

ω+=

ω++

ω−=

+=

+=ω=

ω−ω

ω−ω

s

As

s

sA

jsjs

AsV

tuetueA

tuee

AtutA(t)v

tjtj

tjtj

Integrasi. Transformasi Laplace dari integrasi suatu fungsi dapat kita lihat sebagai berikut.

Misalkan )()(0

1 dxxftft

∫= . Maka

dttfs

edxxf

s

edtedxxfsF

sttststt

∫∫∫ ∫∞ −∞−∞

−−

−=

=0

1

00

1

00

1 )()( )()(

Suku pertama ruas kanan persamaan di atas akan bernilai nol untuk t = ∞ karena e−st = 0 pada t→∞ , dan juga akan bernilai nol untuk t = 0 karena integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol). Tinggallah suku kedua ruas kanan; jadi

s

sFdtetf

sdttf

s

esF st

st )( )(

1 )()( 1

0

1

0

1 ==−

−= ∫∫∞

−∞ −

(19.8)

CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari fungsi ramp r(t)=tu(t).

Solusi :

Kita mengetahui bahwa fungsi ramp adalah integral dari fungsi anak tangga.

Page 263: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 256

20 0

0

1 )()(

)()()(

sdtedxxusR

dxxuttutr

stt

t

=

=→

==

−∞

∫ ∫

Hasil ini sudah tercantum dalam Tabel.3.1.

Diferensiasi. Transformasi Laplace dari suatu diferensiasi dapat kita lihat sebagai berikut.

Misalkan dt

tdftf

)()( 1= maka

[ ] ∫∫∞ −∞−∞ − −−==0

1010

1 ))(()()(

)( dtestfetfdtedt

tdfsF ststst

Suku pertama ruas kanan bernilai nol untuk t = ∞ karena e−st = 0 untuk t→ ∞ , dan bernilai −f(0) untuk t = 0. Dengan demikian dapat kita tuliskan

)0()()0()()(

110

1 fssFfdtetfsdt

tdf st −=−=

∞ −L (19.9)

CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari fungsi cos(ωt) dengan memandang fungsi ini sebagai turunan dari sin(ωt).

Solusi :

2222)0sin(

1)(

)sin(1)cos()(

ω+=

−ω+

ωω

=→

ωω

=ω=

s

s

sssF

dt

tdttf

Penurunan di atas dapat kita kembangkan lebih lanjut sehingga kita mendapatkan transformasi dari fungsi-fungsi yang merupakan fungsi turunan yang lebih tinggi.

Page 264: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

257

)0( )0( )0()()( )(

)( jika

)0( )0()()( )(

)( jika

1112

13

31

3

1112

21

2

ffsfssssdt

tfdtf

fsfsssdt

tfdtf

′′−′−−=→=

′−−=→=

FF

FF (19.10)

Translasi di Kawasan t. Sifat transformasi Laplace berkenaan dengan translasi di kawasan t ini dapat dinyatakan sebagai berikut

Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s), maka transformasi Laplace dari f(t−a)u(t−a) untuk a > 0 adalah e−asF(s).

Hal ini dapat kita lihat sebagai berikut. Menurut definisi, transformasi Laplace dari f(t−a)u(t−a) adalah

∫∞ −−−0

)()( dteatuatf st

Karena u(t−a) bernilai nol untuk t < a dan bernilai satu untuk t > a , bentuk integral ini dapat kita ubah batas bawahnya serta tidak lagi menuliskan faktor u(t−a), menjadi

∫∫∞ −∞ − −=−−a

stst dteatfdteatuatf )()()(0

Kita ganti peubah integrasinya dari t menjadi τ dengan suatu hubungan τ = (t−a). Dengan penggantian ini maka dt menjadi dτ dan τ = 0 ketika t = a dan τ = ∞ ketika t = ∞. Persamaan di atas menjadi

)()(

)()()(

0

0

)(

0

sFedefe

defdteatuatf

assas

asst

−∞ τ−−

∞ +τ−∞ −

=ττ=

ττ=−−

∫∫ (19.11)

CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang sinyal seperti yang tergambar di samping ini.

Solusi :

Model bentuk gelombang ini dapat kita tuliskan sebagai

)()()( atAutAutf −−= .

f(t) A

0 a →t

Page 265: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 258

Transformasi Laplace-nya adalah :

s

eA

s

Ae

s

AsF

asas )1(

)(−

− −=−=

Translasi di Kawasan s. Sifat mengenai translasi di kawasan s dapat dinyatakan sebagai berikut.

Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka transformasi Laplace dari e−αtf(t) adalah F(s + α).

Bukti dari pernyataan ini dapat langsung diperoleh dari definisi transformasi Laplace, yaitu

)()()(0

)(

0α+== ∫∫

∞ α+−∞ −α− sFdtetfdtetfe tsstt (19.12)

Sifat ini dapat digunakan untuk menentukan transformasi fungsi teredam jika diketahui bentuk transformasi fungsi tak teredamnya.

CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari fungsi-fungsi ramp teredam dan sinus teredam berikut ini :

)( cos b). ; )( a). 21 tutevettuv tt ω== α−α−

Solusi :

2222

22

211

2

)()( )( cos)( jika maka

, )()( cos)untuk Karena b).

)(

1)( )()( jika maka

, 1

)( )()(untuk Karena a).

ω+α+α+=⇒ω=

ω+=→ω=

α+=⇒=

=→=

α−

α−

s

ssVtutetv

s

ssVtuttv

ssVettutv

ssFttutv

t

t

(

Pen-skalaan (scaling). Sifat ini dapat dinyatakan sebagai :

Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a

> 0 transformasi dari f(at) adalah

a

sF

a

1.

Page 266: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

259

Bukti dari sifat ini dapat langsung diperoleh dari definisinya. Dengan mengganti peubah t menjadi τ = at maka transformasi Laplace dari f(at) adalah:

∫∫∞ τ−∞ −

=ττ=0

0

1)(

1)(

a

sF

adef

adteatf a

sst (19.13)

Jadi, jika skala waktu diperbesar (a > 1) maka skala frekuensi s mengecil dan sebaliknya apabila skala waktu diperkecil (a < 1) maka skala frekuensi menjadi besar.

Nilai Awal dan Nilai Akhir. Sifat transformasi Laplace berkenaan dengan nilai awal dan nilai akhir dapat dinyatakan sebagai berikut.

0

0

)( lim)(lim :akhir Nilai

)( lim)(lim : awal Nilai

→∞→

∞→+→=

=

st

st

ssFtf

ssFtf

Jadi nilai f(t) pada t = 0+ di kawasan waktu (nilai awal) sama dengan nilai sF(s) pada tak hingga di kawasan s. Sedangkan nilai f(t) pada t = ∞ (nilai akhir) sama dengan nilai sF(s) pada titik asal di kawasan s. Sifat ini dapat diturunkan dari sifat diferensiasi.

CONTOH: Transformasi Laplace dari suatu sinyal adalah

)20)(5(

3100)(

+++=

sss

ssV

Carilah nilai awal dan nilai akhir dari v(t).

Solusi :

Nilai awal adalah :

0 )20)(5(

3100lim)( lim)( lim

0=

+++×==

∞→∞→+→ sss

ssssVtv

sst

Nilai akhir adalah :

3)20)(5(

3100lim)( lim)( lim

0 0 =

+++×==

→→∞→ sss

ssssVtv

sst

Page 267: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 260

Tabel 19.2. memuat sifat-sifat transformasi Laplace yang dibahas di atas kecuali sifat yang terakhir yaitu konvolusi. Konvolusi akan dibahas di bagian akhir dari pembahasan mengenai transformasi balik.

