!! fix gabungan bab3

Upload: karuhun-tigoah

Post on 20-Jul-2015

148 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

3.1 RUANG LINGKUP DAN LANGKAH KEGIATAN Terdapat beberapa tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Secara garis besar kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut terdiri atas 6 tahap utama yang meliputi:

Persiapan Survey Penyusunan Laporan Pendahuluan (Inception Report) Tahap Survey dan Observasi Lapangan, diakhiri dengan penyususnan Kegiatan Analisis (Penyusunan Interim Report) dengan hasil berupa Penyusunan Laporan Akhir/Rencana (Final Report)

Laporan Hasil Survey Laporan Fakta dan Analisa

Secara lebih terinci, uraian mengenai proses perencanaan dan ruang lingkup materi pekerjaan dari setiap tahapan akan disajikan di bawah ini : 1. Persiapan Survey Dalam proses persiapan ini, kegiatan yang dilaksanakan adalah: Persiapan dasar Berupa studi literatur dan pengkajian materi yang tercantum dalam rencana dalam skala yang lebih luas. Disamping itu dilakukan pula penelaahan peraturan-peraturan pemda, kebijaksanaan pembangunan pada skala kota maupun regional serta masukan lain dari berbagai sumber. survei, Persiapan teknik survei Berupa penyiapan peta dasar, kerangka studi bagi teknik daftar data dan pertanyaan, serta persiapan administrasi. 2. Penyusunan laporan pendahuluan Laporan ini merupakan laporan awal dalam penyusunan RTBL yang akan membahas mengenai latar belakang, maksud, tujuan, lingkup dan batasan pembahasan; kebijaksanaan pembangunan Kota Yogyakarta, teori-teori yang mendukung

penyusunan RTBL; cakupan/ruang lingkup, langkah, dan alokasi waktu kegiatan; struktur organisasi serta pembagian kerja pelaksana kegiatan. 3. Tahap Survey dan Observasi Lapangan Kegiatan ini meliputi kegiatan survei dan kompilasi data yang pada intinya adalah proses inventarisasi dan kompilasi data-data primer dan sekunder. Pekerjaan yang dilakukan meliputi: a. Survei data instansional Berupa pengumpulan dan kompilasi data dari instansi terkait. Informasi ini tersaji dalam bentuk gambar, peta, dan angka yang menjelaskan data-data regional dalam wilayah studi. b. Survei lapangan Kegiatan ini bertujuan untuk menyesuaikan data yang diperoleh dari instansi dengan kondisi lapangan yang ada. Hasilnya berupa peta-peta observasi lapangan. Data-data primer tersebut terdiri dari: Pola penggunaan lahan, perpetakan lahan, dan sistem pusatPola pemanfaatan ruang yang meliputi kawasan kawasan pusat pelayanan, kepadatan dan distribusi penduduk terbangun dan tak terbangun, kawasan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa (perniagaan, pemerintahan, fasilitas umum, transportasi, pariwisata, dll), kawasan perindustrian. garis Sistem Transportasi/ Pergerakan meliputi sirkulasi, jalan, Wujud Bangunan dan Intensitas Pembangunan meliputi sempadan bangunan (garis sempadan pedestrian, parkir, halte, penyeberangan.

samping/belakang dan muka bangunan; Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Koefisien Daerah Hijau, Koefisien Tapak Basement, Ketinggian Bangunan,

Elevasi/Peil, Orientasi Bangunan, Bentuk Dasar Banguna, Bahan bangunan Eksterior, Pertandaan/Signage, Fasilitas Lingkungan meliputi fasilitas pendidikan, peribadatan, kesehatan, perkantoran, dan bangunan umum serta ruang terbuka hijau. Utilitas Lingkungan meliputi listrik, air bersih, telepon, gas, drainase dan pengelolaan sampah serta sanitasi. 4. Kegiatan Analisis Semua dan data yang telah diinventarisir perenanaan dalam yang langkah dapat sebelumnya dianalisis berdasarkan prinsip-prinsip pendekatan metode analisis dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap analisa ini antara lain: Analisa guna lahan

Langkah ini berisi analisa mengenai keterkaitan peruntukan lahan secara mikro dalam wilayah studi dengan peruntukan lahan pada skala yang lebih besar. Disamping itu tercakup pula analisa kemungkinan atau kecenderungan perubahan fungsi lahan secara mikro. Langkah Analisa perpetakan analisa perpetakan berisi mengenai blok

perencanaan yang terdiri dari gabungan beberapa persil atau kapling tanah dan sistem kavling atau tanah persil tanah. Analisa nilai intensitas

Berisi analisis mengenai daya dukung lahan yang dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas, potensi, daya dukung lahan, sumber daya, serta perkembangan teknologi dan analisa intensitas ini meliputi Analisa komponen bangunan yang meliputi komponen bangunan, ketinggian dan jarak bangunan, kepadatan bangunan, kooefisien dasar, KDB, KLB, GSB, kemunduran bangunan, GMB, GSmB, GSbB, elevasi, amplop bangunan dan perpetakan tanah.

Analisa sistem perhubungan

Analisa yang dilakukan merupakan analisa hubungan keterkaitan fungsi dan sarana-sarana pergerakan pada wilayah studi serta besaran masing-masing sarana tersebut yang meliputi jalan, parkir, pedestrian way, intermoda, penyeberangan, dan pemberhentian. Analisa penyediaan ruang terbuka

Langkah ini dilakukan untuk menganalisa program kebutuhan hutan kota yang meliputi taman, ruang terbuka hijau yang memperhatikan aspek-aspek fungsional, sosial, dan ekologi. Analisa bangunan dan lingkungan

Tahap ini berisi analisa mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan bangunan dan lingkungan pada wilayah perencanaan. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi analisa aspek-aspek sebagai berikut :

Aspek lingkungan dari segi orientasi, sirkulasi udara, sinar

matahari, view, iklim mikro, struktur geologi tanah/daya serap tanah, dan topografi Indikasi sarana dan prasarana dari segi air bersih, pematusan, Elemen-elemen bangunan dan lingkungan Indikasi tipologi bangunan dari nilai-nilai drainase, listrik, telepon, pemadam kebakaran, reklame, dsb.

budaya/arsitektural tradisional/lingkungan Umur rata-rata bangunan Kondisi bangunan (material, bahan, kondisi) Non fisik; merupakan analisa dari segi dampak sosial,

psikologi, dan ekonomi. Selain analisis-analisis diatas, dilakukan juga analisa atau kajian panduan-panduan sebagai berikut: a) Panduan rancangan elemen-elemen spesifik yang meliputi kajian terhadap: Rancangan wujud bangunan/tipologi Rancangan ruang terbuka

Rancangan pedestrian Rancangan parkir Rancangan tempat penyeberangan (jembatan, zebra cross) Rancangan pemberhentian/halte Rancangan utilitas lingkungan b) Panduan peraturan tentang bangunan pada wilayah perencanaan yang meliputi kajian terhadap Pengaturan bangunan (building code sector) Pengaturan RTBL (zoning code sector) Pengaturan administrasi pelaksanaan/program dan pengendalian pembangunan serta peran swasta Pengaturan kemungkinan-kemungkinan insentif dan disinsentif Pengaturan perijinan bangunan Peraturan bangunan Setelah proses analisa selesai dilaksanakan, maka didapatkan konsep terhadap masing-masing komponen yang telah dibahas dalam bentuk Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Konsep tersebut meliputi: Konsep umum atau strategis penataan bangunan wilayah Konsep rencana pemanfaatan ruang lingkungan perencanaan perkotaan mencakup: Konsep penataan guna lahan Konsep tata letak dan pemanfaatan bangunan & Konsep penataan jaringan utilitas lingkungan Konsep penataan jaringan sirkulasi pemanfaatan bangunan atau fungsi

lingkungan

Konsep penataan RTH dan penghijauan Konsep rancangan detail

Penyusunan rancangan rencana ini juga berisikan rancangan rencana yang meliputi: Rancangan rencana tapak pemanfaatan ruang utilitas Ketentuan (Pra Rencana Teknik) sempadan bangunan, KDB, KLB, ketinggian bangunan, elevasi, bentuk dasar bangunan, selubung bangunan, pertandaan, bahan bangunan, dan ketentuan bangunan lainnya. 5. Penyusunan Laporan Akhir/Rencna Merupakan seminar tahap akhir dalam dilakukan, penyusunan merevisi RTBL yang dilakukan. Berupa tindak lanjut dari hasil kegiatan diskusi dan yang telah kekurangankekurangan yang ditemukan dan memantapkan usulan-usulan konsep yang ada. Kegiatan ini mencakup dua usulan pokok yaitu: a. Usulan rencana penataan bangunan Rancangan rencana perpetakan lahan lingkungan perkotaan Rancangan rencana tata letak bangunan dan pemanfaatan Rancangan rencana tata letak jaringan pergerakan hingga Rancangan rencana tata letak jaringan utilitas Rancangan rencana ruang hijau dan penghijauan

bangunan pedestrian dan jalan setapak, perpakiran, halte dan penyeberangan

Arahan pelaksanaan pembangunan Ketentuan letak dan penampang (Pra Rencana Teknik) Ketentuan letak dan penampang (Pra Rencana Teknik) jaringan Ketentuan letak dan penampang (Pra Rencana Teknik) jaringan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung pergerakan

Pada langkah ini dilakukan kegiatan sebagai berikut: Program bangunan dan lingkungan yang terdiri dari: 1. 2. 3. Macam-macam bangunan Luasan tiap bangunan Jumlah tiap jenis bangunan

Pengendalian program dan pelaksanaan Program investasi Rencana, yang meliputi: 1. Rencana penataan guna lahan termasuk didalamnya rencana perpetakan lahan 2. Rencana tata letak dan pemanfaatan bangunan dan lingkungan, yang meliputi ketinggian dan kedalaman bangunan, garis sempadan bangunan, KDB dab KLB, elevasi/peil, gubahan bassa, orientasi bangunan, bentuk dasar bangunan, selubung bangunan, skyline, dan material exterior 3. Rencana tata letak jaringan pergerakan lingkungan perkotaan yang terdiri dari rencana sirkulasi, jalan, pedestrian, parkir,dan jembatan penyeberangan. 4. Rencana tata letak utilitas lingkungan perkotaan yang meliputi jaringan-jaringan utilitas kota seperti jaringan listrik, telepon, air bersih, dan drainase 5. Rencana ruang hijau dan penghijauan yang meliputi pertamanan, 6. Rencana detail pola ruang luar, dan amenity/kelengkapan jalan

b. Usulan Pedoman penataan bangunan Pada langkah ini kegiatan pokok yang dilakukan adalah penyusunan usulan pedoman penataan bangunan yang mencakup dua pokok panduan yaitu : Panduan rancangan wujud bangunan 1. 2. Rancangan pedestrian Rancangan parkir

3. 4. 5. 6.

