repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46051/1/fahrul...repository.uinjkt.ac.idauthor:...

104
PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA KORUPSI SEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIF PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN FIQIH SIYASAH (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 46 P/HUM/2018) Skripsi Dibuat untuk Memenuhi salah satu syarat (S.H.) Oleh: Fahrul Rinaldi NIM 11140430000059 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H/ 2019 M

Upload: others

Post on 24-Sep-2019

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA KORUPSI SEBAGAI

    ANGGOTA LEGISLATIF PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN

    FIQIH SIYASAH (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 46

    P/HUM/2018)

    Skripsi

    Dibuat untuk Memenuhi salah satu syarat (S.H.)

    Oleh:

    Fahrul Rinaldi

    NIM 11140430000059

    PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    J A K A R T A

    1440 H/ 2019 M

  • ABSTRAK

    Fahrul Rinaldi. NIM 11140430000059. PENCALONAN MANTAN

    NARAPIDANA KORUPSI SEBAGAI ANGGOTA LEGISLATIF DALAM

    HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Putusan Mahkamah Agung No. 46

    P/HUM/2018) . Program Studi Perbandingan Mazhab, Konsentrasi Perbandingan

    Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta, 1440H/2019 M.

    Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang Pencalonan Mantan

    Narapidana Korupsi sebagai Anggota Legislatif dalam Hukum Islam dan Hukum

    Positif. Dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung No 46 P/HUM/2018

    yang membolehkan mantan narapidana korupsi menjadi anggota legislatif.

    Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif.

    Dimana penelitian ini bersifat deskritif-analitis-komparatif, artinya penulis akan

    mendeskripsikan status hukum mantan narapidana korupsi menjadi Calon

    legislatif dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, lalu menganalisis putusan dan

    pertimbangan hakim tentang dibolehkanya mantan narapidana korupsi menjadi

    calon legislatif dalam putusan Mahkamah Agung No 46 P/HUM/2018. Kemudian

    membandingkan hasil analisis tersebut ke dalam Hukum Islam dan Hukum

    Positif.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa status hukum mantan narapidana

    korupsi dalam Hukum Islam dan Hukum Positif dapat menjadi calon anggota

    legislatif. Serta putusan Mahkamah Agung No 46 P/HUM/2018 sudah sesuai

    dengan Hukum Islam dan Hukum Positif.

    Kata kunci: Hak Asasi Manusia, Fiqih Siyasah, Mantan Narapidana Korupsi

    menjadi anggota legislatif

    Pembimbing: 1. Dr. Abdurrahman Dahlan, MA.

    2. Ria Safitri, M,Hum.

    Daftar Pustaka: 1964 s.d 2018

  • PEDOMAN TRANSLITERASI

    Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing

    (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi

    mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab

    yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

    penggunaannya terbatas.

    a. Padanan Aksara

    Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

    Huruf

    Arab Huruf Latin Keterangan

    Tidak dilambangkan ا

    b be ب

    t te خ

    ts te dan es ث

    j Je ج

    h ha dengan garis bawah ح

    kh ka dan ha خ

    d de د

    dz de dan zet ذ

    r Er ر

  • z zet س

    s es س

    sy es dan ye ش

    s es dengan garis bawah ص

    d de dengan garis bawah ض

    t te dengan garis bawah ط

    z zet dengan garis bawah ظ

    ع

    koma terbalik di atas hadap

    kanan

    gh ge dan ha غ

    f ef ف

    q Qo ق

    k ka ك

    l el ل

    m em م

    n en ن

    w we و

    h ha ه

    ء

    apostrop

    y ya ي

  • b. Vokal

    Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki

    vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

    tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

    Tanda Vokal

    Arab

    Tanda Vokal

    Latin

    Keterangan

    a fathah ـــــَـــــ

    i kasrah ـــــِـــــ

    u dammah ـــــُـــــ

    Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya

    sebagai berikut:

    Tanda Vokal

    Arab

    Tanda Vokal

    Latin

    Keterangan

    ai a dan i ـــــَـــــ يَ

    au a dan u ـــــَـــــ و

    c. Vokal Panjang

    Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

    dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

    Tanda Vokal

    Arab

    Tanda Vokal

    Latin

    Keterangan

    â a dengan topi diatas اـَــــ

    î i dengan topi atas ىـِــــ

  • û u dengan topi diatas وــُـــ

    d. Kata Sandang

    Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan

    lam )ال), dialih aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf

    syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya: اإلجثهاد =al-ijtihâd

    al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = الزخصح

    e. Tasydîd (Syaddah)

    Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu

    dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak

    berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

    sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: الشفعح = al-syuî

    ‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah

    f. Ta Marbûtah

    Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau

    diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

    dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut

    diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi

    huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

    No Kata Arab Alih Aksara

    syarî ‘ah شزٌعح 1

    -al- syarî ‘ah al الشزٌعح اإلسالمٍح 2

    islâmiyyah

    Muqâranat al-madzâhib مقارنح المذاهة 3

    g. Huruf Kapital

    Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam

    transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang

    berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa

    jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan

    huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata

    sandangnya. Misalnya, الثخاري= al-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.

  • Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara

    ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

    Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia

    Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama

    tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis

    Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

    a. Cara Penulisan Kata

    Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis

    secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan

    berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

    No Kata Arab Alih Aksara

    al-darûrah tubîhu almahzûrât الضرورة تبيح المحظوراث 1

    اإلقتصاد اإلسالمي 2 al-iqtisâd al-islâmî

    أصول الفقه 3 usûl al-fiqh

    al-‘asl fi al-asyyâ’ alibâhah األصل فى األشياء اإلباحت 4

    المصلحت المرسلت 5 al-maslahah al-mursalah

  • KATA PENGANTAR

    بسم اهلل الرحمن الرحيم

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

    rahmat, hidayah, serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

    baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad

    SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman ilmiah seperti

    sekarang ini.

    Selanjutnya, penulis akan menyampaikan rasa terimakasih tak terhingga

    kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik

    berupa moril maupun materil. Karena tanpa bantuan dan dukungannya, penulis

    tidak akan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis secara

    khusus akan menyampaikan terimakasih kepada:

    1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, SH, MH, M.A., Dekan Fakultas Syari’ah dan

    Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas

    Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Ketua Program Studi Perbandingan

    Mazhab dan Hidayatullah. S.H,M.H, Sekretaris Program Studi Perbandingan

    Mazhab.

    3. Ibu dosen penasehat akademik penulis.

    4. Bapak Dr. Abdurrahman Dahlan, MA dan Ibu Ria Safitri, M,Hum, dosen

    pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu serta memberikan arahan,

    saran dan ilmunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan

    memberikan ilmu yang tak ternilai harganya, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

    Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Tamrin dan Ibunda Raswi atas

    pengorbanan dalam mendidik, mengasuh dan berjuang sampai ke titik ini dan

    tak pernah lupa untuk mendoakan, memberikan arahan serta dukungan

    kepada penulis. Juga kepada kaka Minhatun Hidayati dan adik Arsyilia Rifda,

  • Khoiriah yang telah menemani, memberikan doa serta dukungan sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    7. Arif Fadillah, Tubagus Akbar, Tarsani, Subhan, Acev, Sarudin, Imam Arifin,

    Imam Sahabudin, Syifa, Ahmad Zaki, Furqon Efendi, Muaz Anshori, Ishaq,

    Nurkholis majid yang telah menerima penulis dan menjadi teman suka

    maupun duka. Semoga persahabatan ini akan selalu terjalin sampai Jannah-

    Nya.

    8. Juga kepada Riyan Ananta, Fabi Kriyani, Mohamad asad dan Jamaludin

    yang selalu membantu penulis dengan tulus dan ikhlas, sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.

    9. Keluarga Besar yang telah menemani dan mewarnai hari-hari penulis selama

    perkuliahan. Juga kepada teman seperjuangan PMH 2014 yang telah memberi

    pengalaman yang berharga selama perkuliahan.

    10. Keluarga Besar Mahasiswa Cirebon Jakarta yang telah menemani

    pengabdian selama dibangku perkuliahan. Dan keluarga besar alumni Buntet

    Pesantren Cirebon yang selalu memberikan motivasi besar untuk selalu

    berkhidmat kepada Guru.

    Akhir kata semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas bantuan

    yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kebaikan kalian menjadi berkah dan

    amal jariyah untuk kita semua. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

    penulis serta pembaca pada umumnya. Aamiin

    Jakarta, 13 April 2019

    Penulis

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Tindak pidana korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih

    dibandingkan dengan tindak pidana lain diberbagai belahan dunia. Fenomena ini

    dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana

    ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan.

    Korupsi merupakan masalah serius,tindak pidana ini dapat membahayakan

    stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial

    ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai– nilai demokrasi dan

    moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.

    Korupsi merupakan ancaman terhadap cita- cita menuju masyarakat adil dan

    makmur.1

    Pembicaraan tentang korupsi seakan tidak ada putus-putusnya. Fenomena

    ini memang sangat menarik untuk dikaji, apalagi dalam situasi seperti sekarang

    ini,dimana ada indikasi yang mencerminkan ketidak percayaan rakyat terhadap

    pemerintah. Tuntutan akan pemerintahan yang bersih semakin keras, menyusul

    krisis ekonomi akhir-akhir ini. Hal ini sungguh masuk akal, sebab kekacauan

    ekonomi saat ini merupakan ekses dari buruknya kinerja pemerintahan di

    Indonesia dan praktik korupsi inilah yang menjadi akar masalah.2

    Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

    Baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian keuangan negara.

    Kualitas tindak pidana korupsi yang dilakukan juga semakin sistematis dengan

    lingkup yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut

    menjadi salah satu faktor utama penghambat keberhasilan untuk mewujudkan

    masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh

    Undang-Undang dalam memberantas korupsi. Korupsi juga semakin

    1 Leden Marpaung.. Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan dan Pencegahan. (Jakarta:

    Djambatan 2001), h.27

    2 Adrian Sutendi.. Hukum Keuangan Negara.( Jakarta: Sinar Grafika,2010) h.189

  • 2

    memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat yang tercermin dalam bentuk

    ketidak percayaan dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum, bila tidak ada

    perbaikan yang berarti, maka kondisi tersebut sangat membahayakan

    kelangsungan hidup bangsa.3

    Keseriusan pemerintah dalam menyikapi persoalan korupsi sejalan dengan

    peraturan KPU No 20 tahun 2018 yang mengatur kriteria calon legislatif, penulis

    melihat peraturan ini di buat untuk menjalankan prinsip integritas dalam institusi

    legislatif. Lembaga legislatif merupakan lembaga yang memiliki peran vital di

    indonesia. Badan ini merupakan representase dari aspirasi masyarakat sehingga

    lembaga ini harus memiliki integritas dan mendapatkan kepercayaan penuh dari

    masyarakat. KPU menyadari bagaimana pentingnya lembaga ini, sehingga KPU

    (Komisi Pemilihan Umum) memiliki kewajiban untuk melakukan langkah

    preventif dalam menentukan kriteria para calon anggotanya.