Tabel 19.2. Sifat-sifat Transformasi Laplace

Pernyataan f(t) Pernyataan F(s) =L[f(t)]

linier : A1 f1(t) + A2 f2(t) A1F1(s) + A2 F2(s)

integrasi : ∫t

dxxf0

)( s

sF )(

diferensiasi : dt

tdf )( )0()( −− fssF

2

2 )(

dt

tfd

)0()0()(2 −− ′−− fsfsFs

3

3 )(

dt

tfd

)0()0(

)0()( 23

−−

′′−−

fsf

fssFs

linier : A1 f1(t) + A2 f2(t) A1F1(s) + A2 F2(s)

translasi di t: [ ] )()( atuatf −− )(sFe as−

translasi di s : )(tfe at− )( asF +

penskalaan : )(atf

a

sF

a

1

nilai awal : 0

)(lim+→t

tf )( lim

∞→sssF

nilai akhir :

)(lim∞→t

tf 0)( lim

→sssF

konvolusi : dxxtfxft

)()(0

21 −∫ )()( 21 sFsF

Page 268: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

261

19.4. Transformasi Balik

Berikut ini kita akan membahas mengenai transformasi balik, yaitu mencari f(t) dari suatu F(s) yang diketahui. Jika F(s) yang ingin dicari transformasi baliknya ada dalam tabel transformasi Laplace yang kita punyai, pekerjaan kita cukup mudah. Akan tetapi pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial yang bentuknya tidak sederhana dan tidak selalu ada pasangannya seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam tabel, sehingga kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari bentuk-bentuk fungsi sederhana. Dengan perkataan lain kita membuat F(s) menjadi transformasi dari suatu gelombang komposit dan kelinieran dari transformasi Laplace akan memberikan transformasi balik dari F(s) yang berupa jumlah dari bentuk-bentuk gelombang sederhana.

Pole dan Zero. Tentang pole dan zero telah kita pelajari di bab sebelumnya. Pada umumnya, transformasi Laplace berbentuk rasio polinom

011

1

011

1)(asasasa

bsbsbsbsF

nn

nn

mm

mm

++++++++= −

−−

L

L (19.14)

yang masing-masing polinom dapat dinyatakan dalam bentuk faktor menjadi

)())((

)())(()(

21

21

n

m

pspsps

zszszsKsF

−−−−−−=

L

L (19.15)

dengan K = bm/an dan disebut faktor skala.

Akar-akar dari pembilang dari pernyataan F(s) di atas memberikan zero sedangkan akar-akar dari penyebut memberikan pole. Pole dan zero disebut frekuensi kritis karena pada nilai-nilai itu F(s) menjadi nol atau tak-hingga.

CONTOH: Gambarkan diagram pole-zero dari

ssF

bas

asAsF

ssF

1)( c).

)(

)()( b).

1

1)( a).

22

=

+++=

+=

Page 269: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 262

Solusi :

a). Fungsi ini mempunyai pole di s = −1 tanpa zero

tertentu.

b). Fungsi ini mempunyai zero di s = −a. Pole dapat dicari dari

jbasbas ±−=→=++ di pole 0)( 22

c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 + j0.

Bentuk Umum F(s). Bentuk umum F(s) adalah seperti (19.15) yaitu

)())((

)())(()(

21

21

n

m

pspsps

zszszsKsF

−−−−−−=

L

L

Jika fungsi ini memiliki pole yang semuanya berbeda, jadi pi ≠ pj untuk i ≠ j , maka dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana. Jika ada pole yang berupa bilangan kompleks kita katakan bahwa fungsi ini mempunyai pole kompleks. Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa fungsi ini mempunyai pole ganda.

Fungsi Dengan Pole Sederhana. Apabila fungsi rasional F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia dapat diuraikan menjadi berbentuk

)()()()(

2

2

1

1

n

n

ps

k

ps

k

ps

ksF

−++

−+

−= L (19.16)

Jadi F(s) merupakan kombinasi linier dari beberapa fungsi sederhana; konstanta k yang berkaitan dengan setiap fungsi pembangun F(s) itu kita sebut residu. Kita ingat bahwa transformasi balik dari masing-masing fungsi sederhana itu berbentuk ke−αt. Dengan demikian maka transformasi balik dari F(s) menjadi

σ

× −1

σ

σ

+jb

−a −jb

Page 270: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

263

tpn

tptp nekekektf +++= L2121)( (19.17)

Persoalan kita sekarang adalah bagaimana menentukan residu. Untuk mencari k1, kita kalikan kedua ruas (19.16) dengan (s − p1) sehingga faktor (s− p1) hilang dari ruas kiri sedangkan ruas kanan menjadi k1 ditambah suku-suku lain yang semuanya mengandung faktor (s− p1). Kemudian kita substitusikan s = p1 sehingga semua suku di ruas kanan bernilai nol kecuali k1 dan dengan demikian diperoleh nilai k1. Untuk mencari k2, kita kalikan kedua ruas (19.16) dengan (s − p2) kemudian kita substitusikan s = p2; demikian seterusnya sampai semua nilai k diperoleh, dan transformasi balik dapat dicari.

CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.

)4)(1(

)2(6)( c).

;)3)(1(

)2(4)( b). ;

)3)(1(4

)( a).

+++=

+++=

++=

sss

ssF

ss

ssF

sssF

Solusi :

a). 31)3)(1(

4)( 21

++

+=

++=

s

k

s

k

sssF

231

41 substitusi

)1(3)3(

4 )1()(

11

21

=→=+−

→−=→

++

+=+

→+×→

kks

ss

kk

sssF

tt eetfss

sF

kksssF

3

22

22)( 3

21

2)(

213

43 substitusidan )3()(

−− −=⇒+

−++

=⇒

−=→=+−

→−=+×→

Page 271: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 264

b). 31)3)(1(

)2(4)( 21

++

+=

+++=

s

k

s

k

ss

ssF

tt eetfss

sF

kksssF

kksssF

3

22

11

22)( 3

2

1

2)(

213

)23(43 substitusidan )3()(

231

)21(41 substitusidan )1()(

−− +=⇒+

++

=⇒

=→=+−+−→−=+×→

=→=+−+−→−=+×→

c). 41)4)(1(

)2(6)( 321

++

++=

+++=

s

k

s

k

s

k

sss

ssF

Dengan cara seperti di a) dan b) kita peroleh

tt

s

ss

eetfsss

sF

ss

sk

ss

sk

ss

sk

4

43

12

01

23)( 4

1

1

23)(

1)1(

)2(6

; 2)4(

)2(6 ; 3

)4)(1(

)2(6

−−

−=

−==

−−=→+−+

+−+=⇒

−=++=

−=++==

+++=→

Fungsi Dengan Pole Kompleks. Fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien nyata. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p = −α + jβ, maka ia juga harus mempunyai pole lain yang berbentuk p* = −α − jβ; sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan nyata. Jadi pole kompleks dari F(s) haruslah berpasangan konjugat. Oleh karena itu uraian F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk

LL +β+α+

+β−α+

+=js

k

js

ksF

*)( (19.18)

Residu k dan k* pada pole konjugat juga merupakan residu konjugat sebab F(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien rasional. Residu ini dapat kita cari dengan cara yang sama seperti mencari residu pada uraian fungsi dengan pole sederhana. Kita cukup mencari salah satu residu dari pole kompleks karena residu yang lain merupakan konjugatnya.

Page 272: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

265

Transformasi balik dari dua suku dengan pole kompleks akan berupa cosinus teredam. Tansformasi balik dari dua suku pada (19.18) adalah

)cos(2 2

2

*)(

)()(

))(())((

)()(

)()(

θ+β=+=

+=

+=

+=

α−θ+β−θ+β

α−

θ+β+α−θ+β−α−

β+α−θ−β−α−θ

β+α−β−α−

ttjtj

t

tjtj

tjjtjj

tjtjk

ekee

ek

ekek

eekeek

ekketf

Jadi f(t) dari (19.18) akan berbentuk :

LL +θ+β+= α− )cos(2)( tektf

CONTOH: Carilah transformasi balik dari

)84(

8)(

2 ++=

ssssF

Solusi : Fungsi ini mempunyai pole sederhana di s = 0, dan pole kompleks yang dapat ditentukan dari faktor penyebut yang berbentuk kwadrat, yaitu

222

32164js ±−=−±−=

Uraian dari F(s), penentuan residu, serta transformasi baliknya adalah sebagai berikut.

