( analisis ayat-ayat tentang...

96
ISTIDRĀJ DALAM AL-QUR’ĀN ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJ) Skripsi Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh Nur Hasanatul Azizah NIM. 1113034000158 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Upload: ngokiet

Post on 08-Apr-2019

318 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

ISTIDRĀJ DALAM AL-QUR’ĀN

( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJ)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

Nur Hasanatul Azizah

NIM. 1113034000158

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,
Page 3: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,
Page 4: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,
Page 5: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

i

TRANSLITERASI

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ṭ ṭ ط A A ا

ẓ ẓ ظ B B ب

‘ ‘ ع T T ت

Gh gh غ Ts Th ث

F f ف J J ج

Q q ق ḥ ḥ ح

K k ك Kh Kh خ

L l ل D D د

M m م Dz Dh ذ

N n ن R R ر

W w و Z Z ز

H h ه S S س

’ ’ ء Sy Sh ش

Y y ي ṣ ṣ ص

H h ة ḍ ḍ ض

Page 6: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

ii

Vokal Panjang

Arab Indonesia Inggris

Ā Ā آ

يٳ Ī Ī

Ū Ū أؤ

Page 7: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

iii

ABSTRAK

Nur Hasanatul Azizah

“Istidrāj dalam Al-Qur’an (Analisis Ayat-Ayat tentang Istidrāj)

Istidrāj merupakan pemberian nikmat dari Allah Swt untuk hamba-Nya

dan menjadikan mereka lalai dan celaka. Pemberian itu bisa berupa kelapangan

rizki, kemapanan dalam hidup, kecerdikan dalam sebuah bidang, kesehatan, dan

lain sebagainya yang membuat mereka terlena. Gambaran perilaku orang yang

tertimpa istidrāj sangat beragam, dari orang yang berilmu yang menyalahgunakan

keilmuaan nya untuk hal yang tidak bermanfaat, kekayaan harta benda yang

digunakan untuk bermaksiat seperti berjudi, dan kepintaran yang digunakan untuk

kepentingan sendiri seperti korupsi.

Pada saat seseorang tertimpa istidrāj, ia sangat terlena dengan semua yang

dia punya, sehingga lupa bahwa semuanya hanyalah titipan sementara. Dia lupa

bersyukur atas nikmat yang diberikan, begitu juga ia gemar melakukan

kemaksiatan tanpa merasa berdosa. Dan mengangggap nikmat yang Allah Swt

berikan merupakan sebuah kebaikan untuknya. Ketika hal ini terjadi, maka akan

berakibat nantinya mendapatkan siksaan dari arah yang tidak disangka-sangka.

Maka dari itu, perlu meminta pertolongan kepada Allah Swt dan juga mengasah

keimanan agar terus meningkat sehingga menyadari hakikat nikmat dan siksaan.

Subyek yang diteliti adalah menitikberatkan pada penggalan ayat

(sanastadrijuhum), karena tidak ada ayat term yang merujuk kepada istidrāj

kecuali kalimat tersebut. Penelitian ini ingin mengetahui hakikat istidrāj dan

sebab-sebab seseorang itu ditimpa istidrāj. Melalui analisis ayat diketahui bahwa

hakikat dari Istidrāj ini adalah siksaan yang dilapisi dengan nikmat. Dan

penyebab seseorang ditimpa istidrāj antara lain adalah mendustakan Allah Swt,

kufur akan nikmat yang telah diterima, dan melakukan kemaksiatan kepada Allah

Swt.

Page 8: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

iv

KATA PENGANTAR

Kiranya tak ada kata yang pantas terucap dari penulis selain rasa syukur

kehadirat Allah Swt karena atas segala rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada

Nabi Muhammad Saw, sahabat-sahabatnya dan para pejuang yang telah

memperjuangkan agama Islam sehingga sampai kepada kita. Sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini yangberjudul : ISTIDRĀJ DALAM AL-

QUR’ĀN ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJ).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak

akan bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan dan dukungan dan kontribusi

dari banyak pihak. Maka pada kesempatan ini, izinkanlah penulis mengucapkan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khusus kepada:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, MA dan

Dekan Fakultas Ushuluddin Prof. Dr. Masri Mansoer, MA.

2. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku Ketua jurusan Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir, dan juga kepada sekretaris jurusan Banun Binaningrum, MA yang

telah banyak membantu penulis agar skripsi ini menjadi baik.

3. Bapak Ahmad Rifqi Muchtar, MA selaku pembimbing yang telah

memberikan ilmu kepada penulis khususnya pada bidang Tafsir, serta

selalu meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh

kesabaran.

4. Seluruh Dosen dan staf pengajar pada program studi Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir atas segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan dan

Page 9: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

v

pengalaman yang mendorong penulis selama masa studi. Seluruh staf dan

karyawan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Pimpinan dan segenap Perpustakaan Utama, Perpustakaan Ushuluddin,

Perpustakaan Dirasat Islamiyah, Perpustakaan Pusat Studi Al-Qur’an,

Perpustakaan ‘Iman Jama’ dan Perpustakaan Pondok Modern Miftahul

Hidayah Bendungan beserta pengelola perpustakaan tersebut yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini

hingga selesai.

6. Yang tercinta Ayahanda Husen dan Ibunda Adah Sa’adah yang selalu

memotivasi, mendidik penulis dengan kelembutan dan cinta kasihnya,

serta memberikan semangat yang begitu luar biasa agar penulis dapat

meraih cita-cita. Dan tak lupa untuk kakakku tersayang Ahmad Faisal,

Enjang Yusup Iskandar, Utep Zenal Arifin, Hani Ruhaniah, Siti Asiah, Iin

Mutmainah, Wiwin, Abdul Wahid, Yeni Anggraeni, Devi Suryanti dan

adikku Eli Syamsiah Kholilah dan Noneng Nurbaeti serta saudara-

saudaraku tercinta yang memberikan motivasi dan segala hal sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Untuk sahabat Ax-terik terimakasih atas persahabatan kita selama ini.

Kemudian teman-teman Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2013

khususnya IAT E, juga teman-teman dan senior IMM Ciputat, yang tidak

bisa disebutkan satu persatu kebersamaan kita begitu indah dan tidak akan

terlupakan.

8. Dan pihak-pihak yang telah membantu penulis tetapi tidak bisa disebutkan

satu persatu semoga Allah Swt membalasnya. Aamiin

Page 10: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

vi

Akhirnya penulis pun menyadari dengan wawasan keilmuan

penulis masih sedikit, kurangnya referensi, dan rujukan lain yang belum

terbaca menjadikan penulis skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Namun.

Penulis berusaha menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan kemampuan

penulis. Oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat diperlukan

sebagai bahan perbaikan penulisan ini.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi diri

sendiri dan bagi orang lain yang membacanya. Serta memberikan

pemahaman tafsir tentang Istidrāj dalam al-Qur’an (Analisis Ayat-Ayat

tentang Istidrāj).

Ciputat, 12 September 2017

Nur Hasanatul Azizah

Page 11: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

vii

ISTIDRĀJ DALAM AL-QUR’AN

( ANALISIS AYAT-AYAT AL-QUR’ĀN TENTANG ISTIDRĀJ)

TRANSLITERASI......................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iv

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Identifiksai Masalah .......................................................................... 10

C. Rumusan dan Batasan Masalah ......................................................... 11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 11

E. Kajian Pustaka .................................................................................. 12

F. Metode Penelitian .............................................................................. 14

G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 16

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG ISTIDRĀJ .................................... 17

A. Pengertian Istidrāj ............................................................................. 17

B. Kata Lain yang Semakna dengan Istidrāj ......................................... 21

C. Istidrāj dalam Pandangan Para Mufassir ........................................... 28

D. Dampak Fenomena Istidrāj terhadap Kepribadia............................. 33

BAB III PEMAKNAAN DAN SEBAB-SEBAB ISTIDRĀJ DALAM AL-

QUR’ĀN ....................................................................................................... 39

A. Makna dan Hakikat Istidrāj............................................................... 40

B. Pelaku Istidrāj ................................................................................... 51

C. Sebab- Sebab Istidrāj ........................................................................ 53

1. Kedustaan Kepada Allah Swt ..................................................... 53

2. Kufur Nikmat .............................................................................. 59

3. Kemaksiatan ............................................................................... 64

D. Menjauhkan Diri Dari Istidrāj ......................................................... 66

1. Memahami Nikmat dan Bersyukur AtasNya .............................. 67

2. Keimanan Kepada Allah Swt ...................................................... 75

BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 77

a. Kesimpulan ........................................................................................ 77

b. Saran-Saran ........................................................................................ 78

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 80

Page 12: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah menciptakan dunia sebagai kehidupan untuk makhluk-Nya termasuk

manusia. Manusia diciptakan tidak lain untuk mengabdikan dirinya kepada Allah

Swt. Maksudnya yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala

larangan-Nya. Seperti yang diulas oleh Zainal Arifin tentang tugas pokok seorang

hamba yaitu: pertama, perintah Allah Swt untuk menghambakan diri hanya

kepada-Nya semata, dan yang kedua ialah menghindari untuk tidak

mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.1

Kehidupan yang Allah Swt ciptakan untuk makhluk-Nya, begitu juga

Allah Swt memformat bumi sebagai lahan mencari nafkah yang Allah Swt

sebarkan di dalamnya untuk mencukupi kebutuhan manusia, semuanya

merupakan nikmat yang diberikan Allah Swt untuk makhluk-Nya.2

1 Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya surat Al-Taubah ayat 31:

“Dan tidaklah mereka diperintah, melainkan supaya mereka menyembah Tuhan yang

Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka

persekutukan”. Lihat, Zainal Arifin Djamaris, Islam Aqidah dan Syari‟ah (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1996), h. 213.

2 Sebagaimana dikatakan dalam firman-Nya dalam surat al-A’rāf ayat 10, sebagai

berikut :

Page 13: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

2

Nikmat yang Allah Swt berikan begitu banyak dan juga tidak mungkin

bisa dihitung.3

Bahkan janji Allah Swt akan menambahkan nikmatnya jika

manusia pandai mensyukurinya.4 Meskipun janji Allah Swt pasti dan nyata akan

tetapi tetap saja manusia banyak yang tidak mampu mensyukuri apa yang dia

terima. Sebagaimana yang diulas oleh Yahya Harun bahwa setan telah berjanji

akan menyesatkan manusia dari jalan-Nya, salah satunya yaitu untuk tidak

mensyukuri nikmat yang Allah Swt berikan.5

“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan

bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur”. Lihat, Ahzami

Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur‟an ( Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 54.

Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya mengenai hal ini, bahwa Allah Swt menempatkan

manusia di muka bumi ini, dengan menjadikan gunung-gunung, rumah dan lainnya sebagai

sumber kehidupan bagi manusia, namun hanya sedikit yang mampu bersyukur. Lihat, Ibnu Katsir,

Tafsir Qur‟an al-„Adzim, Penerjemah Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Al-gensindo,

2000), Juz 8, h. 24.2

3 Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya surat Ibrāhim ayat 34, sebagai berikut:

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu

mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu

menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat

Allah)”.

4 Sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya dalam al-Qur’an sura Ibrāhim ayat 7,

sebagai berikut:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu

bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-

Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

5 Sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’ān surat al-‘Araf ayat 17-18:

Page 14: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

3

Banyaknya nikmat yang diberikan oleh Allah Swt untuk manusia

seringkali disalahgunakan dengan melakukan maksiat. Bahkan melupakan yang

telah memberinya meskipun peringatan sudah ditegaskan dalam Kalam-Nya.6

Salah satu nikmat Allah Swt yaitu dengan memberikan sebuah kecerdasan

ataupun kecerdikan kepada seseorang. Dalam konteks ini membahas tentang

seseorang yang merasa dirinya berilmu berkat usahanya yang keras dalam

menuntutnya dan merasa tidak ada campur tangan Allah Swt atau melupakan-Nya

sehingga menjadikan dia menyalahgunakan pengetahuan yang dia punya untuk

hal-hal diluar syari’at ataupun aturan yang berlaku. Begitu juga dia gunakan untuk

melakukan maksiat. Semuanya dilakukan untuk kepentingan pribadi atau

kelompok, padahal dunia hanya sebuah fatamorgana, penuh gemerlap kesenangan.

Bahkan bisa dibilang hanya untuk main-main bahkan semuanya hanya tipu daya

semata yang melenakan, jika manusia tidak dapat mengambil manfaat dari

kehidupan ini.7

“ Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari

kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur

(taat). Allah berfirman:"Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir.

Sesungguhnya Barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar aku akan mengisi

neraka Jahannam dengan kamu semuanya". Lihat, Harun Yahya, Beberapa Rahasia dalam al-

Qur‟ān (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), h. 31

6 Allah Swt berfirman dalam surat Luqmān ayat 33:

...

“Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia

memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam

(mentaati) Allah”. Lihat, Abdul Fatah, Kehidupan Manusia di Tengah-Tengah Alam Materi

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h. 54.

7 Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat al-An’ām ayat 32:

Page 15: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

4

Akibat lupa kepada Allah Swt maka manusia diberi kesenangan lalu

ditindak dengan tiba-tiba.8 Sebagaimana dalam kata-kata mutiara ‘Ali bin Abī

Thālib yang diulas oleh Fadhullāh al-Ha’irȋ yaitu:

“Barangsiapa yang bersenang-senang dengan bermaksiat kepada Allah

Swt, niscaya Allah akan memberikan kepadanya kehinaan.”9

Orang yang melakukan perbuatan maksiat, sesungguhnya ia berada dalam

masalah yang besar. Seperti yang diulas oleh Abdullāh Haddād yaitu bahwa orang

yang berbuat maksiat dikhawatirkan termasuk orang-orang yang munafik jika ia

tidak diberi petunjuk oleh Allah Swt sebagaimana tercantum dalam firman-Nya,

“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan

sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu

memahaminya?”

Begitu juga firman-Nya dalam surat ali Imrān ayat 185:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan Sesungguhnya pada hari kiamat

sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam

syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan

yang memperdayakan”. Lihat, Ahzami Samiun, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur‟ān, h. 74.

8 Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya surat Al-An’ām ayat 44:

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka,

Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka

bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan

sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”. Lihat, A. Aziz Salim

Basyarahil, 33 Masalah Agama (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), h. 145

9Fadhullah al-Ha’iri, Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku;Kata-Kata Mutiara

„Ali bin Abi Thalib. Penerjemah Tholib Anis (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), h. 69

Page 16: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

5

ia akan dicampakan ke dalam api neraka yang membakar hingga ke pangkal

hati.10

Nikmat yang diberikan Allah Swt bisa berubah menjadi sebuah murka,

jika orang yang menerima nikmat tersebut selalu berbuat maksiat dan ia juga

mengingkarinya, Inilah yang disebut istidrāj. Istidrāj diartikan oleh al-Tustarȋ

dalam tafsirnya yaitu membentangkan nikmat, dan lupa akan mensyukurinya.11

At-Thabāri sendiri menakwilkan bahwa makna istidrāj adalah mereka yang

mengingkari dan melupakan petunjukNya, kemudian Allah Swt

menangguhkannya dengan menghiasi perbuatan buruk mereka. 12

Sementara Ibn

Katsir menyebutkan bahwa makna istidrāj adalah mereka yang terpedaya dengan

pintu rizki yang dibukakan Allah Swt dari segala segi kehidupannya.13

Dan Abū

Bakar Jābir al-Jazairȋ memberikan makna istidrāj yaitu dengan menghukum

dengan bertahap, setingkat-demi setingkat.14

Dalam tafsirnya Zainal Arifin bahwa

manusia yang mengingkari Allah swt, al-Qur’an dan kekuasaan-Nya termasuk

nikmatNya, hanya akan membinasakan diri sendiri tanpa ia sadari.15

Seperti

10 Sebagaiman Allah Swt menegaskan dalam firman-Nya surat al-Humazzah ayat 6-7,

sebagai berikut:

“ (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati”.

Lihat, Abdullah Haddad, Nasehat Agama dan Wasiat Iman. Penerjemah Anwar Rasyidi dan Mama’

Fatchulah ( Semarang: CV Toha Putra, 1993), h. 52.

11

Al-Tustarȋ, Tafsȋr al-Qur‟ān al-„Adzȋm (T.tp.: Dār al-Muharam, 2004), h. 154

12 Al-Thabāri, Jami‟ Al-bayān „An Ta‟wȋl Ay Al-Qur‟ān (Beirut: Muassasah al-Risālah,

1994), juz 3, h. 529

13 Ibn Katsȋr, Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2000), juz 9, h. 227

14 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aisar. Penerjemah Nafi Zainuddin dan

Suratman (Jaktim: Darus Sunah Press, 2015), h. 208.

15 Zainal Arifin Zakaria, Tafsir Inspirasi; Inspirasi Seputar Kitab Suci al-Qur‟an

(Medan: Duta Azhar, 2014), h. 185

Page 17: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

6

perkataan Al-Baidawȋ yang diulas oleh ‘Ali Al-Ṣabuni dalam tafsirnya yaitu Allah

Swt memberikan nikmat kepada mereka, lalu mereka mengira nikmat itu adalah

sebuah tanda bahwa Allah Swt menyayangi mereka, lalu mereka bertambah fasik

dan tenggelam dalam kesesatan hingga keputusan siksaan menimpa mereka.16

Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya surat al-A’raf ayat 182:

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan

menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara

yang tidak mereka ketahui”.

Surat al-A‟raf ayat 182 merupakan salah satu ayat yang menggambarkan

tentang istidraj, yaitu bahwa Allah Swt memiliki makar bagi kaum pendosa.

Menurut Muhammad Ghazali dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa mereka

terlupakan dengan kelezatan sesaat atau kemenangan yang menipu. Keadaan

tersebut merupakan dikte Allah Swt bagi orang yang melakukan kebatilan dan

juga jalan untuk menuju kehancuran tanpa mereka sadari. 17

Dalam al-Qur’an, kata istidrāj yang dianalisis dengan menggunakan al-

Mursyid Ilā Āyāti al-Qur‟ān al-Karȋm wa Kalimāt terdapat dua ayat yaitu: al-

A‟raf ayat 182 dan al-Qolām ayat 44.18

Dari penjelasan diatas tersirat bahwa orang yang tertimpa istidrāj

merupakan golongan yang sangat rugi. Karena ia menjadi golongan yang

dihinakan oleh Allah Swt meskipun diberi kenikmatan yang banyak. Sebagai

16 Muhammad Ali Al-Shabuni, Safwat Al-Tafāsir. Penerjemah Yasin (Jaktim: Pustaka al-

kautsar, 2011), h. 395.

17 Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik dalam Al-Qur‟an (Jakarta: Gaya Media Pratama,

2005), h. 134.

18 Muhammad Faris Barakat, Al-Mursyid Ilā Āyāti al-Qur‟ān al-Karȋm Wa Kalimāt

(Beirut: Dārul Qutaibah, 1985), h. 162

Page 18: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

7

hamba-Nya, sudah sejatinya takut akan ancaman dan peringatan yang sudah

ditegaskan dalam Kalam-Nya, dan seharusnya berusaha untuk menghindari agar

tidak termasuk golongan yang ditimpa istidrāj. Jika tidak meminta pertolongan

kepada Allah Swt, maka kepada siapa lagi manusia meminta perlindungan

selain-Nya.

