surattugasrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · belgic 1561,...

14
Bank: 1.BCA Cabang Matrarnan (YAYLEMBAGA PTTEOLOGI JAKARTA),No.342 3022635 2.Bank MANDIRI Cabang Cikini (LEMBAGA PERGURUANTINGGI TEOLOGI),No. 123 000 5625 431 Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta Jakarta, 9 [anuari 2020 untuk menjadi pembicara dalam kegiatan seminar School of Christian Ministry dengan judul "Paham Keselamatan Menurut Konfesi GKl2014" yang diselenggarakan pada 11 Januari 2020 di GKIManyar. Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Jabatan Prof. [oas Adiprasetya, Th.D. Dosen Tetap Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta Nama Berdasarkan surat dari Majelis [emaat GKI Manyar No. 440/GKI-M/MJ/X/2019 pada 30 Oktober 2019, maka Pemimpin Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta melalui surat ini menugaskan: SURATTUGAS No. : 10Sa/Ketua/I/2020 Hal : Penugasan Mewakili STFTJakarta [alan Proklamasi 27 Jakarta 10320, Indonesia Tel. +62-21-3904237 Fax. +62-21-3906096 Email: [email protected] http.j /wwwsttjakarta.ac.id/

Upload: others

Post on 17-Jul-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

Bank: 1.BCACabang Matrarnan (YAYLEMBAGA PTTEOLOGI JAKARTA),No.342 30226352.Bank MANDIRI CabangCikini (LEMBAGA PERGURUANTINGGI TEOLOGI), No. 123 000 5625 431

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

Jakarta, 9 [anuari 2020

untuk menjadi pembicara dalam kegiatan seminar School of Christian Ministry dengan judul

"Paham Keselamatan Menurut Konfesi GKl2014" yang diselenggarakan pada 11 Januari

2020 di GKIManyar. Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jabatan

Prof. [oas Adiprasetya, Th.D.

Dosen Tetap Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

Nama

Berdasarkan surat dari Majelis [emaat GKIManyar No. 440/GKI-M/MJ/X/2019 pada 30

Oktober 2019, maka Pemimpin Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta melalui surat ini

menugaskan:

SURATTUGAS

No. : 10Sa/Ketua/I/2020

Hal : Penugasan Mewakili STFTJakarta

[alan Proklamasi 27Jakarta 10320, IndonesiaTel. +62-21-3904237Fax. +62-21-3906096Email: [email protected] /wwwsttjakarta.ac.id/

Page 2: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental
Page 3: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

1

PAHAM KESELAMATAN MENURUT KONFESI GKI 2014

Joas Adiprasetya*

PENDAHULUAN: KLARIFIKASI YANG CUKUP PANJANG

Desain acara kita ini menarik, yaitu ingin mempertemukan dua model yang dianggap berhadapan secara frontal, yaitu “teologi Calvin” dan “konfesi GKI,” khususnya dalam memahami konsep keselamatan (soteriologi). Yang pertama dianggap bersikap eksklusivistis, sementara yang kedua dianggap bersikap inklusivistis. Persoalannya adalah bahwa GKI kerap dipandang sebagai sebuah gereja Calvinis. Alhasil, di balik desain ini saya menangkap sebuah pertanyaan besar, apakah GKI sebagai sebuah gereja Calvinis sudah meninggalkan akar-akar tradisinya, yang seharusnya ditemukan di dalam teologi Calvin. Singkatnya: jangan-jangan GKI sudah menjadi kacang yang lupa pada kulitnya. Untuk itu setidaknya tiga hal perlu saya klarifikasi demi kejernihan berpikir kita, sebelum akhirnya saya berusaha memperlihatkan bagaimana sesungguhnya GKI memahami konsep soteriologinya di dalam Konfesi GKI 2014.

Gereja Calvinis?

Akan tetapi, jika amatan saya ini benar, mungkin persoalannya ada pada pertanyaan yang diajukan. Sebab, pertanyaan tersebut mengandaikan sebuah simplifikasi dan kesalahpahaman yang sangat bermasalah. Pertama, kita perlu hati-hati memakai istilah “gereja Calvinis.” Istilah ini sangat tidak lazim dipergunakan. Berbeda dari “gereja-gereja Lutheran,” yang menampilkan nama Martin Luther, gereja-gereja yang dipengaruhi kuat oleh Yohanes Calvin sangat tak lazim menyebut dirinya sebagai “gereja-gereja Calvinis.” Mereka lebih menyebut diri “gereja-gereja Reformed.” Hal ini sangat bisa dipahami, sebab sebenarnya keluarga Reformed tidak hanya mengakar pada pandangan Calvin, namun juga para tokoh lainnya seperti Ulrich Zwingli, Martin Bucer, Heinrich Bullinger, dan lain-lain. Jadi, sejak awal, keluarga Reformed sendiri sudah sangat majemuk.†

* Joas Adiprasetya adalah pendeta jemaat GKI Pondok Indah, Jakarta; anggota Komisi

Konfesi GKI; anggota Komisi Teologi PGI; anggota ahli Reference Group untuk Mission and Ecumenical Engagement di World Communion of Reformed Churches (WCRC, Hanover); anggota ahli Reference Group untuk isu dialog antariman di World Council of Churches (WCC, Geneva). Makalah ini disiapkan untuk School of Christian Ministry, GKI Manyar, Surabaya, 11 Januari 2020.