18

8

)84(

8

2222)84(

8)(

021

2212

==×++

=→

+++

−++=

++=

=

s

ssss

k

js

k

js

k

s

k

ssssF

)4/3(2

)4/3(

22

2222

2

2

2

2

88

8

)22(

8

)22()84(

8

π−∗

π

+−=

+−=

=→

=−−

=++

=

−+×++

=→

j

j

js

js

ek

ejjss

jssss

k

Page 273: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 266

[ ])4/32cos(2)(

2

2)(

2

2

2

2)(

2

)24/3()24/3(2

)22()4/3()22()4/3(

π++=

++=

++=⇒

+π−+π−

+−π−−−π

tetu

eeetu

eeeetuf(t)

t

tjtjt

tjjtjj

Fungsi Dengan Pole Ganda. Pada kondisi tertentu, fungsi F(s) dapat mempunyai pole ganda. Penguraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan “memecah” faktor yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti biasanya. Untuk jelasnya kita ambil suatu fungsi yang mengandung pole ganda (dua pole sama) seperti berikut ini.

221

1

))((

)()(

psps

zsKsF

−−−= (19.19)

Dengan mengeluarkan salah satu faktor yang mengandung pole ganda kita dapatkan

−−−

−=

))((

)(1)(

21

1

2 psps

zsK

pssF (19.20)

Bagian yang didalam tanda kurung dari (19.20) mengandung pole sederhana sehingga kita dapat menguraikannya seperti biasa.

2

2

1

1

21

11 ))((

)()(

ps

k

ps

k

psps

zsKsF

−+

−=

−−−= (19.21)

Residu pada (19.21) dapat ditentukan, misalnya k1 = A dan k2 = B , dan faktor yang kita keluarkan kita masukkan kembali sehingga (19.20) menjadi

2212212 )())((

1)(

ps

B

psps

A

ps

B

ps

A

pssF

−+

−−=

−+

−−=

dan suku pertama ruas kanan diuraikan lebih lanjut menjadi

222

12

1

11

)()(

ps

B

ps

k

ps

ksF

−+

−+

−= (19.22)

Page 274: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

267

Transformasi balik dari (19.22) adalah

tptptp Bteekektf 2211211)( ++=

CONTOH: Tentukan transformasi balik dari fungsi:

2)2)(1()(

++=

ss

ssF

Solusi :

2)1(

1)2(

21)2(1

)2)(1()2(

1

)2)(1()(

22

11

21

2

=+

=→−=+

=→

++

++=

+++=

++=

−=−= ss s

sk

s

sk

s

k

s

k

s

ss

s

sss

ssF

21211

2

)2(

221

)2(

2

)2)(1(

1

2

2

1

1

)2(

1)(

++

++

+=

++

++−=

++

+−

+=⇒

ss

k

s

k

sssssssF

ttt

ss

teeetfsss

sF

sk

sk

222

212

111

2)( )2(

2

2

1

1

1)(

11

1 1

2

1

−−−

−=−=

++−=⇒+

++

++

−=⇒

=+

−=→−=+−=→

Konvolusi. Transformasi Laplace menyatakan secara timbal balik bahwa

)()((s) maka )()()( jika 2121 sFsFFtftftf +=+=)()((t) maka )()()( jika 2121 tftffsFsFsF +=+=

Kelinieran dari transformasi Laplace ini tidak mencakup perkalian. Jadi

)()()( maka )()()( jika 2121 tftftfsFsFsF ≠=

Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) yang merupakan hasil kali dua fungsi s yang berlainan, melibatkan sifat transformasi Laplace yang kita sebut konvolusi. Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut.

Page 275: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 268

[ ] ∫∫ ττ−τ=ττ−τ=

=

=− ttdtffdtfftfsF

sFsFsF

012

021

1

21

)()( )()()()(

maka )()()( jika

L (19.23)

Kita katakan bahwa transformasi balik dari perkalian dua F(s) diperoleh dengan melakukan konvolusi dari kedua bentuk gelombang yang bersangkutan. Kedua bentuk integral pada (19.23) disebut integral konvolusi.

Pandanglah dua fungsi waktu f1(t) dan f2(t). Transformasi Laplace masing-masing adalah

∫∞ τ− ττ=0

11 )()( defsF s dan ∫∞ −=0

22 )()( dtetfsF st .

Jika kedua ruas dari persamaan pertama kita kalikan dengan F2(s) akan kita peroleh

∫∞ τ− ττ=0

2121 )( )()()( dsFefsFsF s

Sifat translasi di kawasan waktu menyatakan bahwa e−sτ F2(s) adalah transformasi Laplace dari [ f2(t−τ) ] u(t−τ) sehingga persamaan tersebut dapat ditulis

∫ ∫∞ ∞ − τ

τ−τ−τ=0 0

2121 )()()()()( ddtetutffsFsF st

Karena untuk τ > t nilai u(t−τ) = 0, maka integrasi yang berada di dalam kurung pada persamaan di atas cukup dilakukan dari 0 sampai t saja, sehingga

∫ ∫

∫ ∫∞ −

∞ −

τ

τ−τ=

τ

τ−τ=

0 021

0 02121

)()(

)()()()(

ddtetff

ddtetffsFsF

t st

t st

Dengan mempertukarkan urutan integrasi, kita peroleh

Page 276: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

269

ττ−τ=

ττ−τ= ∫∫ ∫∞ − tstt

dtffdtedtffsFsF0

210 0

2121 )()( )()()()( L

CONTOH: Carilah f(t) dari F(s) berikut.

)(

1)( c).

))((

1)( b).

)(

1)( a).

2

2

asssF

bsassF

assF

+=

++=

+=

Solusi : a). Fungsi ini kita pandang sebagai perkalian dari dua fungsi.

attatt axatax

t xtaaxt

at

tedxedxe

dxeedxxtfxftf

etftf

assFsFsFsFsF

−−+−−

−−−

===

=−=⇒

==→

+===

∫∫

∫∫

00

0

)(

021

21

2121

)()()(

)()(

)(

1)()(dengan )()()(

b). Fungsi ini juga merupakan perkalian dari dua fungsi.

btat etfetf

bssF

assF

sFsFsF

−− ==→

+=

+=

=

)(dan )(

)(1

)(dan )(

1)(

dengan )()()(

21

21

21

( )ba

ee

ba

ee

ba

eedxee

dxeedxxtfxftf

btattbabt

txbabtt xbabt

t xtbaxt

+−−=

+−−=

+−==

=−=⇒

−−+−−

+−−+−−

−−−

∫∫

1

)()()(

)(

0

)(

0

)(

0

)(

021

Page 277: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 270

c). Fungsi ketiga ini juga dapat dipandang sebagai perkalian dua fungsi.

22

020

0

00

)(

021

21

22121

1

10

0

)()()(

)(dan )(

1)(dan

1)(dengan )()()(

a

eat

a

e

a

tee

a

e

a

teedx

a

e

a

xee

dxxeedxxedxxtfxftf

etfttf

assF

ssFsFsFsF

atatatat

taxatatt axtax

at

t axatt xtat

at

−−

−−

−−−

+−=

−−−=

−−=

−=

==−=⇒

==→

+===

∫∫∫

Page 278: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

271

Bab 20 Deret dan Transformasi Fourier

Pada kasus tertentu dijumpai keadaan dimana pemecahan persoalan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan transformasi Laplace akan tetapi dapat dilakukan melalui transformasi Fourier. Topik-topik yang akan kita bahas berikut ini meliputi: deret Fourier, transformasi Fourier, sifat-sifat transformasi Fourier.

20.1. Deret Fourier

Koefisien Fourier. Suatu fungsi periodik dapat diuraikan menjadi komponen-komponen sinus. Penguraian ini tidak lain adalah pernyataan fungsi periodik kedalam deret Fourier. Jika f(t) adalah fungsi periodik yang memenuhi persyaratan Dirichlet, maka f(t) dapat dinyatakan sebagai deret Fourier :

[ ]∑∞

=ω+ω+=

1000 )sin()cos()(

nnn tnbtnaatf (20.1)

yang dapat kita tuliskan sebagai

( )∑∞

=

θ−ω++=

10

220 )cos()(

nnnn tnbaatf (20.2)

Koefisien Fourier a0, an, dan bn ditentukan dengan hubungan berikut.