Perlu dicermati sebagai contoh bahwa orang yang diberi nikmat berupa

ilmu, Allah Swt memberikan sebuah kesempatan atau sebuah kebahagiaan berupa

ketenaran ataupun wibawa dalam pandangan manusia. Dan ia beramal dengan

ilmunya seakan-akan menurutnya adalah sebuah kebajikan. Dan ia juga mencari

kemegahan serta martabat dihadapan manusia. Padahal dalam sebuah ayat

disebutkan bahwa hanya orang yang berilmu dan berakal19

yang dapat menerima

pelajaran.20

Maksud dari pelajaran disini ialah bahwa orang yang mempunyai

ilmu, jika dia akan melakukan sesuatu akan berhati-hati dalam melakukannya

karena ia mengetahui jika berbuat sesuatu yang dilarang oleh Allah Swt ada akibat

dari perbuatannya, begitu juga dia merasa apa yang ada dalam dirinya adalah

19

Dalam al-Qur’an orang yang berakal disebut sebagai ulul albāb. Mengutip dari tulisan

Ahsin Sakho bahwa mereka yang berakal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, diantaranya:

memenuhi janji Allah untuk melaksanakan semua titah-Nya dan mengabdi kepada-Nya. Kedua,

dia tidak melanggar janji yang sudah terucapkan. Ketiga, melaksanakan dan melanjutkan apa yang

sudah menjadi sunatullah ataupun ketetapan Allah Swt. Keempat, mereka takut kepada sang

Khalik dengan penuh pengagungan. Kelima, mereka takut akan hari perhitungan nanti apa yang

telah dilakukan. Keenam, semua yang mereka lakukan semata-mata mencari ridha Allah Swt.

Ketujuh, mereka melaksanakan kewajiban yang telah Allah Swt perintahkan. Kedelapan, mereka

bersyukur atas nikmat Allah Swt yang telah diberikan yaitu dengan berinfaq apa yang telah

dimiliki. Kesembilan, Mereka tidak membalas keburukan yang mereka terima, justru sebaliknya

mereka membalasnya dengan kebaikan semata-mata menggapai ridha Allah Swt. Lihat, Ahsin

Sakho Muhammad, Oase Al-Qur‟an, h. 51.

20

Dalam hal ini dinyatakan dalam al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 9, sebagai berikut:

......

“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang

tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”.

Page 19: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

8

sebuah titipan dan merasa ada yang selalu mengawasinya. Alangkah lebih

baiknnya bagi orang yang memiliki ilmu memanfaatkan ilmunya dengan sebaik-

baiknya. Dengan ilmunya dia bisa memahami hikmah dan mengambil pelajaran

yang tersebar dari setiap peristiwa yang terjadi dengan dirinya atau sekitarnya.

Perumpamaan orang yang berilmu tanpa mengamalkannya diumpamakan dalam

al-Qur’an seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sebagaimana

diungkap dalam al-Qur’an surat al-Jumu’ah ayat 5, yaitu:

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat,

kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-

Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-

ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”

Mengutip dari tulisan Mohsen Qira’ati, bahwa banyak dari para Imam

yang mengumpamakan tentang hal ini, diantaranya: Pertama, Orang yang berilmu

yang tidak mengamalkan ilmunya, disepertikan lilin yang bisa menerangi orang

lain akan tetapi dapat membakar dirinya. Kedua, Seperti Harta simpanan yang

dibelanjakan, dengan kata lain bahwa pasti harta simpanan itu akan habis. Ketiga,

Seperti sumur dimana didalamnya terdapat kotoran yang berbau busuk. Keempat,

Seperti kuburan dalam artian jika dilihat diluar terlihat bagus dengan hiasan akan

tetapi pada kenyataan di dalamnya berisi tulang belulang. Seperti itulah

perumpamaan orang yang tidak mengamalkan ilmunya.21

21 Mohsen Qira’ati, Poin-Poin Al-Qur‟an; Menyibak Rahasia Firman Tuhan, Penerjemah

Ahmad Subandi (Jakarta: Citra, 2015), h. 654.

Page 20: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

9

Begitu juga Imam Syafi’i menasehati bahwa ilmu Allah Swt seperti

sebuah cahaya yang suci, jadi jika ilmu itu dilapisi atau diiringi dengan maksiat

maka ilmu itu tidak akan meneranginya atau Allah Swt tidak akan memberikan

ilmu kepadanya. Berikut adalah syairnya:

“ Aku mengeluh kepada Imam Waqi‟ tentang kesulitanku dalam

menghafal, lalu dia membimbingku supaya meninggalkan maksiat. Ia

memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah Swt tidak diberikan

kepada pelaku kemaksiatan.22

Kenyataannya banyak orang yang berilmu tidak menyadari akan pelajaran

tersebut. Dia berbuat sesuka hatinya tanpa mengindahkan perintah-Nya bahkan

melanggar syariat dengan alasan kecerdasan yang dimilikinya, sehingga dia

tergolong orang yang tertimpa istidrāj. Sedangkan disisi lain dijanjikan oleh Allah

Swt bahwa orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya di sisi Allah Swt.

Sebagaimana ditegaskan dalam firman_Nya surat Al-Mujādillah ayat 11, sebagai

berikut:

22

Lukman Hakim, dkk, Kamus Peribahasa Arab Mahfuzhat; Edisi Lengkap ( Jakarta:

Khazanah Pustaka Islam, 2015), h. 325.

Page 21: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

10

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Begitu juga orang yang diberi pengetahuan oleh Allah Swt termasuk

tentang ayat-ayat Allah Swt, jiwanya akan meningkat dalam kesempurnaan.

Karena di dalam ayat-ayat tersebut terdapat petunjuk terhadap jalan kebaikan.

Dimana hanya bisa ditempuh dengan perbuatan-perbuatan yang berguna.

Penelitian mengenai istidrāj dalam khazanah keislaman dan dalam kajian

al-Qur’an merupakan suatu kajian yang sangat penting untuk dikaji, mengingat al-

Qur’an sebagai sumber utama umat Islam sehingga jika pengkajian al-Qur’an

yang berkaitan dengan kehidupan dunia sekaligus akhirat (istidrāj ) tidak banyak

dikaji, maka akan memberikan efek yang kurang baik terhadap umat islam

khususnya orang yang awam. Maksudnya, jika pengkajian tentang kehidupan

dunia juga mengantarkan ke akhirat tidak banyak dikaji (istidrāj ) maka mereka

akan terlena dengan segala nikmat yang mereka terima dari Allah Swt apalagi jika

mereka melakukan maksiat atau perbuatan yang kurang baik, memungkinkan

mereka akan melupakan pemberian dari-Nya. Maka dari itu, penulis tertarik untuk

membahas tentang ayat-ayat istidrāj dan penyebab orang yang ditimpa istidrāj

menurut al-Qur’an yang akan dibahas secara komprehensif.

B. Identifikasi Masalah

Terdapat permasalahan-permaslahan yang ada dalam latar belakang

masalah diatas, yaitu : pertama, persamaan dan berbedaan mufassir dalam

menafsirkan ayat tentang istidrāj dalam kitab tafsirnya. Kedua, hakikat makna

Page 22: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

11

yang terkandung dalam ayat tentang istidrāj dan penyebab seseorang tertimpa

istidrāj yang menarik untuk dikaji lebih luas lagi dengan memberikan penjelasan

ayat-ayat lainnya yang berhubungan dengan pembahasan ini.

C. Rumusan dan Pembatasan masalah

Pembahasan tentang istidrāj sangat banyak dan luas aspek yang berkaitan

dengannya. Begitu juga pendekatan yang dilakukan untuk membahas tentang

istidrāj. Seperti pendekatan histori atau pendekatan kontekstual untuk melihat

atau mengambil pelajaran peristiwa zaman dahulu untuk memahami peristiwa

pada zaman sekarang, dan juga pendekatan tekstual untuk memahami isi

sebenarnya teks ataupun ayat yang dibahas.

Berdasarkan identifiskasi masalah diatas, pembatasan masalah yang akan

dibahas dalam tulisan ini yaitu menggunakan pendekatan secara tekstual pada ayat

yang berkaitan dengan istidrāj yaitu pada penggalan ayat (sanastadrijuhum)

karena tidak ada ayat yang merujuk kepada term istidrāj kecuali kalimat tersebut.

Pembatasan ini bertujuan agar pembahasan tentang istidrāj lebih fokus dan

tidak keluar dari tema yang dibahas. Dan begitu juga tidak keluar dari aspek-

aspek yang telah diidentifikasi dengan mengaitkannya dengan ayat-ayat yang

berkaitan dengannya, namun tidak terlepas dari penafsiran dan penjelasan al-

Qur’an dan hadits.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis merumuskan

permasalahan pada: “Apa yang Dimaksud dengan Istidrāj Perspektif Al-

Qur’an ?”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Page 23: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

12

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka

penelitian ini mempunyai tujuan dan kegunaan untuk mengetahui hakikat makna

istidrāj dan sebab-sebab orang tertimpa istidrāj menurut al-Qur’an.

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan kontribusi

yang konkret akan perkara yang transenden yang seringkali tidak disadari oleh

manusia. Sehingga dapat diketahui hakikat makna istidrāj dan penyebab

seseorang ditimpa istidrāj.

E. Kajian Pustaka

Untuk mengindari terjadinya kesamaan dengan karya tulis yang lainnya,

penulis menelusuri kajian yang pernah dilakukakan sebelumnya. Selanjutnya,

hasil penulusuran ini akan menjadi acuan penulisan untuk tidak mengangkat

metodologi yang sama, sehingga diharapkan kajian ini benar-benar bukan hasil

plagiat dari kajian sebelumnya. Diantara penelusuran yang penulis temukan

sebagai berikut:

1. Skripsi Ahmad Mukharar dari UIN Sunan kalijaga Yogyakarta, dengan

judul “istidrāj Perspektif Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Jāmi‟ li Ahkām al-

Qur‟ān. Skripsi ini menggunkan pendekatan konteks dalam memahami

penafsiran yang diteliti yaitu penafsiran al-Qurṭubi sehingga menemukan

kesusaian penafisran terdahulu dengan fenomena sekarang. Tulisan ini

memberikan informasi bahwa penafsiran al-Qurthubi tentang istidrāj

terdapat konektualisasi dan relevansinya dengan masa sekarang. Begitu

juga skripsi ini mengingatkan untuk berhati-hati dalam membedakan

Page 24: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

13

antara istidrāj dan rahmat karena ketika dilihat secara sekilas

penerimaannya sama sedangkan secara akarnya berbeda.

2. Jurnal Substantia Vol. 12, No. 2 edisi Oktober 2010 yang ditulis oleh

Damanhuri dengan judul “Istidrāj dalam Mawa‟iz al-Badi‟ah. Dalam

penelitiannya mengungkapkan tentang isi dan kandungan dalam kitab

Mawa‟iz al-Badi‟ah karya Syi’ah Kuala dengan terfokus pada pembahasan

tentang istidrāj. Begitu juga menginformasikan bahwa Syi’ah Kuala

dalam membahas tentang istidrāj yaitu dengan memaparkan kandungan

dari kitab tersebut.

Sepanjang pengetahuan penulis, dari beberapa penelusuran baik skripsi

ataupun jurnal, rata-rata lebih pada pembahasan Istidrāj yang menitikberatkan

pada sudut pandang salah satu tokoh mufassir dalam sebuah kitab. Begitu juga

dalam penelitian sebelumnya, peneliti menggunakan pendekatan konteksual

dalam memahami penafsiran tentang istidrāj sedangkan tulisan yang satu lagi

lebih memfokuskan kepada hikmah dari pesan yang disajikan. Maka dari itu,

penulis menganggap bahwa skripsi ataupun jurnal diatas sangatlah berbeda

dengan apa yang penulis teliti. Perbedaannya yaitu bahwa karya ilmiah yang

pernah penulis teliti lebih menitikberatkan pada pandangan salah satu tokoh

mufassir dan menggunakan pendekatan konteks agar terlihat adanya

konektualisasi dengan fenomena sekarang dan juga pesan untuk berhati-hati

dengan istidrāj. Sedangkan skripsi ini memaparkan lebih dalam lagi tentang

hakikat dan makna istidrāj dengan menggunakan pendekatan tekstual sehingga

dari analisis tersebut dapat diketahui sebab-sebab tertimpa istidrāj dan siapa saja

orang-orang yang tergolong ditimpai istidrāj. Begitu juga tidak terfokus pada

Page 25: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

14

salah satu tokoh saja, akan tetapi dari berbagai sudut pandang mufassir secara

masif ataupun mengkombinasikan dari berbagai mufassir, sehingga mendapatkan

pemahaman yang utuh. Maka menurut penulis pembahasan ini penting dan perlu

dibahas. Selain itu, meskipun beberapa literatur mempunyai kesamaan tema

dengan penelitian penulis, yaitu tentang istidrāj dan juga terdapat kesamaan ayat

yang dibahas, akan tetapi dari segi objek pembahasan dan tujuannya berbeda

sebagaimana penulis paparkan sebelumnya. Dengan demikian, ini menunjukan

penelitian yang penulis lakukan belum pernah dilakukan oleh penulis sebelumya,

dan juga penulis berharap penelitian ini bisa menjadi bagian yang melengkapi

penelitian-penelitian sebelumnya, khususnya dalam khazanah keilmuan Islam di

Indonesia, dimana belum banyak ditemukan karya-karya yang membahas tentang

istidrāj.

F. Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan

maudhu‟i23

yaitu pendekatan yang digunakan dalam penafsiran al-Qur’an dengan

memilih tema tertentu.24

Tema yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

tentang istidrāj. Kemudian penulis mengidentifikasi sejumlah ayat yang berkaitan

dengan tema tersebut dengan menggunakan kamus al-Mursyid Ilā Āyāti al-

Qur‟ān al-Karȋm wa Kalimāt. Selanjutnya penulis merumuskan setiap ayat

23 Mengutip dari Abdul Hayy al-Farmawi, ia mendefinisikan mengenai tafsir maudhu‟i

menurut pengertian para ulama, yaitu menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan

dan tema yang sama. Setelah itu, kalau mungkin disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan

memperhatikan sebab-sebab turunnya. Kemudian, menguraikannya dengan menjelajahi seluruh

aspek yang dapat digali. Lihat, Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟i dan Cara

Penerapannya, Penerjemah Rosihon Anwar (Mesir: Maktabah Jumhuriyyah, 2002), cet ke-2, h. 44

24Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadits (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah jakarta, 2008), 130.

Page 26: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

15

dengan kandungan-kandungannya dan yang lainnya yang penulis merasa perlu

untuk di paparkan.

Dalam pemaparan metode, langkah awal yang penulis gunakan dalam

menyelesaikan skripsi ini, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan

penelitian kepustakaan (Library Reserch), yakni suatu teknik penelitian untuk

memperoleh data dari kitab, buku, jurnal, skripsi, kamus, dan rujukan lainnya

yang masing terkait dengan pembahasan.

Penelitian data ini terbagi menjadi dua bagian yaitu, pengumpulan data

primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari kitab suci Al-Qur’an,

sunah dan kitab-kitab tafsir baik dari periode klasik maupun kontemporer,

diantaranya: Jami‟ Li Ahkām al-Qur‟ān, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Tustarȋ,

Tafsir Fi Dzilal al-Qur‟an, Tafsȋr al-Misbāh, Ṣofwat al-Tafāsȋr, Tafsȋr Ibn Abȋ

Hātim al-Rāzi, Al-Kasyāf, Tafsīr Ibnu „Asyur, Tafsīr al-Munīr dll. Begitu juga

menggunakan kamus Al-Mursyid Ilā Āyāti al-Qur‟ān al-Karȋm wa Kalimāt, dll.

Dan data sekunder diperoleh dari kitab, buku, skripsi, jurnal dan rujukan yang

lainnya yang sesuai dengan pembahasan

Metode yang digunakan dalam skripsi ini, adalah metode deskripsi analisis,

yaitu mendeskripsikan data-data yang ada (primer dan sekunder) kemudian

dianalisa secara proposional, sehingga akan nampak jelas rincian persoalan yang

berhubungan dengan pokok permasalahan yang diangkat. Dengan kata lain

mengumpulkan data-data yang kemudian diteliti dan dianalisa kemudian dijadikan

kesimpulan. Kemudian langkah selanjutnya menganalisa makna dan penafsiran

yang terkandung pada kata Istidrāj dalam al-Qur’an dengan menggunakan

Page 27: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

16

rujukan pada beberapa rujukan pada bebrapa kitab tafsir yang telah disebutkan

diatas.

Adapun tehnik penulisan karya ilmiah ini, penulis mengacu pada Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2013/2014.

G. Sistematika Penulisan

Bab pertama, berisi pendahuluan. Pada bab ini memaparkan tentang latar

belakang masalah mengapa perlu dibahas, kemudian dirumuskan dan dibatasi

supaya pembahasannya tidak melebar. Begitu juga dalam bab ini memaparkan

kegunaan dan menunjukan kajian pustaka untuk mengetahui masalah utama dan

temuan yang telah dihasilkan pada penelitian sebelumnya juga menjadi referensi

dalam melakukan penelitian dalam topik yang sama yaitu istidraj. Setelah itu

merumuskan metode penelitian yang akan digunakan untuk menyelesaikan

masalah yang akan dibahas.

Bab kedua, berisi kajian teoritis. Dalam bab ini penulis memaparkan

definisi istidraj dalam kamus-kamus al-Qur’an untuk merangkum pemahaman

mengenai istidraj. Kemudian dijelaskan bagaimana ulama berbeda pandangan

dalam memahami istidraj, juga penulis menampilkan bagaimana dampak

fenomena istidraj dalam kehidupan.

Bab ketiga, membahas tentang pemaknaan dan sebab-sebab Istidraj dalam

Al-Qur’an yang sudah dibatasi dalam pembatasan masalah yaitu dalam bentuk

fi’il mudhari yaitu ( ). Dalam bab ini penulis memaparkan bagaimana

para ulama menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan Istidraj. Begitu juga,

Page 28: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

17

dengan menitikberatkan pada penggalan ayat tersebut, penulis menguraikan

pelaku istidrāj, sebab-sebab dan cara untuk menjauhkan diri dari orang yang

tertimpa istidrāj.

Bab keempat, merupakan penutup yang berisi kesimpulan atau hasil dari

analisis yang telah penulis teliti dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

Page 29: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

17

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG ISTIDRĀJ

Untuk memahami makna sebuah kalimat yang sukar dipahami, maka harus

mencari asal kata dari kalimat tersebut. Dalam bab ini penulis akan menguraikan

kajian teoritis tentang istidrāj dan segala sesuatu yang melengkapi pembahasan

tentang makna istidrāj itu sendiri. Oleh karena itu sebelum masuk ke pembahasan

selanjutnya, maka penulis akan menguraikan terlebih dahulu makna istidrāj, yaitu

sebagai berikut:

A. Pengertian Istidrāj

Kata istidrāj merupakan salah satu kata yang terdapat dalam al-Qur‟an

salah satunya dalam surat al-„Araf ayat 182:

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan

menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara

yang tidak mereka ketahui.”

Istidrāj menurut bahasa merupakan akar kata dari ( ) yang artinya

tingkat. Dimasukan kedalam ( ), kemudian ditambahkan dengan alif, sin

dan ta.

Page 30: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

18

Kemudian terdapat beberapa pendapat lainnya tentang istidrāj, diantaranya

yaitu: Menurut Abi Hasan Ali, istidrāj adalah melalui tingkatan demi tingkatan.