† Bdk. W. Bradford Littlejohn and Jonathan Tomes, eds., Beyond Calvin: Essays on the Diversity of the Reformed Tradition (Moscow, ID: Davenant Press, 2017).

Page 4: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

2

Belum lagi jika kita mempertimbangkan bagaimana keluarga Reformed ini berkembang secara majemuk di wilayah-wilayah yang berbeda. Kita perlu memasukkan ke dalamnya kelompok Puritan di Inggris, misalnya, ke dalamnya. Memang pengaruh teologi Calvin dianggap paling dominan, namun nama Calvin sangat jarang dipergunakan untuk menamai gereja-gereja Reformed. “Calvinis” sering dipakai untuk tujuan khusus, seperti penamaan gereja-gereja Reformed di Geneva, atau penamaan teologi perjamuan kudus yang berbeda dari teologi Luther, atau sistem pemerintahan presbiterial, dan hal-hal khusus lainnya.

Sayangnya, di Indonesia, istilah Reformed sudah terlanjur diasosiasikan dengan beberapa kelompok atau gereja tertentu, dan bukan dengan GKI dan gereja-gereja sejenis (GPIB, GKJ, GMIT, GKP, dll.). Padahal, GKI adalah salah satu anggota dari WCRC (World Communion of Reformed Churches), yang adalah badan oikoumenis gereja-gereja Reformed terbesar di dunia, yang meliputi sekitar 80% gereja-gereja Reformed sedunia. Dan jika Anda menelisik ke dalam teologi gereja-gereja anggota WCRC sendiri, Anda akan menemukan kemajemukan yang sangat besar.

Pengamatan saya lainnya adalah bahwa gereja-gereja atau kelompok-kelompok Reformed di Indonesia tampaknya lebih mendekat pada Canons of Dordt (Dordt, Belanda, 1618) yang dirumuskan, salah satunya, dalam perseteruan dengan Arminianisme. Sementara itu, GKI sebagai sebuah gereja Reformed lebih mendekat pada Katekismus Heidelberg (Heidelberg, Jerman, 1563) yang dirumuskan untuk menjembatani ketegangan antara teologi Calvin dan Luther. Perbedaan kedua dokumen Reformed ini, di samping tentu persamaannya, ikut membentuk watak gerejawi dari gereja-gereja Reformed di dunia dan di Indonesia. Lebih dari itu, ketika berbicara mengenai gereja-gereja Reformed di Indonesia pada abad ini, kita harus sadar bahwa ketiga dokumen dasar Reformed (Konfesi Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental abad ke-16 dan 17. Maka, tentu saja, ada suruhan kontektual bagi GKI dan gereja-gereja Reformed lain di Indonesia pada masa kini, untuk meneruskan semangat reformasi (semper reformanda) sembari tetap menegaskan akar tradisinya dan pendasaran alkitabiahnya. Jadi, GKI memilih untuk lebih beriman pada Allah di dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus, bukan pada Calvin. GKI memilih untuk menjadikan Alkitab sebagai sumber utama berimannya, bukan ajaran Calvin. GKI memilih untuk mengidentifikasi diri pertama-tama sebagai anggota tubuh Kristus dan bukan “gereja Calvinis.”

Eksklusivisme dan Inklusivisme?

Klarifikasi kedua perlu dilakukan terhadap istilah eksklusif dan inklusif, atau yang dalam disiplin teologi agama-agama disebut dalam bentuk paham: eksklusivisme dan insklusivisme. Bersama dengan dua paham ini, lazimnya para teolog mengetengahkan

Page 5: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

3

paham yang ketiga, yaitu pluralisme.‡ Daniel Migliore merangkum perbedaan ketiga pandangan sebagai berikut:

Eksklusivisme menegaskan bahwa Yesus Kristus sendirilah sang Jalan, Kebenaran, dan Hidup, dan tidak ada keselamatan selain melalui iman kepada-Nya. Agama-agama lain mungkin saja memiliki pengetahuan akan kebenaran tentang Allah, namun mereka bukanla jalan-jalan keselamatan. Inklusivisme mengajarkan bahwa Yesus Kristus merupakan penyataan yang definitif dari Allah, sehingga keselamatan yang diperole di dalam Dia merengkuh semua orang dan dengan cara tertentu tersedia bagi semua orang. Pluralisme meyakini bahwa semua agama mengantarai pengetahuan akan misteri Alla dan semua secara setara merupakan jalan yang absah menuju keselamatan.§

Ketiga model ini secara bersama-sama membentuk apa yang sering disebut sebagai tipologi tripolar. Asumsinya adalah bahwa milyaran manusia Kristen sedunia hanya terhisab ke dalam satu dari tiga model tersebut. Jika Anda seorang eksklusivis, maka Anda akan menolak inklusivisme dan pluralisme. Demikian selanjutnya.