>ω=

>ω=

=

2/

2/0

0

2/

2/0

0

2/

2/00

0

0

0

0

0

0

0 ; )sin()(2

0 ; )cos()(2

)(1

T

Tn

T

Tn

T

T

ndttntfT

b

ndttntfT

a

dttfT

a

(20.3)

Hubungan (20.3) dapat diperoleh dari (20.1). Misalkan kita mencari an: kita kalikan (20.1) dengan cos(kωot) kemudian kita integrasikan antara −To/2 sampai To/2 dan kita akan memperoleh

Page 279: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 272

∑∫

∫∫

=−

−−

ωω+

ωω+

ω=ω

12/

2/o0

2/

2/o0

2/

2/o0

2/

2/o

o

o

o

o

o

o

o

o

)cos()sin(

)cos()cos(

)cos()cos()(

nT

Tn

T

Tn

T

T

T

T

dttktnb

dttktna

dttkadttktf

Dengan menggunakan kesamaan tigonometri

)sin(2

1)sin(

2

1sincos

)cos(2

1)cos(

2

1coscos

β+α+β−α=βα

β+α+β−α=βα

maka persamaan di atas menjadi

( )

( )∑

∫∫

=−

−−

ω++ω−+

ω++ω−+

ω=ω

12/

2/o0

2/

2/o0

2/

2/o0

2/

2/o

o

o

o

o

o

o

o

o

))sin(())sin((2

))cos(())cos((2

)cos()cos()(

nT

T

n

T

T

n

T

T

T

T

dtdttkntknb

dttkntkna

dttkadttktf

Karena integral untuk satu perioda dari fungsi sinus adalah nol, maka semua integral di ruas kanan persamaan ini bernilai nol kecuali satu yaitu

( ) kna

dttkna nT

T

n ==ω−∫− jika terjadiyang 2

))cos((2

2/

2/0

o

o

oleh karena itu ∫− ω=2/

2/0

o

o

o

)cos()(2 T

Tn dttntf

Ta

Pada fungsi-fungsi yang sering kita temui, banyak diantara koefisien-koefisien Fourier-nya bernilai nol. Keadaan ini ditentukan oleh kesimetrisan fungsi f(t) . Kita akan melihatnya dalam urain berikut ini.

20.2. Kesimetrisan Fungsi Simetri Genap. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri genap jika f(t) = f(−t). Salah satu contoh fungsi yang memiliki simetri genap adalah fungsi cosinus, cos(ωt) = cos(−ωt). Untuk fungsi semacam ini, dari (1) kita dapatkan

Page 280: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

273

[ ]

[ ]∑

∑∞

=

=

ω−ω+=−

ω+ω+=

1000

1000

)sin()cos()(

dan )sin()cos()(

nnn

nnn

tnbtnaatf

tnbtnaatf

Kalau kedua fungsi ini harus sama, maka haruslah bn = 0, dan f(t) menjadi

[ ]∑∞

=ω+=

10o )cos()(

nn tnaatf (20.4)

CONTOH: Tentukan deret Fourier dari bentuk gelombang deretan pulsa berikut ini.

Solusi : Bentuk gelombang ini memiliki simetri genap, amplitudo A, perioda To , lebar pulsa T.

ππ

=

ππ

=

ωω

=ω=

====

−−

−−

oo

2/2/o

oo

2/

2/o

o

o

2/

2o

2/

2/oo

sin2

sin2

sin2

)cos(2

; 0 ; 1

T

Tn

n

A

T

Tn

n

A

tnnT

AdttnA

Ta

bT

AT

T

AtAdt

Ta

TT

T

Tn

n

T

T/

T

T

Untuk n = 2, 4, 6, …. (genap), an = 0; an hanya mempunyai nilai untuk n = 1, 3, 5, …. (ganjil).

( ) )cos(12

)cos(sin2

)(

o,1

2/)1(

o

o,1 oo

tnn

A

T

AT

tnT

Tn

n

A

T

ATtf

ganjiln

n

ganjiln

ω−π

+=

ω

ππ

+=

∑∞

=

=

Pemahaman :

−T/2 0 T/2

v(t)

A

T

To

Page 281: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 274

Pada fungsi yang memiliki simetri genap, bn = 0. Oleh karena itu sudut fasa harmonisa tanθn = bn/an = 0 yang berarti θn = 0o.

Simetri Ganjil. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri ganjil jika f(t) = −f(−t). Contoh fungsi yang memiliki simetri ganjil adalah fungsi sinus, sin(ωt) = −sin(−ωt). Untuk fungsi semacam ini, dari (1) kita dapatkan

[ ]∑∞

=ω+ω−+−=−−

1000 )sin()cos()(

nnn tnbtnaatf

Kalau fungsi ini harus sama dengan

[ ]∑∞

=ω+ω+=

1000 )sin()cos()(

nnn tnbtnaatf

maka haruslah

[ ] )sin()( 0dan 01

00 ∑∞

=ω=⇒==

nnn tnbtfaa (20.5)

CONTOH: Carilah deret Fourier dari bentuk gelombang persegi di samping ini.

Solusi:

Bentuk gelombang ini memiliki simetri ganjil, amplitudo A, perioda To = T.

; 0 ; 0o == naa

( ))cos(2)(cos1

)cos()cos(2

)sin()sin( 2

2

2/o2/

0oo

2/o

2/

0o

π−π+π

=

ω+ω−

ω=

ω−+ω= ∫∫

nnn

A

tntnTn

A

dttnAdttnAT

b

TT

T

T

T

Tn

Untuk n ganjil cos(nπ) = −1 sedangkan untuk n genap cos(nπ) = 1. Dengan demikian maka

v(t)

t

T A

−A

Page 282: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

275

( )

( ) genap untuk 0211

ganjil untuk 4

211

nn

Ab

nn

A

n

Ab

n

n

=−+π

=

π=++

π=

∑∞

π=⇒

ganjiln

tnn

Atv

,1o )sin(

4)(

Pemahaman: Pada bentuk gelombang dengan semetri ganjil, an = 0. Oleh karena itu sudut fasa harmonisa tanθn = bn/an = ∞ atau θn = 90o.

Simetri Setengah Gelombang. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri setengah gelombang jika f(t) = −f(t−To/2). Fungsi dengan sifat ini tidak berubah bentuk dan nilainya jika diinversi kemudian digeser setengah perioda. Fungsi sinus(ωt) misalnya, jika kita kita inversikan kemudian kita geser sebesar π akan kembali menjadi sinus(ωt). Demikain pula halnya dengan fungsi-fungsi cosinus, gelombang persegi, dan gelombang segitiga.

[ ]

[ ]∑

∑∞

=

=

ω−−ω−−+−=

π−ω−π−ω−+−=−−

1000

1000o

)sin()1()cos()1(

))(sin())(cos()2/(

nn

nn

n

nnn

tnbtnaa

tnbtnaaTtf

Kalau fungsi ini harus sama dengan

[ ]∑∞

=ω+ω+=

1000 )sin()cos()(

nnn tnbtnaatf

maka haruslah ao = 0 dan n harus ganjil. Hal ini berarti bahwa fungsi ini hanya mempunyai harmonisa ganjil saja.

Berikut ini diberikan formula untuk menentukan koefisien Fourier pada beberapa bentuk gelombang periodik. Bentuk-bentuk gelombang yang tercantum disini adalah bentuk gelombang yang persamaan matematisnya mudah diperoleh, sehingga pencarian koefisien Fourier menggunakan hubungan (20.3) dapat dilakukan.

Page 283: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 276

Penyearahan Setengah Gelombang:

Sinyal ini tidak simetris terhadap sumbu waktu; oleh karena itu 00 ≠a . Perhitungan a0, an, bn lebih mudah dilakukan dengan menggunakan relasi (3.12).

Penyearahan Gelombang Penuh Sinyal Sinus:

Sinyal ini memiliki simetri genap sehingga ia tidak mengandung komponen sinus; bn = 0 untuk semua n. Ia tidak simetris terhadap sumbu

waktu oleh karena itu 00 ≠a , dengan nilai dua kali lipat dari penyearahan setengah gelombang. Demikian pula halnya an untuk n genap bernilai dua kali lipat dari penyearahan setengah gelombang.