Pengertian yang kedua, Abi Hasan Ali memahamkan istidrāj sebagai: Pertama,

istidrāj berasal dari kata ( ), artinya melintasi sesuatu. Kedua, istidrāj

berasal dari kata ( ), artinya kemunduran dari tingkatan demi tingkatan.

Lebih lanjutnya ia memaknai istidrāj yaitu, Pertama: menunjukan kepada

kebinasaan. Kedua, menunjukan kepada kekafiran.1

Sama halnya dengan

pendapat Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya mendefinisikan istidrāj diambil

dari kata ( ) ad-darj yang pada mulanya berarti tingkat. Kemudian

menurutnya kata ( ) tadarruj bermakna berpindah dari satu tingkat atau tahap

ke tingkat atau tahap lain.2 Begitu juga menurutnya, kata (sanastadrijuhum)

terambil dari kata ( ) al-darajah, yang memiliki arti yaitu tangga, juga arti

dari anak-anak tangga. Huruf sin dan ta‟ pada kata tersebut menurutnya

mempunyai arti “meminta” sehingga bisa diartikan meminta mereka untuk naik

atau turun melalui anak tangga sehingga ia mencapai satu tingkat yang tidak dapat

dicapainya kecuali dengan menggunakan tangga tersebut.3 Selanjutnya makna

1 Abi Hasan Ali, Al-Nukatu wa Al-Uyūn Tafsīr Al-Mawardī ( Beirut: Dār Kutub Al-

Ilmiyah, t.t), juz ke-2, h. 282.

2 M. Quraish Shihab, Tafsȋr al-Misbāh; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ān

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 14 , h. 264.

3 M. Quraish Shihab, Tafsȋr al-Misbāh; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ān

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 4 , h. 392.

Page 31: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

19

istidrāj menurut Jamaludin Muhammad dengan menggunakan kata

( darrajahu-wastadrajahu ) bermakna menghinakannya dengan

serendah rendahnya. Seperti dalam firman-Nya:

“Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah

kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.”

Sesuai dengan penjelasan diatas, maka penulis dapat memberi kesimpulan

bahwa kata istidrāj identik dengan meningkat setahap demi setahap.

Sedangkan secara terminologi, menurut Zainuddȋn Qāsim dalam Gharȋb

al-Qur‟ān memaknai makna istidrāj dengan menggunakan kata

(sanastadrijuhum) yaitu bermakna menjadikan mereka bingung dan diam-diam

mengalami kerusakan. Juga menurut ahli ilmu ma‟ānȋ yang dikutip olehnya,

memaknai istidrāj yaitu meningkat sedikit demi sedikit tidak ada yang

menandinginya. Perumpamaan darinya seperti berjalannya seorang bayi ketika

mendekati kemampuannya dalam berjalan dia tidak akan menyerah sebelum

mampu berjalan meskipun terjatuh berkali-kali, dan juga ketika melipat sesuatu,

seseorang itu akan terus melipat sesuai dengan keinginannya dan tidak akan

berhenti kecuali lipatan itu sesuai. 4

Sementara menurut Abȋ Qāsim al-Husaini dalam kitabnya mengartikan

makna istidrāj yaitu menarik mereka setingkat demi setingkat, maksudnya lebih

rendah dari suatu perkara yang paling menghinakan. Perumpamaan mereka seperti

4

Zainuddȋn Qāsim al-Hanafȋ, Gharȋb al-Qur‟ān ( Beirut: Dār al-Kitāb al-alamiyah, 2012),

h. 156.

Page 32: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

20

tingkatan dan suatu martabat dalam tingkatan ranahnya. Maksudnya seseorang

yang mempunyai martabat yang tinggi akan semakin tinggi, juga yang rendah

semakin rendah.5

Kemudian menurut Ibrahȋm al-Qaṯān, menurutnya makna istidrāj yaitu

menyiksa setingkat demi setingkat.6

Sama halnya menurut Abī Muhammad

„Abdullah bin Muslim memaknainya dengan menarik mereka sedikit demi sedikit

tanpa aniaya.7 Dan menurut Ghasin Hamdun dalam tafsirnya memaknai istidrāj

dengan mendekatkan mereka kepada kehancuran dengan berupa kenikmatan dan

penangguhan waktu.8 Dan juga menurut Jamaluddin Muhammad berpendapat

tentang istidrāj makna lainnya yaitu menghukum mereka sedikit demi sedikit dan

mendatanginya secara tiba-tiba. Dan ada juga pendapat lainnya yaitu dengan

menghukum mereka dengan sesuatu yang tidak dapat diperkirakan. Maksudnya,

Allah Swt memberikan nikmatnya dengan bersenang-senang atas nikmatnya dan

menjadikan mereka lupa akan nikmat yang diberikan dan tidak mengingat mati.

Sehingga diceritakan dalam kitab Lisān al-A‟rabī, bahwa Umar bin Khatab pada

suatu hari menerima harta kekayaan simpanan raja Persia untuk dijadikan tawanan

akan tetapi Umar bin khatab takut terhadap harta kekayaan yang dia terima

menjadikan dia lupa dan tidak sadarkan diri, sehingga menyeretnya ke arah

kebinasaan dan keruntuhan kerajaannya. Lalu dia berdo‟a:

5 Abȋ Qāsim al-Husaini bin Muhammad al-Ma‟rūf bin al-Rāgib al-Aṣfahāni, Al-Mufradāt

fȋ Garȋb al-Qur‟ān (Beirut: Dār al-Ma‟rifah, t.t), h. 168.

6 Ibrāhīm Al-Qaṯān, Taisīr al-Tafsīr (T.tp: T.pn, 1983), h. 223.

7 „Abi Muhammad „Abdullah bin Muslim, Tafsīr Garīb al-Qur‟an ( Beirut: al-maktabah

al-„Ilmiyah, 2007), h. 481.

8 Ghasin Hamdun, Tafsīr Min Nasmat al-Qur‟an (Suriah: Dār al-Salām, 1986), h. 179.

Page 33: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

21

“Ya Allah ya Tuhanku! Aku berlindung dengan-Mu, janganlah kiranya aku

ditarik sedikit demi sedikit ke arah kebinasaan. Sesungguhnya aku mendengar

Engkau berfirman: “Nanti akan Kami tarik mereka dengan berangsur-angsur (ke

arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.” .9

Orang yang tertimpa istidrāj seringkali disebut sebagai orang yang lupa

daratan. Dikatakan demikian karena, mereka merasa Allah Swt masih menyayangi

mereka meskipun mereka terus berbuat maksiat. Allah memberikan nikmat yang

banyak kepadanya sehingga membuat mereka lupa, dan mereka tidak

menyadarinya bahwa tujuan Allah Swt memberikan nikmatnya yaitu untuk

menghancurkannya. Seperti hadits yang dikutip dalam tulisan Noor Hisam Ismail

yang diambil dari kitab Nashoihul i‟bad yang bermakna sebagai berikut:

“Apabila Allah Swt menghendaki untuk membinasakan semut, Allah

terbangkan semut itu dengan dua sayapnya”. 10

Dari bebrapa pendapat di atas, maka penulis dapat memberi kesimpulan

bahwa yang dimaksud dengan istidrāj adalah penarikan seseorang sedikit demi

sedikit kearah kebinasaan.

B. Kata Lain yang Semakna dengan Istidrāj

Ungkapan yang menunjukan istidrāj di dalam al-Qur‟an tidak saja hanya

dengan term istidrāj. Faḫruddin al-Rāzī memaparkann dalam tafsirnya bahwa

ungkapan yang menunjukan kepada seorang hamba yang jauh dari Allah Swt atau

hamba yang mendekati kekafiran11

(istidrāj) terdapat bebarapa ungkapan, yaitu:

9 Jamaluddin Muhammad, Lisān al-A‟rabī ( Beirut: Dar al-Shādir, 1990), Juz ke- 2, h.

268.

10 Noor Hisham Ismail, Mencari Redha-Mu (T.tp : Gruf Buku Karangkaf, 1973), h. 401.

11

Faḫru al-Rāzī, Tafsīr al-Faḫru Rāzī, juz 15 ( Beirut: Dār al-Fikrī, 1985), h. 78.

Page 34: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

22

1. Al-Makr12

Allah Swt memaparkan tentang al-makr dalam kitab suci-Nya salah

satunya dalam surat Al-„Araf ayat 71, sebagai berikut:

“Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-

duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang

merugi”.

Definisi dari makar menurut Siti Aminah dalam tulisannya bahwa makar

secara bahasa berasal dari bahasa arab yang asal katanya adalah (ma-ka-ra) yang

artinya adalah pohon rindang atau rimbun yang lebat dahannya. Lalu pengertian

ini berkembang menjadi perbuatan menipu. Sedangkan secara istilah ia

mengungkapkan bahwa makar adalah rencana tersembunyi yang teguh untuk

melakukan apa yang dikehendaki oleh pembuat makar kepada sasarannya dengan

cara yang tidak disangka-sangka.13

Sedangkan menurut Quraish Shihab

menjelaskan bahwa makar dalam bahasa al-Qur‟an adalah mengalihkan pihak lain

dari apa yang dikehendaki dengan cara tersembunyi atau tipu daya. 14

Begitu juga

ia menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan makar, sebenarnya dia sedang

melakukan sesuatu yang tidak jelas hakikatnya sasaran makar tersebut. Ia

membagi makar dalam dua bagian, yaitu yang bertujuan baik dan yang bertujuan

buruk. Tidak ada pembuat makar yang lebih rapi daripada Allah.15

12 Tim Dakwah Pesantren, Tanya Jawab Islam ( T.tp : Darul Hijrah Tecnology, 2015), h.

4727.

13 Siti Aminah, “Makna Makar dalam Al-Qur‟ān (Studi Komperatif Antara Tafsīr Ibnu

Katsīr, Al-Marāghī, Dan Al-Azhar)”, (Disertasi S3 Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Riau, 2015), h. 36.

14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol 4, h. 221.

15

Seperti dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 54, sebagai berikut:

Page 35: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

23

Dalam al-Qur‟an kata al-Makr terulang sebanyak 25 kali dan tergelar

dalam 16 surat juga 25 ayat . Diantaranya sebagai berikut : Ali Imrān (3): 54,50;

Al-Ra‟d (13): 42,33; Al-Nahl (16): 26,45,127; Al-A‟raf (7): 123,99; Ibrahīm (14):

46; Al-Naml ( 27): 50,70,51; Ghafir (40): 45; Nuh ( 71): 22; Yunūs ( 10): 21; Al-

Anfāl ( 8): 30; Al-An‟am ( 6): 123, 124; Yusūf ( 12): 102,31; Fatir ( 35): 10,43;

Saba‟ ( 34): 33.16

Menurut Siti Aminah dalam tulisannya bahwa pelaku makar yang

diungkapkan dalam al-Qur‟an adalah sebagai berikut yaitu orang kafir, orang

musyrik dan orang munafik. Begitu juga ia menguraikan tatacara untuk

menghadapai makar, yaitu dengan cara bersabar akan perbuatan makar mereka

dan tidak bersedih hati17

sebagaimana diungkapkan dalam surat al-Naml ayat 70,

yaitu:

“Dan janganlah kamu berduka cita terhadap mereka, dan janganlah

(dadamu) merasa sempit terhadap apa yang mereka tipudayakan".

Sesuai dengan pemaparan diatas, maksud dari makar disini adalah bahwa

Allah Swt membalas perbuatan makar yang dilakukan hamba-Nya dengan cara

yang tidak disangka-sangka atau tidak di sadarinya, seperti hal nya Allah Swt

menimpakan istidrāj bagi hamba-Nya yang kufur nikmat, menyalahgunakan

nikmat yang diberikan oleh Allah Swt kepadanya.

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. dan

Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.”

16 Muhammad Fu‟adz „Abdul Bāqī, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfadz Al-Qur‟āan al-Karīm

(T.tp: Dār al-Hadīs, 1996), h. 768.

17 Siti Aminah, “Makna Makar dalam Al-Qur‟ān”, h. 49.

Page 36: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

24

2. Al-Khid’ah (Tipu Daya)

Allah Swt menyatakan dalam firman-Nya dalam surat Al-Nisa ayat 142,

sebagai berikut:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan

membalas tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri

dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan

tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”

Menurut bahasa “Al-Khid‟ah” adalah tipu daya, memperdayakan, atau

culas. Sedangkan menurut istilah adalah menempatkan orang lain pada posisi

yang dikatakan, yang sebenarnya berbeda dengan maksud yang disembunyikan.

Di dalam al-Qur‟an ungkapan al-Khid‟ah terdapat 3 kali diungkapkan, yaitu

terdapat dalam surat al-Anfāl (8) : 62, al-Baqarah (2): 9, dan al-Nisa (4): 142.18

Adapun tanda-tanda khid‟ah yaitu Seperti yang dikutip dalam kamus ilmu

al-Qur‟an bahwa al-Qadzdzafi menyebutkannya dalam beberapa bagian: Pertama,

Tidak segan melakukan perbuatan yang rendah. Kedua, Mudah memusuhi orang.

Ketiga, Jika ingin menggapai suatu tujuan, ia menempuh dengan cara melingkar-

lingkar yang merupakan perbutan makar dan tipuan.

Selanjutnya, karakteristik khid‟ah dijelaskan dalam al-Qur‟an bahwa

berhubungan dengan tingkah laku orang munafik yang menipu Nabi Muhammad

dan kaum muslimin dengan berpura-pura beriman.19

18 Muhammad Fu‟adz „Abdul Bāqī, Mu‟jam al-Mufahras, h. 279.

19

Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur‟an (Jakarta: Amzah, 2005), h. 156.

Page 37: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

25

Sama halnya dengan pembahasan makar dan istidrāj, al-khid‟ah juga

dimaksudkan atas pembalasan Allah Swt bagi orang melakukan perbuatan

maksiat tanpa merasa berdosa telah melakukannya.

3. Al-Imla (Memberi Tangguh).

Allah Swt mengisyaratkan tentang penangguhan-Nya dalam surat Ali

Imran ayat 178, sebagai berikut:

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa

pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka.

Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya

bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.

Di dalam al-Qur‟an kata al-imla dan derivasinya terulang 9 kali, yaitu

terurai dalam 8 surat dan 9 ayat. Diantaranya terdapat dalam surat: Muhammad

(25): 25; Al-Ra‟du ( 13): 32; al-Haj ( 22): 44,48; Al-A‟rāf ( 7): 183: al-Qalam

( 68): 45; Ali Imrān ( 3): 178; al-Furqān ( 25): 5; Maryam ( 19): 46.20

Penangguhan Allah Swt tidak seperti penangguhan manusia. Allah Swt

memberikan kesempatan demi kesempatan untuk manusia meskipun orang

tersebut seringkali berbuat maksiat. Allah Swt memberikan isyarat kepada mereka

apakah mereka dapat mengambil pelajaran darinya atau tidak, jika mereka dapat

mengambil pelajaran maka Allah Swt akan mengangkat derajat mereka dan

memudahkan urusannya. Akan tetapi jika mereka tidak mau mengambil pelajaran

dari peringatan-peringatan menjadikan dia berfikir bahwa Allah Swt sudah

20 Muhammad Fu‟adz „Abdul Bāqī, Mu‟jam al-Mufahras, h. 772.

Page 38: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

26

melupakannya atau mungkin juga dia berfikir bahwa tidak ada yang layak diberi

peringatan atau adzab atas apa yang pernah dia lakukan.21

Seperti dikatakan dalam

surat al-Mujadilah ayat 8, yaitu:

“Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang

Mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan)

larangan itu dan mereka Mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa,

permusuhan dan durhaka kepada rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu,

mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan

sebagai yang ditentukan Allah untukmu. dan mereka mengatakan kepada diri

mereka sendiri: "Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita

katakan itu?" cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. dan

neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”

4. Al-Kaid (Tipu Daya)

Allah swt berfirman dalam surat ali Imrān ayat 120, sebagai berikut:

“ Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi

jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar

dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan

21 Abdul Hamid al-Bilali, Ta‟ammulat ba‟da al-Fajr, Penerjemah Akhmad Syaikhu

( Jakarta: Al-Mahira, 2005), cet ke-1, h. 85-86.

Page 39: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

27

kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang

mereka kerjakan.”

Dalam al-Qur‟an term al-Kaid dan derivasinya disebutkan 28 kali yang

tersebar dalam 16 surat dan 28 ayat, diantaranya adalah : Yusūf (12): 76, 5, 52, 28,

33, 50; al-Ṭāriq ( 86): 16, 15; Al-anbiyā (21): 57,70; Al-A‟raf (7): 195, 183; al-

Mursalāt (77): 39; Hūd (11): 55; Al-Nisā (4): 76; Al-Anfāl ( 8): 18; Thaha (20):

69,64,60; Ghafir ( 40): 25, 37; Al-Shafat ( 37): 98; Al-Tūr ( 52): 42,46; Al-Haj

( 22): 15; Ali Imrān ( 3): 120; Al-fīl (105): 2; Al-Qalam ( 68): 45.22

Syaitan memiliki berbagai macam cara untuk mengelabui manusia

sehingga manusia tertipu olehnya. Jika manusia hatinya tertutup oleh maksiat

yang sering dilakukannya maka menjadikan syetan mudah untuk menipu nya.

Untuk menghindari dari segala tipu daya nya maka tidak ada cara selain meminta

pertolongan kepada Allah Swt untuk selalu dihindarkan dari segala tipu daya dan

diselamatkan ketika tipu daya itu menyusup dalam hati misalnya tamak akan

dunia, juga menyadarkan hati akan muslihat dalam menyesatkan manusia.23

Untuk meminta keteguhan hati, Allah Swt mengajarkan kepada manusia untuk

berdo‟a seperti yang diterangkan dalam al-Qur‟an surat Ali Imrān ayat 8, yaitu:

“(Mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami

condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan

22

Muhammad Fu‟adz „Abdul Bāqī, Mu‟jam al-Mufahras, h. 742.

23 Saiful Hadi Al-Sutha, Mengenali Trik-Trik Syetan dan Kiat-Kiat Menjernihkan Hati

(Jakarta: Erlangga, t.t), h. 89-90.

Page 40: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

28

karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya

Engkau-lah Maha pemberi (karunia)".

Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, maksud dari al-Kaid di sini yaitu

tentang pembalasan Allah Swt bagi orang yang melakukan kemadaratan atau tipu

muslihat maka Allah Swt akan membalas perbuatan mereka dari sisi yang tidak

disangka-sangka seperti halnya istidrāj.

C. Istidrāj dalam Pandangan Para Mufassir

Dalam pembahasan ini, penulis akan memaparkan bagaimana para

mufassir memaknai istidrāj. Diantaranya yaitu: Quraish Shihab misalnya

mengemukakan bahwa makna Istidrāj adalah memindahkan dari satu tahap ke

tahap yang lain guna mencapai satu tujuan. Menurutnya kata tersebut populer

dalam arti perlakuan yang secara lahiriah baik, tetapi bertujuan memberi sanksi

terhadap yang melanggar. Semuanya terjadi tahap demi tahap sehingga mencapai

puncaknya dengan jatuhnya siksa.24

Sama hal nya dengan Muhammad Hasbi Ash-

Shiddieqy menjelaskan bahwa makna Istidrāj adalah pemanjaan agar lebih

terjerumus kepada kehinaan.25

Begitu juga ia memaknai istidrāj dengan

mengambil dari mereka secara berasngsur-angsur, setapak demi setapak dan

didekatkan dengan adzab, dan mereka tidak menyadarinya.26

Al-Thabari juga

sependapat mengenai makna dari Istidrāj adalah tipuan halus kepada orang yang

diberi tenggang waktu sehingga ia merasa bahwa yang memberikan tenggang

waktu itu, berbuat baik kepadanya sehingga pada akhirnya ia terjerumus kedalam

hal yang tidak disenangi. Kemudian ia menambahkan tentang orang yang tertimpa

24

Shihab, Tafsȋr al-Misbāh (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 14 , h. 264

25 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsīr Al-Qur‟an Al-Majīd Al-Nūr ( Semarang: PT.