Harus saya tandaskan bahwa, semenarik apa pun tipologi tripolar ini, ia sama sekali tidak memadai dan memiliki banyak kelemahan yang substansial. Saya sendiri sudah lama meninggalkan tipologi ini dan melihatnya lebih banyak mendatangkan mudarat daripada manfaat bagi percakapan kita. Ada beberapa sebab yang membuat saya tak lagi suka dengan tipologi tripolar ini. Pertama, ia menghapuskan kompleksitas sikap-sikap kristen terhadap agama-agama lain. Kedua, ia lebih sering dipakai untuk melakukan stigmatisasi terhadap sesama Kristen yang berbeda pandangan. Dan beberapa keberatan saya lainnya.

Jika demikian, bagaimana seharusnya kita bersikap. Saya menganjurkan untuk mulai dari sebuah ketegangan atau dialektika yang internal di dalam Kekristenan dan terus menjaga ketegangan tersebut tanpa berusaha menyelesaikannya dengan mudah. Ketegangan tersebut dapat dirangkum ke dalam beberapa hal berikut ini:

1. Kehendak universal Allah untuk menyelamatkan semua orang

< > 1. Keselamatan partikular hanya di dalam Yesus Kristus

2. Keterbukaan penuh persahabatan pada agama lain

< > 2. Komitmen yang kuat pada iman Kristen

3. Dialog dengan orang beriman lain < > 3. Misi mewartakan Injil keselamatan

Pertama, di satu sisi kita mengakui universalitas kehendak penyelamatan Allah bagi semua orang, namun di sisi lain, kita mengakui dengan kadar yang sama bahwa keselamatan hanya di dalam Kristus. Paulus mengatakan dalam 1 Timotius 2:3-5 ketegangan ini, “Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya

‡ Alan Race, Christians and Religious Pluralism: Patterns in the Christian Theology of Religions

(London: SCM Press, 1983).

§ Daniel L. Migliore, Faith Seeking Understanding: An Introduction to Christian Theology, Third edition. (Grand Rapids, MI, 2014), 306.

Page 6: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

4

semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus.” Kedua, ketegangan teologis-biblis di atas menciptakan ketegangan lain, yaitu keterbukaan penuh sikap bersahabat pada semua agama dan komitmen pada iman di dalam Yesus Kristus. Sikap internal-eksternal ini melahirkan ketegangan ketiga, yaitu dialog dengan umat berbeda iman sekaligus misi untuk mewartakan Injil Kristus. Dengan kata lain, dibutuhkan dialog-yang-misional sekaligus dialog-yang-misional.**

Keterbukaan semacam ini tampaknya dijaga oleh Dewan Gereja-gereja Dunia (WCC) yang ke dalamnya GKI menjadi anggota:

We cannot point to any other way of salvation than Jesus Christ; at the same time we cannot put any limit to God's saving power. There is a tension between these affirmations which we acknowledge and cannot resolve.†† [1] Kita tidak dapat menunjuk jalan keselamatan selain Yesus Kristus; [2] pada saat bersamaan kita tidak dapat membatasi kuasa penyelamatan Allah. [3] Terdapat sebuah ketegangan dari penegasan-penegasan ini yang kami akui dan tidak dapat selesaikan.

Bagaimana dengan WCRC? Badan ekumenis ini memang belum merumuskan sikapnya terhadap agama-agama lain secara soteriologis, namun di dalam Sidang Raya ke-17 di Hanover (2017), dirumuskan “Overarching Objective for Interreligious Dialogue and Cooperation” sebagai berikut:

The interreligious work of the WCRC strives for interreligious cooperation based on trust, respect and the commitment to life, engages with the question of Christian witness in a multi-religious world and accompanies churches in conflict situations (General Council Actions 20 and 63).

Jadi, tampak juga bahwa sikap WCRC adalah menjaga ketegangan antara kerjasama-dialogis dan kesaksian Kristiani.

Saya ingin menandaskan bahwa lebih-kurang pada posisi inilah GKI menempatkan dirinya. GKI tidak pernah mewartakan nama lain selain Yesus Kristus yang menyelamatkan. Namun, pada saat bersamaan, GKI tidak pernah pula menutup diri pada umat beriman lain dan bahkan sedapat mungkin bersahabat dengan mereka.‡‡ Persahabatan antariman ini tidak dilandasi asumsi yang kita simpan di balik pikiran mereka bahwa

** Bdk. Michael Nazir-Ali, Mission and Dialogue: Proclaiming the Gospel Afresh in Every Age

(London: SPCK, 1995).