Sinyal Persegi:

Sinyal persegi yang tergam-bar ini memiliki simetri ganjil. Ia tidak mengandung komponen cosinus; an = 0 untuk semua n. Ia simetris terhadap sumbu waktu, jadi a0 = 0.

genap 0 ganjil; 4

; semua 0

00

nbnn

Ab

na

a

nn

n

=

==v

T0

A t

1 0 ; 2/

ganjil 0 genap; 1

/2

/

1

2

0

≠==

=−

π=

π=

nbAb

nann

Aa

Aa

n

nn

T0

t

v

nb

nann

Aa

Aa

n

nn

semuauntuk 0

ganjil 0 genap; 1

/4

/2

2

0

=

=−

π=

π=

T0

A

t

v

Page 284: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

277

Deretan Pulsa:

Sinyal yang tergambar ini memiliki simetri genap; bn = 0 untuk semua n.

Ia tidak simetris terhadap sumbu waktu, oleh karena itu 00 ≠a .

Sinyal Segitiga:

Sinyal segitiga yang tergambar ini mempunyai simetri genap; bn = 0 untuk semua n. Ia simetris terhadap sumbu waktu; a0 = 0.

Sinyal Gigi Gergaji:

Sinyal ini tidak simetris terhadap sumbu waktu; a0 = A / 2. Ia memiliki simetri ganjil; an = 0 untuk semua n.

20.3. Deret Fourier Bentuk Eksponensial

Deret Fourier dalam bentuk seperti (20.1) sering disebut sebagai bentuk sinus-cosinus. Bentuk ini dapat kita ubah kedalam cosinus seperti (20.2). Sekarang bentuk (20.2) akan kita ubah ke dalam bentuk eksponensial dengan menggunakan hubungan

nb

nann

Aa

a

n

n

semuauntuk 0

genap 0 ganjil; )(

8

0

n2

0

=

=

=v

t

T0

A

semuauntuk 0

sin2

/

0

00

nb

T

Tn

n

Aa

TATa

n

n

=

ππ

=

=v

t

T0

A

T

nn

Ab

na

Aa

n

n

semuauntuk

semuauntuk 0

2/0

π−=

==

T0

A

t

v

Page 285: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 278

2cos

α−α +=αjj ee

.

Dengan menggunakan relasi ini maka (20.2) akan menjadi

( )

∑∑

=

θ−ω−∞

=

θ−ω

=

θ−ω−θ−ω

=

++

++=

+++=

θ−ω++=

1

)(22

1

)(22

0

1

)()(22

0

10

220

00

00

22

2

)cos()(

n

tnjnn

n

tnjnn

n

tnjtnj

nn

nnnn

nn

nn

eba

eba

a

eebaa

tnbaatf

(20.6)

Suku ketiga (20.6) adalah penjumlahan dari n = 1 sampai n =∞. Jika penjumlahan ini kita ubah mulai dari n = −1 sampai n = −∞, dengan penyesuaian an menjadi a−n , bn menjadi b−n , dan θn menjadi θ−n, maka menurut (20.3) perubahan ini berakibat

tan

)sin()(2

)sin()(2

)cos()(2

)cos()(2

2/

2/0

0

2/

2/0

0

2/

2/0

0

2/

2/0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

nnn

n

n

nn

T

T

T

Tn

nT

T

T

Tn

a

b

a

b

bdttntfT

dttntfT

b

adttntfT

dttntfT

a

θ−=θ⇒−==θ

−=ω−=ω−=

=ω=ω−=

−−

−−

−−−

−−−

∫∫

∫∫

(20.7) Dengan (20.7) ini maka (20.6) menjadi

∑∑∞−

−=

θ−ω∞

=

θ−ω

++

+=

1

)(22

0

)(22

00

22)(

n

tnjnn

n

tnjnn nn eba

eba

tf

(20.8)

Suku pertama dari (20.8) merupakan penjumlahan yang kita mulai dari n = 0 untuk memasukkan a0 sebagai salah satu suku penjumlahan ini. Dengan cara ini maka (20.8) dapat ditulis menjadi

Page 286: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

279

∑∑∞+

−∞=

ω∞+

−∞=

ωθ− =

+=

n

tnj

n

tnjjnn eceeba

tf n )(n

)(22

00 2

)( (20.9)

Inilah bentuk eksponensial deret Fourier, dengan cn adalah koefisien Fourier yang mungkin berupa besaran kompleks.

22

22nnjnn

njba

eba

c−

=+

= θ− (20.10)

0 jika tan ;0 jika tan

dengan dan 2

1n

1n

22

>

=θ<

−=θ

θ=∠+

=

−−n

n

nn

n

n

nnnn

n

aa

ba

a

b

cba

c (20.11)

Jika an dan bn pada (20.3) kita masukkan ke (20.10) akan kita dapatkan

∫−ω−=−=

2/

2/0

0

0

)(1

2

T

T

tjnnnn dtetf

T

jbac n (20.12)

dan dengan (20.12) ini maka (20.9) menjadi

∑ ∫∑+∞

−∞=

ω−

ω−+∞

−∞=

ω

==

n

tnjT

T

tjn

n

tnj edtetfT

ectf )(2/

2/0

)(n

00

0

o0 )(1

)( (20.13)

Persamaan (20.11) menunjukkan bahwa 2|cn| adalah amplitudo dari harmonisa ke-n dan sudut fasa harmonisa ke-n ini adalah ∠cn. Persamaan (20.10) ataupun (20.12) dapat kita pandang sebagai pengubahan sinyal periodik f(t) menjadi suatu spektrum yang terdiri dari spektrum amplitudo dan spektrum sudut fasa seperti telah kita kenal di Bab-1. Persamaan (20.9) ataupun (20.13) memberikan f(t) apabila komposisi harmonisanya cn diketahui. Persamaan (20.12) menjadi cikal bakal transformasi Fourier, sedangkan persamaan (20.13) adalah transformasi baliknya.

Page 287: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 280

CONTOH: Carilah koefisien Fourier cn dari fungsi pada contoh-10.1.

Solusi :

( )2/sin2

1

ooo

2/2/

oo

2/

2/oo

2/

2/o

oo

oo

TnTn

A

j

ee

Tn

A

jn

e

T

AdteA

Tc

TjnTjn

T

T

tjnT

T

tjnn

ωω

=

−ω

=

ω−==

ω−ω−

ω−

−ω−

20.4. Transformasi Fourier

Spektrum Kontinyu. Deret Fourier, yang koefisiennya diberikan oleh (20.12) hanya berlaku untuk sinyal periodik. Sinyal-sinyal aperiodik seperti sinyal eksponensial dan sinyal anak tangga tidak dapat direpresentasikan dengan deret Fourier. Untuk menangani sinyal-sinyal demikian ini kita memerlukan transformasi Fourier dan konsep spektrum kontinyu. Sinyal aperiodik dipandang sebagai sinyal periodik dengan perioda tak-hingga.

Jika diingat bahwa ω0 = 2π/T0 , maka (20.13) menjadi

∑ ∫

∑ ∫∞

−∞=

ω−

ω−

−∞=

ω−

ω−

ω

π=

=

n

tjnT

T

tjn

n

tjnT

T

tjn

edtetf

edtetfT

tf

00

0

0

00

0

0

)(2

1

)(1

)(

02/

2/

2/

2/0 (20.14)

Kita lihat sekarang apa yang terjadi jika perioda T0 diperbesar. Karena ω0 = 2π/T0 maka jika T0 makin besar, ω0 akan makin kecil. Beda frekuensi antara dua harmonisa yang berturutan, yaitu

0000

2)1(

Tnn

π=ω=ω−ω+=ω∆

juga akan makin kecil yang berarti untuk suatu selang frekuensi tertentu jumlah harmonisa semakin banyak. Oleh karena itu jika perioda sinyal T0 diperbesar menuju ∞ maka spektrum sinyal menjadi spektrum kontinyu, ∆ω menjadi dω (pertambahan frekuensi infinitisimal), dan nω0 menjadi

Page 288: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

281

peubah kontinyu ω. Penjumlahan pada (20.14) menjadi integral. Jadi dengan membuat T0 → ∞ maka (20.14) menjadi

∫∫ ∫∞

∞−ω∞

∞−ω∞

∞−ω− ωω

π=ω

π= deFdedtetftf tjtjtj )(

2

1 )(

2

1)( (20.15)

dengan F(ω) merupakan sebuah fungsi frekuensi yang baru, sedemikian rupa sehingga

∫∞

∞−ω−=ω dtetfF tj )()( (20.16)

dan F(ω) inilah transformasi Fourier dari f(t), yang ditulis dengan notasi

[ ] )()( ω= FtfF

Proses transformasi balik dapat kita lakukan melalui persamaan (20.15).