    Komisi Pemilihan Umum mengambil peran penting dalam menjaga prinsip

    integritas dalam sebuah lembaga legislatif.Tindak pidana korupsi merupakan

    tindak pidana khusus dan berbahaya bagi keberlangsungan sebuah negara.

    Menurut Blaack’s Law dictionary “Suatu perbuatan yang dilakukan dengan

    maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban

    resmi dan hak-hak dari pihak lain, secara salah menggunakan jabatanya atau

    karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau

    untuk orang lain bersamaan dengan kewajibanya dan hak-hak dari pihak lain”.4

    Menurut penasehat KPK Abdullah Hehamamua kejahatan korupsi

    dikategorikan sebagai (extraordinary crime) ada sebab mengapa korupsi di

    indonesia menjadi kejahatan luar biasa, salah satunya dari sektor ekonomi,hutang

    di indonesia ke negara lain.5

    Sebagaimana telah dibicarakan diatas, bahwa korupsi merupakan satu

    penyakit masyarakat yang paling krusial dan harus diberantas, sebab dapat

    menghancurkan seluruh jaringan keseimbangan manusia dalam bermasyarakat.

    3Andi Hamzah.. Korupsi Di Indonesia Masalah dan Pemecahannya. (Jakarta: Gramedia

    Pustaka Utama.1991), h.2. 4 Campbell henry, black’s law dictionary di terjemahkan oleh wikipedia( tahun 1860-1927)

    5 Media online republika, korupsi di sebut kejahatan luar biasa, (2018)

  • 3

    Bisa dikatakan dengan meminjam istilah umumnya, bahwa yang kaya bertambah

    kaya dan yang miskin semakin miskin. Prilaku ini sedikit demi sedikit

    menggerogoti moralitas manusia yang dibimbing agama. Islam sebagai agama

    mayoritas di Indonesia sangat mengecam perbuatan korupsi, sebagaimana bisa

    didengar komentar para ulama Indonesia bahwa perbuatan ini telah melanggar

    nilai-nilai agama dan haram hukumnya. Mungkin mereka melihat dari sudut

    pandang karakteristik dari korupsi tersebut, baik secara pengertian, sifat dan

    lainnya. Dan meminjam istilah Zuhaili, bahwa yang haram itu berlaku umum,

    karena mengingat tujuan dari penetapan sesuatu yang haram itu untuk

    menghindari keudharatan atau menjauhi mafsadat yang terdapat di dalamnya.6

    Dalam penetapan hukum yang dilakukan organisasi masyarakat (ormas)

    Islam atau ulama Indonesia (MUI khususnya) bukan merupakan suatu persoalan

    yang mudah. Hal ini tidak dipungkiri dan bisa diakui. Namun demikian, ketiadaan

    hukum dengan sanksi yang tegas dari apresiasi yang dilakukan para ulama,

    mengakibatkan adanya anggapan bahwa perbuatan ini merupakan pelanggaran

    yang tidak berat. Dan bahkan diantara para koruptor itu, malahan terdapat orang-

    orang yang memahami dan mengerti agama (sebagaimana kasus korupsi yang

    terjadi di lingkungan Departemen Agama).

    Dalam hukum Islam sebagaimana pemaparan diatas, secara global dan jelas

    dapat disimpulkan bahwa perbuatan korupsi dengan segala dampak dan eksesnya

    dikategorikan sebagai haram. Dari penetapan ini, bisa dilihat kembali berdasarkan

    kajian ushul fiqh mengenai pengharaman tersebut atau bahkan dimungkinkan

    adanya sanksi yang berat bagi pelakunya seiring dengan perkembangan kasus

    korupsi yang semakin banyak, hingga merambah ke berbagai aspek kehidupan

    masyarakat.

    Menurut penulis langkah KPU membuat aturan untuk menyeleksi calon

    anggota legislatif sudahlah sangat tepat melihat dari dampak yang di timbulkan

    dari perilaku koruptif. Sebagian masyarakat begitu trauma terhadap politisi yang

    korupsi sehingga tidak menutup kemungkinan pejabat atau elit politik yang

    6 Wahbah Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Hukum Islam (Studi Banding Dengan Hukum

    Positif), Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, hlm. 11

  • 4

    pernah terlibat kasus korupsi akan mengulangi tindakan serupa pada masa yang

    akan datang, penulis sangat memahami anggapan masyarakat terhadap perilaku

    koruptif ini sehingga penulis akan mengembangkan persoalan ini dalam karya

    ilmiah.

    Namun terlepas dari Putusan MA Nomor 46 P/HUM/2018 yang

    mengizinkan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai legislatif,

    Putusan MA ini berdampak terhadap tingkat kepercayaan masyarkat ke lembaga

    legislatif, karena di nilai putusan ini mengistimewakan bagi calon legislatif yang

    berbanding terbalik dengan lembaga negara lain dalam peraturannya yang jelas

    melarang ketika ada pejabatnya yang melakukan tindakan koruptif akan

    diberhentikan secara tidak hormat, ini tentu jelas menjadi sebuah polemik

    berkepenjangan dan bertentangan pula dengan Hukum islam terhadap pelaku

    koruptif, dan koruptor pula lahir dari kekuasaan.Sehingga penulis akan membahas

    permasalahan ini dalam sebuah karya ilmiah berjudul:

    “PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA KORUPSI SEBAGAI

    ANGGOTA LEGISLATIF PERSPEKTIF HUKUM ISLAM PUTUSAN

    MAHKAMAH AGUNG NO 46 P/HUM/2018”

    B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan masalah

    1. Identifikasi masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas beberapa

    masalah yang dapat di identifikasikan :

    a. Apa yang dimaksud mantan Narapidana?

    b. Apa yang di maksud korupsi menurut Hukum Islam?

    c. Apa yang di maksud korupsi menurut Hukum Positif?

    d. Apa yang dimaksud lembaga legislatif?

    e. Apa yang dimaksud anggota legislatife?

    f. Apa sanksi korupsi menurut Hukum Islam dan Positif?

    g. Apa dasar pertimbangan Hakim mantan narapidana boleh mencalonkan

    menjadi anggota legisltaif dalam Putusan MA Nomor 46/HUM/2018?

    h. Apakah Hukum positif membatasi Hak politik mantan narapidana ?

  • 5

    i. Apakah islam membatasi Hak Politik mantan narapidana?

    j. Bagaiamana Diktum Putusan MA?

    2. Pembatasan Masalah

    Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih Putusan Mahkamh

    Agung sebagai objek penelitian. Mengingat banyaknya perkara yang diputus

    oleh Pengadilan Negeri tersebut, maka penulis melakukan pembatasan yakni

    hanya pada putusan mengenai Putusan Mahkamah Agung No 46

    P/HUM/2018 tentang dibolehkanya mantan narapidana korupsi menjadi calon

    legislatif.

    3. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka penulis menarik

    rumusan masalah sebagai berikut :

    a. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim tentang pencalonan Mantan

    Narapidana Korupsi dalam Putusan Mahkamah Agung No 46/HUM/2018?

    b. Bagaimana Hak Asasi manusia memandang Putusan Mahkamah Agung

    No 46 P/Hum/2018?

    c. Bagaimana Fiqih siyasah memandang Putusan Mahkamah Agung No 46

    P/HUM/2018?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan, yaitu:

    a. Untuk mengetahui status hukum mantan narapidana korupsi dalam Hak

    Asasi manusia dan Fiqih Siyasah.

    b. Untuk menjelaskan Pertimbangan Hakim terhadap Mantan Narapidana

    dalam Putusan Mahkamah Agung No 46 P/HUM/2018

    c. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dala Hukum Positif dan

    Hukum Islamtentang mantan narapidana

    2. Manfaat Penelitian

    a. Secara akademik, penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat menambah

    pengetahuan dan keilmuan dalam memahami Putusan Mahkam Agung

  • 6

    Nomor 46/HUM/2018 di dalam kajian Hukum Positif dan Hukum Islam.

    Kemudian menambah literatur perpustakaan khususnya dalam bidang

    perbandingan madzhab dan hukum dan pada pembaca umumnya.

    b. Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan

    penjelasan kepada masyarakat tentang status hukum mantan narapidana

    Putusan MA Nomor 46 P/HUM/2018 yang mengizinkan mantan narapidana

    korupsi untuk ikut seta dalam pemilu legislatife dan di kaji dalam Hukum

    Islam dan Hukum Positif.

    D. Review studi terdahulu

    No. Nama

    Penulis/Judul/Tahun Substansi Pembeda

    1. Dede Suryanti/Analisis

    siyasah tasyri’iyah

    terhadap mantan

    terpidana menjadi

    anggota legislative dan

    kepala daerah/

    Universitas Islam Negeri

    Sunan Kalijaga/ Syariah

    dan Hukum/2018

    Skripsi ini

    menjelaskan bahwa

    menurut siyasah

    tasyri’yyah mantan

    narapidana di anggap

    cacat moral dan harus

    diputus segala haknya

    Skripsi yang

    penulis bahas

    menitik beratkan

    pada akibat ketika

    mantan narapidana

    diserahkan

    seluruhnya akan

    kembali berbuat

    korupsi

    2. Nuryani Rahma/ Studi

    analisis Hukum Positif

    tentang Judicial Review

    Peraturan KPU No 20

    Tahun 2018 tentang

    larangan mantan

    narapidana Korupsi

    sebaagai calon legslatif/

    Universitas Islam Negeri

    Skripsi ini membahas

    terhadap Peraturan

    KPU yang melarang

    Mantan narapidana

    korupsi yang

    menitikberatkan

    terhadap pandangan

    Hukum Positif

    Skripsi yang

    penulis bahas tidak

    menitiberatkan

    pada satu

    pandangan hukum

    saja yakni Hukum

    Positif

  • 7

    Sunan Ampel/Fakultas

    Syariah dan Hukum/2019

    E. Metode Penelitian

    Guna mendapatkan data dan pengolahan data yang diperlukan dalam

    kerangka penyusunan penulisan penelitian ini, penyusun menggunakan

    metode penelitian sebagai berikut:

    1. Pendekatan Penelitian

    Kajian penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis

    normatif. Menurut Soerjono Soekanto pendekatan yuridis normatif yaitu

    penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau

    data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan

    penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang

    berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.7

    2. Jenis Penelitian

    Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam mengolah dan

    menganalisa data adalah penelitian kualitatif. Penulis menggunakan

    metode kualitatif dengan cara menganalisa dengan menggunakan

    penafsiran hukum, penalaran hukum, dan argumentasi rasional.8 Dalam

    hal ini objeknya ialah Putusan Mahkamah Agung No 46 P/HUM/2018,

    dan dan sebuah Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

    Manusia.