†† Dikutip di Jan van Lin, Shaking the fundamentals: religious plurality and ecumenical movement, Church and theology in context 36 (Amsterdam: Rodopi, 2002), 240.

‡‡ Untuk melihat tema persahabatan antariman, baca Alon Goshen-Gottstein, ed., Friendship across Religions: Theological Perspectives on Interreligious Friendship, Interreligious reflections (Lanham: Lexington Books, 2015).

Page 7: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

5

mereka adalah “calon-calon penghuni neraka.” Namun, sebaliknya, dalam ketidaktahuan pada apa rencana Allah bagi mereka, kita menyerahkan nasib mereka pada cinta dan anugerah Allah yang mahaluas, sembari terbuka untuk belajar dari hikmat-hikmat yang indah dari agama mereka, yang justru memperkuat iman kita sendiri pada Yesus Kristus dalam kuasa Roh Kudus. Jadi, apakah GKI secara eksklusif mengimani Kristus sebagai Sang Jalan? Jelas! Lantas, apakah GKI secara inklusif membuka diri pada sesama berbeda iman? Jelas! Setiap anggota GKI diundang untuk tidak letih berproses secara imani dalam ketegangan yang memang tidak ingin dan tidak dapat kita selesaikan dengan mudah ini.

Universalis?

Dalam percakapan persiapan, sebenarnya muncul istilah lain, yaitu dugaan bahwa GKI menganut sebuah posisi yang universalistis terkait dengan keselamatan. Tentu saja, konteks pemakaian kata itu yang harus jelas. Misalnya, ketika kita berkata tentang seberapa luas ruang lingkup kedaulatan dan cinta Allah, maka kata “universal” secara tepat menggambarkan posisi semua kelompok Kristen. Allah berdaulat dan mencintai seluruh ciptaan-Nya secara universal. Secara umum, iman Kristen adalah iman yang universalis, sebab diyakini bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu sebab Ia adalah Pencipta langit dan bumi. Secara khusus, terkait dengan soteriologi, universalisme sendiri sangat dekat dengan pluralisme, yang memahami bahwa terdapat banyak jalan menuju satu keselamatan. Karena kemajemukan jalan keselamatan itu, maka keselamatan berwatak universal. Universalisme yang pluralistis kerap juga disebut “universalisme yang diakui” (convinced universalism). Sementara itu, “universalisme yang berpengharapan” (hopeful universalism) tidak harus mengatakan bahwa semua agama menyediakan jalan yang absah bagi keselamatan, namun tetap dapat menegaskan bahwa hanya di dalam Kristus keselamatan diperoleh.§§

Di kutub yang lain kita mengenal partikularisme. Ini pun beragam. Ada partikularisme mendekat pada eksklusivisme, ada juga partikularisme yang lebih inklusif. Prinsipnya, apakah keselamatan yang partikular melalui Kristus membuat iman Kristen menyimpulkan adanya sebagian orang yang selamat dan sisanya binasa atau apakah partikularitas keselamatan di dalam Kristus justru menciptakan sikap terbuka pada orang-orang beragama lain.

Sebagaimana nanti akan jelas, Konfesi tidak bermaksud untuk merumuskan sikapnya mengenai nasib ke(tidak)selamatan orang-orang yang tidak percaya pada Kristus. Konfesi hanya menegaskan imannya pada Allah melalui Kristus di dalam kuasa Roh Kudus. Jadi, asumsi bahwa Konfesi menawarkan sebuah universalisme merupakan sebuah sebuah sikap yang gegabah. Bahwa terdapat sebuah keyakinan bahwa bahwa keselamatan

§§ Gregory MacDonald, ed., “All Shall Be Well”: Explorations in Universalism and Christian

Theology from Origen to Moltmann (Eugene, OR: Cascade Books, 2011), 12.

Page 8: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

6

Allah di dalam Kristus merambah seluruh semesta tentu tak bisa disangkal. Bahkan, Konfesi dengan terus-terang menegaskan hal itu. Namun, keyakinan semacam itu berlangsung justru dalam keyakinan bahwa hanya ada satu nama yang diakui di dalam Konfesi, yang melalui-Nya kita diselamatkan, yaitu Kristus. Jadi, singkatnya, Konfesi ingin menjaga ketegangan antara dimensi universal dan partikular dari keselamatan, tanpa bermaksud membuat rumusan baku apa pun.