Rancangan jembatan penyeberangan dan halte Rancangan utilitas lingkungan Rancangan wujud bangunan Rancangan ruang terbuka (lingkungan luar)

Panduan penyusunan peraturan tentang bangunan pada wilayah perencanaan, yang meliputi : 1. 2. Pengaturan keselamatan bangunan Pengaturan teknis mengenai bangunan dan lingkungan yang

meliputi persyaratan komponen bangunan (bukaan jendela, pintu, halaman, dsb), ketinggian bangunan, garis sempadan bangunan, fasade bangunan, KDB dan KLB, orientasi bangunan, selubung bangunan dan persyaratan material eksterior. 3.2 METODOLOGI PENDEKATAN 3.2.1 Review Kebijaksanaan Pembangunan Kota Pengkajian kebijaksanaan pembangunan kota ini dimaksudkan untuk mengetahui arah dan tujuan serta maksud pembangunan regional yang telah dicanangkan. Informasi mengenai kebijaksanaan ini deperoleh dari RUTRK Kota Yogyakarta Tahun 1994-2004 3.2.2 Pengkajian Perencanaan Pengkajian potensi dan permasalahan wilayah perencanaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi dan situasi eksisting wilayah perencanaan ditinjau dari beberapa aspek, yang berkaitan dengan rencana yang akan disusun. Untuk mendapatkan informasi yang optimal, pada tahapan ini dilaksanakan hal-hal sebagai berikut: A. Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : Melakukan persiapan pengumpulan data yang terbagi menjadi dua macam persiapan dasar yaitu : Potensi Dan Permasalahan Wilayah

Persiapan dasar berupa studi literatur dilakukan

dengan cara penelaahan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK), Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan serta data data yang pemerintah daerah setempat

berkaitan dengan kawasan studi seperti Kota Dalam Angka dan Monografi Kecamatan. Persiapan teknik survei berupa penyiapan peta-peta dasar (skala 1:1000), penyiapan kerangka studi dalam teknik survei, penyiapan daftar data yang diperlukan serta pertanyaan-pertanyaan mengenai keadaan kota, kawasan studi, potensi dan masalah, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan studi perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang akan dilaksanakan, penyiapan administratif berupa surat survei dan lain-lain. Melakukan inventaris data yaitu pengumpulan data-data yang Rencana Tata Ruang (RDTRK,RUTRK) Peraturan Daerah Program pembangunan atau prasarana teknis Kota dan yang yang sarana sedang akan infrastruktur Pemerintah berkaitan dengan kawasan studi :

lingkungan dilaksanakan

Kebijaksanaan

diberlakukan pada kawasan studi Inventarisasi bangunan yang ada pada wilayah yang dapat atau yang dijadikan titik awal lain perencanaan perencanaan Telaah arsitektural tradisional sumber-sumber menunjukkan arsitektural identitas

kawasan yang studi

Informasi-informasi yang berkaitan dengan kawasan Melakukan pengamatan lapangan, hal ini dimaksudkan untuk

studi. memperoleh gambaran gambaran tentang kondisi eksisiting kawasan dan memperoleh data-data lapangan yang tidak dapat diperoleh dari studi literatur. Langkah-langkah yang dilakukan pada pengamatan lapangan adalah sebagai berikut: Pengambilan gambar-gambar obyek-obyek terpilih yang mendukung penyusunan rencana (potret, video kamera ataupun slide) Gambar eksisiting tata bangunan dari kawasan dengan skala 1 : 1000 dan dalam kondisi data terbaru yang nantinya akan dicek kebenarannya. Sketsa-sketsa gambar, potret ataupun foto montase dari bangunan-bangunan baik mengenai tata letak, bentuk, ornamen-ornamen, ataupun arsitektural yang khas yang memberikan nilai identitas kawasan. Identifikasi lahan yang mencakup fisik dasar, status kepemilikan tanah, dan penggunaan lahan. Identifikasi lingkungan, yang meliputi identitas lingkungan, Identifikasi bangunan, yang meliputi kondisi bangunan, ruang terbuka, perabot kota. kemunduran bangunan, jumlah lantai, KDB faktual, wajah bangunan, penggunaan bangunan, kesejahteraan. Identifikasi sistem sirkulasi, yaitu mengenai kondisi, fungsi, arus lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki serta perhitungan LHR, kapasitas dan volume jalan. Identifikasi utilitas, terdiri dari : Sistem jaringan telpon dan listrik Pada sistem jaringan lisrik mencakup lokasi, jenis tegangan dan kabel sedangkan pada telpon meliputi sistem jaringannya Sistem jaringan air bersih

Sistem jaringan air bersih terdiri dari sistem sumber, transmisi dan distribusi air bersih disepanjang koridor Jalan Magelang. Sistem jaringan drainase Sistem jaringan drainase meliputi lebar drainase, lokasi drainase, kedalaman (ketinggian), hirarkhi drainase, panjang drainase, bentuk dari drainase, jenis drainase dan bahan salurannya. Identifikasi perabot kota, seperti penghijauan, reklame, PKL, Identifikasi potensi dan permasalahan, yang meliputi potensiboks telpon, halte, identitas lingkungan dan lainnya.

potensi wilayah perencanaan yang dapat mendukung identitas kawasan seperti adanya bangunan-bangunan bersejarah maupun adanya landmark dan skluptur. Selain itu perlu juga diperhatikan mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan wilayah perencanaan baik itu yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap wilayah perencanaan dan kawasan-kawasan lain disekitarnya, misalnya adanya permasalahan yang berdampak pada munculnya bangkitan lahan lanjutan (multipler effect), adanya perubahan atau penyimpangan tata guna lahan, atau permasalahan yang menimbulkan kegiatan-kegiatan baru B. Analisis Data Tahap analisis berisi pengkajian data dari sumber-sumber yang ada, baik berupa potensi atau masalah untuk merumuskan usulan alternatif konsep RTBL. Tahap analisis dalam RTBL antara lain : 1. Analisis Deskriptif - Evaluatif Analisis ini digunakan untuk dapat menyusun karakteristik wilayah studi yang mencakup guna lahan, intensitas, jaringan utilitas lingkungan, system perhubungan, RTH, bangunan dan lingkungan. Adapun analisis yang digunakan untuk memperoleh setiap karakteristik tersebut yaitu : Analisis Guna Lahan Analisis guna lahan meliputi analisis lahan makro dan analisis lahan mikro. Metode pendekatan yang digunakan dalam analisis lahan makro yakni dengan meninjau

dokumen RTRK Kota Yogyakarta, dan rencana-rencana kota yang telah di-perdakan. Sedangkan analisis lahan mikro menggunakan metode pendekatan superimposed yakni melakukan overlay dari peta tematik dengan yaitu peta hasil survey primer di lapangan, sehingga dapat di peroleh derajat deviasi dari koridor Jalan Magelang Kota Yogyakarta. Analisis Perpetakan Lahan pendekatan lahan yang adalah digunakan dengan dalam analisis mengklasifikasikan Metode

perpetakan

perpetakan tanah berdasar Keputusan Menteri Kimpraswil nomor 327/KPTS/M/2002 Bab VI, yang membagi 8 klasifikasi petak peruntukan dan penggal jalan sebagai berikut :Tabel 3.1 Klasifikasi Petak TanahKlasifikasi I II III IV V VI VII Keterangan Sistem Blok Kapling Sangat Besar Kapling Besar Kapling Sedang Kapling Kecil Kapling Sangat Kecil Rumah Susun Luasan (dalam m2) > 2500 1000 - 2500 600-1000 250-600 100-250 50-100 < 50

Sumber: Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 Bab VI

Metode yang dapat dipakai dalam analisis peretakan yaitu dengan memaskkkan perpetakan masing-masing bangunan dalam klasifikasi yang sesuai dengan pengklasifikasian diatas dan mengukur prosentase perpetakan bangunan. Analisis Nilai Intensitas Bangunan Aspek-aspek penilaian intensitas dianalisis secara umum yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut: 1. Kepadatan Bangunan

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis evaluatif dengan memperbandingkan antara luas lahan keseluruhan menyangkut dengan aspek luas jarak persil dan bangunan yang antar kerenggangan

bangunan yang terkait dengan banyaknya bangunan

yang ada di wilayah studi, sehingga dapat menentukan apakah wilayah studi temasuk pada wilayah dengan kepadatan bangunan tinggi atau rendah.

Gambar 3.1 Pedoman Menentukan Kerenggangan Bangunan

Keterangan: Tinggi : H = 1 D kerenggangan bangunan Y minimum 3 m untuk H = 8 m, selanjutnya variabel dari fungsi sudut 77o 2. Bidang Muka (fasade) Bangunan Metode yang digunakan adalah analisis foto series dari hasil pengamatan survey primer untuk mengendalikan arah hadap dan bentuk muka bangunan yang ada di wilayah studi. 3. Garis Sempadan Bangunan rumus untuk menentukan garis sempadan Metode yang digunakan adalah metode analisis evaluatif dengan mengoperasionalkan bangunan, sehingga dapat mengetahui bangunan-bangunan yang m melampaui garis sempadan.