    7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

    Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h., 13-14.

    8 Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum. (Jakarta:PUAJ, 2007), h.,

    29.

  • 8

    3. Sumber Data

    Sumber data penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber

    penelitian yang berupa data primer, data sekunder, dan data tersier.9

    Adapun sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

    a. Data Primer

    Data primer yang penulis pergunakan dalam penulisan hukum

    ini adalah:

    1) Al-Qur’an dan Al-Hadits

    2) Good Governance

    3) Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

    4) Fiqih Siyasah

    5) Putusan Mahkamah Agung No 46 P/HUM/2018

    b. Data Sekunder

    Data sekunder diperoleh dari hasil-hasil kajian hukum terhadap

    Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan

    Putusan Mahkamah Agung No 46 P/HUM/2018.

    c. Data Tersier

    Data tersier yang penulis pergunakan dalam hasil penulisan

    penelitian ini meliputi:

    1) Kamus Hukum.

    2) Media Internet.

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang diambil oleh penulis dalam

    penulisan penelitian ini adalah

    a. Teknik studi kepustakaan, yaitu: Teknik pengumpulan data dengan

    mempelajari, membaca, dan mencatat buku-buku, literatur, catatan-

    catatan, peraturan perundang-undangan, serta artikel-artikel penting

    dari media internet dan erat kaitannya dengan pokok-pokok masalah

    9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian HUkum, (Jakarta: Kencana Prenada media

    Group, 2008), h., 141.

  • 9

    yang digunakan untuk menyusun penulisan penelitian ini yang

    kemudian dikategorisasikan menurut pengelompokan yang tepat.

    5. Teknik Analisis Data

    Setelah semua data terkumpul, dalam penulisan data yang

    diperoleh baik data primer, data sekunder, maupun data tersier maka data

    tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan

    menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus serta

    menafsirkan data berdasarkan teori sekaligus menjawab permasalahan

    dalam penulisan ini.

    F. Sistematika pembahasan

    Sebagaimana layaknya satu karya ilmiah hasil penelitian dalam bentuk

    skripsi maka uraian skripsi ini dimulai dengan menjelaskan prosedur standar suatu

    penelitian dalam bentuk skripsi karena itu penulis memulai uraian ini dengan

    menjelaskan latar belakang masalah mengapa penelitian ini dilakukan kemudian

    identifikasi, pembatasan dan perumusahan masalah. Di samping itu, tentu saja

    penulis juga menjelaskan apa tujuan dan manfaat penelitian, serta menentukan

    metode apa yang digunakan untuk penelitian. Uraian ini ditempatkan pada Bab I

    dengan judul Pendahuluan.

    Selanjutnya untuk memberikan gambaran umum kepada pembaca tentang

    masalah pencalonan mantan narapidana korupsi dengan segala bentuknya dalam

    kajian Pidana Islam maka penulis memaparkan hal-hal yang bersifat umum

    berkaitan dengan pengertian korupsi, sanksi,dasar hukum. Korupsi sebagai

    kejahatan luar biasa, kedudukan mantan narapidana, syarat anggota legislatif

    Uraian ini dimaksudkan sebagai pintu gerbang bagi pembaca untuk memahami

    konsep-konsep dasar tentang korupsi Uraian ini ditempatkan pada BAB II dengan

    Judul korupsi dalam Hukum Islam

    Sebagaimana halnya Bab II maka Bab III juga menguraikan hal-hal yang

    bersifat teoritis tentang konsep pencalonan mantan narpidana korupsi sebagai

    anggota legislatif menurut Hukum positif, Penulis menguraikan hal-hal yang

  • 10

    bersifat umum secara terperinci terdiri atas seputar pengertian korupsi, Sanksi dan

    dasar hukum.

    Kemudian pada Bab IV penulis melakukan analisis Putusan Mahkamah

    Agung No. 46/P/HUM/2018 tentang pencalonan mantan narapidana korupsi

    sebagai anggota legislatif. Uraian ini terdiri dari atas deskripsi Putusan Mahkamah

    Agung dengan menjelaskan kronoligis dan pertimbangan hakim dan persamaan

    perbedaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif. Bab ini merupakan bab inti

    dari uraian skripsi dan di sini dikemukakan berbagai sudut pandang berkaitan

    dengan hal ini.

    Sebagai bagian akhir dari skripsi ini adalah penutup. Penulis memaparkan

    hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan sebagaimana tergambar dalam skripsi

    ini dan kemudian diakhiri dengan saran. Saran yang penulis pandang relevan

    untuk perbaikan dari apa yang sudah ada sekarang ini.

  • 11

    BAB II

    PRINSIP GOOD GOVERNANCE DAN HAK ASASI MANUSIA DALAM

    PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA KORUPSI SEBAGAI

    ANGGOTA LEGISLATIF

    A. Good Governance

    Konsep good governance lahir sejalan dengan konsep-konsep dan

    instrument demokrasi, yaitu masyarakat madani, partisipasi masyarakat, hak asasi

    manusia dan pembangunan masayarakat secara berkelanjutan. Konsep baru itu

    menekankan pada peranan manajemen publik agar memberikan pelayanan

    berkualitas pada masyarakat, mendorong otonomi manajerial, terutama

    mengurangi campur tangan atau yang dilakukan oleh pemerintah pusat,

    transparansi dan akuntabilitas publik. Tiga unsur penting yang saling

    mempengaruhi dan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam

    konsep good governance adalah unsur, masyarakat madani, dan unsur swasta.

    Ketiga unsur tersebut mempunyai tata hubungan yang sama, sederajat dan saling

    mempengaruhi. Sedangkan prinsip-prinsip good governance itu sendiri adalah

    partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparansi, kepedulian

    kepada stakeholder, berorientasi kepada konsumen, kesetaraan, efektifitas dan

    efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategis. 1

    Pemahaman mengenai good governance dan clean government mulai

    mengemuka di Indonesia sejak 1990-an, terutama diungkapkan oleh kalangan

    negara-negara pemberi bantuan atau pinjaman (donor agency). Kata good

    governance dan clean government merupakan aspek yang perlu dipertimbangkan

    dalam pemberian bantuan atau pinjaman baik loan (pinjaman lunak-kecil

    bunganya) maupun grant (hibah). Sehingga sebetulnya istilah tersebut tidak lebih

    1 Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi

    Daerah, (Mandar Maju, Bandung,2003) hlm 1

  • 12

    hasil adopsian bagi negara-negara berkembang dari negara maju untuk

    memberikan berbagai macam bantuan. 2

    Menurut Taschereau dan Campos bahwa tata pemerintahan yang baik

    (good governance) itu merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses

    kesejajaran, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran serta adanya saling

    mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen, yakni pemerintah (government),

    rakyat (citizen) atau (civil society) dan usahawan (business) yang berada di unsur

    swasta (Miftah Thoha . 2002). Ketiga komponen tersebut sedapat mungkin

    saling mengintegrasikan semua kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pihak

    pemerintah (government). Pihak pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang

    mendorong iklim investasi yang lebih mudah bagi kalangan swasta. Sedangkan

    pihak civil society menjalankan fungsi pengawasan, bersifat moral dan sosial

    kemasyarakatan atas kebijakankebijakan pemerintah. 3

    Kriteria atau karakteristik yang dikemukakan tersebut, akuntabilitas dan

    transparansi merupakan dua instrumen pokok yang selalu ada dalam good

    governance. Akuntabilitas sebagai salah satu prinsip good governance dewasa ini

    boleh dikatakan sebagai harga mati yang harus dilakukan pemerintah.

    Akuntabilitas atau tanggung gugat lembaga eksekutif selain disebabkan

    oleh adanya tuntutan perkembangan good governance dan perkembangan

    demokratisasi juga karena kesadaran kritis masyarakat yang sudah mulai

    tumbuh subur. Persoalan sekarang adalah bagaimana keterkaitan antara

    pertanggungjawaban pemerintah dengan good governance. 4

    Suatu tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan harapan

    dari diberlakukanya otonomi daerah. Miftah Toha menjelaskan bahwa tata

    pemerintahan yang baik dan berwibawa (good governance) harus predictable,

    terbuka, dan proses pengambilan kebijaksanaanya bebas dari kecurigaan. Tata

    2 Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka

    Otonomi Daerah,( Mandar Maju, Bandung,2003) hlm 2 3 Miftah Thoha, Praktik Birokrasi Publik Yang Menjadi Kendala Terwujudnya Good

    Governance. Balai Pustaka Jakarta 2013 4 Joko Widodo,Good Governance;Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol

    Birokrasi. Surabaya: Insana Cendekia Press 2001

  • 13

    pemerintahan yang semacam itu memerlukan akuntabilitas, transparansi, terbuka

    menerima perbedaan dan keragaman masyarakat serta keharusan penegakan rule

    of law secara eksklusif (Miftah Toha. 1999) 5

    Prinsip-Prinsip Good Governance

    9 karekteristik prinsip-prinsip Good Governance yang saling mengait sebagai

    berikut: 6

    1. Partisipasi (participation), setiap warga mempunyai hak suara dalam

    pembuatan

    keputusan;

    2. Taat Hukum (rule of law), hukum keadilan dilaksanakan tanpa pandang bulu;

    3. Transparansi kebebasan informasi untuk dipahami dan dimonitor;

    4. Responsif (responsiveness), lembaga-lembaga berusaha melayani setiap

    stakeholdersnya dan instrument terhadap aspirasi masyarakat;

    5. Berorientasi pada kesepakatan (consensus orientation), menjadi perantara

    terhadap kepentingan yang berbeda untuk mendapatkan pilihan terbaik bagi

    kepentingan bersama;

    6. Kesetaraan (equity), semua warga mempunyai kesempatan yang sama dalam

    meningkatkan kesejahteraan;

    7. Efektif dan Efisien (effectiveness and efficiency), proses dan lembaga

    menghasilkan sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan

    sumber-sumber sebaik mungkin;

    8. Akuntabilitas (accountability), pemerintah, swasta, masyarakat, bertanggung

    jawab kepada publik dan lembaga stakeholders;

    9. Visi Stratejik (strategic vision), pemimpin dan publik mempunyai perspektif

    good governance yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan yang diperlukan

    untuk pembangunan.