KONFESI GKI 2014

Atas dasar dua klarifikasi di atas, maka semoga kita bisa makin memahami spirit dari Konfesi GKI 2014 (selanjutnya disingkat Konfesi). Harus dikatakan bahwa Konfesi tidak ingin menggantikan pengakuan-pengakuan iman universal yang dimiliki (hampir semua) gereja sepanjang abad dan tempat. Dalam paragraf 2 Pengantar Konfesi disebutkan:

Konfesi GKI merupakan sebuah ekspresi dari pengakuan iman yang diakui dan dihayati oleh GKI. Dalam praktiknya GKI mengakui Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel, dan Pengakuan Iman Athanasius. Ketiga Pengakuan Iman tersebut merupakan pengakuan iman yang bersumber dari Alkitab dan diterima, serta dimiliki oleh gereja secara ekumenis. Jadi, di satu sisi, dengan mengakui ketiga pengakuan iman tersebut, GKI mau mengikatkan diri pada persekutuan ekumenis dalam gereja yang universal. Di sisi lain, dengan merumuskan konfesinya, GKI mau mengikatkan diri pada persekutuan kasih, baik dalam tubuh GKI maupun dalam konteks hidup GKI di tengah kekayaan dan kepelbagaian lingkungan alam, budaya, dan agama di Indonesia.

Terhadap paham keselamatan, sebenarnya Konfesi berada pada jalur yang sama dengan Pengakuan Iman Rasuli (PIR) yang tidak berbicara mengenai keselamatan orang beriman lain, sebab Konfesi dan PIR adalah dokumen konfesional dan bukan pertama-tama dokumen apologetis. Ia lebih menyibukkan diri untuk mengakui imannya daripada mengurusi nasib orang beriman lain. Bahkan, bukan hanya PIR, GKI juga menerima dua pengakuan iman universal lain, yaitu Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel dan Pengakuan Iman Athanasius. Malahan, jika kita menengok secara khusus Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, concern dasarnya bukanlah menolak paham agama-agama lain, namun menolak paham-paham di dalam tubuh kekristenan sendiri, yang berusaha membelokkan iman pada Kristus, sebagaimana yang muncul, misalnya, dalam Arianisme yang menolak keilahian Kristus.

Mungkin ada kesan kuat bahwa Konfesi tidak berbicara sangat tegas mengenai paham keselamatannya, termasuk nasib orang-orang yang tidak percaya pada Kristus. Memang! Dan itu sungguh disengaja! Dalam paragraf 3 Pengantar disebutkan:

GKI pada gilirannya memilih tema “Berperanserta ke dalam persekutuan kasih dan karya keselamatan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus” sebagai fokus utama yang menuntun konfesinya. Dalam hal ini, GKI pun menyadari bahwa Konfesi GKI mengungkapkan secara terbatas pernyataan-pernyataan iman gereja karena pada kenyataannya masih banyak pernyataan iman gereja lainnya yang tidak tercakup dalam Konfesi GKI.

Page 9: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

7

Jadi, percakapan intensif di dalam tim perumus Konfesi sampai pada sebuah kesimpulan bahwa Konfesi tidak ingin memasukkan semua hal namun hanya apa yang secara konfesional dianggap penting. Dan apa yang secara konfesional dianggap penting terangkum ke dalam tema umum Konfesi: “Berperanserta ke dalam persekutuan kasih dan karya keselamatan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.” Kesadaran ini dibarengi dengan pemahaman bahwa “ketidaklengkapan” Konfesi justru harus memberi ruang berteologi bagi anggota-anggota jemaatnya sejauh Konfesi tetap menjadi panduan utama dan hasil berteologi tersebut berada di dalam koridor Konfesi. Jadi, disadari bahwa tidak semua doktrin berada pada level yang sama. Bahkan, sebuah doktrin memiliki sub-sub-doktrin turunan, yang tidak masuk ke dalam Konfesi. Jadi, misalnya, sangat dimungkinkan beberapa anggota GKI berteologi secara privat mengenai sikap terhadap agama lain, sejauh hasil berteologi mereka tidak berlawanan dengan prinsip dasar bahwa keselamatan diperoleh dari Allah melalui Yesus Kristus di dalam kuasa Roh Kudus.

Lantas, bagaimana Konfesi mencantumkan pengakuannya mengenai keselamatan? Saya daftarkan beberapa kalimat yang secara eksplisit memunculkannya:

PENGANTAR 1. Sebagai kelanjutan dan wujud kesatuan dari Gereja Kristen Indonesia Jawa Timur, Gereja

Kristen Indonesia Jawa Barat, dan Gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah, maka Gereja Kristen Indonesia (GKI) hadir di tengah-tengah dunia dalam konteks Indonesia. GKI, dalam persekutuan kasih yang akrab dan karya keselamatan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, hidup dan berkarya di tengah kekayaan dan kepelbagaian warisan sejarah, budaya, dan lingkungan alam, baik di dalam tubuhnya sendiri, maupun di tengah masyarakat Indonesia. (Pengantar, par. 1)

2. GKI pada gilirannya memilih tema “Berperanserta ke dalam persekutuan kasih dan karya keselamatan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus” sebagai fokus utama yang menuntun konfesinya. (Pengantar, par. 3)