Umumnya pengaturan sempadan ini merupakan 0,5 dari Ruang Milik Jalan (Rumija), khusus untuk daerah perencanaan dilakukan dengan menggunakan standar ideal jarak antara pagar dengan bangunan, yaitu dengan rumus :D = 1 L +1m 2

L = lebar jalan D = jarak pagar bangunan Rumus tersebut merupakan penggunaan untuk kondisi ideal bagi penentuan sempadan bangunan pada kawasan yang masih tersedia dan belum terbangun. Pada kawasan yang telah dibangun, perencanaan sempadan jalan dan bangunan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan jaringan yang telah terbentuk, sehingga dengan demikian harus dilakukan penyesuaian jarak sempadan dengan bangunannya.

Gambar 3.2 Garis Sempadan Bangunan

4.

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan evaluatif. Analisis deskriptif dengan metode estimasi KDB di wilayah studi. Sedangkan analisis evaluatif dengan cara membandingkan kesesuaian antara KDB hasil survey primer dengan ketentuan KDB di RDTRK Kecamatan Gadingrejo Koya Yogyakarta. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) merupakan nilai perbandingan antara area terbangun dengan luas k kapling yang ada, atau :KDB = Area terbangun Luas kapling

5.

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan evaluatif. Analisis deskriptif dengan metode estimasi KLB di wilayah studi. Sedangkan analisis evaluatif dengan cara membandingkan kesesuaian antara KLB hasil survey primer dengan ketentuan KLB di RDTRK Kecamatan Gadingrejo Kota Yogyakarta. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan nilai perbandingan antara luas lantai keseluruhan dengan luas kapling, atau : = Luas lantai keseluruha n Luas kapling

KLB 6.

=

Garis Muka Bangunan (GMB) Garis Muka Bangunan di kawasan perencanaan memberikan arahan mengenai jarak antara bagian paling depan dari bangunan dengan pagar halaman.

Gambar 3.3 Garis Muka Bangunan

7.

Garis Samping Bangunan (GSmB) Merupakan garis batas samping suatu persil dengan lahan terbangunnya.

Gambar 3.4 Garis Samping Bangunan

8.

Garis Belakang Bangunan (GSsB) M Merupakan garis batas belakang suatu persil dengan lahan terbangunnya

Gambar 3.5 Garis Belakang Bangunan

9.

Ampelop bangunan (building envelope) Adalah merupakan batasan maksimum ruang yang diijinkan untuk dibangun. Batas maksimum ruang tersebut adalah perkalian faktor luas lantai yang diijinkan dengan faktor ketinggian maksimum bangunan dalam wilayah kota, di mana tapak berada. Ketinggian maksimal bangunan Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis evaluatif dengan cara mengoperasionalkan rumus tinggi puncak bangunan makimum sehingga dapat mengetahui dan mengendalikan ketinggian bangunan yang ada di wilayah studi. Tinggi maksimum bangunan pada umumnya ditentukan berdasarkan ketentuan:

h = 1Dimana: h d m

1 d 2

= tinggi puncak bangunan maksimum. = jarak antara proyeksi puncak bangunan pada lantai dasar terhadap sumbu jalan yang berdampingan. Jika lebar jalan yang berdampingan < 20 m maka titik sudut ditetapkan pada as jalan. Jika lebar jalan yang berdampingan > 20 m maka titik sudut ditetapkan 10 m dari garis sempadan pagar ke jalan.

Gambar 3.6 Pedoman Menentukan Tinggi Bangunan

Keterangan: h d = tinggi puncak bangunan maksimum = jarak antara proyeksi puncak bangunan yang dicari pada lantai dasar dengan sumbu (as) jalan yang berdampingan h dan d merupakan variabel dari fungsi sudut dan Jarak bangunan Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis evaluatif dengan mengoperasionalkan rumus jarak bangunan 1 dengan bangunan 2 sehingga dapat mengetahui dan mengendalikan jarak antar bangunan. Jarak bangunan yang dimaksudkan di sini adalah jarak antar bangunan yang berada di dalam persil yang sama. Sesuai konsep yang dirumuskan, jarak bangunan untuk berbagai ketinggian, diusulkan sebagai berikut :0,5h1 + 0,5h2 1 2

d

=

Dimana : d = jarak bangunan 1 dengan bangunan 2 (dalam meter) h1 = tinggi bangunan 1 (dalam meter) h2 = tinggi bangunan 2 (dalam meter)

Gambar 3.7 Pedoman Menentukan Jarak Antar Bangunan

dari

Bidang Muka (fasade) Bangunan hasil pengamatan arah survey dan primer bentuk untuk muka

Metode yang digunakan adalah analisis foto series mengendalikan hadap

bangunan yang ada di wilayah studi.

Analisis Sistem Hubungan (Linkage System) Adapun aspek-aspek yang akan dianalisis berupa kaitan/besaran antara lain: Jaringan Jalan Metode dan analisis deskriptif yang digunakan jalan adalah observasi lapangan dengan pengukuran dimensi jalan mengklasifikasikan hirarkhi berdasarkan standart hirarkhi jalan.Tabel 3.2 Tabel Standar Perencanaan Hirarki Jalan

Arteri primer

Arteri sekunder

Kolektor primer

Kolektor sekunder

Jal an yang menghubungka n secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Ke cepatan rencana paling rendah 60 km/jam Le bar badan jalan paling sedikit 11 meter Me mpunyai kapasitas yang lebih besar dari kapasitas ratarata Lal u lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal Ju mlah jalan masuk dibatasi

Jal an yang menghubungka n kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Ke cepatan rencana paling rendah 30 km/jam Le bar badan jalan paling sedikit 11 meter Me mpunyai kapasitas yang lebih besar dari kapasitas ratarata Lal u lintas cepat tidak boleh terganggu oleh

Jal an yang menghubungka n secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal Ke cepatan rencana paling rendah 40 km/jam Le bar badan jalan paling sedikit 9 meter Ju mlah jalan masuk dibatasi Tid ak terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan

Jal an yang menghubungka n secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal Ke cepatan rencana paling rendah 40 km/jam Le bar badan jalan paling sedikit 9 meter Ju mlah jalan masuk dibatasi Tid ak terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan

Tid ak terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan

lalu lintas lambat

perkotaan

perkotaan

Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006

Dimensi jalan atau pola penampang melintang jalan terdiri dari tiga variabel, yaitu: Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) Segmen Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) berdasarkan : Konstruksi : badan jalan, saluran tepi jalan (drainase) dan ambang pengamannya diperuntukkan bagi median jalan, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, trotoar, gorong-gorong, jembatan dan bangunan pelengkap jalan. Fungsi : berdasarkan sifat dan pergerakan dan batasan muatan lalu lintas dalam sistem jaringan jalan primer dan sekunder, fungsi jalan dibedakan: jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan lingkungan. Ruang Milik Jalan (Rumija) Terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur dengan batasan tanah tertentu di luar Ruang manfaat Jalan, merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu. Ketentuan lebar ruang manfaat jalan sebagai berikut : Jalan bebas hambatan/ jalan tol Jalan raya :30 meter :25 meter

Jalan sedang Jalan kecil

:15 meter :11 meter

Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja)

Merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang pemanfaatannya ada di bawah Pengawasan Pembina Jalan, diperuntukkan bagi pandangan dan pengaman konstruksi/ fungsi jalan. Larangan-larangan dalam Ruwasja merupakan larangan yang dapat mengganggu pandangan bebas para pengguna jalan dan konstrusi jalan. Ketentuan lebar Ruwasja dari batas badan jalan paling luar sebagai berikut : Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Lokal Primer Jalan Lingkungan Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Sekunder Daerah untuk Jembatan dan hilir :15 meter :10 meter :7 meter :5 meter :15 meter :5 meter :3 meter :100 meter ke arah hulu

Gambar 3.8 Penampang Melintang Jalan di Daerah Perkotaan

Tingkat Pelayanan Jalan Metode pelayanan kecepatan yang jalan digunakan adalah rumus jalan, dalam yang yang analisis evaluatif berkaitan kendaraan tingkat dengan dengan dari dengan analisis

mengoperasionalkan operasi perbandingan

diperoleh

antara

volume

kapasitas jalan, dirumuskan sebagai berikut: LOS = V C Dengan: V = Volume Kendaraan C = Kapasitas Jalan Sesuai dengan standar Highway Capacity Manual, klasifikasi berikut: kendaraan Tingkat pelayanan oleh A: arus bebas, kecepatan batas dikendalikan keinginan pengemudi, tingkat pelayanan jalan disusun sebagai

kecepatan dan kondisi fisik jalan Tingkat pelayanan B: arus stabil, kecepatan operasi kendaraan kendaraan mulai sedikit terbatas dalam bergerak karena kendaraan lain (biasanya jalan antar kota) Tingkat pelayanan C: arus tidak stabil, kecepatan dan kemampuan bergerak kendaraan semakin terbatas (biasanya jalan antar kota) Tingkat pelayanan D: arus tidak stabil, kebebasan bergerak kecil sementara kecepatan relative rendah Tingkat pelayanan E: arus mulai tidak stabil (tersendat-sendat) atau volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan, kendaraan sering berhenti pada waktu-waktu tertentu serta kemampuan bergerak sangat terbatas.