    5 Miftah Thoha, Praktik Birokrasi Publik Yang Menjadi Kendala Terwujudnya Good

    Governance. Balai Pustaka Jakarta 2013 6 Joko Widodo,Good Governance;Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol

    Birokrasi. Surabaya: Insana Cendekia Press 2001) hlm. 6

  • 14

    Penjelasan lebih sederhana disampaikan oleh Ganie Rochman, dalam buku Good

    Governance Joko Widodo (2001), bahwa governance adalah mekanisme

    pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh negara

    (state), dan non-negara (private state) dalam suatu kegiatan kolektif.

    Good governance adalah cita-cita yang diharapkan seluruh pemerintahan

    didunia, karena tujuan hadirnya pemerintahan itu untuk mensejahterakan

    rakyatnya, maka cara yang paling mungkin adalah menciptakan Good

    Governance. Indonesia juga adalah salah satu negara yang menginginkan adanya

    Good Governance dengan menciptakan lembaga-lembaga yang relevan dengan

    permasalahan yang terjadi di masyarakat. Indonesia juga telah tegas untuk dapat

    menciptakan good governance dengan menghadirkan lembaga pemberantas

    korupsi yang bersifat independen. Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi

    indikasi bahwa Indonesia telah serius dalam menciptakan pemerintahan yang

    bersih, bahkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juga lahir berdasarkan

    kebutuhan negara dalam menciptakan Good Governance.

    B. Asas Tiada Pidana Tanpa kesalahan

    Asas “tiada pidana tanpa kesalahan” merupakan asas yang fundamental

    dalam hukum pidana.7 Bahkan sedemikian fundamentalnya, asas ini telah meresap

    dan menggema dalam hampir semua ajaran dalam hukum pidana.8 Asas ini juga

    terdapat dalam hukum pidana Belanda yang dikenal dengan istilah “geen straf

    zonder schuld” dan di Jerman yang dikenal dengan istilah “keine straf ohne

    schuld”.9 Dalam hukum pidana di Inggris juga terdapat asas yang serupa yang

    dalam bahasa Latin berbunyi:“actusnon facit reum nisi mens sit rea”atau

    diterjemahkan kedalam bahasa Inggris sebagai an act does not make a person

    guilty until the mind is guilty.10

    7 E.Ph.R. Sutorius, Het Schuldbeginsel / opzet en de Varianten Daarvan, diterjemahkan oleh Wonosutanto,Bahan Penataran Hukum Pidana Angkatan 1 tanggal 6-28 Agustus 1987,

    (Semarang: FH-UNDIP), hlm. 1. Sebagaimana dikutip oleh Muladi, Dwidja Priyatno, Op.cit., hlm.

    103.

    8 Ibid.

    9 Muladi, Dwidja Priyatno, Ibid., hlm. 102

    10

    Molejatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 5

  • 15

    Jika melihat ke dalam ketentuan dari KUHP,11 maka asas ini tidak akan

    ditemukan secara tertulis sebagaimana asas legalitas pada Pasal 1 ayat (1) KUHP.

    Menurut Moeljatno, asas“tiada pidana tanpa kesalahan” merupakan asas tidak

    tertulis dalam hukum yang hidup dalam anggapan masyarakat dan

    tidak kurang keberlakuannya daripada asas yang tertulis, seperti asas legalitas.12

    Lanjutnya,ia mencontohkan bahwa apabila ada seseorang yang dipidana tanpa

    adanya kesalahan,tentunya akan melukai perasaan keadilan.13

    Dalam perkembangannya, R. Achmad S.SoemaDipraja menyatakan bahwa

    asas ini bukan sekedar asas tidak tertulis lagi, karena telah menjadi dasar bagi

    hakim dalam menjatuhkan pidana,14 dimana asas tersebut termuat dalam Undang-

    Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan

    Kehakiman54 jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 199955 dan UndangUndang

    Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Undang-Undang

    Kekuasaan Kehakiman).15

    Pada Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman,

    menentukan:16“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila

    pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat

    keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah

    bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”17 Dalam

    perkembangannya, R-KUHP revisi 2015 juga sudah mengatur secara tegas

    mengenai asas “tiada pidana tanpa kesalahan” di dalam Pasal 38 ayat (1), yang

    mengatur: “Tidak seorangpun yang melakukan tindak pidana dipidana tanpa

    kesalahan”

    11 KUHP yang dimaksud adalah KUHP tahun 1915 yang diadopsi dari Wetboek van

    Straftrecht tahun 1881

    12

    Ibid

    13

    Ibid

    14

    R. Achmad S. Soema di Pradja, Beberapa Tinjauan Tentang Hukum Pidana dan

    Hukum Acara Pidana, (Bandung : CV Armico, 1983), hlm. 21

    15

    Indonesia, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 Tahun 2004, LN

    No. 8 Tahun 2004, TLN No. 4358

    16

    Indonesia, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 Tahun 2004, LN

    No. 8 Tahun 2004, TLN No. 4358

    17

    Indonesia, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 Tahun 2004, LN

    No. 8 Tahun 2004, TLN No. 4358

  • 16

    Hal ini semakin menunjukkan pentingnya unsur kesalahan sebagai penentu

    apakah subjek hukum dapat dipidana atau tidak, dimana norma ini sebelumnya

    hanya berlaku sebagai suatu asas yang tidak tertulis, yang kemudian dituangkan

    secara konkrit dalam suatu pasal.

    Guna mengetahui mengapa asas “tiada pidana tanpa kesalahan” ini sebagai

    suatu asas yang penting perlu diketahui apa yang dimaksud dengan asas ini? E.Ph.

    R.Sutorius mencoba mengartikan asas “tiada pidana tanpa kesalahan”.

    Menurutnya,:

    “pertama-tama harus diperhatikan bahwa kesalahan selalu hanya

    mengenai perbuatan yang tidak patut, yaitu melakukan sesuatu yang

    seharusnya tidak dilakukan dan tidak melakukan sesuatu yang seharusnya

    dilakukan. Ditinjau secara lebih mendalam, bahwa kesalahan memandang

    hubungan antara perbuatan tidak patut dan pelakuknya sedemikian

    rupa,sehingga perbuatan itu dalam arti kata yang sesungguhnya

    merupakan perbuatannya.Perbuatan ini tidak hanya objektif tidak patut,

    tetapi juga dapat dicelakan kepadanya.Dapat dicela itu bukanlah inti dari

    pengertian kesalahan, melainkan akibat dari kesalahan. Sebab hubungan

    antara perbuatan dan pelakunya itu selalu membawa celaan,maka orang

    dapat menamaka nsebagai“dapat dicela”. Sehingga, kalau dirangkumkan

    akan menjadi bahwa asas tiada pidana tanpa kesalahan mempunyai arti

    bahwa agar dapat menjatuhkan pidana, tidak hanya disyaratkan bahwa

    seseorang telah berbuat tidak patut secara objektif, tetapi juga perbuatan

    tidak patut itu dapat dicelakan kepadanya”.18

    Asas “tiada pidana tanpa kesalahan” pada dasarnya tidak menghendaki

    terjadinya pemidanaan terhadap seseorang tanpa adanya kesalahan, meski yang

    bersangkutan secara nyata telah melakukan suatu pelanggaran aturan.19

    Sebagaimana dijelaskan pada bagian pertanggungjawaban pidana, unsur

    kesalahan atau schuld guna menentukan pertanggungjawaban pidana atau

    toerekeningsvatbaarheid sebagai dasar penjatuhan pidana memiliki kedudukan

    yang penting.Unsur kesalahan menjadi penentu apakah seseorang dapat dikenakan

    18 Ph.R. Sutorius, Op.cit.., hlm. 2. Sebagaimana dikutip oleh Muladi, Dwidja Priyatno, Op.cit., hlm.

    104.

    19

    Ibid.

  • 17

    pertanggungjawaban pidana terhadapanya atas suatu perbuatan pidana.20

    Bahkan

    beberapa Sarjana memandang unsur kesalahan ini sebagai unsur konstitutif. 21

    C. Konsep Hak Asasi Manusia

    Dalam Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) sebenarnya dapat dilacak

    secara teologis lewat hubungan manusia, sebagai makhluk dengan penciptanya.

    Tidak ada manusia yang lebih tinggi daripada manusia lainnya. Hanya satu yang

    mutlak, yakni Tuhan Yang Maha Esa. Keberadaanya sebagai prima facie,

    berkonsekuensi pada kerelatifan pengetahuan manusia.22

    Dan pengetahuan

    tersebut membawa memberikan pemahaman; manusia diciptakan langsung

    dengan hak-hak yang tidak dapat dipisahkan.