KONFESI 3. Dalam persekutuan kasih yang akrab serta anugerah penciptaan, pemeliharaan,

penyelamatan, dan pembaruan oleh Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, kami sebagai Gereja Kristen Indonesia hidup dan berkarya di tengah kekayaan dan kepelbagaian warisan sejarah, budaya, dan lingkungan alam Indonesia. (Konfesi, 1)

4. [Yesus Kristus] yang menyelamatkan dunia dengan menempuh jalan penderitaan hingga mati di kayu salib dan pada hari yang ketiga dibangkitkan dari kematian, agar kami bebas dari kuasa dosa dan maut, menyatakan kasih yang melenyapkan ketakutan dan melampaui kejahatan, serta beroleh kebangkitan dan hidup yang abadi, (Konfesi, 11)

PENJELASAN 5. GKI menyadari bahwa keberadaannya di dunia dalam konteks Indonesia tidak lepas dari

Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam persekutuan kasih-Nya yang akrab dan dalam anugerah penciptaan-Nya, pemeliharaan-Nya, penyelamatan-Nya, dan pembaruan-Nya. (Penjelasan, 1.b)

6. Persekutuan kasih ilahi yang akrab tersebut terarah secara melimpah dan tanpa syarat kepada seluruh ciptaan melalui anugerah penciptaan, pemeliharaan, penyelamatan, dan pembaruan. ((Penjelasan, 1.d)

Page 10: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

8

7. Karya ilahi penciptaan, pemeliharaan, penyelamatan, dan pembaruan itu merupakan anugerah karena dengan dan dalam karya ilahi itu, Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus mengikutsertakan seluruh ciptaan ke dalam persekutuan kasih-Nya yang akrab. (Penjelasan, 1.f)

8. Karya ilahi tersebut merupakan satu kesatuan tak terpisahkan. Itu berarti, baik penciptaan, pemeliharaan, penyelamatan, maupun pembaruan, masing-masing merupakan karya dari ketiga Pribadi ilahi secara bersama-sama. (Penjelasan, 1.f)

9. Hakikat Allah, yaitu kasih, dinyatakan dalam pekerjaan-pekerjaan-Nya yang baik. Pekerjaan-pekerjaan Allah yang baik itu tidak lain merupakan misi Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, yang mencipta, memelihara, menyelamatkan, dan membarui seluruh ciptaan. (Penjelasan, 6.a)

10. Gereja mengimani Yesus Kristus sebagai Anak Allah karena Yesus datang ke dunia dari Allah demi keselamatan dunia. (Penjelasan 8.b)

11. Penyelamatan dunia merupakan karya ilahi yang dikerjakan Yesus dalam persekutuan kasih-Nya yang akrab dengan Allah Bapa dan Roh Kudus. (Penjelasan 11.(1).a)

12. Dalam mengerjakan karya penyelamatan dunia, Yesus taat kepada kehendak Bapa-Nya. Untuk itu, dengan penuh kerelaan, Yesus menempuh jalan penderitaan hingga pada kematian-Nya di kayu salib di Bukit Golgota. (Penjelasan 11.(1).b)

13. Bagi seluruh makhluk, kebangkitan Yesus merupakan peristiwa yang menyatakan persekutuan kasih yang akrab dari Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dengan demikian, seluruh makhluk yang berperanserta ke dalam persekutuan kasih-Nya yang akrab turut mengalami keselamatan. (Penjelasan 11.(1).f)

14. Dengan karya keselamatan Yesus, setiap orang percaya yang hidup di dunia diberdayakan untuk menyatakan kasih yang melenyapkan ketakutan dan melampaui kejahatan. Ketakutan merupakan realitas negatif dalam pikiran yang secara nyata melumpuhkan semua potensi yang dimiliki oleh seseorang; sedangkan kejahatan adalah daya yang bersifat melawan dan merusak karya Allah dan kehidupan. (Penjelasan 11.(2).b)

15. Dengan karya keselamatan Yesus, setiap orang percaya memperoleh kebangkitan dan kehidupan yang abadi. Kebangkitan merupakan tanda kemenangan kehidupan atas kematian; sedangkan kehidupan yang abadi adalah tanda keberlanjutan terus-menerus persekutuan kasih yang akrab dengan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. (Penjelasan 11.(2).c)

16. Penghakiman dan pembaruan atas segala sesuatu “yang hidup dan yang mati” oleh Kristus merupakan karya ilahi yang berlangsung dalam kasih dan kuasa-Nya demi pemenuhan rencana Allah, yakni karya keselamatan-Nya. (Penjelasan 13.b)

17. Kedatangan Kristus kembali mengingatkan setiap orang percaya untuk merayakan kehidupan dan menyambut kematian di dunia ini dalam iman, pengharapan, dan kasih. Dengan demikian, setiap orang percaya mampu memaknai dirinya kini dan di sini, sehingga ia menjadi berkat bagi dunia dan meneruskan keselamatan Allah dalam seluruh dimensi kehidupannya. (Penjelasan 13.c)