)()( 1 ω= −Ftf

CONTOH: Carilah transformasi Fourier dari bentuk gelombang pulsa di samping ini.

Solusi :

Bentuk gelombang ini adalah aperiodik yang hanya mempunyai nilai antara −T/2 dan +T/2, sedangkan untuk t yang lain nilainya nol. Oleh karena itu integrasi yang diminta oleh (20.16) cukup dilakukan antara −T/2 dan +T/2 saja.

2/

)2/sin(

22/ )(

2/2/2/

2/

2/

2/

T

TAT

j

eeAe

j

AdteAF

TjTjT

T

tjT

T

tj

ωω=

−ω

−==ωω−ω

ω−−

ω−∫

Kita bandingkan transformasi Fourier (20.16)

∫∞

∞−ω−=ω dtetfF tj )()(

dengan koefisien Fourier

−T/2 0 T/2

v(t)

A

Page 289: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 282

∫−ω−=

−=

2/

2/0

0

0

)(1

2

T

T

tjnnnn dtetf

T

jbac n

(20.17)

Koefisien Fourier cn merupakan spektrum sinyal periodik dengan perioda

T0 yang terdiri dari spektrum amplitudo |cn| dan spektrum sudut fasa ∠cn,

dan keduanya merupakan spektrum garis (tidak kontinyu, memiliki nilai

pada frekuensi-frekuensi tertentu yang diskrit). Sementara itu

transformasi Fourier F(ω) diperoleh dengan mengembangkan perioda

sinyal menjadi tak-hingga guna mencakup sinyal aperiodik yang kita

anggap sebagai sinyal periodik yang periodenya tak-hingga. Faktor 1/T0

pada cn dikeluarkan untuk memperoleh F(ω) yang merupakan spektrum

kontinyu, baik spektrum amplitudo |F(jω)| maupun spektrum sudut fasa

∠ F(ω).

CONTOH: Gambarkan spektrum amplitudo dari sinyal pada contoh

sebelumnya.

Solusi :

Spektrum amplitudo

sinyal aperiodik ini

merupakan spektrum

kontinyu |F(jω)|.

2/

)2/sin()(

T

TAT

ωω=ωF

Pemahaman:

Sinyal ini mempunyai simetri genap. Sudut fasa harmonisa adalah

nol sehingga spektrum sudut fasa tidak digambarkan. Perhatikan

pula bahwa |F(ω)| mempunyai spektrum di dua sisi, ω positif

maupun negatif; nilai nol terjadi jika sin(ωT/2)=0 yaitu pada ω =

±2kπ/T (k = 1,2,3,…); nilai maksimum terjadi pada ω = 0, yaitu pada

waktu nilai sin(ωT/2)/(ωT/2) = 1.

-5 0

|F(ω)|

T

π−2

T

π−4

T

π−6

T

π2

T

π4

T

π60 ω

Page 290: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

283

CONTOH: Carilah transformasi Fourier dari f(t) = [A e−αt ] u(t) dan

gambarkan spektrum amplitudo dan fasanya.

Solusi :

0untuk

)()(

0

)(

0

)(

>αω+α

=ω+α

−=

==ω

∞ω+α−

∞ ω+α−∞

∞−ω−α−

∫∫

j

A

j

eA

dtAedtetuAeF

tj

tjtjt

αω−=ω∠=ωθ⇒

ω+α=ω⇒

−1

22

tan)()(

||)(

jF

AF

Pemahaman:

Untuk α < 0, tidak ada transformasi Fourier-nya karena integrasi

menjadi tidak konvergen.

20.3. Transformasi Balik

Pada transformasi Fourier transformasi balik sering dilakukan dengan

mengaplikasikan relasi formalnya yaitu persamaan (20.15). Hal ini dapat

dimengerti karena aplikasi formula tersebut relatif mudah dilakukan

CONTOH: Carilah f(t) dari

)(2)( ωπδ=ωF

+90o

−90o

θ(ω) 90 |F(ω)|

ω

A/α 25

Page 291: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 284

Solusi:

1 )1)((

)(22

1 )(2

2

1)(

0

0

=ωωδ=

ωωπδπ

=ωωπδπ

=

∫∫+

+

α

α

ω∞

∞−ω

d

dedetf tjtj

Pemahaman :

Fungsi 2πδ(ω) adalah fungsi di kawasan frekuensi yang hanya

mempunyai nilai di ω=0 sebesar 2π. Oleh karena itu e jωt juga hanya

mempunyai nilai di ω=0 sebesar e j0t =1. Karena fungsi hanya

mempunyai nilai di ω=0 maka integral dari −∞ sampai +∞ cukup

dilakukan dari 0− sampai 0+, yaitu sedikit di bawah dan di atas ω=0.

Contoh ini menunjukkan bahwa transformasi Fourier dari sinyal

searah beramplitudo 1 adalah 2πδ(ω).

CONTOH: Carilah f(t) dari

)(2)( α−ωπδ=ωjF

Solusi :

tjtj

tjtj

ede

dedetf

αα

αα

α

αω∞

∞−ω

=ωα−ωδ=

ωα−ωπδπ

=ωα−ωπδπ

=

∫∫+

+

)(

)(22

1 )(2

2

1)(

Pemahaman :

Fungsi 2πδ(ω−α) adalah fungsi di kawasan frekuensi yang hanya

mempunyai nilai di ω=α sebesar 2π. Oleh karena itu e jωt juga hanya

mempunyai nilai di ω=α sebesar ejαt. Karena fungsi hanya

mempunyai nilai di ω=α maka integral dari −∞ sampai +∞ cukup

dilakukan dari α− sampai α+, yaitu sedikit di bawah dan di atas ω=α.

Page 292: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

285

CONTOH: Carilah f(t) dari

[ ])()()( α−ω−α+ωαπ=ω uuA

F

Solusi :

[ ]

[ ]

t

tA

j

ee

t

A

jt

eeA

jt

eAde

A

deuuA

tf

tjtjtjtj

tjtj

tj

αα=−

α=−

α=

α=ω

απ

π=

ωα−ω−α+ωαπ

π=

α−αα−α

α

α−

ω∞

∞−ω

∞−ω

)sin(

22

2 1

2

1

)()(2

1)(

Pemahaman:

Dalam soal ini F(ω) mempunyai nilai pada selang −α<ω<+α oleh

karena itu e jωt juga mempunyai nilai pada selang frekuensi ini juga;

dengan demikian integrasi cukup dilakukan antara −α dan +α.

Hasil transformasi balik f(t) dinyatakan dalam bentuk sin(x)/x yang

bernilai 1 jika x→0 dan bernilai 0 jika x→∞. Jadi f(t) mencapai nilai

maksimum pada t = 0 dan menuju nol jika t menuju ∞ baik ke arah

positif maupun negatif. Kurva F(ω) dan f(t) digambarkan di bawah

ini.