    Hak untuk hidup misalnya. Tidak ada satu daya pun, begitupula kuasa,

    yang dapat membatalkan hak hidup yang diberikan Tuhan kepada manusia,

    walaupun manusia tersebut melakukan perbuatan yang paling keji. Penghormatan

    pada hak-hak dasar manusia juga berarti penghormatan kepada Sang

    Penciptanya.23

    Konsepsi HAM di atas, jika dirunut lebih ke belakang, muncul dari teori

    hak kodrati (natural rights theory). Teori tersebut muncul dari teori hukum

    kodrat (natural law theory). Salah seorang pemikir yang banyak berbicara

    tentang hukum kodrat adalah Thomas Aquinas.24

    20 D. Simons, Kitab Pelajaran Hukum Pidana (Leerboek van Het Nederlanches

    Straftrecht), cet.1,(Bandung: CV

    Pionir Jaya, 1992),, hlm. 195

    21

    Sarjana yang dimaksud adalah Van Hamel, Simons, Zevenbergen, dan Scheper. Meski

    demikian, pendapat ini ditolak oleh beberapa Sarjana lainnya, yakni Pompe dan Hazewinkel -

    Suringa. Utrecht, Op.cit., hlm. 285. 22 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara & Pilar-pilar Demokrasi, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2012), hlm. 199. 23

    Sandaran konsepsi HAM sebagai hakikat makluk Tuhan Yang Maha Esa sesuai

    dengan Pasal 1 butir 1 UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang HAM. HAM adalah seperangkat hak

    yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

    merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,

    hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat

    manusia

    24 E. Sumaryono, Etika Hukum, Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,

    (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 32-33

  • 18

    Lahir di desa Aquino, sebuah desa antara Roccasecca dan Napoli, Tahun

    1224. Thomas Aquinas selain seorang pemikir keagamaan, ia juga seorang filosof

    hukum. Hukum dalam pandangannya adalah perintah akal budi demi kebaikan

    umum dan difomulasikan oleh orang yang bertugas memimpin masyarakat.

    Hukum memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 25

    a. Rasionalitas, karena hukum merupakan perinah akal budi. Artinya, jika

    seseorang menghendaki suatu tujuan tertentu, akal budinya

    memerintahkan tentang apa yang seharusnya dilakukannya untuk

    mencapai suatu tujuan tertentu

    b. Teleologis atau berorientasi pada suatu tujuan tertentu, yaitu demi

    kebaikan umum. Dalam defenisi tersebut, hukum dibuat berdasarkan

    kepentingan masyarakat, yaitu disusun demi kebaikan umum.

    c. Untuk kepentingan tersebut, maka pembuatan hukum menjadi

    wewenang masyarakat secara keseluruhan atau menjadi wewenang

    seseorang yang ditunjuk mewakili masyarakat.

    Aquinas membagi hukum pada empat jenis

    a. Hukum abadi: hukum yang digunakan Tuhan dalam penciptaan umat

    manusia

    b. Hukum kodrat: pantulan akal ilahi yang terdapat dalam setiap

    penciptaan sebagaimana dimanifestasikan dalam berbagai

    kecenderungan setiap ciptaan untuk mencari kebaikannya sendiri dalam

    menghindari kejahatan.

    c. Hukum ilahi: yaitu hukum yang diterima manusia melalui wahyu

    Hukum buatan manusia: hukum yang diturunkan dari hukum ilahi dan

    memiliki ketentuan khusus yang sesuai dengan situasi konkret hidup

    manusia. 26

    25 E. Sumaryono, Etika Hukum, Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,

    (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 26 . E. Sumaryono, Etika Hukum, Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,

    (Yogyakarta: Kanisius, 2002),79

  • 19

    Hukum kodrat, dalam pandangan Aquinas adalah partisipasi makhluk

    rasional di dalam hukum abadi. Hukum yang disebutkan belakangan inilah yang

    paling utama dan menjadi asas dan keadilan hukum buatan manusia. Aquinas

    menyatakan, hukum positif yang tidak diturunkan dari hukum abadi tidak dapat

    mencerminkan keadilan.27

    Setiap hak ditetapkan secara objektif maupun subjektif. Objektif

    maksudnya hak diberikan pada seseorang karena memang menjadi miliknya.

    Subjektif artinya, penetapan hak berhubungan dengan yang dimilikinya. Ia

    menjadi tuan dari apa yang dimilikinya. Penetapan hak ini, juga berhubungan erat

    dengan urusan hukum dan bernegara. Hak ditetapkan secara objektif karena

    demikian adalah hukum kodratnya, sebagai manifestasi keadilan, dan ditetapkan

    secara subjektif, sebagai konsekuensi dari penetapan hukum kodrat. Belakangan,

    hak yang ditetapkan secara subjektif ini, dikenal dengan istilah hak sipil dan

    warga negara.28

    Selain Aquinas, John Locke mengatakan, semua individu dikarunia oleh

    alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan kepemilikan. Demikian

    merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh

    negara. Perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut ini diserahkan kepada

    negara melalui kontrak sosial (sosial contract).29

    Ia menjelaskan, adanya negara, pemerintahan dan hukum yang tercipta

    dalam masyarakat, muncul karena kesadaran atas hak milik yang tersedia dari

    kodratnya sebagai manusia.30

    Locke berpendapat meskipun manusia menyerahkan haknya kepada

    negara, penyerahan itu tidaklah secara absolut. Ada hak-hak yang tetap kekal

    melekat di masing-masing individu. Hak yang diserahkan adalah hak yang

    27 . Ibid., hlm. 96.

    28 Ibid., hlm. 79-80 29

    John Lock, Kuasa Itu Milik Rakyat, Esai Mengenai Asal Mula Sesungguhnya, Ruang

    Lingkup, dan Maksud Tujuan Pemerintahan Sipil, (Yogyakarta: Kanisius, cet V-2006), hlm.100-

    102 30

    John Lock, Kuasa Itu Milik Rakyat, Esai Mengenai Asal Mula Sesungguhnya,

    Ruang Lingkup, dan Maksud Tujuan Pemerintahan Sipil, (Yogyakarta: Kanisius, cet V-

    2006), hlm.100-102.

  • 20

    berkaitan dengan perjanjian negara semata. Pendapat tersebut didasarkan pada

    pandangannya bahwa proses perjanjian masyarakat (treaties of civil goverment)

    terbagi menjadi dua. Proses pada tahap pertama adalah perjanjian individu

    dengan warga negara lainnya untuk membentuk pemerintahan dan negara politis.

    Perjanjian pertama ini disebutnya dengan Pactum Unionis. Tahap ini berlanjut ke

    Pactum Subjectionis, dimana setiap perjanjian di tahap pertama terbentuk atas

    dasar suara mayoritas. Konsepsi mayoritas dari masing-masing subyek

    menunjukkan bahwasanya pembentukan perjanjiannya tidaklah absolut. Hak-hak

    dasar individu tidaklah tertanggalkan karenanya. Maka logislah negara, sebagai

    hasil perjanjian mayoritas masyarakat tadi, menjamin perlindungan hak asasi

    individu warga negaranya31

    Beranjak lebih jauh, konsepsi hak asasi tidak saja membenarkan

    keberadaan manusia sebagai makhluk yang sadar pada pentingnya hidup

    bermasyarakat dan sosial. Konsepsi HAM juga sebagai citraan dirinya sebagai

    mahluk yang bermartabat dalam persoalan dan konflik. Frans Magnis Suseno

    mengatakan :

    “Hak-hak asasi manusia adalah sarana untuk melindungi manusia modern

    terhadap ancaman-ancaman yang sudah terbukti keganasannya. Hak-hak itu

    disadari sebagai reaksi terhadap pengalaman keterancaman segi-segi

    kemanusiaan yang hakiki. Melalui paham hak asasi, tuntutan untuk menghormati

    martabat manusia mendapat rumusan operasional dalam bahasa hukum dan

    politik.”32

    Dalam Undang-undang No. 39/1999 Bab I Ketentuan Umum, dalam pasal

    1 (1) menjelaskan makna Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak

    yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan

    Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung

    tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum pemerintah, dan setiap orang demi

    31 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Jakarta: PT Raja Grafindo,

    cetakan VI 2014), hlm. 345-346 32

    Frans Magnis Suseno, Filsafat Kebudayaan Politik, Butir-butir Pemikiran Kritis,

    (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 231.

  • 21

    Undang-undang No. 39 /1999 tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri atas

    106 pasal, secara rinci dibagi menjadi hak hidup, hak berkeluarga, hak

    mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak

    atas rasa aman, hak katas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak

    wanita, hak anak, kewajiban dasar manusia, kewajiban dan tanggung jawab

    pemerintah, pembatasan dan larangan.33

    Dalam kaitanya dengan Tindak Pidana yang dilakukan oleh masyarakat,

    maka sudah seharusnya hukum juga menjadi pelindung Hak Asasi Manusia bagi

    pelaku. Seorang pelaku tindak pidana yang telah menjalani masa hukumanya,

    harus dikembalikan seluruh haknya sebagai warga negara yang sama, tanpa

    melihat tindak pidana yang telah diperbuat, begitupun mantan narapidana

    korupsi.

    D. Korupsi menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam

    1. Pengertian Korupsi

    Secara etimologis, korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption atau

    coruptus, dan istilah bahasa latin yang lebih tua dipakai istilah corumpere, dari

    bahasa latin itulah turun keberbagai bangsa-bangsa di Eropa seperti Inggris:

    corruption, belanda corruptive dan prancis, corruption dan korruptie, yang

    kemudian turun kedalam bahasa Indonesia menjadi Korupsi. Arti Harfiah dari

    kata itu ialah, kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,tidak

    bermoral, penyimpangan dari kesucian.34

    Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak.

    Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan

    semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang

    busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan

    kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta

    33

    Undang-undang (UU) Tentang Hak Asasi Manusia, No 39/1999 cet,Buku Biru , Jakarta

    Januari 2014 34

    Andy hamzah (1), korupsi di Indonesia masalah dan pemecahanya, Gramedia pustaka

    utama, Jakarta, 1991, hlm, 7

  • 22

    penempatan keluarga atau golongan dalam kedinasan dibawah kekuasaan

    jabatanya.35

    Korupsi secara umum diartikan sebagai perbuatan yang berkaitan dengan

    kepentingan public atau masyarakat luas atau kepentingan pribadi dan atau

    kelompok tertentu. Dengan demikian secara spesifik ada tiga fenolemena yang

    tercakup dalam istilah korupsi, yaitu penyuapan (bribery), pemerasan (extraction)

    dan nepotisme (nepotism).36

    Kejahatan korupsi pada hakikatnya termasuk ke dalam kejahatan ekonomi,

    hal ini bisa di bandingkan dengan anatomi kejahatan ekonomi sebagai berikut:

    1. Penyamaran atau sifat tersembunyi maksud atau tujuan kejahatan

    2. Keyakinan si pelaku terhadap kebodohan dan kesembronoan si korban

    3. Penyembunyian pelanggaran.37

    Adapun mengenai pengertian tindak pidana korupsi menurut Undang-undang

    Nomor 20 Tahun 2001, Tindak Pidana Korupsi yaitu :

    a. Setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

    diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan

    keuangan Negara atau perekonomian Negara(pasal 2 ayat (1)).