Pustaka Rizki Putra, 2000), Jilid 5 , h. 4319.

26 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsīr Al-Qur‟an Al-Majīd Al-Nūr, Jilid 2, h. 4319

Page 41: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

29

Istidrāj yaitu Allah Swt menghiasai perbuatan jeleknya, sehingga ia menyangka

bahwa perbuatannya adalah perbuatan baik.27

Selanjutnya, mengutip dari Imam al-Qusyairi bahwa yang dimaksud

dengan istidrāj adalah mendekatkan mereka dengan hukuman tanpa disadarinya.

Begitu juga ia menambahkan beberapa pendapat lainnya tentang definisi istidrāj

yaitu setiap mereka melakukan maksiat maka bertambah pula nikmat yang

diberikan Allah Swt kepada mereka. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka

tidak dihukum ketika sedang melakukan kesalahan tersebut, akan tetapi hukuman

itu dilakukan setelahnya. Kemudian ada juga yang mengatakan tentang istidrāj

yaitu berhura-hura dengan nikmat dan juga melupakan-Nya. Begitu juga tipuan

dengan penanguhan waktu. Dan terakhir, ada juga yang mengatakan tantang

makna istidrāj yaitu memperlihatkan kenikmatan dan menyembunyikan

kekacauan.28

Sama hal nya dengan Abu Bakar Jabir menjelaskan bahwasannya

ketika mereka melakukan kemaksiatan yang baru maka Allah memberikan kepada

mereka nikmat yang baru sehingga suatu saat Allah menghukum mereka ketika

mereka tidak menyadarinya. Menurutnya makna Istidrāj itu sendiri adalah

menghukum dengan bertahap, setingkat demi setingkat.29

Begitu juga Sayyid

Qutbh berpendapat bahwa penangguhan siksaan (Istidrāj) adalah sesuatu kekuatan

yang tidak diperhitungkan dengan semestinya dan yang dilupakan oleh orang-

orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt. Dan begitu juga penangguhan

27 Abu Jafar Muhammad bin Jarir At-Thabari, Tafsir At-Thabari, Penerjemah Abdul

Somad dan Yusuf Hamdani, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Jilid 11, h. 814.

28 Imam Qusyairi, Lathāif al- Isyārat: Tafsīr Sūfī Kamil li al-Qur‟an al-Karīm, Juz 3

( t.tp: t.p, 1983), h. 622.

29 Abū Bakar Jabīr Al-Jazairī, Tafsīr Al-Qur‟ān Al-Aisār ( Jakarta: Darus Sunah, 2015),

jilid 3, h. 208.

Page 42: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

30

tersebut ditimpakan kepada mereka tanpa diketahuinya.30

Kemudian Ibnu „Asyūr

berpendapat bahwa makna istidrāj adalah menarik mereka ke arah kebinasaan,

akan tetapi balasan itu diakhirkan untuk memberikan mereka pelajaran.31

Dan

Wahbah Zuhalī Juga sependapat tentang makna istidrāj yaitu merendahkan

mereka sedikit demi sedikit menuju arah kehancuran.32

Orang yang tertimpa Istidrāj pada umumnya mereka bergelimang harta

ataupun kekuasaan. Akan tetapi mereka melupakan siapa yang memberinya

ataupun selalu berbuat maksiat. Jika melihat orang yang demikian dalam sebuah

hadits yang dikutip oleh Muhammad Mukharar dalam karya tulisnya disebut

dengan Istidrāj.33

Imam Al-Syaukani menjelaskan lebih lanjut dalam kitab

tafsirnya bahwa Allah Swt membuat mereka lupa mensyukurinya sehingga

mereka tenggelam di dalam kesesatan dan tidak akan bisa keluar dari kesesatan

tersebut kecuali mereka mendapatkan kedudukan di sisi-Nya.34

Dikutip dari Sa‟id

Hawa Rasulullah Saw bersabda :

30 Sayyid Quthb, Tafsir Fī Zhilal Al-Qur‟an; Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, Penerjemah

M Misbah ( Jakarta: Robbani Press, 2006), Jilid 5, h. 467.

31 Ibnu „Asyur, Tafsīr al-Tahrīr wa al-Tanwīr (Tunisia: Dār Suhūn, t.t ), h. 101.

32

Wahbah al-Zuhailī, al-Tafsīr al-Munīr Fī al-„Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-Manhaj

( Beirut: Dār al-Fikri, 2014), Juz ke-5, h. 194.

33 Ahmad Mukharrar, “Istidrāj dalam perspektif al-Qurṯubī dalam Tafsir al-Jamī li

Ahkām al-Qur‟an,” ( Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam

Negri Sunan Kalijaga, 2016), h. 5. 34

Imam Al-Syaukani, Tafsir Fath Al-Qadīr, Penerjemah Amir Hamzah, ( Jakarta:

Pustaka Azzam, 2010), Jilid 4, h. 341.

Page 43: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

31

“ Diceritakan dari Imam Ahmad dari „Aqabah bin „Āmir dari Rasulullah

Saw bersabda: Jika kalian melihat Allah Swt memberikan dunia kepada seorang

hamba pelaku maksiat dengan sesuatu yang ia sukai, maka sesungguhnya itu

merupakan Istidrāj. kemudian Rasulullah Saw membaca ayat:“ Maka tatkala

mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun

membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila

mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa

mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus

asa.”35

Mengutip dari tulisan Ibnu Qayim al-Jauziyah bahwa ulama salaf

mengatakan tentang istidrāj yaitu:” Jika Allah Swt melimpahkan berbagai macam

nikmat kepada seorang hamba, sementara dia berbuat maksiat kepada-Nya, maka

berhati-hatilah bahwa itu adalah Istidrāj.36

Dimana semuanya hanyalah sebuah

kesenangan duniawi. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat Al-Zukhruf

ayat 33-35 yaitu :

“ Dan Sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi

umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang

kafir kepada Tuhan yang Maha Pemurah loteng- loteng perak bagi rumah mereka

dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (kami buatkan

35 Sa‟id Hawa, Al-Asās al-Tafsīr ( T.tp: Dar al-Salam, 1983), Juz ke-3, h. 1631.

36

Ibn Qayyim Al-Jauziyah, Penawar Hati yang Sakit; Seri Penyucian Hati , Penerjemah

Ahmad Turmudzi (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 45.

Page 44: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

32

pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-

dipan yang mereka bertelekan atasnya. Dan (kami buatkan pula) perhiasan-

perhiasan (dari emas untuk mereka). dan semuanya itu tidak lain hanyalah

kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah

bagi orang-orang yang bertakwa.”

Istidrāj adakalanya disebut sebagai jurang kebinasaan. Seseorang yang

jauh dari Allah Swt dan tidak mengenal-Nya maka akan terjerambab kedalam

jurang kebinasaan juga termakan akan tipu daya yang sementara. Orang yang

tertimpa istidrāj akan dibiarkan oleh Allah Swt dalam kesesatan, dan didekatkan

pada kebinasaan.37

Seperti yang dikemukakan oleh Ali al-Ṣa‟buni tentang istidrāj

bahwa keadaan mereka didekatkan kepada kehancuran dan hukuman yang

diberikan akan dilipatgandakan.38

Seperti yang tertera dalam firman-Nya dalam

surat al-Baqarah ayat 15, sebagai berikut:

....

“..... Dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan

mereka.”

Kesesatan mereka Allah biarkan tanpa disadarinya, juga kelalaian terhadap

isyarat yang selalu Allah hadirkan akan diindahkannya karena Allah telah

menjadikan hati mereka lalai akan mengingatnya.39

Juga Hamka menambahkan

37 Usin S Artyasa, Ingin Sukses dan Berkah? Awali dengan Bismillah ( Bandung: Ruang

kata, 2012), Cet. 1, h. 140.

38 Muhammad Ali al-Ṣa‟bunī, Qabas Min Nūr al-Qur‟an al-Karīm, Penerjemah Kathr

Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), h. 112.

39

Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya surat al-Kahfi ayat 28, sebagai berikut:

...

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari

mengingati Kami...”.

Page 45: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

33

bahwa mereka diberi segala kesempatan yang sesuai dengan selera mereka,

kemudian Allah hancurkan. Semuanya tanpa disadari oleh yang bersangkutan,

sebab Allah menjadikan mereka lupa.40

Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur‟an

surat al-Hasyr ayat 19, sebagai berikut:

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu

Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-

orang yang fasik.”

Menurut penjelasan yang telah dipaparkan bahwa pandangan para

mufassir mengenai makna istidrāj bahwa Quraish Shihab, al-Thabarī, Hasbi al-

Shidiqī dan Hamka berpendapat sama mengenai makna istidrāj adalah

memperlakukan mereka secara lahiriah baik, tetapi untuk mengarahkan mereka

menuju kebinasaan. Adapun Imam al-Qusairī, Abu Bakar al-Jazairī dan Sayyid

Qutbh, Ibnu „Asyūr dan Wahbah al-Zuhalī berpendapat mengenai istidrāj yaitu

menghukum mereka atau mendekatkan mereka kepada hukuman tanpa

disadarinya. Maka dari itu, penulis menyimpulkan bahwa makna istidrāj menurut

para mufassir yaitu pemberian nikmat untuk manusia dan menjadikan mereka lalai

dan celaka.

D. Dampak Fenomena Istidrāj terhadap Kepribadian Seseorang

Tipu daya dunia seringkali melenakan orang yang tidak meminta

perlindungan kepada Allah Swt ataupun orang yang melupakan anugrah-Nya.

40

Hamka, Tafsir al-Azhar ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), Juz 9, h. 183.

Page 46: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

34

Sebagaimana Allah Swt menyatakan dalam firman-Nya surat al-Infithar ayat 6,

yaitu sebagai berikut:

“ Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka)

terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah.”

Jika seseorang itu telah terperdaya maka tidak ada yang bisa menolongnya

kecuali Allah Swt bahkan oleh kerabat dekat pun. Sebagaimana dinyatakan dalam

al-Qur‟an surat Luqman ayat 33, sebagai berikut:

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari

yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang

anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah

adalah benar, Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan

kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam

(mentaati) Allah.”

Keterperdayaan mereka tidak akan ada yang bisa menahannya, maka tidak

ada jalan selain meminta pertolongan kepada Allah Swt. Seperti yang dikutip oleh

Damanhuri dalam tulisannya bahwa orang yang telah terperdaya dan merasakan

adzabnya maka mereka akan merasakan kesedihan yang teramat sangat dan

gundah gulana dalam hatinya.41

41 Damanhuri, “ Istidrāj dalam Mawa‟iz Al-Badi‟ah,” Substantia, No.2 (Oktober 2010): h.

447.

Page 47: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

35

Begitu juga orang yang tertimpa istidrāj akan menjadikan dirinya bangga

(sombong)42

atas apa yang ada pada dirinya karena kelebihan atau nikmat yang

diberikan Allah Swt kepadanya. Misalnya jika terjadi kepada orang yang berilmu,

Allah Swt memberikan pemahaman, kecerdikan dan bisa berbicara fasih sehingga

mereka menyangka telah memiliki ilmu hakikat.43

Mereka menjadi merendahkan

orang lain lebih rendah daripadanya. Begitulah Allah Swt menimpakan istidrāj

kepada orang lalai akan mengingat-Nya, sangat halus sehingga sampai tidak

menyadarinya.

Sifat sombong hanya berhak dimiliki oleh Allah Swt semata karena Dia

yang memiliki segalanya. Jika manusia ada yang bersifat sombong, hakikatnya dia

telah mengingkari kekuasaan Allah Swt. Dia merasa apa yang dimilikinya

menjadikannya lebih baik daripada orang lain. Dia tidak menyadari semuanya

adalah milik Allah yang dititipkan kepadanya. Oleh sebab itu tidak ada gunanya

membiarkan kesombongan pada manusia, karena sesungguhnya hanya akan

membinasakan dirinya sendiri.44

Ciri ketakaburan orang yang berilmu adalah ia tidak mau mendengarkan

nasihat dari orang yang lebih bodoh darinya. Kemudian ketakaburan orang yang

42 Imam al-Ghazali menuturkan sebagaimana yang dikutip oleh Didi Junaedi dalam

tulisannya, bahwa takabur/ sombong terbagi menjadi dua bagian: Pertama, Takabur dalam urusan

agama. Kedua, Takabur dalam urusan dunia. Takabur dalam urusan agama dibagi juga dalam dua

bagian, yaitu: Pertama, Takabur karena ilmu. Kedua, Takabur karena amal. Lihat, Didi Junaedi,

Agar Allah Selalu Menolongmu!; Melihat Sisi Baik dari Setiap Ujian ( Jakarta: Suluk, 2011), Cet-

1, Jilid 2, h. 38 43

Damanhuri, “ Istidrāj dalam Mawa‟iz Al-Badi‟ah”, h. 449.

44 Al-Qur‟an mencatat sifat sombong pertama kali ditunjukan kepada iblis ketika

diperintahkan oleh Allah Swt untuk sujud kepada Nabi Adam as. Seperti dinyatakan dalam al-

Qur‟an surat al-„Araf ayat 12, sebagai berikut:

“Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di

waktu aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya

dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah". Lihat, Didi Junaedi, Agar Allah Selalu

Menolongmu, h. 36-37.

Page 48: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

36

banyak amal yaitu ia merasa dirinya telah beramal lebih dari orang lain lakukan.

Ia merasa amalannya lebih bagus sehingga bisa merendahkan orang lain, padahal

hanya Allah Swt yang mengetahui amal yang telah hamba-Nya lakukan. 45

Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat Muhammad ayat 30-31:

“Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu

sehingga kamu benar-benar dapat Mengenal mereka dengan tanda-tandanya. dan

kamu benar-benar akan Mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka

dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu. Dan Sesungguhnya Kami

benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang

berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik

buruknya) hal ihwalmu.”

Selanjutnya, akibat dari berpaling mengingat Allah Swt menurut Mohsen

Qira‟ati diantaranya: Pertama, Terhalang dari jalan yang benar. Tidak dipungkiri

bahwa Allah Swt selalu menunjukan jalan yang lurus kepada hambaNya, akan

tetapi manusia seringkali menyalahi jalan tersebut. Begitu juga syetan akan terus

menghalangi manusia dari jalan yang benar. Sebagaimana dinyatakan dalam al-

Qur‟an surat al-Zukhruf ayat 37, yaitu:

45 Damanhuri, “ Istidrāj dalam Mawa‟iz Al-Badi‟ah”, h. 452.

Page 49: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

37

“Dan Sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka

dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.”

Kedua, Terjebak ke dalam pikiran yang sesat. Dimana mereka menyangka bahwa

mereka mendapat petunjuk, akan tetapi sejatinya mereka jauh dari petunjuk itu.

Ketiga, mereka tidak lagi dapat menerima pelajaran. Dengan kata lain mereka

sudah sangat jauh dari Allah Swt hingga hati dan pikiran mereka tidak lagi

memahami hikmah pelajaran sekitarnya karena hati mereka sudah buta.

Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur‟an surat al-Shaffat ayat 13, yaitu:

“Dan apabila mereka diberi pelajaran mereka tiada mengingatnya.”

Keempat, Mereka tidak mau bertobat atas apa yang mereka lakukan karena

mereka meyakini bahwa mereka tidak menyimpang dari Allah Swt. Kelima,

Kehidupan mereka serasa menjadi sempit.46

Dalam surat Thāhā ayat 124

dinyatakan:

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya

baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari

kiamat dalam Keadaan buta".

Allah Swt menimpakan istidrāj kepada orang yang terlena akan nikmat

dari Allah Swt dan berpaling dari mengingatNya. Keterlenaan itu timbul dari

kecenderungan pada dunia yang berlebihan, sehingga bagi mereka dunia adalah

segalanya. Begitu juga karena keterlenaan itu akan berdampak pada dirinya untuk

memiliki sifat seperti sombong, dan sifat tersebut akan mengakar kuat dalam

46 Mohsen Qira‟ati, Poin-Poin Penting Al-Qur‟an, h. 634.

Page 50: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

38

dirinya. Oleh karena itu, sekuat mungkin harus dihindari segala larangan-Nya dan

mematuhi segala perintah-Nya agar tidak menjadi golongan orang yang tertimpa

istidrāj.

Page 51: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

39

BAB III

PEMAKNAAN DAN SEBAB-SEBAB ISTIDRĀJ DALAM AL-QUR’AN

Ayat-ayat al-Qur‟an membahas tentang berbagai macam permasalahan

kehidupan. Salah satunya yaitu tentang istidrāj, dimana tersebar dalam beberapa

surat. Maka untuk mengetahuinya harus ditelusuri dahulu secara mendalam

tentang ayat yang membahas istidrāj itu sendiri. Kata istidrāj dalam al-Qur‟an

terulang hanya dua kali dalam bentuk fiil mudhari. Keduanya diawali dengan

huruf ( ) yang menunjukan makna “akan” dengan menggunakan kata

( ). Menurut kamus Al-Mursyid Ilā Āyāti al-Qur‟ān al-Karȋm wa

Kalimāt, kata tersebut terdapat dalam dua tempat yaitu dalam surat al-„Araf ayat

182 dan surat al-Qalam ayat 44. 1

Surat al-„Araf ayat 182 yaitu sebagai berikut :

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan

menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara

yang tidak mereka ketahui.”2

1 Muhammad Faris Barakat, Al-Mursyid Ilā Āyāti al-Qur‟ān al-Karȋm Wa Kalimāt, h. 162.

2 Munasabah ayat ini dan ayat sebelumnya adalah bahwa pada ayat sebelumnya,

mengungkapkan tentang orang yang mengajak dan menuntun kepada haq serta menegakan

keadilan. sebaliknya ayat setelahnya menjelaskan tentang orang yang mendustakan ayat-ayat Allah

Swt, baik kekuasaan, keesaan dan juga menjelaskan siksaNya. Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir

al-Misbah), vol. 4, h. 391.

Page 52: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

40

Dan kedua terdapat dalam surat al-Qalam ayat 44 yaitu sebagai berikut:

“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang

yang mendustakan Perkataan ini (Al Quran). nanti Kami akan menarik mereka

dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka

ketahui”3

Dari kedua ayat ini, maka penulis akan menguraikannya menjadi tema-

tema berikut:

A. Makna dan Hakikat Istidrāj

Berdasarkan paparan sebelumnya mengenai istidrāj, bahwa jika seseorang

terlihat diberikan sesuatu dari perkara dunia yang diinginkan, sedangkan dia terus

berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka dapat diketahui bahwa hal tersebut

adalah istidrāj. Dimana istidrāj bisa menjauhkan manusia dari sisi-Nya,

sedangkan manusia jika tanpa Allah Swt tidak ada apa-apanya. Makna dari

istidrāj seperti yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya yaitu pemberian

nikmat untuk menjadikan mereka lalai dan celaka.