F(ω)

ω +β −β 0

f(t)

A

t

Page 293: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 286

20.5. Dari Transformasi Laplace ke Transformasi Fourier

Untuk beberapa sinyal, terdapat hubungan sederhana antara transformasi Fourier dan transformasi Laplace. Sebagaimana kita ketahui, transformasi Laplace didefinisikan melalui (19.1) sebagai

∫∞ −=0

)()( dtetfsF st (20.18)

dengan s = σ + jω adalah peubah frekuensi kompleks. Batas bawah integrasi adalah nol, artinya fungsi f(t) haruslah kausal. Jika f(t) memenuhi persyaratan Dirichlet maka integrasi tersebut di atas akan tetap konvergen jika σ = 0, dan formulasi transformasi Laplace ini menjadi

∫∞ ω−=0

)()( dtetfsF tj (20.19)

Sementara itu untuk sinyal kausal integrasi transformasi Fourier cukup dilakukan dari nol, sehingga transformasi Fourier untuk sinyal kausal menjadi

∫∞ ω−=ω0

)()( dtetfF tj (20.20)

Bentuk (20.20) sama benar dengan (20.19), sehingga kita dapat simpulkan bahwa

0)()(

berlaku integrasi-didapat dan kausal )( sinyaluntuk

=σ=ω sFF

tf (20.21)

Persyaratan “dapat di-integrasi” pada hubungan (20.21) dapat dipenuhi jika f(t) mempunyai durasi yang terbatas atau cepat menurun menuju nol sehingga integrasi |f(t)| dari t=0 ke t=∞ konvergen. Ini berarti bahwa pole-pole dari F(s) harus berada di sebelah kiri sumbu imajiner. Jika persyaratan-persyaratan tersebut di atas dipenuhi, pencarian transformasi balik dari F(ω) dapat pula dilakukan dengan metoda transformasi balik Laplace.

CONTOH: Dengan menggunakan metoda transformasi Laplace carilah transformasi Fourier dari fungsi-fungsi berikut (anggap α, β > 0).

Page 294: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

287

[ ] )( sin)( c)

)()( b).

)( )( a).

3

2

1

tuteAtf

ttf

tueAtf

t

t

β=

δ==

α−

α−

Solusi:

α+ω=ω→

α−=→α+

=→

→= α−

jF

ps

AsF

tuAetf t

1)(

imag)sumbu kiri (di pole)(

integrasi-didapat dan kausal fungsi)()( a).

1

1

1)(1)(

integrasi-didapat dan kausal fungsi)()( b). 2

=ω→=→→δ=

FsF

ttf

[ ]

αω+ω−β+α=

β+α+ω=ω→

β±α−=→β+α+

=→

→β= α−

2)()(

im)sumbu kiri (di pole )(

)(

integrasi-didapat kausal, fungsi)( sin)( c).

22222

22

3

j

a

j

AF

jps

AsF

tuteAtf t

CONTOH: Carilah f(t) dari )4)(3(

10)(

+ω+ω=ω

jjF

Solusi :

Jika kita ganti jω dengan s kita dapatkan

)4)(3(

10)(

++=

sssF

Pole dari fungsi ini adalah p1 = −3 dan p2 = −4, keduanya di sebelah kiri sumbu imajiner.

Page 295: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 288

4

10

3

10)(

103

10 ; 10

4

10

43)4)(3(

10)(

42

31

21

+−

+=⇒

−=+

==+

=→

++

+=

++=

−=−=

sssF

sk

sk

s

k

s

k

sssF

ss

Transformasi balik dari F(ω) adalah :

[ ] )( 10 10)( 43 tueetf tt −− −=

20.6. Sifat-Sifat Transformasi Fourier

Kelinieran. Seperti halnya transformasi Laplace, sifat utama transformasi Fourier adalah kelinieran.

[ ] [ ][ ] )()( )(2)(1: maka

)()(dan )()( : Jika

21

21

ω+ω=+

ω=ω=

BFAFtBftAf

FtfFtf

F

FF 21 (20.22)

CONTOH: Carilah transformasi Fourier dari v(t) = cosβt.

Solusi:

Fungsi ini adalah non-kausal; oleh karena itu metoda transformasi Laplace tidak dapat di terapkan. Fungsi cosinus ini kita tuliskan dalam bentuk eksponensial.

[ ] [ ] [ ]tjtjtjtj

eeee β−β

β−β+=

+=β FFFF tcos2

1

2

1

2

Dari contoh 10.8. kita ketahui bahwa )(2 β−ωπδ=

ωtjeF

Jadi [ ] )()( β+ωπδ+β−ωπδ=βtcosF

Page 296: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

289

Diferensiasi. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut

)()( ωω=

Fj

dt

tdfF (20.23)

Persamaan (20.15) menyatakan

( )

)()(

)(2

1

)(2

1 )(

2

1)(

)(2

1)(

ωω=

ωωωπ

=

ωωπ

=

ωωπ

=→

ωωπ

=

∫∫

∞−ω

∞−ω∞

∞−ω

∞−ω

Fjdt

tdf

deFj

deFdt

ddeF

dt

d

dt

tdf

deFtf

tj

tjtj

tj

F

Integrasi. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.

)()0()(

)( ωδπ+ωω=

∫ ∞−

Fj

Fdxxf

tF (20.24)

Suku kedua ruas kanan (20.24) merupakan komponen searah jika sekiranya ada. Faktor F(0) terkait dengan f(t); jika ω diganti dengan nol akan kita dapatkan

∫∞

∞−= dttfF )()0(

CONTOH: Carilah transformasi Fourier dari f(t) = Au(t).

Solusi:

Metoda transformasi Laplace tidak dapat diterapkan untuk fungsi

anak tangga. Dari contoh (10.b) kita dapatkan bahwa [ ] 1)( =δ tF . Karena fungsi anak tangga adalah integral dari fungsi impuls, kita dapat menerapkan hbungan (20.24) tersebut di atas.

[ ] )(1

)()( ωπδ+ω

=δ= ∫ ∞− jdxxtu

tFF

Page 297: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 290

Pembalikan. Pembalikan suatu fungsi f(t) adalah mengganti t dengan −t. Jika kita membalikkan suatu fungsi, maka urutan kejadian dalam fungsi yang baru berlawanan dengan urutan kejadian pada fungsi semula. Transformsi Fourier dari fungsi yang dibalikkan sama dengan kebalikan dari transformasi Fourier fungsi semula. Secara formal hal ini dapat dituliskan sebagai

[ ] [ ] )()( maka )()( Jika ω−=−ω= FF tftf FF (20.25)

Menurut (20.16)

[ ]

[ ] [ ]

)( )(

)()()(

Misalkan ; )()(

ω−=ττ=

ττ−=τ=−→

τ=−−=−

∞−ωτ−

∞−

∞ωτ

∞−ω−

Fdef

defftf

tdtetftf

j

j

tj

FF

F

Sifat pembalikan ini dapat kita manfaatkan untuk mencari transformasi Fourier dari fungsi signum dan fungsi eksponensial dua sisi.

CONTOH: Carilah transformasi Fourier dari fungsi signum dan eksponensial dua sisi breikut ini.

Solusi :

Contoh 10.13. memberikan [ ] )(1

)( ωπδ+ω

=j

tuF maka

[ ] [ ]ω

=−−=j

tutut2

)()()sgn( FF

t 0

v(t)

1

−1 −u(−t)

u(t)

signum : sgn(t) = u(t) − u(−t)

0 t 0 eksponensial dua sisi :

e−α| t | = e−αt u(t) + e−α(−t) u(−t)

e−αt u(t)

v(t) 1

e−α(−t) u(−t)

Page 298: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

291

Contoh 10.10.a memberikan [ ]ω+α

=α−j

tue t 1)(F maka

[ ] [ ]22

)(||

2

)(

11

)()(

ω+α

α=ω−+α

+ω+α

=

−+= −α−α−α−

jj

tuetuee ttt FF

Komponen Nyata dan Imajiner dari F(ωωωω). Pada umumnya transformasi Fourier dari f(t), F(ω), berupa fungsi kompleks yang dapat kita tuliskan sebagai

ωθ

∞−

∞−

∞−ω−

ω=ω+ω=

ω−ω==ω ∫∫∫j

tj

eFjBA

dttstfjdttctfdtetfF

)()()(

in )( os )( )()(

dengan

∫∫∞

∞−

∞−ω−=ωω=ω dtttfBdtttfA sin)()( ; cos)()( (20.26)

ωω=ωθω+ω=ω −

)()(

tan)( ; )()()( 122

A

BBAF (20.27)

Jika f(t) fungsi nyata, maka dari (20.26) dan (20.27) dapat kita simpulkan bahwa

1. Komponen riil dari F(ω) merupakan fungsi genap, karena A(−ω) = A(ω).

2. Komponen imajiner F(ω) merupakan fungsi ganjil, karena B(−ω) =− B(ω).

3. |F(ω)| merupakan fungsi genap, karena |F(−ω)| = |F(ω)|.