18. Gereja bersifat am karena Allah dalam anugerah-Nya yang melimpah-ruah menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Dengan kuasa Allah yang memberikan kehidupan itu, pemberitaan Injil dilakukan oleh gereja kepada semua orang dan melampaui segala batas yang ada. Ke-am-an gereja yang hakiki diciderai ketika perbedaan-perbedaan budaya (dan lain-lain) membawa gereja pada perpecahan. Oleh karena itu, dengan kuasa Roh Kudus, orang-orang percaya dipanggil untuk menghapuskan semua penghalang bagi kepenuhan kehidupan yang dikaruniakan kepada gereja. (Penjelasan 16.d)

Page 11: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

9

Selain kedelapan belas teks tersebut, terdapat beberapa bagian yang secara eksplisit berbicara mengenai agama lain:

19. Di sisi lain, dengan merumuskan konfesinya, GKI mau mengikatkan diri pada persekutuan kasih, baik dalam tubuh GKI maupun dalam konteks hidup GKI di tengah kekayaan dan kepelbagaian lingkungan alam, budaya, dan agama di Indonesia. (Pengantar, par. 2)

20. Kekayaan dan kepelbagaian yang ada di tubuh GKI, antara lain menyangkut warisan sejarah yang berbeda-beda dan lingkungan yang khas, merupakan karunia Allah untuk menghadirkan persekutuan kasih yang akrab di tengah masyarakat Indonesia. Demikian juga kekayaan dan kepelbagaian yang ada di Indonesia, berkaitan dengan baik suku-suku bangsa, budaya-budaya, agama-agama, maupun lingkungan-lingkungan alam, semua itu merupakan karunia Allah untuk mewujudkan persekutuan kasih yang akrab di dunia demi kemuliaan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. (Penjelasan, 1.g)

21. Diskriminasi terhadap orang lain, baik secara personal mau pun komunal, merupakan perlakuan tidak adil yang disebabkan oleh prasangka negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang, berdasarkan perbedaan-perbedaan antara lain umur, jenis kelamin, suku, agama, difabel, tingkat pendidikan, kondisi ekonomi, dan status sosial. (Penjelasan, 10.(2).b)

Terdapat 18 kalimat yang secara tersurat mencantumkan keselamatan dan 3 kalimat yang secara tersurat berbicara mengenai agama. Saya akan bahas satu per satu secara singkat. 1. Lihat no. 2. 2. Kalimat ini merupakan saripati Konfesi: “Berperanserta ke dalam persekutuan kasih dan

karya keselamatan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.” Diakui bahwa karya keselamatan berasal dari Allah Trinitas. Dengan ini hendak ditegaskan bahwa GKI ingin memperdalam makna soteriologi yang bukan hanya memakai metafora jalan-tujuan (Kristus-Bapa), namun memakai konsep yang lebih Trinitaris. Keselamatan berasal dari Allah yang disapa Bapa, melalui Kristus, di dalam kuasa Roh Kudus.

3. Pokok 1 Konfesi menegaskan bahwa penyelamatan merupakan satu dari empat karya Allah Trinitas yang selalu berulang di dalam dokumen ini, yaitu penciptaan, pemeliharaan, penyelamatan, dan pembaruan. Hal ini lazim dalam teologi Kristen melalui konsep creatio, providentia, soteria, dan consummatio. Kadang pula diekspresikan lewat konsep creatio, justificatio-sanctificatio, glorificatio.

4. Pokok 4 Konfesi menegaskan karya Yesus Kristus yang “menyelamatkan dunia.” Saya menduga bahwa asumsi inklusivitas Konfesi muncul dari klausa ini. Padahal, di dalam teks-teks Alkitab yang dikutip oleh Konfesi, muncul beberapa ayat yang menjadi acuannya, misalnya Yohanes 3:17; 4:42; 12:47; 1 Yohanes 4:14. Di dalamnya, Allah di dalam Yesus Kristus diwartakan sebagai Juruselamat dunia. Apakah itu berarti, Konfesi bersikap inklusivis? Nanti dulu. Konfesi sekadar memakai terminologi biblis. Bagaimana menafsirkannya tentu terbuka ruang luas bagi para teolognya.

5. Lihat no. 3. 6. Lihat no. 3.

Page 12: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

10

7. Lihat no. 3. 8. Lihat no. 3. 9. Lihat no. 3. 10. Lihat no. 4. 11. Lihat no. 4. 12. Lihat no. 4. 13. Apakah keselamatan dunia itu mencakup seluruh makhluk? Lagi-lagi teks biblis

menyediakan acuannya: Markus 16:15; Lukas 3:6; Efesus 1:10; Kolose 1:20, 23; Wahyu 21:5. Bagaimana memahami teks-teks ini? Silakan para teolog GKI mengerjakannya. Yang jelas adalah bahwa karya penyelamatan yang punya dimensi kosmis ini dikerjakan oleh Allah di dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus.