Adapaun hakikat dari istidrāj itu sendiri adalah tidak dihukum langsung

oleh Allah Swt ketika mereka melakukan maksiat, mereka masih diberikan waktu,

3 Munasabah ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah bahwa pada ayat sebelumnya,

diterangkan balasan yang diterima oleh orang kafir dan orang yang beriman berbeda, yaitu bagi

orang yang beriman Allah Swt menyediakan surga yang penuh dengan kenikmatan. Sedangkan

bagi orang yang kafir Allah sediakan neraka yang penuh dengan penderitaan yang kesengsaraan

dan panasnya api tidak ada yang bisa menahannya. Selanjutnya ayat-ayat berikutnya menerangkan

bahwasannya orang-orang kafir telah diberi kesempatan untuk mengikuti seruan Rasulullah Saw

selama hidup mereka, tetapi sangat disayangkan mereka tidak menggunakan kesempatan itu.

Bahkan mereka malah menghalang-halangi seruan itu. Lihat, Departemen Agama RI, Al-Qur‟an

dan Tafsirnya, Edisi yang disempurnakan (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Jilid 10, h. 288.

Page 53: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

41

berupa penangguhan. Tidak seperti umat terdahulu yang langsung diadzab.

Dimana mereka yang tidak beriman, yaitu yang menutup mata hatinya4 dan

menutup pendengarannya5dari melihat dan mendengar ayat-ayat Allah Swt, akan

diberikan penambahan waktu untuk tidak dibinasakan tanpa mereka sadari. Yang

mereka sadari bahwa semuanya adalah sebuah kebaikan. Padahal kebaikan itu

bukan kebaikan sesungguhnya, akan tetapi merupakan kebaikan yang melalaikan,

contohnya kesempatan hidup dan keluasan harta.

Didalam kedua ayat ( surat al-„Araf ayat 182 dan surat al-Qalam ayat 44)

yang difokuskan dalam penelitian ini yaitu menjelaskan bahwa orang yang

tertimpa istidrāj akan dibinasakan ataupun didekatkan kepada kebinasaan tanpa

mereka ketahui. Ibnu Katsir berpendapat bahwa maksud dari siksaan itu adalah

Allah Swt membukakan pintu-pintu rizki dan berbagai macam mata pencaharian

untuk mereka hidup di dunia, hingga mereka terpedaya dengan kondisinya yang

4

Menurut Al-Thabari dalam tafsirnya dijelaskan bahwa makna tersebut adalah bahwa

mereka memiliki mata akan tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah

Swt dan bukti keesaan-Nya. Dimana mereka harus merenungi dan memikirkannya. Akan tetapi

mereka tidak melakukannya. Oleh karena itu, Allah Swt menyebut mereka sebagai orang-orang

yang tidak mau melihat tanda-tanda kekuasan Allah Swt. Lihat, Muhammad bin Jarir Al-Thabari,

Tafsir Al-Thabari, Penerjemah Abdul Somad dan Yusuf Hamdani ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),

Jilid 11, h. 801.

5 Al-Thabari memaknainya bahwa mereka tidak mau mendengarkan ayat-ayat Kitab suci

Allah Swt hingga mereka bisa merenungkannya. Akan tetapi mereka malah menolaknya dan

mengatakan untuk jangan mendengarkan ayat-ayat al-Qur‟an bahkan mereka membuat sesuatu

seperti al-Qur‟an supaya bisa mengalahkannya. Seperti disebutkan dalam al-Qur‟an surat Fushilāt

ayat 26, sebagai berikut:

“Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-

sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat

mengalahkan mereka".

Juga dalam surat al-Baqarah ayat 171:

“ Mereka tuli, bisu dan buta, Maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.” Lihat, Al-

Thabari, Tafsir Al-Thabari, h. 802.

Page 54: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

42

sedang mereka alami.6 Al-Qurthubi menyebutkan riwayat dari Al-Ḍahak bahwa

cara untuk membinasakan mereka yaitu jika setiap kali manusia berbuat maksiat

maka Allah Swt akan menambahkan lagi kenikmatannya. Dalam sebuah riwayat

yang terdapat dalam tafsir al-Qurthubi disebutkan bahwa pada suatu hari Ẓunun

ditanya tentang tipu daya yang paling sering menghinggapi seorang hamba,

kemudian dia menjawab bahwa tipu daya yang sering menghinggapi seorang

hamba yaitu dengan sesuatu yang paling baik dari pemberian-pemberian. Namun

semua itu menjadikan mereka tidak pernah bersyukur atas nikmat tersebut.7

Kemudian Al-Ṭabari menakwilkan cara Allah Swt dalam menyiksa mereka yaitu

dengan menghiasi perbuatan jeleknya, sehingga ia menyangka bahwa

perbuatannya adalah perbuatan baik.8 Begitu juga Ahmad Sonhaji menguraikan

dalam tafsirnya yaitu dengan cara memberikan berbagai macam nikmat seakan-

akan hidup mereka dipenuhi kesenangan dan kemewahan. Tetapi sebenarnya

mereka dijadikan umpan untuk menyeret mereka sedikit demi sedikit dan

menjadikan mereka lalai dengan kesenangan atau ketenaran yang mereka nikmati.

Kemudian nanti Allah Swt membinasakan mereka secara mengejutkan dari sisi

yang tidak disangka-sangka.9

Selain itu Quraish Shihab menjelaskan bahwa Allah Swt menganugrahkan

kenikmatan kepada mereka dengan menjadikan mereka lupa daratan atau seperti

kacang lupa akan kulitnya10

Dan ia menambahkan dalam tafsirnya bahwa siksaan

itu datang dengan menggunakan tangga dengan tenang menuju arah yang mereka

6 Ahmad Syakir, „Umdah Al-Tafsīr „An al-Hāfidz ibn Katsīr (Jakarta: Darus Sunah, 2014),

Jilid 3, Cet ke-2, h. 239.

7 Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Penerjemah Sudi Rosadi, dkk (Jakarta: Pustaka Azzam,

2008), Jilid 7, h.832.

8 Jarir Al-Thabari, Tafsir Al-Thabari, Penerjemah Abdul Somad dan Yusuf Hamdani

(Jakarta: Pustaka Azam, 2008), h. 814.

9 Ahmad Sonhaji B. Mohamad, Tafsir Al-Qur‟an, Juz 9, h. 125

10

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 4, h. 391.

Page 55: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

43

tidak ketahui dan juga tidak disadarinya bahwa tempat tersebut dapat

membinasakan mereka.11

Begitu juga Badan Pentashihan al-Qur‟an menambahkan

dalam tafsirnya yaitu Allah Swt memberikan mereka kenikmatan tanpa

melupakan kejahatan-kejahatan yang pernah mereka lakukan.12

Adapula menurut

Sayyid Qutbh dalam tafsirnya menyebutkan cara Allah Swt membinasakan

mereka yaitu dengan membiarkan mereka berbuat maksiat untuk menarik mereka

secara pelan-pelan kepada kebinasaan. Begitu juga untuk mematangkan balasan

tipu daya dan rencana terhadap mereka.13

Selanjutnya, Bintu Syati‟ memaknai istidrāj dengan mengambil perlahan-

lahan derajat demi derajat. Sebagaimana yang dikutip oleh Bintu Syati‟ dari al-

Ṭabari, ia menafsirkan bahwa istidrāj yaitu Allah Swt menghiasi dengan

perhiasan atau kemewahan dunia sampai mereka mengira semuanya adalah

kebaikan bagi mereka hingga sampai batas waktu Allah Swt mengambil kembali

secara tiba-tiba tanpa mereka rasakan.14

Selanjutnya, ada beberapa pendapat tentang makna istidrāj dalam tafsir al-

Qurṭubi disebutkan:

Menurut Sufyan Al-Tsauri bahwa makna istidrāj adalah bahwa Allah Swt

akan memberikan nikmat-nikmat kepada mereka dan akan membuat mereka lupa.

Al-Hasan memaknainya bahwa banyak orang yang yang ditarik ke arah

kebinasaan dengan disertai pemberian kebaikan yang berangsur-angsur. Begitu

juga banyak orang yang diuji dengan sanjungan- sanjungan dan tertipu oleh

11 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol 4, h. 392

12

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsīr Al-Wajīz Li Al-Qur‟ān Al-Karīm; Tafsir

Ringkas Al-Qur‟an Al-Karim ( Jakarta: Badan Litbang dan Diklat, 2016), h. 466.

13 Sayyid Quthb, Tafsir Fī Zhilal Al-Qur‟an, jilid 5, h. 468

14

Bintu Syāthī, al-Tafsīr Al-Bayānī li Al-Qur‟ān al-Karīm (Mesir: Dar al-Ma‟arif, 1962),

jilid 2, h. 69.

Page 56: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

44

perlindungan yang diberikan. Kemudian Abu Rauq memaknainya bahwa setiap

kali mereka melakukan kesalahan-kesalahan, maka Allah Swt memperbaharui

kenikmatan untuk mereka dan membuat mereka lupa untuk memohon ampun

kepada-Nya. Dan selanjutnya dalam tafsirnya, al-Qurṭubi menyatakan pula

pendapat yang lainnya tentang makna istidrāj tersebut yaitu bahwa Allah Swt

akan menarik sedikit demi sedikit dan tidak pula menjadikan mereka terkejut

dengan tarikan tersebut. Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa ada seseorang

laki-laki dari kaum Bani Israil menyatakan bahwa dia banyak melakukan

perbuatan maksiat kepada Allah Swt akan tetapi Allah Swt tidak memberikan

hukuman dengan sesuatu apapun. Kemudian Allah Swt memberikan wahyu

kepada utusan-Nya yang hidup pada masanya. Lalu Allah Swt memberikan

perintah kepada utusan-Nya untuk memberitahukan kepada lelaki tersebut bahwa

Allah Swt telah banyak melimpahkan hukuman kepadanya akan tetapi dia tidak

menyadarinya. Dan juga Allah Swt menyatakan bahwa butanya kedua mata dan

keras hatinya sehingga dia tidak menyadarinya hal tersebut merupakan sebuah

istidrāj dan hukuman untuknya.15

Selanjutnya Allah Swt mengancam mereka dengan siksa yang sangat

pedih dan rencana-Nya tidak dapat dihalangi oleh siapapun. Seperti dinyatakan

dalam ayat setelahnya yaitu:

“Dan aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku

Amat tangguh.”

15

Al-Qurṭubi, al-jami‟ li Ahkām al-Qur‟an, Penerjemah Ahmad Khatib, dkk ( Jakarta:

Pustaka Azam, 2009), Jilid 19, h. 137

Page 57: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

45

Abu Hafs Umar memaknai kalimat “Wa Umlī Lahum”16

dengan

memperpanjang waktu,17

Wahbah Zuhaili juga memaknainya demikian.

Kemudian menurut al-Qurṭubi memaknai kalimat tersebut bahwasannya Allah

Swt akan memberi tangguh kepada mereka dan akan memperpanjang waktu

mereka. Kemudian al-Qurṭubi memberikan alasan bahwa asal kata umlī adalah

periode masa. Sedangkan makna Amlāllahu (Allah Swt memperpanjang

untuknya), adapaun malawān adalah malam dan siang. Adapun menurut pendapat

lain tentang kalimat tersebut menurutnya adalah mempercepat kematian untuk

mereka. 18

Kemudian kata “ al-Kaid” menurut Muhammad Abdul Haq adalah sebuah

isyarat akibat dari perlakuan orang kafir hingga mereka diberi tangguh.19

“al-

Matīn” menurut al-Qurṭubi berasal dari kata “al-Matnu” yang berarti daging yang

tebal yang berada dalam sisi tulang sulbi. Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa

ayat ini diturunkan berkenaan dengan kisah kaum Quraisy yang suka mengolok-

ngolok. Setelah itu mereka ditangguhkan hukumannya selama beberapa waktu,

lalu mereka semua dibinasakan Allah Swt dalam satu malam. Rasulallah Saw

bersabda, yang artinya:

“ Sesungguhnya Allah Swt akan memberikan penangguhan siksa pada

orang yang zalim, tetapi ketika Dia mengazabnya Dia tidak kan melepaskannya”

Kemudian Rasulullah Saw membaca ayat yang berbunyi: “Dan begitulah azab

16 Ibnu „Asyur berpendapat, bahwa kata “al-Imlā” termasuk kedalam bentuk “If‟āl” yang

artinya adalah pennagguhan. Huruf hamzah dalam kata “ Imlā” adalah masdar yang digantikan

dengan wau. Dimana dibentuk dari kata malāwah yang mempunyai arti yaitu hidup yang sebentar.

Kemudian huruf lam dalam kata lahum, Ibnu ;Asyur memaknainya dengan lam Litabyīn untuk

menjelaskan hubungan dengan perbuatannya. Lihat, Ibnu „Asyur, Tafsīr al-Tahrīr wa al-Tanwīr, h.

191.

17

Abi Hafs Umar, Al-Lubāb Fī „Ulūm Al-Kitāb, h. 304. 18

Al-Qurṭubi, al-jami‟ li Ahkām al-Qur‟an,h. 138.

19 Muahmmad Abdul Haq Al-Andalusi, Muharar Al-Wajīz Fī Tafsīr al-Kitāb al-„Azīz

(Beirut: Dar Kitab al-„Ilmiyah, 2001), Jilid 5, h. 353.

Page 58: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

46

Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim.

Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.”(QS. Hud ayat

102).20

Begitu juga dalam surat ali Imrān ayat 178, sebagai berikut:

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa

pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka.

Sesunggguuhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya

bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.”

Zamakhsari mengungkapkan dalam kitab tafsirnya bahwa seharusnya

kebaikan yang Allah Swt berikan seperti diberi umur yang panjang, kesehatan,

dan rizki yang berlimpah menjadikan mereka syukur dan taat. Akan tetapi

dengannya menyebabkan mereka menjadi kafir dengan pilihan yang mereka

tetapkan. 21

Penangguhan Allah Swt adalah suatu ancaman yang diberikan kepada

mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt. Seperti ditegaskan dalam sebuah

hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Musa bahwa Nabi

Muhammad bersabda:

20 Imam Al-Zaibidi, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari, Penerjemah Ahmad Zaidun

( Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 859.

21 Zamakhsari, al-Kasysyāf „, h. 192.

Page 59: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

47

“ Sesungguhnya Allah benar-benar memberi waktu kepada orang-orang

yang zalim, sehingga apabila Dia mengambilnya, maka dia (orang) tidak dapat

melepaskan diri.”22

Allah Swt juga menegaskan dalam firman-Nya surat al-Mu‟minūn ayat

55-56, sebagai berikut:

“ Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.

Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada

mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan

kepada mereka? tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.”

Penangguhan yang Allah Swt berikan adalah sebuah balasan atas tipu daya

mereka. Begitu juga dalam kehidupan di zaman modern ini, banyak darin orang

yang berilmu bangga akan kepandaiannya hingga ia menyalahgunakan

kepandaiannya dalam hal diluar syari‟at islam. Misalnya karena kepandaiannnya

dalam mengedit laporan keuangan hingga dia bisa mengambil yang bukan hak

nya, dia melakukannya tanpa ada rasa berdosa, sebaliknya yang dia rasakan

adalah bahagia karena kekayaan dan kemewahan berpihak padanya. Dia tidak

menyadarinya bahwa dia termasuk kedalam orang yang tertimpa istidrāj. Allah

Swt berfirman dalam surat al-An‟am ayat 44-45, sebagai berikut:

22 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Qur‟an al-Majid al-Nur, Jilid 2, h. 1520-

1521.

Page 60: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

48

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada

mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka;

sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada

mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka

terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke

akar-akarnya. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Wahbah Zuhaili menyatakan dalam tafsirnya bahwa orang yang ditimpa

istidrāj adalah jika limpahan nikmat, rizki ataupun kebaikan yang diterima oleh

nya bukan menjadikan dia menjadi selamat, dan juga jika seseorang berbuat

maksiat, kemudian ia tidak langsung disiksa oleh Allah Swt ketika melakukannya.

Ia berpesan untuk tidak tertipu dengannya. 23

Kehidupan yang dijalani manusia tidak selamanya mempunyai

kenyamanan atau kemudahan dalam segala hal. Tidak sedikit Allah Swt

memberikan kepada manusia cobaan. Cobaan itu bisa disebut musibah dan

sesungguhnya semua itu adalah cobaan. Keadaaan ini memang tidak akan terasa,

jika terlena dengan segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah Swt. Tidak dapat

disangkal bahwa manusia memerlukan datangnya musibah dan penderitaan,

bukan berarti berharap musibah datang seperti umat terdahulu, namun untuk

merasakan nikmat. Manusia memerlukan penderitaan untuk mengetahui apa

23 Wahbah al-Zuhailī, Tafsīr al-Munīr Fi Al-„Aqīdah Wa al-Syarī‟ah wa Al-Manhaj

(Damaskus: Dar al-Fikri, 2000), Jilid 5, h. 193.

Page 61: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

49

makna kesenangan yaang sebenarnya. Juga memerlukan sakit untuk mengetahui

apa makna sehat. Kenapa demikian? Karena terkadang manusia tidak sadar

adanya Allah Swt ketika lagi bergelimangan harta, mendapat kesenangan,

terpandang di kalangan manusia dan lain sebagainya. Hati mereka tertutup dan

tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah Swt, mereka juga

mempunyai mata tetapi tidak digunakan untuk melihat kekuasaan Allah Swt,

begitu juga mereka mempunyai telinga tetapi tidak mereka gunakan untuk

mendengar ayat-ayat Allah Swt. Allah Swt mengumpamakan mereka seperti

binatang ternak bahkan lebih rendah darinya. Sebagaimana dinyatakan dalam

surat al-„Araf ayat 179, yaitu sebagai berikut:

“ Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)

kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak

dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai

mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan

Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk

mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka

lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”

Allah swt juga menegaskan dalam surat az-Zukhruf ayat 48, sebagai

berikut:

Page 62: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

50

“..... Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (ke

jalan yang benar).”

Betapa banyak dari kalangan manusia mengingat Allah Swt hanya ketika

dia sedang bersedih, mendapat cobaan, menderita, dan ketika susah. Banyak dari

manusia yang tidak mampu menghargai keberadaan Allah Swt, disaat tertimpa

musibah baru mereka mendekat kepada-Nya. Sebagaimana dalam surat Yunus

ayat 22, disebutkan sebagai berikut:

“ Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan,

(berlayar) di lautan. sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan

meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan

tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin

badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka

yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), Maka mereka berdoa kepada

Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (mereka

berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan Kami dari bahaya ini,

pastilah Kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur".

Ayat ini menjelaskan tentang perlakuan Allah Swt yang penuh rahmat.

Allah Swt selalu memberikan rahmat dan pertolongan kepada hambaNya

meskipun hambaNya mendekat kepadaNya hanya ketika mendapatkan musibah.

Begitulah kasih sayang Allah Swt.

Page 63: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

51

Dari paparan diatas, secara ringkas bahwa makna dan hakikat istidrāj

bukanlah sebuah kenikmatan ataupun ujian, melainkan sebuah siksaan atas

perbuatan yang mereka lakukan yaitu dengan cara membiarkan mereka

bergelimang harta, jabatan, kekayaan, ketenaran sampai mereka tidak sadarkan

diri bahwa mereka sesungguhnya didekatkan secara bertahap kearah kebinasaan.

Dan puncak siksaan itu yaitu neraka jahanam.