4. Sudut fasa θ(ω) merupakan fungsi ganjil, karena θ(−ω) =− θ(ω).

5. Kesimpulan (1) dan (2) mengakibatkan : kebalikan F(ω) adalah konjugat-nya, F(−ω) = A(ω) − jB(ω) = F*(ω) .

6. Kesimpulan (5) mengakibatkan : F(ω) × F(−ω) = F(ω) × F*(ω) = |F(ω)|2.

7. Jika f(t) fungsi genap, maka B(ω) = 0, yang berarti F(ω) riil.

Page 299: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 292

8. Jika f(t) fungsi ganjil, maka A(ω) = 0, yang berarti F(ω) imajiner.

Kesimetrisan. Sifat ini dinyatakan secara umum sebagai berikut.

[ ] [ ] )( 2)( maka )()( Jika ω−π=ω= ftFFtf FF (20.28)

Sifat ini dapat diturunkan dari formulasi transformasi balik.

∫∫∞

∞−ω−

∞−ω−∞

∞−ω

ω=ω−πω

ωω=−π→ωω=π

detFft

deFtfdeFtf

tj

tjtj

)()( 2 : makakan dipertukar dan Jika

)()( 2 )()( 2

Pergeseran Waktu. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.

[ ] [ ] )()( maka )()( Jika ω=−ω= ω− FeTtfFtf TjFF (20.29)

Sifat ini mudah diturunkan dari definisinya.

Pergeseran Frekuensi. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.

[ ] [ ] )()(1 maka )()(1 Jika tfeFtfF tjβ=β−ω−=ω− FF (20.30)

Sifat ini juga mudah diturunkan dari definisinya.

Penskalaan. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.

[ ] [ ]

ω=ω=a

Fa

atfFtf||

1)( maka )()( Jika FF (20.31)

Tabel: Tabel-20.1 berikut ini memuat pasangan transformasi Fourier sedangkan sifat-sifat transformasi Fourier termuat dalam Tabel-20.2.

Page 300: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

293

Tabel-20.1. Pasangan transformasi Fourier.

Sinyal f(t) F(ω)

Impuls δ(t) 1

Sinyal searah (konstan) 1 2π δ(ω)

Fungsi anak tangga u(t) )(1 ωπδ+ωj

Signum sgn(t) ωj2

Exponensial (kausal) ( ) )( tue tα− ω+α j

1

Eksponensial (dua sisi) || te α− 22

2

ω+αα

Eksponensial kompleks tje β )( 2 β−ωδπ

Kosinus cosβt [ ])()( β+ωδ+β−ωδπ

Sinus sinβt [ ])()( β+ωδ−β−ωδπ− j

Tabel-20.2. Sifat-sifat transformasi Fourier.

Sifat Kawasan Waktu Kawasan Frekuensi

Sinyal f(t) F(ω)

Kelinieran A f1(t) + B f2(t) AF1(ω) + BF2(ω)

Diferensiasi dt

tdf )( jωF(ω)

Integrasi ∫ ∞−

tdxxf )( )( )0(

)( ωδπ+ωω

Fj

F

Kebalikan f (−t) F(−ω)

Simetri F (t) 2π f (−ω)

Pergeseran waktu f (t − T) )(ωω− Fe Tj

Pergeseran frekuensi e j β t f (t) F(ω − β)

Penskalaan |a| f (at)

ωa

F

Page 301: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 294

Soal-Soal

Deret Fourier Bentuk Sinus-Cosinus.

1. a). Tentukan deret Fourier dari fungsi yang digambarkan berikut ini.

b). Carilah koefisien kompleks deret

a).

b).

c).

d).

e).

v 1ms

t

10V

−5V

v

t

20ms

150V

v

t

20ms 150V

t

v 10V

1ms

t

v

5V

−5V

1ms

Page 302: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

295

Transformasi Fourier

2. Carilah transformasi Fourier dari bentuk-bentuk gelombang berikut:

a). [ ])()()( TtutuT

Attv −−=

b).

−−

+

π=44

2cos)(

Ttu

Ttu

T

tAtv

c).

−−

+

π+=22

2

cos12

)(T

tuT

tuT

tAtv

d). )(22)( tutv +=

e). )(6)sgn(2)( tuttv +−=

f). [ ] )2( )sgn(2)(2)( 2 +δ+= − tttuetv t

g). )2(2)2(2)( )2(2)2(2 ++−= +−−− tuetuetv tt

3. Tentukan transformasi balik dari fungsi-fungsi berikut:

a). || )( ωα−απ=ω eF

b). [ ])()()( β−ω−β+ωβ

π=ω uuA

F

c). )50( )20(

1000)(

+ω+ω=ω

jjF

d). )50( )20(

)(+ω+ω

ω=ωjj

jF

e). )50( )20(

)(2

+ω+ωω−=ω

jjF

f). )50( )20(

1000)(

+ω+ωω=ω

jjjF

Page 303: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Sudaryatno Sudirham, “Pilihan Topik Matematika” 296

g). )50( )50(

500)(

+ω+ω−ω=ωjj

jF

h). )50( )50(

5)(

+ω+ωω=ωjj

jF

i). )50( )50(

5000)(

+ω+ω−ω=ω

jjjF

j). 2500200

)(5000)(

2 +ω+ω−ωδ=ω

jF

k). ω−+ωδπ=ω 2)( 4)( eF

l). ω

−ωδπ=ωω−

j

e j2)4( 4)(F

m). )2(

)1(4)( 4)(

ω+ω+ω+ωδπ=ω

jj

jF

n). ω−+ωδπ=ω 2)( 4)( eF

o). )2( 4)2( 4)( 4)( +ωδπ+−ωδπ+ωδπ=ωF

Page 304: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Biodata Penulis

297

Daftar Pustaka

1. George B Thomas, “Calculus And Analytic Geometry”, addison Wesley, 1956.

2. Erwin Kreyszig, “Advanced Engineering Mathematics”, John Wiley & Son, Inc, 1988.

3. D.W. Jordan, P. Smith, “Mathematical Techniques”, Oxford U Press, 3rd edition, 2002

4. Sudaryatno Sudirham: ”Analisis Rangkaian Listrik”, Penerbit ITB, 2002.

5. Sudaryatno Sudirham, “Mengenal Sifat Material 1”, Darpublic, Bandung, 2010.

6. Sudaryatno Sudirham: ”Analisis Rangkaian Listrik Jilid-1”, Darpublic, Bandung, 2012.

7. Sudaryatno Sudirham: ”Analisis Rangkaian Listrik Jilid-2”, Darpublic, Bandung, 2012.

8. Sudaryatno Sudirham: ”Analisis Rangkaian Listrik Jilid-3”, Darpublic, Bandung, 2012.

Page 305: eecafedotnet.files.wordpress.com · iii Pengantar Buku ini berisi bahasan mengenai topik-topik matematika yang dipilih terkait dengan penggunaannya dalam Analisis Rangkaian Listrik

Biodata Penulis

298

Biodata Penulis

Nama: Sudaryatno Sudirham Lahir: 26 Juli 1943, di Blora. Istri: Ning Utari Anak: Arga Aridarma, Aria Ajidarma.

Pendidikan & Pekerjaan: 1971 : Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung. 1982 : DEA, l’ENSEIHT, INPT, Perancis. 1985 : Doktor, l’ENSEIHT, INPT, Perancis. 1972−2008 : Dosen Teknik Elektro, ITB.

Training & Pengalaman lain: 1974 : TERC, UNSW, Australia; 1975 − 1978 : Berca Indonesia PT, Jakarta; 1979 : Electricité de France, Perancis; 1981 : Cour d”Ete, Grenoble, Perancis; 1991 : Tokyo Intitute of Technology, Tokyo, Jepang; 2005 : Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand; 2005 − 2009 : Tenaga Ahli, Dewan Komisaris PT PLN (Persero); 2006 − 2011 : Komisaris PT EU – ITB.