Tingkat pelayanan F: arus terhambat (forced flow), kecepatan operasi sangat rendah, berhenti dan terbentuk antrian kendaraan atau kemacetan Untuk standar tingkat pelayanan jalan adalah sebagai berikut:Tabel 3.3 Standar Tingkat Pelayanan JalanTingkat Pelayanan V/CSumber: MKJI, 1997

A 0-0,2

B 0,20,45

C 0,450,7

D 0,7-0,85

E 0,851,0

F >1,0

Volume Lalu Lintas Harian (LHR) Metode yang digunakan dalam analisis lalu lintas harian adalah analisis rumus evaluatif yaitu dengan mengoperasionalkan membandingkan

jumlah lalu lintas selama pengamatan dengan lamanya pengamatan. LHR adalah hasil jumlah kendaraan yang diperoleh selama pengamatan dengan lamanya pengamatan. LHR = jumlah lalu lintas selama pengamatan Lamanya pengamatan Dalam pengukuran volume lalu lintas, jumlah kendaraan yang diukur perjam tersebut dinyatakan sebagai satuan mobil penumpang (smp). Nilai smp tiap jenis klasifikasi kendaraan menurut Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan dari Direktorat Jenderal Bina Marga, Direkotrat Pembangunan Jalan Kota tahun 1992 adalah sebagai berikut: Sepeda Sepeda motor Mobil Penumpang Truk Ringan Truk Sedang (5-10 ton) =1 =2 = 2,5 = 0,5 =1

Truk Berat (>10 ton) Bus =3

=3

Kendaraan Tak Bermotor

= 0,8

Sistem Parkir Masalah utama pada perparkiran di kota adalah fasilitas jalan telah dimanfaatkan sebagai fasilitas parkir. Pemakaian jalan sebagai tempat parkir karena belum cukupnya sarana parkir. Terutama gedung-gedung besar yang memerlukan areal parkir yang belum cukup menyediakan areal parkirnya. Berikut ini adalah tabel kebutuhan tempat parkir:Tabel 3.4 Kebutuhan tempat parkirNo 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Penggunaan Bangunan Perkantoran Pergudangan Apotik Praktik dokter Audotorium Restauran Club Hiburan 40 Kolam ren30ang Lapangan te15nis Perguruan tinggi Sekolah Rumah ibadah Museum Perpustakaan Bank Rumah sakit umum Rumah sakit swasta Karya perdagangan Swalayan Hotel berbintang 5 Hotel berbintang 4 Hotel berbintang 3 Hotel berbintang 2 Flat Apartemen BioskopSumber; Warpani, swarjoko, 1985

Lokasi dan luas bangunan Pusat kota Daerah pinggiran (m2) (m2) 60 100 40 60 30 30 15 30 10 30 20 30 20 25 20 20 40 60 60 80 60 1000 60 1000 60 1000 250 250 100 150 40 75 100 50 60 40 50 15 35 60 100 60 100 40 100 30 100 90 125 70 70 60 100

Menurut cara penempatannya terdapat dua cara penataan parkir, yaitu :

a.

Parkir ditepi jalan (on street parking)

Parkir ditepi jalan ini mengambil tempat disepanjang jalan, dengan atau tanpa melebarkan jalan untuk pembatas parkir. Parkir ini baik untuk pengunjung yang ingin dekat dengan tujuannya, tetapi untuk lokasi dengan intensitas penggunaan lahan yang tinggi, cara ini kurang menguntungkan. Bila ditinjau dari posisi parkir dapat dibagi menjadi : b. Parkir sejajar dengan sumbu jalan (bersudut 1800) Parkir bersudut 300, 450 dan 600 terhadap sumbu jalan. Parkir tegak lurus dengan sumbu jalan (bersudut 900) Parkir tidak di jalan (off street parking) Cara parkir ini menempati pelataran parkir tertentu diluar badan jalan, baik di halaman terbuka maupun didalam bangunan khusus untuk parkir. Bila ditinjau posisi parkirnya, maka dapat dilakukan seperti pada on street parking, hanya saja pengaturan sudut parkir ini banyak dipengaruhi oleh luas dan bentuk pelataran parkir. Berikut ini adalah tabel pengaruh parkir terhadap kapasitas jalan :Tabel 3.5 Pengaruh tempat parkir terhadap kapasitas jalanJumlah kendaraan yang parkir per km ( kedua sisi jalan ) Daya tampung yang berkurang pada kecepatan 24 km/jam (SMP/jam )Sumber ; Warpani, swarjoko, 1985

3 200

6 275

30 475

60 575

120 675

300 800

Standar

kebutuhan

ruang parkir

menurut

Dirjen

Perhubungan Darat dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 3.6 Bakuan Kebutuhan Satuan Ruang Parkir (SRP)a) Pusat Perdagangan Luas Areal (x 100 10 m2) 59 Kebutuhan (SRP) b) Pusat Perkantoran Jumlah Karyawan 1.000 235 Kebutu Administ 288 han rasi (SRP) Pelayan an Umum c) Pusat Swalayan Luas Areal (x 100 50 m2) 225 Kebutuhan (SRP) d) Pasar Luas Areal (x 100 m2) Kebutuhan (SRP) 40 160 20 67 1.2 50 236 289 50 88 1.5 00 237 290 100 125 1.7 50 238 291 2.0 00 23 9 29 1 20 0 35 0 20 0 52 0 7 1 4 0 8 16 0 500 415 2.50 0 240 293 1.00 0 777 3.00 0 242 295 1.500 1.140 4.000 246 298 2.000 1.502 5.0 00 249 302

75 250

100 270

150 310

300 440

400 520

500 600

1.0 00 1.0 50 1.0 00 2.3 00 1 2 2 4 0 6.4 00 892 650 167 487 806 1.4 25

50 185

75 240

100 300

300 750

400 970

500 1.200

e) Sekolah/ Perguruan Tinggi Jumlah Mahasiswa 3 4 5 (x 1000) 60 80 100 Kebutuhan (SRP) f) Tempat Rekreasi Luas Areal (x 100 50 m2) 103 Kebutuhan (SRP) g) Hotel dan Penginapan Jumlah Kamar 100 154 < 100 300 100 300 150 300 Tarif 150 Baku 200 ($) 200 250 h) Rumah Sakit Jumlah Tempat Tidur Kebutuhan (SRP)

6 120

9 180

10 200

11 220

100 109

150 115

200 122

40 0 14 6 35 0 16 1 48 0 79 9 1.0 50 20 0 11 8

800 196

1.60 0 295 550 165 484 803 1.11 2

3.200 494

150 155 450 450 450

200 156 476 600 600

250 158 477 798 900

400 162 481 800 1.11 9

600 166 485 804 1.124

50 97

75 100

100 104

150 111

300 132

400 146

500 160

1.0 00 230

i) Bioskop Jumlah Tempat 300 400 500 600 700 800 900 1.000 Duduk 198 202 206 210 214 218 222 227 Kebutuhan (SRP) j) Gelanggang Olah Raga Jumlah Tempat 1.000 4.0 5.0 6.0 7.0 8.00 9.00 10.00 15. Penonton 230 00 00 00 00 0 0 0 000

Kebutuhan (SRP)

235

290

340

39 0

440

490

540

790

Sumber: Abubakar et.al.1996 & 1998; 57-60 --> Ditjen Perhubungan Darat Keterangan : SRP = satuan ruang parkir = petak parkir

Pedestrian (trotoar) Trotoar dapat dibuat sejajar jalan dan terletak pada ruang manfaat jalan (Rumaja). Pada keadaan tertentu trotoar dapat atau tidak sejajar jalan karena topografi dengan setempat jalan. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah deskriptif observasi dan evaluatif yakni dengan hasil membandingkan lebar trotoar berdasarkan karena adanya pertemuan

fasilitas lain. Trotoar dapat juga terletak di ruang milik

observasi lapangan di wilayah studi dengan ketentuan lebar trotoar menurut SK SNI S-03,1990. Dalam perencanaan trotoar yang perlu diperhatikan ialah kebebasan kecepatan berjalan untuk mendahului pejalan kaki lainnya tanpa bersinggungan. Lebar minimum trotoar yang dibutuhkan dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 3.7 Lebar Trotoar Sesuai Dengan Penggunaan Lahan SekitarnyaPenggunaan lahan Perumahan Perkantoran Industri Sekolah Terminal/pemberhentian bus Pertokoan/perbelanjaan Jembatan/terowonganSumber:SK SNI S-03,1990

Lebar minimum 1,50 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 1,00

Tempat penyebrangan (zebra cross, jembatan dan sebagainya) Zebra cross selalu dibuat bersama-sama garis stop dengan arah penempatan terutama pada: 1. Persilangan tegak lurus

2. Persilangan Serong 3. Pada jalan lurus di daerah pejalan kaki cukup banyak (daerah pertokoan, sekolah, rumah sakit dan sebagainya)

0,0 0,0 3 3 3 3 Min 2,50 m m 1,0 0,0 0 0 3 3

Gambar 3.9 Penampang Zebra Cross

Beberapa ketentuan menurut Departemen Pekerjaan Umum tentang tata cara perencanaan fasilitas pejalan kaki, beberapa diantaranya yaitu : Zebra Cross Untuk zebra cros memiliki ketentuan penggunaan sebagai berikut: 1. Zebra Cross harus dipasang pada jalan dengan arus lalu lintas, kecepatan lalu lintas dan arus pejalan kaki yang relatif rendah 2. Lokasi Zebra Cross harus mempunyai jarak pandang yang cukup, agar tundaan kendaraan yang diakibatkan oleh penggunaan fasilitas penyeberangan masih dalam batas yang aman Pelican Crossing Crossing adalah fasilitas penyeberangan Pelican

pejalan kaki yang dilengkapi dengan lampu lalu lintas untuk menyeberang jalan dengan aman dan nyaman. Pelican Crossing harus dipasang pada lokasi-lokasi sebagai berikut :

1. Pada kecepatan lalu lintas kendaraan dan arus penyeberang tinggi 2. Lokasi pelikan dipasang pada jalan dekat persimpangan 3. Pada persimpangan dengan lampu lalu lintas, dimana pelican cross dapat dipasang menjadi satu kesatuan dengan rambu lalu lintas (traffic signal ). Jembatan Penyeberangan Pembangunan jembatan penyeberangan disarankan memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan zebra cros dan Pelican Cros sudah mengganggu lalu lintas yang ada. 2. Pada ruas jalan dimana frekwensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki cukup tinggi. 3. Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang tinggi. Analisis mengenai RTH Analisis ini bertujuan untuk membandingkan penggunaan eksisting ruang terbuka hijau lokasi studi dengan standar fungsinya serta untuk mengetahui dimensi/besaran ruangruang terbuka pada wilayah perencanaan yang mencakup taman-taman kota, ruang terbuka hijau (dengan memperhatikan aspek fungsional, sosial dan ekologis). Analisis ini didukung oleh standar ukuran ruang terbuka hijau yang harus dipenuhi oleh sebuah ruas jalan yang berdasarkan beberapa peraturan perundangan

berlaku. Variabel dalam analisis RTH ini meliputi : Luas RTH, Fungsi RTH, Jenis tanaman dan Jarak antar tanaman. Analisis bangunan dan lingkungan