14. Di sini, aspek partikular dari keselamatan oleh Yesus Kristus mendapatkan tempat. Keselamatan itu berdampak bagi “orang percaya.”

15. Lihat no. 14. 16. Lihat no. 13. 17. Lihat no. 14. 18. Pernyataan “Allah dalam anugerah-Nya yang melimpah-ruah menghendaki supaya

semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” jelas menggaungkan 1 Timotius 2:3-5.

19. Di sini kata “agama” dicantumkan secara objektif sebagai dimensi kekayaan dan kepelbagaian di Indonesia.

20. Lihat no. 19. 21. Di sini, anggota GKI yang menerima Konfesi diundang untuk bersikap melawan

diskriminasi, termasuk atas dasar agama.

KESIMPULAN

Jadi, bagaimanakah kita perlu menyimpulkan soteriologi Konfesi dan sikap GKI secara umum? Pertama, keselamatan hanya berlangsung dari Allah melalui Kristus di dalam kuasa Roh Kudus. Kedua, Allah memiliki kehendak universal untuk menyelamatkan dan memperbarui seluruh ciptaan, yang dikerjakan-Nya melalui Kristus di dalam kuasa Roh Kudus. Ketiga, Konfesi tidak memberi petunjuk eksplisit mengenai nasib orang-orang yang tidak percaya pada Kristus dan ini memberi ruang yang terbuka luas bagi para teolognya untuk bergumul. Keempat, GKI menjaga ketegangan antara dimensi universal dan partikular dari keselamatan dengan menjaga komitmen iman pada Kristus dan keterbukaan pada agama lain, sekaligus menjaga dialog yang misional dan misi yang dialogis.

Secara personal ini pula yang menjadi sikap pribadi saya. Jika ada di kalangan GKI yang ingin secara gegabah menekankan universalitas keselamatan tanpa menegaskan partikularitas Kristus, maka saya akan menjadi orang pertama yang menolaknya. Demikian

Page 13: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

11

sebaliknya, jika ada dari kalangan GKI yang ingin menekankan partikularitas Kristus dan secara semberono menyimpulkan ketidakselamatan orang lain dan mengaburkan universalitas kasih Allah, saya pun akan maju di depan untuk menentangnya.

PUSTAKA

Goshen-Gottstein, Alon, ed. Friendship across Religions: Theological Perspectives on Interreligious Friendship. Interreligious reflections. Lanham: Lexington Books, 2015.

Lin, Jan van. Shaking the fundamentals: religious plurality and ecumenical movement. Church and theology in context 36. Amsterdam: Rodopi, 2002.

Littlejohn, W. Bradford, and Jonathan Tomes, eds. Beyond Calvin: Essays on the Diversity of the Reformed Tradition. Moscow, ID: Davenant Press, 2017.

MacDonald, Gregory, ed. “All Shall Be Well”: Explorations in Universalism and Christian Theology from Origen to Moltmann. Eugene, OR: Cascade Books, 2011.

Migliore, Daniel L. Faith Seeking Understanding: An Introduction to Christian Theology. Third edition. Grand Rapids, MI, 2014.

Nazir-Ali, Michael. Mission and Dialogue: Proclaiming the Gospel Afresh in Every Age. London: SPCK, 1995.

Race, Alan. Christians and Religious Pluralism: Patterns in the Christian Theology of Religions. London: SCM Press, 1983.

Page 14: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/01/11  · Belgic 1561, Katekismus Heidelberg 1563, dan Kanon Dordt 1618) ditulis sebagai dokumen kontinental

Demikian laporan yang dapat saya sampaikan.

Jakarta, 13 [anuari 2020

Antusiasme peserta sangat besar, sebab topik ini memunculkan banyak celah bagi pertanyaan

dan tanggapan kritis peserta. Setelah ceramah dari kedua pemakalah selesai, masing-masing

pemakalah memberikan respons atas pemakalah lain. Setelah itu, tanya-jawab antara peserta dan

pemakalah berlangsung dengan menarik,

Acara ini diselenggarakan oleh GKIManyar, Surabaya, dalam rangka School of Christian Ministry.

Saya memperoleh surat undangan dari MajeJis[ernaat GKIManyar dengan nomor surat 440 jGKl­

MjMJjXj2019. Acara ini berlangsung pukul 09.00-14.00 dan diikuti oleh sekitar 200 orang

peserta dari berbagai daerah di Surabaya dan sekitarnya. Terdapat dua pernakalah, salah satunya

saya. Presentasi saya berjudul "Paharn Keselamatan menurut Konfesi GKI 2014," yang berisi

pemaparan content analysis atas dokumen Konfesi GKI2014 dan secara khusus kajian atas paham

soteriologi di dalam dokumen tersebut Secara khusus, isu ketegangan dialektis antara misi dan

dialog antaragama dibahas lebih mendalam.

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

CERAMAH DI SCHOOL OF CHRISTIAN MINISTRY

GKI Manyar, Surabaya, 11 Januari 2020