B. Pelaku Istidrāj

Setelah diuraikan pada bagian atas tentang istidrāj dalam al-Qur‟an, maka

dapat diketahui pelaku istidrāj yang dikemukakan dalam al-Qur‟an yaitu Allah

Swt. Akan tetapi dalam sebuah ayat tentang istidrāj terdapat kalimat

(Sanastadrijuhum)24

dimana menggunakan bentuk jama dan (Wa Umlī)25

menggunakan bentuk tunggal. Mengutip dari pendapat Ibnu Asyur yang dikutip

oleh Quraish Shihab bahwa perbedaan tersebut dinilai olehnya sebagai salah satu

bentuk keragaman redaksi. Tujuannya yaitu untuk menunjukan keindahan

berbahasa. Dan juga Ibnu Asyur berpendapat bahwa kalimat tersebut

menggunakan bentuk jama yaitu mempunyai makna lita‟dzīm (mengagungkan).26

Begitu juga jika (Sanastadrijuhum) diganti dengan ( Sa‟astadrijuhum ) maka akan

memberatkan dalam pengucapannya. Sedangkan menurut al-Biqa‟i berpendapat

bahwa kata (umli) sengaja ditampilkan dalam bentuk tunggal karena menurutnya

penangguhan tersebut semata-mata hak prerogatif Allah saja, tidak ada

keterlibatan makhluk di dalam mempercepat ataupun memperlambat siksaan.

24 Maksudnya surat al-A‟raf ayat 182 dan al-Qalam ayat 44.

25

Terdapat dalam ayat setelahnya yaitu surat al-A‟raf ayat 183 dan surat al-Qalam ayat

45.

26 Ibnu Āsyūr, Tafsīr al-Tahrīr wa al-Tanwīr ( Tunisia: Dār suhūn , t.t), h. 192.

Page 64: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

52

Sedangkan kata (Sanastadrijuhum) dalam arti menarik secara berangsur-angsur

dilakukan oleh Allah Swt secara langsung atau melalui hamba-Nya dalam

beberapa tafsir seringkali dikemukakan bahwa jika Allah Swt menunjukan dirinya

dalam bentuk jamak, artinya bahwa hal itu mengisyaratkan adanya keterlibatan

selain yang Maha Kuasa dalam aktivitas yang ditunjuk oleh kata yang berbentuk

jamak tersebut. Sebaliknya, jika Allah Swt menunjukan dirinya dalam bentuk

tunggal maka berarti hal tersebut merupakan hal prerogratif-Nya.27

Menurut Ibnu

„Asyūr bahwa nun yang terdapat dalam penggalan ayat ( sanastadrijuhum )

merupakan makna Musyārakah (bersekutu). Ibnu „Asyur memaparkan bahwa

maksud dari makna musyārakah itu adalah Allah Swt dan malaikat. Dimana

saling berkaitan antara keduanya untuk menyempurnakan maksud Allah Swt

dengan perantaraan malaikat. 28

Seperti yang diungkapkan dalam al-Qur‟an surat

al-Anfal ayat 12, yaitu:

“(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:

"Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang

telah beriman". Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-

orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari

mereka.”

27 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 4, h. 392.

28

Ibnu „Asyur, Tafsīr al-Tahrīr wa al- Tanwīr, h. 102.

Page 65: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

53

C. Sebab – Sebab Istidrāj

Setelah membahas makna dan hakikat istidrāj, maka pastinya ketika Allah

Swt melakukan istidrāj kepada manusia ada penyebabnya, karena Allah Swt tidak

semata-mata melakukannya. Diantara penyebab seseorang tertimpa istidrāj

diantaranya sebagai berikut:

1. Kedustaan Kepada Allah Swt

Ayat-ayat Allah Swt tidak saja hanya membicarakan tentang firman-Nya

yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi segala sesuatu yang

berada di alam semesta yang membentang luas, dimana semuanya diciptakan

untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut Nasaruddin Umar dalam

tulisannya bahwasannya ayat-ayat yang termasuk diluar teks al-Qur‟an disebut

sebagai ayat kauniyah dan keduanya tidak dapat terpisahkan satu sama lain.29

Lebih lanjut lagi Nasaruddin Umar membahas tentang ayat, ia mengutip

dari Montgomery Watt bahwasannya ayat dalam al-Qur‟an dapat diterapkan

dalam empat bentuk, diantaranya: Pertama, yaitu diterapkan dalam bentuk

fenomena alam yang merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. Kedua,

diterapkan dalam bentuk peristiwa-peristiwa atau obyek-obyek dimana berkaitan

dengan tugas seorang utusan dan cenderung untuk memperkuat pesan Ilahi.

Ketiga, diterapkan dalam bentuk tanda-tanda yang dibacakan seorang utusan

Allah Swt. Dan, keempat merupakan bagian al-Qur‟an atau al-Kitab.30

Begitu juga

Ahsin Sakho mengungkapkan dalam tulisannya bahwa dalam al-Qur‟an kata ayat

digunakan dalam dua hal, yaitu untuk ayat al-Qur‟an yang dibaca dalam mushaf

29

Nasaruddin Umar, Ulumul Qur‟an; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al-

Qur‟an ( Ciputat: Al-Ghazali Center, 2008), h. 211 30

Nasaruddin Umar, Ulumul Qur‟an, h. 148

Page 66: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

54

dan yang kedua yaitu ayat kauniyah31

tentang alam semesta yang bisa dilihat oleh

mata sendiri. 32

Dalam pembahasan ini, berbicara tentang orang yang mendustakannya.

Sebagai contoh ketika seseorang yang sedang diberi kesehatan oleh Allah Swt,

akan tetapi dia lebih berani bermaksiat kepada Allah Swt maka ia disebut sebagai

orang yang mendustakan ayat Allah Swt. Begitu juga ketika seseorang yang

mempunyai jabatan tinggi akan tetapi menjadikan ia lupa diri berarti telah

mengingkari Allah Swt. Dan juga orang yang Allah Swt limpahkan ilmu

pengetahuan termasuk di dalamnya tentang ayat-ayat Allah ia gunakan untuk

meraih kemegahan duniawi bahkan menyeleweng dari jalan-Nya.

Perumpamaan orang yang mencari kemegahan duniawi seperti anjing yang

menjulurkan lidahnya karena kepayahan dan letih, sekalipun yang dicari

sebenarnya adalah barang yang hina. Seperti itulah orang yang medustakan ayat-

ayat Allah Swt. Sampai pada saat itu Allah Swt akan menariknya secara perlahan-

lahan tanpa mereka sadari sehingga menjadikan mereka buruk dan hina.33

Seperti

dinyatakan dalam Al-Qur‟an surat Al-A‟raf ayat 176, sebagai berikut:

31 Tentang ayat-ayat kauniyah Ahsin Sakho dalam tulisannya membagi menjadi dua

bagian, Pertama, ayat kauniyah yang sesuai dengan sunatullah atau ketetapan Allah Swt yang

berada di alam semesta seperti yang terjadi dalma kehidupan kita. Kedua, ayat kauniyah yang

tidak sesuai dengan sunah kauniyah. Maksud ayat ini yaitu dimana ayat diperlihatkan kepada

hambaNya untuk menambah keimanannya. 32

Ahsin Sakho Muhammad, Oase Al-Qur‟an; Penyejuk Kehidupan ( t.tp: PT Qaf Media

Kreativa, 2017), h. 18

33 Siswo Sanyoto, Membuka Tabir Pintu Langit; Kembali ke Jati Diri dan Cahaya Hati

( Jakarta: PT Mizan, t.tp), h. 353.

Page 67: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

55

“Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan

(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan

menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing

jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya

Dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian Itulah perumpamaan orang-orang

yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-

kisah itu agar mereka berfikir.”

Allah Swt membiarkan mereka bersenang-senang dengan kekayaan

mereka, berbangga dengan pangkat dan jabatan yang yang tinggi, berbangga

dengan ilmu yang dimiliki. Padahal kenyataannya mereka semakin jauh dari Allah

Swt, dan semakin melupakan-Nya. Betapa mengerikannya keadaan seperti itu,

seperti dalam sebuah filosofi “ memakan madu yang didalamnya terdapat racun

yang mematikan” .34

Mereka tidak mensyukuri rizki yang telah Allah Swt berikan,

bahkan peringatan telah sampai kepada mereka, namun yang mereka lakukan

mendustakannya. Seperti yang telah Allah Swt ungkapkan dalam surat al-Waqi‟ah

ayat 82, sebagai berikut:

“Kamu mengganti rezki (yang Allah berikan) dengan mendustakan Allah.”

Dalam ayat diatas diterangkan tentang orang-orang yang mengungkapkan

rasa syukur mereka dengan mendustakan ayat-ayat Allah Swt begitu juga nikmat

yang telah Allah Swt berikan. Dan juga Allah Swt memperingatkan bahwa

perbuatan orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt di ahkirat nanti perbuatan

34 Zaprulkhan, Puasa Ramadhan sebagai Terapi Pencerahan Spiritual ( t.t : Hikmah,

2007), h. 120

Page 68: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

56

mereka akan sia-sia. Seperti dinyatakan dalam firman-Nya dalam surat Al-„Araf

ayat 147, sebagai berikut:

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan

akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. mereka tidak diberi Balasan

selain dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt menurut Muhammad Abdul

Haq dalam tafsirnya bahwa ayat ini merupakan sebuah ancaman dan ayat ini

mengisyaratkan kepada orang-orang kafir. Kemudian, „Ali Al-Ṣa‟buni

menerangkan maksud orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt adalah

diantara penduduk Mekah dan lainnya,35

Sayyid Qutbh juga menguraikan dalam

tafsirnya bahwa maksud orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt adalah

penduduk Mekah, juga ia menambahkan bahwa alasan Al-Qur‟an mengancam

mereka karena sikap mereka terhadap masyarakat muslim juga perbuatan mereka

yang meragukan peringatan Nabi Muhammad saw.36

Begitu juga Ahmad Sonhaji

menerangkan tentang maksud orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt

adalah penduduk Mekah yang mendustakan keterangan-keterangan Allah yaitu

Al-Qur‟an.

Selanjutnya, dimana mengingkari utusan-Nya dan segala yang ia bawakan

maka sama saja mengingkari Allah Swt. Sehingga mereka dibinasakan secara

berasngsur-angsur menuju kehancuran. Mereka yang diberi kemewahan dan

kekuasaan adalah orang-orang kafir terhadap Allah Swt. Seperti orang-orang

35 Muhammad Ali Al-Shabuni, Ṣafwat Al-Tafāsīr; Tafsir-Tafsir Pilihan, Penerjemah

Yasin (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), Jilid 2, h. 395.

36 Sayyid Quthb, Tafsir Fī Zhilal Al-Qur‟an, h. 468

Page 69: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

57

musyrik Mekah dahulu. Mereka senantiasa memusuhi Nabi Muhammad Saw,

seringkali mereka bangga akan kekayaannya dan pengikut mereka berbanding

lebih banyak daripada Nabi Muhammad Saw dan menjadikan mereka berlaku

sewenang-wenang kepada umat Islam, kemudian tiba-tiba Allah Swt menewaskan

mereka dalam perang Badar. Banyak dari pembesar-pembesar mereka terbunuh

dan tertawan37

, tetapi mereka tidak mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut.

Sehingga pada suatu hari mereka menang dalam perang Uhud, mereka bertambah

angkuh. Sehingga tibalah Mekah ditakluki oleh orang Islam dan menjadikan

mereka tunduk tanpa mereka ketahui, itulah berupa janji Allah Swt. Dan juga

Allah Swt berfirman dalam surat al-Hasyr ayat 19, sebagai berikut:

“ Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu

Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-

orang yang fasik.”

Akan tetapi walaupun mereka mendustakan peringatan yang telah

disampaikan oleh utusan-Nya, tetap saja Allah Swt tidak langusng memberikan

adzab kepada mereka, dalam arti menundanya.38

Begitu juga Allah Swt tetap

37 Ahmad Sonhaji B. Mohamad, Tafsir Al-Qur‟an, Juz 9, h. 125

38

Allah Swt berfirman dalam surat al-Mukminūn ayat 95, yaitu:

“Dan Sesungguhnya Kami benar-benar Kuasa untuk memperlihatkan kepadamu apa

yang Kami ancamkan kepada mereka.”

Ayat tersebut memberikan semangat kepada Rasulullah Saw bahwa Allah Swt mampu

mengadzab mereka. Akan tetapi menurut Mohsen Qira‟ati Allah Swt menunda adzab tersebut

dengan alasan sebagai berikut: Pertma, Untuk memberi tempo kepada mereka untuk segera

bertobat atas apa yang telah dikerjakannya. Kedua, Menyempurnakan hujjah mereka. Ketiga,

Karena pada masa yang akan datang akan muncul orang mukmin dari keturunan mereka dan yang

terakhir dikarenakan keberadaan Rasulullah sebagai sumber rahmat dan berkah. Lihat, Mohsen

Qira‟ati, Poin-Poin Penting Al-Qur‟an, h. 598.

Page 70: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

58

memberikan nikmatnya kepada mereka hingga mereka lupa diri, bahwa nikmat

yang Allah Swt berikan adalah sebuah peringatan yang menjadikan mereka

sebagai orang yang tertimpa istidrāj, padahal telah dijadikan sebagai pelajaran

kaum terdahulu yang juga mendustakan Rasul yang diutus kepada mereka, akibat

dari perbuatannya mereka mendapatkan malapetaka. Sebagaimana firman-Nya

dalam surat Ali Imran ayat 137, sebagai berikut:

“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah karena

itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-

orang yang mendustakan (rasul-rasul).”

Mereka menyombongkan diri akan diri mereka sendiri yang telah

dilimpahkan nikmat kepada mereka, tanpa alasan yang benar. Walaupun mereka

menyaksikan kebenaran dari risalah yang dibawa oleh utusan-Nya, tetap saja

mereka melalaikannya dan berpaling dari peringatan tersebut. Akan tetapi

sebaliknya, jika mereka melihat jalan yang sesat, malah mereka mengikutinya.

Allah Swt memberi peringatan sebagaimana dalam firman-Nya surat al-A‟raf ayat

146, sebagai berikut:

“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di

muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika

melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka

Page 71: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

59

melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya,

tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang

demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka

selalu lalai dari padanya.”

2. Kufur39

Nikmat

Kufur dalam al-Qur‟an seringkali mengacau pada perbuatan yang ada

hubungannya dengan Allah Swt, misalnya mengingkari nikmat-nikmat ataupun

berkah Allah dan tidak berterima kasih kepada-Nya. Seperti firman Allah Swt

dalam surat al-Nahl ayat 55, sebagai berikut:

“Biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada

mereka; Maka bersenang-senanglah kamu. kelak kamu akan mengetahui

(akibatnya).”

Mengingkari nikmat Allah Swt menurut Badri Yatim adalah

menyalahgunakan nikmat-nikmat Allah Swt atau tidak menggunakannya pada

hal-hal yang diridhaiNya, begitu juga tidak berterimakasih atas nikmat yang dia

terima. 40

Manusia fitrahnya mempunyai sifat berkeluh kesah ketika tertimpa

musibah dan juga sebaliknya mereka bersyukur ketika hartanya berkecukupan.

Dan seringkali menjadikan mereka lalai karena nikmatnya hidup, sehingga

39 Mengutip dari Hasan Muhammad Musa dalam tulisannya Badri yatim bahwa kufur

mempunyai banyak pengertian yaitu menyembunyikan, menutupi, menghalangi, dinding,

mengingkari, dan menentang. Kemudian pengertian pada masa pra-Islam mulai berkembang

menjadi “ tidak mau mensyukuri sesuatu anugrah”. Kemudian, di dalam al-Qur‟an kata kufur dan

segala derivasinya terulang sebanyak 525 kali. Lihat, Abuddin Nata, ed., Kajian Tematik Al-

Qur‟an tentang Ketuhanan ( Bandung: Angkasa, 2008), h. 348.

40 Abuddin Nata, ed., Kajian Tematik Al-Qur‟an tentang Ketuhanan, h. 380.

Page 72: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

60

mengantarkan mereka kepada kebinasaan. Sebagaimana tercantum dalm firman

Allah Swt dalam surat al-Furqan ayat 18, sebagai berikut:

“Mereka (yang disembah itu) menjawab: "Maha suci Engkau, tidaklah

patut bagi Kami mengambil selain Engkau (untuk jadi) pelindung, akan tetapi

Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup,

sampai mereka lupa mengingati (Engkau); dan mereka adalah kaum yang

binasa".

Allah Swt menciptakan manusia dengan memiliki tendensi dalam

mencintai harta kekayaan, kemegahan dan hal-hal yang lainnya yang

memewahkan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya surat Ali „Imran ayat

ayat 14, sebagai berikut:

“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa

yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis

emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah

kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik

(surga).”

Ahsin Sakho menjelaskan ayat ini dalam tulisannya yaitu bahwasannya

terdapat enam hal yang digandrungi manusia. Dimana mereka merasa senang

Page 73: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

61

dengan enam hal tersebut. Jika enam hal itu bisa disikapi dengan baik dan bijak

maka akan berdampak positif, akan tetapi sebaliknya jika disikapi dengan tidak

bertanggungjawab justru akan berdampak buruk. Enam hal tersebut diantaranya

adalah Pertama, Perempuan, jika diperistri dan digauli dengan sangat baik. Kedua,

Anak-anak jika di didik dengan baik, baik dari segi akhlak atau ketauhidannya, dll.

Ketiga, Harta benda berupa emas dan perak ketika mendapatkannya dengan cara

yang halal begitu juga ketika menggunakannya di jalan yang benar. Keempat,

Kuda ataupun kendaraan yang dimilki bukan untuk menyombongkan diri dan

memamerkannya dihadapan manusia. Kelima, Binatang ternak dan yang Keenam,

Sawah dan ladang.41

Manusia seringkali lalai dalam memperlakukannya, mereka

bersaing dengan ketat untuk mendapatkan hal yang memewahkan dan

menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkannya. Padahal apa yang ia

usahakan ataupun ia dapatkan merupakan titipan Allah Swt untuk dimanfaatkan di

jalan yang di ridhai-Nya. Apakah dengan dia memiliki kemewahan akan

bersyukur atau justru mendustakannya? Dengan demikian jelas bahwa nikmat

yang kita miliki merupakan ujian dari Allah Swt. Sehingga orang yang

menuhankan hartanya, kekuasaan dan segala nikmat yang diberikan Allah Swt

maka dia akan disiksa dari sisi yang tidak disangka-sangka.42

Dalam ayat ini43

menurut Mohsen Qira‟ati yang dikecam adalah kecintaan

yang berlebihan kepadanya. Begitu juga ia mejelaskan bahwa keindahan dunia

dalam pandangan manusia bisa terjadi dari berbagai jalan, diantaranya: Pertama,

41

Ahsin Sakho Muhammad, Oase Al-Qur‟an, h. 108.

42 Aam Amiruddin, Tafsir Al-Qur‟an Kontemporer ( Bandung: Khazanah Intelektual,

2004), h. 159

43 Maksudnya adalah surat Ali Imran ayat 14

Page 74: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

62

Lewat Khayalan dan sangkaan seseorang. Dalam surat al-kahfi ayat 104

dinyatakan sebagai berikut:

“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan

dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”

Begitu juga dalam surat Fatir ayat 8, sebagai berikut:

“Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik

pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik....”