Bertujuan untuk menentukan konsep-konsep rancangan serta rekomendasirekomendasi bagi kebijakan yang akan diambil pada lingkup wilayah perencanaan. Disamping itu, analisis terhadap kondisi bangunan dan lingkungan ini bertujuan juga untuk meningkatkan fungsi lahan yang disesuaikan dengan kemampuan lahan di wilayah perencanaan serta untuk meningkatkan nilai estetika di wilayah perencanaan. Aspek-aspeknya mencakup hal-hal sebagai berikut: Sifat dan kondisi bangunan Kesan lingkungan dan bangunan Identitas bangunan Tampilan bangunan/fasade bangunan Garis langit/Sky line Unsur-unsur penunjang bangunan dan lingkungan : Penandaan (Signage) lambang (simbol atau merk Suatu tulisan (huruf, angka atau kata), gambar (ilustrasi/dekorasi), sesuatu yang : Ditempelkan atau digambarkan pada suatu bangunan atau struktur lainnya Digunakan sebagai pemberitahuan, penarik perhatian, atau iklan Terlihat dari luar bangunan Tanda harus selalu menunjukkan kepada sesuatu yang riil atau nyata. Unsur-unsur penandaan dapat dikelompokkan atas beberapa jenis: 1. Reklame dengan kontruksi tiang Unsur ini merupakan penandaan yang berdiri bebas dengan kontruksi kaki sehingga memberi banyak kebebasan agar bisa dilihat dari kejauhan. dagang), bendera (spanduk atau umbul-umbul) atau

Bentuk penandaan lain dari unsur ini adalah penggunaan tiang tunggal. 2. Tanda sebagai identifikasi primer Tanda semacam ini digunakan informasi nama gedung/kantor, papan pengumuman, dan lain-lain. 3. Penandaan dengan konstruksi tempel dan muncul Bentuk konstruksi tempel merupakan jenis penandaan yang paling banyak digunakan setelah penandaan dengan tiang reklame. Jenis reklame ini dibuat dengan kotruksi khusus sehingga reklame timbul keluar dari bangunan. 4. Penandaan dengan lampu Seperti halnya penandaan lain, disini informasi publik non komersial tenggelam dalam reklame lampu, yang membutuhkan kreatifitas dalam design sehingga mewujudkan wajah kota yang lebih menarik. 5. Tanda yang berfungsi sebagai unsur dekoratif kota Penandaan dekoratif yang sekaligus berbentuk informasi sebagai dapat elemen dijumpai

sebagai bendera atau umbul-umbul. 6. Tanda yang berbentuk spanduk Penandaan dalam bentuk spanduk biasanya dipakai sebagi media untuk menyampaikan acaraacara tententu 7. Tanda sebagai sirkulasi transportasi Tanda ini digunakan untuk mengatur pergerakan lalu lintas untuk mengurangi kemacetan atau tundaan yang mungkin terjadi. Pedagang kaki lima Tempat sampah

-

Aspek non fisik meliputi : Potensi ekonomi daerah yang dapat dikembangkan Potensi sumber daya alam yang dapat diganti Potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan Potensi sumber kegiatan masyarakat (pengrajin) Potensi strategis letak kawasan

-

Aspek lingkungan dari segi orientasi, sirkulasi udara, sinar matahari, view, iklim mikro, daya serap tanah, dan topografi. Indikasi sarana dan prasarana dari segi air bersih, limbah, atau drainase, hidran, telepon, listrik, reklame, dan sarana umum yang lain.

-

Elemen-elemen bangunan dan elemen-elemen lingkungan Pengelompokan bangunan dalam komposisi jenis bangunan. Indikasi bentuk-bentuk jenis bangunan dan bentuk-bentuk yang mencerminkan karakter atau budaya lingkungan. Umur rata-rata bangunan. Kondisi material pada bangunan.

Yang juga perlu diperhatikan dalam analisa bangunan dan lingkungan adalah menyangkut: Gubahan massa permukiman tertentu dengan Penataan perletakan massa-massa bangunan pada satu lingkungan waktu tertentu. Orientasi bangunan arah bangunan yang dipertimbangkan Penataan mempertimbangkan kondisi fisik, non fisik, serta dengan

terhadap kondisi fisik dan non fisik lokasi perencanaan. Estetika bangunan Penampilan visual bangunan yang seimbang atas dasar pertimbangan fisik dan non fisik. Pertimbangan fisik yaitu keseimbangan antara bentuk dasar vertikal dan

horizontal atau pola keseimbangan antara konstruksi dan bahan bangunan yang digunakan. Pertimbangan non fisik misalnya adanya muatan konsep identitas arsitektur lokal. Material exterior Perencanaan atas penggunaan material luar bangunan yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti iklim, panas, hujan, ketahanan bahaya kebakaran, pengaruh yang diakibatkan karena adanya refleksi cahaya dan refleksi penyebaran panas matahari. 2. Analisis Development Merumuskan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan pada lokasi wilayah studi untuk pemecahan masalah yang ada di lokasi wilayah studi. dan Lingkungan meliputi : a. Penentuan Konsep dan strategi pengembangan wilayah yang meliputi:

Adapun rumusan rencana tersebut

tertuang dalam muatan RTBL. Materi Rencana Tata Bangunan

Konsep dan strategi pengendalian intensitas bangunan terkait dengan konsep sky line Konsep dan strategi sirkulasi transportasi terkait

dengan sistem parkir

Konsep dan strategi prasarana transportasi terkait dengan ruang kebutuhan parkir Konsep dan strategi ruang terbuka hijau Konsep dan strategi penataan arsitektural bangunan dan lingkungan terkait dengan street furniture dan signage

b.

Tujuan Pembangunan Lingkungan Perkotaan sesuai dengan permasalahan dan massa

Tujuan pembangunan lingkungan dan massa bangunan dirumuskan

bangunan dirumuskan urgensi/keterdesakan penanganan lingkungan tersebut. c. Rencana Pemanfaatan Ruang Lingkungan Perkotaan penataan konsep bangunan yang dimaksud adalah dan dasar Rencana Tata Bangunan Rencana memuat

Lingkungan yang termasuk didalamnya meliputi : Rencana Penataan Guna Lahan Rencana penataan guna lahan ini merupakan rencana penggunaan lahan lingkungan di wilayah studi yang dapat berpengaruh Rencana perkotaan (kavling) Rencana perpetakan lahan lingkungan perkotaan meliputi rencana yang berkaitan dengan luasan petak bangunan yang dapat Rencana berpengaruh terhadap upaya Letak dan Pemanfaatan penataan bangunan dan lingkungan perkotaan. Tata Bangunan dan Lingkungan Rencana ini berisi kemungkinan tata letak bangunanbangunan sehingga dapat diantisipasi bentuk dan tapak bangunan secara keseluruhan dalam suatu rancangan, yang juga mempertimbangkan luasan yang dibutuhkan untuk setiap jenis bangunan atau kelompok fungsi bangunan, jumlah maksimum tiap jenis bangunan atau kelompok fungsi Rencana Lingkungan Perkotaan Jaringan utilitas lingkungan yang akan direncanakan meliputi rencana jaringan listrik, rencana jaringan telepon, rencana jaringan gas, rencana hidran, rencana bangunan yang dibutuhkan, Jaringan dan gubahan bangunan Penataan Utilitas terhadap upaya pengembangan lingkungan lingkungan perkotaan. perpetakan lahan

air bersih, rencana drainase, rencana persampahan, rencana air limbah. Rencana Penataan Jaringan Pergerakan (sirkulasi) lingkungan perkotaan Rencana dari sistem pergerakan serta berbagai sarana yang diperlukan untuk berbagai macam kegiatan transportasai manusia dan barang pada kawasan RTBL adalah : 1.

Rencana sistem sirkulasi, terdiri dari: Rencana sistem jalan Rencanan jaringan pedestarian Rencana parkir Rencanan peletakan halte Rencana peletakan penyeberangan Rencana Penataan Ruang Terbuka Hijau dan

2. 3. 4.

Penghijauan meliputi rencana RTH dalam tapak dan RTH luar tapak. Rencana Detail Meliputi Rancangan wujud bangunan, rancangan ruang terbuka, rancangan parkir, pedestrian, jembatan/halte dan rancangan utilitas lingkungan. d. Arahan Pelaksanaan Pembangunan Lingkungan Perkotaan Arahan pelaksanaan pembangunan lingkungan perkotaan meliputi : Ketentuan Letak dan Penampang Bangunan Gedung dan Bukan Gedung dan materi yang diatur meliputi penampang tiga dimensi bangunan gedung, ketinggian bangunan, elevasi/peil, orientasi bangunan, bentuk dasar bangunan, selubung bangunan, arsitektur bangunan dan pertandaan (signage).

tiga

Ketentuan Letak dan Penampang Bangunan bukan Gedung materi yang diatur meliputi penampang dimensi bangunan gedung, letak koordinat bangunan bukan gedung, ketinggian bangunan bukan gedung, elevasi/peil dan bentuk dasar bangunan bukan gedung. Ketentuan Letak dan Penampangan Jaringan Jalan dan materi yang diatur meliputi penampang tiga dimensi jalan, letak koordinat, elevasi/peil, bentuk dasar jaringan. Ketentuan Letak dan Penampang Jaringan Utilitas dan materi yang diatur meliputi penampang tiga dimensi jaringan utilitas, letak koordinat, elevasi/peil, bentuk dasar jaringan.

e.