    b. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

    lain atau suatu korporasi menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau

    sarana yang ada padanya karena jabatan, atau kedudukan yang dapat

    merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara(pasal 3).

    c. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri

    dengan mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan

    35

    Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi edisi kedua, sinar Grafika, Semarang, 2005, hlm,

    91. 36

    Syed Husen Alatas, Sosiologi Korupsi, sebuah penjelajahan dengan data kontemporer,

    LP3ES, Jakarta,1983, hlm. 12 37 Barda Nawawi Arief dan Muladi. Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung,

    1992, hlm. 56

  • 23

    atau kedudukanya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat

    pada jabatan atau kedudukan tersebut (pasal 16)

    d. Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, , atau pemufakatan

    jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi(pasal 15)

    e. Setiap orang yang berada diluar Wilayah Republik Indonesia yang

    memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadinya

    tindak pidana korupsi (pasal 16).38

    Memperhatikan pasal pasal 2 ayat (1) diatas maka akan ditemukan unsur-

    unsur tindak pidana korupsi sebagai berikut :

    a. Melawan Hukum

    b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi Dapat

    merugikan keuangan Negara dan perekonomian Negara.

    c. Memberi hadiah, memberi janji kepada pegawai negeri, melakukan

    percobaan, pembantuan, pemufakatan jahat, dan memberi kesempatan

    Penjelasan umum Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, unsur melawan

    hukum mencakup perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan

    rasa keadilan dan norma-norma kehidupan social dalam masyarakat maka

    perbuatan tersebut dapat dipidana.Adapun yang dimaksud dengan perbuatan

    memperkaya diri sendiri adalah perbuatan yang dilakukan untuk menjadi lebih

    kaya lagi dengan cara tidak benar.

    Undang-undang pemberantasan pidana korupsi secara khusus mengatur

    Hukum Acara sendiri terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi, secara

    umum dibedakan dengan pidana khusus lainya. Hal ini mengingat bahwa korupsi

    merupakan Extra ordinary crime yang harus didahulukan di bandingkan tindak

    pidana lainya.39

    Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana

    khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum

    38

    Undang undang tindak pidana korupsi, UU No 20 tahun 2001 39 Igm Nurdjana, sistem Hukum Pidana dan bahaya laten korupsi (Problematik sistem

    Hukum Pidana dan implikasinya pada Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi), Total Media,

    Yogyakarta. 2009, hlm 156

  • 24

    pidana umum. Seperti halnya ada penyimpangan hukum acara serta apabila

    ditinjau dari materi yang diatur, karena itu tindak pidana korupsi secara langsung

    maupun tidak langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin terjadinya

    kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian negara.

    Dengan diantisipasi sedini seamksimal mungkin, sehingga korupsi sebagai

    kejahatan luar biasa tidak terjadi lagi40

    Tindak pidana korupsi mempunyai hukum acara khusus yang menyimpang

    dari ketentuan hukum acara pada umumnya. Hukum Acara Pidana yang

    diterapkan bersifat “lex specialist” yaitu adanya penyimpangan-penyimpangan

    yang dimaksudkan untuk mempercepat prosedur dan memperoleh penyidikan

    penuntutan serta pemeriksaan disidang dalam mendapatkan bukti-bukti suatu

    perkara pidana korupsi dan penyimpangan tersebut dilakukan berarti bahwa hak

    asasi tersangka/terdakwa dalam tindak pidana korupsi tidak terjamin atau

    dilindungi, tetapi diusahakan sedemikian rupa sehingga penyimpangan-

    penyimpangan itu bukan merupakan penghapusan seluruhnya yang terpaksa

    dilakukan untuk menyelamatkan hak asasi tersebut dari bahaya yang ditimbulkan

    korupsi. Sedangkan di pihak lain, sebagai ketentuan umum atau “ lex generalis”

    dalam artian bagaimana melakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan

    sidang pengadilan dalam perkara korupsi sepanjang tidak diatur adanya

    penyimpangan dalam undang-undang No 31 Tahun 1999, prosesnya identik

    dengan perkara pidana umumnya yang mengacu KUHAP41

    Dengan tolak ukur bahwasanya tindak pidana korupsi bersifat tindak

    pidana yang luar biasa (extra ordinary crime) karena bersifat sistematik, endemic

    yang berdampak sangat luas (systematic dan widespread) yang tidak hanya

    merugikan keuangan negara tetapi juga melanggar hak sosial dan ekonomi

    masyrakat luas sehingga penindakanya perlu upaya comprehensive extra

    40 Lilik Mulyadi, tindak pidana korupsi di Indonesia,(normatif, teoritis, praktik dan

    masalahnya). PT. Alumni, Bandung, 2007 hlm 2 41

    Ifrani, Tindak Pidana Korupsi sebagai kejahatan luar biasa, Jurnal Al‟adl volume IX

    Nomor 3 desember 2017, hlm 2

  • 25

    ordinary measures sehingga banyak peraturan, lembaga dan komisi yang di

    bentuk untuk menanggulanginya42

    2. Pengertian Korupsi

    Beberapa jenis Tindak Pidana atau Jarimah dalam fiqih Jinayah yang

    dari segi unsur-unsur dan definisinya mendekati terminologi korupsi di masa

    sekarang yaitu:

    1. Ghulul (penggelapan)

    Kata ghululan (ًُغلُولا) dalam lafadz Muslim, atau ghullun ( dalam (ُغلً

    lafadz Abu Dawud, keduanya dengan huruf ghain berharakat dhammah.

    Ini mengandung beberapa pengertian, di antaranya bermakna belenggu

    besi, atau berasal dari kata kerja ghalla ( yang berarti khianat.43 Ibnul (َغلً

    Atsir menerangkan, kata al ghulul (ًُاْلُغلُول), pada asalnya bermakna khianat

    dalam urusan harta rampasan perang, atau mencuri sesuatu dari harta

    rampasan perang sebelum dibagikan44 Kemudian, kata ini digunakan untuk

    setiap perbuatan khianat dalam suatu urusan secara sembunyi-sembunyi

    Ghulul adalah tindakan pengambilan, penggelapan atau berlaku

    curang, dan khianat terhadap harta rampasan perang.45

    Ghulul diartikan

    menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta baitul mal, harta milik

    bersama kaum muslim, harta bersama dalam suatu kerjasama bisnis,harta

    negara,harta zakat, dan lain-lain.46

    42

    Ifrani, Tindak Pidana Korupsi sebagai Kejahatan luar biasa, Jurnal Al‟adl

    volume IX Nomor 3 desember 2017, hlm 3 43

    Al-Anshari, Lisanul Arab, Juz. IV, (Kairo: Darul Mishri, t.th), hlm 11/499 44 Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu „anhu tentang kisah

    seorang nabi (sebelum Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam ) dengan umatnya

    ketika mereka memperoleh rampasan perang. Kemudian di antara mereka ada yang

    mencuri harta rampasan perang tersebut, hingga Allah mengirimkan api dan melahap

    semua harta rampasan perang tersebut, dan Allah mengharamkannya untuk umat sebelum

    umat Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam. (Muttafaqun „alaihi. Al Bukhari dalam

    kitab Fardhul Khumus, bab Qaulun Nabiyyi Shallallahu „alaihi wa sallam (Uhillat), hadits

    no. 3124, dan Muslim dalam kitab al Jihad was Sair, bab Tahlilil Ghana-im li Hadzihil

    Ummati Khashshatan, hadits no. 3287.) 45 M. nurul irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2011, hlm.

    81 46

    M. nurul irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2011

  • 26

    Ghulul merupakan hal yang berbeda dalam tindak pidana pencurian

    umum, ghulul(korupsi) merupakan tindak pidana/jarimah yang berkaitan

    langsung dengan subjecnya (pelaku) bukan terletak pada (objectnya)

    benda yang dicuri. Ghulul dilakukan karena adanya penyalahgunaan

    wewenang terhadap sebuah amanah sehingga ghulul tidak termasuk dalam

    kategori pencurian umum dimana jika pencurian umum di lakukan bukan

    karena penyalahgunaan wewenang.

    2. Khiyanat (khianat)

    Khiyanat (َغد ار) adalah tidak menepati amanah. ia merupakan sifat

    tercela. Sifat khianat adalah salah satu sifat orang munafik sebagaimana

    sabda Rasulullah SAW bahwa tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga,

    yaitu apabila berkata berdusta, apabila janji ingkar, apabila diberi amanah

    berkhianat. Menurut ar-Raqib al-Isfahani, seorang pakar bahasa arab,

    khianat adalah sikap yang tidak memenuhi janji yang dipercayakan

    padanya. Ungkapan khianat juga digunakan bagi seorang yang melanggar

    atau mengambil hak-hak orang lain, dapat dalam bentuk pembatalan

    sepihak perjanjian yang dibuatnya, khususnya dalam masalah

    mu‟amalah.47

    Jarimah Khianat terhadap amanah adalah berlaku untuk

    setiap harta bergerak baik jenis dan harganya sedikit maupun banyak.48

    Contoh : “ ketika dua orang melakukan sebuah perjanjian anggap saja

    melakukan transaksi jual beli, keduanya telah sepakat menentukan harga,

    namun salah satu pihak yang menjadi pembeli tidak membayar dengan

    nilai harga yang telah disepakati”

    3. Sariqah (pencurian)

    Sariqah terambil dari kata bahasa arab Sariqah(َساِرق)، yang

    etimologis berarti mengambil harta milik seseorang secara sembunyi-

    47

    Abd. Aziz Dahlan (et all) Ensiklopedi Hukum Islam Jilid III, jakarta : PT.