Kedua, keindahan itu bisa datang dari syetan yang menghiasinya. Sebagaimana

dinyatakan dalam al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 43, yaitu:

“.... Dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang

selalu mereka kerjakan.”

Ketiga, Terkadang keindahan itu datang dari orang sekitar yang mencari muka.

44Seperti diceritakan dalam al-Qur‟an surat Ghafir ayat 37, yaitu:

...

“ ..Demikianlah dijadikan Fir'aun memandang baik perbuatan yang buruk

itu..”

Selanjutnya, ia menambahkan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

manusia lupa dan lalai adalah sebagai berikut yaitu sebagai berikut: Pertama,

Perdagangan atau sebuah usaha manusia dalam mencari rizki. Sebagaiamana

dalam al-Qur‟an dinyatakan dalam surat al-Nūr ayat 37:

44 Mohsen Qira‟ati, Poin-Poin Penting Al-Qur‟an, h. 482.

Page 75: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

63

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh

jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)

membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan

penglihatan menjadi goncang.”

Kedua, Setan, perpecahan, judi dan minuman keras.45

Sebagaimana

ditegaskan dalam al-Qur‟an surat al-Maidah ayat 91, sebagai berikut:

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan

dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan

menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah

kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

Betapa zalimnya manusia, hidup dengan bergelimang nikmat tetapi

mereka melupakan peran Rabbnya. Betapa zalimnya manusia, ketika nikmat

belum ia rengkuh tiap malam tangisnya tak henti-hentinya mengiba di hadapan

Allah Swt tapi setelah nikmat didapatkan, dengan mudah ia lupa tidak bersyukur

sama sekali kepada Rabbnya. Betapa kufurnya manusia bahkan hanya untuk

menyadari kehadiran Allah Swt dalam setiap yang diperolehnya saja seolah tak

sudi ataupun enggan. Ia dengan mudah melupakan Allah Swt sebagai penolong

yang senantiasa menjaganya. Na‟udzubillahimindzalik

45 Mohsen Qira‟ati, Poin-Poin Penting Al-Qur‟an, h. 601

Page 76: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

64

Menurut Aam Amiruddin dalam tafsirnya menjelaskan bahwa dia yang

diperbudak oleh hartanya merupakan salah satu orang yang diancam mendapat

kecelakaan. Mereka siang dan malam terus menerus menumpuk-numpuk hartanya

tanpa merasa lelah, hingga melalaikan perintah Dzat Sang Pemberi Nikmat. 46

Dari pemaparan diatas tampak jelas, bahwa penyebab orang yang tertimpa

istidrāj adalah ia yang mendapatkan nikmat segala hal dari Allah Swt seperti

kemewahan, kekuasaan, kecerdasan, hingga petunjuk dan hidayah-Nya, akan

tetapi ia tidak mensyukuri-Nya bahkan mendustkan-Nya dan membuat dia lalai

akan Sang Maha Pemberi, sehingga menjadikan ia termasuk golongan yang

tertimpa istidrāj. Maka manusia harus selalu berhati-hati dengan nikmat dunia.

Karena bisa saja hal tersebut terjadi sebagai tanda Allah Swt menghinakannya.

3. Kemaksiatan

Menurut Husni Mubaroq dalam tulisannya bahwa pengertian maksiat

adalah perbuatan yang melanggar perintah Allah Swt, juga melanggar norma-

norma agama. 47

Maksudnya mealanggar atas apa yang Allah Swt perintahkan dan

yang telah ditetapkan ataupun keluar dari syariat. Seperti seseorang yang

melakukan korupsi, akan tetapi ia malah naik jabatan. Begitu pula orang yang

dianugrahi ilmu oleh Allah Swt, akan tetapi ia malah menipu orang lain dengan

ilmunya. Ia tidak menggunakan ilmunya dengan semestinya. Demikianlah tanda

istidrāj jika menimpa seseorang, walaupun dia tidak mendustakan al-Qur‟an akan

tetapi dia melakukan maksiat terhadap Allah Swt

46

Aam Amiruddin, Tafsir Al-Qur‟an Kontemporer, h. 136.

47 Husni Mubaroq, “Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Qayyim al-

Jauziyyah,” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negri Jakarta, 2008),

h. 16.

Page 77: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

65

Dalam sebuah nasihat Imam Syafi‟i bahwa cahaya Allah Swt tidak akan

diberikan kepada pelaku maksiat. Maksud dari nasehat tersebut sangatlah jelas

bahwasannya kemaksiatan dapat menjadikan manusia hidup tanpa petunjuk Allah

Swt. Sedangkan jika manusia tanpa petunjuk dari-Nya tidak berdaya.

Begitu juga ketika seseorang melakukan maksiat, maka akan timbul

dampak darinya. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah bahwa dampak yang timbul

dari melakukan maksiat adalah sebagai berikut:

a. Maksiat dapat melenyapkan Nikmat.

Jika Allah Swt melenyapkan nikmat dari hamba-Nya, maka akan datang

bencana. Meskipun bencana itu Allah Swt bingkis dengan berbagai macam. Dan

tentunya bencana itu terjadi akibat dari perbuatan manusia itu sendiri.

Sebagaimana Allah Swt tegaskan dalam surat al-Syura‟ ayat 30, sebagai berikut:

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan

oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari

kesalahan-kesalahanmu).”

Mengutip dari Ibnu Qayyim al-Jauziyyah tentang syair pujangga yaitu:

Jika mendapat nikmat, maka peliharalah ia

Sebab dosa dapat menghilangkannya

Nikmat turun dengan taat kepada Tuhan

Namun Dia sangat cepat mendatangkan bencana48

b. Maksiat Melahirkan Kecemasan dan Ketakutan.

48 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Da‟wa al-Da‟wa : al-Jawāb al-Kāfī Liman Sa‟ala „an al-

Dawa‟ al-Syāfi, Penerjemah: Fauzi Bahreisy ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004), h. 66.

Page 78: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

66

Tidak diragukan lagi bahwa sumber segala kebahagiaan dan kesedihan

tepatnya di hati. Jika hati dipenuhi oleh kemaksiatan maka akan merasakan

kecemasan juga ketakutan tiada tentu. Misalnya ketika seseorang melakukan

sebuah pencurian maka hatinya takut dan cemas karena takut diketahui oleh orang

lain bahkan hanya dengan jejak kaki yang datang dia takut jika bencana datang

kepadanya karena perbuatannya.

c. Maksiat dapat Melemahkan Hasrat Kebaikan.

Jika maksiat dilakukan terus menerus, maka hati seseorang menjadi hitam,

juga hidayah dan nikmat dari Allah Swt dalam menunaikan kebaikan akan

hilang dalam dirinya. Begitu juga hasrat dalam berbagi dengan yang lainnya

ataupun menebar manfaat tidak ada niatan sedikitpun untuk melakukannya. Dia

bahkan tidak peduli tentang perintah Allah Swt untuk selalu menebar kebaikan

dimanapun, kapanpun dia berada. Mengutip dari Midhat Ali bahwasannya

perbuatan maksiat itu disepertikan bara api yang membakar kayu bakar.

Maksudnya dapat memakan kenikmatan ataupun kebaikan. Begitu pula dapat

mengantarkan kepada kekufuran.49

D. Menjauhkan Diri dari Istidrāj

Istidrāj merupakan tipuan yang sangat berbahaya jika tertimpa seseorang.

Karena dengannya manusia bisa jauh dari sisi-Nya, sedangkan manusia jika tanpa

Allah Swt tidak ada apa-apanya. Karena dari segala tipuan yang lebih

membahayakan sekalipun Allah Swt merupakan satu-satunya pelindung.

49 Ibn Qayyim Al-Jauziyyah, Kiat Membersihkan Hati dari Kotoran dan Maksiat

( Surabaya : Serambi Ilmu Semesta, 2008), h. 40.

Page 79: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

67

Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur‟an dalam surat ali Imran ayat 173-174,

sebagai berikut:

“..... Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-

baik Pelindung". Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar)

dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti

keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar.”

Maka dari itu, untuk menghindari diri dari istidrāj , maka manusia harus

menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Diantara

hal-hal yang dapat menghindarkan diri dari istidrāj berdasarkan analisis penulis

yaitu sebagai berikut:

1. Memahami Nikmat dan Bersyukur50

atasnya.

Nikmat yang dibicarakan dalam al-Qur‟an terbagi menjadi dua yaitu

nikmat Allah Swt yang berikan di dunia dan nikmat Allah yang diberikan di

akhirat. Sehingga setiap kali al-Qur‟an membicarakan tentang dua nikmat tersebut,

al-Qur‟an mengulangi pertanyaan dalam redaksi yang sama. Seperti yang

diceritakan dalam al-Qur‟an surat al-Rahman yaitu:

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

Nikmat yang Allah Swt berikan kepada makhluk-Nya tidak terbatas, dan

jika dihitung tidak akan bisa menghitungnya karena Allah Swt telah memberikan

50 Mengutip dari Quraish Shihab bahwa kata syukur berasal dari bahasa Arab. Dimana

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, syukur diartikan dalam dua makna, yaitu sebagai rasa

terima kasih kepada Allah Swt dan sebagai makna untunglah (menyatakan lega, senang, dan

sebagainya. Lihat, Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an; tafsir Tematik ats Pelbagai Persoalan

Umat ( Bandung: PT Mizan Pustaka, 1996), h. 285.

Page 80: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

68

segala hal kepada makhluk-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Ibrahim

ayat 34, yaitu:

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa

yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah,

tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat

zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”

Dan dalam surat al-Nahl ayat 14 yaitu:

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat

menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.”

Begitu pula sebaliknya bahwa orang yang tidak mau bersyukur, akan

menanggung akibat dari perbuatan tersebut. Sebagaimana firman-Nya dalam surat

saba‟ ayat 17, yaitu:

“Demikianlah Kami memberi Balasan kepada mereka karena kekafiran

mereka. dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya

kepada orang-orang yang sangat kafir.”

Hakikat syukur menurut Quraish Shihab yaitu “menampakan nikmat”, dan

sebaliknya hakikat dari kekufuran adalah menyembunyikannya. Meskipun Allah

Swt sama sekali tidak membutuhkan sedikitpun rasa syukur kepada-Nya akan

Page 81: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

69

tetapi manfaat dari rasa syukur tersebut kembali kepada orang yang bersyukur.51

Sebagaimana Firman Allah Swt dalam surat Al-Naml ayat 40, sebagai berikut:

..

“Dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur

untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka

Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".

Adapun cara bersyukur kepada Allah Swt terdapat bermacam-macam cara

diantaranya yaitu dengan hati, lisan maupun anggota badan. Mengutip dari Ibnu

Qudaimah al-Maqdisi bahwa cara bersyukur dengan hati adalah dengan berniat

melakukan kebaikan dan menyembunyikannya dari semua manusia. Sedangkan

Quraish Shihab mengemukakan cara bersyukur dengan hati yaitu dengan

menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh merupakan semata-mata

karena anugrah dan kemurahan Ilahi.52

Adapun bersyukur dengan lisan yaitu

dengan memperlihatkan syukur kepada Allah Swt dengan mengucapkan tahmid.53

Selanjutnya, bersyukur dengan anggota badan yaitu dengan menggunakan nikmat

Allah Swt dalam menjalani ketaatan kepada-Nya, juga tidak menggunakannya

dalam melaksanakan maksiat. 54

Seperti yang diungkapkan dalam firman-Nya

dalam surat Saba‟ ayat 13, yaitu:

51 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, h. 289.

52

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, h. 291.

53 Mengutip dari tulisan Quraish Shihab bahwa dalam kata “alhamdulillah” terdapat kata

“al”, dimana para pakar bahasa disebut sebagai “ al-istigrāq” yang mempunyai arti “keseluruhan”.

Sehingga kata pujian itu ditunjukan kepada Allah Swt karena Dia yang paling berhak menerima

segala pujian. Lihat, Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, h. 293.

54 Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Mukhtashar Minhāj al-Qashidīn; Meraih Kebahagiaan

Hakiki Sesuai Tuntunan Ilahi , Penerjemah Izzudin Karimi ( Jakarta: Darul Haq, 2000), Cet-9, h.

515.

Page 82: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

70

“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan

sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih”.

Menurut Quraish Shihab maksud dari bekerja disini adalah dengan

menggunakan nikmat sesuai dengan tujuannya.55

Dengan kata lain ketika nikmat

itu dianugrahkan maka sudah seharusnya manusia merenungi maksudnya.

Sebagaimana contohnya lautan yang Allah Swt ciptakan untuk manusia yang

dijelaskan dalam al-Qur‟an surat al-Nahl ayat 14:

“Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu

dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan

dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar

padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya

kamu bersyukur”.

Begitu juga Quraish Shihab memaparkan bahwa dalam al-Qur‟an

dijelaskan macam-macam nikmat secara eksplisit diantaranya:

a. Kehidupan dan kematian

Hidupnya manusia di dunia ini merupakan sebuah nikmat yang diberikan

Allah Swt. Dia memberikan akal supaya manusia berpikir dan memanfaatkannya

dengan baik-baik. Begitu juga Allah Swt menganugrahkan manusia hidup sepaket

dengan kematian. Maksudnya yaitu semua yang hidup pasti akan menemui

kematian. Maka seharusnya manusia harus bersyukur atas kehidupan yang

diberikan begitu juga dalam waktu yang diberikan Allah Swt supaya berusaha

55 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, h. 294.

Page 83: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

71

mengumpulkan bekal untuk kehidupan nanti di akhirat yang kekal. Sebagaimana

ditegaskan dalam firman Allah Swt surat al-Baqarah ayat 28, yaitu:

“Bagaimana kamu mengkufuri (tidak mensyukuri nikmat) Allah, padahal

tadinya kamu tiada, lalu kamu dihidupkan, kemudian kamu dimatikan, lalu

dihidupkan kembali.”

Kematian merupakan siklus yang harus dijalani oleh orang yang mengalami hidup

termasuk manusia. Maka seharusnya manusia harus banyak menyadarkan diri

bahwa kematian bisa menghampirinya kapan saja. Sebagaimana firman Allah Swt

dalam al-Qur‟an surat Al-Nisa ayat 78, yaitu:

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,

Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh”.

b. Hidayah56

Allah Swt

Allah Swt menganugrahkan hidayah untuk siapa saja yang Dia kehendaki.

Bahkan seorang utusan-Nya pun tidak bisa memberikannya. Maka jika hidayah

itu datang sudah seharusnya disyukuri,57

karena hidayah tidak bisa dibeli. Seperti

diceritakan dalam al-Qur‟an surat al-Qashash ayat 56:

56 Menurut Sa‟id Musfar definisi hidayah adalah terbukanya hati dan kelapangan dada

dalam menerima ajaran Islam. Sebagaimana dalam firman-Nya dalam surat al-An‟am ayat 125:

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya

Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.”. lihat, Sa‟id Musfar al-Qathani, Jalan

Mendapat Hidayah (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 17.

57 Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 185, yaitu:

Page 84: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

72

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang

yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-

Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”

c. Pengampunan-Nya.

Tiada yang lebih berarti selain ampunan dari-Nya atas dosa yang telah

diperbuat. Jika manusia tidak meminta ampunan darinya, maka tiada ada

istimewanya hidup ini. Allah Swt akan mengampuni segala dosa yang diperbuat

hambaNya, asalkan dia pertobat dan menyesal dengan sebenar-benarnya. Maka,

patut disyukuri jika Allah Swt masih mengampuni dosa yang diperbuat.

Sebagaimana dalam firmanNya surat al-Baqarah ayat 52:

“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu

bersyukur.”

d. Panca indra dan akal

Allah Swt menciptakan manusia dengan sempurna karena ia dianugrahi

akal untuk berpikir, berbeda dengan makhluk yang lainnya. Begitu juga Dia

anugrahkan panca indra untuk keberlangsungan hidup. Dengan adanya akal begitu

juga panca indra sudah seharusnya manusia mensyukurinya, meskipun sebagian

yang lainnya tidak memiliki panca indra yang sempurna tetapi Allah Swt

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,

supaya kamu bersyukur.”

Page 85: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

73

menyimpan di dalamnya kelebihan masing-masing. Sebagaimana firman Allah

Swt dalam surat al-Nahl ayat 78:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak

mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan

hati, agar kamu bersyukur.”

e. Rezeki dan sarana prasarana

Tidak dapat disangkal bahwa manusia membutuhkan rezeki dari tuhannya.

Dan begitu juga Allah Swt tidak akan memberikan kesempitan rezeki kepada

orang yang mengabdi kepadaNya dan juga tidak menyekutukanNya. Dengan ini

manusia harus bersyukur atasNya, sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-

Anfal ayat 26 sebagai berikut:

“Dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.”

Begitu juga dalam surat al-Nahl ayat 14:

“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu

dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan

dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar

Page 86: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

74

padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya

kamu bersyukur.”

Rizki yang diberikan Allah Swt dengan ridha-Nya itu adalah sebuah

nikmat yang sesungguhnya, begitu juga disertai dengan taat kepada-Nya.58

Akan

tetapi sebaliknya apabila rizki yang diberikan tanpa diridhai-Nya juga disertai

maksiat kepada-Nya sesungguhnya itu adalah sebuah istidrāj atau tipu daya Allah

Swt. Dalam tulisannya Ibnu Qayim al-Jauziyah menjelaskan bahwa Allah Swt

akan memberikan pelajaran kepada hambaNya dengan kesalahan dan kelalaian

kecil agar dia selalu terjaga dan waspada. Akan tetapi bagi dia yang sudah terjatuh

di dalamnya dan hina dimata Allah Swt, maka Allah Swt akan membiarkannya

bergumul dengan kemaksiatan untuknya. Orang yang terkecoh akan mengira

bahwasannya itu adalah kemuliaan yang diberikan Allah Swt kepadanya, dia tidak

tahu bahwa sebenarnya itu adalah kehinaan yang nyata baginya dan juga

dengannya Allah Swt menginginkan azab yang keras baginya yaitu hukuman tiada

akhir.59

Oleh karenanya, agar terhindar dari bahayanya istidrāj alangkah lebih

baiknya manusia perdalam terus Islam yang sesuai sunnah Nabi Muhammad Saw,

lalu kemudian sesuaikan hidup dengan sunnah tersebut dan berjalanlah dengan

tenang di atasnya. Selanjutnya dibalik rasa syukur itu terdapat hikmah,

diantaranya yaitu nikmat dan karunia akan Allah Swt tambahkan, dapat

58

Sesuai dengan firman-Nya surat al-Ṭalaq ayat 2-3, sebagai berikut:

...

“... Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan

keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang

bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah

melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan

bagi tiap-tiap sesuatu.” 59

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, dkk, Terapi Tawakal oleh 10 Ulama Klasik Psikologis (t.tp:

Ahsan book, 2011), h. 120.

Page 87: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

75

menyeleksi keimanan. Maksudnya siap saja yang benar-benar yakin akan kuasa-

Nya. 60

2. Keimanan Kepada Allah Swt

Keimanan bagi umat beragama merupakan sebuah keharusan untuk

diyakini. Karena tanpa iman tidak mungkin seseorang menjalani syariat yang

telah disyariatkan agamanya. Begitu juga jika salah dalam pemahaman tentang

keimanan maka akan berakibat fatal bagi kehidupannya.