Pedoman Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan

Lingkungan Perkotaan. Adapun pedoman pengendalian pelaksanaan pembangunan lingkungan perkotaan meliputi : Ketentuan Ketentuan intensitas bangunan, Arahan ketentuan bangunan. Mekanisme pelaporan, pemantauan, dan evaluasi program, serta pengenaan sanksi. administrasi pengaturan hak pengendalian operasionalisasi bangunan pelaksanaan diatas berupa pelaksanaan rencana dan program. penerapan pola insentif, disinsentif, hak pengalihan tanah/dibawah tanah. pengendalian penatalaksanaan/manajemen pelaksanaan

Latar Belakang

Jalan

Magelang merupakan jalan arteri primer, dimana koridor jalan ini langsung menghubungkan Kota Yogyakarta dengan Kota Magelang. Jalan Magelang ini merupakan kawasan penyangga karena terletak di wilayah perbatasan serta merupakan jalur pariwisata utama yang diharapkan dapat mendukung tercapainya visi dan misi Kota Yogyakarta.

Jalan

Magelang termasuk jalan yang sangat penting bagi perkembangan Kota Yogyakarta, sehingga diperlukan adanya Rencana Tata 1. Bagaimana karakteristik dan pemanfaatan ruang koridor Jalan Magelang? 2. Bagaimana arahan pengembangan tata bangunan dan lingkungan di koridor Jalan magelang terkait upaya pengembangan kawasan penyangga sebagai pusat pelayanan primer dan sekunder perdagangan jasa serta pariwisata? 3. Bagaimana arahan rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Koridor Jalan Magelang terkait upayaRumusan Masalah

Pengumpulan Data Data Primer Ketinggian,jarak&kepadatan bangunan,fasade bangunan,KDB, KLB, GSB GMB, GSsB, GSbB, Fisik Bangunan, sky line Eksisting TGL Luas Lahan Hierarki Jalan, Dimensi Jalan, Karakteristik Jalan Tingkat Pelayanan Jalan & LHR Peletakan, Kapasitas & Elemen Parkir serta Bangkitan Tarikan Karakteristik Pedestrian Karakteristik Tempat Penyebrangan Dimensi RTH, Fungsi RTH, Jenis Vegetasi Kondisi fisik dasar Data fisik-non-fisik bangunan, elemen bangunan dan lingkungan Kebijakan ttg arsitektural bangunan Karakteristik dari : Signage, Penghijauan, Penerangan Jalan, Bis Surat, Boks Telepon, Pos Polisi, PKL, Tempat Sampah, Traffic Light Karakteristik dari : Jaringan Listrik, Telepon, Gas, Jaringan Air Bersih, Jaringan Drainase

Pengumpulan Data Data Sekunder

RUTR Kota Yogyakarta Tahun 1994-2004 RDTRK Kota Yogyakarta Tahun 1990-2010 Peta Rencana TGL Kebijakan Terkait Peta Garis 1:1000 Kebijakan tentang Jalan Perda tentang Parkir Kebijakan tentang RTH Kebijakan ttg penataan bangunan Kebijakan tentang Perabot Kota

Analisis Evaluatif Analisis Foto Mapping Analisis Deskriptif Distribusi frekuensi fungsi guna lahan dan perpetakan bangunan o Peruntukan lahan mikro dan makro o Klasifikasi perpetakan bangunan o Metode superimposed tata guna lahan, deviasi guna lahan, perpetakan bangunan, kesesuaian guna lahan dan perpetakan bangunan Kesesuaian intensitas pembangunan dengan RDTRK Kota Yogyakarta Tahun 1990-2010 Deviasi intensitas pembangunan Kesesuaian jaringan jalan terhadap RUTR Kota Yogyakarta tahun 19942004 Level of Service sirkulasi kendaraan Kesesuaian penataan bangunan dan lingkungan dengan bangunan kunci yang ada pada koridor Jalan Magelang Konsep tata bangunan dan lingkungan Koridor Jalan Magelang

o o oo

Besaran KDB, KLB, GSB, GMB, GSsB, dan GSbB Struktur bangunan, Fasade bangunan, Materi/bahan bangunan, Tinggi bangunan, Skyline,Pemetaan bangunan, Peruntukan bangunan, dan Skluptur Lokasi, Jenis, Bentuk dan ukuran, Jumlah, Jarak peletakan, Kondisi, Optimalisasi fungsi, dan Peta persebaran signage Lokasi, Kondisi, Jenis barang, Luas lahan tempat berjualan, Arah hadap, Ukuran, Alat yang digunakan, Jenis bangunan PKL Lokasi, Fungsi, Luas, Jenis tanaman, Jarak antar tanaman, dan Kondisi RTH Identifikasi hierarki, jenis perkerasan dan jumlah persimpangan serta penampang geometrik jalan C0, FCW, FCSP, FCSF, FCCS dan LHR Jenis, Sudut, Luas kebutuhan, Jam puncak, Jenis kendaraan, Tanda-tanda yang digunakan, Penerangan, Penghijauan, Akses masuk keluar, dan guna lahan yang berdekatan dengan lokasi parkir Panjang, Lebar, Ketinggian dari muka jalan, Jenis perkerasan, dan kondisi trotoar Lokasi dan jumlah pengguna zebra cross

Analisis Preskriptif Strategi Pengembangan Koridor Jalan Magelang yang terdiri dari variabel tata guna lahan, intensitas pembangunan, perabot kota, ruang terbuka hijau, jaringan jalan, sirkulasi, parkir, pedestrian, tempat penyebrangan dan jaringan utilitas

o o o o

Rencana tata Bangunan dan Lingkungan Koridor Jalan Magelang

Pengendalian Rencana tata Bangunan dan Lingkungan Koridor Jalan Magelang

o

oo

Lokasi gardu, tiang listrik, Jarak antar tiang, Jumlah tiang, Ketinggian tiang, Kabel udara/tanah, dan Jenis tegangan o Jaringan transmisi/ distribusi air bersih, Lokasi menara penampungan, hydran, dan hierarki pipa o Lokasi gardu, tiang telepon, Jarak antar tiang,

3.3

Penetapan Konsep dan Pedoman Perencanaan

A. Konsep Umum Strategi RTBL/urban design Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kimpraswil No: 327/ KPTS/M/2002 tanggal 12 Agustus 2002, bahwa untuk perkembangan wilayah propinsi, kabupaten/kota dan kawasan perkotaan perlu penanganan yang tersendiri sesuai dengan tingkat kebutuhan pengaturannya. Adapun bentuk pengaturan tersebut tertuang dalam Rencana Struktur Tata Ruang Perkotaan Metropolitan (RSTR), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK), dan Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan (RTRK) atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Konsep umum strategi RTBL dapat dibedakan menjadi dua bagian: a. Strategi penanganan/ pengendalian tata bangunan Pedoman Umum yang digunakan Tata untuk dan mengatur Lingkungan dan dari mengendalikan rencana bangunan, mengacu pada Pedoman Rencana Bangunan Direktorat Tata Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum serta Pedoman dan Ketentuan Umum Tata Bangunan yang berlaku di beberapa kota di Indonesia. Pedoman yang digunakan dalam RTBL antara lain komponen b. bangunan, tinggi bangunan, kemunduran bangunan, KDB, KLB, dan elemen pendukung. Strategi perwujudan tata bangunan (yang terarah). Finalisasi konsep dasar RTBL : a. Konsep tata letak dan pemanfaatan bangunan & lingkungan Konsep umum tata letak dan pemanfaaatan bangunan dan lingkungan dapat dibagi menjadi beberapa konsep yang lebih spesifik, diantaranya: Konsep Tata Bangunan

Tata bangunan pada kawasan perencanaan diarahkan linier dengan penyesuaian terhadap fungsi, karakter fisik serta kondisi eksisting kawasan perencanaan. Pada kawasan perdagangan, jasa dan permukiman, tata massa diarahkan berjejer dan berdempet dengan tetap memperhatikan estetika bangunan. Untuk kawasan industri dan pergudangan, tata massa diarahkan cluster industri sekitar. yang dalam suatu kawasan khusus ditetapkan pada dengan umum tetap dan telah

memperhatikan estetika bangunan dan lingkungan Sedangkan fasilitas pendidikan tata bangunan diarahkan linier dan cluster dengan adanya penyesuaian jarak antar bangunan yang disesuaikan dengan intensitas bangunan itu sendiri. Bentuk dan massa bangunan dengan diarahkan lingkungan. hingga menggunakan bentukan dasar segiempat dengan memperhatikan Pengurangan keselarasan bagian massa bangunan

diperoleh kemunduran muka bangunan diterapkan pada bangunan yang memiliki jarak terlalu dekat dengan daerah milik jalan. Sehingga muka bangunan memiliki kesan ruang yang lega dan lapang di sepanjang koridor Jalan Magelang Kota Yogyakarta. Konsep Ketinggian Bangunan Ketinggian maksimal kawasan ketinggian kelompok bangunan bangunan maksimal fungsi yang perencanaan, diarahkan untuk tiap pembagian bangunan nantinya pada guna dan pada ketinggian lahan pada pengaturan kelompoksebagai

dijadikan

pembentukan garis langit pada kawasan perencanaan. Konsep Jarak Antar Bangunan

Jarak antar bangunan disesuaikan dengan fungsi dan luasan bangunan. Jarak antar bangunan ditentukan berdasarkan perhitungan lebar (D) dan tinggi (H) bangunan. Untuk bangunan dengan perhitungan D/H=1 didapat jarak antar bangunannya rapat dan berdempet. Karakteristik jarak antar bangunan di setiap guna lahan yang ada di sepanjang koridor Jalan Magelang Kota Yogyakarta bangunan. Konsep sky line dalam penataan intensitas bangunan yang meliputi ketinggian bangunan dan jarak bangunan b. Konsep penataan jaringan sirkulasi pengembangan sistem sirkulasi disesuaikan Rencana diarahkan menyesuaikan dengan tinggi