    Icthiar Baru Von Haeve, 1996, hlm 913 48 Ahmad Abu al-Rus, Jara‟im al-Syariqat wa al-Nasbi wa Khianat al-amanah

    wa al-Syaik Bi Duuni Rasiid, (Iskandariyah, al-Maktabah al-Jam‟i al-Hadits, 1997)hlm

    580

  • 27

    sembunyi dan dengan tipu daya49

    terkait dengan batasan konsep tersebut,

    Abdul Qadir Audah mendefinsikan Sariqah sebagai tindakan mengambil

    harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi. Yang dimaksud

    mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi adalah

    mengambilnya dengan tanpa sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya.50

    4. Risywah (suap)

    Secara etimologis kata risywah berasal dari bahasa Arab ” رشاًًيرشو “

    yang masdarnya bisa dibaca “ رشوة‘’ً,’’ًًرشوة „‟ atau “ "رشوة yang berati “

    yaitu upah, hadiah, komisi,Secara harfiah, suap (Risywah) berarti “ الجعلو

    batu bulat yang jika dibungkamkan ke mulut seseorang, ia tidak akan

    mampu berbicara apapun. Jadi suap bisa mebungkam seseorang dari

    kebenaran51

    Menurut Ibrahim an-Nakhai dalam buku Abu Fida Abdur Rafi

    bahwa suap adalah suatu yang di berikan kepada seseorang untuk

    menghidupkan kebatilan atau menghancurkan kebenaran. 52

    Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mendefinisikan suap dengan

    meberikan harta kepada seseorang sebagai kompensasi pelaksanaan

    maslahat (tugas, kewajiban) yang tugas itu harus dilaksanakan tanpa

    menunggu imbalan atau uang tip53

    Suap menyuap adalah jenis korupsi yang mempunyai cakupan

    paling luas penyebaranya dan merambah sebagian sendi-sendi kehidupan.

    Ibnu mas‟ud berujar, “Risywah tumbuh dimana-mana” kasus suap

    menyuap juga merupakan intensitas paling tinggi. Hampir semua bidang

    bisa kerasukan jenis korupsi ini. Risywah mempunyai nama atau istilah

    49

    M. nurul irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2011

    hlm 117 50 Ahsin Sakho Muhammad, dkk (eds). Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jilid

    II. Jakarta: PT Kharisma Ilmu, hlm 519 51

    Ahsin Sakho Muhammad, dkk (eds). Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jilid

    II. Jakarta: PT Kharisma Ilmu 52 Abu Fida‟ Abdur Rafi, Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafsi

    (penyucian jiwa), jakarta: Republika. 2004 53

    Abu Fida‟ Abdur Rafi, Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafsi

    (penyucian jiwa), jakarta: Republika. 2004, hlm 4

  • 28

    yang bervariasi. Ada modelnya berbentuk hadiah,bantuan,uang perantara,

    komisi54

    Seorang pejabat boleh menerima hadiah dengan beberapa syarat:

    pertama, pemberi hadiah bukan seorang yang sedang terikat perkara dan

    urusan, kedua, pemberian tersebut tidak melebihi kadar volume kebiasaan

    sebelum menjabat55

    Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebenarnya dapat dilihat dari

    pengertian tindak pidana korupsi atau rumusan delik yang terdapat dalam

    ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan beberapa

    pengertian dan rumusan delik tindak pidana korupsi seperti di kemukakan

    di atas, adapun unsur-unsur tindak pidana korupsi yang dapat penulis

    inventarisir dalam Ketentuan Pasal 2-13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

    2001 Tentang tindak pidana korupsi, adalah:

    1. Tindakan seseorang atau badan hukum melawan hukum

    2. Tindakan tersebut menyalahgunakan wewenang

    3. Dengan maksud memperkaya diri sendiri dan orang lain

    4. Tindakan tersebut merugikan negara atau perekonomian Negara

    atau patut diduga merugikan keuangan dan perekonomian negara

    5. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri

    ataupenyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri

    atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat

    sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan

    kewajibannya.

    6. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara

    negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan

    dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam

    jabatannya

    54

    Abu Fida‟ Abdur Rafi, Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafsi

    (penyucian jiwa), jakarta: Republika. 2004 hlm 11 55

    Abu Fida‟ Abdur Rafi, Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafsi

    (penyucian jiwa), jakarta: Republika. 2004

  • 29

    7. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud

    untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya

    untuk diadili.

    8. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut

    ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi

    advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk

    mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan

    berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan

    untuk diadili

    9. Adanya perbuatan curang atau sengaja membiarkan terjadinya

    perbuatan curang tersebut

    10. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

    menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk

    sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat

    berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang

    atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang

    lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

    11. Dengan menggelapkan,menghancurkan, merusakkan, atau

    membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang

    digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat

    yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya dan membiarkan

    orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau

    membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar

    tersebut serta membantu orang lain menghilangkan,

    menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai

    barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

    12. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah

    atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau

    janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang

    berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang

  • 30

    yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan

    jabatannya.56

    Jika melihat jenis-jenis jarimah di atas, tidak semuanya sesuai

    dengan tindak pidana korupsi. Setidaknya ada enam jenis jarimah yang

    bisa dihubungan dengan praktek korupsi yang terjadi di Indonesia, yaitu

    ghulul (penggelapan), risywah (gratifikasi), ghasab (mengambil paksa

    harta orang lain), khianat, sariqah (pencurian), dan hirabah (perampokan).

    Dari keenam jenis jarimah ini, tidak semuanya bisa dicocokkan dalam

    rumusan pasal 2-13 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001

    tentang Unsur-unsur Korupsi.

    Berdasarkan penjelasan unsur-unsur tindak pidana korupsi di atas

    bahwa unsur-unsur korupsi sama sekali tidak bisa dihubungkan dengan

    sariqah, hirabah, maupun ghasab. Namun hanya Ghulul,risywah dan

    khianat yang masuk dalam unsur-unsur tindak pidana korupsi. Dalam

    tindak Pidana Islam ghulul risywah dan khianat hanya masuk dalam

    Sanksi Ta‟zir sedangkan sariqah masuk dalam sanksi Hudud. Karena

    secara istilah korupsi dan Sariqah berbeda. korupsi lebih condong kepada

    pengkhianatan amanah, sedangkan sariqah barang yang diambil tersimpan

    dan diluar penguasaan pencuri Oleh Karenanya secara otomatis sariqah,

    hirabah, maupun ghasab tidak masuk dalam unsur unsur tindak pidana

    korupsi.

    3. Dasar Hukum Ancaman Terhadap Tindakan Korupsi

    Masalah korupsi dalam kajian Hukum Islam termasuk dalam

    wilayah muaámalah maliyyah (persoalan sosial ekonomi atau keuangan)

    dan fiqih siyasah (hukum tata Negara). dari aspek normatif jelas bahwa

    56 https://.blogspot.com/2016/03/teori-pembuktian-unsur-unsur-tindak Pidana

    Korupsi.html

  • 31

    korupsi sebagai perbuatan yang terlaknat (terkutuk) dalam hal ini dalam

    al-Qur‟an juga menjelaskan dalam Qs. An-nisa‟ayat 29 yaitu:57

    ٍَ آَيُُىا الَ تَأُْكهُىا أَيْ أًيَا ٌَ تِجاَرةً َىانَُكْى بـَيـَُُْكْى بِاْنبيـُّهَا انَِّذي ٌْ تَُكى ِطِم إِالَّ أَ

    ُُْكْى ٍْ تـََزاٍض ِي ٌَ بُِكْى َرحِ إِ ◌ۚ َوالَ تـَْقتـُهُىا أََـْفَُسُكْى ◌ۚ َع َ َكا يًى ٌَّ َّللاَّ

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

    memakan harta sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan

    perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan

    janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha

    penyayang kepadamu. 58 (Qs. An-nisa‟ayat 29)

    Ibnu Katsir menafsirkan hukuman bagi pelaku Akl al-Ma‟l bi al-

    Bathil pada harta, akan menjadi sepotong api neraka. Lalu hukuman bagi

    pelaku ghulul menurut tafsir Ibnu Katsir dan Hamka apa yang

    digelapkannya itu akan dibawanya pada hari kiamat. Ibnu Katsir

    menambahkan, dikalungkan kepadanya tujuh lapis bumi pada hari kiamat

    kelak. Hamka menjelaskan, bahwa pada hari kiamat akan terbukalah

    rahasia penggelapan harta. Sebab para koruptor (pelaku ghulul) akan

    datang sendiri membawa barang yang dikorupsinya. Harta korupsi itu

    menjadi saksi atas kejahatan yang dilakukan koruptor, agar mereka tidak

    bisa mengelak dari kejahatannya. Kemudian koruptor akan mendapatkan

    pembalasan yang setimpal, sesuai besarnya korupsi yang dilakukannya59

    Korupsi bisa dikategorikan dalam Jarimah karena merupakan

    perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dan atau bersama-sama beberapa

    orang secara professional yang berkaitan dengan kewenangan atau instansi

    terkait. Lain halnya perbuatan mencuri yang adakalanya pula dalam

    bentuk harta dan adakalanya pula dalam bentuk administrasi, perbuatan

    57 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 3. 9

    58 Agama RI, A-Qur‟an dan Terjemahannya (Surabaya: Pustaka Agung Harapan

    2006) hlm 89 59

    Hamka, Tafsir al-Azhar, Vol. V

  • 32

    semacam ini jika berkaitan dengan jabatan atau profesi dalam birokrasi

    jelas merugikan departemen atau instansi terkait. Perbuatan dimaksud

    disebut korupsi dan pelaku akan dikenai hukuman pidana korupsi60

    ٍْ اِو نِتَأُْكهُىا فَِزيقًا ِي َواَل تَأُْكهُىا أَْيَىانَُكْى بَْيَُُكْى بِاْنبَاِطِم َوتُْذنُىا بَِها إِنًَ اْنُحكَّ

    ْثِى وَ ٌَ أَْيَىاِل انَُّاِس بِاْْلِ ى ًُ َْتُْى تَْعهَ أَ

    “Janganlah sebagian kalian memakan harta sebahagian yang lain

    di antara kalian dengan jalan yang batil dan janganlah kalian membawa

    urusan harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan sebahagian

    daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,

    Padahal kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 188)61

    Imam Ibnu Jarir ath Thabari begitu juga Imam Ibnu Katsir dalam

    kitab mereka menjelaskan asbabun nuzul ayat tersebut yaitu: Ayat yang

    mulia ini turun pada seorang laki-laki yang memiliki harta dan bersengketa

    dalam masalah harta tersebut dengan orang lain sedangkan dia tidak

    memiliki bukti yang otentik bahwa harta tersebut adalah miliknya. Maka

    pihak lawannya mengingkarinya dan pada akhirnya ia membawa

    persengketaan tersebut kepada para hakim dan diapun mengetahui bahwa

    kebenaran bersamanya dan dia juga faham bahwa (pihak lawannya)

    berdosa lantara memakan harta yang haram.62

    Dari „Adiy bi n „Amirah Al Kindi Radhiyallahu „anhu berkata :

    Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :

    ِّ يَْىَو ٌَ ُغهُىاًل يَأْتِي بِ ا فَْىقَُّ َكا ًَ َُا ِيْخيَطًا فَ ًَ ٍم فََكتَ ًَ ُُْكْى َعهًَ َع ْهَُاُِ ِي ًَ ٍْ اْستَْع َي

    ِ ِّ، فَقَاَل: يَا َرُسىَل َّللاَّ َْظُُز إِنَْي ََْصاِر َكأََِّي أَ ٍْ اْْلَ ِّ َرُجٌم أَْسَىُد ِي اْنقِيَاَيِت، قَاَل: فَقَاَو إِنَْي

    ْعتَُك تَقُىُل َكَذا َوَكَذا، قَاَل: َوأَََا أَقُىنُُّ اْقبَْم َعُِّ ًِ هََك، قَاَل: ))َوَيا نََك؟((، قَاَل: َس ًَ ي َع

    60 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),71 61 Departemen Agama RI, A-Qur‟an dan Terjemahannya (Surabaya: Pustaka

    Agung Harapan 2006) 62

    Ibnu Jarir ath Thobari, Jamiul Bayan „an Ta‟wil „Ayi al Qur‟an, Dar al

    „Alam, Yordania, 2002, Juz II hlm. 242.