Dari segi bahasa, iman merupakan isim mashdar yang berarti percaya, atau

mempercayai. Adapun pengertian iman yang sesungguhnya mengutip dari

Abuddin Nata adalah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, disertai dengan

keyakinan, begitu juga tidak ada keraguan, dan memberikan pengaruh dalam

tingkah laku sehari-hari. 61

Selanjutnya menurut para ulama yang dikutip dari Ahmad Shabur bahwa

iman adalah sesuatu yang diyakini oleh hati, diucapkan oleh lisan, dan dilakukan

oleh perbuatan. Maka jika seseorang memiliki keimanan, akan terlihat prilakunya

dalam sehari-hari.62

Seperti diceritakan dalam al-Qur‟an surat al-Anfal ayat 2-4,

sebagai berikut:

60 Yunus Hanis Syam, Sabar dan Syukur; Bikin Hidup Lebih Bahagia ( Yogyakarta:

Mutiara Media, 2009), h. 70.

61 Abuddin Nata,” Perspektif Al-Qur‟an tentang Iman,” dalam Abuddin Nata, ed., Kajian

Tematik Al-Qur‟an Tentang Ketuhanan (Bandung: Angkasa, 2008), h. 179.

62 Abdush Shabur dan Haifa Zahwa Anggawie, Sungguh Allah Sangat Merindukan Kita

(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), h. 16.

Page 88: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

76

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila

disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya

bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka

bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan

sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang

beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat

ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.”

Dalam al-Qur‟an, tentang keimanan mendapat perhatian yang sangat

besar.63

Karena memang berhubungan dengan penghambaan dan keyakinan

kepada-Nya. Maka dari itu, sebagai seseorang yang meyakini keberadaan-Nya

selazimnya terus mengasah keimanannya begitu juga harus lebih diperhatikan

dengan sungguh-sungguh. Dan juga dengan adanya keimanan, seseorang dapat

menyadari bahwa sesungguhnya janji dan kuasa Allah Swt sangatlah benar.

Sehingga manusia bisa mengambil pelajaran dari sekitarnya. Dan juga dengan

keimanan, seseorang menyadari bahwa segala nikmat yang diberikan oleh Allah

Swt kepadanya merupakan sebuah titipan yang harus dijaga dan disyukuri adanya.

Sehingga bisa terhindar dari istidrāj, dimana dia tidak mensyukuri atas nikmat

yang diberikan kepadanya dan juga melupakan atau mengabaikan Dia yang telah

memberinya.

63 Maksudnya yaitu kata iman dalam al-Qur‟an diulang sebanyak 37 kali, sedangkan

derivasinya, diulang lebih dari empat ratus kali. Lihat, Muhammad Fu‟ad Abd Baqi, al-Mu‟jam al-

Mufahras Li AlFadz Al-Qur‟an AlKarīm (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), h. 81-89.

Page 89: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

77

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis membuat analisa dan menguraikan pembahasan dari bab

ke bab, mengenai makna istidrāj dalam al-Qur’an yang terdapat pada QS. Al-

‘Araf ayat 182 dan surat al-Qalam ayat 44 menurut para mufassir, diantaranya:

Tafsīr Jāmi al-Bayān ‘an Ta’wīl āyāt al-Qur’ān karya Ibnu Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr

al-Qurṭubi karya Al-Qurṭubi, Tafsīr al-Kasyaf karya Zamakhsari, Tafsīr Fakhru

al-Rāzī karya Fakhruddin al-Rāzī, Tafsīr al-Tahrīr wa al-Tanwīr karya Ibnu

‘Asyūr, Tafsīr Fī Dzilāl al-Qur’ān karya Sayyid Qutbh, Tafsīr al-Munīr karya

Wahbah Zuhaili, Tafsīr al-Nūr karya Hasbi al-Shiddiqī, Tafsīr al-Misbah karya

Qurasih Shihab dan muffasir lainnya untuk melengkapi pembahasan ini. Maka

penulis menyimpulkan penjelasan mengenai hal-hal di atas sebagai berikut:

Berdasarkan analisa penulis, melihat dari uraian penafsiran yang dilakukan

oleh beberapa mufassir dalam menjelaskan makna dan hakikat istidrāj yang

tercantum pada QS. Al-A’raf ayat 182 dan QS al-Qalam ayat 44. Penulis

memberikan kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan makna istidrāj adalah

sebuah pemberian nikmat untuk menjadikan mereka lalai dan celaka. Dengan kata

lain bahwa hakikat istidrāj adalah sebuah siksaan bukan sebuah nikmat meskipun

dalam penerimaannya berupa nikmat. Kemudian, penyebab orang tertimpa istidrāj

tidak lain karena mendustakan Allah Swt dan mereka tidak pandai bersyukur atas

nikmat yang Allah Swt berikan kepada mereka, baik harta, kekuasaan, ataupun

Page 90: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

78

kecerdasaan. Begitu juga terus menerus melakukan maksiat ataupun melanggar

syariat Allah Swt meskipun nikmat Allah Swt selalu datang untuk mereka dan

lupa untuk meminta ampun kepada-Nya. Maka ketika seseorang tergolong

kedalam golongan istidrāj maka Allah Swt akan menarik mereka sedikit demi

sedikit ke arah kebinasaan dan ujung siksaan itu, mereka di masukan ke dalam

neraka jahanam.

Dengan demikian, untuk menjauhkan kita dari orang yang tertimpa istidrāj

maka tidak lain selain meminta perlindungan kepada Allah Swt. Melaksanakan

segala perintahnya dan juga menghindari dari segala hal yang menjadi murka-Nya.

begitu juga tidak lupa untuk selalu bersyukur atas apa yang telah Allah Swt

ijinkan untuk dimiliki. Dan juga disertai dengan keimanan atas-Nya sehingga

membuat kita terhindar dari golongan orang yang tertimpa istidrāj.

B. Saran- Saran

Dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada penggalan ayat

( ). Maka dari itu penulis berharap dikemudian hari ada penulis yang

menyempurnakan penelitian ini dengan bahasan dan wawasan yang lebih luas lagi.

Karena penulis sadar kesimpulan dari skripsi ini tidak menutup kemungkinan ada

kesimpulan lain dari analisis yang dilakukan penulis.

Penulis juga berharap ada penelitian lanjutan yang lebih komprehensif

terhadap ayat-ayat istidrāj dalam al-Qur’an, begitu juga lebih meluas lagi dalam

berbagai aspek kehidupan.

Page 91: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

79

Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sedikit

pengetahuan untuk penulis khususnya, para pembaca sekalian dan orang lain pada

umumnya. Aamiin

Page 92: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

80

DAFTAR PUSTKA

„Abdullah bin Muslim, „Abi Muhammad. Tafsīr Garīb al-Qur’an. Beirut: al-

maktabah al-„Ilmiyah, 2007.

Amiruddin, Aam. Tafsir Al-Qur’an Kontemporer. Bandung: Khazanah Intelektual,

2004.

Al-Andalusi, Muahmmad Abdul Haq. Muharar Al-Wajīz Fī Tafsīr al-Kitāb al-

‘Azīz. Beirut: Dar Kitab al-„Ilmiyah, 2001. Jilid 2.

Al-Andalusi, Muahmmad Abdul Haq. Muharar Al-Wajīz Fī Tafsīr al-Kitāb al-

‘Azīz. Beirut: Dar Kitab al-„Ilmiyah, 2001. Jilid 5.

Al-Aṣfahāni, Abȋ Qāsim al-Husaini bin Muhammad al-Ma‟rūf bin al-Rāgib. Al-

Mufradāt fȋ Garȋb al-Qur’ān. Beirut: Dār al-Ma‟rifah, t.t.

Agama RI, Departemen. Al-Qur’an dan Tafsirnya, Edisi yang disempurnakan.

Jakarta: Departemen Agama RI, 2009. Jilid 10.

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, dkk, Terapi Tawakal oleh 10 Ulama Klasik Psikologis

(t.tp: Ahsan book, 2011),

Ali, Abi Hasan. Al-Nukatu wa Al-Uyūn Tafsīr Al-Mawardī. Beirut: Dār Kutub Al-

Ilmiyah, t.t. Juz ke-2.

Aminah, Siti. “Makna Makar dalam Al-Qur’ān (Studi Komperatif Antara Tafsīr

Ibnu Katsīr, Al-Marāghī, Dan Al-Azhar)”. Disertasi S3 Universitas Islam

Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2015.

Artyasa, Usin S. Ingin Sukses dan Berkah? Awali dengan Bismillah. Bandung:

Ruang kata, 2012. Cet. 1.

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Tafsīr Al-Qur’an Al-Majīd Al-Nūr. Semarang:

PT. Pustaka Rizki Putra, 2000. Jilid 2.

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi Tafsīr Al-Qur’an Al-Majīd Al-Nūr. Semarang:

PT. Pustaka Rizki Putra, 2000. Jilid 5.

Āsyūr, Ibnu. Tafsīr al-Tahrīr wa al-Tanwīr. Tunisia: Dār suhūn , t.t.

Barakat, Muhammad Faris. Al-Mursid Ilā Āyāti al-Qur’ān al-Karȋm Wa Kalimāt.

Beirut: Dārul Qutaibah, 1985.

Bāqī, Muhammad Fu‟adz „Abdul. Mu’jam al-Mufahras Li Alfadz Al-Qur’āan al-

Karīm . T.tp: Dār al-Hadīs, 1996.

Page 93: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

81

Al-Bilali, Abdul Hamid. Ta’ammulat ba’da al-Fajr. Penerjemah Akhmad

Syaikhu. Jakarta: Al-Mahira, 2005. Cet ke-1.

Dahlan, Abd. Rahman. Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Qur’an. Bandung: Mizan,

1997.

Damanhuri. “ Istidrāj dalam Mawa‟iz Al-Badi‟ah”. Substantia, No.2 . Oktober

2010.

Departemen Agama RI, Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Qur’an Tajwid. Jakarta:

Departemen Agama RI, 2006.

Djamaris , Zainal Arifin. Islam Aqidah dan Syari’ah . Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1996.

Al-Farmawi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya.

Penerjemah Rosihon Anwar. Mesir: Maktabah Jumhuriyyah, 2002. Cet ke-

2.

Fatah, Abdul. Kehidupan Manusia di Tengah-Tengah Alam Materi. Jakarta: PT

Rineka Cipta, 1995.

Ghazali, Muhammad. Tafsir Tematik dalam Al-Qur’an. Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2005.

Haddad, Abdullah. Nasehat Agama dan Wasiat Iman. Penerjemah Anwar Rasyidi

dan Mama‟ Fatchulah. Semarang: CV Toha Putra, 1993.

Al-Ha‟iri, Fadhullah. Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku;Kata-Kata

Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib. Penerjemah Tholib Anis. Bandung: Pustaka

Hidayah, 2003.

Hakim, Lukman, dkk. Kamus Peribahasa Arab Mahfuzhat; Edisi Lengkap.

Jakarta: Khazanah Pustaka Islam, 2015.

Hamdun , Ghasin. Tafsīr Min Nasmat al-Qur’an. Suriah: Dār al-Salām, 1986.

Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985. Juz 9.

Al-Hanafȋ, Zainuddȋn Qāsim. Gharȋb al-Qur’ān. Beirut: Dār al-Kitāb al-alamiyah,

2012.

Hasan, Hamka. Metodologi Penelitian Tafsir Hadits. Jakarta: Lembaga Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2008.

Hawa, Sa‟id. Al-Asās al-Tafsīr. T.tp: Dar al-Salam, 1983. Juz ke-3.

Ismail, Noor Hisham. Mencari Redha-Mu. T.tp : Gruf Buku Karangkaf, 1973.

Page 94: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

82

Al-Jauziyah, Ibn Qayyim. Penawar Hati yang Sakit; Seri Penyucian Hati.

Penerjemah Ahmad Turmudzi. Jakarta: Gema Insani, 2003.

Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar. Penerjemah Nafi

Zainuddin dan Suratman. Jaktim: Darus Sunah Press, 2015.

Al-Jazairī, Abū Bakar Jabīr. Tafsīr Al-Qur’ān Al-Aisār. Jakarta: Darus Sunah,

2015. Jilid 3.

Al-Jaizairī, Abu Bakar jabir. Tafsir al-Qur’an al-Aisār. Jakarta: Darus Sunah,

2014. Cet ke-4. Jilid 7.

Jazuli , Ahzami Samiun. Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: Gema

Insani, 2006.

Junaedi, Didi. Agar Allah Selalu Menolongmu!. Jakarta: Suluk, 2011. Cet- 1.

Katsir , Ibnu. Tafsir Qur’an al-‘Adzim. Penerjemah Bahrun Abu Bakar. Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2000. Juz 8

Katsȋr, Ibn. Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar

Baru Algensindo, 2000. Juz 9

Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah. Mukhtashar Minhāj al-Qashidīn; Meraih

Kebahagiaan Hakiki Sesuai Tuntunan Ilahi , Penerjemah Izzudin Karimi.

Jakarta: Darul Haq, 2000. Cet-9.

Mohamad, Ahmad Sonhaji B. Tafsir Al-Qur’an; Tafsir Al-Qur’an di Radio. Kuala

Lumpur: Pustaka Salam, 2012. Juz 9.

Mubaroq, Husni. “Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn

Qayyim al-Jauziyyah.”Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi,

Universitas Islam Negri Jakarta, 2008.

Muhammad, Jamaluddin. Lisān al-A’rabī. Beirut: Dar al-Shādir, 1990. Juz ke- 2.

Mukharrar, Ahmad. “Istidrāj dalam perspektif al-Qurṯubī dalam Tafsir al-Jamī li

Ahkām al-Qur‟an”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,

Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, 2016.

Mushaf Al-Qur‟an, Lajnah Pentashihan. Tafsīr Al-Wajīz Li Al-Qur’ān Al-Karīm;

Tafsir Ringkas Al-Qur’an Al-Karim. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat,

2016.

Nata, Abuddin. ed., Kajian Tematik Al-Qur’an tentang Ketuhanan. Bandung:

Angkasa, 2008.

Page 95: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

83

Pesantren, Tim Dakwah. Tanya Jawab Islam. T.tp : Darul Hijrah Tecnology,

2015.

Al-Qathani, Sa‟id Musfar. Jalan Mendapat Hidayah. Jakarta: Gema Insani Press,

2000.

Al-Qaṯān, Ibrāhīm. Taisīr al-Tafsīr. T.tp: T.pn, 1983.

Qira‟ati, Mohsen. Poin-Poin Al-Qur’an; Menyibak Rahasia Firman Tuhan,

Penerjemah Ahmad Subandi. Jakarta: Citra, 2015.

Al-Qurthubi. Tafsir Al-Qurthubi. Penerjemah Sudi Rosadi, dkk. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008. Jilid 7.

Qusyairi, Imam. Lathāif al- Isyārat: Tafsīr Sūfī Kamil li al-Qur’an al-Karīm, Juz

3. T.tp: T.p, 1983.

Quthb, Sayyid. Tafsir Fī Zhilal Al-Qur’an; Di Bawah Naungan Al-Qur’an.

Penerjemah M Misbah. Jakarta: Robbani Press, 2006. Jilid 5.

Salim Basyarahil, A. Aziz. 33 Masalah Agama. Jakarta: Gema Insani Press, 1993.

Sanyoto, Siswo. Membuka Tabir Pintu Langit; Kembali ke Jati Diri dan Cahaya

Hati. Jakarta: PT Mizan, t.tp.

Al-Shabuni, Muhammad Ali. Safwat Al-Tafāsir. Penerjemah Yasin. Jaktim:

Pustaka al-kautsar, 2011.

Al-Shabuni, Muhammad Ali. Ṣafwat Al-Tafāsīr; Tafsir-Tafsir Pilihan.

Penerjemah Yasin . Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011. Jilid 2.

Al-Ṣa‟bunī, Muhammad Ali. Qabas Min Nūr al-Qur’an al-Karīm. Penerjemah

Kathr Suhardi . Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000.

Shihab, M. Quraish. Tafsȋr al-Misbāh; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’ān.

Jakarta: Lentera Hati, 2002. Vol. 4.

Shihab, M. Quraish. Tafsȋr al-Misbāh; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’ān.

Jakarta: Lentera Hati, 2002. Vol. 14.

Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an; tafsir Tematik ats Pelbagai Persoalan

Umat. Bandung: PT Mizan Pustaka, 1996.

Al-Sutha, Saiful Hadi. Mengenali Trik-Trik Syetan dan Kiat-Kiat Menjernihkan

Hati. Jakarta: Erlangga, t.t.

Al-Syaukani, Imam. Tafsir Fath Al-Qadīr. Penerjemah Amir Hamzah. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2010. Jilid 4.

Page 96: ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG ISTIDRĀJrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36760/1/Skripsi... · ( ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG . ISTIDRĀJ) ... ilmu pengetahuan, bimbingan,

84

Syakir, Ahmad. ‘Umdah Al-Tafsīr ‘An al-Hāfidz ibn Katsīr. Jakarta: Darus Sunah,

2014. Jilid 3. Cet ke-2.

Syakir, Ahmad. ‘Umdah Al-Tafsīr ‘An al-Hāfidz ibn Katsīr. Jakarta: Darus Sunah,

2014. Jilid 6. Cet ke-2.

Syam, Yunus Hanis. Sabar dan Syukur; Bikin Hidup Lebih Bahagia. Yogyakarta:

Mutiara Media, 2009.

Syāthī, Bintu. Al-Tafsīr Al-Bayānī li Al-Qur‟ān al-Karīm. Mesir: Dar al-Ma‟arif,

1962. jilid 2.

Al-Thabāri. Jami’ Al-bayān ‘An Ta’wȋl Ay Al-Qur’ān. Beirut: Muassasah al-

Risālah, 1994. Juz 3.

Al-Thabari, Abu Jafar Muhammad bin Jarir. Tafsir At-Thabari. Penerjemah Abdul

Somad dan Yusuf Hamdani. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008. Jilid 11.

Al-Tustarȋ. Tafsȋr al-Qur’ān al-‘Adzȋm . T.tp.: Dār al-Muharam, 2004.

Umar, Abi Hafs. Al-Lubāb Fī ‘Ulūm Al-Kitāb. Beirut: Dar Kitab a-Ilmiyah, 1998.

Jilid 9.

Umar, Nasaruddin. Ulumul Qur’an; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al-

Qur’an. Ciputat: Al-Ghazali Center, 2008.

W. Al-Hafidz , Ahsin. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2005.

Yahya, Harun. Beberapa Rahasia dalam al-Qur’ān. Surabaya: Risalah Gusti,

2003.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, t.t.

Zakaria, Zainal Arifin. Tafsir Inspirasi; Inspirasi Seputar Kitab Suci al-Qur’an.

Medan: Duta Azhar, 2014.

Zaprulkhan, Puasa Ramadhan sebagai Terapi Pencerahan Spiritual. t.t : Hikmah,

2007.

Zamakhsari, al-Kasysyāf ‘An Haqāiq Ghawāmidh al-Tanjīl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl

Fī Wujūh al-Ta’wīl . Riyad: Maktabah al-„Abīkān, t.t. Jilid 6.

Al-Zuhailī, Wahbah. Tafsīr al-Munīr Fi Al-‘Aqīdah Wa al-Syarī’ah wa Al-Manhaj.

Damaskus: Dar al-Fikri, 2000. Jilid 5.

Al-Zuhailī, Wahbah. Tafsīr al-Munīr Fi Al-‘Aqīdah Wa al-Syarī’ah wa Al-Manhaj.

Damaskus: Dar al-Fikri, 2000. Jilid 15.