dengan pola aktivitas dan pergerakan penduduk dalam kawasan perencanaan. Secara umum elemen sirkulasi direncanakan dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengguna elemen tersebut. Adapun elemen sirkulasi terdiri dari jalan, pedestrian dan parkir. Jalan Pada kawasan perencanaan yaitu Jalan Magelang diarahkan dari persimpangan Jalan Gajahmada dan Jalan Airlangga menuju Perempatan Jalan Sukarno Hatta dan Jalan Halmahera, dengan arahan kebijakan rencana peningkatan hirarki jalan dari kolektor sekunder menjadi arteri primer. Pedestrian Pedestrian Magelang Keamanan diletakkan untuk dan di sepanjang aktivitas pejalan koridor pejalan kaki Jalan kaki. mewadahi kenyamanan

menjadi

prioritas utama perancangan jalur pedestrian. Kemanan dicapai dengan perbedaan tinggi jalur pedestrian dengan jalur aspal. Kenyamanan dicapai dengan penempatan

vegetasi sebagai peneduh sepanjang jalur pedestrian dan penggunaan ramp di setiap titik penurunan jalur pedestrian. Parkir Sarana parkir pada kawasan perencanaan menggunakan parkir on street dan off street. Untuk parkir on street penataan yang dilakukan menggunakan penataan parkir seri. Parkir seri dapat menampung kendaraan pada fasilitas yang tidak memiliki areal parkir dalam site, seperti pada fasilitas perdagangan dan jasa. Dengan penataan parkir seri kebutuhan lebar jalan relatif lebih kecil dibandingkan dengan model parkir yang lain. Pada kawasan perdagangan, jasa, pariwisata sistem parkir diarahkan dalam site. c. Konsep penataan RTH dan penghijauan Ruang terbuka hijau dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu fungsi pengarah, penyangga, dan estetika. RTH sebagai pengarah menggunakan jenis vegetasi yang memiliki karakter vertikal dan sedikit cabang. Untuk RTH yang berfungsi sebagai penyangga menggunakan jenis vegetasi dengan karakter rindang dan menaungi. Vegetasi yang memiliki nilai estetis digunakan untuk mempekuat kesan RTH sebagai estetika kawasan. Penataan RTH diletakkan d. disepanjang koridor Jalan Magelang baik dipinggir koridor, atau ditengah (sebagai median jalan). Unsur-Unsur Penunjang Bangunan Dan Lingkungan yang melengkapi unsur-unsur binaan. Pembahasan di sini akan mencakup komponen-komponen lingkungan Termasuk di sini ialah; papan iklan, penempatan bis surat dan boks telepon, tempat sampah, dan pedagang kaki lima. Penandaan/Iklan

Secara umum tanda digunakan sebagai alat komunikasi antara subyek dengan obyek sehingga pengamat (subyek) akan mengenal secara keseluruhan makna dan informasi dari tanda tersebut. Secara lebih rinci penandaan yang ada dikawasan reklame, perencanaan nama gedung nama adalah: rambu arah lalu-lintas, papan lain sebagai dan (identifikasi petunjuk sebetulnya primer),

pengumuman, sebagainya.

jalan,

Penandaan

berperan

unsur pemberi informasi bagi pengamat yang sedang berjalan atau berkendaraan. Bahkan dewasa ini, selain peran memberi informasi, reklame sudah berubah menjadi unsur pengganggu kualitas visual lingkungan kota Oleh karena itu, reklame menjadi pokok bahasan utama pada subab ini, selain tanda-tanda yang lain. Reklame sebetulnya bisa menjadi elemen untuk memperindah kesan lingkungan, selain sebagai pemberi informasi dan sumber pendapatan asli daerah. Sehingga dalam konteks pengendalian penting perencanaan bangunan, menata masalahnya yang ialah bagaimana

berbagai unsur penandaan agar tak saling mengganggu, bisa menjadi tanda wilayah, meningkatkan nilai visual lingkungan, dan tak mengurangi daya informasi ramburambu lalu-lintas dan tanda-tanda umum lain di wilayah publik. Di kawasan perencanaan, unsur penandaan yang ada bisa dikelompokkan atas beberapa jenis: A. Reklame Pada Tiang Unsur ini merupakan penandaan yang berdiri konstruksi tiang besi yang didirikan di pinggir jalan, dengan posisi tegak lurus jalan, sehingga bisa dilihat dari kejauhan. Di sini setiap reklame bersaing untuk memberikan informasi. Reklame tiang semacam ini bisa dijumpai di beberapa titik pada koridor Jalan Magelang

terutama pada kawasan perdagangan dan jasanya. Banyak penempatan reklame di lapangan pada tiang sudah cukup tepat, baik yang menyangkut besaran ukurannya, komposisi tinggi dan besar sehingga tidak menutupi bangunan disekitamya, dan secara umum tidak ada masalah gangguan akibat bentrokan antar reklame yang ada. B. Reklame Papan Pada Areal Usaha Tanda semacam ini pada umumnya ditemukan di kawasan perencanaan terutama di kawasan yang merupakan kawasan perdagangan dan jasa. Reklame biasanya menempel dan kadang-kadang sampai menutup konstruksi atap bangunan. Yang dapat dijumpai di sepanjang Jalan Magelang misalnya, di pertokoan Suzuki Motor, pusat perlengkapan meubel dan aksesoris dapur, pabrik traktor tangan Quick, Agatha video, Apotek 24, toko alat tulis Rainbow dan beberapa bangunan lainnya. C. Reklame Papan Yang Berada di Pinggir Jalan Bentuk konstruksi tiang atau rangka yang berdiri di pinggir jalan. Reklame jenis ini dapat ditemukan misalnya seperti pada reklame di depan pertokoan pusat perlengkapan meubel dan aksesoris dapur, pabrik traktor tangan Quick, Agatha video, Erha Clinic, dan beberapa toko banngunan lainnya. Dikarenakan karena tidak terlalu banyak reklame jenis ini dapat ditemukan di kawasan perencanaan, maka kehadirannya belum cukup menjadi masalah. Terutama bila penempatannya sudah benar seperti contoh reklame di ata yang berada di depan pabrik yang bertembok sangat panjang. Penandaan dengan Lampu Penandaan dengan lampu yang ada di kawasan perencanaan menggunakan lampu dengan berbagai jenis

variasi agar mudah terlihat di malam hari. Seperti pada penandaan-penandaan lain, di sini informasi publik non komersial tenggelam dalam reklame lampu. Pada reklame lampu, selain teknologi juga digunakan kreativitas dalam design. Sehingga wujudnya mulai dari yang sekedar menyala sampai yang menggunakan efek gerak dalam olahan warna. Bila ditata dengan baik, olahan semacam ini bisa memperindah lingkungan dan bahkan sebagai identitas/tanda suatu wilayah. Di kawasan perencanaan penggunaan cahaya masih banyak yang tidak tepat, baik dari segi ukuran besarannya, penempatannya maupun dominasinya yang mengalahkan bangunan disekitarnya. Transportasi Tanda ini digunakan untuk mengatur pergerakan lalu lintas kendaraan sehingga terjadinya, kemacetan, kesemrawutan di jalan bisa dikurangi. Tanda semacam ini dikenal sebagai tanda rambu-rambu lalu lintas. Tanda rambu-rambu lalu lintas banyak sekali dijumpai di koridor daerah perencanaan dan hampir tersebar merata sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Namun dibeberapa tempat perlu ditingkatkan, terutama untuk mencegah adanya masalah akibat adanya kendaraan parkir sembarangan. Di beberapa titik pada wilayah studi, hal ini menjadi masalah dan tidak ditemukan rambu yang mengantisipasi hal ini. mendasar (importance Pedagang Kaki Lima Pedagang kaki lima merupakan aktivitas yang secara berisi of sekumpulan kepada movement), kriteria umum, yang mengarahkan kepentingan pergerakan Tanda Sebagai Pengatur Sirkulasi

kegembiraan/kesenangan

(exitement), dan dimensi street life dari lingkungan kota, melalui penyediaan fasilitas-fasilitas yang beraneka ragam

dan bersifat spesifik pula. Keterkaitan antara ruang umum dan kegiatan yang berlangsung didalamnya merupakan dua hal yang penting untuk menghadirkan kaki lima tersebut. Ruang-ruang umum yang dimaksud adalah ruang atau bangunan yang diperuntukan bagi kepentingan umum. Dengan demikian bentuk fisiknya tidak terbatas pada jalur pedestrian atau didepan pasar, melainkan juga sangat beragam misalnya, taman-taman terbuka, dibawah pohon tepi jalan, ataupun di depan bangunan-bangunan kososng yang banyak terlihat di koridor Jalan Magelang dsb. Kaki lima pada prinsipnya adalah kegiatan-kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusatpusat kegiatan utama yang berada di kota. Bentuk kegiatan tersebut antara lain dapat berupa: Penjual makanan (food services) Penjual majalah/koran, buku (bekas) Penyedia jasa otomotif seperti bengkel Penjedia fasilitas kebutuhan sehari-hari rokok, sabun, permen, dsb). Keberadaan dari kaki lima ini sangat dilematis bagi kawasan perkotaan karena tumbuhnya sangat sukar untuk diprediksikan, serta apabila tidak ditata dan dirancang penempatannya keberadaan kaki lima ini akan cenderung semrawut dan berkesan kumuh. Di daerah perencanaan kondisi kaki lima ini sangat menonjol adalah munculnya banyak kios-kios, warung-warung diantara areal pertokoan, perdagangan dan perkantoran, jasa. Perkembangan di masa yang akan datang pertu dialokasikan penempatan kaki lima tersebut terutama di kawasan yang direncanakan berkembang bagi peruntukan perdagangan dan jasa.