  • 33

    ُُّْ أََخَذ َوَيا ا أُوتَِي ِي ًَ ِِ فَ ِّ َوَكثِيِز ٍم فَْهيَِجْئ بِقَهِيهِ ًَ ُُْكْى َعهًَ َع ْهَُاُِ ِي ًَ ٍْ اْستَْع ، َي ٌَ اْْل

    َْتَهًَ ُُّْ ا َُِهَي َع

    “Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu

    pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang

    jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta

    korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. („Adiy) berkata :

    Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap

    Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam , seolah-olah aku melihatnya,

    lalu dia berkata,”Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang

    engkau tugaskan.” Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam

    bertanya,”Ada apa gerangan?” Dia menjawab,”Aku mendengar

    engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di

    atas, Pen.).” Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam pun

    berkata,”Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara

    kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka

    hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun

    banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia

    (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak

    boleh.”63 (HR. Muslim dalam Shahih-nya dalam kitab al Imarah,

    bab Tahrim hadaya al‟umal)

    Hadits ini menjelaskan Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam

    menyampaikan peringatan atau ancaman kepada orang yang ditugaskan

    untuk menangani suatu pekerjaan (urusan), lalu ia mengambil sesuatu dari

    hasil pekerjaannya tersebut secara diam-diam tanpa seizin pimpinan atau

    orang yang menugaskannya, di luar hak yang telah ditetapkan untuknya,

    meskipun hanya sebatang jarum. Maka, apa yang dia ambil dengan cara

    tidak benar tersebut akan menjadi belenggu, yang akan dia pikul pada hari

    63 Imam Ahmad Muhammad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, Dar

    alKutub al- „Ilmiyah, Beirut, Libanon, 1993, Jilid 3, h. 132.

  • 34

    Kiamat. Yang dia lakukan ini merupakan khianat (korupsi) terhadap

    amanah yang diembannya. Dia akan dimintai pertanggungjawabnya nanti

    pada hari Kiamat.64

    Dalam fiqih jinayat, kriminalitas atau kejahatan dapat dibagi

    menjadi 3 bagian menurut Sayid Sabiq, yaitu: 65

    1. Qishash adalah tindak pidana yang menyakiti atau melukai tubuh

    sehingga hukumannya sepadan misalnya menghilangkan nyawa,

    melukai anggota badan. Di Arab Saudi, praktek qishash bagi

    pembunuhan adalah dengan cara dipancung. Sementara di Iraq dengan

    cara digantung.Menurut Sayyid Sabiq,66 Qishash ini adalah untuk

    memenuhi hak sesama manusia

    2. Hudud adalah ketentuan pasti hukuman yang ditetapkan syariat yaitu:

    Hadd zina, qadzaf, minuman keras, pencurian, baghy

    (pemberontakan), judi, riddah. Hal ini untuk memenuhi hak Allah

    SWT.

    3. Takzir adalah sanski hukum yang diberlakukan kepada seorang

    pelaku jarimah atau tindak pidana yang melakukan pelanggaran-

    pelanggaran, baik berkaitan dengan hak Allah maupun hak manusia

    dan pelanggaran-pelanggaran dimaksud tidak masuk dalam kategori

    hukuman hudud dan Qishas.67

    Dengan merujuk pada definisi di atas dan tidak ditentukan

    langsung oleh al-qur‟an dan hadits tentang jenis hukuman korupsi.68

    Maka

    Korupsi dapat dikelompokan kehukuman Tazir karena tidak ada ancaman

    secara tegas dan Nash Qath”i. sehingga tidak dimasukan kedalam hudud

    dalam tindakan pencurian yang diancam dengan potong tangan.Para ulama

    mensyaratkan sahnya pencurian apabila barang yang diambil tersimpan

    64 Imam Ahmad Muhammad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, Dar

    alKutub al- „Ilmiyah, Beirut, Libanon, 1993, Jilid 3, h. 132 65

    Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, Darul Fikr, Beirut, cet 1, 1992 hlm 497 66 Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, Darul Fikr, Beirut, cet 1, 1992 hlm 497 67 M. Nurul irfan, Korupsi dalam Hukum pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2011 68 M. Nurul irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2011

    hlm 127

  • 35

    dan di luar penguasaan pencuri (fi hirzihi).Sementara harta yang dikorupsi

    berada dalam wilayah kekuasaan pelaku. mendapat mandat penuh dan

    amanah dari rakyat untuk mengelola anggaran untuk digunakan sebesar-

    besarnya bagi kemakmuran masyarakat.

    Dari perspektif inilah, maka unsur tindak pidana korupsi berbeda dengan

    tindak pidana pencurian. Korupsi bisa disamakan dengan ghulul (penggelapan)

    Tindak Pidana Korupsi ini lebih condong kepada pengkhianatan amanah, Dengan

    demikian maka hukuman bagi pelaku Korupsi berupa ta‟zir bukan berada di

    wilayah hudud dan qishas, diserahkan sepenuhnya kepada ijtihad Hakim, seperti

    penjara ,pencelaan, denda materi, bahkan bisa hukuman mati

    E. Dewan Perwakilan Rakyat

    1. Pengertian Dewan perwakilan rakyat dan fungsi

    Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang anggota-anggotanya dipilih oleh

    rakyat melalui pemilihan umum, merupakan lembaga yang mewakili rakyat dalam

    sistem demokrasi di Indonesia. Pada lembaga ini masyarakat menaruh harapan

    besar agar apa yang dilakukan oleh mereka benar-benar memenuhi harapan

    masyarakat. Sebaliknya masyarakat merasa sangat kecewa ketika anggota-anggota

    DPR menunjukkan sikap dan perilaku yang hanya berorientasi pada kepentingan

    pribadi, kelompok, atau kepentingan partai, yang jauh dari problem atau persoalan

    yang sedang dialami oleh masyarakat. Terlebih ketika ada di antara anggota DPR

    yang menampakkan akonflik terbuka di antara mereka, bersitegang, bahkan

    sampai adu fisik satu sama lain, tanpa mengindahkan etika sebagai wakil-wakil

    rakyat. 69

    Secara normatif sebagaimana diatur dalam undang-undang dasar bahwa

    DPR memiliki 3 (tiga) macam fungsi, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan

    fungsi pengawasan. Fungsi legislasi adalah fungsi untuk membuat undang-

    undang; fungsi anggaran dalah fungsi untuk ikut menetapkan Anggaran

    69 Sunarto, Fungsi legislasi DPR pasca amandemen UUD 1945, Jurnal Integralistik, No

    1.th.xxvii/2017, hlm 57

  • 36

    Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); dan fungsi pengawasan adalah fungsi

    DPR untuk mengawasi kebijakan pemerintah. 70

    Berkenaan dengan fungsi legislasi DPR, sebagaimana diketahui bahwa

    pembuatan undang-undang memerlukan kerja sama antara DPR dan Presiden. Di

    samping itu pembuatan undang-undang dimulai dari penyiapan rancangan

    undang-undang, pembahasan rancangan undang-undang oleh DPR bersama

    pemerintah, persetujuan bersama atas rancangan undang-undang untuk menjadi

    undang-undang, dan pengesahan undang-undang oleh Presiden. Rancangan

    undang-undang bisa datang dari DPR, dan bisa juga datang dari Pemerintah.

    Pertanyaan yang sering muncul terkait dengan lembaga DPR adalah seberapa

    banyak rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPR, bagaimana peran

    anggota-anggota DPR dalam pembahasan rancangan undang-undang untuk

    ditetapkan menjadi undang-undang, dan seberapa besar pencapaian target

    pembuatan undang-undang sebagaimana tertuang dalam Program Legislasi

    Nasional (Prolegnas).71

    Menjadi seorang wakil rakyat khususnya lembaga legislatif, tentu harus

    memenuhi syarat dan ketentuan yang ada pada Peraturan Komisi Pemilihan

    Umum agar sah dan boleh ikut serta dalam pemilu legislatif.

    Dalam pasal 4 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 20 Tahun

    2018:

    Bakal calon anggota DPR,DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota

    haruslah memenuhi persyaratan:72

    (1) Partai Politik dalam mengajukan bakal calon anggota DPR, DPRD

    Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota mempunyai hak, kesempatan, dan

    menerima pelayanan yang setara berdasarkan peraturan

    perundangundangan.

    70

    Sunarto, Fungsi legislasi DPR pasca amandemen UUD 1945, Jurnal Integralistik, No

    1.th.xxvii/2017 71

    Sunarto, Fungsi legislasi DPR pasca amandemen UUD 1945, Jurnal Integralistik, No

    1.th.xxvii/2017 72

    Peraturan Komisi Pemilihan Umum, PKPU No 20 tahun 2018,, hlm. 9

  • 37

    (2) Setiap Partai Politik melakukan seleksi bakal calon anggota DPR,

    DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara demokratis dan

    terbuka sesuai dengan AD dan ART, dan/atau peraturan internal masing-

    masing Partai Politik.

    (3) Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana

    dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar

    narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.73

    Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 20 Tahun 2018 terjadi

    sebuah revisi pada ketentuan pasal 4 ayat (3) yang telah dihapuskan berkaitan

    dengan pencalonan mantan narapidana tindak pidana tertentu, point yang