Bis Surat Bis surat tidak dijumpai di wilayah perencanaan. Apabila dilihat dari skala pelayanan terhadap masyarakat kota, maka dari segi jumlah maupun dari segi sebaran lokasi permukiman penduduk perlu kiranya ditempatkan bis surat pada lokasi yang strategis dan merata keseluruh kawasan perencanaan. Boks Telepon Fasilitas lain sebagai penunjang kegiatan lingkungan perumahan yang ada di kawasan perencanaan adalah Telepon Umum dimana berdasarkan hasil pengamatan di lapangan temyata tidak ditemukan adanya boks telepon. Walaupun keberadaan industri jasa warung telepon (Wartel) secara signifikan telah menggantikan keberadaan box telepon, tetapi keberadaan box telepon secara umum tetap masih diperlukan. Sebagai contoh untuk keperluan komunikasi malam hari, karena wartel yang ada belum tentu selalu siap 24 jam sebagaimana fungsi box telepon. Tempat Sampah Tempat sampah merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam penataan ruang kawasan. Pada lokasi studi diperiukan adanya penataan ulang pada desain tempat sampah yang terdapat di pinggir jalan pada seluruh koridor perencanaan. Tempat sampah dipisahkan dan ditata sedemikian rupa agar terlihat jelas, memiliki daya tampung yang sesuai dengan kebutuhan dan mudah dipindahkan ke gerobak pengangkut sampah. Untuk lokasi koridor yang banyak terdapat pusat kegiatan masyarakat, perlu diberikan tempat sampah dengan desain tersendiri, yang selain untuk fungsi kebersihan juga sebagai unsur estetika kota. Peletakan bak sampah perlu diatur sedemikian rupa untuk memudahkan dalam hal membuang

sampah dan pengangkutan, tetapi tidak menimbulkan kesan koridor jaian yang penuh dengan bak sampah. Sarana Utilitas Sebagai sarana kelengkapan, dikawasan perencanaan juga dibahas jaringan utilitas kota yang meliputi, air bersih, listrik, dan telepon. Yang akan dibahas di sini adalah unsurunsur dari masing-masing utilitas yang turut menentukan kualitas wajah lingkungan. A. Air Bersih Untuk penataan wajah kota terkait pengadaan utilitas umum, maka pada penataan utilitas air bersih perlu ditekankan beberapa hal; yaitu: Dalam pembangunan jaringan air bersih berupa perpipaan yang diletakkan di bawah jaringan jalan perlu disinkronkan dengan rencana dinas lain selain dari PDAM, seperti Dinas PU Bina Marga dan PU Cipta Karya, karena rencana pembangunan yang tidak sinkron akan merusak jaringan jalan dan menghamburkan biaya. Pembangunan hidran untuk pemadam kebakaran perlu disesuaikan dengan rencana tata ruang kota, dimana peletakannya diarahkan pada tempat-tempat yang padat, pusat keramaian dan rawan kebakaran. B. Listrik Dalam penataan jaringan listrik yang perlu diperhatikan adalah penataan tiang dan kabel listrik. Tiang listrik ditata sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kesan koridor yang penuh dengan tiang. Sedangkan kabel listrik perlu diperhatikan agar tidak nampak berseliweran menggantung di udara, memiliki jarak aman dan tidak terlalu banyak bersinggungan dengan pepohonan. Jika

tiang listrik juga ditempeli dengan PJU kota, maka jarak tiang diatur sedemikian rupa agar pencahayaan di malam hari dapat tersebar secara merata. C. Telepon Sama halnya seperti pengadaaru air bersih dan listrik, ditinjau dari kebutuhan kuantitasnya bagi daerah studi sudah terpenuhi dan tak ada masalah. Namun dari segi kualitas wajah Lingkungan, beberapa hal perlu diperbaiki. Yang pertama ialah kabel-kabel udara sistem jaringan telepon masih banyak yang belum teratur. Pemasangan tiang yang ada juga sedikit banyak berdasarkan kaidah rancangan lingkungan. D. Drainase Untuk kebutuhan saluran drainase sudah sangat memadai di kawasan perencanaan dan tak ada masalah. Kondisi fisik saluran ini tertutup dan terletak di bawah jalan raya. Untuk terus menjaga fungsi saluran agar maksimal disediakan bak-bak control yang tersebar di sepanjang Koridor Jalan Magelang agar sewaktu-waktu pembersihan saluran bisa terus dilakukan. Dengan begitu saluran akan terus berfungsi maksimal. Dengan kondisi fisik yang tertutup menguntungkan bagi tata guna lahan diatasnya sehingga lahan di atasnya bisa dgunakan untuk aktivitas lain. E. Sanitasi Untuk jaringan sanitasi di koridor Jalan Magelang menggunakan sistem sanitasi dengan saluran IPAL yang terintegrasi dengan saluran drainase. Dengan pemisahan limbah, dan berada di bawah permukaan jalan. Selain itu juga dilengkapi dengan bak-bak pemerinksa fungsi saluran. Dalam perkembangannya nanti perlu dirawat kota, sehingga belum menyatu dengan

kinerjanya, karena letak saluran yang tumpang tindih dengan saluran drainase. Namun sejauh ini sudah terpenuhi kinerjanya. Menurut Rencana Umum Tata Ruang Kota Yogyakarta koridor Jalan Magelang jalur diperuntukkan bercitra sebagai dan kawasan fasilitas penyangga dengan pariwisata

pelayanan primer dan sekunder utama dengan fungsi koridor sebagai pusat pelayanan transportasi dan perdagangan di DIY dan Jateng. Maka konsep yang dipakai disesuaikan dengan fungsi kawasan dan dapat menjadi ikon Kota Yogyakarta, dan DIY. Oleh karena itu penataan bangunan dan lingkungannya memperhatikan konsep arsitektural bangunan dan lingkungan. F. Pedoman perencanaan Berdasarkan Rangkuman RDTR Jalan Magelang-Tempel (1997-2007) Jalan Magelang merupakan jalan Negara yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan daerah lainnya di jawa tengah sehingga tata ruang di sekitar jalan arteri primer Yogyakarta-Tempel harus dapat mendukung kelancaran lalu lintas. Dalam pemanfaatan ruang di Jalan Magelang terdapat 2 bagian yaitu fungsi-fungsi yang menimbulkan bangkitan lalu lintas, dilokasikan pada lapis ke-dua, sedangkan bagi fungsi yang tidak banyak menimbulkan bangkitan lalu lintas dapat dilokasikan pada lapis pertama. Lapis pertama adalah persil yang memangku jalan arteri primer atau yang terletak dalam bentang 125 meter dari tepi jalan. Sedangkan lapis kedua adalah persil yang tidak memangku jalan primer atau setidaknya berada di luar bentang 125 meer dari tepi jalan arteri primer. Produk dari RDTR antara lain : 1. Kebijaksanaan pengembangan penduduk Merupakan arahan distribusi jumlah dan kepadatan penduduk pada setiap blok-blok permukiman hingga tahun perencanaan. Zona 1 diperuntukkan bagi klasifikasi tinggi

yaitu 75-100 jiwa/Ha. Zona II diperuntukkan bagi klasifikasi rendah yaitu 25-50 jiwa/Ha. Adapun zona III dan IV diperuntukkan bagi klasifikasi sedanga yaitu 50-75 jiwa/Ha. 2. Rencana pemanfaatan ruang Dimaksudkan untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang akan diselenggarakan di kawasan perencanaan agar tidak mengganggu fungsi dan peran jalan arteri YogyakartaTempel. Oleh karena itu, terhadap pemanfaatan ruang yang telah ada saat ini akan dilakukan pengaturan yang bersifat adopsi,adaptasi,subtitusi dan relokasi pemanfaatan ruang, dapat dibagi mejadi : a) Pemnfaatan untuk fungsi lindung: lindung sungai,cagar budaya dan danau buatan b) Pemanfaatan untuk pertanian c) Pemanfaatan untuk industri d) Pemanfaatan untuk agrobisnis e) Pemanfaatan untuk perdagangan dan jasa f) Pemanfaatan untuk fasilitas wisata g) Pemanfaatan untuk perkantoran h) Pemanfaatan untuk permukiman i) Pemanfaatan untuk fasilitas layanan 3. Konsepsi penataan bangunan dan lingkungan a) Perpetakan bangunan : klasifikasi I (di atas 2500 m2) dan II (1000-2500m2). Bagi persil lapis kedua dapat dikenai ketentuan perpetakan bangunan klasifikasi III (600-1000m2), klasifikasi IV (250-600m2) dan klasifikasi V (kurang dari 250m2). b) Sempadan bangunan, peraturan pemerintah RI Nomor 26 tahun 1985 tentang jalan dan intruksi Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No: 20/iustr/1995 tentang pengaturan garis sempadan bangunan di Jalan Nasional dan Jalan propinsi, di mana untuk jalan

nasional yang berfungsi arteri, jarak antara as jalan dengan pagar bangunan 20 meter dan terhadap bangunan 29 meter. c) Kepadatan bangunan. Di lapis pertama dikenai ketentuan kepadatan (koefisien dasar bangunan) sekitar 40-60%. Sedang ketentuan kepadatan untuk lapis ke dua diatur sebagai berikut : Semua bangunan yang ada di lapis pertama jalan arteri tidak dibuat lebih dari dua lantai dengan ketinggian maksimum 16 m. Semua bangunan yang ada di lapis kedua atau setidak-tidaknya berjarak 50 m dari 50 m dari tepi jalan arteri primer pada wilayah perkotaan dibuat tidak lebih dari tiga lantai dengan ketinggian maksimum 20 m. Semua bnagunan yang ada di lapis kedua pada wilayah pedesaan dibuat tidak lebih dari dua lantai dengan ketinggian maksimum 16 m. d) Tata hijau. Tata hijau kawasan jalan arteri primer meliputi penghijauan tepi ruang jalan, penghijauan pekarangan, dan ruang terbuka (fungsi lindung). Pengaturan tata hijau ditujukan untuk mendukung fungsi kawasan sebagai recharge area dan jejalur wisata yang 60%, serta dinyatakan intensitas untuk dalam sedang paru-paru persen antara (%) lingkungan. serta jenis dan Pengeturannya melalui arahan intensitas penghijauan tanaman. Intensitas tinggi adalah kehijauan diatas 40%-60% intensitas rendah adalah kehijauan kurang dari 40%. e) Rencana sistem pergerakan : Jaringan jalan Sistem penampang jalan

Tempat pemberhentian dan sub terminal Pengaturan lalu lintas f) Rencana sistem utilitas Jaringan air bersih Jaringan air kotor Jaringan listrik Jaringan persampahan